Post on 16-Oct-2021
1
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMERASAN DALAM PROSES
BONGKAR MUAT BARANG (DWELLING TIME) DI PELABUHAN BELAWAN
JURNAL
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH :
ERYANZA FIRMANDA
NIM : 130200092
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
1
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMERASAN DALAM PROSES
BONGKAR MUAT BARANG (DWELLING TIME) DI PELABUHAN BELAWAN
JURNAL
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
ERYANZA FIRMANDA
NIM : 130200092
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui Oleh :
KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Dr. M. Hamdan, SH.,M.H.
NIP. 195703261986011001
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H.,M.S.
NIP. 1956303311987031001
i
ABSTRAK
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PEMERASAN DALAM PROSES
BONGKAR MUAT BARANG (DWELLING TIME) DI PELABUHAN BELAWAN
Eryanza Firmanda *
Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS. **
Syafruddin, SH., MH.,DFM. ***
Pemerasan atau pungutan liar merupakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang
atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara meminta yang berkaitan dengan
pembayaran tersebut. Pengeturan mengenai pemerasan / punutan liar telah diatur dalam Pasal
368 KUHP dan Pasal 423 KUHP serta Undang-Undang Nomro 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomro 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Pada akhir November 2016 Kepolisian Daerah Sumatera Utara melakukan
Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas kasus pemerasan / pungutan liar yang dilakukan di
Pelabuhan Belawan. Permasalahan dalam penulisan ini adalah : Bagaimana pengaturan
hukum nasional terhadap pelaku tindak pidana pemerasan / pungutan liar, Analisis hukum
pidana terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor 664/Pid.B/2017/PN-MDN (dengan
terdakwa Mafrizal, bersama Sabam Parulian Manalu dan Frans Holmes Sitanggang), dan
Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemerasan / pungutan liar dalam
proses bongkar muat barang“dwelling time” di Pelabuhan Belawan.
Penelitian skripsi ini dibuat melalui penelitian hukum normatif-empiris dengan
menggunakan data berupa bahan hukum primer, skunder, dan tersier. Data dikumpulkan
melalui studi pustaka atau (librari research) serta hasil data lapangan sebagai data penunjang
yang diperoleh melalui informasi dan pendapat-pendapat dari informan yang ditentukan.
Pada kasus pemerasan yang terjadi di Pelabuhan Belawan para terdakwa dengan
ketentuan Pasal 368 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP
dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP.
Pembentukan peraturan hukum yang jelas guna memberikan jaminan kepastan hukum yang
mempertegas penegakan hukum mengenai tindak pidana pemerasan / pungutan liar.
Kata Kunci : Dwelling Time, Pertanggungjawaban Pidana
* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
1
A. PENDAHULUAN
Setelah berlakunya sistem Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang merupakan
suatu integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antar negara-negara
ASEAN guna menciptakan pasar tunggal yang mencakup negara-negara ASEAN.
Pembentukan pasar tunggal ini memungkinkan suatu negara menjual barang dan/atau jasa
dengan mudah ke negara-negara lain diseluruh Asia Tenggara.
Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan
memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat
memperlancar arus barang dari daerah produksi ke konsumen sehingga kebutuhan konsumen
dapat terpenuhi. Berdasarkan kondisi umum di Indonesia, moda pengangkutan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : pengangkutan darat (pengengkutan melalui jalan (raya) dan
kereta api), pengangkutan laut dan pengangkutan udara. Namun kebanyakan perusahaan lebih
memilih sarana pengangkutan laut dengan sistem peti kemas untuk mengirimkan barang
dagangannya ke tujuan yang telah ditentukan. Pengangkutan laut ini mempunyai peran yang
sangat besar dalam pengangkutan bagi Indonesia, hal ini dikarenakan dapat memberikan
keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Biaya angkutan lebih murah dibandikan dengan moda nagkutan lainnya.
2. Sanggup membawa penumpang sekaligus mengangkut barang-barang dengan berat
ratusan bahkan ribuan kilo.
