Post on 03-Mar-2020
iPerencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
PERENCANAAN, PENGEMBANGAN, DAN SAFETY LABORATORIUM IPA
ii iiiSisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Sisunandar, Ph.D
PERENCANAAN, PENGEMBANGAN, DAN SAFETY LABORATORIUM IPA
iv vSisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Pengantar Penulis
Laboratorium merupakan salah satu fasilitas utama di
sekolah atau universitas dimana seluruh siswa melakukan
aktivitasnya guna memecahkan suatu masalah atau sekedar
mengulangi eksperimen yang pernah dilakukan orang dengan
menggunakan pendekatan saintifik. Dengan adanya fasilitas
tersebut maka sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi
siswa. Salah satu laboratorium yang sangat penting dimiliki dan
dikembangkan oleh sekolah adalah laborartorium IPA (sains).
Namun demikian, pengembangan dan pengelolaan labora-
torium IPA di Indonesia masih sangat terbatas. Meskipun hampir
semua sekolah menengah di Indonesia telah memiliki laboratorium
IPA tetapi peralatan yang dimiliki masih terbatas, bahkan mayoritas
peralatan masih ketinggalan jaman. Hal yang menggembirakan
saat ini adalah mulai adanya kesadaran dari para guru IPA
untuk menggunakan laboratorium, sebagai sarana pembelajaran,
namun kegiatan yang dilakukan di dalam laboratorium masih
sangat terbatas dalam mengembangkan kemampuan analisis
dan pemecahan masalah bagi siswa. Lebih-lebih masih banyak
ditemukan anggapan laboratorium adalah fasilitas pelengkap di
sekolah sehingga jika ada kegiatan seperti pertemuan guru, seminar
PERENCANAAN, PENGEMBANGAN, DANSAFETY LABORATORIUM IPA
Penulis
Sisunandar, Ph.D
Editor
Arifin Suryo Nugroho
Desain Cover
Marjeck
Tata Aksara
Dimaswids
Cetakan I: November 2015
Penerbit
PUSTAKA PELAJARCeleban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167
Telp. 0274 381542, Faks. 0274 383083
E-mail: pustakapelajar@yahoo.com
Bekerja sama dengan
UM Purwokerto Press
ISBN:
vi viiSisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
bahkan acara makan-makan masih dilakukan di laboratorium. Hal
tersebut dapat menimbulkan dampak kesehatan dan keselamatan
kerja yang kurang baik bagi orang yang melakukannya.
Kesehatan dan keselamatan kerjadi laboratorium (safety lab)
menjadi hal dasar yang HARUS diperhatikan sebelum seseorang
masuk dan melakukan kegiatan di laboratorium. Peraturan di
laboratorium yang otoriter dan berbunyi HARUS dan TIDAK
PERNAH juga wajib disosialisasikan dengan baik kepada pihak
pengguna. Pemahaman yang bagus tentang kesehatan dan
keselamatan kerja oleh para kepala laboratorium juga sangat di-
butuhkan dalam menegakkan aturan dan memastikan para
pengguna bisa bekerja dengan aman dan selamat.
Buku ini menguraikan secara detail perencanaan dan
pengembangan laboratorium IPA, desain laboratorium, pedoman
safety dengan bahan kimia, bahan biologi maupun fire safety. Semoga
buku ini bisa dimanfaatkan oleh para pengelola laboratorium IPA,
para siswa maupun mahasiswa yang akan bekerja di laboratorium
IPA maupun para pengguna laboratorium IPA pada umumnya.
Penulis menghaturkan terima kasih kepada seluruh jajaran
pimpinan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Rektor dan
para Wakil Rektor, Dekan FKIP, Ketua Program Studi Pendidikan
Biologi, dan Penerbit Pustaka Pelajar bekerja sama dengan UM
Purwokerto Press yang telah menerbitkan naskah buku ini.
Purwokerto, Oktober 2015
Sisunandar
Daftar Isi
Pengantar Penulis
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN LABORATORIUM IPA
A. Pendahuluan
B. Peran Laboratorium dalam Pengajaran IPA
C. Persepsi Guru terhadap Peranan Laboratorium dalam
Pengajaran IPA
D. Arah pengembangan Laboratorium IPA Abad 21
BAB II DESAIN LABORATORIUM IPA
A. Pendahuluan
B. Standar Laboratorium Sains
C. Standar Ruang Persiapan (Preparation Room)D. Perabotan dan Peralatan Laboratorium
BAB III PEDOMAN UMUM SAFETY DI LABORATORIUM
A. Pendahuluan
B. Peraturan Umum Keselamatan Kerja di Laboratorium
1. Makan, Minum dan Merokok .. 23
viii ixSisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
2. Alat Pelindung Diri (Personal Protection Equipments /PPE)
BAB IV BEKERJA DENGAN BAHAN KIMIA
A. Pendahuluan
B. Safety dengan Bahan Kimia
1. Cara Bahan Kimia Masuk ke dalam Tubuh
2. Cara Bekerja dengan Bahan Kimia secara Aman
3. Cara Penyimpanan Bahan Kimia
a. Symbol Bahan Kimia
b. Lokasi Penyimpanan
C. Material Safety Data Sheets (MSDS) atau Lembar Data
Keselamatan Bahan
D. Prosedur Penanganan Limbah
BAB V BEKERJA DENGAN BAHAN BIOLOGI
A. Pendahuluan
B. Klasifikasi laboratorium yang Bekerja dengan Bahan
Biologi
1. Laboratorium Level 1 - Biosafety Dasar
2. Laboratorium Level 2 - Biosafety Dasar
3. Laboratorium Level 3 - Biosafety Khusus
4. Laboratorium Level 4 - Biosafety Maksimum
BAB VI FIRE SAFETY
A. Sumber Api
B. Penyimpanan Bahan Kimia Mudah Terbakar
C. Aturan Keselamatan Kerja
D. Alat Pemadam Kebakaran
E. Prosedur Penyelamatan
BAB VII PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
DAFTAR TABEL
4.1 Jenis bahan yang disimpan di ruang terbuka dan ketentuan
maksimum untuk setiap bahan bagi setiap ruang laboratorium
berukuran 50 m2 (OHS The University of Queensland,
2010).
6.1 Tanda dan klasifikasi api berdasarkan British Standard(The
University of Cambridge London Fire Officer, 2011)
x xiSisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
DAFTAR GAMBAR
2.1 Denah laboratorium Fisika yang banyak digunakan di Hong
Kong (Education Department, 1995)
2.2 Denah laboratorium kimia yang banyak digunakan di Hong
Kong (Education Department, 1995)
2.3 Denah laboratorium biologi yang banyak digunakan di Hong
Kong (Education Department, 1995)
2.4 Denah laboratorium sains yang direkomendasikan oleh
asosiasi guru sains nasional untuk digunakan di sekolah
menengah di USA (Biehle et al., 1999)
2.5 Denah laboratorium yang dapat digunakan oleh guru untuk
melakukan demonstrasi ataupun praktikum berkelompok di
USA (National Research Council, 2006)
2.6 Denah laboratorium yang banyak digunakan di sekolah
menengah di Inggris (Piggott, 2011)
2.7 Semua udara yang masuk ke dalam laboratorium harus
sebanding dengan semua udara yang keluar dari laboratoium
(TSI Incorporated, 2010)
2.8 Ruang persiapan yang juga berfungsi sebagai ruang
penyimpanan yang diletakkan di antara dua laboratorium
sehingga memudahkan akses ke dalam ruang persiapan (Motz
et al., 2007).
2.9 Beberapa model desain ruang persiapan dan penyimpanan
serta tata letak perabot yang dibutuhkan di dalam ruang
persiapan (Piggott, 2010)..
2.10 Jarak aman bagi siswa untuk beraktivitas. Ukuran dalam
milimeter (Piggott, 2011)
2.11 Tata letak meja dan kursi yang kurang bagus (atas) dan tata
letak yang direkomendasikan untuk memudahkan guru
mengawasi aktivitas seluruh siswa (Piggott, 2011)..
2.12 Diagram tampak muka lemari asam (Education Department,
1995) dan gambar lemari asam yang umum digunakan
laboratorium IPA (Piggott, 2011)
3.1 Tanda dilarang merokok, makan dan minum selama berada
di dalam laboratorium yang harus tertempel di ruang
laboratorium..
3.2 Jas lab dan sepatu tertutup harus selalu digunakan jika berada
di dalam ruangan laboratorium (Laboratory and Chemical
Safety Committee, 2012)..
3.3 Kaca mata pengaman (safety glasses; kiri), goggles (tengah)
dan face shields (kanan) merupakan pelindung mata dengan
proteksi yang khusus (Laboratory and Chemical Safety
Committee, 2012)..
3.4 Beberapa jenis sarung tangan yang sering digunakan di
laboratorium seperti disposable latex gloves, disposable
nitrile gloves, nitrile gloves, autoclave gloves dan cryogenic
gloves (searah jarum jam; Laboratory and Chemical Safety
Committee, 2012).
3.5 Masker bedah yang umum digunakan untuk melindungi
pernafasan dari mikroorganisme (kiri), N-95 yang dapat
digunakan untuk melindungi pernafasan dari debu dan
mikroorganisme (tengah) serta air purifying respirator yang
dapat digunakan untuk melindungi pernafasan dari berbagai
partikel, gas maupun uap (kanan; Laboratory and Chemical
Safety Committee, 2012)
xii xiiiSisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
4.1 Symbol bahan kimia dari NFPA (kiri) dan symbol dari HMIS
(kanan) (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
4.2 Symbol bahan kimia dari Eropean Union. Dari kiri ke kanan
: korosif; mudah terbakar; oksidatif; mudah meledak (atas):
berbahaya; iritan; beracun; toksik bagi lingkungan (bawah)
(Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
4.3 Symbol bahan kimia dari pemerintah Canada. Dari kiri ke
kanan, tabung gas dan aerosol; Mudah terbakar; oksidatif;
sangat beracun (atas). Beracun; biohazard; korosif; reaktif
(Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
4.4 Simbol yang diusulkan oleh United Nations untuk dipakai
secara global oleh seluruh perusahaan kimia. Dari kiri ke
kanan: mudah terbakar; berbahaya; oksidatif; beracun terhadap
lingkungan; korosif; tabung gas; mudah meledak; berbahaya
bagi kesehatan manusia; sangat beracun (Laboratory and
Chemical Safety Committee, 2012)
4.5 Kompatibilitas penyimpanan bahan kimia. Bahan kimia
kelompok tertentu tidak boleh disimpan ditempat yang
sama dengan kelompok bahan kimia yang tidak kompatibel.
(OHS The University of Queensland, 2010). S1: dipisahkan
dengan jarak 3 m atau lebih dengan ventilasi yang baik. S2:
Dipisahkan dengan jarak 5 m atau lebih; S3: dipisahkanjarak
3 m untukPGIII atau 5m untuk PG II. S4:Harus ditempatkan
diruang terpisah. A dan B: umumnya kompatible tetapi harus
dicek MSDS untuk memastikannya;C. harus dipisahkan
minimal 3 (lebih lanjut lihat http://education.qld.gov.au/
health/pdfs/healthsafety/guideline-managing-chemicals.pdf)
4.6 Tanda dilarang menyimpan bahan yang mudah terbakar atau
makanan dan minuman yang harus ditempel dipintu kulkas
4.7 Tanda yang harus tertera pada bahan yang bersifat racun atau
karsinogen
4.8 Contoh MSDS bahan kimia 2,4-dichlorophenoxy acetic acid
(2,4-D), salah satu zat pengatur tumbuh auksin yang banyak
digunakan di laboratorium
4.9 Contoh lembar data keselamatan bahan dalam bahasa
Indonesia
5.1 Symbol biohazard yang harus ditempel didepan pintu
laboratorium yang bekerja dengan makluk hidup
5.2 Model laboratorium biosfatey level 1 (WHO, 2004)
5.3 Model laboratorium biosfatey level 2 yang menyediakan
autoklaf di luar laboratorium (WHO, 2004)
5.4 Model laboratorium biosafety level 3 yang memiliki double
pintu, autoklaf yang tersedia di dalam laboratorium serta
udara dengan aliran ke arah dalam laboratirum (WHO, 2004)
6.1 Symbol bahan cair mudah terbakar, bahan padat mudah
terbakar, dapat terbakar secara spontan dan bahan yang dapat
terbakar jika kontak dengan air
6.2 Aplikasi tabung pemadam kebakaran sangat tergantung
dari bahan sumber kebakaran (The University of Cambridge
London Fire Officer, 2011)
xiv 1Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Bab I
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN LABORATORIUM IPA
A. Pendahuluan
Sains adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena alam
berdasarkan observasi dan eksperimen secara ilmiah. Hampir
semua orang percaya bahwa laboratorium memiliki peran
yang sangat penting dalam pendidikan sains. Di dalam laboratorium,
siswa dapat melakukan kegiatan penelitian, pengamatan dan
berbagai aktivitas lainnya sehingga pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran menjadi lebih baik. Oleh karena itu di dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 19 tahun 2005
tentang Standar Pendidikan Nasional pasal 42 ayat 2 mewajibkan
setiap sekolah untuk memiliki laboratorium guna menun jang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Bunyi pasal tersebut
adalah:
“(2) Setiap satuan pendidikan wajid memiliki sarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuanpendidikan,
ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat
2 3Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, danruang/
tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pem-
belajaran yang teratur dan berkelanjutan”.
