Post on 17-Oct-2021
i
PERAN SUB SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PDRB
KABUPATEN BEKASI
DEWI PUSPITASARI
1111092000021
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
i
PERAN SUB SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PDRB
KABUPATEN BEKASI
Dewi Puspitasari
1111092000021
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Diri
Nama : Dewi Puspitasari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : 12 September 1993
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Bumi Sani Permai Blok G5 No. 30 RT 008/RW 014 Kel.
Setiamekar, Kec. Tambun Selatan, Kab. Bekasi
No. Hp : 085697507882
Email : dewi2151@yahoo.com
Pendidikan
1999 - 2005 : SDN Aren Jaya XXI
2005 - 2008 : SMP N 11 Bekasi
2008 - 2011 : SMA KORPRI Bekasi
2012 - 2017 : STKIP Kusuma Negara
Riwayat Organisasi
2009 : Modern Dance SMA KORPRI Bekasi
2011 : Anggota KOPMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012 : HMJ Agribisnis bidang kewirausahaan
Pengalaman Kerja
2015 : Teacher training (IEC)
2015-sekarang : English teacher (LPK Trijaya)
2018-sekarang : English teacher (SMK PGRI 2 Tambun Selatan)
v
RINGKASAN
Dewi Puspitasari. Peran Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten
Bekasi. Dibawah bimbingan Siti Rochaeni dan Dewi Rohma Wati
Kabupaten Bekasi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat
dengan Ibu kotanya adalah Cikarang. Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang
relatif besar, dengan berbagai potensi dan mempunyai andil dalam perekonomian
di wilayah Jawa Barat dan nasional. Kebijakan industri nasional yang
diamanatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2008
merupakan arahan dan kebijakan jangka menengah dan jangka panjang, dalam
rangka mempercepat proses indutrialisasi untuk mendukung pembangunan
ekonomi nasional. Kabupaten bekasi adalah salah satu wilayah di Jawa barat yang
memiliki kontribusi PDRB cukup besar terhadap PDRB Jawa Barat.
Tujuan penelitian ini untuk 1) menganalisis peran sub sektor pertanian
terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) di Kabupaten Bekasi tahun
2002-2016, 2) menganalisis perkembangan kontribusi sub sektor pertanian di
Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016 dan 3) menganalisis sub sektor pertanian apa
yang menjadi unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa time series
periode 2002-2016. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui peran sub
sektor pertanian terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten
Bekasi adalah tipologli klassen, Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis
perkembangan kontribusi sub sektor pertanian di Kabupaten Bekasi adalah shift
share dan Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis sub sektor pertanian
apa yang menjadi unggulan dan non unggulan di Kabupaten Bekasi adalah
location quotient.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peran sub sektor peternakan adalah
maju dan tumbuh pesat, sub sektor tanaman bahan pangan masih dapat
berkembang dan sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor perikanan dan sub
sektor kehutanan relatif tertinggal. Perkembangan sub sektor pertanian Kabupaten
Bekasi adalah sub sektor tanaman bahan pangan cepat dan kompetitif, sub sektor
peternakan dan perikanan lambat dan kompetitif, sub sektor tanaman perkebunan
cepat dan tidak kompetitif. Sub sektor pertanian unggulan adalah sub sektor
peternakan dan sub sektor tanaman bahan pangan. Sub sektor pertanian non
unggulan di Kabupaten Bekasi adalah sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor
perikanan dan sub sektor kehutanan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa peternakan adalah sub sektor
unggulan dan penyumbang PDRB paling besar diantara sub sektor pertanian
lainnya, maka diharapkan pemerintah Kabupaten Bekasi lebih menitik beratkan
pembangunan pertanian pada sub sektor peternakan.
Kata Kunci : Tipologi Klassen, Shift Share, Location Qoutient, PDRB Kabupaten
Bekasi
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Alhamdulillah, segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Peran Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB
Kabupaten Bekasi” dengan baik. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Penulis banyak mendapatkan bantuan, baik materil maupun moral yang
sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Bapak Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ir. Siti Rochaeni, M.Si dan Bapak Dewi Rohma Wati, SP, M.Si, selaku
Dosen Pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
motivasi kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si dan Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku
Dosen Penguji I dan II yang telah memberikan saran untuk hasil skripsi
yang baik.
vii
5. Seluruh dosen dan staff Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan selama penulis berkuliah.
6. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis Ibu Sri Andari dan Bapak
Junmi Hartono yang telah sabar memberikan kasih sayang serta do’a dari
kecil hingga kini dan nanti, serta adikku Rino Prasetya Yoga yang selalu
memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi, semoga menjadi anak yang
senantiasa berbakti kepada orang tua.
7. Teman spesial penulis Yusup Supriadi yang selalu memberikan semangat
dan juga memberikan baik waktu, maupun tenaga kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2011 diantaranya Irawati Dwi
Ardini, Debi Sarah, Theza Octa Aftaliana dan Rahmat Azizi serta kawan-
kawan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu terima kasih atas
dukungan, masukan dan semangat, canda dan tawa yang kita lewati.
9. Sahabat-sahabat sepermainanku Annisa Amalia, SE, Irma Rahmawaty
Hadju, S.Pd dan Dhiah Sa’idah, S.Pd yang tak pernah henti-hentinya
memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
10. Semua pihak yang penulis tidak sebutkan satu persatu namun penulis
berharap semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kalian semua.
viii
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak. Amiin Ya Robbal Alamiin.
Jakarta, Juni 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………...... ix
DAFTAR TABEL……………………………………………………...... xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. xv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………… 1
1.2 Perumusan Masalah…….………………………………………... 6
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………… 6
1.4 Manfaat Penelitian….………….………………………………… 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………….. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….. 8
2.1 Otonomi Daerah..…………………………………………..…….. 8
2.2 Definisi Sektor dan Sub Sektor Pertanian...………………..……. 10
2.3 Pembangunan Pertanian..…………………………………..…….. 12
2.3.1 Syarat-Syarat Pembangunan Pertanian………………......... 13
2.3.2 Tahap-Tahap Pembangunan Pertanian………….…………. 13
2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)………..…………….. 14
2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi………………………………......... 17
2.5.1 Konsep Pertumbuhan dan Pembangunan Pertanin………... 19
2.6 Peran Sektor Pertanian…………………….................................... 20
2.7 Metode Analisis Potensi Daerah…………………………………. 20
2.7.1 Tipologi Klassen…………………………………………… 21
2.7.2 Shift Share………………………………………………….. 23
2.7.3 Location Quotient………………………………………….. 24
2.8 Penelitian Terdahulu……………………………………………... 26
x
2.9 Kerangka Pemikiran……………………………………………... 28
BAB III METODE PENELITIAN………..…………………….……... 30
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………….......... 30
3.2 Jenis dan Sumber Data …………………………………………... 30
3.3 Metode Pengumpulan Data………………………………………. 31
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data…………………………... 32
3.4.1 Analisis Tipologi Klassen………………………………….. 32
3.4.2 Analisis S-S (Shift Share)………………………………….. 33
3.4.3 Analisis Location Quotient (Sektor basis dan non
basis/keunggulan komparatif………………………………
36
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN BEKASI………......... 37
4.1 Letak Geografis………………………………………………….. 37
4.2 Topografi………………………………………………………… 37
4.3 Demografi…………………………………………………...…… 39
4.3.1 Penduduk………………………..…...…………………….. 39
4.3.2 Luas Wilayah………………………………………………. 42
4.4 Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha………………... 43
4.5 Penggunaan Lahan……………………………………………….. 45
4.6 Perekonomian……………………………………………………. 48
4.6.1 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)………………… 48
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………...………………………. 51
5.1 Hasil Penelitian……..……………………………………………. 51
5.1.1 Klasifikasi Perkembangan Sub Sektor Pertanian Kabupaten
Bekasi………………………………………………………
53
5.1.2 Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian kabupaten
Bekasi……………..............................................................
55
5.1.3 Sub Sektor Pertanian Unggulan dan Non Unggulan di
Kabupaten Bekasi………………………….………………
56
5.2 Pembahasan Per Sub Sektor Pertanian Kabupaten
Bekasi…………………………………………………………….
.
57
5.2.1 Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan Pangan Kabupaten
Bekasi Tahun 2002-2016…………………………………..
58
xi
5.2.2 Analisis Sub Sektor Peternakan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016………………………………………………….
61
5.2.3 Analisis Sub Sektor Perikanan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016………………………………………………….
63
5.2.4 Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan Pangan Kabupaten
Bekasi ……………………………………………………...
65
5.2.5 Analisis Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016………………………………………………….
67
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………….. 69
6.1 Kesimpulan………………………………………………………. 69
6.2 Saran………………………………………………………........... 69
DAFTAR PUSTAKA…….……………………………….…………….. 71
LAMPIRAN …………………………………………………………… 75
xii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian Kabupaten Bekasi dalam
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun
2002-2015 .................................................................................................................. 5
2. Hak-hak dan Kewajiban Otonomi Daerah Otonomi ................................................. 9
3. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Analisis Tipologi Klassen .................................. 22
4. Jenis, Satuan dan Sumber Data ................................................................................. 32
5. Rata-rata Cuarh Hujan Menurut Bulan di Kabupaten Bekasi Tahun
2011-2015 .................................................................................................................. 38
6. Kepadatan Penduduk per Km2 menurut Kecamatan Tahun 2011-
2015 ........................................................................................................................... 40
7. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun
2015 ........................................................................................................................... 41
8. Luas Wilayah dan Banyaknya Des/Kelurahan menurut Kecamatan
Tahun 2015 ................................................................................................................ 43
9. Mata Pencaharian Penduduk kabupaten Bekasi Tahun 2014-2015 .......................... 44
10. Persentase Angkatan Kerja Kabupaten Bekasi Tahun 2012-2015 ............................ 45
11. Luas Lahan Menurut Penggunaannya Tahun 2015 ................................................... 46
12. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering menurut Kecamatan Tahun
2015 ........................................................................................................................... 47
13. PDRB, Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita di
Kabupaten Bekasi Tahun 2012-2015 ........................................................................ 49
14. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten
Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2016 (Juta
Rupiah) ...................................................................................................................... 51
15. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Provinsi
Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2016
(Juta Rupiah) ............................................................................................................. 52
16. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Rata-rata Kontribusi Sub Sektor
Pertanian dalam PDRB Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jawa Barat
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2016 .................................................. 53
17. Hasil Klasifikasi Tipologi Klassen Sub Sektor Pertanian di
Kebupaten Bekasi Periode 2002-2016 ...................................................................... 54
xiii
18. Hasil Analisis Shift Share Sub Sektor Pertanian Kabupaten Bekasi
Periode 2002-2016 ..................................................................................................... 55
19. Hasil Klasifikasi Tipologi Klassen Sub Sektor Pertanian di
Kebupaten Bekasi Periode 2002-2016 ...................................................................... 56
20. Persentase Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB
Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Periode 2002-
2016 (Persen) ............................................................................................................. 58
21. Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan pangan Kebupaten Bekasi
Tahun 2002-2016 ....................................................................................................... 60
22 Analisis Sub Sektor Peternakan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-
2016 ........................................................................................................................... 62
23. Analisis Sub Sektor Perikanan kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016 ....................... 64
24. Analisis Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Bekasi
Tahun 2002-2016 ....................................................................................................... 66
25. Analisis Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-
2016 ........................................................................................................................... 68
xiv
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Kerangka Pemikiran .................................................................................................. 29
2. Piramida Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2015 ................................................. 42
3. Perkembangan Kontribusi Tanaman Bahan Pangan Kabupaten
Bekasi Tahun 2002-2016 ........................................................................................... 59
4. Perkembangan Kontribusi Peternakan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016 .................................................................................................................. 62
5. Perkembangan Perikanan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016 ............................... 64
6. Perkembangan Kontribusi Tanaman Perkebunan Kabupaten Bekasi
Tahun 2002-2016 ....................................................................................................... 66
7. Perkembangan Kontribusi Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016 .................................................................................................................. 67
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. PDRB Jawa Barat Atas Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota
2010-2014 (Miliar Rupiah) ........................................................................................
75
2. Ringkasan PDRB Kabupaten Bekasi Tahun 2013-2015 ........................................... 76
3. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016 ........................ 77
4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi Atas Dasar
Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) ...........................................
78
5. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Atas Dasar Harga
Berlaku menurut lapangan Usaha (Juta Rupiah) .......................................................
79
6. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga
Berlaku menurut Lapangan Usaha (Persen) ..............................................................
80
7. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga
Berlaku menurut Lapangan Usaha (Persen) ..............................................................
81
8. Tabel Bauran Industri (Mij) Sektor Pertanian ........................................................... 82
9. Tabel Keunggulan Kompetitif (Cij) Sektor Pertanian ............................................... 83
10. Tabel Perubahan Variabel Regional (Dij) Sektor Pertanian ...................................... 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dilihat dari segi geografis, Indonesia yang terletak di antara dua samudera
besar mempunyai dampak mendapat angin laut yang membawa banyak hujan. Hal
ini pula yang menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga Indonesia
memiliki kekayaan alam yang melimpah dan beragam. Setiap daerah di Indonesia
memiliki kekayaan alam potensial yang berbeda-beda. Kekayaan alam yang
dihasilkan tidak terbatas pada keanekaragaman hayati saja, namun juga kekayaan
minyak bumi, gas alam, dan pertambangan yang melimpah.
Adanya otonomi daerah, memberikan keleluasaan pemerintah daerah
untuk dapat mengatur dan melaksanakan program-program pembangunan daerah.
Suatu daerah otonomi dapat mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan alam
yang potensial di setiap daerahnya. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
menjadi titik fokus penting dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Pengembangan suatu daerah bisa disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan
potensi dan ciri khas daerah masing-masing.
Kabupaten Bekasi adalah salah satu kabupaten yang ada didalam Provinsi
Jawa Barat. Kabupaten Bekasi memiliki luas wilayah sebesar 127.388 km2 yang
terdiri dari 26 Kota/Kabupaten. Kemudahan aksestabilitas dan letak geogarfis
yang strategis dengan wilayah pusat pertumbuhan seperti DKI (Daerah Khusus
Ibukota) Jakarta, Kota Bogor, dan Bekasi. Kabupaten Bekasi dalam
pengembangannya sesuai dengan keputusan Peraturan Presiden No 54 Tahun
2
2008, termasuk kedalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jabodetabek – Panjur
(Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi – Puncak dan Cianjur) yang
dipersiapkan sebagai pendukung atau menjadi penyeimbang dari DKI (Daerah
Khusus Ibukota) Jakarta yang memiliki fungsi sebagai kegiatan industri,
pemukiman, transportasi, pariwisata dan lainnya. Sebagai hinterland DKI (Daerah
Khusus Ibukota) Jakarta, Kabupaten Bekasi telah mengalami pertumbuhan yang
pesat dalam jumlah penduduk maupun pertumbuhan ekonominya (Ma’mun dan
Irwansyah, 2012:8).
Kebijakan industri nasional yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2008 merupakan arahan dan kebijakan
jangka menengah dan jangka panjang, dalam rangka mempercepat proses
indutrialisasi untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Kabupaten
bekasi adalah salah satu wilayah di Jawa barat yang memiliki kontribusi PDRB
cukup besar terhadap PDRB Jawa Barat (Indrasari. 2014:2). Berdasarkan
Lampiran 1 dapat dilihat Kabupaten Bekasi adalah daerah yang menjadi
penyumbang terbesar pembentuk PDRB (Produk Dometik Regional Bruto)
Provinsi Jawa Barat.
Pada umumnya transformasi yang sedang terjadi di negara berkembang
adalah transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri atau dapat juga
dikatakan perubahan struktur atau transformasi ekonomi dari tradisional menjadi
modern. Perubahan struktur yang terjadi dicerminkan oleh kontribusi masing-
masing sektor terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Terjadinya
perubahan struktural yang dicirikan dengan perubahan kontribusi masing-masing
3
sektor yaitu dari sektor primer, sekunder dan tersier terhadap PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) berakibat pada corak perekonomian daerah perkotaan.
Terpusatnya kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan mempunyai kecenderungan
makin tingginya tingkat konsentrasi penduduk pada wilayah tersebut (Kusreni,
2009:21).
Upaya pembangunan pertanian tangguh dan berdaya saing perlu
dilengkapi dengan langkah reformat pembangunan ekonomi yang lebih utuh,
minimal bagaimana sektor pertanian agar terintegrasi ke dalam pembangunan
ekonomi makro secara nasional. Namun demikian, masyarakat pun tidak akan
sudi apabila para perumus kebijakan masih terus menggunakan metode coba-coba
(trials and errors) dalam membangun pertanian Indonesia. Kesalahan kebijakan
sedikit saja pasti akan membebani masyarakat dalam bentuk biaya ekonomi,
sosial, dan poitik baik berupa ekonomi biaya tinggi maupun bentuk biaya
eksternalitas yang dapat meresahkan (Arifin, 2005:20).
Rekonstruksi sektor pertanian dalam arti luas, mulai dari subsektor
pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan sampai pada
basis sumberdaya alam lainnya perlu dilakukan guna meningkatkan perannya
dalam pembangunan nasional. Dalam bahasa ekonomi, langkah rekonstruksi
tersebut dapat diukur dengan seberapa besar tingkat diversifikasi usaha kearah
penerimaan ekonomis yang lebih baik (upward diversification) atau bahkan
transformasi besar dari agriculture menjadi agribusiness. Pergeseran komoditas
pertanian dari bahan pangan berbasis padi ke non-padi seperti holtikultura, buah-
4
buahan, tanaman keras, dan lain-lain adalah salah satu bukti tingkat kelayakan
usaha ekonomis yang lebih tinggi komoditas non-padi (Arifin, 2005:20).
Lebih lanjut Arifin (2005:22) menjelaskan langkah diversifikasi usaha ini
tidak akan dapat berjalan mulus apabila pendapatan over all petani produsen
masih rendah. Mereka memerlukan tambahan modal kerja dan investasi untuk
adopsi teknologi baru, akses informasi, intensitas tenaga kerja proses produksi,
manajemen pengolahan, pemasaran, dan pasca panen lain, baik secara individual
maupun secara kelompok sebagaimana disyaratkan dalam sistem agribisnis.
Apabila pilihan dan kesempatan bersedia, petani produsen pasti akan lebih leluasa
melakukan diversifikasi usaha. Inilah perspektif mikro kelayakan usaha yang
terus-menerus harus dibangun dan diberdayakan. Sedangkan dalam perspektif
makro, negara maupun daerah wajib untuk menyediakan atau memfasilitasi
diversifikasi usaha tersebut dengan serangkaian kebijakan yang afimatif tepat
sasaran.
Indikator ekonomi dapat digunakan untuk menganalisis dan menentukan
arah kebijakan serta mengevaluasi hasil pembangunan. Salah satu indikator
ekonomi yang diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai kemampuan
suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) adalah Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) pada dasarnya
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha kegiatan
ekonomi dalam suatu wilayah/daerah pada priode tertentu, atau merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
5
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian Kabupaten Bekasi Dalam PDRB
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2016
(Persen)
Tahun Pertumbuhan Sektor Pertanian Pertumbuhan PDRB Total
2002 9,23 7,42
2003 8,53 10,35
2004 10,60 12,39
2005 6,10 18,16
2006 9,40 16,34
2007 15,15 11,99
2008 14,75 11,38
2009 13,66 8,14
2010 13,72 8,68
2011 13,00 10,59
2012 1,24 9,15
2013 12,38 9,51
2014 1,45 1,45
2015 1,62 1,62
2016* 12,18 12,18
Rata-Rata 9,53 9,96 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
Ket : * Angka Sementara
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa laju Pertumbuhan PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bekasi sektor pertanian atas dasar harga
berlaku menurut lapangan usaha (Persen) 2002-2016 mengalami fluktuasi. Tahun
2002 ke 2003 terjadi penurunan sebesar 0,7 persen. Pada tahun 2004 ke 2005
terjadi penurunan secara drastis sebesar 4,50 persen. Tahun 2005 ke 2006 terjadi
peningkatan sebesar 3,30 persen. Tahun 2007 hingga 2012 terjadi penurunan
secara terus menerus. Pada tahun 2013 ke 2014 terjadi penurunan yang sangat
drastis sebesar 10,93 persen. Pada tahun 2014 sampai 2016 terjadi peningkatan,
untuk tahun 2014 ke 2015 terjadi peningkatan yang sangat kecil yaitu sebesar 0,17
persen. Sedangkan pada 2015 ke 2016 terjadi peningkatan secara drastis yaitu
sebesar 10,56 persen. Rata-rata laju pertumbuhan sektor pertanian Kabupaten
6
Bekasi tahun 2002-2016 membuktikan bahwa sektor pertanian merupakan salah
satu sektor penunjang PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terbesar,
sedangkan laju PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bekasi atas
dasar harga berlaku menurut lapangan usaha sebesar 9,96. Kondisi ini
menunjukan bahwa sektor pertanian dapat dimanfaatkan secara optimal dalam
menyumbang PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bekasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini, antara lain :
1. Bagaimana peran sub sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) di Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016 ?
2. Bagaimana perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sub
sektor pertanian di Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016 ?
3. Sub sektor pertanian apa yang menjadi unggulan dan non unggulan di
Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini, antara lain :
1. Menganalisis peran sub sektor pertanian terhadap produk domestik regional
bruto (PDRB) di Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016.
2. Menganalisis perkembangan kontribusi sub sektor pertanian di Kabupaten
Bekasi tahun 2002-2016.
7
3. Menganalisis sub sektor pertanian apa yang menjadi unggulan dan non
unggulan di Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Bekasi, diharapkan hasil
penelitian dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan untuk
perencanaan pembangunan daerah.
2. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan suatu proses pembelajaran dalam
penerapan antara teori dan praktik yang dituangkan dalam suatu karya ilmiah.
3. Bagi Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca
serta dapat menjadi referensi penelitian berikutnya dengan topik yang serupa.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini lebih terfokus maka penulis melakukan batasan
penelitian sebagai berikut ; 1) Penelitian dilakukan di Kabupaten Bekasi, 2) Objek
penelitian yang diteliti dalam adalah semua sektor pertanian yang terdiri dari sub
sektor tanaman bahan pangan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor
peternakan, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan, 3) Data yang
digunakan adalah data time series (deret waktu) tahun 2002-2016, dan 4) Metode
analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan tipologi klassen, shift share
(S-S) dan location quotient (LQ).
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan
ditetapkannya UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU
RI Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, maka daerah mempunya hak, wewenang dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan
adanya Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut maka sudah menjadi kewajiban
pemerintah daerah untuk menangani potensi wilayah yang berada dalam ruang
lingkup pemerintahannya (Murhaini, 2009:75).
Menurut UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, di
dalam otonomi daerah, pemerintah pusat telah memberikan sebagian wewenang
kepada kepala daerah agar pelaksanaan sistem pemerintahan menjadi lebih
berkualitas. Pengertian daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri,
bedasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia). Dalam daerah otonomi terdapat tiga unsur meliputi :
9
1. Unsur batas wilayah
Unsur batas wilayah berarti bahwa suatu daerah mempunyai batas wilayah
yang jelas untuk dapat membedakan wilayah daerah itu sendiri dengan wilayah
daerah yang lain.
2. Unsur pemerintahan
Unsur pemerintahan berarti suatu daerah memiliki pemerintah daerah beserta
lembaga daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Unsur masyarakat
Unsur masyarakat berarti masyarakat sebagai bagian dari suatu pemerintahan
daerah yang memiliki norma-norma masyarakat, kebiasaan, dan tradisi dari
masyarakat daerah tersebut.
Adapun hak-hak dan kewajiban daerah otonomi sebagai berikut:
Tabel 2. Hak-hak dan Kewajiban Daerah Otonomi No Hak- hak daerah otonomi Kewajiban daerah otonomi
1 Mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahannya
Melindungi masyarakat, menjaga persatuan,
kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
2 Memilih pimpinan daerah meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
3 Mengelola aparatur daerah
mengembangkan kehidupan demokrasi
4 Mengelola kekayaan daerah mewujudkan keadilan dan pemerataan
5 Memungut pajak daerah dan retribusi
daerah
meningkatkan pelayanan dasar pendidikan
6 Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah
menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
7 Mendapatkan sumber-sumber pendapatan
lain yang sah
menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak
8 Mendapatkan hak lainnya yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
mengembangkan sistem jaminan sosial
9 menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
10 mengembangkan sumber daya produktif di daerah
11 melestarikan lingkungan hidup
12 mengelola administrasi kependudukan
13 melestarikan nilai sosial budaya
14 membentuk dan menerapkan peraturan perundang-
undangan sesuai dengan kewenangannya dan
kewajiban lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
10
Adanya otonomi daerah, suatu daerah diberikan kesempatan yang luas
untuk dapat mengembangkan potensi-potensi dari suatu daerah serta
melaksanakan program-program pembangunan yang dibuat untuk dapat
dioptimalkan dengan baik. Daerah otonomi juga dituntut agar dapat
mempertanggung jawabkan segala hak, wewenang, dan kewajiban yang telah
diberikan pemerintahan pusat kepada pemerintahan daerah.
2.2 Definisi Sektor dan Sub Sektor Pertanian
Menurut Mosher (1991:19) pertanian adalah suatu bentuk produksi yang
khas, yang didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Petani
mengelola dan merangsang pertumbuhan tanaman dan hewan dalam suatu usaha
tani, dimana kegiatan produksi merupakan bisnis, sehinggga pengeluaran dan
pendapatan sangat penting artinya. Langkah rekonstruksi sektor pertanian dalam
arti luas, mulai dari subsektor pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan,
perikanan, kehutanan sampai pada basis sumberdaya alam lainnya (Arifin,
2005:20).
Subsektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mencakup
segala pengusahaan yang didapatkan dari alam dan merupakan benda-benda atau
barang-barang biologis (hidup) yang hasilnya dapat dijual kepada pihak lain.
Pengusahaan ini termasuk kegiatan yang tujuan utamanya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri (subsisten) seperti pada kegiatan usaha tanaman pangan (BPS
Kabupaten Bekasi, 2015:156).
11
Menurut BPS Kabupaten Bekasi (2015:157) sub sektor golongan pertanian
adlah peternakan, kehutanan, perikanan, tanaman pangan, tanaman holtikultura,
tanaman perkebunan.
1. Tanaman Pangan
Meliputi semua kegiatan ekonomi yang menghasilkan komoditas bahan
pangan yang meliputi padi, palawijaya, (jagung, kedele, kacang tanah, kacang
hijau, ubi jalar, palawijaya lainnya, seperti talas, ganyong, irut, gembili), serta
tanaman serelia lainnya (sorgum/ cantel, jawawut, jelai, gandum).
2. Tanaman Hortikultura
Meliputi semua kegiatan yang menghasilkan komoditas buah-buahan,
tanaman hias dan sayuran yang meliputi komoditas buah-buahan (jeruk, alpukat,
mangga dan nangka), komoditas tanaman hias (anggrek, melati dan mawar) serta
komoditas sayuran (kangkung, bayam, cabai dan lainnya).
3. Tanaman Perkebunan
Komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan tanaman perkebunan diantaranya
adalah tebu, tembakau, nilam, jarak, wijen, tanaman berserat (kapas, rosela, rami,
yute, agave, abaca, kenaf), kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, lada, pala, kayu
manis, cengkeh, jambu mete.
4. Peternakan
Komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan peternakan adalah sapi potong,
kerbau, kambing, domba, babi, kuda, ayam bukan ras (buras), ayam ras pedaging,
ayam ras petelur, itik manila, telur ayam ras, telur ayam bukan ras, telur itik, susu
segar dan sebagainya.
12
5. Kehutanan
Komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan kehutanan meliputi kayu
glondongan (baik yang berasal dari hutan rimba maupun hutan budidaya), kayu
bakar, rotan, bambu, dan hasil hutan lainnya.
6. Perikanan
Komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan perikanan meliputi segala jenis
ikan, crustacean, mollusca, rumput laut, dan biota air lainnya yang diperoleh dari
penangkapan (di laut dan perairan umum) dan budidaya (laut, tambak, karamba,
jaring apung, kolam, dan sawah).
2.3 Pembangunan Pertanian
Menurut Mosher (1991:79) pembangunan pertanian dapat berjalan dengan
adanya lima syarat pokok, namun percepatan pembangunan pertanian diperlukan
dukungan faktor pelancar yang berhubungan dengan geraknya sumber daya
manusia dan pendayagunaan sumber daya alam secara optimal agar mencapai
produktivitas yang tinggi serta mencapai tujuan pembangunan secara jelas dan
terfokus. Sedangkan pembangunan pertanian menurut Rahardjo (1984:85) yaitu
pembangunan pertanian diletakkan pada skala prioritas teratas. Pertanian telah
dijadikan dasar pembangunan nasional yang menyeluruh. Disadari bahwa
perkembangan pertanian merupakan prasyarat industrialisasi yang akan menjadi
tulang punggung perekonomian nasional yang tangguh.
Menurut Kamaluddin (1998:29) pembangunan pertanian diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, memperluas
lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta mengisi dan memperluas pasar, baik
13
pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Ini dilakukan melalui pertanian
yang maju, efisien, dan tangguh sehingga makin mampu meningkatkan dan
menganekaragamamkan hasil, meningkatkan mutu dan derajat pengolahan
produksi dan menunjang pembangunan wilayah.
2.3.1 Syarat-Syarat Pembangunan Pertanian
Keberhasilan pembangunan pertanian memerlukan beberapa syarat atau
pra kondisi yang untuk tiap daerah berbeda-beda. Pra kondisi tersebut meliputi
bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial budaya dan lain-lain. Menurut Mosher
(1991:79) ada lima syarat yang harus ada dalam pembangunan pertanian Apabila
salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka terhentilah pembangunan
pertanian, syarat tersebut adalah :
1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani.
2. Teknologi yang senantiasa selalu berkembang.
3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal.
4. Adanya perangsang produksi bagi petani.
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu.
2.3.2 Tahap-Tahap Pembangunan Pertanian
Menurut Todaro (2006:58) ada tiga pokok dalam evolusi produksi
pembangunan pertanian sebagai berikut :
1. Pertanian tradisional yang produktivitasnya rendah.
14
2. Produk pertanian sudah mulai terjadi dimana produk pertanian sudah ada
yang dijual ke sektor komersial atau pasar, tetapi pemakaian modal dan
teknologi masih rendah.
3. Pertanian modern yang produktivitasnya sangat tinggi yang disebabkan oleh
pemakaian modal dan teknologi yang tinggi pula.
Pada tahap ini produk pertanian seluruhnya ditujukan untuk melayani
keperluan pasar komersial. Modernisasi pertanian dari tahap tradisional
(subsisten) menuju pertanian modern membutuhkan banyak upaya lain selain
pengaturan kembali struktur ekonomi pertanian atau penerapan teknologi
pertanian yang baru. Hampir semua masyarakat tradisional, pertanian bukanlah
hanya sekedar kegiatan ekonomi saja, tetapi sudah merupakan bagian dari cara
hidup mereka. Pemerintah yang berusaha mentransformasi pertanian tradisional
haruslah menyadari bahwa pemahaman akan perubahan-perubahan yang
mempengaruhi seluruh sosial, politik dan kelembagaan masyarakat pedesaan
adalah sangat penting. Tanpa adanya perubahan-perubahan seperti itu,
pembangunan pertanian tidak akan pernah bisa berhasil seperti yang diharapkan.
2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional
(kabupaten/kota) menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan
output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB
digunakan 2 pendekatan, yaitu produksi dan penggunaan. Keduanya menyajikan
komposisi data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi (lapangan
usaha) dan menurut komponen penggunaannya. PDRB (Produk Domestik
15
Regional Bruto) dari sisi lapangan usaha merupakan penjumlahan seluruh
komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh lapangan usaha atas
berbagai aktifitas produksinya. Sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan
tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut (BPS Kabupaten Bekasi,
2015:287).
Penghitungan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) menggunakan
dua macam harga yaitu harga berlaku dan harga konstan. PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) atas harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun bersangkutan,
sementara PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) atas dasar harga konstan
dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan
saat ini menggunakan tahun 2010 (BPS Kabupaten Bekasi, 2015:290).
Penghitungan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dapat dilakukan
dengan empat cara pendekatan yaitu:
1. Pendekatan Produksi
Pendekatan Produksi dapat disebut juga pendekatan nilai tambah dimana
nilai tambah bruto (NTB) dengan cara mengurangkan nilai out put yang
dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan biaya antara dari masing nilai
produksi bruto tiap sektor ekonomi. Nilai tambah merupakan nilai yang
ditambahkan pada barang dan jasa yang dipain oleh unit produksi sebagai input
antara. Nilai yang ditambahkan sama dengan balas jasa faktor produksi atas ikut
sertanya dalam proses produksi.
16
2. Pendekatan Pendapatan
Pada pendekatan ini, nilai tambah dari kegiatan – kegiatan ekonomi
dihitung dengan cara menjumlahkan semua balas jasa faktor praoduksi yaitu upah
dan gajih, surplus usaha, penyusutan danpajak tak langsung neto. Untuk sektor
Pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari keuntungan, surplus usaha
(bunga neto, sewa tanah dan keuntungan) tidak diperhitungkan.
3. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan ini digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa yang
digunakan oleh berbagai golongan dalam masyarakat untuk keperluan konsumsi
rumah tangga, pemerintah dan yayasan sosial ; Pembentukan modal ; dan ekspor.
Mengingat nilai barang dan jasa hanya berasasl dari produksi domestik, total
pengeluaran dari komponen–komponen di atas harus dikurangi nilai impor
sehingga nilai ekspor yang dimaksud adalah ekspor neto. Penjumlahan seluruh
komponen pengeluaran akhir ini disebut PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) atas dasar harga pasar.
4. Metode Alokasi
Metode ini digunakn jika data suatu unit produksi di suatu daerah tidak
tersedia. Nilai tambah suatu unit produksi di daerah tersebut dihitung dengan
menggunakan data yang telah dialokasikan dari sumber yang tingkatnya lebih
tinggi, misalnya data suatu kabupaten diperoleh dari alokasi data Propinsi.
Beberapa alokator yang digunakan adalah nilai produksi bruto atau neto, jumlah
produksi fisik, tenaga kerja, penduduk, dan alokator lainnya yang dianggap cocok
untuk menghitung nilai suatu unit produksi.
17
2.5 Teori Pertumbuhan Ekonomi
Samuelson (1995:436) mendefinisikan bahwa pertumbuhan ekonomi
menunjukkan adanya perluasan atau peningkatan dari gross domestic product
potensial atau output dari suatu negara. Ada empat faktor yang menyebabkan
pertumbuhan ekonomi, yaitu :
1. Sumber daya manusia, yaitu meliputi tenaga kerja, keterampilan, pengetahuan
dan disiplin kerja. Faktor ini merupakan faktor penting dalam pertumbuhan
ekonomi. Kenyataan dalam dunia ekonomi unsur lain dalam produksi seperti
barang-barang modal, bahan mentah dan teknologi dapat dibeli atau dipinjam.
Sebuah negara mungkin dapat membeli peralatan telekomunikasi paling
modern, komputer dan lain-lain. Meskipun demikian barang-barang modal
tersebut hanya dapat digunakan secara efektif dan terawat bila sumber daya
manusianya terampil dan terlatih.
2. Sumber daya alam. Faktor produksi kedua adalah tanah. Sumber daya yang
penting disini adalah tanah yang dapat ditanami, minyak dan gas, hutan, air dan
bahan mineral lain.
3. Pembentukan modal. Akumulasi modal, seperti yang kita ketahui
membutuhkan pengorbanan konsumsi untuk beberapa tahun lamanya. Negara
yang tumbuh dengan cepat cenderung untuk melakukan investasi besar-
besaran pada barang modal baru, pada negara-negara yang pertumbuhannya
paling cepat, 10-20 persen dari pendapatannya menjadi dana pembentukan
modal. Modal bukan saja dalam bentuk komputer, pabrik-pabrik, namun
banyak investasi yang hanya dilakukan oleh pemerintah dan terletak pada
18
kerangka kerja untuk mendorong sektor swasta. Investasi ini disebut Social
Overhead Capital (SOC) dan terdiri atas proyek-proyek skala besar ang
mendorong perdagangan komersial, jalan-jalan, irigasi dan proyek pengairan,
dan pelayanan kesehatan masyarakat adalah contoh-contoh penting. Seringkali
proyek-proyek tersebut berkaitan dengan ekstenal ekonomi, akan tetapi sektor
swasta tidak dapat melakukannya, jadi pemerintah harus masuk dan menjamin
bahwa investasi sosial atau infrastruktur itu dijalankan.
4. Perubahan teknologi dan inovasi. Sebagai tambahan bagi ketiga faktor klasik
tersebut, pertumbuhan ekonomi tergantung pada fungsi keempat yang vital
yaitu teknologi. Dalam sejarahnya pertumbuhan bukan merupakan proses
replikasi sederhana, penambahan pabrik dan pekerja yang serupa satu sama
lain. Akan tetapi lebih kepada bentuk proses penemuan dan perubahan
teknologi yang berkelanjutan yang membawa kepada perbaikan yang pesat
bagi kemungkinan produksi.
Menurut Boediono (1999:17) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses
dari kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi
disini meliputi tiga aspek :
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomi), suatu
perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu.
2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output perkapita,
dalam hal ini ada dua aspek penting, yaitu: output total dan jumlah penduduk.
Output perkapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk.
19
3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu, suatu
perekonomian dikatakan tumbuh bila dalam jangka waktu yang cukup lama
(lima tahun) mengalami kenaikan output perkapita.
2.5.1 Konsep Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
Menurut Sukirno (2000:33) pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan
tingkat kegiatan dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan
ekonomi, harus diperbandingkan pendapatan nasional berbagai tahun yang
dihitung berdasarkan harga konstan. Jadi perubahan nilai pendapatan nasional
hanya semata-mata disebabkan oleh perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi.
Pertumbuhan baru tercapai apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan
bertambah besar pada tahun berikutnya. Pertumbuhan ekonomi sangat diharapkan
karena akan membuat masyarakat mengkonsumsi barang dan jasa dalam jumlah
yang besar dan juga penyediaan barang dan jasa sosial, sehingga hidup
masyarakat dapat ditingkatkan.
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang
dinamis dan terus-menerus atas suatu masyarakat atau sistem sosial yang
membawa perubahan dan peningkatan keadaan dari yang mempunyai corak
sederhana ke tingkatan yang lebih maju. Sementara itu pembangunan ekonomi
didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil
per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang diserta oleh perbaikan
kelembagaan (Arsyad, 1999:147).
20
2.6 Peran Sektor Pertanian
Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian dapat dilihat dari
berbagai hal, antara lain dilihat dari masih relatif besarnya pangsa sektor
pertanian terhadap Produk Domestik bruto (PDB), sektor pertanian juga
merupakan pemasok bahan baku bagi industri, mampunya sektor ini menyediakan
pangan dan gizi, dapat menyerap banyak tenaga kerja dan semakin signifikannya
kontribusi sektor pertanian dalam meningkatkan ekspor nonmigas (Soekartawi,
1996:69).
Sektor pertanian juga dapat menjadi basis dalam mengembangkan
kegiatan ekonomi perdesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian
yaitu agribisnis dan agroindustri. Dengan pertumbuhan yang terus positif secara
konsisten, sektor pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan
ekonomi nasional (Antara, 2009:11).
2.7 Metode Analisis Potensi Ekonomi Daerah
Dalam melakukan pembangunan daerah diperlukan materi mengenai data
dan tehnik analisis tertentu untuk menentukan sumber potensi yang dapat
diandalkan oleh daerah sebagai sumber pendapatan. Hal ini perlu dilakukan
mengingat struktur dan potensi pelaksanaan pembangunan daerah sangat beragam
dengan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing daerah tersebut. Berikut
ini beberapa tehnik analisis yang dapat digunakan dalam penyusunan rencana
pembangunan daerah.
21
2.7.1 Tipologi Klassen
Analisis tipologi klassen adalah alat analisis yang digunakan untuk
mengetahui gambaran tenta struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor.
Analisis tersebut membagi sektor menjadi dua indikator yaitu pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi. Analisis tipologi klassen menghasilkan empat klasifikasi
sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008:18) :
1. Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I).
Pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar
dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi
referensi (s) dan memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih
besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang
menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski > sk.
2. Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II).
Pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil
dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi
referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang
lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang
menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si < s dan ski > sk.
3. Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran
III).
Pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar
dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi
referensi (s), tetapi memilki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang
22
lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang
menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si > s dan ski < sk.
4. Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV).
Pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil
dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi
referensi (s) dan sekaligus memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski)
yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah
yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si< s dan ski <
sk.
Menurut Sjafrizal (2008:49) tipologi klassen selain untuk mengklasifikasi
masing-masing sektor, teknik analisis ini juga dapat digunakan untuk
menganalisis pengelompokan/pengklasifikasian sektor ekonomi menurut masing-
masing sektor usaha. Pengelompokan yang demikian dapat membantu perencana
untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat. Pengelompokan/pengklasifikasian
sektor ekonomi tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3. Klasifikasi Sektor PDRB menurut Analisis Tipologi Klassen
Kuadran I
Sektor yang maju dan tumbuh
dengan pesat (developed sektor)
si > s dan ski > sk
Kuadran II
Sektor maju tapi tertekan (stagnan
sektor)
si < s dan s > sk
Kuadran III
Sektor potensial atau masih dapat
berkembang (developing sektor)
si > s dan ski < sk
Kuadran IV
Sektor relatif tertinggal
(underdeveloped sektor)
si < s dan ski < sk Sumber : Syafrizal (2008:49)
Ket : Kuadran I : Sektor Maju: si > s dan ski > sk
Kuadran II : Sektor Maju tapi Tertekan si < s dan s > sk
Kuadran III : Sektor Potensial si > s dan ski < sk
Kuadran IV : Sektor Relatif Tertinggal si < s dan ski < sk
Dimana ; si : Laju Pertumbuhan Sektor Tertentu dalam PDRB
s : Laju Pertumbuhan Sektor PDRB
ski : Nilai Kontribusi Sektor Terhadap PDRB
sk : Kontribusi Daerah
23
2.7.2 Shift Share
Analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dan mengetahui
pergeseran dan peranan perekonomian di daerah. Secara ringkas, analisis Shift
Share dapat dijelaskan bahwa perubahan suatu variabel regional suatu sektor di
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh pertumbuhan
nasional, bauran industri, dan keunggulan kompetitif (Tarigan, 2007:42). Analisis
shift share digunakan untuk melihat kecenderungan transformasi struktur
perekonomian wilayah. Esteban Marguillas pada tahun 1972 telah melakukan
modifikasi terhadap teknik analisis Shift Share untuk memecahkan masalah
pengaruh efek alokasi dan spesialisasi (Soepono, 1993:47).
Analisis shift share digunakan untuk melihat kecenderungan tranformasi
struktur perekonomian wilayah. Analisis ini mengasumsikan pertumbuhan suatu
wilayah dapat dibagi ke dalam tiga komponen. Pertama komponen pertumbuhan
provinsi (national/provincial growth component atau share regional). Hal ini
adalah untuk melihat struktur atau posisi relatif suatu daerah dalam kaitannya
dengan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh di wilayah yang menaunginya.
Share regional menggambarkan perubahan output suatu wilayah yang disebabkan
oleh perubahan secara umum, perubahan kebijakan ekonomi secara nasional atau
provinsi atau perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi seluruh sektor di
seluruh wilayah secara seragam. Komponen ini terjadi misalnya karena tren
inflasi ataupun karena kebijakan perpajakan ; Kedua pertumbuhan sektoral
(industrial mix component atau proportionally shift) merupakan alat untuk
mengukur tingkat pertumbuhan produksi suatu wilayah lebih cepat atau lebih
24
lambat dari pertumbuhan produksi nasional karena tingginya konsentrasi industri
(sektor) regional. Proportionnaly Shift (PS) ini biasanya dipengaruhi oleh
perubahan permintaan akhir, ketersediaan bahan baku, dan kebijakan sektoral.
Selain itu komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor
dalam permintaan produk akhir, perbedaan ketersediaan bahan mentah, perbedaan
kebijakan industri dan perbedaan struktur, dan keragaman pasar. Ketiga
pertumbuhan daya saing wilayah (competitive effect component atau different
shift). Different shift dapat mengukur daya saing suatu sektor di suatu wilayah
dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama di wilayah lain. Different
shift terjadi karena peningkatan atau penurunan output di suatu wilayah yang
disebabkan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar input dan output, maupun
infrastruktur ekonomi (Abidin, 2015:166).
2.7.3 Location Quotient
Teori ekonomi basis menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan barang dan jasa dari suatu daerah. Proses produksi di sektor industri di
suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi (SDP) lokal, termasuk
tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya diekspor akan menghasilkan
pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan
peluang kerja di daerah tersebut. Pertanyaan yang muncul dari teori ekonomi basis
adalah sanggupkah setiap provinsi memanfaatkan peluang ekspor yang ada,
terutama dalam era otonomi daerah dan era perdagangan bebas (Tambunan,
2001:75). Inti dari Model Ekonomi Basis (Economic Base Model) menunjukan
25
bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah
tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah ditentukan teknik yang
digunakan adalah kuosien lokasi (location quotient = LQ). Location quotient
(kuosien lokasi) atau disingkat dengan LQ adalah suatu perbandingan tentang
besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor
tersebut secara nasional (Tarigan, 2007:52).
Secara umum, metode ini menunjukkan lokasi pemusatan atau basis
aktivitas dengan tujuan untuk melihat keunggulan komparatif suatu daerah dalam
menentukan sektor andalannya. Location quotient (LQ) dimanfaatkan untuk
mengidentifikasikan sumber-sumber pertumbuhan regional, menganalisis
kecenderungan dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil-hasil kegiatan
ekonomi di suatu daerah dalam lingkup daerah himpunannya. Analisis location
quotient (LQ) berguna untuk membantu menentukan kapasitas ekspor
perekonomian daerah dan melihat kemampuan daya saing komoditas antar daerah
atau dapat juga digunakan melihat sektor unggulan suatu wilayah.
Kriteria pengukuran location quotient (LQ) (Tarigan, 2007:67) apabila
nilai location quotient (LQ) > 1 berarti sektor tersebut menunjukan bahwa daerah
tersebut surplus akan produk sektor i dan mengekspornya ke daerah lain dan
merupakan sektor unggulan di daerah dan potensial untuk dikembangkan sebagai
penggerak perekonomian daerah. Apabila nilai location quotient (LQ) < 1 berarti
sektor tersebut hanya mampu memenuhi daerahnya sendiri dan bukan merupakan
sektor unggulan dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian daerah.
26
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan pendekatan location quotient (LQ) dan analisis shift
share (SS) sudah dilakukan sebelumnya, seperti penelitian yang telah dilakukan
oleh Hilal (2011) dalam penelitiannya mengenai analisis potensi pertumbuhan
ekonomi Kota Tegal tahun 2004-2008 menemukan bahwa, Kota Tegal memiliki
sektor basis yaitu sektor listrik, gas dan air; transportasi dan komunikasi ;
keuangan ; konstruksi ; dan perdagangan. Nilai proporsional positif Kota Tegal
adalah sektor listrik, gas dan air ; sektor konstruksi ; sektor perdagangan ; sektor
transportasi dan komunikasi ; sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan
sektor potensial Kota tegal ada tiga sektor yaitu sektor industri, sektor bangunan
dan sektor perdagangan.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Jelita (2011) dalam penelitiannya
mengenai studi pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan melalui
pendekatan sektor-sektor unggulan menemukan bahwa, sektor-sektor ekonomi
yang menjadi sektor unggulan di Kota Tangerang Selatan berdasarkan yang
terunggul adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan ; sektor jasa-
jasa ; sektor bangunan ; sektor pengangkutan dan komunikasi ; sektor
perdagangan, hotel dan restoran ; sektor listrik, gas dan air bersih. sektor unggulan
yang mengalami pertumbuhan yang cepat yaitu sektor perdagangan, hotel dan
restoran (PPij > 0). Walaupun demikian, sektor perdagangan, hotel dan restoran
bukan menjadi sektor unggulan utama. Sektor dengan unggulan pertama dan
memiliki pertumbuhan yang cepat yaitu sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan dan jasa-jasa. Dilihat dari dayasaingnya, bahwa sektor perdagangan,
27
hotel dan restoran secara ekonomi dapat bersaing dengan baik (PPWij > 0) dengan
sektor ekonomi yang sama di Kabupaten/Kotamadya lain di Provinsi Banten.
Sektor-sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja yang tinggi adalah sektor
unggulan perdagangan, hotel dan restoran, sektor unggulan industri dan jasa-jasa.
Fitria (2012) dalam penelitian mengenai peran sub sektor pertanian dalam
perekonomian Kabupaten Bogor tahun 2008-2010 menemukan bahwa, sub sektor
peternakan dan kehutanan sebagai sub sektor yang potensional atau masih dapat
dikembangkan. Sub sektor tanaman bahan pangan dan sub sektor perikanan
mengalami pertumbuhan yang cepat. Sub sektor basis Kabupaten Bogor yaitu sub
sektor tanaman perkebunan dengan nilai LQ sebesar 1,72, sub sektor peternakan
dengan nilai LQ 2,14, dan sub sektor perikanan dengan nilai LQ sebesar 1,64.
Ayu (2012) dalam penelitian mengenai analisis sektor-sektor unggulan
pada perekonomian Kabupaten Cirebon (periode 2005-2010) menemukan bahwa,
sektor-sektor perekonomian Kabupaten Cirebon yang termasuk kedalam sektor
unggulan adalah sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, sektor jasa-jasa,
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan
komunikasi, dan sektor perdagangan hotel dan restoran. Sedangkan sektor
unggulan yang mengalami pertumbuhan yang cepat yaitu terdapat pada sektor
bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor
pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan. Sektor yang memiliki dayasaing yang baik yaitu sektor jasa-jasa.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah tempat
dilakukan penelitian ini yaitu Kabupaten Bekasi dengan periode 2002-2015.
28
Selain itu, adanya alat analisis tipologi klassen menjadi pembeda penelitian ini
dengan penelitian terdahulu. Batasan penelitian ini juga memliki perbedaan
dengan yang dilakukan oleh Hilal (2011), Jelita (2011) dan Ayu (2012) dimana
penelitian ini hanya membahas sub sektor pertanian (sub sektor tanaman bahan
pangan, sub sektor peternakan, sub sektor perikanan, sub sektor kehutanan dan
sub sektor tanaman perkebunan) sementara ketiga peneliti tersebut membahas
semua sektor penyumbang PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Persamaan
penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada alan analisis yang
digunakan yaitu analisis shift share dan location quotient. Selain itu penenlitian
juga memiliki persamaan objek yang menjadi pembahasan yaitu sub sektor
pertanian dengan yang dilakukan oleh Fitria (2012).
2.9 Kerangka Pemikiran
Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang memiliki berbagai potensi dan
letak daerah yang strategis, kemudahan aksestabilitas dan letak geografis yang
strategis dengan wilayah pusat pertumbuhan seperti DKI (Daerah Khusus Ibukota)
Jakarta, Kota Bogor, dan Bekasi. Sektor pertanian yang terdiri dari 5 sub sektor
yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub
sektor kehutanan, sub sektor peternakan dan sub sektor perikanan seharusnya
mampu menghasilkan berbagai jenis komoditi pertanian, akan tetapi sektor
pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan pertumbuhan dan
kontribusinya. Oleh karena itu, sektor tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih
dalam pembangunan pertanian Kabupaten Bekasi. Upaya yang perlu dilakukan
adalah dengan menganalisis peran dan potensi semua sub sektor pertanian untuk
29
mendukung pertumbuhan sektor pertanian yang nantinya dapat mendorong
pertumbuhan pada sektor lainnya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
metode tipologi klassen, Analisis shifts share (SS), dan location quotient (LQ).
Secara skematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar 1. berikut :
Pk
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Sektor Pertanian di
Kabupaten Bekasi
Sub Sektor Pertanian
1) Sektor Tanaman Bahan Makanan
2) Sektor Tanaman Perkebunan
3) Sektor Peternakan
4) Sektor Kehutanan
5) Sektor Perikanan
Peran Sub Sektor
Pertanian
Sub Sektor
Unggulan dan Non
Unggulan
Perkembangan
Pendapatan Sub
Sektor Pertanian
Analisis Tipologi
Klassen
Analisis Location
Quotient (LQ)
Analisis Shift
Share (SS)
Peran Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Bekasi
PDRB
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2017 sampai bulan April 2018.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bekasi. Lokasi penelitian dipilih secara
pusposive (sengaja) dengan pertimbangan karena Kabupaten Bekasi merupakan
salah satu Kabupaten di Indonesia yang memiliki tingkat pertumbuhan PDRB
(Pendapatan Domestik Regional Bruto) yang tinggi diatas rata-rata pertumbuhan
PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto) Jawa Barat dalam periode 2002-
2016 yaitu dapat tumbuh 5,8 persen pertahun (Tabel 13).
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data artinya informasi yang didapat melalui pengukuran-pengukuran
tertentu, untuk digunakan sebagai landasan dalam menyusun argumentasi logis
menjadi fakta. Sedang fakta itu sediri adalah kenyataan yang telah diuji
kebenarannya secara empirik, antara lain melalui analisis data (Fathoni,
2006:104).
Berdasarkan jenisnya, penelitian ini menggunakan data time series (deret
waktu). Data time series tersebut terdiri dari data PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto) Kabupaten Bekasi dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Provinsi Jawa Barat. Data time series yang digunakan adalah periode 2002-2016.
Sedangkan berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder. Menurut Kuncoro (2003:127) data sekunder adalah data yang biasanya
31
telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada
masyarakat pengguna data. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa
Barat serta laporan lainnya dari berbagai instansi yang relevan dengan penelitian
ini.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Menurut Sugiono (2009:308) metode pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah pengumpulan data. Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Menurut Arikunto
(2006:231) metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.
Metode dokumentasi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
metode lain, diantaranya adalah:
1. Metode ini menghemat waktu, karena dapat dilihat secara langung sekaligus
mencatatnya.
2. Tidak perlu pengantar orang lain.
3. Tidak menimbulkan kecurigaan.
4. Dapat mengetahui data yang berlaku.
Adapun yang menjadi kelemahan metode dokumentasi terutama adalah
kurang dapat dipercaya atau dipertahankan, karena dokumen yang ada itu
tergantung pada orang yang membuatnya. Untuk mengatasi kelemahan tersebut
32
maka perlu adanya suatu tuntutan untuk berfikir kritis, yaitu menanyakan hal-hal
penting yang berkaitan dengan data yang ada dalam dokumen yang bersangkutan.
Data diperoleh dengan cara mengunjungi lembaga-lembaga serta
menggunakan media internet (website-website) yang terkait dengan penelitian ini.
Berikut ini adalah data-data utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Tabel 4. Jenis, Satuan dan Sumber Data
No Jenis Data Satuan Sumber Data
1 PDRB Kabupaten Bekasi Rp BPS Kabupaten Bekasi
2 PDRB Propinsi Jawa Barat Rp BPS Propinsi Jawa Barat
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menjelaskan masalah yang telah ditetapkan, maka digunakan
beberapa metode analisis data, yaitu :
3.4.1 Analisis Tipologi Klassen
Untuk menganalisis peran sub sektor pertanian di Kabupaten Bekasi
digunakan alat analisis tipologi Klassen. Analisis tipologi klassen digunakan
dengan tujuan mengidentifikasi posisi sub sektor pertanian dalam perekonomian
di Kabupaten Bekasi Jawa Barat dengan memperhatikan sub sektor pertanian
dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat sebagai daerah referensi. Dalam
melakukan analisis tersebut digunakan laju pertumbuhan dan nilai kontribusi baik
dari Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jawa Barat.
33
3.4.2 Analisis S-S (Shift Share)
Untuk menganalisis perkembangan sub sektor pertanian di Kabupaten
Bekasi dipergunakan alat analisis shift share. Secara matematis analisis shift share
adalah sebagai berikut :
Dij = Nij + Mij + Cij
Dimana ; Dij = Perubahan variabel regional sub sektor pertanian i di Kabupaten
Bekasi
Nij = Perubahan PDRB sub sektor pertanian i di Kabupaten Bekasi
yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Barat.
Mij = Bauran industri sub sektor pertanian i di Kabupaten Bekasi yang
disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan ekonomi sub sektor
pertanian i di Provinsi Jawa Barat
Cij = Keunggulan kompetitif sub sektor pertanian i di Kabupaten
Bekasi
Rumus untuk menghitung Dij, Nij dan Mij akan diuraikan sebagai berikut :
Dij = E * ij - Eij
Dimana ; E*ij = PDRB sub sektor pertanian i di Kabupaten Bekasi pada tahun
2002
Eij = PDRB sub sektor pertanian i di Kabupaten Bekasi pada tahun
2016
Komponen pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa barat (wilayah yang lebih
ditunjukkan pada rumus dibawah :
34
Nij = Eij * m
Dimana ; rn = laju pertumbuhan Provinsi Jawa Barat
Komponen bauran industri sub sektor pertanian i di Kabupaten Bekasi
menunjukkan bahwa PDRB tumbuh sesuai laju selisih antara laju pertumbuhan
sub sektor pertanian tersebut secara nasional dengan laju pertumbuhan Provinsi
Jawa Barat. Sementara itu, komponen keunggulan kompetitif sub sektor pertanian
i di Kabupaten Bekasi merupakan PDRB yang tumbuh sesuai laju selisih antara
laju pertumbuhan sub sektor pertanian tersebut di Kabupaten Bekasi dengan laju
pertumbuhan sub sektor pertanian tersebut di Provinsi Jawa Barat.
Mij = Eij (rin – rn)
Cij = Eij (rij –rin)
Dimana ; rn = Laju pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat
rin = Laju pertumbuhan sub sektor pertanian i di Provinsi Jawa Barat
Masing-masing laju pertumbuhan didefinisikan sebagai berikut :
1. Mengukur laju pertumbuhan sub sektor pertanian i di Kabupaten Bekasi
rij = (E * ij – Eij)/Eij
2. Mengukur laju pertumbuhan sub sektor pertanian i di Provinsi Jawa Barat
rin = (E * in – Ein)/Ein
3. Mengukur laju pertumbuhan di Kabupaten Bekasi
rn = (E * n – En)/En
Dimana ; E*in = PDRB sub sektor pertanian i di Provinsi Jawa Barat pada
tahun 2002
35
Ein = PDRB sub sektor pertanian i di Provinsi Jawa Barat pada
tahun 2016
E*n = PDRB Provinsi Jawa Barat pada tahun 2002
En = PDRB Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016
Untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional, bauran industri, dan
keunggulan kompetitif dapat ditentukan bagi suatu sektor (i) atau dijumlahkan
untuk semua sektor sebagai keseluruhan wilayah.
Persamaan Shift Share untuk sub sektor pertanian i di Kabupaten Bekasi
adalah :
Dij = Eij *m + Eij (rin – rn) + Eij (rij –rin)
Kriteria penilaian ;
Jika Mij > 0 = maka pertumbuhan sub sektor pertanian i cepat pada wilayah
Provinsi Jawa Barat
Jika Mij < 0 = maka pertumbuhan sub sektor pertanian i lambat pada wilayah
Provinsi Jawa Barat
Jika Cij > 0 = berarti sub sektor pertanian i mempunyai daya saing yang baik
dibandingkan dengan sub sektor pertanian tersebut di Provinsi
Jawa Barat
Jika Cij < 0 = berarti sub sektor pertanian i di Provinsi Jawa Barat tidak dapat
bersaing dengan baik dibandingkan dengan wilayah lainnya di
Provinsi Jawa barat
36
3.4.3 Analisis Location Quotient (Sektor basis dan non basis/ keunggulan
komparatif)
Analisis location quotient (LQ) pada penelitian ini digunakan untuk
menentukan sektor basis perekonomian Kabupaten Bekasi. Formula location
quotient (LQ) dapat ditulis sebagai berikut :
⁄
⁄
Dimana ; Xr = PDRB sub sektor pertanian i di Kabupaten Bekasi
PDRBr = PDRB Kabupaten Bekasi
Xn = PDRB sub sektor pertanian i di Provinsi Jawa Barat
PDRBn = PDRB Provinsi Jawa Barat
37
BAB IV
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BEKASI
4.1 Letak Geografis
Kabupaten Bekasi merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat dengan
ibukotanya di Cikarang Pusat. Kabupaten Bekasi memiliki luas wilayah 127.388
Ha dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, dengan
Kabupaten Bogor di sebelah selatan, dengan Kabupaten Karawang di sebelah
timur dan dengan Kota Bekasi dan DKI Jakarta di sebelah Barat. Sebelah utara
Kabupaten Bekasi yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, berupa pantai
(dataran rendah) yaitu Kecamatan Muara gembong, Kecamatan Babelan dan
Kecamatan Tarumajaya. Sementara di selatan wilayah sedikit berbukit terdapat di
Kecamatan Cibarusah dan Bojongmangu. Secara geografis Kabupaten Bekasi
terletak pada 05º 54’50” sampai dengan 6º 29’ 15” Lintang Selatan (LS) dan 106º
58’ 5” sampai 107º 17’ 45” Bujur Timur (BT) (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bekasi 2005-2025, 2010:11).
4.2 Topografi
Sebagian besar wilayah Kabupaten Bekasi adalah dataran rendah dengan
bagian selatan yang berbukit-bukit. Kabupaten Bekasi terletak pada ketinggian
antara 0 – 115 m dpl (diatas permukaan laut) dengan kondisi kemiringan tanah
antara 0 – 25 persen. terdapat 16 aliran sungai besar di Kabupaten Bekasi yaitu
Sungai Citarum, Sungai Bekasi, Sungai Cikarang, Sungai Ciherang, Sungai
Belencong, Sungai Jambe, Sungai Sadang, Sungai Cikedokan, Sungai Ulu, Sungai
38
Cilemahabang, Sungai Cibeet, Sungai Cipamingkis, Sungai Siluman, Sungai
Serengseng, Sungai Sepak dan Sungai Jaeran. Lebar sungai-sungai tersebut
berkisar antara 3 sampai 80 meter (Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah (RPJPD) Kabupaten Bekasi 2005-2025, 2010:11-12).
Kondisi air tanah yang ada di wilayah Kabupaten Bekasi sebagian besar
merupakan air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 5 – 25 meter dari
permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam pada umumnya diperoleh pada
kedalaman antara 90 – 200 meter. Suhu udara di Kabupaten Bekasi tergolong
cukup panas dengan rata-rata 280 C – 29
0 C dan memilki curah hujan 86,37
mm/tahun. Kabupaten Bekasi memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan
musim hujan dengan suhu udara antara 280 C – 32
0 C. curah hujan tertinggi dan
hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bekasi 2005-2025, 2010:12).
Tabel 5. Rata-rata Curah Hujan Menurut Bulan di Kabupaten Bekasi Tahun 2011-
2015
Bulan Curah Hujan (mm)
2011 2012 2013 2014 2015
Januari 138,5 228,8 351,6 560,22 270,55
Pebruari 99,9 156,3 199,7 291,32 280,45
Maret 50,4 145,2 125,5 105,57 170,82
April 138,7 134,7 180,4 119,75 140,00
Mei 92,2 33,0 145,9 80,82 76,56
Juni 41,7 47,0 52,5 111,29 13,89
Juli 44,5 1,6 108,0 96,07 14,50
Agustus 4,5 - 22,5 16,32 10,00
September 2,1 12,6 8,3 4,25 25,50
Oktober 43,9 12,0 71,0 12,64 5,33
November 110,1 157,4 82,0 146,21 69,18
Desember 152,1 154,6 263,9 132,39 100,10
Jumlah/Total 918,5 1.083,2 1.611,3 1.676,86 1.176,88 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
39
Berdasarkan rata-rata curah hujan pertahun, wilayah Kabupaten Bekasi
termasuk dalam iklim tropis basah. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Bekasi
adalah 1.000-1.500 mm/tahun dengan kisaran suhu antara 28-320 Celcius.
Sepanjang tahun 2015 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sedangkan
curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober (Tabel 5).
4.3 Demografi
4.3.1 Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2015 mencapai 3.246.013
jiwa dengan kepadatan penduduk 2.548 jiwa per km2, yang terdiri dari 1.654.581
laki-laki dan 1.591.432 perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 104 (Tabel
6 dan Tabel 7). Wilayah Kabupaten Bekasi terbagi ke dalam 23 kecamatan yang
meliputi 7 kelurahan (kelurahan Bahagia, kelurahan Kebalen, kelurahan Wanasari,
kelurahan Telaga Asih, kelurahan Sertajaya, kelurahan Jatimulya, kelurahan
Kertasari) dan 180 desa. Wilayah Kabupaten Bekasi yang paling padat
penduduknya adalah kecamatan Tambun Selatan (10.994 jiwa per km2),
sedangkan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan Muaragembong
(269 jiwa per km2). Banyaknya desa di kecamatan berkisar antara 6, yaitu
Kecamatan Cikarang Pusat, Bojongmangu, dan Muaragembong, sampai dengan
13, yaitu Kecamatan Pebayuran.
40
Tabel 6. Kepadatan Penduduk per Km2 menurut Kecamatan Tahun 2011 – 2015
Kecamatan Kepadatan Penduduk (jiwa per km
2)
2011 2012 2013 2014 2015
Setu 1.89 1.908 2.072 2.148 2.224
Serang Baru 1.771 1.791 2.002 2.209 2.445
Cikarang Pusat 1.273 1.285 1.421 1.532 1.945
Cikarang Selatan 3.012 3.053 3.58 3.858 4.887
Cibarusah 1.542 1.558 1.666 1.709 1.733
Bojongmangu 418 418 425 434 441
Cikarang Timur 1.84 1.86 1.961 1.995 1.97
Kedungwaringin 1.789 1.803 1.852 1.901 1.93
Cikarang Utara 5.566 5.642 6.065 6.205 6.046
Karangbahagia 2.007 2.028 2.103 2.144 2.031
Cibitung 4.59 4.658 5.107 5.374 5.537
Cikarang Barat 4.138 4.194 4.531 4.684 4.734
Tambun Selatan 10.083 10.239 10.897 11.175 10.994
Tambun Utara 4.303 4.358 4.841 5.24 5.675
Babelan 3.492 3.541 3.904 4.063 4.213
Tarumajaya 2.11 2.134 2.359 2.432 2.673
Tambelang 933 935 937 959 968
Sukawangi 648 651 666 682 701
Sukatani 1.907 1.926 1.99 2.05 1.948
Sukakarya 1.004 1.008 1.017 1.037 1.057
Pebayuran 969 975 988 1.009 1.029
Cabangbungin 959 963 952 975 975
Muaragembong 254 255 257 263 269
Kabupaten Bekasi 2.162 2.188 2.357 2.451 2.548 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bekasi sebesar 3,95
persen. Cikarang Selatan adalah kecamatan dengan laju pertumbuhan penduduk
paling besar yaitu sebesar 10,58 persen, kecamatan cabangbungin adalah
kecamatan dengan laju pertumbuhan penduduk paling rendah yaitu sebesar 0,19
persen (Tabel 7).
41
Tabel 7. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2015
Kecamatan Laki-laki Perempua
n Jumlah
Sex
Rasio
Pertumbuh
an (%)
Setu 70.129 68.114 138.243 103 3,88
Serang Baru 78.378 77.613 155.991 101 7,89
Cikarang Pusat 46.583 46.012 92.595 101 7,57
Cikarang Selatan 130.6 119.264 249.864 110 10,58
Cibarusah 43.892 43.428 87.32 101 2,69
Bojongmangu 13.218 13.241 26.459 100 1,17
Cikarang Timur 51.392 49.71 101.102 103 1,62
Kedungwaringin 32.278 28.577 60.855 113 2,31
Cikarang Utara 137.752 122.905 260.657 112 1,90
Karangbahagia 47.158 46.487 93.645 101 0,30
Cibitung 126.222 124.587 250.809 101 4,57
Cikarang Barat 131.837 122.334 254.171 108 3,11
Tambun Selatan 238.307 235.516 473.823 101 1,91
Tambun Utara 98.221 98.232 196.453 100 7,16
Babelan 135.354 135.566 270.92 100 5,06
Tarumajaya 74.534 71.524 146.058 104 5,25
Tambelang 18.654 18.056 36.71 103 0,69
Sukawangi 24.176 22.957 47.133 105 1,90
Sukatani 37.673 35.43 73.103 106 1,68
Sukakarya 23.088 21.724 44.812 106 1,05
Pebayuran 51.253 47.86 99.113 107 1,37
Cabangbungin 24.524 23.915 48.439 103 0,19
Muaragembong 19.358 18.38 37.738 105 1,10
Kabupaten Bekasi 1.654.581 1.591.432 3.246.013 104 3,95 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (2015:1)
Pertumbuhan penduduk dapat diakibatkan oleh kelahiran dan migrasi
masuk ke Kabupaten Bekasi. Berdasarkan komposisi penduduk menurut
kelompok umur maka jumlah penduduk Kabupaten Bekasi paling banyak terdapat
pada kelompok usia 25-29 tahun. Penduduk usia muda tersebut berada pada siklus
hidup menyusun keluarga, sehingga pertumbuhan penduduk karena adanya
kelahiran dapat terjadi, sedangkan banyaknya kawasan industri di Kabupaten
Bekasi menjadi faktor penarik terjadinya migrasi masuk (Gambar 2).
42
Gambar 2. Piramida Penduduk Kabupaten Bekasi, 2015
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (2015:1)
4.3.2 Luas Wilayah
Luas wilayah mencapai 127.388 Ha. Kecamatan yang paling luas yaitu
kecamatan Muaragembong (14.009 Ha) atau 11 % dari luas kabupaten, sedangkan
kecamatan dengan luas paling kecil di Kabupaten bekasi adalah kecamatan
kedungwaringin dengan total luas wilayah sebesar 3.153 Ha atau sekitar 2,48
persen dari luas Kabupaten Bekasi.
Penduduk Kabupaten Bekasi tahun 2015 berjumlah 3.246.013 jiwa,
sehingga rata-rata kepadatan penduduk sebesar 2.548 jiwa per km2. Wilayah yang
paling padat penduduknya adalah kecamatan Tambun Selatan (10.994 jiwa per
km2), sedangkan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan
Muaragembong (269 jiwa per km2). Banyaknya desa di kecamatan berkisar antara
43
6, yaitu Kecamatan Cikarang Pusat, Bojongmangu, dan Muaragembong, sampai
dengan 13, yaitu Kecamatan Pebayuran.
Tabel 8. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa/Kelurahan menurut Kecamatan
Tahun 2015
Kecamatan Luas Wilayah
Desa Kelurahan Ha Persentase (%)
Setu 6.216 4,88 11 -
Serang Baru 6.38 5,01 8 -
Cikarang Pusat 4.76 3,74 6 -
Cikarang Selatan 5.174 4,06 7 -
Cibarusah 5.039 3,96 7 -
Bojongmangu 6.006 4,71 6 -
Cikarang Timur 5.131 4,03 7 1
Kedungwaringin 3.153 2,48 7 -
Cikarang Utara 4.33 3,40 10 1
Karangbahagia 4.61 3,62 8 -
Cibitung 4.53 3,56 6 1
Cikarang Barat 5.369 4,21 11 -
Tambun Selatan 4.31 3,38 9 1
Tambun Utara 3.442 2,70 8 -
Babelan 6.36 4,99 7 2
Tarumajaya 5.463 4,29 8 -
Tambelang 3.791 2,98 7 -
Sukawangi 6.719 5,27 7 -
Sukatani 3.752 2,95 7 -
Sukakarya 4.24 3,33 7 -
Pebayuran 9.634 7,56 12 1
Cabangbungin 4.97 3,90 8 -
Muaragembong 14.009 11,00 6 -
Kabupaten Bekasi 127.388 100,00 180 7 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (2015:1)
4.4 Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha
Selama periode 2012-2015 sektor pertanian adalah sektor yang paling
rendah dalam penyerapan tenaga kerja, sedangkan sektor yang paling tinggi
menyerap tenaga kerja adalah industri pengolahan. Tahun 2014-2015 penyerapan
tenaga kerja pada sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 1,29 persen
44
dibandingkan dengan sektor lapangan usaha lainnya (Tabel 9). Penurunan tenaga
kerja pada sektor pertanian ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Bekasi sekaligus menjadikan Kabupaten Bekasi masuk dalam Pusat
Kegiatan Nasional sehinnga proses industrialisasi berkembang cepat di daerah
tersebut yang pada akhirnya akan menyarap tenaga kerja yang banyak. Menurut
Ma’mun dan Irwansyah (2012:7) Kabupaten Bekasi yang masuk dalam rencana
Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Kondisi ini membuat beberapa wilayah di
Kabupaten Bekasi mulai menghitung nilai ekonomis di Kabupaten Bekasi antara
penggunaan sebagai lahan pertanian atau menjadi lahan industri.
Tabel 9. Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2014-2015
No Lapangan Usaha Tahun Pertumbuhan
(%) 2014 2015
1 Pertanian 135.352 58.990 -1,29
2 Industi Pengolahan 468.883 517.312 0,09
3 Perdagangan, Hotel dan Restoran 295.039 334.957 0,12
4 Jasa-jasa 209.166 227.307 0,08
5 Lainnya 187.082 206.255 0,09 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
Tingkat penyerapan tenaga kerja adalah salah satu indikator dari
keberhasilan pembangunan suatu daerah, semakin tinggi penyerapan tenaga kerja
di suatu daerah maka semakin meningkatkan pula pendapatan perkapita di daerah
tersebut. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa angkatan kerja yang mencari
kerja di Kabupaten Bekasi berkisar antara 6,79 persen sampai 10,03 persen dan
sekitar lebih dari 89,97 persen sampai 93,21 persen adalah angkatan kerja yang
bekerja. Dari angkatan kerja yang bekerja, mayoritas bekerja disektor industri
pengolahan sebesar 39,93-40,36 persen, kemudian di posisi selanjutnya adalah
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 22,25-25,85 persen. Angkatan kerja yang
45
bekerja di sektor terbanyak ketiga adalah jasa-jasa sebesar 13,06-17,55 persen dan
pertanian merupakan mrupakan sektor paling kecil dalam penerima lapangan
pekerjaan sebesar 4,55-10,70 persen.
Tabel 10. Persentase Angkatan Kerja Kabupaten Bekasi Tahun 2012 – 2015
Uraian 2012 2013 2014 2015
Angkatan Kerja 100,00 100,00 100,00 100,00
Bekerja 92,08 92,83 93,21 89,97
Mencari Pekerjaan 7,92 7,17 6,79 10,03
Bukan Angkatan Kerja 100,00 100,00 100,00 100,00
Sekolah 22,12 25,62 25,00 26,32
Mengurus Rumah tangga 71,44 67,53 67,67 64,28
Lainnya 6,44 6,84 7,34 9,40
Lapangan Pekerjaan 100,00 100,00 100,00 100,00
1. Pertanian 10,70 8,09 10,45 4,55
2. Industri Pengolahan 40,36 40,82 36,19 39,93
3. Perdagangan, Hotel dan Restoran 22,96 22,25 22,77 25,85
4. Jasa-jasa 13,06 14,71 16,15 17,55
5. Lainnya 12,92 14,13 14,44 15,92 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
Berdasarkan persentasenya bukan angkatan kerja terjadi menjadi yaitu
sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Bukan angkatan kerja didominasi
oleh mengurus rumah tangga berkisar antara 64,28-71,44 persen dari total
angkatan bukan kerja. Apabila ditelaah bukan angkatan kerja kriteria mengurus
rumah tangga semakin meurun tiap tahunnya, hal ini mengindikasikan dengan
semakin majunya perekonomian bekasi membuat peluang kerja semakin besar
sehingga menyerap tenaga kerja lebih banyak. Bukan angkatan kerja kriteria
sekolah sekitar 22 persen sampai 26 persen.
4.5 Penggunaan Lahan
Kabupaten Bekasi membedakan penggunaan lahan, yaitu penggunaan
lahan dibedakan atas lahan sawah dan lahan kering. Dengan luas wilayah 127.388
46
ha, luas tanah sawah sebesar 55.074 ha atau 40,66 persen dan sisanya berupa
tanah kering sebesar 59,34 persen. Tanah sawah dengan irigasi teknis mencapai
86,58 persen, tadah hujan 11,70 persen dan sawah yang tidak ditanami 1,71
persen (Tabel 11).
Tabel 11. Luas Lahan menurut Penggunaannya Tahun 2015
Jenis Penggunaan Luas (Ha)
Irigasi 44.847
Tadah Hujan 6.062
Rawa Pasang Surut -
Rawa Lebak -
Tidak Ditanami Padi 888
Jumlah Lahan Sawah 51.797
Tegal, Kebun 14.14
Ladang, Huma 368
Perkebunan 514
Ditanam Pohon, Hutan Rakyat 1.658
Penggembalaan, Padang Rumput 332
Tambak, Kolam, Empang, Hutan Negara 23.386
Tanah Sementara Tidak Diusahakan 1.253
Bukan Lahan Pertanian (Jalan, Pemukiman, Perkantoran, Sungai) 33.94
Jumlah Lahan Kering 75.591
JUMLAH / TOTAL 127.388 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (2015:1)
Pengunaan lahan tanah basah masih cukup besar (40,66 persen dari total
wilayah). Lahan sawah yang tersedia masih sangat berpotensi untuk ditingkatkan
produksinya dan diharapkan dapat didorong untuk mendapatkan kembali sebagai
predikat sebagai daerah lumbung padi di Jawa Barat. Kabupaten Bekasi juga
memiliki tambak yang terkonsentrasi di Kecamatan Tarumajaya dan Babelan
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJD) Kabupaten Bekasi 2005-
2025, 2010:35).
47
Tabel 12. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering menurut Kecamatan Tahun 2015
Kecamatan Lahan Sawah Lahan Kering Jumlah
Ha Persen Ha Persen Ha Persen
Setu 1.538 24,74 4.678 75,26 6.216 100,00
Serang Baru 1.653 25,91 4.727 74,09 6.38 100,00
Cikarang Pusat 780 16,39 3.98 83,61 4.76 100,00
Cikarang Selatan 300 5,80 4.874 94,20 5.174 100,00
Cibarusah 1.655 32,84 3.384 67,16 5.039 100,00
Bojongmangu 1.73 28,80 4.276 71,20 6.006 100,00
Cikarang Timur 2.463 48,00 2.668 52,00 5.131 100,00
Kedungwaringin 1.89 59,94 1.263 40,06 3.153 100,00
Cikarang Utara 380 8,78 3.95 91,22 4.33 100,00
Karangbahagia 2.859 62,02 1.751 37,98 4.61 100,00
Cibitung 1.748 38,59 2.782 61,41 4.53 100,00
Cikarang Barat 502 9,35 4.867 90,65 5.369 100,00
Tambun Selatan 201 4,66 4.109 95,34 4.31 100,00
Tambun Utara 1.746 50,73 1.696 49,27 3.442 100,00
Babelan 3.105 48,82 3.255 51,18 6.36 100,00
Tarumajaya 2.864 52,43 2.599 47,57 5.463 100,00
Tambelang 3.063 80,80 728 19,20 3.791 100,00
Sukawangi 4.801 71,45 1.918 28,55 6.719 100,00
Sukatani 2.647 70,55 1.105 29,45 3.752 100,00
Sukakarya 3.802 89,67 438 10,33 4.24 100,00
Pebayuran 6.827 70,86 2.807 29,14 9.634 100,00
Cabangbungin 3.313 66,66 1.657 33,34 4.97 100,00
Muaragembong 1.93 13,78 12.079 86,22 14.009 100,00
Kabupaten Bekasi 51.797 40,66 75.591 59,34 127.388 100,00
2014 51.961 40,79 75.427 59,21 127.388 100,00
2013 n/a n/a n/a n/a n/a n/a
2012 52.966 41,58 74.422 58,42 127.388 100,00
2011 53.703 42,16 73.685 57,84 127.388 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
Wilayah dengan lahan sawah yang luas yaitu di Kecamatan Pebayuran,
Sukawangi, dan Sukakarya, masing-masing 6.827 ha, 4.801 ha dan 3.802 ha.
Lahan kering paling banyak digunakan untuk pemukiman dan perkantoran.
Penggunaan lahan ini paling luas di Kecamatan Muaragembong, Cikarang Selatan
dan Cikarang Barat (Tabel 12). Indikasi pesatnya perkembangan demografis dan
ekonomi Kabupaten Bekasi dapat ditinjau dari beberapa aspek ; perkembangan
kawasan terbangun, pola spasial izin lokasi untuk perumahan dan industri serta
dampaknya terhadap kecenderungan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.
48
Sebagai salah satu kawasan yang lokasinya paling dekat, bahkan berbatasan
dengan Jakarta, Kabupaten Bekasi terkena imbas pesatnya perkembangan
ekonomi dan sosial ibu kota negara. perubahan penggunaan lahan ini tentu saja
memberikan dampak pada pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bekasi. Laju
pertumbuhan penduduk Kabupaten Bekasi Cukup tinggi yaitu 6,3 persen.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, dari 1,6 juta jiwa penduduk yang
tercatat, 1,8 persen merupan laju pertumbuhan alami dan sisanya 4,5 persen
merupakan migrasi dari Jakarta dan daerah lain (Rencana Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Kabupaten Bekasi 2005-2025, 2010:36).
4.6 Perekonomian
4.6.1 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan
jasa suatu wilayah pada selang waktu tertentu. Selama periode 2011-2015
Kabupaten Bekasi mengalami rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,89
persen/tahun. Pada tahun 2012 perekonomian Kabupaten Bekasi dapat tumbuh
sebesar 6,53 persen atau setara dengan nilai produksi sebesar 188,17 trilyun
rupiah. Meskipun perekonomian Kabupaten Bekasi mengalami pertumbuhan
namun pertumbuhan tersebut menunjukkan perlambatan. Tahun 2013 laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi mencapai 6,23 persen sedangkan pada
tahun 2014 hanya mencapai sebesar 5,88 persen dan tahun 2015 melambat
menjadi 4,46 persen.
49
Berdasarkan sektor produksinya, industri pengolahan merupakan sektor
penyumbang terbesar terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Kabupaten Bekasi (menyumbang 78,36 persen dari total PDRB Kabupaten
Bekasi) (Lampiran 2). Sebagai daerah yang berbasis industri, Kabupaten Bekasi
memberikan kontribusi bagi produksi sektor industri terhadap pendapatan provinsi
maupun nasional. Sektor industri yang padat modal memberi hasil berupa nilai
tambah yang tinggi bagi suatu wilayah, namun jika dikaji secara perkapita selama
tahun 2015 tiap penduduk menghasilkan 75,80 juta rupiah (Tabel 13).
Tabel 13. PDRB, Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB per Kapita di Kabupaten
Bekasi Tahun 2012-2015
Uraian 2012 2013 2014 2015*
PDRB ADH Berlaku
(Milyar Rp) 188.175,43 206.069,41 227.584,54 246.046,15
PDRB ADH Konstan
2000 (Milyar Rp) 175.279,80 186.206,59 197.158,67 205.956,35
PDRB Perkapita
ADH Berlaku (Ribu
Rp)
67.527,76 68.641,48 72.880,74 75.799,50
Pertumbuhan
Ekonomi (%) 6,53 6,23 5,88 4,46
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
Ket : * Angka Perbaikan
Sejalan dengan distribusi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
menurut sektor usaha, kecamatan yang menghasilkan PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto) terbesar adalah kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra
industri. Terdapat empat kecamatan dengan nilai PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto) terbesar adalah Kecamatan Cikarang Barat, Cikarang Utara,
Tambun Selatan dan Cikarang Selatan. Kecamatan Cikarang Barat adalah
kecamatan yang menghasilkan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terbesar
yaitu sebesar 50,52 trilyun rupiah selama tahun 2015 yang menyumbang
50
kontribusi sebesar 20,53 persen PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Kabupaten Bekasi.
Distribusi persentase PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) menurut
sektor menunjukkan kontribusi masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto). Tahun 2015 kontribusi sektor industri
terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sebesar 78,36 persen, hampir
sama dengan kontribusi tahun lalu. Sektor ini adalah sektor yang paling dominan
dalam pembentukan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), disusul oleh
sektor konstruksi dan perdagangan yang memberikan kontribusi masing-masing
sebesar 6,50 persen dan 5,41 persen (Lampiran 2). Sebagaimana layaknya sektor
yang menjadi motor penggerak pembangunan, maka keberadaan sektor Industri
yang dominan di Kabupaten Bekasi mengangkat sektor Tersier (Perdagangan,
angkutan, bank, lembaga keuangan dan jasa) menjadi sektor ke 2 (dua) yang
dominan di Kabupaten Bekasi. Di lain pihak sektor pertanian adalah sektor
ekonomi yang selalu terdesak. Sektor pertanian di Kabupaten Bekasi sebelum
sektor industri mendominasi perekonomian adalah sektor yang menjadi andalan di
Kabupaten Bekasi.
51
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bekasi
tahun 2002-2016 menunjukkan bahwa sub sektor pertanian mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Berikut ini adalah tabel nilai kontribusi PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto) sub sektor pertanian di Kabupaten Bekasi.
Tabel 14. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten
Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2016 (Juta
Rupiah)
Tahun
Sub Sektor Pertanian
Tanaman
Bahan
Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002 531.220,98 8.380,96 211.569,96 536,79 55.885,28 807.593,98
2003 685.352,07 12.852,70 308.562,23 491,40 67.999,18 971.172,36
2004 685.159,93 12.852,70 308.579,04 491,40 67.999,18 1.075.082,26
2005 782.692,93 11.808,57 327.636,47 496,81 72.757,51 1.195.392,29
2006 853.497,27 13.390,30 363.619,67 506,00 76.695,54 1.307.708,79
2007 1.021.190,20 9.519,48 387.441,31 542,00 87.128,70 1.505.821,69
2008 1.777.507,36 10.721,34 434.352,47 583,78 104.722,06 1.727.887,01
2009 1.352.539,30 11.054,09 482.131,24 618,80 117.634,28 1.963.977,71
2010 1.553.997,95 11.301,05 526.101,61 624,99 141.314,07 2.233.339,67
2011 1.753.930,02 7.588,46 682.340,98 488,47 143.954,35 2.588.302,28
2012 1.737.286,36 7.066,03 731.524,78 392,08 153.787,96 2.630.057,21
2013 1.969.954,91 7.459,22 824.912,04 373,36 163.663,16 2.966.362,69
2014 1.887.502,93 6.907,38 930.255,19 384,38 178.060,08 3.003.109,96
2015 1.841.515,02 6.942,77 1.001.540,72 376,83 197.914,48 3.048.289,82
2016 2.096.647,35 7.123,27 1.101.369,58 388,99 212.482,35 3.418.011,54
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa sub sektor pertanian yang
memberikan kontribusi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
pertanian di Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016 adalah tanaman bahan pangan,
peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan. Selaras dengan PDRB (Produk
Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bekasi, PDRB (Produk Domestik Regional
52
Bruto) pertanian untuk provinsi Jawa Barat pun ikut meningkat. Berikut ini adalah
tabel nilai kontribusi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sub sektor
pertanian di provinsi Jawa Barat.
Tabel 15. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Provinsi Jawa
Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2016 (Juta
Rupiah)
Tahun
Sub Sektor Pertanian
Tanaman
Bahan Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan PDRB Pertanian
2002 26.443.838,19 2.132.629,60 4.508.324,18 700.521,88 2.211.175,92 35.996.489,77
2003 27.048.888,98 2.273.872,23 4.929.039,41 764.692,53 2.718.168,62 37.734.661,78
2004 28.213.099,05 2.812.643,42 5.782.853,16 982.671,92 3.290.303,74 41.081.571,29
2005 32.208.815,99 3.670.576,3 6.170.855,24 641.230,06 3.739.260,42 46.430.738,01
2006 36.747.054,09 3.637.862,27 7.641.577,55 710.067,11 3.849.722,7 52.586.283,73
2007 45.560.402,49 3.900.333,15 8.074.429,29 894.347,64 4.465.389,1 62.894.901,66
2008 51.899.930 4.338.444,15 9.851.783,96 910.613,5 5.516.836,68 72.517.608,29
2009 60.571.646,08 4.942.298,11 11.902.685,97 798.530,96 6.934.102,14 85.149.263,25
2010 71.150.089,2 5.725.375,14 11.985.225,9 921.609,60 7.412.093,27 97.194.393,11
2011 75.707.280,05 6.127.547,1 12.130.633,97 944.340,71 8.221.642,30 103.131.444,13
2012 49.040.837,70 9.253.563,50 11.716.898,10 1.076.320,80 9.681.621,00 80.769.241,10
2013 56.493.689,80 10.107.649,10 13.344.393,60 1.112.775,70 11.122.729,60 92.181.237,80
2014 57.679.405,80 10.176.206,70 14.774.347,90 1.162.920,10 12.760.604,20 96.553.484,70
2015 63.869.736,70 10.224.028,90 16.795.376,70 1.238.468,50 14.415.447,10 106.543.057,90
2016 71.635.661,40 10.492.862,80 18.545.849,00 1.262.530,40 15.698.276,10 117.635.179,70
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (berbagai tahun)
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa sektor pertanian pada tahun
2002-2011 mengalami peningkatan nilai kontribusi, akan tetapi pada tahun 2012
terjadi penurunan nilai konstribusi dan meningkat kembali pada tahun 2013-2016.
Berdasarkan sub sektor, tidak semua sub sektor pertanian meningkat. Sub sektor
tanaman pangan mengalami peningkatan nilai PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) tahun 2002-2007, akan tetapi mengalami penurunan paada tahun 2008-
2012. Tanaman perkebunan selama kurun waktu 2002-2016 selalu mengalami
peningkatan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) kecuali tahun 2006.
Perkembangan peningkatan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
peternakan dan kehutanan tidak jauh berbeda dengan tanaman perkebunan yaitu
53
selalu mengalami peningkatan kecuali ditahun 2012 peternakan mengalami
penurunan dan ditahun 2005 tanaman kehutanan mengalami penurunan. Sub
sektor yang terakhir adalah perikanan, sub sektor perikanan dalam kurun waktu
2002-2016 mampu tumbuh positif tanpa terjadi penurunan disetiap tahunnya.
5.1.1 Klasifikasi Perkembangan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Bekasi
Untuk mengetahui keadaan perkembangan masing-masing sub sektor
pertanian di Kabupaten Bekasi digunakan alat analisis tipologi klassen. Dalam
melakukan analisis tersebut digunakan laju pertumbuhan dan nilai kontribusi baik
dari Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jawa Barat.
Tabel 16. Rata-Rata Laju Pertumbuhan dan Rata-Rata Kontribusi Sub Sektor
Pertanian dalam PDRB Kabupaten Bekasi dan Provinsi Jawa Barat
Atas dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2016
Sub Sektor Pertanian
Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat
Rata-Rata
Pertumbuhan
(si)
Rata-Rata
Kontribusi
(ski)
Rata-Rata
Pertumbuhan
(s)
Rata-Rata
Kontribusi
(sk)
Tanaman Bahan Pangan 73,67 62,19 42,72 63,84
Tanaman Perkebunan -3,75 0,37 98,00 8,22
Peternakan 105,14 31,07 77,84 15,01
Kehutanan -6,88 0,02 20,06 1,28
Perikanan 70,05 6,35 152,49 11,66
Sumber : data sekunder (diolah)
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa sub sektor pertanian yang
memiliki kontribusi rata-rata paling besar terhadap PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto) Kabupaten Bekasi adalah sub sektor tanaman bahan pangan
dengan nilai rata-rata kontribusi sebesar 62,19 persen. Sub sektor peternakan
menjadi sub sektor pertanian yang memiliki kontribusi terbesar kedua yang itu
sebesar 31,07 persen terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Kabupaten Bekasi, kemudian diikuti dengan sub sektor perikanan dengan rata-rata
54
nilai kontribusi sebesar 6,35 persen serta sub sektor tanaman perkebunan dan sub
sektor kehutanan, masing-masing memiliki rata-rata kontribusi sebesar 0,37
persen dan 0,02 persen.
Secara umum, dapat dilihat pada Tabel 17 menunjukan bahwa sektor
pertanian memiliki nilai rata-rata yang baik dan masih berpotensi dikembangkan.
Untuk menentukan posisi sub sektor pertanian di Kabupaten Bekasi dilihat dengan
menggunakan tipologi klassen, dengan cara membandingkan antara laju
pertumbuhan dengan besarnya kontribusi. Berikut ini dapat dilihat hasil klasifikasi
tipologi klassen pada Tabel 17 dibawah ini.
Tabel 17. Hasil Klasifikasi Tipologi Klassen Sub Sektor Pertanian di Kabupaten
Bekasi Periode 2002-2016
Kuadran I
Sub sektor maju dan tumbuh dengan
pesat
si > s dan ski > sk
Peternakan
Kuadran II
Sub sektor maju tetapi tertekan
si < s dan s > sk
Kuadran III
Sub sektor potensial atau masih dapat
dikembangkan
si > s dan ski < sk
Tanaman Bahan Pangan
Kuadran IV
Sub sektor relatif tertinggal
si < s dan ski < sk
Perikanan
Tanaman Perkebunan
Kehutanan
Sumber : data sekunder (diolah)
Hasil penelitian analsis tipologi klassen pada Tabel 17 menunjukkan
bahwa tidak terdapat sub sektor pertanian yang termasuk kedalam kategori sub
sektor maju tetapi tertekan (kuadran II). Sub sektor peternakan berada dalam
kategori sub sektor maju dan tumbuh dengan pesat (kuadran I). Sub sektor
tanaman bahan pangan masuk dalam kategori sub sektor potensial atau masih
dapat dikembangkan (kuadran III). Selain itu, 3 sub sektor lainnya (perikanan,
55
tanaman perkebunan dan kehutanan) berada dalam kategori sub sektor relatif
tertinggal (kuadran IV).
5.1.2 Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Bekasi
Untuk mengetahui pertumbuhan sub sektor pertanian kabupaten Bekasi
digunakan alat analisis shift share. Anailsis tersebut bertujuan untuk mengurai
pertumbuhan atau perubahan suatu variabel daerah. Hasil analisis shift share
untuk sektor pertanian Kabupaten Bekasi pada periode 2002-2016 dapat dilihat
pada Tabel 18 dibawah ini.
Tabel 18. Hasil analisis shift share sub sektor pertanian Kabupaten Bekasi periode
2002-2016
Sektor Pertanian tahun 2002-2016
Mij < 0
Sub sektor tanaman bahan pangan -214857,65
Sub sektor peternakan -44942,21
Sub sektor perikanan -12711,29
Mij > 0 Sub sektor perkebunan 634,76
Sub sektor kehutanan 1,22
Cij < 0
Sub sektor perkebunan -19535,30
Sub sektor kehutanan -530,42
Sub sektor perikanan -78443,22
Cij > 0 sub sektor tanaman bahan pangan 222857,90
sub sektor peternakan 113416,87 Sumber : data sekunder (diolah)
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai Mij < 0 untuk sub sektor
tanaman bahan pangan, sub sektor peternakan dan sub sektor perikanan. Hal ini
menandakan bahwa pertumbuhan ketiga sub sektor pertanian tersebut adalah
lambat pada wilayah Jawa Barat dan nilai Mij > 0 didapatkan pada sub sektor
perkebunan dan sub sektor kehutanan. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan
kedua sub sektor pertanian tersebut adalah cepat pada wilayag Jawa Barat.
56
Nilai Cij < 0 didapatkan pada sub sektor perkebunan, sub sektor kehutanan
dan sub sektor perikanan. Hal ini menandakan bahwa ketiga sub sektor pertanian
tersebut tidak memiliki daya saing baik dibandingkan wilayah Jawa Barat lainnya.
Nilai Cij > 0 didapatkan pada sub sektor tanaman bahan pangan dan sub sektor
peternakan. Hal ini menandakan bahwa kedua sub sektor pertanian ini memiliki
daya saing baik dibandingkan wilayah Jawa Barat lainnya.
5.1.3 Sub Sektor Pertanian Unggulan dan Non Unggulan di Kabupaten
Bekasi
Untuk mengetahui sub sektor pertanian unggulan dan non unggulan di
Kabupaten Bekasi digunakan analisis loqation quotient (LQ). LQ (location
quotient) adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan
nilai tambah sub sektor pertanian di Kabupaten Bekasi terhadap sumbangan nilai
tambah sub sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat.
Tabel 19. Hasil analisis LQ (Location Quotient) Sub Sektor Pertanian di
Kabupaten Bekasi Periode 2002-2016.
LQ > 1 LQ < 1
Tanaman Bahan Pangan 1,01 Tanaman Perkebunan 0,09
Peternakan 2,02 Kehutanan 0,02
Perikanan 0,71 Sumber : data sekunder (diolah)
Selama periode 2002–2016, rata-rata nilai koefisien sub sektor pertanian
LQ (location quotient) untuk tanaman bahan pangan, tanaman perkebunan,
peternakan, kehutanan, dan perikanan masing-masing sebesar 1,01 ; 0,09 ; 2,02 ;
0,02 dan 0,71. Sub sektor pertanian yang termasuk ke dalam sub sektor basis
(unggulan) adalah tanaman bahan pangan dan peternakan. Sementara sub sektor
57
pertanian yang termasuk ke dalam sub sektor non basis (non unggulan) adalah
tanaman perkebunan, kehutanan dan perikanan.
5.2 Pembahasan Per Sub Sektor Pertanian Kabupaten Bekasi
Pada tahap pembahasan persub sektor pertanian di Kabupaten Bekasi akan
dilakukan pengambilan kesimpulan dengan menggabungkan tiga hasil analisis
yang telah dilakukan yaitu tipologi klassen, shift share (SS) dan loqation quotient
(LQ). Dalam tahap ini akan didapatkan sub sektor pertanian mana yang memiliki
peran paling dominan terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa sub sektor tanaman bahan
pangan merupakan sub sektor pertanian yang menyumbang kontribusi paling
besar terhadap pembentukan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
Kabupaten Bekasi. Jika dilihat meskipun tanaman bahan pangan merupakan yang
terbesar, namun trend pertumbuhan kian menurun mulai tahun 2008-2016. Sub
sektor pertanian yang memiliki kontribusi terbesar setelah tanaman bahan pangan
adalah peternakan. Trend pertumbuhan sub sektor peternakan mengalami
peningkatan, akan tetapi terjadi penurunan pada tahun 2008. Posisi ketiga sebagai
pembentuk PDRB Kabupaten Bekasi ditempati perikan. Pertumbuhan sub sektor
perikanan cenderung stagnan dikisaran 5-6 persen. Posisi keempat dan kelima
adalah tanaman perkebunan dan kehutanan. Untuk sub sektor perkebunan
pertumbuhannya kian mengalami penurunan, sub sektor tersebut hanya
mengalami pertumbuhan pada tahun 2006. Kontribusi sub sektor kehutan adalah
yang terkecil dibandingkan sub sektor lainnya. Sumbangsih sub sektor kehutanan
58
dalam pembentukan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bekasi
hanya berkisar 0,01-0,07 persen. Bukan hanya kecil sumbangsihnya bagi PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto), namun pertumbuhan sub sektor ini cenderung
menurun dari awal tahun 2002.
Tabel 20. Persentase Kontribusi Sub Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten
Bekasi Atas Dasar Harga Konstan 2000 Periode 2002-2016 (Persen)
Tahun
Sub Sektor Pertanian
Tanaman
Bahan Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002 65,78 1,04 26,20 0,07 6,92 100
2003 63,74 1,20 28,70 0,05 6,32 100
2004 63,73 1,20 28,70 0,05 6,33 100
2005 65,48 0,99 27,41 0,04 6,09 100
2006 65,27 1,02 27,81 0,04 5,86 100
2007 67,82 0,63 25,73 0,04 5,79 100
2008 76,36 0,46 18,66 0,03 4,50 100
2009 68,87 0,56 24,55 0,03 5,99 100
2010 69,58 0,51 23,56 0,03 6,33 100
2011 67,76 0,29 26,36 0,02 5,56 100
2012 66,06 0,27 27,81 0,01 5,85 100
2013 66,41 0,25 27,81 0,01 5,52 100
2014 62,85 0,23 30,98 0,01 5,93 100
2015 60,41 0,23 32,86 0,01 6,49 100
2016 61,34 0,21 32,22 0,01 6,22 100
Sumber : data sekunder (diolah)
5.2.1 Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan Pangan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016
Sub sektor tanaman bahan pangan memiliki kontribusi terbesar dalam
pembentukan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bekasi. Rata-
rata kontribusi sub sektor ini adalah sebesar 66,1 persen dalam periode 2002-
2016. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa perkembangan kontribusi sub
sektor tanaman bahan pangan tahun 2002-2016 mengalami stagnansi, akan tetapi
tahun 2008 mengalami pertumbuhan cukup besar. Hal tersebut berbanding lurus
59
dengan posisi sub sektor tanaman bahan pangan yang diklasifikasin sebagai sub
sektor potensial untuk dikembangkan.
Gambar 3. Perkembangan Kontribusi Tanaman Bahan Pangan Kabupaten Bekasi
tahun 2002-2016 Sumber : data sekunder (diolah)
Berdasarkan hasil analisis LQ (location quotient) untuk sub sektor
tanaman bahan pangan memiliki nilai LQ (location quotient) rata-rata sebesar
1,01 (lebih besar dari 1) yang menunjukkan bahwa sub sektor tanaman bahan
pangan merupakan sub sektor basis (unggulan). Dalam hal ini artinya sub sektor
tanaman bahan pengan dapat memenuhi kebutuhan untuk Kabupaten Bekasi dan
dapat melakukan pengiriman ke daerah lain.
Hasil perhitungan shift share bahwa sub sektor tanaman bahan pangan
memiliki nilai komponen Mij (pertumbuhan proporsional) sebesar Rp -214.857,65
(bernilai negartif), artinya sub sektor tanaman bahan pangan adalah sub sektor
tanaman bahan pangan memiliki pertumbuhan yang lambat jika dibandingkan
dengan tingkat Propinsi Jawa Barat. Sedangkan komponen pertumbuhan wilayah
(Cij) sebesar Rp 222.857,90 (bernilai positif), artinya sub sektor tanaman bahan
pangan memiliki daya saing baik (kompetitif) di Provinsi Jawa barat.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
Per
senta
se
Tahun
60
Tabel 21. Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan Pangan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016
No Aspek Parameter Keterangan
1 Tipologi Klassen Kuadran III Sub Sektor Potensial
2 Mij - Lambat
3 Cij + Kompetitif
4 LQ > 1 Sub Sektor Basis Sumber : data sekunder (diolah)
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sub sektor
tanaman bahan pangan adalah sub sektor basis yang memiliki daya saing baik,
akan tetapi memiliki pertumbuhan yang lambat dan masih potensial untuk
dikembangkan. Menurut (Djakaria, 2000:6) terdapat beberapa faktor pendukung
sub sektor tanaman pangan berpotensi dikembangkan diantaranya sebagian besar
tanahnya merupakan tanah alluvial yang subur untuk pertanian padi. Oleh karena
itu, wilayah Kabupaten Bekasi merupakan wilayah pertanian padi bersama dengan
wilayah Karawang, Subang, Cirebon dan Indramayu sebagai andalan provinsi
Jawa Barat dalam produksi padi. Kabupaten Bekasi juga ditunjang oleh iklim
yang baik terutama curah hujan yang tinggi berkisar 2.000 sampai 2.500
mm/tahun. Selain itu, juga dilengkapi dengan saluran irigasi baik saluran primer,
sekunder maupun tersier.
Pertanian masih merupakan potensi daerah dengan dengan sumber daya
lahan yang ada di wilayah utara dan dukungan dari perum Otorita Jatiluhur.
Komoditas padi dan palawija merupakan potensi sektor pertanian. Lahan yang
sudah dimafaatkan untuk tanaman pada sawah tahun 2008 adalah seluas 55.074 ha
atau 343,62 persen. Produksi pada sawah tahun 2008 meningkat 2,1 persen/tahun,
peningkatan ini disebabkan oleh bertambahnya luas panen. Selain padi, pada sub
61
sektor pangan juga terdapat tanaman palawija. Potensi produk tanaman pangan
yang dimiliki Kabupaten Bekasi meliputi jenis sayuran yang produksinya cukup
besar adalah kangkung, baying dan ketimun. Sedangkan jenis buah-buahan yang
cukup besar produksinya adalah mangga dan pisang. Secara umum, produksi
sayuran dan buah-buahan mengalami peningkatan setiap tahunnya (Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bekasi 2005-2025,
2010:26).
5.2.2 Analisis Sub Sektor Peternakan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016
Sub sektor peternakan memiliki kontribusi terbesar kedua dalam
pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi. Rata-rata kontribusi sub sektor ini adalah
sebesar 27,29 persen dalam periode 2002-2016. Berdasarkan Gambar 4 dapat
dilihat bahwa perkembangan sub sektor peternakan secara umum memiliki trend
meningkat. Meskipun secara rata-rata sub sektor peternakan mengalami
peningkatan, akan tetapi pada tahun 2006-2008 perkembangan sub sektor
peternakan mengalami penurunan. Apabila dibandingkan dengan sub sektor
lainnya, terlihat bahwa trend perkembangan sub sektor peternakan lebih tinggi.
Hal ini berbanding lurus dengan dengan posisi sub sektor peternakan yang
diklasifikasikan sebagai sub sektor maju dan potensial.
62
Gambar 4. Perkembangan Kontribusi Peternakan Kabupaten Bekasi tahun 2002-
2016 Sumber : data sekunder (diolah)
Berdasarkan hasil analisis LQ (location quotient) untuk sub sektor
peternakan memiliki nilai LQ (location quotient) rata-rata sebesar 2,02 (lebih
besar dari 1) yang menunjukkan bahwa sub sektor peternakan merupakan sub
sektor basis (unggulan). Dalam hal ini artinya sub sektor peternakan dapat
memenuhi kebutuhan untuk Kabupaten Bekasi dan dapat melakukan pengiriman
ke daerah lain. Hasil analsis shift share nilai komponen pertumbuhan proporsional
(Mij) memiliki nilai negatif sebesar Rp -44.942,21, artinya sub sektor peternakan
adalah sub sektor yang tumbuh dengan lambat jika dibandingkan dengan tingkat
propinsi Jawa Barat. Sedangkan komponen pertumbuhan wilayah (Cij) sebesar Rp
231.036,31 (bernilai positif), artinya sub sektor peternakan memiliki daya saing
baik (kompetitif) di provinsi Jawa barat.
Tabel 22. Analisis Sub Sektor Peternakan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016
No Aspek Parameter Keterangan
1 Tipologi Klassen Kuadran I Sub Sektor Maju dan Potensial
2 Mij - Lambat
3 PPW + Kompetitif
4 LQ > 1 Sub Sektor Basis Sumber : data sekunder (diolah)
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.00
Per
senta
se
Tahun
63
Berdasarkan uraian diatas, sub sektor perkebunan adalah sub sektor
pertanian unggulan (basis), memiliki daya saing yang baik dan disertai dengan
pertumbuhan yang lambat. Sub sektor peternakan Kabupaten Bekasi memiliki
potensi yang besar dengan tingkat pertumbuhan populasi ternak potong yang
cenderung meningkat setiap tahunnya. Sub Sektor peternakan diharapkan menjadi
pendorong perekonomian di Kabupaten Bekasi. Walaupun peternakan menjadi
sub sektor yang pertumbuhannnya lambat. Akan tetapi dengan fenomena tersebut
pemerintah Kabupaten Bekasi tidak tinggal diam, pemerintah daerah melakukan
program pemberdayaan kelompok ternak dan pembinaan kepada para kelompok
peternak, untuk mempertahankan populasi ternak potong di Kabupaten Bekasi
(Nuryono, 2012:9)
5.2.3 Analisis Sub Sektor Perikanan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016
Sub sektor perikanan memiliki kontribusi ketiga dalam pembentukan
PDRB Kabupaten Bekasi. Rata-rata kontribusi sub sektor ini adalah sebesar 5,98
persen dalam periode 2002-2016. Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa
perkembangan sub sektor perikanan secara umum memiliki pertumbuhan yang
melandai dengan kecenderungan menurun. Tahun 2008 pertumbuhan sub sektor
perikanan menurun sangat curam, kemudian meningkat kembali pada tahun 2009
dan 2010, setelah tahun 2010 pertumbuhan sub sektor perikanan mengalami
stagnansi. Hal ini banding lurus dengan dengan posisi sub sektor perikanan yang
diklasifikasikan sebagai sub sektor relatif tertinggal.
Berdasarkan hasil analisis shift share untuk sektor perikanan menunjukan
bahwa nilai Mij (komponen pertumbuhan proporsional) bernilai negatif sebesar
64
Rp -12.711,29 yang berarti sub sektor perikanan adalah sub sektor yang tumbuh
dengan lambat jika dibandingkan dengan tingkat propinsi Jawa Barat. Sedangkan
komponen pertumbuhan wilayah (Cij) bernilai negatif sebesar Rp -78.443,22,
artinya sub sektor peternakan tidak memiliki daya saing baik (tidak kompetitif) di
propinsi Jawa barat.
Gambar 5. Perkembangan Kontribusi Perikanan Kabupaten Bekasi tahun 2002-
2016 Sumber : data sekunder (diolah)
Analisis LQ (location quotient) menunjukkan bahwa untuk sub sektor
perikanan memiliki nilai LQ (location quotient) rata-rata sebesar 0,71 (lebih kecil
dari 1) yang menunjukkan bahwa sub sektor perikanan merupakan sub sektor non
basis (bukan unggulan). Dalam hal ini artinya sub sektor perikanan tidak dapat
memenuhi kebutuhan untuk Kabupaten Bekasi dan mengharuskan untuk
mengimpor dari luar daerah (daerah lain).
Tabel 23. Analisis Sub Sektor Perikanan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016
No Aspek Parameter Keterangan
1 Tipologi Klassen Kuadran IV Sub Sektor Relatif Tertinggal
2 Mij - Lambat
3 Cij - Tidak Kompetitif
4 LQ < 1 Sub Sektor Non Basis Sumber : data sekunder (diolah)
0.001.002.003.004.005.006.007.008.00
Per
senta
se
Tahun
65
Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi (2014:21) tingkat
peruntukan lahan bagi sektor perikanan khususnya untuk perikanan tambak dari
tahun 2008-2102 mengalami penurunan luas tambak. Sejak tahun 2008 luas
tambak mencapai 10.495 ha dan pada tahun 2012 menurun menjadi 9.996,53 ha.
Hal ini sejalan dengan penurunan rumah tangga perikanan tambak dari 1.992 KK
menjadi 1.672 KK. Sedangkan untuk rumah tangga nelayan juga menurun dari
727 KK menjadi 713 KK.
5.2.4 Analisis Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016
Sub sektor tanaman perkebunan memiliki kontribusi keempat dalam
pembentukan PDRB Kabupaten Bekasi. Kontribusi sub sektor tanaman
perkebunan terhadap PDRB Kabupaten Bekasi relatif kecil dibandingkan tiga sub
sektor sebelummnya. Rata-rata kontribusi sub sektor ini hanya sebesar 0,61 persen
dalam periode 2002-2016. Berdasarkan Gambar 6 dapat dilihat bahwa
perkembangan sub sektor tanaman perkebunan secara umum memiliki
pertumbuhan dengan trend menurun. Kenaikan pertumbuhan sub sektor tanaman
perkebunan hanya teradi pada tahun 2004 dan 2005. Apabila dilihat pada Gambar
7 perkembangan kontribusi tanaman perkebunan menurun drastis setiap tahunnya,
hal ini berbanding lurus dengan posisi sub sektor tanaman perkebunan yang
diklasifikasikan sebagai sub sektor relatif tertinggal.
Berdasarkan hasil analisis LQ (location quotient) untuk sub sektor
peternakan memiliki nilai LQ (location quotient) rata-rata sebesar 0,09 (lebih
kecil dari 1) yang menunjukkan bahwa sub sektor tanamanan perkebunan
66
merupakan sub sektor non basis (bukan unggulan). Dalam hal ini artinya sub
sektor tanaman perkebunan tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk Kabupaten
Bekasi dan mengharuskan untuk mengimpor dari luar daerah (daerah lain).
Gambar 6. Perkembangan Kontribusi Tanaman Perkebunan Kabupaten Bekasi
tahun 2002-2016 Sumber : data sekunder (diolah)
Analisis shift share untuk sektor tanaman perekebunan menunjukan bahwa
nilai Mij (komponen pertumbuhan proporsional) bernilai positif sebesar Rp
634,76 yang berarti sub sektor tanaman perkebunan adalah sub sektor yang
tumbuh dengan cepat jika dibandingkan dengan tingkat provinsi Jawa Barat.
Sedangkan komponen pertumbuhan wilayah (Cij) bernilai negatif sebesar Rp -
19.535,30, artinya sub sektor tanaman perkebunan tidak memiliki daya saing
(tidak kompetitif) di provinsi Jawa Barat.
Tabel 24. Analisis Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Bekasi Tahun
2002-2016
No Aspek Parameter Keterangan
1 Tipologi Klassen Kuadran IV Sub Sektor Relatif Tertinggal
2 Mij + Cepat
3 Cij - Tidak Kompetitif
4 LQ < 1 Sub Sektor Non Basis Sumber : data sekunder (diolah)
0.000.200.400.600.801.001.201.40
Per
senta
se
Tahun
67
5.2.5 Analisis Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016
Sub sektor kehutanan memiliki kontribusi kelima atau paling kecil dalam
pembentukan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Bekasi.
Kontribusi sub sektor kehutanan terhadap PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) Kabupaten Bekasi relatif sama dengan sub sektor tanaman perkebunan
yaitu lebih kecil dibandingkan tiga sub sektor sebelummnya (tanaman bahan
makanan, peternakan dan perikanan). Rata-rata kontribusi sub sektor ini hanya
sebesar 0,03 persen dalam periode 2002-2016. Berdasarkan Gambar 7 dapat
dilihat bahwa perkembangan sub sektor kehutanan secara umum memiliki
pertumbuhan dengan trend menurun, bahkan penurunannya lebih curam
dibandingkan sub sektor-sub sektor yang lainnya. Kenaikan pertumbuhan sub
sektor kehutanan hanya teradi pada tahun 2008. Hal tersebut berbanding lurus
dengan posisi sub sektor kehutanan yang diklasifikasikan sebagai sub sektor
relatif tertinggal.
Gambar 7. Perkembangan Kontribusi Kehutanan Kabupaten Bekasi tahun 2002-
2016 Sumber : data sekunder (diolah)
0.000.010.020.030.040.050.060.07
Per
senta
se
Tahun
68
Berdasarkan hasil analisis LQ (location quotient) untuk sub sektor
kehutanan memiliki nilai LQ (location quotient) rata-rata sebesar 0,02 (lebih kecil
dari 1) yang menunjukkan bahwa sub sektor kehutanan merupakan sub sektor non
basis (bukan unggulan). Dalam hal ini artinya sub sektor kehutanan tidak dapat
memenuhi kebutuhan untuk Kabupaten Bekasi dan mengharuskan untuk
mengimpor dari luar daerah (daerah lain).
Analisis shift share untuk sektor kehutanan menunjukan bahwa nilai Mij
(komponen pertumbuhan proporsional) bernilai negatif sebesar Rp -1,22 yang
berarti sub sektor kehutanan adalah sub sektor yang tumbuh dengan lambat jika
dibandingkan dengan tingkat propinsi Jawa Barat. Sedangkan komponen
pertumbuhan wilayah (PPWij) bernilai negatif sebesar Rp -530,42, artinya sub
sektor kehutanan tidak memiliki daya saing baik (tidak kompetitif) di provinsi
Jawa Barat.
Tabel 25. Analisis Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016
No Aspek Parameter Keterangan
1 Tipologi Klassen Kuadran IV Sub Sektor Relatif Tertinggal
2 Mij + Cepat
3 Cij - Tidak Kompetitif
4 LQ < 1 Sub Sektor Non Basis Sumber : data sekunder (diolah)
69
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Penelitian tentang peran sektor pertanian terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bekasi tahun 2002-2016 didapatkan beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Sub sektor peternakan berperan paling besar dibandingkan sub sektor
tanaman bahan pangan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor perikanan
dan sub sektor kehutanan dalam menyumbang PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto) Kabupaten Bekasi.
2. Perkembangan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sub sektor
pertanian di Kabupaten Bekasi tahun 2002-2015 adalah sub sektor tanaman
perkebunan dan sub sektor kehutanan lambat. Sub sektor tanaman bahan
pangan, sub sektor peternakan dan sub sektor perikanan cepat.
3. Sub sektor unggulan adalah sub sektor tanaman bahan pangan dan sub sektor
peternakan. Sub sektor non unggulan adalah sub sektor tanaman perkebunan,
sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan.
6.2 Saran
Bagi pemerintah Kabupaten Bekasi sub sektor peternakan adalah sub
sektor unggul dan mempunyai peran paling besar dibandingkan sub sektor
tanaman bahan pangan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor perikanan dan
70
sub sektor kehutanan maka untuk kedepan pemerintah Kabupaten Bekasi lebih
menitikberatkan pembangunan pertanian pada sub sektor peternakan.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2015. Aplikasi Analisis Shift Share Pada Transformasi Sektor
PertanianDalam Perekonomian Wilayah Di Sulawesi Tenggara. Jurnal
Informatika Pertanian. Vol. 24, No. 2 :165 – 178.
Antara, Made, 2009. Pertanian, Bangkit atau Bangkrut, Arti Foundation :
Denpasar.
Arifin, Bustanul. 2005. Pembangunan Pertanian Paradigma Kebijakan dan
Strategi Revitalisasi. Grasindo : Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi Penelitian. Bina Aksara : Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Rineka Cipta : Jakarta.
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar perencanaan dan pembangunan ekonomi
daerah. BPFE, Yogyakarta : Yogyakarta.
Ayu. 2012. Analisis Sektor-Sektor Unggulan Pada Perekonomian Kabupaten
Cirebon (Periode 2005-2010). [Skripsi] Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi. 2005. Kabupaten Bekasi Dalam Angka
2005. Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2007. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2007.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2008. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2008.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2009. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2009.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2010. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2010.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2011. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2011.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2012. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2012.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
72
____________________________. 2013. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2013.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2014. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2014.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2015. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2015.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2015. Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten Bekasi Menurut Lapangan Usaha 2011-2014. Badan Pusat
Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2016. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. 2017. Kabupaten Bekasi Dalam Angka 2017.
Badan Pusat Statistika Kabupaten Bekasi.
____________________________. Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2004.
Badan Pusat Statistika Jawa Barat.
Badan Pusat Statistika Jawa Barat. 2006. Jawa Barat Dalam Angka 2006. Badan
Pusat Statistika Jawa Barat.
____________________________. 2007. Jawa Barat Dalam Angka 2007. Badan
Pusat Statistika Jawa Barat.
___________________________. 2008. Jawa Barat Dalam Angka 2008. Badan
Pusat Statistika Jawa Barat.
___________________________. 2012. PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut
Lapangan Usaha 2009-2011. Badan Pusat Statistika Jawa Barat.
___________________________. 2013. PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut
Lapangan Usaha 2010-2012. Badan Pusat Statistika Jawa Barat.
________________________. 2016. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi
Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha 2011-2015. Badan Pusat Statistika
Jawa Barat.
_______________________. 2017. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi
Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha 2012-2016. Badan Pusat Statistika
Jawa Barat.
73
_______________________. PDRB Provinsi Menurut Lapangan Usaha Jawa
Barat 2008-2010. Badan Pusat Statistika Jawa Barat.
Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE, Yogyakarta : Yogyakarta.
Djakaria. 2000. Dampak Pembangunan Kawasan Industri di Kabupaten Bekasi
terhadap Alih Fungsi Lahan dan Mata Pencaharian Penduduk. [Skripsi]
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan
Indonesia.
Fathoni, A. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Rineka
Cipta : Jakarta.
Fitria. 2012. Peran sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Bogor
tahun 2008-2010. [Skripsi] Program Studi Agribisnis Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hilal Almulaibari, 2011, Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tegal
Tahun 2004-2008. [Skripsi] Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro.
Indrasari. 2014. Analisis Pengembangan Industri Kabupaten Bekasi tahun 2010-
2014. [Tesis] Magister Ilmu Administrasi Universitas Nasional.
Jelita. 2011. Studi Pengembangan Wilayah Kota Tangerang Selatan Melalui
Sektor-Sektor Unggulan [Skripsi]. Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kabupaten Bekasi. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJD) Kabupaten Bekasi 2005-2025. Pemerintah Daerah Kabupaten
Bekasi.
Kamaluddin, R., 1998. Pengantar Ekonomi Pembangunan: Dilengkapi dengan
Analisis Beberapa Aspek Pembangunan Ekonomi Nasional. Lembaga
Penelitian Fakultas Ekonomi UI : Jakarta.
Kuncoro, M. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Erlangga : Jakarta.
Kusreni, Sri. 2009. Pengaruh Perubahan Struktur Ekonomi Terhadap Spesialisasi
Sektoral dan Wilayah Serta Struktur Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral
Untuk Daerah Perkotaan di Jawa Timur. Jurnal Ekonomi, Vol. XIX No.
1, Hal 20-31.
Ma’mun, D dan Irwansyah, S. 2012. Analisis Pergeseran Struktur Ekonomi dan
Identifikasi Sektor Potensial Wilayah Pengembangan. Jurnal Social
Economic of Agriculture, Vol. 2, No. 1, Hal 7-28.
74
Mosher, A. T, 1991. Menggerakkan Dan Membangun Pertanian. Yasaguna :
Jakarta.
Murhaini, Suriansyah. 2009. Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang
Pertanahan. LaksBang Justitia : Surabaya.
Nuryono. 2012. Studi Kelayakan Pengembangan Pasar Hewan di Kabupaten
bekasi. Jurnal AKP. Vol. 1 No. 2 Hal 6-12.
Pemerintah Kabupaten Bekasi. 2014. Rencana Pengelolaan PII Muara Tawai
Sebagai Lokasi Wisata Maritim Terpadu. Pemerintah Daerah Kabupaten
Bekasi.
Rahardjo. 1984. Transformasi Pertanian Industrialisasi dan Kesempatan Kerja.
UI Press : Jakarta.
Samuelson, Paul A. 1995. Makroekonomi. Edisi Keempat belas. Erlangga :
Jakarta.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Boduose Media : Padang,
Sumatera Barat.
Soekartawi. 1996. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Soepono. 1993. Analisis Shift Share : Perkembangan dan Penerapannya. BPFE,
Yogyakarta : Yogyakarta.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. ALFABETA : Bandung.
Sukirno, Sadono.2000. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah dan Dasar
Kebijakan Pembangunan. UI Press : Jakarta.
Tambunan. 2001. Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris. Ghalia
Indonesia : Jakarta.
Tarigan, Robinson. 2007. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara :
Jakarta.
Todaro M.P. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga : Jakarta.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1. PDRB Jawa Barat Atas Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota
Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah)
No Kabupaten/Kota Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
1 Kab. Bogor 92.932 104.477 120.329 136.135 151.285
2 Kab. Sukabumi 28.601 31.349 33.945 37.919 40.968
3 Kab. Cianjur 19.697 21.759 23.783 26.428 28.683
4 Kab. Bandung 48.432 53.849 60.046 67.842 76.322
5 Kab.Garut 25.465 28.108 30.364 33.688 37.085
6 Kab. Tasikmalaya 15.853 17.559 19.030 21.305 23.418
7 Kab. Ciamis 18.694 20.742 16.773 18.720 20.538
8 Kab. Pengandaran - - 5.983 6.716 7.385
9 Kab. Kuningan 9.820 10.867 11.952 13.442 14.956
10 Kab. Cirebon 21.497 23.824 26.298 29.426 32.944
11 Kab. Majalengka 12.883 14.135 15.691 17.543 19.204
12 Kab. Sumedang 14.687 16.393 18.140 20.261 22.344
13 Kab.Indramayu 47.860 54.157 59.377 63.471 67.782
14 Kab. Subang 19.817 22.364 23.053 24.668 26.718
15 Kab Perwakarta 28.017 31.209 35.592 40.614 45.461
16 Kab. Karawang 99.640 113.181 124.277 140.816 155.068
17 Kab. Bekasi 154.348 172.407 188.175 206.363 227.469
18 Kab. Bandung Barat 19.322 21.337 24.144 27.383 30.660
19 Kota Bogor 18.776 20.766 23.255 26.057 29.102
20 Kota Sukabumi 5.322 5.923 6.511 7.310 8.141
21 Kota Bandung 102.155 115.204 131.990 151.772 172.629
22 Kota Cirebon 10.094 11.178 12.285 13.630 15.056
23 Kota Bekasi 41.283 46.139 51.699 57.715 64.127
24 Kota Depok 26.602 29.595 33.284 38.517 43.675
25 Kota Cimahi 13.572 14.930 16.500 18.385 20.569
26 Kota Tasikmalaya 9.292 10.117 11.082 12.292 13.615
27 Kota Banjar 2.026 2.254 2.466 2.759 3.011 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
76
Lampiran 2. Ringkasan PDRB Kabupaten Bekasi Tahun 2013-2015
Uraian 2013 2014 2015
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
( Juta Rp ) 206.069.413,38 227.584.535,10 246.046.148,41
PDRB Atas Dasar Harga
Konstan 2000 ( Juta Rp ) 186.206.589,70 197.158.667,08 205.956.352,36
Jumlah Penduduk Pertengahan
Tahun (Jiwa) 3.002.112,00 3.122.698,00 3.246.013,00
PDRB Per kapita Atas Dasar
Harga Berlaku (Rp) 68.641.480,86 72.880.738,10 75.799.495,69
PDRB Per Kapita Atas Dasar
Harga Konstan'2000 (Rp) 62.025.197,49 63.137.282,91 63.449.022,65
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,23 5,88 4,46
Laju Pertumbuhan PDRB ADH
Berlaku (%) 9,51 10,44 8,11
Kontribusi Sektor ADHB
A. Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan (%) 1,54 1,42 1,33
B. Pertambangan dan Penggalian
(%) 1,81 1,48 0,73
C. Industri Pengolahan (%) 77,85 78,05 78,36
D. Pengadaan Listrik dan Gas
(%) 1,36 1,53 1,42
E. Pengadaan Air (%) 0,02 0,02 0,02
F. Konstruksi (%) 6,02 6,25 6,50
G. Perdagangan Besar dan
Eceran, dan Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor (%)
5,77 5,45 5,41
H. Transportasi dan Pergudangan
(%) 0,93 1,00 1,12
I. Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum (%) 0,45 0,45 0,45
J. Informasi dan Komunikasi (%) 0,73 0,79 0,87
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,90 0,89 0,95
L. Real Estate (%) 0,40 0,38 0,39
M, N. Jasa Perusahaan (%) 0,11 0,11 0,12
O. Administrasi Pemerintahan,
Pertahanana dan Jaminan
Sosial Wajib (%)
0,79 0,71 0,75
P. Jasa Pendidikan (%) 0,66 0,75 0,84
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial (%) 0,16 0,18 0,20
R, S, T, U. Jasa Lainnya (%) 0,50 0,52 0,54
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
77
Lampiran 3. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2016
Lapangan Usaha
Tahun Tanaman
Bahan Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
2002 0,90 0,18 2,09 0,03 1,13
2003 0,98 0,22 2,43 0,02 0,97
2004 0,93 0,17 2,04 0,02 0,79
2005 0,94 0,12 2,06 0,03 0,76
2006 0,93 0,15 1,91 0,03 0,80
2007 0,94 0,10 2,00 0,03 0,81
2008 1,44 0,10 1,85 0,03 0,80
2009 0,97 0,10 1,76 0,03 0,74
2010 0,95 0,09 1,91 0,03 0,83
2011 0,92 0,05 2,24 0,02 0,70
2012 1,09 0,02 1,92 0,01 0,49
2013 1,08 0,02 1,92 0,01 0,46
2014 1,05 0,02 2,02 0,01 0,45
2015 1,01 0,02 2,08 0,01 0,48
2016 1,01 0,02 2,04 0,01 0,47
Rata-
Rata 1,01 0,09 2,02 0,02 0,71
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi dan BPS Jawa Barat (Diolah)
78
Lampiran 4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Lapangan Usaha
Tahun
Tanaman
Bahan
Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002 531.220,98 8.380,96 211.569,96 536,79 55.885,28 807.593,98
2003 685.352,07 12.852,70 308.562,23 491,40 67.999,18 971.172,36
2004 685.159,93 12.852,70 308.579,04 491,40 67.999,18 1.075.082,26
2005 782.692,93 11.808,57 327.636,47 496,81 72.757,51 1.195.392,29
2006 853.497,27 13.390,3 363.619,67 506 76.695,54 1.307.708,79
2007 1.021.190,20 9.519,48 387.441,31 542 87.128,70 1.505.821,69
2008 1.777.507,36 10.721,34 434.352,47 583,78 104.722,06 1.727.887,01
2009 1.352.539,30 11.054,09 482.131,24 618,8 117.634,28 1.963.977,71
2010 1.553.997,95 11.301,05 526.101,61 624,99 141.314,07 2.233.339,67
2011 1.753.930,02 7.588,46 682.340,98 488,47 143.954,35 2.588.302,28
2012 1.737.286,36 7.066,03 731.524,78 392,08 153.787,96 2.630.057,21
2013 1.969.954,91 7.459,22 824.912,04 373,36 163.663,16 2.966.362,69
2014 1.887.502,93 6.907,38 930.255,19 384,38 178.060,08 3.003.109,96
2015 1.841.515,02 6.942,77 1.001.540,72 376,83 197.914,48 3.048.289,82
2016 2.096.647,35 7.123,27 1.101.369,58 388,99 212.482,35 3.418.011,54
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (berbagai tahun)
79
Lampiran 5. Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Juta Rupiah) Lapangan Usaha
Tahun Tanaman
Bahan Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002 26.443.838,19 2.132.629,60 4.508.324,18 700.521,88 2.211.175,92 35.996.489,77
2003 27.048.888,98 2.273.872,23 4.929.039,41 764.692,53 2.718.168,62 37.734.661,78
2004 28.213.099,05 2.812.643,42 5.782.853,16 982.671,92 3.290.303,74 41.081.571,29
2005 32.208.815,99 3.670.576,3 6.170.855,24 641.230,06 3.739.260,42 46.430.738,01
2006 36.747.054,09 3.637.862,27 7.641.577,55 710.067,11 3.849.722,7 52.586.283,73
2007 45.560.402,49 3.900.333,15 8.074.429,29 894.347,64 4.465.389,1 62.894.901,66
2008 51.899.930 4.338.444,15 9.851.783,96 910.613,5 5.516.836,68 72.517.608,29
2009 60.571.646,08 4.942.298,11 11.902.685,97 798.530,96 6.934.102,14 85.149.263,25
2010 71.150.089,2 5.725.375,14 11.985.225,9 921.609,6 7.412.093,27 97.194.393,11
2011 75.707.280,05 6.127.547,1 12.130.633,97 944.340,71 8.221.642,3 103.131.444,13
2012 49.040.837,7 9.253.563,5 11.716.898,1 1.076.320,8 9.681.621 80.769.241,1
2013 56.493.689,8 10.107.649,1 13.344.393,6 1.112.775,7 11.122.729,6 92.181.237,8
2014 57.679.405,8 10.176.206,7 14.774.347,9 1.162.920,1 12.760.604,2 96.553.484,7
2015* 63.869.736,7 10.224.028,9 16.795.376,7 1.238.468,5 14.415.447,1 106.543.057,9
2016** 71.635.661,4 10.492.862,8 18.545.849 1.262.530,4 15.698.276,1 117.635.179,7
Sumber : BPS Jawa Barat (berbagai tahun)
80
Lampiran 6. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bekasi Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Persen) Lapangan Usaha
Tahun
Tanaman
Bahan
Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002-2003 29,01 53,36 45,84 -8,46 21,68 20,26
2003-2004 -0,03 0,00 0,01 0,00 0,00 10,70
2004-2005 14,24 -8,12 6,18 1,10 7,00 11,19
2005-2006 9,05 13,39 10,98 1,85 5,41 9,40
2006-2007 19,65 -28,91 6,55 7,11 13,60 15,15
2007-2008 74,06 12,63 12,11 7,71 20,19 14,75
2008-2009 -23,91 3,10 11,00 6,00 12,33 13,66
2009-2010 14,89 2,23 9,12 1,00 20,13 13,72
2010-2011 12,87 -32,85 29,70 -21,84 1,87 15,89
2011-2012 -0,95 -6,88 7,21 -19,73 6,83 1,61
2012-2013 13,39 5,56 12,77 -4,77 6,42 12,79
2013-2014 -4,19 -7,40 12,77 2,95 8,80 1,24
2014-2015 -2,44 0,51 7,66 -1,96 11,15 1,50
2015-2016 13,85 2,60 9,97 3,23 7,36 12,13
Rata-Rata 12,11 0,66 12,99 -1,84 10,20 11,00
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (Diolah)
81
Lampiran 7. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Persen) Lapangan Usaha
Tahun
Tanaman
Bahan
Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002-2003 2,29 6,62 9,33 9,16 22,93 4,83
2003-2004 4,30 23,69 17,32 28,51 21,05 8,87
2004-2005 14,16 30,50 6,71 -34,75 13,64 13,02
2005-2006 14,09 -0,89 23,83 10,74 2,95 13,26
2006-2007 23,98 7,21 5,66 25,95 15,99 19,60
2007-2008 13,91 11,23 22,01 1,82 23,55 15,30
2008-2009 16,71 13,92 20,82 -12,31 25,69 17,42
2009-2010 17,46 15,84 0,69 15,41 6,89 14,15
2010-2011 6,41 7,02 1,21 2,47 10,92 6,11
2011-2012 -35,22 51,02 -3,41 13,98 17,76 -21,68
2012-2013 15,20 9,23 13,89 3,39 14,88 14,13
2013-2014 2,10 0,68 10,72 4,51 14,73 4,74
2014-2015 10,73 0,47 13,68 6,50 12,97 10,35
2015-2016 12,16 2,63 10,42 1,94 8,90 10,41
Rata-Rata 8,45 12,80 10,92 5,52 15,20 9,32 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (Diolah)
82
Lampiran 8. Tabel Bauran Industri (Mij) Sektor Pertanian Lapangan Usaha
Bauran
Industri
(Mij)
Tanaman
Bahan
Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002-2003 -32727,99 -517,62 -3362,03 19,53 4316,94 -36282,06
2003-2004 -28406,91 1400,29 19751,26 112,94 3974,25 -4387,26
2004-2005 39147,78 2275,40 -12995,88 -197,88 -1060,22 39772,72
2005-2006 44152,41 -1616,63 42305,45 25,90 -8912,71 47052,34
2006-2007 132589,63 -747,72 -19114,11 103,38 604,73 134457,40
2007-2008 55814,13 -149,11 42971,46 -20,07 7268,80 90022,89
2008-2009 146814,49 120,04 42985,78 -104,09 10980,97 139913,99
2009-2010 121936,67 336,63 -49310,42 61,21 -9776,19 94753,33
2010-2011 -31762,49 -652,60 -51073,01 -19,10 -6051,06 -71755,15
2011-2012 -765977,17 2900,06 -97791,20 41,30 3676,24 -802491,30
2012-2013 117236,89 -252,20 21719,75 -8,37 -490,59 126447,87
2013-2014 -125094,37 -904,12 -1693,39 -3,79 -783,17 -135807,18
2014-2015 43098,24 -851,62 25658,85 3,75 -3980,76 30776,39
2015-2016 68321,04 -706,05 -4994,72 -13,49 -12478,53 33213,89
Jumlah -214857,65 634,76 -44942,21 1,22 -12711,29 -314312,14
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (Diolah)
83
Lampiran 9. Tabel Keunggulan Kompetitif (Cij) Sektor Pertanian Lapangan Usaha
Keunggulan
Kompetitif
(Cij)
Tanaman Bahan
Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002-2003 141976,44 3916,67 77248,64 -94,56 -699,84 124581,88
2003-2004 -29690,35 -3045,32 -53432,69 -140,08 -14312,84 17770,90
2004-2005 496,33 -4964,55 -1646,76 176,15 -4520,05 -19674,74
2005-2006 -39477,48 1686,97 -42103,59 -44,14 1788,69 -46162,39
2006-2007 -37008,34 -4836,93 3224,66 -95,32 -1832,36 -58240,46
2007-2008 614223,08 132,57 -38372,96 31,92 -2922,49 -8320,29
2008-2009 -721963,43 -1159,52 -42642,86 106,87 -13990,69 -64885,48
2009-2010 -34753,52 -1504,49 40627,00 -89,19 15570,86 -8460,37
2010-2011 100397,90 -4506,42 149856,56 -151,94 -12794,05 218540,63
2011-2012 601144,67 -4393,74 72456,20 -164,66 -15729,44 602981,83
2012-2013 -31350,97 -258,99 -8222,68 -32,00 -13016,13 -35298,91
2013-2014 -123798,32 -602,43 16947,49 -5,80 -9703,26 -103950,23
2014-2015 -248560,52 2,93 -55966,96 -32,52 -3237,10 -265526,55
2015-2016 31222,42 -2,06 -4555,18 4,84 -3044,52 52366,44
Jumlah 222857,90 -19535,30 113416,87 -530,42 -78443,22 405722,27
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (Diolah)
84
Lampiran 10. Tabel Perubahan Variabel Regional (Dij) Sektor Pertanian Lapangan Usaha
Sub Sektor
Pertanian
(Dij)
Tanaman
Bahan
Pangan
Tanaman
Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
PDRB
Pertanian
2002-2003 173566,60 3454,28 101369,51 -84,93 9316,23 177125,07
2003-2004 24882,49 -1560,34 6400,76 -36,20 -3404,10 120200,47
2004-2005 122600,60 -2604,47 25441,72 -30,79 1354,23 138343,60
2005-2006 99440,33 148,15 42761,78 -27,41 295,73 132368,16
2006-2007 198919,40 -5496,42 31344,69 -1,27 6593,71 220048,58
2007-2008 793678,92 46,18 54927,06 1,86 13231,62 247324,17
2008-2009 -359935,30 -968,84 56765,23 -7,98 7669,74 265074,50
2009-2010 250943,32 -1095,02 53945,34 -39,39 17790,92 302305,98
2010-2011 256787,40 -5084,55 167124,06 -182,56 -4434,03 392424,94
2011-2012 47526,48 -1443,68 63300,98 -132,37 2627,13 85171,45
2012-2013 296229,76 -464,64 108522,02 -47,60 2176,44 380422,40
2013-2014 -10378,24 -1457,40 122410,03 -16,48 6203,80 86505,42
2014-2015 23069,20 -803,18 90531,89 -35,86 10940,56 95554,41
2015-2016 322506,90 -662,36 120550,07 -15,60 4660,10 420854,13
Jumlah 2239837,84 -17992,29 1045395,16 -656,58 75022,09 3063723,26
Sumber : BPS Kabupaten Bekasi (Diolah)