Post on 03-Jul-2015
PSIKOTERAPI TERAPI PSIKOANALISIS
“ASOSIASI BEBAS”
KELOMPOK 1
Disusun Oleh :
Cory Dita Pratiwi 11509614
Duhyta Fenti 13509679
Elfa Gustiara 12509831
Hana Nurraidah 14509314
Irene Anggraini 15509152
Joko Alan Febrianto 11509344
Khoirunnisa 14509226
Maria Sistyantin 11509524
Sinta Dewi Oktaviani 13509396
Valentin 16509642
Vania Riyanti 11509720
Yuly Rahmawati 11509599
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2012
MATERI PENGANTAR :
A. Riwayat Hidup Secara Singkat tentang Freud
Sigmund Freud dilahirkan 6 Mei 1856 dari sebuah keluarga
Yahudi di Freiberg, Moravia, sebuah kota kecil di Austria (kini
menjadi bagian dari Cekoslowakia). Psikoanalisis adalah
cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para
pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis
manusia.Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan
dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga “psikoanalisis”
dan “psikoanalisis” Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut
Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan
menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih
suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Pada saat Freud berusia 4 tahun,
keluarganya mengalami kemunduran ekonomi, dan ayah Freud membawa pindah Freud
sekeluarga ke kota Wina. Setelah menamatkan sekolah menengahnya di kota Wina ini, Freud
masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan lulus sebagai dokter pada tahun 1881. Dari
catatan pribadinya diketahui bahwa Freud sesungguhnya tidak tertarik untuk menjalani
praktek sebagai dokter, dan lebih tertarik kepada kegiatan penelitian ilmiah. Tetapi karena
desakan ekonomi keluarga, dibina bersama Martha Bernays, istrinya yang dinikahi Freud
pada tahun 1886, Freud akhirnya menjalani praktek yang tidak disukainya itu. Adapun minat
ilmiah utama Freud adalah pada neurologi, sebuah minat yang menyebabkan Freud menekuni
penanganan gangguan-gangguan neurotik, khususnya histeria.
B. Teori Kepribadian Freud
Prioritas dalam pembahasan pemikiran Freud ini, ditujukan pada dua, yaitu struktur
kepribadian dan struktur pikiran.
a. Struktur Kepribadian
Menurut Nevid mengenai struktur kepribadian sebagai berikut.
“Menurut hipotesis struktural (structural hypothesis) dari Freud, kepribadian dibagi
ke dalam tiga unit mental, atau struktur psikis: id, ego, dan superego. Struktur psikis tidak
dapat dilihat atau diukur secara langsung, namun keberadaannya ditandai oleh perilaku
yang dapat diamati dan diekspresikan pada pikiran dan emosi.”
Dengan demikian, kita dapat simpulkan bahwa struktur kepribadian menurut Freud
ada tiga, yaitu id, ego, dan superego. Berikut ini penjelasan dari ketiganya yaitu :
Id adalah bagian kepribadian yang sangat primitif, inti kepribadian yang belum
tercemarberisi motivasi dan psikis dasar yang disebut insting. Dengan instingnya
tersebut, Id menuntut pemuasan segera tanpa memperhitungkan aturan-aturan sosial
atau berbagai norma, atau kebutuhan dari orang lain. Maka, Id itu sifatnya irealistik,
irasional, amoral (tidak dapat menilai ataupun membedakan antara baik dan jahat), khas
(tidak teratur), dan dapat secara serempak memiliki pikiran-pikiran yang bertentangan.
Sebagai segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir, Id
dengan begitu dioperasikan menurut proses berpikir primer (primary process thinking),
yaitu cara yang berhubungan dengan dunia melalui imajinasi dan fantasi. Di samping
itu, Id juga bekerja berdasarkan tuntutan prinsip kesenangan (pleasure
principle).Dengan prinsip ini, Id tentu saja hanya bertujuan untuk mencari kenikmatan,
atau memuaskan hasratnya, tanpa menghiraukan apakah hal itu tepat atau tidak.Di
sinilah, peran ego, menjadi sangat menentukan. Namun, sebelum ego dipaparkan, akan
disimpulkan dulu apa itu id. Id, dengan demikian adalah struktur psikis yang tidak
disadari, muncul saat lahir, yang berisi insting-insting primitif dan diatur oleh prinsip
kesenangan.
Ego merupakan struktur kepribadian yang berkembang untuk menghadapi dunia nyata
atau secara harfiah “aku”. Bekerja berdasarkan prinsip kenyataan atau reality principle.
Prinsip kenyataan merupakan kekuatan yang mendorong ego untuk menyelesaikan
masalah yang nyata. Beroperasi menurut proses berpikir sekunder (secondary process
thinking), yakni berpikir realistik, atau dengan bahasa yang lebih lengkap, proses
berpikir sekunder ini adalah proses yang dimulai dengan mengingat, merencanakan,
dan menimbang situasi yang memungkinkan kompromi antara fantasi dari id dan
realitas dari dunia luar (ego). Bertujuan untuk mencegah terjadinya tegangan sampai
ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Dengan demikian, ego
adalah struktur psikis yang berhubungan dengan konsep tentang diri, diatur oleh prinsip
realitas dan ditandai oleh kemampuan untuk menoleransi frustasi.