Disamping sekolah wajib memiliki laboratorium, Sekolah juga
diwajibkan untuk memiliki peralatan dengan jenis dan jumlah yang
sesuai dengan rasio jumlah siswa. Dalam PP No.19 tahun 2005 pasar
43 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa:
“(1) Standar keragaman jenis peralatan laboratorium ilmu
pengetahuan alam (IPA), laboratorium bahasa, laboratorium
komputer, dan peralatan pembelajaran lain pada satuan
pendidikandinyatakan dalam daftar yang berisi jenis minimal
peralatan yang harus tersedia. (2) standar jumlah peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalama rasio
minimal jumlahperalatan per peserta didik”.
Meskipun pemerintah, sekolah maupun pendidik menyadari
betapa pentingnya peranan laboratorium dalam menunjang pen-
didikan, namun kondisi laboratorium di banyak sekolah masih
memprihatinkan. Hasil penelitian di salah satu kota di Indonesia
menunjukkan bahwa dukungan semua pihak untuk mengem-
bangkan laboratorium sebagai sarana pembelajaran masih
sangat kurang sehingga sekolah memiliki keterbatasan peralatan
(Sumintono et al., 2010). Disamping masih ditemukan sebagian
sekolah yang tidak memiliki sarana laboratorium sehingga tidak
mematuhi peraturan pemerintah tersebut juga masih banyak
sekolah yang telah memiliki laboratorium namun pemanfaatannya
masih sangat minim (www.neraca.co.id, 24 september 2012).
Ada juga yang melaporkan bahwa meskipun sekolah memiliki
laboratorium tetapi tidak digunakan untuk kegiatan pengajaran IPA
(Sumintono et al., 2010). Meskipun banyak juga sekolah yang telah
memanfaatkan laboratorium sebagai tempat pembelajaran namun
apakah pemanfaatan tersebut telah efektif untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran juga masih jarang
untuk dievaluasi (Russel and Weaver, 2008).
B. Peran Laboratorium dalam Pengajaran IPA
Di dalam Pengajaran IPA materi pembelajaran dapat diungkap-
kan melalui pengajaran tentang fakta, teori maupun prinsip tentang
hukum alam (Sumintono et al., 2010). Pengajaran ini umumnya
dilakukan dengan cara siswa mempelajari buku teks di kelas secara
klasikal. Pengajaran model ini merupakan kecenderungan umum
kurikulum sains di Negara berkembang termasuk Indonesia.
Dalam model yang umum diterapkan di negara maju, peng-
ajaran sains dilakukan melalui pengembangan kemampuan siswa
dalam memecahkan maalah sains melalui metode ilmiah. Kegiatan
pengajaran umumnya dilakukan di laboratorium dengan melibatkan
peralatan dan bahan yang dibutuhkan. Kegiatan praktikum di
laboratorium telah dibuktikan mampu meningkatkan sikap kritis,
ketrampilan proses sains maupun sikap ilmiah siswa.
Istilah laboratorium sekolah (lab) dan praktikum sering
digunakan dalam pendidikan, namun definisi yang tepat masih
jarang ditemukan. Pada umumnya lab atau praktikum didefinisikan
sebagai suatu aktivitas secara luas tentang kegiatan siswa berinteraksi
dan suatu bahan untuk mengobservasi dan memahami fenomena
alam (Hofstein and Mamlok-Naaman, 2007). Sudah bertahun-tahun
para pelaku pendidikan percaya bahwa sains tidak dapat berarti
apa-apa tanpa adanya kegiatan praktikum di laboratorium sekolah.
Banyak kegiatan di laboratorium dirancang untuk dilakukan
secara individu, sementara kegiatan lain dirancang untuk dilakukan
secara berkelompok dalam group yang kecil ataupun dalam group
yang besar melalui demonstrasi.
Peranan guru dalam melakukan kegaitan laboratorium juga
bervariasi mulai dari kegiatan yang berorientasi kepada guru
ataupun kegiatan yang terbuka dan berorientasi kepada sisiwa. Oleh
karena itu berdasarkan orientasi dan tingkat kesulitannya, kegiatan
praktikum di laboratorium biasa dibagi menjadi 4 level, yaitu
4 5Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Level 0: permasalahan, metode pemecahan masalah dan cara
menginterpretasikan kegiatan praktikum telah diberikan
dengan jelas di buku petunjuk praktikum ataupun buku
teks. Dalam hal ini siswa hanya melakukan observasi atau
pengalaman terhadap suatu fenomena. Pada level ini siswa
juga dapat belajar menguasai teknik tertentu
Level 1: Petunjuk praktikum mengungkapkan permasalahan dan
cara kerja sedangkan cara menginterprestasikan hasil tidak
diberikan sehingga siswa dapat menemukan hubungan
suatu fenomena yang tidak diketahui sebelumnya dari
buku teks
Level 2: Petunjuk praktikum hanya mengungkapkan problem yang
ingin dipecahkan, sedangkan metode dan pemecahan
masalah dibiarkan terbuka sehingga memacu siswa men-
jadi lebih kreatif
Level 3: Siswa hanya dikonfrontasikan dengan suatu fenomena ,
tetapi problem, metode dan pemecahan masalahnya tidak
diberikan.
Tentu saja kegiatan pada level 0 dan 1 akan memberikan
pengalaman yang lebih banyak kepada siswa dibandingkan dengan
level 2 dan 3, namun sisiwa perlu memiliki kemampuan untuk
bertanya dan mengembangkan rencana penelitian sehingga kegiat-
an praktikum sangat diharapkan mulai ditingkatkan dari level
0 sampai level 3 secara bertahap. Oleh karena itu pengembangan
kegiatan pembelajaran laboratorium harus dilakukan secara ber-
tingkat sesuai dengan kemampuan siswa. Dengan demikian ke-
giatan laboratorium akan memberikan makna yang lebih dalam
bagi siswa dibandingkan pembelajaran yang hanya mementingkan
hafalan fakta dan teori.
Meskipun banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
kegiatan laboratorium dapat meningkatkan pemahaman siswa ter-
hadap sains, memberi pengalaman praktis maupun sikap ilmiah
bagi para siswa (Hofstein and Mamlok-Naaman, 2007; Kipniz and
Hofstein, 2007; Russel and Weaver, 2008; Singer et al., 2006), namun
beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa kegiatan praktikum
kurang produktif dan membingungkan karena sering dilakukan
tanpa pemikiran matang tentang tujuan dari kegiatan tersebut
(Hofstein and Mamlok-Naaman, 2007). Oleh karena itu agar kegiatan
laboratorium menjadi lebih bermakna maka sangat disarankan
agar siswa diberi keleluasaan dalam memanipulasi alat dan bahan
(level 2 dan 3) agar dapat membantu pengetahuan mereka dalam
memahami konsep sains (Hofstein and Mamlok-Naaman, 2007).
C. Persepsi Guru terhadap Peranan Laboratorium dalam Pengajaran IPA
Meskipun hampir seluruh guru percaya bahwa laboratorium
memiliki peran yang sangat penting dalam pengajaran IPA. Hasil
penelitian Sumintono et al., 2010, menunjukkan bahwa hampir
seluruh guru (97%) percaya bahwa praktek laboratorium merupakan
bagian dari pelajaran IPA. Hampir seluruh guru percaya bahwa
dengan praktikum siswa mampu menemukan fakta dan prinsip
dalam sains, mampu memecahkan masalah, membantu siswa
berpikir kritis serta mampu meningkatkan kemampuan kerjasama
antar siswa.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan praktikum di laboratorium
masih memiliki banyak kendala. Hampir 75% dari guru hanya
melakukan praktikum kurang dari 5 kali setiap semesternya. Hampir
60% guru menyatakan bahwa peralatan dan bahan praktikum
merupakan kendala utama dalam pelaksanaan kegiatan, meskipun
sebagian guru (19%) menyatakan ruangan laboratorium yang
terbatas dan 12% guru menyatakan tidak adanya laboran menjadi
kendala utama (Sumintono et al., 2010).
Praktikum di laboratorium juga dapat menjadi kurang efektif
karena kemampuan guru dalam mengelola kegiatan praktikum
masih rendah. Hal ini terbukti dengan adanya guru yang menya-
takan bahwa hasil praktikum yang gagal (24 %) ataupun kelas
6 7Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
tidak terkendali (39%). Bahkan, evaluasi kegiatan praktikum hanya
dilakukan dengan melihat laporan hasil praktikum (40%) maupun
test tertulis (22%; Sumintono et al., 2010).
D. Arah Pengembangan Laboratorium IPA Abad 21
Hampir semua pendidik percaya bahwa laboratorium me-
rupakan sarana utama dalam meningkatkan pemahaman siswa.
Bahkan di US, laboratorium telah dikenalkan kepada siswa sejak
tingkat taman kanak-kanak (preschool) dengan tujuan memberi
kesempatan kepada seluruh siswa agar terbiasa dengan dan
benda-benda di lingkungan sekitar (National_Science_Teachers_
Assosiation, 2007). Pada level yang lebih tinggi (sekolah dasar), para
siswa sudah mulai diperkenalkan untuk melakukan penelitian,
bertanya, menganalisis hasil penelitian, berdebat tentang bukti-bukti
yang ditemukan, membangun pengertian tentang konsep science
dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tingkatan
sekolah menengah, kegiatan di laboratorium dilakukan setiap
minggu , mengumpulkan data setiap minggu dan mempresentasikan
hasilnya (National_Science_Teachers_Assosiation, 2007).
Di dalam memasuki abad 21, pengajaran IPA harus di
Indonesia harus lebih memfokuskan kegiatan kepada para peserta
didik dan bukan pada guru dan focus pada pengetahuan dan bukan
hafalan. Kegiatan laboratorium harus berorientasi ke masa depan
sehingga kegiatan laboratorium harus memiliki tujuan mampu
mendukung melahirkan generasi peneliti dan teknisi yang handal di
masa depan. Kegiatan laboratorium tersebut harus bertujuan untuk:
1. meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai
bahan ajar
2. mengembangkan pemikiran dengan alasan yang
rasional dan ilmiah
3. memahami kompleksitas suatu fenomena
4. mengembangkan ketampilan praktis
5. memahami sains
6. merangsang siswa untuk tertarik dalam bidang sains
7. mengembangkan kemampuan bekerja kelompok.
Kegiatan laboratorium yang mampu mencapai tujuan-tujuan
tersebut membutuhkan kesiapan tenaga pendidik dan sekolah untuk
menyediakan kegiatan praktikum yang mumpuni. Hal ini hanya
dapat dilakukan jika suatu sekolah telah mapan dengan tenaga
pendidik yang terlatih. Akan tetapi jika kondisi suatu Negara atau
sekolah tidak memungkinkan memiliki laboratorium yang ideal,
maka alternatif –alternatif untuk melakukan kerja di laboratorium
dapat diganti tanpa harus meninggalkan kegiatan eksplorasi dengan
hal-hal sebagai berikut:
1. Guru melakukan demonstrasi suatu percobaan
dan merekam nya. Kemudian video tersebut dapat
ditunjukkan kepada siswa pada waktu yang tepat. Pada
saat ini siswa lebih menyukai menonton video dari pada
melakukan pekerjaan penelitian sendiri. Meskipun
teknik ini memerlukan banyak biaya pada awalnya,
namun investasi tersebut hanya dilakukan sekali dan
dapat digunakan berkalikali tanpa harus mengeluarkan
biaya kembali.
