Post on 28-Oct-2015
Perdarahan Antepartum
Perdarahan pada bagian akhir kehamilan merupakan ancaman serius
terhadap kesehatan dan jiwa baik ibu maupun anak. Placenta previa dan abruptio
placenta menjadi bagian terbesar kasus – kasus ini.
KLASIFIKASI
1. Placenta previa
2. Abruptio placenta (Placenta lepas sebelum waktunya)
3. Vasa previa
4. Ruptura sinus marginalis
5. Lesi setempat
6. Idiopatik : sebab – sebabnya tidak dapat ditemukan
1. PLACENTA PREVIA
Dalam keadaan ini placenta tertanam pada segmen bawah uterus dan
terletak di daerah atau di dekat ostium internum cervix. Di sini placenta berada di
depan bagian terendah janin. Insidensinya 1 : 200 kehamilan.
Etiologi
Etiologi tidak diketahui, namun placenta previa lebih sering dijumpai pada
multipara dan kalau placentanya lebar serta tipis. Diperkirakan kalau terdapat
defisiensi akan meluas dalam upayanya untuk mendapatkan suplai darah yang
lebih memadai.
Klasifikasi
PLACENTA PREVIA
1. Totalis atau ventralis. Keseluruhan ostium internum cervix ditutup oleh
placenta.
2. Partialis : Sebagian ostium internum cervix ditutup oleh placenta.
3. Marginalis : placenta membentang sampai tepi cervix tapi tidak terletak pada
ostium. Kalau cervix menipis dan membuka pada kehamilan lanjut, placenta
previa dapat berubah menjadi jenis partialis.
PLACENTA LETAK-RENDAH
Placenta terletak pada segmen bahwa uterus tapi tidak sampai pada ostium
internum cervix.
Manifestasi Klinis
Keluhan utama atau keluhan satu-satunya adalah perdarahan per vaginam
tanpa rasa nyeri. Pada kebanyakan kasus, perdarahan tidak diketahui sebabnya
namun mungkin didahului oleh trauma atau coitus. Perdarahan pertama hampir
tidak pernah membawa kematian.
Sumber Perdarahan
Dengan berkembangnya segmen bawah uterus dan dengan menipisnya
serta membukanya cervix, placenta terlepas dari dinding uterus. Keadaan ini
disertai ruptura pembuluh – pembuluh darah yang terletak di bawahnya. Jika
pembuluh darah yang pecah berukuran besar, perdarahan akan banyak sekali.
Keadaan yang Menyertai
1. Kegagalan penurunan bagian terendah janin.
2. lebih sering terjadi presentasi abnormal seperti presentasi bokong dan letak
lintang mungkin karena placenta menempati bagian bawah uterus.
3. Anomali fetus congenital
4. Placenta accreta. Insidensinya lebih tinggi daripada kalau placenta tertanam
pada bagian atas uterus.
5. Lebih sering dijumpai perdarahan postpartum.
Hasil – Hasil Pemeriksaan Fisik
1. Pasien tidak merasa nyeri, kecuali kalau persalinan telah dimulai
2. Uterus lembek dan tidak nyeri tekan
3. Bagian terendah janin tinggi
4. Denyut jantung janin biasanya terdengar
5. Shock jarang terjadi.
2. ABRUPTIO PLACENTA
Keadaan ini yang juga dikenal sebagai pelepasan placenta sebelum
waktunya atau premature separation of the placenta meliputi pelepasan placenta
dari dinding rahim. Abruptio placenta dimulai dengan perdarahan ke dalam
decidua basilis yang membagi dua sehingga menimbulkan pemisahan bagian
placenta yang ada di dekat pembagian tersebut. Di antara placenta dan uterus
terbentuk hematoma.. Insidensi abruptio placenta adalah sekitar 1 : 200
kehamilan.
Etiologi
Penyebab abruptio placenta tidak diketahui. Keadaan ini disertai
1. Hipertensi pada kehamilan
2. Overdistensi uterus yang mencakup kehamilan kembar dan polyhydramnios
3. Trauma
4. Tali pusat yang pendek
Klasifikasi
DERAJAT PEMISAHAN PLACENTA
1. Totalis. Kematian bayi tidak bisa dihindari
2. Partialis. Janin masih mempunyai kemungkinan hidup
Pemisahan lebih dari 50 persen placenta tidak memungkinkan janin untuk
hidup terus.