Superego ialah bagian moral atau etis dalam kepribadian. Dikendalikan oleh prinsip
moralistik (moral principle) dan idealistik (idealistic principle) yang kontradiktif
dengan pleasure principlenya id dan reality principle dari ego. Prinsip moral superego
menuntut kepatuhan yang ketat terhadap standar moral. Dengan begitu, superego
mencerminkan yang ideal dan bukan yang riil. Karena itu, superego memiliki dua
subsistem, yaitu egoideal dan suara hati (conscience). Egoideal adalah superego yang
mencerminkan nilai-nilai moral dari self yang ideal. Dengan kata lain, egoideal
merupakan serangkaian nilai-nilai sosial yang lebih tinggi dan moral ideal yang hidup
dalam superego.
Sedangkan suara hati, atau hati nurani, adalah penjaga moral internal yang mengawasi
ego dan memberikan penilaian tentang benar dan salah. Superego berkonsekuensi: bila
ego gagal dalam memenuhi standar moral dari superego, maka ego akan dihukumi
dengan bentuk rasa bersalah dan malu. Hal demikian, memosisikan ego di antara id dan
superego.Karenanya, egoharus selaluberusaha untuk memuaskan kebutuhan id tanpa
menyerang standar moral superego. Maka dapat disimpulkan, bahwa superego adalah
struktur psikis yang menggabungkan nilai-nilai sosial yang diatur oleh prinsip moral;
terdiri dari dua bagian: hati nurani dan egoideal.
b. Struktur Pikiran
Bagi Freud, ketiga struktur kepribadian itu menempati struktur lain dalam mental atau
pikiran manusia, yang dalam referensi lain sering disebut sebagai alam sadar manusia,
yaitu alam kesadaran (conscious), alam keprasadaran (preconscious), dan alam
ketidaksadaran (unconscious).
Kesadaran atau conscious mengacu pada pengalaman-pengalaman mental sekarang.
Dalam pengertian yang lain, kesadaran dipandang sebagai lapisan mental manusia yang
berhadapan langsung dengan realitas. Ia mengenal realitas dengan akrab dan mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi yang ditemuinya di realitas. Dengan demikian,
ia mampu memperoleh apa yang dibutuhkannya.
Kesadaran, seperti halnya ego, bekerja berdasarkan prinsip kenyataan atau reality
principle.Karena prinsip kerjanya, maka pengalaman apapun yang masuk ke dalam alam
sadar dapat kita sadari sepenuhnya. Mengapa? karena pelbagai pengalam itu tidak
bertentangan dengan realitas. Dengan demikian, dapatlah kita tuliskan bahwa alam sadar
sesungguhnya bagian dari pikiran manusia yang berhubungan langsung dengan kesadaran
kita saat ini, dan bekerja sesuai dengan reality principle.
Keprasadaran (preconscious) merupakan alam sadar manusia yang kedua.Ia
merupakan isi mental yang tidak ada dalam kesadaran, tapi dapat dengan mudah masuk ke
dalam kesadaran. Keberadaannya diapit oleh dua alam, yaitu alam sadar dan alam
taksadar. Pengalaman-pengalaman yang masuk dalam area prasadar ini masih dapat kita
sadari bilamana kita menghendakinya. Caranya, dengan kita memfokuskan diri pada hal
yang dikehendaki itu.
Namun demikian, penjelasan yang singkat ini setidaknya telah memberikan informasi
bahwa alam prasadar merupakan bagian dari pikiran di mana isinya terletak di luar
kesadaran saat ini namun dapat dibawa ke kesadaran dengan memfokuskan perhatian pada
apa yang ingin dimunculkan.
Ketidaksadaran atau yang lebih akrab dengan Freud sebagai unconscious merupakan
bagian terbesar dari pikiran manusia. Ia diselimuti oleh kemisteriusan. Dan isinya, hanya
dapat dimunculkan ke dalam alam kesadaran dengan upaya yang besar, itupun jika bisa.
Mengapa demikian? Karena alam asadar ini memendam dan melupakan berbagai
dorongan, pengalaman dan kenangan, yang dapat mengancam dialog antara dirinya dan
realitas. Bila suatu pengalaman sudah masuk ke areanya, maka akan sangat sulit bagi yang
bersangkutan untuk dapat mengenali atau menyadarinya. Dalam pengertian yang lebih
ekstrim: pengalaman itu disegel. Namun demikian, diyakini Freud bahwa alam asadar
adalah gudang dari dorongan-dorongan biologis, atau insting-insting dasar, seperti seks
dan agresi. Dalam hal psikoanalisis Freud, agresi atau agresivitas bukan bermakna
“penyerangan” atau “penyerbuan” melainkan suatu insting akan mati; keinginan akan
kematian.
Dari uraian itu, dapatlah kita simpulkan bahwa alam taksadar ialah bagian dari pikiran
manusia yang terletak di luar kesadaran yang umum dan berisi berbagai dorongan
instingtual, semisal insting hidup atau dorongan seksual dan insting mati atau agresivitas.
Ketiga struktur pikiran yang berkenaan dengan alam kesadaran manusia itu, Freud,
menganalogikannya pada fenomena gunung es, di mana daerah yang muncul di
permukaan air disebut daerah kesadaran. Sedangkan daerah yang lebih besar, yang
terdapat di bawah permukaan air dinamakan daerah ketidaksadaran. Daerah asadar itu
sendiri dipicu (dikendalikan) oleh dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, pikiran-pikiran yang
direpresikan, berisi kekuatan penting yang mengendalikan pikiran-pikiran dan pelbagai
perbuatan setiap individu. Bila dipetakan, maka akan terlihat hubungan sebagaimana di
bawah ini.
Struktur pikiran itu sendiri, tak hidup terpisah dengan struktur kepribadiannya.Dengan
demikian, ada korelasi yang sangat erat antara id, ego, superego dan alam sadar,
prasadar, serta sadar.
