Post on 06-Nov-2020
PROFIL PERTUMBUHAN KALUS DAUN LEMBAGA BIJI
TANAMAN JATROPHA CURCAS PADA MEDIA WHITE
DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KULTUR
JARINGAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Christophorus Aditya Nugraha
NIM: 028114135
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Pergilah ke Rakyat, mulailah dari apa yang mereka punya, bekerjalah bersama mereka,
hasilkanlah sesuatu yang berguna bagi mereka, dan apabila mereka sudah mendapatkan atas apa
yang mereka butuhkan, biarlah mereka yang berkata : “kami sudah bekerja dan menghasilkan
sesuatu bagi kami”
(Mao Tse) “Jika anda berpikir ke depan, taburlah benih. Jika
anda berpikir 10 tahun ke depan, tanamlah sebatang pohon. Jika anda berpikir 100 tahun ke
depan, didiklah Rakyat.”
(Kuan Tsu)
”Sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk
Aku.” Sebab, Iman tanpa perbuatan itu kosong.
(Mat 25:45)
^âÑxÜáxÅut{~tÇ ~tÜçt~â |Ç| àxÜâÇàâ~M
UtÑt~ wtÇ \uâ áxutzt| àtÇwt ~tá|{ wtÇ ut~à|~âA ^xwât tw|~~â? Utçâ wtÇ gÉÑtÇ tàtá áxztÄtÇçtA
ctÜt át{tutà çtÇz àxÜ~tá|{A TÄÅtÅtàxÜ~âA
UtÇzát wtÇ axztÜt~â.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) di Indonesia saat ini masih belum
digunakan secara luas untuk bahan pengobatan. Masyarakat Indonesia sering menggunakan tanaman ini sebagai antiseptik, laksatif dan purgatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang golongan terpenoid antara kalus hasil budidaya in-vitro dengan biji dari tanaman asalnya.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif dengan rancangan acak lengkap pola searah. Eksplan yang berasal dari daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas ini ditumbuhkan pada media White dengan penambahan zat pangatur tumbuh yakni Naphthaleneacetic acid (NAA) : Benzylaminopurine (BAP) (2:2). Pengamatan dilakukan terhadap waktu inisiasi kalus, ukuran bobot kalus basah awal dan akhir, grafik pertumbuhan dan hasil KLT kalus dengan biji tanaman asalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus pada media White dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2 : 2 (NAA : BAP) yakni 4 hari. Pada hari ke-20 terjadi pertumbuhan maksimum kalus dimana hal ini juga memperlihatkan fase stasioner. Kandungan air dalam kalus menunjukkan peningkatan saat waktu tanam dan mulai tetap pada hari ke-4 hingga ke-32. Kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman Jatropha curcas memiliki bercak kromatografi lapis tipis yang sama dengan biji tanaman asalnya dengan menggunakan teknik multiple elution sebanyak 3 kali dengan harga Rf pada kalus sebesar 0,275. Kata kunci : Jatropha curcas, kalus, kultur jaringan.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
In Indonesia, at present “jarak pagar” (Jatropha curcas) still widely used as a medicine yet. Indonesian people used this plant as an antiseptic, lacsative and also purgative. The goal of this research is to get some information about the comparison of terpenoid between callus from in-vitro cultivation and seed from the original plant. This research was a non-experimental descriptive observation using complete randomly arrangement. And then, the explant from cotyledon of Jatropha curcas seed was planted at White medium with concentration of growth hormone 2: 2 for Naphthalene acetic acid: Benzylaminopurine. The variable of observation for this research are time of initiate callus, weight of callus after planted and after harvest and also Thin Layer Chromatography profile of callus and seed from the plant. The result shows that the time of initiate callus in White medium with the concentration of NAA and BAP (2: 2) are 4 days. At the 20th day there was maximum growth of callus, and it means the stationer phase. The callus water contains get increased when planting and then get stationer from day 4th till 32nd days. The callus from cotyledon of Jatropha curcas has Thin Layer Chromatography spot which is similar with the seed from the plant using multiple elution technique at 3 times with Rf about 0,275. Keyword : Jatropha curcas, callus, tissue culture.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih ke Hadirat Sang Pencipta atas segala rahmat
tuntunan dan pendampingan serta kasih yang telah dilimpahkan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Pertumbuhan
Kalus Daun Lembaga Biji Tanaman Jatropha Curcas Pada Media White
Dengan Menggunakan Teknik Kultur Jaringan” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi.
Penelitian hingga tahap penulisan skripsi ini tidak akan dapat selesai,
tanpa bantuan serta doa dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Keluarga besar terutama BAPAK dan IBU atas segala doa, nasehat dan
pengorbanannya yang telah mendorong dan menyemangati. Bayu dan Topan
atas doa, pengertian, bantuan dan selalu mengingatkan hingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan banyak masukan
pengetahuan, kesabaran dan diskusi dalam membimbing selama penelitian dan
penulisan skripsi ini.
3. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah
bersedia menguji dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah
bersedia menguji dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Seluruh dosen (khususnya Bpk. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Bpk Dr. Sabikis
dan Bpk Dr. Pudjono, S.U., Apt.) dan karyawan (terutama Bpk Kasiran)
Fakultas Farmasi atas bimbingan selama 4 tahun ini.
6. Seluruh laboran Fakultas Farmasi, terutama laboran Laboratorium Biologi
(Mas Sigit, Mas Wagiran, Mas Andri dan Mas Sarwanto) atas segala bantuan
dan dukungannya selama ini.
7. Teman-teman seperjuangan yang penelitiannya di Laboratorium Kultur
Jaringan (Pak Eko, Vicky, Dony, Melisa dan Ancol). Vero, Mina, Ratna dan
Christin yang telah bersedia membagikan pengetahuan selama penelitian
8. Tjun Liong S.Farm., dan Valentino Dhiyu Asmoro, S.Farm., yang telah ambil
bagian dalam proses dan dinamika melalui diskusi dan debat selama di
Fakultas Farmasi serta seluruh teman-teman kelompok E angkatan 2002 atas
kebersamaan dan bekerjasamanya dalam segala hal dan teman-teman kelas C
yang lain.
9. Sahabat dan teman yang selalu mengingatkan dan mengajarkan arti
kedewasaan dan perjuangan. Heni (atas segala dukungan, perhatian dan kasih
sayang serta telah memberi “warna dan rasa” hidupku). Tedy, Mbatu, Okhi
dan Yoyo (yang telah mengajariku arti sebuah perjuangan untuk berbuat bagi
sesama). Teman-teman BEMU 2005, Insadha 2004 dan seluruh civitas
akademika Universitas Sanata Dharma (yang telah mendewasakanku untuk
mengerti apa arti sebuah kepemimpinan), Bayu, Sumin, Bani, Felix dan Ibu
Bapak kost (yang telah bersedia berbagi keceriaan selama berada di kost).
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10. Bangsa dan Negara Republik Indonesia atas keindahan alam, keanekaragaman
hayati dan masyarakat yang plural serta para Pahlawan Nasional (Bung Karno,
Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka, Rm. Magunwijaya dll) yang telah
memberikan inspirasi bagiku.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung,
membantu dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Hyang Maha Kuasa selalu memberikan dan membalas rahmat kasih,
kebaikan dan ketulusan yang telah dirasakan penulis selama ini.
Dalam penelitian dan penulisan Skripsi ini masih banyak kekurangan yang
masih harus diperbaiki. Maka dari itu, penulis masih mengharapkan banyak
masukan saran dan kritik demi kesempurnaan karya skripsi ini sehingga dapat
lebih bermanfaat bagi masyarakat luas.
Yogyakarta, 10 Februari 2007
Penulis.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………. v
INTISARI…………………………………………………………................... vi
ABSTRACT……………………………………………………………………. vii
KATA PENGANTAR…………………………………………….................... viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... xvi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. xvii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xviii
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang……………………………………………......................... 1
B. Permasalahan…………………………………………………................... 2
C. Keaslian Penelitian…………………………………………….................. 3
D. Manfaat Penelitian……………………………………………................... 3
E. Tujuan Penelitian…………………………………………......................... 4
BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA
A. Tanaman Jatropha curcas………………………………………………... 5
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Nama daerah……………………………………………………………… 5
2. Nama ilmiah……………………………………………………………… 5
3. Morfologi………………………………………………………………… 5
4. Kandungan kimia…………………………………………….................... 7
5. Khasiat dan Kegunaan……………………………………….................... 8
B. Terpenoid ………………………………………………………………... 10
C. Kultur Jaringan Tanaman…………………………………………………12
1. Kultur jaringan…………………………………………………………… 12
2. Kalus………………………………………………………....................... 14
3. Eksplan………………………………………………………………….... 15
4. Menabur eksplan…………………………………………………………. 16
5. Sub kultur…………………………………………………........................ 18
6. Pertumbuhan kalus……………………………………………………….. 18
D. Media Kultur Jaringan……………………………………………………. 19
1. Unsur makro………………………………………………….................... 20
2. Unsur mikro……………………………………………………………… 21
3. Vitamin………………………………………………………................... 22
4. Zat pengatur tumbuh dan hormon......…………………………................. 23
5. Bahan pemadat media…………………………………………................. 25
6. Sukrosa………………………………………………………………….... 26
7. Lingkungan……………………………………………………................. 26
E. Sterilisasi ……………………………………………………................... 28
F. Kromatografi Lapis Tipis………………………………………………... 31
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Fase diam………………………………………………………………… 32
2. Fase gerak………………………………………………………………... 33
3. Penempatan cuplikan………………………………………….................. 33
4. Elusi……………………………………………………………………… 34
5. Deteksi…………………………………………………………………… 34
6. Penilaian kromatografi…..…………………………………….................. 35
G. Keterangan Empiris.……………………………………………………… 37
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………. 38
B. Definisi Operasional….………………………………………………….. 38
C. Bahan dan Alat……….………………………………………………….. 39
1. Bahan…………………………………………………………………….. 39
2. Alat……………………………………………………………................. 41
D. Tata Cara Penelitian….………………………………………………….. 42
1. Determinasi tanaman…………………………………………………….. 42
2. Pemilihan eksplan………………………………………………………... 42
3. Pengumpulan bahan……………………………………………………… 42
4. Pembuatan stok…………………………………………………………... 43
5. Pembuatan media……………………………………………………….... 44
6. Sterilisasi…………………………………………………………………. 45
7. Penanaman eksplan……………………………………………………..... 46
8. Inisiasi kalus…………………………………………………………….... 47
9. Subkultur…………………………………………………………………. 47
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10. Pemanenan kalus…………………………………………………………. 48
11. Analisis pertumbuhan kalus…………………………………………….... 48
12. Pembuatan serbuk………………………………………………………... 49
13. Uji KLT ekstrak kalus daun lembaga dan biji tanaman Jatropha curcas.. 50
E. Analisis Hasil…………………………………………………………….. 51
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Jatropha curcas…...……………………………… 52
B. Penentuan Eksplan………………………………………………………... 52
C. Waktu Inisiasi Kalus..…………………………………………………….. 55
D. Deskripsi Kalus………………………………………………………….... 57
E. Subkultur………………………………………………………………….. 59
F. Analisis Profil Pertumbuhan Kalus……………………………………….. 60
1. Pola pertumbuhan kalus…………………………………………………... 60
2. Persen kadar air...………………………………………………………..... 62
G. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk…………………………………….... 64
H. Kromatografi Lapis Tipis………………………………………………..... 66
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……………………………………………………………….. 76
B. Saran…………………………………………………………………........ 76
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………........ 78
LAMPIRAN…………………………………………………………………... 81
BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………... 89
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak
n-hexane : aseton : methanol (80:15:5) dan fase diam silika
gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5%
di semprot dengan reagen vanillin-sulfat........................................ 70
Tabel II. Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak
n-hexane : aseton : methanol (80:15:5) dan fase diam silika
gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5%
di semprot dengan reagen antimon-triklorida ................................ 72
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Foto pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu………………. 58
Gambar 2. Pola pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu……………….. 60
Gambar 3. Persen kadar air………..……………………………………... 63
Gambar 4. Struktur isoprene……………………………………………... 68
Gambar 5. Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah
di semprot dengan reagen vanillin-sulfat…………………….. 74
Gambar 6. Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah
di semprot dengan reagen antimon-triklorida………………... 75
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat determinasi tanaman…………….………………….….. 81
Lampiran 2. Foto-foto hasil penelitian……………………………….……. 82
Lampiran 3. Komposisi media white………………………………….….... 86
Lampiran 4. Hasil penimbangan pemanenan kalus dari hari ke hari............. 87
Lampiran 5. Persen kadar air......................................................................... 88
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian besar penelitian untuk
mengeksplorasi budidaya tanaman Jatropha curcas khususnya dengan
menggunakan metode kultur jaringan. Pengembangan budidaya tanaman Jatropha
curcas ini dilakukan dalam rangka penggunaannya sebagai tanaman obat.
Jatropha curcas berpotensi menghasilkan jenis metabolit sekunder yang
bermanfaat dalam bidang farmasi salah satunya yakni terpenoid yang dapat
digunakan sebagai bahan anti-bakteri (Roberto Can Aké, dkk, 2004). Masyarakat
Indonesia biasanya menggunakan daun tanaman ini untuk penyakit eksim, jamur
dan mencegah masuk angin bagi bayi.
Untuk membudidayakan kalus tanaman Jatropha curcas yang nantinya
dapat menghasilkan terpenoid yang diharapkan, maka digunakan dua macam ZPT
yakni Naphthaleneacetic acid (NAA) dan Benzylaminopurine (BAP) merupakan
golongan hormon sintetis (zat pengatur tumbuh) dimana NAA mempunyai fungsi
untuk menginisiasi dan BAP untuk mendorong pertumbuhan kalus. NAA
merupakan golongan ZPT auksin sedangkan BAP adalah golongan ZPT sitokinin.
NAA dan BAP mempunyai kelebihan dibandingkan dengan ZPT golongan auksin
dan sitokinin yang lain, diantaranya yaitu NAA dan BAP relatif tahan terhadap
pemanasan terutama saat proses sterilisasi media, sifat kimia NAA dan BAP stabil
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
terhadap penguraian yang dilakukan oleh enzim-enzim yang dikeluarkan oleh sel
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Profil pertumbuhan kalus merupakan salah satu parameter untuk
mengetahui fase pertumbuhan dari kalus yang sedang dikulturkan yakni fase lag,
eksponensial dan penuaan (George dan Sherrington, 1984). Pengolahan kultur
kalus dengan menggunakan sistem bioreaktor memerlukan profil pertumbuhan
kalus untuk mengetahui waktu yang tepat saat pemanenan ataupun penggantian
media kultur sehingga metabolit sekunder yang dihasilkanpun dalam keadaan
optimal (Misawa, M., 1994). Dalam dunia kefarmasian, teknik kultur jaringan
sangat bermanfaat dalam produksi metabolit sekunder yang bernilai ekonomi
dengan cara mengambil metabolit sekunder yang dihasilkan dengan melakukan
pada suatu bioreaktor dimana sistem ini dapat menghasilkan sejumlah besar
metabolit sekunder dalam waktu yang singkat (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Biji tanaman ini mengandung banyak terpenoid (Sinaga, 2005) sehingga
daun lembaga biji digunakan sebagai eksplan untuk dikembangkan secara kultur
jaringan. Media White merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-
garam mineral yang rendah dimana tanaman berkayu lebih suka media yang
berkonsentrasi rendah (Rao dan Lee cit Katuuk, 1979).
B. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah potongan daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dapat
membentuk kalus dengan teknik kultur jaringan ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
2. Seperti apakah profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji tanaman
Jatropha curcas dalam media White dengan konsentrasi tertentu
Naphthaleneacetic acid (NAA) dan Benzylaminopurine (BAP) ?
3. Apakah kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman Jatropha curcas
mengandung golongan terpenoid yang sama dengan biji tanaman asalnya?
C. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan peneliti hingga penelitian ini disusun, belum ada
penelitian tentang profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji tanaman
Jatropha curcas L. pada media White dengan menggunakan teknik kultur
jaringan.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan hasilnya dapat membantu
pengembangan ilmu farmasi khususnya mengenai kultur kalus daun lembaga dari
biji tanaman Jatropha curcas untuk menghasilkan metabolit sekunder yang
diinginkan yakni golongan terpenoid.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana informasi untuk
memproduksi metabolit sekunder daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas
secara cepat dan efisien dengan menggunakan teknik kultur jaringan yakni dengan
menggunakan sistem bioreaktor.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan teknik kultur jaringan
pada daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas.
2. Tujuan khusus
Berdasarkan pada latar belakang dan permasalahan yang ada, maka tujuan
dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui bahwa daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dapat
membentuk kalus dengan teknik kultur jaringan.
b. Mengetahui bentuk profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji tanaman
Jatropha curcas dalam media White dengan konsentrasi tertentu
Naphthaleneacetic acid (NAA) dan Benzylaminopurine (BAP)
c. Membandingkan hasil KLT kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman
Jatropha curcas dengan biji tanaman asalnya untuk mengetahui kesamaan
kandungan golongan terpenoidnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman Jatropha curcas L.
1. Nama daerah
Nawaih nawas (Aceh); Jarak kosta (Melayu); Jirak (Minangkabau); Jarak
gundul, Jarak iri, Jarak pager, Jarak cina (Jawa); Bintalo (Gorontalo); Bindalo
(Buwol, Sulawesi); Malate, Maka male (Seram) (Sinaga, 2005).
2. Nama ilmiah
Tanaman Jatropha curcas termasuk dalam familia Euphorbiacea. Genus
dari tanaman ini adalah Jatropha L. (Anonim, 2005a).
