Post on 31-Mar-2019
POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENJALANKAN DISIPLIN IBADAH SHALAT REMAJA DI PERUMAHAN ARINDA PERMAI II PONDOK AREN TANGERANG SELATAN
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Netta Andhini
108052000012
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H. /2013 M.
i
Abstrak
Netta Andhini Pola Asuh Orang Tua Dalam Menjalankan Disiplin Ibadah Shalat Remaja Di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang Selatan.
Ketertarikan saya adalah bahwasanya prilaku manusia dimasa yang akan datang sangat tergantung dari proses pendidikan yang di jalani semasa kecilnya, oleh sebab itu mendidik anak merupakan tanggung jawab yang diemban orang tuanya untuk menentukan karakteristik anak dimasa yang akan datang. Pentingnya ketika orang tua mendidik anak sejak dini terutama dalam ibadah itu akan menentukan kebiasan anak untuk menumbuhkan motivasi ibadahshalat, dimasa remaja ataupun dimasa yang akan datang.
Pola asuh orang tua adalah ragam asuhan yang diberikan kepada anak agar anak dapat mencapai harapan atau tujuan perkembangan yang diinginkan.Pengenalan ajaran agama kepada anak sejak usia dini bagaimanapun akan berpengaruh dalam membentuk kesadaran agama pada diri anak. Karenannya, Rasul menepatkan peran orang tua pada posisi sebagai penentu bagi pembentukan sikap dan pola tingkah laku disiplin seorang anak. Pola asuh dari orang tua amat mempengaruhi itu semua. Berdasarkan konteks tersebut penulis bermaksud meneliti dan mengkaji pola asuh orang tua dalam menjalankan disiplin ibadah shalat di Perumahan ArindaPermai II Pondok Aren Tangerang Selatan.
Penelitian ini ingin menjawab bagaimana pola asuh orang tua dalam menjalankan disiplin ibadah shalat untuk remaja di Perumahan Arinda Permai II pondok Aren Tangerang Selatan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah Orang tua yang jumlahnya 5 keluarga dan bersedia untuk di teliti dan objek penelitian ini adalah Pola Asuh dalam menjalankan disiplin ibadah shalat remaja.
Hasil penelitian ini adalah pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam menjalankan disiplin ibadah shalat untuk remaja tentu berbeda antara 1 keluarga dengan keluarga yang lainnya.Hasil dari penelitian ini adalah ada 3 pola asuh orang tua yaitu pola asuh permisif, pola asuh otoriter dan pola asuh demokratis. Diterapkan dalam 5 keluarga di antaranya, 2 keluarga demokratis, 2 keluarga permisifdan 1 keluarga otoriter.Sedangkan yang menjadi factor penghambat dalam pola asuh orang tua yang demokratis adalah pergaulan dengan teman-temannya, media sosial, dan games online. Faktor penghambat dalam pola asuh permisif adalah pertentangan pendapat dengan orang tua sehingga hubungan kurang baik pun timbul. Faktor penghambat pola asuh otoritera dalah mood remaja dalam situasi yang bagus atau tidak, sangat menentukan anak ingin melakukan perintah orang tua dengan sepenuh hati atau tidak sepenuh hati (males-malesan).
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat-Nya, nikmat-Nya danKuasa-Nya serta bimbingan-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, Shalawat serta salam tercurah
kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, juga kepada keluarga,
sahabat, dan para pengikutnya sampai kepada kita hingga saat ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada
Program Studi Strata Satu (S1) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunukasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berjudul “PolaAsuh Orang Tua
DalamMenjalankan Disiplin Ibadah Shalat Remaja Di Perumahan Arinda
Permai II Pondok Aren Tangerang Selatan.”
Pada kesempatan ini, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah ikhlas dan sabar untuk membantu penulis dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini, baik moril maupun materil, di antaranya sebagai berikut:
1. Yang terhormat Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr.
Arief Subhan, M.Ag, selaku pembantu Dekan I Drs. Wahidin Saputra, M.Ag,
selaku pembantu Dekan II Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku pembantu
Dekan III Drs. Study Rizal LK, MA.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam. Terima kasih atas kebaikan, dukungan dan bimbingannya
selama ini.
iii
3. Drs. Sugiharto M.A selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam. Terima kasih atas dukungan dan arahannya selama ini.
4. Dr. Suhaimi, M.Si. selaku dosen penasehat akademik yang senantiasa
memberikan arahan dan masukan serta motivasi penulis dalam penulisan
skripsi ini.
5. Dra. Nasichah MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan
banyak arahan dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis. Terima
kasih atas kesabaran dan keikhlasan ibu yang telah banyak memberikan
motivasinya dalam membimbing saya hingga terselesaikannya skripsi ini.
6. Seluruh pengajar Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Yang senantiasa tulus dalam mengajar, mendidik, membimbing dan
bersedia mengamalkan ilmu-ilmunya kepada seluruh mahasiswa Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
7. Teristimewa kedua orang tua yang penulis cintai Ayahanda KuntumHaeroni,
SE. dan Ibu Etty Suryana yang telah memberikan saya dukungan baik dari
segi moril maupun materil dan terimakasih atas doa, dukungan, cinta & kasih
sayang, serta adikku Dhea Megantara Lantika yang telah memberikan bantuan
dan dukungan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teristimewa untuk Roby Setiawan. Terima kasih atas dukungan, doa,
ketulusan dan kasih sayang mu yang selalu menemani dan menjadi
penyemangat penulis dalam membuat skripsi ini.
iv
9. Sahabat seperjuangan BPI 2008 yang telah memberikan motivasi, dukungan,
inspirasi dan selalu setia menemani, membantu dan mendengarkan suka duka
penulis. Kenangan selama bersama - sama di BPI akan selalu penulis kenang.
10. Ketua RW 07 dan seluruh pengurus di Perumahan Arinda Permai II Pondok
Aren Tangerang Selatan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian. Terima kasih kepada para orang tua yang bersedia membantu
penulis selama penelitian. Dan seluruh warga dan keluarga yang tidak bisa
penulis sebutkan satu-persatu, dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
ikut berpartisipasi tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu dalam skripsi
ini.Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua dan
mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.Amien.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan disana-sini, oleh karena itu demi kebaikan dan kesempurnaan tulisan
ini maka, kritik dan saran senantiasa penulis harapkan smoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita.
Ciputat, 1 Februari 2013
NettaAndhini
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................... 6
D. Metodologi Penelitian ................................................................. 7
E. Tinjauan Kepustakaan ................................................................. 10
F. Sistematika Penelitian ................................................................. 12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pola Asuh Orang tua ................................................................... 13
1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua ........................................... 15
2. Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua ........................................... 17
3. Jenis-Jenis Metode Pengasuhan Anak .................................... 23
B. Disiplin dalam Ibadah Shalat. ..................................................... 24
1. Pengertian Disiplin. ............................................................... 25
2. Fungsi Disiplin Terhadap Anak. ............................................. 27
3. Upaya Penanaman Disiplin Ibadah Shalat. ............................. 28
C. Remaja dan Ibadah Shalat ........................................................... 30
1. Pengertian Remaja ................................................................. 30
2. Perkembangan Keagamaan Pada MasaRemaja ....................... 33
vi
3. Ibadah Shalat.......................................................................... 37
a) Pengertian ibadah shalat ................................................. 37
b) Keutamaan Ibadah Shalat ................................................ 43
c) Faktor melalaikan ibadah shalat ....................................... 44
d) Hikmah dalam menjalankan ibadah shalat ....................... 48
BAB III: GAMBARAN UMUM PERUMAHAN ARINDA PERMAI II
PONDOK AREN TANGERAN SELATAN.
A. Sejarah Terbentuknya ............................................................... 50
B. Letak Geografis ........................................................................ 51
C. Data Penduduk RW 07 ............................................................. 52
D. Sarana dan Prasarana ................................................................ 52
BAB IV: TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
A. Pola Asuh Orang Tua Dalam Menjalankan Disiplin Ibadah Shalat
Remaja ..................................................................................... 54
B. Faktor Penghambat Pola Asuh Orang Tua Dalam Menjalankan
Ibadah Shalat Remaja ............................................................... 60
BAB V: PENUTUP:
A. Kesimpulan .............................................................................. 63
B. Saran ........................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 66
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
No Nama Gambar
1 Perumahan Arinda Permai II PondokAren
2 RumahWarga RW 07
3 Masjid Baitul Akbar
4 TPA Al-Akbar
5 Kantor RW 07
6 Paud dan TK Birana
7 SetelahWawancara
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No Nama Lampiran
1 Surat Izin Penelitian / Wawancara.
2 Surat Keterangan Penelitian dari Ketua RW 07 di
Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang
Selatan.
3 Daftar Wawancara.
4 Dokumentasi (foto-foto).
1
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan ajaran yang bersumber langsung dari wahyu Tuhan
sebagai tuntunan bagi kehidupan umat manusia. Agama memberikan tuntunan
mengenai batasan baik dan buruk guna mencapai kebaikan di dunia dan akhirat.
Di dalam ajaran agama mengajarkan mengenai kerukunan hidup manusia,
kedamaian bagi kehidupan baik di dunia maupun akhirat serta ketentraman di
dalam hati.
Peran ahli didik melihat adanya peran sentral para orang tua sebagai
pemberi dasar jiwa keagamaan itu. Pengenalan ajaran agama kepada anak sejak
usia dini bagaimanapun akan berpengaruh dalam membentuk kesadaran agama
pada diri anak. Karenannya, Rasul menepatkan peran orang tua pada posisi
sebagai penentu bagi pembentukan sikap dan pola tingkah laku keagamaan
seorang anak. Setiap anak dilahirkan atas fitrah dan bertanggung jawab kedua
orang tuanyalah yang menjadikan anak itu yahudi, nasrani atau Majusi
(Muhammad Al-Toumy Al-Syaibani, 1979:141)1.
Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada
masa ini seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun
psikis.
1 Prof. Dr. H. jalaluddin, Psikologi Agama,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2005),
h.218
2
Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami
peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik
emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah
(Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami
masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai
akibat terjadinya perubahan sosial (TP-KJM, 2002). Masa remaja juga bisa di
definisikan sebagai sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya
usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa pubertas yang dahulu
dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan
atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu
terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan
sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau
sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai
remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap
menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan
anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat
diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti.2
Dalam perkembangannya remaja seringkali menjadi bingung karena
kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka di
tuntut untuk bersikap mandiri dan dewasa. Memang banyak perubahan pada diri
seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya
2 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), h. 88
3
merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan
keremajaan seseorang.
Mereka bingung karena pikiran dan emosinya berjuang untuk menemukan
diri, memahami dan menyeleksi serta melaksanakan nilai-nilai yang ditemui di
masyarakatnya, di samping perasaan ingin bebas dari segala ikatanpun muncul
dengan kuatnya. Sementara fisiknya sudah cukup benar, sehingga disebut anak
tidak mau dan disebut orang dewasa tidak mampu.
Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi
adalah perasaan yang tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat
cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah misalnya,
kadang-kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan
tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan
gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia
takut gagal atau merasa berdosa.
Masa remaja merupakan suatu periode peralihan, suatu masa perubahan,
usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas, masa yang tidak
realistis, masa yang banyak terjadi dorongan-dorongan kearah negatife. Zakiyah
Daradjat dalam bukunya yang berjudul Ilmu Jiwa Agama menyebutkan bahwa:
“para remaja sangat memperhatikan penerimaan sosial dari teman-temannya,
ingin diperhatikan dan mendapat tempat dalam kelompok teman-temannya itulah
yang mendorong remaja meniru apa yang dibuat, dipakai dan dilakukan teman-
temannya”.3
3Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), h. 88
4
Maka dari itu remaja sangat penting memiliki kemampuan kontrol diri
yang baik dengan cara lebih medekatkan diri kepada Allah SWT melalui rutinitas
menjalankan ibadah shalat agar mampu mengontrol diri ke arah yang lebih
positif. Kontrol diri adalah kemampuan individu dalam mengatur, membimbing
dan mengarahkan emosi, dan dorongan-dorongan dalam dirinya ke arah yang
lebih positif. Kontrol diri banyak di pengaruhi oleh banyak aspek, salah satunya
adalah kedisiplinan menjalankan ibadah shalat wajib.
Pola asuh dalam Islam menjelaskan tentang perintah shalat diantaranya
dalam surat Al-Luqman 12-19 yaitu nasihat Luqman kepada anak-nya, akan
tetapi lebih difokuskan kepada Surat Al-Luqman ayat 17 tentang perintah shalat:
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS.Luqman : 17).4
Dalam surat Luqman menjelaskan tentang nasihat Luqman kepada anak-
nya agar selalu bersyukur kepada Allah dalam keadaan apapun, janganlah
sombong terhadap orang lain serta selalu berbuat baik kepada orang tua (ibu dan
bapaknya) dan perintah Luqman untuk mendirikan shalat, mengerjakan yang baik,
cegah perbuatan yang mungkar dan selalu bersabar dengan segala hal yang
menimpah diri kita.
4Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Yayasan
Penyelenggara Al-Qur’an, PT Karya Toha Putra), h. 815
5
Sesuai yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak yang
berperan pertama kali dalam mewujudkan sikap kedisiplinan pada anak adalah
orang tua. Orang tua merupakan “pusat pendidikan” yang pertama dan utama
dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan. Bentuk, isi dan
cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Dengan
demikian orang tua mempunyai tanggung jawab dalam membimbing dan
mengarahkan agar anak berdisiplin baik dalam melaksanakan hubungan dengan
Tuhan yang menciptakannya, dirinya sendiri, sesama manusia dan lingkungan
alam dan makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral.
Atas dasar itu semua dalam penelitian ini, penulis akan membahas lebih
lanjut mengenai pola asuh orang tua dalam menjalankan disiplin ibadah shalat
pada remaja, maka penulis akan menuangkannya dalam skripsi yang berjudul
“Pola Asuh Orang Tua Dalam Menjalankan Disiplin Ibadah Shalat Remaja
di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang Selatan”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis membatasi penelitian ini pada
pola asuh orang tua dalam menjalankan disiplin ibadah shalat untuk remaja di
Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang Selatan. Sedangkan,
menjalankan disiplin ibadah shalat di dalam penelitian ini di batasi pada ibadah
shalat wajib 5 waktu yang di terapkan pada remaja dalam kesehariannya.
6
2. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penulis agar lebih fokus dalam melakukan
penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Bagaimana pola asuh orang tua dalam menjalankan disiplin ibadah shalat
remaja di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang Selatan?
