Pertama Sekolah, Kok Nangis?

Post on 17-Dec-2014

703 views 7 download

description

 

Transcript of Pertama Sekolah, Kok Nangis?

pertama sekolah, kok nangis?

pertama sekolah, kok nangis?

words: tari sandjojo

Wajar jika anak menangis saat pertama masuk sekolah.

Kita juga deg-degan saat akan masuk ke lingkungan baru.

Namanya juga pertama kali, pasti anak butuh disiapkan. Sekalipun sudah disiapkan,

tetap perlu waktu untuk adaptasi.

Apalagi jika selama ini anak hanya di rumah bersama orangtua dan nanny.

Begitu masuk kelas yang ramai, pasti deg-degan.

Lamanya adaptasi beragam bagi setiap anak, tergantung kesiapan, karakter,

dan kerja sama orangtua dengan sekolah.

Sekolah menjadi tantangan bagi anak karena situasinya dinamis.

Sementara, situasi di rumah cenderung stabil. Orangtua punya kontrol penuh,

kebutuhan anak hampir selalu terpenuhi, tidak ada konflik.

Di dalam kelas, anak berinteraksi dengan belasan anak lain seusianya dengan kebutuhan sama.

Bicara pun masih belajar, apalagi mengatasi konflik dengan teman baru.

Belum lagi mengatasi perpisahan dengan orangtua.

Terbayang kan tantangannya untuk anak?

Ada juga situasi unik. Awalnya tidak ada masalah adaptasi,

lalu sebulan kemudian baru menangis. Mungkin anak baru menemui konfliknya di kelas.

Biasanya, sebelum usia 2 tahun, anak masih butuh pendampingan.

Ini tergantung usia anak, kesiapannya, dan kesepakatan dengan guru.

Setelah usia 2 tahun, anak lebih siap dan mandiri. Namun, untuk bisa berada di kelas

tanpa pendampingan, perlu tahapan.

Setelah lancar melalui tahapan ‘perpisahan’, jika anak kemudian menangis, orangtua boleh lebih tega dan mempercayakan kepada guru.

Rasa percaya pada sekolah atau guru ini penting. Jika orangtua percaya,

orangtua akan lebih tenang dan tentu anak akan santai. Perhatikan bagaimana proses persiapannya.

Setiap anak itu unik, jadi pasti memerlukan penanganan yang unik juga.

Bagaimana jika anak ‘mogok’ sekolah? Biasanya kita tergoda untuk memaksa.

Toh selama ini tidak ada masalah.

Jika anak ‘mogok’, pertama-tama orangtua harus berdiskusi dengan guru.

Yang harus dibahas dengan guru: Apa yang terjadi di dalam kelas sebelumnya?

Atau, bagaimana anak saat menjalani kegiatan kelas. Mungkin guru perlu home visit.

Tanyakan saja pada anak, kenapa dia tidak mau sekolah. Kadang jawaban pertamanya

adalah isu sebenarnya.

Lebih baik membiarkan anak bolos daripada kita bohongi supaya mau sekolah.

Anak akan kehilangan kepercayaan. Pada akhirnya, kita mau anak menikmati masa sekolah, kan?

Paling baik jika anak sudah tahu sekolahnya yang mana, kelasnya seperti apa,

gurunya yang mana.

Sekolah yang mementingkan kesiapan muridnya, pasti akan memberi kesempatan interaksi

sebelum sekolah dimulai.

Kesempatan ini bisa berupa class visit, bahkan home visit atau playdate dengan guru

agar anak bisa menyesuaikan diri secara bertahap.

Orangtua juga sebaiknya proaktif mengajak anak orientasi ke sekolah untuk bermain dulu,

sebelum bersekolah.

Orientasi ini penting, karena anak menjadi tahu ke mana

jika ingin menelepon orangtua atau mencari nanny.

Tapi, lebih penting lagi, dengarkan kebutuhan anak. Jika ia minta ditemani dulu, sebaiknya kita penuhi.

Sekali lagi, sekolah yang mementingkan kesiapan muridnya, pasti memperbolehkan orangtua menemani anak

di hari atau bahkan di minggu pertama.

Periode ‘menemani’ ini cukup penting. Sering kita tergoda untuk mengambil langkah cepat,

misal, buru-buru atau tidak pamit saat meninggalkan anak, padahal sudah berjanji untuk menemani.

Atau langsung mengambil alih anak dari gurunya saat dia menangis,

atau membohonginya saat anak menolak sekolah.

Hasilnya anak menjadi tidak percaya dan makin tidak suka sekolah.

Ikuti saja dan jalani kesepakatan dengan anak.

Jika anak sudah percaya dan nyaman, barulah pelan-pelan ditinggal.

Ini akan membantu kesiapan anak.

Jika murid siap, guru juga jadi lebih bisa menjalankan perannya dengan baik.

Selalu ingat bahwa tujuan akhirnya adalah agar anak senang sekolah.

Jadi, keputusan yang diambil harus dipertimbangkan efek jangka panjangnya

Ingat bahwa semua orang perlu adaptasi dalam situasi baru.

Jadi, tarik napas panjang dan bersabar. Pada akhirnya, anak pasti akan bisa mengatasi emosinya dan

beradaptasi dengan baik.