Post on 03-Jan-2016
description
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negeri yang kaya akan hasil alamnya karena diduku ng
dengan tanah yang subur. Sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur baik
secara budidaya maupun tumbuh secara liar. Hal ini berhubungan dengan panen raya
dimana komoditi pertanian menjadi melimpah ruah. Sehingga terjadi penurunan harga
yang tidak wajar yang membuat petani harus menjual hasilnya dengan harga yang
sangat murah. Tentunya ini merugikan petani.
Sifat hasil pertanian secara fisik adalah perishabel adalah mudah busuk dan
rusak, voluminous yaitu hasil pertanian yang berat membutuhkan ruang atau
tempat yang cukup besar dan bulk yaitu, mengambil banyak tempat sehingga
sulit untuk dipindahkan karena berat dan sifat fisiknya agak kaku. Contohnya
adalah buah salak. Salak memiliki sifat tidak tahan untuk penyimpanan jangka
panjang dan membutuhkan ruangan yang cukup besar karena ukurannya.
Hasil pertanian biasanya mengandung zat – zat yang penting bagi tubuh
manusia seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, fosfor, serta zat – zat
mineral yang berguna bagi tubuh manusia. Diantara zat – zat tersebut ada yang
mudah hilang atau rusak akibat proses pengolahan seperti vitamin. Sehingga
untuk memperoleh hasil yang baik serta menjaga agar kandungan gizi yang
diperlukan tidak hilang diperlukan teknik dalam pengolahannya. Teknik
mengolah yang akan digunakan tergantung pada sifat dan ciri bahan yang akan
diolah. Dalam pengolahan, ada beberapa teknik yang sering digunakan yakni
mengupas, memotong, memarut, pelunakkan, pemerasan, emulsifikasi,
fermentasi, pemasakan (perebusan, pendidihan, penggorengan, pengukusan
pemanggangan, pengasapan), pengeringan, pasteurisasi, dan pengepakkan.
Penggorengan merupakan salah satu bentuk pengolahan hasil pertanian
yang menggunakan suhu tinggi untuk proses pengolahannya. Pada
penggorengan konvensional, suhu digunakan adalah sekitar 160oC karena
digunakan minyak goreng dimana titik didihnya adalah sekitar 160 oC.
Sehingga banyak bahan tidak dapat digoreng dengan suhu demikian (Agrindo,
2012).
Salak merupakan salah satu komoditi buah – buahan khas Sumatera Utara.
Jumlahnya cukup banyak sehingga memerlukan penanganan khusus dalam
pengolahannya. Salak memiliki kadar nutrisi yang cukup tinggi seperti
kalsium, flavonida, saponin dan tanin. Keripik salak merupakan salah satu
bentuk hasil pengolahan buah salak dan tidak banyak kita jumpai di daerah
Sumatera Utara ini.
Pada saat dilakukan pengolahan dengan cara memasak, diperlukan teknik
yang tepat selain untuk mendapatkan cita rasa yang diinginkan juga untuk
mempertahankan kandungan nutrisi pada bahan pangan agar tidak seluruhnya
hilang. Misalnya pada saat penggorengan suhu tinggi akan mehilangkan
sebagian besar nutrisi yang terkandung dalam bahan. Selain itu minyak goreng
akan rusak dan berdampak bagi kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut diatas penulis berinisiatif melakukan penelitian
pada alat penggoreng vacum (vakuum frying) tipe vakuum pump dengan
suhu yang berbeda pada tekanan yang sama untuk dapat
menentukan suhu penggorengan yang baik pada penggorengan pada
keadaan vakum.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti suhu efektif penggorengan pada
komoditi buah salak dengan menggunakan alat penggoreng hampa udara
(vacuum frying).
Kegunaan Penelitian
1. Bagi penulis adalah sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang
merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan keripik buah dan sayur.
3. Bagi masyarakat, untuk membantu dan memotivasi dalam proses produksi
keripik buah dan sayur.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Salak
Asal darimana buah salak sebenarnya tidak jelas, tetapi diduga berasal dari
Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman
salak (Salacca zalacca) berasal dari Pulau Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji
salak dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan
sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Thailand (Prihatman, 2000).
Adapun sistematika tanaman salak adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom :Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Salacca
Spesies : Salacca zalacca (Gaertn). Voss (Plantamor, 2012).
Menurut SNI (2009), kriteria minimum untuk buah salak bermutu baik antara
lain:
- Utuh
- Padat (firm)
- Penampilan segar
- Layak dikonsumsi
- Bersih
- Bebas dari hama dan penyakit
- Bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah atau tinggi
- Bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal , kecuali pengembunan
sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin
- Bebas dari aroma dan rasa asing
- Bila disajikan dalam bentuk tandan, panjang tandan maksimum 5 cm
- Pada buah jika terdapat cacat, toleransi yang dapat diterima adalah 2 – 5% dari
total seluruh permukaan buah
- Cacat pada buah tidak mempengaruhi isi buah.
