Post on 21-Oct-2015
A. JUDUL PENELITIAN
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
SMA KELAS X MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
JIGSAW PADA MATERI POKOK ZAMAN PRASEJARAH
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Peranan pendidikan di Indonesia menjadi prioritas utama, secara jelas di
dalam UUD 1945 pada pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah
mengusahakan dan penyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan undang-undang. Peran pendidikan nasional yang berkaitan dengan sejarah
yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, bertaqwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras.
Pendidikan nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa
cinta tanah air (nasionalisme) dan mempertebal semangat kebangsaan
(patriotisme).
Upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional melalui penerapan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP 2006) dimana didalamnya terdapat
perubahan materi dalam pembelajaran sejarah. Pernyataan yang sangat fenomenal
dari Presiden Sukarno yang berkaitan erat dengan sejarah bahwa ”bangsa yang
besar adalah bangsa yang selalu menghargai sejarah perjuangan bangsanya”.
Ungkapan yang begitu bijaksana apabila dikaji secara mendalam mengandung
pengertian Verstehen dan Erleben ( Kartodirjo, 1993) yaitu menyelami dalam
membuka tabir kebenaran masa silam. Jastifikasi sejarah dalam perjalanan suatu
bangsa dengan sendirinya akan membentuk karakter dan kepribadian yang sesuai
dengan jiwa jaman tersebut.
Pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang membosankan, siswa akan
bertanya, mengapa kita belajar sejarah? Mengapa kita harus mempelajari masa
lalu? Bahkan sampai pernyataan ekstrim yaitu apa gunanya kita belajar sejarah?
masa lampau yang sudah lewat tidak perlu diteliti atau dipelajari. Hambatan-
hambatan umum dalam pembelajaran sejarah dapat diungkap yaitu; (1) doktrin
patent pembelajaran sejarah sejak kita di bangku SD sampai dengan SMA tidak
terlepas dari 4 W + 1 H ( why, when, where, who dan how) (2) materi masa
lampau yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan penting manusia di
dunia (3) metode pembelajaran cenderung didominasi oleh ceramah (4)
ketidakseimbangan jumlah jam tatap muka dengan materi yang ada (5) kurikulum
yang selalu berubah-ubah (6) siswa kurang berminat membaca cerita sejarah (7)
tidak memadainya sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis (8) sejarah adalah
ilmu sosial selalu dipandang sebelah mata sebagai mata pelajaran kelas dua
setelah eksakta. Kurikulum terbaru 2006 memberikan strategi kepada pengajar
bagaimana supaya siswa lebih giat memacu dirinya lebih kreatif dan inovatif,
begitu pula pendekatan yang dilakukan dalam strategi belajar mengajar sehingga
hasil belajar siswa ranah kognitif, dan afektif dapat sesuai dengan kompetensi
yang diharapkan.
Pengajaran sejarah mengupayakan siswa agar dapat membangun
pemikiran yang kritis analisis dari interpretasi kebenaran fakta dan data secara
benar baik pada ranah kognitif, maupun afektif (Hariyono, 1998). Kurikulum
pelajaran sejarah tahun 1984-an pernah dicoba mata pelajaran baru cabang
sejarah yang lebih menekankan aspek kognitif dan afektif yaitu PSPB
(Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) namun dihapus pada suplemen
kurikulum 1994. Terdapat tanggapan bahwa pembelajaran sejarah cenderung
hanya ingatan, dan hafalan, guru selalu mengidolakan metode ceramah sebab
bercerita lebih tepat untuk kajian masa lalu. Guru-guru sejarah kesulitan
menentukan formula (teknik, metode, dan pendekatan) yang sesuai untuk materi
tertentu.
Pembelajaran sejarah, dimanapun secara umum hanya bersumber pada
buku paket untuk dibaca atau LKS untuk dikerjakan secara naratif tanpa diberikan
bukti konkrit visual berupa gambar, foto, dan peta. Pemahaman sejarah hanya
sebatas ingatan tanpa bisa menyelami peristiwanya; sebagai contoh pada tahun
1944 Jepang melakukan praktek romusya terhadap rakyat Indonesia, siswa hanya
memahami bahwa romusya adalah kerja paksa tetapi tidak mengetahui bentuk
kerja paksa yang bagaimana?, seperti apa paksaan itu? Pemahaman ini menjadi
bias jika tidak ada visualisasi, siswa hanya menjadi imajiner-founding
(Notosusanto, 1985).
