DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR ... · mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB...
Transcript of DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR ... · mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB...
DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
OLEH RUTH ELISABETH SIHOMBING
H 14102037
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
RUTH SIHOMBING. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Sektor Perekonomian Di Kabupaten Tapanuli Utara (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYANTI)
Pada masa sebelum otonomi daerah, peranan pemerintah pusat sangat besar dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah, sehingga menimbulkan keidakpuasan dari pemerintah daerah. Menanggapi ketidakpuasan dari pemerintah daerah tersebut, maka pemerintah pusat pada masa reformasi mengeluarkan UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara ikut serta mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah tersebut, sehingga Kabupaten Tapanuli Utara memiliki kemandirian menentukan arah pembangunannya untuk kemajuan daerahnya. Secara ekonomi, Kabupaten Tapanuli Utara merupakan wilayah yang strategis karena merupakan jalur lintas dari beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu Kabupaten Tapanuli Utara juga merupakan kawasan yang terkenal di nusantara karena potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan pada masa otonomi daerah, mengidentifikasi perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara jika dibandingkan dengan Provinsi Sumatera Utara maupun daya saing sektor-sektor tersebut jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu juga untuk mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara, sehingga dapat diketahui sektor mana yang termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif dan sektor mana yang termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Pada penelitian ini, analisis mengenai dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara digunakan analisis shift share. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan nilai PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993-2004 berdasarkan harga konstan tahun 1993. Untuk melihat pertumbuhan masing-masing sektor akan dibagi dalam tiga periode waktu, yaitu tahun 1993-1996 periode sebelum otonomi daerah yang menggambarkan kondisi sebelum krisis ekonomi, tahun 1997-2000 periode sebelum otonomi daerah yang menggambarkan kondisi pada saat terjadinya krisis ekonomi, dan tahun 2001-2004 periode pada masa berlakunya otonomi daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1993-1996, sektor yang pertumbuhannya paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan. Dilihat dari daya saingnya, sektor pertambangan adalah sektor yang mempunyai daya saing paling baik dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor yang tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling cepat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan mempunyai daya saing yang
baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki daya saing yang buruk bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Pada masa otonomi daerah tahun 2001-2004, sektor pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya paling cepat, sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor bangunan. Pada masa otonomi daerah, semua sektor mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sektor bangunan merupakan sektor yang mempunyai daya saing yang paling baik bila dibandingkan dengan sektor yang lainnya. Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif. Akan tetapi sebagian besar sektor ekonomi mempunyai laju pertumbuhan yang lambat. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan dapat terus mendorong perkembangan tiap sektor, karena semua sektor tersebut memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Caranya yaitu dengan meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung seperti jalur transportasi, jaringan komunikasi, dan lain sebagainya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu, untuk mendorong pertumbuhan sektor ekonomi, perlu adanya perhatian yang besar dari pemerintah daerah dan juga adanya kebijakan perpajakan yang mendukung. Kebijakan otonomi daerah berpengaruh baik terhadap perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Akan tetapi pemerintah daerah harus bisa memanfatkan potensi daerah yang ada baik itu potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia supaya ke depannya perekonomian semakin maju.
DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
Oleh
RUTH ELISABETH SIHOMBING H 14102037
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh.
Nama Mahasiswa : Ruth Elisabeth Sihombing
Nomor Registrasi Pokok : H14102037
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi :Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan
Sektor Perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si NIP 131846870
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP 131846872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2006
Ruth Elisabeth Sihombing H14102037
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tarutung pada tanggal 16 Februari 1985 sebagai anak kedua dari
pasangan Donald Sihombing dan Amida Hutagalung. Penulis menyelesaikan sekolah
dasar di SD Negeri I Tarutung pada tahun 1996, kemudian menyelesaikan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri II Tarutung pada tahun 1999 dan
menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri I Tarutung pada tahun 2002.
Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
Selama ini penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen
(PMK) Institut Pertanian Bogor, dan juga dipercaya sebagai sekretaris di Komisi
Kesenian PMK IPB. Penulis juga aktif di Kelompok Pra Alumni PMK IPB dan
dipercaya sebagai bendahara. Selain itu penulis juga anggota Kelompok Kecil PMK
IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di
Kabupaten Tapanuli Utara”. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana posisi dan
kondisi perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara terutama setelah berlakunya otonomi
daerah. Selain itu, skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakutas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada
Ibu Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si, yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang
begitu berharga dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik. Ucapan terima kasih juga ditujukan Bapak Muhammad Firdaus, SP. M.Si selaku
dosen penguji yang telah menguji hasil penelitian ini. Terima kasih untuk saran dan
kritik yang telah diberikan yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Jaenal Effendi,
Ma selaku dosen komisi pendidikan, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi
ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penulisan ini, sepenuhnya
merupakan tanggung jawab penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para peserta seminar yang telah
memberikan saran dan kritik untuk perbaikan hasil penelitian ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu, memberikan
saran dan kritik dan dukungan yang begitu besar dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
kedua orang tua penulis, yaitu Donald Sihombing dan Amida Hutagalung Terima kasih
untuk cinta kasih yang begitu besar yang diberikan kepada penulis, juga saudara-
saudara penulis. Terima kasih untuk dukungan doa dan perhatian yang begitu besar
yang diberikan kepada penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat penulis dan pihak
lain yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2006
Ruth Elisabeth Sihombing H14102037
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah............................................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................. 10
1.4. Ruang lingkup Penelitian .................................................................... 10
1.5. Kegunan Penelitian.............................................................................. 11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Konsep Otonomi Daerah ..................................................................... 12
2.2. Konsep Wilayah .................................................................................. 17
2.3. Konsep Pembangunan Wilayah........................................................... 20
2.4. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah ............................................. 24
2.5. Penelitian Terdahulu............................................................................ 27
2.6. Kerangka Teoritis ................................................................................ 30
2.6.1. Analisis Shift Share ................................................................... 30
2.6.2. Kelebihan Analisis Shift Share .................................................. 33
2.6.3. Kelemahan Analisis Shift Share ................................................ 34
2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual ......................................................... 35
III. GAMBARAN UMUM WILAYAH
3.1. Keadaan Umum Wilayah..................................................................... 38
3.2. Keadaan Sosial Budaya ....................................................................... 41
3.3. Produk Unggulan................................................................................. 42
3.4. Keadaan Sarana dan Prasarana ............................................................ 44
3.5. Keadaan Perekonomian ....................................................................... 46
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 50
4.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 50
4.3. Metode Analisis Shift Share ................................................................ 51
4.3.1. Analisis PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi............... 51
4.3.2. Rasio PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi (Nilai Ra,Ri,ri)......................................................................... 53
4.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ............................... 54
4.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah dan Pergeseran Bersih ... 58
4.4. Defenisi Operasional ........................................................................... 61
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.............................................. 64
5.1.1. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah ........................................................................ 64 5.1.2. Rasio PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara (Nilai Ra, Ri, ri ) Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.................................................. 73
5.2. Analisis Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah....................... 78 5.3. Analisis Daya Saing Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah...................... 84 5.4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Pergeseran Bersih Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah................ 87
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan......................................................................................... 96
6.2. Saran ................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 100
LAMPIRAN .......................................................................................................... 103
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Persentase PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga konstan 1993 Tahun 1993-2004 (%) .......................... 3
1.2. Investasi Kabupaten Tapanuli Utara
Tahun 2001-2004 (Juta Rupiah) ................................................................. 4
1.3. Perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) .............................................................. 6 1.4. Penerimaan Kabupaten Tapanuli Utara (Juta Rupiah) ................................. 8
2.1. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945-1999............................................................................... 12 3.1. Kecamatan, Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004........................ 40 3.2. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Berlaku Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah) .................................................. 46 5.1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah dan Setelah Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah)......................................... 64 5.2. Nilai Ra, Ri, ri Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah ............................... 74 5.3. Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) ................................................ 78 5.4. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) ................................. 81 5.5. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) ........................ 84 5.6. Pergeseran Bersih Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah) ........................ 93
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman
2. 1. Model Analisis Shift Share ........................................................................ 31
2. 2. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................................ 37
4.1. Profil Pertumbuhan PDRB .......................................................................... 58
5.1. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (1993-1996).................................................... 88
5.2. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (1997-2000).................................................... 90
5.3. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (2001-2004).................................................... 91
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah) ....................... 104 2. Persentase PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (%)............................ 105 3. PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah)............................... 106 4. Persentase PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (%)............................ 107 5. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1993-1996 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) ............................................................. 107 6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1993-1996..................... 108 7. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-2000 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) .............................................................. 108 8. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1997-2000..................... 109 9. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001-2004 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) .............................................................. 110 10. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 2001-2004................... 110
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan
ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,
aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi pasar.
Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang
dengan wilayah lainnya (Gunawan, 2000).
Selain kondisi demografi, ketimpangan pembangunan juga sebagai akibat dari
besarnya peran pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah
daerah yang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehinggga daerah
tidak memiliki kewenangan untuk berkreasi dalam menentukan arah pembangunannya
dan menjadi tidak berdaya menghadapi dominasi pemerintah pusat yang sangat
dominan. Contoh kasus dominasi pemerintah pusat terlihat di Nangroe Aceh
Darussalam, Riau, Kalimantan dan Irian Jaya. Keempat daerah ini sangat tidak
proporsional dalam hak eksploitasi sumber daya alam dengan subsidi yang diberikan
pada daerah itu (Ilyas, 2001).
Terkonsentrasinya pembangunan dan pelayanan publik di pusat terutama di
pulau Jawa menimbulkan kesenjangan perekonomian antar daerah di tanah air.
Kesenjangan pembangunan antara Pulau Jawa atau antara Kawasan Barat Indonesia
(KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan salah satu implikasi negatif dari
kebijakan pemerintah yang terpusat. Oleh karena itu, wajar jika pergerakan ekonomi
dan perputaran modal relatif lebih besar dan lebih cepat di Pulau Jawa dibandingkan
dengan di luar Pulau Jawa.
Pada UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa
otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan Undang-Undang. Jadi sistem pemerintahan yang
semula sentralistis beralih menjadi desentralisasi yaitu penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Artinya, sekarang daerah bebas mengatur kepentingannya baik itu masalah
keuangan maupun pengambilan keputusan, selama tidak bertentangan dengan Undang-
Undang.
Sejak dijalankannya Undang-Undang Otonomi Daerah banyak perubahan-
perubahan yang terjadi, dampak yang nyata adalah daerah yang kaya potensi sumber
daya alam menjadi daerah yang kaya. Hal ini menyiratkan bahwa daerah harus dapat
memaksimalkan potensi sektor perekonomiannya agar pembangunan ekonomi sejalan
dengan cita-cita Undang-Undang Otonomi Daerah.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia Kabupaten Tapanuli
Utara yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara ikut
serta mengimplikasikan kebijakan otonomi tersebut, sehingga Kabupaten Tapanuli
Utara dengan ibukota Tarutung memiliki kemandirian dalam melaksanakan
pemerintahan dan menentukan sendiri kemajuan pembangunan. Secara geografis
Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten.
Letak geografis ini sangat menguntungkan karena berada pada jalur lintas dari beberapa
kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu Kabupaten Tapanuli Utara juga
merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara terutama karena potensi
alam dan sumber daya manusianya. Sesuai dengan potensi yang dimiliki maka tulang
punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara didomonasi oleh sektor pertanian
Sektor pertanian memegang peranan yang penting dan strategis bagi
pembangunan perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Hal ini ditunjukkan dari
kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan
dalam hal penyerapan tenaga kerja. Jadi, peranan sektor pertanian masih dominan.
Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian bagi pembangunan perekonomian
Kabupaten Tapanuli Utara, maka pemerintah menetapkan visi pembangunan, yakni
“Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat Berbasis Pertanian”
Tabel 1.1. Persentase PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga konstan 1993 Tahun 1996-2003 (Persen)
No Sektor 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian 56,07 56,87 61,20 61,16 60,98 60,69 60,62 60,58 2. Pertambangan 0,10 0,11 0,10 0,09 0,10 0,11 0,11 0,11 3. Industri
pengolahan 0,77 0,78 0,76 0,79 0,79 1,17 1,17 1,17
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,33 0,34 0,35 0,40 0,41 0,51 0,51 0,51
5. Bangunan 5,64 5,00 3,02 2,96 2,95 3,60 3,61 3,62 6. Perdagangan,
Hotel dan Restoran
13,37 13,61 13,88 13,72 13,66 12,93 12,98 12,98
7. Pengangkutan dan Komunikasi
4,53 4,62 3,45 3,42 3,49 4,05 4,05 4,06
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
3,75 3,77 2,51 2,58 2,60 2,84 2,85 2,84
9. Jasa-Jasa 15,44 14,90 14,73 14,89 15,02 14,10 14,12 14,44 TOTAL PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Tapanuli Utara, 2004
Pada tabel 1.1 terlihat bahwa struktur perekonomian di Kabupaten Tapanuli
Utara selalu didominasi oleh sektor pertanian. Hal ini ditandai dengan kontribusi sektor
pertanian terhadap PDRB yang besar yaitu 60,57 persen pada tahun 2004. Peranan
sektor pertanian ini mengalami peningkatan terus dari tahun ke tahun yaitu sebesar
56,05 persen pada tahun 1993 naik menjadi 56,94 persen pada tahun 1994. Akan tetapi
pada tahun 1995 sampai tahun 1996 peranan sektor pertanian menurun yaitu 56,14
persen pada tahun 1995, menurun lagi menjadi 56,07 persen pada tahun 1996. Tahun
1997-1998 meningkat lagi dari 56,87 persen menjadi 61,20 persen. Pada tahun 1999
kembali turun menjadi 61,16 persen. Pada kurun waktu 2000-2003 peranan sektor
pertanian mengalami kemerosotan dari tahun ke tahun sampai akhirnya sebesar 60,58
persen. Tingginya kontribusi sektor pertanian ini dan banyaknya masyarakat yang
bekerja di sektor pertanian ini menjadikan Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam
pertumbuhan tradisional dan pertumbuhannya jauh tertinggal dengan kabupaten lain
yang ada di Provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki infrastruktur yang cukup memadai baik itu
dari segi alat transportasi maupun akses jalan yang menghubungkan antar kota. Selain
itu Kabupaten Tapanuli Utara memiliki banyak potensi alam yang mempunyai prospek
yang sangat bagus untuk dikembangkan dan menguntungkan untuk investasi dan
menjadi salah satu sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tabel 1. 2. Investasi Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2001-2004 (Juta Rupiah)
No Tahun Nilai Investasi (Juta Rp) 1. 2001 178.414,99 2. 2002 224.462,72 3. 2003 280.184.79 4. 2004 281.586,04
Sumber : Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara, 2004 Nilai investasi yang ditanamkan di Kabupaten Tapanuli Utara selama kurun
waktu tahun 2001-2004 terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001
nilai investasi yang ditanamkan sebesar Rp. 178.414,99 juta dan meningkat menjadi Rp.
224.462,72 juta pada tahun 2002 dan terus meningkat menjadi Rp. 281.586,04 juta pada
tahun 2004
Informasi mengenai perkembangan dari sektor perekonomian sangat dibutuhkan
oleh para investor untuk menanamkan modalnya dan dibutuhkan oleh pemerintah
daerah untuk menentukan arah kebijakan pembangunan. Oleh karena itu, penelitian ini
akan menganalisis dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian
di Kabupaten Tapanuli Utara dengan menggunakan analisis Shift Share.
1.2 Perumusan Masalah
Undang-Undang otonomi daerah telah dijalankan. Berbagai dampak ditimbulkan
dari implementasi tersebut, baik berupa pemekaran wilayah maupun peningkatan PAD.
Daerah diharapkan tidak tergantung lagi pada dana anggaran dari pemerintah pusat,
sehingga setiap daerah dituntut agar mampu mengoptimalkan peran sektor-sektor
perekonomian lokalnya untuk meningkatkan PAD. Setiap daerah memiliki kebijakan
masing-masing dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan potensi sumber
dayanya.
Kabupaten Tapanuli Utara kaya dengan sumber daya alam yang melimpah, akan
tetapi daerah Kabupaten Tapanuli Utara sendiri termasuk salah satu wilayah tertinggal
di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena selama ini pemerintah daerah sendiri
kurang bisa memaksimalkan potensi sumber daya yang dimilikinya, sehingga produk-
produk yang ada tidak mempunyai nilai tambah yang tinggi terhadap perekonomian.
Selain itu, sumber daya manusia yang ada juga kurang perduli terhadap perkembangan
Kabupaten Tapanuli Utara sendiri. Selama ini banyak masyarakat yang lulus dari
perguruan tinggi, akan tetapi mereka tidak mau membangun daerahnya dan lebih suka
membangun karir di Pulau Jawa.
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Kabupaten
Tapanuli Utara. Akan tetapi dengan banyaknya produk pertanian itu tidak meningkatkan
perekonomian secara signifikan karena kurangnya pengolahan lebih lanjut dari produk
pertanian itu sendiri sehingga nilai tambahnya hanya sedikit. Selain itu pertumbuhan
perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara masih jauh dibanding kabupaten lain yang ada
di Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara dan kabupaten yang lain sendiri
telah mulai mengembangkan sektor industri pengolahan dan sektor pertanian sudah
mulai berkurang kontribusinya terhadap PDRB. Untuk Kabupaten Tapanuli Utara
sendiri belum terlihat adanya perubahan struktur perekonomian ke sektor sekunder dan
sektor tersier yang mengakibatkan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Tapanuli
Utara termasuk dalam pertumbuhan tradisional.
Tabel 1.3. Perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah)
No Tahun Nilai PDRB Pertumbuhan (%) 1. 1994 496.551,05 7,47 2. 1995 529.522,57 6,64 3. 1996 570.193,29 7,68 4. 1997 603.282,30 5,80 5. 1998 569.262,93 -0,05 6. 1999 583.076,78 2,43 7. 2000 604.173,42 3,62 8. 2001 381.846,79 -0,58 9. 2002 398.193,66 4,28 10. 2003r) 415.474,60 4,34 11. 2004*) 434.068,67 4,48
Catatan : r) PDRB tahun 2003 merupakan angka revisi *)PDRB tahun 2004 merupakan angka sementara Sumber : PDRB Kabupaten Tapanuli Utara, 1993-2004, BPS
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran hasil pembangunan yang
dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi Tapanuli
Utara periode 1993-1996 tergolong relatif tinggi yaitu 7,47 persen pada tahun 1994,
tahun 1995 sebesar 6,64 persen dan 7,68 persen pada tahun 1996. Terjadinya krisis
ekonomi yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1997 menyebabkan laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara turun menjadi 5,80 persen dan
puncaknya terjadi pada tahun 1998 yang ditandai dengan turunnya pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara menjadi -0,05 persen. Akan tetapi pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara ini masih lebih besar daripada pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang menurun drastis yaitu sebesar -13,00 persen. Tahun 1999
perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara sudah mulai menunjukkan perbaikan ditandai
dengan meningkatnya laju pertumbuhan menjadi 2,43 persen. Pada tahun 2000
perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara mengalami peningkatan yaitu 3,62 persen dan
menurun menjadi -0,58 persen tahun 2001, 4,28 persen tahun 2002. Tahun 2003
pertumbuhan ekonomi sebesar 4,34 persen dan meningkat kembali sebesar 4,48 persen
tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi setelah adanya otonomi daerah hanya sedikit
peningkatannya dari masa krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi justru lebih besar
sebelum adanya otonomi daerah pada masa sebelum krisis ekonomi periode tahun 1993-
1996. Sehingga terlihat bahwa otonomi daerah belum bisa mendorong pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara.
Salah satu indikator pertumbuhan suatu wilayah adalah dilihat dari PDRB.
PDRB Kabupaten Tapanuli Utara pada masa sebelum krisis ekonomi yaitu tahun 1993-
1996 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu Rp.462.029,83 juta pada tahun
1993 meningkat terus sampai Rp.570.193,29 juta pada tahun 1996. Akan tetapi pada
saat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 perekonomian Kabupaten Tapanuli
Utara mengalami keterpurukan. Hal ini membawa dampak terhadap penurunan PDRB
yaitu Rp.569.262,93 juta pada tahun 1998. Akan tetapi perekonomian Kabupaten
Tapanuli Utara mulai bangkit lagi terlihat dari meningkatnya nilai PDRB yaitu Rp.
583.076,14 juta pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp.604.173,42 juta pada tahun
2000. Pada saat otonomi daerah mulai dijalankan pada tahun 2001 PDRB Tapanuli
Utara justru menurun menjadi Rp. 381.846.178 juta. Pada tahun 2002 sampai 2004
perekonomian bangkit lagi dengan naiknya nilai PDRB yaitu Rp.398.193,65 juta pada
tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi Rp.434.068,67 juta pada tahun 2004. Nilai
PDRB Tapanuli Utara setelah adanya otonomi daerah juga lebih kecil dibanding
sebelum adanya otonomi daerah sebelum krisis ekonomi periode tahun 1993-1996.
Sehingga terlihat bahwa otonomi daerah belum bisa memberikan perkembangan yang
besar terhadap PDRB.
Tabel 1.4. Penerimaan Kabupaten Tapanuli Utara (Juta Rupiah)
No
Tahun Anggaran
Jumlah Penerimaan (Juta Rupiah) 1. 1993/1994 6.656.018.738,33 2. 1994/1995 9.239.184.559 3. 1995/1996 10.515.698.000 4. 1996/1997 12.885.166.000 5. 1997/1998 13.297.675.000 6. 1998/1999 11.311.026.000 7. 1999/2000 12.610.639.000 8. 2000 112.579.502.600 9. 2001 232.345.951.700 10. 2002 276.606.394.753,68 11. 2003 278.173.565.059
Sumber: Bappeda Tapanuli Utara, 2004
Setelah adanya otonomi daerah jumlah penerimaan Kabupaten Tapanuli Utara
mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp. 232.345.951,700 juta pada tahun 2001.
Penerimaan daerah ini meningkat dengan pesat dibandingkan tahun 1993/1994 yang
hanya Rp. 6.656.018.738,33 juta. Pada saat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997
jumlah penerimaan Kabupaten Tapanuli Utara mengalami penurunan yaitu sebesar Rp.
13.297.675.000 juta pada tahun anggaran 1997/1998 menurun manjadi Rp.
11.311.026.000 juta pada tahun anggaran 1998/1999. Perekonomian Tapanuli Utara
mulai bangkit lagi mulai tahun 1999. Hal ini terlihat dengan naiknya jumlah penerimaan
Tapanuli Utara.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi dan posisi sektor
perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara, sektor-sektor mana yang menjadi sektor
unggulan dalam kurun waktu 1993 sampai 2004, terutama sejak diberlakukannya
otonomi daerah pada tahun 2001.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul beberapa masalah yang dapat dijelaskan
berikut ini.