3. Meskipun waktu yang ditempuh lebih lama dari moda pengangkutan udara tetapi
bongkar muat barang dapat dilakukan secara cepat.
Di kota Medan Provinsi Sumatera Utara PT. Pelabuhan Indonesia I ( Pelindo I )
merupakan pelabuhan terbesar se-Sumatera yang berfungsi sebagai tulang punggung
pembangunan ekonomi di Indonesia khususnya pulau Sumatera. Posisi Pelabuhan Belawan
yang strategis karena pelabuhan ini terletak diantara Perairan Pantai Timur Sumatera ( Selat
Malaka ), Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan Laut Cina Selatan serta
menjadi pintu masuk bagi kegiatan ekonomi beberapa negara di Asia khususnya Malaysia,
Thailand, Singapura dan Hongkong. Hal inilah yang menjadikan pelabuhan Belawan sebagai
pelabuhan yang menjadi gerbang utama dari masuknya kapal-kapal pengangkut peti kemas
sebagai faktor pemicu kegiatan perekonomian negara.
Pelabuhan yang menjadi pintu gerbang utama perekonomian suatu daerah bahkan
negara ternyata tidak terlepas dari masalah yang melibatkan oknum – oknum tertentu dalam
meraup keuntungan dengan menekan keuntungan perusahaan yang menggunakan jasa
pengangkutan laut. Salah satu dari permasalahan yang terjadi di pelabuhan Belawan ialah
pungutan liar atau sering disingkat pungli maupun pemerasan dengan ancaman. Pungutan liar
tersebut sering melibatkan mereka yang tidak bertanggungjawab dengan mengatasnamakan
kegiatannya itu demi kelancaran dan keamanan bagi para perusahaan yag menggunakan jasa
pengangkutan laut. Didorong oleh alasan itulah para pengusaha yang mau tidak mau harus
memberikan pungutan-pungutan yang diminta oleh oknum tersebut. Dengan maraknya tindak
pidana pungutan liar atau pemerasan yang terjadi di Indonesia khususnya di Pelabuhan
Belawan, pemerintah meningkatkan efektifitas pemberantasan pungutan liar atau pemerasan
ini dengan mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas
Sapu Bersih Pungutan Liar atau disingkat SATGAS SABER PUNGLI. Bedasarkan Perpres
Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar bahwa praktik
pungutan liar telah merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efisien, dan mampu
menimbulkan efek jera serta dalam upaya pemberantasan pungutan liar ini perlu dibentuk
Satgas Saber Pungli1. Mencermati fenomena diatas sebagai bentuk keprihatinan terhadap
1 MENKOPOLHUKAM, Satgas Saber Pungli, Disampaikan Pada Acara : Konferensi Nasional
Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 Óptimalisasi Pelayanan Publik”, Jakarta, 1 Desember 2016
bobroknya pelayanan di pelabuhan serta maraknya aksi pungutan liar dalam proses dwelling
time, maka saya tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penelitian
skripsi “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pemerasan “Dwelling Time” di
Pelabuhan Belawan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan hukum nasional terhadap pelaku tindak pidana
pemerasan/ pungutan liar ?
2. Analisis hukum pidana terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor :
664/Pid.B/2017/PN-MDN (dengan terdakwa Mafrizal, bersama Sabam
Parulian Manalu dan Frans Holmes Sitanggang).
3. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pemerasan dalam
proses bongkar muat barang (Dwelling Time) di Pelabuhan Belawan?
C. Tinjauan Pustaka
Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang
dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat
melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang mampu
bertanggungjawab).
Barda Nawawi Arief, menyatakan bahwa untuk adanya pertanggungjawaban pidana
harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan. Ini berarti harus
dipastikan dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana tertentu.
Dalam KUHP sendiri tidak memberikan batasan, KUHP hanya merumuskannya secara
negatif yaitu mempersyaratkan kapan seseorang dianggap tidak mampu
mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan menurut ketentuan pasal 44 ayat (1)
KUHP seseorang tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya atas suatu perbuatan karena
dua alasan yaitu:
a. karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan
b. jiwanya terganggu karena penyakit
Orang dalam keadaan demikian, bila melakukan tindak pidana tidak boleh dipidana.
Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat kita tarik kesimpulan mengenai pengertian
pertanggungjawaban pidana yatu kemampuan seseorang baik secara mental maupun jasmani
untuk menanggung konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan undang-
undang.
D. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian Normatif-empiris. Penelitan ini mengkaji
pemberlakuan ketentuan hukum normatif dalam praktik pungutan liar di pelabuhan
belawan.
b. Sumber Data
1. Data Primer : Data yang di dapat melalui wawancara di lokasi penelitian.
2. Data Sekunder : Data skunder terdiri dari bahan hukum primer (Undang-undang
dan peraturan tertulis lainnya yang mendukung dalam penelitian), bahan hukum
sekunder (skripsi,jurnal,tesis dan dokumen lainnya), bahan hukum tertier (kamus,
ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya).
c. Metode Pengumpulan Data
Studi pustaka dan wawancara
d. Analisis Data
Analisis data yang digunakan secara kualitatif, yaitu menguraikan dan menjelaskan
data dalam bentuk kalimat yang baik dan benar sehingga mudah dibaca dan
diinterpretasikan terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi
isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis
untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam
menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian untuk ditarik
kesimpulan sehingga memperoleh jawaban terhadap permasalahan penelitian.
E. PEMBAHASAN
1. PENGATURAN HUKUM NASIONAL TERHADAP TINDAK PIDANA
PEMERASAN / PUNGUTAN LIAR
a. Pengaturan Mengenai Pungutan Liar / Pemerasan Dalam KUHP
Pungutan liar termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, dimana dalam konsep
kejahatan jabatan di jabarkan bahwa pejabat demi menguntungkan diri sendiri atau orang
lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu,
untuk membayar atau menerma pembayaran, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri2.
Dalam tindak pidana pungutan liar tidak terdapat secara pasti dalam KUHP, namun
dengan demikian pungutan liar juga dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi,suap,
gratifikasi bahkan pemerasan. Hal ini dikarenakan setiap tindakan pungutan yang dilakukan
2 Moh.Toha Solahuddin, Pungutan Liar Dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi, Paraikatte, Edisi
Triwulan III, 2016, Hlm. 2.
selalu dibarengi dengan adanya kekerasan dan ancaman kekerasan yang dilakukan oleh
penyelenggara negara atau perorangan.
Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 merumuskan korupsi ke dalam 30 bentuk/ jenis tindak pidana korupsi yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut3 :
Pertama : Korupsi yang terkait dengan keuangan negara, yaitu melawan hukum untuk
memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara; menyalahgunakan
kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara.
Kedua : Korupsi yang terkait dengan suap menyuap, yaitu menyuap pegawai negeri;
memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya; pegawai negeri menerima suap;
pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya; menyuap hakim;
menyuap advokat; hakim dan advokad yang menerima suap; hakim yang menerima suap;
advokad yang menerima suap.
Ketiga : Korupsi yang terkait penggelapan dalam jabatan, yaitu pegawai negeri yang
mengelapkan uang atau membiarkan penggelapan; pegawai negeri yang memalsukan buku
untuk pemeriksaan administrasi; pegawai negeri merusak bukti; pegawai negeri yang
membiarkan orang lain merusakkan bukti; pegawai negeri yang membantu orang lain
merusakkan bukti.
Keempat : Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemerasan, yaitu pegawai negeri
memeras; pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain.
Kelima : Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang, yaitu pemborong berbuat
curang; pengawas proyek membiarkan perbuatan curang; rekanan TNI/POLRI berbuat
curang; pengawas rekanan TNI/POLRI membiarkan perbuatan curang; penerima barang
3 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
TNI/POLRI membiarkan perbuatan curang; pegawai negeri menyerobot tanah negara
sehingga merugikan orang lain.
Keenam : Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan, yaitu
pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusny.
Ketujuh : Korupsi yang terkait dengan gratifikasi yaitu, pegawai negeri menerima
gratifikasi dan tidak melapor ke KPK.