2. Adakah faktor penghambat pola asuh orang tua dalam menjalankan
disiplin ibadah shalat remaja di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren
Tangerang Selatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pola asuh orang tua dalam menjalankan disiplin
ibadah shalat untuk remaja di Perumahan Arinda Permai II Pondok
Aren Tangerang Selatan.
b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam
menerapkan pola asuh orang tua dalam menjalankan disiplin ibadah
shalat remaja di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang
Selatan.
2. Manfaat dalam penelitian
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:
a. Akademis
Di harapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
yang dapat dijadikan bahan acuan tentang pola asuh orang tua dalam
7
manjalankan disiplin ibadah shalat 5 waktu bagi universitas dan
khususnya jurusan BPI.
b. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan keilmuan
dan pengetahuan. Khususnya yang berkaitan dengan disiplin ibadah
shalat 5 waktu di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren
Tangerang Selatan.
c. Praktis
Dengan diadakan penelitian ini, hasil penelitian diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan acuan dan bermanfaat dalam disiplin ibadah
shalat 5 waktu. Khususnya para orang tua mengenai pola asuh dalam
menjalankan disiplin ibadah shalat untuk remaja.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam hal ini penulis menggunakan metode dengan jenis penelitian
pendekatan kualitatif. “Pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati”.5
Ketertarikan saya menggunakan penelitian kualitatif karena
penelitian kualitatif berupaya untuk menggambarkan suatu peristiwa,
gejala, atau temuan dalam penelitian. Sehingga memudahkan bagi si
penerima hasil penelitian untuk dipelajari lebih lanjut dan menjawab
5 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,
2007) cet.ke 33, edisi revisi, h. 4
8
sesuai dengan fenomena yang telah diteliti. Penelitian dengan pendekatan
secara kualitatif ini dapat mengungkapkan masalah secara lebih mendalam
dan menjelaskan mengenai sebuah peristiwa yang terjadi, bagaimana, dan
sejauh mana, serta mengetahui situasi sosial dalam penelitian secara
langsung.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi adalah suatu cara penulisan untuk memperoleh data dalam
bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang
diselidiki. 6 Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi 5 keluarga
yaitu keluarga KHI/ES dan keluarga SPN/SL dengan pola asuh
Demokratis, keluarga HW/SR dan keluarga DAR/YUL dengan pola
asuh Permisif dan keluarga MUR/MAR dengan pola asuh Otoriter.
b. Wawancara adalah cara dimana teknik pengumpul data dengan cara
tanya jawab langsung secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan
penelitian. 7 Hal ini dilakukan pada orang tua di perumahan arinda
permai II yang mempunyai remaja yang saya maksud, yang berjumlah
lima orang untuk mendapatkan data pola asuh yang di terapkan kepada
remaja dalam menjalankan ibadah shalat.
c. Dokumentasi, yaitu salah satu teknik pengumpul data dengan cara
mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, literature, prasasti, notulen rapat,
6 Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 92. 7 Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UII, 1995), h. 62.
9
agenda, dan website yang telah dianalisis yang relevensinya dapat
dijadikan sebagai bahan penelitian.8
d. Analisis data adalah salah satu proses menkonselorkan dan
pengorganisasian data berdasarkan pola, kategori, dan satuan uraian
dasar yang kemudian dapat dianalisis agar mendapatkan hasil
berdasarkan data-data yang telah ada. 9 Setelah melakukan
penghimpunan data yang sesuai dengan permasalahan penelitian, untuk
itu selanjutnya penulis mengolah dan menganalisis data tersebut
dengan cara: Data yang di peroleh melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi di kategorikan dan di analisis sesuai dengan masalah
yang di angkat dalam penelitian ini.
3. Teknik Penulisan
Adapun yang dijadikan pedoman penulis dalam metode penulisan
skripsi ini, penulis mengunakan buku pedoman penulisan skripsi, tesis,
dan disertasi UIN Syarif Hidyatullah Jakarta 2007.
4. Subyek dan Obyek Penelitian
a. Subyek penelitian
Subjek Penelitian yaitu orang tua dari remaja yang menjadi objek
penelitian ini, kemudian orang tua yang dimaksud berjumlah lima
orang yang melakukan pola asuh dalam menjalankan disiplin ibadah
shalat untuk remaja. Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan
8 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-12, h. 206. 9 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
2003), cet. Ke- 9.
10
yaitu purposive sampling dan yang dimaksud disini adalah tekhnik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu,
misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita
harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan
memudahkan penulis menyelesaikan objek / situasi sosial yang
diteiti.10
b. Objek Penelitian
Objek penelitian dari penelitian ini adalah pola asuh dalam
menjalankan disiplin ibadah shalat untuk remaja di Perumahan Arinda
Permai II Pondok Aren tempat penulis melakukan penelitian.
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian skripsi ini dimulai pada bulan april 2012 dan berakhir
pada bulan Desember 2012 berlokasi di Perumahan Arinda Permai II
Pondok Aren Tangerang Selatan.
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam melakukan penelitian ini diadakan Tinjauan pustaka terhadap
skripsi yang memilki kemiripan judul untuk menghindar bentuk plagiat,
diantaranya:
1. Pola asuh orang tua terhadap pembentukan akhlak anak usia 6-10 tahun di
komplek Sekretariat Negara R.I Tangerang. Di susun oleh Dinno Irensa,
NIM: 105052001740l, Jurusan Bimbingan Dan Penyuluhan Islam. Fakultas
10 Prof.Dr.Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D,(Bandung,PT
Alfabeta,2008) h. 218
11
Dakwah dan Komunikasi. Skripsi ini memfokuskan kepada pola asuh orang
tua terhadap pembentukan akhlak anak pada usia 6-10 tahun.
2. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan akhlak anak usia 7-12
tahun di Ketapang Tangerang. Winarti, NIM: 107052002383, jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Fakultas dakwah dan Komunikasi.
Skripsi ini memfokuskan kepada pengaruh pola asuh anak terhadap
pembentukan akhlak anak usia 7-12 tahun.
3. Metode Bimbingan anak bagi anak usia 7-12 tahun pada keluarga di
Perumahan Villa Indah Permai Bekasi Utara” di susun oleh Nonik
Muzayanah, NIM: 104052001990, jurusan: Bimbingan dan penyuluhan
Islam. Fakultas Ilmu Dakwah dan komunikasi. Skripsi ini memfokuskan
pada metode bimbingan anaknya bagi anak usia 7-12 tahun.
Perbedaan antara peneliti yang terdahulu dengan yang sekarang adalah yang
pertama memfokuskan pada pembentukan akhlak anak usia 6-10 tahun dengan
pendekatan kualitatif, yang kedua adalah memfokuskan pada pengaruh pola asuh
terhadap pembentukan akhlak anak usia 7-12 tahun dengan pendekatan kuantitatif
dan yang ketiga adalah memfokuskan pada metode bimbingan anak bagi anak usia
7-12 tahun pada keluarga dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan pada
penelitian ini memfokusakan dalam menjalankan disiplin ibadah shalat.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran isi dari penelitian ini maka penelitian
membuat sistematika secara garis besar. Apapun sistematikanya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN. Terdiri dari: Latar Belakang, Pembatasan dan
12
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI terdiri dari: Pola Asuh, Pengertian Pola
Asuh, Jenis-jenis Pola Asuh, Remaja dan Ibadah Shalat, Pengertian
Remaja, Perkembangan Keagamaan Pada Masa Remaja, Pengertian
Ibadah Shalat, Keutamaan Ibadah Shalat, Faktor Melalaikan Ibadah
Shalat, Hikmah Menjalankan Ibadah Shalat
BAB III GAMBARAN UMUM terdiri dari : Sejarah Terbentuk
Perumahan Arinda permai II Pondok Aren Tangerang Selatan,
Letak Geografis, Sarana dan Prasarana dan Data Penduduk
Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang.
BAB IV HASIL PENELITIAN terdiri dari : Pola Asuh Orang tua Dalam
Menjalankan Ibadah Shalat, Faktor Penghambat / Faktor Yang
Mempengaruhi Pola Asuh Orang tua Dalam Menjalankan Ibadah
Remaja dan Analisis Penelitian.
BAB V PENUTUP terdiri dari Kesimpulan dan Saran
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pola Asuh Orang tua
Anak adalah amanat bagi orang tua, hatinya yang suci bagaikan
mutiara yang bagus dan bersih dari setiap kotoran dan goresan.1 Anak
merupakan anugerah dan amanah dari Allah kepada manusia yang menjadi
orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dan masyarakat bertanggungjawab
penuh agar supaya anak dapat tumbuh dan berkembang manjadi manusia yang
berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan
agamanya sesuai dengan tujuan dan kehendak Tuhan.
Dalam mengemban amanat dari Allah yang mulia ini, berupa anak
yang fitrah beragama tauhidnya harus dibina dan dikembangkan, maka orang
tua harus menjadikan agama Islam, sebagai dasar untuk pembinaan dan
pendidikan anak, agar menjadi manusia yang bertaqwa dan selalu hidup di
jalan yang diridhoi oleh Allah SWT, dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun
juga keadaannya, pribadinya sebagai manusia yang taat beragama tidak
berubah dan tidak mudah goyah.
Mendidik anak-anak menjadi manusia yang taat beragama Islam ini,
pada hakekatnya adalah untuk melestarikan fitrah yang ada dalam setiap diri
pribadi manusia, yaitu beragama tauhid, agama Islam. Oleh karena itu orang
tua wajib membimbing, membina dan mendidik anaknya berdasarkan
1 Chabib Thoha, Kapita Seleksi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), h. 110
14
petunjuk-petunjuk dari Allah dalam agama-Nya, agama Islam agar anak-
anaknya dapat berhubungan dan beribadah kepada Allah dengan baik dan
benar. Oleh karena itu anak harus mendapat asuhan, bimbingan dan
pendidikan yang baik, dan benar agar dapat menjadi remaja, manusia dewasa
dan orang tua yang beragama dan selalu hidup agamis. Sehingga dengan
demikian, anak sebagai penerus generasi dan cita-cita orang tuanya, dapat
tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dapat memenuhi harapan
orang tuanya dan sesuai dengan kehendak Allah.2
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan pemeliharaan dan pengasuhan
anak ini, ajaran Islam yang tertulis dalam al-Qur’an, Hadits, maupun hasil
ijtihad para ulama telah menjelaskannya secara rinci, baik mengenai pola
pengasuhan anak pra kelahiran anak, maupun pasca kelahirannya. Allah SWT
memandang bahwa anak merupakan perhiasaan dunia. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 46:3
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.(QS. al-Khafi: 46)
2Chabib Thoha, Kapita Seleksi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
1996), h. 110 3 Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
penterjemah Al-Qur’an, 1983), h.571
15
Dalam ayat lain Allah berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. at-Tahrim: 6)4
Dengan demikian mendidik dan membina anak beragam Islam adalah
merupakan suatu cara yang dikehendaki oleh Allah agar anak-anak kita dapat
terjaga dari siksa neraka. Cara menjaga diri dari apa neraka adalah dengan
jalan taat mengerjakan perintah-perintah Allah.
1. Pengertian Pola Asuh Orang tua
Sebelum mendefinisikan arti dari Pola Asuh Orang tua, perlu kita
ketahui dahulu apa arti “Pola” dan asuh itu sendiri. “Pola” berarti gambaran
yang dipakai untuk memberi contoh, sedangkan “Asuh” berarti menjaga
(merawat dan mendidik) anak kecil atau memimpin (membantu, melatih)
supaya dapat berdiri sendiri. Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung
jawab dalam suatu keluarga atas rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-
hari lazim disebut dengan ibu dan bapak. Jadi dari definisi diatas dapat
4 Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
penterjemah Al-Qur’an, 1983), h. 1148
16
disimpulkan bahwa “pola asuh orang tua” adalah model atau cara merawat,
menjaga, mendidik anak-anak dalam keluarga oleh orang tua. 5
Pengertian pola asuh orang tua adalah ragam asuhan yang diberikan
kepada anak agar anak dapat mencapai harapan atau tujuan perkembangan
yang diinginkan. Pola asuh menunjukkan sikap atau perilaku orang tua yang
berinteraksi dengan anaknya. Cara orang tua menerapkan aturan,
mengajarkan nilai/norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta
menunjukan sikap dan perilaku yang baik sehingga dapat dijadikan contoh
atau teladan bagi anaknya.6
Pola asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa pola asuh itu adalah
sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat
dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua memberikan peraturan
kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua
menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian atau
tanggapan terhadap keinginan anak. Dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang tua kerena
setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan
sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Meskipun demikian, pada hakekatnya setiap orang tua mempunyai
tanggung jawab yang sama terhadap pendidikan anak yang telah dipercayakan
5 http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2197933-pengertian-pola-asuh-orang-
tua/#ixzz1ur0f1ety 6 Luluk Asmawati, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga: Mendidik Dengan
Praktik, (Jakarta: Senyum Media Press, 2009), h.18
17
Tuhan pada mereka. Tanggung jawab tersebut ditujukan dalam penataan
perilaku anak yang disebut dengan pola asuh.
2. Jenis – jenis Pola Asuh Orang tua
Untuk mewujudkan kepribadian anak, menjadi manusia dewasa yang
memiliki sikap positif terhadap agama, sehingga perkembangan
keagamaannya baik, kepribadian kuat dan mandiri, berperilaku ihsan, potensi
jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal, maka
dijelaskan menurut D. Baumrind yang dikutif oleh Luluk Asmawati membagi
pola asuh pengarahan menjadi 3 (tiga) yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh
permisif, dan pola asuh demokratis. Ketiga pola ini memiliki ciri-ciri
tersendiri adalah sebagai berikut:7
a. Pola Asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang
tua dengan menentukan sendiri aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak
harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak.
Adapun bentuk perwujudan dari pola asuh yang memiliki jenis otoriter
biasanya Orang tua kurang responsive dengan kebutuhan anak, orang tua lebih
menuntut kepatuhan, anak cenderung membuat suasana keluarga/lingkungan
yang teratur dan kaku. dan anak biasanya merasa kehilangan kebebasan dan
kemandirian untuk bertingkah laku karna aturan yang kaku/ketat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pola asuh ototriter adalah
pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan aturan-
7 Luluk Asmawati, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga: Mendidik Dengan Praktik, (Jakarta: Senyum Media Press, 2009). h : 19
18
aturan ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang
tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang
diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita-cerita, bertukar pikiran
dengan orang tua, orang tua malah menganggap bahwa semua sikapnya yang
dilakukan itu dianggap sudah benar sehingga tidak perlu anak dimintai
pertimbangan atas semua keputusan yang menyangkut permasalahan anak-
anaknya. Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-
hukuman tersebut sifatnya hukuman badan dan anak juga diatur yang
membatasi perilakunya. Perbedaan seperti sangat ketat dan bahkan masih tetap
diberlakukan sampai anak tersebut menginjak dewasa.
b. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif atau pemanja adalah pola asuh yang memberikan
pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya
yang melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang
dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.