1. Bagaimana pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten
Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah?
2. Bagaimana pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara jika dibandingkan
dengan Provinsi Sumatera Utara sebelum dan setelah otonomi daerah?
3. Bagaimana daya saing sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara
sebelum dan setelah otonomi daerah?
4. Bagaimana profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor
ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk.
1. Mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten
Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah.
2. Menganalisis pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara jika
dibandingkan dengan pertumbuhan Provinsi Sumatera Utara sebelum dan
setelah otonomi daerah.
3. Menganalisis daya saing sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara
sebelum dan setelah otonomi daerah.
4. Mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-
sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dan setelah otonomi daerah.
1.4. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan di kabupaten Tapanuli Utara dan di Provinsi Sumatera
Utara untuk melihat perubahan apa yang terjadi dengan sektor perekonomian sebelum
dan setelah diberlakukannya otonomi daerah. Masa sebelum otonomi daerah dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sebelum krisis ekonomi tahun
1993-1996 dan masa adanya krisis ekonomi tahun 1997-2000, sedangkan otonomi
daerah dianalisis dari tahun 2001-2004. Dalam penelitian ini ada sembilan sektor yang
akan dilihat sebagai acuan yaitu
(1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan, (3), sektor industri pengolahan, (4)
sektor listrik, gas dan air, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel dan
restoran, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan, (9) sektor jasa-jasa, (BPS Kabupaten Tapanuli Utara, 2004).
1.5. Kegunaan Penelitian
Sejalan dengan tujuan di atas, maka penelitian ini diharapkan berguna untuk.
1. Bahan pertimbangan dalam rangka perencanaan dan penentuan kebijakan
pembangunan Kabupaten Tapanuli Utara.
2. Sumber informasi bagi para investor dan pihak-pihak lain dalam menanamkan
modalnya di sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara.
3. Bahan masukan dan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Konsep Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan
pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang selama
ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Padahal konsep
otonomi daerah sudah muncul pada saat pemerintahan Orde Lama, yaitu melalui UU No
1 tahun 1945 tentang pemerintah daerah (Pemerintah Pusat, 1999) .
Tabel 2.1. Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemerintah Daerah Sejak Tahun 1945-1999
Tahun Perundang-
Undangan Subjek
1945 UU Nomor 1 Pemerintah Daerah 1948 UU Nomor 22 Pemerintah Daerah 1950 UU Nomor 44 Pemerintah Daerah 1956 UU Nomor 32 Hub. Keuangan Pusat dan Daerah 1957 UU Nomor 1 Pemerintah Daerah 1959 UU Nomor 6 Pemerintah Daerah 1960 UU Nomor 5 Pemerintah Daerah 1965 UU Nomor 18 Pemerintah Daerah 1974 UU Nomor 5 Pemerintah Daerah 1999 UU Nomor 22 Pemerintah Daerah 1999 UU Nomor 25 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Sumber : Saragih, 2003. Haris (2005), pada masa orde baru, pemerintah pusat juga tidak serius dalam
menjalankan kebijakan otonomi daerah yang telah dikeluarkan, yakni UU No 5 tahun
1974. Undang-Undang tersebut terbukti gagal mendukung pemerintah daerah dan
pembangunan daerah. Daerah-daerah menjadi tidak mandiri karena semua wewenang
dan urusan pemerintahan dipegang oleh pemerintah pusat.
Sejalan dengan tuntutan reformasi, masyarakat di berbagai daerah menuntut
diadakannya otonomi daerah secara lebih sungguh-sungguh oleh pemerintah pusat.
Menanggapi hal tersebut maka pemerintah di bawah pimpinan B J Habibie
mengeluarkan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
Saragih (2003), menurut UU No 22 tahun 1999, otonomi daerah adalah
kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat.
Oleh karena itu ada tiga prinsip dalam pelaksanan otonomi daerah yaitu
1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah.
3. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah dan
dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai
pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannnya kepada yang
menugaskan.
Otonomi daerah menurut UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian, otonomi daerah pada hakikatnya adalah hak
mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom, artinya penetapan kebijakan
sendiri, pelaksanan sendiri, serta pembiayaan sendiri dan pertanggungjawaban daerah
sendiri (Aser, 2005).
Pada prinsipnya otonomi daerah mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah
yang lebih mengutamakan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar pada pelaksanaan
otonomi daerah adalah, (1) mendorong untuk memberdayakan masyarakat, (2)
membutuhkan prakarsa dan kreatifitas serta kemandirian, (3) meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pembangunan, (4) mengembangkan peran dan fungsi DPRD (Ilyas,
2001).
Berdasarkan UU No 22 tahun 1999, sasaran pelaksanaaan otonomi daerah
adalah daerah kabupaten dan daerah kota yang berkedudukan sebagai daerah otonom
memiliki wewenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah dibentuk berdasarkan
pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan
terselenggaranya otonomi daerah. Kewenangan daerah kabupaten atau kota mencakup
semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan pusat dan provinsi. Bidang
pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh daerah kabupaten atau kota meliputi
pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan,
industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi,
dan tenaga kerja.
Sebelum dikeluarkannnya Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 1999, sumber
keuangan daerah menurut UU No 5 tahun 1974 adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan Asli Daerah (PAD)
2. Bagi hasil pajak dan non pajak
3. Bantuan pusat (APBN) untuk daerah tingkat I dan tingkat II
4. Pinjaman daerah
5. Sisa lebih anggaran tahun lalu
6. Lain-lain penerimaan yang sah
Sedangkan sesuai dengan UU No 22 tahun 1999, sumber pendapatan daerah
antara lain :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari :
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
c. Bagian Pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD)
d. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari :
a. Dana bagi hasil
b. Dana alokasi umum
c. Dana alokasi khusus
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dana perimbangan terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan dari sumber daya
alam, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan UU
No 25 tahun 1999, alokasi DAU ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu potensi
ekonomi dan kebutuhan daerah. Karena tujuan utama pemberian DAU adalah untuk
mengurangi ketimpangan antar daerah, maka pada prinsipnya daerah-daerah yang
miskin sumber daya alam akan memperoleh porsi yang lebih besar. Masalahnya,
keragaman daerah-daerah dalam hal potensi ekonomi dan kebutuhan sangat besar. Jadi,
daerah-daerah harus dapat mengoptimalkan peran sektor-sektor perekonomiannya
sehingga dapat meningkatkan pembangunan daerah..
Pada masa sebelum otonomi, semua wewenang pemerintah dipegang oleh
pemerintah pusat, daerah hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Adanya
otonomi daerah membuat wewenang pemerintah daerah semakin besar. Berdasarkan
UU No 22 tahun 1999, kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintah kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama, kebijakan tentang perencanaan nasional secara makro, dana
perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,
pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam
serta teknologi tinggi yang strategis, konversi, dan standarisasi nasional (Elmi, 2002).
Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No 22 tahun 1999 membawa angin
baru dan optimisme bagi daerah dalam mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakatnya serta suasana baru dalam hubungan antar pusat dan daerah. Masyarakat
di daerah yang selama ini lebih banyak dalam posisi dimarginalkan maka selanjutnya
diberi kesempatan untuk mendapat pengakuan dan penghargaan terhadap hak-hak,
aspirasi dan kepentingannya. Dengan kebijakan otonomi daerah, anggapan bahwa
pemerintah lebih tahu kebutuhan masyarakat akan bergeser kepada masyarakat yang
lebih mengetahui kebutuhan, aspirasi dan kepentingannya (Haris, 2005).
Sejak tanggal 1 Januari 2005 secara serentak otonomi daerah berdasarkan UU
No 22 tahun 1999 diimplementasikan secara nasional. Daerah menyambut implementasi
kebijakan otonomi daerah dengan sangat antusias. Antusiasme masyarakat ini timbul
karena besarnya harapan mereka terhadap otonomi daerah untuk menjawab berbagai
masalah hubungan pusat dan daerah serta menuntaskan permasalahan berbagai tuntutan
daerah selama ini. Secara bertahap daerah mulai menyesuaikan kelembagaan, struktur
organisasi, kepegawaian, keuangan dan perwakilan di daerah dengan ketentuan yang
diatur dalam UU No 22 tahun 1999 (Haris, 2005).
2.2. Konsep Wilayah
Budiharsono (2001), wilayah diartikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi
oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Menurut
Hanafiah (1988), batas-batas wilayah didasarkan atas kriteria :
1. Konsep Homogenitas
Menurut konsep ini wilayah dapat dibatasi atas beberapa persamaan unsur tertentu,
seperti persamaan dalam unsur ekonomi, keadaan sosial politik, dan sebagainya.
Apabila terjadi perubahan dalam satu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah
lainnya.
2. Konsep Nodalitas
Konsep ini menekankan pada perbedaan struktur tata ruang di dalam wilayah, dimana
terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional merupakan dasar
dalam penentuan batasan wilayah. Hubungan saling ketergantungan dapat dilihat dari
hubungan antara pusat (inti) dengan daerah belakang (hinterland). Batas wilayah nodal
dapat dilihat dari pengaruh suatu inti kegiatan ekonomi jika digantikan oleh pengaruh
inti kegiatan ekonomi lainnya. Pada wilayah nodal perdagangan secara intern mutlak
dilakukan. Daerah hinterland akan menjual bahan baku dan tenaga kerja pada daerah
inti untuk proses produksi. Contoh wilayah nodal yaitu DKI Jakarta dengan Botabek
(Bogor, Tangerang, Bekasi), Jakarta merupakan daerah inti sedangkan Botabek sebagai
daerah hinterland. Contoh lainnya adalah daerah segitiga SIJORI (Singapura, Johor,
Riau), segitiga SIJORI sebagai daerah inti sedangkan Kota Jambi sebagai daerah
hinterland.
3. Konsep administrasi atau unit program
Batas-batas wilayah didasarkan atas perlakuan kebijakan yang seragam, seperti sistem
ekonomi, tingkat pajak yang sama, dan sebagainya. Penetapan wilayah berdasarkan
satuan administrasi, yang menyebutkan bahwa negara terbagi atas beberapa provinsi,
provinsi terbagi atas beberapa kabupaten atau kota, kabupaten terbagi atas beberapa
kecamatan, dan kecamatan terbagi atas beberapa desa dalam tata ruang ekonominya.
Klasifikasi wilayah dapat pula dibedakan atas dasar wilayah formal, fungsional,
dan perencanaan (Hanafiah, 1988).
a. Wilayah formal adalah wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dalam
beberapa kriteria tertentu.
b. Wilayah fungsional adalah wilayah yang memperlihatkan adanya suatu
hubungan fungsional yang saling tergantung dalam kriteria tertentu, kadang-
kadang wilayah fungsional diartikan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah
polaritas yang secara fungsional saling tergantung.
c. Perpaduan antara wilayah formal dan wilayah fungsional menciptakan wilayah
perencanaan. Boudeville dalam Budiharsono (2001), mengemukakan bahwa
wilayah perencanaan adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dirancang
sedemikian rupa berdasarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut
sehingga dapat meningkatkan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang berada di wilayah tersebut.