C. Metode Psikoterapi
Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat
manusia dan metode psikoterapi.
a. Sumbangan utama psikoanalisis :
1. kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat
manusia bias diterapkan pada perbedaan penderitaan manusia.
2. tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh factor tak sadar.
3. perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yg kuat thd
kepribadian dimasa dewasa.
4. teori psikoanalisis menyediakan kerangka kerja yg berharga untuk memahami
cara-cara yg di peroleh individu dalam mengatasi kecemasan.
5. terapi psikoanalisis telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari
ketidaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi.
Konsep-konsep utama terapi psikoanalisis
6. struktur kepribadian
id
ego
super ego
7. pandangan tentang sifat manusia
pandangan freud tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik,
deterministic, mekanistik dan reduksionistik
8. kesadaran & ketidaksadaran
konsep ketaksadaran
mimpi-mimpi → merupakan representative simbolik dari kebutuhan-
kebutuhan, hasrat-hasrat, konflik
salah ucap / lupa → terhadap nama yang dikenal
sugesti pascahipnotik
bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas
bahan-bahan yang berasal dari teknik proyektif
9. Kecemasan
Suatu keadaan yg memotifasi kita untuk berbuat sesuatu
Fungsi → memperingatkan adanya ancaman bahaya.
3 Macam Kecemasan
Kecemasan realistis
Kecemasan neurotic
Kecemasan moral
b. Tujuan terapi Psikoanalisis
Membentuk kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran
yg tak disadari didalam diri klien
Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak
c. Fungsi & peran Terapis
Terapis / analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan
& pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada terapis / analisis
Peran terapis
Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam
melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis
Membangun hubungan kerja dengan klien, dengan banyak mendengar &
menafsirkan
Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan klien
Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan& pertentangan-pertentangan pada
cerita klien
d. Pengalaman klien dalam terapi
Bersedia melibatkan diri kedalam proses terapi yg intensif & berjangka panjang
Mengembangkan hubungan dengan analis / terapis
Mengalami krisis treatment
Memperoleh pemahaman atas masa lampau klien yang tak disadari
Mengembangkan resistensi-resistensi untuk belajar lebih banyak tentang diri
sendiri
Mengembangkan suatu hubungan transferensi yang tersingkap
Memperdalam terapi
Menangani resistensi2 & masalah yg terungkap
Mengakhiri terapi
e. Hubungan terapis dan klien
Hubungan dikonseptualkan dalam proses tranferensi yang menjadi inti Terapi
Psikoanalisis
Transferensi mendorong klien untuk mengalamatkan pada terapis “ urusan yg
belum selesai” yg terdapat dalam hubungan klien dimasa lalu dengan orang yang
berpengaruh
Sejumlah perasaan klien timbul dari konflik-konflik seperti percaya lawan tak
percaya, cinta lawan benci
Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konflik masa dininya
yg menyangkut cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan dan dendamnya
Jika analis mengembangkan pandangan yang tidak selaras yg berasal dari konflik-
konflik sendiri, maka akan terjadi kontratransferensi
Bentuk kontratransferensi
perasaan tidak suka / keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan.
Kontratransferensi dapat mengganngu kemajuan terapi
f. Teknik dasar Terapi Psikoanalisis
1. Asosiasi bebas
Berbeda dengan metode hipnosis yang menyadarkan diri pada anggapan bahwa
pengalaman-pengalaman traumatik yang ada pada pasien histeria perlu dan hanya
bisa diungkapkan dalam keadaan si pasien tidak sadar (di bawah pengaruh
hipnosis), metode asosiasi bebas bertumpu pada anggapan bahwa pengalaman-
pengalaman traumatik (pengalaman yang menyakitkan) yang dimiliki pasien
hysteria itu bisa diungkapkan dalam keadaan sadar. (Dalam asosiasi bebas, pasien
diminta untuk mengemukakan secara bebas hal-hal apa saja yang terlintas dalam
pikirannya saat itu. Bagi terapeut, hal-hal hal yang kemukakan oleh pasiennya itu
merupakan bahan untuk menggali dan mengungkap ingatan-ingatan atau
pengalaman-pengalaman yang sifatnya traumatic dari alam tak sadar si pasien).
Hal yang penting dari pengembangan asosiasi bebas ini adalah, metode asosiasi
bebas dengan prinsip atau anggapan yang mendasarinya telah membawa Freud
kepada suatu kesimpulan bahwa ketaksadaran memiliki sifat dinamis, dan
memegang peranan dalam terjadinya gangguan neurotik seperti histeria. (Di
kemudian hari peranan ketaksadaran oleh Freud diperluas dan dipandang sebagai
“kawasan terbesar” dari kehidupan psikis, yang di dalamnya terdapat suatu unsur
atau sistem yang berisikan naluri-naluri. Dan keinginan-keinginan berasal dari
naluri-naluri itu. Pada gilirannya, melalui mekanisme represi, keinginan-keinginan
yang tidak atau sulit dipuaskan akan dikembalikan ke kawasan tak sadar ini,
dipenjarakan bersama-sama dengan pengalaman-pengalaman tertentu yang
sifatnya traumatic atau menyakitkan bagi individu.) Selain itu, berbeda dengan
Breuer, Charcot, Bernheim, dan terapeut-terapeut atau para peneliti umumnya
pada waktu itu, Freud mulai menempatkan data yang diperoleh dari kegiatan
terapinya dalam kerangka psikologi, serta ia melihat aspek atau mekanisme yang
terlibat dalam kejadian munculnya gangguan neurotik dari sudut psikologi, dan
bukan dari sudut neurologi atau fisiologi. Dengan demikian, sejak Freud
menempuh jalannya sendiri, mengembangkan gagasan dan metode terapinya
sendiri, Freud sesungguhnya tengah berada dalam usaha membangun landasan
bagi ajaran psikoanalisanya yang unik; dan ternyata usahanya ini memang
berhasil. Dapat dikatakan bahwa metode asosiasi bebas merupakan tonggak yang
menandai dimulainya psikoanalisa.
