Post on 01-Dec-2015
description
Ketamin
Ketamin adalah suatu “rapid acting non barbiturat general anesthethic” termasuk
golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-chlorophenil) –2 (methylamino)
cyclohexanone hydro chloride. Pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan Carsen pada
tahun 1965. Ketamin mempuyai efek analgetik yang kuat sekali akan tetapi efek hipnotiknya
kurang (tidur ringan) yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang salah (anestesi
disosiasi). Ketamin merupakan zat anestesi dengan aksi satu arah yang berarti efek
analgetiknya akan hilang bila obat itu telah didetoksikasi/dieksresi, dengan demikian
pemakaian lama harus dihindarkan. Anestetik ini adalah suatu derivat dari pencyclidin suatu
obat anti psikosa. 1,2,
Induksi ketamin pada prinsipnya sama dengan tiopental. Namun penampakan pasien
pada saat tidak sadar berbeda dengan bila menggunakan barbiturat. Pasien tidak tampak
“tidur”. Mata mungkin tetap terbuka tetapi tidak menjawab bila diajak bicara dan tidak ada
respon terhadap rangsangan nyeri. Tonus otot rahang biasanya baik setelah pemberian
ketamin. Demikian juga reflek batuk. Untuk prosedur yang singkat ketamin dapat diberikan
secara iv / im setiap beberapa menit untuk mencegah rasa sakit. 1,2
Struktur kimia
Ketamin, 2-(0-chlorophenil)–2-(methylamino) cyclohexanone hydro chloride, suatu
arylcycloalkylamine yang secara struktural berhubungan dengan phencyclidine (PCP) dan
cyclohexamine. Keberadaan atom karbon asimetris menghasilkan dua isomer optik dari
ketamin yaitu S(+) ketamin dan R(-) ketamine. Sediaan komersil ketamin berupa bentuk
rasemik yang mengandung kedua enantiomer dalam konsentrasi sama. Masing-masing
enantiomer mempunyai potensi berbeda. S(+) ketamin menghasilkan analgesia yang lebih
kuat, metabolisme yang lebih cepat dan pemulihannya, kurangnya sekresi saliva dan
rendahnya kejadian emergence reation ataupun mimpi buruk/halusinasi dibanding R(-)
ketamin.
1
Farmakologi Ketamin
Sifat-sifat Ketamin2,3
1. Larutan tidak berwarna
2. Stabil pada suhu kamar
3. Suasana asam (pH 3,5 – 5,5).
Mekanisme kerja
Ketamin bekerja sebagai antagonis nonkompetitif pada reseptor NMDA (N-metil-D-
aspartat) yang tidak bergantung pada tegangan ikatan pada tempat ikatan fensiklidin.
Reseptor NMDA adalah suatu reseptor kanal ion (untuk ion Na +, Ca 2+, dan K+), maka
blokade reseptor ini berarti bahwa pada saat yang sama, ada blokade aliran ion sepanjang
membran neuron sehingga terjadi hambatan pada depolarisasi neuron di SSP.1,3,4
Farmakokinetik
Absorbsi
Pemberian ketamin dapat dilakukan secara intravena atau intramuskular 3,4,5
Distribusi
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh
organ. Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V dengan dosis induksi,
dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan
muncul setelah 15 menit. 3,4,5
Metabolisme
Ketamin mengalami biotransformasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi beberapa metabolit
yang masih aktif. 3,4,5
Ekskresi
Produk akhir dari biotransformasi ketamin diekskresikan melalui ginjal. 3,4,5
2
Dosis dan Pemberian 3,5,6
– Sedasi/Analgetik
• IV: 0.5 – 1.0 mg/kg
• IM/ rectal: 2.5 – 5.0 mg/kg
– Induksi
• IV: 1.0 – 2.5 mg/kg
• IM/ rectal: 5 – 10 mg/kg
– Infusion
• 15-80 mcg/kg/min
– ditambah diazepam IV 2 -5 mg atau midazolam IV 1 -2 mg
– Epidural/ Caudal
• 0.5 mg/kg
– Diencerkan dalam larutan saline atau anestetik lokal (1 mL/kg)
Farmakodinamik
1. Susunan Saraf Pusat
Ketamin menghasilkan stadium anestesi yang disebut anestesi disosiasi. Pada susunan
saraf pusat, ketamin bekerja di sistem proyeksi talamoneokortikal. Secara selektif menekan
fungsi saraf di korteks (khususnya area asosiasi) dan talamus ketika secara terus menerus