Gunawan (2000) mengatakan bahwa pertumbuhan suatu wilayah seringkali
tidak seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan beberapa faktor, yaitu :
perbedaan karakteristik potensi sumber daya manusia, demografi, kemampuan sumber
daya manusia, potensi lokal dan aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan
keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini, wilayah dapat
diklasifikasikan menjadi empat wilayah, yaitu :
a. Wilayah maju
Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan diidentifikasikan
sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk, industri, pemerintahan, pasar
potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan memiliki kekayaan sumber daya manusia
yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju didukung oleh potensi sumber daya yang
ada di wilayah tersebut maupun wilayah belakangnya (hinterland) dan potensi lokal
yang strategis. Sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastruktur yang
lengkap. Seperti jalan, pelabuhan, alat komunikasi, dan sebagainya mengakibatkan
adanya aksesibilitas yang tinggi terhadap pasar domestik maupun internasional.
b. Wilayah sedang berkembang
Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat sebagai
implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah sedang
berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi,
potensi sumber daya alam yang melimpah, keseimbangan anatara sektor pertanian dan
industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.
c. Wilayah belum berkembang
Potensi sumber daya alam yang terdapat di wilayah ini keberadaannya masih
belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk masih
rendah, aksesibilitas yang rendah terhadap wilayah lainnya. Struktur ekonomi wilayah
didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai pembangunan secara
mandiri.
d. Wilayah tidak berkembang
Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan dengan tidak adanya sumber
daya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat kepadatan
penduduk, kualitas sumber daya manusia dan tingkat pendapatan masih tergolong
rendah. Pembangunan infrastruktur pun tidak lengkap, sehingga aksesibilitas pada
wilayah lainpun sangat rendah.
2.3. Konsep Pembangunan Wilayah
Pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari
pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang
disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan di daerah, yang diarahkan untuk
lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota,
antar desa, dan antar kota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah melalui pembangunan yang
serasi antar sektor maupun antara pembangunan sektoral dengan perencanaan
pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya kemandirian
daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok tanah air (Soegijoko, 1997).
Menurut Friedman dalam Glasson (1978), pembangunan wilayah merupakan
hasil dari aktifitas ekonomi pada wilayah tertentu, berupa peningkatan pendapatan
perkapita, kesempatan kerja dan pemerataan. Pembangunan wilayah membandingkan
permasalahan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih maju, yang mana di dalam
pelaksanaan pembangunan wilayah terdapat pihak yang mengatur dan mengambil
keputusan untuk mempengaruhi perubahan sosial.
Dengan demikian, pembangunan wilayah membutuhkan koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengelola
sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk pola kemitraan dengan pihak swasta
untuk menciptakan kesempatan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Apabila pembangunan wilayah terus
berlangsung secara terus-menerus, dapat meningkatkan pendapatan riil perkapita
(Arsyad, 1999).
Pelaksanaan suatu pembangunan tentu akan terdapat berbagai kendala-kendala.
Soegijoko (1997) mengatakan, untuk mengatasi dan mengantisipasi kendala-kendala
pembangunan wilayah, pemerintah telah memprakarsai beberapa kegiatan yang
berkaitan dengan pembangunan wilayah, yaitu :
a. Desentralisasi pembiayaan
Mengenai desentralisasi pembiayaan, pemerintah telah mengeluarkan Undang-
Undang no 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Daerah. Pada Undang-Undang tersebut diatur mengenai dana perimbangan yaitu
dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah
untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Selain itu, dijelaskan juga mengenai sumber-sumber penerimaan daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi yang meliputi PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman
Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.
a. Pengadaan pelayanan regional
Pemerintah dalam beberapa sektor telah mulai mengadakan sistem pelayanan
dengan sistem desentralisasi pada tingkat wilayah. Contohnya Telkom telah
dibagi ke dalam jumlah perusahaan distribusi wilayah dan bertanggung jawab
terhadap pelayanan di wilayah tersebut, PDAM dikelola dan dikembangkan oleh
pemerintah daerah.
b. Perencanaan regional
Suatu pendekatan kawasan strategis dalam rangka pengembangan regional telah
mulai dilaksanakan dalam bentuk program kawasan andalan yang tersusun
dalam rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN).
c. Pengentasan kemiskinan
Tujuan utama program ini adalah menangani masalah kemiskinan di KTI,
sebagai akibat dari pembangunan yang tidak merata antara KBI dengan KTI,
dimana fasilitas-fasilitas umum seperti jalur transportasi, rumah sakit, sekolah,
lebih memadai di KBI.
d. Inovasi proyek infrastruktur perkotaan
Pemerintah telah menetapkan kegiatan-kegiatan operasional dengan penekanan
pada pengawasan biaya dan rasionalisasi dan penguatan kelembagaan
subnasional dalam bentuk Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu
(P3KT). P3KT pada dasarnya mengubah dan menggeser pendekatan
pembangunan prasarana kota dari pendekatan sektoral dan terpusat ke
pendekatan yang lebih terpadu dan terdesentralisasi.
Tjokriamidjojo (1979) menambahkan bahwa pada akhirnya pembangunan
wilayah menuju pada pembangunan nasional. Berdasarkan anggapan tersebut,
pembangunan wilayah memiliki tiga aspek, yaitu :
1. Berkaitan dengan permasalahan wilayah tersebut maupun permasalahan sektor
ekonomi di dalamnya.
2. Pada wilayah tertentu, permasalahan wilayah tersebut dapat diatasi dengan
adanya pemenuhan kebutuhan secara potensial.
3. Pembangunan wilayah menuju pada pembangunan nasional.
Anwar (1996), mengemukakan bahwa pembangunan wilayah diarahkan pada
tiga tujuan, yaitu:
1. Pertumbuhan (growth)
Tingkat pertumbuhan yang tinggi akan tercapai dengan adanya pengalokasian
sumber daya alam dan sumber daya manusia secara maksimal, sehingga dapat
meningkatkan kegiatan yang produktif.
2. Pemerataan (equity)
Seluruh masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan secara adil dan merata.
3. Berkelanjutan (sustainability)
Pemanfaatan sumber daya yang diperoleh baik melalui sistem pasar maupun di
luar sistem pasar tidak melebihi kapasitas produksi yang ada.
2.4. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah
Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses
dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi dalam wilayah tersebut. Perencanaan ekonomi daerah adalah suatu proses
yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri
alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan barang dan
jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
pengembangan usaha-usaha baru.
Jhingan (2002), menjelaskan syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah
bahwa proses bertumbuhnya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam
negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan
material harus muncul dari warga masyarakatya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi
atau diintimidasi oleh daerah luar.
Ada sejumlah teori yang menerangkan mengapa ada perbedaan dalam tingkat
pembangunan ekonomi antar daerah. Teori yang umum yang digunakan adalah teori
basis, teori lokasi, dan teori daya tarik industri (Tambunan, 2001)
a. Teori Basis Ekonomi
Teori ini menjelaskan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu
daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari
luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu daerah yang menggunakan
sumber daya produksi lokal, temasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan
outputnya yang diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi,
peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan lapangan kerja di daerah
tersebut.
b. Teori Lokasi
Teori ini sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan
industri di suatu daerah. Lokasi usaha ditentukan berdasarkan tujuan perusahaan,
untuk mendekati bahan baku atau mendekati pasar. Inti dari pemikiran ini
didasarkan sifat rasional manusia yang cenderung mencari keuntungan yang
setinggi-tingginya dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, pengusaha
akan memilih lokasi usaha yang memaksimumkan keuntungan dan
meminimalkan biaya produksinya.
c. Teori Daya Tarik Industri
Upaya pengembangan ekonomi daerah di Indonesia sering dipertanyakan
industri-industri apa yang tepat untuk dikembangkan, ini adalah masalah
membangun portofolio industri di suatu daerah. Faktor-faktor daya tarik lainnya
adalah produktifitas, industri-industri kaitan, daya saing di masa depan,
spesialisasi industri, potensi ekspor, dan prospek bagi permintaan domestik.
Haeruman dalam Soegijoko (1997), menyatakan bahwa pembangunan ekonomi
biasanya miliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian fungsi
ekologis alam untuk menghasilkan jasa lingkungan. Intinya bahwa tujuan pembangunan
ekonomi selain menghasilkan output juga memperhatikan keberlangsungan sumber
daya alam untuk pemanfaatan pada waktu mendatang atau lebih dikenal dengan istilah
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu tujuan yang
dilatarbelakangi dengan suatu visi dimana terdapat keseimbangan dalam keterkaitan
antara ekonomi, sosial, dan lingkungan guna membangun suatu masyarakat yang stabil,
makmur dan berkualitas.
Pengembangan metode untuk menganalisis perekonomian suatu daerah sangat
penting guna memperoleh informasi tentang perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
daerah yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan
arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan
pertumbuhan ekonomi daerah. Namun demikian, menurut Arsyad (1999), dalam
menganalisis perekonomian suatu daerah akan ditemukan beberapa kesulitan, antara
lain :
a. Data tentang daerah terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan
pengertian daerah nodal (daerah-daerah yang memiliki perbedaan dalam
struktur tata ruang dalam wilayah, tetapi masing-masing daerah satu sama lain
terdapat saling ketergantungan secara fungsional). Dengan data yang sangat
terbatas sangat sukar untuk menggunakan data yang telah dikembangkan dalam
memberikan gambaran mengenai perekonomian suatu daerah.
b. Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk
analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar untuk dikumpulkan, sebab
perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan perekonomian nasional. Hal
tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan keluar dari
suatu daerah sukar diperoleh.
d. Bagi negara sedang berkembang, di samping kekurangan data sebagai
kenyataan yang umum, data tersebut banyak yang sulit untuk dipercaya,
sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai
tentang keadaan perekonomian suatu daerah.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian pada suatu
wilayah dengan menggunakan analisis Shift Share pernah dilakukan di Indonesia.
Irawan (1994), menggunakan analisis shift share untuk menganalisis
pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan antar wilayah di provinsi Jawa Barat tahun
1986-1990. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa sektor pertanian memegang
peranan penting dalam pertumbuhan di beberapa wilayah Dati II Jawa Barat, yaitu
Pandeglang, Lebak, Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Majalengka,
Cirebon, Sumedang, Subang, Purwakarta, dan Karawang. Sektor industri dan jasa
memegang peranan penting di daerah Bogor, Bekasi, Bandung, Tangerang, Serang,
Kodya Bandung, dan Kodya Cirebon. Kodya Sukabumi dan Kodya Bogor bertumpu
pada sektor perdagangan dan jasa, sedangkan Kabupaten Indramayu perekonomiannya
didukung oleh sektor pertambangan dan penggalian.
Azman (2001), juga menggunakan analisis Shift Share untuk menganalisis
struktur perekonomian Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat tahun
1995-1999. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan struktur
perekonomian dari sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) ke sektor
sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa-jasa, perdagangan, hotel dan restoran). Akan
tetapi sektor pertanian masih mendominasi dalam penyediaan lapangan kerja maupun
dalam kontribusinya terhadap PDRB.
Budiharsono (2001) menggunakan analisis Shift Share sebagai alat analisisnya
di dalam penelitiannya mengenai pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia tahun
1983-1987. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa selama 4 tahun tersebut
pertumbuhan tidak merata untuk seluruh provinsi. Provinsi-provinsi yang tingkat
pertumbuhannya melebihi pertumbuhan PDB Indonesia adalah Daerah Istimewa Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu. Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Timor Timur.
Sedangkan provinsi-provinsi yang pertumbuhannya lebih kecil dari pertumbuhan PDB
adalah Sumatera Barat, Riau, Jambi, DI Jogjakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Budiharsono
kembali mengadakan penelitian tentang analisis pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa
Barat pada tahun 1983-1987. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sektor industri,
utilitas, dan jasa mempunyai nilai pergeseran bersih positif, sedangkan sector pertanian
mempunyai nilai pergeseran bersih yang negatif.