Selain tujuh kelompok jenis tindak pidana korupsi tersebut, maka masih ada 6 (enam)
tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yaitu merintangi proses
pemeriksaan perkara korupsi; tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak
benar; bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka; saksi atau ahli yang tidak
memberi keterangan atau memberi keterangan palsu; orang yang memegang rahasia jabatan
tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu; saksi membuka identitas
pelapor4.
Jauh sebelum kita mengenal istilah pungutan liar KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana) telah mengidentifikasi transaksi haram ini ke dalam beberapa istilah, seperti :
pemerasan, melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang. 5
1. Pasal 368 KUHP
(1) Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
supaya orang itu memberikan sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagiannya
termasuk kepunyaan orang itu sendiri kepunyaan orang lain atau supaya orang itu
4 Memahami Untuk Membasmi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Cetakan Kedua : Jakarta, September
2006. 5 Moh. Toha Solahuddin, Op.cit. Hlm. 3.
membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena memeras, dengan
hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun”.
(2) Ketentuan dalam ayat kedua, ketiga dan keempat dari pasal 365 berlaku bagi
kejahatan itu.
2. Pasal 423 KUHP
“Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang
lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan
pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan untuk
pribadi sendiri, dipidana denagn pidana penjara selama-lamanya enam tahun”.
b. Pengaturan Pungutan Liar/ Pemerasan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pemerasan yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah pemerasan yang dilakukan
oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memenuhi unsur dalam Pasal 12 huruf e
dan huruf f Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-
Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan
ketentuan-ketentuan tersebut, tindak pidana korpsi yang berkaitan dengan pemerasan dapat
dikelompokkan atau digolongkan menjadi beberapa bentuk, yaitu :
Pasal 12 huruf e Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dipidana denga pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara palin singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) : pegawai negeri atau peyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri”.
Pasal 12 huruf f Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 Tentan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dipidana denga pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara palin singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) : pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut
mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan
utang.
c. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pungutan Liar/Pemerasan
Pada dasarnya faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar,
pemerasan dan korupsi adalah sama. Dimana, secara umum terjadinya pungutan liar,
pemerasan dan korupsi disebabkan oleh :
1. Adanya ketidakpastian pelayanan sebagai akibat adanya prosedur pelayanan yang
panjang dan melelahkan sehingga masyarakat menyerah ketika berhadapan dengan
pelayanan publik yang korup.
2. Penyalahgunaan wewenang, jabatan atau kewenangan yang ada/ melekat pada
seseorang.
3. Faktor ekonomi. Penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup atau tidak
sebanding denga tugas/jabatan yang diemban membuat seseorang terdorong untuk
melakukan pungli.
4. Faktor kultural dan budaya organisasi, yang terbentuk dan berjalan terus menerus di
suatu lembaga agar pungutan liar dan penyuapan, dapat menyebabkan pungutan liar
sebagai hal biasa.
5. Terbatasnya sumber daya manusia.
6. Lemahnya sistem kotrol dan pengawasan oleh atasan6.
Dalam kasus yang penulis teliti7 yakni Hakim Pengadilan Negeri Medan menyatakan dalam
amar putusannya menyatakan para terdakwa yaitu Terdakwa I. Mafrizal, Terdakwa II. Sabam
P. Manalu dan Terdakwa III. Frans Holmes Sitanggang telah terbukti secara sah dan
meyakinkan Secara Bersama-Sama Melakukan Perbuatan Tindak Pidana Berlanjut Berupa
Pemerasan Dengan Ancaman Dan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur dalam
Pasal 368 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-
Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
6 Widyo Pramono, Delik Pungutan Liar Dalam Layanan Publik, Disampaikan Pada : Workshop “Peran
APIP dlam Pencegahan Pungutan Liar Pada Layanan Publik”, Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan: Jakarta, 12 Januari 2017.
7 N0. 664/PID.B/2017/PN.MEDAN
Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta menghukum terdakwa dengan pidana
penjara masing-masing selama 1 (satu) tahun penjara dikurangi selama para terdakwa berada
didalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan, dan denda masing-masing sebesar Rp.