Keadaan di atas akan membawa dampak yang tidak menguntungkan
dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran sejarah dan semestinya dicarikan
pemecahan alternatif yang paling efektif dan efisien atau solusi sebagai
pelaksanaan perbaikan metode atau pendekatan pembelajaran beserta teknik dan
bentuk yang sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Peneliti
sebagai guru sejarah mengupayakan peningkatan hasil belajar sejarah dan
aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model kooperatif jigsaw pada materi
pokok Zaman prasejarah dalam suatu penelitian tindakan kelas.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan utama dapat
dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana peningkatan aktivitas dan hasil belajar
siswa kelas X dalam materi pokok Zaman prasejarah melalui penerapan model
kooperatif jigsaw?”. Permasalahan utama diuraikan atas beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan hasil
belajar?
2. Apakah penggunaan model kooperatif jigsaw dapat meningkatkan aktivitas
siswa?
3. Bagaimakah minat siswa dalam belajar sejarah melalui penerapan model
kooperatif jigsaw?
4. Bagaimanakah tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran materi pokok
Zaman prasejarah melalui model kooperatif jigsaw?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian berdasarkan permasalahan utama dan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Meningkatkan aktivitas siswa
3. Mengungkap minat siswa dalam belajar sejarah melalui penerapan model
kooperatif jigsaw.
4. Mengungkap tanggapan guru dan siswa terhadap pembelajaran materi pokok
Zaman prasejarah melalui model kooperatif jigsaw.
5. Memformulasikan strategi pembelajaran materi pokok Zaman prasejarah
dengan model kooperatif jigsaw bagi siswa SMA kelas X.
E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat hasil penelitian tindakan dapat digunakan untuk:
1. Siswa:
Membantu siswa mencapai kompentensi diri dalam menuntaskan
materi pembelajaran sejarah
- Membantu siswa meningkatkan hasil belajar dalam pembelajaran sejarah.
- Membantu siswa memahami konsep, kejadian, peristiwa, fakta, data dan
interprestasi serta kebenaran sejarah lewat gambar-gambar
- Konstruktif dalam menelaah eksistensi masa lalu, menghargai perjuangan
dan hasil kebudayaan masa lampau lewat visualisasi.
- Membangun keberanian mengungkapkan fakta sejarah, kritis pada setiap
peristiwa masa lampau
2. Guru:
- Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang penelitan tindakan
kelas.
- Mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara
komprehensif dengan berbagai pendekatan dan penilaian.
- Memotivasi untuk menerapkan model pembelajaran yang kreatif serta
inovatif dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
F. KAJIAN TEORI
1. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif
merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota
kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran pada saat menyelesaikan tugas kelompoknya.
Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok
belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut (Lungdren, 1994).
1) Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama.”
2) Siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta
didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri
sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3) Siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang
sama.
4) Siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para
anggota kelompok.
5) Siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Thompson, et al. (1995), menatakan bahwa pembelajaran
kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran
sains. Siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling
membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari
4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Kelompok
heterogen dimaksud yaitu terdiri dari campuran berbagai kemampuan
siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa
menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar
belakangnya.
Pembelajaran kooperatif mendidik siswa dalam hal keterampilan-
keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar
kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah
mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).
b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok
tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan
individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari
pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya
(Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan diantaranya untuk
mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim,
et al (2000), yaitu:
1) Hasil belajar akademik
Meskipun belajar kooperatif mencakup beragam tujuan sosial,
juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting
lainnya. Ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu
siswa memahami konsep-konsep sulit. Pengembang model ini telah
menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah
dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Pembelajaran
kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan
tugas-tugas akademik, di samping mengubah norma yang
berhubungan dengan hasil belajar.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan
secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya,
kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran
kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang
dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar
saling menghargai satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah,
mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran
kooperatif secara berurutan seperti yang diuraiakan oleh Arends adalah
sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Pembelajaran kooperatif memiliki
enam fase (Arends, 1997).
Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkahlaku Guru
Fase 1:
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pmbelajaran
yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut
dan memotivasi siswa belajar .
Fase 2:
Menyajikan informasi.
Guru menyampaikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Fase 3:
Mengorganisasikan siswa
kedalam kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase 4:
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas.
Fase 5:
Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6:
Memberikan penghargaan.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
Pembelajaran kooperatif dimulai dengan kegiatan guru
menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi siswa
untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam
bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan langkah-langkah yaitu
siswa di bawah bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari
pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau
mengetes apa yang telah dipelajari oleh siswa dan pengenalan kelompok
dan usaha-usaha individu.
d. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar
dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang
terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan
bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi
tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa
tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu
dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, 2008).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama
bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang
topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-
siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada
anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari
sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw membagi kelompok
atas kelompok asal dan kelompok ahli”. Kelompok asal, yaitu kelompok
induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar
belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan
dari beberapa ahli. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari
anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari
dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang
berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota
kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli
digambarkan seperti Gambar 1 (Arends, 2001).
