Post on 06-Feb-2016
description
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2015, 754-769
POLA KADERISASI KEPEMIMPINAN PARTAI POLITIK
(STUDI TERHADAP DEWAN PIMPINAN CABANG (DPC)PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN (PDI-Perjuangan) KABUPATEN NGANJUK)
Aditya Surya Permana
08040254234 (Prodi S1-PPKn, FIS,UNESA) surzapermana@yahoo.co.id
Agus Satmoko Adi
197208162008011006 agussa_adi@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang pola kaderisasi kepemimpinan khususnya pada DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan strategi studi kasus,
yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki secara cermat sistem kaderisasi kepemimpinan, cara
kerja dan pelaksanaan kaderisasi kepemimpinan di DPC PDI Perjuangan Kab. Nganjuk. Serta faktor
Pendukung dan Penghambat Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik. Hasil penelitian menunjukan
bahwa pola kaderisasi kepemimpinan partai politik terdiri dari proses rekruitmen, seleksi kader, dan
pendidikan kader di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk di atur dalam Anggaran Rumah Tangga
Partai Ketetapan Kongres III PDI Perjuangan No.09/TAP/KONGRES III/PDI-P/2010 BAB I
mengungkap penetapan calon anggota dan anggota yang dilaksanakan oleh DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk dilakukan dengan mekanisme musyawarah mufakat. Adapun faktor pendukung
adalah kekompakan dan pemahaman yang sama terhadap ideologi Pancasila, sedangkan faktor
penghambat adalah: sebagian anggota yang tidak memahami ideologi pancasila sebagai tugas partai.
Kata kunci : Partai Politik, Kaderisasi Kepemimpinan, PDI Perjuangan
Abstract
This study examines patterns of regeneration particulary in the branch executive council of Demokrasi
Indonesia Perjuangan Party district of Nganjuk. This study was used a paradigm qualitative with case
study, because the study was aimed to investigate carefully the leadership cadre system, the way of
workings and implementation of the leadership cadre in branch executive council of Demokrasi Indonesia
Perjuangan party districts of Nganjuk. As well as enabling and inhibiting factors of leadership cadre
pattern of political party. The result showed that the pattern of leadership cadres of political party is
consists for recruitment process, the selection of cadres, and education for cadres in the branch executive
council of Demokrasi Indonesia Perjuangan Party is set on The Articles Of Association Bylaws party
Kongres III provision of Demokrasi Indonesia Perjuangan party No.09/TAP/KONGRES III/PDI-P/2010
The Articles Of Association Bylaws revealed the determination about prospective members and members
conducted by the branch executive council of Demokrasi Indonesia Perjuangan Party district of Nganjuk
do with the mechanism of deliberation. As for the supporting factor is unity and common understanding
of the ideology of Pancasila, while inhibiting factors are some members who do not understanding the
ideology of Pancasila as the task of the party.
Keywords: Politic Party, Leadership Cadre, Party of Democratic Indonesia Perjuangan
PENDAHULUAN
Kaderisasi kepemimpinan merupakan hal penting bagi
sebuah organisasi, karena merupakan inti dari
kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa
kaderisasi kepemimpinan, rasanya sangat sulit
dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan
melakukan tugas-tugas keorganisasian dengan baik dan
dinamis. Kaderisasi kepemimpinan adalah sebuah syarat
Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik
755
mutlak dalam membangun struktur kerja yang mandiri
dan berkelanjutan.
Kaderisasi kepemimpinan sangat penting mengingat
perlu ada transfer pengetahuan, transfer keterampilan dan
keahlian dalam suatu kajian tertentu. Fungsi kaderisasi
kepemimpinan adalah mempersiapkan calon-calon yang
siap melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah
organisasi. Kader suatu organisasi adalah orang yang
telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai
keterampilan dan disiplin ilmu untuk mencapai tujuan
organisasi.
Kaderisasi perlu disertai dengan sistem transparan
yang memberikan jaminan akses kepada semua kader
yang memiliki potensi. Perlu juga dimunculkan sistem
persaingan yang sehat dan transparan dalam tubuh
organisasi partai politik. Kader harus dibiasakan dengan
sistem persaingan yang sehat dan transparan. Dengan
sistem persaingan yang terbebas dari kolusi dan
nepotisme inilah kaderisasi kepemimpinan akan dapat
melahirkan calon-calon pemimpin yang berkualitas.
Kaderisasi kepemimpinan partai politik di Indonesia
masih jauh dari harapan, sehingga banyak partai politik
melahirkan kader-kader instan. Kader partai yang instan
inilah membuat kinerja parlemen di DPR dan pejabat
publik menjadi buruk. Kegagalan kaderisasi
kepemimpinan di tubuh partai politik ini karena partai
politik tidak menegakkan fungsi partai politik secara utuh
dan benar. Maka dari itu sangat sulit untuk mendapatkan
kader partai politik yang berpotensi dan layak untuk
dijadikan sebagai calon pemimpin dan perwakilan yang
akan menduduki jabatan publik nantinya. Dalam partai
politik perlu ditekankan tentang kaderisasi yang memiliki
jenjang dan aturan tersendiri pada tubuh partai. Tanpa
kaderisasi yang baik maka akan sulit menemukan kader-
kader partai yang berpotensi, militan, dan paham
terhadap politik.
Dalam kaderisasi partai politik cenderung memiliki
jenjang bagi kader. Jenjang yang pertama terdapat proses
rekrutmen kader politik. Ada dua proses rekrutmen kader
politik, yang pertama adalah (1) sistem terbuka, dan (2)
kedua adalah sistem tertutup. Namun berdasarkan
wawancara pendahuluan dengan salah satu anggota
DPRD PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk, dan sebagai
wakil ketua ranting desa Lambang Kuning periode 2010-
2015, yaitu Eddy Guntoro bahwa, di dalam PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk proses rekrutmen
tersebut lebih dikenal dengan (1) rekrutmen terbuka yaitu
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan membuka
pendaftaran bagi siapa saja yang ingin menjadi anggota.
Pendaftaran ini dapat dilakukan di mana saja baik itu di
Dewan Pimpinan Pusat (DPP),Dewan Pimpinan Daerah
(DPD),Dewan Pimpinan Cabang (DPC),dan Pengurus
Anak Cabang (PAC) maupun disetiap Ranting Partai
yang tersebar di desa yang ada di Kabupaten Nganjuk.
dan (2) rekrutmen penunjukan yaitu pencarian kader
dilakukan langsung oleh partai melalui utusan-utusan.
Yang bertugas menentukan kelompok sasaran yang akan
direkrut menjadi anggota partai, yang menjadi sasaran
calon anggota PDI Perjuangan di Kabupaten Nganjuk
biasanya adalah golongan mahasiswa, buruh, petani,
pedagang, pengusaha, dan tokoh masyarakat.
Setelah tahap pencarian anggota dilaksanakan tahap
yang kedua adalah proses seleksi. Tahap ini dilaksanakan
kurang lebih enam bulan. Selama satu semester tersebut
dilihat keaktifan dari masing-masing calon kader baik di
dalam pengurusan partai maupun di luar partai. Sistem
kaderisasi ini di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
disebut sistem stelsel aktif yaitu suatu sistem yang
menerapkan bahwa setiap kader Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan harus aktif.
Sedangkan implementasi dari sistem kaderisasi PDI
Perjuangan untuk memperoleh kader partai adalah
melalui empat proses yaitu: penarikan (rekrutmen),
proses seleksi, pendidikan politik,dan pengembangan.
Penarikan (rekrutmen) di PDI Perjuangan dilakukan
dengan menggunakan dua cara yaitu (1) Usulan dari
struktur partai mulai dari yang paling bawah (recruitment
by bottom up demand), dan (2) Recruitment by meritt
system yang melalui scorring. Kedua pendekatan ini,
digunakan secara bersamaan untuk mengukur
akseptabilitas politik, juga kapabilitas maupun
kompetensi kader partai.
Dalam proses seleksi kader partai di PDI Perjuangan
terdapat tiga jenjang yaitu (1) Jejang pertama untuk
Kader Pratama, (2) Jenjang kedua untuk Kader Madya,
dan (3) Jenjang ketiga untuk Kader Utama.
Kaderisasi jenjang pertama adalah kaderisasi yang
dilakukan oleh partai di tingkat paling bawah, yaitu DPC.
Kaderisasi ini dilakukan oleh partai di tingkat Daerah,
Desa atau Kelurahan dan Kabupaten atau Kota.
Kaderisasi ini merupakan usaha partai dalam rangka
memperkuat dan memperluas basis massa di Daerah.
Dimana kaderisasi jenjang pertama ini berguna untuk
mempersiapkan kader untuk mengisi jabatan-jabatan
publik di tingkat paling rendah yaitu jabatan di tingkat
Kabupaten atau Kota.
Kaderisasi jenjang kedua, adalah kaderisasi yang
dilakukan oleh partai di tingkat menengah. Kaderisasi ini
dilakukan oleh partai di tingkat provinsi. Kaderisasi ini
bersifat fungsional yaitu kaderisasi berdasarkan atas
pengelompokan terhadap kelompok strategis (pemuda,
mahasiswa, pengusaha, dan lain-lain). Kaderisasi di
jejang kedua ini berfungsi untuk mempersiapkan kader
yang akan mengisi jabatan-jabatan publik di tingkat
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2015, 754-769
provinsi baik sebagai calon legislatif tingkat Provinsi
dan Gubernur.
Kaderisasi jenjang utama atau jenjang ketiga,
merupakan proses kaderisasi yang dilakukan di tingkat
paling atas yaitu DPP. Kaderisasi ini diselenggarakan
oleh partai yang ditujukan bagi kader yang akan
menduduki posisi tertentu (jabatan politik pada eksekutif
dan legislatif) dalam rangka mewujudkan dan mencapai
tujuan partai. Kaderisasi dijenjang utama ini berfungsi
sebagai persiapan partai dalam pengisian jabatan di
tingkat nasional, seperti jabatan pada MPR-RI dan DPR-
RI.
Secara historis PDI Perjuangan lahir pada tanggal 1
Pebruari 1999 dan di deklarasikan pada tanggal 14
Pebruari 1999 di Istora Senayan Jakarta. Pada pemilu
tahun 1999, PDI Perjuangan berhasil memperoleh
dukungan yang begitu besar dari masyarakat sehingga
dapat menempatkan wakilnya di DPR sebanyak 153
orang. Dalam perjalanannya, Megawati Soekarnoputri
sebagai ketua umum dari PDI Perjuangan juga terpilih
menjadi wakil presiden mendampingi KH Abdurahman
Wachid yang terpilih dalam sidang Paripurna MPR
sebagai Presiden Republik Indonesia ke empat.