2. Beberapa kegiatan laboratorium tidak mungkin
dilakukan karena biayanya yang mahal dan waktu
yang lama misalnya dalam bidang rekayasa genetika,
tidak memungkinkan misal nya struktur dan anatomi
manusia, berbahaya misalnya meng gunakan asam atau
basa kuat dll., maka kegiatan laboratorium dapat diganti
dengan simulasi komputer. Yang perlu dilakukan oleh
sekolah hanya membeli software dan menggunakannya
bersama-sama dengan siswa sehingga siswa memiliki
pemahaman yang lebih baik tanpa harus mengeluarkan
biaya yang besar.
3. Beberapa website juga menyediakan laboratorium
virtual yang bisa diakses secara gratis sehingga para
8 9Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
pendidik dan siswa dapat melakukan kegiatan secara
bersama-sama. Website tersebut antara lain: http://
learn.genetics.utah.edu; www.khanacademy.org atapun
http://ocw.mit.edu/courses/.
Bab II
DESAIN LABORATORIUM IPA
A. Pendahuluan
Hampir semua pelaku pendidikan percaya bahwa untuk
belajar sains, siswa membutuhkan pengalaman melakukan kegiatan
penelitian dan pengamatan secara langsung. Dengan melakukan
aktivitas tersebut maka pemahaman siswa terhadap sains menjadi
lebih baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua
guru IPA di Indonesia percaya bahwa praktikum di laboratorium
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelajaran
sains (Sumintono et al., 2010). Oleh karena itu di dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 19 tahun 2005 tentang
Standar Pendidikan Nasional pasal 42 ayat 2 mewajibkan setiap
sekolah untuk memiliki laboratorium guna menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Hasil survey yang dilakukan di Kabupaten Purbalingga Jawa
Tengah menunjukkan bahwa hampir semua sekolah mene ngah
pertama maupun sekolah menengah atas telah memiliki labora-
torium sains. Namun laboratorium yang ada masih banyak yang
belum sesuai dengan kebutuhan. Hampir seluruh guru IPA di
sekolah menyatakan bahwa kondisi laboratorium mereka masih
perlu diperbaiki guna meningkatkan kualitas layanan kepada para
siswa. Jumlah peralatan dan bahan praktikum juga masih kurang
10 11Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
sehingga sedikit mengganggu jalannya praktikum yang mereka
selenggarakan hanya 2 – 5 kali setiap semesternya.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan
laboratorium sebagai sumber belajar sains bagi para siswa adalah
laboratorium sekolah yang dibangun kurang memperhatikan
desain laboratorium yang baik. Laboratorium adalah investasi
yang mahal dan diharapkan bisa difungsikan untuk jangka waktu
yang sangat lama. Desain laboratorium yang kurang baik akan
berpengaruh terhadap kurang baik terhadap aktivitas guru, laboran
maupun para siswa yang bekerja di laboratorium (Piggott, 2011).
Oleh karena itu komunikasi yang baik antara arsitek bangunan,
desiner laboratorium, pengembang dengan guru sains dan para
laboran merupakan hal yang sangat penting dalam membangun
sebuah laboratorium dengan standar tinggi untuk pendidikan dan
pengajaran.
Kendala lain yang dihadapi adalah belum adanya standar
laboratorium yang ditetapkan secara nasional yang bisa dijadikan
acuan bagi sekolah apabila akan memperbaiki kondisi laboratorium
ataupun membangun laboratorium yang baru. Buku ini bukan
merupakan dokumen keputusan pemerintah tentang desain standar
laboratorium sekolah, namun isi dari buku ini dapat digunakan
sebagai referensi apabila sekolah akan membangun atau merenovasi
laboratorium agar menjadi lebih optimal dalam memberi layanan
bagi para siswa.
B. Standar Laboratorium Sains
Desain suatu laboratorium harus memenuhi tiga sayarat,
yaitu kesehatan dan keamanan kerja, rasa nyaman dan efisien
energi (TSI Incorporated, 2010). Laboratorium harus didesain
untuk memenuhi keamanan dan kesehatan kerja bagi orang-orang
yang bekerja di laboratorium tersebut. Banyak bahan-bahan kimia
atau bahan bahan biologi yang berbahaya dan digunakan dalam
kegiatan laboratorium. Oleh karena itu keamanan dan keselamatan
kerja harus menjadi prioritas utama. Kenyamanan laboratorium
juga harus menjadi perhatian karena laboratorium yang pengap
dan panas karena kurang udara juga dapat mengganggu kesehatan
para pekerja disamping tidak membuat betah para pekerja. Oleh
karena itu laboratorium harus memiliki ventilasi yang baik sehingga
membuat para pekerja menjadi nyaman.
Standar laboratorium berikut dapat digunakan sebagai
referensi dalam mendesain laboratorium sains.
1. Ukuran dan Lokasi
Ruangan laboratorium sebaiknya berbentuk persegi empat
atau yang mendekati dengan ukuran tertentu. Standar yang berlaku
di Inggris menyebutkan bahwa setiap siswa membutuhkan ruang
seluas sekitar 3 m2. Oleh karena itu ukuran standar laboratorium
yang diperuntukkan bagi 30 siswa seluas 90 m2 dengan rasio
perbandingan panjang dan lebar antara 1: 0,8 atau 1: 1,1 (Piggott,
2011). Departemen pendidikan Hong Kong mewajibkan setiap
laboratorium sains memiliki ukuran sekitar 120 m2 dengan lebar
minimal dari 7 m di setiap sisinya (Gambar 2.1 - 2.3; Education
Department, 1995).
Ruang laboratorium sebaiknya tidak memiliki pilar (tiang)
di tengahnya sehingga pemandangan guru tidak terganggu. Setiap
laboratorium wajib memiliki ruang persiapan (preparation room)
yang dapat digunakan untuk menyiapkan kegiatan praktikum,
perbaikan peralatan maupun penyimpanan alat dan bahan. Satu
ruang persiapan dapat digunakan untuk satu atau dua laboratorium
yang berdekatan. Ruang persiapan disarankan memiliki ukuran
sekitar 45 m2 (Education Department, 1995).
12 13Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Gambar 2.1 Denah laboratorium Fisika yang banyak digunakan di Hong Kong
(Education Department, 1995).
Gambar 2.2 Denah laboratorium kimia yang banyak digunakan di Hong Kong
(Education Department, 1995).
14 15Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Gambar 2.3 Denah laboratorium biologi yang banyak digunakan di Hong Kong
(Education Department, 1995).
Lokasi laboratorium sangat disarankan untuk berdekatan satu
dengan yang lain sehingga memudahkan administrasi dan penge-
lolaannya. Apabila banguna laboratorium bertingkat, maka tempat
penyimpanan bahan kimia atau laboratorium kimia perlu mendapat
perhatian khusus. Laboratorium tersebut harus ditempat kan pada
bagian paling atas untuk menjaga bahaya gas atau debu yang keluar
dari bahan kimia atau lemari asam.
Gambar 2.4 Denah laboratorium sains yang direkomendasikan oleh asosiasi guru sains nasional untuk
digunakan di sekolah menengah di USA (Biehle et al., 1999).
Denah laboratorium yang banyak digunakan di laboratorium
sains di banyak negara sangat bervariasi, tergantung kondisi ekonomi
dan pendidikan yang ada di negara tersebut. Denah laboratorium
16 17Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
yang banyak digunakan di Hong Kong seperti laboratorium Fisika,
Kimia maupun Biologi nampak pada Gambar 2.1-2.3. sedangkan
denah laboratorium yang banyak digunakan di US (Gambar 2.4 dan
2.5) dan Inggris dapat dilihat di Gambar 2.6.
Gambar 2.5 Denah laboratorium yang dapat digunakan oleh guru untuk melakukan demonstrasi
ataupun praktikum berkelompok di USA (National Research Council, 2006).
Gambar 2.6 Denah laboratorium yang banyak digunakan di sekolah menengah di Inggris
(Piggott, 2011).
2. Pintu Masuk
Setiap laboratorium sebaiknya memiliki dua pintu masuk
yang berlokasi di ujung ruangan (Education Department, 1995).
Salah satu pintu tersebut harus berfungsi sebagai pintu darurat
yang harus bisa dibuka dari dalam. Semua pintu dan jalan harus
tidak terhalangi dari apapun seperti meja dan kursi sehingga tidak
mengganggu jika terjadi kondisi darurat. Salah satu dari pintu
masuk tersebut sebaiknya merupakan pintu dengan dua daun
pintu sehingga memudahkan akses keluar masuk jika ada peralatan
laboratorium yang berukuran besar.
3. Ventilasi
Laboratorium harus didesain untuk kenyamanan, kesehatan
dan keselamatan kerja. Ruangan laboratorium yang terlalu pengap
dan panas akan menurunkan produktivitas para pekerja di
laboratorium. Oleh karena itu ventilasi yang menjadi tempat keluar
masuknya udara ke dalam laboratorium memiliki peran penting
dalam menjaga suhu laboratorium agar tetap nyaman. Prinsip
dasarnya adalah jumlah udara yang masuk ke dalam laboratorium
harus sama dengan jumlah udara yang keluar dari laboratorium
(Gambar 2.7) atau udara yang masuk ke dalam laboratorium harus
18 19Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
keluar sehingga volume udara di dalam laboratorium selalu tetap
atau konstant (TSI Incorporated, 2010).
Gambar 2.7 Semua udara yang masuk ke dalam laboratorium harus sebanding dengan semua udara
yang keluar dari laboratoium (TSI Incorporated, 2010).
C. Standar Ruang Persiapan (Preparation Room)
Ruang persiapan memiliki fungsi mendukung kegiatan
praktikum yang dilakukan di laboratorium. Ruangan ini berfungsi
untuk menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
kegiatan praktikum, pemeliharaan dan perbaikan peralatan labora-
torium, serta untuk menyimpan bahan-bahan yang telah digunakan.
Apabila ruangan yang sangat terbatas maka ruang preparasi juga
digunakan untuk menyimpan ruang penyimpanan alat dan bahan.
1. Ukuran dan Lokasi
Ruang persiapan sangat dianjurkan memiliki ukuran yang
memadai sebagai tempat menyiapkan praktikum dan menyimpan
alat dan bahan. Rekomendasi umum yang digunakan untuk ruang
preparasi adalah minimal 0,5 m2 per siswa (Piggott, 2011). Jadi kalau
ada dua buah laboratorium masing-masing untuk 30 siswa (90 m2),
maka ruang persiapan memiliki luas minimal 0,5 x 30 siswa x 2 lab =
30 m2. Peruntukan ruang tersebut umumnya 30 % digunakan untuk
area kerja, 40 % untuk penyimpanan alat dan 30 % untuk sirkulasi
(Piggott, 2011).
Ruang persiapan sebaiknya ditempatkan bersebelahan
dengan laboratorium. Jika terdapat dua atau lebih laboratorium,
maka ruang persiapan harus diletakkan pada posisi sentral yang
mudah dijangkau seperti pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Ruang persiapan yang juga berfungsi sebagai ruang penyimpanan yang diletakkan di
antara dua laboratorium sehingga memudahkan akses ke dalam ruang persiapan (Motz et al., 2007).
2. Peralatan
Ruang persiapan harus didesain secara cermat sehingga
perabot, peralatan dan bahan yang disimpan dapat tertata dengan
baik. Meja pada ruangan ini sebaiknya setinggsi sekitar 90 cm
sehingga memudahkan para laboran atau guru untuk bekerja.
Seeting ruang persiapan dapat dilihat di Gambar 2.9.
20 21Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Gambar 2.9 Beberapa model desain ruang persiapan dan penyimpanan serta tata letak perabot
yang dibutuhkan di dalam ruang persiapan (Piggott, 2010).
D. Perabot dan Peralatan Laboratorium
Beberapa fasilitas yang direkomendasikan harus ada di
laboratorium sains adalah sebagai berikut:
1. Meja dan Kursi
Setiap siswa diharuskan memiliki satu buah kursi yang
ergonomis sehingga tidak menggangu pertumbuhan siswa. Dalam
hal jarak antara meja satu dengan meja yang lain juga harus
mendapat perhatian yang serius agar aktivitas setiap siswa tidak
saling mengganggu (Gambar 2.10) dan memudahkan siswa siswa
untuk bergerak.
Gambar 2.10. Jarak aman bagi siswa untuk beraktivitas. Ukuran dalam milimeter (Piggott, 2011).
Area kerja (meja) yang direkomendasikan untuk digunakan
per siswa adalah adalah minimal 0.36 m2 per siswa (Piggott,
2011). Ketinggian meja yang digunakan oleh siswa sekitar 80 cm.
penempatan meja dan kursi harus diatur sedemikian rupa sehingga
guru bisa mengawasi seluruh aktivitas siswa secara maksimal.