3. Morfologi
Jatropha curcas sangat baik untuk beradaptasi pada daerah dengan
kondisi yang kering atau kurang subur. Pertumbuhan Jatropha curcas yang baik
justru pada daerah yang panas yaitu pada daerah tropis. Jatropha curcas ini
mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim dan tidak sensitif
terhadap lama waktu penyinaran matahari. Tanaman ini merupakan spesies yang
sangat mudah untuk beradaptasi, namun ketangguhan tanaman ini berasal dari
kemampuannya untuk dapat tumbuh pada lahan kritis dan kondisi iklim yang
kering (Anonim, 2005a).
Tanaman Jatropha curcas merupakan tanaman perdu atau pohon kecil,
bercabang-cabang tidak teratur, tinggi sekitar 1–7 meter. Batangnya berkayu,
silindris, bercabang, berkulit licin, memiliki tonjolan-tonjolan bekas tangkai daun
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
yang gugur. Bila dipatah-patahkan atau terluka, batangnya akan mengeluarkan
getah putih, kental dan agak keruh (Sinaga, 2005).
Tanaman ini merupakan tanaman berdaun tunggal, tersebar di sepanjang
batang. Permukaan atas dan bawah daun berwarna hijau, tetapi permukaan bawah
lebih pucat dari permukaan atas. Daun lebar, berbentuk jantung atau bulat telur
melebar, dengan panjang dan lebar hampir sama, yaitu sekitar 5–15 cm. Helai
daun bertoreh, berlekuk bersudut 3 atau 5. Pangkal daun berlekuk dan ujung dari
pangkal daun meruncing. Tulang daun menjari dengan 5–7 tulang utama. Tangkai
daun panjang, sekitar 4–15 cm (Sinaga, 2005).
Tanaman ini mempunyai bunga majemuk bentuk malai, berwarna kuning
kehijauan, berkelamin tunggal, berumah satu. Baik bunga jantan maupun betina
Jatropha curcas ini tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di ujung
batang atau di ketiak daun. Jatropha curcas memiliki bunga dengan kelopak 5
buah berbentuk bulat telur, panjang sekitar 4 mm. Benang sari dari tanaman
Jatropha curcas mengelompok pada pangkal, warna kuning. Jatropha curcas
pada tangkai putik berukuran pendek berwarna hijau, dan kepala putik
melengkung keluar berwarna kuning. Mahkota pada putik Jatropha curcas
berjumlah 5 buah, berwarna agak keunguan (Sinaga, 2005).
Buah Jatropha curcas ini berupa buah kotak berbentuk bulat telur,
diameter 2–4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika sudah
masak. Buah tanaman ini terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi
satu biji (Sinaga, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Ketika biji Jatropha curcas sudah masak ditandai dengan adanya
perubahan warna dari hijau menjadi kuning, sekitar 2 hingga 4 bulan dari masa
fertilisasi. Lapisan kulit yang tipis hitam tersebut didalamnya terdapat biji
Jatropha curcas (Anonim, 2005b), tiap buah terdapat 3 biji, berbentuk elips,
ruang biji berbentuk segitiga elips, 1.5-2 x 1-1.1 cm (Anonim, 2005a). Biji
berbentuk bulat telur memanjang agak bengkok. Sisi cekung dibagi dua di tengah
oleh rafe. Panjang 1.5 cm sampai 2 cm, diameter 10 mm hingga 12 mm. Pada
pangkal biji terdapat tonjolan seperti karunkula. Kulit luar biji (testa) agak rapuh,
warna hitam, tidak rata, agak kasar. Kulit dalam (tegmen) berwarna putih, tipis
berkerut dan beralur-alur. Inti biji berwarna putih sampai kekuning-kuningan.
Lembaga berupa selaput tipis yang lebar, terdapat di antara keping biji (Anonim,
1995a).
4. Kandungan kimia
Pada genus Jatropha secara keseluruhan mempunyai senyawa metabolit
sekunder lainnya yakni lignan, diterpen, triterpen dan peptida siklik (Roberto et
all, 2004). Tanaman Jatropha curcas mengandung bahan kimia diantaranya
triakontranol, kaempesterol, stigmasterol, iteksin, dan asam sianida (HCN). Pada
daun tanaman ini mengandung saponin, flavonoida, tannin, terpenoid dan
senyawa polifenol. Sedangkan batang tanaman ini mengandung sponin,
flavonoida, tannin dan senyawa–senyawa polifenol. Getah Jatropha curcas
mengandung tannin 11–18 persen. Pada bagian biji tanaman Jatropha curcas
mengandung berbagai senyawa alkaloid, saponin, terpenoid dan sejenis protein
beracun yang disebut kursin (Sinaga, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
5. Khasiat dan kegunaan
Berdasarkan jurnal yang diacu dalam penelitian ini dikatakan bahwa
terpenoid yang berasal dari daun dan akar tanaman jarak dapat digunakan sebagai
bahan anti-bakteri (Roberto Can Aké, dkk, 2004). Bagian dari akar, batang, daun
dan buah dari tanaman ini sudah digunakan secara luas pada pengobatan
tradisional di banyak daerah belahan Afrika barat. Biji dari Jatropha curcas sudah
digunakan sebagai bahan purgatif, anti-helmantik, dan baik digunakan untuk
mengatasi penyakit kulit, asam urat, ascites dan paralisis. Minyak dari biji
tanaman ini sudah digunakan sebagai bahan tambahan pada terapi penyakit
rematik, gatal-gatal dan penyakit parasit kulit serta terapi pada demam, jaundice
dan gonorrhoea, sebagai diuretik dan larutan penyegar mulut. Pada beberapa
daerah tertentu di Afrika, masyarakat mengunyah biji untuk mendapatkan efek
laksatif. Biji Jatropha curcas juga sudah mulai disarankan dalam pengobatan
sebagai bahan chemotherapeutic yang tersedia pada dosis non-letal (Adam, 1974).
Keadaan ini mungkin dilaporkan karena biji Jatropha curcas mempunyai aktivitas
anti-helmantik. Terdapat laporan dari Gabon bahwa 1-2 buah biji cukup untuk
mempunyai aktivitas sebagai bahan purgatif; bila dosis ditingkatkan maka dapat
mengakibatkan kematian (Anonim, 2003). Penyebab kematian diantaranya
disebabkan oleh adanya senyawa toksik yakni cursin dengan cara merusak
dinding pembuluh darah (Perry dan Metzger, 1980).
Getah dari Jatropha curcas diaplikasikan secara langsung pada luka dan
bahan pembalut luka serta sebagai bahan astrigen untuk membersihkan mulut,
gusi dan terapi luka pada lidah dan mulut. Di Nigeria batang digunakan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
cara dikunyah. Getah mempunyai daya antibiotik melawan Candida albicans,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pyrogens. Selain itu juga mempunyai efek sebagai bahan anti-
koagulasi pada darah (Anonim, 2005a). Getah dari Jatropha curcas mengandung
sebuah alkaloid yang dikenal dengan sebutan jatrophine, dimana dipercayai
mempunyai efek anti-kanker. Juga digunakan secara eksternal pada penyakit kulit
dan rematik serta luka terbuka pada daerah tertentu (Anonim, 2006b). Getah juga
digunakan secara topikal untuk bee dan wasp stings (Duke, 1983).
Ekstrak metanol dari daun Jatropha curcas menghasilkan perlindungan
pada kultur sel lymphoblastoid manusia melawan efek sitopatik dari plasma HIV.
Infusa daun digunakan sebagai bahan diuretik, untuk mandi, terapi batuk, dan
sebagai terapi konvulsan serta penangkal serangan penyakit. Daun juga digunakan
untuk terapi jaundice, demam, sakit rematik, cacingan dan pertumbuhan janin
yang buruk pada ibu hamil. Daun memproduksi getah yang mempunyai efek
haemostasis; daun ini digunakan untuk membungkus luka. Di Ghana, abu bakaran
daun diaplikasikan melalui injeksi rektal untuk terapi haemorrhoids (Anonim,
2005a).
Akar dari Jatropha curcas memperingan pembengkakkan akibat tetanus
dan rasa sakit akibat luka, disentri dan jaundice. Dilaporkan bahwa akar
digunakan sebagai bahan anti-bisa dari gigitan ular. Akar juga digunakan dalam
bentuk sediaan dekok yang mempunyai fungsi sebagai cairan penyegar mulut
yang biasanya dicampurkan pada permen karet dan pasta gigi. Selain itu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
digunakan untuk mengobati penyakit skabies, cacing pita dan eksim (Duke,
1983).
B. Terpenoid
Terpen merupakan senyawa hasil kondensasi linear asam asetat dengan
dua atom karbon. Asam asetat melalui berbagai cara akan menjadi asam malonat
yang akhirnya akan menjadi beberapa senyawa terpen. Senyawa ini banyak
terdapat dalam berbagai jenis tanaman sebagai komponen minyak atsiri. Terpen
merupakan senyawa hidrokarbon jenuh atau tidak jenuh dengan jumlah atom
karbon (C) kelipatan 5 (Soemarno cit. Mursyidi, 1990).
Menurut Soemarno (cit. Mursyidi, 1990), istilah terpen kemudian diganti
dengan terpenoid mengingat senyawa hidrokarbon tersebut mempunyai gugus
fungsional yang mengandung atom O dan diketahui bahwa biosintetik terpenoid
merupakan polimerisasi senyawa isopren. Terpenoid biasanya digolongkan
menjadi :
1. Monoterpenoid dengan jumlah atom C = 10.
2. Seskuiterpenoid dengan jumlah atom C = 15.
3. Diterpenoid dengan jumlah atom C = 20.
4. Sesterpenoid dengan jumlah atom C = 25.
5. Triterpenoid dengan jumlah atom C = 30.
6. Tetraterpenoid dengan jumlah atom C = 40.
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di
dalam sitoplasma sel tumbuhan. Kadang-kadang minyak atsiri terdapat di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
sel kelenjar khusus pada permukaan daun, sedangkan karotenoid terutama
berhubungan dengan kloroplas didalam daun dengan kromoplas di dalam daun
bunga (petal). Biasanya ekstraksi terpenoid dari jaringan tanaman dilakukan
dengan cara memakai petroleum eter, eter atau kloroform dan dapat dipisahkan
secara kromatografi pada silika gel atau alumina. Pemeriksaan golongan terpenoid
dilakukan dengan cara dilakukan penyemprotan dengan asam sulfat pekat dan
kemudian diteruskan dengan pemanasan (Harbone, 1987).
Banyak jenis macam terpenoid sudah diidentifikasi dan diketahui peran
aktif dalam berbagai macam tanaman. Sifat yang cukup kelihatan yaitu dalam
mengatur pertumbuhan. Dua dari golongan utama pengatur tumbuh ialah
seskuiterpenoid absisin dan giberelin yang mempunyai kerangka dasar
diterpenoid. Selain itu golongan karotenoid juga turut berperan bagi tanaman
yakni sebagai pigmen pembantu pada fotosintesis. Golongan terpenoid lain yang
turut membantu tanaman yakni mono- dan seskuiterpen dimana berfungsi untuk
memberi bau dan wangi khas yang sudah diketahui (Harbone, 1987).
Masih dalam dugaan bahwa terpenoid ini turut berperan pada antaraksi
antara tanaman dengan hewan, misalnya sebagai alat komunikasi dan pertahanan
pada serangga. Pada suatu terpenoid tertentu yang tidak mudah menguap telah
diimplikasikan sebagai hormon kelamin pada fungus (Harbone, 1987). Terpenoid
diminati untuk diteliti lebih jauh yakni untuk mengetahui sejauh mana peran
terpenoid sebagai pelindung terhadap serangga yang pada akhirnya dapat
dikembangkan sebagai bahan penolak serangga bagi manusia (Robinson, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Pada golongan diterpenoid, perhatian besar telah diberikan kepada
segolongan ester diterpenoid rumit yang diisolasi dari tanaman sekeluarga
Euphorbiaceae yang mempunyai aktivitas sebagai antimikrobial, anti tumor
karena efek sitotoksiknya (Roberto et all, 2004), antileukimia dan senyawa
pengiritasi kulit kuat yang pada akhirnya juga sangat bermanfaat sebagai bahan
penelitian sebagai kontrol positif terhadap proses iritasi kulit dan tentunya juga
tingkat iritasi ini telah di standarisasi terlebih dahulu (Robinson, 1991).
Manusia telah melakukan penelitian dan pengembangan terpenoid dalam
rangka untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat terutama digunakan
sebagai tanaman obat-obatan. Diantaranya telah menunjukkan berbagai macam
aktivitas fisiologis manusia yakni gangguan menstruasi, malaria, kerusakan hati,
fungisida, patukan ular, diabetes dan sebagainya (Robinson, 1991).
C. Kultur Jaringan Tanaman
1. Kultur jaringan
Jenis pembiakan secara vegetatif yang paling mutakhir dan terus
dikembangkan adalah kultur jaringan. Menurut Suryowinoto (1991) cit Katuuk
(1989), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel
cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah
sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur
jaringan adalah membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil
atau planlet yang mempunyai sifat seperti induknya dalam lingkungan aseptis.
Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel yang dikemukakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom
yaitu kemampuan tiap sel untuk tumbuh tanpa harus berdiferensiasi namun tiap
sel tadi secara otomatis terkarakterisasi untuk tumbuh menjadi organ baru bagi
tanaman; bahkan memiliki kemampuan totipotensi (Hendaryono dan Wijayani,
1994) yakni kemampuan tiap sel, darimana saja bagian sel itu diambil dan apabila
diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman
yang sempurna (Suryowinoto, 1991 cit Hendaryono dan Wijayani 1994). Kultur
jaringan merupakan salah satu jenis pembiakan vegetatif dan termasuk dalam
kultur in vitro (Katuuk, 1989).
Dari teori sel Schleiden dan Schwann, umumnya kemampuan totipotensi
ini lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang juvenil, muda, dan banyak
dijumpai pada daerah-daerah meristem tanaman (Santoso dan Nursandi, 2002).
Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan
mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan (Hendaryono dan Wijayani,
1994).
Macam-macam jenis kultur jaringan yang telah berkembang dan
digunakan secara luas saat ini antara lain : kultur meristem yaitu budidaya
jaringan dengan menggunakan eksplan dari jaringan muda atau meristem; kultur
pollen yaitu kultur jaringan dengan menggunakan eksplan dari pollen atau benang
sari; kultur protoplas yaitu kultur jaringan dengan menggunakan eksplan dari
protoplas, dimana protoplas itu sendiri yakni sel hidup yang telah dihilangkan
dinding selnya; kultur kloroplas yaitu kultur jaringan dengan menggunakan
kloroplas untuk keperluan fusi protoplas (memperbaiki sifat tanaman dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
membuat varietas baru); Silangan protoplas/fusi protoplas yaitu menyilangkan dua
macam protoplas menjadi satu, kemudian dibudidayakan sampai menjadi tanaman
kecil yang mempunyai sifat baru (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Budidaya meristem atau embrio bertujuan untuk menumbuhkan kalus dari
eksplan yang ditanam. Eksplan merupakan potongan jaringan atau organ yang
dikulturkan (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Katuuk, 1989 ).
Beberapa keunggulan pembiakan vegetatif melalui kultur jaringan adalah
dapat memperbanyak dengan cepat kultivar hibrida baru yang berasal dari satu sel
untuk kegunaan komersil, dapat menciptakan tanaman baru bebas dari penyakit
yang disebabkan oleh virus, dapat memperbanyak tanaman yang sukar
diperbanyak dengan memakai biji, dapat memperoleh tanaman induk yang sama
sifat genetiknya dalam jumlah yang banyak, dan dapat menghasilkan tanaman
baru sepanjang tahun (Katuuk, 1989).
2. Kalus
Kalus sebenarnya adalah proliferasi massa jaringan yang belum
terdiferensiasi. Massa sel ini terbentuk pada seluruh permukaan irisan eksplan,
sehingga semakin luas permukaan irisan eksplan semakin cepat dan semakin
banyak kalus yang terbentuk. Dengan pengambilan metabolit sekunder dari kalus,
biasanya malah dapat diperoleh kandungan lain yang lebih banyak jenisnya,
karena seringkali timbul zat-zat terpenoid atau persenyawaan-persenyawaan
lainnya yang sangat berguna khususnya dalam bidang pengobatan (Hendaryono
dan Wijayani, 1994). Teknik kultur jaringan dicirikan oleh kondisi kultur aseptik,
penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Pengatur Tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya
terkontrol (Yustina, 2003).
Kumpulan sel pada kalus ini belum diketahui jelas apa fungsinya. Kalus
yang terbentuk ini diharapkan terjadi morfogenesis dengan cara pengkulturan
yang berulang-ulang dari media lama ke media yang baru. Teknik pemindahan
eksplan ini disebut subkultur (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Katuuk, 1989).
Benzilaminopurin (kelompok sitokinin) dan Naftalen Asam Asetat
(kelompok auksin sintesis) merupakan dua kelompok ZPT yang sering
ditambahkan dalam media kultur. Penggunaan bersama kedua jenis ZPT ini dapat
memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Kombinasi ZPT
antara sitokinin group dengan auksin group dengan metode Mohr merupakan
kunci keberhasilan dalam kultur jaringan. Metode ini bertujuan untuk mengetahui
berapa dosis kombinasi ZPT auksin dan sitokinin yang dapat memberikan
pertumbuhan yang paling baik terhadap eksplan yang digunakan (Hendaryono dan
Wijayani, 1994).
3. Eksplan
Eksplan adalah bagian tanaman yang sesuai, yang kemudian dijadikan
semacam benih untuk membentuk pertumbuhan selanjutnya (Wetherell, 1982).
Besarnya ukuran eksplan yang ditanam dalam beberapa kasus menentukan
terbentuknya kalus atau tidak. Eksplan yang berukuran kecil akan cenderung
kalus, sedangkan eksplan yang ukurannya lebih besar potensial untuk
bermorfogenesis (Bionde dan Thorpe, 1981).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Menurut Soegihardjo (1990), bahan eksplan dapat dipilih sebagai berikut
dengan tumbuhan yang dimaksud :
a. Gymnospermae : tunas kecambah steril atau bagian floem
b. Graminal : lembaga, mesokotil, akar atau bagian batang
c. Dicotyledoneae : kecambah steril (akar, hipokotil, keping biji), batang, umbi
dan daun
d. Zingiberaceae dapat digunakan rimpang muda yang bertunas atau biji.