25.000.000,- (dua puluh lima Juta rupiah) Subsider 2 (dua) bulan kurungan.
Putusan hakim merupakan aspek penting dalam menyelesaikan perkara pidana.
Putusan hakim dapat dikatakan sebagai mahkota suatu perkara pidana. Oleh karena itu dalam
membuat putusan hakim haruslah berhati-hati.
Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa hukuman yang di jatuhkan kepada para
terdakwa sudah tepat, meskipun jauh dari tujuan pemidanaan itu sendiri yaitu menimbulkan
rasa takut oleh orang lain untuk tidak melakukan kejahatan ataupun tindak pidana dan
menimbulkan rasa jerah bagi pelakunya yang tentunya juga berkaitan pada peningkatan
angka kriminalitas khususnya tindak pidana pemerasan dengan pengancaman atau pungutan
liar. Hal ini bukan tanpa alasan mengingat perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku sangat
merugikan orang lain dan tentunya sangat meresahkan masyarakat.
Namun pada dasarnya hakim mempunyai kebebasan dalam menjatuhkan putusan bagi
seseorang berdasarkan dari tuntutan jaksa, tetapi walaupun demikian hakim dalam
menjatuhkan putusan harus benar-benar mempertimbangkan segala aspek bahwa dalam
pemidanaan itu mempunyai efek pada psikologi orang yang mengalami suatu masalah
dengan setiap apa yang terjadi padanya.
Kejahatan merupakan masalah sosial yang untuk dihadapi yang dapat berakibat
langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi apabila
masalah kejahatan penanggulangannya tidak pernah diusahakan oleh berbagai pihak, maka
hal ini akan mengganggu kesinambungan hidup berbangsa dan bernegara.
Pemerasan merupakan suatu tindak pidana yang berkaitan dengan perlindungan
hukum terhadap barang dan harta benda seharusnya menjadi perhatian khusus dari para
aparat penegak hukum, tidak hanya bagaimana mengatasi dan menanggulangi maraknya
tindak pidana pemerasan. Tetapi hal yang sama pentingnya adalah bagaimana upaya-upaya
aparat penegak hukum melindungi kepentingan korban dan mensosialisasikan apa yang harus
dilakukan masyarakat agar dapat menghindari terjadinya tindak pidana pemerasan, serta
bagaiman peranan korban dalam mempermudah terjadinya tindak pidana tersebut8.
Sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas
Sapu Bersih Pungutan Liar maka dibentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar9.. Satgas
Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan
efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana,
baik yang berada di kementerian/ lembaga maupun pemerintah daerah10
.
Dalam menjalakan tugas tersebut, berdasarkan Perpres No. 87 Tahun 2016 Satgas
Saber Pungli memiliki kewenangan sebagai berikut11
:
a. Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar;
b. Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/ lembaga dan pihak
lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi;
c. Mengoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan operasi pemeberantasan
pungutan liar;
d. Melakukan operasi tangkap tangan;
8 Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Sumatera Utara,
19 Juli 2017 9 Saber Pungli: Langkah Serius Pemerintah Berantas Pungli, diakses dari:
http://www.kemenkumham.go.id/berita/951-press-release-saber-pungli-langkah-serius-pemerintah-berantas-
pungli diakses pada 27 Mei 2017 pukul 13.28 WIB.
10 Pasal 2 Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016
11 Pasal 3 Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016
e. Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/ lembaga serta kepala
pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungutan liar sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas unit Saber Pungli di
setiap instansi penyelenggara pelayanan publik kepada pimpinan kementerian/
lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan
g. Melaksanakan evaluasi kegiatan pemberantasan pungutan liar.
Terkait dengan kejahatan pemerasan yang terjadi di pelabuhan belawan maka Kompol
E.Hulu,SH (wawancara Penyidik Polda Sumut, 19 Juli 2017), mengatakan bahwa upaya-
upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara preventif
(pencegahan) dan represif (penindakan).