Sangat disarankan agar meja laboratorium tidak disusun berbanjar
ke belakang, tetapi sebaiknya disusun melinkar sehingga guru bisa
mengawasi aktivitasiswa dengan mudah (Gambar11).
2. Meja Demonstrasi
Meja yang digunakan untuk demonstrasi memiliki ketinggian
yang sama dengan meja siswa dan memiliki semua fasilitas seperti
22 23Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
air dan listrik. Di tempat ini juga bisa ditempatkan meja untuk
menyimpan laptop atau tas milik guru selama guru melakukan
aktivitas. Di dekat tempat ini juga bisa ditempatkan papan tulis
maupun LCD projector yang dipasang secara permanen untuk
mendukung kegiatan laboratorium.
3. Lemari asam (Fume hood)
Lemari asam (Gambar 2.12) adalah peralatan yang wajib
tersedia di semua laboratorium yang menggunakan bahan kimia.
Lemari asambukanmerupakan alat untuk melindungi para siswa
dan guru dari bahan kimia tetapi hanya merupakan tempat bekerja
jika menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya seperti asam kuat
atau basa kuat.
Gambar 2.11 Tata letak meja dan kursi yang kurang bagus (atas) dan tata letak yang direkomendasikan
untuk memudahkan guru mengawasi aktivitas seluruh siswa (Piggott, 2011).
Lemari asam sebaiknya tidak ditempatkan di sudut labora-
torium atau di dekat pintu masuk utama. Lemari asam juga tidak
boleh ditempatkan di jalan yang banyak dilalui orang. Hal ini karena
orang yang berjalan di muka lemari asam dapat menyebabkan
udara di dalam lemari keluar ke ruang laboratorium. Sistem yang
digunakan dalam mengeluarkan udari dari dalam lemari asam
harus sangat aman sehingga udara yang ada di dalam lemari asam
tidak keluar dan membahayakan orang-orang yang bekerja di
laboratorium.
Lemari asam memiliki ukuran dan bentuk yang beragam
tergantung kepada pabrik yang membuatnya. Hal-hal yang harus
diperhatikan jika memilih lemari asam antara lain bahan yang
digunakan. Sebaiknya meja yang digunakan untuk membuat lemari
asam berasal dari bahan yang tahan asam atau basa kuat. Demikian
pula kipas penghisap (blower) yang digunakan untuk menghisap
udara dari dalam lemari asam dan dikeluarkan ke luar laboratorium.
Saluran udara untuk mengeluarkan udara dari ruang lemari
asam harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
kesehatan orang di luar laboratorium.
Hal lain yang HARUS selalu menjadi perhatian para pengelola
laboratorium adalah kesalahan umum yang menggunakan lemari
asam sebagai tempat penyimpanan bahan kimia. Sekali lagi perlu
ditegaskan bahwa lemari asam bukan tempat menyimpan bahan
kimia yang berbahaya atau mudah menguap. Penggunaan lemari
asam untuk keperluan tersebut disamping menyalahi aturan, mem-
bahayakan pihak pengguna yang lain, maupun menyebabkan cepat
ausnya lemari asam khususnya blower akibat terjadinya korosi.
Lemari asam harus selalu dijaga kebersihannya.
24 25Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Gambar 2.12. Diagram tampak muka lemari asam (Education Department, 1995) dan gambar lemari
asam yang umum digunakan laboratorium IPA (Piggott, 2011).
4. Lemari tas
Siswa biasanya membawa barang-barang seperti buku atau-
pun tas ke dalam ruang laboratorium. Buku atau tas tersebut tidak
diijinkanuntuk ditempatkan di atas meja kerja atau diletakkan di
atas lantai. Hal ini akan menyebabkan bahaya yang serius serta risiko
terhadap keselamatan yang tinggi. Oleh karena itu tambahan perabot
yang dapat digunakan untuk menyimpan barang-barang tersebut
sangat dibutuhkan untuk kenyamanan kerja di laboratorium. Pada
umumnya perabot tersebut ditempatkan di dekat pintu utama tetapi
tidak mengganggu pintu utama tersebut.5. Listrik
Socket (stop contact/colokan) harus ditempatkan di tempat
yang jauh dari air dengan jumlah yang memadai. Setiap siswa
sebaiknya memiliki satu buah socket di dalam laboratorium sains.
Oleh karena itu jumlah stop kontak yang ada di dalam laboratorium
harus melebihi jumlah siswa yang paktikum di laboratorium
tersebut. Disampingitu socket juga harus tersedia di meja untuk
demonstrasi. Tegangan listrik yang ada di dalam laboratorium
harus seragam sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam
penggunaan daya untuk alat-alat tertentu. Listrikdi laboratorium
juga harus terhubung dengan sirkuit utama sehingga apabila terjadi
kecelakan kerja di laboratorium, maka mematikan listrik di seluruh
laboratorium menjadi mudah dan kecelakaan dapat diisolasi.6. Air dan bak cuci
Supply air di laboratorium harus dengan volume yang
memadai dan tekanan yang cukup besar. Tekanan air yang cukup
besar sangat penting untuk kondisi darurat misalnya untuk
membasuh mata jika terjadi kecelakaan. Oleh karena itu tandon
air yang disambung dengan pompa air sangat dianjurkan untuk
digunakan di laboratorium sehingga tekanan air menjadi cukup
besar.
Bak cuci (sink) direkomendasikan untuk tersedia di labora-
torium dalam jumlah cukup. Setiap enam siswa direkomen dasikan
memiliki satu buah bak cuci (Piggott, 2011). Rekomendasi bak
cuci berupa stainless stell dengan ukuran 20 cm x 30 cm dengan
kedalaman 15 cm. Setiap bak cuci dilengkapi dengan satu buah kran
air. Tidak direkomendasikan bahan untuk bak cuci menggunakan
proselin atau batu cor arena sangat riskan menyebabkan alat gelas
pecah sewaktu dicuci.
Di dekat pintu keluar dari laboratorium harus tersedia
wastafel untuk mencuci tangan bagi seluruh orang yang telah
selesai bekerja di laboratorium atau keluar dari laboratorium. Bak
cuci ini harus khusus dan tidak boleh digunakan untuk mencuci alat
laboratorium. Di dekat wastafel harus dilengkapi dengan sabun cuci
cair dan tissue pengering.
7. Fasilitas emergency
Beberapa fasilitas darurat yang harus tersedia di dalam
laboratorium adalah kotak P3K yang memiliki isi minimal berupa
antiseptik, cotton wool, palstik, bandages dengan beberapa ukuran,
pisau, gunting dan obat-obatan ringan.
26 27Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Bab III
PEDOMAN UMUM SAFETY DI LABORATORIUM
A. Pendahuluan
Sains adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena alam
berdasarkan observasi dan eksperimen secara ilmiah. Hampir
semua pelaku pendidikan percaya bahwa untuk belajar sains,
siswa membutuhkan pengalaman melakukan kegiatan penelitian
dan pengamatan yang dilakukan di laboratorium. Dengan melaku-
kan aktivitas secara langsung tersebut maka pemahaman siswa
terhadap sains menjadi lebih baik.
Untuk melakukan kegiatan observasi dan eksperimen
dalam membuktikan hukum dan teori dalam sains, keberadaan
laboratorium menjadi sebuah keharusan (National Science Teachers
Assosiation, 2007). Melalui proses dan kegiatan yang dilakukan di
dalam laboratorium, siswa dapat merancang suatu eksperimen,
memberikan alasan-alasan ilmiah, mencatat data hasil eksperimen,
menganalisis data maupun mendiskusikan hasil eksperimen yang
diperoleh. Keterampilan dan pengetahuan yang didapat dari
kegiatan-kegiatan di laboratorium tersebut merupakan bagian
yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Meskipun dalam
memahami materi pembelajaran dapat dilakukan dengan membaca,
menggunakan simulasi komputer ataupun cara lainnya, namun
28 29Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
peran laboratorium sebagai tempat siswa melakukan pembelajaran
masih tetap tidak tergantikan. Agar sains dapat dipelajari dengan
baik maka laboratorium harus menjadi bagian integral dari
kurikulum sains (National Science Teachers Assosiation, 2007).
Salah satu faktor yang harus dipenuhi sebelum, selama dan
sesudah melakukan observasi dan ekperimen di laboratorium
adalah masalah kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium
(laboratory health and safety). Kebutuhan akan kesehatan dan
keselamatan kerja di laboratorium akan semakin meningkat dengan
semakin baiknya kualitas pendidikan dan semakin bertambahnya
frekuensi penggunaan laboratorium untuk kegiatan penelitian,
pendidikan dan pembelajaran (McQuillan and Coleman, 2008).
Kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium merupa-
kan tanggung jawab semua orang baik orang yang bekerja di
laboratorium tersebut maupun pihak management sekolah. Meski-
pun penanggungjawab utama adalah orang-orang yang bekerja
di laboratorium tersebut, namun pihak yang tidak terkait secara
langsung dengan laboratorium seperti Dinas Pendidikan Kabupaten,
Propinsi ataupun Kementrian Pendidikan turut bertanggungjawab
dengan membuat peraturan yang dibutuhkan oleh laboratorium
agar terjaga Keselamatan dan kesehatannya bagi para pengguna.
Adalah sebuah keharusan bagi seluruh pihak yang terkait untuk
memastikan bahwa laboratorium sebagai tempat penelitian dan
pendidikan merupakan lingkungan yang aman dan sehat untuk
digunakan beraktivitas (Committee on Prudent Practices in the
Laboratory, 2011).
Komitmen dari semua pihak merupakan kunci keberhasilan
menciptakan laboratorium yang baik. Di tingkatan paling penting
dalam menciptakan komitment tersebut berada di pundak
guru sains (Klein et al., 2008). Guru sains harus dibekali dengan
keterampilan professional dalam mengelola dan menjaga kesehatan
dan keselamatan kerja para siswa dalam bekerja di laboratorium.
Guru sains yang professional diharapkan mampu mencegah segala
kemungkinan kecelakaan kerja maupun gangguan kesehatan siswa
selama bekerja di laboratorium. Dengan kata lain, guru sains maupun
administrasi sekolah memiliki tantangan dan tanggungjawab dalam
menciptakan lingkungan laboratorium yang aman dan sehat secara
professional.
B. Peraturan Umum Keselamatan Kerja di Laboratorium
Bekerja di laboratorium dengan menggunakan berbagai zat
kimia dan peralatan-peralatan modern adalah berbahaya. Akan
tetapi, jika orang-orang yang bekerja di laboratorium peka dan
betul-betul memperhatikan cara penggunaan zat kimia dan alat-alat
tersebut, maka laboratorium dapat menjadi tempat dengan tingkat
bahaya seperti rumah tinggal. Setiap praktikan bertanggung jawab
untuk melaksanakan percobaan-percobaannya dengan cara-cara
yang aman tanpa membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Oleh karena itu setiap praktikan berkewajiban untuk mempelajari
dan mengamati dengan seksama aturan-aturan keselamatan kerja
di laboratorium (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012).
Setiap organisasi sekolah atau lembaga lain dapat membuat
peraturan sendiri guna menjaga kesehatan dan keselamatan selama
bekerja di laboratorium. Pada umumnya, peraturan-peraturan
keselamatan kerja di laboratorium dinyatakan dengan dua kata
sederhana, yaitu SELALU DAN TIDAK PERNAH (Klein et al., 2008). SELALU
• Memahamiprosedurkeselamatankerja• Berpakaiankerjauntukdilaboratorium:menggunakan
alat pelindung diri (personal protective equipment / PPE)
selama berada di laboratorium
• Mencucitangansebelummeninggalkanlaboratorium• Membaca instruksi dengan baik sebelum melakukan
percobaan
• Memeriksa peralatan apakah sudah terpasangdengan
30 31Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
betul
• Menggunakanberbagaizatkimiadenganhati-hati• Bertanyapadainstrukturapabiladalamkeraguan
TIDAK PERNAH
• Makan,minumdanmerokokdilaboratorium• Menghirup,memegangataumencicipizatkimia• Berlari-laridilaboratorium• Bekerjasendiri• Melaksanakanpercobaanyangtidakadakepentingannya
1. Makan, Minum, Merokok
Makan, minum dan merokok (Gambar 3.1), dalam hal ini
termasuk mengunyah permen, berdandan dan sejenisnya
merupakan kegiatan yang tidak boleh dilakukan di dalam labora-
torium. Hal tersebut di atas dilarang dilakukan dilaboratorium
karena ada kemung kinan terjadinya peningkatan kontak antara
tubuh kita dengan bahan-bahan kimia yang ada atau pernah
digunakan di dalam laboratorium tersebut. Kita tidak pernah tahu
bahan apa yang pernah digunakan oleh paktikan yang lain di
laboratorium tersebut dan juga tidak pernah tahu apakah ada
tumpahan dari bahan-bahan kimia yang telah digunakan. Oleh
karena itu menjaga segala
kemungkinan masuknya
bahan-bahan kimia ke
tubuh kita mellaui system
pen cer nakan sangat di-
wajib kan dan harus men-
jadi kebiasaan bagi semua
orang yang bekerja di
laboratorium.
