Post on 31-Aug-2020
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)
ISBN : 978-60274420-7-8
242
PERBEDAAN KESEPIAN PADA MAHASISWA TAHUN
PERTAMA DAN KEDUA
Fikrie, Lita Ariani, & Ceria Hermina
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
fikrielutfiyah@gmail.com arianilita87@gmail.com ceria.hermina@gmail.com
A B S T R A K
Tahun pertama kuliah merupakan masa transisi perubahan keterhubungan dan keamanan yang
sebelumnya telah didapatkan dari keluarga dan komunitasnya menjadi kebutuhan membangun keterhubungan dan identitas di lingkungan baru bagi seorang remaja. Transisi ini memberikan tantangan
serta kesulitan tersendiri bagi mereka. Sebagian remaja berhasil menghadapi tantangan ini tetapi
sebagian lainnya tidak. Kegagalan ini bisa mengakibatkan mereka mengalami tekanan psikologis seperti
kesepian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesepian pada mahasiswa tahun pertama dan kedua. Pendekatan kuantitatif dengan desain komparatif digunakan
dalam penelitian ini. Total subjek dalam penelitian ini berjumlah 132 Mahasiswa tahun pertama (N=69)
dan mahasiswa tahun kedua (N=63) pada beberapa perguruan tinggi di Banjarmasin. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah skala kesepian dengan alpha Cronbach sebesar 0,813. Analisis data
menggunakan uji beda Mann-Whitney U. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kesepian diantara mahasiswa tahun pertama dan kedua (mann-whitney u = 883 ; Z = -,5,891; p<0,05)
dimana mahasiswa tahun kedua lebih merasakan kesepian daripada mahasiswa tahun pertama (mean
tahun pertama = 47,80; mean tahun kedua = 86,98 ) dan tidak terdapat perbedaan kesepian
berdasarkan jenis kelamin (mann-whitney u = 1436 ; Z = - 0,697; P>0,05)
Kata Kunci : Kesepian, Mahasiswa tahun pertama, Mahasiswa Tahun Kedua
L A T A R B E L A K A N G
Mahasiswa tahun pertama adalah mahasiswa yang sedang mengalami transisi dari sekolah menengah ke
perguruan tinggi. Tahun pertama kuliah merupakan masa transisi perubahan keterhubungan dan
keamanan yang sebelumnya telah didapatkan dari keluarga dan komunitasnya menjadi kebutuhan
membangun keterhubungan dan identitas di lingkungan baru (Asher & Weeks, 2014). Transisi ini
memberikan tantangan serta kesulitan tersendiri yang harus dinegosiasikan oleh mereka, pengalaman
pertama jauh dari orangtua, tanggung jawab baru terhadap seluruh kegiatan akademik yang ada di
perguruan tinggi, mencari teman dan sahabat karib baru, mengembangkan ide dan tujuan yang mereka
sukai serta menemukan cara untuk menjadi anggota di komunitas yang lebih besar adalah beberapa
masalah yang dihadapi oleh mahasiswa tahun pertama (Asher & Weeks, 2014; Hicks & Heastie, 2008;
S Smith & Wertlieb, 2005). Banyak mahasiswa tahun pertama yang tidak siap menghadapi transisi ini
yang mengakibatkan mereka mengalami tekanan psikologis. Ketika mereka mampu mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut, maka mahasiswa tahun pertama berhasil mengembangkan
keterampilan, kompetensi dan pengetahuan diri yang pada akhirnya dapat membantu mereka melakukan
penyesuaian pada masa transisi ini (Asher & Weeks, 2014), Sebaliknya jika mereka tidak mampu
mengatasinya maka dapat memicu memicu pengalaman kesepian pada diri mereka (Lou, Yan &
Nickerson, 2012).