LOKASI PERDARAHAN
1. External atau nyata. Darah mungkin berwarna merah terang atau gelap dan
berupa bekuan. Rasa nyeri ringan kecuali kalau pasien dalam proses
persalinan. Derajat anemia dan shock setara dengan keluarnya darah yang
terlihat nyata.
2. Internal atau tersembunyi (concealed). Hanya terlihat sedikit perdarahan per
vaginam. Darah terperangkap uterus. Rasa nyeri hebat dan uterus menjadi
keras serta nyeri tekan. Jantung janin tidak terdengar. Derajat shock lebih
besar daripada yang diperkirakan menurut jumlah perdarahan yang tampak.
3. Mixed atau combined (campuran) : Dijumpai semua ragam perdarahan di atas.
Gambaran Klinis
Ini tergantung kepada lokasi darah dan jumlah darah yang hilang. Hal ini
terakhir ini bisa sedikit atau cukup banyak untuk menimbulkan kematian ibu.
Trias klinisnya mencakup nyeri abdomen, nyeri tekan uterus dengan tonus tinggi,
dan perdarahan per vaginam. Uterus dapat menunjukkan rigiditas seperti kayu dan
membesar akibat pengumpulan darah dalam rongganya. Sering pasien tersebut
juga berada dalam proses persalinan. Denyut jantung janin mungkin tidak
terdengar. Kalau darah yang keluar banyak sekali, terjadilah shock hipovolemik.
Komplikasi :
1. Shock hemorrhagik
2. Disseminated intravascular coagulation.
3. Perdarahan postpartum disebabkan baik oleh kegagalan uterus untuk
berkontraksi dengan sempurna maupun oleh koagulopathia.
4. Lesi renal. Nekrosis iskemik pada ginjal, acute tubular necrosis dan atau
bilateral, cortical necrosis mengakibatkan renal shutdown.
5. Sindrom Sheehan terjadi karena nekrosis iskemik pada lobus anterior kelenjar
hipofise sebagai akibat terjadinya shock.
3. VASA PREVIA
Vasa previa mengacu kepada keadaan pembuluh – pembuluh darah yang
terletak melintang ostium internum cervix. Keadaan ini menyertai placenta letak
rendah insertio velamentosa tali pusat. Pada keadaan terakhir ini, tali pusat
berinsersio ke dalam selaput ketuban, dan pembuluh darah yang bercabang
berjalan diantara amnion dan chorion sebelum masuk ke dalam placenta. Tanpa
terlindung oleh Wharton’s jelly, pembuluh darah tersebut amat rapuh. Jika
tertekan, janin akan mengalami asphyxia. Jika pecah, fetus akan menderita
perdarahan. Pada kedua keadaan ini sering sekali terjadi kematian janin. Vasa
previa merupakan kejadian yang jarang dijumpai yaitu terjadi pada kurang dari 1 :
5,000 kelahiran. Namun demikian, bersama dengan insersio velamentosa tali
pusat, insidensinya adalah 1 : 50.
Gambaran Klinis
Ada dua buah symptom : (1) bradycardia janin kalau pembuluh darah
tertekan dan (2) perdarahan per vaginam kalau pembuluh darah tercabik.
Diagnosis antepartum jarang dapat ditegakkan dan di sinilah letak problem
utamanya. Kalau proses persalinan telah dimulai dan cervix sudah membuka
sehingga ketuban tidak terlindung lagi, maka ruptura vasa previa hampit tidak
dapat dihindari. Begitu terjadi perdarahan, harapan hidup bagi janin amat kecil
kecuali kalau sebelumnya sudah dipikirkan kemungkinan tersebut dan diambil
tindakan dengan cepat.
Diagnosis
1. Frekuensi denyut jantung janin. Kemungkinan vasa previa dapat
dipertimbangkan kalau setiap episode perdarahan pervaginam diikuti oleh
ketidakteraturan denyut jantung janin.
2. Pemeriksaan vaginal. Adanya pembuluh darah dapat teraba oleh jari – jari
tangan pemeriksa. Keadaan ini bisa dikacaukan dengan keadaan tali pusat
melintang ostium internum cervix
3. Amnioskopi. Dapat dilihat pembuluh darah yang melintang ostium internum
cervix.
4. Test Kleihauer. Prosedur ini memperlihatkan adanya sel – sel darah merah
janin dan menegakkan kepastian bahwa perdarahan berasal dari sirkulasi
fetal.
5. Sectio caesarea. Bradycardia janin yang berat dapat mengakibatkan perlunya
sectio caesarea darurat penegakkan diagnosis sebelum operasi tersebut.
