pola kerja jurnalis infotainment

Post on 12-Jan-2017

260 views 5 download

Transcript of pola kerja jurnalis infotainment

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008212

PendahuluanGejala konglomerasi pers yang mulai

meningkat sejak dekade 80-an di Indonesiamerupakan salah satu indikasi semakin besarnyapeluang usaha melalui lapangan pers. Kehadiranmedia massa yang semakin menjamur tersebuttelah melahirkan berbagai gaya dalam mentrans-misikan informasi. Ada fenomena menarik di layarkaca, beberapa tahun belakangan ini, sehubungandengan aspek profit dan tuntutan stasiun TV dalammemberi dan menyajikan tayangan atau programacara yang diminati audiens, yaitu lahirnya puluhantayangan infotainment.

Data rating dan share program tayangantelevisi dari Media Indonesia pada minggu keempatJanuari 2007 menyebutkan banyak sekali programtayangan televisi yang banyak ditonton olehpemirsa, dan infotainment termasuk ke dalamtayangan yang diminati pemirsa televisi.

Kemudian hasil observasi peneliti darimengamati dan mencatat acara televisi sepekanpada tabloid Bintang Indonesia edisi 822 minggukeempat Januari 2007 menunjukkan bahwatayangan infotainment seolah menjadi tayanganwajib stasiun televisi, karena hampir setiap haripasti selalu ada tayangan infotainment. Berikutdisertakan tabel tayangan infotainment sepekandari 11 stasiun TV.

Menurut Siregar (2001:33) program TVdapat dipandang sebagai produk budaya bahkaninformasi yang berkonteks moral. Namun dalamkenyataan empiris program TV adalah komoditasyang karenanya harus dihadapi dengan hukum danpolitik ekonomi. Sebagai komoditas, sama sepertikomoditas lainnya yang akan memperolehkeleluasaan dari ketentuan pasar.

Logika pasar bebas yang dikendalikan olehkepentingan pasar saat ini menjadi the invisible

POLA KERJA JURNALIS INFOTAINMENT(STUDI KUALITATIF PADA PT. BINTANG ADVIS MULTIMEDIA,CREATIVE INDIGO PRODUCTION, DAN PT. SHANDIKA WIDYA

CINEMA – JAKARTA)

Sri Pangestuti / Atika Tyas UtamiJurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jendral Sudirman Purwokerto

Jl. HR Bunyamin 993 PurwokertoE-mail : sripangestuti@yahoo.co.id

AbstractThe growth of journalism, now days, has been following market demand. The global

condition, such as capitalism and social politic situation have contributed significant impact totelevision programs.

This research is entitled “The Pattern of Work Infotainment Journalist (Descriptive Studyat PT. Bintang Advis Multy Media, Creative Indigo Production, and PT. Shandihika Widya Cin-ema) at Jakarta-Indonesia. It aims at revealling the thruth of assumsion among television audi-ence, as well as, to understand the work modelis accured in the infotainment program.

Result of the research are : there is deviation of paradigm on the infotainment program,such as, a program which is inserted with amusement has become a program “gossip” / intriguyein fact, it said by the “ Persatuan Wartawan Indonesia” that program is part of journalism. Thepattern of work at infotainment of work is linier think.

Keywords : infotainment journalist, pattern of work infotainment journalist

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 213

Pola Kerja Jurnalis InfotainmentSri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008214

hand dari maraknya tayangan infotainment.Sebagaimana yang dikatakan oleh Vincent Moscodalam bukunya The Political Economy of Com-munication, Rethinking and Renewal (dalamwww.sctv.co.id:2004), pasar konsumen mediaaudio-visual saat ini merupakan pasar global yangdikendalikan oleh kepentingan pasar yangberorientasi profit.

Ekonomi media yang padat modalmembuat industri penyiaran harus terjaminkelangsungannya. PH sebagai produsen terbesartayangan infotainment, harus memutar otak agarprogram atau tayangan yang dilahirkannya terusbertahan dengan mengandalkan kelangsunganhidupnya berdasarkan patokan standar pemasukaniklan (Siregar, 2001:50).

Pekerja infotainment yang dalam hal iniadalah wartawan infotainment, bekerja penuhtekanan karena terbentur deadline, untukmendapatkan berita menarik. Sehingga terkadangketika meliput di lapangan, etika menjaditerabaikan.

Dampaknya, berita yang ditimbulkanadalah berita yang sepihak menyangkut masalah-masalah pribadi artis yang penuh sensasi. Berbagaikasus pemberitaan artis dalam wajah infotainmentberpangkal dari kurang dihormatinya hak sumberberita untuk tidak berkomentar atau memberijawaban atas pertanyaan reporter infotainment.

Menjawab pertanyaan dalam mekanismepencarian berita adalah hak, bukan kewajiban yangharus dipenuhi sumber berita. Apalagi jikakemudian para kru infotainment, baik reportermaupun kamera-men ramai-ramai mengejarsumber berita demi mendapatkan jawaban ataukomentar yang sensasional.

Sesungguhnya banyak hal lain darikehidupan selebritis yang dapat digali untuk lebihmenegaskan eksistensi jurnalistik infotainment.Jurnalistik infotainment bisa memulai darimemberikan informasi yang berguna dandibutuhkan oleh masyarakat. Tentunya banyak sisikehidupan selebritis yang dapat digali sisi kehidupanpositifnya, humanisnya, hak kewargaannya,bahkan privasinya namun bukan pada memburuinformasi seputar urusan ranjang, selingkuh,perebutan anak dan lain-lain. Pada sisi inilah,agenda setting belum dimainkan oleh infotainmentsehingga sulit menghubungkan infotainment dengankepentingan publik.

Dari sederetan fakta yang muncul atastayangan infotainment, maka penelitian bertujuanuntuk mengetahui bagaimanakah pola kerja jurnalisinfotainment tersebut ?. Sistem dan regulasi sepertiapa saja yang mengukuhkan tayangan infotainmenttersebut, sehingga menjadi eksis di tengah tayangantelevisi yang lain ?.

Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 215

Regulasi MediaIdeologi industri media massa adalah profit

tinggi yang diperoleh melalui produk yang memilikinilai jual tinggi. Bahasa teknisnya adalahmenyesuaikan dengan keinginan pasar. Denganbegitu, kecenderungan industrial ini sebenarnyabersifat demokratis karena tidak pernah ada pro-gram yang tanpa bertolak dari motivasi khalayak(keinginan pasar) terbanyak. Seluruh upaya kreatifberarti membaca motivasi massa untuk kemudianmengemasnya dalam produk (Siregar, 2001:77).Kaitannya dalam tayangan TV, berarti suatuindustri media berhubungan dengan aspek ekonomipolitik media.