Pada umumnya salak dikonsumsi secara mentah (dimakan langsung). Rasanya
manis, asam, sepat, atau lebih tepatnya kombinasi dari ketiga rasa tersebut. Selain
dikonsumsi secara mentah, salak biasanya diolah dalam variasi olahan pangan.
Bentuk olahan pangan yang sering ada antara lain:
- Manisan salak
Manisan salak memiliki rasa yang khas ketika dikonsumsi. Untuk
membuat manisan salak tidaklah sulit. Bahan yang diperlukan adalah gula, air
matang (suam – suam kuku), sedikit garam, dan buah salak sebagai bahan
utama. Langkahnya cukup mudah, cukup mencampurkan semua bahan yang
ada dan menyimpannya dalam wadah khusus. Kemudian dibiarkan selama
seminggu. Manisan salak siap disajikan.
- Acar buah salak
Untuk membuat acar salak, siapkan bahan seperti air, kapur sirih, cabe
merah pasta, satu setengah sendok makan garam, gula, dan satu sendok makan
cuka. Langkah-langkah untuk membuatnya, pertama salak dikupas, dibelah,
dan dibuang bijinya. Setelah itu, direndam dalam larutan air dan garam.
Biarkan selama satu jam, cuci dan buang airnya. Kemudian rendam salak
sekali lagi dengan larutan air kapur sirih sekitar 1 jam, cuci dan buang airnya.
Lalu masukkan dalam salak ke dalam air sudah dicampur cuka dan garam
yang telah direbus dan didinginkan sebelumnya. Diamkan selama satu sampai
dua malam. Salak acar siap untuk dinikmati.
- Keripik salak
Salak digoreng dengan alat penggoreng khusus. Caranya salak dipotong
kemudian dibekukan selama satu atau dua jam sebelum digoreng. Keripik salak
memiliki rasa yang khas ketika dikonsumsi
(Kulubro, 2013).
Proses Pengggorengan dan Minyak Goreng
Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan
menggunakan medium minyak goreng yang bertujuan untuk melakukan
pemanasan bahan pangan, pemasakan dan pengeringan pada bahan yang digoreng.
Dibandingkan cara pengolahan yang lain, penggorengan biasanya bersifat cepat
karena perubahan pada bahan pangan memerlukan waktu yang lebih singkat pada
suhu tinggi. Sifat produk hasil penggorengan juga khas. Timbul flavor khas
gorengan yang tidak ditemui pada cara pengolahan bahan pangan yang lain
(Sugiyono dan Wulandari, 2012).
Minyak goreng adalah minyak pangan yang terdiri dari asam lemak dan
gliserol yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Secara umum, dipasaran
ditawarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng yang berasal dari
tumbuhan (minyak nabati), dan minyak goreng yang berasal dari hewan yang
terkenal tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi) dan lard (minyak atau lemak
berasal dari babi). Minyak goreng nabati contohnya minyak sawit, minyak kelapa,
minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun dll (UPI, 2010).
Proses penggorengan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun
oleh empat komponen, yaitu (a) sistem mekanis, yang menggerakkan
produk masuk, melewati dan keluar ketel penggorengan, (b) sistem
lemak/minyak yang berperan sebagai medium pemanas dan unsure ingredient
produk akhir, (c) sistem thermal yang berfungsi sebagai alat pemindahan panas
ke minyak goreng dan (d) sistem pengontrol suhu penggorengan (Ketaren,
1986).
Proses penyerapan minyak terjadi ketika massa minyak secara perlahan
masuk pada awal proses penggorengan ke dalam bahan yang digoreng, dan
makin meningkat suhu semakin meningkat seiring dengan penuruan tekanan
vakum. Massa minyak masuk ke dalam bahan yang digoreng dengan cara difusi,
disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi massa minyak pada bagian
permukaan dengan bagian dalam bahan. Proses penyerapan minyak pada bahan
lebih cepat terjadi ketika penurunan kandungan kadar air bahan semakin rendah
(Jamaluddin, dkk, 2008).
Dalam penggorengan yang terjadi mempunyai kemiripan dengan
pengeringan. Perbedaan mendasar antara penggorengan dan pengeringan adalah
dalam medium pemanas yang digunakan. Penggorengan menggunakan minyak
goreng, sedangkan pengeringan umumnya menggunakan udara panas.