Doni (2004) menggunakan analisis Shift Share dalam penelitiannya untuk
menganalisis pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara
periode 1993-2002. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pada kurun waktu 1993-
1997 perekonomian meningkat. Daerah yang paling besar pertumbuhannya adalah Kota
Sibolga. Wilayah yang pertumbuhannya maju adalah Kabupaten Asahan, Tapanuli
Selatan, Tapanuli Tengah, Labuhan Batu, Dairi, Karo, Deli Serdang, Sibolga, Tanjung
Balai, Tebing Tinggi. Pada tahun 1998-2002 juga ada pertumbuhan tapi tidak sebesar
tahun 1993-1997. Pada kurun waktu ini wilayah yang tumbuh maju adalah Kabupaten
Nias, Karo, Dairi, Deli Serdang, Tanjung Balai, Pematang Siantar, Medan, Binjai.
Ardiansyah (2004) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian di Kota Jambi sebelum dan pada masa otonomi menyimpulkan bahwa
pada masa sebelum otonomi daerah seluruh sektor ekonomi di Kota Jambi
pertumbuhannya meningkat. Akan tetapi setelah adanya otonomi daerah seluruh sektor
ekonomi mengalami pertumbuhan yang lambat. Jambi kalah bersaing dengan kabupaten
yang lain. Selain itu dampak krisis ekonomi juga secara tidak langsung masih
berpengaruh terhadap perekonomian Jambi.
Restuningsih (2004) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan sektor
perekonomian di Provinsi Jakarta pada masa krisis ekonomi daerah menyimpulkan
bahwa krisis ekonomi yang melanda DKI Jakarta menyebabkan sebagian besar sektor
ekonomi tidak dapat bersaing dengan baik, yaitu sektor pertanian, industri pengolahan,
listrik, gas dan air bersih, bangunan dan jasa. Sedangkan sektor yang dapat bersaing
adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi,
keuangan, persewaan dan jasa.
Berdasarkan penelitian terdahulu, ada yang menganalisis pertumbuhan ekonomi
atau pertumbuhan wilayah pada satu kurun waktu tertentu dan ada juga yang
menganalisis pertumbuhan wilayah pada dua kurun waktu. Pada penelitian ini
menggunakan dua kurun waktu yaitu sebelum otonomi dan setelah otonomi daerah,
tetapi dengan waktu yang berbeda dan juga kurun waktu yang dipakai juga berbeda
dengan penelitian sebelumnya dan terbagi dalam tiga periode, yaitu periode pada masa
sebelum krisis ekonomi tahun 1993-1996. periode pada masa krisis ekonomi tahun
1997-2000, dan periode pada masa otonomi daerah tahun 2001-2004.
2.6. Kerangka Teoritis
2.6.1. Analisis Shift Share
Budiharsono (2001), analisis Shift Share merupakan teknik analisis mengenai
perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja.
Teknik ini melihat perkembangan produksi ataupun kesempatan kerja di suatu wilayah
pada dua titik waktu. Berdasarkan analisis Shift Share dapat diketahui perkembangan
sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah, baik terhadap perkembangan ekonomi
wilayah yang lebih luas maupun terhadap sektor ekonomi lainnya beserta
penyimpangan yang terjadi pada satu wilayah dibandingkan dengan wilayah yang
lainnya. Dengan demikian, dapat ditunjukkkan adanya pergeseran hasil pembangunan
perekonomian daerah bila daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan
kedudukannya dalam perekonomian nasional. Tujuan analisis Shift Share adalah untuk
menentukan produktifitas kerja perekonomian daerah yang lebih besar (regional atau
nasional). Secara skematik model analisis Shift Share disajikan disajikan pada gambar
2.1 sebagai berikut.
Maju PP + PPW ≥ 0
Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) atau Pertumbuhan Regional (PR)
Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share
Sumber : Budiharsono, 2001
Berdasarkan Gambar 2.1, dapat dipahami bahwa pertumbuhan sektor
perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu
komponen pertumbuhan nasional (national growth component) disingkat PN atau
komponen pertumbuhan regional (regional growth component) disingkat PR, komponen
pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growth component) disingkat
PP dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional share growth component )
disingkat PPW. Dari ketiga komponen tersebut dapat diidentifikasikan pertumbuhan
suatu sektor perekonomian, apakah pertumbuhannnya cepat atau lambat ?. Apabila PP +
PPW ≥0, maka pertumbuhan sektor perekonomian termasuk ke dalam kelompok
progresif (maju), tetapi apabila PP + PPW ≤ 0, berarti sektor perekonomian tersebut
memiliki pertumbuhan yang lambat.
1. Komponen Pertumbuhan Nasional/Pertumbuhan Regional
Lamban PP + PPW ≤ 0 Komponen
Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen Pertumbuhan Pengsa Wilayah (PPW)
Wilayah ke j (sektor ke i )
Wilayah ke j (sektor ke i )
Komponen pertumbuhan nasional/regional adalah perubahan produksi suatu
wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional secara umum,
perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang
mempengaruhi perekonomian suatu wilayah dan sektor. Bila diasumsikan bahwa
tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka
adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan
wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih
cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional
Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam
permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan
dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja
dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan
ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan,
prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah
tersebut.
2.6.2. Kelebihan-Kelebihan Analisis Shift Share
Menurut Soepono (1993), kelebihan-kelebihan dari analisis Shift Share adalah :
1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan
kerja suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, yang mana satu titik
waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik waktu lainnya
dijadikan sebagai akhir analisis.
2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dapat dilihat
melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah, yakni komponen pertumbuhan
nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
3. Berdasarkan komponen PN, dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah dibandingkan laju pertumbuhan nasional.
4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor
perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat
mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan
bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat
daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu.
5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor
ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya.
6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya shift
(pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.
2.6.3. Kelemahan-Kelemahan Analisis Shift Share
Kemampuan teknik analisis Shift Share untuk memberikan dua indikator
positif yang berarti bahwa suatu wilayah mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang
berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah
berkembang lebih cepat dari rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu tidaklah lepas dari
kelemahan-kelemahan. Menurut Soepono (1993), kelemahan dari analisis Shift Share
adalah :
a. Analisis Shift Share tidak lebih dari pada suatu teknik pengukuran atau prosedur
baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah menjadi
komponen-komponen. Persamaan Shift Share hanyalah identity equation dan
tidak mempunyai implikasi keperilakuan. Metode Shift Share tidak untuk
menjelaskan mengapa, misalnya pengaruh keunggulan kompetitif adalah positif
di beberapa wilayah, tetapi negatif di daerah-daerah lain. Metode Shift Share
merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan
semata dan tidak analitik.
b. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa laju
pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa
memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan wilayah.
c. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan hal-hal
yang sama seperti perubahan permintaan dan panawaran, perubahan teknologi,
perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik.
d. Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua
barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu
wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan wilayah-
wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak
mempengaruhi permintaan agregat.
2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual
Kondisi perekonomian suatu wilayah dipengaruhi kondisi demografi potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas, juga dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Salah satu kebijakan
pemerintah yang berpengaruh kepada kondisi perekonomian daerah adalah kebijakan
otonomi daerah. Pada masa sebelum otonomi, kewenangan pemerintah pusat sangat
dominan dalam menentukan arah pembangunan suatu daerah, sehingga daerah tidak
mampu berkreasi menentukan arah pembangunannya. Adanya kebijakan otonomi
daerah menuntut daerah-daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi sektor-sektor
perekonomiannya.
Potensi sektor perekonomian berpengaruh terhadap perkembangan suatu
wilayah. Apabila sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang cepat, maka suatu
wilayah berkembang dengan cepat pula, begitu pula sebaliknya. Laju pertumbuhan
sektor-sektor perekonomian dapat dianalisis dengan analisis Shift Share. Pada penelitian
ini analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis dampak otonomi daerah terhadap
pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara, sehinggga dapat
diketahui sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang cepat dan sektor-sektor yang
memiliki pertumbuhan yang lambat. Selain itu, dapat pula dianalisis daya saing sektor,
yaitu sektor mana yang mampu bersaing dan sektor mana yang tidak mampu bersaing.
Informasi mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat menjadi
rekomendasi bagi pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan pembangunan dan
perencanaannya, dan bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada sektor-
sektor yang menguntungkan. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dijelaskan
pada gambar 2.2, sebagai berikut.
Kondisi Perekonomian kabupaten Tapanuli Utara
Sebelum Otonomi yaitu sebelum krisis ekonomi (1993-1996) dan masa krisis ekonomi (1997-2000)
Pada Masa Otonomi (2001-2004)
Sektor-Sektor Perekonomian
Shift Share
Rekomendasi
Analisis yang digunakan Hal-hal yang dianalisis
Tingkat Pertumbuhan PDRB dan Kontribusi masing-masing sektor ekonomi
Ket :
Laju Pertumbuhan, daya saing, dan profil pertumbuhan dari masing-masing sektor perekonomian
Analisis PDRB
Gambar 2. 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
III. GAMBARAN UMUM WILAYAH
3.1. Keadaan Umum Wilayah
a. Kondisi Geografis
Secara geografis Kabupaten Tapanuli Utara berada di pegunungan Bukit
Barisan, bagian tengah Provinsi Sumatera Utara, terletak pada 1020’-2041’ Lintang
Utara dan 98005’-99016’ Bujur Timur.
Adapun batas-batas Kabupaten Tapanuli Utara adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan
Kabupaten Humbang Hasundutan.
b. Topografi
Topografi Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya berbukit dan
bergelombang, yang diselingi oleh dataran pada bagian tenggara dan selatan Danau
Toba serta dataran Humbang. Daerah dataran yang terdapat di Kabupaten Tapanuli
Utara memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lahan tanaman pangan dan
tanaman holtikultura sedangkan daerah dengan topografi bergelombang memiliki
potensi untuk pengembangan komoditi perkebunan dan kehutanan. Berdasarkan
ketinggian dari permukaan laut Kabupaten Tapanuli Utara dibagi atas empat bagian
yakni (i) 300-500m; (ii) 500-1000m; (iii) 1000-1500m; (iv)1500m ke atas. Keadaan
kemiringan lereng Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya bervariasi mulai dari
datar, landai, miring sampai terjal.
c. Luas Wilayah
Pada tahun 2003 Kabupaten Tapanuli Utara telah dimekarkan kembali
berdasarkan UU No 9 Tahun 2003 menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli
Utara sebagai induk Kabupaten dan Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai
Kabupaten pemekaran. Luas wilayah kabupaten Tapanuli Utara pasca pemekaran
termasuk di dalamnya luas perairan Danau Toba adalah 380.013 Ha, yang terdiri dari
379.371 Ha luas daratan dan 660 Ha luas perairan Danau Toba.
d. Administrasi Pemerintahan
Pada tahun 1998 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua kabupaten
yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan
Kabupaten Mandailing. Kemudian pada tahun 2003 Kabupaten Tapanuli Utara
dimekarkan kembali menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan
Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003
tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan
Kabupaten Humbang Hasundutan .
Setelah adanya pemekaran Kabupaten Tapanuli Utara secara wilayah
administratif terdiri dari 15 kecamatan. Kelima belas kecamatan ini terbagi dalam 214
desa dan 11 kelurahan.
Tabel 3.1 Kecamatan, Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004.