Pada tanggal 27 Maret sampai 1 April tahun 2000
PDI Perjuangan menyelenggarakan kongres pertamanya.
Alasan diselenggarakannya kongres ini adalah untuk
memantapkan konsolidasi organisasi pasca terpilihnya
Megawati sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.
Menjelang kongres I PDI Perjuangan, sudah muncul
calon-calon kandidat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan.
Kongres I PDI Perjuangan akhirnya menetapkan
Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum DPP PDI
Perjuangan periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa
pemilihan, karena 241 dari 243 Dewan perwakilan
cabang (DPC) mengusulkan Megawati Soekarnoputri
sebagai ketua umum PDI Perjuangan. Kongres I PDI
Perjuangan akhirnya menetapkan Megawati
Soekarnoputri sebagai ketua umum DPP PDI Perjuangan
periode 2000-2005 secara aklamasi tanpa pemilihan,
karena 241 dari 243 Dewan perwakilan cabang (DPC)
mengusulkan Megawati Soekarnoputri sebagai ketua
umum PDI Perjuangan. Kongres II PDI Perjuangan
diselenggarakan pada tanggal 28 sampai 31 Maret 2005.
Menjelang kongres II PDI Perjuangan
diselenggarakan, sudah banyak muncul nama-nama yang
akan maju sebagai calon kandidat ketua umum DPP PDI
Perjuangan. Namun dalam perjalanan Kongres II PDI
Perjuangan ini Megawati Soekarnoputri tetap dikukuhkan
menjadi ketua umum karena seluruh peserta kongres II
PDI Perjuangan ini dalam pemandangan umumnya
mengusulkan Megawati menjadi ketua umum. Dan pada
akhirnya Megawati Soekarnoputri dikukuhkan menjadi
ketua umum DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010.
Dari sedikit penggalan sejarah PDI Perjuangan di atas
dapat kita simpulkan bahwa belum ada proses kaderisasi
kepemimpinan yang jelas dalam tubuh partai. Ditandai
dengan terpilihnya secara berturut-turut Megawati
Soekarnoputri menjadi ketua umum meskipun banyak
calon yang diajukan dan cukup berpotensi untuk menjadi
pemimpin dipartai berlogo banteng tersebut.
Ketidakjelasan proses kaderisasi dalam tubuh PDI
Perjuangan tidak hanya terjadi di pusat atau DPP tetapi
juga terjadi di DPC. Sebagai salah satu kasus yaitu proses
pemilihan Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk periode 2010-2015. Terpilihnya Taufiqurrahman
menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk
melalui Konferensi cabang partai dia terpilih dari hasil
voting yang dilakukan oleh Perwakilan PAC Se-
Kabupaten Nganjuk. Taufiqurrahman tergolong sebagai
kader baru partai berlogo banteng di Kabupaten Nganjuk.
Taufiqurrahman baru bergabung menjadi kader partai
PDI Perjuangan yaitu pada tahun 2007 saat akan
mencalonkan diri sebagai calon Kepala Daerah
Kabupaten Nganjuk.
Selain kader baru di PDI Perjuangan, Taufiqurrahman
juga bukan merupakan kader asli dari Nganjuk karena
domisili sebelumnya berada di Kabupaten Jombang dan
dia juga bukan sebagai anggota partai PDI Perjuangan di
Jombang saat itu. Dalam rekam jejaknya Taufiqurrahman
bukanlah seorang politikus murni karir awal beliau
sebagai pebisnis asal Jombang yang memiliki berbagai
macam bentuk usaha dan cukup berhasil. Namun dalam
perjalanan karir Taufiqurrahman mengubah haluannya
dari pebisnis menjadi politikus. Sekarang
Taufiqurrahman dalam karir politik menjabat sebagai
Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk periode
2010-2015 dan Bupati atau Kepala Daerah Kabupaten
Nganjuk. Dari fakta tersebut dapat kita amati bahwa
dalam tubuh DPC PDI Perjuangan daerah Nganjuk yang
sudah berdiri sejak masa reformasi 1998 hingga
sekarang belum mampu melahirkan seorang kader partai
asli putra daerah Kabupaten Nganjuk untuk menjadi
pemimpin di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk
dan sebagai pejabat publik dimasa depan.
Dari pemaparan tentang proses kaderisasi
kepemimpinan PDI Perjuangan dapat disimpulkan bahwa
belum terlaksana proses kaderisasi kepemimpinan yang
jelas dalam tubuh partai. Ketidakjelasan proses kaderisasi
dalam tubuh PDI Perjuangan tidak hanya terjadi di pusat
atau DPP tetapi juga terjadi di daerah tingkat II atau
DPC. Sebagai salah satu contoh kasus adalah proses
kaderisasi kepemimpinan di DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk. Terkait dengan hal tersebut, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pola
kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik (Studi Terhadap
Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik
757
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kabupaten Nganjuk)”.
Hal ini dirasa penting untuk diteliti, karena pada
kenyataannya PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk
merupakan salah satu partai penguasa di Nganjuk, karena
dalam pemilu Kepala Daerah tahun 2012 berhasil
menang dan menjadikan Ketua DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk Taufiqurrahman sebagai Bupati.
Sedangkan suara PDI Perjuangan di Nganjuk pada
pemilu tahun 2009 menempati urutan kedua setelah
Partai Demokrat, dan pada pemilu 2014 menempati
urutan ke-1 dengan perolehan kursi anggota DPRD
Kabupaten Nganjuk terbanyak sejumlah 11 kursi.
Partai politik ialah sekumpulan orang-orang yang
berada dalam satu wadah disebut organisasi yang
mempunyai orientasi dan tujuan sama sesuai dengan
konstitusi kelembagaan dan mengikuti sistem politik dan
sistem pemilihan yang ada untuk memperoleh kekuasaan
dalam pemerintahan.
Menurut Carl. J. Friedrich, partai politik adalah
sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan
terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya, dan
berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
partainya manfaat yang bersifat idiil maupun materiil.
Menurut R.H. Soltau, partai politik adalah sekelompok
warga Negara yang sedikit banyak terorganisir yang
bertindak sebagai suatu kesatuan politik yang
memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih yang
bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan
melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. (dalam buku
Miriam Budiarjo, 2013 : hal 161).
Menurut Miriam Budiardjo, partai politik dapat
diartikan sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan
politik untuk melaksanakan programnya. Berdasarkan
pengertian di atas maka penulis mengelaborasi definisi
partai politik ialah sekumpulan orang-orang yang berada
dalam satu wadah disebut organisasi yang mempunyai
orientasi dan tujuan yang sama sesuai dengan konstitusi
kelembagaan dan mengikuti sistem politik/sistem
pemilihan yang ada untuk memperoleh kekuasaan dalam
pemerintahan. (Miriam Budiarjo, 2013 : hal 160).
Dalam merebut atau mempertahankan kekuasaan,
partai politik mengikuti pemilihan umum atau pemilu.
Giovani Sartori (dalam Budiarjo, 2013:404) menyatakan
bahwa partai politik adalah suatu kelompok politik yang
mengikuti pemilihan umum dan, melalui pemilihan
umum itu, mampu menempatkan calon-calonnya untuk
menduduki jabatan-jabatan publik.
Menurut Neumann (dalam Budiarjo, 2013:404), partai
politik merupakan perantara yang besar yang
menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial
dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi.
Partai politik jika dilihat dari asal-usulnya dapat
dijelaskan melalui 3 (tiga) kategori, seperti yang telah
ditulis oleh Cholisin (2007:111-112), yaitu (1) Teori
Kelembagaan yang melihat ada hubungan antara
parlemen awal dan timbulnya partai politik. Kalangan
anggota parlemen (yang diangkat) karena kabutuhan
untuk membina dukungan dari masyarakat, maka
dibentuklah partai politik, (2) Teori Situasi Historis yang
menjelaskan timbulnya partai karena situasi perubahan
dari masyarakat tradisional (strukturnya lebih kompleks).
Perubahan itu menimbulkan tiga krisis, yaitu legitimasi,
integrasi, dan partisipasi. Untuk mengatasi ketiga krisis
tersebut maka dibentuklah partai politik, dan (3) Teori
Pembangunan melihat timbulnya .partai politik sebagai
produk modernisasi sosial ekonomi. Modernisasi sosial
ekonomi, melahirkan berbagai peningkatan dalam
kehidupan, misalnya pendidikan dan industrialisasi. Juga
pembentukan kelompok kepentingan dan organisasi
profesi. Kondisi ini mendorong untuk perlu dibentuknya
partai politik untuk memadukan dan memperjuangkan
aspirasi mereka.
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan
mempertahankan kekuasaan untuk mewujudkan
program-program yang disusun berdasarkan ideologi
tertentu. Cara yang digunakan oleh partai politik untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di negara
yang menganut sistem politik demokrasi yaitu ikut serta
dalam pemilihan umum. Untuk melaksanakan fungsi itu,
partai politik juga melakukan kegiatan meliputi seleksi
calon-calon, kampanye dan melaksanakan fungsi
pemerintahan (legislatif dan eksekutif). Sedangkan untuk
partai tunggal dalam sistem politik totaliter berupa
paksaan fisik dan psikologik oleh suatu diktatorial
kelompok (komunis) maupun diktatorial individu (fasis).
Adapun fungsi partai politik di negara yang menganut
sistem politik demokrasi menurut Budiarjo (2013:405-
409) adalah sebagai (1) sarana sosialisasi politik dapat
diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang
memperoleh sikap orientasi terhadap fenomena politik
yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia
berada, (2) sebagai sarana komunikasi politik di
masyarakat modern yang luas dan kompleks, banyak
ragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Setelah
itu partai politik merumuskannya menjadi usul kebijakan.
Di sisi lain, partai politik juga berfungsi
memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-
rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Akan tetapi
sering terdapat gejala bahwa pelaksanaan fungsi
komunikasi ini, sengaja atau tidak disengaja,
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2015, 754-769
menghasilkan informasi yang berat sebelah dan malahan
menimbulkan kegelisahan dan keresahan dalam
masyarakat, (3) sarana rekrutmen politik yang memiliki
fungsi berkaitan dengan masalah seleksi kepemimpinan,
baik kepemimpinan internal partai maupun
kepemimpinan nasional yang lebih luas. Selain itu partai
politik juga berkepentingan memperluas atau
memperbanyak keanggotaan, dan (4) sarana pengatur
konflik karena potensi konflik selalu ada di setiap
masyarakat, apalagi di masyarakat yang bersifat
heterogen, apakah dari segi etnis, sosial-ekonomi,
ataupun agama. Di sini peran politik diperlukan untuk
membantu mengatasinya, atau sekurang-kurangnya dapat
diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat
ditekan seminimal mungkin. Secara ringkas dapat
dikatakan bahwa partai politik dapat menjadi
penghubung psikologis dan organisasional antara warga
negara dengan pemerintahnya.
