Post on 25-Dec-2015
description
PRESENTASI KASUSAPPENDISITIS
Disusun Oleh :Arlin Chyntia Dewi
1102010036
Pembimbing :Dr. Aladin Sampara, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KABUPATEN BEKASIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
1
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : An. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 17 tahun
Alamat : Kp. Jagawana RT 01/07, Sukatani
Agama : Islam
Masuk RS : 29 / 10 / 2014
ANAMNESIS:
Diambil secara autoanamnesis
Tanggal : 01 / 11 / 2014
KELUHAN UTAMA:
Nyeri perut kanan bawah sejak ± 15 jam SMRS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah yang dirasakan sejak ± 15 jam SMRS. Pasien mengaku tiba-tiba perutnya
nyeri seperti ditusuk tusuk tetapi nyeri tidak menjalar. Keluhan juga disertai dengan
demam, mual dan muntah sebanyak 2 kali. Mual dan muntah dikatakan terasa setelah
nyeri perut timbul. Nafsu makan pasien juga dikatakan menurun. BAB terasa agak sulit.
BAK tidak ada keluhan.
Pasien sebelumnya sudah berobat ke puskesmas dan dirujuk ke RSUD Kabupaten
Bekasi dengan diagnosis suspek Apendisitis.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
Tidak ada riwayat penyakit serupa sebelumnya.
2
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
Tidak terdapat anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama dengan
pasien.
PEMERIKSAAN FISIK (1 November 2014)
Kesadaran : composmentis
Keadaan umum : sakit sedang
Tanda-tanda vital : TD = 120/80 mmHg
N = 88 x/menit
R = 24 x/menit
S = 37,0ºC
Kepala : normosefal
Mata : CA -/- , SI -/-
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks :
I = simetris statis dan dinamis
P= fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
P= sonor diseluruh lapang paru
A= paru : suara napas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : SI-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Lihat status lokalis
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas : akral hangat, tidak udem di ke empat ekstremitas
3
STATUS LOKALIS a/r ABDOMEN:
x
I : datar, tidak tampak tanda-tanda peradangan
P : soepel, nyeri tekan (+) Mc.Burney, nyeri lepas tekan Mc.Burney (+), Rovsing sign (-),
Blumberg sign (-).
P: timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri ketok McBurney (+)
A: bising usus (+), normal
Psoas sign (+), Obturator sign (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium ( 29/10/2014 )
Hematologi
Haemoglobin : 13,7 (12-16 g/dl)
Hematokrit : 39,4 (35-50 vol%)
LED : 15 (P: <10; W: <20)
Basofil : 0 (0-0)
Eosinofil : 0 (0-3)
Batang : 2 (2-6)
Segmen : 88 (50-70)
Limfosit : 9 (20-40)
Monosit : 1 (2-8)
Eritrosit : 5,3 (4,8-6,2 juta/lpb)
Leukosit : 16.000 (3500-10000/mm)
Trombosit : 173.000 (150.000-390.000/mm3)
4
Kimia Darah
SGOT : 27 (<38 u/l)
SGPT : 12 (<41 u/l)
GDS : 90 (<170 mg/dl)
Ureum : 34 (15-45 mg/dl)
Kreatinin : 0,8 (0,7-1,2 mg/dl)
Elektrolit
Natrium :143 (135-145 mEq/l)
Kalium : 4,2 (3,3-5,1 mEq/l)
Klorida : 105 (96-106 mEq/l)
USG ABDOMEN
RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan nyeri perut
kanan bawah yang dirasakan sejak ± 15 jam SMRS. Pasien mengaku tiba-tiba perutnya
nyeri seperti ditusuk tusuk tetapi nyeri tidak menjalar. Keluhan juga disertai dengan
demam, mual dan muntah sebanyak 2 kali. Mual dan muntah dikatakan terasa setelah
5
nyeri perut timbul. Nafsu makan pasien juga dikatakan menurun. BAB terasa agak sulit.
Keluhan pertama kali ini dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
TD = 120/80 mmHg
N = 88 x/menit
R = 24 x/menit
S = 36,8ºC
Nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah (+), nyeri lepas tekan McBurney (+),
nyeri ketok McBurney (+), Psoas Sign (+), Obturator Sign (+).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan leukosit dan peningkatan
neutrofil segmen.