Metode asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-
pengalaman masa lalu &pelepasan emosi-emosi yg berkaitan dengan situasi-
situasi traumatik di masa lalu. Freud’s couch atau sofa freud adalah sofa yang
digunakan freud dalam melakukan terapi psikoanalisanya, khususnya terapi
dengan teknik asosiasi bebas. Dalam teknik asosiasi bebas, pasien diminta untuk
berbaring di atas sofa yang nyaman sambil memejamkan mata dan mencapai
keadaan rileks. kemudian pasien diminta untuk berbicara sebebas-bebasnya, dan
terapis mencatat kata-kata kunci untuk dianalisa sehingga terbukalah jalan menuju
permasalahan yang sebenarnya yang digali dari alam bawah sadar pasien.
2. Penafsiran
Suatu prosedur dalam menganalisa asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi,
resistensi-resitensi dan transferensi.
Bentuk nya tindakan analis yg menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien
makna-maknatingkah laku.
3. Analisis Mimpi
Di camping metode asosiasi bebas, pads periode awal dari psikoanalisa itu Freud
juga mengembangkan analisis mimpi (dream analysis) atau penafsiran mimpi.
Penafsiran mimpi ini diketnbangkan oleh Freud berdasarkan anggapannya bahwa
isi mimpi merupakan simbol dari keinginankeing;n4n atau pengalaman-
pengalaman tertentu yang direpres di slam tak sadar. Dengan demikian,
sebagaimana dikatakan oleh Freud, mimpi itu sendiri adalah via regia Oalan
utama) menuju alam tak sadar. Artinya, melalui penafsiran atas sebuah mimpi,
kits bisa mengetahui keinginankeinginan atau pengalaman-pengalaman spa yang
direpres oleh si pernimpin di alam tak sadarnya. Itulah yang login dicapai Freud
melalui penafsiran mimpi yang dikembangkannya. Adapun subjek Freud yang
pertama dan sering digunakan untuk keperluan menguji ketepatgunaan metode
penafsiran mimpinya tidak lain adalah dirinya sendiri. Dalam buku pertamanya
yang diberi judul The Interpretation of Dreams (Die Traumdeutung, 1900), Freud
menunjukkan bagaimana mimpi-mimpinya sendiri ia telah dan ia tafsirkan,
sehingga daripada.nya ia memperoleh bahan yang berharga untuk memahami
kehidupan psikis berikut kekuatan dan mekanisme-mekanisme yang terdapat di
dalamnya. Suatu prosedur yg penting untuk menyingkap bahan-bahan yg tidak
disadari dan memberikan kpd klien atas beberapa area masalah yg tak
terselesaikan.
4. Analisis dan Penafsiran Resistensi
Ditujukan untuk membantu klien agar menyadari alasan2 yg ada dibalik resistensi
shg dia bias menanganinya
5. Analisis & Penafsiran Transferensi
Adalah teknik utama dalam Psikoanalisis krn mendorong klien untuk
menghidupkan kembali masa lalu nya dalam terapi.
D. Tujuan Metode Psikoanalisis
Tujuan dari metode psikoanalisis adalah agar klien bisa menyadari apa yang sebelumnya
tidak disadarinya. Gangguan psikologis mencerminkan adanya masalah di bawah sadar
yang belum terselesaikan. Untuk itu, klien perlu menggali bawah sadarnya untuk
mendapatkan solusi. Dengan memahami masalah yang dialami, maka seseorang bisa
mengatasi segala masalahnya melalui “insight” (pemahaman pribadi).
PEMBAHASAN :
Metode : Asosiasi bebas
Kami meminta subjek untuk berbaring senyaman mungkin, tapi subjek menolak dan
berkeinginan untuk duduk selama proses terapi berlangsung. Akhirnya subjek
memilih sendiri posisi nyamannya, subjek juga tidak keberatan jika ada banyak orang
saat proses terapi berlangsung.
Berikut ini adalah gambar yang sempat terekam :
Identitas Subjek
Nama : GH
Usia : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Persoalan yang dihadapi : Menyukai sesama jenis
Karena kami memilih metode asosiasi bebas, maka kami meminta subjek untuk
bercerita sebebas mungkin. Dan akhirnya kami mendapatkan cerita sebagai berikut :
Mulanya subjek bercerita mengenai keadaannya saat ini, secara umum subjek merasa
dirinya baik-baik saja. Tetapi lama-kelamaan mulai tergali kehidupan masa lalu
subjek. Berkaitan dengan kondisinya yang menyukai sesama jenis, subjek bercerita
sejak SD sudah mulai merasa jika dirinya menyukai sesama jenis tetapi ketika ada
adik kelasnya di SDyang menyukainya subjek merasa heran, tetapi subjek pernah
menyukai kakak kelasnya yang sesama jenis dan terus berlanjut. Untuk selanjutnya
ketika masuk tingkat SMP subjek mulai berpacaran dengan temannya yang sesama
jenis dan yang tahu hanya teman rumahnya saja tetapi teman-teman sekolah tidak
mengetahuinya.Di SMP pula subjek ketahuan oleh keluarganya kalau subjek penyuka
sesama jenis, lalu ketika tingkat SMA subjek pindah ke Jakarta untuk tinggal bersama
ayahnya dengan maksud supaya bisa tidak menyukai lagi sesama jenis. Dan ketika dia
tinggal bersama ayahnya subjek mendapatkan teman yang ternyata sama dengannya
menyukai sesama jenis yang penampilannya sama dengan subjek yaitu tomboy.