Berdasarkan pada suhu suhu minyak goreng, proses penggorengan dibedakan
menjadi dua, yakni (1) penggorengan dengan suhu rendah (suhu 130-170°C) dan
(2) penggorengan dengan suhu tinggi (suhu 180-200°C) (Setyawan, dkk., 2011).
Menurut Ketaren (1986), suhu optimum untuk penggorengan biasa adalah
161-190oC. Hal ini disebabkan adanya pertimbangan pengaruh langsung terhadap
warna bahan pangan, rasa, lemak yang terserap, serta denaturasi protein pada
bahan pangan, terutama dalam pemasakan daging, sehingga menghasilkan bahan
pangan dengan warna dan flavor yang tidak disukai.
Selain itu, sesuai juga dengan literatur Sartika (2009) yang menyatakan
bahwa penggorengan sebaiknya menggunakan api sedang (< 200oC) karena akan
memicu terjadinya pembentukkan asam lemak trans pada minyak goreng dimana
senyawa asam lemak trans berpengaruh secara metabolik pada tubuh manusia
yang menjadi pemicu terjadinya penyakit pada kardiovaskular.
Penggorengan Vakum
Penggrorengan vakum merupakan teknologi pengolahan yang efisien untuk
mengurangi kandungan minyak dalam panganan digoreng, mempertahankan
kualitas produk, dan mengurangi kehilangan minyak. Teknologi ini dapat
digunakan dalam memproduksi gorengan jenis buah dan sayuran tanpa harus
mengalami pencoklatan atau gosong akibat penggorengan pada produk (Morreira,
2008).
Pada penggorengan biasa, produk digoreng pada suhu 160 – 190oC dan air di
dalam produk menguap pada suhu 100oC tergantung pada komponen yang
terdapat pada bahan. Lain hal pada penggorengan vakum, titik didih air dapat
diturunkan sebesar 35 – 40oC, sehingga suhu penggorengan dapat turun mencapai
90 – 100oC (Yamsseung, et.al., 2008).
Prinsip yang digunakan dalam penggorengan vakum adalah prinsip hukum Gay
Lussac. Dalam hukum Gay Lussac dikatakan bahwa pada volume konstan,
tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak. Secara umum bisa kita
katakan, bahwa semakin tinggi tekanan udara pada suatu ruang tertutup, maka
semakin tinggi suhu pada ruang tersebut. Sebaliknya, semakin rendah tekanan
udaranya, semakin rendah pula suhunya. Dengan menurunkan tekanan pada
tabung penggorengan, maka suhu di dalamnya juga akan semakin turun. Dengan
tekanan dibuat vakum, maka suhu akan turun semakin jauh sehingga bisa
dilakukan penggorengan pada suhu rendah. Dengan proses inilah kemudian bahan
– bahan yang semestinya tidak bisa digoreng, akhirnya bisa digoreng
menghasilkan produk baru, diantaranya keripik buah dan keripik sayuran
(Agrindo, 2012).
Keripik
Menurut Engelen (2013), keripik adalah sejenis makanan ringan berupa irisan
tipis dari umbi-umbian, buah-buahan, atau sayuran yang digoreng di dalam
minyak nabati. Keripik buah merupakan hasil olahan produk buah segar dalam
bentuk makanan ringan (chip) yang diolah dengan teknologi penggoreng sistem
hampa udara (vaccum frier) (Engelen, 2013).
Keunikan yang dimiliki keripik buah adalah bahan bakunya yang berbeda
dari bahan baku lainnya. Namun, kendati ‘tidak lazim’, citarasa yang dimiliki
sangatlah istimewa, sehingga tidak mengherankan jika selain menjadi camilan
favorit, keripik buah juga bisa dijadikan lahan bisnis yang menggiurkan. Buah-
buahan yang biasa diproduksi menjadi keripik diantaranya apel, melon, nangka,
mangga, salak, dan semangka. Masing-masing diproduksi dengan perlakuan
‘istimewa’ karena proses penggorengannya menggunakan vacuum frying. Dengan
penggorengan vacuum, keripik yang dihasilkan lebih renyah dan nikmat, serta
nutrisinya tidak hilang karena digoreng pada suhu rendah (80-85ºC). Disamping
itu warna yang dihasilkan juga tidak berubah dan tidak gosong (Bisnisukm, 2013).
BAB IIIBAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di Laboratorium Keteknikan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan Juli -
Oktober 2013.
Bahan dan Alat
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Salak
2. Minyak Goreng
3. Air
Adapun alat-alat yang digunakan :
1. Alat penggoreng vakum (vacuum frying) tipe vacuum pump
2. Pisau
3. Sarung Tangan
4. Telenan
5. Ember / baskom
6. Timbangan
7. Kompor
8. Spinner
9. Termometer
10. Barometer
11. Stopwatch
12. Mikrometer sekrup
13. Alat tulis
14. Kalkulator
15. Oven
16. Kamera
17. Komputer
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi hasil penelitian
sebelumnya mengenai alat penggoreng vakum (vacuum frying) tipe vacuum pump
baik dari segi perancangan maupun pengujian, lalu studi literatur kepustakaan.