Kesepian merupakan pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan seseorang dalam
hubungan sosialnya secara signifikan mengalami kekurangan baik secara kuantitas atau kualitas (Perlman
dan Peplau dalam Mansson, 2014). Orang yang kesepian merasakan perbedaan keterhubungannya dalam
jaringan sosial ketika apa yang mereka inginkan tidak sesuai dengan apa yang dirasakan baik secara
kualitas maupun kuantitas (Asher & Weeks, 2014). Kesepian merupakan pengalaman subjektif
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)
ISBN : 978-60274420-7-8
243
seseorang yang melibatkan pengalaman emosional dan pengalaman kognitif, ketika seseorang kesepian
ia memiliki perasaan yang tidak menyengkan serta mempersepsikan interaksinya dengan jaringan sosial
tidak berlangsung sesuai dengan harapannya (Heinrich & Gullone, 2006). Pengalaman kesepian dapat
termanifestasi dalam bentuk ketidakmampuan menjalin hubungan dekat, memiliki sedikit teman, merasa
frustasi dan tidak puas dengan sebuah hubungan, kurang tertarik mengembangkan hubungan sosial dan
menurunnya intensitas dalam hubungan persahabatan (Shemesha, Heimana & Eden, 2012). Bagi sebagian
orang, kesepian merupakan pengalaman yang berkepanjangan dan menyakitkan yang berefek pada
kesehatan mental dan fisik, namun ada juga yang menganggap bahwa kesepian merupakan pengalaman
sementara tanpa adanya konsekuensi negatif yang bertahan lama (Qualter, Vanhalst, Harris, Van Roekel,
Lodder, Bangee, Maes & Verhagen, 2015). Mahasiswa tahun pertama adalah mahasiswa yang berada
pada fase usia remaja. Masa remaja merupakan usia dimana terjadi perubahan yang signifikan pada aspek
biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2016). Kesepian banyak ditemui pada remaja, secara
spesifik remaja yang berada pada rentang usia 12-22 tahun dan 20-50 % remaja pada umumnya
mengalami kesepian (Ronka, Rautio, Koiranen, Sunnaria & Taanila, 2014). Umumnya kesepian yang
terjadi pada remaja dikarenakan memiliki sedikit teman, hal ini disebabkan karena mereka menarik diri
dari kelompok sosial (Wedaloka & Turnip, 2019). Remaja yang kesepian Kondisi ini jika dibiarkan maka
dapat berdampak negatif pada kehidupan pribadi, kondisi fisik, kesehatan mental dan aktivitas akademik
mereka (Heinrich & Gullone, 2006 ; Mansson, 2014). Banyak penelitian terdahulu yang membuktikan
bahwa kesepian memiliki dampak negatif bagi remaja. Kesepian pada remaja dapat berdampak negatif
pada kondisi emosional seperti kecemasan sosial yang tinggi, depresi dan rasa malu (Heinrich & Gullone
2006; Woodhouse, Dykas & Cassidy, 2011), berpotensi menjadi korban kekerasan (Acquah, Topalli,
Wilson, Junttila & Niemi, 2015), korban cyberbullying (Sahin, 2012; Shemesha, Heimana & Eden, 2012)
dan kegagalan dalam aspek akademik (Benner, 2011) serta pada kondisi kesepian yangkronis berefek
pada kejadian bunuh diri pada remaja (Heinrich & Gullone 2006).
Terdapat perbedaan apakah laki-laki atau perempuan yang lebih merasakan kesepian pada remaja.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan temuan yang tidak konsisten, terdapat penelitian yang
menyatakan bahwa remaja perempuan lebih mengalami kesepian daripada laki-laki (Al Khatib, 2012;
Ronka, Rautio, Koiranen, Sunnaria & Taanila, 2014; Wedaloka & Turnip, 2019), sementara dalam
penelitian lain disebutkan bahwa remaja laki-laki lebih merasakan kesepian daripada perempuan (Salimi,
2011) dan pada penelitian lainnya menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara remaja
laki-laki dan perempuan dalam hal kesepian (Akbag & Imamoglu, 2010).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian ini adalah mengekplorasi
apakah terdapat perbedaan kesepian pada mahasiswa tahun pertama dengan mahasiswa tahun kedua
dan apakah terdapat perbedaan kesepian ditinjau dari jenis kelamin.