4. RUPTURA SINUS MARGINALIS
Sinus marginalis menjadi bingkai sirkumferensia placenta dan merupakan
salah satu saluran tempat darah dari ruang ointervillous mengalir kembali
kesirkulasi maternal. Pada keadaan normal bagian ini akan robek dalam kala tiga
ketika placenta terlepas dari dinding rahim.
Adakalanya sinus marginalis mengalami ruptura pada trimester ketiga
kehamilan. Etiologinya tidak diketahui. Gambaran klinisnya berupa perdarahan
ringan, tanpa nyeri yang disertai dengan rigiditas uterus atau perubahan frekuensi
denyut jantung janin.
5. LESI SETEMPAT
1. Neoplasma : Polip cervix, Kanker cervix
2. Infeksi : Vaginitis, Cervicitis
6. IDIOPATIK
PENATALAKSANAAN UMUM BAGI PERDARAHAN PADA
TRIMESTER KETIGA
Evaluasi pendahuluan
1. Pasien dirawat di rumah sakit
2. Darah yang hilang diperkirakan jumlahnya
3. Tanda – tanda vital ditentukan
4. Derajat shock dievaluasi
5. Kadar hemoglobin dan hematokrit diukur
6. Faktor – faktor pembekuan, termasuk fibrinogen, diteliti
Evaluasi Obstetrik
1. Masa kehamilan dihitung
2. Palpasi abdomen untuk memeriksa konsistensi dan ada tidaknya nyeri tekan
pada uterus
3. Posisi fetus ditentukan
4. Denyut jantung janin diauskultasi
5. Placenta ditentukan letaknya dengan pemeriksaan ultrasound atau isotop
radioaktif
Penatalaksanaan Pendahuluan
1. Infus intravena dengan disediakan unit transfusi dan jarum berdiameter besar
atau intra-cath.
2. Cross-matching darah, sedikitnya dua unit
3. Pasien harus terus berbaring di tempat tidur
4. Pemeriksaan vaginal atau rectal tidak boleh dikerjakan pada saat ini.
Terapi
1. Jika perdarahan berhenti dan tidak timbul kembali selama beberapa hari dan
jika tidak terdapat placenta previa, maka pemeriksaan speculum dilaksanakan
untuk menyingkirkan lesi setempat. Jika semua pemeriksaan ini memberikan
hasil negatif, dipertimbangkan pemulangan pasien dari rumah sakit.
2. Jika perdarahan terus terjadi, tindakan dilaksanakan menurut kadarnya masing
masing.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Placenta previa Abruptio Placenta
Mulainya Perlahan – lahan dan
tidak jelas
Mendadak dan nyata
sekali
Perdarahan External External dan tersembunyi
Warna darah Merah muda Gelap sebagai darah vena
Anemia = Darah yang hilang > Darah hilang yang
tampak
Shock = Darah yang hilang > Darah hilang yang
tampak
Toxemia Tidak ada Mungkin ada
Nyeri Hanya kalau dalam
persalinan
Berat dan tidak henti –
hentinya
Nyeri tekan uterus Tidak ada Ada
Tonus uterus Lembek dan lemas Kaku sampai keras
seperti batu
Bentuk uterus Normal Dapat membesar dan
berubah bentuknya
Denyut jantung anak Biasanya terdengar Terdengar atau tidak
terdengar
Penurunan bagian
terendah janin
Tidak ada Dapat terjadi
Presentasi Mungkin abnormal Tidak ada hubungan
PENATALAKSANAAN PLACENTA PREVIA
Terapi menunggu (expectant management)
Karena episode perdarahan yang pertama kali jarang membawa kematian
dan karena janin masih terlampau premature untuk dapat hidup di luar kandungan,
kehamilan diusahakan diperpanjang demi keselamatan janin. Usia kehamilan yang
cukup layak untuk dicapai adalah 37 hingga 38 minggu.
1. Perawatan rumah sakit. Saat dan derajat episode perdarahan berikutnya tidak
bisa diramalkan. Karena itu, pasien harus tinggal di rumah sakit.
2. Transfusi. Sedikitnya harus tersedia dua unit darah.
3. Anemia. Transfusi dan tablet besi diberikan bila terdapat anemia.
4. Maturitas paru – paru. Ratio lecithin / sphingomyelin (L/S) cairan amnion
membantu menentukan waktu optimal kelahiran bayi.