No Kecamatan Ibukota Kecamatan Luas (Km) Jumlah
Desa Kel 1. Parmonanangan Parmonangan 257.35 8 - 2. Adian Koting Adian Koting 502.90 14 - 3. Sipoholon Sipoholon 189.20 11 1 4. Tarutung Tarutung 144.32 23 7 5. Siatas Barita Simorangkir 56.28 12 - 6. Pahae Julu Onan Hasang 165.90 18 1 7. Pahae Jae Sarulla 203.20 12 1 8. Purbatua Angkola 191.80 11 - 9. Simangumban Simangumban 150.00 7 - 10. Pangaribuan Pangaribuan 459.25 19 - 11. Garoga Garoga 567.58 12 - 12. Sipahutar Sipahutar 408.22 22 - 13. Siborongborong Siborongborong 279.91 18 1 14. Pagaran Sipultak 138.05 12 - 15. Muara Muara 79.75 15 - Jumlah 3.793.71 214 11
Sumber : BPS Tapanuli Utara, 2004 e. Jenis Tanah
Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari berbagai jenis tanah yang dapat
dimanfaatkan secara optimal baik untuk tanaman pangan, palawija dan holtikultura.
Berdasarkan jenisnya terdapat sembilan jenis tanah di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu :
Alluvial, Hidromorfik Kelabu, Podsolik Coklat, Podsolik Coklat Kelabu, Asosiasi
Podsolik Coklat Kelabu dan Coklat, Latasol Coklat, Podsolik Coklat Kekuningan,
Latasol Regosol, Asosiasi Litosol Podsolik Regosol.
f. Keadaan Klimatologi
Keadaan klimatologi di Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan curah hujan dan
hari hujan tahun 2000-2004 adalah sebagai berikut : curah hujan rata-rata setiap
bulannya berkisar 100,8-264,8 mm; hari hujan rata-rata 8-19 hari perbulan. Musim
hujan terbesar pada umumnya jatuhnya pada bulan September sampai Desember dan
musim kemarau hampir tidak dijumpai.
3.2. Keadaan Sosial Budaya
a. Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2004 adalah 260.471
jiwa, yang terdiri dari 129.351 jiwa laki-laki dan 131.120 jiwa perempuan, dengan
kepadatan rata-rata 68.66 jiwa/km2 yang tersebar pada 15 kecamatan dengan laju
pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2003 rata-rata sebesar 0,14 persen per
tahunnya. Tingkat kepadatan penduduk rata-rata jarang, dimana rata-rata setiap
kilometer persegi wilayah Kabupaten Tapanuli Utara didiami 68 jiwa. Tingkat
kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Tarutung, yaitu sebesar 351.19
jiwa per km2 sedangkan tingkat kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan
Adian Koting yaitu sebesar 25.77 jiwa per km2.
b. Angkatan Kerja
Pada tahun 2004 di Kabupaten Tapanuli Utara penduduk berumur 15 tahun ke
atas yang termasuk angkatan kerja berjumlah 159.715 jiwa dimana 130.337 jiwa
penduduk yang telah bekerja dan 12.441 jiwa penduduk yang sedang mencari
pekerjaan.
c. Pengangguran
Secara nasional tingkat pengangguran sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997
mengalami lonjakan yang sangat tinggi karena banyaknya tenaga kerja yang mengalami
PHK dan semakin langkanya lapangan pekerjaan. Kondisi seperti ini juga berdampak
pada fluktuasi tingkat pengangguran di Kabupaten Tapanuli Utara. Berdasarkan analisis
data statistik tahun 2000-2004, fluktuasi tingkat pengangguran yang dialami Kabupaten
Tapanuli Utara tercatat pada tahun 2000 sebesar 4,97 persen, tahun 2001 sebesar 4,88
persen, tahun 2002 sebesar 4,68 persen, tahun 2003 sebesar 4,80 persen, dan tahun 2004
sebesar 4,66 persen. Dari data terlihat bahwa rata-rata tingkat pengangguran yang
terjadi berkisar 4,80 persen.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana utama untuk meningkatkan kecerdasan dan
keterampilan sumber daya manusia (SDM). Dengan demikian kualitas sumber daya
manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Keberhasilan sektor pendidikan
salah satunya dilihat dari indikator meningkatnya Angka Partisipasi Sekolah (APS).
Peningkatan angka partisipasi sekolah haruslah diikuti dengan penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Di
tingkat Sekolah Dasar (SD) jumlah sekolah pada tahun ajaran 2004/2005 sebanyak 397
unit. Pada tingkat SMP/MTS jumlah sekolah sebanyak 60 unit. Di tingkat Sekolah
Menengah Umum (SMU) jumlah sekolah sebanyak 22 unit dan Madrasah Aliyah
sebanyak 1 unit.
3.3. Produk Unggulan
Pengembangan produk unggulan merupakan salah satu terobosan strategis dalam
pembangunan perekonomian daerah. Di dalam era yang semakin mengglobal dewasa
ini, tingkat persaingan ekonomi semakin tinggi, sehingga setiap daerah semakin
memprioritaskan pengembangan unit usaha yang memproduksi komoditias unggulan
daerah. Kabupaten Tapanuli Utara kaya akan potensi pertanian dan kehutanan serta
sangat memungkinkan di daerah ini dikembangkan berbagai komoditi unggulan sebagai
berikut :
a. Kemenyan
Kemenyan merupakan salah satu komoditi perkebunan yang paling luas di
Kabupaten Tapanuli Utara dan tersebar di seluruh kecamatan yakni seluas 16.217 Ha
dengan produksi 3.490 ton pada tahun 2003. Kemenyan ini merupakan keunggulan
komparatif bagi Kabupaten Tapanuli Utara sebab habitat ini hanya terdapat di sekitar
Bukit Barisan Sumatera Utara. Kemenyan yang diproduksi dari Kabupaten Tapanuli
Utara ini telah dipasarkan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Negara Singapura
merupakan negara tujuan ekspor terbesar dari komoditi ini.
b. Kopi
Tanaman kopi saat ini merupakan salah satu produk unggulan perkebunan rakyat
yang telah lama dikembangkan masyarakat secara turun-temurun di hampir semua
kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara. Species tanaman kopi yang dikembangkan di
Tapanuli Utara diantaranya kopi Arabika, kopi Liberika dan kopi Robuska. Tanaman
kopi Lintong dari species Arabika telah dikenal di mancanegara yang memiliki
keunggulan komparatif dibanding kopi lain di Indonesia. Kopi Lintong telah diakui
sebagai Specialty Coffee Asociation Of America (SCAA) sejajar dengan kopi Gayo
Takengon, Toraja Coffee dan Java Coffee.
c. Nenas
Nenas merupakan tanaman holtikultura buah-buahan yang telah dikembangkan
masyarakat secara turun-temurun di Kabupaten Tapanuli Utara dan merupakan
komoditi andalan masyarakat, dimana pertanamannya tersebar di beberapa kecamatan
seperti : Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan, Siborongborong dan Tarutung.
d. Kacang Tanah
Pernanaman kacang tanah dilaksanakan hampir di setiap kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Utara karena komoditi ini merupakan komoditi unggulan
masyarakat petani dalam upaya peningkatan pendapatan. Hal ini disebabkan di
Kabupaten Tapanuli Utara telah dikembangkan industri yang mengolah kacang tanah
menjadi kacang garing yakni kacang Sihobuk yang terkenal gurih, enak, sehingga telah
berhasil dipasarkan sampai ke Pulau Jawa.
e. Sayur-mayur
Daerah Tapanuli yang tergolong beriklim sejuk dengan temperatur udara
berkisar 17-29 0C serta curah hujan yang relatif tinggi membawa berkah untuk berbagai
jenis sayur-mayur yang dibudidayakan di daerah ini, seperti : bawang merah, kentang,
petsai/sawi, cabe, tomat, buncis, terong, bayam dan lain-lain.
3.4. Keadaan Sarana dan Prasarana
1. Perhubungan Darat
Guna menunjang kelancaran perhubungan darat di Kabupaten Tapanuli Utara
telah berhasil dibangun jalan negara dan jalan provinsi serta jalan kabupaten yang cukup
baik dan layak dilalui kendaraan roda empat, bus maupun truk. Disamping prasarana
jalan juga telah berhasil dibangun prasarana jembatan didalam meningkatkan dan
mendorong kegiatan perekonomian masyarakat di daerah ini. Panjang jembatan di
Kabupaten Tapanuli Utara mencapai 1.400,70 m terdiri dari jembatan negara 49,70 m,
jembatan provinsi 136,50 m, dan jembatan kabupaten 1.214,50 m.
2. Perhubungan Danau
Dermaga pelabuhan danau terdapat di Kecamatan Muara yang sampai saat ini
belum mempunyai fasilitas dermaga yang memadai sebagai salah satu prasarana
perhubungan danau di sekitar Pantai Danau Toba.
3. Pelabuhan Udara
Di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat lapangan terbang perintis yang terletak di
Silangit Kecamatan Siborongborong. Lapangan terbang ini telah diresmikan
pengoperasiannya pada tanggal 9 Mei 2004 oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono.
4. Pasar
Pasar di Kabupaten Tapanuli Utara diklasifikasikan dalam tiga kelas yaitu:
a. Pasar kelas I sebanyak dua buah yaitu pasar Tarutung dan pasar
Siborongborong.
b. Pasar II terdiri dari enam yaitu pasar Onan Hasang, Sarulla, Sipahutar,
Pangaribuan, Garoga dan Muara.
c. Pasar kelas III terdiri dari dua buah pasar yaitu pasar Simangumban dan
Aek Raja.
5. Pos dan Telekomunikasi
Pelayanan sarana jasa pos dan giro oleh PT Pos Indonesia telah dapat
menjangkau ke seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara yang didukung
oleh pelayanan sarana kantor pos cabang di Kota Tarutung dan 10 unit kantor pos
cabang pembantu yang terdapat di beberapa kecamatan.
3.5. Keadaan Perekonomian
Salah satu indikator untuk melihat perkembangan suatu wilayah adalah
pertumbuhan ekonomi.
Tabel 3.2. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003-2004 (Juta Rupiah)
2003 2004 No Lapangan Usaha (juta Rp) (%) (juta Rp) (%)
1. Pertanian 904.387,55 60.19 1.048.863,75 60.36 2. Pertambangan dan Penggalian 1.430,35 0.10 1.688,24 0.10 3. Industri 19.611,71 1.32 22.943,84 1.32 4. listrik,Gas dan Air Bersih 10.870,71 0.72 12.832,25 0.74 5. Bangunan 90.223,36 6.00 103.949,15 5.98 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 179.965,28 11.98 206.344,19 11.88 7. Pengangkutan dan Komunikasi 56.690,66 3.77 66.843,76 3.85 8. Keuangan, Persewan, dan Jasa
Perusahaan 45.017,98 3.00 52.418,94 3.02
9. Jasa-Jasa 194.270,31 12.93 221.729,35 12.76 TOTAL PDRB 1.502.467,61 100,00 1.737.613,47 100,00
Sumber : Tapanuli Utara Dalam Angka, 2004
Secara keseluruhan nilai nominal PDRB atas harga berlaku mengalami
peningkatan dari Rp. 1.254.675,29 juta pada tahun 2002 menjadi Rp. 1.502.467,61 juta
pada tahun 2003 atau mengalami peningkatan sebesar 19,7 persen pada tahun 2003,
dimana peranaan sektor usaha terhadap pertumbuhan Kabupaten Tapanuli Utara pada
tahun 2003 atas dasar harga berlaku adalah pertanian 60,19 persen, pertambangan 0,10
persen, industri pengolahan 1,31 persen, listrik, gas dan air bersih 0,72 persen,
bangunan 6,01 persen perdagangan hotel dan restoran 11,98 persen, pengangkutan dan
komunikasi 3,77 persen, keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan dan tanah serta
jasa perusahaan 3 persen, jasa-jasa sebesar 12,93 persen.
