Perubahan Iklim Dan Pengaruhnya Terhadap Penangkapan Ikan Tongkol

Post on 19-Jun-2015

149 views 1 download

description

tugas meteorologi

Transcript of Perubahan Iklim Dan Pengaruhnya Terhadap Penangkapan Ikan Tongkol

Perubahan Iklim dan Pengaruhnya terhadap Penangkapan Ikan TongkolIkan tongkol merupakan salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan Indonesia, terutama disebabkan minimnya informasi waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan, disamping kendala teknologi tangkapnya itu sendiri, tingkat pemanfaat sumber daya ikan menjadi sangat rendah. 

Tulisan ini merupakan hasil penelitian untuk mengetahui variabilitas puncak musim tangkap tongkol terhadap perubahan iklim regional: EL Nino, La Nina dan Indian Ocean Dipole dengan tujuan dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan ikan ini.

Pendahuluan 

Ikan tongkol merupakan salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan Indonesia, terutama disebabkan minimnya informasi waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan, disamping kendala teknologi tangkapnya itu sendiri, tingkat pemanfaat sumber daya ikan menjadi sangat rendah. 

Data hasil kajian Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang (2002) menunjukkan potensi lestari (MSY=Maximum Sustainable Yield) di perairan Kabupaten Pandeglang pada tahun 2001 adalah 92.917,7 ton, produksi perikanan laut 29.592,3 ton dan potensi yang belum dimanfaatkan 63.325,4 ton. Hal itu menunjukkan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Pandeglang menjadi hanya sebesar 31,85%. Data ini mengindikasikan masih terbukanya peluang peningkatan pemanfaatan sumberdaya ikan yang cukup besar sampai pada batas pemanfaatan secara optimal dan lestari. 

Tulisan ini merupakan hasil penelitian untuk mengetahui variabilitas puncak musim tangkap tongkol terhadap perubahan iklim regional: EL Nino, La Nina dan Indian Ocean Dipole dengan tujuan dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan ikan ini. 

Metoda 

Penelitian dilakukan secara kualitatif deskriptif dengan melihat korelasi langsung hasil tangkapan tongkol selama tahun 1997 s/d 2001 (5 tahun) dengan perubahan iklim regional yang terjadi dalam kurun waktu tersebut, yaitu: El Nino dan Fase positif Indian Ocean Dipole (April 1997 s/d Juni 1998); La Nina (Juli 1998 s/d Juni 2000); Fase negatif Indian Ocean Dipole (Oktober 2000 s/d Maret 2001), Normal (April 2001 s/d Maret 2002), dan El Nino tanpa Indian Ocean Dipole (April 2002 s/d Mei 2003). 

Tujuan penelitian ini ingin mengetahui sensitivitas perairan Selat Sunda terhadap perubahan iklim regional yang berdampak pada variabilitas bulanan hasil tangkapan tongkol. Informasi ini penting diketahui masyarakat nelayan secara dini, agar mereka dapat mengarahkan kegiatan melautnya dengan lebih baik dan efisien. 

Korelasi Hasil Tangkapan Tongkol di Selat Sunda dan Perubahan Iklim Regional 

Hasil penelitian menggunakan data citra Suhu Permukaan Laut (SPL) satelit NOAA-12 menunjukkan bahwa puncak musim tangkap tongkol di Selat Sunda terjadi selama Musim Timur (April-Agustus) (Syamsudin dkk. 2003, Syamsudin 2003). Kesimpulan tersebut telah membuktikan hipotesis yang berkembang di masyarakat nelayan pesisir Selat Sunda pada umumnya, yang meyakini Musim Timur adalah waktu terbaik untuk menangkap ikan di perairan Selat Sunda dan sekitarnya. Gambar 1 adalah grafik hasil tangkapan tongkol di Selat Sunda dalam kurun waktu 1997 s/d 2001. 

Gambar 1. Variabilitas Hasil Tangkapan Tongkol Selama Tahun 1997-2001, di TPI II, Labuan. Satuan unit dalam kg. (Sumber: TPI II, Labuan, Banten)

Analisis korelasi hasil tangkapan tongkol terhadap perubahan iklim regional sebagai berikut: 

1. Fase El Nino Dan Positif Indian Ocean Dipole 

Pada bulan April 1997 s/d Juni 1998: El Nino dan fase positif Indian Ocean Dipole datang secara bersamaan dan menyebabkan iklim regional mengalami musim kering yang berkepanjangan dan tercatat sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah. 