Menurut George dan Sherington (1984), semakin besar eksplan yang
digunakan maka semakin besar kemungkinan eksplan akan terkontaminasi oleh
mikroorganisme. Oleh karena itu perlu dicari ukuran eksplan yang minimun dan
efektif. Eksplan yang terlalu kecil tidak akan tumbuh secepat eksplan yang
ukurannya terlalu besar. Biasanya eksplan yang terlalu kecil daya tahannya
kurang. Ukuran yang paling baik adalah jika sel berjumlah sekitar 20.000-25.000
buah (Thorpe cit. Katuuk, 1989).
Macam eksplan, ukuran, umur dan cara pembudidayaan akan
mempengaruhi berhasil tidaknya kultur jaringan tanaman dan apakah
morfogenesis akan dapat diimbas dari kultur jaringan tanaman tersebut. Aturan
sederhana yang mungkin dapat digunakan sebagai pegangan adalah bahwa kita
harus menggunakan tanaman sumber eksplan yang sehat dan tumbuh kuat,
memilih jaringan yang muda dan menggunakan eksplan yang cukup besar
(Whetherell, 1982).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
4. Menabur eksplan
Menabur eksplan dilakukan didalam laminar air flow dengan kondisi
aseptik. Sebelum kita bekerja di dalam laminar air flow ini, semua perhiasan yang
digunakan seperti cincin, jam tangan dan sebagainya harus dilepas, dan tangan
harus dibasuh dahulu dengan alkohol 70%. Dalam menabur eksplan, pekerja harus
menggunakan masker penutup mulut atau hidung (Hendaryono dan Wijayani,
1994).
Penanaman eksplan atau penaburan eksplan dilakukan secara aseptik pada
media padat dan ditekan pelan-pelan agar terjadi persinggungan yang baik antara
eksplan dan media. Selanjutnya media ditutup dengan penutup botol media erat-
erat untuk mencegah penguapan dan inkubasi dilakukan ditempat gelap dengan
penyinaran pada suhu (25±3)0C (Dixon, 1985).
Untuk eksplan yang berupa daun diletakkan telungkup atau telentang,
tetapi berdasarkan pengalaman posisi terbaik adalah bagian dorsal menghadap ke
atas atau ditelungkupkan. Untuk batang atau tunas yang melekat di batang
(cabang) ditancapkan atau diletakkan horisontal. Eksplan yang berupa kepingan
atau irisan tipis dapat diletakkan sedemikian rupa sehingga bagian permukaan
yang luas melekat erat pada media (Soegihardjo, 1990).
Beberapa hari kemudian akan terbentuk kalus pada permukaan eksplan.
Terbentuknya kalus karena pembelahan sel yang cepat dari sel-sel tanaman. Kalus
juga terbentuk karena adanya luka dari bagian tanaman (George dan Sherrington,
1984).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
5. Subkultur
Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) sub kultur adalah usaha untuk
mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga
kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat dipenuhi.
Dengan pertumbuhan kalus pada tempat yang tertutup, lama kelamaan akan dapat
menyebabkan terjadinya akumulasi dari metabolit toksis serta dapat menyebabkan
pengeringan dalam media sehingga dapat pecah. Cara pemindahan dilakukan
dengan cara memindahkan kalus ke media baru (segar) dalam keadaan aseptik
(Soegihardjo, 1989).
Subkultur dilakukan setiap 4 minggu untuk media yang tersedia 30 ml.
Pada dasarnya pemindahan kalus sangat beragam tergantung dari kecepatan
pertumbuhan kalus (Soegihardjo, 1989).
6. Pertumbuhan kalus
Mulai dari waktu subkultur atau penaburan inokulum, ada tiga tahap
perkembangan dari kalus, yaitu induksi pembelahan sel, tahap pembelahan sel
aktif dan tahap pembelahan sel lambat atau sel berhenti membelah. Laju
pertumbuhan kalus biasanya ditetapkan secara kuantitatif dengan parameter
indeks pertumbuhan atau pertambahan bobot kalus basah. Pertambahan bobot
kalus basah merupakan selisih antara bobot kalus basah pada periode tertentu
dikurangi bobot kalus mula-mula atau bobot inokulum.
Selanjutnya dari kurva pertumbuhan kalus yang menyatakan hubungan
antara pertumbuhan bobot kalus basah dengan umur kalus dapat diketahui fase-
fase pertumbuhan kalus antara lain :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
a. fase lag, yaitu fase dimana belum terjadi pertumbuhan kalus secara nyata. Ini
terjadi beberapa waktu setelah kalus di subkultur serta merupakan masa
adaptasi kalus dengan media yang baru. Pada fase ini pertambahan bobot
kalus hanya sedikit dan hampir terlihat mendatar pada kurva.
b. fase eksponensial, yaitu fase dimana mulai terjadi pertumbuhan kalus.
Pertambahan bobot kalus mulai terlihat nyata dan diikuti fase linier dimana
pertumbuhan kalus terus menaik secara eksponensial seperti garis lurus ke atas
dan berhenti.
c. fase penuaan, yaitu fase dimana pertumbuhan kalus mulai menurun dan
menjadi berhenti. Kalus tidak dapat tahan hidup pada fase ini dalam waktu
yang lama. Sel-sel mulai mati media pertumbuhan kelebihan muatan dan
nutrien telah habis digunakan, sehingga kematian sel menjadi lebih cepat
(George dan Sherrington, 1984).
D. Media Kultur Jaringan
Nutrisi atau unsur- unsur yang dibutuhkan oleh jaringan tanaman
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a. Garam-garam anorganik yang dibedakan lagi menjadi dua, yaitu unsur makro
(unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar) dan unsur mikro (unsur yang
dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi harus tersedia).
Jenis- jenis yang termasuk unsur makro adalah Nitrogen, Fosfor, Kalium,
Sulfur, Kalsium, dan Magnesium. Sedangkan unsur mikro meliputi Klor,
Mangan, Besi, Tembaga, Seng, Bor, dan Molibdenum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
b. Garam- garam organik yang terdiri dari sukrosa, vitamin, dan zat pengatur
tumbuh (ZPT).
1. Unsur makro
Kegunaan masing-masing unsur makro yang diperlukan bagi tumbuhan
untuk dapat bertahan hidup dan mendukung pertumbuhannya akan dijabarkan
berikut ini :
a. nitrogen (N). Nitrogen berpengaruh dalam menaikkan daya tumbuh tanaman.
Unsur ini sangat penting dalam proses pembentukan klorofil, terpenoid, asam inti,
beberapa hormon tumbuhan serta asam amino. Bila tanaman kekurangan nitrogen,
akan terlihat pada warna daun yang ada yakni menguning, sedangkan bila terlalu
banyak menyebabkan perkembangan vegetatif akan lebih besar daripada
perkembangan buah. Sumber nitrogen pada media kultur berasal dari amonium
(NH4+) dan yang paling penting nitrat (NO3
-). Jumlah amonium yang digunakan
berkisar 2-8 mM sedang nitrat sekitar 25-40 mM.
b. fosfor (P). Dalam jaringan meristematik serta daerah yang cepat pertumbuhan
biasanya banyak terdapat fosfor. Terlalu banyak fosfor dalam media dapt
menghambat pertumbuhan eksplan. Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan
penyerapan unsur lainnya seperti seng (Zn), besi (Fe) dan tembaga (Cu). Sumber
fosfor dalam media diberikan dalam bentuk natrium hidrofosfat (NaH2PO4.H2O)
atau kalium hidrofosfat (KH2PO4).
c. potasium (K). Potas adalah unsur yang berguna untuk pembelahan sel, sintesa
karbohidrat dan protein, pembuatan klorofil serta untuk mereduksi nitrat. Potas
harus diberikan dalam media dengan konsentrasi 20 mM malah adakalanya dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
melebihi lagi. Bentuk ikatan potasium yang banyak digunakan dalam media kultur
yakni KNO3 dan KH2PO4.
d. magnesium (Mg). Magnesium adalah elemen utama dalam molekul klorofil.
Selain itu magnesium bekerja sebagai aktivator enzim. Dalam media kultur sering
diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.
e. belerang (S). Belerang terdapat dalam beberapa molekul protein, berguna
untuk perkembangan akar. Belerang diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O atau
{Ca(NO3)2.4H2O}.
2. Unsur mikro
Kegunaan masing-masing unsur mikro yang diperlukan bagi tumbuhan
untuk dapat bertahan hidup dan mendukung pertumbuhannya akan dijabarkan
berikut ini :
a. besi (Fe). Besi berperan dalam sintesis klorofil. Dalam media kultur zat besi
terlebih dahulu dicampurkan dengan EDTA (Asam Etilen Diamin Tetraasetik).
Zat besi tidak boleh dicampurkan secara langsung ke dalam media dikarenakan
sifat zat besi yang tidak mudah larut sehingga dapat menimbulkan endapan.
b. mangan (Mn). Pada tanaman yang tumbuh di tanah, kekurangan mangan dapat
menyebabkan klorotik (tanaman berwarna pucat) dan sering menunjukkan bintik-
bintik hitam yang tidak lain adalah kematian setempat. Dalam media kultur
jaringan, unsur ini berguna untuk membentuk membran kloroplas.
c. boron (B). Memegang peranan penting dalam perombakan gula. Media kultur
yang kekurangan boron dapat mengakibatkan sintesa sitokinin dalam media
terganggu. Bila kebanyakan boron dapat mengakibatkan tanaman mati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
d. seng (Zn). Seng merupakn unsur yang penting dalam pembentukan protoplas.
Tanaman yang berkecukupan seng mampu memproduksi auksin IAA endogenous.
e. kobalt (Co). Kegunaan kobalt dalam kultur jaringan adalah untuk
pembentukan asam inti dan juga untuk mengikat unsur nitrogen.
f. tembaga (Cu). Tembaga berperan dalam proses konversi energi.
g. yodium (I). Unsur yodium tidak terlalu diperlukan dalam media, namun sering
digunakan. Beberapa asam amino sering juga mengandung yodium.
h. molibdenum (Mo). Zat ini berguna dalam proses pengikatan nitrogen dari
atmosfer menjadi nitrat dengan bantuan bakteri pengikat N. Selain itu juga
berguna dalam proses pembentukan klorofil. Bila diberikan secara berlebihan
dapat merusakkan jaringan tanaman.
3. Vitamin
Walaupun dalam jumlah kecil, pemberian vitamin dalam media kultur
merupakan suatu keharusan lantaran tanaman yang dikulturkan tersebut belum
mampu untuk membuat vitaminnya sendiri. Adapun jenis vitamin yang sering
diberikan : thiamin HCl dimana berfungsi sebagai koenzim yang membantu daur
asam organik dalam proses respirasi; nicotinamida yaitu suatu koenzim yang
menjadi aktif dalam reaksi cahaya; myo-inositol adalah alkohol gula; asam
panthothenik adalah suatu jenis vitamin B yang bekerja aktif sebagai koenzim dan
berfungsi dalam metabolisme zat lemak; vitamin B6 adalah koenzim yang
membantu reaksi kimia dalam proses metabolisme; choline sebagai terpenoid
yang ada dalam vitamin B kompleks dan riboflavin dimana dikenal dengan
vitamin B2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
4. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dan hormon
Terdapat sebuah perbedaaan antara hormon dan zat pengatur tumbuh.
Moore (1989) (cit. Santoso dan Nursandi 2004) mencirikan atau membedakan zat
tersebut yakni :
a. hormon tanaman adalah senyawa organik dan bukan merupakan nutrisi yang
aktif dalam jumlah kecil (< 1mM) yang disintesis pada bagian tertentu, umumnya
ditranslokasikan ke bagian lain tanaman di mana senyawa tersebut menghasilkan
suatu respon secara biokimia, fisiologis dan morfologis.
b. zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik dan bukan merupakan
nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (<1 mM) mampu mendorong, menghambat
atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Selain dari zat makanan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diatur
oleh hormon tumbuh. Tidak semua sel yang dikulturkan dapat memproduksi
sendiri hormon pengatur tumbuhnya. Eksplan yang terlalu kecilpun juga belum
mampu untuk memproduksi hormon tumbuhnya. Berikut ini akan diberikan
keterangan mengenai beberapa zat pengatur tumbuh yang telah dikenal :
a. golongan auksin. Auksin merupakan hormon tumbuhan yang diproduksi
secara alamiah oleh tumbuhan. Pada pemberian auksin dengan kadar yang relatif
tinggi, kalus cenderung ke arah pembentukan primordia akar. Pengaruh auksin
terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat
meningkatkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan
permeabilitas sel terhadap air dan melunakkan dinding sel yang diikuti dengan
menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel disertai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dengan kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat
digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Hendaryono dan
Wijayani, 1994). Pengaruh auksin dalam mikropropagasi antara lain adalah untuk
menginduksi pertumbuhan kalus, pembentukan klorofil serta morfogenesis
(Katuuk, 1989). Mekanisme kerja dari auksin yang dapat merangsang
pertumbuhan yaitu auksin merangsang sekresi H+. Ion K+ diambil masuk ke
dalam sel untuk mengimbangi pengeluaran H+ yang menurunkan potensial air
dalam sel sehingga mengakibatkan pengembangan sel. Jenis auksin sintetik yang
sudah ada diantaranya NAA (a-naphtalene acetic acid), 2.4-D (2.4
Dichlorophenoxy acetic acid), IBA (3-indole butyric acid), PCPA (P-
chlorophenoxy acetic acid), IAA (3-indole acetic acid). IAA adalah juga hormon
tumbuhan yang disintesis oleh tumbuhan itu sendiri (hormon alami).
b. Sitokinin. Dalam alam terbuka, sitokinin diantaranya berfungsi mengatur
pertumbuhan melalui pembelahan sel, membantu mengawasi perkecambahan biji
dan menunda penuaan. Sedangkan pada kultur jaringan sitokinin berfungsi
mengatur pertumbuhan serta morphogenesis. Pemberian sitokinin dengan kadar
yang relatif tinggi, differensiasi kalus akan cenderung ke arah pembentukan
primordia batang atau tunas (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sitokinin
diproduksi didalam akar, namun demikian penambahan di dalam media masih
tetap diperlukan. Jika yang akan dikulturkan yakni akar, maka sebaiknya sitokinin
tidak ditambahkan. Sebaliknya apabila eksplan yang akan dikulturkan adalah
pucuk tunas dimana produksi sitokininnya sedikit, maka diperlukan penambahan
sitokinin di dalam media. Jenis auksin sintetik yang digunakan BAP (N6-benzyl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
amino purine), BA (benzyl adenin) dan FAP (N6-furfurylamino purine) (Katuuk,
1989).
5. Bahan pemadat media
Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat dimana eksplan tumbuh.
Media tanam sangat mutlak keberadaannya karena pada media ini terdapat semua
zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan (Hendaryono dan
Wijayani, 1994). Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan dengan
medianya, tetapi tidak boleh tenggelam sehingga aerasinya baik. Media tanam
tersebut dapat berbentuk cair atau padat. Pada media padat diperlukan bahan
pemadat media. Idealnya, bahan pemadat media harus dapat disterilkan dengan
autoklaf dan gel yang terbentuk ini tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim tanaman
serta tidak bereaksi dengan komponen media yang lainnya (Yusnita, 2003).
Zat pemadat media yang sering digunakan yakni berupa agar-agar. Agar
adalah berupa campuran polisakarida dari galaktosa yang diekstrak dari ganggang
laut. Umumnya dapat membentuk gel atau memadat pada suhu 40-450C dengan
titik cair 80-900C. Bentuk cair atau padat dari agar dapat bersifat balik (Yusnita,
2003). Menurut Katuuk (1989) agar memiliki sifat dapat mengikat air. Dengan
semakin tinggi konsentrasi dari agar tadi maka makin kuat dalam mengikat air.
Kepekatan agar yang terlalu tinggi mengakibatkan sulitnya bagi eksplan untuk
mengambil sumber hara yang terlarut dalam media. Kepekatan yang biasa
digunakan yaitu berkisar antara 0.6-0.8%. media yang kurang kadar garam dan
hormonnya akan lebih keras dibandingkan dengan media yang tinggi kadar garam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
dan hormonnya. Penggunaan agar biasanya sebanyak 8-10 g/l air suling
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
6. Sukrosa
Sukrosa adalah sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus
(Hendaryono dan Ari, 1994), karena dalam kondisi in-vitro tanaman tidak bersifat
autotrof. Hal ini disebabkan botol tempat tumbuh kultur bukan ditempat yang
ideal untuk mendukung proses pertumbuhan yakni proses fotosintesis karena
ditempatkan di tempat yang gelap (Pierik, 1987).
Konsentrasi sukrosa optimum yang sering digunakan dalam proses
pengkulturan berkisar 2-3% atau 20.000-30.000 mg/l (Yusnita, 2003). Tetapi
konsentrasi sukrosa ini juga tergantung pada tipe dan umur eksplan (Pierik, 1987).
7. Lingkungan
Bagi tanaman yang hidup in-vitro, 5 faktor lingkungan utama yang harus
dipenuhi ialah cahaya, suhu, pH, kelembaban dan wadah/botol kultur.
a. cahaya. Cahaya sangat penting bagi kehidupam mikroorganisme. Bagi tanaman
in-vitro cahaya berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang disebut
fotomorfogenesis. Sehubungan dengan fotosintesis, cahaya belum begitu terlalu
penting bagi kultur jaringan tanaman. Pertumbuhan sel kultur jaringan yang
teratur pada dasarnya tidak dihambat oleh cahaya, malah sebaliknya pembelahan
sel mula-mula pada eksplan serta pertumbuhan jaringan kalus acapkali
dihambat/dibatasi oleh persoalan cahaya.
b. suhu. Pada umumnya kultur jaringan memerlukan suhu sebesar 25-300C.