Gambar 3.1 Tanda dilarang merokok, makan dan minum selama berada
di dalam laboratorium yang harus tertempel di ruang laboratorium
Sebelum memasuki ruang laboratorium, makanan, minuman
ataupun rokok dan sejenisnya WAJIB ditinggal di luar ruangan
atau dimasukkan ke tempat yang tertutup rapat dan ditaruh di
tempat yang jauh dari area kerja. Aturan ini harus terus menerus
di sosialisasikan dan ditegakkan sehingga menjadi sebuah kebiasaan
yang baik.
2. Alat Pelindung Diri (Personal Protection Equipments/PPEs)
Laboratorium bukan tempat untuk berpakaian yang paling
bagus karena walaupun berhati-hati, tumpahan zat kimia akan
merusak pakaian (Laboratory and Chemical Safety Committee,
2012). Laboratorium juga bukan tempat beristirahat, mengobrol
dengan teman ataupun bersenda gurau. Siapapun yang berada di
dalam laboratorium maka ada kemungkinan mendapatkan bahaya
dari semua benda dan aktivitas yang dilakukan di laboratorium
tersebut. Alat pelindung diri yang harus selalu dipakai selama
berada di dalam laboratorium meskipun sedang tidak bekerja adalah
• Jaslab(labcoat)lenganpanjangdansepanjanglutut(Gambar 3.2).
• Sepatu tertutup dengan bahan yang tidak tembus cairan(Gambar 3.2).
• Kacamatapengaman(Gambar 3.3)
Gambar 3.2 Jas lab dan sepatu tertutup harus selalu digunakan jika berada di dalam ruangan
laboratorium (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
32 33Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Jas laboratorium
Jas lab memiliki fungsi untuk melindungi kulit dari tumpah-
an bahan kimia maupun pecahan alat-alat gelas. Jas lab juga
berfungsi melindungi pakain dari tumpahan maupun bahan-bahan
aerosol. Oleh karena itu selama bekerja di laboratorium diwajib-
kan menggunakan jas lab ataupun apron. Bahan kain yang bagus
digunakan untuk jas lab adalah cotton dan synthetic, sedangkan
rayon dan polyester tidak baik digunakan sebagai bahan pembuat
jas lab (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012). Meskipun
demikian, jas laboratorium tidak kedap terhadap cairan organic
sehingga diwajibkan untuk melepas jas lab secepatnya jika tersiram
bahan tersebut. Apron yang berbahan plastik atau karet memberikan
perlindungan yang lebih baik dari bahan kimia yang bersifat korosif
dan iritasi, namun sangat berbahaya jika digunakan didekat api.
Ketika membawa jas laboratorium sangat dianjurkan untuk
memasukkan ke dalam kantong plastik terlebih dahulu sebe-
lum dimasukkan ke dalam tas sekolah atau tas kerja. Setelah sele-
sai digunakan dianjurkan untuk mencuci jas lab, namun dalam
men cuci WAJIB dipisahkan dari pakaian yang lain untuyk meng-
hindarkan kontaminasi dengan bahan pakaian lain. Sangat
diajurkan jika laboratorium dapat mengorganisir pencucian jas
lab secara bersamaan dengan mengontak tenaga professional atau
menyediaan mesin cuci khusus untuk jas lab.
Kaca mata pengaman (Safety glasses)
Kaca mata pengaman merupakan pelindung mata dari
partikel-partikel berbahaya baik dari depan maupun dari samping.
Terdapat tiga macam pelindung mata yang umum digunakan di
laboratorrium, yaitu kaca mata pengaman (safety glasses), goggles,
dan pelindung wajah (face shields). Dari ketiga jenis pengaman
tersebut, kaca mata pengaman merupakan pelindung mata yang
wajib digunakan di hampir semua jenis laboratorium, sedangkan
goggles dan face shields digunakan ketika kita membutuhkan
perlindungan yang lebih baik (Gambar 3.3). Para pengelola
laboratorium dapat menentukan type pelindung mata mana yang
paling cocok digunakan di laboratorium mereka (Laboratory and
Chemical Safety Committee, 2012).
Gambar 3.3 Kaca mata pengaman (safety glasses; kiri), goggles (tengah) dan face shields (kanan) merupakan pelindung mata dengan proteksi yang khusus (Laboratory and Chemical
Safety Committee, 2012)
Hal yang perlu ditegaskan disini adalah kaca mata biasa dan
contact lenses tidak dapat melindungi mata dari berbagai beda
berbahaya yang mungkin ada di laboratorium. Dengan demikian,
jika ada yang menggunakan kaca mata atau contact lenses bekerja di
laboratorium maka yang bersangkutan tetap harus menggunakan
kaca mata pengaman disamping kedua kaca mata baca tersebut.
Sepatu
Selama berada di dalam laboratorium diwajibkan selalu
menggunakan sepatu yang tertutup untuk melindungi kaki dari
benda yang jatuh, benda tajam, pecahan gelas, maupun tumpahan
bahan kimia (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012).
Selama dilaboratorium dilarang menggunakan sepatu terbuka atau
sandal.
Sarung tangan
Gunakan sarung tangan ketika akan bekerja dengan bahan
kimia yang bersifat toksik ataupun korosif, bahan-bahan yang diduga
akan berbahaya, benda-benda tajam, panas ataupun dingin. Sarung
34 35Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
tangan yang akan digunakan tergantung terhadap jenis bahan kimia
yang akan dipegang, jenis bahaya yang akan timbul dan percobaan
yang akan dilakukan. Sarung tangan yang umum digunakan jika
akan bekerja dengan benda hidup termasuk hewan adalah sarung
tangan disposable latex type powdered atau unpowdered (Gambar 3.4). Sarung tangan jenis ini, umumnya berwarna putih, bersifat
tidak kedap terhadap bahan kimia sehingga tidak dianjurkan untuk
digunakan dalam bekerja dengan bahan kimia. Sarung tangan
sekali pakai yang dapat digunakan untuk bekerja dengan bahan
kimia maupun materi biologi adalah sarung tangan berbahan nitril
(umumnya berwarna biru). Jika akan bekerja dengan bahan kimia
yang bersifat reaktif maka harus digunakan sarung tangan dengan
tingkat kekedapan yang lebih baik (Gambar 3.4). Sarung tangan
type lain juga harus digunakan jika bekerja dengan benda panas
atau benda dingin (Laboratory and Chemical Safety Committee,
2012).
Gambar 3.4 Beberapa jenis sarung tangan yang sering digunakan di laboratorium seperti disposable
latex gloves, disposable nitrile gloves, nitrile gloves, autoclave gloves dan cryogenic gloves (searah jarum jam; Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
Hal yang perlu diingat dalam menggunakan sarung tangan
adalah selama menggunakannya kita dilarang untuk melakukan
aktivitas di area yang bersih seperti menerima telefon, memegang
laptop, mengetik dan lain-lain. Sebelum melakukan hal tersebut
harus diingat untuk melepas sarung tangan termasuk sewaktu akan
memegang gagang pintu. Sarung tangan harus tidak digunakan
diluar laboratorium.
Pelindung pernapasan
Masker harus dikenakan selama bekerja dengan bahan kimia
yang bersifat toksik, benda biologi berbahaya seperti jamur dan
bakteri, ataupun debu yang dapat menyebabkan asma ataupun
gangguan pernafasan yang lain. Jenis masker yang harus digunakan
tergantung kepada jenis bahaya yang akan dihadapi selama bekerja.
Masker bedah (Gambar 3.5) digunakan untuk mencegah masuknya
bakteri dan spora jamur ke saluran pernafasa. Masker ini juga
digunakan ketika bekerja dengan organisme hidup. Masker type
N95 merupakan pelindung pernafasan yang dapat digunakan
untuk debu maupun mikroorganisme (Laboratory and Chemical
Safety Committee, 2012).
Gambar 3.5 Masker bedah yang umum digunakan untuk melindungi pernafasan dari mikroorganisme
(kiri), N-95 yang dapat digunakan untuk melindungi pernafasan dari debu dan mikroorganisme (tengah) serta air purifying respirator yang dapat digunakan untuk
melindungi pernafasan dari berbagai partikel, gas maupun uap (kanan; Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012).
36 37Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Meskipun demikian hanya beberapa jenis masker yang
benar-benar memiliki fungsi sebagai pelindung pernafasan seperti
air purifying respirator (Gambar 5). Oleh karena itu masker
merupakan alternatif terakhir untuk digunakan. Untuk melindungi
pernafasan, maka laboratorium harus didesain secara bagus
dengan memperhatikan ventilas (Laboratory and Chemical Safety
Committee, 2012). Jika bekerja dengan bahan kimia berbahaya harus
dilakukan di dalam lemari asam (fume hood) sehingga gas bisa
langsung dibuang dari laboratorium.
lain-lain
Selama bekerja di laboratorium dilarang menggunakan
pakaian yang sangat longgar sehingga dapat menyebabkan ke ce-
lakaan. Asesoris seperti kalung, syal ataupun jilbab yang sangat
menggantung juga dilarang dikenakan selama bekerja di labo-
ratorium. Bagi anda yang berambut panjang diwajibkan agar
rambut diikat ke belakang sehingga mengurangi resiko terjadinya
kecelakaan.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah laboratorium harus
dijaga kebersihannya. Segera setelah selesai beraktivitas maka
seluruh alat dan meja kerja yang digunakan harus dibersihkan dan
dikembalikan pada tempatnya. Seluruh bahan kimia yang telah
dibuat larutan harus diberi label dengan jelas.
Bab IV
BEKERJA DENGAN BAHAN KIMIA
A. Pendahuluan
Yang dimaksud dengan laboratorium kimia dalam bab ini
adalah semua laboratorium yang memiliki atau menyimpan
atau menggunakan bahan kimia di dalamnya. Jadi pedoman
yang ditulis dalam bab ini tidak hanya berlaku bagi laboratorium
kimia dalam arti yang sebenarnya, tetapi laboratorium biologi
atau sejenisnya maupun laboratorium fisika atau yang sejenisnya
wajib mengikuti aturan-aturan baku yang berlaku secara umum
di seluruh dunia. Oleh karena itu siapapun orang yang bekerja
di laboratorium memiliki aturan dan tata cara yang wajid diikuti,
baik dalam penyimpanan, penggunaan maupun perlakuan limbah
sesudah bahan kimia tersebut digunakan.
B. Safety dengan Bahan Kimia
Hampir semua bahan kimia dapat bersifat toksik pada dosis
dan paparan tertentu. Oleh karena itu meminimalkan dosis dan
paparan yang diterima oleh tubuh merupakan cara terbaik untuk
menurunkan resiko kesehatan dan keselamatan jika bekerja dengan
bahan kimia. Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh dapat
38 39Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
memiliki pengaruh secara local atau berpengaruh secara sistemik
(Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012). Bahan kimia
yang berpengaruh secara local merujuk pada pengaruh secara
langsung pada daerah kontak dengan bahan tersebut, sedangkan
berpengaruh secara sistemik jika bahan tersebut diserap oleh tubuh
masuk ke pembuluh darah kemudian diedarkan ke seluruh tubuh
dan mempengaruhi lebih dari satu organ. Pengaruh terhadap
kesehatan dapat bersifat akut atau kronis. Besifat akut jika pengaruh
terhadap kesehatan tersebut terjadi dalam waktu yang relatif pendek,
sedangkan kronis berarti pengaruhnya tetap dan tidak dapat kembali
seperti semula (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012).
Munculnya pengaruh kesehatan yang kronis dapat terjadi karena
adanya kontak dalam waktu yang singkat (akut) tetapi dengan dosis
dan ciri bahan kimia tertentu. Kontak dengan bahan kimia dalam
waktu yang lama meskipun dengan dosis yang rendah (kronis)
dapat mengakibatkan pengaruh terhadap kesehatan yang bersifat
akut ataupun kronis.