Setiap seminggu sekali subjek ikut pengajian setelah ikut pengajian tersebut ayahnya
bertanya apa ada perubahan dan subjek menjawab iya ada perubahan tetapi
jawabannya itu hanya untuk menyenangkan ayahnya saja. Setiap ingin mencoba
berubah subjek berpikir semakin enjoy,semakin subjek merubah sifat jeleknya
semakin banyak kesenangan yang subjek dapatkan dari sifat jelek yang subjek punya.
Subjek pernah berpacaran oleh seorang cowo dari kelas 1 sampai kelas 3 SMA ketika
itu subjek merasa seperti wanita seutuhnya karena subjek diperlakukan secara
romantis. Tetapi tetap untuk perasaannya subjek susah untuk menerimannya.
Beberapa kali banyak cowo yang nembak tetapi subjek tolak.Tetapi ada satu cowo
yang subjek terima untuk jadi pacarnya karena untuk menutupi rumor tentangnya
kalau subjek menyukai sesama jenis karena itu subjek mau menerimanya dan
bertahan selama 3 tahun.Selama berpacaran subjek tidak pernah pergi keluar bareng
hanya bertemu di sekolah saja.Dan hanya ke rumah ketika lebaran untuk bertemua
orang tuanya.Ketika subjek berpacaran dengan cowo itu subjek pun tetap menjalani
hubungannya dengan teman dekatnya yang diketahui oleh teman-temannya jika
wanita itu adiknya.Dan setelah 3 tahun subjek dan pacarnya yang cowo putus.Setelah
putus subjek tidak merasa sedih apalagi patah hati seperti wanita pada umumya hanya
biasa-biasa saja. Setelah itu subjek berpacaran lagi yang rumahnya berdekatan dengan
subjek dan teman kerja bareng dan sampai sekarang tidak pernah ada kata putus tetapi
lost contact.
Subjek merasa susah untuk berubah karena setiap ingin berubah ada saja perempuan
yang mendekatinya. Dan itu membuat subjek merasa nyaman karena subjek merasa
perempuan itu selalu ada buatnya. Sehingga subjek merasa enjoy dengan posisinya
yang menyukai sesama jenis. Tetapi setelah tidak ada perempuan yang dekat
dengannya subjek merasa ingin berubah untuk berani menjalani hubungan dengan
lawan jenis.Subjek memang suka dengan lawan jenis tetapi tidak ingin memilikinya
karena tidak bisa bahkan tidak pernah terlintas untuk berpacaran dengan lawan jenis.
Keluarga besar subjek sudah mengetahui sifatnya ini sejak subjek tingkat SMP karena
subjek juga tidak bisa untuk menutupinya terus menerus dari orangtuanya. Orangtua
subjek suka bertanya mau sampai kapan subjek akan terus menerus seperti ini dan
subjek pun tidak bisa menjawabnya. Biasanya setelah ditanya seperti itu subjek suka
merenungkannya selama seminggu bahwa yang subjek lakukan itu salah dan ingin
berubah tetapi setelah itu subjek kembali lagi tidak memikirkannya dan kembali
menjalin hubungan sesama jenis.Untuk masalah ini subjek jika ditanya ingi berubah
subjek pun sangat ingin berubah. Ketika temannya bertanya akan menikah dengan
perempuan atau laki-laki subjek pun langsung menjawabnya kalau subjek pasti
menikah dengan seorang laki-laki. Subjek berpatokan pada perkataan ayahnya selagi
muda rasain aja apa yang menjadi kesenangan diri subjek, nanti jika sudah merasa
puas barulah berubah dan jangan dipaksakan jika tidak ingin berubah karena percuma
jika dipaksakan tidak akan berubah. Kalau udah niat berubah barulah berubah. Disatu
sisi subjek berpikir akan berubah karena tidak ingin mengecewakan orangtuanya
tetapi perubahannya itu tidak untuk sekarang-sekarang ini.
Subjek tidak masalah jika ada temannya yang menjauhinya karena mengetahui kalau
subjek itu menyukai sesama jenis.
Orangtua subjek susah untuk mengerti keadaan subjek walaupun pada saat ini sudah
mulai banyak yang menyukai sesama jenis. Ibu subjek tidak menyukai jika rambutnya
pendek.Sedikit saja subjek memotong rambutnya ibunya pasti memarahinya sekalipun
rambutnya hanya ditipisin.
Tadinya subjek merasa biasa saja dengan sifatnya itu tetapi setelah semakin banyak
yang sejalan dengannya sekarang ini membuat subjek merasa risih karena subjek
takut kalau teman yang mempunyai sifat sama dengannya itu akan memberitahu ke
orang-orang siapa subjek sebenarnya. Karakter orang yang homo sudah di judge jelek.
Dan jika subjek melihat ada 2 orang yag homo memperlihatkan secara frontal subjek
merasa kesal dan ingin marah. Tetapi subjek pun tidak bisa merasa marah karena
semua orang mempunyai kehidupannya masing-masing.
Subjek merasa nyaman dengan sifatnya ini walaupun terkadang subjek merasa bosan
dengan keadaannya.Subjek pun merasa lebih nyaman dengan seorang perempuan
daripada seorang laki-laki. Karena banyak temannya yang cerita tentang cowonya
yang sudah menyakiti walaupun pacaran dengan sesama jenis ataupun lawan jenis
akan tetap sama-sama merasakan sakit hati. Banyak label dalam hal lesbi ada buci
atau andro.