El Nino dengan intensitas sedang mulai dirasakan pada bulan April 1997, ketika kolam panas ekuator Pasifik Barat berpindah dari barat menuju Pasifik Tengah. Hal ini menyebabkan perairan internal Indonesia mendapat suplai massa air yang relatif lebih

dingin dari Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang mengalir dari samudera Pasifik bagian barat. Kondisi ini terus berkembang dengan semakin menguatnya sinyal El Nino yang menjadi ekstrem pada bulan Oktober 1997 dan kembali pada kondisi normal bulan Juni 1998. 

Pada saat yang bersamaan di Samudera Hindia mulai terbentuk konsentrasi massa air dingin di perairan selatan Lombok dan mulai bergerak ke barat menyusuri pantai selatan P. Jawa dan Sumatera pada bulan Mei 1997. 

Pembentukan massa air dingin di sepanjang pantai selatan P. Jawa dan Sumatra semakin intensif pada saat Indian Ocean Dipole dengan fase positif, (ditandai dengan dominasi anomali negatif Suhu Permukaan Laut (SPL) di Samudera Hindia bagian timur), mulai terbentuk pada bulan Juni 1997 dan semakin menguat pengaruhnya akibat propagasi gelombang Rossby yang bergerak ke barat dari sumbernya di perairan sekitar Laut Timor, sepanjang 10-120 LS, pada bulan Juli dan mencapai puncaknya Oktober 1997. 

Dengan demikian Samudera Hindia bagian timur yang mencakup perairan Selat Sunda didominasi massa air relatif dingin yang tidak kondusif untuk tempat hidup ikan tongkol. 

Kondisi itu tercermin pada rendahnya hasil tangkapan tongkol di bawah 10 ton/bulan pada Musim Timur selama tahun 1997 (lihat grafik warna ungu pada gambar 1). Bandingkan dengan rata-rata 30 ton/bulan pada kondisi normal selama Musim Timur pada data tahun 2001 (grafik warna biru pada gambar 1). 

2. Fase Positif Indian Ocean Dipole 

Memasuki tahun 1998, pengaruh fase positif Indian Ocean Dipole di Samudera Hindia bagian timur mulai melemah dan mencapai puncaknya pada akhir Musim Barat pada bulan Februari 1998. 

Selama massa transisi dari Musim Barat ke Timur, Arus Musim yang mengalir sepanjang pantai selatan P. Sumatra dan Arus Katulistiwa Selatan dari lepas pantai Samudera Hindia, membawa massa air yang relatif hangat ke perairan Selat Sunda. Suplai massa air hangat ini menyebabkan kondisi hidrologi Selat Sunda sangat kondusif untuk migrasi ikan tongkol. 

Grafik warna sian pada gambar 1 menunjukkan kenaikan yang drastis mencapai 50-65 ton/bulan, selama massa transisi bulan Maret dan April 1998. 

Memasuki Musim Timur, gelombang Kelvin dari ekuator Samudera Hindia menjalar sepanjang pantai selatan P. Sumatra dan Jawa dan mendorong sebagian massa air hangat dari perairan internal Selat Sunda. Kondisi ini menyebabkan penurunan hasil tangkapan tongkol dari 65 ton/bulan pada bulan April menjadi 50 ton/bulan selama pengaruh gelombang Kelvin di Selat Sunda pada pertengan bulan Mei s/d Juni 1998. 

Kondisi Oseanografi Selat Sunda kembali normal dan mulai terbentuk upwelling (taikan air) di perairan Barat Sumatra pada bulan Juli s/d Agustus 1998 (Syamsudin 2003). Penampakan upwelling di mulut Selat Sunda (barat Sumatra) dan diikuti dengan pembentukan massa air hangat di perairan internal Selat Sunda, merupakan kondisi ideal lingkungan hidup ikan tongkol. 

Hal itu bisa dilihat pada hasil tangkapan tongkol sebesar 70 ton/bulan (grafik warna sian pada gambar 1), selama bulan tersebut, sebelum menurun drastis pada bulan September 1998, karena pengaruh La Nina yang menyebabkan curah hujan meningkat dengan tajam. 