Selain itu biasanya orang tua permisif lebih Orang tua permisif bersikap
responsive.8
Adapun tipe orang tua permisif ini didalam membentuk kepribadian
anak cenderung memberikan kebebasan anak seperti kebebasan memilih,
kebebasan berpendapat dan kebebasan bertingkah laku.
8 Luluk Asmawati, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga: Mendidik Dengan
Praktik, (Jakarta: Senyum Media Press, 2009). h : 19
19
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pola asuh permisif adalah
salah satu bentuk perlakuan yang dapat diterapkan orang tua pada anak dalam
rangka membentuk kepribadian anak dengan cara memberikan pengawasan
yang sangat longgar serta memberikan kesempatan pada anaknya untuk
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang
dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.
c. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang
memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak
mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dan
anak. Sedangkan pada tipe ini pembentukan kepribadian pada anak cenderung
dengan upaya membuat aturan yang ditaati bersama anak, berkomunikasi
dengan santun dan terbuka pada anak.9
Sedangkan bila dikaitkan dengan istilah pemimpin, maka pemimpin
demokratis adalah pemimpin yang memberikan penghargaan dan kritik secara
objek dan positif. Dengan tindakan-tindakan demikian, pemimpin demokratis
itu berpartisipasi ikut serta dengan kegiatan-kegiatan kelompok. Ia bertindak
sebagai seorang kawan yang lebih berpengalaman dan turut serta dalam
interaksi kelompok dengan peranan sebagai kawan.10 Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai gagasan atau
9 Luluk Asmawati, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga: Mendidik Dengan
Praktik, (Jakarta: Senyum Media Press, 2009), h. 19 10 Geurngan W.A., Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Eresco, 1996), h. 132-133.
20
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga negara.11
Oleh karena itu yang dimaksud dengan pola asuh demokratis adalah
pola asuh orang tua yang ditandai dengan adanya pengakuan orang tua
terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu
tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada
anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan
pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut
dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk
mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih
untuk bertanggungjawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.
Adapun indikator-indikator pola asuh demokratis diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Kedisiplinan
Dalam kehidupan sehari-hari, “disiplin” sering dikaitkan dengan
“hukuman”, dalam arti displin diperlukan untuk menghindari terjadinya
hukuman karena adanya pelanggaran terhadap suatu peraturan tertentu. Dalam
pengertian yang lebih luas, disiplin mengandung arti sebagai suatu sikap
menghormati, menghargai, dan mentaati segala peraturan dan ketentuan yang
berlaku.12
11 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 31 12 Mohamd Surya, Bina Keluarga, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), h. 131
21
Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui
proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.13 Disiplin akan membuat
seseorang tahu dan dapat membedakan hal-hal apa yang seharusnya
dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tak sepatutnya
dilakukan (karena merupakan hal-hal yang dilarang).
Kata disiplin dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan latihan
batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati
tata tertib (di sekolah atau kemiliteran), dan dapat pula berarti ketaatan pada
aturan dan tata tertib.14
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah upaya
mengarahkan dan mengendalikan diri, yang berarti suatu usaha untuk
mengarahkan dan mengendalikan diri kepada kebiasaan-kebiasaan yang sesuai
dengan norma-norma atau aturan-aturan yang ada. Disiplin sangat perlu
ditanamkan pada anak, sebab disiplin adalah pendidikan untuk mengajarkan
pengendalian diri, dengan peraturan, contoh dan teladan yang baik. Dalam
proses penanaman kedisiplinan orang tua juga harus membina hubungan baik
dengan anak-anak, agar kedisiplinan yang diajarkan oleh orang tua benar-
benar diterima dan dilaksanakan oleh anak. Mengingat anak itu butuh
dihargai, diakui keberadaannya dan sebagainya.
13 D. Soemarno, Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Teta Tertib Sekolah 1998,
(Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 1998), h. 20 14 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1986), cet. 12, h. 254.
22
2) Kebersamaan
Kebersamaan di sini maksudnya adalah kerjasama. Kerjasama
merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup.
Tanpa kerjasama tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau
masyarakat. Tanpa kerjasama dan tanpa rasa kebersamaan keseimbangan
hidup akan terancam punah. Dengan memiliki keahlian bekerjasama kita akan
mudah mengungkapkan apa yang kita inginkan tanpa menyinggung orang
lain.
3) Kegotong-royongan
Islam mengajarkan kita untuk hidup dalam kegotong-royongan.
Apabila sejak dini anak sudah ditanamkan sikap yang demikian itu, maka
kelak akan terlatih dan bersikap hidup dalam penuh kegotong-royongan.
Beban yang berat bisa terasa ringan jika dilakukan dengan gotong-
royong, dan pada akhirnya kita tidak merasa berat dalam menjalani hidup ini.
Demikianlah yang menjadi salah satu tugas orang tua, agar menanamkan sikap
ini sebaik-baiknya kepada anak.
Dalam proses penanaman kedisiplinan ini orang tua juga harus
bersikap dan bertindak dengan tegas dengan maksud agar ajaran yang
diberikan dapat diterima dan difahami oleh anak, sehingga tujuan disiplin
tercapai. Adapun tujuan disiplin menurut Ellen G. White yang dikutip oleh
23
Ny. Kholilah Marhijanto mengatakan bahwa tujuan disiplin adalah mendidik
anak untuk mengatur sendiri.15
Sedangkan cara terbaik untuk membantu anak belajar disiplin diri
adalah dengan membiarkan dia bertanggungjawab di setiap bidang dalam
hidupnya, bahkan ketika dia memilih untuk tidak melakukannya.16 Jadi,
disiplin yang kita tuntut dari anak-anak tidak boleh hanya dilihat sebagai
sarana pemaksaan yang diperlukan, bila sudah tidak ada jalan lain untuk
mencegah perbuatan yang salah. Disiplin pada dirinya sendiri merupakan
faktor pendidikan sui generis.17
3. Jenis-jenis Metode Pengasuhan Anak
Adapun kerangka metodologis pengasuhan pasca kelahiran anak
sebagaimana tertuang dalam ajaran Islam adalah sebagai berikut:18
a. Pola asuh anak dengan keteladanan orang tua
Dalam psikologi perkembangan anak diungkapkan bahwa metode
teladan akan efektif untuk dipraktikkan dalam pengasuhan anak. Oleh karena
itu pada saat tertentu orang tua harus menerapkan metode ini yang memberi
teladan yang baik. Cara ini akan mudah diserap dan direkam oleh jiwa anak
dan tentu akan dicontohnya kelak di kemudian hari.
15 Khalilah Marhijanto, Menciptakan Keluarga Sakinah, (Gresik: Bintang Pelajar, tt.), h.
144. 16 Karin Ireland, 150 Ways to Help Your Child Succeed (terj.) Grace Styadi, 150 Cara
Untuk Membantu Anak Meraih Sukses, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 164. 17 Emile Durkheim, Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 31. 18 A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar Pustaka,
2004), h. 152.
24
b. Pola asuh anak dengan pembiasaan
Sebagaimana kita ketahui bahwa anak lahir memiliki potensi dasar
(fitrah). Potensi dasar itu tentunya harus dikelola. Selanjutnya, fitrah tersebut
akan berkembang baik di dalam lingkungan keluarga, manakala dilakukan
usaha teratur dan terarah. Oleh karena itu pengasuhan anak melalui metode
teladan harus dibarengi dengan metode pembiasaan. Sebab, dengan hanya
memberi teladan yang baik saja tanpa diikuti oleh pembiasaan bejumlah cukup
untuk menunjang keberhasilan upaya mengasuh anak. Keteladanan orang tua,
dan dengan hanya meniru oleh anak, tanpa latihan, pembiasaan dan koreksi,
biasanya tidak mencapai target tetap, tepat dan benar.
Orang tua, karena ia dipandang sebagai teladan, maka ia harus selalu
membiasakan berkata benar dalam setiap perkataannya baik terhadap anggota
keluarganya atau siapapun dari anggota masyarakat lainnya. Dengan demikian
Menurut Khairiyah sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, orang tua harus
menjadi gambaran hidup yang mencerminkan hakikat perilaku yang
diserukannya dan membiasakan anaknya agar berpegang teguh pada akhlak-
akhlak mulia.
B. Disiplin dalam Ibadah Shalat
Pada hakekatnya, disiplin merupakan hal yang dapat dilatih. pelatihan
disiplin diharapkan dapat menumbuhkan kendali diri, karakter atau
keteraturan, dan efisiensi. Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa
disiplin berhubungan dengan pengendalian diri supaya dapat menbedakan
25
mana hal yang benar dan mana hal yang salah sehingga dalam jangka panjang
diharapkan bisa menumbuhkan perilaku yang bertanggung jawab.
a. Pengertian Disiplin
Charles Schaefer mengemukakan pendapatnya bahwa disiplin itu
adalah ruang mencakup setiap penyajian, bimbingan atau dorongan yang
dilakukan oleh orang dewasa.19 Sedangkan menurut Keith Davis dalam
bukunya Drs.R.A Santoso Sastropoetra mengemukakan bahwa disiplin
diartikan sebagai pengawasan terhadap diri pribadi untuk melaksanakan segala
sesuatu peraturan yang telah disetujui atau diterima sebagai tanggung jawab.20
Lebih lanjut subari menegaskan bahwa disiplin adalah penurutan
terhadap suatu peraturan dengan kesadaran sendiri untuk terciptanya tujuan
peraturan itu.21 Sedangkan Menurut Draver “Disiplin” dapat diartikan control
terhadap kelakuan, baik oleh suatu keluasan ataupun oleh individu sendiri.22
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa
Disiplin ialah suatu kebiasaan dalam melakukan sebuah tindakan tertentu.
Disiplin diri termasuk latihan untuk menghasilkan pola dari perilaku yang
diinginkan, kebiasaan yang diharapkan, dan sikap yang membawa kepada
keberhasilan dalam mengarungi kehidupan. Oleh sebab itu, disiplin adalah
sesuatu yang kita perlukan untuk membawa kita sampai kepada tujuan yang
diinginkan. Bisa dikatakan bahwa Disiplin Adalah Kunci Sukses
19 Muhaimin,et,all,Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya:Citra Media, 1996), h. 21 20 Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
pembangunan Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1998), h. 747 21 Subari, Supervisi Pendididkan dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar,
(Jakarta:Bumi Aksara, 1994), h. 164 22 Jawes draver, Kamus psikologi, (Jakarta:Bina Aksara, 1986), h. 110
26
Kedisiplinan anak dalam menjalankan ibadah shalat di antaranya
adalah tepat waktu dalam menjalankannya, karena ibadah tepat waktu itu
merupakan amalan yang sangat disukai oleh Allah SWT. Disamping tepat
waktu, ibadah shalat dengan disiplin di antaranya yaitu selalu melaksanakan
secara berjama’ah, berdoa dan membaca wirid setelah shalat sunnah selain
shalat fardu dan sebagainya.
Dalam hal melatih sikap disiplin ibadah terutama kepada anak-anak
kita memang harus dibiasakan. Dengan cara anak harus dibiasakan
menunaikan ibadah shalat dengan teratur diawal waktu. Hal ini bisa kita latih
dengan saat kita mendengar adzan magrib maka segeralah mengajak anak-
anak kita untuk berangkat ke masjid. Demikian pula shalat shubuh.
Biasanya anak-anak susah sekali diajak untuk bangun di waktu
shubuh. Akan tetapi, jika orang tua selalu membiarkannya, ini akan
berlangsung terus hingga mengginjak usia dewasa. Karena itu, sebelum hal ini
berlarut-larut lama sampai dewasa, maka orang tua harus membiasakan anak-
anak untuk bangun shubuh dan berangkat ke masjid saat suara adzan
terdengar. Pada awalnya mungkin akan mengalami kesulitan dan juga
hambatan dalam hal menanamkan disiplin ibadah ini, akan tetapi orang tua
harus terus berusaha. Jika ini sudah dibiasakan sejak usia dini InsyAllah
disiplin shalat itu akan tumbuh dengan sendirinya dan seterusnya akan lebih
mudah lagi dalam manjalankannya ibadah shalat di setiap waktunya.
27
b. Fungsi Disiplin Terhadap Anak
Anak didik sebagai tunas harapan bangsa diharapkan dapat
memperlihatkan tingkah laku yang sesuai dengan keharusan dan batas-batas
yang digariskan lingkungan hidupnya. Bila ia adalah seorang pelajar maka ia
diharapkan juga mematuhi perilaku yang mengarah pada batas-batas yang
telah digariskan sebagai seorang pelajar. Disiplin belajar adalah aksentuasi
perilaku bagi pelajar. Menurut Gunarsa23, bahwa disiplin berfungsi
membentuk membentuk tingkah laku demikian,tingkah laku demikian,
sehingga mengakar menjadi kebiasaan sehingga mengakar menjadi kebiasaan
dan tidak lagi dirasa menekan atau menimbulkan ketegangan.dirasa menekan
atau menimbulkan ketegangan. Bila remaja memiliki tingkah laku demikian
berarti pada dirinya telah tumbuh control diri dan suasana hati yang
mengarahkannya sehingga dapat membuat keputusan yang bijaksana.
Kemudian Hurlock24 mengemukakan fungsi utama disiplin bagi
remaja yaitu mengajar remaja menyesuaikan diri dengan harapan sosial
berdasarkan alasan dapat disetujui. Dua fungsi lainnya yang merupakan
fungsi tambahan, yaitu : mengajarkan pada remaja bahwa perilakunya akan
direspon dan mendapatkan konsekuensi tertentu oleh dunia dengan pemberian
hukuman untuk perilaku yang dinilai negative dan penghargaan (hadiah) untuk
perilaku yang dinilai positif. Bahwa disiplin bagi remaja dapat membantu
23 Gunarsa, S.D., dan Gunarsa, Y.S.D. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
Cet.2.Jakarta: Penerbit PT. Multindo Auto Finance. BPK. Gunung Mulia, 1985, h. 77 24 Elia, H. Persepsi Remaja Mengenai Keajegan Pemberian Disiplin Orang Tua Dengan
Penyesuaian Diri Pada Remaja, Hasil Penelitian (tidak ditertibkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1987, h. 120
28
control diri dan petunjuk diri sehingga remaja dapat membuat keputusan
dengan tepat.