Sedangkan menurut Cholisin (2007:113), fungsi
utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan
kekuasaan guna mewujudkan program-programnya yang
disusun berdasarkan ideologi tertentu. Disamping fungsi
tersebut dapat ditambahkan lagi fungsi partai politik
lainnya, yaitu sebagai (1) sosialisasi politik adalah proses
pembentukan sikap dan orientasi politik. Nilai-nilai
politik yang disosialisasikan adalah yang berkembang
dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan metode
penyampaiannya dapat dilakukan dengan pendidikan dan
indoktrinasi politik, (2) rekrutmen politik yaitu seleksi
dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau
sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan
dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan
pada khususnya, (3) partisipasi politik yang berfungsi
dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan umum dan ikut menentukan pemimpin
pemerintahan, (4) pemandu kepentingan di dalam
masyarakat terdapat berbagai kepentingan yang berbeda-
beda bahkan saling betentangan satu sama lain.
Untuk menampung berbagai kepentingan tersebut
maka partai politik dibentuk. Pemandu kepentingan
dimaksudkan sebagai kegiatan menampung,
menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang
berbeda dan bertentangan satu sama lain menjadi
berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian
diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
keputusan politik, (5) sarana komunikasi politik ialah
proses penyampaian informasi politik dari pemerintah
kepada masyarakat dan sebaliknya. Partai politik perlu
menerjemahkan informasi yang mudah dipahami oleh
pemerintah dan masyarakat, agar komunikasi bersifat
efektif, (6) pengendalian konflik yang berfungsi untuk
melakukan pengendalian konflik mulai dari perbedaan
pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau
kelompok melalui cara berdialog dengan pihak-pihak
yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai
aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang
berkonflik dan membawa permasalahan ke dalam
musyawarah badan perwakilan rakyat untuk
mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik, (7)
kontrol politik dengan melakukan kegiatan untuk
menunjukan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan
dalam isi kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah, (8) persuasi adalah kegiatan
partai politik yang dikaitkan dengan pembangunan dan
pengajuan usul-usul kebijakan agar memperoleh
dukungan seluas mungkin bagi kegiatan tersebut, dan (9)
represi yang dimaksud adalah partai politik melalui
pemerintah atau secara langsung mengenakan sanksi baik
kepada anggota maupun bukan anggota. Juga
mengendalikan semua asosiasi dan partai lain, serta
berusaha menuntut ketaatan dan membentuk pikiran dan
loyalitas anggota dengan cara tidak mengizinkan oposisi
dan menghukum oposisi dan pembangkang.
Tipologi partai politik menurut Cholisin (2007:116-
120) dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu (1) tipologi
berdasarkan kriteria: komitmen partai terhadap ideologi
dan kepentingan menghasilkan 5 (lima) tipe partai
politik, yaitu (a) partai proto yaitu faksi yang dibentuk
berdasarkan pengelompokan ideologis masyarakat. Jadi
sebelumnya partai proto belum mempunyai ciri sebagai
partai politik, (b) partai kader adalah partai yang secara
ketat membatasi keanggotaannya terbatas pada golongan
kelas menengah ke atas. Ideologi yang dianut
konservatisme ekstrim atau maksimal reformisme
moderat, (c) partai massa merupakan partai yang
dibentuk di luar lingkungan parlemen dan berorientasi
pada basis pendukung yang luas, dan memiliki ideologi
yang cukup jelas untuk memobilisasikan massa, (d) partai
diktatorial merupakan sub-tipe partai massa, tetapi
memiliki ideologi yang lebih kaku dan radikal, dan (e)
partai catch-all merupakan gabungan dari partai kader
dan massa.
Riswanda Imawan (dalam Cholisin, 2004:161)
mengajukan tipe Catch-all Party yang berideologi,
sebagai tipe partai yang perlu dikembangkan di era
reformasi agar agenda politik yang ditawarkan menjadi
jelas arahnya sehingga mewarnai rejim politik, (2)
tipologi berdasarkan kriteria: sumber dukungan,
organisasi internal, dan cara-cara tindakannya dengan
masing-masing tipe partai politik tersebut adalah sebagai
(a) partai komprehensif yang berorientasi pada pengikut
(clientel oriented), (b) partai sectarian dengan memakai
kelas, daerah atau ideologi sebagai daya tariknya, (c)
partai tertutup adalah partai yang keanggotaannya berifat
terbatas, dan (d) partai terbuka merupakan partai yang
kualifikasi keanggotaannya longgar, (3) tipologi
Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik
759
berdasarkan kriteria: asas dan orientasi menurut Ramlan
(dalam Cholisin, 2007:118), maka dikenal 3 (tiga) tipe
partai sebagai (a) partai politik pragmatis ialah partai
yang mempunyai program dan kegiatan yang tak terikat
kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu, (b) partai
politik doktriner ialah partai yang memiliki sejumlah
program dan kegiatan kongkrit sebagai penjabaran
ideologi. Contohnya Partai Komunis, (c) partai politik
kepentingan merupakan partai yang dibentuk dan
dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti petani,
buruh, etns, agama, dan lingkungan hidup, dan (4)
tipologi berdasarkan kriteria: basis sosial dan tujuan,
partai politik dibagi menjadi 4 (empat) yaitu (a) partai
politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam
masyarakat, seperti kelas atas, menengah, dan bawah, (b)
partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan
kelompok kepentingan tertentu seperti petani, buruh, dan
pengusaha, (c) Partai politik yang anggotanya berasal
dari pemeluk agama tertentu, seperti Islam, Katolik,
Protestan, Hindu, Budha, dan (d) Partai politik yang
anggotanya berasala dari kelompok budaya tertentu
seperti suku bangsa, bahasa, dan daerah tertentu.
Sistem kepartaian ialah pola perilaku dan interaksi
diantara sejumlah partai politik. Cholisin (2007:120)
menggolongkan sistem politik sebagai (1) sistem partai
tunggal totaliter, memang hanya terdapat satu partai yang
menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Sedangkan sistem partai tunggal otoriter, terdapat lebih
dari satu partai, tetapi hanya satu partai yang digunakan
penguasa untuk memobilisasi masyarakat dan
mengesahkan kekuasaannya. Partai yang lain dibatasi
ruang geraknya. Selanjutnya pada sistem partai tunggal
dominan, terdapat lebih dari satu partai tetapi hanya satu
partai yang mendapat dukungan terus-menerus, (2) sistem
dwi partai bersaing, terdapat dua partai yang selalu
bersaing untuk mendapatkan kewenangan memerintah
melalui pemilihan umum. Dalam kepustakaan ilmu
politik pengertian sistem dwi partai biasanya diartikan
bahwa ada dua partai diantara beberapa partai, yang
berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam
pemilihan umum secara bergiliran, dan dengan demikian
mempunyai kedudukan dominan. Dalam sistem ini
partai-partai dengan jelas dibagi dalam partai yang
berkuasa (karena menang dalam pemilihan umum) dan
partai oposisi (karena kalah dalam pemilihan umum), dan
(3) sistem multi partai yang terdiri atas dua partai lebih
yang dominan. Umumnya dianggap bahwa
keanekaragaman budaya politik suatu masyarakat
mendorong pilihan ke arah sistem multi partai. Pola multi
partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan
perwakilan berimbang (proportional representation)
yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-
partai dan golongan-golongan baru.
Peran kaderisasi kepemimpinan di dalam partai
politik ini sangat berkaitan erat dengan salah satu fungsi
dari partai politik di Negara demokrasi yaitu sebagai
sarana rekruitmen politik.
Miriam Budiarjo (2013:408) menjelaskan bahwa
fungsi partai politik berkaitan erat dengan masalah
seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai
maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk
kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader
yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang
demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai
kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri.
Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak
akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan
mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk
masuk ke bursa kepemimpinan nasional.
Sebagai fokus lanjutan untuk mengetahui Pola
Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik dirasa perlu
untuk diketahui tentang bagaimana seleksi kepemimpinan
internal partai khususnya PDI perjuangan sebagai salah
satu partai politik di Indonesia yang menganut sistem
politik demokrasi. Karena adanya pemikiran bahwa partai
politik membutuhkan kader-kader yang berkualitas untuk
dijadikan pemimpin dalam internal partai dan
mempunyai peluang untuk masuk ke bursa
kepemimpinan nasional.
Merujuk pada teori situasi historis yang ditulis oleh
Ramlan Surbakti (dalam Cholisin, 2007:111) PDI
Perjuangan merupakan partai yang timbul dari situasi
perubahan dari masyarakat tradisional (strukturnya
sederhana) kemasyarakat modern (strukturnya lebih
kompleks). Perubahan itu menimbulkan tiga krisis, yaitu
legitimasi, integrasi, dan partisipasi. Untuk mengatasi
ketiga krisis tersebut, maka dibentuklah partai politik.
Pada kenyataannya PDI Perjuangan muncul di saat
adanya perubahan sistem politik Negara Kesatuan
Republik Indonesia dari masa orde baru yang otoriter ke
arah sistem politik yang lebih demokratis. Dari
perubahan itu menimbulkan berbagai krisis yang dialami
oleh pemerintahan Republik Indonesia mulai dari krisis
legitimasi, integrasi, dan partisipasi dalam pemerintah.
Munculnya krisis legitimasi pada saat itu di tandai
dengan mundurnya beberapa mentri dalam kabinet yang
dibentuk Presiden Soeharto pada masa Orde Baru. Krisis
integrasi yang diawali dengan penyampaian usul oleh
ketua DPR RI pada saat itu yaitu Harmoko agar Soeharto
sebagai Presiden mundur dari jabatannya. Padahal
Harmoko dikenal sebagai salah satu kroni dari Soeharto.
Krisis kepercayaan juga terjadi pada saat itu yang
ditandai dengan adanya demonstrasi besar-besaran yang
dilakukan oleh mahasiswa dan buruh untuk menuntut
mundurnya Presiden Soeharto karena dinilai sudah tidak
mampu lagi memimpin Republik Indonesia di tengah
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2015, 754-769
krisis ekonomi yang melanda. Untuk mengatasi berbagai
krisis yang terjadi itu maka masyarakat Indonesia
membentuk partai politik baru meskipun sebelumnya
sudah ada partai politik yang ada pada masa Orde Baru.