Pandangan subjek tentang laki-laki adalah jika memang laki-laki itu baik maka
ayahnya yang notaben adalah kaki-laki tidak akan meninggalkan ibunya ketika subjek
baru saja dilahirkan. Dan itu menjadi patokan subjek kenapa ayahnya meninggalkan
ibunya. Karena subjek suka perempuan dan subjek paling sayang dengan ibunya,
tetapi ibunya malah disakitin sama ayahnya sendiri. Semenjak itu subjek berpatokan
tidak pernah suka dengan seorang laki-laki. Subjek berpikir memang tidak mungkin
semua laki-laki sama tetapi hampir semua laki-laki seperti itu. Subjek juga berpikir
yang jelek saja bisa menduakan pacarnya apalagi yang cakep. Dan subjek berpikir
tidak akan menemukan seorang laki-laki yang hanya menyukai satu perempuan saja.
Subjek sadar tidak ada manusia yang sempurna tetapi menurut subjek susah sekali
untuk mendapatkan laki-laki yang benar-benar baik tidak akan menyakitinya dan
hanya satu perempuan yang dia suka. Menurut subjek sekarang ini laki-laki
kekurangan perempuan karena sudah banyak perempuan yang lesbi.Bahkan ada laki-
laki yang berpura-pura untuk menjadi perempuan buci.Untuk sekarang jika melihat
laki-laki tidak ada yang subjek suka.Subjek berpositif thinking mungkin untuk
sekarang ini memang belum mendapatkan jodoh. Jika ada seorang laki-laki yang
berniat baik dan sesuai dengan yang subjek inginkan dan subjek merasa nyaman pasti
subjek akan mencoba menjalaninya dan jika memang meyakinkan subjek akan
menerimanya dan berpikir memang itu jodohnya. Kalau tidak subjek akan
melepaskannya tidak dipikirkan kembali.
Untuk masalah disakiti oleh pasangan subjek berpikir tidak hanya yang normal yang
homo pun seperti itu akan sama-sama merasa disakiti. Bahkan pernah ketika subjek
mempunyai pacar yang sesama jenis ada perempuan yng ingin menjadi pacarnya
padahal dia tahu kalau subjek sudah mempunyai pacar.Bahkan dia ingin jadi pacar
keduanya. Walaupun subjek menyadari jika dalam keadaan yang normal atau homo
sama-sama akan tersakiti subjek tetap ada di keadaan homo karena pada awalnya
subjek berada di keadaan yang salah.
Sejak subjek TK subjek mengetahui kalau subjek tinggal dengan ayah tiri dan ayah
kandungnya pun suka menjenguknya.
History
Subjek diberitahu oleh tantenya ketika ibu subjek baru saja melahirkan subjek ayah
kandungnya ke rumah sakit membawa surat cerai ke ibunya. dan akhirnya ibunya
bekerja subjek pun dititipin ke tantenya dan tinggal lah bersama tantenya. Tetapi
disitu subjek mendapatkan penolakan dari kakeknya karena subjek anak dari ayah
kandungnya. Kakeknya sama sekali tidak mau melihat subjek dan subjek pun tidak
ingin melihat kakeknya. Dari kecil ayah kandungnya tidak pernah memberi uang
untuk membeli susu bahkan sepersen pun tidak pernah member.
Sejak kecil tantenya yang berusaha untuk agar subjek diterima oleh kakeknya itu.Dan
pada akhirnya kakeknya pun menerima subjek.Tetapi subjek memang lebih dekat
dengan nenenknya dibandingkan kakeknya.dari kecil diasuh oleh ibu dan tantenya
yang beragama keristen jadi subjek beragama keristen walapun ayah kandungnya
islam. Subjek suka memberi lihat nilai-nilai agama keristen ke ayah kandungnya.
Karena subjek pernah tinggal dengan ayahnya jadi subjek belajar agama islam
dirumah maupun disekolah. Tetapi subjek tidak masuk secara syah menjadi orang
islam.
Ketika liburan subjek tinggal dengan ayahnya dan ibu subjek suka merasa sedih jika
subjek tinggal dengan ayah kandungnya. Pernikahan beda agama yang dijalani oleh
orangtua subjek tidak terlalu dipusingkan oleh keluarga ibunya. hubungan terakhir
subjek dengan ayahnya tidak baik karena subjek merasa tidak nyaman dengan
ayahnya dan istrinya. Apalagi subjek pernah di fitnah oleh ibu tirinya.Setelah itu
subjek pindah tinggal lagi dengan ibu kandungnya sampai sekarang.Dan tidak pernah
bertemu lagi dengan ayah kandungnya setelah lebaran. Komunikasi dengan ayahnya
hanya lewat HP. Ayahnya tidak berusaha untuk menghubunginya karena ayahnya
tahu kalau subjek tinggal dengan ibunya dan tidak akan kemana-mana. Karena ayah
dan ibu kandungnya sama-sama tidak mengizinkan subjek untuk nginep dirumah
temannya.Jika subjek main keluar rumah dan belum pulang-pulang ibunya berpikir
jika subjek ada di rumah ayah kandungnya padahal subjek sedang bersama
temannya.Subjek lebih memilih bersama teman dibandingkan dengan ayahnya karena
pernah difitnah oleh ibu tirinya.
Pertama kali tahu ayahnya sudah menyakiti ibunya ketika sedang di tingkat SMP.