Gambar 1. Ilustrasi Kelompok jigsaw
Anggota dari kelompok asal yang berbeda bertemu dengan topik
yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi
yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu
satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah
pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada
kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang
telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Jigsaw
didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa secara
mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi
tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya di akhir pembelajaran,
siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah
dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi setiap siswa
terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan dengan
tujuan agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun
berdasarkan langkah-langkah pokok sebagai berikut; (1) pembagian tugas,
(2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi, (4) mengadakan kuis.
Adapun rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini diatur secara
instruksional sebagai berikut (Slavin, 1995):
1. Membaca: siswa memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi
tersebut untuk mendapatkan informasi.
2. Diskusi kelompok ahli: siswa dengan topik-topik ahli yang sama
bertemu untuk mendiskusikan topik tersebut.
3. Diskusi kelompok asal: ahli kembali ke kelompok asalnya untuk
menjelaskan topik pada kelompoknya.
4. Kuis: siswa memperoleh kuis individu yang mencakup semua topik.
5. Penghargaan kelompok: penghitungan skor kelompok dan menentukan
penghargaan kelompok.
Perhitungan skor perkembangan individu dan skor kelompok
dilakukan setelah kuis dilakukan. Skor individu setiap kelompok memberi
sumbangan pada skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh
pada kuis sebelumnya dengan skor terakhir. Arends (1997) memberikan
petunjuk perhitungan skor kelompok sebagaimana terlihat dalam Tabel 2
berikut.
Tabel 2. Konversi Skor Perkembangan
Skor Kuis Individu Skor Perkembangan
1. Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
2. 10 poin sampai 1 poin di bawah skor awal
3. Skor awal sampai 10 poin di atasnya
4. Lebih dari 10 poin di atas skor awal
5. Nilai sempurna (tidak didasarkan skor awal)
5
10
20
30
30
Penentuan tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi
kelompok, menurut Arends (1997) dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Tingkat Penghargaan Kelompok
Rata-rata Kelompok Penghargaan
15
20
25
Good Team (Tim yang bagus)
Great Team (Tim yang hebat)
Super Team (Tim yang super)
2. Penguasaan Konsep sebagai Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan atau kecakapan yang dimiliki
peserta didik setelah melalui pengalaman dari proses pembelajaran yang telah
ditempuhnya. Kemampuan dimaksud mencakup kemampuan dalam aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pembelajaran yang dilakukan dapat
mencakup baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Sukmadinata (2004) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan
suatu konsep yang bersifat umum, di dalamnya tercakup apa yang disebut
prestasi (achievement). Prestasi merupakan suatu perilaku hasil belajar yang
dihubungkan dengan suatu standar kesempurnaan (standard of excellence).
Sudjana (2000) mengungkapkan bahwa, hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku yang diperoleh dari kegiatan belajar.
Keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan belajar secara tepat dan
dapat dipercaya penting untuk diketahui. Hal ini diperlukan informasi yang
didukung oleh data yang objektif dan memadai tentang indikator-indikator
hasil belajar siswa. Hasil belajar teramati pada perubahan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan berkaitan dengan tujuan dan materi pembelajaran. Hasil
belajar yang ingin dicapai hendaknya sesuai dengan tujuan belajar yang ada,
menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hasil belajar aspek kognitif hasil revisi Anderson dan Krathwhol
(Krathwhol, 2002), dapat ditinjau dari dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan
dan dimensi proses kognitif. Dimensi proses kognitif hasil belajar terdiri dari
proses mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply),
menganalisa (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan mencipta (create).
Dimensi pengetahuan terdiri dari pengetahuan faktual (factual knowledge),
pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural
(procedural knowledge), dan pengetahuan metakognitif (metacognitive
knowledge).
Proses mengingat merupakan perolehan pengetahuan yang sesuai dari
memori jangka panjang. Memahami berarti dapat memaknai pesan-pesan
yang diperoleh dari pembelajaran dalam bentuk komunikasi lisan, tertulis, dan
grafik. Menerapkan adalah menggunakan suatu prosedur tertentu sesuai
dengan situasi yang dihadapi. Menganalisa yaitu menguraikan menjadi
bagian-bagian penyusun dan mencari bagaimana hubungan antara satu bagian
dengan bagian lainnya dari keseluruhan struktur. Mengevaluasi adalah
kemampuan membuat suatu keputusan berdasarkan kriteria-kriteria atau
standart. Mencipta merupakan suatu kemampuan penggunaan bahan dasar
tertentu secara bersama untuk membentuk suatu yang baru (Brandstorm,
2005).