Salah satu partai politik baru itu adalah PDI Perjuangan
dengan semangat reformasi memiliki tujuan mewujudkan
demokratisasi di Indonesia.
Berdasarkan kriteria komitmen partai terhadap
ideologi dan kepentingan, PDI Perjuangan tergolong
partai cath-all. Partai Cath-all merupakan gabungan dari
partai kader dan masa. Riswanda Imawan (dalam
Cholisin, 2004: 161) mengajukan tipe Catch-all Party
yang berideologi, sebagai tipe partai yang perlu
dikembangkan pada era reformasi agar agenda politik
yang ditawarkan menjadi jelas arahnya sehingga
mewarnai rejim politik.
Berdasarkan kriteria sumber dukungan, organisasi
internal, dan cara-cara tindakannya PDI Perjuangan
termasuk pada kategori partai terbuka. Partai terbuka
adalah partai yang kualifikasi keanggotaannya longgar.
Sedangkan berdasar kriteria asas dan orientasi PDI
Perjuangan tergolong partai politik doktriner. Partai
politik doktriner ialah partai yang memiliki sejumlah
program dan kegiatan yang kongkrit sebagai penjabaran
ideologi.
Berdasarkan kriteria basis sosial dan tujuan PDI
Perjuangan tergolong partai dengan basis anggota
lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas
atas, menengah, dan bawah. Berdasarkan tujuan PDI
Perjuangan tergolong partai perwakilan kelompok, yakni
partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat
untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam
parlemen.
Sistem kaderisasi kepemimpinan mempunyai
pengertian, yaitu (1) Sistem adalah kumpulan dari
elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu
tujuan tertentu (Jogianto, 2005 : hal 2), (2) sistem adalah
sekelompok bagian-bagian yang bekerjasama untuk
melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian
rusak atau tidak dapat menjalankan tugas maka tujuan
yang hendak dicapai tidak akan terpenuhi atau sistem
yang telah terwujud akan mendapat gangguan. (e.journal
ilmu pemerintahan volume 2 (1), 2014 : 1829-1841), jadi
kaderisasi kepemimpinan adalah proses mempersiapkan
atau mencetak seseorang untuk menjadi pemimpin di
masa depan (Syamsul Arifin, 2012 : hal 21)
Proses kaderisasi adalah kegiatan yang berisi upaya-
upaya yang mendukung bagi terbentuknya integritas
kepribadian dan kemampuan menggerakan orang lain
secara intensif sehingga dapat mempersiapkannya untuk
menjadi pemimpin di masa depan. Kaderisasi
kepemimpinan adalah proses mempersiapkan atau
mencetak seseorang untuk menjadi pemimpin di masa
depan. Dari proses kaderisasi ini menghasilkan seorang
kader. Dalam salah satu kamus istilah kader ini diartikan
sebagai bagian dari anggota yang terikat dengan disiplin
dan bekerja secara maksimal. Akan tetapi disini seorang
kader diartikan sebagai orang yang diharapkan akan
memegang sebuah amanah kepemimpinan atau sebuah
jabatan baik itu di organisasi pemerintahan maupun di
organisasi lain.
Beberapa faktor mengapa kaderisasi kepemimpinan
ini sangat diperlukan yaitu (1) dalam organisasi ada
ketentuan periode kepemimpinan seseorang, (2) adanya
penolakan dari anggota kelompok yang menghendaki
kepemimpinannya diganti, baik secara wajar maupun
tidak wajar, (3) proses alamiah yakni usia yang menjadi
tua dan kehilangan kemampuan memimpin, dan (4)
kematian
Dalam pelaksanaannya proses kaderisasi ada dua
macam yaitu (1) Kaderisasi Informal yang merupakan
sebuah proses atau usaha-usaha untuk mempersiapkan
seorang calon pemimpin atau seorang kader yang
dilaksanakan tidak secara berencana, teratur, tertib,
sistematis, terarah dan disengaja serta tidak menggunakan
kurikulum tertentu. Akan tetapi kaderisasi informal ini
merupakan sebuah proses pendidikan sehari-hari yang
dimulai dari sejak dini, baik itu proses belajar di sekolah,
pendidikan yang diberikan keluarga dan lingkungan
masyarakat setempat. Proses ini menekankan
pembentukan kepribadian dan penanaman akhlak dan
sikap yang baik dalam jangka waktu yang lama.
Kepribadian positif perlu dipupuk sejak dini dan seumur
hidup.Dari proses kaderisasi informal ini dapat diketahui
kelebihan seseorang calon pemimpin yang memiliki
kepribadian positif. Hal ini bisa dilihat dari prestasinya,
loyalitas dan dedikasinya dalam sebuah kelompok atau
organisasi yang diikutinya, serta akhlak dan agamanya
atau loyalitasnya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan
(2) Kaderisasi Formal merupakan proses kaderisasi atau
upaya mempersiapkan seseorang menjadi calon
pemimpin yang dilaksanakan secara disengaja, terarah,
teratur, tertib, sistematis dan mengikuti kurikulum
tertentu dalam jangka waktu tertentu yang berisi bahan-
bahan teoritis dan praktik tentang kepemimpinan dan
berbagai aspek pendukungnya.
Beberapa usaha kaderisasi formal yang bersifat
interen dapat ditempuh dengan berbagai cara (1) memberi
kesempatan menduduki jabatan pemimpin pembantu, (2)
latihan kepemimpinan di dalam atau di luar organisasi,(3)
memberikan tugas belajar, dan (4) penugasan sebagai
pucuk pimpinan suatu unit.
Sedangkan kaderisasi formal yang bersifat eksteren
dapat ditempuh dengan cara (1) menyeleksi sejumlah
generasi muda lulusan lembaga pendidikan jenis dan
jenjang tertentu untuk diangkat memimpin suatu unit
Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik
761
yang sesuai atau ditugaskan aging sebelumnya, (2)
menyeleksi sejumlah generasi muda lulusan lembaga
pendidikan jenis dan jenjang tertentu, kemudian
ditugaskan belajar pada lembaga pendidikan yang lebih
tinggi baik di dalam dan di luar negeri sebelum
ditempatkan pada posisi tertentu, (3) memesan sejumlah
generasi muda dari lembaga pendidikan formal dengan
program khusus sesuai dengan bidang yang dikelola
organisasi pemesan dengan syarat tertentu, (4) menerima
sejumlah generasi muda dari lembaga pendidikan untuk
melakukan kerja praktik di lingkungan organisasi, dan (5)
memberikan beasiswa belajar bagi orang yang tidak
mampu kemudian setelah lulus langsung ditempatkan
pada jalur yang memberi peluang untuk melatih dan
mempersiapkan diri menjadi pimpinan secara bertahap.
Komponen Kaderisasi terdiri dari dua macam, yaitu
(1) pertama, pelaku kaderisasi (subjek) adalah individu
atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam
sebuah organisasi dan kebijakan-kebijakannya yang
melakukan fungsi regenerasi dan kesinambungan tugas-
tugas organisasi, dan (2) kedua, sasaran kaderisasi
(objek) adalah individu-individu yang dipersiapkan dan
dilatih untuk meneruskan visi dan misi organisasi.
(Syamsul Arifin, 2012: hal 21-23)
METODE
Jenis penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif
dengan strategi studi kasus. Studi kasus merupakan
strategi penelitian dimana didalamnya peneliti
menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa,
aktivitas, proses, atau sekelompok individu kasus-kasus
dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti
mengumpulkan informasi secara lengkap dengan
menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Creswell,
2010:20).
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus
dikarenakan ada ketidak jelasan kaderisasi kepemimpinan
partai politik sehingga peneliti ingin mengetahui tentang
sistem dan cara kerja kaderisasi kepemimpinan yang
dilakukan di Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk periode 2010-2015, sebagai suatu
pola kaderisasi kepemimpinan partai politik serta
mengetahui faktor pendukung dan penghambatnya.
Tempat penelitian adalah daerah atau lokasi yang
digunakan untuk melakukan kegiatan penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Dewan Pimpinan Cabang
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten
Nganjuk. Dipilihnya lokasi penelitian ini karena Dewan
Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Kabupaten Nganjuk merupakan salah satu
tempat dilakukan proses konsolidasi, kaderisasi
kepemimpinan atau pengkaderan dan interaksi kader PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk.
Informan penelitian ini adalah Ketua, Sekertaris, dan
Bendahara Dewan Perwakilan Cabang Partai Demokrasi
Indonesia Perjuang Kabupaten Nganjuk serta Anggota
dan Kader PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk.
Informan penelitian dipilih dengan menggunakan
purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009:85). Sebagai pedoman, penelitian ini menggunakan ketentuan
dimana informan penelitian adalah orang yang dinilai
memahami kaderisasi atau pengaderan dan telah atau
sedang mengikuti kaderisasi yaitu ketua, sekretaris,
bendahara, anggota dan kader Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Kabupaten Nganjuk periode 2010-
2015.
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang
dilakukan untuk mengumpulkan data, memperoleh
keterangan yang benar dan dapat dipertanggung
jawabkan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
cara (1) wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik
pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data
telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa
yang akan diperoleh (Sugiyono, 2014:73). Peneliti disini
sudah menyiapkan pedoman wawancara kepada
responden dengan pertanyaan yang sama, tentang sistem,
cara kerja dan pelaksanaan kaderisasi kepemimpinan dan
faktor pendukung dan penghambat dari pola kaderisasi
yang ada di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk,
(2) pedoman wawancara (guading question) yang telah
tersusun secara sistematis tentang hal-hal yang akan
ditanyakan (Sukmadinata, 2011:112). Instrumen
penelitian dalam bentuk guading question yang bersisi
tentang acuan-acuan pertanyaan yang dibutuhkan sifat
penggunaanya sendiri tidaklah kaku. Dalam hal ini,
hanya sebagai acuan sehingga peneliti tetap bisa
melakukan improvisasi yang mendalam, kemudian
hasilnya dicatat dalam field note, (3) teknik dokumentasi
adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan
tertulis, terutama berupa arsip. Arsip dan termasuk juga
buku-buku pedoman tentang pendapat, teori, dan dalil-
dalil atau hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian (Nawawi, 2003:133)
Teknik analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting
dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain
(Sugiyono, 2009:244).