T I N J A U A N P U S T A K A
Kesepian adalah pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan dimana seseorang merasakan adanya
ketidaksesuaian keinginan dengan apa yang dirasakan baik secara kualitas maupun kuantitas dalam hal
hubungan sosial di komunitasnya (Asher & Weeks, 2014). Kesepian merupakan pengalaman subjektif
yang melibatkan dimensi emosional dan kognitif seseorang, ketika seseorang kesepian ia memiliki
perasaan yang tidak menyengkan serta mempersepsikan interaksinya dengan jaringan sosial tidak
berlangsung sesuai dengan harapannya (Heinrich & Gullone, 2006). Kesepian, biasanya ditandai dengan
perasaan negatif seperti kesedihan dan pesimis dan hilangnya ciri-ciri penting yang bersifat kauntitatif
seperti individu tidak mempunyai teman atau hanya mempunyai sedikit teman, maupun yang bersifat
kualitatif yaitu individu merasa bahwa hubungan yang dijalin dangkal atau kurang memuaskan
dibandingkan dengan harapan individu (Wols, Scholte, & Qualter, 2015; Sears, 1994). Bruno (2000)
menjelaskan bahwa kesepian adalah suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)
ISBN : 978-60274420-7-8
244
dengan adanya perasaan-perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain.
Kesepian merupakan kegelisahan subjektif yang ditandai dengan hilangnya ciri-ciri penting yang dimiliki
seseorang.
Kesepian dapat dijelaskan melalui dua dimensi penyusunnya yaitu dimensi emosional dan sosial (Ronka,
Rautio, Koiranen, Sunnaria & Taanila, 2014). Kesepian emosional terjadi ketika seseorang tidak memiliki
sosok yang signifikan atau orang dekat dimana ia memiliki ikatan emosioanl dengan orang tersebut
seperti teman dekat atau pasangan, sementara kesepian sosial terjadi ketika seseorang tidak memiliki
teman atau kenalan dalam sebuah jaringan sosial seperti teman kerja dikantor dan tetangga di lingkungan
sekitar rumah (Wedaloka & Turnip, 2019). Bagi sebagian orang kesepian merupakan pengalaman yang
menyakitkan dan berkepanjangan serta berefek pada kesehatan mental dan fisik (Qualter, Vanhalst,
Harris, Van Roekel, Lodder, Bangee, Maes & Verhagen, 2015). Kesepian bisa dialami oleh semua orang
dalam variasi usia, tetapi sebagian besar dialami oleh remaja, secara spesifik remaja yang berada pada
rentang usia 12-22 tahun dan 20-50 % remaja pada umumnya mengalami kesepian (Ronka, Rautio,
Koiranen, Sunnaria & Taanila, 2014; Kapikiran, 2013).
M E T O D E P E N E L I T I A N
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain komparatif. Penelitian ini mencoba
melihat apakah terdapat perbedaan kesepian pada mahasiswa tahun pertama dengan mahasiswa tahun
kedua dan perbedaan kesepian ditinjau dari jenis kelamin. Subjek penelitian berjumlah 132 Mahasiswa
tahun pertama (N=69) dan mahasiswa tahun kedua (N=63) pada beberapa perguruan tinggi di
Banjarmasin. Alat pengumpul data yang digunakan adalah skala kesepian yang disusun berdasarkan tiga
aspek penyusunnya yaitu trait loneliness, social desiberality loneliness dan depression loneliness
(Russell, Peplau & Cutrona, 1980). Trait loneliness yaitu adanya pola yang lebih stabil dari perasaan
kesepian yang terkadang berubah dalam situasi tertentu, atau individu yang mengalami kesepian karena
disebabkan kepribadian mereka. Kepribadian yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki
kepercayaan yang kurang dan ketakutan akan orang asing. Social desirability loneliness yaitu terjadinya
kesepian karena individu tidak mendapatkan kehidupan sosial yang diinginkan pada kehidupan di
lingkungannya dan Depression loneliness yaitu terjadinya kesepian karena terganggunya perasaan
seseorang seperti perasaan sedih, murung, tidak bersemangat, merasa tidak berharga dan berpusat pada
kegagalan yang dialami oleh individu. Skala kesepian ini memiliki koefisien reliabilitas alpha cronbach
sebesar 0,813. Contoh item yang ada dalam skala ini adalah “Menurut saya, saya tidak memiliki
kelebihan-kelebihan yang dapat dibanggakan”. Analisis data yang digunakan adalah Mann-Whitney U
menggunakan SPSS 17.