1. Cara Bahan Kimia Masuk ke Dalam Tubuh
a. Kontak dengan kulit. Cara ini merupakan kecelakaan
yang sering terjadi di laboratorium. Kontaminasi pada kulit
dapat terjadi melalui ceceran bahan kimia ataupun cipratan
bahan secara tidak sengaja. Terkadang orangyang bekerja di
laboarotorium juga tanpa sengaja menyentuh barang-barang
bersih sehingga menyebarkan kontaminasi ke tempat yang
tidak semestinya. Bahan kimia kontaminan kemudian akan
masuk ke dalam tubuh ketika tangan yang terkontaminasi
tersebut mengusap hidung, mata atau masuk bersamaan
dengan makanan dan minuman. Pengaruh umum yang
muncul jika terjadi kontak langsung dengan bahan kimia
melalui kulit adalah adanya iritasi local (Laboratory and
Chemical Safety Committee, 2012), namun dapat pula muncul
respon yang sistemik pada tubuh manusia
b. Pernapasan. Senyawa kimia toksik yang dapat menghasilkan
bau, gas atau debu dapat meracuni tubuh melalui membran
mucus pada mulut, tenggorokan maupun paru-paru.
Kejadian tersebut dapat menyebabkan sel-sel pada jaringan
yang terpapar bahan kimia tersebut mengalami kerusakan.
Peristiwa ini dapat berlangsung secara cepat dengan tingkat
kerusakan tergantung dari senyawa toksik yang terhirup,
tingkat kelarutan senyawa pada cairan jaringan, konsentrasi
dan durasi terpapar (Laboratory and Chemical Safety
Committee, 2012).
c. Pencernakan. Bahan kimia toksik dapat masukke dalam
tubuh ketika tangan yang terkontaminasi digunakan untuk
menyentuh mulut ataupun makan dan minum. Kesalahan
yang sangat fatal yang terjadi pada sebagian laboratorium
adalah memipet senyawa menggunakan mulut. Oleh karena
itu DILARANG MEMIPET LARUTAN MENGGUNAKAN
MULUT, meskipun bahan kimia tersebut tidak berbahaya
(Klein et al., 2008).
d. Injeksi. Kecelakan yang melibatkan jarum suntik biasanya
terjadi ketika sedang bekerja untuk menyuntikkan suatu
larutan ke hewan percobaan.
e. Mata. Mata sangat sensitive terhadap senyawa yang bersifat
iritan. Mata bisa terkena senyawa tersebut jika terjadi cipratan
senyawa kimia. Mata memiliki banyak pembuluh darah
sehingga sedikit cipratan pada mata akan menyebabkan
senyawa kimia akan terserap dengan cepat . Akibatnya kontak
mata langsung dengan bahan kimia iritan dapat menyebabkan
kebutaan. Oleh karena itu semua orang yang bekerja di
laboratorium diwajibkan menggunakan kaca mata pengaman.
2. Cara bekerja dengan bahan kimia secara aman.
Untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja dengan
menggunakan bahan-bahan kimia maka hal pertama yang harus
40 41Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
dilakukan oleh pengelola laboratorium adalahmengontrol akses ke
laboratorium yang memiliki bahan kimia (Laboratory and Chemical
Safety Committee, 2012). Pintu laboratorium harus selalu dikunci
untuk mencegah ganguan selama bekerja dengan bahan kimia.
HARUS diingat bahwa setiap selesai bekerja dan akan meninggalkan
ruangan maka segera cuci tangan dengan menggunakan sabun.
Harus digunakan sabun cair dengan pompa dispenser dan bukan
dengan menggunakan sabun batang atau sabun cair dalam kemasan
plastik.
Jika di dalam laboratorium terdapat kantor maka harus
dipasti kan bahwa di dalam kantor tersebut tidak dipakai untuk
meyim pan bahan kimia, berbagai buku petunjuk praktikum, per-
alatan laboratorium dll. Harus diingat bahwa setiap akan me masuki
kantor tersebut DILARANG mengenakan sarung tangan atau alat
pengaman diri yang lain yang dapat mengkontaminasi ruangan
kantor tersebut (Committee on Prudent Practices in the Laboratory,
2011).
Beberapa teknik dalam bekerja juga dapat digunakan untuk
meminimalkan terbentuknya aerosol dari cairan atau serbuk karena
bekerja dengan tabung terbuka. Ketika akan memasukkan cairan
menggunakan pipet harus dilakukan sedekat mungkin dengan
per mukaan cairan yang menerima. Disamping itu usahakan agar
cairan mengalir melalui dinding tabung penerima (Laboratory and
Chemical Safety Committee, 2012). Jika meneteskan cairan dengan
jarak yang jauh maka aerosol yang terbentuk akan semakin banyak.
Cara yang terbaik untuk mengontrol terkontaminasinya
benda-benda dengan senyawa toksik adalah dengan menggunakan
lemari asam ketika berkerja (fume hood). Lemari asam berfungsi
meng isolasi senyawa berbahaya dan memompanya keluar
dari laboratorium sebelum senyawa tersebut masuk ke saluran
pernapasan kita.
3. Cara Penyimpanan Bahan Kimia.
Setiap laboratorium yang menyimpan bahan kimia harus
mencatat seluruh informasi tentang senyawa kimia yang mereka
miliki termasuk jumlah yang tersisa. Dalam menyimpan bahan
kimia harus selalu diingat bahwa bahan kimia disimpan berdasarkan
kelasnya dan BUKAN berdasarkan alfabetnya (Committee on
Prudent Practices in the Laboratory, 2011). Inspeksi bahan kimia
dilakukan palingtidak setahun sekali untuk memisahkan senyawa
yang sudah kedaluwarsa (expaired of date), tidak dibutuhkan, tidak
berlabel, botol yang pecah dll.
Untuk mencegah adanya bau, gas atau senyawa yang bereaksi
dengan udara maka setiap botol zat harus tertutup rapat. Beberapa
zat kimia juga ada yang tidak boleh ditutup secara rapat seperti
bahan kimia yang dapat membentuk gas secara alami misalnya
nitrogen cair.
Jika memilih botol penyimpan, maka sedapat mungkin dipilih
yang memiliki ukuran kecil. Ukuran kecil memiliki keuntungan
menurunkan potensi bahaya, mengurangi tempat penyimpanan,
menurunkan kemungkina bahan kimia kedaluwarsa, menghemat
bahan yang terbuang sia-sia (Laboratory and Chemical Safety
Committee, 2012).
a. Symbol Bahan Kimia
Hampir semua pabrik kimia mencantumkan symbol pada
setiap labelnya. Berikut beberapa symbol bahan kimia yang
ditetapkan oleh National Fire Protection Assosiation (NFPA 704),
Hazardous Materials Identification System (HMIS), system dari
European Union , Canada maupun United Nation (Gambar 4.1 - 4.4)
42 43Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Gambar 4.1. Symbol bahan kimia dari NFPA (kiri) dan symbol dari HMIS (kanan)
(Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
Gambar 4.2 Symbol bahan kimia dari Eropean Union. Dari kiri ke kanan : korosif; mudah terbakar; oksidatif; mudah meledak (atas): berbahaya; iritan; beracun; toksik bagi lingkungan
(bawah)(Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
Gambar 4.3 Symbol bahan kimia dari pemerintah Canada. Dari kiri ke kanan, tabung gas dan aerosol;
Mudah terbakar; oksidatif; sangat beracun (atas). Beracun; biohazard; korosif; reaktif (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
Gambar 4.4 Simbol yang diusulkan oleh United Nations untuk dipakai secara global oleh seluruh
perusahaan kimia. Dari kiri ke kanan : mudah terbakar; berbahaya; oksidatif; beracun terhadap lingkungan; korosif; tabung gas; mudah meledak; berbahaya bagi kesehatan
manusia; sangat beracun (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012)
b. Lokasi Penyimpanan
Bahan kimia dikelompokkan berdasarkan kelasnya dan
harus disimpan secara terpisah menurut kelasnya dan BUKAN
BERDASARKAN ALFABET. Jika tempat menyimpannya terbatas,
maka penyimpanan dapat dilakukan dengan cara memasukkan
bahan-bahan kimia yang tergolong dalam satu kelas ke dalam satu
tempat seperti plastik kontainer kemudian ditempatkan pada rak
secara berhati-hati. Plastik kontainer kedua ini dapat menurunkan
kemungkinan bahaya akibat kontak antara dua kelompok kimia
yang berbeda (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012).
Gambar 4.5 menunjukkan kompatibilitas penyimpanan bahan
kimia.
44 45Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Gambar 4.5 Kompatibilitas penyimpanan bahan kimia. Bahan kimia kelompok tertentu tidak boleh
disimpan ditempat yang sama dengan kelompok bahan kimia yang tidak kompatibel. (OHS The University of Queensland, 2010). S1 : dipisahkan dengan jarak 3 m atau lebih dengan
ventilasi yang baik. S2: Dipisahkan dengan jarak 5 m atau lebih; S3: dipisahkanjarak 3 m untukPGIII atau 5m untuk PG II. S4:Harus ditempatkan diruang terpisah. A dan B:
umumnya kompatible tetapi harus dicek MSDS untuk memastikannya;C. harus dipisahkan minimal 3 (lebih lanjut lihat http://education.qld.gov.au/health/pdfs/healthsafety/
guideline-managing-chemicals.pdf).
Aturan umum yang digunakan untuk menyimpan bahan
kimia adalah sebagai berikut:
1. Semua logam basa seperti sodium, potasium, kalsium
dan lithium tidak boleh disimpan (incompatible) dengan
karbondioksida, hidrokarbon terklorinasi maupun air
2. Halogen incompatible dengan amonia, asetilene maupun
hdirokarbon
3. Asam asetat, hidrogen sulfica, anilin, hidrokarbon dan asam
sulfat tidak boleh disimpan bersamaan denga agen-agen
pengoksidasi seperti asam kromat, asam nitrit, peroksida
maupun permanganat.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam menyimpan bahan
kimia disamping kompatibiltas bahan satu dengan yang lain adalah
beberapa bahan kimia dapat menyebabkan ledakan jika tercampur
seperti ether yang menguap membentuk kristal, asam perklorat
yang mengering, maupun asam pikrat yang dapat meledak karena
panas.
Dalam menyimpan bahan harus mengikuti aturan sesuai
dengan label yang tertera pada kemasan bahan kimia tersebut.
a. Lemari pendingan. Beberapa bahan kimi seperti zat pengatur
tumbuh tertentu membutuhkan lemari pendingn untuk
penyimpanannnya. Kulkas dapat digunakan untuk menyim-
pan bahan-bahan kimia tersebut, namun untuk bahan kimia
yang mudah terbakar seperti isopentana tidak boleh disimpan
dengan menggunakan kulkas, tetapi harus menggunakan
lemari pendingin khusus karena kulkas tidak memiliki ventilasi
sehingga sangat berbahaya untuk menyimpan bahan yang
mudah terbakar. Di pintu lemari pendingin yang digunakan
untuk menyimpan bahan kimia tidak boleh digunakan untuk
menyimpan bahan makanan (Gambar 4.6).
b. Lemari. Lemari terpisah atau lemari di bawah meja dapat
digunakan untuk menyimpan bahan kimia. Namun tidak
boleh menyimpan bahan kimia di dekat bak cuci karena akan
mudah terkena air. Jika lamri yang dimiliki sangat terbatas,
penyimpanan bahan kimia yang kurang kompatibel dapat
dilakukan di satu lemari, namun harus dimasukkan ke dalam
kotak plastik (kontainer) terlebih dahulu.
c. Lemari penyimpan bahan mudah terbakar. Lemari penyim-
pan bahan ini harus didesain khusus dengan menam bahkan
kipas ventilasi sehingga gas yang ditimbulkan oleh bahan
ter sebut tidak terkumpul di dalam lemari. Namun bahan-
bahan tersebut dapat disimpan disimpan di ruang terbuka di
laboratorium dengan mengikuti ketentuan seperti pada Tabel 4.1.
d. Dessicator. Desiccator sangat penting digunakan untuk
menyimpan bahan kimia yang bersifat racun, reaktif terhadap
air dan udara dan bahan yang menimbulkan bau. Dalam hal
46 47Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
bahan kimia yang bersifat reaktif, di dalam desiccator harus
dimasukkan silica gel yang masih aktif, sedangkan kasus
bahan yang menimbulkan bau, di dalam desiccator harus
dimasukkan arang aktif untuk menyerap bau.