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2015, 754-769
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara mengumpulkan seluruh data tentang Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Nganjuk,
kemudian mengkatagorikan data sesuai dengan jenisnya
setelah itu data di reduksi sesuai kebutuhan, dalam
bentuk ketegori sistem kaderisasi, cara kerja,
pelaksanaan, serta faktor penghambat dan pendukung
pola kaderisasi kepemimpinan partai politik. Kemudian
data dianalisis dengan Teori Kepemimpinan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di kantor DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk yang beralamat di Jalan
Raya Madiun Surabaya, Dusun Gerung, Desa Pehserut,
Kabupaten Nganjuk.
Berdasarkan pada hasil wawancara tanggal 15 Mei
2014 dengan Hariyono selaku bendahara DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk dan kader partai sejak
tahun 1986 menyebutkan bermula dari pertemuan antara
Kelompok Demokrasi Pembangunan pada tahun 1973
yang mengharuskan 5 partai politik untuk melakukan fusi
yang dihadiri oleh Partai Nasionalis Indonesia (PNI),
Partai Katolik, IPKI, Parkindo dan Partai Murba untuk
membentuk partai baru yang dinamai Partai Demokrasi
Indonesia. Di Kabupaten Nganjuk Partai Demokrasi
Indonesia atau PDI pada tahun 1973 di prakarsai oleh
Suwignyo.
Perselisihan terjadi pada tahun 1977 dalam Munas 1
Partai Demokrasi Indinesia di Pandaan. Muncul kubu
yang mengatasnamakan Kelompok Muda dan
mengancam akan mendeklarasikan diri sebagai DPP PDI.
Dibawah kepemimpinan Kelompok Muda dari sini PDI
mulai menyampaikan sosok partai sebagai partai masa
depan, partainya anak muda, partai sendal jepit, dan lain
sebagainya. Pada saat inilah Mian Soekrijadi tampil
menggantikan sosok suwignyo sebagai ketua Dewan
Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Kabupaten
Nganjuk selama dua Periode 1977-1987 dikarenakan
suwignyo sebagai kader partai terpilih menjadi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian pada periode
selanjutnya Mian soekrijadi digantikan oleh YA widodo
sebagai ketau DPC PDI Perjuangan Kabupaten nganjuk
periode 1987-1992 dikarenakan Mian sokrijadi tutup
usia.
Pada tahun 1996 muncul istilah partai PDI Pro Mega
dan PDI Soerjadi dikarenakan terpecahnya dukungan
partai. Namun sesuai dengan tuntutan perkembangan
sistem politik di Indonesia, PDI pada tanggal 11 Februari
1999 mendeklarasikan diri menjadi PDI Perjuangan
sekaligus merubah logo menjadi banteng dalam lingkaran
yang bermulut putih dan bermata merah. Deklarasi ini
disambut dengan sangat antusias oleh kader-kader partai
dan masyarakat terutama oleh masyarakat di Kabupaten
Nganjuk yang pada saat itu PDI Perjuangan telah diketuai
oleh Muharjito.
Seiring dengan perkembangan zaman setelah
reformasi menuju era demokrasi dalam sistem politik
Indonesia, pada tahun 2005 Kedudukan Muharjito
sebagai ketua Dewan Perwakilan cabang Kabupaten
Nganjuk digantikan oleh Soesilo Muslim. Soesilo
Muslim menjadi ketua DPC PDI Perjuangan kabupaten
nganjuk pada periode 2000-2005.
Pada tahun 2005 diadakan kembali pemilihan
struktural DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk,
untuk mengisi masa kepengurusan periode 2005-2010.
Pada saat itu terjadi kekacauan pada tubuh PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk karena terjadi mosi tidak
percaya kepada Soesilo Muslim karena ada dugaan dana
bantuan politik PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk
disalah gunakan demi terpilihnya Soesilo Muslim
kembali menjadi ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk, dengan maksud agar dia bisa mencalonkan
Bupati Nganjuk dari PDI Perjuangan pada saat itu.
Terjadi demo dan penyegelan kantor DPC oleh oknum-
oknum yang kecewa terhadap kepemimpinan Soesilo
Muslim, yang berakibat DPP PDI Perjuangan
membekukan sementara struktural DPC PDI Perjuangan.
Selama dua tahun dibekukan, dari tahun 2005-2007,
pada tahun 2007 ditunjuklah Taufiqurrahman menjadi
PLT ketua DPC PDI Perjuangan oleh DPD Jatim. Selama
tiga tahun menjadi PLT DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk pada tahun 2010 nama Taufiqurrahman masuk
dalam bursa calon ketua DPC dan terpilihlah
Taufiqurrahman sebagai ketua DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk periode 2010-2015.
Bedasarkan hasil dokumentasi dari “Jalan Menuju
Kemenangan” SURAT KETETAPAN No :
11/TAP/KONGRES III/PDI-P/2010 tentang PROGRAM
PERJUANGAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN ditemukan (1) visi partai adalah keadaan
pada masa depan yang diidamkan oleh partai, dan oleh
karena itu menjadi arah bagi perjuangan partai.
Berdasarkan amanat pasal 6 Anggaran Dasar Partai, visi
PDI Perjuangan adalah (a) terwujudnya cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana
dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan (b)
terwujudnya masyarakat Pancasila dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. (2) misi partai
adalah muatan hidup yang diemban oleh partai, sekaligus
menjadi dasar pemikiran atau keberlangsungan eksistensi
partai, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 7,8 dan 9
Anggaran Dasar Partai, yaitu (a) menghimpun dan
Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik
763
memperjuangkan rakyat sebagai arah kebijakan politik
partai, (b) memperjuangkan kebijakan politik partai
menjadi kebijakan politik penyelenggara negara, (c)
menghimpun, membangun dan menggerakan kekuatan
rakyat guna membangun masyarakat Pancasila, (d)
menghimpun, merumuskan dan memperjuangkan aspirasi
rakyat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan
Negara, (e) memperjuangkan kepentingan rakyat di
bidang ekonomi, sosial dan budaya secara demokratis, (f)
berjuang mendapatkan kekuasaan politik secara
konstitusional guna mewujudkan pemerintahan yang
melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia, (g) membentuk
dan membangun karakter bangsa, (h) mendidik dan
mencerdaskan rakyat agar bertanggung jawab
menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga
negara, (i) melakukan komunikasi politik dan partisipasi
politik warga negara, (j) mempertahankan dan
mewujudkan cita-cita Negara Proklamasi 17 Agustus
1945 di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, (k)
melaksanakan, mempertahankan dan menyebarluaskan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, (l)
mempersiapkan kader partai dalam pengisisan jabatan
politik dan jabatan publik melalui mekanisme demokrasi,
dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan jender;
dan (m) mempengaruhi dan mengawasi jalannya
penyelenggaraan Negara, agar terwujud pemerintahan
yang bersih dan berwibawa.
Bedasarkan hasil dokumentasi dari “Jalan Menuju
Kemenangan” SURAT KETETAPAN No :
11/TAP/KONGRES III/PDI-P/2010 tentang PROGRAM
PERJUANGAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN ditemukan (1) tujuan umum partai yaitu
(a) mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, (b) membangun masyarakat pancasila 1 Juni
1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka, berdaulat, demokratis, adil dan makmur, dan
(2) tujuan khusus partai yaitu (a) menghimpun dan
membangun kekuatan politik rakyat, (b)
memperjuangkan kepentingan rakyat di bidang politik,
ekonomi, sosial dan budaya secara demokratis; dan (c)
berjuang mendapatkan kekuasaan politik secara
konstitusional guna mewujudkan pemerintahan yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk dapat menjalankan amanat kongres yang telah
menetapkan diri sebagai partai ideologis dengan
kebijakan yang progresif, partai memerlukan sebuah
landasan juang (platform program) yang bersifat
progresif pula, serta dapat diterapkan dalam kondisi dan
situasi apapun di seluruh wilayah Indonesia.
Platform program yang progresif perlu dilengkapi
dengan arah umum program perjuangan partai, yang
menjadi penuntun bagi struktural partai di semua
tingkatan dalam merumuskan solusi programatik bagi
permasalahan rakyat. Arah umum program perjuangan ini
sekaligus juga menjadi pedoman untuk mengukur kinerja
kader dalam Tiga Pilar Partai (eksekutif, legislatif, dan
struktural), sehingga Dewan Pimpinan Partai dapat
menentukan pemberian penghargaan (reward) atau sanksi
(punishment) dalam takaran yang tepat kepada kader
yang layak menerimanya.
Oleh karenanya kongres sebagai forum tertinggi
partai yang merupakan perwujudan kedaulatan anggota
partai, memandang perlu untuk merumuskan platform
program yang progresif, dengan nama Trias Dinamika
Partai, dan arah umum program yang progresif dengan
nama Dasa Prasetya.
Trias Dinamika Partai adalah tiga aktivitas kerja
Partai yang berurutan, bertahap dan berkelanjutan untuk
mendinamisir partai. Tiga aktivitas tersebut adalah
pemetaan wilayah politik, penempatan kader, dan
membumikan kinerja partai, yang (1) merupakan
slogarde (pergerakan seluruh jajaran) partai yang bersifat
dialektis, dinamis, progresif dan kontinyu. Bagi suatu
bangsa pejuang, tiada kata akhir = For a fighting nation,
there is no journey’s end!, (2) merupakan kristalisasi dari
diskusi panjang mengenai teori gerakan kepartaian
(macht vorming macht aanwending, dan wilgeistaad),
dan (3) mengamanatkan kepada seluruh komponen partai
(Kader Komunitas Juang, Kader Legislatif, dan Kader
Eksekutif; yang dipimpin oleh struktural partai) untuk
senantiasa bergerak secara integrative sesuai dengan
jenjang, fungsi, dan tugas masing-masing. Trias dinamika
partai bertujuan untuk (1) menerapkan ideologi Pancasila
1 Juni 1945 menjadi program riil yang bermanfaat untuk
rakyat, (2) melaksanakan fungsi-fungsi kepartaian yaitu
agregasi aspirasi, artikulasi aspirasi, pendidikan politik,
dan mempersiapkan pemimpin; dan (3) menempuh jalan
kepartaian menuju kemenangan Pemilu 2019.
Sebagai penuntun bagi para kader partai dalam
memilih dan menerapkan program-program perjuangan
dalam rangka mencapai cita-cita partai, Kongres
menyusun pedoman berupa arah umum program
perjuangan partai, yang dinamakan Dasa Prasetiya.
Dasa Prasetiya, yang berarti sepuluh janji kesetiaan,
berisi 10 (sepuluh) butir pemikiran kebangsaan mengenai
usaha pemberdayaan dan pemerataan kesejahteraan
rakyat. Pemikiran-pemikiran ini dilandasi oleh semangat
untuk menerapkan ideologi Pancasila 1 Juni 1945
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2015, 754-769
menjadi program-program pokok yang memberikan
manfaat nyata kepada rakyat, terutama kelompok-
kelompok masyarakat yang masih membutuhkan
perlindungan, di tengah kancah persaingan liberal
kapitalistik yang melanda Indonesia dewasa ini.