Tahun 2004, peranan sektor usaha terhadap pertumbuhan Kabupaten Tapanuli
Utara yaitu sektor pertanian mengalami peningkatan menjadi 60,36 persen, sektor
pertambangan dan penggalian 0,10 persen, sektor industri juga mengalami kenaikan
menjadi 1,32 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 0,74 persen, sektor bangunan
mengalami penurunan menjadi 5,98 persen, sektor perdagangan hotel dan restoran
11,88 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi 3,85 persen, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan mengalami peningkatan menjadi 3.,02 persen, sektor
jasa-jasa mengalami penurunan menjadi 12,76 persen.
Kegiatan perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara tunbuh dan berkembang
terutama didukung adanya kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan rakyat dan
kepariwisataan. Disamping itu juga berkembang kegiatan industri pengolahan hasil
pertanian, perikanan dan peternakan.
a. Pertanian
Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Kabupaten
Tapanuli Utara, baik sebagai penghasil nilai tambah maupun sumber penghasilan
rakyat. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian yang besar terhadap PDRB
Kabupaten Tapanuli Utara.
b. Perkebunan
Pada umumnya perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah perkebunan
rakyat, belum terdapat usaha perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan.
Jenis komoditi unggulan yang dibudidayakan masyarakat adalah tanaman kemenyan.
c. Perikanan
Daerah Kabupaten Tapanuli Utara selain memiliki Danau Toba juga terdapat
kolam, rawa dan beberapa aliran sungai yang cukup panjang yang dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan perikanan.
d. Peternakan
Usaha peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara umumnya adalah usaha
peternakan rakyat. Dalam mendukung pengembangan usaha peternakan di daerah ini
terdapat potensi lahan penggembalaan yang tersebar di seluruh kecamatan dengan luas
10.290 Ha.
e. Kepariwisataan
Kondisi iklim dan topografi wilayah kabupaten yang tidak monoton, menjadi
suatu potensi bagi kegiatan wisata. Hingga saat ini potensi wisata yang terdapat di
Kabupaten Tapanuli Utara berskala regional, antara lain Kawasan Wisata Rohani Salib
Kasih Kecamatan Siatas Barita, Kawasan Wisata Danau Toba di Kecamatan Muara,
Obyek Wisata Pemandian Air Panas di Kecamatan Sipoholon dan Obyek Wisata
Pemandian Air Soda.
f. Industri
Jenis industri yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara pada umumnya masih
merupakan industri skala kecil/kerajinan menengah. Selain itu terdapat juga industri
sedang/menengah yang potensial untuk dikembangkan seperti : industri Pabrik Cat di
Siborongborong dan industri Pengrajin pandai Besi di Kecamatan Siborongborong dan
Tarutung. Dalam mendukung pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli
Utara, beberapa investor telah mengucurkan investasi untuk pengembangan agroindustri
di Tapanuli Utara, yaitu : industri Pengolahan Kopi Terpadu (PT. Tapanuli Investasi
Agro), industri Pengolahan Nenas Terpadu (PT.Alami Agro Industry).
g. Pertambangan
Bahan tambang yang ditemukan di Kabupaten Tapanuli Utara bervariasi
jenisnya dan beberapa diantaranya mempunyai prospek yang cukup cerah untuk
dikembangkan. Beberapa bahan tambang tersebut yaitu : batu gamping, batu apung,
belerang, feldspar, kaolin, oker dan mika telah dianalisa kandungan kimianya atas
kerjasama Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dengan Direktorat Sumber Daya
Mineral, Direktorat Jenderal Geologi, Bandung dan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Jakarta.
h. Energi dan Ketenagalistrikan
Kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi sumber daya alam dengan potensi
sumber energi terbaru dan dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan listrik
sebagai sumber energi, dimana pelaksanaan pembangunan sebelumnya dilakukan atas
kerjasama antara Pertamina dan PT Perusahaan Lisrik Negara-UNOCAL NORTH
SUMATERA GEOTHERMAL. Sampai saat ini telah sembilan sumur bor eksplorasi
yang terdapat di Kecamatan Pahae julu. Salah satu sumur eksplorasi yang terdapat di
silakitang dapat memproduksi sekitar 50 MW yang merupakan sumur terbesar di dunia
saat ini.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2006. Kabupaten
Tapanuli Utara dipilih menjadi lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa :
1. Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara
yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara.
2. Kabupaten Tapanuli Utara mengalami perkembangan dari tahun ke tahun karena
didukung oleh berbagai sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, sektor
perdagangan, hotel dan restoran.
3. Tersedianya data PDRB dan data pendukung lainnya yang relatif lengkap.
4. Belum adanya penelitian tentang dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan
sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Pada penelitian ini, data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah data
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik kabupaten Tapanuli Utara, Kantor
Bappeda kabupaten Tapanuli Utara, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan
instansi terkait lainnya. Data yang dibutuhkan yaitu data PDRB kabupaten Tapanuli
Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993 sampai tahun 2004.
4.3. Metode Analisis Shift Share
Soepono (1993), analisis Shift Share menganalisis berbagai perubahan indikator
kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu
wilayah. Hasil analisis dapat menunjukkan berbagai perkembangan suatu sektor di suatu
wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah
berkembang dengan cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukkan
bagaimana perkembangan suatu wilayah jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Perubahan indikator kegiatan ekonomi dilihat dari dua titik waktu, yaitu tahun dasar
analisis dan tahun akhir analisis. Analisis Shift Share menggunakan data PDRB yang
terjadi pada dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis. Ada tiga
komponen pertumbuhan yang terdapat dalam analisis Shift Share, yaitu : komponen
pertumbuhan nasional, komponen pertumbuhan proporsional, komponen pertumbuhan
pangsa wilayah. Penjumlahan dari ketiga komponen tersebut dapat mengetahui
perubahan PDRB suatu wilayah.
4.3.1. Analisis PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi
Andaikan di Provinsi Sumatera Utara terdapat m
wilayah/daerah/kabupaten/kecamatan (j=1,2,3,4.......,m) dan n sektor ekonomi (i=
1,2,3,4,....,n), maka perubahan dalam PDRB dapat dinyatakan sebagai berikut :
Δ Yij= PRij + PPij + PPWij...................................................................(1)
Dimana :
Yij = perubahan dalam PDRB kabupaten sektor i pada wilayah j
PRij = persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan komponen
pertumbuhan regional
PPij = persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan komponen
pertumbuhan proporsional
PPWij = persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan pertumbuhan pangsa
wilayah
Untuk memperoleh nilai PR, PP, PPW ada beberapa rumusan yang harus
dipenuhi yang dapat dijelaskan berikut ini :
1. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis
Yi = Yijm
j∑=1
Dimana :
Yi = PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis,
Yij= PDRB kabupaten sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis
2. PDRB Provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis
Y’i = ijYm
j
'1∑=
Dimana :
Y’i = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis
Y’ij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis
Sedangkan Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis
dirumuskan berikut ini.
3. Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis
Y.. = ∑∑==
m
j
n
i 11
Yij
Dimana :
Y.. = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis
Yij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis
4. Total PDRB Provinsi pada tahun akhir analisis
Y’.. =∑=
n
i 1∑=
m
i
ijY1
'
Dimana :
Y’.. = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis
Y’ij = PDRB kota/kabupaten sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis
4.3.2. Rasio PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi ( Nilai Ra, Ri, ri )
Nilai Ra, Ri, ri digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB dari sektor i
diwilayah j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis. Menghitung nilai Ra,
Ri, ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi di dua titik waktu, yaitu tahun dasar
analisis dan tahun akhir analisis.
1. Nilai Ra
Ra merupakan selisih antara total PDRB provinsi di akhir tahun analisis dengan
total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dibagi total PDRB provinsi pada tahun
dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut :
Ra= Y’..-Y..
Y..
Dimana :
Y’.. = total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis
Y.. = total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis
2. Nilai Ri
Ri merupakan selisih antara PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir
analisis dengan PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB provinsi
sektor i pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut :
Ri= Y’i.-Yi.
Yi.
Dimana :
Y’i. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis
Yi. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis
3. Nilai ri
Ri merupakan selisih antara PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke
j pada tahun akhir analisis dengan PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j
pada tahun dasar analisis dibagi PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j
pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut :
ri = Y’ij-Yij
Yij
Dimana :
Y’ij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis
Yij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
4.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Nilai komponen PR, PP, PPW didapat dari perhitungan nilai Ra, ri, Ri. Dari ketiga
komponen tersebut apabila dijumlahkan akan didapat nilai perubahan PDRB.
1. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
Komponen PR adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh
perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional, atau
perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu wilayah dan sektor.
Bila diasumsikan bahwa tidak ada perubahan karakteristik ekonomi antar sektor dan
antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua
sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah
tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya. Komponen pertumbuhan
regional dapat dirumuskan sebagai berikut
PRij = Yij
(Ra)...............................................................................(2)
Dimana :
PRij = komponen pertumbuhan regional sektor i pada wilayah ke j
Yij = PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar
analisis
(Ra) = persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan regional.
Apabila persentase total perubahan PDRB suatu wilayah lebih besar daripada
persentase komponen pertumbuhan regional, maka pertumbuhan sektor-sektor ekonomi
wilayah tersebut (kota) lebih besar daripada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi
wilayah di atasnya (provinsi). Apabila persentase total perubahan PDRB lebih kecil
dibandingkan dengan nilai komponen pertumbuhan regional, maka pertumbuhan sektor-
sektor ekonomi suatu wilayah (kota) lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan
ekonomi wilayah di atasnya (provinsi).
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen PP terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir.
Perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan
perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan proporsional
dapat dirumuskan sebagai berikut.
PPij = Yij (Ri-
Ra).......................................................................(3)
Dimana :
PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j
Yij = PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
(Ri-Ra)= persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan proporsional
Apabila PPij <0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju
pertumbuhannya lambat. Sedangkan bila PPij >0 menunjukkan bahwa sektor i pada
wilayah ke j laju pertumbuhannya cepat.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam
suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan
oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan
ekonomi serta kebijakan regional pada wilayah tersebut. Komponen pertumbuhan
pangsa wilayah dirumuskan sebagai berikut.
PPWij = Yij (ri-
Ri)............................................................................(4)
Dimana :
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j
Yij = PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
(ri-Ri)= persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan oleh
pertumbuhan pangsa wilayah
Apabila PPWij < 0 maka sektor i pada wilayah ke j tidak dapat bersaing bila
dibandingkan dengan wilayah yang lainnya, sedangkan apabila PPWij > 0 maka
wilayah ke j mempunyai daya saing yang baik untuk perkembangan sektor ke i bila
dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Berdasarkan nilai PP, PR, PPW, maka akan didapat nilai perubahan PDRB,
seperti yang dirumuskan dalam persamaan (1). Selain itu perubahan PDRB juga dapat
dirumuskan sebagai berikut :
=ΔYij Y’ij-
Yij....................................................................................(5)
apabila persamaan (2), (3), (4), dan (5) disubtitusi ke persamaan (1), maka didapat
PPWijPPijPRijYij ++=Δ
Y’ij-Yij = (Ra)Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri)Yij
Dimana :
Δ Yij = perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j
Yij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis
Y’ij = PDRB kabupaten sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis
(Ra) = persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan regional
(Ri-Ra)= persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan proporsional
(ri-Ri)= persentase perubahan PDRB kabupaten yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan pangsa wilayah
4.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih
Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasi
pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang
ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen pertumbuhan
proporsional (PPij) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPWij). Data-data yang telah
dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplot persentase perubahan komponen
pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) ke dalam
sumbu vertikal dan horizontal. Komponen pertumbuhan proporsional (PP) diletakkan
pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan komponen pertumbuhan pangsa
wilayah (PPW) pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil pertumbuhan PDRB
disajikan dalam gambar sebagai berikut.