Kedekatan subjek dengan ayah kandung dan ayah tiri sama saja karena buat subjek
ayah kandungnya maupun ayah tirinya itu adalah orang lain. Tetapi kalau siapa ayah
kandungnya subjek merasa ayah kandungnya itu ayah tirinya.Subjek sadar jika subjek
dosa tidak mengakui ayah kandungnya tetapi memang subjek tidak bisa menganggap
ayah kandungnya itu karena subjek merasa dari kecil ayah kandungnya tidak pernah
ada tetapi yang ada ayah tirinya. Dan karena sosok ayah yang subjek pandang di
dalam rumah ayah tirinya yang selalu ada dari susah sampai senang dan selalu
merawatnya. Sedangkan ayah kandungnya tidak pernah ada bahkan tidak tahu
dimana.Saat ini subjek menganggap ayah kandung subjek yaitu ayah tirinya dan ayah
kandungnya itu tidak pernah ada.Ketika kecil subjek merasa senang-senang saja
karena subjek belum memahami masalah yang ada.
Hubungan ayah tiri subjek dan ayah kandungnya tidak baik.Ibu subjek pun tidak di
izinkan untuk berkomunikasi sekalipun lewat media.Jika ada urusan dengan ayah
kandungnya maka yang menghubungi tantenya.Ketika bertanya ke ayah kandung
subjek tentang subjek pun ibu kandungnya bertanya lewat perantara tantenya subjek.
Ada temannya yang berbicara ke subjek agar subjek mau mendatangi ayah
kandungnya sebelum subjek terlambat karena tidak ada yang tahu umur manusia
kapan supaya subjek tidak merasa menyesal nantinnya.Tetapi karena kondisi subjek
yang tidak dibolehkan bertemu dengan ayah kandungnya untuk menginap saja tidak
boleh apalagi untuk mendatangi ayahnya.Karena sesuai dengan keputusan agama,
ibunya tidak mengizinkan ayah kandungnya menemui subjek.Ketika ayah
kandungnya ingin mengajak berkemah pun tidak diizinkan oleh ibunya. Ibu subjek
berpikir kalau subjek akan diajak untuk menjadi mualaf karena ayah kandungnya
mengundang seorang ustad datang ke perkemahan. Dan ibunya juga berpikir kalau
subjek tinggal dengan ayah kandungnya maka subjek akan masuk islam dan memang
ayah kandungnya berharap kalau subjek bisa satu agama yaitu islam.
Subjek pernah diusir oleh ibunya pada tingkat SMP karena ibunya mengetahui kalau
subjek menyukai sesama jenis.Ketika diusir subjek tidak pernah tinggal bersama ayah
kandungnya tetapi dengan ayahnya tetapi rumah teman subjek satu daerah dengan
rumah ayah kandungnya.Setelah subjek diusir ibu subjek berpikir kalau subjek pasti
ke rumah ayah kandungnya karena berpikir karena pertama kalinya subjek diusir tidak
berani pergi kemana-mana pasti ada di rumah ayah kandungnya padahal tidak.
Ayah tiri subjek tidak suka kalau ibu kandung subjek menghubungi ayah kandung
subjek karena menurut ayah tirinya kalau ibunya sudah tidak lagi menjadi istri dari
ayah kandung subjek dan sudah menjadi istri ayah tirinya. Waktu subjek tingkat SMP
ibu kandung dan ayah tirinya suka berantem karena tidak suka dengan sikap
subjek.Hingga orangtuanya lelah untuk memberitahu subjek untuk berhenti menjadi
lesbian.
Subjek ketahuan oleh ibunya ketika ada teman perempuannya yang datang hanya
berdua saja dengan subjek dan pintu pagar dan pintu rumahnya dikunci.Sehingga ibu
subjek curiga dan berpikir macem-macem jadi dari situ baru subjek jujur dengan
keadaannya yang lesbian.
Menurut subjek orangtuanya egois karena subjek diminta untuk melanjutkan usaha
orangtuanya padahal subjek tidak menyukai usaha orangtuanya. Sekalipun subjek
harus bekerja subjek akan mencari pekerjaan yang lain dibandingkan harus
meneruskan usaha orangtuanya. Dan menurutnya juga susah untuk memahami
orantuanya hanya subjek yang bisa memahami pemikiran dari orangtuanya.
Subjekpun menceritakan ke temannya tentang orangtuanya dan temannyapun
menjawab sesuai dengan pemikiran subjek memang susah untuk memahami
orangtuanya.
Menurut subjek ayah kandungnya sayang pada dia apalagi subjek anak perempuan
satu-satunya.Subjek sempat ditolak keberadaannya oleh kakeknya ketika masih bayi
jika dibilang sayang subjek memang menyanyanginya tapi lebih menyanyangi
neneknya karena lebih dekat.
Kesimpulan cerita :
Subjek merupakan anak dengan orangtua yang berbeda agama, ibundanya seorang
yang beragaman kristen, dan ayahnya beragaman islam. Subjek tidak pernah
menanyakan mengenai masa lalu orang tuanya, suatu ketika subjek pernah
mengungkit mengenai hal sensitif ini, tapi sang ibu menolak untuk menceritakannya,
sejak saat itu subjek tidak pernah bertanya lagi. Subjek memiliki pengalaman kurang
menyenangkan dengan ayahnya. Saat subjek masih kecil, ayahnya menceraikan
ibunya. Sang ayah pun diketahui memiliki 3 orang istri, ibu subjek adalah istri
pertamanya, saat bercerai ayah subjek membawa serta istri ke 2 nya. Seakan-akan
subjek merasakan apa yang dirasakan ibunya, subjek pun marah dengan sikap
ayahnya. Ibu subjek kemudian menikah lagi, dan masih menjalani biduk rumah
tangganya hingga saat ini. Sejak kecil subjek dirawat oleh ayah tirinya, yang
kemudian diaku subjek sebagai ayah kandungnya. Subjek mengatakan kepada kami,
jika ayah kandungnya dianggap telah tiada. Saat masih kecil, ayah kandung subjek
sering datang berkunjung, saat usia sebelum TK, subjek sudah mengetahui bahwa
laki-laki yang sering datang adalah ayah kandungnya. Ayah kandung subjek sering
datang bersama istri barunya, mereka juga suka mengajak subjek berjalan-jalan.