Tabel 4.1
Jenis bahan yang disimpan di ruang terbuka dan ketentuan maksimum untuk setiap bahan bagi setiap ruang laboratorium berukuran 50 m2 (OHS The University of
Queensland, 2010).
e. Bahan Toksik dan Carcinogen. Khusus bahan kimia berbahaya
yang bersifat toksik dan karsinogen harus disimpan di lemari
khusus yang terkunci (Gambar 4.7). Sebelum disimpan,
bahan-bahan kimia tersebut harus dimasukkan ke dalam
kontainer kedua dan tertutup rapat dengan disertai tanda
bahwa di dalam kontainer terdapat bahan kimia racun atau
karsinogen. Untuk mengetahui apakah bahan kimia tersebut
bersifat racun atau tidak maka dapat dilihat di label bahan
tersebut atau dilihat di material safety data sheats (MSDS).
Gambar 4.7 Tanda yang harus tertera pada bahan yang bersifat racun atau karsinogen
3. Material Safety Data Sheats (MSDS) atau Lembar Data Keselamatan Bahan
MSDS adalah data tentang komponen-komponen penting pada
suatu produk bahan kimia. Data tersebut sangat penting bagi para
pengguna bahan tersebut agar bisa bekerja secara aman (Gambar 4.8 - 4.9). Termasuk dalam data tersebut adalah data tentang ciri-ciri
fisik, toksisitas, kesehatan, pertolongan pertama, cara menangani
limbah, alat pelindung diri yang harus dikenakan dalam menangani
bahan kimia tersebut, sertacara menangani tumpahan bahan kimia.
MSDS dapat diperoleh secara bebas dengan mendowload dari
internet. Cara termudah adalah dengan menggunakan www.google.
com kemudian ketik MSDS dan nama bahan kimia yang akan dicari
48 49Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
informasinya.
Gambar 4.8. Contoh MSDS bahan kimia 2,4-dichlorophenoxy acetic acid (2,4-D), salah satu zat
pengatur tumbuh auksin yang banyak digunakan di laboratorium.
Jika menginginkan informasi dalam bahasa Indonesia dapat
dilakukan dengan cara ketik “lembar data keselamatan bahan” dan
diikuti nama bahan kimia yang akan dicari kemudian pilih website
yang akan dibaca. Beberapa produsen bahan kimia seperti MERCK
juga menyediakan lembar data dalam bahasa Indonesia seperti
tampak dalam contoh Gambar 14.
Gambar 4.9. Contoh lembar data keselamatan bahan dalam bahasa Indonesia
50 51Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Bab V
BEKERJA DENGAN BAHAN BIOLOGI
A. Pendahuluan
Laboratorium yang berkerja dengan organisnme HARUS
harus dipisahkan antara laboratorium khusus hewan
dan laboratorium mikrobiologi dan diberi tanda sebagai
biohazard (Gambar 5.1). Bekerja dengan benda hidup bisa memiliki
resiko yang rendah seperti menggunakan tanaman, hewan seperti
katak, kadal dll.. Namun, jika makluk hidup tersebut bersifat
infeksius maka resiko terhadap kesehatan dan keamanan kerja
menjadi sangat tinggi (The University of North Carolina at Chapel
Hill, 2012).
Gambar 5.1. Symbol biohazard yang harus ditempel didepan pintu laboratorium yang bekerja dengan makluk hidup
4. Prosedur Penangan Limbah
Semua bahan kimia yang telah digunakan atau belum diguna-
kan tetapi akan dibuang maka bahan kimia tersebut dinamakan
limbah kimia. Hampir semua limbah kimia memerlukan perlakuan
khusus sehingga membutuhkan perlakuan serius sehingga tidak
mencemari lingkungan.
Langkah umum yang dapat dilakukan untuk menangani
limbah kimia antara lain sebabagi berikut:
• Dilarang membuang bahan kimia langsung ke saluran airkecuali diijinkan oleh Dinas Lingkungan Hidup.
• Harus selalu merujuk pada penangan limbah bahan kimiasesuai dengan yang tercantum pada MSDS atau lembar data
keselamatan bahan (Gambar 4.8).
• Simpan semua limbahkimiadalam tempat-tempatpenyim-panan seperti kontainer atau derigen. Namun demikian,
penyimpanan limbah HARUS memperhatikan kompatibilas
bahan seperti telah ditunjukkan pada Gambar 4.5.
• Berilabelbahanyangdisimpandenganpadamasing-masingkontainer tentang isi bahan kimia beserta label bahan kimia
berbahaya.
• Semuakontainerharustertutupsecararapat• Dilarangmengisi kontainer secara penuh, sisakan beberapa
centimeter ruangan.
• Hubungi petugas dari Dinas Lingkungan Hidup untukpembuangan limbah bahan kimia jika kontainer telah penuh.
52 53Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Secara umum, bahan biologi dapat dikelompokkan menjadi
empat berdasarkan resiko yang dapat ditimbulkannya.
Grup 1, mikroorganisme yang tidak menyebabkan penyakit pada
hewan ataupun manusia
Grup 2, mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit
pada hewan maupun manusia tetapi tidak menyebabkan
masalah yang serius kepada pekerja di laboratorium,
masya rakat, lingkungan maupun hewan piaraan.
Grup 3, mikroorganisme patogen yang menyebabkan penyakit
serius pada hewan atau manusia tetapi pada umumnya
tidak menular dari satu individu ke individu lainnya. Cara
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit tersebut
juga telah tersedia
Grup 4, mikroorganisme yang menyebabkan penyakit yang serius
pada hewan atau manusia dan dapat menular baik langsung
maupun tidak langsung. Pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit tersebut juga tidak tersedia.
Oleh karena sangat bervariasinya mikroorganisme yang
mungkin di pelihara di laboratorium, maka persyaratan yang ketat
bagi laboratorium menjadi persyaratan utama untuk memelihara
mikroorganisme tertentu. Tidak semua laboratorium diijinkan
untuk memelihara mikroorganisme dari group 2 sampai 4. Hanya
laboratorium yang memenuhi persyaratan khusus yang diper -
bolehkan memeliharan dan melakukan penelitian dengan meng-
gunakan mirkoorganisme dari grup 2 sampai grup 4 tersebut.
B. Klasifikasi Laboratorium yang Bekerja dengan Bahan Biologi
Badan kesehatan dunia (WHO), mengklasifikasikan
laboratorium yang berkerja dengan benda hidup menjadi empat
kelompok (World Health Organization, 2004).
1. Laboratorium Level 1 – Biosafety Dasar.
Laboratorium ini berfungsi sebagai laboratorium dasar
dan laboratorium pengajaran. Benda hidup yang digunakan di
laboratorium ini adalah organisme yang tidak berbahaya bagi
kesehatan manusia, mikroorganisme yang tidak menyebabkan
penyakit bagi manusia atau hewan lain. Di laboratorium ini tidak
harus tersedia peralatan keselamatan khusus. Meskipun demikian,
laboratorium masih tetap harus memiliki bak cuci tangan dan alat
pelindung diri yang digunakan oleh orang yang bekerja di dalamnya
(The University of North Carolina at Chapel Hill, 2012).
Beberapa aturan dasar yang harus dimiliki oleh laboratorium
biosafety level 1 seperti harus tersedia sistem keamanan seperti
alat emergensi shawer maupun fasilitas cuci matan, laboratorium
yang bersih serta mudah dibersihkan serta memiliki tempat untuk
mencuci tangan seperti tampak pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Model laboratorium biosfatey level 1 (WHO, 2004)
2. Laboratorium Level 2- Biosafety Dasar.
Laboratorium iniumumnya digunakan untuk penelitian,
layanan diagnosis dan kesehatan dasar. Di laboratorium ini dapat
dipelihara hewan uji yang telah ditanam suatu mikroorganisme.
Namun mikroorganisme yang dipelihara di laboratorium type
ini hanya mikroorganisme yang bersifat pathogen yang memiliki
54 55Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
resiko rendah untuk menyebabkan penyakit pada hewan dan
manusia serta memiliki resiko yang rendah terhadap orang-orang
yang bekerja di laboratorium tersebut, komunitas, hewan piaraan
di sekitar serta lingkungan. Hal terpenting dari laboratorium ini
adalah harus tersedia alat pencegah dan pengobatan yang efektif
jika terjadi infeksi serta resiko penularannya sangat terbatas. Pada
laboratorium type ini peralatan keselamatan yang tersedia dapat
berupa autoclave dan biosafety cabinet disamping peralatan
dasar yang harus dimiliki oleh laboratorium dasar (World Health
Organization, 2004).
Persyaratan umum yang wajib dimiliki oleh laboratorium
level 2 hampir sama dengan persyaratan laboratium level 1,
namun autoklaf maupun peralatan dekontaminan wajib tersedia di
laboratoium ini (Gambar 5.3).
Gambar 5.3. Model laboratorium biosfatey level 2 yang menyediakan autoklaf
di luar laboratorium (WHO, 2004).
3. Laboratorium Level 3- Biosafety Khusus.
Laboratorium ini umumnya digunakan untuk penelitian dan
layanan diagnosis khusus. Di laboratorium ini dapat dipelihara
mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan
dan manusia yang serius tetapi tidak menyebar dari satu individu
ke individu yang lain. Laboratorium type ini harus memiliki desain
khusus dengan ventilasi khusus, pintu ringkap (double-door),
ruangan khusus sebelum masuk ke laboratorium, autoklaf ditempat
dan biosafety cabinet. Pada laboratorium ini juga harus tersedia
alat pencegahan dan pengobatan yang efektif (Gambar 5.4; World
Health Organization, 2004).
Gambar 5.4 Model laboratorium biosafety level 3 yang memiliki double pintu, autoklaf yang tersedia di dalam laboratorium serta udara dengan aliran ke arah dalam laboratirum (WHO, 2004)
56 57Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
4. Laboratorium Level 4- Biosafety Maksimum.
Laboratorium type ini hanya khusus digunakan sebagai
tempat penelitian mikroorganisme pathogen yang berbahaya.
Mikroorganisme yang dapat dipelihara di laboratorium ini
merupakan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit
pada hewan dan manusia yang serious dan mikroorganisme tersebut
dapat menular dari satu individu ke individu yang lain baik secara
langsung maupun tidak langsung (World Health Organization, 2004).
Keamanan dan keselamatan yang dibutuhkan oleh laboratorium
ini bersifat maksimum, seperti laboratorium level 3 namun perlu
ditambahkan biosafetycabinet khusus untuk level4, autoclave dua
pintu, udara yang tersaring dengan EPA filter baik udara keluar dari
laboratorium maupun udara masuk ke laboratorium (World Health
Organization, 2004).
Bab VI
FIRE SAFETY
Banyak bahan kimia di laboratorium atau tempat kerja yang
dapat menimbulkan kebakaran sehingga perhatian utama
dalam kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium adalah
mengontrol sumber-sumber api dan mencegah terjadinya akumulasi
gas.
A. Sumber Api.
Beberapa benda di laboratorium yang dapat menjadi sumber
api antara lain listrik, lampu Bunsen, korek api, kompor listrik
maupun sumber-sumber panas yang lain. Hal yang harus diper-
hatikan ketika bekerja dengan bahan-bahan yang mudah terbakar
adalah memberikan perhatikan penuh kepada sumber-sumber api
tersebut. Pada umumnya gas-gas yang mudah terbakar memiliki
berat jenis yang lebih berat dibandingkan dengan udara sehingga
perhatian serius perlu diberikan kepada sumber-sumber api yang
berada di bawah bahan kimia yang digunakan.
Berdasarkan bentuknya, sumber api dapat dipisahkan menjadi
cairan, padat ataupun gas. Banyak cairan seperti alcohol dan
spiritus memiliki flash point sekitar a tau dibawah 37.7 0C sehingga
digolongkan dalam cairan yang mudah terbakar (flammable liquids;
Gambar 6.1).
58 59Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Gambar 6.1 Symbol bahan cair mudah terbakar, bahan padat mudah terbakar, dapat terbakar secara
spontan dan bahan yang dapat terbakar jika kontak dengan air.
Carian-cairan tersebut pada suhu di atas flash point akan
menghasilkan gas yang mudah terbakar. Jadi yang menimbulkan
kebakaran adalah gas yang ditimbulkan oleh cairan tersebut dan
bukan cairannya. Banyak benda padat juga dapat secara spontan
menghasilkan gas danmudah terbakar. Untuk mengetahui hal
tersebut dapat dilihat di label bahan kimia tersebut atau dilihat di
MSDS bahan kimia yang bersangkutan. Beberapa simbol bahan
kimia yang mudah terbakar (Gambar 6.1)
B. Penyimpanan Bahan Kimia Mudah Terbakar
Penyimpanan bahan kimia mudah terbakar harus dilakukan
secara hati-hati dan mengikuti prosedur standar yang berlaku.