Menurut Palgrave (dalam: http://ekawenats.blogspot.com:2006) politik ekonomidipandang sebagai kombinasi dari kajian relasinegara/pemerintah terhadap aktivitas industriindividu. Dengan demikian konsepsi politikekonomi dapat dirumuskan sebagai studi tentangrelasi-relasi sosial khususnya relasi kekuasaan yangdalam interaksinya secara bersama-samamenentukan sisi produksi, distribusi, dan konsumsisumber daya.

Bila dikaitkan dalam wilayah komunikasi,khususnya industri media massa, sumber daya yangdimaksud berupa surat kabar, buku, video, film,audiens dan seterusnya. Produk-produk ini men-jadi sumber daya (resource) untuk didistribusikanke publik dan dikonsumsi. Rangkaian pola pro-duksi, distribusi, dan konsumsi dalam industri me-dia massa melibatkan relasi pihak jurnalis organisasimedia, pemilik modal atau kapitalis (perspektifekonomi bisnis), dan negara atau tepatnya pe-merintah (perspektif politis). Yang diutamakanterjadinya alur umpan balik proses produksi yangmelibatkan jaring-jaring produsen, agen, pengecer,dan konsumen beli sewa dalam mata rantaikomersial (http://ekawenats.blogspot.com:2006).

Pada studi ekonomi media massa terdapatdua bagian pendekatan ekonomi media. Pertama,yaitu pendekatan ekonomi politik liberal sebagaimainstream dan yang kedua yaitu pendekatanekonomi politik kritikal, perbedaan mendasar daridua bagian pendekatan ekonomi politik mediatersebut terletak pada aspek bagaimana ekonomipolitik media itu dikaji. Bagi kaum liberal, iklandan pemodal dalam industri media dilihat sebagai

instrument profesional. Mereka memahami kerjamedia dan memberi kontribusi bagi kelangsunganindustri media. Sebaliknya dalam pendekatankritikal, instrument ekonomi politik dimaknaisebagai fungsi kontrol terhadap media, menurutpendekatan ini baik pemasang iklan maupunpemilik modal dalam industri media dapat mela-kukan dominasi atau pemaksaan terhadap jenisproduk media (Syahputra, 2006:97-98):

Pendekatan kritikal memiliki tiga varian.Varian instrumentalis melihat elemen ekonomisebagai variabel determinan yang paling menen-tukan isi media. Dalam hal ini dijelaskan berbagaiproduksi acara infotainment di televisi sangatditentukan oleh kepentingan ekonomi dibaliknya.Bagaimana kepentingan ekonomi dibalik tayanganinfotainment bekerja? Hal tersebut dapat dilihatdari pertarungan ekonomi di dalamnya. Realitasterpisahnya proses produksi sejumlah tayanganinfotainment yang dilakukan oleh sejumlah Pro-duction house dengan stasiun televisi sebagaimedia tempat tersebut ditayangkan. Bagi stasiuntelevisi dengan menggunakan sistem beli lepas jamtayang sebuah acara infotainment, pihak televisilebih leluasa mencari iklan sebanyak-banyaknyatanpa repot-repot memproduksi sebuah acara,sementara bagi production house yang mem-produksi acara infotainment merasa hasil yangdiperoleh dari penjualan kepada stasiun televisiyang berminat menayangkan tidak cukup untukmenutupi biaya produksi.

Akhirnya pihak production house mencaricara lain untuk menambah penghasilan tambahandengan teknik berupa memasukkan sponsorberjalan yang ditayangkan pada akhir acara.Sementara varian konstruktivis, berpandanganbahwa maraknya acara infotainment bukandidorong atau dipicu oleh kepentingan ekonomi,tetapi oleh relasi dari berbagai bidang kehidupan,individual, sosial, ekonomi, budaya, dan politik.Dalam pendekatan ini kelangsungan industri me-dia tidak hanya tergantung pada faktor ekonomi.Pendekatan ini akan menjelaskan acara infotain-ment dikonstruksi oleh berbagai relasi lintasvariabel. Pendekatan strukturalis lebih mem-fokuskan kajian pada relasi berbagai unsur danstruktur internal dan industri media. Dalampandangan strukturalis, struktur media bersifat solid

Pola Kerja Jurnalis InfotainmentSri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008216

dan sulit berubah-ubah (Syahputra, 2006:102-104).

Selain itu ada hal lain yang mempengaruhikonsep ekonomi politik media. Hubungan timbalbalik bahwa demokrasi media dalam pengertian“pemberian power” jurnalis media untuk bekerjasesuai dengan profesi dan etika jurnalisnya sertapeniadaan faktor hegemonik dan intervensi, padagilirannya juga mendorong perkembangan iklimdemokrasi. Hallin (Mufid, 2005:86-87)menggambarkan relasi mutual tersebut dengan

Gambar 1. Model Relasi Mutual (Mufid, 2005:86)

Sphere of consensus

Sphere of legitimate controversi

Sphere of deviance

modelnya :Hallin menyebut wilayah legitimate untuk

kontroversi (sphere of legitimate controversi)sebagai ‘where objectivity and balanced areshought’ yaitu wilayah penerapan objektifitas dankeseimbangan tampilan media; wilayah untukkonsensus (sphere of consensus) sebagai ‘moth-erhood and applepie, within this region jour-nalists do not feel compelled either to presentopposing views or to remains this interestedobservers’ atau wilayah bebas berekspresi; danwilayah perbedaan ‘sphere of deviance’ adalahwilayah dimana jurnalis tidak lagi bersifat netral.Ruang ini memiliki peran untuk mengekspos, me-ngutuk dan meniadakan (exposing, condemming,or excluding) dari agenda-agenda publik, sehing-ga berseberangan dengan political consensus.

Televisi publik sendiri terdiri atas,Pertama, televisi pendidikan (Educational TV)yang difungsikan sebagai pendukung langsunguntuk proses pendidikan seperti pengajaran/instruksional. Tipe stasiun televisi ini dapatdijabarkan sebagai substitusi pelatih/instruktur yangmengajar warga masyarakat untuk mencapaitingkat kemahiran teknis yang dapat digunakandalam kehidupan sosialnya. Sedangkan yangKedua, adalah televisi publik yang berfungsi

sebagai institusi yang menjalankan fungsipendidikan sosial. Stasiun ini dimaksudkan sebagaiperpanjangan dari lembaga masyarakat yangberupaya mendidik warga masyarakat agar lebihmengapresiasi kehidupan dalam konteks normasosial, dapat berupa kehidupan keagamaan atauidealisme sosial yang menjadi acuan bagi kehi-dupan normatif. Sementara itu televisi komersial(Commercial TV) mengemban fungsi hiburan danjurnalisme. Stasiun ini hadir dengan menjualinformasi fiksional dan faktual. Dalam kehadirannyaini, dia sendiri merupakan industri yang memilikisifat ekonomi (economical traits). Pada pihaklain, televisi komersial adalah faktor penting sebagaipendukung mekanisme ekonomi pasar (Siregar,2001:108).

