Post on 24-Jan-2016
description
NEFROTIC SYNDROME
1. Definisi
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema.
Sifat khusus penyakit ini adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbul penyulit, baik
akibat penyakitnya sendiri maupun oleh karena akibat pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada
sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi, gangguan pertumbuhan,
hiperlipidemia, anemia (Betz, et al., 2009).
Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (≥ 40 mg/m2
LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia (≤ 2,5
gr/dL), edema, serta dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL).(Wirya WIGN,2002)
Beberapa batasan pada syndrome nefrotik :
1. Remisi , Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam) 3 hari berturut-
turut dalam satu minggu.
2. Relaps , Apabila proteinuri ≥ 2+ ( >40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu.
3. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) , Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian
prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.
4. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) , Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian
prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi.
5. Sindrom nefrotik relaps jarang , Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan
sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.
6. Sindrom nefrotik relaps sering , Sindrom nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan
sejak respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun.
7. Sindrom nefrotik dependen steroid , Sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari
setelah dosis prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan terjadi 2 kali
berturut-turut.
2. Etiologi
Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun.
Secaraklinis dibagi menjadi 2:
1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Mungkin terjadi akibat kelainan pada
glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Paling sering dijumpai pada anak,termasuk
dalam sindrom nefrotik kongenital yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak
anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat
dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering
dijumpai adalah :
a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.
d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
3. Manifestasi
Kenaikan berat badan, efusi pleura
Wajah tampak sembab perubahan urin
Pembengkakakn abdomen, pembengkakan labia dan skrotum.
Rentan terhadap infeksi.
4. Komplikasi
Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptokokus, Stafilokokus
Hambatan pertumbuhan
Gagal ginjal akut atau kronik
5. Patofisiologi
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama
pagi hari
3. Pemeriksaan darah
3.1 Darah tepi lengkap (Hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)
3.2 Kadar albumin dan kolesterol plasma
3.3 Kadar ureum, kreatinin,serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus
Schwarzt
3.4 kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah
dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA.
7. Penatalaksanaan
Pengobatan kortikosteroid
Terapi inisial
Berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), terapi inisial untuk
anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid adalah prednison dosis
60mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi. Terapi
inisial diberikan dengan dosis penuh selama 4 minggu. Apabila dalam empat minggu pertama
telah terjadi remisi, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2LPB/hari atau 1,5
mg/kgBB/hari, diberikan selang satu hari, dan diberikan satu hari sekali setelah makan pagi.
Apabila setelah dilakukan pengobatan dosis penuh tidak juga terjadi remisi, maka pasien
dinyatakan resisten steroid.
A. Sindrom nefrotik serangan pertama
1. Perbaiki keadaan umum penderita
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Batasi asupan natrium sampai ± 1 gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dalam makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat
c. Berantas infeksi
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik
diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. biasanya furosemid 1
mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila edema
refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu
dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan cairan intravascular
berat Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom
nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak.
Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila
dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa
menunggu waktu 14 hari
B. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa
12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan
dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan
dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.
C. Sindrom nefrotik kambuh sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa
12 bulan
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan
dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan
dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan
menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1
minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6
minggu, kemudian prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons
terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid, atau untuk biopsi ginjal.
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid :
a. Pemberian steroid jangka panjang
Untuk pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid pada anak,
setelah remisi dengan prednison dosis penuh, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian
steroid dosis 1,5 mg/kgBB secara alternating. Dosis lalu diturunkan perlahan atau secara
bertahap 0,2 mg/kgBB setiap 2 minggu hingga dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps
yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis tersebut merupakan dosis threshold dan
dapat dipertahankan selama 6-12 bulan. Setelah pemberian 6-12 bulan, lalu dicoba untuk
dihentikan. Pada anak usia sekolah umumnya dapat menoleransi prednison dengan dosis 0,5
mg/kgBB dan pada anak usia pra sekolah dapat menoleransi hingga dosis 1 mg/kgBB secara
alternating.
Apabila pada prednison dosis 0,1-0,5 mg/kgBB alternating terjadi relaps, terapi
diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB dalam dosis terbagi diberikan setiap hari hingga remisi.
Apabila telah remisi dosis prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgBB secara alternating.
Setiap 2 minggu diturunkan 0,2 mg/kgBB hingga satu tahap (0,2 mg/kgBB) di atas dosis
prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya.
Apabila pada dosis prednison rumatan > 0,5 mg/kgBB alternating terjadi relaps tetapi
pada dosis < 1,0 mg/kgBB alternating tidak menimbulkan efek samping yang berat maka
dapat diikombinasikan dengan levamisol dengan selang satu hari 2,5 mg/kgBB selama 4-12
bulan atau dapat langsung diberikan siklofosfamid.