DIAGNOSIS KERJA:
Susp. Appendisitis Akut
TERAPI:
1. Farmakoterapi
- IVFD Asering 16 tpm
- Ceftriaxone 1 x 2 gr iv drip
- Ketese 3x1 amp
- Ranitidin 2x1 amp
- Metronidazole 3x50 gr iv drip
2. Non-Farmakoterapi
- Rencana operasi : apendektomi
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
6
Follow-up tanggal 4/11/2014
Keluhan:
Nyeri perut berkurang
Mual muntah (-)
Kesadaran : composmentis
Keadaan umum : sakit ringan
Tanda-tanda vital : TD = 120/70 mmHg
N = 80 x/menit
R = 24 x/menit
S = 36,6ºC
Status Lokalis a/r Abdomen :
Inspeksi : Abdomen datar, tidak tampak tanda-tanda peradangan.
Palpasi : Supel, nyeri tekan titik McBurney (-), nyeri lepas titik McBurney (-),
Rovsing sign (-), Blumberg sign (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok titik McBurney (-).
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Psoas sign (-), Obturator sign (-), Nyeri ketok costo vertebrae angel (-)
Pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan apendikogram, tetapi keluarga menolak
dan memilih memulangkan pasien dikarenakan kondisi pasien yang nampak sudah
membaik.
7
TINJAUAN PUSTAKA
APENDISITIS
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermikularis. Apendiks
merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut
kanan bawah, organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi
kesehatan. Peradangan akut apendiks menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila
tidak segera dilakukan tindakan bedah.
Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan.
Apendisitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak
sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan apendisitis akut mengalami perforasi
setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi
cairan dan antibiotik yang lebih baik, apendisitis pada anak-anak, terutama pada anak
usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis
apendisitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa
didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka apendiktomi negatif pada
pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis apendisitis.2
Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari apendix yang
terinflamasi, baik dengan laparotomi maupun dengan laparoskopi. Apabila tidak
dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan
karena peritonitis dan syok.3
8
ANATOMI & FISIOLOGI APPENDIX
Apendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Kolon asendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apendiks terlihat
pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya apendiks
berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat
dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi.
Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Apendiks selalu berhubungan dengan
Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Apendiks ditentukan oleh lokasi
Caecum.1,2,3
Gambar 1. Appendix vermicularis4)
Vaskularisasi apendiks berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis
Apendiks menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia
15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen apendiks biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3
9
Gambar 2. Potongan transversa apendiks 5
Panjang apendiks pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar apendiks berhubungan dengan Taenia caecalis pada
dasar Caecum, ujung apendiks memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar
di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi
apabila apendiks mengalami peradangan. 1,2
Gambar 3. Variasi lokasi apendiks vermikularis1
10
Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun apendiks merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak
penting dan apendiktomi tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2
INSIDENSI
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
a. Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Penyebab yang lebih
jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa apendiks, barium yang
mengering pada pemeriksaan x-ray, batu empedu, cacing usus terutama Oxyuris
vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan
oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti
measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Insidensi apendisitis juga meningkat pada pasien dengan fibrosis kistik. Hal
tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi
apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3
proksimal. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress
psikologis, dan herediter.6
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada kasus
apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitis akut gangrenosa
dengan perforasi. 1,2,6,7)
11
Gambar 3.1. Apendisitis (dengan fecalith) 8)
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa apendiks segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada apendiks normal
adalah 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan
intraluminal sekitar 60 cm H2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri
viseral yang mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau
di bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di apendiks. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa apendiks
dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke
abdomen kanan bawah. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk apendiks, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan
suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya
distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya
pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7
Di awal proses peradangan apendiks, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,
12
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis apendisitis
khususnya pada anak-anak.6
Distensi apendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf viseral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilikalis. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan
muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul
mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal apendiks. Peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi apendiks yang menyebabkan iskemia
jaringan intraluminal apendiks, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri melakukan invasi
ke dinding apendiks; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan
mediator inflamasi karena iskemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari
dinding apendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan
teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi apendiks, khususnya di titik Mc
Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri
viseral sebelumnya. Pada apendiks yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri
somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale
sebelum terjadi perforasi apendiks dan penyebaran infeksi. Nyeri pada apendiks yang
berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
Apendiks yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau vesika urinaria akibat penyebaran infeksi apendiks dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urin.