Saat memasuki remaja, subjek mulai mengetahui semua cerita masa lalunya dari sang
tante, subjek pun mulai memahami kondisinya. Subjek sempat tinggal bersama
ayahnya selama beberapa tahun, tapi kemudian kembali kepada ibunya. Meski segala
fasilitas terpenuhi, subjek merasa semuanya tidak cukup, saat itu subjek tinggal
dengan istri-istri ayahnya, dan anak dari istri-istri ayahnya yang lain, meski
diperlakukan dengan baik, tapi subjek merasa tidak nyaman tinggal disana.
Dalam situasi seperti ini diusia yang labil, akhirnya subjek memilih untuk berpacaran
dengan sesama jenis. Meski ketertarikannya dengan perempuan mulai terlihat sejak
subjek duduk dibangku sd. Hingga kini subjek masih menyukai sesama jenis, dan
memiliki pasangan.
Subjek juga pernah mendapatkan penolakan dari kakeknya, saat subjek lahir,
kakeknya menolak kehadiran subjek, entah apa yang sebenarnya terjadi, tapi lambat
laun sang kakek pun dapat menerima kehadiran subjek, meski subjek mengaku lebih
dekat dengan neneknya.
Subjek kini tinggal bersama ibu dan ayah tirinya, dengan 2 orang adik hasil
pernikahan sang ibu dan ayah tirinya.
Analisis masalah :
Meskipun belum menjadi seorang ahli, kami berusaha untuk menganalisis
permasalahan yang ada. Kini subjek memiliki persoalan dengan ketertarikan terhadap
sesama jenis, hal ini tentunya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya saja
faktor hormon, lingkungan pergaulan, juga pengalaman yang menimbulkan traumatik.
Dalam kasus ini, kami tidak dapat mengintervensi terlalu jauh berkaitan dengan faktor
hormon atau kondisi faali dari subjek. Lingkungan pergaulan subjek juga tentunya
mempengaruhi kondisi subjek saat ini, akan tetapi lingkungan pergaulan tentunya
berkembang seiring dengan semakin banyaknya orang yang mengenal subjek sebagai
sosok lesbian. Ada penyebab mendasar yang kami lihat, yakni pengalaman kurang
menyenangkan yang dialami subjek dengan beberapa sosok laki-laki yang semestinya
dekat dengan dirinya. Entah disadari atau tidak, kondisi ini tentunya mempengaruhi
cara berpikir subjek mengenai laki-laki. Subjek juga mengaku banyak mendengar
cerita dari teman-temannya, jika laki-laki sering kali menyakiti perempuan. Hal ini
tentunya semakin memperngaruhi cara pandang subjek terhadap laki-laki, meski ia
juga mengaku sering kali sakit hati dalam menjalani hubungan dengan sesama
jenisnya. Namun subjek lebih hingga saat ini lebih memilih menjalani hubungan yang
demikian. Kesimpulannya, kehidupan masa lalu subjek memberikan trauma tersendiri
bagi subjek.
Kemudian kami mencoba untuk menjelaskan kondisi trauma yang mungkin
dialaminya, yang pada akhirnya dapat menjadi salah satu cikal bakal penyebab
kondisinya saat ini. Bukan hal yang mudah untuk membuat klien mengerti dan
menerima hal-hal yang sebelumnya diingkarinya.
Pada tahap selanjutnya, kami membuat subjek berada dikondisi yang lebih rileks lagi,
dan subjek lebih memilih untuk berbaring dengan posisi tidur terngkurap.
Kami mencoba untuk membuat subjek menyadari perilaku yang tidak semestinya,
memotivasi subjek untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Meski tidak
dapat dilakukan secara instan, tapi info terbaru yang kami dapat, subjek kini mulai
mengatur intensitas pertemuan dengan pasangannya, mulai mengurangi komunikasi
dan dengan kesadaran serta tekad yang kuat, subjek mengaku ingin berubah.
Evaluasi kegiatan
Sejauh ini kami lebih banyak belajar teori ketimbang praktek, dan penerapan ilmu
secara langsung dengan dihadapkan pada suatu permasalahan, membuat kami
memahami jika untuk melakukan proses terapi tidak semudah yang kami bayangkan.
Perlu ada pendekatan yang baik (rapport), hingga akhirnya klien merasa nyaman
untuk bercerita, perlu kesabaran yang besar untuk menghadapi pengingkaran dari
klien, dan yang pasti perlu pemahaman yang mendalam tentang suatu bidang ilmu
yang memang akan kita terapkan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Koswasa, E. 2009. Teori-Teori Kepribadian. Bandung : Refika Offset
http://usberstop.wordpress.com/2012/04/04/800/
http://sindikatpsikologjahat.wordpress.com/tag/asosiasi-bebas/
http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/12/27/terapi-psikoanalitik/
http://eka.web.id/pengertian-psikoanalisis-psiko-analisa.html
indryawati.staff.gunadarma.ac.id/.../TERAPI+PSIKOANALISIS.doc