Namun untuk pertumbuhan optimum hal ini akan berbeda-beda pada tiap spesies
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
serta jenis eksperimen yang dilakukan. Suhu yang rendah dapat mempengaruhi
perkembangan embrio.
c. pH. Keasaman dan kebasan media juga merupakan faktor lingkungan eksplan
yang sangat menentukan. Pada umumnya pH yang paling disukai untuk
pertumbuhan sel adalah antara 5-6. Tetapi menurut penelitian dilaporkan bahwa
walaupun sudah diatur, pH akan turun sebanyak 0.5 sesudah autoklaf. Kultur
menjadi asam disebabkan oleh pembentukan asam-asam organik.
d. kelembaban. George dan Sherrington (1984) melaporkan bahwa dalam
penelitian Lane tentang kelembaban relatif, dia menemukan pertumbuhan tidak
normal yang menyebabkan matinya sel. Hal ini bisa terjadi bila kelembaban
dalam botol turun sampai 95%.
e. wadah/botol kultur. Ukuran wadah kultur biasanya juga mempengaruhi
pertumbuhan serta morfogenesis in-vitro. Hal ini barangkali disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi CO2 yang tersedia, etilen, gas lain yang berada dalam
wadah (Katuuk, 1989).
Beberapa media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan
nama penemunya, antara lain adalah :
a. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS) : digunakan untuk hampir semua
macam tanaman, terutama tanaman herbaceus. Media ini mempunyai konsentrasi
garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.
b. Medium dasar B5 atau Gamborg : digunakan untuk kultur susupensi sel
kedele, alfafa, dan legume lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
c. Medium dasar White : Medium ini merupakan medium dasar dengan
konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
d. Medium Vacin Went (VW) : digunakan khusus untuk medium anggrek.
e. Medium dasar Nitsch dan Nitsch : digunakan untuk kultur tepungsari (pollen)
dan kultur sel.
f. Medium dasar Schenk dan Hildebrandt : digunakan untuk kultur jaringan
tanaman monokotil.
g. Medium dasar Woody Plant Medium (WPM) : digunakan untuk tanaman yang
berkayu.
h. Medium dasar N6 : digunakan untuk tanaman serelia terutama padi
(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
E. Sterilisasi
Pekerjaan yang paling berat dalam kultur jaringan yakni menciptakan serta
memelihara kondisi aseptis. Jalan yang paling baik untuk mengatasi kehadiran
mikrobial adalah dengan menciptakan semua yang berhubungan dengan kegiatan
kultur jaringan bebas mikrobial, mulai dari material tanaman, perlengkapan,
lingkungan hingga pada cara kerja. Alat maupun teknik aseptik ada bermacam-
macam :
1. Sterilisasi basah
Cara sterilisasi panas basah adalah dengan menggunakan uap air. Alat yang
digunakan pada sterilisasi ini adalah autoklaf. Alat ini biasanya digunakan
untuk mensterilisasikan media, bahan dan instrumen yang digunakan selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
proses pengkulturan. Hampir semua mikroba mati sesudah diberi uap air
dengan suhu 1210C selama 10-20 menit. Lama sterilisasi ada aturannya yakni
media 20-75 ml selama 15-20 menit dengan suhu 1210C, media 75-500 ml
selama 20-25 menit dengan suhu 1210C, media 500-5000 ml selama 25-35
menit dengan suhu 1210C dan peralatan gelas/kertas selama 30 menit dengan
suhu 1300C. Manfaat mensterilkan dengan menggunakan autoklaf adalah
prosesnya cepat, sederhana serta sanggup membasmi virus tertentu. Namun
selain itu ada kekurangan yakni dapat menurunkan pH sekitar 0.3-0.5 unit,
dapat merusak substansi yang mudah menguap, bila pemanasan terlau tinggi
gula akan membatu sehingga dapat menjadi racun dalam media.
2. Sterilisasi panas kering
Untuk mensterilkan dengan suhu tinggi dan kering dipakai oven. Biasanya
oven digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang tidak mudah terbakar
misalnya bahan yang terbuat dari bahan gelas atau logam. Namun tidak semua
alat dari bahan logam harus disterilkan dengan cara ini, alat-alat seperti mata
pisau serta skapel tidak dapat disterilkan dengan cara ini sebab dapat merusak
ketajaman pisau/alat. Biasanya sterilisasi untuk suhu 1600C memerlukan
waktu 45 menit, 1700C selama 18 menit, 1800C selama 7.5 menit dan 1900C
selama 1.5 menit. Suhu harus selalu tetap di kontrol karena pada suhu 1700C
kertas mulai hancur.
3. Sterilisasi memakai nyala
Instrumen yang telah disterilkan dari oven, dikeluarkan dari bungkusnya
kemudian dicelup ke dalam alkohol 70% kemudian disterilkan lagi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
nyala, baru boleh dipakai. Setelah beberapa saat instrumen harus dicelupkan
ke dalam etanol kemudian dibakar. Perlakuan ini berjalan terus selama
kegiatan inokulasi yang berlangsung di dalam kotak transfer.
4. Ultra filtrasi
Beberapa komponen dalam media tanaman tidak stabil dan dapat terurai pada
suhu yang tinggi. Bahan itu meliputi protein, vitamin, asam amino serta sari
tanaman. Untuk sterilisasi, bahan ini ditapis dengan filter. Ayakan mempunyai
lobang dengan ukuran bermacam-macam 0.2-1.0 mikron. Hasil filtrasi
kemudian dituang dalam media.
5. Bahan kimia
Bahan kimia digunakan untuk membasmi mikrobial. Biasanya bahan kimia
yang digunakan hanya untuk mensterilkan bagian permukaan saja meliputi
material tanaman, instrumen, tangan pekerja serta ruangan/kotak transfer.
Bahan yang biasa dipakai :
a. Alkohol digunakan untuk mensterilkan material tanaman, instrumen,
permukaan ruang dan kotak kultur. Untuk material tanaman dipakai alkohol
tujuh puluh persen.
b. Kalsium hipoklorida (Ca(OCl)2) merupakan salah satu bahan pencuci yang
paling efektif dan kurang merusakkan jaringan.
c. H2O2 adalah bahan pencuci yang baik karena sifatnya yang mudah terurai,
sehingga material tanaman hanya dibilas satu kali saja.
d. Sublimat (HgCl2) adalah bahan yang sangat beracun baik bagi tanaman,
manusia dan hewan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
6. Cahaya
Ruang dan kotak transfer sukar untuk disterilkan hanya dengan menggosok
alkohol atau bahan kimia pada permukaan. Untuk itu dipakai lampu
germicidal dengan sinar ultraviolet. Keterbatasan menggunakan sinar
ultraviolet yakni untuk bagian yang tidak terkena cahaya maka tidak bisa
disterilisasi, sinar ultraviolet hanya mampu mematikan bentuk bakteri dan
jamur bukan untuk spora (Katuuk, 1989).
F. Kromatografi Lapis Tipis
Teknik identifikasi dan pemisahan senyawa fisikokimia yang paling
banyak dipakai adalah teknik kromatografi. Selain menggunakan teknik
kromatografi kertas (KKt), cara terbaik untuk memisahkan dan mengidentifikasi
senyawa fenol sederhana adalah dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Kelebihan
KLT adalah keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya (Harborne, 1987).
Senyawa fenol dideteksi setelah hidrolisis jaringan tanaman (segar atau
kering) dalam suasana asam, basa, atau setelah pemekatan ekstrak tanaman
(Harborne, 1987). Senyawa yang dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada fase
diam dalam bentuk bercak atau garis. Fase diam yang terdiri atas bahan butiran
halus, ditempatkan pada pelat penyangga gelas atau logam. Campuran akan
dipisahkan berupa larutan akan ditotolkan dan menghasilkan bercak. Fase diam
ini kemudian diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang sesuai (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
kapiler (pengembangan), dan bercak pemisahan dideteksi dengan pereaksi-
pereaksi yang lazim untuk senyawa yang dimaksud (Stahl, 1985).
1. Fase diam
Lapisan dibuat dari salah satu fase diam yang khusus digunakan untuk
kromatografi lapis tipis yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan. Dua sifat yang
penting dari fase diam adalah besar partikel serta homogenitasnya, karena adesi
terhadap penyokong sangat tergantung pada mereka. Partikel yang butirannya
sangat besar tidak akan memberikan hasil yang baik dan salah satu alasan untuk
menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan fase diam yang butirannya
halus. Sebelum digunakan lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab
serta bebas dari uap laboratorium (Sastrohamidjojo, 2002).
Kebanyakan fase diam yang digunakan adalah silika gel. Silika gel yang
digunakan kebanyakan diberi pengikat (binder), yang dimaksudkan untuk
memberi kekuatan pada lapisan, serta menambah adesi pada gelas penyokong.
Pengikat yang paling sering digunakan yaitu kalsium sulfat. Tetapi biasanya
dalam perdagangan, silika gel telah diberi pengikat dan diberikan nama dengan
kode silika gel G (Sastrohamidjojo, 2002).
Untuk memisahkan terpena berdasarkan jumlah ikatan rangkap ialah
menggunakan plat KLT silika gel yang waktu penyaputannya menggunakan
bubur silika gel yang dibuat dengan larutan 2.5% AgNO3 dalam air, sebagai
pengganti air (Harbone, 1987).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2. Fase gerak
Pada kromatografi lapis tipis, fase gerak biasanya terdiri dari atas satu atau
beberapa pelarut. Fase ini bergerak terhadap fase diam, yaitu suatu lapisan
berpori, karena ada gaya kapiler. Pelarut yang digunakan harus mempunyai
kualitas analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus
berupa suatu campuran sesederhana mungkin dengan maksimum tiga komponen
(Stahl, 1969).
Pada saat penggunaan fase gerak campuran beberapa pelarut organik
sebaiknya mempunyai kepolaran yang serendah mungkin. Salah satu alasan
penggunaan itu untuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran
pelarut. Pelarut mempunyai sifat kepolaran yang tinggi dalam campuran akan
mengakibatkan perubahan sistem menjadi sistem partisi dan campuran larutan
fase gerak dapat dikatakan baik jika dapat memberikan kekuatan bergerak sedang
(Sastrohamidjojo, 2002).
3. Penempatan cuplikan
Penotolan sampel pada kromatografi lapis tipis menggunakan alat
mikropipet berujung runcing. Pada penotolan sampel diusahakan sedekat mungkin
dengan lempeng. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan cuplikan sedapat
mungkin larutan yang mudah menguap dan mempunyai polaritas rendah. Garis
akhir dapat dibuat dengan menandai lapisan dengan jarak rambat fase gerak
sepuluh hingga lima belas sentimeter (Sastrohamidjojo, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
4. Elusi
Bila sampel telah ditotolkan, lapisan kemudian dimasukkan ke dalam
bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap pelarut fase
gerak yang digunakan. Lempeng fase diam dicelupkan dalam fase gerak sedalam
kira-kira 0.5-1.0 cm. Bejana kromatografi ditutup rapat untuk meyakinkan
homogenitas atmosfer dalam bejana, maka dinding dalam bejana dilapisi dengan
lembaran kertas saring yang ujungnya direndam dalam fase gerak
(Sastrohamidjojo, 2002).
Dalam kromatografi lapis tipis terdapat dua metode pengembangan yaitu :
a. Pengembangan sinambung, yakni membiarkan bagian atas lempeng menjulur
keluar melalui sebuah celah pada tutup bejana kromatografi. Bila fase gerak telah
mencapai celah itu maka akan terjadi penguapan yang sinambung, mengakibatkan
aliran pelarut yang tetap pada lempeng (Anonim, 1995b).
b. Pengembangan berulang, yakni setelah dilakukan pengembangan kemudian
dikeringkan lalu dikembangkan lagi pada sistem pelarut yang sama ataupun yang
berbeda hingga didapatkan pemisahan yang baik. Ini sangat berguna pada
pemisahan senyawa yang mempunyai perbedaan polaritas (Moffat, 1986).
5. Deteksi
Pada kromatografi lapis tipis, bercak dari senyawa umumnya tidak
berwarna sehingga untuk menentukan bercak tersebut dapat dilakukan secara
fisika dan kimia.
a. Fisika. Metode-metode fisika yang sering digunakan meliputi fluoresensi sinar
ultraviolet serta pencacahan radioaktif. Pada senyawa-senyawa yang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
berfluoresensi maka bercak akan terlihat di bawah sinar ultraviolet. Namun jika
senyawa tersebut tidak berfluoresensi ditentukan dengan indikator fluoresensi
pada fase diam sehingga pada bercak akan terlihat hitam sedangkan tempat yang
tanpa bercak berfluoresensi (Stahl, 1969).
b. Kimia. Metode kimia yang sering digunakan untuk mendeteksi bercak pada
kromatografi lapis tipis dengan menyemprotkan suatu pereaksi kimia. Senyawa-
senyawa organik dapat dilakukan dengan penyemprotan H2SO4 pekat. Untuk
pembentukan warna yang optimal diperlukan suhu 2000C kurang lebih selama 10
menit, noda yang akan teramati berwarna hitam. Cara ini efektif untuk
menentukan bercak tetapi tidak baik untuk identifikasi (Sastrohamidjojo, 2002).
6. Penilaian kromatografi
Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi lapis tipis biasanya
dinyatakan dengan angka Rf atau hRf .
Jarak rambat bercak Rf = Jarak rambat fase gerak
Angka Rf berjarak antara 0.00-1.00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal.
Sedangkan hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 menghasilkan nilai berjarak 0-
100.
Dalam mengidentifikasi bercak pada pelat kromatogram lazimnya
menggunakan harga Rf (retardation factor). Rf didefinisikan sebagai jarak yang
ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan
pengembang. Karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Markham, 1988).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga Rf dalam kromatografi
lapis tipis adalah :
a. sifat dari penyerap serta derajat aktivitasnya.
b. tebal serta kerataan lapisan; ketidakrataan lapisan penyerap akan
menyebabkan aliran pelarut menjadi tidak rata pada daerah plat sehingga harga Rf
juga tidak sama.
c. kemurnian fase gerak; pelarut yang tidak murni akan memberikan pemisahan
yang tidak baik. Demikian pula jika fase gerak yang digunakan berupa campuran,
maka perbandingan yang dipakai harus diperhatikan.
d. kejenuhan bejana kromatografi; pemisahan yang dilakukan dalam bejana yang
mempunyai kejenuhan tidak sama mengakibatkan harga Rf tidak sama.
e. suhu; pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini untuk
mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh
penguapan atau perubahan fase. Jumlah cuplikan yang berlebihan memberikan
tendensi noda berbentuk ekor yang akan mengakibatkan kesalahan harga Rf.
f. kesetimbangan; pada bejana kromatografi yang tidak jenuh dengan uap pelarut
akan menyebabkan pada saat pengembangan untuk permukaan pelarut yang
cekung dan ini akan mengakibatkan fase gerak lebih cepat merambat pada bagian
tepi daripada bagian tengah. Hal ini mengakibatkan kesalahan dalam penentuan
harga Rf (Sastrohamidjojo, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
G. KETERANGAN EMPIRIS
Penelitian tentang profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji
tanaman Jatropha curcas L. pada media White dengan menggunakan teknik
kultur jaringan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai daun
lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas yang dapat membentuk kalus dengan
teknik kultur jaringan, bentuk profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji
tanaman Jatropha curcas dalam media White dengan konsentrasi tertentu
Naphthaleneacetic acid (NAA) dan Benzylaminopurine (BAP) serta
membandingkan hasil KLT kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman
Jatropha curcas dengan biji tanaman asalnya untuk mengetahui kesamaan
kandungan golongan terpenoidnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian profil pertumbuhan kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha
curcas pada media White dengan menggunakan teknik kultur jaringan ini,
termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental deskriptif dengan rancangan
acak lengkap pola searah yakni subjek uji tidak mendapatkan perlakuan selama
penelitian dan setiap sampel mempunyai kesempatan yang sama untuk dilakukan
pencuplikan dimana sifat penelitian ini adalah melaporkan (mendeskripsikan)
hasil data yang ada selama penelitian.
B. Definisi Operasional
1. Daun lembaga yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lembaga dari
biji yang terdapat di dalam buah tanaman Jatropha curcas yang berusia ± 2
bulan dari saat berbunga, bagian yang dipergunakan adalah daun lembaga tidak
termasuk mata tunasnya. Daun lembaga inilah sebagai subjek uji penelitian.
2. Inisiasi kalus adalah terbentuknya kalus pertama kali yang ditandai dengan
bintik putih pada pinggir eksplan.
3. Bobot kalus basah awal adalah hasil pengurangan bobot media + botol + kalus
dengan bobot botol + media pada saat subkultur.
4. Bobot kalus kering adalah bobot kalus pada saat pemanenan dan sudah
mengalami proses pengeringan di dalam oven pada suhu 40-500C, sampai
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
diperoleh kalus dengan bobot konstan yaitu antara penimbangan yang pertama
dan berikutnya selama 1 jam tidak berbeda 0.5 mg.
5. Pertumbuhan kalus adalah bobot kalus basah akhir dikurangi dengan bobot
kalus basah awal.
6. Waktu inisiasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh eksplan untuk
menumbuhkan kalus yang dihitung dari saat penanaman eksplan sampai hari
pertama kalus mulai tumbuh/muncul.
7. Persen kadar air adalah bobot kalus basah dikurangi dengan bobot kalus kering
lalu dibagi dengan bobot kalus basah dikali dengan 100%.
8. Metabolit sekunder yang terkandung di dalam kalus sama dengan metabolit
yang ada pada biji menandakan bahwa keduanya sama-sama menghasilkan
metabolit yang sama yakni golongan terpenoid.