Adapun kesepuluh butir pemikiran itu adalah (1)
menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Pancasila dan UUD 1945, serta menjaga kebhinekaan
bangsa, (2) memperkokoh budaya gotong royong dalam
memecahkan masalah bersama, (3) memperkuat ekonomi
rakyat melalui penataan sistem produksi, reformasi
agrarian, pemberian proteksi, perluasan akses pasar, dan
permodalan, (3) menyediakan pangan dan perumahan
yang sehat dan layak bagi rakyat, (4) membebaskan biaya
berobat dan biaya pendidikan bagi rakyat, (5)
memberikan pelayanan umum secara pasti, cepat, dan
murah, (6) melestarikan lingkungan hidup dan sumber
daya alam, serta menerapkan aturan tata ruang secara
konsisten, (7) mereformasi birokrasi pemerintahan dalam
membangun tata pemerintahan yang baik, bebas dari
praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, (8) menegakkan
prinsip-prinsip demokrasi partisipatoris dalam proses
pengambilan keputusan, dan (9) menegakkan hukum
dengan menjunjung tinggi azas keadilan dan azasi
manusia.
Sistem kaderisasi kepemimpinan untuk
mempersiapkan kader di Dewan Pimpinan Cabang Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Nganjuk
terdiri dari rekruitmen anggota partai dan seleksi kader
yang nantinya akan menduduki jabatan strategis baik
dalam internal partai maupun dalam pemerintahan. Dari
hasil dokumentasi AD/ART PDI Perjuangan ketetapan
kongres III pasal 1,2, dan 3 Anggaran Rumah Tangga
syarat untuk menjadi anggota dan kader partai adalah (1)
warga negara Republik Indonesia yang telah berumur 17
tahun dan atau sudah menikah, (2) menyetujui dan
menaati Piagam Perjuangan Mukadimah, Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Keputusan Partai,
(3) bersedia menaati dan menegakkan disiplin Partai, dan
(4) bersedia mengikuti kegiatan partai
Calon anggota harus menyatakan kesediaannya untuk
menjadi anggota secara tertulis dan memenuhi
persyaratan sesuai ayat 1 (satu) di atas yang disampaikan
kepada pengurus partai yang berwenang, yaitu (1)
seluruh calon anggota harus melalui masa pembinaan, (2)
calon anggota yang sudah memenuhi persyaratan,
sebelum dilantik menjadi anggota wajib mengucapkan
sumpah atau janji sebagai anggota, (3) sumpah atau janji
anggota partai diatur dalam peraturan partai, (4)
pengesahan seseorang menjadi anggota partai diputuskan
oleh Dewan Pimpinan Cabang Partai, (5) penerimaan
atau penolakan seseorang menjadi anggota partai
diputuskan dalam Rapat Dewan Pimpinan Cabang Partai,
(6) kepada setiap anggota partai diberikan Kartu Tanda
Anggota Partai oleh Dewan Pimpinan Cabang Partai, (7)
bentuk, pengesahan, dan registrasi penomoran Kartu
Tanda Anggota diatur dalam Peraturan Partai, (8) Dewan
Pimpinan Cabang Partai membina, melatih, dan mendidik
Anggota Partai di wilayahnya, dan (9) pengurus ranting,
pengurus anak cabang dan Dewan Pimpinan Cabang
Partai mempunyai data keanggotaan partai di wilayahnya.
Kader partai dipilih, ditetapkan, dan diangkat dari
anggota partai yang memenuhi syarat (1) telah memiliki
kemantapan ideologi, politik dan kemampuan
berorganisasi yang tinggi, (2) telah membuktikan
kesetiaan dan ketaatan kepada partai, (3) telah
membuktikan kemampuannya menggerakkan dan atau
melaksanakan kegiatan dalam jajaran partai dan atau
dalam masyarakat, dan (4) telah lulus kursus kader yang
diselenggarakan oleh partai dan memiliki moral yang
baik.
Kader partai dipilih, ditetapkan dan diangkat dari
anggota partai yang diatur dalam Piagam perjuangan
Anggaran dasar pasal 12 ayat 1 dan 2 tentang Kader
Partai Ayat 1 dan 2. Kader partai adalah anggota partai
yang dedikasi, loyalitas dan pengabdiannya kepada partai
dan masyarakat umum tidak tercela. Jenjang Kader Partai
adalah Kader Pratama, Kader Madya, kader Utama.
Cara kerja dalam hal ini merupakan serangkaian
aktivitas dan kegiatan yang dilakukan pada suatu waktu
dan tempat untuk mempersiapkan calon pemimpin.
Kegiatan dan aktivitas dilaksanakan guna untuk
mempersiapkan dan memilih seorang pemimpin
struktural Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam
siklus 5 (lima) tahun sekali yang nantinya juga bisa
dicalonkan sebagai pejabat publik seperti calon legislatif
dan eksekutif.
Cara kerja dalam hal ini adalah PDI Peruangan
Kabupaten Nganjuk mengadakan musyawarah di tiap
kecamatan. Musyawarah Anak Cabang tersebut dihadiri
oleh ranting dan anak ranting. Kemudian diadakan
pemilihan Ketua PAC dan calon Ketua DPC. Setelah
Ketua PAC dan calon Ketua DPC terjaring selanjutnya
diadakan Konfercap yang dihadiri oleh perwakilan
seluruh PAC ditiap Kecamatan yang ada di Kabupaten
Nganjuk. Dalam Konfercap tersebut dimusyawarahkan
untuk memilih ketua DPC dan calon ketua DPD.
Berdasarkan hasil dokumentasi dalam Anggaran
Dasar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan hasil
Kongres III tahun 2010 pasal 12 ayat 2 terdapat tiga
jenjang bagi kader yang telah lolos proses rekutimen dan
seleksi (1) Jenjang pertama untuk Kader Pratama, (2)
Jenjang kedua untuk Kader Madya, dan (3) Jenjang
ketiga untuk Kader Utama
Kaderisasi jenjang pertama untuk kader pratama
adalah kaderisasi yang dilakukan oleh partai di tingkat
Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik
765
paling bawah, yaitu DPC. Kaderisasi ini dilakukan oleh
partai ditingkat desa atau kelurahan dan kabupaten atau
kota. Kaderisasi ini merupakan usaha partai dalam rangka
memperkuat dan memperluas basis massa di daerah
dimana kaderisasi jejang pertama ini berguna dalam
mempersiapkan kader untuk mengisi jabatan-jabatan
publik ditingkat paling rendah yaitu jabatan ditingkat
kabupaten dan kota.
Kaderisasi jenjang kedua untuk kader madya adalah
kaderisasi yang dilakukan oleh partai di tingkat
menengah. Kaderisasi ini dilakukan oleh partai di tingkat
provinsi. Kaderisasi ini bersifat fungsional yaitu
kaderisasi berdasarkan atas pengelompokan-
pengelompokan terhadap kelompok strategis (pemuda,
mahasiswa, perempuan, pengusaha, dll). Kaderisasi
jenjang ini berfungsi untuk mempersiapkan kader yang
akan mengisi jabatan-jabatan publik ditingkat provinsi
seperti jabatan DPRD dan Gubernur.
Kaderisasi jenjang ketiga atau utama merupakan
proses kaderisasi yang dilakukan ditingkat paling atas
yaitu DPP. Kaderisasi ini dilakukan oleh partai ditingkat
nasional. Kaderisasi ini diselenggarakan oleh partai yang
ditujukan bagi kader yang akan menduduki posisi tertentu
(jabatan politik pada eksekutif dan legislatif) dalam
rangka mewujudkan dan mencapai tujuan partai.
Kaderisasi di jenjang utama ini berfungsi sebagai
persiapan partai dalam pengisian jabatan di tingkat
nasional seperti jabatan pada MPR RI dan DPR RI.
Kaderisasi kepemimpinan DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun
sekali. Proses pelaksanaan kaderisasi kepemimpinan di
DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk melalui
Musancab yang diadakan ditiap kecamatan untuk
mendapatkan calon Ketua DPC. Setelah calon ketua DPC
terpilih, DPC mengadakan Konfercap sebagai ajang
pemilihan Ketua DPC.
Mekanismenya melalui Konferensi Cabang Partai
yang diadakan 5 (lima) tahun sekali. Mula-mula
dilakukan penjaringan yang dimulai dari anak ranting
sampai ranting untuk menemukan figur yang akan
dicalonkan sebagai Ketua DPC, setelah itu diadakan
Konfercap untuk memilih Ketua DPC partai yang
melaksanakan tugas dan fungsi DPP di wilayah
Kabupaten Nganjuk. Selain itu dalam konfercap juga
dilakukan penilaian tentang laporan pertanggung jawaban
DPC Partai periode sebelumnya oleh DPD Jatim sebagai
wakil dari DPP PDI Perjuangan, dan hasil penilaian
itulah yang nanti menjadi bekal bagi kader yang duduk
pada struktural partai untuk menentukan sikap untuk
kemajuan dan kemenangan PDI Perjuangan di kabupaten
Nganjuk selama periode berlangsung.
Pelaksanaan Kaderisasi Jenjang Pertama untuk Kader
Pratama di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk
belum pernah dilaksanakan. Alasan tidak dilaksanakan
kaderisasi jenjang pertama kader pratama di DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk periode 2010-2015,
adalah : (1) Tidak ada respon tentang anggaran dasar
anggaran rumah tangga partai dari ketua dewan pimpinan
cabang, dikarenakan ketua, pengurus yang ada di DPC
PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk sebagian tidak
melalui proses kaderisasi, (2) selain itu dewan perwakilan
cabang tidak pernah berbicara kepada anggota tentang
pengaderan, (3) keadaan dan kondisi PDI Perjuangan saat
ini sedang mengalami krisis ideologi, (4) pemimpin yang
ada belum memahami tentang pentingnya kaderisasi
kepemimpinan, dan (5) pengurus DPC dan DPP
Kabupaten Nganjuk selama ini tidak pernah
mensosialisasikan dan mengadakan tentang pengaderan.
Faktor pendukung dan penghambat yang dimaksud
adalah segala macam bentuk sikap dan aktivitas
pendukung dan penghambat atau kekurangan dari sistem,
cara kerja dan pelaksanaan kaderisasi kepemimpinan
yang ada di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk.