Disiplin dirasakan remaja sebagai kebutuhan khusus, terutama untuk
membimbing perilaku yang tak didapatkan pada pengalaman di masa kanak-
kanak, yaitu perilaku dalam hubungannya dengan sesama. Disiplin diharapkan
menjadi pembimbing perilaku remaja dalam menghadapi pengalaman yang
baru yang tidak didapatkannya dimasa yang lalu.
Dengan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi disiplin bagi
remaja adalah mengajar remaja menyesuaikan diri dengan harapan sosial
berdasarkan alasan yang dapat disetujui, membantu remaja mengembangkan
control diri dan arahan diri, sehingga remaja dapat mengambil keputusan
dengan tepat dan mengajarkan pada remaja bahwa perilaku akan direspon
oleh dunia dengan pemberian hukuman untuk yang dinilai negative dan
penghargaan untuk perilaku yang dinilai positif.
c. Upaya Penanaman Disiplin Ibadah Shalat
Dalam menanamkan disiplin dapat dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Dengan Pembiasaan
b. Dengan Contoh Dan Teladan
c. Dengan Penyadaran
d. Dengan Pengawasan Atau Kontrol. 25
25 Hafi Anshari, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 66-67
29
Jadi peranan disiplin harus disesuaikan dengan perkembangan anak
terutama dengan cara menanamkan sikap disiplin yang dilakukan orang atau
pendidik, oleh karena itu kita harus menyadari kemampuan kognitinya anak
mulai dini. Perlu kita ingat bahwa penanaman disiplin itu harus dimulai dari
dalam diri kita sendiri, sebelum kita menyuruh atau mengatur disiplinnya
orang lain.
Upaya-upaya penanaman disiplin juga bisa berdasarkan pada konsepsi-
konsepsi antara lain :
1) Otoriter : adalah peraturan dan pengaturan yang keras untuk memaksakan
perilaku yang diinginkan
2) Permisif : Biasanya Permisif tidak membimbing anak pada pola perilaku
yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman.
3) Demokratis : metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan
penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu
diharapkan.26
Dalam penanaman disiplin shalat pada anak, maka orang tua
seharusnya membiasakan perilaku pada anak, maksudnya orang tua
membiasakan memerintahkan anak untuk shalat tepat waktu. Akan tetapi,
orang tua harus menjadi tauladan yang baik, yaitu dengan cara orang tua juga
shalat dengan tepat, agar anak juga melaksanakan dengan ikhlas tanpa adanya
ganjalan-ganjalan.
26 Hafi Anshari, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), h. 91
30
C. Remaja dan ibadah Shalat
1. Pengertian Remaja
Remaja dalam pengertian psikologi dan pendidikan remaja adalah
tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh
pertumbuhan fisik cepat. Pertumbuhan cepat yang terjadi pada tubuh remaja,
luar dan dalam itu membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, prilaku,
kesehatan serta kepribadian remaja.27
Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa masa remaja adalah masa
peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa.
Masa remaja juga dapat dikatakan perpanjangan masa kanak-kanak sebelum
mencapai dewasa. Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa,
masa berada dalam peralihan atau di atas jembatan goyang yang
menghubungkan antara masa kanak-kanak yang penuh kebergantungan
dengan masa dewasa yang matang.28
Dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan periode perubahan
yang sangat pesat, terutama dalam hal perubahan fisiknya maupun perubahan
perilaku dalam pergaulan sosialnya. Karena pada masa inilah masa remaja
mencari identitasnya.
Sururin mengemukakan bahwa pada masa remaja juga mengalami
permasalahan-permasalahan yang khas, seperti dorongan seksual, interaksi
27 Zakiyah Darajat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), Cet.
II,h. 8 28 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : PT Bulan Bintang, 2009), h. 82
31
kebudayaan, emosi, pertumbuhan pribadi dan sosial, penggunaan waktu luang,
keuangan, kesehatan dan agama.29
Secara teoritis rentang usia remaja dibagi dalam beberapa fase. Dalam
hal ini para ahli berbeda pendapat, dikarenakan sulitnya memberikan batas
yang pasti. Akibatnya tidak jarang terjadi adanya batas usia yang saling
tumpang tindih antara satu fase dengan fase lainnya.
Pada umumnya masa remaja dibagi menjadi 3 diantaranya yaitu:
1) Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak
tergantung pada orang lain.
2) Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Pada masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berfikir
yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu
sudah lebih mampu mengarahkan dirinya sendiri.
3) Masa remaja akhir (18-21 tahun)
Pada masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-
peran orang dewasa. 30
Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual
menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.
Namun, penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai sepanjang
masa remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap perubahan terjadi lebih
29 Sururin, Ilmu Jiwa Agama,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 65 30Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), h.
29
32
cepat pada awal masa remaja daripada tahap akhir masa remaja, tetapi juga
menunjukkan bahwa perilaku, sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja
berbeda dengan akhir masa remaja.
Zakiyah Daradjat mengemukakan bahwa Ide-ide agama, dasar-dasar
keyakinan dan pokok-pokok ajaran agama, pada dasarnya diterima oleh
seseorang pada masa kecilnya. Ide-ide pokok ajaran-ajaran agama yang
diterimanya waktu kecil itu akan berkembang dan bertambah subur. Dan apa
yang bertumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan yang dipeganginya
melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakannya. Keyakinan orang tua dan
keteguhannya menjalankan ibadah, serta memelihara nilai-nilai agama dalam
hidupnya sehari-hari menolong remaja dari kebimbangan agama. Maka agama
remaja adalah hubungan antara dia, tuhan dan alam semesta, yang terjadi dari
peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lalu dan yang sedang
di alami oleh remaja itu. Atau dengan kata lain dapat di ringkaskan bahwa
agama remaja adalah hasil dari interaksi antara dia dan lingkungannya sedang
gambarannya tetang tuhan dan sifat-sifatnya, dipengaruhi oleh kondisi
perasaan dan sifat remaja itu sendiri. 31
Dapat disimpulkan bahwa pengertian remaja akan pokok-pokok
keyakinan dalam agama dipengaruhi oleh perkembangan pikirannya pada
umur remaja. Dan gambaran remaja tentang tuhan merupakan bagian dari
gambaran terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan
dan sifat dari remaja itu sendiri.
31 Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), cet XVI, h. 85
33
2. Perkembangan Keagamaan Pada Masa Remaja
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral.
Bahkan, sebagaimana dijelaskan oleh Adams & Gullotta dalam buku Abdul
Aziz, agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat
seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat
menstabilkan tingkah laku dan biasanya memberikan penjelasan mengapa dan
untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan
rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.32
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan
agama remaja telah mengalami perkembangan intelektual. Kalau pada masa
awal anak-anak ketika baru memiliki kemampuan untuk berpikir mereka
membayangkan Tuhan sebagai seseorang yang berada di awan, maka pada
masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih
mendalam tentang Tuhan.
Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak telah diajarkan
agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka
mengalami kemajuan dalam perkembangan dalam berpikir maka mungkin
mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri.
Sehubungan dengan pengaruh perkembangan kognitif terhadap
perkembangan agama selama masa remaja ini, Seifert dan Hoffnung dalam
buku Abdul Aziz menulis:
32 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, (Bandung: Sinar Baru, 1991), h. 77
34
During adolescence, cognitive development affect both specific
religious beliefs and overall religious orientation. in general, specific beliefs
become more sophisticated or complex than they were during childhood. the
concept of religious denomination, for example, evolves from relatively
superficial to more accurate and abstract notions.33 (Selama masa remaja,
perkembangan kognitif mempengaruhi keyakinan agama tertentu dan orientasi
keagamaan secara keseluruhan. pada umumnya, keyakinan tertentu menjadi
lebih canggih atau kompleks daripada mereka selama masa kanak-kanak.
konsep denominasi agama, misalnya, berkembang dari yang relatif dangkal
untuk pengertian yang lebih akurat dan abstrak.)
Perkembangan intelektual remaja akan mempunyai pengaruh terhadap
keyakinan dan kelakuan agama mereka. Fungsi intelektual akan memproses
secara analisis terhadap apa yang dimiliki selama ini, dan apa yang akan
diterima. Remaja sudah mulai mengadakan kritik disana sini tentang masalah
yang diterima dalam kehidupan masyarakat. Keadaan emosi remaja yang
belum stabil juga akan mempengaruhi keyakinannya pada Tuhan dan pada
kelakuan keberagamaannya, yang mungkin bisa kuat atau lemah, giat atau
menurun, bahkan mengalami keraguan, yang ditandai oleh adanya konflik
yang terdapat dalam dirinya atau dalam lingkungan masyarakatnya.
Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat-sifatnya merupakan
bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi
oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja
33 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, (Bandung: Sinar Baru, 1991), h. 77
35
merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan
remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab
atas segala persoalan kepada tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak
menyenangkan, seperti kekacauan, ketidakadilan, penderitaan, kezaliman,
persengkataan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam
masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan, bahkan
kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama
sekali.34
Kemudian dalam perkembangan agama pada masa remaja yang
mengalami kemajuan dan perkembangan dalam berpikir itu sangat
mempengaruhi keyakinan dan kelakuan agama mereka, maka dari itu ditandai
dengan beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya.
Faktor perkembangan itu antara lain menurut W. Starbuck dalam buku
Abdul Aziz adalah: 35
1) Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa
kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap
ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik
pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan
lainnya.
34 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, (Bandung: Sinar Baru, 1991), h. 77 35 Istiwidayanti dan Soedjarwo, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, tt), h. 225
36
2) Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan
sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati kehidupan yang
terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong
dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja
yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih
mudah didominasi dorongan seksual.
3) Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan
sosial. Dalam kehidupan keagamaan mareka timbul konflik antara
pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan
itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi,
maka remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
4) Perubahan moral
Salah satu tugas perkembangan penting yang harus dikuasai remaja
adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan
kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan soial
tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong dan diancam hukuman seperti yang
dialami waktu anak-anak.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang
oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif.
Remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk
menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan
37
suatu hipotesis atau proposisi. Jadi remaja dapat memandang masalahnya dari
beberapa sudut pandang dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak
faktor sebagai dasar pertimbangan.
3. Ibadah Shalat
a. Pengertian Ibadah Shalat
Ibadah ini merupakan wasilah yang dapat menyatukan dan
menghubungkan antar individu dengan sama-sama menjalankan perintah dan
meninggalkan larangan-Nya. Pelaksanaan kebaikan yang hakiki tidak dapat
dijamin hubungan yang hidup antara individu dan penciptanya. 36 Demikian
pula penegakan kebenaran dan keadilan baru dapat terjamin manakala semua
manusia sama-sama berorientasi kepada Tuhan, baik ketika sendirian maupun
ketika berkumpul, baik ketika beribadah maupun dan ketika bekerja, baik
dalam suasana damai maupun perang, dan baik dalam tingkah laku sehari-hari
maupun biasa.
Ibadah dalam Islam merupakan jalan hidup yang sempurana. Nilai
hakiki ibadah terletak pada keterpaduan antara tingkah laku, perbuatan dan
pikiran, antara tujuan dan alat, serta teori dan aplikasi. Islam dengan tegas
memandang amal (aktivitas) bernilai ibadah apabila dalam pelaksanaannya
manusia menjalin hubungannya dengan Tuhan serta bertujuan merealisasi
kebaikan bagi dirinya dan masyarakat.Dalam pengertian khusus, ibadah
adalah perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah SWT dan
36 Hery Noer Aly dan H. Munzier, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung
Insani,2003),h. 155
38
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, atau disebut ritual seperti : shalat, zakat,
puasa dan lain-lain.37
Bahwa semua perbuatan itu secara psikologis merupakan kondisioning
yang bersifat kejiwaan maupun lahir yang dapat dilandasi atau memberikan
corak kepada semua perilaku lainnya. Bahkan akan dapat menghindari
perbuatan jahat dan mungkar baik terhadap diri sendiri, masyarakat maupun
lingkungannya.
Jalaludin Rahmat mengatakan bahwa ibadah terbagi dua yaitu:38
a. Ibadah yang merupakan upacara-upacara tertentu untuk mendekatkan diri
kepada Allah, seperti shalat, zikir, puasa, haji dan sebagainya.
b. Ibadah yang mencakup hubungan antar manusia dalam rangka mengabdi
atau mendekatkan diri kepada Allah swt.
Dan yang lebih peneliti perhatikan disini adalah masalah sholat,
mengingat shalatlah yang akan dipertanggung jawabkan pertama kali sebelum
ibadah yang lainnya, karena dengan shalat merupakan tiang dari agama islam,
yang mana tegak atau robohnya agama islam itu tergantung dari sholat itu.
Dapat disimpulkan bahwa ibadah itu adalah segala bentuk pengabdian
yang ditujukan hanya kepada Allah semata serta diawali oleh niat. Niat yang
ikhlas karena Allah semata, sehingga semua yang kita lakukan itu suatu
ibadah kepada Allah semata.
Shalat secara bahasa (etimologi) berasal dari bahasa arab yakni (Shala-
Yushali), yang berarti do’a, mendoakan.39 Istilah shalat menurut ilmu fiqih
37 Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:PT Bumi Aksana, 2004), h. 240
38 Jalaludin Rahmat, Islam alternative, (Bandung:Mizan,1991) Cet ke-4, h. 6
39
dirumuskan sebagai: “Ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan
beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam
menurut beberapa syarat tertentu.”40
Menurut Drs. Imron Abu Amar, Shalat menurut pengertian syara’ ialah
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
ditutupi dengan salam disertai beberapa syarat yang sudah ditentukan.41
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Shalat Berarti
sembayang yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, kaum
muslimin wajib mengerjakannya lima waktu sehari semalam.”42
Sholat merupakan tiang agama, Rasulullah SAW bersabda:
”Dirikanlah sholat karena sesungguhnya sholat itu merupakan tiang agama,
dan barang siapa yang meninggalkan sholat maka sungguh ia merobohkan
tiang agama” (HR.Bukhari Muslim). Sebagai remaja memang sulit untuk
mengerjakan amalan ini, tapi kalau sebagai remaja sudah mengetahui manfaat
dari ibadah ini, sungguh remaja ini sangatlah beruntung.