3. Fase La Nina 

Selama berlangsungnya La Nina (Juli 1998 s/d Juni 2000), hasil tangkapan tongkol yang tinggi hanya terjadi pada pertengahan bulan Mei 1999, sebesar 50 ton/bulan (grafik warna kuning pada gambar 1) dan pertengahan Mei-Juni, 2000, sebesar 40-38 ton/bulan (grafik warna merah muda pada gambar 1). 

4. Fase Negatif Indian Ocean Dipole 

Fase negatif Indian Ocean Indian Dipole berlangsung selama Oktober 2000 s/d Maret 2001. Fase negatif ditandai dengan dominasi anomali positif suhu permukaan laut di Samudera Hindia bagian timur dan menyebabkan curah hujan di wilayah ini meningkat secara tajam. 

Selama berlangsungnya fase ini, kondisi hidrologi selat Sunda didominasi massa air yang relatif dingin sehingga tidak kondusif untuk lingkungan hidup ikan tongkol. Kondisi ini bisa dilihat dari rendahnya hasil tangkapan tongkol di bawah rata-rata normal 30 ton/bulan, selama event ini (lihat grafik warna merah muda pada gambar 1). 

5. Fase Normal 

Iklim regional pada kondisi Normal berlangsung selama bulan April 2001 s/d Maret 2002. Pada kondisi normal hasil tangkapan tongkol meningkat selama bulan Juni, Juli, dan Agustus (grafik warna biru pada gambar 1) dengan nilai rata-rata 30 ton/bulan. 

6. Fase El Nino Tanpa Indian Ocean Dipole 

Fase El Nino tanpa Indian Ocean Dipole yang dipicu dari Samudera Hindia berlangsung selama bulan April 2002 s/d Maret 2003. Selama fase ini, hasil tangkapan tongkol meningkat di atas rata-rata normal 30 ton/bulan, mulai bulan Mei s/d Agustus 2002 (gambar tidak diperlihatkan). 

Penutup 

Hasil penelitian ini menunjukkan perubahan iklim regional sangat mempengaruhi variasi antar bulanan puncak musim tangkap tongkol di Selat Sunda. 

Selama berlangsungnya El Nino, perairan Selat Sunda merupakan tempat ideal untuk menangkap tongkol. Puncak musim tangkap adalah bulan Mei s/d Agustus. Rentang waktu ini sebulan lebih panjang dibandingkan kondisi Normal yang mempunyai puncak musim tangkap bulan Juni s/d Agustus. 

Sebaliknya perubahan iklim regional yang dipicu dari Samudera Hindia, yaitu fase positif dan negatif Indian Ocean Dipole menyebabkan kondisi perairan Selat Sunda tidak kondusif untuk lingkungan hidup tongkol. Pada saat event ini berlangsung, tidak ada indikasi bulan untuk menentukan puncak musim tangkap. Produksi hasil tangkapan tongkol selama Musim Timur di bawah nilai rata-rata, walaupun relatif lebih tinggi dibandingkan Musim Barat. 

Perubahan iklim regional La Nina yang dipicu dari Samudera Pasifik tidak memberikan lingkungan hidup yang kondusif untuk migrasi ikan tongkol ke Selat Sunda. Pada saat event ini berlangsung, puncak musim tangkap terjadi dalam waktu yang sangat pendek, yaitu: pada pertengahan bulan Mei Juni.�  

Hasil penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa puncak musim tangkap tongkol di Selat Sunda dapat diprediksi berdasarkan informasi kondisi iklim regional yang sedang berlangsung saat itu. 

Daftar Pustaka

1. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. Profil Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, Pandeglang. 2002

2. Syamsudin, F., M. Laksmini, K. Amri, R. Andiastuti. Hydrology of the Sunda Strait Water and Its Relation with the Yield of E. Affinis Catchments in the Landing Fish Auction, Labuan, West Java. Proceedings Temu Ilmiah ke-12 PPI Jepang. Osaka University, Sept. 6-7, 2003.

3. Syamsudin, F. Melacak Lokasi Tongkol di Selat Sunda. Rubrik Inspirasi Harian Kompas, 14 Juni 2003.

4. Syamsudin, F. Upwelling in the Western Sumatra Water during Southeast Monsoon:¡¡Does it appear permanently?. Proceedings Temu Ilmiah ke-12 PPI Jepang. Osaka University, Sept. 6-7, 2003.