9. Konsentrasi zat pengatur tumbuh yaitu Naphthaleneacetic acid (NAA) dan
Benzylaminopurine (BAP) dalam media White yang digunakan adalah 2:2.
C. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan utama yang dibutuhkan untuk proses kultur jaringan yang nantinya akan
ditumbuhkan yakni daun lembaga dari biji yang terdapat di dalam buah tanaman
Jatropha curcas. Biji yang digunakan yakni berasal dari buah tanaman Jatropha
curcas yang diambil dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Dusun Paingan, Desa Maguwohardjo, Kecamatan Depok, Kabupaten
Sleman, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
a. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain :
1). bahan untuk kultur jaringan tanaman
a). bahan media kultur:
(1). unsur-unsur makro
(a). kalium nitrat, Merck, Germany, 105063.
(b). kalium klorida, Merck, Germany, 104936.
(c). kalsiumnitrat-tetrahidrat, Merck, Germany, 102121.
(d). magnesiumsulfat-heptahidrat, Merck, Germany, 105886.
(e). natriumdihidrogenfosfat-monohidrat, Merck, Germany, 106346.
(f). natrium sulfat, Merck, Germany, 106649.
(2). unsur-unsur mikro
(a). asam borat, Merck, Germany, 100165.
(b). besi (II) sulfat-heptahidrat, 103965.
(c). kalium iodida, Merck, Germany, 105043.
(d). mangansulfat-tetrahidrat, BDH Limited Poole, England, 10153.
(e). sengsulfat-heptahidrat, Merck, Germany, 108883.
(3). vitamin
(a). asam nikotinat, Calbiochem, US dan Canada, 481918.
(b). piridoksin (B6), Bratako, Chemika, Bandung, Indonesia.
(c). tiamin (B1), Bratako, Chemika, Bandung, Indonesia.
(4). sumber karbon : sukrosa, Merck, Germany, 107653.
(5). agar, Mkr Chemicals.
(6). zat pengatur tumbuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
(a). 6-bensilamino-purin, Sigma Chemicals, Germany, B-3408.
(b). 1-naphthylasetic acid, Merck, Germany, S.22687.743.
b). desinfektan
(1). alkohol 70% derajat kemurnian teknis.
(2). natrium hipoklorida, Bayclin.
2). bahan untuk kromatografi lapis tipis :
a). aseton, Merck, Germany, 100014.
b). asam sulfat, Merck, Germany, 100731.
c). etil-asetat, Merck, Germany, 109623.
d). kloroform, Merck, Germany, 102445.
e). metanol, J.T. Baker, USA, 9070-68.
f). n-hexane, Merck, Germany, 104367.
g). antimon triklorida, Merck, Germany, 107838.
h). perak nitrat, Merck, Germany, 101512.
i). plate KLT Silica-Gel GF 254, Merck, Germany, 5553.
j). vanilin, Merck, Germany, 8510.
k). asam asetat glasial, J.T Barker, USA, 9573-05.
2. Alat
a. Alat yang digunakan selama proses kultur jaringan : botol kultur (Schott
Duran), alat-alat gelas, glassfine, pinset, skapel, autoklaf (YX 400Z Shanghai
Sanshen, Medical Inst, Co, LTD), oven (Marius Instrument, German),
inkubator (Heraeus Tamson, Holland), pemanas listrik (Ika Combimag, RCT,
German), Timbangan analitik (Scaltec), Laminar Air Flow, lampu UV, kertas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
pH, kertas saring, sprayer, refrigerator (Sharp) sterear dan aluminium foil
(Heavy-Duty, Total-Wrap).
b. Alat untuk penyarian : alat gelas, waterbath.
c. Alat untuk KLT : lempeng KLT silika gel GF 254, bejana KLT, alat gelas,
pipa kapiler, penyemprot bercak, lampu UV 254 dan 365 nm.
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi tumbuhan Jatropha curcas dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta dengan menggunakan acuan buku “Flora of Java” (Backer dan Van
den Brink, 1963; 1985).
2. Pemilihan eksplan
Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lembaga dari
biji Jatropha curcas yang telah disterilkan terlebih dahulu. Sterilisasi dilakukan
dengan cara melewatkan eksplan di atas api bunsen, namun hati-hati jangan
sampai mengenai lidah api bunsen (terbakar) karena eksplan ini tidak terlalu tahan
panas. Apabila terlalu panas maka eksplan akan gosong. Kriteria daun lembaga
dari biji yang digunakan yakni masih muda (masih berair), kenyal (seperti jelly),
dan yang digunakan bagian tengah daun lembaga.
3. Pengumpulan bahan
Bahan utama yang digunakan adalah buah Jatropha curcas yang diambil
dari tanaman Jatropha curcas yang tumbuh sehat dan subur dengan spesifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
diameter buah yakni 3-3.5 cm sebagai parameter pemilihan buah yang akan
digunakan. Daun lembaga yang berasal dari biji dimana biji tersebut terdapat di
dalam buah tanaman Jatropha curcas, adalah buah yang masih segar, muda dan
bersih (sehat). Sedangkan biji yang digunakan sebagai pembandingnya diperoleh
dari buah yang sudah tua berwarna kuning kehitaman yang berumur ± 5 bulan
dari saat berbunga. Buah kemudian dicuci dan dikupas untuk diambil bijinya
kemudian dibelah dan di iris tipis-tipis kemudian dikeringkan. Hal ini dilakukan
untuk menghentikan reaksi enzimatik yang mungkin terjadi di dalam jaringan
tumbuhan sehingga tidak terjadi penurunan kadar zat aktif. Pengeringan dianggap
cukup bila irisan yang didapatkan telah rapuh dan mudah dipatahkan. Tanaman
Jatropha curcas diambil dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Dusun Paingan, Desa Maguwohardjo, Kecamatan Depok, Kabupaten
Sleman, Yogyakarta.
4. Pembuatan stok
a. pembuatan larutan stok hara makro. Stok makro White dengan kepekatan
lima mililiter/liter. Pembuatan dimulai dengan pertama-tama menyiapkan gelas
piala dengan ukuran 500 ml yang diisi dengan 300 ml aquades kemudian
masukkan 8000 mg kalium nitrat aduk hingga jernih. Tambahkan 30000 mg
kalsium nitrat dihidrat aduk lagi hingga jernih lalu tambahkan 72000 mg
magnesium sulfat heptahidrat aduk hingga jernih kemudian tambahkan 6500 mg
kalium klorida dan aduk hingga homogen, 16500 mg natrium dihidrogenfosfat
hidrat, 20000 mg natrium sulfat kemudian aduk hingga homogen. Lalu tambahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
aquadest hingga tanda. Untuk 1 liter media dibutuhkan 5 ml larutan dari stok
makro.
b. pembuatan larutan stok hara mikro. Stok mikro White dengan kepekatan lima
mililiter/liter. Pembuatan dimulai dengan pertama-tama menyiapkan gelas piala
dengan ukuran 500 ml yang diisi dengan 300 ml aquades kemudian masukkan 700
mg mangan sulfat tetrahidrat aduk hingga jernih. Tambahkan 300 mg seng sulfat
heptahidrat aduk lagi hingga jernih lalu tambahkan 150 mg asam borat aduk
hingga jernih kemudian tambahkan 75 mg kalium iodida dan aduk hingga
homogen kemudian tambahkan 250 mg besi (II) sulfat lalu di aduk hingga
homogen. Kemudian tambahkan aquadest hingga tanda. Untuk 1 liter media
dibutuhkan 5 ml larutan dari stok mikro.
c. pembuatan larutan stok vitamin. Stok vitamin White dengan kepekatan 5 ml/L.
Pembuatan dimulai dengan pertama-tama menyiapkan gelas piala dengan ukuran
lima ratus mililiter yang diisi dengan 300 ml aquades kemudian masukkan 10 mg
thiamin HCl aduk hingga jernih. Tambahkan 50 mg asam nikotinat aduk lagi
hingga jernih lalu tambahkan 10 mg piridoksin HCl aduk hingga jernih. Lalu
tambahkan aquadest hingga tanda. Untuk 1 liter media dibutuhkan 5 ml larutan
dari stok vitamin.
5. Pembuatan media
Aquadest sebanyak kurang lebih 300 ml dipanaskan dalam Beaker Glass
seribu mililiter. Masukkan bahan- bahan nutrisi makro ke dalam Beaker Glass,
sambil terus diaduk dengan pengaduk stirer. Larutan stok hara mikro sebanyak 5
ml dimasukkan dalam campuran media. Stok vitamin sebanyak 5 ml selanjutnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
juga dimasukkan dalam campuran media. Berturut- turut masukkan 30 g sukrosa
dan 8-10 g agar. Selanjutnya tambahkan aquadest sampai kurang lebih 1000 ml,
aduk, dan panaskan sampai jernih. Setelah jernih dan mendidih, angkat Beaker
Glass dari pemanas. Tambahkan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin.
Tambahkan zat pengatur tumbuh auksin (Naphthaleneacetic acid (NAA)) dan
sitokinin Benzylaminopurine (BAP) dengan konsentrasi 2 : 2 ppm. Atur pH
larutan media 5,2- 5,6. Jika terlalu alkali tambahkan HCl 1N, tetapi jika terlalu
asam tambahkan KOH 1N. Pindahkan larutan media ke dalam botol kultur dengan
ketebalan media kurang lebih 1 (satu) cm. Tutup botol, kemudian sterilisasi
dengan autoklaf (121°C,15 menit). Simpan media yang telah disterilkan tersebut
ke dalam inkubator.
6. Sterilisasi
a. alat. Alat- alat dissecting- set (skapel dan pinset) dan glass ware (cawan petri
yang berisi kertas saring, Beaker Glass, tabung reaksi dan Elemenyer yang berisi
aquadest) yang akan digunakan, setelah dicuci dengan Bayclin dan dikeringkan di
dalam oven kemudian dibungkus dengan kertas payung.. Sterilisasi alat- alat
tersebut di dalam autoklaf (121 °C, 15 menit) selama 20- 30 menit.
b. ruangan. Dinding- dinding ruangan penanaman eksplan dan Laminar Air Flow
(LAF) disterilkan dengan menggunakan alkohol 70 % atau spiritus. Selanjutnya
lampu UV baik yang ada di ruangan maupun di LAF dinyalakan selama 24 jam.
c. eksplan (daun lembaga dari biji Jatropha curcas). Biji yang terdapat dalam
buah dan diambil daun lembaga dari bijinya yang kemudian ditumbuhkan menjadi
kalus terlebih dahulu disterilkan. Pertama kali, buah Jatropha curcas dicuci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
dengan cara disikat halus menggunakan detergent yang ada (hati-hati jangan
sampai kulit buah terluka), kemudian dibilas dengan air mengalir lebih kurang 15
menit. Setelah itu dibawa ke dalam LAF untuk disterilkan lebih lanjut.
Di dalam LAF, buah Jatropha curcas tadi kemudian dicelupkan ke dalam
alkohol 70 % yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setelah buah tadi dicelupkan
kemudian di bakar di atas api bunsen selama lebih kurang 5 detik saja. Lakukan
proses ini lebih kurang 5 kali replikasi. Perlu diperhatikan bahwa proses ini harus
dilakukan secara hati-hati karena dapat menimbulkan kebakaran. Kemudian buah
diletakkan di atas cawan untuk dibelah dan diambil bijinya. Pembelahan buah ini
mengikuti alur cangkang dari biji yang terbagi menjadi 2-3 bagian biji agar biji
yang akan diambil tidak terluka. Setelah biji dapat dikeluarkan dari cangkang
buah dengan bantuan pinset dan skapel yang telah disterilkan terlabih dahulu,
kemudian biji dicelupkan ke dalam alkohol 70 % dan dilewatkan diatas api
bunsen, lakukan proses ini lebih kurang 3 kali perlakuan saja. Pemanasan yang
dilakukan jangan terlalu lama karena biji dapat gosong dan daun lembaga dari biji
yang akan ditanam akan mati.
7. Penanaman eksplan
Biji yang akan ditanam dibelah membujur, kemudian diambil bagian daun
lembaga dari biji dan dipotong menjadi 2-3 potongan dengan menggunakan
skapel di dalam cawan petri. Potongan tersebut dimasukkan dalam media tanam
dalam posisi horisontal dengan sedikit ditekan dengan tujuan untuk memperbesar
sudut kontak eksplan dengan permukaan media. Inkubasikan medium yang telah
ditanami eksplan tersebut di ruang inkubator dengan suhu ruangan 180C serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
disinari dengan lampu TL “Day Light” 20 watt dengan ketinggian 40 cm. Setelah
penanaman selesai, kemudian dilakukan pengamatan terhadap waktu inisiasi.
8. Inisiasi kalus
Medium yang telah ditanami eksplan diamati setiap hari untuk melihat
waktu inisiasi kalus. Waktu inisiasi kalus dicatat ketika terbentuk bintik putih
pada pinggir bekas irisan eksplan.
9. Subkultur
Beberapa minggu, bagian irisan eksplan akan tumbuh kalus. Bila tanaman
telah menampakkan gejala kurang nutrisi (berwarna kecoklatan) atau bobotnya
tidak bertambah, kalus yang terbentuk ini harus dipindahkan ke dalam media baru
dan proses ini disebut sebagai sub-kultur. Proses sub-kultur ini dilakukan sebagai
berikut, semua perlengkapan yang digunakan yaitu pinset, skapel, bunsen, alat-
alat gelas, botol berisi alkohol 70% dan botol-botol yang berisi media yang telah
diketahui beratnya dimasukkan kedalam laminar air flow dan disterilkan selama
lebih kurang 2 jam dengan lampu UV dan formalin 37%.
Media yang berisi kalus kemudian disemprot dengan alkohol 70%
kemudian dimasukkan ke dalam laminar air flow. Ketika botol akan dibuka dan
ditutup, maka dilakukan proses flambir. Kemudian ambil kalus dengan pinset dan
letakkan di atas cawan petri. Bersihkan kalus dari sisa-sisa eksplan hingga bersih
kemudian belah bagian kalus tersebut dan potong-potong dengan menggunakan
pertolongan skapel dan pinset lalu ditanam dalam media yang baru secara aseptis.
Kalus yang telah ditanam tadi kemudian diinkubasikan di dalam ruang inkubator
dengan suhu ruangan 180C serta disinari dengan lampu TL “Day Light” 20 watt
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
dengan ketinggian 40 cm. Sub-kultur ini dibuat sebanyak 40 botol. Untuk
mengetahui bobot kalus maka dilakukan penimbangan pada media baru yang
berisi kalus, selanjutnya bobot yang diperoleh dikurangkan dengan bobot media
awal sebelum ditanami kalus. Subkultur dapat dilakukan kembali jika warna kalus
sudah coklat.
10. Pemanenan kalus
Setelah dilakukan sub-kultur, tiap 4 (empat) hari sekali dilakukan
pemanenan sebanyak 5 (lima) buah botol yang berisi kalus lalu dibersihkan dari
sisa-sisa agar yang masih melekat. Setelah kalus bersih kemudian dilakukan
penimbangan dan akan mendapatkan bobot kalus basah. Kalus yang telah dipanen
kemudian dikeringkan pada suhu 40-500C hingga didapatkan perbedaan bobot
sebesar 0.5 mg bobot zat dari 2 penimbangan berurutan atau dengan kata lain
telah didapatkan berat kalus kering yang konstan dan juga dapat menghambat
pertumbuhan jamur. Catat bobot kering kalus dan simpan. Lakukan prosedur
tersebut sampai diperoleh kalus kering yang cukup untuk diekstrak (kurang lebih
satu hingga dua gram).
11. Analisis pertumbuhan kalus
Analisis pertumbuhan kalus dalam penelitian ini menggunakan beberapa
cara :
a. pembuatan grafik pola pertumbuhan kalus berdasarkan data bobot basahnya.
Perhitungan bobot kalus basah tiap-tiap waktu tertentu yakni setiap 4 (empat) hari
sekali. Pertambahan bobot kalus basah pada tiap-tiap waktu pemanenan
didapatkan dari penjumlahan dari tiap-tiap botol yang dipanen pada hari yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
sama yang kemudian dikeringkan dan ditimbang. Pertumbuhan kalus dihitung
berdasarkan persentase pertambahan bobot basah kalus. Kemudian dibuatkan
grafik pola pertumbuhan kalus, dimana dilakukan dengan menghubungkan antara
pertumbuhan kalus versus waktu pemanenan.
b. pembuatan grafik persen kadar air.
Bila bobot kalus basah dikurangi dengan bobot kalus kering lalu dibagi dengan
bobot kalus basah di kali 100%, akan diperoleh persen kadar air kalus.
bobot kalus basah – bobot kalus kering % kadar air = x 100 % bobot kalus basah
12. Pembuatan serbuk
a. kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas L. Potong- potong kalus kering
hasil pemanenan pada hari ke-32 (tiga puluh dua) menjadi kecil dan gerus
potongan tersebut untuk mendapatkan serbuk kalus yang halus.
b. Biji Jatropha curcas L. Biji yang diambil dari buah tanaman Jatropha curcas
yang segar dan sehat diambil pada pagi hari kemudian dicuci, dikupas lalu biji
tadi diambil dan diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari
yang sebelumnya telah ditutupi dengan kain hitam. Setelah benar-benar kering
kemudian digerus dengan menggunakan mortir dan stamper.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
13. Uji KLT ekstrak kalus daun lembaga dari biji dan biji tanaman Jatropha
curcas
Metode pengujian KLT yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
pada jurnal Roberto Can Aké dkk (2004). Hal yang dilakukan pertama kali yaitu
serbuk kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas dan biji Jatropha curcas
diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etil asetat sampai terendam sekurang-
kurangnya 5 menit dan aduk perlahan-lahan hingga cukup yakni sekitar 2 jam.