Mengakhiri Kehamilan
INDIKASI
1. Perdarahan berlebihan. Maturitas janin tidak usah dipikirkan
2. kehamilan telah mencapai 27 sampai 38 minggu dan maturitas paru – paru
diyakini sudah tercapai.
SECTIO CAESAREA
Operasi ini dilaksanakan dengan indikasi berikut :
1. Perdarahan yang banyak tanpa henti – hentinya
2. Placenta previa totalis atau partialis; diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan ultrasound
3. Gawat janin
4. Presentasi abnormal (misalnya, presentasi bokong, letak lintang)
PEMERIKSAAN DALAM DI KAMAR OPERASI (DOUBLE SET UP
EXAMINATION)
Induksi Partus. Selaput ketuban dipecahkan dan dimulai pemberian infus
oxytocin. Turunnya kepala yang menimbulkan penekanan pada placenta akan
mengendalikan perdarahan dari sinus – sinus uteri. Prosedur ini dilaksanakan
kalau :
1. Perdarahannya sedikit
2. Placenta menutupi tidak lebih dari 10 persen ostium internum
3. Cervix sudah menipis dan sedikitnya terbuka 3 cm
4. Kepala janin masuk dalam panggul
Menuggu persalinan mulai. Pasien dikembalikan ke bangsal kalau :
1. Tidak ditemukan placenta previa
2. Tidak ada indikasi untuk melakukan induksi
Prognosis
Ibu. Baik selama shock dan anemia berat dicegah.
Janin. Angka mortalitasnya sekitar 15 persen. Faktor-faktor yang memperburuk
kemungkinan hidup janin mencakup :
1. Shock dan perdarahan maternal yang tidak terkendali
2. Terlepasnya placenta
3. Anesthesi berlebihan
4. Bayi yang dilahirkan prematur
Bagan
Placenta Previa
Perdarahan Pertama
Waktu kelahiran
Kecuali bagi kasus – kasus ringan, kalau perdarahannya sedikit, tujuan
tindakan adalah mengupayakan kelahiran secepat mungkin dan dengan alasan
berikut :
1. Terjadi sejumlah kematian janin intrauterine setelah ibu masuk rumah sakit
dan menantikan kelahiran
2. Mortalitas neonatus meningkat dengan memanjangnya masa interval antara
abruptio dan kelahiran
3. Kelahiran dini dan dengan sendirinya, penurunan masa hipoksia janin
mengurangi baik mortalitas fetal maupun maternal.
4. Pada kasus – kasus ini, janin tidak tahan terhadap proses persalinan yang
terlampau cepat.
Sectio Caesarea
1. Jika janin sudah mampu hidup dan denyut jantung masih terdengar, sectio
caesarea segera perlu dipertimbangkan demi keselamatan bayi dan ibu.
Pengecualian terhadap prinsip ini adalah situasi di mana cervix sedikitnya
sudah membuka separuh, kepala sudah jauh masuk dalam panggul. Posisi
anak normal dan pasiennya multipara yang menunjukkan bahwa kelahiran
akan segera berlangsung.
2. Pada keadaan janin sudah meninggal, sectio caesarea dikerjakan hanya demi
keselamatan ibu bila perdarahan tidak dapat dikendalikan. Jika perdarahannya
sedikit, persalinan di induksi.
Induksi Partus
Selaput ketuban pecah secara artifisial dan diberikan infus oxytocin.
Monitoring janin mutlak harus dikerjakan. Induksi partus dipertimbangkan bagi
keadaan – keadaan berikut.
1. Perdarahannya sedikit yang menunjukkan bahwa derajat pelepasan
placentanya ringan.
2. Ibu dalam kondisi baik.
3. Diperkirakan akan segera terjadi kelahiran per vaginam karena pasiennya
multipara cervix membuka 4 hingga 5 cm, posisi janin normal dan kepala
sudah turun dengan baik dalam panggul.
Tindakan terhadap Perdarahan
1. Transfusi yang memadai
2. Disseminated intravascular coagulation. Pada sebagian besar kasus kelahiran
dalam waktu 8 jam mencegah komplikasi ini. Jika ini terjadi, cryoprecipitate,
fibrinogen atau plasma segar dapat diberikan begitu proses kelahiran
berlangsung.
3. Histerektomi diperlukan jika perdarahan dari uterus yang tidak mau
berkontraksi itu tidak bisa dikendalikan.