Peraturan dasar penyimpanan bahan mudah terbakar antara lain
sebagai berikut:
• Jika memungkinan bahan kimia disimpan dalam lemarikhusus untuk bahan kimia yang mudah terbakar. Jika senyawa
tersebut harus disimpan di suhu rendah, maka penyimpanan
harus dilakukan di lemari pendingin khusus untuk bahan
mudah terbakar. Lemari es (kulkas) bukan merupakan tempat
untuk menyimpan bahan kimia yang mudah terbakar. Namun
jika tidak ada fasilitas tersebut, bahan mudah terbakar dapat
disimpan di ruang terbuka di dalam laboratorium dengan
yang memiliki system ventillasi yang baik dengan mengikuti
batas maksimum penyimpanan (lihat Tabel 4.1)
• Bahankimiayangmudahterbakartidakditempatkandidekatpintu keluar, atau jalan keluar lainnya.
• Bahan kimia harus dijauhkan dari sinarmatahari langsungataupun sumber panas yang lain
• Bahan harus dihindarkan dari kontak dengan bahan kimiayang bersifat oksidatif kuat seperti permanganat dan klorat.
• Setiap institusi seharusnya melarang merokok di dalambangunan termasuk di area penyimpanan bahan kimia
C. Aturan Keselamatan Kerja
Jika bekerja dengan bahan kimia yang mudah terbakar harus
diperhatikan hal sebagai berikut:
• Bekerjadiareayangbebassumberpanas• Tidak boleh memanaskan bahan kimia yang mudah
terbakar,termasuk di dalam waterbath, incubator dll
• Ventilasimerupakanlangkahpalingefektifuntukmencegahterjadinya kebakaran.
D. Alat Pemadam Kebakaran
Menurut British Standard EN-2, berdasarkan sumbernya api
dapat diklasifikasikan menjadi enam macam, yaitu seperti terlihat
pada Tabel 6.1. Oleh karena itu alat pemadam kebakaran juga harus
disesuaikan dengan jenis api. TIDAK semua api dapat dipadamkan
dengan menggunakan air.
60 61Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Tabel 6.1 Tanda dan klasifikasi api berdasarkan British Standard
(The University of Cambridge London Fire Officer, 2011)
Tanda Klasifikasi api
Class A: Api berasal dari bahan kayu, tekstil, kertas dan plastik
Class B: Semua bahan kimia yang bersifat mudah terbakar (flammable) baik cair maupun padat. Bahan ini juga digolongkan menjadi bahan yang tidak dapat bercampur dengan air seperti BBM, oli, minyak cat dan lilin, serta bahan yang dapt bercampur dengan air seperti alcohol, methanol, acetone, propanol dll.
Class C: Api yang berasal dari gas, liquid petroleum gasesn (LPG), butan, propane serta gas-gas untuk medis dan industri
Class D: Api yang kemudian melibatkan metal dan serbuk metal seperti sodium (Na) dan potassium (K). Jenis api ini harus dipadamkan dengan serbuk kering yang dibuat khusus untuk memadamkan api. Serbuk tersebut dapat mencegah oksigen mengenai permukaan metal sehingga api dapat dipadamkan.
Listrik: Listrik tidak menyebabkan api tetapi dapat memicu terjadinya kebakaran sehingga apabila terjadi kebakaran karena arus listrik maka setelah listrik dimatikan kemudian api ditangani seperti penanganan class A. Namun banyak alat-alat laboratorium yang mampu menyimpan listrik dengan menggunakan kapasitor meskipun sumber listrik telah dimatikan. Oleh karena itu penggunaan karbondioksida (CO2) atau bubuk kering sangat dianjurkan dalam penanganan ini
Class F: adalah klasifikasi baru untuk dapur katering, restoran dll yang menggunakan minyak goreng dengan pemanasan di atas 360 0C. Minyak goreng yang terbakar sangat sulit untuk dipadamkan dengan alat pemadam kebakaran konvensional, bahkan pemadaman yang tidak benar dapat membahayakan petugas karena api dapat menyebar. Isi tabung pemadam harus khusus dibuat bagi kelas ini.
Jika terjadi kebakaran, maka pemadamannya harus
menggunakan jenis pemadam tertentu. Misalnya terjadi kebakaran
karena kayu, kertas dan bahan sejenis yang terbakar, maka
pemadamannya dapat menggunakan air atau tabung pemadam
kelas A. Namun jika terjadi kebakaran karena alcohol maka
pemadamannya tidak boleh menggunakan air tetapi harus tabung
pemadam kelas B yang umumnya berupa busa atau kelas C yang
berisi gas CO2. Demikian seterusnya dan dapat dilihat di Gambar
6.2.
62 63Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
di laboratorium adalah PACE (Laboratory and Chemical Safety
Committee, 2012).
P: Pindahkan orang-orang dari bahaya
A: Aktifkan alarm kebakaran dan hubungi petugas
C: Cegah menjalarkan api dengan menutup pintu dan
jendela
E: Evakuasi secepatnya dan tinggalkan gedung labo-
ratorium
Jika saudara pernah mendapatkan pelatihan cara menggunakan
pemadam kebakaran maka saudara berhak menggunakannya,
namun jika belum pernah mendapatkan training tersebut maka sece-
pat nya tinggalkan laboratorium setelah melakukan PACE tersebut.
Gambar 6.2. Aplikasi tabung pemadam kebakaran sangat tergantung dari bahan sumber kebakaran
(The University of Cambridge London Fire Officer, 2011).
E. Prosedur Penyelamatan
Laboratorium memiliki tanggung jawab untuk membuat
prosedur jika terjadi kebakaran. Pada umumnya jika terjadi
kebakaran maka hal pertama yang harus dilakukan oleh orang
64 65Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Bab VII
PENUTUP
Hampir semua pelaku pendidikan IPA percaya bahwa
pengajaran IPA tidak akan bermakna tanpa melakukan
aktivitas di laboratorium. Kegiatan laboratorium akan
mampu mendorong siswa berfikir kritis, mampu memecahkan
masalah dan mampu memahami materi dengan baik apabila
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di laboratorium dirancang
dan dipersiapkan dengan baik oleh para guru IPA dan pengelola
laboratorium. Agar para guru IPA dan pengelola laboratorium
dapat melakukan hal tersebut maka para guru harus mumpuni,
professional dan menguasai bahan pembelajaran sehingga materi
yang disajikan menjadi menarik bagi siswa untuk mempelajari dan
memahami sains dari berbagai aspek. Untuk melakukan hal tersebut,
dibutuhkan kesiapan yang matang bagi para pemangku kebijakan
pendidikan, pengelola sekolah dan para pelaku pendidikan agar
laboratorium mampu menghasilkan para scientist dan engineers di
masa mendatang.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggung
jawab semua pihak yang menggunakan laboratorium. Hal ini
yang harus diletakkan diatas segalanya sebelum suatu kegiatan
laboratorium dilaksanakan. Meskipun hampir semua pihak percaya
66 67Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
bahwa kegiatan laboratorium merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan dari pengajaran sains, namun masih banyak pihak yang
tidak menyadari pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja.
Oleh karena dua hal tersebut merupakan budaya yang tidak dapat
terlahir secara otomatis dan instant maka penanggungjawab sekolah
maupun pengelola laboratorium harus selalu berusaha menjadikan
kesehatan dan keselamatan kerja menjadi suatu budaya di institusi
mereka.
Kebutuhan akan pelatihan pengelolaan laboratorium yang
dilakukan secara rutin dan terprogram juga sangat dibutuhkan untuk
menjaga aturan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Biehle J.T., Motz L.L., West S.S. (1999) NSTA Guide to School Science Facilities.NSTAPress,Arlington,VA.
Committee on Prudent Practices in the Laboratory. (2011) Prudent Practices in the Laboratory: Handling and Management of Chemical Hazards - Updated Edition. National Academies Press,
Washington, D.C.
EducationDepartment. (1995) Science Laboratories. Fixtures & Furniture. Physical and Biological Science Section, Advisory
Inspectorate. Education Department, Wan Chai, Hong Kong.
Hofstein A., Mamlok-Naaman R. (2007) The laboratory in science
education: the state of art. Chemistry Education Research and Practice, 8, 105 - 107.
Kipniz M., Hofstein A. (2007) Inquiring the inquiry laboratory in
high school. In: Pinto R., Couso D. (eds), Constributing from Science Education Research. Springer, Dordrecht.
Klein J.I., Lyles M., Curtis-Bey L. (2008) Science Safety Manual. New
York City Department of Education.
Laboratory and Chemical Safety Committee. (2012) Laboratory Safety Manual. The University of North Carolina at Chapel Hill.
68 69Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
McQuillan M.K., Coleman G.A. (2008) Connecticut High School Science Safety: Prudent Practices and Regulation. Connecticut
State Deparment of Education.
Motz L.L., Biehle J.T., West S.S. (2007) NSTA Guide to Planning School Science Facilities.NSTAPress,Arlington,VA.
National Science Teachers Assosiation. (2007) Position Statetement: The Role of Laboratory Investigation in Science Instruction.
NationalResearchCouncil. (2006) America’s Lab Report: Investigation
in High School Science. Cpmmittee on High School Science
Laboratories: Role and Vision. In: Singer S.R., Hilton M.L.,Schweingruber H.A. (eds). Board on Science Education, Center
for Education. Division of Behavioral and Social Science and
Education, Washington, DC.: The National Academies Press.
OHS The University of Queensland. (2010) Guidelines for the safe storage of chemicals. The University of Queensland, Australia,
Brisbane.
Piggott A. (2010) Science Prep Rooms in Secondary Schools. An Introduction to Prep Room Design for Architects and Designers.
Gratnells Ltd., Harlow, Essex CM20 2 SU, UK.
Piggott A. (2011) Science Labs in Secondary Schools. A Special Report to Good Science Lab Standards for Architects adn Designers. Gratnells
Ltd., Harlow, Essex CM20 2 SU, UK.
Russel C.B., Weaver G.C. (2008) Student perception of the purpuse
and function of the laboratory in science: A grounded theory
study. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning, 2, 1-14.
Singer S.R., Hilton M.L., Schwingruber H.A. (2006) America’s Lab Report. In, The Ntional Academic Press, Washington D.C.
Sumintono B., Ibrahim M.A., Phang F.A. (2010) Pengajaran sains
dengan praktikum laboratorium: Perspektif dari guru-guru
sains SMPN di kota Cimahi. Jurnal Pengajaran MIPA, 15, 120
- 127.
The University of Cambridge London Fire Officer. (2011) UCL Fire
Technical Note No: 024 User Guide to the Classification of Fire for Extinguishing Purposes.
The University of North Carolina at Chapel Hill. (2012) Biological Safety Manual. UNC Environment, Health & Safety.
TSIIncorporated. (2010) Lobaratory Design Handbook.
World Health Organization. (2004) Laboratory Biosafety Manual 3rd Edition.
70 71Sisunandar, Ph.D Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA
Biodata Penulis
Sisunandar, Ph.D. menyelesaikan pendidikan sarjana di
jurusan Pendidikan Biologi, IKIP Semarang (sekarang UNNES) pada
tahun 1991 dan menyelesaikan program master di Jurusan Biologi
Institut Teknologi Bandung pada tahun 1996, serta menyelesaikan
program doktor di School Land, Crop and Food Sciences, University
of Queensland, Australia. Sejak tahun 1992 sampai sekarang menjadi
staf pengajar di Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Selama kurun waktu tersebut, banyak kegiatan pelatihan
keselamatan kerja laboratorium telah diikuti di Australia dan
Perancis seperti pelatihan tentang keselamatan kerja laboratorium
(Perancis, 2009; Australia, 2004 dan 2010), pelatihan tentang handling
quarantine materials (Australia, 2005 dan 2006), maupun Pelatihan
tentang handling liquid nitrogen (Australia, 2005).Ketrampilan
yang telah diperoleh juga telah banyak di tularkan dalam kegiatan
pelatihan keselamatan kerja di laboratorium IPA bagi para guru
sekolah menengah di lingkungan eks Karesidenan Banyumas.
Dalam bidang penelitian, banyak penelitian di bidang
bioteknologi telah dilakukan bekerjasama dengan peneliti Indonesia
maupun peneliti asing seperti di Perancis (2009, 2013 dan 2014) dan
72 Sisunandar, Ph.D
Australia (2010). Karya ilmiah yang telah dihasilkan juga telah banyak
dipublikasikan dalam forum seminar nasional dan internasional,
maupun ditulis di beberapa jurnal internasional seperti Planta (2010,
2015), Cryobiology (2010), CryoLetters (2012) maupun In vitro Celluler and Developmetal Biology (2014).