Post on 17-Jul-2015
DAFTAR PEMILIH KHUSUS dan
POTENSI TITIK RAWANNYA
Oleh : Muhammad Yunus1
”Dalam hal terdapat warga negara yang memenuhi syarat sebagai Pemilih dan
tidak memiliki identitas kependudukan dan/atau tidak terdaftar dalam daftar
pemilih sementara, daftar pemilih sementara hasil perbaikan, daftar pemilih
tetap, atau daftar pemilih tambahan, KPU Provinsi melakukan pendaftaran
dan memasukkannya ke dalam daftar pemilih khusus”.
Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tersebut di atas lahir sebagai pelaksanaan
amanat UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “ Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar “. Dengan kata
lain bahwa pemegang otoritas tertinggi dalam hal kedaulatan adalah rakyat.
Kedaulatan yang didalamnya memiliki makna hakiki yaitu kebebasan yang
merdeka untuk dipilih dan memilih.
Berkaca pada pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya, banyak warga
negara yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya dikarenakan berbagai alasan.
Diantaranya yang paling sering menjadi tema klasik adalah karena tidak terdata
dalam daftar pemilih serta tidak dapat menunjukkan kartu identitas berupa
Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pada Pemilu 2009 lalu, warga negara dapat menggunakan hak pilihnya bila
mampu menunjukkan KTP meskipun tidak tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap
(Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009). “Bagaimana bila seorang warga negara
yang memenuhi syarat sebagai pemilih tetapi tidak memiliki KTP? Apakah
seorang warga negara yang notabene hak-hak politiknya dijamin oleh UUD tidak
dapat menggunakan hak pilihnya? Apakah seorang warga negara harus rela
kehilangan hak konstitusinya hanya karena persoalan administratif semata?
Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan itulah maka pembuat undang-
undang merasa berkepentingan untuk mengangkat isu ini ke dalam salah satu
klausul pada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan Pemilu 2014.
Kontroversi Daftar Pemilih Khusus (DPK)
DPK ditetapkan setelah seluruh tahapan pemutakhiran data pemilih
dinyatakan selesai. Hal itupun mesti diatur lebih lanjut dengan Peraturan KPU.
Apakah kemudian tidak menjadi permasalahan lagi jikalau saja regulasi yang
dikeluarkan oleh KPU tidak mengundang perdebatan karena beberapa
kekurangan-kekurangan di dalamnya. Belum lagi bila regulasi tersebut
mengalami revisi berulang-ulang dalam rentang waktu yang singkat.
Dampak krusial yang bisa terjadi dalam penerapan pasal ini diantaranya
adalah bagaimana sikap KPU Provinsi dalam hal :
a. pembuktian bahwa warga negara yang dimaksud telah memenuhi
syarat sebagai pemilih terutama dari segi umur.
b. pembuktian bahwa warga negara yang dimaksud adalah benar
penduduk setempat karena kondisi ini rawan dijadikan pembenaran
mobilisasi pendukung oleh peserta Pemilu ke Dapil lain.
1 Penulis adalah Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat
c. Penetapan jumlah surat suara dimana Pasal 151 ayat (2) UU Nomor 8
Tahun 2012 yang menyatakan jumlah surat suara adalah sama dengan
jumlah DPT ditambah 2 % surat suara cadangan.
d. Korelasi antara Pasal 40 ayat (5) dengan Pasal 150 ayat (1) UU Nomor 8
Tahun 2012 yang tentu saja pedoman teknisnya akan diturunkan
dalam bentuk Peraturan KPU.
Diantara dampak-dampak tersebut di atas, mobilisasi massa yang dapat
dilakukan oleh peserta Pemilu merupakan dampak besar yang bisa mencederai
proses demokratisasi, mencemari kemurnian proses Pemilu, dan merusak
tatanan nilai-nilai hasil Pemilu berkualitas yang berusaha dibangun selama ini.
Eksistensi Pengawas Pemilu
Salah satu tujuan pengawasan Pemilu adalah menegakkan integritas,
kredibilitas penyelenggara, transparansi penyelenggaraan dan akuntabilitas hasil
Pemilu. Pengawasan Pemilu tidak hanya terkonsentrasi pada ketaatan dan
kepatuhan penyelenggara dan peserta Pemilu terhadap peraturan perundang-
undangan dalam pelaksanaan setiap tahapan Pemilu tetapi juga untuk
memberikan garansi legitimasi terhadap hasil Pemilu agar dapat diterima oleh
semua kalangan.
Lantas dimana peran pengawas Pemilu untuk mereduksi potensi-potensi
titik rawan pelanggaran yang mungkin saja muncul dari DPK tersebut?
Pengawas Pemilu dapat menempuh langkah-langkah pengawasan
preventive berupa :
1. Kontribusi aktif kepada KPU agar dalam penyusunan peraturan KPU
yang mengatur tentang DPK memperhatikan syarat sebagai berikut :
a. bagi warga negara yang ingin didaftar dalam DPK agar
memperlihatkan Akta Lahir yang bersangkutan;
b. menunjukkan Surat Keterangan Domisili yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan adalah benar penduduk setempat yang
ditandatangani oleh Kepala Lingkungan atau RT/RW setempat atau
sebutan lainnya serta diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat;
2. Agar pengawas Pemilu segera melakukan judicial review terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan yang yang tidak tegas dan
tidak jelas sehingga berpotensi menimbulkan multitafsir;
3. Sinkronisasi dan koordinasi intensif antara KPU dan Bawaslu dalam
penyusunan draft peraturan KPU terkait pedoman teknis penyusunan
DPK maupun peraturan Bawaslu terkait tata cara pengawasan
penyusunan DPK;
4. Pengawasan melekat terhadap Pantarlih dalam melaksanakan tugas
pemutakhiran data pemilih serta membuka posko pengawasan terpadu
bagi warga negara yang tidak terdata dengan melibatkan unsur
pengawas dan unsur pelaksana Pemilu;
5. Membangun partisipasi masyarakat luas agar lebih proaktif mengawal
dan memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya dalam bentuk
sosialisasi berkelanjutan dengan lebih banyak terjun ke tengah-tengah
kelompok masyarakat dan komunitas.