1) Upaya preventif ( pencegahan )
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Kompol E. Hulu, SH (wawancara 19 juli
2017) selaku Kanit 1 Subdit 1 Penyidik Polda Sumut, menegaskan bahwa langkah-langkah
preventif kepolisian melaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Melakukan penyuluhan kepada pengusaha serta para karyawan di Pelabuhan
Belawan agar tidak memberikan pungutan-pungutan diluar ketentuan yang
telah berlaku.
b. Mengadakan patroli di sekitar wilayah hukum Polda Sumut, di mana dari
masing-masing Polres bekerja berdasarkan wilayahnya masing-masing.
c. Penempatan anggota kepolisian di tempat-tempat yang memang di curigai
sebagai daerah yang rawan kejahatan seperti kejahatan pemerasan.
d. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat, dapat memberikan laporan kepada
pihak kepolisian apabila menjadi korban ataupun melihat terjadinya kejehatan
pemerasan.
2) Upaya Represif (penindakan)
Upaya represif merupakan upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang
ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Upaya ini dilakukan setelah terjadi kejahatan di
masyarakat, atau upaya-upaya yang merupakan tindak lanjut terhadap kejahatan yang terjadi.
Tujuan utamanya adalah agar seorang pelaku kejahatan pada umumnya dan kejahatan
pemerasan pada khususnya tidak lagi mengulangi perbuatannya.
Upaya represif ini merupakan upaya penanggulangan kejahatan kekerasan yang
terjadi. Upaya represif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejahatan dapat berupa :
a. Melakukan penangkapan terhadap para pelaku pemerasan.
b. Memberikan hukuman kepada para pelaku kejahatan pemerasan.
c. Memberikan penyuluhan hukum, agama, moral, dan etika.
d. Memberikan pembinaan dan latihan keterampilan sebagai modal agar mereka
bisa hidup.
Selain upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara selaku pihak
penegak hukum. Pelabuhan Indonesia I Medan (Pelindo I) selaku pihak yang menaungi
proses masuknya kapal, dibongkarnya muatan kapal ke tempat penimbunan sementara
sampai barang dikeluarkan dari tempat penimbunan juga mengupayakan agar tidak terjadi
lagi peristiwa pemerasan yang terjadi pada saat proses dwelling time di Pelabuhan Belawa.
Upaya yang dilakukan Pelindo I untuk mencegah terjadinya pemerasan di Pelabuhan
Belawan terkait proses dwelling time adalah dengan cara12
:
1. Mempertajam penyelidikan dengan sasaran pengurus koperasi dan
Perusahaan Bongkar Muat (PBM),
2. Membentuk satgas demurrage yang terdiri atas Tim Lidik Lapangan, Tim
Intelijen Keuangan (back-up oleh tim money loundry Mabes Polri), Tim
Survilance,
3. Mendirikan posko satgas yang memonitor khusus penyelidikan,
4. Melaksanakan patroli rutin guna memantau penyelidikan,
5. Melakukan penegakan hukum guna menciptakan deterence (efek jera),
6. Melakukan pembenahan secara sitematik terhadap peraturan serta
mekanisme dan SOP dalam hal pelayanan jasa kepelabuhan,
7. Penguatan fungsi otoritas pelabuhan sebagai regulator pelabuhan untuk
mencegah adanya deviasi dilingkungan pelabuhan ,
8. Peningkatan fungsi dan fasilitas pengawan pelabuhan berbasis IT (CCTV
terintegrasi / sistem online), dan
9. Revitalisasi pelayanan satu atap.
F. PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Pungutan liar termasuk dalam kategori kejahatan jabatan, dimana dalam konsep
kejahatan jabatan di jabarkan bahwa pejabat demi menguntungkan diri sendiri atau
orang lain, menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk
memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerma pembayaran, atau untuk
12
Hasil Penelitian Di Kantor Pelabuhan Indonesia I Medan.