(1) Faktor pendukungnya dalah (a) Faktor pendukungnya
salah satunya kekompakan seluruh anggota PDI
Perjuangan mulai dari anak ranting, ranting,PAC hingga
DPC untuk datang menghadiri musyawarah-musyawarah
yang diadakan disetiap daerah pada saat itu, dan (b)
selain itu sikap solidaritas anggota PDI Perjuangan
kabupaten Nganjuk yang telah terbentuk untuk
memberikan dan memilih nama-nama calon ketua DPC
PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk, sedangkan (2)
faktor penghambatnya adalah (a) ada struktural partai
yang belum dewasa secara politik pada sebagian PAC di
Kabupaten Nganjuk dan memutuskan untuk tidak
menghadiri Konfercap tahun 2010, (b) kurangnya
sosialisasi tentang Surat ketetapan nomor :
002.4/TAP/DPP/VI/2010 oleh DPC jauh-jauh hari
sebelum dilakukan rapat pleno anak ranting ,musting dan
musancab, dan (c) kurangnya komunikasi yang baik
antara anggota PDI Perjuangan se-Kabupaten Nganjuk
dengan struktural DPC PDI Perjuangan pada saat itu,
karena tingkat intensitas pertemuan-pertemuan serta
sosialisai tentang perkembangan politik yang diadakan
partai PDI Perjuangan selama tahun 2007-2010 sangat
kurang.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kaderisasi
kepemimpinan di DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk terdiri dari proses rekruitmen anggota
partai,pendidikan kader, dan seleksi kader yang nantinya
akan menduduki jabatan strategis baik dalam internal
partai maupun dalam pemerintahan. Syarat untuk menjadi
anggota dan kader partai diatur dalam AD/ART PDI
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2015, 754-769
Perjuangan ketetapan kongres III pasal 1,2, dan 3. Proses
rekruitmen dan seleksi kader partai dilaksanakan melalui
rapat Pleno. Pada rapat Pleno di masing-masing tingkatan
dilakukan dengan cara musyawarah mufakat. Apabila
musyawarah mufakat tidak ditemukan kemufakatan maka
akan dilakukan voting atau pemilihan dengan suara
terbanyak.
Pengertian sistem sendiri adalah sekelompok bagian-
bagian yang bekerjasama untuk melakukan suatu
maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak dapat
menjalankan tugas maka tujuan yang hendak dicapai
tidak akan terpenuhi atau sistem yang telah terwujud
akan mendapat gangguan. (e.journal ilmu pemerintahan
volume 2 (1), 2014 : 1829-1841). Menurut Jogianto
(2005 : hal 2), sistem adalah kumpulan dari elemen-
elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Sedangkan kaderisasi kepemimpinan adalah
proses mempersiapkan atau mencetak seseorang untuk
menjadi pemimpin di masa depan (Syamsul arifin, 2012 :
hal 21). Maka yang dimaksud dengan sistem kaderisasi
kepemimpinan adalah rangkaian peraturan tertulis dan
tidak tertulis yang tetap untuk mempersiapkan sumber
daya manusia secara berkesinambungan sebagai calon
pemimpin dalam internal partai maupun dalam
pemerintahan.
Sistem kaderisasi kepemimpinan di DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk yang terdiri dari proses
rekruitmen,seleksi kader dan pendidikan kader
merupakan proses berkesinambungan yang dilakukan
partai untuk mempersiapkan calon pemimpin internal
partai yag nanti akan menjadi calon pejabat publik.
Proses rekruitmen dan seleksi yang dilakukan dengan
musyawarah mufakat akan menambah pemahaman
anggota PDI Perjuangan tentang Pancasila khususnya sila
ke 4 yang berbunyi permusyawaratan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemilihan anggota kader partai dan calon pemimpin
apabila tidak ditemukan kemufakatan, dilakukan dengan
voting atau pengambilan suara terbanyak akan
meningkatakan kejujuran dan keterbukaan tiap anggota
dan kader partai terhadap aspirasi mereka, sehingga
pemilihan calon pemimpin akan berjalan lebih
demokratis.
Cara kerja di DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk dalam mempersiapkan pemimpin dan struktural
partai dilaksanakan secara bertahap yaitu melalui proses
rekruitmen dan seleksi kader yang dilakuakn setiap lima
tahun sekali. Taufiqurahman dan Puji Santoso
menuturkan bahwa sebelum dilakukan pemilihan Ketua
DPC, diadakan Musancab atau Musyawarah Anak
Cabang yang dihadiri oleh ranting dan anak ranting untuk
memilih Ketua PAC dan calon Ketua DPC. Setelah Ketua
PAC dan calon Ketua DPC terjaring selanjutnya diadakan
Konfercab atau Konferensi Cabang Partai yang dihadiri
oleh seluruh perwakilan PAC dari tiap-tiap kecamatan
yang ada di Kabupaten Nganjuk.
Hal serupa juga disampaikan secara lengkap oleh
Hariyono, bahwa dilakukan penjaringan melalui rapat
anggota anak ranting untuk memilih pengurus anak
ranting partai yang melaksanakan dan tugas dan fungsi
partai di wilayahnya sebanyak 7 orang. Kemudian dalam
Musran atau Musyawarah Anak Ranting dipilih pengurus
ranting partai sebanyak 9 orang. Setelah itu dilakukan
Musancab untuk memilih PAC partai sebanyak 11 orang.
Selanjutnya dilakukan Konfercab untuk memilih
struktural DPC partai sebanyak 16 orang.
Dalam hal ini cara kerja merupakan serangkaian
aktivitas atau kegiatan yang dilakukan pada suatu waktu
dan tempat untuk mempersiapkan calon pemimpin. Cara
kerja yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan
Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk untuk mempersiapkan calon pemimpin internal
partai yang nantinya juga akan menjadi pejabat publik di
Kabupaten Nganjuk. Kegiatan kaderisasi kepemimpinan
DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk dilakukan pada
tahun 2010 melalui kegiatan Musancab dan Konfercab.
Hal tersebut sesuai dengan Anggaran Dasar ketetapan
Kongres III tahun 2010 Pasal 69 ayat 1 dan 2 tentang
Konferensi Cabang Partai atau Konfercap yang berisi
mengenai wewenang Konfercab.
Kegiatan musyawarah yang dilakukan DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk harus tetap
dipertahankan oleh DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk,karena kegiatan seperti ini apabila dilakukan
secara konsisten dan berkesinambungan akan dapat
melahirkan struktural PAC PDI Perjuangan se-kabupaten
Nganjuk dan DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berorganisasi dan
menjadi bekal untuk memecahkan berbagai permasalahan
yang ada di masyarakat melalui musyawarah mufakat.
Kaderisasi kepemimpinan dilaksanakan setiap 5
(lima) tahun sekali. Kaderisasi kepemimpinan
dilaksanakan melalui Musancab kemudian dilaksanakan
Konfercab oleh DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk sesuai dengan AD/ART. Dalam melaksanakan
proses kaderisasi termasuk dalam kategori kaderisasi
jenjang pertama untuk kader pratama. Pelaksanaan
kaderisasi jenjang pertama untuk kader pratama di DPC
PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk pada periode 2010-
2015 tidak dilaksanakan. Menurut penuturan Eddy
Guntoro, kaderisasi kepemimpinan jenjang pertama
Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik
767
untuk kader pratama periode 2010-2015 tidak
dilaksanakan karena berbenturan dengan banyaknya
agenda partai. Dalam menghadapi pemilu, kepala daerah
yang memilih langsung sehingga berdampak pada
kualitas kader.
Disisi lain Puji Santoso berpendapat bahwa diadakan
penilaian dan perekrutan kader yang akan menduduki
jabatan publik dan sudah menduduki jabatan publik
sekarang dinilai melalui loyalitas kader terhadap
suksesnya pemilu kepala daerah Kabupaten Nganjuk
tahun 2012 yang lalu. Alasan lain tidak dilaksanakannya
jenjang kaderisasi karena DPP PDI Perjuangan juga tidak
melakukan jenjang kaderisasi, meskipun pada masa
kepemimpinan Soesilo muslim tahun 2005-2010 kursus
kader pernah dilaksanakan.
Pelaksanaan dalam hal ini merupakan proses atau
usaha-usaha untuk mempersiapkan seorang kader secara
terencana maupun tidak terencana untuk menjadi
pemimpin internal partai yang nantinya akan menduduki
sebagai calon pajabat publik. Dalam hal ini adalah
aktivitas yang berkesinambungan untuk mempersiapkan
calon pemimpin, dalam hal ini yang dimaksud
pelaksanaan kaderisasi kepemimpinan adalah adanya
pelaksanaan kaderisasi jenjang pertama untuk kader
pratama di Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan Kabupaten Nganjuk. Sedangkan
pengertian kaderisasi jenjang pertama untuk kader
pratama sendiri adalah kaderisasi yang dilakukan oleh
partai ditingkat paling bawah, yaitu DPC. Kaderisasi
jenjang pertama ini dilakukan oleh partai ditingkat desa,
kelurahan, kabupaten dan kota. Proses penjaringan calon
kader ini merupakan usaha partai untuk mencari kader-
kader baru yang berkualitas untuk mengisi jabatan-
jabatan publik ditingkat paling bawah yaitu jabatan
ditingkat kabupaten atau kota.
Pelaksanaan kaderisasi kepemimpinan jenjang
pertama kader pratama pada periode 2010-2015 memang
tidak dilaksanakan dikarenakan ada masalah di DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk pada periode 2005-2010,
yang mengakibatkan timbulnya perpecahan antar anggota
PDI Perjuangan kabupaten nganjuk lama dengan anggota
yang baru bergabung pada periode 2010, yang
berdampak langsung terhadap mandeknya pelaksanaan
kursus kader atau pendidikan kader bagi anggota partai.
Hal tersebut tidak sesuai dengan AD/ART ketetapan
Kongres III tahun 2010 pasal 12 ayat 2 tentang jenjang
kader dan proses rekruitmen kader. Seharusnya PDI
Perjuangan tetap melaksanakan pemilihan anggota kader
dan Ketua melewati proses kaderisasi jenjang pertama
untuk kader pratama karena proses kaderisasi ini
merupakan usaha partai untuk memperkuat dan
memperluas basis massa. Anggota kader yang terpilih
melalui proses ini akan memiliki kemampuan yang
mumpuni, mampu bersosialisasi dengan masyarakat, dan
merakyat sesuai dengan visi dan misi PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk.