Perforasi apendiks akan menyebabkan terjadinya abses lokal atau peritonitis difus.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan
tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi apendiks mencakup
peningkatan suhu melebihi 38.5oc, leukositosis >14.000, dan gejala peritonitis pada
pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat
13
menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada
bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan
yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak
yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut
dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6
b. Bakteriologi
Flora pada apendiks yang meradang berbeda dengan flora apendiks normal. Sekitar
60% cairan aspirasi yang didapatkan dari apendisitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi apendiks yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal
kolon memainkan peranan penting pada perubahan apendisitis akut ke apendisitis
gangrenosa dan apendisitis perforata. 1,2,7
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2 Flora
normal pada apendiks sama dengan bakteri pada kolon normal. Flora pada apendiks akan
tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat
pada orang dewasa.
Bakteri yang umumnya terdapat di apendiks, apendisitis akut dan apendisitis perforasi
adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri
fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,2,7
Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob
14
Batang Gram (-)
Eschericia coli
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella sp.
Coccus Gr (+)
Streptococcus anginosus
Streptococcus sp.
Enteococcus sp.
Batang Gram (-)
Bacteroides fragilis
Bacteroides sp.
Fusobacterium sp.
Batang Gram (-)
Clostridium sp.
Coccus Gram (+)
Peptostreptococcus sp.
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien apendisitis perforata dan
nonperforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali
pasien telah mengalami perbaikan. Organisme yang dikultur dan kemampuan
laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik pun sangat bervariasi.
Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai
akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abses setelah
terapi apendisitis. Perlindungan antibiotik terbatas sekitar 24-48 jam pada kasus
apendisitis nonperforata. Pada apendisitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara
intravena hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. 2,6
c. Peranan lingkungan: diet dan higiene 7
Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan
kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, karsinoma kolorektal
lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang
memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa
diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen
yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.
KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis menurut klinikopatologis:
15
Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan
segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi perforasi, maka
komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan komplikasi pasca
operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger, 2005).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney (Burkit et al,
1992). Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita seperti memerlukan obat pencahar.Bila dilakukan penekanan
kemudian dilepaskan pada titik McBurney maka pasien apendisitis akut akan merasa
sangat nyeri. Penekanan juga dapat dilakukan di abdomen kiri bawah, dikatakan
apendisitis bila merasa nyeri pada abdomen kanan bawah.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan
menurun.
Klasifikasi apendisitis akut:
1) Apendisitis akut simple: peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejala
diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan
demam ringan. Apendisitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa.
2) Apendisitis supuratif: Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti, nyeri tekan
tekan, nyeri lepas di titik MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif
3) Apendisitis akut gangrenosa: didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau
merah kehitaman.
Apendisitis infiltrat
16
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan
massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
Apendisitis abses
Apendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi nanah. Biasanya di fossa
iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
Apendisitis perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau terjadi
secara menahun. Apendisitis kroniksangat jarang terjadi. Prevalensi hanya 1-5%.
Diagnosis apendisitis kronik sulit ditegakkan. Terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah
yang biasa terjadi secara berulang (Pieter, 2005). Pemeriksaan fisik hampir sama dengan
apendisitis akut. Walaupun ada beberapa kriteria yg berbeda. Pada pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiologi terkadang menggambarkan hasil yang normal. Setelah dilakukan
apendektomi, gejala akan menghilang pada 82-93% pasien.
Patologi anatomi digunakkan untuk menegakkan apendisitis kronik karena diagnosis
sebelum operasi sangat sulit ditetapkan. Ciri apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik
GEJALA KLINIS
Gejala umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia.12,13 Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri perut. Awalnya, nyeri
dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang hilang
timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Nyeri yang
menetap ini umumnya terlokalisasi di abdomen kuadran kanan bawah. Variasi dari lokasi
anatomi apendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; apendiks yang
panjang dengan inflamasi di abdomen kuadran kiri bawah menyebabkan nyeri di daerah
tersebut, apendiks di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal apendiks
dapat menyebabkan nyeri testikular.8
17
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi apendiks, biasanya
suhu naik hingga 38oC. Pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga > 39oC.
Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Pada 75% pasien dijumpai muntah yang
umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf
dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri
perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis apendisitis
diragukan. 2,8 Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen mengarah pada diagnosis
gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa
pasien terutama anak-anak. 2,3,8 Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
apendiks.12,13
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan apendiktomi. Setelah apendiktomi, dilakukan pemeriksaan PA
terhadap jaringan apendiks dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu
inflamasi akut dan noninflamasi akut.11)
Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2
Gejala Klinik Value
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri abdomen kuadran kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
18
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.2
Gejala apendisitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal
pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis difus
biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat
diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita apendisitis biasanya menunjukkan
peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada apendiks. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan apendiks retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur apendiks.12
Diagnosis apendisitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga apendisitis
sudah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi, hanya dijumpai
gejala letargi, iritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala muntah, demam, dan
nyeri.13
Anak-anak dengan apendisitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang
didiagnosis sebagai apendisitis, kecuali pada anak dengan apendisitis letak retrocaecal.
Pada apendisitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita apendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
19
Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10
Apendiks umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis apendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal
Caecum. Apendisitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costae
12 dan spina iliaka posterior superior. Apendisitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri
rektal.6
Secara teori, peradangan akut apendiks dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
apendisitis. Jika tanda-tanda apendisitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10
Rovsing’s sign
Jika abdomen kiri bawa ditekan, maka terasa nyeri di abdomen kanan bawah. Hal ini
menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak
spesifik.
20
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien
dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari
peradangan apendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.
Ada 2 cara memeriksa:
Aktif: pasien telentang, tungkai kanan lurus di tahan pemeriksa, pasien memfleksikan
articulatio coxae kanan maka akan terasa nyeri perut kanan bawah.
Pasif: pasien miring ke kiri, paha kanan di hiperekstensikan pemeriksa akan terasa
nyeri perut kanan bawah.
Gambar 5. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign 10
21
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi apendiks, abses
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.
Gambar 6. Cara melakukan
Obturator sign10)
Gambar 7. Dasar anatomis Obturator
sign10
Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di abdomen kiri bawah kemudian melepaskannya. Manuver
ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di abdomen
kanan bawah.
Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di abdomen kanan bawah, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga
Scherren pada auskultasi.
Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
22
Defans muskular
Defans muskular bersifat lokal sesuai letak apendiks.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abses di cavum
Douglasi atau apendisitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium2,3,6,7
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan PMN sedang.
Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke
kiri, diagnosis apendisitis akut harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih
lebih dari 18.000/ mm3 pada apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di
atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan
atau tanpa abses.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-
12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥
11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90%.
Pemeriksaan urin bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi uretra atau
vesika urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi apendiks, pada apendisitis akut
dalam sample urin kateter tidak akan ditemukan bakteriuria.
Ultrasonografi1,2,6,7
USG cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Apendiks
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
23
yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang maksimal, apendiks diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran
anterior-posterior apendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis.
Gambaran USG dari apendiks normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis apendisitis. Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat dan tidak
tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis apendisitis akut
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-
organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun
endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan
nyeri akut abdomen. Diagnosis apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan
sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama
efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat
menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas apendiks mungkin tidak tertekan karena
proses inflamasi apendiks yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif
palsu dapat terjadi bila apendisitis terbatas hanya pada ujung apendiks, letak retrocaecal,
apendiks dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila apendiks mengalami
perforasi oleh karena tekanan.
24
Gambar 3.7.USG pada potongan longitudinal apendisitis 10
Pemeriksaan radiologi1,2,6,7
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitis akut, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien apendisitis akut, kadang
dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang
tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri
alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT scan diperiksa terutama
saat dicurigai adanya abses apendiks untuk melakukan percutaneous drainage secara
tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema (Apppendicogram) tergantung
pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan
apendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek apendisitis harus dipersiapkan untuk pasien
yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi
segera saat ada indikasi klinis.
25
DIAGNOSIS
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di
region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau
abscess apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum,
penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga
disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan Kista
Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.18
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum
jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop
dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari
kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan
nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan
waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat
nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba
massa.17
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.1
26
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien apendisitis yaitu 1,2,3,6,7
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single
dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Ada 3 cara yang dipakai untuk appendiktomi, yaitu:
1. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau splitting incision)
Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang menghubungkan
SIAS dengan umbilikus. Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot
dinding perut dibelah secara tumpul. Teknik ini paling banyak dikerjakan karena
keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, dan masa
penyembuhan lebih cepat.
2. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision)
Lokasi dan sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung
menembus otot dinding perut tanpa mempedulikan arah serabut sampai tampak
peritoneum. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih luas, mudah diperluas,
sederhana dan mudah
3. Insisi pararektal
Dilakukan sayatan pada garis batas lateral M. Rectus abdominis dekstra secara
vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10 cm. Setelah peritoneum dibukan dengan
retraktor, maka basis appendiks dapat dicari pada pertemuan tiga taenia coli.
27
Teknik operasi apendiktomi 1,2,6,8):
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M.
rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu
penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi
hernia cicatricalis.
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas
ke medial bawah.
28
2 lapis
M.rectus abd.
sayatan
M.rectus abd.ditarik ke medial
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
Keterangan gambar:
29
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N.
iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di
sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama
pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang
lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk
mencari apendiks. Setelah apendiks ditemukan, apendiks diklem dengan klem
Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan
sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya,
diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.
30
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum).
Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat
dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk
rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.
31
8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:
a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke
dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh,
dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk
pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.
Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut
ginekologi dari Appendicitis acuta.1)
32
Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari apendisitis akut pada dasarnya adalah diagnosis dari akut
abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit
tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada
dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di
dalam atau di sekitar kavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama
seperti apendisitis akut. 2,6)
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada
umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh
apendisitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan. 2,6)
Diagnosis banding apendisitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari
inflamasi apendiks, tingkatan dari proses dari yang sederhana sampai yang perforasi,
serta usia dan jenis kelamin pasien. 2,6)
1. Adenitis Mesenterika Akut
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh apendisitis pada anak-anak.
Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah
33
menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat
ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada apendisitis. Observasi selama
beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena
Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan,
satu-satunya jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan apendisitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut
self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual,
dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil
pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding apendisitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena
nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini,
Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai apendisitis namun dapat dibedakan
dengan adanya pembesaran dan nyeri vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan
rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip apendisitis akut.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
diverticulitis meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
apendisitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususepsi
Sangat penting untuk membedakan intususepsi dari apendisitis karena
terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, apendisitis sangat jarang
dibawah umur 2 tahun, sedangkan intususepsi idiopatik hampir semuanya terjadi
di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan
berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di abdomen kanan bawah. Terapi
yang dipilih pada intususepsi bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium
enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien apendisitis acuta
sangat berbahaya.
6. Chron’s enteritis
34
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri abdomen kanan bawah,
perih, dan leukositosis sering dikelirukan sebagai apendisitis. Selain itu, terdapat
diare dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis
kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis apendisitis.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai apendisitis jika cairan
gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan
8. Infeksi saluran kencing
Pielonefritis akut, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
apendisitis letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costovertebrae kanan, dan terutama
pemeriksaan urin biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
9. Batu uretra
Bila calculus tersangkut dekat apendiks dapat dikelirukan dengan apendisitis
retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau
tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pielografi dapat
memperkuat diagnosis.
10. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupai apendisitis akut simpleks namun dapat
ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang
disebabkan oleh ruptur apendiks. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal.
Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah
peritonitis primer dan terapinya adalah obat–obatan. Bila ditemukan bermacam–
macam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.
11. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk
adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan apendisitis. Umumnya infeksinya ringan
dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang
umumnnya sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif
tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis apendisitis yang disebabkan
oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan apendisitis oleh sebab lainnya. Sekitar
5% dari kasus apendisitis akut disebabkan oleh infeksi Yersinia.
KOMPLIKASI POST OPERASI 1
35
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda
diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
appendicitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-
15% terjadi pada anak-anak dan orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yang
masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya
perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus
dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang
sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
PROGNOSIS 2
Mortalitas dari apendisitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada
tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang
36
menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana
diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah
dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat
sebelum terjadi perforasi.
PENCEGAHAN
a. Diet tinggi serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan
insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet
tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.40
Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang
membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak
terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan
yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang
teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan
keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.
Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih
padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga
terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal
kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran
appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang
menimbulkan peradangan pada appendiks.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi FC. Schwartz’s Manual of Surgery. 8th edition. London: McGraw-
Hill. 2006.
2. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria: Blackwell
Science. 2002.
3. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007.
4. Kartono D. Apendisitis Akuta. Dalam Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.
5. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010.
6. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2011.
7. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed.
Blackwell Publishing; 2006.
8. Way LW. Appendix. Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way
LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
9. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
38