Blum dan Hilliard (Siregar, 2001:110)mengemukakan bahwa jurnalisme televisi secarateknis perlu menyesuaikan diri dengan karaktermedianya. Dari sini, sudah terformat kaidah kerja,yaitu menjadikan fakta sosial yang dapat “ditulis”dengan kamera dan menulis narasi kata untuktelinga.

Sementara pengelola televisi swasta padasaat harus mengembangkan jurnalisme televisi,berbeda pangkal tolaknya. TV komersial tidakdidukung oleh personil yang memiliki tradisisinematografi dan radio. Kalaupun ada personilyang memiliki tradisi sinematografi biasanyaditugaskan untuk memproduksi program fiksional.Sementara mereka yang punya latar belakangtradisi radio nyaris tidak seperti intake karenakendati stasiun radio swasta sudah hadir sejak awalOrde Baru, jurnalisme radio (swasta) sama sekalibeku akibat terhambat oleh regulasi pemerintah.Maka kehadiran jurnalisme televisi (swasta) diIndonesiapun bersifat anomali. Pengelola yangberasal dari media cetak harus jatuh bangun dalammenghadirkan jurnalisme televisi. Namun, darianomali ini, ada hikmahnya yaitu tidak mewarisipola-pola jurnalisme radio dan televisi ala stasiunpemerintah yang sudah ada sebelumnya (Siregar,2001:112).

InfotainmentKonsep infotainment awalnya berasal dari

John Hopkins University (JHU), Baltimore,Amerika Serikat. Misi kemanusiaan JHU di bidang

Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 217

kesehatan didukung oleh Center of Communi-cation Program (CCP) yang bertugas meng-komunikasikan pesan-pesan kesehatan gunamengubah perilaku kesehatan masyarakat. Idedasar konsep infotainment berasal dari asumsiinformasi, kendati dibutuhkan oleh masyarakatnamun tidak dapat diterima begitu saja, apalagiuntuk kepentingan merubah sikap negatif menjadisikap positif manusia. Dari sini kemudian munculistilah infotainment, yaitu kemasan acara yangbersifat informatif namun dibungkus dan disisipidengan entertainment untuk menarik perhatiankhalayak sehingga informasi sebagai pesan utama-nya dapat diterima, tapi pada perkembangannyapengertian hiburanpun menjadi distorsi (Syahputra,2006:65-66).

Tujuan awal dari program infotainmentadalah memberikan informasi dari dunia hiburanyang belum banyak di angkat oleh media. Akantetapi, semakin ketatnya persaingan antara media,maka infotainment beralih fungsi menjadi tayangangossip yang menonjolkan hal-hal menarik,menyentuh perasaan dan sensasional.

Menurut Muda (2003:40-43). Berita padaumumnya dapat dikategorikan menjadi tiga bagianyaitu hard news (berita berat), soft news (berita

ringan) dan investigative reports (laporanpenyelidikan). Tayangan infotainment masuk dalamruang lingkup news reporting. Terbatas pada softnews, yaitu berita yang sifatnya bisa dimuat kapansaja, human interest, bahasa yang dipakaikonotatif, bersifat mengisahkan informasi, danrelatif subjektif. Lebih jauh lagi, Siregar (2002:58)mengelompokkan ragam berita ke dalam empatbagian, yaitu: (1.) Berita langsung (straight/hard/spot news), (2.) Berita ringan (soft news), (3.)Berita kisah (feature), (4.) Laporan mendalam(indepth report)

Pada perkembangan selanjutnya mediatidak hanya meneguhkan pada persoalan-persoalan yang bersifat ideal, akan tetapi medialebih menekankan pada fungsi hiburan informasi,sehingga banyak sekali informasi kurang mendidikyang dikemas sedemikian rupa agar layakdikonsumsi masyarakat termaksud di dalamnyainfotainment (www.parasindonesia.com:2006).Akibatnya seperti yang dirasakan oleh konsumenpers belakangan ini, karena lemahnya SDM,pemberitaan di media massa dipenuhi beritasepihak, berita memojokkan, berita statement(talking news), berita informasi tanpa latarbelakang.

Gambar 2. Organisasi Media di Tengah Kekuatan Sosial (Mc Quail, 1994:142)

Kontrol Hukum/politik Institusi sosial lainnya

Manajemen Teknik

Pelaksana Media

Kekuatan sos-bud

Kepentingan

Tuntutan khalayak

Peristiwa + penyediaan informasi dan budaya secara berkesinambungan

Pesaing Agen berita/informasi Pemasang iklan Pemilik Serikat Kerja

Kekuatan ekonomi

Pola Kerja Jurnalis InfotainmentSri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008218

Para awak media dalam pemberitaan,selalu memperhatikan aspek konsensus sosial.Meskipun demikian, pemahaman media terhadapsesuatu peoses produksi, sangat dipengaruhi olehproses pengelolaan peta ideologi pada seriap awakmedia.

Pola kerja jurnalistik infotainment padaprinsipnya bersifat linier, yaitu mencari berita,menyusun dan kemudian disajikan kepada publlik.Secara sederhana dapat dilihat pada bagan berikut:

Gambar 3. Pola Kerja Jurnalistik (Syahputra, 2006:5)

SUMBER BERITA (PIR) - Peristiwa

PRODUKSI BERITA (ABC)

- Accurate

SAJIAN BERITA (PKM)

- Publik

Metode PenelitianPendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan pendekatankualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,2004:4) mendefinisikan metodologi kualitatifsebagai prosedur penelitian yang menghasilkandata deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisandari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Jenis penelitian yang digunakan dalampenelitian ini adalah studi deskriptif. Rakhmat(2004:26) menyatakan bahwa penelitian deskriptiftidak jarang melahirkan apa yang disebut SeltizWrightsman, dan Cook sebagai penelitian yanginstimulatting. Peneliti terjun ke lapangan tanpadibebani atau diarahkan oleh teori. Ia tidakbermaksud menguji teori sehingga perspektifnyatidak tersaring. Ia bebas mengamati objeknya,menjelajah dan menemukan wawasan baru sepan-jang jalan. Penelitiannya terus menerus mengalamireformulasi dan redireksi ketika informasi-informasi baru ditemukan.