Dari hasil wawancara dan dokumentasi di DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Nganjuk mengenai faktor
pendukung pola kaderisasi kepemimpinan di DPC PDI
Perjuangan Kabupaten nganjuk adalah faktor
kekompakan seluruh anggota kader PDI Perjuangan
dalam pemilihan calon Ketua DPC, sedangkan untuk
faktor yang menghambat adalah kurangnya pengetahuan
dan komunikasi yang baik antara anggota kader partai se-
kabupaten Nganjuk dengan struktural DPC PDI
Perjuangan kabupaten Nganjuk. Hal tersebut karena
tingkat intensitas pertemuan serta sosialisai tentang
perkembangan politik yang diadakan di DPC PDI
Perjuangan selama tahun 2010-2015 sangat kurang.
Masalah yang menjadi faktor penghambat lain adalah
Ketua DPC periode 2005-2010 terjerat kasus korupsi
dana bantuan politik PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk
yang mengakibatkan kekosongan pada jabatan Ketua
DPC yang mempengaruhi operasional PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk.
Faktor pendukung dan penghambat memiliki
pengertian yaitu segala macam bentuk sikap dan aktivitas
pendukung dan penghambat atau kekurangan dari sistem,
cara kerja, dan pelaksanaan kaderisasi kepemimpinan
yang ada di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk.
Faktor pendukung bertujuan untuk melihat faktor apa
yang mendukung berjalannya suatu kegiatan sehingga
tujuan yang diinginkan partai berhasil dicapai, sedangkan
faktor penghambat bertujuan untuk melihat adakah faktor
yang menghambat tercapainya tujuan yang diharapkan
sehingga kedepannya dapat diperbaiki sebaik mungkin
sampai tujuan yang diinginkan partai tercapai.
Faktor penghambat yang terjadi selama proses
kaderisasi sedapat mungkin harus dihindari agar tujuan
partai berhasil dan mampu menghasilkan kader-kader
yang semakin berkualitas di DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk. Selain itu pendidikan kader bagi
struktural partai yang sudah dibentuk harus segera
dilakukan agar potensi yang sudah dimiliki oleh kader
partai yang telah ada dapat di maksimalkan dan
regenerasi kepemimpinan dapat dilakukan sehingga tidak
sampai terjadi kekosongan kepemimpinan yang pernah
terjadi di tubuh PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk.
PENUTUP
Simpulan
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Volume 02 Nomor 03 Tahun 2015, 754-769
Sistem kaderisasi kepemimpinan DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk terdiri dari proses rekruitmen
anggota partai,pendidikan kader,dan seleksi kader. Syarat
untuk menjadi anggota dan kader partai diatur dalam
AD/ART PDI Perjuangan ketetapan kongres III pasal 1,2,
dan 3. Proses rekruitmen dan seleksi kader partai
dilaksanakan melalui rapat Pleno. Pada rapat Pleno di
masing-masing tingkatan dilakukan dengan cara
musyawarah mufakat. Apabila musyawarah mufakat
tidak ditemukan kemufakatan maka akan dilakukan
voting atau pemilihan dengan suara terbanyak.
Cara kerja di DPC PDI Perjuangan Kabupaten
Nganjuk dalam mempersiapkan pemimpin dan struktural
partai dilaksanakan melalui proses rekruitmen dan
kaderisasi kepemimpinan. Sebelum dilakukan pemilihan
Ketua DPC, diadakan Musancab atau Musyawarah Anak
Cabang yang dihadiri oleh ranting dan anak ranting untuk
memilih Ketua PAC dan calon Ketua DPC. Setelah Ketua
PAC dan calon Ketua DPC terjaring selanjutnya diadakan
Konfercab atau Konferensi Cabang Partai yang dihadiri
oleh seluruh perwakilan PAC dari tiap-tiap kecamatan
yang ada di Kabupaten Nganjuk.
Kaderisasi kepemimpinan dilaksanakan setiap 5
(lima) tahun sekali. Pelaksanaannya melalui Musancab
kemudian dilaksanakan Konfercab. PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk melaksanakan proses kaderisasi yang
termasuk dalam kategori kaderisasi jenjang pertama
untuk kader pratama. Pelaksanaan kaderisasi jenjang
pertama untuk kader pratama di DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk pada periode 2010-2015 tidak
dilaksanakan karena berbenturan dengan banyaknya
agenda partai dan juga karena DPP PDI Perjuangan tidak
melakukan jenjang kaderisasi.
Faktor pendukung pola kaderisasi kepemimpinan di
DPC PDI Perjuangan adalah kekompakan seluruh
anggota kader PDI Perjuangan dalam pemilihan calon
Ketua DPC, sedangkan untuk faktor yang menghambat
adalah kurangnya pengetahuan dan komunikasi yang baik
antara anggota kader partai se-kabupaten Nganjuk
dengan struktural DPC PDI Perjuangan kabupaten
Nganjuk. Hal tersebut karena tingkat intensitas
pertemuan serta sosialisai tentang perkembangan politik
yang diadakan di DPC PDI Perjuangan selama tahun
2010-2015 sangat kurang.
Faktor pendukung dan penghambat memiliki
pengertian yaitu segala macam bentuk sikap dan aktivitas
pendukung dan penghambat atau kekurangan dari sistem,
cara kerja, dan pelaksanaan kaderisasi kepemimpinan
yang ada di DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk.
Faktor pendukung bertujuan untuk melihat faktor apa
yang mendukung berjalannya suatu kegiatan sehingga
tujuan yang diinginkan partai berhasil dicapai, sedangkan
faktor penghambat bertujuan untuk melihat adakah faktor
yang menghambat tercapainya tujuan yang diharapkan
sehingga kedepannya dapat diperbaiki sebaik mungkin
sampai tujuan yang diinginkan partai tercapai.
Faktor penghambat yang terjadi selama proses
kaderisasi sedapat mungkin harus dihindari agar tujuan
partai berhasil dan mampu menghasilkan kader-kader
yang semakin berkualitas di DPC PDI Perjuangan
Kabupaten Nganjuk. Selain itu pendidikan kader bagi
struktural partai yang sudah dibentuk harus segera
dilakukan agar potensi yang sudah dimiliki oleh kader
partai yang telah ada dapat di maksimalkan dan
regenerasi kepemimpinan dapat dilakukan sehingga tidak
sampai terjadi kekosongan kepemimpinan yang pernah
terjadi di tubuh PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk.
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik
kesimpulan bahwa Pola Kaderisasi Kepemimpinan di
DPC PDI Perjuangan Kabupaten Nganjuk terdiri dari
sistem musyawarah mufakat yang diadakan melalui
rapat-rapat partai dari tingkat yang terkecil yaitu anak
ranting hingga DPC dengan tujuan untuk merekrut
sekaligus mempersiapkan calon pemimpin internal partai
yang nantinya dicalonkan sebagai pejabat publik. Dengan
mengikuti pedoman dan arahan oleh DPP melalui DPD
Jawa timur yang berdasarkan AD/ART PDI Perjuangan
ketetapan Kongres III tahun 2010.
Saran
Pemenuhan tujuan PDI Perjuangan pada periode
mendatang harus lebih ditingkatkan agar semua proses
kaderisasi yang sudah dilaksanakan ini tidak sia-sia dan
memiliki manfaat bagi partai politik PDI Perjuangan
sendiri pada khususnya dan seluruh masyarakat di
Kabupaten Nganjuk pada umumnya, selain itu perlu
diadakan pendidikan kader melalui pelatihan-pelatihan
secara rutin agar transfer nilai, pengetahuan, yang sudah
dimiliki ketua DPC saat ini bisa ditularkan kepada calon-
calon kader yang dianggap berpotensi untuk menjadi
pemimpin di DPC Kabupaten Nganjuk di masa depan
Struktur (design) organisasi saat ini yang mengarah
pada konsentrasi pembidangan diharapkan dapat lebih
memaksimalkan kerja organisasi. Jiwa gotong royong
anggota partai harus dikembangkan dan direalisir dalam
kerja-kerja politik sehingga mampu menjawab semua
tantangan yang dihadapi partai kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Syamsul. 2012. LEADERSHIP Ilmu dan Seni
Kepemimpinan. Jakarta: Mitra Wacana Media
Budiarjo, Miriam. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik. J
akarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Cholisin, Dkk. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Yogyakarta: UNY Press
Pola Kaderisasi Kepemimpinan Partai Politik
769
Cresweel, John W. 2010. Research Design - Pendidikan
Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Fahmi, Irham. 2013. Manajemen Kepemimpinan Teori
dan Aplikasi. Bandung: CV Alfabeta
Isjwara. 1982. Ilmu Politik. Bandung: Binacipta
Moeleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT remaja Rosdakarya
Offset
Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: CV Alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D.Bandung: CV Alfabeta
Tim. 2011. Menulis Ilmiah: Buku Ajar MPK Bahasa
Indonesia. Surabaya: Unesa University
Press
Yukl, Gary. 2010. Kepemimpinan Dalam Organisasi.
Jakarta. Indeks.
PIAGAM PERJUANGAN ANGGARAN DASAR
ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI
DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN Ketetapan
Kongres III PDI Perjuangan Denpasar,Bali tanggal 06-09
April 2010 No. 09/TAP/KONGRES III/PDI-P/2010
SURAT KETETAPAN No :
07/TAP/KONGRES/III/PDIP 2010 Tentang
SIKAP POLITIK PARTAI DEMOKRASI
INDONESIA PERJUANGAN
SURAT KETETAPAN No : 11/TAP/KONGRES
III/PDI-P/2010 Tentang PROGRAM
PERJUANGAN PARTAI DEMOKRASI
INDONESIA PERJUANGAN
Annis, Dkk. 2011. Kaderisasi. Jurnal [online]
http://annisalidramaribeth.wordpress.com/2011/
02/26/kaderisasi/. Diakses tanggal 15
Mei 2014
Ginintasasi, Rahayu. 2012. Kepemimpinan. Jurnal
[online]
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.PSIKOLO
GI/195009011981032RAHAYUGININTASASI
/kepemimpinan.pdf . Diakses tanggal 15 Mei
2014
Saputra, Roni Tamara. 2014. Sistem Kaderisasi dan
Penetapan Calon Anggota Legislatif Dalam
Pemilu 2009 (Studi Kasus Partai Golkar
Kabupaten Penajam Paser Utara). Jurnal
[online] http://e.journal.ip.fisip-unmul.ac.id.
Diakses tanggal 03 Maret 2015
http://unbreakableman.wordpress.com/2012/10/08/kaderi
sasi-ideal-prosesi-pemahasiswaan-mahasiswa/
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/09/1
1/msypkh-bima-arya-kaderisasi-parpol-tidak-
serius
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/09/1
1/msyr0t-kaderisasi-politik-harus-berjalan-
sistematis
Indonesiadalamsejarah.blogspot.com/2013/04/asal-mula-
partai-politik