merangsang bagian dari sistem limbik, termasuk hipokampus. Proses ini menyebabkan
disorganisasi fungsional pada jalur non-spesifik di otak tengah dan area talamus. Ada juga
pendapat bahwa ketamin menekan transmisi impuls di formasi retikular medula medial, yang
berperan pada transmisi komponen emosi nosiseptif dari spinal cord ke pusat otak yang lebih
tinggi. Ketamin juga dianggap menduduki reseptor opioid di otak dan spinal cord, yang
menyebabkan ketamin memiliki sifat analgetik. Interaksi pada reseptor NMDA juga
menyebabkan efek anestesi umum sebaik efek analgesia dari ketamin. Ketamin
meningkatkan metabolisme otak, aliran darah otak dan tekanan intra kranial. Ketamin
mempunyai efek eksitatori di susunan saraf pusat sehingga meningkatkan Cerebral metabolic
rate of oxygen (CMRO2). Dengan peningkatan aliran darah otak yang sejalan dengan
peningkatan respon sistem saraf simpatis, maka tekanan intrakranial juga meningkat setelah
pemberian ketamin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian diazepam ataupun tiopental. 3,4,6
3
Ketamin menyebabkan reaksi psikis yang tidak disukai yang terjadi pada saat bangun
yang disebut emergence reaction. Manifestasi dari reaksi ini yang bervariasi tingkat
keparahannya adalah berupa mimpi buruk, perasaan melayang, ataupun ilusi yang tampak
dalam bentuk histeria, bingung, euphoria dan rasa takut. Hal ini biasanya terjadi dalam satu
jam pertama pemulihan dan akan berkurang satu jam sampai beberapa jam kemudian. 3,4,6
Ada pendapat yang menyatakan bahwa emergence reaction ini disebabkan depresi pada
nukleus yang merelai sistem pendengaran dan penglihatan sehingga terjadi mispersepsi dan
misinterpretasi. Insidensnya adalah 10-30 % pada orang dewasa pada pemberian ketamin
sebagai obat tunggal anestesi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah umur, dosis, jenis
kelamin, status psikis, dan obat yang diberikan bersamaan dengan ketamin. Orang dewasa
dan perempuan lebih sering dibandingkan anak-anak dan laki-laki. Dosis yang besar
(>2mg/kgBB IV) dan kecepatan pemberian ketamin mempengaruhi kejadian ini. Kelemahan
psikis dan orang-orang pemimpi juga lebih mudah mengalaminya. Banyak obat telah
digunakan untuk mengurangi reaksi ini, seperti golongan benzodiazepine (midazolam,
lorazepam dan diazepam). 3,4,6
2. Sistem Pernafasan
Ketamin menjaga patensi dari jalan nafas dan fungsi pernafasan, meningkatkan ventilasi
serta mempunyai efek minimal terhadap pusat pernafasan dimana ketamin sedikit
memberikan respon terhadap CO2. Ada penurunan sementara dari volume semenit setelah
bolus 2 mg/kgBB intravena. Apnoe dapat terjadi setelah pemberian dengan cepat dan dosis
yang tinggi, namun hal ini jarang terjadi. Bagaimanapun pemberian yang bersamaan dengan
sedatif ataupun opioid dapat menyebabkan depresi pernafasan. 3,4,6
Efek ketamin terhadap bronkus adalah relaksasi otot polos bronkus. Ketika diberikan
pada pasien dengan masalah pada jalan nafas dan bronkospasme, komplians paru dapat
ditingkatkan. Ketamin seefektif halotan dalam mencegah bronkospasme. Mekanismenya
adalah mungkin akibat rangsang simpatis ataupun ketamin dapat secara langsung
mengantagonis efek spasme dari karbakol dan histamin. Karena efek bronkodilatasi ini,
ketamin dapat digunakan untuk terapi status asmatikus yang tidak respon terhadap
pengobatan konvensional. 3,4,6
Masalah pada sistem pernafasan dapat timbul akibat efek hipersalivasi dan hipersekresi
kelenjar mukus di trakea-bronkeal yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas akibat
4
laringospasme. Atropin dapat diberikan untuk mengatasi hal ini. Aspirasi dapat terjadi
walaupun refleks batuk, refleks menelan, refleks gag relatif intak setelah pemberian ketamin.