H A S I L D A N P E M B A H A S A N
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada terdapat perbedaan signifikan kesepian pada mahasiswa tahun
pertama dengan mahasiswa tahun kedua, dimana mahasiswa tahun kedua lebih merasakan kesepian
dibandingkan mahasiswa tahun pertama (mann-whitney u = 883 ; Z = -,5,891 ; p<0,05). Temuan ini
bertolak belakang dengan hipotesis minor yang diajukan peneliti dimana mahasiswa tahun pertama lebih
kesepian dibandingkan mahasiswa tahun kedua. Terdapat beberapa alasan yang mendasari temuan
penelitian ini. Pertama, pemilihan waktu pengambilan data pada subjek berimplikasi pada hasil temuan
ini. Pengambilan data dilakukan di akhir semester dua pada tahun pertama subjek menjalani perkuliahan.
Subjek penelitian telah menjalin relasi di jejaring sosial mereka yang baru dalam kurun waktu hampir
satu tahun sehingga tentu saja secara kuantitatif maupun kualitatif jejaring sosial mereka yang baru sudah
terbangun dengan baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Cutrona (dalam Asher & Weeks,
2014) yang menemukan bahwa perasaan kesepian yang dialami oleh seseorang dapat diprediksi secara
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)
ISBN : 978-60274420-7-8
245
kuantitatif maupun kualitatif melalui jejaring sosial mereka sepanjang tahun pertama seperti jumlah
teman, frekuensi kontak dengan teman, dan apakah seseorang memiliki pasangan romantis atau tidak.
Cutrona (dalam, Ernst & Cacioppo, 1999) juga menjelaskan bahwa mayoritas mahasiswa mengalami
kesepian pada semester pertama perkuliahan dan hilang ketika berada di akhir semester kedua. Shaver,
Furman dan Buhrmester (dalam Ernst & Cacioppo, 1999) mereka melakukan penelitian dalam interval
waktu sebelum masuk ke perguruan tinggi sampai tahun pertama perkuliahan berakhir, mereka
menjelaskan terjadi peningkatan kesepian pada semester pertama perkuliahan dibandingkan sebelum
masuk ke perguruan tinggi dan mulai menurun ketika berada di akhir tahun pertama perkuliahan.
Kedua, mempertahankan persahabatan yang telah dibangun ketika masih berada di sekolah menengah
atas berimplikasi pada temuan ini. Seperti yang telah dijelaskan bahwa tahun pertama perkuliahan adalah
masa transisi perubahan keterhubungan dan keamanan yang sebelumnya telah didapatkan dari keluarga
dan komunitasnya menjadi kebutuhan membangun keterhubungan dan identitas di lingkungan baru
(Asher & Weeks, 2014), namun walaupun berada dalam lingkungan atau jejaring sosial yang baru tetapi
ketika seseorang masih mempertahankan pertemanan dan persahabatan karib dengan teman mereka
semasa di sekolah menengah, maka hal ini dapat mempengaruhi pengalaman kesepian pada tahun
pertama perkuliahan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oswald dan Clark
(2003) yang menyatkan bahwa ketika seseorang mempertahankan persahabatan mereka sebelumnya
dengan baik maka cenderung tidak berpotensi mengalami kesepian pada tahun pertama perkuliahan.
Persahabatan erat kaitannya dengan dukungan sosial yang diberikan secara timbal balik dan persahabatan
merupakan aspek penting yang diperlukan oleh remaja untuk membantu menyesuaikan diri (Oswald &
Clark, 2003).
Ketiga, kesulitan penyesuaian selama tahun pertama berdampak terus-menerus pada tahun kedia
perkuliahan. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syabanawati (2000) yang
menyatakan bahwa mahasiswa yang dapat menyesuaikan diri dengan baik pada awal memasuki
universitas akanterus mengembangkan kemampuannya di semester selanjutnya, sebaliknya, mahasiswa
yang mengalami kesulitan menyesuaikan diri dan tidak bisa teratasi akan terus merasa kesulitan di
semester-semester selanjutnya.