Setelah itu, dilakukan pengujian alat dan pengamatan parameter.
Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
untuk penelitian yaitu merancang bentuk dan ukuran alat penggoreng vakum
(vacuum frying) tipe vacuum pump dan disajikan dalam gambar teknik,
mempersiapkan peralatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam
penelitian, antara lain sebagai berikut:
1. Persiapan Alat
a. Komponen Alat Penggorengan
Alat penggorengan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
alat penggoreng vakum (vacuum frying) tipe vacuum pump buatan
mahasiswa Keteknikan Pertanian Angkatan 2008 (Agustami
Sitorus, STP.), Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan. Alat ini terdiri dari:
1. Wadah penggorengan
2. Pompa Vakum
3. Kondensor
b. Komponen alat peniris (spinner), sebagai peniris minyak setelah
penggorengan
2. Persiapan Bahan
Bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah salak yang
diperoleh dari pasar tradisional yang ada di kota Medan.
Prosedur Penelitian
1. Dipilih buah salak yang bermutu baik dengan syarat dalam keadaan segar,
berbau khas salak, dan diusahakan tidak memiliki cacat di bagian kulit
(kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit dan tidak mempengaruhi kualitas
isi buah).
2. Dikupas buah salak.
3. Dipisahkan biji buah salak dari dagingnya.
4. Ditimbang bahan yang akan dijadikan keripik salak.
5. Dibekukan salak yang akan dijadikan keripik selama satu malam
6. Dimasukkan air ke dalam wadah kondensor dan bak air.
7. Dimasukkan minyak goreng ke dalam wadah penggorengan.
8. Dimasukkan bahan ke dalam keranjang penggorengan dan ditutup rapat
dalam wadah penggorengan.
9. Dihidupkan kompor hingga suhu dalam wadah penggorengan mencapai
70oC.
10. Dihidupkan pompa vakum hingga di dalam wadah penggorengan hingga
bertekanan -70 mmHg.
11. Diturunkan keranjang penggorengan sesudah suhu penggorengan
mencapai 70oC.
12. Dibiarkan terjadi proses penggorengan hingga keripik matang dan proses
diatas diulang untuk parameter suhu berikutnya untuk suhu 85oC dan 95oC.
13. Dimatikan pompa vakum dan kompor serta diangkat keranjang
penggorengan.
14. Dibuka katup udara pada tutup wadah penggorengan secara perlahan.
15. Dibuka tutup wadah penggorengan.
16. Diangkat keripik yang telah selesai digoreng.
17. Ditiriskan keripik yang telah digoreng dengan alat peniris (spinner).
18. Ditimbang keripik yang diperoleh.
19. Dilakukan pengamatan parameter.
Parameter Penelitian
1. Kehilangan minyak
Kehilangan minyak adalah selisih berat keripik yang digoreng
sebelum ditiriskan dengan yang sudah ditiriskan. Kehilangan minyak
diperoleh dengan menimbang keripik yang telah selesai digoreng dengan
alat penggoreng vakum sebelum ditiriskan, kemudian setelah ditiriskan
ditimbang kembali. Lalu dimasukkan ke dalam rumus:
Kehilangan Minyak = A – B
Dimana:
A = Berat keripik sebelum ditiriskan
B = Berat keripik setelah ditiriskan.
2. Kadar air
Kadar air bahan menunjukka n banyaknya kandungan air per satuan
bobot bahan. Kadar air dihitung dengan cara mengambil sampel 5 gr tiap
perlakuan di dalam aluminium foil yang telah diketahui berat
kosongnya. Kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu
105oC selama 4 jam atau sampai beratnya konstan. Kemudian
didinginkan lalu ditimbang berat akhirnya. Kadar air kemudian dihitung
menggunakan rumus:
Kadar Air=Berat Awal (kg )−Berat Akhir(kg)
Berat Akhir(kg)×100 %
3. Uji organoleptik
Uji organoleptik digunakan sebagai parameter penelitian ini untuk
menguji kualitas penggorengan keripik salak yang meliputi uji keadaan
hasil penggorengan secara fisik yaitu uji bau, rasa, dan warna. Sesuai
standard SNI, untuk keripik uji jalar memiliki standard mutu secara uji
keadaan (indrawi) yakni:
1. Bau : Normal
2. Rasa : Khas
3. Warna : Normal
4. Tekstur : Renyah
(SNI, 1996).