Selanjutnya ada beberapa definisi shalat menurut beberapa ahli. Para
ulama memberikan pengertian shalat yang berbeda-beda. Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shidieqi misalnya mengartikan shalat yaitu: beberapa
39 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta:Hidakarya Agung, 1972), h.220 40 Syayid Sabiq, Fiqih Sunah, alih bahasa Mahyudin Syaf, (Bandung: Al-Maarif, 1997).
Jilid, 1, Cet ke-19, h. 191 41 Imron Abu Amar, Terjemah Fathul Qarib, (Kudus: Menara, 1982), h.71 42 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka), h. 771
40
ucapan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan
syarat yang ditentukan.43
Sedangkan menurut Rif’at Syauqi Nawawi dalam buku Shalat Ilmiah
dan Amaliah, shalat diartikan “mengabdi kepada Allah dan mengagungkan-
Nya dengan sejumlah bacaan, perbuatan-perbuatan tertentu pula. Yang
diajarkan oleh agama islam yang atas dasar cahaya dan petunjuknya kaum
muslimin telah dapat mengerjakannya.44
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, pada
hakekatnya satu sama lain saling berkaitan dan merupakan suatu yang sulit
dipisahkan. Shalat ialah shalat yang mempunyai jasmani dan rohani, bukan
sekedar gerakan dan ucapan secara lahiriyah saja, akan tetapi harus disatukan
dengan hati dan pikiran. Dan shalat jg merupakan salah satu cara
berkomunikasi langsung dengan Allah SWT, karenanya jika kita ingin shalat
kita diterima Allah SWT, maka perlu rasanya memahami shalat dengan
sebener-benarnya.
ع ا رسول اللھ أخبرني ماذا فرض اللھ علي من الصالة فقال الصلوات الخمس إال أن تطوی
شیئا
Wahai Rasululah, kabarilah aku apa yang Allah wajibkan kepadaku daripada salat,’Beliau menjawab,’Salat yang lima waktu, kecuali engkau hendak mengerjakan suatu salat yang tahawwu." (Sahih Al-Bukhari)45
43 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqi, Pedoman Shalat, (Semarang:PT: Pusaka
Rizki Putra, 2000), h. 62 44 Rif’at Syauqi Nawawi, Shalat Ilmiah dan Amaliah, (Jakarta:Fikahati Aneska, 2001), h.
11 45 Kitab Sahih Al-Bukhari II: 669
41
Shalat lima waktu adalah salat wajib yang dilaksanakan lima kali
sehari. Hukum salat ini adalah Fardhu 'Ain, yakni wajib dilaksanakan oleh
setiap Muslim yang telah menginjak usia dewasa (pubertas), kecuali
berhalangan karena sebab tertentu.
Shalat lima waktu merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Allah
menurunkan perintah shalat ketika peristiwa Isra' Mi'raj. Kelima shalat lima
waktu tersebut adalah: 46
a. Subuh, terdiri dari 2 raka'at. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar
shaddiq, yakni cahaya putih yang melintang di ufuk timur. Waktu shubuh
berakhir ketika terbitnya Matahari.
b. Zuhur, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Zhuhur diawali jika Matahari telah
tergelincir (condong) ke arah barat, dan berakhir ketika masuk waktu
Ashar.
c. Asar, terdiri dari 4 raka'at. Waktu asar di mulai (penghabisan) waktu
Dzuhur, hingga terbenamnya matahari hingga waktu sore.
d. Magrib, terdiri dari 3 raka'at. Waktu Maghrib diawali dengan terbenamnya
Matahari, hingga hilang cahaya (sinar) mega yang merah di waktu senja
dan berakhir dengan masuknya waktu Isya.
e. Isya, terdiri dari 4 raka'at. Waktu Isya' diawali dengan hilangnya cahaya
merah di langit barat, dan berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq
keesokan harinya.
46 S.A.Zainal Abidin, Kunci Ibdah, (Semarang:CV. Toha Putra, 1951), h.39
42
Khusus pada hari Jumat, Muslim laki-laki wajib melaksanakan shalat
Jumat di masjid secara berjamaah (bersama-sama) sebagai pengganti Shalat
Zhuhur. Shalat Jumat tidak wajib dilakukan oleh perempuan, atau bagi mereka
yang sedang dalam perjalanan (musafir).
Zakiah Darajat dalam bukunnya “Shalat Menjadikan Hidup
Bermakna” menyebutkan bahwa ibadah shalat merupakan salah satu bentuk
latihan bagi pembinaan kedisiplinan pribadi. Ketaatan melaksanakan shalat
pada waktunya menumbuhkan kebiasaan untuk secara teratur dan terus
menerus melaksanakannya pada waktu yang ditentukan.47
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 103:
)١٠٣إن الصالة كانت على المؤمنین كتابا موقوتا. (النساء:
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (Q.S. An-Nisa’: 103)48
Ayat di atas memberikan pengertian bahwa shalat itu selain amalan
fardlu (wajib) juga ditentukan waktunya baik pagi, siang dan malam. Ini
mempunyai maksud yaitu menekankan ketergantungan total manusia terhadap
Penciptanya dan mengingatkan posisinya sebagai hambaNya.
Dengan sholat maka seseorang akan dapat berkomunikasi langsung
dengan sang pencipta, yang telah memberikan smua yang ada dimuka bumi
ini. Di dalam sholat terkandung doa-doa yang sangat berarti bagi kehidupan.
Bagi orang yang memahami makna sholat, sesungguhnya dia akan mengejar
47 Zakiah Darajat, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, (Jakarta: CV. Ruhana, 1996),
h.37. 48 Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
penterjemah Al-Qur’an, 1983), h.138
43
waktu amanat tersebut, karena dengan shalat, dia mempunyai kekuatan untuk
hidup melaksanakan amanat Allah. Waktu pelaksanaan shalat sudah
ditentukan sehingga kita tidak boleh seenaknya mengganti, memajukan
ataupun memundurkan waktu pelaksanaannya, yang akan mengakibatkan
batalnya shalat kita. Hal ini melatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus
menghargai waktu. Dengan senantiasa menjaga keteraturan ibdah dengan
sungguh-sungguh, manusia akan terlatih untuk berdisiplin terhadap waktu.
Dengan kedisiplinan shalat, maka akan terbentuk kepribadian islam yang utuh.
b. Keutamaan Menjalankan Ibadah Shalat
Shalat itu merupakan ibadah yang mengandung keutamaan yang besar,
shalat juga merupakan ibadah yang mengandung hikmah dan keutamaan yang
sangat besar, apalagi kalau dikerjakan secara berjamaah. Keutamaan shalat
dan acaman bagi orang yang meninggalkannya dijelaskan dalam beberapa
hadits, diantaranya ialah Abdullah bin Amr melaporkan bahwa Rasulullah
SAW bersabda: “Barang siapa yang menjaga shalat, maka shalat itu akan
menjadi cahaya, pembela dan penyelamat pada hari kiamat, dan barang siapa
yang tidak menjaga shalatnya, maka tidak ada cahaya pembela dan
penyelamat baginya dan pad hari kiamat ia akan dikumpulkan bersama
Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban, dan
Thabrani).49
49 Sudirman Tebba, “Nikmatnya Shalat Jama’ah”, (Ciputat:Tangerang,Pustaka irVan,
2008) h.1
44
Sebuah ayat dalam Al-Qur’an menjelaskan makna lain dari ibadah yaitu: 50
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan jiwanya, Untuk mencari keridhaan Allah. Allah Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya” (Al-Baqarah/ 2:207).
Kesimpulan dari pengertian diatas adalah shalat merupakan salah satu
bentuk ibadah sebagai wujud kepercayaan dan ketundukan seseorang terhadap
Tuhan, sang pencipta yang mahakuasa yang menyediakan bagi seluruh
makhluk-Nya sumber daya dan sarana hidup. Melalui ibadah kepada-Nya
manusia dapat memperoleh keagungan dan kesempurnaan yang hakiki.
Karena itu shalat juga merupakan wujud ketaatan pada perintah Tuhan
yang merefleksikan kepatuhan total pada-Nya. Allah berfirman:
“Kaulah hanya yang kami sembah, Dan kepada-Mulah hanya kami mohon pertolongan” (Al-Fatihah/ 1:5).51
c. Faktor Melalaikan Ibadah Sholat
Anak merupakan amanat dari Allah Taa’la yang perlu dididik,
dipelihara, dijaga dan diperhatikan oleh orang tua. Sejauh mana orang tua
menunaikan amanat ini, sejauh itu pula ia telah bertanggung jawab atas
perkembangan kepribadian anak. Rasulullah SAW mengingatkan ”Setiap anak
50 Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
penterjemah Al-Qur’an, 1983), h. 61 51 Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
penterjemah Al-Qur’an, 1983), h : 2
45
dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Berikut ini beberapa
penyebab anak lalai dalam mengerjakan shalat:
1) Terlambat menyuruh anak untuk sholat.
Mungkin orang tua beranggapan”Ah masih kecil, kasihan kalau anak
disuruh sholat, nanti-nanti saja kalau sudah gede”. Hal tersebut selain
menjadikan anak tidak terbiasa sholat sejak dini, juga bertentangan dengan
wasiat Rasulallah SAW:
مروا الصبي بالصالة إذا بلغ سبع سنین. وإذا بلغ عشر سنین فاضربوه علیھا
“Perintahkanlah anak utk shalat jika sudah mencapai usia 7 tahun, &
jika sudah berusia 10 tahun, pukullah mereka (jika tak mau diperintah) agar
shalat melaksanakan shalat” (HR. Abu Daud, Turmudzi & dinilai shahih al-
Albani).
2) Tidak diajari cara sholat.
Secara psikologi anak usia belajar (6-10 tahun) berada pada fase
motorik yang mudah dibentuk melalui pembiasaan yang rutin. Rasulallah
SAW mengingatkan
: قال رسول اللھ قال مالك أحفظھا إرجعوا إلى أھلیكم فأقیموا فیھم وعلموھم ومروھم وذكر أشیاء :
...أو ال أحفظھا وصلوا كما رأیتموني أصلي
Malik berkata," Rasulullah saw. telah bersabda,' Kembalilah kalian ke
keluarga kalian, dirikanlah salat pada mereka, ajarilah mereka dan suruhlah
mereka.' Lalu beliau menerangkan beberapa hal yang saya ingat dan yang
46
saya sudah tidak ingat, dan salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku
salat….”52 (HR.Bukhori)
3) Tidak ada teladan yang kongrit.
Sesuai tingkat berfikir anak yang cenderung berpola kongkrit, ia akan
melihat beberapa kali orang tuanya sholat dalam sehari semalam.
Sendiriankah? berjamaah?, di rumahkah? atau di masjidkah?
4) Lingkungan yang tidak mendukung.
Sejalan era globalisasi, memang banyak hal yang bertentangan antara
yang baik dengan yang buruk, anak diperintah sholat, tetapi semarak televisi
pada waktu-waktu sholat sangat memikat. Orang tua yang berfikir agamis,
tentu dengan tegas akan segera mematikan TV manakala suara adzan
menggema mungkin anak merengek bahkan akan marah, tetapi bila orang tua
memaparkan dengan bijaksana bahwa Allah telah megundang kita untuk
shalat berjamaah di majid Insya Allah anak akan mengerti dan mau untuk
shalat.
5) Kemalasan dan kesibukan sehingga kurang memperhatikan Shalat
anak.
Era kerja sering kali mengabaikan perhatian pada anak terutama dalam
sholat. Untuk menanyakan ” Ahmad, udah sholat belum?” kadang-kadang
orang tua enggan. Di samping itu kadang lupa tentang bagaimana
perlengkapan sholat? Apakah dia punya sajadah, peci?
52 Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, I: 226. no. 605
47
6) Tidak ada sangsi (hukuman) atau penghargaan kepada anak.
Anak kandang berfikir”Saya tidak sholat tidak ada apa-apa kok, gak
ada yang marahi”. Orang tua dapat menerapkan aturan misalkan kalau tidak
sholat di masjid atau tidak tepat waktu dihukum memebaca istighfar sebanyak
100 kali. Selain sangsi berilah dia hadiah. Hadiah itu tidak selalu barang,
pujian bisa digunakan sebagai hadiah. Misalkan mengucapkan “Kamu
memang anak sholeh, ayah bangga padamu nak” sambil mengacungkan
jempol pada anak atau dengan mendekapnya.
7) Kurang mendoakan anak.
Tak kalah penting adalah memperkuat doa kepada Allah agar kita
memperoleh keturunan yang sholeh- sholehah, seperti doa yang dipanjatkan
oleh Nabi Ibrahim ketika mengharap anak sholeh.
ھب لي من الصالحینرب
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. Ash Shoffat 100)53
Shalat merupakan kewajiban bagi seluruh umat muslim, kita pun tahu
orang yang melalaikan shalat akan mendapat ganjarannya pula, oleh karena itu
berikut hukum orang yang meninggalkan shalat.
1. Orang yang meninggalkan shalat karena malas dan tetapi ia tetap yakin
bahwa shalat itu wajib. Orang seperti ini berkewajiban mengqadha
shalatnya. Kalau ia hidup di bawah pemerintahan islam, maka aparat
pemerintah wajib memaksanya untuk mengqadha shalatnya.
53 Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
penterjemah Al-Qur’an, 1983), h. 895
48
2. Orang yang meninggalkan shalat karena tidak percaya (ingkar) bahwa
shalat itu suatu kewajiban. Kedudukan orang yang seperti itu bisa
dikategorikan orang kafir, jika ia hidup di bawah pemerintahan islam maka
aparat pemerintah berkewajiban untuk memintanya bertaubat. Kalau
menolak boleh di bunuh dengan syarat telah di beri peringantan tiga kali
sebab ia termasuk orang yang murtad.54
d. Hikmah Menjalankan Ibadah Shalat
Dalam mengerjakan shalat kita sebagai manusia wajib untuk
menjalankan yang diperintahkan oleh Allah. Manusia yang menjalankan
ibadah shalat akan mendapatkan pahala di dunia dan di akhirat, begitu
sebaliknya bagi umat muslim yang melalaikan ibadah shalat akan
mendapatkan ganjaran dan hukuman di dunia ataupun di akhirat.
Adapun hikmah yang dapat diambil dalam menjalankan ibadah shalat
antara lain :55
1. Menyadarkan manusia tentang hakikat dirinya, bahwa dirinya adalah
seorang hamba yang dikuasai Allah. Setiap kali dirinya lupa akan hakikat
itu, lantaran terdesak oleh berbagai kesibukan duniawi, maka waktu shalat
datang mengingatkannya kembali.