Penelitian ini juga menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan kesepian berdasarkan
jenis kelamin (mann-whitney u = 1436 ; Z = - 0,697; P>0,05), jadi mahasiswa laki-laki dan perempuan
cenderung memiliki pengalaman kesepian yang sama. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Akbag & Imamoglu, 2010), bahwa perbedaan gender tidak dapat memprediksi kesepian
yang dialami oleh seseorang. Akbag & Imamoglu (2010) menyatakan hal ini disebabkan karena kesepian
merupakan pengalaman subjektif yang bersifat pribadi oleh seseorang. Hasil meta analisis oleh Mahon
dkk (2006) terhadap 31 studi tentang perbedaan gender pada pengalaman kesepepian, ditemukan bahwa
dari 31 studi yang dilakukan meta analisis, 19 studi diantaranya menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pengalaman kesepian ditinjau dari gender.
Temuan lain menyatakan bahwa tidak ada adanya perbedaan gender disebabkan karena tanggapan subjek
terhadap alat ukur yang digunakan. Ketika alat ukur tersebut secara eksplisit mengarah kepada jawaban
yang mengandung unsur “kesepian” di dalamnya maka cenderung subjek , khususnya subjek laki-laki
menghindari pernyataan tersebut, hal ini disebabkan karena adanya stigmatisasi jika laki-laki melaporkan
dirinya dalam kondisi kesepian sebaliknya perempuan tidak mengalami stigmatisasi (Ernst & Cacioppo,
1999). Ernst dan Cacioppo (1999) juga melaporkan bahwa dalam beberapa penelitian lainnya tidak hanya
laki-laki yang mengalami stigmatisasi tetapi perempuan juga. Terkait dengan temuan ini, beberapa item
dalam skala yang dipakai oleh peneliti memamng secara eksplisit mengarah kepada unsur kesepian.
S I M P U L A N
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)
ISBN : 978-60274420-7-8
246
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kesepian
diantara mahasiswa tahun pertama dan kedua (mann-whitney u = 883 ; Z = -,5,891 ; p<0,05) dimana
mahasiswa tahun kedua lebih merasakan kesepian daripada mahasiswa tahun pertama (mean tahun
pertama = 47,80; mean tahun kedua = 86,98 ) dan tidak terdapat perbedaan kesepian berdasarkan jenis
kelamin (mann-whitney u = 1436 ; Z = - 0,697; P>0,05). Penelitian selanjutnya diharapkan
mempertimbangkan pemilihan waktu pengambilan data dan memperhatikan konstruksi item pada alat
ukur yang dipergunakan dalam penelitian.
D A F T A R P U S T A K A
Akbag, M., & Imamoglu, S.E. (2010).The Prediction of Gender and Attachment Styles on Shame, Guilt,
and Loneliness. Educational Sciences: Theory & Practice, 10 (2) : 669-682
Acquah, E.O., Topalli.P.Z., Wilson, M.L., Junttila, N & Niemi, P.M. (2015). Adolescent loneliness and
social anxiety as predictors of bullying victimization. International Journal of Adolescence and
Youth, 1-12. DOI : 10.1080/02673843.2015.1083449
Al Khatib, S.A. (2012). Exploring the Relationship among Loneliness, Self-esteem, Self-efficacy and
Gender in United Arab Emirates College Students. Europe’s Journal of Psychology, 8(1), 159-
181. DOI : 10.5964/ejop.v8i1.301
Asher, S.R & Weeks, M.S. (2014). Loneliness and Belongingness in the College Years. dalam Coplan R.J
& Bowker, J.C. Bowker (Edisi Pertama.), The Handbook of Solitude: Psychological
Perspectives on Social Isolation, Social Withdrawal and Being Alone (283-301). NC : John
Wiley & Sons, Ltd
Benner, A.D. (2011). Latino Adolescents’ Loneliness, Academic Performance, and the Buffering Nature
of Friendships, J Youth Adolescence, 40, 556–567. DOI : 10.1007/s10964-010-9561-2
Bruno. F. J. 2000. Menaklukkan Kesepian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Drake, E.C., Sladek, M.R., & Doane, L.D. (2016). Daily cortisol activity, loneliness,and coping efficacy in
late adolescence: A longitudinal study of the transition to college. International Journal of
Behavioral Development, Vol 40(4), 334–345. DOI: 10.1177/0165025415581914.
Ernst, J.M.,& Cacioppo, J.T. (1999).Lonely hearts: on loneliness Psychological perspectives.
Applied & Preventive Psychology, 8 :1-22.
Heinrich, L.M & Gullone, E. (2006). The clinical significance of loneliness: A literature review, Clinical
Psychology Review, 26 , 695–718.
Hicks, T & Heastie, S. (2008). High School To College Transition : A Profile Of The Stressors, Physical
And Psuchological Health Issues That Affect The First Year On Campus College Student.
Journal of cultural diversity, Vol. 15, No. 3, 143-147.
Kapikiran, S. (2013). Loneliness and Life Satisfaction in Turkish Early Adolescents: The Mediating Role
of Self Esteem and Social Support. Soc Indic Res, 617-632. DOI : 10.1007/s11205-012- 0024-
x 19
Lou, L., Yan, Z., & Nickerson, A. (2012). An Examination Of The Reciprocal Relationship Of Loneliness
And Facebook Use Among First-Year College Students. Journal Educational Computing
Research, Vol. 46(1) 105-117.
Mahon, N.E., Yarcheski, A., Yarcheski, T.J., Cannella, B.L., * Hanks, M.M. (2006). A Meta- analytic Study
of Predictors for Loneliness During Adolescence. Nursing Research, 55, 5 : 308–315
Mansson, D.H. (2014). College Students' Mental Health and Their Received Affection From Their
Grandparents. Communication Research Reports, Vol. 30, No. 2, 157–168. DOI :
10.1080/08824096.2012.763028
Oswald, D.L., & Clar, E.M. (2003). Best friends forever ?: High school best friendships and the transition
to college. Personal Relationships, 10, 187–196
Naskah Prosiding Temilnas XI IPPI (Malang, 20-21 September 2019)
ISBN : 978-60274420-7-8
247
Qualter, P., Vanhalst, J., Harris, R., Van Roekel, E., Lodder, G., Bangee, M., Maes, M., & Verhagen, M.
(2015). Loneliness Across the Life Span. Perspectives on Psychological Science, 10(2), 250–
264. DOI: 10.1177/1745691615568999
Ronka, A.E., Rautio, A., Koiranen, M., Sunnaria, V & Taanila, A. (2014). Experience of loneliness among
adolescent girls and boys: Northern Finland Birth Cohort 1986 study. Journal of Youth
Studies, Vol. 17, No. 2, 183 – 203
Russell, D., Peplau, L.A., & Cutrona, C.E. (1980). The Revised UCLA Loneliness Scale : Concurent and
Discriminant Validity Evidence. Journal of Personality and Social Psychology, 39, 472-480
Sahin, M. (2012). The relationship between the cyberbullying/cybervictmization and loneliness among
adolescents, Children and Youth Services Review, 34, 834–837
Salimi, A. (2011). Social-Emotional Loneliness and Life Satisfaction. Procedia - Social and Behavioral
Sciences 29, 292 – 295. DOI : 10.1016/j.sbspro.2011.11.241.
Shemesha, D.O., Heimana, T & Eden, S. (2012). Cyberbullying victimisation in adolescence:
relationships with loneliness and depressive mood. Emotional and Behavioural Difficulties,
Vol. 17, No. 3–4, 361–374. DOI : 10.1080/13632752.2012.704227
Smith, J.S., & Wertlieb, E.C.(2005). Do First-Year College Students’ Expectations Align with their First-
Year Experiences?. NASPA Journal, Vol. 42, no. 2, 153-174.
Syabanawati, E. N. (2014). Gambaran college adjustment mahasiswa angkatan 2011 fakultas psikologi
universitas padjajaran. Jurnal Psikologi Unpad.
Wedaloka, K.B & Turnip, S.S. (2019). Gender differences in the experience of loneliness among
adolescents in Jakarta. Humanitas Indonesian Psychological Journal, Vol. 16, No. 1, 33-42.
Wols, Scholte, R.H.J & Qualter, P. (2015). Prospective associations between loneliness and emotional
intelligence. Journal of Adolescence , 39, 40-48
Woodhouse, S.S., Dykas, M.J & Cassidy, J. (2011). Loneliness and Peer Relations in Adolescence.
Social Development, 1-21. DOI : doi: 10.1111/j.1467-9507.2011.00611.x