Potensi titik rawan dpk

2
DAFTAR PEMILIH KHUSUS dan POTENSI TITIK RAWANNYA Oleh : Muhammad Yunus 1 ”Dalam hal terdapat warga negara yang memenuhi syarat sebagai Pemilih dan tidak memiliki identitas kependudukan dan/atau tidak terdaftar dalam daftar pemilih sementara, daftar pemilih sementara hasil perbaikan, daftar pemilih tetap, atau daftar pemilih tambahan, KPU Provinsi melakukan pendaftaran dan memasukkannya ke dalam daftar pemilih khusus”. Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tersebut di atas lahir sebagai pelaksanaan amanat UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “ Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar “. Dengan kata lain bahwa pemegang otoritas tertinggi dalam hal kedaulatan adalah rakyat. Kedaulatan yang didalamnya memiliki makna hakiki yaitu kebebasan yang merdeka untuk dipilih dan memilih. Berkaca pada pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya, banyak warga negara yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya dikarenakan berbagai alasan. Diantaranya yang paling sering menjadi tema klasik adalah karena tidak terdata dalam daftar pemilih serta tidak dapat menunjukkan kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pada Pemilu 2009 lalu, warga negara dapat menggunakan hak pilihnya bila mampu menunjukkan KTP meskipun tidak tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009). Bagaimana bila seorang warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih tetapi tidak memiliki KTP? Apakah seorang warga negara yang notabene hak-hak politiknya dijamin oleh UUD tidak dapat menggunakan hak pilihnya? Apakah seorang warga negara harus rela kehilangan hak konstitusinya hanya karena persoalan administratif semata? Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan itulah maka pembuat undang- undang merasa berkepentingan untuk mengangkat isu ini ke dalam salah satu klausul pada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan Pemilu 2014. Kontroversi Daftar Pemilih Khusus (DPK) DPK ditetapkan setelah seluruh tahapan pemutakhiran data pemilih dinyatakan selesai. Hal itupun mesti diatur lebih lanjut dengan Peraturan KPU. Apakah kemudian tidak menjadi permasalahan lagi jikalau saja regulasi yang dikeluarkan oleh KPU tidak mengundang perdebatan karena beberapa kekurangan-kekurangan di dalamnya. Belum lagi bila regulasi tersebut mengalami revisi berulang-ulang dalam rentang waktu yang singkat. Dampak krusial yang bisa terjadi dalam penerapan pasal ini diantaranya adalah bagaimana sikap KPU Provinsi dalam hal : a. pembuktian bahwa warga negara yang dimaksud telah memenuhi syarat sebagai pemilih terutama dari segi umur. b. pembuktian bahwa warga negara yang dimaksud adalah benar penduduk setempat karena kondisi ini rawan dijadikan pembenaran mobilisasi pendukung oleh peserta Pemilu ke Dapil lain. 1 Penulis adalah Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat

Transcript of Potensi titik rawan dpk

Page 1: Potensi titik rawan dpk

DAFTAR PEMILIH KHUSUS dan

POTENSI TITIK RAWANNYA

Oleh : Muhammad Yunus1

”Dalam hal terdapat warga negara yang memenuhi syarat sebagai Pemilih dan

tidak memiliki identitas kependudukan dan/atau tidak terdaftar dalam daftar

pemilih sementara, daftar pemilih sementara hasil perbaikan, daftar pemilih

tetap, atau daftar pemilih tambahan, KPU Provinsi melakukan pendaftaran

dan memasukkannya ke dalam daftar pemilih khusus”.

Pasal 40 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan

Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD tersebut di atas lahir sebagai pelaksanaan

amanat UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “ Kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar “. Dengan kata

lain bahwa pemegang otoritas tertinggi dalam hal kedaulatan adalah rakyat.

Kedaulatan yang didalamnya memiliki makna hakiki yaitu kebebasan yang

merdeka untuk dipilih dan memilih.

Berkaca pada pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya, banyak warga

negara yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya dikarenakan berbagai alasan.

Diantaranya yang paling sering menjadi tema klasik adalah karena tidak terdata

dalam daftar pemilih serta tidak dapat menunjukkan kartu identitas berupa

Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Pada Pemilu 2009 lalu, warga negara dapat menggunakan hak pilihnya bila

mampu menunjukkan KTP meskipun tidak tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap

(Putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009). “Bagaimana bila seorang warga negara

yang memenuhi syarat sebagai pemilih tetapi tidak memiliki KTP? Apakah

seorang warga negara yang notabene hak-hak politiknya dijamin oleh UUD tidak

dapat menggunakan hak pilihnya? Apakah seorang warga negara harus rela

kehilangan hak konstitusinya hanya karena persoalan administratif semata?

Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan itulah maka pembuat undang-

undang merasa berkepentingan untuk mengangkat isu ini ke dalam salah satu

klausul pada undang-undang yang mengatur penyelenggaraan Pemilu 2014.

Kontroversi Daftar Pemilih Khusus (DPK)

DPK ditetapkan setelah seluruh tahapan pemutakhiran data pemilih

dinyatakan selesai. Hal itupun mesti diatur lebih lanjut dengan Peraturan KPU.

Apakah kemudian tidak menjadi permasalahan lagi jikalau saja regulasi yang

dikeluarkan oleh KPU tidak mengundang perdebatan karena beberapa

kekurangan-kekurangan di dalamnya. Belum lagi bila regulasi tersebut

mengalami revisi berulang-ulang dalam rentang waktu yang singkat.

Dampak krusial yang bisa terjadi dalam penerapan pasal ini diantaranya

adalah bagaimana sikap KPU Provinsi dalam hal :

a. pembuktian bahwa warga negara yang dimaksud telah memenuhi

syarat sebagai pemilih terutama dari segi umur.

b. pembuktian bahwa warga negara yang dimaksud adalah benar

penduduk setempat karena kondisi ini rawan dijadikan pembenaran

mobilisasi pendukung oleh peserta Pemilu ke Dapil lain.

1 Penulis adalah Anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat

Page 2: Potensi titik rawan dpk

c. Penetapan jumlah surat suara dimana Pasal 151 ayat (2) UU Nomor 8

Tahun 2012 yang menyatakan jumlah surat suara adalah sama dengan

jumlah DPT ditambah 2 % surat suara cadangan.

d. Korelasi antara Pasal 40 ayat (5) dengan Pasal 150 ayat (1) UU Nomor 8

Tahun 2012 yang tentu saja pedoman teknisnya akan diturunkan

dalam bentuk Peraturan KPU.

Diantara dampak-dampak tersebut di atas, mobilisasi massa yang dapat

dilakukan oleh peserta Pemilu merupakan dampak besar yang bisa mencederai

proses demokratisasi, mencemari kemurnian proses Pemilu, dan merusak

tatanan nilai-nilai hasil Pemilu berkualitas yang berusaha dibangun selama ini.

Eksistensi Pengawas Pemilu

Salah satu tujuan pengawasan Pemilu adalah menegakkan integritas,

kredibilitas penyelenggara, transparansi penyelenggaraan dan akuntabilitas hasil

Pemilu. Pengawasan Pemilu tidak hanya terkonsentrasi pada ketaatan dan

kepatuhan penyelenggara dan peserta Pemilu terhadap peraturan perundang-

undangan dalam pelaksanaan setiap tahapan Pemilu tetapi juga untuk

memberikan garansi legitimasi terhadap hasil Pemilu agar dapat diterima oleh

semua kalangan.

Lantas dimana peran pengawas Pemilu untuk mereduksi potensi-potensi

titik rawan pelanggaran yang mungkin saja muncul dari DPK tersebut?

Pengawas Pemilu dapat menempuh langkah-langkah pengawasan

preventive berupa :

1. Kontribusi aktif kepada KPU agar dalam penyusunan peraturan KPU

yang mengatur tentang DPK memperhatikan syarat sebagai berikut :

a. bagi warga negara yang ingin didaftar dalam DPK agar

memperlihatkan Akta Lahir yang bersangkutan;

b. menunjukkan Surat Keterangan Domisili yang menyatakan bahwa

yang bersangkutan adalah benar penduduk setempat yang

ditandatangani oleh Kepala Lingkungan atau RT/RW setempat atau

sebutan lainnya serta diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat;

2. Agar pengawas Pemilu segera melakukan judicial review terhadap

ketentuan peraturan perundang-undangan yang yang tidak tegas dan

tidak jelas sehingga berpotensi menimbulkan multitafsir;

3. Sinkronisasi dan koordinasi intensif antara KPU dan Bawaslu dalam

penyusunan draft peraturan KPU terkait pedoman teknis penyusunan

DPK maupun peraturan Bawaslu terkait tata cara pengawasan

penyusunan DPK;

4. Pengawasan melekat terhadap Pantarlih dalam melaksanakan tugas

pemutakhiran data pemilih serta membuka posko pengawasan terpadu

bagi warga negara yang tidak terdata dengan melibatkan unsur

pengawas dan unsur pelaksana Pemilu;

5. Membangun partisipasi masyarakat luas agar lebih proaktif mengawal

dan memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya dalam bentuk

sosialisasi berkelanjutan dengan lebih banyak terjun ke tengah-tengah

kelompok masyarakat dan komunitas.