Prognosis
MATERNAL
Pognosis maternal tergantung pada (1) derajat pelepasan placenta; (2)
darah yang keluar; (3) apakah perdarahannya nyata ataukah tersembunyi (yang
belakangan ini lebih berbahaya); (4) derajat apoplexia uteroplacental; (5) derajat
terganggunya mekanisme pembekuan; dan (6) masa interval antara abruptio
placenta dan dimulainya terapi. Dengan penatalaksanaan yang tepat, mortalitas
maternal kurang dari 1 persen.
FETAL
Mortalitas perinatal berkisar antara 30 dan 50 persen. Prognosis bagi janin
dipengaruhi oleh (1) taraf pelaksanaan placenta; (2) masa interval antara kejadian
abruptio dan kelahiran bayi; dan (3) prematuritas.
Perdarahan Postpartum
Istilah perdarahan postpartum adalah arti luas mencakup semua
perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi : sebelum, selama dan sesudah
keluarnya placenta. Menurut definisi, hilangnya darah lebih dari 500 ml selama 24
jam pertama merupakan perdarahan postpartum. Setelah 24 jam, keadaan ini
dinamakan perdarahan postpartum lanjut atau late postpartum hemorrhage.
Insidensi perdarahan postpartum sekitar 10 persen.
SEGI-SEGI KLINIS
Gambaran Klinis
Gambaran klinisnya berupa perdarahan terus menerus dan keadaan pasien
secara berangsung – angsur menjadi semakin jelek. Denyut nadi menjadi cepat
dan lemah; tekanan darah menurun; pasien berubah pucat dan dingin; dan
napasnya menjadi sesak, terengah – tengah, berkeringat dan akhirnya coma serta
meninggal dunia. Situasi yang berbahaya adalah kalau denyut nadi dan tekanan
darah hanya memperlihatkan sedikit perubahan untuk beberapa saat karena
adanya mekanisme kompensasi vaskuler. Kemudian fungsi kompensasi ini tidak
bisa dipertahankan lagi, denyut nadi meningkat dengan cepat, tekanan darah tiba –
tiba turun, dan pasien dalam keadaan shock. Uterus dapat terisi darah dalam
jumlah yang cukup banyak sekalipun dari luar hanya terlihat sedikit.
Bahaya Perdarahan Postpartum
Bahaya perdarahan postpartum ada dua. Pertama, anemia yang diakibatkan
perdarahan tersebut memperlemah keadaan pasien, menurunkan daya tahannya
dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas. Kedua, jika kehilangan
darah ini tidak dihentikan, akibat akhir tentu saja kematian.
Penelitian terhadap kematian Ibu
Penelitian terhadap kematian ibu memperlihatkan bahwa penderita
perdarahan postpartm meninggal dunia akibat terus menerus terjadi perdarahan
yang jumlahnya kadang – kadang tidak menimbulkan kecurigaan kita. Yang
menimbulkan kematian bukanlah perdarahan sekaligus dalam jumlah banyak
tetapi justeru perdarahan terus – menerus yang terjadi sedikit demi sedikit. Pada
suatu seri kasus yang besar, Beacham mendapatkan bahwa interval rata – rata
antara kelahiran dan kematian adalah 5 jam 20 menit. Tidak seorang pun ibu yang
meninggal dalam waktu 1 jam 30 menit setelah melahirkan. Kenyataan ini
menunjukkan adanya cukup waktu untuk melangsungkan terapi yang efektif jika
pasiennya selalu diamati dengan seksama, diagnosis dibuat secara dini, dan
tindakan yang tepat segera dikerjakan.
ETIOLOGI
Sebab – sebab perdarahan postpartum dibagi menjadi empat kelompok utama.
a. Atonia Uteri
Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi
serat – serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya
pembuluh – pembuluh darah sehingga alirah darah ke tempat placenta menjadi
terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dinamakan
atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama perdarahan postpartum.
1. Disfungsi uterus : Atonia uteri primer merupakan disfungsi intrinsik uterus.
2. Penatalaksanaan yang salah pada placenta : Kesalahan paling sering adalah
mencoba mempercepat kala tiga. Dorongan dan pemijatan uterus mengganggu
mekanisme fisiologis pelepasan placenta dan dapat menyebabkan pemisahan –
sebagian placenta yang mengakibatkan perdarahan.
3. Anesthesi : Anesthesi inhalasi yang dalam dan lama merupakan faktor yang
sering menjadi penyebab. Terjadi relaksasi myometrium yang berlebihan,
kegagalan kontraksi serta retraksi, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
4. Kerja uterus yang tidak efektif : kerja uterus yang tidak efektif selama dua
kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan diikuti oleh kontraksi
serta retraksi myometrium yang jelek dalam kala tiga.