Sasaran penelitian ini adalah pekerjainfotainment pada PT Bintang Advis Multimedia,Creative Indigo Production, dan PT. ShandhikaWidya Sinema di Jakarta.

Teknik Pemilihan InformanTeknik pemilihan informan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Purposive sampling (sample bertujuan) dilakukandengan cara mengambil subjek sebagai informanbukan didasarkan pada strata, random atau daerahmelainkan didasarkan atas adanya tujuan tertentu(Arikunto, 2002:117). Informan yang dipilih dalampenelitian ini dapat memberikan informasimendalam mengenai pola kerja jurnalisinfotainment. Kriteria sumber informan yang layakuntuk dijadikan informan dalam penelitian ini adalahsebagai berikut : (1.) Berprofesi sebagai wartawan

infotainment pada PH yang bersangkutan, (2.)Selain wartawan, informan lainnya yaitu sebagaitim produksi pada suatu tayangan infotainment.

Metode Analisis DataAnalisis data adalah proses mengorga-

nisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapatditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesiskerja seperti yang disarankan oleh data (Patton,dalam Moleong, 2004:280) Analisis data yangdigunakan dalam penelitian ini adalah analisis datakualitatif. Analisis data kualitatif menurut Bogdandan Biklen (dalam Moleong, 2004:248) adalahupaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengandata, mengorganisasikan data, memilah-milahnyamenjadi satuan yang dapat dikelola, mensinte-siskan, mencari, dan menemukan pola, menemkanapa yang penting dan apa yang dihadapi danmemutuskan apa yang diceritakan kepada oranglain.

Prosedur Pelaksanaan PenelitianPada awalnya peneliti tertarik pada sebuah

wacana di Tabloid Bintang Indonesia nomor 698minggu pertama September 2004. Artikel tersebutberjudul “Infotainment Berlomba Mengejar Rat-ing”. Peneliti tertarik untuk membedah wacanatersebut dengan metode analisis wacana kritis.

Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 219

Namun, setelah melalui proses bimbingan, penelitidiarahkan menggunakan metode deskriptifkualitatif dengan memfokuskan penelitian padapola kerja jurnalis infotainment. Artikel dari Tab-loid itu digunakan sebagai data pendukung.

Penelitian dimulai dengan mengamatitayangan infotaintment di televisi. Penelitimengklasifikasi setiap tayangan infotainment perharinya dan mencari tahu rumah produksi yangmemproduksi tayangan tersebut. Peneliti jugamencari data rating tayangan infotainment. Baikdari banyaknya jumlah infotainment yangdiproduksi, keeksissan dalam terus memproduksidan rating yang diperoleh, peneliti mendapatbenang merah tiga rumah produksi teratas dalamtayangan infotainment. Ketiga rumah produksi ituadalah PT. Shandhika Widya Cinema, CreativeIndigo Production, dan PT. Bintang Advis Multi-media.

Langkah selanjutnya setelah mengamatitayangan dan mencari tahu alamat ketiga rumahproduksi lewat tayangan ataupun browsinginternet, peneliti mulai mendatangi kantor rumahproduksi itu satu per satu. Tempat pertama yangdidatangi peneliti adalah PT. Shandhika WidyaCinema. Di sana peneliti bertemu dengan Asih,beliau adalah manager marketing sekaligus tangankanan Remy Soetansah (salah satu pendiriShandhika merangkap penanggung jawab pro-gram dan Humas PT. Shandhika), lalu penelitidikenalkan pada produser pelaksana Kasak-Kusuk, yaitu Abdul Razak Hadi. Dialah yangmembantu peneliti dalam serangkaian penelitian diPT. Shandhika Widya Cinema.

Dalam penelitian ini, peneliti menerapkanpurposive sample dalam memilih informan.Informan yang dipilih diharapkan dapat mewakiliinformasi, maka informan yang dipilih itu yangdianggap tahu dan mengerti secara mendalammengenai masalah yang diteliti. Penelitian haripertama di PT. Shandhika Widya Cinema padatanggal 14 Maret 2007. Peneliti mewawancaraiAbdul Razak Hadi (Produser Pelaksana tayanganinfotainment Kasak-Kusuk) dan LoyanithaHuraera (Reporter tayangan infotainment Kasak-Kusuk). Setelah wawancara, peneliti ditemaniAbdul Razak Hadi untuk mengambil gambar gunakeperluan dokumentasi foto-foto di PT. Shandhika

Widya Cinema. Penelitian hari kedua masih di PT.Shandhika Widya Cinema, yaitu keesokan harinyapada tanggal 15 Maret 2007. Peneliti mewawan-carai tiga orang lagi, yaitu Navis Qurtubi (ReporterInfotainment Pagi), Deri Marwin (ReporterKasak-Kusuk), dan Andre Suhanda (Kamera-men). Pada hari kedua inilah, peneliti diberi ke-sempatan untuk terjun langsung ke lapangan danmelihat langsung cara kerja jurnalis infotainment.Saat itu peneliti diajak ikut untuk meliput launch-ing album Sherina Munaf.

PembahasanPergeseran Makna Infotainment

Tayangan infotainment yang booming padatahun 2003-2004 telah memberikan suatu bidangusaha baru dalam industri televisi, yaitu lahirnyarumah produksi. Tayangan infotainment turutmewarnai beragamnya tayangan hiburan televisi diIndonesia, seperti reality show, tayangan komedisituasi, kontes-kontes menyanyi, dan sebagainya.Konsep awal infotainment sendiri berasal dari JohnHopkins University (JHU), Baltimore, AmerikaSerikat. Misi kemanusiaan JHU di bidangkesehatan didukung oleh Center of Communi-cation Program (CCP) yang bertugas mengko-munikasikan pesan-pesan kesehatan gunamengubah perilaku kesehatan masyarakat. Idedasar konsep infotainment berasal dari asumsiinformasi, kendati dibutuhkan oleh masyarakatnamun tidak dapat diterima begitu saja, apalagiuntuk kepentingan merubah sikap negatif menjadisikap positif manusia. Dari sini kemudian munculistilah infotainment, yaitu kemasan acara yangbersifat informatif namun dibungkus dan disisipidengan entertainment untuk menarik perhatiankhalayak (Syahputra, 2006:65-66.