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 368
KUHP yang menyatakan bahwa : “Barang siapa dengan maksud hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, memaksa orang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan sesuatu
barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri
kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan
piutang, dihukum karena memeras, dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan tahun”. Serta ketentuan lain yang terdapat dalam Pasal 423 KUHP dan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
2. Bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Medan dengan nomor perkara : No.
664/Pid.B/2017/PN-MDN terhadap para terdakwa yaitu Terdakwa I. Mafrizal,
Terdakwa II. Sabam P. Manalu dan Terdakwa III. Frans Holmes Sitanggang telah
terbukti secara sah dan meyakinkan Secara Bersama-Sama Melakukan Perbuatan
Tindak Pidana Berlanjut Berupa Pemerasan Dengan Ancaman Dan Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1)
KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta menghukum terdakwa dengan pidana penjara
masing-masing selama 1 (satu) tahun penjara dikurangi selama para terdakwa berada
didalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan, dan denda masing-masing sebesar
Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima Juta rupiah) Subsider 2 (dua) bulan kurungan.
3. Terkait dengan maraknya tindak pidana pemerasan/pungutan liar yang ada di
Indonesia khususnya yang terjadi di Pelabuhan Belawan maka diperlukan upaya-
upaya hukum untuk menanggulangi kejahatan tersebut sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku. Kepolisian selaku pihak yang berwenang dalam hal tugas
penyidikan melakukan beberapa upaya diantaranya :
a. Upaya Preventif
1. Melakukan penyuluhan kepada pengusaha serta para karyawan di Pelabuhan
Belawan agar tidak memberikan pungutan-pungutan diluar ketentuan yang
telah berlaku.
2. Mengadakan patroli di sekitar wilayah hukum Polda Sumut, di mana dari
masing-masing Polres bekerja berdasarkan wilayahnya masing-masing.
3. Penempatan anggota kepolisian di tempat-tempat yang memang di curigai
sebagai daerah yang rawan kejahatan seperti kejahatan pemerasan.
4. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat, dapat memberikan laporan kepada
pihak kepolisian apabila menjadi korban ataupun melihat terjadinya kejehatan
pemerasan.
b. Upaya Represif
1. Melakukan penangkapan terhadap para pelaku pemerasan.
2. Memberikan hukuman kepada para pelaku kejahatan pemerasan.
3. Memberikan penyuluhan hukum, agama, moral, dan etika.
4. Memberikan pembinaan dan latihan keterampilan sebagai modal agar mereka
bisa hidup.
Upaya yang dilakukan Pelindo I untuk mencegah terjadinya pemerasan di Pelabuhan
Belawan terkait proses dwelling time adalah dengan cara :
1. Mempertajam penyelidikan dengan sasaran pengurus koperasi dan
Perusahaan Bongkar Muat (PBM),
2. Membentuk satgas demurrage yang terdiri atas Tim Lidik Lapangan, Tim
Intelijen Keuangan (back-up oleh tim money loundry Mabes Polri), Tim
Survilance,
3. Mendirikan posko satgas yang memonitor khusus penyelidikan,
4. Melaksanakan patroli rutin guna memantau penyelidikan,
5. Melakukan penegakan hukum guna menciptakan deterence (efek jera),
6. Melakukan pembenahan secara sitematik terhadap peraturan serta
mekanisme dan SOP dalam hal pelayanan jasa kepelabuhan,
7. Penguatan fungsi otoritas pelabuhan sebagai regulator pelabuhan untuk
mencegah adanya deviasi dilingkungan pelabuhan ,
8. Peningkatan fungsi dan fasilitas pengawan pelabuhan berbasis IT (CCTV
terintegrasi / sistem online), dan
9. Revitalisasi pelayanan satu atap.
b. Saran
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa saran yang penulis usulkan berkaitan
dengan pemerasan/pungutan liar di Pelabuhan Belawan, antara lain :
1. Perlunya dibuat aturan hukum yang jelas mengenai Tindak pidana
Pemerasan/Pungutan Liar, melihat begitu banyaknya terjadi tindak pidana
pemerasan/pungutan liar di Indonesia khususnya Pelabuhan Belawan yang
dilakukan oleh Pejabat-pejabat publik yang memegang kekuasaan dan
pemerasan yang dilakukan bukan dalam skala kecil melainkan skala yang besar.