Pemberian siklofosamid (2-3 mg/kgBB/hari) selama 8-12 minggu, apabila pada keadaan
berikut :
- Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB alternating, atau
- Dosis rumat < 1 mg/kgBB tetapi disertai :
Efek samping steroid yang berat
Pernah relaps dengan gejala yang berat, yaitu hipovolemia, trombosis, dan sepsis.
b. Pemberian levamisol
Peran levamisol sebagai steroid sparing agent terbukti efektif.18 Dosis yang diberikan
yaitu 2,5 mg/kgBB dosis tunggal, dengan selang satu hari dalam waktu 4-12 bulan.
Levamisol mempunyai efek samping antara lain mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash,
dan neutropenia yang reversibel.
c. Pengobatan dengan sitostatika
d. Pengobatan dengan siklosporin atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)
Perlu dicari pula adanya fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang telinga tengah
atau kecacingan.
D. Pengobatan sindrom nefrotik dengan kontraindikasi steroid
Apabila terdapat geajala atau tanda yang menjadi kontraindikasi steroid, seperti tekanan
darah tinggi, peningkatan ureum, dan atau kreatinin, infeksi berat, dapat diberikan sitostatik CPA
oral maupun CPA puls. Pemberian siklofosfamid per oral diberikan dengan dosis 2-3
mg/kgBB/hari dosis tunggal. Untuk pemberian CPA puls dosisnya adalah 500-750 mg/m2LPB,
yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCl 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan
dalam 7 dosis dengan interval 1 bulan.
E. Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid
Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan SN resisten steroid yang memuaskan. Sebelum
dimulai pengobatan pada SN resisten steroid sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat
gambaran patologi anatomi. Hal ini karena gambaran patologi anatomi akan mempengaruhi
prognosis. Pengobatan pada SNRS adalah:
a. Siklofosfamid (CPA)
b. Siklosporin (CyA)
c. Metilprednisolon puls
F. Tatalaksana komplikasi sindrom nefrotik
1) Infeksi
Adanya teori mengenai peran imunologi pada sindrom nefrotik yang menyebutkan bahwa
terjadi penurunan sistem imun pada pasien dengan sindrom nefrotik sehingga menyebabkan
pasien SN mempunyai kerentanan terhadap infeksi. Apabila telah terbukti adanya komplikasi
berupa infeksi perlu diberikan antibiotik.
Pada pasien SN Infeksi yang sering terjadi adalah selulitis dan peritonitis primer. Penyebab
tersering peritonitis primer adalah kuman gram negatif dan Streptococcus pneumoniae. Untuk
pengobatannya diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin
generasi ketiga (sefotaksim atau seftriakson) selama 10-14 hari.
Pneumonia dan infeksi saluran napas atas karena virus juga merupakan manifestasi yang
sering terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik.
2) Trombosis
Terdapat suatu penelitian prospektif dengan hasil 15% pasien SN relaps terdapat defek
ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat trombosis pembuluh vaskular
paru yang asimtomatik. Pemeriksaan fisik dan radiologis perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis trombosis. Apabila telah ada diagnosis trombosis, perlu diberikan heparin secara
subkutan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Saat ini tidak dianjurkan
pencegahan tromboemboli dengan pemberian aspirin dosis rendah.19
3) Hiperlipidemia
Kadar LDL, VLDL, trigliserida, dan lipoprotein meningkat pada sindrom nefrotik relaps atau
resisten steroid, tetapi kadar HDL menurun atau normal. Kadar kolesterol yang meningkat
tersebut mempunya sifat aterogenik dan trombogenik. Hal ini dapat meningkatkan morbiditas
kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis.20 Untuk itu perlu dilakukan diet rendah
lemak jenuh dan mempertahankan berat badan normal. Pemberian obat penurun lipid seperti
HmgCoA reductase inhibitor (contohnya statin) dapat dipertimbangkan.
Peningkatan kadar LDL, VLDL, trigliserida, dan lipoprotein pada sindrom nefrotik sensitif
steroid bersifat sementara sehingga penatalaksanaannya cukup dengan mengurangi diet lemak.
4) Hipokalsemia
Hipokalsemia pada sindrom nefrotik dapat terjadi karena :
- Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia
- Kebocoran metabolit vitamin D
Untuk menjaga keseimbangan jumlah kalsium maka pada pasien SN dengan terapi steroid
jangka lama (lebih dari 3 bulan) sebaiknya diberikan suplementasi kalsium 250-500 mg/hari
dan vitamin D (125-250 IU).22 Apabila telah ada tetani perlu diberikan kalsium glukonas
10% sebanyak 0,5 ml/kgBB intravena.