3. Sistem Kardiovaskular.
Ketamin menstimulasi sistem kardiovaskuler menyebabkan peningkatan tekanan darah,
curah jantung, laju jantung, resistensi pembuluh darah sistemik, tekanan arteri pulmonalis,
dan resistensi pembuluh darah pulmonal. Hal ini diakibatkan oleh karena peningkatan kerja
dan kebutuhan oksigen otot jantung. Mekanisme ini sendiri masih dipertanyakan. 3,4,6
Ada pendapat menyatakan bahwa efek-efek ini sebagai akibat peningkatan aktifitas
sistem saraf simpatis, sehingga pelepasan norepinefrin semakin besar yang diakibatkan oleh
penekanan pada refleks baroreseptor. Pengaruh ketamin pada reseptor NMDA di nukleus
traktus solitaries menyebabkan penekanan refleks baroreseptor ini. 3,4,6
Ketamin memiliki sifat inotropik negatip terhadap otot jantung. Tetapi respon simpatis
yang sentral selalu menutupi efek depresi otot jantung ini. Ketamin juga bekerja pada sistem
saraf perifer dengan menginhibisi uptake intraneuronal dari katekolamin dan menginhibisi
uptake norepinefrin ekstraneuronal pada terminal saraf simpatis. 3,4,6
Peningkatan tekanan darah sistolik pada orang dewasa yang mendapat dosis klinis
ketamin adalah 20-40 mmHg dengan peningkatan sedikit tekanan darah diastol. Biasanya
tekanan darah sistemik meningkat secara progresif dalam 3-5 menit pertama setelah injeksi
intra vena ketamin dan kemudian akan menurun ke level sebelum injeksi 10-20 menit
kemudian. Ketamin merupakan obat pilihan yang paling rasional untuk induksi anestesi cepat
pada pasien gawat darurat terutama pasien dengan keadaan hemodinamik yang tidak stabil.
4. Mata
Menimbulkan lakrimasi, nistagmus dan kelopak mata terbuka spontan, terjadi
peningkatan tekanan intraokuler akibat peningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis 3,4,6
5. Hepar dan Ginjal
Ketamin tidak merubah test laboratorium secara bermakna terhadap fungsi hepar dan ginjal.
6. Endokrin
5
Pada awal pembedahan, ketamin meningkatkan kadar gula darah, kortisol plasma dan
prolaktin. Setelah itu tidak ada perbedaan dalam metabolisme dan sistem endokrin. 3,4,6
Indikasi Pemakaian Ketamin
Ketamin dipakai baik sebagai obat tunggal maupun sebagai induksi pada anestesi umum : 5,7
1. Untuk prosedur dimana pengendalian jalan nafas sulit, misalnya pada koreksi jaringan
sikatrik daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang-kadang sukar.
2. Untuk prosedur diagnostik pada bedah syaraf/radiologi (arteriografi)
3. Tindakan orthopedi (reposisi, biopsi)
4. Pada pasien dengan resiko tinggi : ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat
dipakai untuk induksi pada shock.
5. Untuk tindakan operasi kecil.
6. Di tempat di mana alat-alat anestesi tidak ada.
7. Pada asma, merupakan obat pilihan untuk induksinya.
Kontraindikasi pemakaian Ketamin 4,5,7
1. Pasien hipertensi dengan sistolik 160 mmHg pada istirahat dan diastolik 100 mmHg.
2. Pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner.
3. Dekompensasi cordis.
4. Penyakit dengan peningkatan tekanan intrakranial (edema serebri) atau peningkatan
tekanan intra okuler.
6
REFERENSI
1. Alex S, Mervyn M, Evan D. Ketamine. In Anesthetic Pharmacology. 2nd Edition.
Churchill Livingstone 2004. P : 450-57
2. Mary J, Richard A dkk. Anestetik Intravena. In farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi
2. Penerbit Widya Medika 1995. Hal 117
3. Kumar P. Ketamine. Anaesthesiology & Critical Care, UCMS, Delhi. Cited from :
www.anaesthesia.co.id
4. Raymond S. Oscar A. Brian G. Ketamine And NMDA Receptors Antagonists. In
Acute Pain Management. Cambridge University Press. 2009. P : 89-92
5. Stevenson C. Ketamine : A Review. Update in Anaesthesia. 2005
6. Wojnakowski M. Ketamine – What’s Old is New Again. Nurse Anaethesia Program
Midwestern University
7. Rachael C. Alkhafaji R. Ketamine in Anaesthetic Practice. Anaesthesia UK.2000
8. Said A. Kartini A. Ruswan D. Anestesia Intravana. In Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2001. Hal : 47
7