5. Overistensi uterus : Uterus yang mengalami distensi secara berlebihan akibat
keadaan seperti bayi yang besar, kehamilan kembar, dan polyhydramnios
cenderung mempunyai daya kontraksi yang jelek.
6. Kelelahan akibat partus lama; Bukan hanya rahim yang telah cenderung
berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan kurang
mampu bertahan terhadap kehilangan darah
7. Multiparitas : Uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja
tidak efisien dalam semua kala persalinan
8. Myoma uteri : Myoma uteri dapat menimbulkan perdarahan dengan
mengganggu kontraksi serta retraksi myometrium.
9. Melahirkan dengan tindakan (operative deliveries): Keadaan ini mencakup
prosedur operatif seperti forceps tengah dan versi ekstraksi.
Trauma dan Laserasi
Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi dari robekan yang dialami
selama proses melahirkan baik yang normal maupun dengan tindakan. Jalan lahir
harus diinspeksi sesudah tiap kelahiran selesai sehingga sumber perdarahan dapat
dikendalikan.
Tempat – tempat perdarahan mencakup :
1. Episiotomi. Kehilangan darah dapat mencapai 200 ml. Kalau arteriole atau
vena varikosa yang besar turut terpotong atau robek, darah yang keluar dapat
berjumlah lebih banyak lagi. Karena itu pembuluh darah yang putus harus
segera dijepit dengan klem untuk mencegah hilangnya darah.
2. Vulva, vagina dan cervix
3. Uterus yang ruptur
4. Inversio uteri.
5. Hematoma pada masa nifas.
Di samping itu, ada faktor – faktor lain yang turut menyebabkan
kehilangan darah secara berlebihan kalau terdapat trauma pada jalan lahir.
Faktor – faktor ini mencakup :
1. Interval yang lama antara dilakukannya episiotomi dan kelahiran anak
2. Perbaikan episiotomi setelah bayi dilahirkan tanpa semestinya ditunggu
terlampau lama.
3. Pembuluh darah yang putus pada puncak episiotomi tidak berhasil dijahit
4. Pemeriksaan inspeksi lupa dikerjakan pada cervixdan vagina bagian atas
5. Kemungkinan terdapatnya beberapa tempat cedera tidak terpikirkan
6. Ketergantungan pada obat – obat oxytocic yang disertai penundaan terlampau
lama dalam mengekploitasi uterus.
Rotentio Placenta
Retentio sebagian atau seluruh placenta dalam rahim akan mengganggu
kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus – sinus darah tetap terbuka, dan
menimbulkan perdarahan postpartum. Begitu bagian placenta terlepas dari dinding
uterus, perdarahan, terjadi dari daerah itu. Bagian placenta yang masih melekat
merintangi retraksi myometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai sisa
organ tersebut terlepas serta dikeluarkan.
Retentio placenta, seluruh atau sebagian, lobus succenturiata, sebuah
cotyledon, atau suatu fragmen placenta dapat menyebabkan perdarahan
postpartum. Tidak ada korelasi antara banyaknya placenta yang masih melekat
dan beratnya perdarahan. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah derajat
pelekatnya.
Kelainan Perdarahan
Setiap penyakit hemorrhagic (blood dyscrasias) dapat diderita oleh wanita
hamil dan kadang – kadang menyebabkan perdarahan postpartum.
Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah abruptio
placenta, retentio janin – mati yang lama di dalam rahim, dan pada emboli cairan
ketuban. Salah satu teori etiologic mempostulasikan bahwa bahan thromboplastik
yang timbul dari degenerasi dan autolisis decidua serta placenta dapat memasuki
sirkulasi maternal dan menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan
fibrinogen yang beredar. Keadaan tersebut, yaitu suatu kegagalan pada
mekanisme pembekuan, menyebabkan perdarahan yang tidak dapat dihentikan
dengan tindakan yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan.
TERAPI
Profilaksis
1. Setiap wanita hamil harus mengetahui golongan darahnya.
2. Anemia antepartum diobati
3. pasien – pasien tertentu rentan terhadap perdarahan postpartum dan kondisi –
kondisi tertentu merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan
postpartum. Ini mencakup :
a. Multiparitas dengan bayi yang dilahirkan lebih dari lima
b. Riwayat perdarahan postpartum atau pengeluaran placenta secara manual
c. Abruptio placenta
d. Placenta previa
e. Kehamilan kembar
f. Polyhydramnios
g. Kematian intrauterine dengan retentio janin – mati yang lama dalam rahim
h. Partus lama
i. Kelahiran sulit dengan forceps
j. Versi – ekstraksi
k. Ekstraksi bokong
l. Section caesarea
4. Pada kasus – kasus yang diperkirakan akan terjadi atonia uteri, disiapkan infus
set sebelum kelahiran bayi dan ditambahkan oxytocin untuk menjamin
kontraksi rahim yang baik.