Demikian pula dinyatakan oleh FannyRachmasari ( produser sekaligus presenter Cek& Ricek; Siti Nur Aisyiah (Reporter Hot-Spot);dan Navis Qurtubi ( reporter infotainment pagi),bahwa :

“...Program infotainment, sifatnyagenerately. Subyekbya para tokoh, artisdan dunia seni. Beritanya, diambil pada sisihuman interest. Jadi suasananya dibuatsoft / menghibur...“

Berita (Spencer, 2003:21) dapat dide-

Pola Kerja Jurnalis InfotainmentSri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008220

finisikan sebagai setiap fakta yang akurat atausuatu ide yang dapat menarik perhatian bagisejumlah besar pembaca atau penonton.Infotainment termasuk dalam berita kisah atau fea-ture. Berita feature lebih menekankan ceritamengenai kehidupan manusia. Hal itu dikuatkandengan mengacu pada salah satu situs ensiklopedia(www.wikipedia.org) :

“...Infotainment refer to a general type ofmedia broadcast program which providesa combination of current events news and“feature news” or “features stories”.Infotainment also refers to the segmentsof programming in television news pro-gram which overall consist of both “hardnews” segments and interviews, along withcelebrity interviews and human drama sto-ries...”

Di sisi lain Abdul Razak Hadi menam-bahkan, yaitu : Ada naluri pemirsa lebih tertarikpada gosip miring, dari pada prestasi seseorang.Survey AC Nielsen membuktikan bahwa kasus-kasus pribadi, seperti kasus rumah tangga, intrik,memperoleh rating yang sangat signifikan.

Atas kenyataan tersebut, maka setiaptayangan televisi, baik itu program news (jurnalismefaktual) atau tayangan infotainmen dan hiburanlainnya (jurnalisme fiksional ) memgang rating danshare sebagai pedoman. Althusser dan Gramsci(Sobur, 2004:30), menegaskan bahwa mediatelevisi bukan media yang bebas nilai, independ-ent, tapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosialdan ekonomi.

Pola Kerja Jurnalis InfotainmentPola adalah bentuk atau struktur yang

tetap. Sedangkan kerja adalah kegiatan melakukansesuatu. Berarti pola kerja adalah serangkaianbentuk mengenai kegiatan (jurnalis) yangterstruktur. Pola kerja jurnalistik pada prinsipnyabersifat linier, yaitu merumuskan ide pemberitaan,mencari berita, menyusun, atau menghimpun beritauntuk kemudian disajikan kepada publik(Syahputra, 2006:5). Pada penelitian ini, penelitimenyajikan pola kerja, pada serangkaian proseskerja yang terdiri dari tahap pra produksi, produksi,dan pasca produksi. Berikut diuraikan secara detil.

Pra ProduksiBerdasarkan hasil pengamatan peneliti dan

wawancara, konsep mengenai tahap pra produksitayangan infotainment, dimulai dari penentuaninformasi atau berita yang akan disampaikansampai pemilihan narasumber. Aktivitas tersebutdituangkan dalam tahap pertama proses kerjajurnalis infotainment yaitu meeting proyeksi.Hampir sama dengan news, ada rapat redaksi,yaitu rapat dimana semua ide mengenai pemilihanberita, peristiwa apa yang akan diliput, maupunpemilihan narasumber disampaikan pada saatmeeting proyeksi.

Penjelasan Navis Qurtubi bahwa itumemang ada kawan-kawan infotainment yangbelum mengerti sepenuhnya mengenai kaidah-kaidah pemberitaan. Hal itu dikuatkan olehpernyataan Afif Yufril, reporter Cek & Ricek.Namun, menurut Afif, sebagai seorang jurnalis, iaberusaha semaksimal mungkin untuk mericeksetiap pemberitaan yang ditayangkan.

“...Selama ini orang kan selalu memandangnegatif pada infotainment, karena gosip yangdiketengahkan. Tapi entah itu mendadak jadibagian hidup dari penonton kita orang Indo-nesia, toh stasiun televisi tetap menerima.Infotainmentlah yang banyak memberimasukan iklan bagi stasiun televisi. Stasiuntelevisi banyak yang tetap menayangkaninfotainment bahkan ada yang in-house(diproduksi sendiri oleh stasiun itu). Nah,memang tidak semua infotainment itu bergerakdi bidang jurnalistik sebagaimana yangseharusnya disepakati kaidah jurnalistik, nahdi Cek & Ricek, kita berusaha semaksimalmungkin dan itu merupakan suatu kewajibanuntuk mericek setiap pemberitaan yang kitatayangkan. Jadi tidak hanya sepihak kalausepihak itu kan jatuhnya bisa gosip, makanyanamanya itu kan Cek & Ricek, Kroscek dansalah kalau dibilang gosip. Karena tidaksemua menayangkan berita yang kaya orangpacaran, tidak selalu seperti itu. Banyak yangkita tayangkan seperti artis umrah segalamacam. Kita juga coba mengemas beritabagaimana orang yang bercerai kaya misalnyaTamara dan Rafli bisa bersatu lagi dalam artipersoalan dengan anaknya akan selesai

Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 221

dengan baik-baik. Lepas dari stigma orangbahwa ini adalah sekedar gosip, yaituberpegang pada kaidah jurnalistik, janganmemberitakan sepihak tapi musti konfirmasikedua belah pihak...”

Lebih lanjut lagi, Fanny Rahmasarimenyatakan bahwa :

“...Terdapat kritera pemilihan berita antaralain, keekslusifan berita, maksudnya di siniadalah berita itu hanya dimiliki oleh tayangantertentu saja, berita juga harus mengandungkonflik dan yang terpenting adalah mengetahuiinti permasalahannya. Berita bagi tayanganinfotainment memiliki jaringan kerja yang khas.Informasi pada tayangan infotainment berasaldari berbagai sumber. Dari hanya berupa gosipkosong belaka sampai fakta yang adadatanya...”

Berikut Abdul Razak Hadi mengutarakan:“...Kami memiliki networking (jaringan kerja)semua itu terconnect pada semua pekerjainfotainment dan lingkungannya yaitu selebritis.Bisa saja itu berasal dari satu orang yangmelihat dengan mata kepala sendiri atau

mengetahui informasi atau menemukan sebuahfakta yang kemudian terconnect oleh semuapekerja infotainment atau bisa muncul dari sinarasumber itu sendiri untuk membicarakansesama profesinya ke para pekerja info-tainment. Atau kita tahu dari publik darimasyarakat, itu menjadi sebuah data kasar/awal... “

Kemudian, rating merajai dunia televisi.Hal itu akan berpengaruh pada cara kerja pekerja-pekerja televisi. Pekerja televisi melihat ratingsebagai patokan penilaian suatu tayangan. Begitujuga dengan pekerja infotainment.