Selanjutnya ekstrak dikumpulkan dengan cara disaring dengan tujuan untuk
mendapatkan metabolit sekunder dari biji. Hasil penyarian tersebut selanjutnya
dicuci lagi dengan etil asetat kemudian disaring lagi agar lebih meyakinkan untuk
mendapatkan metabolit sekunder yang diharapkan. Pencucian ini dilakukan
sebanyak dua kali, setelah itu ekstrak tadi diuapkan hingga tinggal setengah
volume asal dan siap untuk ditotolkan.
Setelah proses ekstraksi selesai dilakukan, kemudian dilakukan proses
persiapan pelat KLT yakni dengan cara perendaman pelat KLT silika gel GF 254
pada larutan perak-nitrat 2.5 %. Setelah itu lakukan kromatografi pada pelat silika
gel GF 254 yang sudah mengandung perak nitrat dalam n-hexane : aseton :
metanol (80:15:5) sebanyak 3 kali pengembangan (multiple elution), kemudian
dilakukan pendeteksian adanya terpenoid pada pelat, mula-mula dengan cara
fluorosensi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 365 dan 254 nm,
kemudian digunakan reagen penyemprot yaitu vanilin-asam sulfat dan antimon
triklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
E. Analisis Hasil
Pertumbuhan kalus dihitung dengan berdasarkan pada pertambahan bobot
massa kalus yakni dengan cara mengurangkan bobot kalus basah dengan bobot
kalus awal. Kemudian hasil analisis data juga digunakan untuk mengetahui profil
pertumbuhan kalus dengan membuat kurva pola pertumbuhan kalus. Kurva yang
ada ini merupakan hasil penggabungan hari pemanenan versus pertumbuhan
kalus.
Persen kadar air kalus dihitung dengan mengurangkan bobot kalus basah
akhir dengan bobot kalus kering dibagi dengan bobot basah akhir dikali 100%.
Analisis kandungan kimia kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas
dan tanaman asalnya dilakukan dengan uji KLT dengan menggunakan fase diam
silika GF 254 yang telah mengandung perak nitrat dengan fase gerak n-hexane :
aseton : metanol (80:15:5) sebanyak 3 kali elusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Jatropha curcas
Determinasi tanaman Jatropha curcas dilakukan dengan cara
mencocokkan tanaman tersebut dengan kunci-kunci determinasi menurut Backer
dan Van den Brink (1963). Determinasi ini dimaksudkan untuk menentukan
kebenaran jenis tanaman yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
yakni benar-benar spesies Jatropha curcas.
Berdasarkan hasil determinasi, diperoleh keterangan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Jatropha curcas yang termasuk
dalam familia Euphorbiacea.
B. Penentuan Eksplan
Eksplan merupakan bagian tanaman atau organ yang ditanam dan
ditumbuhkan dalam media kultur. Pada penelitian ini, eksplan yang digunakan
yakni bagian daun lembaga dari keping biji buah Jatropha curcas yang berumur
sekitar 1-2 bulan setelah tanaman tersebut berbuah dimana eksplan tersebut
terdapat di dalam buah yang masih berwarna hijau muda, dalam keadaan sehat
dan tumbuh subur.
Eksplan tanaman yang digunakan merupakan jaringan tanaman yang
masih muda (juvenile) dan aktif membelah (meristematik) sehingga dapat dengan
mudah untuk membentuk kalus karena adanya sifat totipotensi dan aktivitas
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dediferensiasi yaitu proses perkembangan terbalik dari bagian tanaman atau organ
tanaman menjadi sekelompok sel yang terus-menerus membelah dalam media
tanam yang digunakan.
Sebelum eksplan ditanam pada media kultur terlebih dahulu buah yang
akan digunakan dicuci sampai bersih dengan menggunakan deterjen. Pencucian
ini dilakukan sampai bersih dengan maksud agar ketika nantinya dilakukan proses
pembelahan biji dengan menggunakan pisau di dalam LAF untuk meminimalisir
kontaminan dari kulit buah.
Hasil orientasi pada penelitian ini ternyata pemilihan eksplan hendaknya
optimal pada ukuran buah 2-3 cm maupun umur buah yakni 1-2 bulan setelah
tumbuh bunga. Hal ini dikarenakan apabila jaringan yang akan digunakan masih
terlalu muda maka akan terjadi kegagalan dalam pembentukan kalus atau bahkan
tidak terbentuk kalus sama sekali, karena akan terjadi kerusakan pada jaringan
eksplan pada saat pensterilan dengan cara dibakar menggunakan alkohol sehingga
tidak akan terbentuk kalus. Sedangkan apabila eksplan yang akan digunakan
terlalu tua maka sering menyebabkan timbulnya kontaminasi pada eksplan
maupun kalus dan pertumbuhannya lambat. Hal ini dikarenakan eksplan yang
terlalu tua banyak mengandung penyakit (jumlah mikroba cukup banyak) yang
dapat menyebabkan kontaminasi pada saat dikulturkan dan pada saat keadaan
eksplan terlalu tua sifat totipotensinya menjadi kurang. Maka sebaiknya dihindari
penggunaan eksplan dari jaringan yang sudah tua.
Dalam memutuskan ukuran eksplan yang akan ditanam, terlebih dahulu
dilakukan orientasi untuk menemukan ukuran yang optimal. Ternyata ukuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
optimal eksplan yang ditanam sekitar 2-4 mm. Apabila eksplan yang ditanam
umurnya kurang dari 1-2 bulan dan ukurannya 2-4 mm maka kesulitan dalam
mengeluarkan ataupun memisahkan daun lembaga dari biji dari keping biji
sehingga eksplan akan rusak sebelum ditanam dan akan mempengaruhi
pertumbuhan eksplan menjadi kalus.
Ketika akan dilakukan penanaman eksplan sebaiknya dilakukan dalam
keadaan horisontal agar bidang sentuh eksplan dengan media lebih luas dan
dengan sedikit ditekan agar eksplan dapat mengambil nutrisi yang terkandung di
dalam media.
Selama penelitian, peneliti juga mencoba menggunakan eksplan dari biji
dan daun Jatropha curcas yang biasanya paling banyak digunakan oleh
masyarakat sebagai obat. Akan tetapi, dari orientasi didapatkan bahwa dari
eksplan daun sangat banyak mikroba yang mengkontaminasi, sehingga dalam
perkembangannya terhambat atau bahkan mati. Sudah berbagai cara dilakukan
untuk mengatasi kasus kontaminasi ini diantarnya dengan cara direndam dengan
menggunakan larutan hypoklorit-Tween 80, pada permukaan eksplan daun yang
akan ditanam diolesi dengan fungisida namun tidak berhasil mengatasi
kontaminasi ini. Diduga bahwa kontaminan ini sifatnya endogenik. Sedangkan
apabila eksplan dari biji, peneliti menemukan kesulitan dalam menumbuhkan
kalus yang diharapkan karena dari beberapa hasil orientasi didapatkan
pertumbuhan menjadi daun baik menggunakan zat pengatur tumbuh ataupun
tanpa menggunakan zat pengatur tumbuh. Hal ini dikarenakan eksplan biji
mempunyai sifat tumbuh yang pesat dan kecenderungannya untuk membentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
planlet besar. Diduga bahwa sel-sel pada biji ini pengkarakterisasian dalam
pembentukan organ (organogenesis) sangat tinggi.
Dari hasil orientasi yang dilakukan selama penelitian diduga sel-sel
penyusun eksplan daun lembaga dari biji pengkarakterisasian dalam
organogenesis tidak terlalu pesat. Ternyata selama proses orientasi, eksplan dari
daun lembaga dari biji ini memang tidak menunjukkan pengkarakterisasian dalam
organogenesis dan tumbuh menjadi kalus.
C. Waktu Inisiasi Kalus
Pemilihan media merupakan salah satu hal yang terpenting untuk memulai
penelitian di bidang kultur jaringan selain prasyarat teknis yang aseptis dan
peralatan yang digunakanpun serba steril. Pemilihan media sangatlah penting
untuk memulai rangkaian penelitian yang akan dilakukan berdasarkan jenis
tanaman yang akan dikultur dan tujuan kultur jaringan tanaman itu sendiri.
Sehingga sangatlah jelas bahwa keberhasilan kultur jaringan ditentukan oleh
media tanam dan jenis tanaman. Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat
untuk tumbuh eksplan. Dalam penelitian ini digunakan media tanam White untuk
menumbuhkan kalus dengan penambahan konsentrasi zat pengatur tumbuh
golongan auksin yaitu NAA dan sitokinin yaitu BAP. Pemilihan media White ini
sebagai media tumbuh untuk penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral
yang rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Waktu inisiasi adalah waktu pembentukan kalus pertama kali pada eksplan
yang ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih atau tonjolan-tonjolan
berwarna putih pada pinggir bekas irisan di permukaan eksplan. Waktu inisiasi
atau tumbuhnya kalus pertama kali ini dihitung dari saat penanaman hingga hari
terbentuknya tonjolan atau tumbuhnya kalus pertama kali teramati dan lamanya
waktu inisiasi ini selama 4 hari.
Penambahan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin dalam media juga
merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk menumbuhkan kalus. Dalam
aktivitas kultur jaringan tanaman, auksin terkenal dalam berperan sebagai hormon
yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus, sedangkan sitokinin
berfungsi untuk meningkatkan pembelahan sel pada saat pengkulturan (George
dan Sherrington, 1984). Dalam penelitian ini, waktu inisiasi digunakan juga
sebagai parameter waktu pemanenan kalus yang nantinya data pemanenan ini
akan digunakan untuk analisis pola pertumbuhan kalus.
Waktu inisiasi kalus ini tidak dapat menggambarkan pertumbuhan kalus.
Karena selama proses orientasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
walaupun eksplan tanaman yang dipilih diperlakukan pada kondisi percobaan
yang sama, namun eksplan tanaman yang satu dan yang lainnya memiliki
kepotensialan yang berbeda untuk tumbuhnya kalus. Maka dari itu diperlukan
analisis pertumbuhan kalus baik secara visual maupun penimbangan berat kalus
selama pemanenan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
D. Deskripsi Kalus
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorf yang terjadi dari sel-sel yang
membelah diri secara terus-menerus dalam keadaan in-vitro (Sudarmadji, 2003).
Pengamatan baik warna dan bentuk kalus dilakukan ketika munculnya pertama
kali kalus yang berupa tonjolan-tonjolan ataupun bintik-bintik putih dari awal
penanaman hingga waktu subkultur dilakukan. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan, bahwa kalus muncul pada seluruh permukaan eksplan yang ditanam.
Kemudian diikuti dengan pertumbuhan pada bagian eksplan yang menempel pada
media tanam. Keadaan ini menandakan bahwa eksplan yang
ditumbuhkembangkan memang memiliki sifat totipotensi dan aktivitas
dediferensiasi yang cukup besar.
Selain itu, diduga hormon asam absisat (Salisbury dan Ross, 1995) pada
eksplan berperan aktif dalam menentukan adanya pertumbuhan kalus, hal ini
disebabkan ketika adanya luka pada bagian tertentu ataupun seluruh permukaan
eksplan, maka kemudian tanaman tersebut mengadakan mekanisme pertahanan
dengan cara membentuk suatu jaringan tertentu yang berfungsi untuk melindungi
diri dari bahaya kontaminasi dari luar dalam hal ini adalah kalus. Dengan
demikian, bekas bagian yang luka pada eksplan tadi sudah tertutup oleh adanya
kalus.
Pada awal pembentukan, kalus masih dalam bentuk tonjolan-tonjolan kecil
dan warnanya masih tampak pucat. Pada hari ke-12, pertumbuhan dan
perkembangan kalus semakin terlihat jelas yang ditunjukkan dengan ukuran yang
semakin besar namun warnanya masih pucat. Namun seiring dengan berjalannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
waktu, yakni pada kisaran hari ke-17 hingga hari ke-24, bentuk kalus semakin
besar dan warnanya semakin gelap. Ini menandakan bahwa kalus berada pada
keadaan pertumbuhan yang pesat. Namun pada hari ke-32 warna kalus sudah
tampak secara visual tidak menunjukkan adanya pertumbuhan ukuran kalus secara
signifikan. Tipe kalus pada tanaman Jatropha curcas yaitu menggembung.
Pemberian auksin pada kultur jaringan tanaman akan meningkatkan permeabilitas
masuknya air ke dalam sel (Cleland dan Brustrom cit Abidin, 1990). Hal tersebut
menyebabkan naiknya jumlah air dalam sel sehingga mengakibatkan penampakan
visual tipe kalus daun lembaga biji tanaman ini yakni semakin besar karena
mengalami penggembungan.
(Saat Tanam) (Hari ke-12)
(Hari ke-20) (Hari ke-32)
Gambar 1. Foto pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
E. Subkultur
Subkultur perlu dilakukan karena adanya kekurangan nutrisi pada media
tanam yang digunakan oleh kalus untuk tumbuh. Kekurangan nutrisi ini ditandai
dengan dimulainya tanda-tanda kalus berwarna kecoklatan (browning). Pada
penelitian ini dilakukan proses subkultur sebanyak satu kali. Hal ini dikarenakan
selama proses orintasi yang dilakukan, ketika dilakukan subkultur yang kedua
didapatkan hasil bahwa setelah ditunggu selama 2 minggu kalus tidak mengalami
pertumbuhan lagi. Selain itu, jumlah kalus yang nantinya akan di panen dirasa
sudah cukup.
Hal yang perlu dipertimbangkan ketika akan mengadakan subkultur kalus
yakni mempertimbangkan ukuran kalus yang nantinya akan digunakan dalam
masa pemanenan. Apabila ukuran kalus yang akan dipanen terlalu kecil maka
nantinya ditakutkan akan terjadi ketidakcukupan dalam pengambilan sampel
panen. George dan Sherrington (1984) berpendapat bahwa pembentukan kalus
dari eksplan adalah induksi pembelahan sel, pembelahan sel yang aktif,
pembelahan sel yang lambat atau terhenti dimana kalus sudah harus disubkultur
lagi bila tidak akan menyebabkan kematian kalus. Untuk setiap pemanenan,
jumlah botol yang dipanen tidak menentu jumlahnya, rata-rata dilakukan
pemanenan sebanyak 4-5 botol sekali panen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
F. Analisis Profil Pertumbuhan Kalus
1. Pola pertumbuhan kalus
Hasil pengamatan pada pemanenan kalus yang telah dilakukan setelah
subkultur yang pertama dengan selang waktu pemanenan 4 hari ini bertujuan
untuk mengetahui adanya pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu. Setiap kali
diadakan pemanenan, perhitungan baik bobot basah maupun bobot kering
merupakan hasil perhitungan rerata dari tiap kali pengambilan botol yang dipanen.
Hasil perhitungan rerata dari bobot basah akhir yang dikurangi dengan rerata
bobot kalus awal merupakan pertumbuhan kalus untuk setiap kali pemanenan.
Pola Pertumbuhan Kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas dari Waktu ke Waktu
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36
Hari Panen ke-
Pert
umbu
han
Kal
us (g
)
Pertumbuhan Kalus
Gambar 2. Pola Pertumbuhan Kalus dari Waktu ke Waktu
Pada gambar kedua ini menggambarkan hari pemanenan kalus dari waktu
ke waktu dengan pertumbuhan kalus yang ditunjukkan dengan ukuran bobot kalus
yang di panen. Pada gambar kedua ini, dapat diperlihatkan bahwa adanya
pertumbuhan kalus yang sangat pesat dari awal pertumbuhan hingga puncak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
pertumbuhan kalus tersebut yaitu pada hari ke 20. Setelah pertumbuhan yang
maksimal tadi, dengan sendirinya pertumbuhan kalus mulai menurun. Bobot kalus
pada pemanenan pada hari ke-28 dan 32 berada di bawah bobot kalus hasil
pemanenan pada hari ke-12, diduga karena kalus telah mengalami penurunan laju
pertumbuhan atau bahkan kalus mengalami kematian. Penurunan laju ini terjadi
karena sifat kalus itu sendiri, dimana walaupun kalus tersebut merupakan hasil
subkultur dari sampel, keadaan lingkungan dan media tanam yang sama namun
pertumbuhan yang dihasilkan berbeda. Ini menandakan bahwa setiap kalus
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda yakni diduga hormon stress pada
kalus tersebut rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan kalus tersebut.
Pola pertumbuhan kalus yang terlihat pada gambar kedua ini dapat
menunjukkan waktu terjadinya fase-fase pertumbuhan kalus, yakni sebagai
berikut :
a. Fase lag yaitu terjadi saat sel mulai mengalami proses penyesuaian keadaan,
dimana % pertambahan berat kalus kecil. Pada kalus daun lembaga biji
tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada kisaran hari penanaman hingga hari
ke-4. Waktu yang terjadi pada saat kalus pada posisi fase lag, waktu yang
terjadi sangatlah pendek. Ini dapat dilihat dari gambar kedua.
b. Fase eksponensial yaitu fase dimana mulai terjadi pertumbuhan kalus.
Pertambahan bobot kalus mulai terlihat nyata. Pada kalus daun lembaga biji
tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada hari ke-4 hingga hari ke-20. Kalus
mengalami pertumbuhan puncak pada hari ke-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
c. Fase penuaan yaitu fase dimana pertumbuhan kalus mulai menurun dan
menjadi berhenti (kalus mengalami kecoklatan) ataupun tidak dapat tumbuh
dikarenakan memang tidak ada pertumbuhan lagi. Pada kalus daun lembaga
biji tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada hari ke-20 hingga hari ke-32.
Berdasarkan keterangan fase pertumbuhan dan grafik pertumbuhan kalus
Jatropha curcas yang ditunjukkan pada gambar kedua, maka pemanenan kalus
untuk mendapatkan metabolit sekunder sangatlah singkat yakni paling optimal
dilakukan antara pemanenan ke-5 dan ke-6 atau antara hari ke-20 sampai hari
ke-24 setelah subkultur yang pertama.