Pemberian ini dilanjutkan selama sedikitnya satu jam postpartum
5. Anesthesi inhalasi yang lama dan berlebihan harus dihindari
6. Selama anak dalam keadaan baik dan tidak ada indikasi untuk ekstraksi
segera, badan dapat dilahirkan perlahan – lahan. Cara ini memudahkan
pemisahan placenta dan memungkinkan uterus untuk mengadakan retraksi
secara memadai sehingga perdarahan dari tempat placenta bisa dikendalikan.
7. Setelah terlepas, placenta harus dikeluarkan
8. Pemijatan atau peremasan rahim sebelum placenta lepas merupakan tindakan
yang berbahaya dan dapat menimbulkan trauma
9. Salah satu preparat ergot atau oxytocin diberika setelah kelahira placenta guna
menjamin kontraksi dan retraksi rahim yang baik.
10. Dilakukan observasi postpartum yang cermat terhadap pasien, dan fardus uteri
dipalpasi untuk mencegah terisinya rahim dengan darah. Pasien dibiarkan
dalam kamar bersalin selama sedikitnya 1 jam postpartum.
11. Pemeriksaan fibrinogen dilakukan pada kasusu abruptio placenta dan retentio
janin – mati.
12. Kalau kemungkinan perdarahan sudah diperkirakan, disediakan sejumlah
darah dan dilakukan pemeriksaan “cross – matching.”
Tindakan Suportif
1. Kunci keberhasilan terapi adalah transfusi darah. Jumlah darah yang diberikan
harus cukup untuk menggantikan jumlah darah yang hilang. Biasanya
diperlukan minimal 1 liter dan diberikan dengan cepat. Kalau respons pasien
terhadap pemberian darah tidak memuaskan. Keadaan berikut harus
dipertimbangkan :
a. Adanya perdarahan yang terus merembes tanpa diketahui
b. Perdarahan ke dalam uterus yang atonia
c. Vagina terisi darah tanpa diketahui
d. Perdarahan di balik dan ke dalam tampon rahim
e. Terbentuknya hematoma
f. Perdarahan intraperitoneum seperti pada ruptura
g. Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia
h. Shock bateremia
2. Digunakan plasma expander sebelum darah tersedia.
3. Jika tekanan darah turun, meja bersalin bagian kaki pasien ditinggikan.
4. anesthesi umum harus dihentikan dan oksigen diberikan lewat masker
5. pasien diselimuti untuk memberikan rasa hangat
6. morphin diberikan lewat injeksi hipodermik.
7. Jka terdapat afibrinogenemia, fibrinogen diberikan secara intervena;
disuntikkan 2 sampai 6 g. karena adanya bahaya serum hepatitis sesudah
penggunaan fibrinogen, pasien juga diberi gamma globulin.
Perdarahan Placenta
Dengan adanya perdarahan hebat yang menyertai kala tiga, kita tidak
boleh membuang – buang waktu. Pengeluaran placenta segera dilaksanakan
secara manual dan preparat diberikan oxytocic. Uterus jangan ditangani secara
kasar dalam upaya memijat keluar placenta.
Atonia Uteri
PEMIJAT RAHIM Fundus uteri dipijat lewat abdomen
ERGOMETRIN Ergometrin 0.125 atau 0.25 mg diberikan secara intervena dan /
atau 0.5 mg secara intramuskuler
OXYTOCIN Oxytocin dapat diberikan secara intramuskuler tetapi cara terbaik
adalah melalui infus dengan 5 atau 10 unit oxytocin di dalam 1 liter larutan
glukosa 5 persen dalam air. Tetesannya diatur dengan kecepatan yang cukup
untuk mempertahankan kontraksi rahim.
EKSPLORASI RAHIM Dilaksanakan eksplorasi rahim secara manual, dan
berkuan darah dan fragmen placenta serta selaput ketuban dikeluarkan.
LASERASI Cervix, vagina dan vulva diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya
laserasi.