Menurut Siti Nur Aisyah, dalam halkepentingan bisnis yang berbasis pada rating jelasmempengaruhi cara kerja jurnalis infotainment. Halini dapat dilihat pada skema tahap pra-produksi.

Berdasarkan wawancara dan pengamatanpeneliti, bahwa tahap pra produksi memulaipekerjaan eksplorasi ide pada saat meetingproyeksi. Ide bisa berawal dari TV, radio, internet,ataupun informasi dari masyarakat. Ide, dida-lamnya termasuk, hiburan, atau berita sensaionalyang ada dalam kehidupan artis, karena pemirsasuka melihat keberadaan artis. Dari meeting

Gambar 4. Pola Kerja Jurnalistik (Syahputra, 2006:5)

ide

Outline diberikan pada reporter. (plotting)

Outline juga diberikan scriptwriter untuk dibuat narasi.

Meeting Proyeksi

Outline

Ide bisa berasal dari TV, radio, tabloid, informasi dari masyarakat. Ide juga dipengaruhi oleh unsur hiburan dalam infotainment dimana agar berita disukai pemirsa.

Membahas mengenai berita yang akan diangkat dan pemilihan narasumber. Meeting proyeksi mempengaruhi nilai berita yang akan disajikan

Pola Kerja Jurnalis InfotainmentSri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008222

proyeksi, menghasilkan outline yang akandiberikan kepada scriptwritter untuk dibuatnaskah, sebagai pedoman untuk liputan.

Tahap Pra-ProduksiAspek menghimpun dan menyusun berita

akan menghantarkan pada sebuah kajian tentangproduksi berita, cover both side, dan konstruksirealitas oleh media. Peristiwa tidak dapatmenunjukkan, untuk dapat dipahami, peristiwadijadikan bentuk-bentuk simbolis. Komunikator(media) memiliki kode atau kumpulan simbol.Pilihan tersebut akan mempengaruhi makna dansimbol hadir bersamaan dengan ideologi(Syahputra, 2006:33).

Pada tayangan infotainment, sesungguhnyaprinsip obyektifitas, aturan kode etik jurnalistik danetika hati nurani itu dipegang teguh oleh parajurnalis infotaintment. Dua orang reporter, dari SitiNur Aisyah ( Hot-Spot) dan Deri Darwin (KasakKusuk), memberikan penjelasan bahwa:

“...Saat aku terjun ke lapangan mencari beritake nara sumber. Aku harus mengerti kondisikejiwaan narasumber. Kalau dia tidakbersedia, atau tidak mood, ya .... ... aku gajadi. Kita tidak boleh memaksa. Privacy, halyang harus diperhatikan oleh kita. Tetapi, dilain pihak, aku juga gunakan strategikedekatan personal. Namun, apabila suatumasalah masih ada dalam ranah publik, makakita berhak untuk meliputnya. Misalnya, siartis, terlibat dalam kasus hukum, konflikdengan orang lain, dan yang lainnya...”

Adapun, Abdul Razak Hadi - produserpelaksana Kasak Kusuk, menambahkan bahwa :

“...Ada hal yang sangat penting dalampeliputan infotainment, yaitu sering sekali kamibelum ketemu kesepakatan pemahaman. Satusisi, sang artis beralasan privacy, tetapi di sisilain menurut jurnalist, berita yang menyangkutdia dan publik – itu sah-sah saja. Yang tampildi televisi, artis tersebut komplain, bahwakehidupan pribadinya dibuka oleh media...”

Proses klarifikasi dilanjutkan kepada : SitiNur Aisyiah, bahwa :

“...Kalau suatu issue itu memang gosip, dan

belum ada faktanya, janganlah diberitakan danditayangkan media. Gak usahlah ditambah-tambah dengan narasi – seolah-olah didalamkenyataan terjadi. Kasihan orang itu. Belumlagi narasumber tidak kooperatif.. Misalnya,kasus Luna Maya yang dulu pernah punyahubungan dengan Ariel peterpan. Hubunganitu dulu, dan sekarang tidak lagi. Faktanya jugabelum tentu ada. Tetapi, karena reporternyamenambahi dengan narasi yang dibuat olehscriptwriter, maka ceritanya jadi lain. Wuahpara penonton televisi sangat percaya isu itu.Jadi pembuatan narasi itu, memang harus hati-hati. Narasi akan membentuk opini publik ...“

Berdasarkan pengamatan peneliti, seiringdengan perkembangan kapitalis yang terjadi dimedia, maka tayangan infotainment menjaditayangan gosip – yang isinya, intrik, fitnah, dan lain-lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan /dipercaya kebenarannya. Banyak kasus, yangmerugikan para artis dan orang-orang lain, seperti: terjadinya perceraian, pencemaran nama baik,karir yang berantakan, dan sebagainya.

Pasca ProduksiPasca produksi, adalah kemasan pada

suatu tayangan. Kemasan, bisa saja terjadi padapenyiar / presenter dan juga pada visualisasi(gambar, warna), urutan cerita, serta waktu yangdipakai. Setiap tayangan memiliki strategi yangberbeda.

Prio Budi Wibowo – Produser PelakanaHot Spot, mengatakan bahwa : diperhitungkan jugakarakter tayangan. Artinya, tayangan ini ingindigambarkan seperti apa, lugas, aktual, kocak atauserius ? Maka presenternya harus dipilih dalamkonteks karakter yang diharapkan. Pemilihan pre-senter seorang artis bukan tanpa alasan. Seorangartis dipandang fotogenic, camera face, danumumnya sudah dikenal lebih dulu oleh pemiratelevisi.

Ditambahkan oleh Produser PelaksanaCek & Ricek – Aprilia J. Moenaf, menyatakanbahwa :

‘...Kalau untuk lay out, kosep awal tetapproduser dan produser pelaksana yangmembuat. Karakter seperti apa yang kita

Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 223

Gambar 5. Pola Kerja Tahap Produksi Pada tahap ini, narasi diupayakan seimbang atau cover both side,

Produksi Pasca Produksi-----

Syutting

outline

Dubbing Edit Edit

Narasi yang baik adalah narasi yang berimbang (balanced), cover both side sesuai dengan kaidah jurnalistik

Narasi dibuat oleh scriptwritter

Proses liputan. Koordinasi antara reporter dengan kameramen dan komunikasi dengan Produser Pelaksana

Persiapan liputan, antara lain mengecek peralatan

inginkan – bisa didiskusikan dengan editor.Manakala sudah terjadi kesepakatan yang —— langsung dibuat... “

Para kerabat kerja yang telah meliput suatuperistiwa berita di suatu tempat, belumlah selesaidisitu saja. Mereka masih memprosesnya lagi.Iskandar Muda (2003:153), menjelaskan bahwaterdapat dua hal yang harus dilakukan olehseorang reporter untuk mengolah hasil liputannyadari lapangan. Pertama, ia menyusun atau menulisnakah terlebih dahulu. Untuk itu pertimbangannyameliputi : (1) data harus memaai; (2) visualisasiyang direkam juru kamera cukup banyak sehinggamemenuhi durasi untuk berita yang akan diusunoleh reporter yang bersangkutan; (3) Juru kamera

mempersiapkan pembuatan shot list, sehingga re-porter mengetahui gambar apa yang akanmemvisualisasikan komentar berita tersebut.Kedua, mendampingi tape editor atau penyuntinggambar untuk menyunting gambar hasil liputannyadi lapangan.