2. Persen kadar air
Persen kadar air adalah nilai persen dari pengurangan rerata bobot kalus
basah dengan rerata bobot kalus kering dibagi dengan bobot kalus basah. Persen
kadar air ini adalah sebuah parameter yang digunakan untuk menunjukkan
kandungan air di dalam kalus.
Pengeringan kalus yang telah di panen dan telah dilakukan penimbangan
bobot kalus kering bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya kandungan air yang
terkandung dalam kalus. Maka perlu dilakukan perhitungan kadar air. Prosedur
dalam melakukan pengeringan kalus telah ditulis pada bagian pengeringan dan
pembuatan serbuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
% Kadar Air Kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas dari Waktu ke Waktu
0
20
40
60
80
100
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36
Hari Panen ke-
Kad
ar A
ir (%
)
% Kadar Air
Gambar 3. Grafik Persen Kadar Air
Dari gambar tiga diatas dapat dilihat bahwa persen kadar air kalus
meningkat drastis pada hari ke-0 hingga hari ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa
kalus menyerap lebih banyak air pada awal masa pertumbuhan kalus yakni pada
masa fase lag akibat adanya aktivitas hormon auksin. Dimana telah disebutkan
sebelumnya bahwa hormon auksin ini sangat berperan dalam menurunkan tekanan
dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel disertai dengan kenaikan
volume sel, dengan demikian kalus dapat membesar dan persen kadar airpun
mengalami peningkatan. Selanjutnya persen kadar air mulai konstan pada hari ke-
4 hingga ke-32. Hal ini mengindikasikan bahwa kalus menyerap sedikit air akan
tetapi kalus lebih banyak melakukan aktivitas pembelahan sel untuk
pertumbuhannya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besarnya kadar air kalus
yakni ukuran dan massa kalus. Dengan semakin besar ukuran dan massa kalus
maka akan semakin tinggi pula kemampuan kalus dalam menyerap air yang
digunakan untuk proses pertumbuhannya dan begitu juga sebaliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Data kandungan air yang ditunjukkan dengan persen kadar air ini sangat
penting dalam hal pemilihan jenis media tanam yang akan digunakan. Apabila
tipe kalus yang ditumbuhkembangkan banyak memerlukan konsumsi air maka
jenis media yang cocok digunakan yakni media suspensi atau media cair. Karena
dengan pemilihan jenis media yang tepat ini maka dapat diketahui kapan waktu
yang terbaik untuk dilakukan pemanenan sehingga hasil metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh kalus dalam keadaan optimal. Dengan demikian akan diketahui
juga waktu optimum untuk budidaya secara suspensi.
Pada kalus Jatropha curcas ini terlihat pada data (lampiran) bahwa kalus
tersebut termasuk dalam tipe kalus yang banyak mengkonsumsi air dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian apabila akan dilakukan
pembudidayaan pada media cair diduga akan dihasilkan senyawa metabolit
sekunder yang optimal karena media yang digunakan optimum dalam
pertumbuhan.
G. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk
Kalus yang digunakan untuk menganalisis adanya kandungan terpenoid
yang terdapat pada tanaman Jatropha curcas adalah kalus hasil panenan selama
32 hari sejak diadakannya subkultur yang pertama. Diharapkan selama 32 hari
penanaman ini didapatkan dalam jumlah yang cukup senyawa metabolit sekunder
yang diharapkan yakni terpenoid.
Hasil pemanenan kalus dikeringkan untuk mendapatkan bobot kalus
kering yang nantinya akan digunakan dalam analisis kandungan kimia ataupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
analisis perhitungan bobot kalus kering. Pengeringan dilakukan di dalam oven
selama 2 hari pada suhu 450C. Parameter pengeringan dianggap sudah cukup
apabila telah mencapai bobot konstan yaitu bila ditimbang sebanyak 2-3 kali
secara berturut-turut, selisih bobot yang diperoleh sudah tidak lebih lagi dari
0,5 mg (Anonim, 1979). Pengeringan ini dimaksudkan untuk menghentikan reaksi
enzimatik yang mungkin terjadi di dalam jaringan tumbuhan sehingga tidak
terjadi penurunan zat aktif.
Pembuatan serbuk dilakukan setelah selesainya proses pengeringan. Mula-
mula kalus yang telah kering tadi digerus untuk dijadikan serbuk. Hal yang perlu
dipersiapkan sebelum dilakukan penggerusan kalus yakni mortir dan stamper
yang nantinya digunakan, hendaknya dipanaskan terlebih dahulu. Apabila tidak
dipanaskan terlebih dahulu maka kalus tadi akan menempel pada permukaan
stamper ataupun mortir sehingga pada akhirnya sampel serbuk kalus tidak cukup
untuk dijadikan bahan analisis pada tahapan selanjutnya yakni analisis kandungan
kimia kalus. Kemudian kalus yang sudah diserbuk tadi disimpan dalam flakon dan
kembali dimasukkan ke dalam oven agar serbuk kalus yang sudah kering tadi
tidak lembab.
Proses pengeringan biji yang dilakukan yakni biji tersebut diiris tipis-tipis
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari yang sebelumnya ditutupi dengan
kain hitam. Setelah benar-benar kering kemudian digerus dengan mortir dan
stamper panas karena apabila tidak panas maka ketika potongan biji tadi digerus
maka akan menempel pada stamper dan mortir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Analsis kandungan kimia pada penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan kromatogram kalus dengan hasil kromatogram bagian tanaman
Jatropha curcas yang digunakan dalam kultur jaringan. Tujuan analisis
kandungan kimia kalus ini dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terdapat di dalam kalus tanaman Jatropha curcas. Bagian tanaman yang
digunakan untuk kultur jaringan dan dikembangkan menjadi kalus yaitu bagian
daun lembaga dari biji Jatropha curcas yang juga nantinya akan dibandingkan
dengan keping biji tanaman asalnya.
Metabolit sekunder yang diteliti dalam kalus daun lembaga biji tanaman
ini adalah terpenoid karena golongan ini tersebar luas pada tumbuhan tingkat
tinggi (Robbers, Speedie dan Tyler, 1996). Menurut Can Aké dkk (2004) pada
Jatropha gaumeri mengandung senyawa terpenoid yang dapat digunakan sebagai
senyawa yang mempunyai aktivitas biologis sebagai senyawa antimikroba dan
senyawa antioksidan. Namun belum ada penelitian tentang kandungan kimia
untuk kalus dari bagian daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas.
Metode analisis kandungan kimia dilakukan dengan cara menggunakan
kromatografi lapis tipis karena pada sistem ini diperlukan bahan yang sedikit dan
dikerjakan dengan cara kerja yang relatif lebih sederhana dibandingkan metode
lainnya. Selain itu juga didapatkan gambaran yang lebih pasti dari keberadaan
terpenoid dalam biji Jatropha curcas.
Metode pengujian KLT yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
pada jurnal Roberto Can Aké dkk (2004). Fase diam yang digunakan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
pemeriksaan KLT ini yakni digunakan silika gel GF 254 yakni silika dengan
bahan pengikat Gibs yang mengandung indikator yang elektronnya dapat
tereksitasi dari ground state ke excited state pada sinar UV dengan panjang
gelombang 254 nm, dimana sebelum digunakan untuk pengembangan dicelupkan
pada larutan AgNO3 (perak nitrat) 2,5%. Dengan adanya penambahan larutan
AgNO3 pada lempeng fase diam sebelum digunakan akan menambah kepolaran
dari silika gel, dimana sifat dasar silika gel sendiri adalah polar.
Fase gerak yang digunakan pada pemeriksaan KLT ini yakni
menggunakan komposisi larutan n-hexane : aseton : metanol (80:15:5). Pemilihan
fase gerak ini mengacu pada jurnal penelitian Roberto Can Aké dkk. Sifat fase
gerak ini lebih mengarah pada non polar, dikarenakan komposisi terbesar larutan
ini terletak pada n-hexane yang sifatnya adalah non polar. Sedangkan kepolaran
aseton dan metanol dapat dikatakan lebih non polar dibandingkan golongan
terpenoid. Sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sifat larutan fase
gerak ini non polar.
Fase gerak yang bersifat non polar dibandingkan dengan sifat fase
diamnya merupakan salah satu faktor yang baik untuk memisahkan terpenoid
yang sifatnya kurang polar. Kejenuhan chamber dapat dipastikan dengan cara
memasukkan kertas saring yang dipasang tegak lurus terhadap chamber dan ruas-
ruas kertas saring agar mengikuti arah pengembangan sampel, dimana ketika
kertas saring tersebut sudah terbasahi semua oleh fase gerak maka chamber siap
digunakan untuk pengembangan sampel. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
C
H3C
H2C
CH CH2
pemisahan bercak sampel pada lempeng KLT adalah faktor kejenuhan chamber,
cara penotolan dan lamanya didalam chamber.
Ekstraksi yang digunakan untuk menarik golongan terpenoid dari kalus
dan biji tanaman Jatropha curcas dilakukan dengan cara maserasi karena cara ini
relatif sederhana dan digunakan larutan penyari etil asetat karena sifat etil asetat
sendiri adalah non polar dan sifat terpenoid yang juga kurang polar dengan
demikian etil asetat dapat digunakan untuk menyari golongan terpenoid baik dari
biji ataupun daun lembaga dari biji. Kepolaran terpenoid dapat ditunjukkan
dengan struktur dasar terpenoid yakni isoprene (gambar 4). Ekstraksi dengan
menggunakan etil asetat ini dilakukan sebanyak 3 kali karena diharapkan
terpenoid yang terambil dari kalus maupun biji dapat optimal.
Gambar 4. Struktur isoprene
Secara berurutan, biji dan kalus Jatropha curcas ditotolkan pada lempeng
KLT silika gel sebanyak 10 µl dan 30 µl dengan jarak pengembangan 8 cm
sebanyak 3 kali pengembangan. Jumlah penotolan yang berbeda ini diduga
disebabkan konsentrasi terpenoid yang terkandung di dalam masing-masing
larutan berbeda. Apabila jumlah sampel yang ditotolkan dalam jumlah yang sama
maka akan didapatkan hasil yang kurang baik yakni bercak kalus tidak tampak.
Kemudian dilakukan elusi yang berulang sebanyak 3 kali untuk mendapatkan
pemisahan yang baik, hal ini sesuai dengan penelitian Roberto Can Aké dkk
(2004). Karena berdasarkan orientasi yang dilakukan, apabila hanya dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
satu kali elusi, pada kalus belum didapatkan bercak yang terelusi. Pendeteksian
dilakukan dengan menggunakan penyemprot larutan vanilin-sulfat dimana
sebelum dilakukan penyemprotan dilakukan pemeriksaan dibawah sinar UV
254nm dan 365 nm.
Vanilin-sulfat adalah larutan pereaksi semprot yang mempunyai sifat
sebagai oksidator kuat, sehingga reagen ini dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya senyawa lain. Diketahui bahwa larutan vanilin-sulfat ini juga mempunyai
sifat positif terhadap fenol, steroid dan minyak esensial (Anonim,1978). Secara
umum larutan pereaksi yang digunakan untuk mendeteksi adanya golongan
terpenoid dilakukan dengan menggunakan vanilin-sulfat sebagai larutan pereaksi
sebagai penentu identitasnya. Namun hal yang membedakan identitas dari setiap
senyawa yang akan diidentifikasi yaitu terletak pada warna yang dihasilkan pada
saat reaksi pembentukan warna setelah reagen tersebut disemprotkan. Wagner
(1984) menyatakan bahwa berdasarkan reaksi warna yang terjadi pada identifikasi
senyawa terpenoid dapat digolongkan menjadi 4 kelompok utama yakni :
a. coklat-merah/violet : senyawa turunan fenilpropan : safrol, anetol,
miristicin, apiol dan eugenol.
b. orange ke merah-violet : karfon, timol, piperiton.
c. biru/biru-violet : sitral, sitronella, sineol.
d. abu-abu – biru : kebanyakan alkohol monoterpen dan esternya
(mentol, borneol, linaleol, nerol, geraniol).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Tabel I. Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) dan fase diam silika gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5 %
dengan elusi 3 kali Sinar UV Larutan
Perekasi Sampel Seri Bercak Rf Visual 254 nm 365 nm Vanilin-
sulfat Kalus A1 0.233 - - - ungu tua
A2 0.329 - - - ungu tua
Biji B1 0.204 - - - Abu-abu
B2 0.223 - - - Ungu kemerahan
B3 0.25 - - - Ungu kemerahan
B4 0.304 - - Abu-abu muda
Coklat kehitaman
Tabel I menunjukkan hasil kromatogram dari sampel yang telah ditotolkan
pada silika gel GF 254 yang mengandung larutan AgNO3 2,5 % dan dielusi oleh
n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) yang telah dideteksi dengan menggunakan
larutan pereaksi vanilin-sulfat dan pemeriksaan dibawah sinar UV 254 nm dan
365 nm. Dapat dilihat bahwa baik pada kalus dan biji pada pemeriksaan secara
visual (sebelum diperlakukan apapun setelah dikeluarkan dan didiamkan beberapa
saat) tidak tampak mengeluarkan warna apapun. Namun pada pemeriksaan
dibawah sinar UV baik 254 nm maupun 365 nm pada kalus tidak menunjukkan
hasil apapun. Sedangkan pada biji hanya keluar sebuah bercak pada bercak no B4
yakni abu-abu muda pada pemeriksaan 365 nm. Pada larutan pereaksi setiap
bercak pada seri kalus dan biji mengeluarkan penampakan bercak. Pada kalus
tampak bercak berwarna coklat tua, sedangkan pada biji dengan seri bercak B1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
berwarna putih, bercak seri B2 berwarna coklat kemerahan, bercak seri B3
berwarna coklat kemerahan dan bercak seri B4 berwarna coklat kehitaman.
Hasil uji KLT ini juga didapatkan data Rf dari masing-masing seri
bercak sampel yang ditotolkan. Pada kalus fraksi etil asetat pada bercak seri A1
diperoleh Rf sebesar 0,233 dan seri bercak A2 diperoleh Rf sebesar 0,329. Dan
pada biji fraksi etil asetat dengan seri bercak B1 diperoleh Rf sebesar 0,204, pada
bercak seri B2 didapatkan Rf sebesar 0,223, pada bercak seri B3 diperoleh Rf
sebesar 0,25 dan pada bercak seri B4 didapatkan Rf sebesar 0,304.
Pada penelitian ini didapatkan hasil kromatogram setelah dilakukan elusi
sebanyak 3 kali yaitu pada sampel biji ditemukan sedikitnya ada 4 bercak yang
keluar. Ini menandakan adanya senyawa lain yang ikut terelusi atau memang
didalam biji Jatropha curcas terdapat lebih dari satu macam senyawa golongan
terpenoid dimana munculnya bercak ini disebabkan oleh adanya perbedaan
kepolaran senyawa. Hal ini sangat dimungkinkan karena biji adalah organ
tumbuhan yang bertugas untuk proses regenerasi, sehingga pada organ ini terdapat
banyak senyawa yang nantinya akan digunakan untuk proses hidup sementara
bagi embrio sebelum dapat mencari kehidupan sendiri di lingkungan sekitar
dimana ditumbuhkan.
Dari tabel I ini juga dapat dilihat bahwa penampakan bercak yang ada baik
warna maupun harga Rf, sampel yang ditotolkan yakni biji maupun kalus sama-
sama mengandung golongan terpenoid. Hal ini didasarkan atas pustaka yang ada,
dimana Wagner (1984) telah mengelompokan warna yang terbentuk ketika reagen
vanilin-sulfat direaksikan (disemprotkan) pada senyawa yang terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
lempeng KLT. Pada kalus yang mempunyai 2 bercak dan biji yang mempunyai 4
bercak, artinya berdasarkan pustaka yang mencantumkan identifikasi warna
(Wagner, 1984) pada reaksi pewarnaan dapat diduga bahwa terdapat lebih dari
satu macam golongan terpenoid.
Untuk mendukung reaksi warna yang terbentuk setelah dilakukan
penyemprotan dengan reagen vanilin-sulfat, kemudian dilakukan deteksi dengan
menggunakan reaksi penyemprot yang lainnya yakni larutan pereaksi antimon-
triklorida. Pada pereaksi warna antimon-triklorida setelah dilakukan
penyemprotan pada sampel dinyatakan positif mengandung terpenoid golongan
diterpen apabila bercak warna yang keluar berwarna merah-kekuningan hingga
biru-keunguan (anonim,1978).
Tabel II. Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) dan fase diam silika gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5 %
dengan elusi 3 kali Sinar UV Larutan
Perekasi Sampel Seri Bercak Rf Visual 254 nm 365 nm Antimon-
triklorida Kalus A 0.275 - - - Biru tua
keunguan Biji B1 0.2375 - - - Orange
kemerahan B2 0.275 - - - Biru
keunguan B3 0.316 - - Abu-abu
keunguan Abu-abu keputihan
Dalam tabel II dapat dilihat bahwa pada sampel yang telah di semprot
dengan menggunakan antimon-triklorida ini pada bercak kalus dan biji berwarna
biru-keunguan. Dapat juga dilihat bahwa baik pada kalus, biji pada pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
secara visual (sebelum diperlakukan apapun setelah dikeluarkan dan didiamkan
beberapa saat) tidak tampak mengeluarkan warna apapun. Namun pada
pemeriksaan dibawah sinar UV baik 254 nm maupun 365 nm pada kalus tidak
menunjukkan hasil apapun. Sedangkan pada biji hanya keluar sebuah bercak pada
bercak no B3 yakni abu-abu keunguan pada pemeriksaan 365 nm.