2. Menanamkan dalam jiwa manusia bahwa tiada yang memberi pertolongan
yang hakiki selain Allah, sekalipun di dunia yang melihat banyak perantra
dan sebab-sebab. Memang, secara lahir kelihatannya mereka yang
54 Drs. Abu Zaki Ahmad,477 Tanya Jawab Agama Islam,(Jakarta:Rica Grafika:1996. h.77 55 Ibid, h. 76-77
49
memberi pertolongan tetapi pada hakikatnya hanya Allah jualah yang
memberika pertolongan kepada mereka.
3. Dengan mengerjakan shalat seseorang akan memperoleh kesempatan
untuk bertaubat atas dosa-dosa yang dilakukan. Sebab dalam perjalanan
hidupnya siang atau malam, manusia hampir tidak pernah lepas dari
berbuat dosa, besar atau kecil. Maka dengan shalat ia berkesempatan untuk
memperbaiki diri.
50
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Terbentuknya
Perumahan Pondok Aren Indah – Arinda Permai II berada dalam
wilayah Kelurahan Pondok Aren Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang
Selatan. Cikal bakal perumahan ini bermula dari lahan pertanian dan
persawahan yang sudah kurang produktif ditanami padi dan sayur-sayuran.
Kemudian dengan seiring waktu dan kebutuhan akan rumah
masyarakat urban, maka 1983-1985 di bangunlah areal atau lahan tersebut
menjadi rumah – rumah sederhana yang terdiri dari 3 tipe yaitu tipe 21, tipe 27
dan tipe 45 yang disesuaikan dengan kemampuan masyarakat yang jumlahnya
kurang lebih 570 unit.
Luas perumahan ini terkenal dengan arinda permai 2 atau dalam
pembagian wilayah menjadi lingkungan RW 07, Kemudian sedikit demi
sedikit pada tahun 1987-1989 warga banyak yang mulai menempati
perumahan tersebut sampai saat ini kawasan perumahan arinda permai 2
sangat berkembang hingga saat ini dipenuhi banyaknya penduduk.
Berjalannya waktu dan kebutuhan akan rumah, keberadaan perumahan
tersebut banyak diminati oleh banyak yang minat mempunyai tempat tinggal
dikawasan yang sangat luas ini.1
1 Hasil Wawancara dengan sekretaris RW 07, pada tanggal 3 Desember 2012.
51
B. Letak Geografis
Letak geografis merupakan penentu keberadaan suatu wilayah.
Perumahan Arinda Permai II ini masuk wilayah hukum Kelurahan Pondok
Aren dan dalam pembagian wilayah tepatnya menjadi RW 07, Kawasan
perumahan ini cukup terkenal karena namanya diambil dari nama kampung
Pondok Aren dan semakin terkenal adanya pasar malam setiap minggu malam,
wilayah tersebut mudah dijangkau oleh angkutan kota C09 dari lebak bulus –
arinda di tambah kendaraan yang melintas dijalan utama karena perumahan
tersebut berada persis dipinggir jalan.
Lokasi Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren ini berdekatan
dengan kawasan Bintaro, penduduk di sana sekitar 650 jiwa yang terdiri dari
kepala keluarga. Yang di bagi dalam 10 RT dan warga disetiap RT sekitar
kurang lebih 45 - 55 kepala keluarga yang dipimpin oleh seorang ketua RT
yang dipilih secara demokratis. Setiap ketua RT adalah pilihan warga yang
telah dipercayai untuk memimpin di setiap lingkungan, seorang ketua RT
haruslah menjadi panutan untuk warganya dan terutama untuk bisa
memberikan motivasi kaum muda/remaja. Hubungan orang tua dengan remaja
sangat kondusif, di sana terlihat sangat akrab dalam kegiatan
kemasyarakatan/sosial. Dalam acara apapun mereka turut serta untuk
bertanggung jawab atas acara tersebut, terutama dalam kegiatan
kemasyarakatan.
52
C. Data Penduduk RW 07
Jumlah penduduk : 750 KK
Laki – Laki : 330 orang
Wanita : 420 orang
Balita : 133 orang
SD : 212 orang
SMP : 45 orang
SMA : 50 orang
Mahasiswa / Kerja :170 orang
Manula : 40 orang2
D. Sarana dan Prasarana
Di Perumahan arinda permai II ini termasuk perumahan yang sangat
maju, karena dalam segala kegiatan rutinitas dari bulanan, mingguan sampai
hari-haripun sangat kondusif. Di perumahan ini lebih banyak warga yang
beragama Islam hampir 95% beragama Islam. Maka untuk memenuhi segala
kebutuhan dan menjadi kegiatan warga di sekitar perumahan arinda permai II
RW 07 ini menyediakan berbagai macam sarana dan prasarana agar dari
wargapun mempunyai banyak kreatifitas. Adapun sarana dan prasarana di
perumahan arinda permai II RW 07 adalah:
1. Masjid Jami Baitul akbar, masjid yang telah dibangun di dalam perumahan
arinda permai II dan setiap kamis malam jum’at di adakan pengajian
2 Sekretatiat RW 07, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Rukun Warga 07 Periode
2006-2012.
53
rutinitas sebagian dari kaum ibu dan bapak yang mengikuti pengajian
tersebut.
2. Kantor RW 07, yang menjadi banyak kegunaan untuk kegiatan sosial
warga, misalnya : Rapat seluruh RT di RW 07, tempat Posyandu yang
diadakan sebulan sekali dan banyak warga khususnya kaum ibu yang ikut
serta dalam kegiatan tersebut dan banayak kegiatan lainnya.
3. Sekolah PAUD dan TK Birama yang terletak di RT 03 RW 07.
4. PA Baitul Akbar yang terletak di samping Masjid Jami Baitul Akbar.
5. Kegiatan Taekondo.
6. Sarana Olahraga.
7. Lapangan Futsal dan Tennis meja di RT 01 RW 07.
8. Lapangan Bulu tangkis di RT 03 dan RT 07 RW 07.
9. Lapangan Volly di RT 09 RW 07.3
3 Sekretatiat RW 07, Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Rukun Warga 07 Periode
2006-2012.
54
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA
A. Pola Asuh Orang Tua Dalam Pembentukan Sikap Keagamaan Remaja
Setiap orang tua mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap
anaknya, orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-
anaknya. Oleh karena itu dibutuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh
optimal. Pola asuh yang diterapkan orang tua dalam pembentukan sikap
keagamaan remaja di Perumahan Arinda Permai 2 Pondok Aren Tangerang
Selatan, ada tiga pola yakni pola asuh demokratis, pola asuh permisif dan pola
asuh otoriter.
Pola asuh adalah tata cara asuhan yang diberikan kepada anak agar
anak dapat mencapai harapan atau tujuan perkembangan yang diinginkan Pola
asuh orang tua itu ada tiga yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif dan pola
asuh demokratis.
Sumber informasi (informan) yang penulis ambil datanya adalah
informan yang memiliki anak yang sudah remaja dan bersedia di wawancarai
untuk menyampaikan pola asuh yang mereka terapkan dalam memberikan
pengaruh pada sikap keagamaan remaja.
Ada lima keluarga yang menjadi informan dalam penelitian tentang
pola asuh orang tua terhadap anak remaja dalam menjalankan disiplin ibadah
remaja di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren Tangerang Selatan. Pola
asuh ini terbagi pada dua keluarga pola asuh demokratis, dua keluarga pola
asuh permisif dan satu keluarga pola asuh otoriter. Di antaranya adalah :
55
a. Keluarga I
Keluarga I adalah keluarga Bapak KHI dan isterinya Ibu ES, dan
anaknya bernama DML, usia anak 17 tahun yang bertempat tinggal di
Perumahan Arinda Permai II Blok E7 No 2 RT 01 RW 07 Pondok Aren
Tangerang Selatan.1
Keluarga bapak KHI dan ibu ES dalam memberikan pola asuh
terhadap anaknya, DML lebih di dominasi oleh Bapak KHI, yang berpropesi
sebagai wiraswasta. Pola asuh yang diterapkan bapak KHI adalah memberikan
bimbingan, mengajarkan disiplin yang di terapkan sejak anak-anak masih
kecil, memberikan kesempatan kepada anak untuk berkomunikasi, agar
memahami aturan dan memiliki rasa tanggung jawab. Pola asuh yang di
terapkan bapak KHI dalam shalat sangat disiplin, sehingga anak-anak tidak
diperbolehkan melakukan kegiatan yang lain baik di rumah maupun di liar
rumah sebelum mereka melakukan shalat, jika sudah masuk waktunya untuk
shalat. Bahkan saat bapak KHI jauh dari anaknya ia akan mengingatkan lewat
telephone atau pesan singkat (sms).
b. Keluarga II
Keluarga II adalah keluarga Bapak Spn dan isterinya Ibu SL, dan
anaknya bernama Roh , usia anak 16 tahun yang bertempat tinggal
diperumahan arinda permai II Blok E8 No : 3 RT : 01 RW : 07 Pondok Aren
Tangerang Selatan.2.
1 Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak KHI, penelitian terjadi tanggal 16
Desember, hari Minggu, jam 16.00 Wib, di kediaman keluarga Bapak KHI. 2 Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak SPN, penelitian terjadi tanggal 23
Desember, hari Minggu, jam 18.00 Wib di kediaman keluarga Bapak SPN.
56
Keluarga Bapak SPN dan ibu SL dalam memberikan pola asuh
terhadap anaknya, ROH lebih di dominasi oleh Bapak SPN yang berpropesi
sebagai pegawai negeri sipil, pola asuh yang diterapkan Bapak SPN adalah
dengan mengajarkan dan memberitahu tentang agama, bagaimana beribadah
shalat, displin waktu dan berprilaku sopan kepada siapapun yang sudah
dikenal ataupun yang belum dikenal.sejak kecil sudah dibina dengan terbiasa
mengerjakan shalat 5 waktu dan apabila bisa menyempatkan waktu untuk
shalat dimasjid, karena shalat tepat waktu itu lebih baik daripada harus
ditunda-tunda. Anakpun sudah terbiasa dengan hal itu karena sudah di
terapkan sejak mereka masih kecil dan anakpun tidak kehilangan waktu untuk
kegiatannya sendiri.
Sesuai dengan teori yang saya paparkan di bab sebelumnya bahwa
kedua keluarga di atas termasuk keluarga yang menterapkan pola asuh
demokratis. Pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak
untuk mengemukakan pendapatnya dan melakukan apa yang diinginkannya
dengan tidak melewati segala batasan dan aturan yang telah ditetapkan dan
disepakati bersama orang tua.
c. Keluarga III
Keluarga III adalah keluarga Bapak HW dan isterinya Ibu SR, dan
anaknya bernama SA, usia anak 15 tahun yang bertempat tinggal di
57
Perumahan Arinda Permai II Blok F N0 7 RT 08 RW 07 Pondok Aren
Tangerang Selatan.3
Keluarga bapak HW dan ibu SR dalam memberikan pola asuh
terhadap anaknya SA lebih di dominasi oleh Bapak HW yang berprofesi
sebagai pengusaha. Pola asuh yang diterapkan bapak HW adalah Sangat
diberikan kebebasan, tidak terlalu banyak aturan untuk melakukan ibadah,
pengetahuan tentang agama hanya sebagai pemberitahuan tanpa adanya
penerapan, orang tua hanya memberikan informasi tentang agama tanpa harus
melakukannya sebagai tuntunan. Begitupun dalam halnya shalat hanya sebagai
pengetahuan tanpa adanya penegasan sebagai ibadah yang wajib dilaksanakan
selebihnya diserahkan kepada anak untuk mengerjakan shalat atau tidak bukan
suatu permasalahan.
d. Keluarga IV
Keluarga IV adalah keluarga Bapak DAR dan isterinya Ibu YUL, dan
anaknya bernama kyah , usia anak 14 tahun yang bertempat tinggal
diperumahan arinda permai II Blok F No. 8 RT: 08 RW 07 Pondok Aren
Tangerang Selatan.4
Keluarga bapak DAR dan ibu YUL dalam memberikan pola asuh
terhadap anaknya KYAH lebih di dominasi oleh Bapak DAR, yang berprofesi
sebagai wiraswasta. Pola asuh yang diterapkan bapak DAR adalah mendidik
anak dan mengarahkannya dengan ucapan kepada anak, seperti memberi tahu
3 Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak HW, penelitian terjadi tanggal 16
Desember, hari minggu, jam 18.00 Wib, di kediaman keluarga Bapak HW. 4 Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak DAR, penelitian terjadi tanggal 19
Desember, hari rabu, jam 10.00 Wib di kediaman keluarga Bapak DAR.
58
apa yang harus anak ketahui, terlalu membebaskan anak sehingga dalam
ibadah khususnya shalatpun tidak diperhatikan, kadang mereka juga bangun
sering kesiangan di waktu pagi hari jadi tidak terlalu memfokuskan anak untuk
mengutamakan ibadah dari yang lainnya, melainkan memberikan kebebasan
kapada anak dan menuruti smua keinginan anak seperti apa.
Sesuai dengan teori yang saya paparkan di bab sebelumnya bahwa
kedua keluarga di atas termasuk keluarga yang menterapkan pola asuh
permisif. Pola asuh permisif adalah pola asuh yang diberikan orangtua
sangatlah longgar, memberikan kebebasan kepada anak, sangat sedikit
bimbingan, perhatian dan pengawasan terhadap anak, namun orang tua tipe ini
biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
e. Keluarga V
Bapak MUR dan isterinya Ibu MAR, dan anaknya bernama KML, usia
anak 12 tahun yang bertempat tinggal diperumahan arinda permai II Blok E2
No 5 RT: 03 RW 07 Pondok Aren Tangerang Selatan.5
Keluarga bapak MUR dan ibu MAR dalam memberikan pola asuh
terhadap anaknya KML lebih di dominasi oleh Bapak MUR, yang berpropesi
sebagai wiraswasta. Pola asuh yang diterapkan bapak MUR adalah dalam
keluarga ini Orangtua menjadi peran penting dalam keluarga, orangtua yang
berkuasa dalam keluarga. Mengharuskan anak mengikuti smua keinginan
orangtua, bila melanggar mendapatkan hukuman dan hukumannya untuk
kepentingan dan kebersihan keluarga misalnya : membersihkan halaman
5 Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak MUR, penelitian terjadi tanggal 20
januari, hari minggu, jam 18.00 Wib, di kediaman keluarga Bapak MUR.