Pengetahuan faktual merupakan pengetahuan utama dan mendasar
yang harus diketahui siswa pada saat mempelajari suatu disiplin atau
menyelesaikan masalah yang terkait dengan disiplin ilmu tertentu.
Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan tentang hubungan antara bagian-
bagian utama dari suatu struktur yang lebih besar yang ditunjukkan adanya
fungsi bagian tersebut secara keseluruhan. Pengetahuan prosedural yaitu
pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu seperti metode berpikir,
kriteria, teknik maupun metode. Pengetahuan metakognitif merupakan
pengetahuan tentang kognisi secara umum seperti kesadaran dan pengetahuan
seseorang dalam hal kognisi dirinya sendiri (Krathwhol, 2002).
Unsur-unsur yang terdapat dalam aspek psikomotor seperti dinyatakan
Elizabeth dan Bloom (Biehler dan Snowman, 1990) adalah:
1) Tanggapan (perception), yaitu penggunaan organ indera untuk menghasilkan
isyarat yang diperlukan pada aktivitas gerakan terarah, terdiri dari: a) perangsangan
panca indera (sensory stimulation), merupakan penerjemahan terhadap rangsangan
panca indera dengan contoh mendengarkan suara yang dikeluarkan senar biola
berdasarkan bunyi garpu tala; b) pemilihan isyarat (cue selection), merupakan
pengidentifikasian isyarat-isyarat yang relevan dan menghubungkannya dengan sikap
yang tepat dengan contoh pengaturan kembali suara yang menunjukkan indikasi
kesalahan fungsi alat, menambah vaselin pada kran buret karena terasa mulai kesat; c)
translasi (translation) merupakan penghubungan isyarat panca indera pada saat
melakukan aksi gerakan dengan contoh mengatur aliran larutan standar pada buret
dengan memutar keran, meneteskan larutan untuk ketepatan volume larutan pada
gelas ukur.
2) Kesiapan (set) yaitu kesiapan dalam melakukan suatu tindakan, terdiri dari: a)
kesiapan mental (mental set), merupakan kesiapan mental untuk melakukan tindakan
dengan contoh mengetahui dan mempertimbangkan keadaan yang terjadi setelah
reaksi pada tabung; b) kesiapan fisik (physical set), merupakan kesiapan tubuh dalam
melakukan suatu tindakan dalam bentuk posisi tubuh, postur, titik pandang dan
perhatian pada arahan dengan contoh menggunakan mereaksikan zat pada tabung
reaksi secara tepat; c) kesiapan emosi (emotional set), merupakan adanya kemauan
dan keinginan untuk melakukan tindakan.
3) Respon terarah (guided responses) yaitu bertindak sesuai arahan suatu pedoman
atau model, terdiri dari: a) peniruan (imitation), merupakan mencontoh tindakan dari
seseorang dengan contoh mengayunkan reket setelah melihat seorang ahli
mendemonstrasikan pukulan, mengaduk campuran larutan dalam labu takar setelah
melihat cara yang dilakukan guru; b) coba-coba (trial and error), merupakan
percobaan berbagai tindakan sebelum diperoleh satu tindakan yang benar dengan
contoh melakukan berbagai cara mengaduk campuran hingga larut sempurna.
4) Mekanisme (mechanism) yaitu kemampuan untuk bertindak seperti yang biasa
dilakukan dengan beberapa tingkatan.
5) Respon kompleks yaitu melakukan tindakan dengan keahlian tingkat tinggi.
6) Adaptasi (adaptation) yaitu menggunakan keahlian yang dimiliki dari belajar untuk
melakukan suatu yang baru tetapi masih berhubungan dengan yang ada dengan
contoh menggunakan kemampuan hasil belajar mengetik dengan mesin tik serta
dikembangkan untuk penerapan pada pengetikan dengan komputer.
7) ”Origination” yaitu membuat gerakan baru setelah mengadakan pengembangan
keahlian lebih lanjut, dengan contoh menciptakan bentuk baru tarian modern.
F. METODOLOGI PENELITIAN
A. Rencana dan Prosedur Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Penelitian PTK dilakukan sebanyak tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan tindakan dengan pembelajaran Zaman prasejarah dengan
model kooperatif jigsaw dan observasi, serta refleksi (Arikunto dkk, 2007: 16) dan
(Burns, 1999: 33; Lewin dalam Sukmadinata, 2005: 145).
Disain penelitian tindakan salah satunya adalah model Kemmis dan Mc
Taggrat, yaitu berupa perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat yang
terdiri dari empat komponen antara lain: perencanaan, tindakan, pengamatan dan
refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu
siklus. Model tersebut digambarkan seperti Gambar 2. Siklus pada tindakan ini
merupakan suatu putaran kegiatan yang berbentuk spiral terdiri dari perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi (Depdikbud,1999: 22).
Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Model Kemmis dan Taggrat
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa SMA Negeri 1 Bayang Kelas X
sebanyak 32 orang.
3. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan dengan tahapan:
1) Perencanaan tindakan
a) Menentukan pokok bahasan yang akan dijadikan sasaran dalam tindakan.
b) Merancang RPP
c) Menyusun skenario pembelajaran yang sesuai dengan strategi, metoda, dan teknik
yang ditetapkan.
d) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS)
e) Menyiapkan sumber belajar
f) Menyiapkan format laporan observasi aktivitas guru dan siswa serta tanggapan
siswa.
g) Menyusun instrumen pengumpul data
h) Menetapkan indikator pencapaian hasil belajar.
i) Menyiapkan format evaluasi
2) Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan merupakan pelaksanaan proses pembelajaran pada materi
pokok Zaman prasejarah dengan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
jigsaw. Langkah-langkah proses pembelajaran dilakukan dengan enam tahapan.
3) Observasi
Observasi dilakukan oleh guru mitra saat pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal yang
diobservasi yaitu kegiatan atau aktivitas guru, aktivitas siswa. Aktivitas guru
diobservasi mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, hingga kegiatan akhir. Observasi
aktivitas siswa dilakukan terhadap aktivitas bertanya, menanggapi pertanyaan, dan
diskusi.
4) Refleksi
Refleksi dilakukan setelah hasil observasi diperoleh. Hasil observasi digunakan untuk
refleksi perbaikan tindakan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus
selanjutnya.
4. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas guru dan
siswa, angket tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, pedoman wawancara,
dan soal tes.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif berupa data hasil observasi dianalisis secara deskriptif
berdasarkan pendapat ahli pada setiap siklus pada tahapan refleksi. Hasil refleksi
digunakan untuk merevisi tindakan melalui perencanaan tindakan pada siklus
selanjutnya. Analisis data kualitatif didukung oleh data kuantitatif dari hasil tes. Data
kuantitatif hasil tes dihitung rata-ratanya untuk melihat ketercapaian KKM.
G. JADWAL PENELITIAN
JADWAL PELAKSANAN PENELITIAN
No KegiatanAlokasi
Waktu
Keterang
an
1 2 3 4
A Persiapan
1. Penyusunan Proposal
9 hari
2. Penyusunan Instrimen untuk data
pengamatan dan wawancara
6 hari
3. Kontak awal, minta ijin, mengadakan
kesepakatan dengan responden
1 hari
B Pelaksanaan
1. Pengumpulan data dan pencatatan data
1 hari
2. Mengadakan wawancara guru dan siswa
4. Refleksi 2 hari
Perencanaan Tindakan Lanjutan refleksi
(persiapan pelaksanaan)
C Pelaksanaan Siklus 2 6 hari
D Pelaksanaan Siklus 3 6 hari
E Penyusunan Laporan 15 hari
Jumlah 47 hari
G. DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I. (1997). Classroom Instruction and Management. New York: McGraw
Hill Companies.
Arends, R. I. (2001). Learning to Teach. New York: McGraw Hill Companies.
Arikunto S., Suhardjono., Supardi. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara.
Biehler, F.R. & Snowman J. (1990). Psychology Applied to Teaching (Sixth edition).
Boston: Houghton Mifflin Company.
Brandstorm, A. (2005). Differentiated Task in Mathematics Textbooks: An Analysis
of the levels of difficulty. Lulea: Lulea university of technology.
Burns Anne. (1999). Collaborative Action Research for English Language Teacher.
Cambridge: Cambridge University Press.
Ibrahim, M., Fida R., Nur, M. dan Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya: Unesa Press.
Krathwohl R. D. (2002). A revision of Bloom’s: an overview – Benjamin S. Bloom,
University of Chicago. Chicago: University of Chicago.
Lie, Anita. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di
Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Lungdren, L. (1994). Cooperative Learning in The Science Classroom. New York:
McGraw Hill Companies.
Slavin. (1995). Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts: Allyn
and Bacon Publisher.
Slavin. (1994). Educational Psychology, Theory and Practice. Needham Heights:
Allyn & Bacon.
Sudjana, N. (2000). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Sukmadinata, N.S, (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Sukmadinata N. S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung:
Kesuma Karya.