5) Hipovolemia
Hipovolemia dapat terjadi akibat pemberian diuretik yang berlebihan atau pasien dengan
keadaan SN relaps. Gejala-gejalanya antara lain hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan
sering juga disertai sakit perut. Penanganannya pasien diberi infus NaCl fisiologis dengan
cepat sebanyak 15-20 mL/kgBB dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgBB
atau plasma 20 mL/kgBB (tetesan lambat 10 tetes per menit). Pada kasus hipovolemia yang
telah teratasi tetapi pasien tetap oliguria, perlu diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB intravena.
6) Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit SN
akibat dari toksisitas steroid. Untuk pengobatanya diawali dengan ACE (angiotensin
converting enzyme) inhibitor, ARB (angiotensin receptor blocker), calcium chanel blockers,
atau antagonis β adrenergik, hingga tekanan darah di bawah persentil 90.23 .
Indikasi biopsi ginjal
Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk melakukan biposi ginjal:
1) Pada presentasi awal
a. Sindrom nefrotik terjadi pertama kali pada usia < 1 tahun atau lebih dari 16 tahun
b. Pada pemeriksaan terdapat tanda hematuria nyata
2) Setelah pengobatan inisial
a. Sindrom nefrotik resisten steroid
b. Sebelum memulai terapi siklosporin
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi
karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sclerosis glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein
normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari. Diit rendah
protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak.
Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti
furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis
aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari
1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium). Bila pemberian
diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin ≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan
interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak
mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan
10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan,
albumin atau plasma dapat diberikan selang-sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran
cairan dan mencegah overload cairan. Pemberian plasma berpotensi menyebabkan penularan
infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.
Antibiotik profilaksis
Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotic profilaksis
dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema berkurang.5 Di Indonesia tidak
dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila
ditemukan tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis
amoksisilin, eritromisin, atau sefaleksin.
Imunisasi
Pasien SN yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6 minggu setelah steroid
dihentikan, hanya boleh mendapatkan vaksin mati. Setelah lebih dari 6 minggu penghentian
steroid, dapat diberikan vaksin hidup. Pemberian imunisasi terhadap Streptococcus pneumoniae
pada beberapa negara dianjurkan,7 tetapi karena belum ada laporan efektivitasnya yang jelas, di
Indonesia belum dianjurkan. Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien
varisela. Bila terjadi kontak dengan penderita varisela, diberikan profilaksis dengan
imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 72 jam. Bila tidak memungkinkan
dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena. Bila sudah terjadi infeksi perlu
diberikan obat asiklovir dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.
Penderita Rawat jalan
- Pemfis dan ttv
- Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi, kadar urin seta
kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada situasi.
Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi total (tanpa terapi),
remisi parsial/ rest protein 1+ tanpa obat, proteinuria +/++ tanpa edema dan disertai gejala
infeksi, berikan antibiotika (ampisilin atau amoksilin) 3-5 hari. Bila tetap tidak ada proteinuria
maka dianggap sebagai relaps
Pengobatan tambahan
a. Mengatasi edema anasarka dengan memberikan dieuretik, furosemide 1-2 mg/kgBB/kali, 2
kali sehari peroral.
b. Odem menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1 g/KgBB atau plasma 10-20 ml/kgBB/hari,
dilanjutkan dengan furosemide iv 1mg/kgBB/kali.
c. Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia (1,5gr/dl) berikan albumin atau
plasma.
8. Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Jenis kelamin laki-laki.
3. Disertai oleh hipertensi.
4. Disertai hematuria
5. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
6. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
7. Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran klinis
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang
dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
9. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN NEFROTIK SYNDROME
I. IDENTITAS
Nama : -
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : -
Suku : -
Agama : -
MSR : -
Tanggal Pemeriksaan : -
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi
pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 :1.
II. ANAMNESA
a. Keluhan utama : Bengkang seluruh tubuh sampai dengan kelopak mata
b. Riwayat penyakit sekarang :Bengkak seluruh badan,muka sembab, mengeluh pusing,frekuensi dan jumlah berkemih berkurang.ascietas +, TD 130/90 mmhg, HR 112x/mnit, RR 30x/mnit, rasio inspirasi:ekspirasi 1:1 suhu 36C lingkar perut 68 antropometri BB 32,5 kg TB 121,5cm, hipoalbuminemia (2,1), hiperkolestrlemia (345)
c. Riwayat penyakit dahulu :(Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia).