59
depan atau toilet. Mengajarkan anak seperti itu bermaksud agar menjadi anak
yang disiplin, sukses dan bisa menghargai waktu sehingga sangat minim
kebebasan untuk anaknya. Dalam hal ibadahpun dikeluarga ini sangat di
terapkan khususnya dalam hal sholat karena menurutnya agama sangat
berperan penting, jika agamanya sudah diajarkan dengan baik maka yang lain
mengikuti.
Sesuai dengan teori yang saya paparkan di bab sebelumnya bahwa
kedua keluarga di atas termasuk keluarga yang menterapkan pola asuh
otoriter. Pola asuh otoriter berlawanan dengan pola asuh permisif, pola asuh
otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang tua dengan
menentukan sendiri aturan-aturan, orang tua berkuasa dalam segala hal, tidak
ada kebebasan dan kemandirian, dan tidak ada musyawarah dalam keluarga.
Berdasarkan hasil temuan lapangan dan teori, maka penulis
menyimpulkan bahwa di perumahan arinda permai II Pondok Aren Tangerang
Selatan sebagian dari orang tua yang mempunyai remaja menerapkan
berbagai macam pola asuh yaitu diantaranya : pola asuh demokratis, pola asuh
permisif dan pola asuh otoriter. Penulis menyimpulkan bahwa pola asuh
demokratis adalah pola asuh yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi, antara
lain kebebasan, maksudnya memberikan kebebasan kepada anak dalam hal
yang bersifat positif. Pola asuh permisif adalah pola asuh yang tidak
memberikan pengawasan dan pengarahan pada tingkah laku anak, orang tua
bersikap hangat dan responsive terhadap anak. Pola asuh ini lemah dalam
disiplin dan tidak melatih kemandirian anak. Dan pola asuh orang tua yang
60
otoriter adalah pola asuh yang diterapkan orang tua yang memberikan
pengawasan kaku, kurang hangat, disiplin kaku dan tidak mau menjelaskan
tentang peraturan yang diterapkan.
B. Faktor Penghambat Pola Asuh Orangtua Dalam Menjalankan Disiplin
Ibadah Shalat Remaja
Setiap orang mempunyai sejarahnya sendiri- sendiri dan latar belakang
yang seringkali sangat jauh berbeda. Entah itu latar belakang keluarga,
lingkungan tempat tinggal atau pun pengalaman pribadinya selama ini.
Perbedaan ini sangat memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda
terhadap anak.
Dalam pola asuh orang tua tidak selamanya berjalan sesuai dengan
keinginan. Ada yang menjadi faktor penghambat dalam pola asuh orang tua
dari masa bayi, kanak-kanak, remaja sampai dewasa. Namun dalam penelitian
ini mengenai pola asuh terhadap remaja, maka hanya difokuskan pada pola
asuh orang tua dalam menjalankan disiplin ibadah shalat remaja.
Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang
dari kanak-kanak menuju dewasa (Zakiah daradjat). Masa remaja juga dapat
dikatakan perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai dewasa. Masa
remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa berada dalam
peralihan atau di atas jembatan goyang yang menghubungkan antara masa
kanak-kanak yang penuh kebergantungan dengan masa dewasa yang matang.
Pada masa ini, remaja juga mengalami permasalahan-permasalahan
yang khas, seperti dorongan seksual, interaksi kebudayaan, emosi,
61
pertumbuhan pribadi dan sosial, penggunaan waktu luang, keuangan,
kesehatan dan agama.
Faktor penghambat pola asuh orang tua terhadap remaja yang di
terapkan pada pola asuh permisif6 adalah sering kali terjadi pertentangan
pendapat antara orang tua dan anak - anaknya yang telah remaja atau dewasa.
Kadang-kadang hubungan yang kurang baik itu timbul, karena remaja
mengikuti arus dan mode yang sekarang sangat modern didunia remaja,
sehingga terhadap orang tua kurang hormat, ketika diperintahpun kurang
menanggapi hanya mendengar tanpa adanya tindakan apapun. Inipun termasuk
masalah yang dihadapi oleh remaja dari dahulu sampai sekarang.
Faktor penghambat pola asuh orang tua terhadap anak remaja dalam
pola asuh demokratis7 adalah lingkungan sekolah, media sosial, games online
dan pergaulan dengan teman-temannya, karena biasanya itu yang menjadi
penghambat dalam pola asuh yang telah diterapkan orang tua. Pikiran anak
remaja itu masih labil, banyak kemauan atau rasa ingin tau terhadap hal yang
baru, dengan keadaan yang seperti itu bisa membuat pikiran anak tersebut
mudah dipengaruhi dan merasa bimbang untuk mengikuti antara perkataan
orang tua dan ajakan teman-temannya yang menyenangkan.
6 Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak HW, penelitian terjadi tanggal 16
Desember, hari minggu, jam 18.00 Wib, di kediaman keluarga Bapak HW dan Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak DAR, penelitian terjadi tanggal 19 Desember, hari rabu, jam 10.00 Wib di kediaman keluarga Bapak DAR.
7 Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak KHI, penelitian terjadi tanggal 16 Desember, hari Minggu, jam 16.00 Wib, di kediaman keluarga Bapak KHI dan Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak SPN, penelitian terjadi tanggal 23 Desember, hari Minggu, jam 18.00 Wib di kediaman keluarga Bapak SPN.
62
Faktor penghambat pola asuh orang tua terhadap anak remaja dalam
pola asuh otoriter 8adalah tidak jauh berbeda dengan pola asuh demokratis dan
permisif, akan tetapi dalam pola asuh otoriter ini semua yang berkuasa dalam
segala hal adalah orangtua, yang menentukan akan kebebasan dan kegiatan
anak adalah orangtua. Namun yang menjadi penghambat seringkali terjadi
pada keinginan remaja atau “mood” dalam situasi yang bagus atau tidak, jika
mood tidak dalam kondisi bagus maka anak tidak melakukan keinginan atau
perintah orangtua dengan sepenuh hati, akan tetapi jika mood dalam kondisi
yang stabil maka akan melakukan perintah orangtua dengan baik dan benar
sesuai yang diinginkan orangtua. Dan jika demikian orang tuapun akan merasa
senang dan puas akan hasil yang telah didapat, dan hubungan orang tua dan
anakpun akan menjadi baik, sehingga anakpun tidak merasa dirinya sangat
dibatasi akan segala hal oleh orang tuannya.
Faktor yang menjadi penghambat orang tua dalam mengasuh anak
remaja adalah dari lingkungan rumah misalnya, pergaulan di sekolah
misalnya, anak mempunyai bakat di sekolah sebagai atlet tapi orang tua
menginginkan anaknya menjadi doctor atau pengusaha, ataupun di luar
sekolah misalnya, tauran remaja, pacaran dan sex bebas. Adapun media sosial
seperti internet, games online, sms, facebook, twitter dan sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di atas hal tersebut yang saat ini bisa menjadi
penghambat pola asuh orang tua karena semua bisa mempengaruhi pola pikir
remaja.
8 Wawancara pribadi penulis dengan keluarga Bapak MUR, penelitian terjadi tanggal 20
januari, hari minggu, jam 18.00 Wib, di kediaman keluarga Bapak MUR.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang Pola Asuh Orang Tua
Dalam Menjalankan Disiplin Ibadah Shalat Remaja Di Perumahan Arinda
Permai II Pondok Aren Tangerang Selatan, maka penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pola asuh yang diterapkan orang tua dalam menjalankan disiplin
ibadah shalat remaja di Perumahan Arinda Permai II Pondok Aren
Tangerang Selatan. Orang tua memiliki cara pola asuh tersendiri dalam
mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola orang tua tentu
berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Hasil dari
penelitian ada tiga pola asuh yang diterapkan orang tua di Perumahan
tersebut yakni pola asuh demokratis, pola asuh permisif dan pola asuh
otoriter.
2. Faktor penghambat orang tua dalam menerapkan pola asuh anak
adalah Faktor penghambat pola asuh orang tua dalam menjalankan
kedisiplinan ibadah shalat remaja dalam pola asuh demokratis adalah
lingkungan sekolah, media sosial, games online dan pergaulan dengan
teman-temannya, karena biasanya itu yang menjadi penghambat dalam
pola asuh yang telah diterapkan orang tua. Faktor penghambat pola
asuh orang tua terhadap remaja yang di terapkan pada pola asuh
permisif adalah sering kali terjadi pertentangan pendapat antara orang
64
tua dan anak - anaknya yang telah remaja atau dewasa. Faktor
penghambat pola asuh orang tua terhadap anak remaja dalam pola asuh
otoriter adalah tidak jauh berbeda dengan pola asuh demokratis dan
permisif, akan tetapi dalam pola asuh otoriter ini semua yang berkuasa
dalam segala hal adalah orangtua, yang menentukan akan kebebasan
dan kegiatan anak adalah orangtua
B. Saran
Saran yang dapat diberikan berkenaan dengan penelitian pola asuh
orang tua dalam pembentukan sikap keagamaan remaja adalah:
1. Diharapkan kepada orang tua memberikan perhatian yang lebih, karena
dengan seperti itu akan tumbuh kedekatan yang erat kepada anak, akan
lebih baik jika orang tua mampu berkomunikasi dengan baik kepada
anak sehingga muncul kepercayaan pada anak, anakpun menjadi tidak
malu atau takut ketika ingin mengutarakan sesuatu kepada orang tua.
2. Mengupayakan orang tua agar memberikan tanggapan terhadap
keinginan anaknya serta memberikan motivasi lebih kepada anak.
3. Diharapkan orang tua dapat meluangkan waktu untuk anak agar
tercipta hubungan yang harmonis dengan keluarga dan menjadi orang
tua yang berkualitas.
4. Diharapkan untuk Mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam
agar dapat memberikan penyuluhan agama sejak dini kepada anak-
anak.
65
Kepada pengurus RW 07 agar diperbanyak kegiatan yang
mendekatkan pribadi anak dan orang tua dalam pendidikan dan agama
terutama dalam ibadah sholat.
66
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, S.A.Zainal, Kunci Ibadah, (Semarang:CV. Toha Putra, 1951).
Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, I: 226. no. 605.
A,Geurngan W, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Eresco, 1996).
Agustiani, Hendriati, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006).
Ahmad, Drs. Abu Zaki,477 Tanya Jawab Agama Islam,(Jakarta:Rica Grafika:1996.
Ahmadi, Abu dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:PT Bumi Aksana, 2004).
Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial (Jakarta: Rineka cipta, 1991), Cet I.
Ahyadi, Drs.H.Abdul Azis, Psikologi Agama, (Bandung: PT Sinar Baru,
1991).
Aly, Hery Noer dan H. Munzier, Watak Pendidikan Islam (Jakarta: Friska Agung Insani,2003).
Amar, Imron Abu, Terjemah Fathul Qarib, (Kudus: Menara, 1982).
Anshari, Hafi, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1983).
67
A.Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2004).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-12.
Asmawati, Luluk, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Keluarga: Mendidik Dengan Praktik, (Jakarta: Senyum Media Press, 2009).
Azwar, Saepudin, Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya), (Pustaka Pelajar, 1998), Cet 2.
Dariyo, Agoes, Psi. Psikologi Perkembangan Remaja, (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2004).
Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara penterjemah Al-Qur’an, 1983).
Darajdat, Zakiah, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1995).
_______, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976).
_______, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995),
Cet. II.
_______, Shalat Menjadikan Hidup Bermakna, (Jakarta: CV. Ruhana, 1996).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang:Yayasan Penyelenggara Al-Qur’an, PT Karya Toha Putra).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka).
D. Soemarno, Pedoman Pelaksanaan Disiplin Nasional dan Teta Tertib Sekolah 1998, (Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 1998).
68
Draver, Jawes, Kamus psikologi, (Jakarta:Bina Aksara, 1986).
Durkheim, Emile, Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1990).
Gunarsa, Y.S.D, dan Gunarsa, S.D. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Cet.2.Jakarta: Penerbit PT. Multindo Auto Finance. BPK. Gunung Mulia, 1985.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989).
Haneef, Suzane, Islam Dan Muslim, terj. Siti Zaenab Luxfiati, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993).
H, Elia,. Persepsi Remaja Mengenai Keajegan Pemberian Disiplin Orang Tua Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja, Hasil Penelitian (tidak ditertibkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1987.
Hurlock, Elizabeth B., Developmental Psychology, (New York: Mc. Graw-Hill, 1980).
Ireland, Karin, 150 Ways to Help Your Child Succeed (terj.) Grace Styadi, 150 Cara Untuk Membantu Anak Meraih Sukses, (Jakarta: Erlangga, 2003).
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010).
Kitab Sahih Al-Bukhari II: 669
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta:Hidakarya Agung, 1972).
69
Mar’at, Sikap Manusia: Perubahan serta pengukurannya, (Jakarta, Balai Aksara-Yudhistira dan Sa’adiyah, 1982).
Marhijanto, Khalilah, Menciptakan Keluarga Sakinah, (Gresik: Bintang Pelajar, tt.)
Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UII, 1995).
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2007) cet.ke 33, edisi revisi.
Muhaimin,et,all,Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya:Citra Media, 1996).
Muhibin dan Cahyadi, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Quantum Teaching, 2006).
Nawawi, Rif’at Syauqi, Shalat Ilmiah dan Amaliah, (Jakarta:Fikahati Aneska, 2001)
R. Sutarno, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), cet-II.
Sabiq, Syayid, Fiqih Sunah, alih bahasa Mahyudin Syaf, (Bandung: Al-Maarif, 1997). Jilid, 1, Cet ke-19.
Santoso Sastropoetro, Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam pembangunan Nasional, (Bandung: Penerbit Alumni, 1998).
Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2003), Cet. Ke-9
Shidieqi, Teungku Muhammad Hasbi Ash, Pedoman Shalat, (Semarang:PT: Pusaka Rizki Putra, 2000).
70
Soedjarwo dan Istiwidayanti, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, tt.
Subari, Supervisi Pendididkan dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, (Jakarta:Bumi Aksara, 1994).
Sugiyono,Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D,(Bandung,PT Alfabeta,2008).
Sururin , Ilmu Jiwa Agama,( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004).
Surya, Mohamd, Bina Keluarga, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003).
Tambunan, E.H, Remaja Sahabat Kita, (Bandung:Indonesia Publishing House,1981).
Tebba, Sudirman, Nikmatnya Shalat Jamaah, (Ciputat,Tangerang:Banten,Pustaka IrVan,2008.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990).