Hasil uji KLT ini juga didapatkan data Rf dari masing-masing seri bercak
sampel yang ditotolkan. kalus fraksi etil asetat pada bercak seri A diperoleh Rf
sebesar 0,275. Dan pada biji fraksi etil asetat dengan seri bercak B1 diperoleh Rf
sebesar 0,2375, pada bercak seri B2 didapatkan Rf sebesar 0,275, dan pada bercak
seri B3 diperoleh Rf sebesar 0,316. Dilakukan 3 kali pengembangan pada
lempeng yang di semprot dengan reagen antimon-triklorida ini.
Pada penyemprotan dengan reagen antimon-triklorida ada kemiripan
warna dan kesamaan nilai Rf antara bercak kalus A dengan bercak biji seri B2
yakni berwarna biru keunguan dengan nilai Rf 0.275. Dari segi warna yang
dihasilkan pada saat terjadi reaksi pewarnaan dapat dilihat bahwa bercak yang
disemprot dengan reagen antimon-triklorida ini sebanyak 3 bercak yakni 1 bercak
pada kalus dan 2 bercak pada biji yang warnanya masuk dalam range reagen
positif golongan terpenoid. Jadi, dapat dilihat bahwa dalam biji terdapat
setidaknya 2 senyawa golongan terpenoid yang berbeda. Berdasarkan pustaka
yang mencantumkan hasil reaksi pewarnaan yang terjadi (Anonim, 1978), dapat
dikatakan bahwa pada sampel baik biji maupun kalus Jatropha curcas
mengandung golongan terpenoid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Dengan demikian kalus maupun biji tanaman Jatropha curcas bila dilihat
dari hasil kromatogram setelah dielusi tampak bahwa hasil bercak kalus dan biji
dengan seri bercak B2 terlihat adanya kemiripan warna dan nilai Rf yang sama.
Maka dapat disimpulkan bahwa kalus daun lembaga tanaman Jatropha curcas
dapat menghasilkan golongan metabolit sekunder yang sama dengan biji dari
tanaman asalnya yakni sama-sama mengandung golongan terpenoid.
0.0
0.5
1.0
A B
1
2
21
3
4
Keterangan :
Fase diam : silika gel GF 254 AgNO3 2.5% Fase gerak : n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) A. : Kalus daun lembaga dari biji
Jatropha curcas B. : Biji Jatropha curcas
Gambar 5. Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah disemprot dengan reagen
vanilin-sulfat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Keterangan :
Fase diam : silika gel GF 254 AgNO3 2.5% Fase gerak : n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) A. : Kalus daun lembaga dari biji
Jatropha curcas B. : Biji Jatropha curcas
Gambar 6. Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah disemprot dengan reagen
antimon-triklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian profil pertumbuhan kalus daun lembaga biji tanaman
Jatropha curcas pada media White dengan menggunakan teknik kultur jaringan
dapat ditarik adanya beberapa kesimpulan, yakni :
1. Daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dapat membentuk kalus pada
media White yang mengandung zat pengatur tumbuh NAA : BAP (2:2)
dengan teknik kultur jaringan.
2. Kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas memiliki pola pertumbuhan
yaitu fase lag hari ke-0 hingga hari ke-4, eksponensial hari ke-4 hingga hari
ke-20 dan penuaan hari ke-20 hingga hari ke-32.
3. Kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas menghasilkan bercak
kromatografi lapis tipis seperti pada biji yaitu golongan terpenoid.
B. SARAN
Dari penelitian ini, perlu dilakukan lanjutan penelitian tentang :
1. Uji kualitatif jenis golongan terpenoid yang terdapat di dalam kalus daun
lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas.
2. Uji kuantitatif jenis golongan terpenoid dari kalus daun lembaga dari biji
Jatropha curcas sehingga nantinya dapat dibandingkan dengan tanaman
asalnya.
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
3. Kultur suspensi sel kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas
sehingga dapat dihasilkan metabolit sekunder dalam jumlah yang optimal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1978, Dyeing Reagents for Thin Layer and Paper Chromatography, no
57 dan 329, E. Merck, Darmstadt, Federal Republic of Germany. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Jilid III, hal XXXIII, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995a, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, hal 129, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995b, Farmakope Indonesia, Jilid IV, hal 1005, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2003, Jatropha curcas L., www.intox.org, diakses 12 April 2006. Anonim, 2005a, Species Identity of Jatropha curcas L.,
www.worldagroforestry.org, diakses 20 April 2006. Anonim, 2006b, The Cultivation of Jatropha curcas L., www.svlele.com, diakses
20 April 2006. Bionde S. and Thorpe T.A., 1981, Requirements for A Tissue Culture Facility in
Thorpe T.A, Plant Tissue Culture, hal 6, Academic Press, Tokyo. Dixon, R.A., 1985, Plant Cell Culture: A Practical Approach, hal 3-11, IRL
Press, Oxford, Washington D.C. Duke, J.A, 1983, Jatropha curcas L., www.hort.purdue.edu, diakses 20 Maret
2006. George E.R. and Sherington L.R., 1984, Plant Propagation by Tissue Culture 3,
hal 10-11, 17, 236, Exegetics Press. Inc, Orlando San Diego. Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan, terbitan kedua, hal 123-127, ITB, Bandung. Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani A., 1994, Teknik Kultur Jaringan, hal 18, 26-
29, 59, 89-94, Kanisius, Yogyakarta. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II, ed. I, hal 1137-1138,
Badan Litbang Departemen Kehutanan RI, Jakarta. Joker DFSC, Dorthe and Jepsen Jacob, 2003, Seed Leafleat : Jatropha curcas L.,
http://www.dfsc.dk/pdf/Seedleaflets/jatropha_curcas_83.pdf, diakses tanggal 20 April 2006.
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Katuuk, J.R.P., 1989, Teknik Kultur Jaringan Dalam Mikropropagasi Tanaman,
hal 2-4, 90-94, 109, Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta.
Misawa, M., 1994, Plant Tissue Culture : An Alternative For Production Of
Useful Metabolite, FAO Agriculture Services Bulletin, nomor 108, Rome. Moffat, A.C., 1986, Clarke’s Isolation and Identification of Drugs : in
Pharmaceutical, Body-fluids and Post-Mortem Material, Ed. 2nd, hal 163, The Pharmaceutical Press, London.
Mursyidi, A., 1990, Analisis Metabolit Sekunder, hal 245-246, PAU Bioteknologi,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Perry M. and Metzger, J., 1980, Medicinal Plants of East and Southeast Asia:
Atributed Properties and Uses, hal 146, MIT Press, Cambridge USA. Robbers, J.E., Speedie, Marilyn K., Tyler, and Varro E., 1996, Pharmacognosy
and Pharmacobiotechnology, hal 80, Lea and Febiger Book, Canada. Roberto Can Aké, Gilda Erosa-Rejón, Filogonio May-Pat, Luis M. Peña-
Rodríguez and Sergio R. Peraza-Sánchez, 2004, Bioactive Terpenoids from Root and Leaves of Jatropha gaumeri, Rev. Soc.Quim. Mex, vol 48, hal 11-14.
Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, terjemahan Kosasih
Padmawinata, hal 139-154, edisi 6, ITB Press, Bandung. Salisbury, F.B., and Ross, C.W., 1995, Fisiologi Tumbuhan : Perkembangan
Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan, Jilid III, Edisi IV, hal 87, Penerbit ITB, Bandung.
Samuelson, G., 1999, Drugs of Natural Origin: A Textbook of Pharmacognosy,
fourth edition, hal 415, Apotekarsocieteten-Swedish Pharmaceutical Press, Sweden.
Santoso, U. dan Nursandi, F., 2002, Kultur Jaringan Tanaman, cetakan pertama,
edisi pertama, hal 1-2, 9, 115-120, Universitas Muhammadiyah, Malang. Sastrohamidjojo, H., 1985, Kromatografi, cetakan ketiga, edisi kedua, hal 26-36,
Liberty,Yogyakarta. Sinaga, E., 2005, Jatropha curcas L., Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tumbuhan Obat UNAS/ P3TO UNAS, http://iptek.apjii.or.id, diakses 20 April 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Soegihardjo, C.J., 1989, Produksi Metabolit Sekunder dengan Kultur Jaringan, hal 7-26, PAU-Bioteknologi UGM, Yogyakarta.
Stahl, E., 1969, Thin-Layer Chromatography-A Laboratory Handbook, hal 33-34,
Springer International Student Edition, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, New York
Sudarmadji, 2003, Penggunaan Benzil Amino Purine pada Pertumbuhan Kalus
Kapas Secara In-Vitro, Buletin Teknik Pertanian, Vol. 8, Nomor 1. Wagner, H., Bladt, S., and Zgainski, E.M., 1984, Plant Drug Analysis : A Thin
Chromatography Atlas, hal 22, Springer-Verlag, Berlin Heidelberg New York Tokyo.
Wetherell, D.F., 1982, Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro,
diterjemahkan Koensoemardiyah S., SU., Apt. UGM, Yogyakarta. Yustina, 2003, Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien,
cet.1, 1-2, 14, Agromedia Pustaka, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Lampiran 1
Surat Determinasi Tumbuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Lampiran 2
Foto-foto Hasil Penelitian
(a) (b)
(c)
Keterangan gambar :
a. Gambar bunga Jatropha curcas.
b. Gambar buah Jatropha curcas.
c. Gambar pohon Jatropha curcas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
(a) (b)
(c) (d)
Keterangan gambar :
a. Gambar kalus Jatropha curcas saat tanam.
b. Gambar kalus Jatropha curcas hari ke-12.
c. Gambar kalus Jatropha curcas hari ke-20.
d. Gambar kalus Jatropha curcas hari ke-32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
(a) (b)
Keterangan gambar :
a. Gambar kromatogram kalus (A)
dan biji (B) pada 365 nm.
b. Gambar kromatogram kalus (A)
dan biji (B) pada 254 nm.
c. Gambar kromatogram kalus (A)
dan biji (B) setelah disemprot dengan
reagen vanilin-sulfat.
(c)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
(a) (b)
Keterangan gambar :
a. Gambar kromatogram kalus (A), biji (B)
pada 365 nm.
b. Gambar kromatogram kalus (A), biji (B)
pada 254 nm.
c. Gambar kromatogram kalus (A), biji (B)
setelah disemprot dengan reagen antimon-
triklorida.
(c)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 3
Komposisi Media White
I. Unsur-unsur makro
a. Kalium nitrat (KNO3).
b. Kalium klorida (KCl).
c. Kalsiumnitrat-tetrahidrat (Ca(NO3)2.4H2O).
d. Magnesiumsulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O).
e. Natriumdihidrogenfosfat-monohidrat (NaH2PO4.H2O).
f. Natrium sulfat (Na2SO4).
II. Unsur-unsur mikro
a. Asam borat (H3BO3).
b. Besi (II) sulfat-heptahidrat (FeSO4.7H2O).
c. Kalium iodida (KI).
d. Mangan (II) sulfat-tetrahidrat (MnSO4.4H2O).
e. Sengsulfat-heptahidrat (ZnSO4.7H2O).
III. Vitamin
a. Asam nikotinat.
b. Piridoksin (B6).
c. Tiamin (B1).
IV. Sukrosa.
V. Agar.
VI. Zat pengatur tumbuh
a. Auksin (asam naftalen asetat).
b. Sitokinin (6-bensilamino-purin).
VII. Aquadest.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Lampiran 4
Hasil penimbangan pemanenan kalus dari hari ke hari
Hari panen
ke-
Bobot media
Bobot media&
kalus
Bobot kalus awal
Rata-rata
bobot kalus awal
Bobot cawan
Bobot cawan&
kalus
Bobot kalus akhir
Rata-rata
bobot kalus akhir
Pertumbuhan kalus
4 179.4960 179.6000 0.1040 22.9660 23.0916 0.1256 4 183.2230 183.3030 0.0800 22.9655 23.0804 0.1149 4 169.3130 169.4260 0.1130 0.0920 22.9654 23.0846 0.1192 0.1117 0.0197 4 173.7190 173.8180 0.0990 22.9656 23.0774 0.1118 4 171.6100 171.6740 0.0640 22.4955 22.5825 0.0870 8 170.0900 170.1790 0.0890 21.4640 21.6125 0.1485 8 178.0760 178.1420 0.0660 24.3444 24.4539 0.1095 8 175.7540 175.8540 0.1000 0.0918 26.2709 26.3996 0.1287 0.1316 0.0398 12 171.6130 171.7250 0.1120 22.9821 23.1218 0.1397 12 170.7090 170.8420 0.1330 22.4954 22.6727 0.1773 12 173.0090 173.1330 0.1240 23.0305 23.1822 0.1517 12 170.7120 170.8090 0.0970 0.1223 15.1719 15.3283 0.1564 0.1744 0.0522 16 170.3290 170.4640 0.1350 22.4957 22.7080 0.2123 16 179.4520 179.6050 0.1530 22.4944 22.7134 0.2190 16 176.6000 176.6710 0.0710 21.4587 21.5708 0.1121 16 176.5220 176.6260 0.1040 0.1258 15.1711 15.4029 0.2318 0.1923 0.0665 16 177.2800 177.3860 0.1060 13.6506 13.7950 0.1444 20 178.6690 178.8640 0.1950 23.0295 23.2835 0.2540 20 172.3490 172.5540 0.2050 24.3114 24.6587 0.3473 20 179.0820 179.2670 0.1850 24.2895 24.5532 0.2637 20 170.6710 170.8100 0.1390 0.1830 24.3389 24.5658 0.2269 0.2793 0.0963 20 173.1720 173.4060 0.2340 26.2638 26.5648 0.3010 24 181.7600 181.9120 0.1520 22.9745 23.2323 0.2578 24 173.7370 173.9490 0.2120 24.3419 24.6520 0.3101 24 178.6930 178.7980 0.1050 24.2867 24.4833 0.1966 24 175.2260 175.3750 0.1490 0.1412 15.1832 15.4244 0.2412 0.2231 0.0819 24 172.1800 172.3100 0.1300 24.3134 24.5130 0.1996 28 172.0840 172.1940 0.1100 26.2665 26.4346 0.1681 28 178.0410 178.2070 0.1660 13.6622 13.9118 0.2496 28 175.3660 175.4760 0.1100 22.5060 22.6594 0.1534 28 172.7730 172.8720 0.0990 0.1208 22.9769 23.1375 0.1606 0.1807 0.0599 32 169.6310 169.7390 0.1080 23.0416 23.2007 0.1591 32 171.3550 171.4530 0.0980 21.4596 21.6034 0.1438 32 170.1820 170.3190 0.1370 0.1220 23.0302 23.2225 0.1923 0.1674 0.0454 32 178.3810 178.5120 0.1310 21.4602 21.6262 0.1660
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampiran 5
Kadar Air Kalus
Hari panen
ke-
Bobot cawan
Bobot cawan&
kalus basah
Bobot kalus basah
Rata-rata
bobot kalus basah
Bobot cawan
Bobot cawan&
kalus kering
Bobot kalus kering
Rata-rata
bobot kalus kering
Persen kadar air
4 22.9660 23.0916 0.1256 22.9660 22.9842 0.0182 4 22.9655 23.0804 0.1149 22.9662 22.9724 0.0062 4 22.9654 23.0846 0.1192 0.1117 22.9661 22.9784 0.0123 0.0104 90.70725 4 22.9656 23.0774 0.1118 22.9663 22.9760 0.0097 4 22.4955 22.5825 0.0870 22.9659 22.9714 0.0055 8 21.4640 21.6125 0.1485 24.3386 24.3516 0.0130 8 24.3444 24.4539 0.1095 26.2658 26.2760 0.0102 8 26.2709 26.3996 0.1287 0.1316 22.9753 22.9873 0.0120 0.0117 91.12842
12 22.9821 23.1218 0.1397 21.4637 21.4752 0.0115 12 22.4954 22.6727 0.1773 22.4961 22.5125 0.0164 12 23.0305 23.1822 0.1517 23.0304 23.0448 0.0144 12 15.1719 15.3283 0.1564 0.1744 15.1722 15.1866 0.0144 0.0154 91.15666 16 22.4957 22.7080 0.2123 22.4955 22.5120 0.0165 16 22.4944 22.7134 0.2190 22.5056 22.5266 0.0210 16 21.4587 21.5708 0.1121 21.4688 21.4769 0.0081 16 15.1711 15.4029 0.2318 0.1923 15.1817 15.1994 0.0177 0.0156 91.89639 16 13.6506 13.7950 0.1444 13.6615 13.6739 0.0124 20 23.0295 23.2835 0.2540 23.0409 23.0596 0.0187 20 24.3114 24.6587 0.3473 24.3134 24.3389 0.0255 20 24.2895 24.5532 0.2637 24.2868 24.3098 0.0230 20 24.3389 24.5658 0.2269 0.2793 24.3417 24.3597 0.0180 0.0226 91.92382 20 26.2638 26.5648 0.3010 26.2663 26.2928 0.0265 24 22.9745 23.2323 0.2578 22.9763 22.9961 0.0198 24 24.3419 24.6520 0.3101 24.3145 24.3317 0.0172 24 24.2867 24.4833 0.1966 24.2874 24.3030 0.0156 24 15.1832 15.4244 0.2412 0.2231 15.1820 15.2047 0.0227 0.0189 91.54715 24 24.3134 24.5130 0.1996 24.3415 24.3653 0.0238 28 26.2665 26.4346 0.1681 26.2673 26.2823 0.0150 28 13.6622 13.9118 0.2496 13.6610 13.6827 0.0217 28 22.5060 22.6594 0.1534 22.5053 22.5173 0.0120 28 22.9769 23.1375 0.1606 0.1807 22.9762 22.9857 0.0095 0.0138 92.34814 32 23.0416 23.2007 0.1591 23.0395 23.0516 0.0121 32 21.4596 21.6034 0.1438 22.4605 22.4714 0.0109 32 23.0302 23.2225 0.1923 0.1674 23.0305 23.0493 0.0188 0.0137 91.81438 32 21.4602 21.6262 0.1660 21.4595 21.4709 0.0114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI