Post on 04-Aug-2015
Proposal Penelitian Metodologi Penelitian Sosial (KPM398)
Pengaruh Keterlibatan Tenaga Kerja Anak dalam Rumahtangga Miskin
(studi kasus : Desa Ciomas Pintu Ledeng, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh :
Saskia Kencana Murti
I34100055
Asisten Praktikum :
Retno
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kemiskinan di Indonesia masih merupakan hal yang perlu
memperoleh perhatian. Jumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan
nasional masih signifikan. Dicatat bahwa pada tahun 1985 Indonesia menduduki
peringkat negara termiskin di dunia. Pada tahun 1966 Pendapatan Nasional
Brutonya hanya US$50,- per kapita per tahun ; sekitar 60 persen orang Indonesia
dewasa tidak dapat membaca dan menulis ; dan mencapai 65 persen penduduk
negara tersebut hidup dibawah garis kemiskinan (Tambunan,2006)
Badan Pusat Statistik (2011) melaporkan bahwa jumlah penduduk miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan)
di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang (12,49
persen).Ginandjar (1993) menjelaskan kemiskinan ditandai oleh pengangguran
dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.
Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas
aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga makin tertinggal jauh dari
masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi. Keadaan kemiskinan
umumnya diukur dengan tingkat pendapatan.
Kemiskinan di pedesaan dapat dipahami sebagai masyarakat yang tidak
memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup di pedesaan. Kesulitan
ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan serta rendahnya pemilikan
lahan. Clifford Geertz (1976) menjelaskan bahwa petani miskin dan tetap miskin
karena berkaitan dengan involusi pertanian dimana pertumbuhan penduduk
seberapa pun jumlahnya dapat ditampung oleh pertanian padi sawah karena
dikerjakan dengan sangat intensif dan rumit.namun demikian, menurut Geertz,
petani ibaratnya berjalan di air, tidak maju tetapi sekedar mempertahankan diri
agar tidak tenggelam. Hal ini menyebabkan adanya pergeseran matapencaharian
masyarakat desa dari sektor pertanian bergeser menjadi sektor industri.
Keterbatasan ketersediaan lahan pertanian untuk masyarakat miskin di
pedesaan memaksa rumahtangga untuk bekerja pada sektor industri dengan bekal
kemampuan dasar yang seadanya. Pekerjaan tersebut memberikan upah yang
sangat kecil untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Sehingga rumahtangga
miskin menyiasatinya dengan cara memanfaatkan tenaga kerja anak untuk
menjadi penyumbang dalam ekonomi mereka. Anak dipandang sebagai tenaga
kerja potensial. Hal ini mereka jadikan sebagai bentuk strategi dalam bertahan
hidup dengan harapan dapat memberikan pendapatan yang lebih baik bagi
ekonomi keluarga.
Pemanfaatan tenaga kerja yang dilakukan dalam rumahtangga miskin
merupakan salah satu cara untuk mendapatkan tambahan pemasukan ekonomi.
Pemanfaatan yang mengarah kepada eksploitasi dilakukan dalam bentuk
mempekerjakan anak dibawah umur ke lapangan kerja yang tersedia. Bellamy
(1997) dalam Usman dan Nachrowi (2004) mengatakan bahwa anak – anak yang
bekerja pada usia dini biasanya berasal dari rumah tangga miskin dengan
pendidikan yang terabaikan, sesungguhnya akan melestarikan kemiskinan. Anak
yang bekerja kemudian akan tumbuh menjadi seorang yang dewasa yang terjebak
dalam pekerjaan yang tak terlatih dan dengan upah yang sangat buruk.
Masalah pekerja anak atau tenaga kerja anak diatur di dalam Undang-
undang no.25 tahun 1997 pasal 1 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan),
yang sekaligus menetapkan batas usia anak yang diperbolehkan bekerja adalah 15
tahun, baik untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan. Tetapi
menanggapi pertanyaan apakah peraturan tersebut sudah memadai dan
sejauhmana pelaksanaannya adalah jauh dari mudah, karena sampai saat ini
masalah pekerja anak masih menjadi kontroversi dalam isu tentang perlindungan
anak pada umumnya. Bisa dikatakan, masalah pekerja anak merupakan masalah
klasik dalam hal perlindungan anak.
Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam
Keppres No.36 Tahun 1990, maka ada baiknya kita merujuk pada KHA untuk
semua masalah seputar anak yang kita temui. Di dalam pasal 32 dari KHA,
dinyatakan bahwa anak mempunyai hak untuk dilindungi dari segala bentuk
eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan yang berbahaya dan
mengganggu pendidikannya, membahayakan kesehatannya atau mengganggu
perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak. Oleh karena itu
negara berkewajiban untuk menentukan batas usia minimum pekerja anak,
mengatur jam dan kondisi penempatan kerja, serta menetapkan sanksi dan
menjatuhi hukuman kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan tersebut.
Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa Negara telah menunaikan core
obligation-nya melalui UU Ketenagakerjaan tersebut. Negara telah menetapkan
batas usia minimum pekerja anak, telah mengatur bahwa anak harus dihindarkan
dari kondisi pekerjaan yang berbahaya. Tetapi persoalan implementasi merupakan
masalah yang sangat berbeda.
Menurut Kusumaningrum (2002) Ada tiga pendekatan dalam memandang
masalah pekerja anak, yaitu penghapusan (abolition), perlindungan (protection),
dan pemberdayaan (empowerment). Pendekatan abolisi mendasarkan
pemikirannya pada bahwa setiap anak tidak boleh bekerja dalam kondisi apapun,
karena anak punya hak yang seluas-luasnya untuk bersekolah dan bermain, serta
mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Sementara pendekatan proteksi
mendasarkan pemikirannya pada jaminan terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai
manusia dan sebagai warga negara setiap anak punya hak untuk bekerja. Dan
pendekatan pemberdayaan sebenarnya merupakan lanjutan dari pendekatan
proteksi, yang mengupayakan pemberdayaan terhadap pekerja anak agar mereka
dapat memahami dan mampu memperjuangkan hak-haknya. Pada dasarnya ILO
didukung beberapa negara termasuk Indonesia secara terus-menerus
mengupayakan pendekatan abolisi atau penghapusan terhadap segala bentuk
pekerja anak.
Kondisi-kondisi yang sangat merugikan seperti diupah dengan murah,
rentan terhadap eksploitasi, rentan terhadap kecelakaan kerja, rentan terhadap
PHK yang semena-mena, serta berpotensi untuk kehilangan akses dan kesempatan
mengembangkan diri, menimbulkan kewajiban baru bagi negara untuk
memberikan perlindungan kepada anak yang terpaksa bekerja, dan bahwa kepada
anak yang bekerja harus diberikan perlindungan melalui peraturan
ketenagakerjaan agar mereka mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja
sebagaimana orang dewasa dan agar mereka terhindar dari segala bentuk
eksploitasi dan penyalahgunaan.
Kabupaten Bogor, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Ibukotanya adalah Cibinong. Kabupaten ini berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang (Banten), Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi
di utara; Kabupaten Karawang di timur, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten
Sukabumi di selatan, serta Kabupaten Lebak (Banten) di barat. Kabupaten Bogor
terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan.
Kabupaten Bogor terbagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah Timur,
Tengah dan Barat. Untuk wilayah Tengah yakni Kecamatan Ciomas Pintu Ledeng
dapat dikategorikan sebagai desa miskin dikarenakan menerima bantuan
RASKIN, Imunisasi gratis, serta penerima fasilitas pemberdayaan PNPM mandiri.
1.2 Rumusan Masalah
Rumahtangga miskin di pedesaan memiliki beberapa strategi dalam
pemenuhan kebutuhannya demi bertahan hidup. Salah satu strateginya ialah
memanfaatkan anak sebagai solusi pemenuhan ekonomi rumah tangga. Hal ini
menjadi pilihan utama dikarenakan anak diposisikan sebagai tenaga kerja
potensial yang dapat menaikkan derajat perekonomian rumahtangga miskin ke
status sosial yang lebih baik.
Berdasarkan realitas tersebut, penelitian ini merumuskan beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk strategi nafkah (untuk melihat strategi survival)
rumah tangga miskin yang melibatkan anaknya sebagai pencari
nafkah?
2. Seberapa besarkah sumbangan ekonomi tenaga kerja anak terhadap
rumah tangga miskin ?
3. Bagaimana dampak sosial yang muncul pada anak yang bekerja
sebagai akibat dari strategi nafkah tersebut ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan di dalam rumusan masalah
melalui observasi dan wawancara dari fakta dan data yang ada di lapang.
Mengacu kepada pertanyaan penelitian diatas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji bentuk strategi nafkah rumah tangga miskin di pedesaan yang
melibatkan anaknya sebagai pencari nafkah.
2. Menggambarkan besarnya sumbangan ekononomi tenaga kerja anak
terhadap perekonomian rumah tangga miskin di pedesaan.
3. Menjelaskan dampak sosial pada tenaga kerja anak yang bekerja sebagai
akibat dari strategi nafkah tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemiskinan
Ginandjar (1993) menjelaskan kemiskinan ditandai oleh pengangguran
dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.
Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas
aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga makin tertinggal jauh dari
masyarakat lain yang memiliki potensi lebih tinggi. Keadaan kemiskinan
umumnya diukur dengan tingkat pendapatan. Kemiskinan dapat menghambat
banyak hal salah satunya ialah menghambat arus pertumbuhan ekonomi. Oleh
karena itu penanggulangan kemiskinan merupakan hal utama yang dapat
memperkuat dasar pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Pendekatan yangditerapkan Badan Pusat Statistik adalah menggunakan
pengukuran kebutuhan dasar untuk menghitung angka kemiskinan. Dengan
pendekatan ini, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutujhan makanan maupun
non makanan yang bersifat mendasar.
Terdapat dua faktor penyebab kemiskinan menurut Darwis (2004) ada dua
faktor utama, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari
sumberdaya manusia dan sumberdaya fisik. Sumber daya manusia identik dengan
lapangan pekerjaan dan pendidikan, sedangkan sumberdaya fisik yang dimiliki
seperti status tanah, kesejahteraan petani juga dapat menggambarkan tingkat
kesejahteraan sebuah rumahtangga. Acuan tingkat kesejahteraan tersebut adalah
kondisi rumah. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh potensi / keadaan
wilayah, sarana dan prasarana, kelembagaan, aksesibilitas terhadap faktor
produksi, modal, pasar, dan faktor ekonomi lainnya.
2.2 Pekerja Anak dalam Rumatangga Miskin
Usman dan Naschrowi (2004) melihat bahwa kemiskinan merupakan
faktor utama yang mendorong munculnya pekerja anak,maka program
pengentasan kemiskinan melaluiprogram Instruksi Presiden tentang Daerah
Tertinggal (IDT) dapatdimasukkan sebagai salah satu kebijakan pemerintah untuk
menanggulangi permasalahan anak – anak yang bekerja. Program ini merupakan
upaya sistematis untuk mendorong rumahtangga miskin di kampong tertinggal
untuk mengembangkan kegiatan – kegiatan produktif melalui penyediaan modal
usaha.
Pekerja anak lebih disebutkan kepada anak – anak yang bekerja di bawah
umur. Definisi ini diperjelas dengan anak yang bekerja pada usia sekolah dan
sebelumnya (1-16 tahun). Nachrowi, et al, (1997) dalam Usman dan Nachrowi
(2004) menyebutkan keberadaan pekerja anak terutama di Negara – Negara
berkembang telah lama menjadi sorotan internasional. Keunggulan komparatif
yang dimiliki Negara – Negara berkembang, termasuk Indonesia dengan
membayar upah buruh murah termasuk mempekerjakan anak – anak banyak
mendapat kritikan dari Negara maju. Tetapi dibalik kritikan itu, banyak orang
berpendapat bahwa isu pekerja anak telah dipergunakan oleh Negara yang lebih
maju secara ekonomis, sekedar se3bagai alat politik untuk menekan Negara –
Negara berkembang secara tidak adil. (Mboi dan Irwanto 1998) dalam Usman dan
Nachrowi, 2004)
2.3 Konsep Strategi nafkah
Dharmawan (2001) menjabarkan secara umum bahwa strategi nafkah
dapat dibagi ke dua kelompok yaitu :
1. Strategi nafkah normative, strategi ini berbasiskan pada kegiatan social
ekonomi yang tergolong ke dalam kegiatan positif seperti kegiatan
produksi, sistem pertukaran, migrasi, maupun strategi social dengan
membangun jaringan social. Strategi ini juga disebut sebagai “ peaceful
ways” dalam melaksanakan strategi nafkah.
2. Strategi nafkah yang illegal, dalam strategi ini termasuk didalamnya
berbagai tindakan social ekonomi yang melanggar hokum dan illegal.
Seperti penipuan, perampokan, pelacuran, dan sebagainya. Kategori ini
juga disebut sebagai “non peaceful” karena cara yang ditempuh biasanya
menggunakan cara kekerasan atau kriminal.
2.4 Kerangka analisis
Kemiskinan di Pedesaan
Ketiadaan Aset :
Pendidikan Modal Jaringan
Ketiadaan Akses :
Pekerjaan
Alokasi Sumberdaya Manusia dalam Rumahtangga
Melibatkan tenaga kerja anak (berusia < 15 tahun)
Efek :
Perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat
Perubahan Struktur keluarga
Berubahnya kehidupan sosial pada anak
Masyarakat miskin di pedesaan umumnya tidak memiliki akses
pendidikan, modal, maupun relasi yang begitu memadai sehingga tujuan hidup
mereka hanyalah sebatas untuk dapat bertahan hidup. Mereka tidak berfikir untuk
memenuhi kebutuhan tersier yang dapat meningkatkan derajat perekonomian
mereka. Dengan segala keterbatasannya masyarakat miskin di pedesaan tidak
memiliki ruang gerak dalam memperbaiki perekonomian mereka yang serba
terbatas. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan zaman yang diwarnai oleh
arus industrialisasi di pedesaan. Kini masyarakat miskin mengalokasikan
sumberdaya manusia dalam rumahtangga mereka dengan memanfaatkankan
tenaga kerja anak yang dilihat lebih memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan
rumahtangga. Hal ini nampaknya berdampak pada perubahan kesejahteraan
masyarakat.
2.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dapat disusun hipotesis penelitian
sebagai berikut
1. Masyarakat miskin di pedesaan mengalokasikan sumberdaya manusia
rumahtangga dengan memanfaatkan tenaga kerja anak sebagai strategi
nafkah dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Alokasi pendapatan rumahtangga yang lebih besar disinyalir bersumber
pada tenaga kerja anak.
3. Anak yang bekerja di usia dini akan kehilangan masa – masa dalam
mengenyam pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi sehingga berpotensi
tidak akan memiliki kesempatan untuk medapatkan pekerjaan yang lebih
baik.
2.6 Definisi Operasional
Penulis menggunakan definisi operasional agar mempermudah dalam
memahami realita social yang ada dilapangankhususnyamengenai tenaga kerja
anak dalam rumahtangga miskin di pedesaan. Istilah – istilah yangdigunakan pada
penelitian iniantara lain :
1. Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sejumlah orang
memiliki tingkat kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya
dibandingkan dengan kehidupan umum yang berlaku di masyarakat.
2. Strategi bertahan hidup adalah cara masyarakat miskin di pedesaan untuk
dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara memanfaatkan tenaga kerja
anak di bawah umur untuk menhasilkan pendapatan rumahtangga.
3. Alokasi sumberdaya manusia adalah pembagian penggunaan tenaga kerja
anak dengan bekerja.
4. Pekerja anak dibawah umur adalah anak pada usia dibawah 16 tahun yang
bekerja dengan mendapatkan upah kerja.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. Berita Resmi Statistik (2011). Tingkat Kemiskinan di
Indonesia Tahun 2011. No.38/11/Th.X, 2 Juli 2011
Dharmawan, A . 2001. Farm Household Livelihood Strategies and Socio economics Changes in Rural Indonesia. Disertasim University of Gottingen. Jerman
Darwis, V. 2004. Faktor Penyebab Kemiskinan, Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Miskin Lahan Pesisir di Kabupaten Lamongan. Working Paper no 58. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian : Bogor. http : // pse.litbang.deptan.go.idindpdffilesWF58.2004.pdf. diakses pada 6 November 2012 19.23
Geertz, Clifford (1976). Involusi pertanian, proses perubahan ekologi di Indonesia (Agriculture involution), (Supomo, Trans). Jakarta : Bharatara K.A
Sajogjo (2006). Ekososiologi, deideologisasi teori, restrukturisasi aksi (petani
dan Pedesaan sebagai kasus uji ). Yogyakarta : Pustaka Rakyat Cerdas
Sukindari, B.S. 2004. Peranan Pekerja Anak Bagi Keluarga (Studi kasus : Pekerja Anak Pada Industri Kerajinan Tas Kulit di Desa Tegalrawu, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi, Institut Pertanian Bogor