d. Riwayat pengobatan :Klien pernah dibawa ke RS Majalaya dan dinyatakan bocor ginjal. Setelah klien control selama 3 bulan dan tidak ada perbaikan, klien dibawa ke Al-Ichsan . Sejak 2012 klien diberi obat tablet hijau 3x2 selama 2 bulan.Selanjutnya 4 tablet / hari selang sehari
e. Riwayat kesehatan keluarga :(Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran).
f. Riwayat kehamilan dan persalinan : Tidak ada hubungan.
g. Riwayat kesehatan lingkungan : Endemic malaia sering terjadi pada kasus SN
h. Riwayat imunisasi : tidak ada hubungan
i. Riwayat nutrisi :Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah
dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
(32,5 : 18,3 ) x 100% = 170%
dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik) .
j. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Pertumbuhan :
Berat badan standar anaklaki-laki usia 4 tahun menurut WHO yaitu12,7kg-21,7 kg.
Berat badan standar anaklaki-laki usia 4 tahun menurut Buzzle yaitu 15,87 kg- 16,78 kg
Z-score
IMT pasien menurut tinggi badan = BB/TB2 = 32,5 /1,2152 = 22 >3sd gemuk
BB pasien menurut usia = 32,5 >3sd gizi lebih
TB pasien menurut usia 121,5>2sd tinggi
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan
merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis
kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks
untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu
memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak
akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia
dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan
dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes
bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang
dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam
bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
k. Pengkajian persistem.
Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi
abdomen. Pada kasus 30x/mnit.
Sistem kardiovaskuler.
Hr 112x/mnit, dan TD 130/90 mmhg.
Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat,
hernia umbilikalis, prolaps anii dapat terjadi pada klien dengan SN.
Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
Sistem endokrin
Dalam batas normal
Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
10. Analisa data
No Data Etiologi Masalah Keperawatan1 - DS : Pasien
datang ke RS dg keluhan tidak bisa buang air kecil.
- Keluhan dirasakan sejak 2 bulan lalu dan semakin parah sejak 1 minggu lalu.
- Pasien mengatakan 12 jam yang lalu ingin berkemih tapi tak keluar urin
DO : Saat dipalpasi, terasa tegang di area subrapubik
Riwayat penggunaan kateter
Cedera uretral↓
Jaringan parut↓
Total tersumbat↓
Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika
urinaria↓
Meningkatnya tekanan vesika urinaria
↓Penebalan dinding vesika
urinaria↓
Sulit berkemih
Perubahan pola eliminasi
2. -
11. Diagnosa dan rencana keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites,
kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi
dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output secara akurat
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran
abdomen, BJ urine
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala
yang sama
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah
garam.
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari.
Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar
penentuan tindakan
Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi
indikator regimen terapi
Estimasi penurunan edema tubuh dan
mengkaji retensi urin
Mencegah edema bertambah berat
Pembatasan protein bertujuan untuk
meringankan beban kerja hepar dan
mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik
ginjal.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat
dan tidur yang adekuat.
Kriteria hasil : Klien mampu melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri
Intervensi Rasional
1.Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema
hebat
2. Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila
ambulasi
3. Rencanakan dan berikan aktivitas tenang
4. Instruksiksn istirahat bila anak mulai merasa
lelah
5.Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Tirah baring yang sesuai gaya gravitasi
dapat menurunkan edema
Ambulasi menyebabkan kelelehan
Aktivitas yang tenang mengurangi
penggunaan energi
yang dapat menyebabkan kelelahan
Mengadekuatkan fase istirahat anak
Anak dapat menikmati masa istirahatnya
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
Tujuan :Kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas : kemerahan/iritasi
Kriteria hasil : Tidak ada kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh .
Intervensi Rasional
1.Berikan perawatan kulit
2.Hindari pakaian ketat
3.Bersihkan dan bedaki area kulit beberapa kali
sehari
4.Ubah posisi dengan sering dan Gunakan
penghilang tekanan atau matras atau tempat
tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan
Menjaga kulit agar tetap lembab dapat
mencegah kerusakan pada kulit edema
Penggunaan pakaian ketat dapat
memberikan tekanan pada area yang
menonjol
Tetap jaga kebersihan badan untuk
mencegah infeksi kuman.
Penekanan pada suatu area yang edema
dalam waktu yang panjang dapat
menyebabkan dekubitus
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi
kriteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan
perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.
Intervensi Rasional
a. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena
infeksi melalui pembatasan pengunjung.
b. Tempatkan anak di ruangan non infeksi
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
d. Jaga agar anak tetap hangat dan kering
e. Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infesi
Meminimalkan masuknya organisme
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
Membatasi masuknya bakteri ke dalam
tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat
mencegah sepsis.
Suhu yang lembab dan dingin meningkatkan
perkembangbiakan bakteri.
memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi
Daftar Pustaka