Berdasarkan pengamatan peneliti dilapangan, bisa diuraikan bahwa ;

“... Narasi, setelah selesai dibuat oleh script-writter dan diberikan kepada presenter,maka dilakukan proses syuting di studio. Re-porter yang sudah selesai liputannya menye-rahkannya kepada produser pelaksana dankemudian diserahkan kepada editor untukediting sampai menunggu proses syutingselesai. Setelah itu kemudian dilakukan proses

Pola Kerja Jurnalis InfotainmentSri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008224

dubbing – dan kemudian masuk ke ruangediting lagi untuk disatukan antara : (1) pre-senter membawakan berita dari openingsampai closing; (2) Gambar-gambar dilapangan dan gambar dokumentasi pelengkap;dan (3) narasi. Untuk kebutuhan itu semua,

Gambar 6. Pola Kerja Tahap Pasca Produksi

Liputan

Narasi Shooting

Edit

Tranfer kaset Betacam

Kirim ke stasiun TV lewat Messanger

Dubbing

Edit

memperhatikan packaging/ kemasan, yaitu presenter dan lay out yang disesuaikan oleh karakter tayangan.

produser pelaksana mengawasi dan berdiskusidengan editor mengenai kesesuaian narasi dangambar . Biasanya editor, menyisakan spasekosong kalau memungkinkan ada beritaterbaru. Tenggang waktu yang tersisabiasanya, sudah buat embargo naskah, baruesok paginya untuk kebutuhan gambar.Setelah proses editting selesai, barulah masukpada proses print to tape. Maksudnya,adalah print dari hasil print offline kedalamkaset betacam lalu dikirim ke stasiun televisilewat messanger...”

Senada apa yang dikemukan oleh FannyRachmasari dan Abdul Razak Hadi, bahwa prosespasca produksi memang sangat berhitung denganperformence / kemasan agar menari untuk ditonton.Berikut ini wawancaranya :

“... Setelah naskah selesai dari semua segmen,kemudian dibacakan oleh Voice Over di stu-dio dubbing, lalu masuk editing lagi barudirangkai jadi gambar – suara. Kemudian,tetap dilakukan pengecekkan. Nah kalaumemungkinkan ada penambahan berita

terbaru, kita udah siap. Besok pagi tinggalliputan, statemennya tinggal dipasanga.Artinya, informasi pagi bisa tayang sore hari...”

Dapat dilihat pada skema sebaga berikut:

Pola kerja tahap pasca produksi padatayangan infotainment, merupakan proseskemasan yang sangat berhitung dari berbagaimacam kebutuhan dan kepentingan. Produk akhiritu bersifat siap tayang dan ditonton oleh pemirsatelevisi dimana saja berada.

KesimpulanPenelitian ini memfokuskan pada pola

kerja jurnalis infotainment. Berdasarkan pemba-hasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapatditarik kesimpulan sebagai berikut : (1.) Terdapatpergeseran makna infotainment, yang saat inidiartikan sebagai informasi mengenai duniahiburan, bahkan sarat dengan gosip/kasak-kusukbelaka. Bukan seperti konsep awal, yaitu informasiyang diselipkan unsur hiburan agar tetap bernilaiberita (news). Pertimbangan keuntungan menjadifaktor utama dalam acara ini, (2.) Pola kerja jur-nalis infotainment terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:Pra Produksi, Kegiatan utama pada tahap praprodukasi adalah penentuan isi berita danpemilihan narasumber melalui meeting proyeksi.Isi berita lebih mengacu pada sosok artis atau orang

Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 225

Pola

Ker

ja Ju

rnal

is In

fota

inm

ent

Gam

bar 7

. Pol

a K

erja

Jurn

alis

Info

tain

men

t

syut

ing

Mee

ting

Pr

oye

ksi

Plot

ting

Has

il :

Out

line

scri

pw

ritte

r Id

e di

pen

garu

hi

oleh

si

si

hibu

ran

Pene

ntua

n is

i be

rita

dan

nara

sum

ber

Nar

asi h

arus

be

rimba

ng d

an

cove

r bot

h si

de

ide

Rep

orte

r lip

utan

Scrip

twri

ter

mem

buat

na

rasi

Edit

Dub

bing

Ed

it

Kiri

m k

e st

asiu

n le

wat

m

essa

nger

Tran

sfer

ke

kas

et

Beta

cam

Pers

iapa

n lip

utan

. Tah

ap

ini j

uga

terja

di

pros

es

klar

ifika

si be

rita

Mem

perh

atik

an p

acka

ging

ata

u ke

mas

an

yaitu

pre

sent

er d

an la

y ou

t ya

ng d

ises

uaik

an

deng

an k

arak

ter

taya

ngan

Pra

Prod

uksi

Pr

oduk

si

Pasc

a Pr

oduk

si

ternama, sehingga isi pemberitaannyapun menye-suaikan selera pasar. Tak jarang, beritanyapun,agar lebih sensasional, berujung pada berita gosipatau berita bohong. Namun saat ini pekerjainfotainment berusaha menepis bahwa infotainment

adalah berita gosip. Upaya-upaya itu dilakukandengan mencari data dan fakta yang jelas,Produksi, Kegiatan utama pada tahap produksiadalah mencari berita. Infotainment berupayamenerapkan kaidah jurnalistik pada proses

Pola Kerja Jurnalis InfotainmentSri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008226

produksi. Namun diakui pula oleh pekerja info-tainment, banyak infotainment yang masih tidakseimbang dalam menurunkan berita. Hal itu bisadilihat dari buruknya narasi. Narasi masih banyakyang tendensius dan berpretensi. Dalam halkonstruksi realitas oleh media (bagaimana mediamenggambarkan peristiwa), infotainment memilikipolitik pemberitaan tersendiri yang berbeda-bedamengenai pesan apa yang ingin infotainmentsampaikan pada pemirsanya. Proses teknisproduksi tayangan infotainment meliputi peliputanberita oleh reporter dan kameramen, dan pembu-atan narasi oleh scriptwritter dari outline yangsudah dihasilkan dari meeting proyeksi. Padatahap peliputan ini, reporter infotainment jugaberusaha menerapkan kaidah jurnalistik, misalnyadengan tidak memaksa narasumber berkomentar,bila narasumber tidak mau berkomentar, reportermencoba mengerti dan menghargai itu.