2. Hendaknya hakim dalam memutuskan perkara terlebih dahulu
mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan para pelaku dan
bersifat objektif, sehingga vonis yang dijatuhkan terhadap para pelaku
sebanding dengan perbuatan yang dilakukannya dan harus bersesuaian dengan
ketentuan yang ada di dalam undang-undang agar terwujudnya tujuan dari
pemidanaan itu sendiri yaitu menimbulkan rasa takut oleh orang lain untuk tidak
melakukan kejahatan ataupun tindak pidana dan menimbulkan rasa jerah bagi
pelakunya.
3. Diharapkan pemerintah dan masyarakat berperan aktif dalam menciptakan
suasana yang kondusif dalam masyarakat seperti memberikan penyuluhan
hukum dilingkungan masyarakat sebagai upaya preventif dengan membangun
kecerdasan spiritual serta meningkatkan kordinasi antara pihak-pihak yang
terkait dengan Polda Sumut dan masyarakat dalam hal ini membantu pihak
kepolisian dalam proses upaya penanggulangan kejahatan pemerasan.
Daftar Pustaka
Buku-Buku :
Abdulkadir Muhammad. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti:
Bandung
Abdulkadir Muhammad. (2010). Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti:
Bandung
Adami Chazawi. (2010). Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada:
Jakarta
E.Y Kanter dan S.R. Sianturi. (2012). Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan
Penerapannya, Storia Grafika: Jakarta
Elfrida Gultom. (2009). Hukum Pengangkutan Laut, Literata Lintas Media: Jakarta
H.M.N, Purwosutjipto. (1991). Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3:
Hukum Pengangkutan, Djambatan: Jakarta
Harrys pratama dan Usep Sepullah. (2016). Teori dan Praktik Hukum Acara Pidana
Khusus,Pustaka Setia: Bandung
Jay S. Albanese. (2016). Kejahatan Terorganisasi (Organized Crime) Akar dan
Perkembangannya, Prenada Media Group: Jakarta
Kristian dan Yopi Gunawan. (2015). Tindak Pidana Korupsi : Kajian Terhadap
Harmonisasi antara Hukum Nasional dan The United Nations Convention Against
Corruption (UNCAC),Refika Aditama: Bandung
Moeljatno. (1983). Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum
Pidana, Bina Aksara, jakarta
Muladi. (1985). Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni: Bandung
Muladi, Dwidja Priyatno. (2010). Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum
Pidana, Kencana: Jakarta,
Kitab-Kitab :
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. (1991) Balai Pustaka: Jakarta
Kitab Undang-undang Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Penjelasan Palas 31 RUU KUHP 1999-2000
Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan
Liar
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Internet :
Dokumentasi Bea Cukai Belawan. Diakses pada Tanggal 11 Februari 2017 pukul
21.09 WIB.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Pelabuhan_Belawan. Diakses pada Tanggal 11Februari
2017 pukul 20.45 WIB
http://m.hukumonline.com/berita/baca/bahasa-hukum-tindak-pidana-pemerasan.
Diakses pada Tanggal 14 Mei 2017 pukul 21.55 WIB
http://digilib.unila.ac.id/20103/11/new%20BAB%20IV%20HEndrY.pdf (diakses
pada tanggal 25 Juli 2017 pukul 20.15)
m.viva.co.id/berita/nasional/830756-dua-tersangka-dwelling-time-di-belawan-dibekuk
(diakses pada tanggal 25 Maret 2017 pada pukul 16.05 WIB)
Nasional.kompas.com/read/2016/09/13/12304531/jokowi.marah.dwell.time.pelabuhan.belawa
n.masih.7.hingga.8.hari, (diakses pada tanggal 25 maret 2017, Pukul 15.45 WIB)
Saber Pungli: Langkah Serius Pemerintah Berantas Pungli, diakses dari:
http://www.kemenkumham.go.id/berita/951-press-release-saber-pungli-langkah-
serius-pemerintah-berantas-pungli diakses pada 27 Mei 2017 pukul 13.28 WIB.