KOMPRESI RAHIM. Kompresi bimanual rahim adalah metode yang berguna
untuk mengendalikan perdarahan pada uterus atonia. Salah satu tangan
ditempatkan dalam vagina menekan dinding anterior rahim. Tangan lainnya
melakukan penekanan lewat abdomen pada permukaan posterior rahim.
Tangan lainnya melakukan penekanan lewat abdomen pada permukaan
posterior uterus. Dengan gerakkan berputar, uterus menjalani kompresi dan
pemijatan di antara kedua belah tangan. Tindakan ini menghasilkan
rangsangan rahim yang kedua kali lebih besar daripada rangsangan yang
dapat dicapai dengan pemijatan abdomen saja. Di samping itu, sinus – sinus
venosus dapat ditekankan dan aliran darah dikurangi. Sebagai bagian dari
prosedur ini, uterus yang atonia tersebut dielevasi, dianteversi dan
diantefleksikan.
TAMPON RAHIM. KOMPRESI AORTA. HISTEREKTOMI. PENGIKATAN
ARTERI UTERINA,PENGIKATAN ARTERI ILIACA INTERNA.
Laserasi
1. Ruptura uteri mengharuskan tindakan laparatomi dengan memperbaiki
robekan ataupun dengan histerektomi.
2. Laserasi cervix, vagina serta vulva diperbaiki dan perdarahan dikendalikan
dengan jahitan angka 8.
3. Pada beberapa kasus, perdarahan dari robekan vagina tidak dapat dikendalikan
dengan jahitan. Kalau ada varikositas yang besar, setiap penusukan jarum
lewat jaringan tersebut akan menimbulkan perdarahan baru. Pada kasus –
kasus seperti ini, vagina harus ditampon secara ketat dengan kasa yang
dibiarkan di sana selama 24 jam.
4. Kadang – kadang perdarahan dari laserasi superficial yang kecil pada segmen
rahim bagian bawah dapat dikendalikan dengan tampon.
PERDARAHAN POSTPARTUM LANJUT
(LATE POSTPARTUM HEMORRHAGE)
Perdarahan postpartum lanjut adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml setelah 24
jam pertama dan dalam waktu 6 minggu. Sementara bagian terbesar episode ini
terjadi hari ke 21, mayoritasnya berlangsung antara hari keempat dan kesembilan
postpartum. Insidensinya sekitar 1 persen.
Perdarahan yang tidak berasal dari uterus
Pada beberapa kasus, asal perdarahan ini adalah cervix, vagina atau vulva.
Infeksi setempat mengakibatkan longgarnya atau lepasnya jahitan serta pelarutan
thrombus dengan perdarahan pada tempat episiotomi atau laserasi. Jumlah darah
yang hilang tergantung pada ukuran pembuluh darah. Terapi mencakup
pembersihan debris yang terinfeksi, penjahitan tempat – tempat berdarah, dan
kalau perlu pemasangan tampon bertekanan dalam vagina. Transfusi darah
diberikan kalau diperlukan.
Perdarahan Uterus
ETIOLOGI
1. Retentio fragmen placenta
2. Infeksi intrauterine
3. Subinvolusio uterus dan tempat placenta
4. Myoma uteri, khususnya kalau submukosa
MEKANISME PERDARAHAN
Urutan kejadian yang tepat belum diketahui, namun ada beberapa tipe
subinvolusi. Tiga faktor yang mungkin adalah : (1) pelepasan thrombus yang
terjadi kemudian pada tempat placenta, dengan terbukanya kembali sinus – sinus
vaskuler ; (2) abnormalitas pada pemisahan deciduas vera; dan (3) infeksi
intrauterin yang menimbulkan pelarutan thrombus dalam pembuluh – pembuluh
darah. Mekanisme dasarnya serupa tanpa tergantung apakah terjadi retensio
jaringan plcaenta.
GAMBARAN KILNIS
Jumlah perdarahan bervariasi. Kebanyakan pasien memerlukan perawatan
rumah sakit dan banyak di antaranya membutuhkan transfusi darah. Beberapa
pasien jatuh dalam keadaan shock.
TERAPI
1. Diberikan preparat oxytocic.
2. Jika perdarahan terus berlangsun, dikerjakan curettage dengan hati – hati agar
tidak menimbulkan perforasi pada rahim yang lembek.
3. Darah yang hilang digantikan dengan transfusi.
4. Diberikan antibiotik untuk mengendalikan infeksi.
5. Curettage ulang mungkin diperlukan
6. Jika semua ini tidak berhasil, dikerjakan histerektomi.