Pasca Produksi, Tahap pasca produksiadalah tahap mengemas bahan-bahan berita men-jadi produk siap tayang. Kegiatan utama padatahap ini adalah syutting, edit, dubbing, transferkaset ke betacam dan kirim ke stasiun televisimelalui messanger. Pemilihan presenter dan layout pada gambar virtual untuk opening, jeda iklan,pengantar berita, sampai closing disesuaikan de-ngan karakter tayangan.

Pekerja infotainment telah mulai berusahamenjalankan kerja jurnalistiknya sesuai dengankaidah-kaidah jurnalistik yang telah disepakati,karena sejak tahun 2004, infotainment telah masukmenjadi bagian dari PWI Infotainment (PersatuanWartawan Indonesia), itu berarti tayanganinfotainment punya UU Pers dan badan hukumyang jelas. Namun pekerja infotainment tidakmenampik realitas bahwa masih banyakinfotainment yang tidak menjalankan kaidahjurnalistik dalam menjalankan pekerjaannya.

Daftar PustakaArikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian:

Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :Rineka Cipta.

Henshall, Peter & David Ingram, 2000, MenjadiJurnalis. Yogyakarta : Institut Studi ArusInformasi.

Irawan, Soehartono, 2000, Metode Penelitian

Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988,Jakarta : Balai Pustaka.

Kusumaningrat, Hikmat & PurnamaKusumaningrat, 2005, Jurnalistik TeoriDan Praktik. Bandung : PT RemajaRosdakarya.

Kuswandi, Wawan, 1996, Komunikasi Massa:Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta:Penerbit Rineka Cipta.

Margantoro, YB., 2001, Biar Berita Bicara.Yogyakarta : Universitas AtmajayaYogyakarta.

Mcquail, Denis, 1994, Teori Komunikasi MassaSuatu Pengantar Edisi Kedua. Jakarta :Penerbit Erlangga.

Miles, Mattew dan Huberman, 1992, AnalisisData Kualitatif. Jakarta : UI Press.

Moleong, Lexy J., 2004, Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung : PT RemajaRosdakarya.

Muda, Deddy Iskandar, 2003, JurnalistikTelevisi : Menjadi Reporter Profesional.Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mufid, Muhamad, 2005, Komunikasi danRegulasi Penyiaran. Jakarta : PrenadaMedia.

Muhtadi, Asep Saeful, 1999, JurnalistikPendekatan Teori Dan Praktik. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Rakhmat, Jalaludin, 2004, Metode PenelitianKomunikasi. Bandung : PT RemajaRosdakarya.

Shoemaker, Pamela J. dan Stephen D. Reese.,1996, Mediating The Message: Theoriesof influences on Mass Media Content,Second Edition. New York: Longman.

Siregar, Ashadi, 2001, Menyingkap MediaPenyiaran : Membaca Televisi MelihatRadio. Yogyakarta : LP3Y.

Sobur, Alex, 2004, Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugiyono, 2005, Memahami PenelitianKualitatif. Bandung : Alfabeta.

Suroso, 2001, Menuju Pers Demokratis: Kritikatas Profesionalisme Wartawan.Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi

Pola Kerja Jurnalis Infotainment Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 6, Nomor 3, September - Desember 2008 227

Pendidikan.Syahputera, Iswandi, 2006, Jurnalistik

Infotainment : Kancah Baru JurnalistikDalam Industri Televisi. Yogyakarta :Pilar Media.

Wahyudi, JB., 1996, Dasar-Dasar JurnalistikRadio Dan Televisi. Jakarta : PT PustakaUtama Grafiti.

Wirodono, Sunardian, 2005, Matikan TV-Mu :Teror Media Televisi di Indonesia.Yogyakarta : Resist Book.

Sumber Lain :Anonim, Infotainment, http://en.wikipedia.org/

wiki/infotainment. Diakses 4 Januari 2007.————, 2006, Production House

Infotainment. www.sinarharapan.co.id/berita/0504/15/hib02.html. Diakses 26Januari 2007.

————, 2006, Shandika Widya Sinema Pro-duction House. www.pintunet.com/l i h a t _ o p i n i . p h p ? p g = 2 0 0 6 / 0 9 /010901092006/45044&ref+daftar_opini.php?upid+4403). Diakses 26 Januari2007.

————, 2006, Kebebasan Pers,Infotainment, dan Fatwa NU.www.parasindoesia.com/read.php?gi=422. Diakses 26 Januari 2007.

————, Acara Televisi Sepekan. TabloidBintang Indonesia edisi 822 minggu ke

empat Januari 2007.————, 2006, Ekonomi Politik Regulasi

Media. http://ekawenats.blogspot.com/2006/03/ekonomi-politik-regulasi-media.html. Diakses 4 Januari 2007.

————, 2007, Programs Station Genre Rat-ing Share. Media Indonesia.

Juliastuti, Nuraini, 2002, Media Selebritis Di In-donesia. http://kunci.or.id/esai/nws/11/seleb_meida.html. Diakses 4 Januari2007.

Junaedi, Fajar, 2004, Etika JurnalismeMengekspos Wilayah Privat DalamInfotainment.http//www.sctv.co.id/com-munity/archieve/index.php/t-1280 html.Diakses 15 November 2006.

Desiningsih, 2005, Skripsi : Infotainment dalamKacamata Pemirsa (Studi Uses andGratification mengenai KesenjanganKepuasan Yang Diharapkan DanKepuasan Yang Diperoleh TentangTayangan Infotainment Kabar-Kabaridi RCTI di Kalangan Ibu Rumah Tanggadi Perumahan Taman GadingKabupaten Cilacap).

Susanto, M. Ridlo, 2006, Skripsi : Wartawandalam Pembentukan Wacana Media(Studi Deskriptif Kualitatif mengenaiSubjektivitas Wartawan RadarBanyumas dalam Proses PenulisanBerita).

Sri Pangestuti / Atika Tyas Utami Pola Kerja Jurnalis Infotainment