Thoha, Chabib, Kapita Seleksi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996).
Purwanto, M. ngalim, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya 1995), cet.10.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), cet. 12.
Wuryo, Kasmiran, Pengantar Ilmu Jiwa Sosial, (Jakarta, Erlangga, 1982).
Wawancara Peneliti dengan Orangtua
Nama : KH
Pekerjaan : Wiraswasta
Tempat : Dikediaman keluarga Bapak KH
Hari / Tanggal : Rabu / 16 Januari 2013
Pukul : 16.00 WIB
1. Apakah pengertian pola asuh menurut bapak dan ibu?
Mendidik anak dengan memberitahu dan mengarahkan apa yang harus
diketahui oleh anak.
2. Bagaimana pola asuh orangtua bapak dan ibu terhadap anak terutama dalam
sikap keberagamaan?
Saya memberikan uluran kepada anak akan tetapi dengan segala batasan-
batasan yaitu tidak meninggalkan apa yg saya wajibkan misalnya : tidak
dengan meninggalkan sholat 5 waktu, karna saya sangat menekan hal itu
agar tidak ditinggalkan, apalagi anak itu sudah memasuki masa remaja dan
bila mana sedang berada diluar rumah memberi kabar dan pulang pada
waktu yang sewajarnya (tidak sampai larut malam).
3. Sejak usia berapakah bapak dan ibu sudah mengenalkan pendidikan agama
pada anak terhadap tuhan (Allah)?
Sejak anak saya kecil kira – kira umur 2 tahun. Bahkan saya
mengikutsertakan anak saya di sekolah paud (pendidikan usia dini)
4. Lalu bagaimana dengan shalat? Sejak kapan bapak dan ibu sudah
mengajarkan anak tentang ibadah shalat?
usia 2 tahun anak saya sudah saya ajarkan dan kenalkan tentang sholat akan
tetapi, dia baru bisa mengikuti gerakannya saja, kemudian kira-kira umur 4
tahun dia sudah bisa membaca doa dan surat – surat pendek walaupun
ucapannya masih belum jelas.
5. Apakah dampak terhadap anak dengan pola asuh tersebut?
Oohh… dampaknya positive. Bahkan sampai saat remaja ini rasa
kesadarannya mulai timbul bahwa sholat itu bukan hanya kewajiban akan
tetapi juga kebutuhan untuk kehidupan sehari – hari. Seandainya dirumah
anak saya pun ke masjid tanpa di suruh, karna saya pribadi pun
mencontohkan seperti itu, ketika adzan saya kemasjid bilamana waktu sedang
tidak sibuk.
6. Bagaimana sikap anak terhadap orangtua setelah diterapkan pola asuh
tersebut?
sampai sejauh ini sangat baik, smoga seterusnya akan terus bisa lebih baik
lagi.
7. Siapa sajakah yang berperan dalam mendidik anak terutama terhadap sikap
keberagamaan anak anda?
Seluruh anggota keluarga, bahkan dari saya sebagai orangtuanyapun
mencontohkan hal-hal yang baik dan positive.
8. Bagaimana cara bapak dan ibu menggabungkan pola asuh keluarga dengan
ilmu agama?
Untuk tetap menjaga sholat 5 waktu disertai dengan berprilaku baik dengan
semua orang, dan menghormati yang lebih tua serta tidak meninggalkan
kewajiban dia disekolah.
9. Apakah bapak dan ibu sudah merasa cukup atau puas dalam pengawasan anak
sampai saat ini?
Sampai sejauh ini ada rasa puas dengan segala hal yang saya berikan kepada
anak, tapi tidak merasa cukup karna perlu di pantau untuk setiap harinya,
karna kehidupan di masa remaja itu adalah masa yang sangat rawan dengan
keadaan luar terutama dalam pertemanan, kan bisa saja banyak godaan dan
ketemu dengan hal-hal yang baru yang merubah pola pikirnya.
10. Hasil seperti apa yang telah dicapai dan didapatkan sampai saat ini dengan
pola asuh yang telah diterapkan terhadap anak bapak dan ibu?
sampai saat ini hasil itu terlihat dengan rajinnya anak untuk beribadah
khususnya shalat 5 waktu dan tingkah lakunya pun tidak sering melawan
bahkan menuruti apa yang saya berikan kepada anak saya.
Nama : HW
Pekerjaan : Pengusaha
Tempat : Kediaman keluarga Bapak HW
Hari / Tanggal : Rabu / 16 Januari 2013
Pukul : 18.00 WIB
1. Apakah pengertian pola asuh menurut bapak dan ibu?
Mendidik anak dan mengajari anak kepada hal yang baik
2. Bagaimana pola asuh orangtua bapak dan ibu terhadap anak terutama dalam
sikap keberagamaan?
Dari kecil sudah diajarkan tentang agama, dan saya sekolahkan anak di TPA
3. Sejak usia berapakah bapak dan ibu sudah mengenalkan pendidikan agama
pada anak terhadap tuhan (Allah).
Sekiranya 4 tahun.
4. Lalu bagaimana dengan shalat? Sejak kapan bapak dan ibu sudah
mengajarkan anak tentang ibadah shalat?
Waktu kecil anak saya baru bisa mengikuti dan mulai memasuki sekolah
dasar saya mengajarkan bagaimana cara shalat.
5. Apakah dampak terhadap anak dengan pola asuh tersebut?
Anak dari tidak tahu menjadi tahu.
6. Bagaimana sikap anak terhadap orangtua setelah diterapkan pola asuh
tersebut?
Mendengarkan akan tetapi saya rasa masih kurang untuk disiplin waktu
terutama dalam hal shalatpun saya hanya memberitahu tidak mengajak untuk
melakukannya bersama.
7. Siapa sajakah yang berperan dalam mendidik anak terutama terhadap sikap
keberagamaan anak anda?
Keluarga dan guru
8. Bagaimana cara bapak dan ibu menggabungkan pola asuh keluarga dengan
ilmu agama?
Selalu diingatkan shalat 5 waktu, menghormati orang lain dan berkelakuan
baik terhadap siapapun.
9. Apakah bapak dan ibu sudah merasa cukup atau puas dalam pengawasan anak
sampai saat ini?
Belum, karena masih banyak kekurangan sampai saat ini.
10. Hasil seperti apa yang telah dicapai dan didapatkan sampai saat ini dengan
pola asuh yang telah diterapkan terhadap anak bapak dan ibu?
Dalam kekeluargaan anak selalu bercerita ketika ada sesuatu yang baru akan
tetapi dalam shalat 5 waktu lebih sedikit dikerjakannya.
Nama : DAR
Pekerjaan : Wiraswasta
Tempat : Kediaman keluarga Bapak DAR
Hari / Tanggal : Rabu / 19 Januari 2013
Pukul : 10.00 WIB
1. Apakah pengertian pola asuh menurut bapak dan ibu?
Mengarahkan, mendidik, dan memberi contoh yang baik kepada anak.
2. Bagaimana pola asuh orang tua bapak dan ibu terhadap anak terutama dalam
sikap keberagamaan?
Memberitahu anak tentang agama, apa itu puasa, shalat 5 waktu, dan
memberikan contoh kepada anak bagaimana cara shalat itu.
3. Sejak usia berapakah bapak dan ibu sudah mengenalkan pendidikan agama
pada anak terhadap tuhan (Allah).
Sejak kecil, sewaktu masuk Tk umur 5 tahun.
4. Lalu bagaimana dengan shalat? Sejak kapan bapak dan ibu sudah
mengajarkan anak tentang ibadah shalat?
Sewaktu anak saya masuk TK sudah tau apa itu shalat dan diajarkannya
disekolah juga sekiranya sewaktu sekolah dasar.
5. Apakah dampak terhadap anak dengan pola asuh tersebut?
Sampai saat ini saya selalu memberitahu untuk melakukan shalat tapi tidak
melakukannya secara bersamaan atau berjama’ah.
6. Bagaimana sikap anak terhadap orangtua setelah diterapkan pola asuh
tersebut?
Menghargai dan menghormati tetapi tidak untuk ibadah, masih terlalu cuek
untuk melaksanakannya.
7. Siapa sajakah yang berperan dalam mendidik anak terutama terhadap sikap
keberagamaan anak anda?
Guru dan orangtua
8. Bagaimana cara bapak dan ibu menggabungkan pola asuh keluarga dengan
ilmu agama?
Memberitahu agar untuk sholat dan menghormati sesame.
9. Apakah bapak dan ibu sudah merasa cukup atau puas dalam pengawasan anak
sampai saat ini?
Belum
10. Hasil seperti apa yang telah dicapai dan didapatkan sampai saat ini dengan
pola asuh yang telah diterapkan terhadap anak bapak dan ibu?
Anak menghormati orangtua dan masih terlalu cuek akan kepentingan
agama, khususnya sholat.
Nama : MUR
Pekerjaan : Wiraswasta
Tempat : Kediaman keluarga Bapak MUR
Hari / Tanggal : Minggu / 20 Januari 2013
Pukul : 10.00 WIB
1. Apakah pengertian pola asuh menurut bapak dan ibu?
Tata cara mendidik, mengajarkan, menuntun anak kepada hal yang mereka
belum tahu dan itu sudah saya lakukan kepada anak sejak kecil.
2. Bagaimana pola asuh orangtua bapak dan ibu terhadap anak terutama dalam
sikap keberagamaan?
Untuk soal agama saya sangat mengontrol anak,
3. Sejak usia berapakah bapak dan ibu sudah mengenalkan pendidikan agama
pada anak terhadap tuhan (Allah).
Sejak anak masih kecil kira-kira 3 tahun.
4. Lalu bagaimana dengan shalat? Sejak kapan bapak dan ibu sudah
mengajarkan anak tentang ibadah shalat?
Sejak masih kecil saya sudah terbiasa mengajarkan anak sholat setiap hari
bahkan dengan memberi contoh untuk sering mengajaknya sholat 5 waktu.
5. Apakah dampak terhadap anak dengan pola asuh tersebut?
Sangat baik untuk anak sampai saat ini.
6. Bagaimana sikap anak terhadap orangtua setelah diterapkan pola asuh
tersebut?
Sampai sejauh ini sangat baik, smoga seterusnya akan terus bisa lebih baik
lagi.
7. Siapa sajakah yang berperan dalam mendidik anak terutama terhadap sikap
keberagamaan anak anda?
Keluarga dan orangtua
8. Bagaimana cara bapak dan ibu menggabungkan pola asuh keluarga dengan
ilmu agama?
Dengan rajin shalat 5 waktu dan tidak melanggar segala peraturan yang
telah ditetapkan dalam keluarga.
9. Apakah bapak dan ibu sudah merasa cukup atau puas dalam pengawasan anak
sampai saat ini?
Sampai saat ini cukup maksimal akan tetapi harus terus decontrol sampai
dewasa.
10. Hasil seperti apa yang telah dicapai dan didapatkan sampai saat ini dengan
pola asuh yang telah diterapkan terhadap anak bapak dan ibu?
Anak lebih disiplin dengan waktu, berprestasi baik dan selalu menuruti apa
yang orangtua katakana.
Nama : SPN
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Tempat : Kediaman Bapak SPN
Hari / Tanggal : Rabu / 23 Januari 2013-02-03
Pukul : 18.00 WIB
1. Apakah pengertian pola asuh menurut bapak dan ibu?
Mengasuh dan mendidik anak.
2. Bagaimana pola asuh orangtua bapak dan ibu terhadap anak terutama dalam
sikap keberagamaan?
Mengajarkan shalat 5 waktu dan mengaji. Selalu mengajarkan anak segala
hal yang positive, Serta tidak juga meninggalkan kewajiban anak disekolah.
3. Sejak usia berapakah bapak dan ibu sudah mengenalkan pendidikan agama
pada anak terhadap tuhan (Allah).
Sejak umur 2 tahun.
4. Lalu bagaimana dengan shalat? Sejak kapan bapak dan ibu sudah
mengajarkan anak tentang ibadah shalat?
Sejak anak masih kecil umur 2 tahun, saya menyekolahkan anak di pesantren
untuk anak kecil yang mengajarkan pengetahuan agama termasuk shalat,
sehingga sudah mengetahui tentang agama dan sekarangpun sudah terbiasa
untuk melaksanakan ibadah seperti : shalat 5 waktu, mengaji dan puasa.
5. Apakah dampak terhadap anak dengan pola asuh tersebut?
Sangat positive dengan sikap dan kebiasaan anak sampai saat ini.
6. Bagaimana sikap anak terhadap orangtua setelah diterapkan pola asuh
tersebut?
Sangat baik, berprilaku sopan, menyayangi orangtua dan menghormati
sesama.
7. Siapa sajakah yang berperan dalam mendidik anak terutama terhadap sikap
keberagamaan anak anda?
Keluarga, Orangtua dan Guru
8. Bagaimana cara bapak dan ibu menggabungkan pola asuh keluarga dengan
ilmu agama?
Melakukannya dengan kehidupan sehari-hari seperti solat di masjid dengan
keinginan anak bermain.
9. Apakah bapak dan ibu sudah merasa cukup atau puas dalam pengawasan anak
sampai saat ini?
Melihat perubahan pada anak merasa kepuasana tersendiri, akatn tetapi
perlu pengawasan lebih agar tidak terpengaruh dengan dunia luar.
10. Hasil seperti apa yang telah dicapai dan didapatkan sampai saat ini dengan
pola asuh yang telah diterapkan terhadap anak bapak dan ibu?
Anak lebih mandiri dan tidak macam – macam.
Struktur Organisasi Rw 07
KETUA RW 07
Suprapto
SEKRETARIS
Usama Basri, SE
BENDAHARA
Suhendri, SE
SEKSI - SEKSI
Seksi Kesra
1.H. Edi Kusuma, SE
2.Herman
3. Pr. Torang
Seksi Pemuda
1.H. Kris Arnowo 2.Edin Baharudin
Seksi Pembangunan
1. Kusmanto, SH
2. Sutjito H.
Seksi Humas
1.H. Hery
2. Hari Purwito
Ketua PKK
Ibu Suprapto
Seksi Keamanan
1. H. Murzami Alwi
2. Heri Sukamto
3. Abraham Zein
4. Hartoyo
Dokumentasi
Perumahan Arinda Permai
Masjid Jami Baitul Akbar
TPA Al – Akbar di Perumahan Arinda Permai II Kantor RW 07 Perumahan Ainda Permai II
Setelah Wawancara
Paud Birama di Perumahan Arinda Permai II