PPW
Kuadran IV Kuadran I
PP
Kuadran III Kuadran II
Gambar 4.1. Profil Pertumbuhan PDRB
a. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah
memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor itu juga mampu
bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena pertumbuhan
sektor perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan yang cepat, maka
wilayah yang bersangkutan juga merupakan wilayah yang progresif (maju)
b. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah
memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu
bersaing dengan sektor perekonomian wilayah lain.
c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah
memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan
wilayah lain. Jadi, wilayah tersebut tergolong pada wilayah yang memiliki
pertumbuhan yang lambat.
d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu
wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu
bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah yang lain.
e. Pada wilayah II dan III terdapat garis diagonal yang memotong kedua kuadran
tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah
merupakan wilayah yang progresif. Sedangkan di bawah garis berarti suatu
wilayah merupakan wilayah yang pertumbuhannya lambat.
Berdasarkan nilai persen PPj dan PPWj, maka dapat diidentifikasikan
pertumbuhan suatu sektor atau wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua komponen
tersebut (PPj dan PPWj) apabila dijumlahkan akan didapat nilai pergeseran bersih (PBj)
yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PBj dapat dirumuskan sebagai
berikut :
PBj = PPj + PPWj
Adapun,
PP.j = PP1j + PP2j + PP3j + ....+ PPnj
PPW.j = PPW1j + PPW2j +PPW3j +.....+ PPnj
Dimana :
PB.j = pergeseran bersih wilayah ke j
PP.j = komponen pertumbuhan proporsional dari seluruh sektor untuk wilayah ke j
PPW.j = komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor untuk wilayah ke j
Pergeseran bersih sektor pada wilayah ke j dapat dirumuskan sebagai berikut :
PBij = PPij + PPWij
Dimana :
PBij = pergeseran bersih sektor i pada wilayah ke j
PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j
Persentase perubahan PDRB, PN.j, PP.j, PPW.j, dan PB.j akan mengidentifikasi
pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan. Adapun
rumusannya adalah sebagai berikut ;
%Δ PDRB.j = (PDRB tahun akhir-PDRB tahun dasar) *100%
PDRB tahun dasar
% PN.j = PN.j *100%
PDRB tahun dasar
%PP.j = PP.j *100%
PDRB tahun dasar
% PPW.j = PPW.j *100%
PDRB tahun dasar
%PB.j = PP.j + PPW.j *100%
PDRB tahun dasar
Apabila Pbij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j termasuk dalam
kelompok progresif (maju). Sedangkan apabila Pbij < 0, maka pertumbuhan sektor ke i
pada wilayah ke j termasuk dalam pertumbuhan lambat. Begitu pula apabila PB.j ≥ 0,
maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk dalam pertumbuhan progresif, sedangkan
apabila PB.j ≤0, maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk dalam pertumbuhan
yang lambat.
4.4. Defenisi Operasional
Analisis pertumbuhan sektor ekonomi dengan menggunakan analisis Shift Share
dapat dipermudah dengan menggunakan software komputer, program Microsoft Exel.
Hasil perhitungan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi atau
menganalisa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah
dalam suatu periode tertentu adalah data PDRB. Pada dasarnya PDRB merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah
tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
seluruh unit ekonomi.
PDRB yang akan dianalisis adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993
menurut lapangan usaha. Data-data PDRB yang dibutuhkan adalah PDRB Kabupaten
Tapanuli Utara dan PDRB provinsi Sumatera Utara tahun 1993 sampai 2004. Dalam
kurun waktu duabelas tahun itu akan dibagi dalam tiga periode. Tahun 1993 sampai
1996 periode dimana perekonomian berada dalam kondisi sebelum krisis ekonomi. Pada
periode tersebut tahun 1993 merupakan tahun dasar analisis dan tahun 1996 sebagai
tahun akhir analisis. Tahun 1997 sampai 2000 periode dimana krisis melanda
perekonomian Indonesia. Pada periode tersebut tahun 1997 sebagai tahun dasar analisis
dan tahun 2000 sebagai tahun akhir analisis. Selanjutnya periode yang ketiga yaitu
tahun 2001 sampai 2004, dimana pada masa itu Undang-Undang Otonomi Daerah
dijalankan. Pada periode tersebut tahun 2001 sebagai tahun dasar analisis dan tahun
2004 sebagai tahun akhir analisis. Jadi untuk melihat kodisi sebelum otonomi daerah
dibutuhkan data PDRB tahun 1993 sampai 2000 yang dibagi dalam dua periode,
sedangkan untuk melihat kondisi pada masa otonomi daerah dibutuhkan data PDRB
tahun 2001 sampai 2004.
2. Sektor-Sektor Ekonomi
Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan oleh
suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara,
antara lain : (1) sektor pertanian (padi sawah, kedelai, kacang tanah, bawang merah), (2)
sektor pertambangan (kaolin, belerang, batu apung, feldspar), (3), sektor industri
pengolahan (industri pengolahan kopi terpadu, industri pengolahan nenas terpadu), (4)
sektor listrik, gas dan air, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel dan
restoran (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan, (9) sektor jasa-jasa, (BPS Kabupaten Tapanuli Utara, 2004).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara
Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
5.1.1. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara
Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
Pada kurun waktu 1993-1996, perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Sektor
perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki pertumbuhan yang
positif dengan tingkat pertumbuhan sebesar 7,68 persen pada tahun 1996.
Tabel 5.1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah)
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi
Daerah
No
Sektor
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara(1993-1996)
Persen
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara(1997-2000)
Persen
Perubahan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara(2001-2004)
Persen
1. Pertanian 60747.63 23.46 25329.64 7.38 31185.23 13.46 2. Pertambangan 125.44 27.39 -51.01 -8.00 61.34 14.60 3. Industri
pengolahan 1137.50 35.00 35.52 0.75 593.77 13.29 4. Listrik, Gas,
dan Air Bersih 441.78 30.72 468.85 23.09 251.02 12.97 5. Bangunan 3816.36 13.46 -12318.86 -40.831 2085.38 15.17 6. Perdagangan,
Hotel dan Restoran 12681.09 19.95 392.09 0.48 6922.64 14.02
7. Pengangkutan dan Komunikasi 4990.9 23.95 -6804.49 -24.42 2176.35 14.08
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 3888.8 22.25 -7003.21 -30.81 1427.29 13.14
9. Jasa-Jasa 20330.96 30.03 842.59 0.94 7518.87 13.96 TOTAL
PDRB 108163.46 23.41 891.12 0.15 52221.89 13.68
Berdasarkan Tabel 5.1, sektor yang memiliki pertumbuhan terbesar adalah
sektor industri pengolahan yaitu sebesar 35,00 persen. Pada tahun 1993 kontribusi
sektor industri pengolahan terhadap PDRB Tapanuli Utara adalah sebesar 0,70 persen
meningkat menjadi 0,77 persen pada tahun 1996. Besarnya laju pertumbuhan sektor
industri pengolahan ini adalah karena besarnya perhatian pemerintah daerah terhadap
perkembangan industri pengolahan. Selain itu, banyak investor yang menanamkan
modalnya untuk pengembangan agroindustri di Kabupaten Tapanuli Utara. Jenis
industri yang terdapat di Tapanuli Utara adalah industri kecil dan menengah. Selain itu
ada industri pengolahan kopi terpadu dan industri pengolahan nenas terpadu dimana
hasilnya sudah di ekspor ke luar negeri seperti Taiwan, Perancis dan Jepang. Tingkat
pertumbuhan kedua ditempati oleh sektor listrik, gas dan air bersih yakni sebesar 30,72
persen. Pada tahun 1993 kontribusi sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,31 persen
meningkat menjadi 0,33 persen pada tahun 1996. Besarnya peranan sektor listrik, gas
dan air bersih ini karena Kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi energi terbaru
yang dapat berproduksi dalam jumlah yang besar dan salah satu sumur eksplorasi yang
terdapat di Silakitang merupakan sumur terbesar di dunia.
Urutan ketiga ditempati oleh sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan sebesar
30,03 persen. Besarnya tingkat pertumbuhan sektor jasa hampir sama dengan tingkat
pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih. Meskipun tingkat pertumbuhan sektor
jasa menempati urutan ketiga akan tetapi sektor ini merupakan penyumbang terbesar
kedua terhadap PDRB Tapanuli Utara yaitu sebesar 14,65 persen tahun 1993 meningkat
menjadi 15,44 persen pada tahun 1996.
Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor pertambangan yaitu sebesar 27,39
persen. Walaupun menempati urutan keempat, sektor pertambangan ini merupakan
penyumbang terkecil terhadap PDRB Tapanuli Utara yaitu sebesar 0,10 persen pada
tahun 1996. Hal ini terjadi karena pengolahan bahan tambang yang ditemukan di
Kabupaten Tapanuli Utara masih bersifat tradisional, sehingga belum memberikan nilai
tambah yang optimal terhadap perekonomian karena secara umum usaha pertambangan
yang ada masih merupakan pertambangan rakyat.
Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar
23,95 persen dengan kontribusi terhadap PDRB yaitu sebesar 4,51 persen pada tahun
1993 meningkat menjadi 4,53 persen pada tahun 1996. Sektor ini merupakan
penyumbang terbesar keempat terhadap PDRB Tapanuli Utara. Begitu pula halnya
dengan sektor pertanian. Walaupun tingkat pertumbuhannya hanya sebesar 23,46
persen, tetapi sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar
56,07 persen pada tahun 1996.
Urutan berikutnya ditempati oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan yaitu sebesar 22,25 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar
19,95 persen. Sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terendah adalah sektor
bangunan sebesar 13,46 persen. Walaupun sektor bangunan ini memiliki tingkat
pertumbuhan terkecil, akan tetapi sektor ini merupakan penyumbang terbesar keempat
terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebesar 5,64 persen pada tahun 1996.
Peningkatan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara diikuti pula oleh peningkatan
PDRB Provinsi Sumatera Utara. Pada PDRB Sumatera Utara sektor pertanian
merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 26,88 persen pada tahun
1993 menurun menjadi 26,14 persen pada tahun 1996 yang diikuti oleh sektor industri
pengolahan sebesar 24,61 persen pada tahun 1993.
Awal tahun 1997, kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan
ketidakstabilan, tepatnya pada tahun 1998 perekonomian Indonesia diterpa krisis yang
ditandai dengan terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dollar sampai pada tingkat Rp.
16.000,00, sehingga harga barang-barang khususnya barang impor menjadi sangat
mahal dan selama itu keadaan politik Indonesia juga tidak stabil sehingga para investor
menarik modalnya dari Indonesia dan lari ke luar negeri karena lebih aman dan lebih
menguntungkan. Kondisi krisis tersebut juga berpengaruh terhadap perekonomian
Kabupaten Tapanuli Utara. Pada saat itu perekonomian Tapanuli Utara mengalami
pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar -5,64 persen. Sebagian sektor perekonomian
Tapanuli Utara memberikan kontribusi yang negatif terhadap PDRB Tapanuli Utara.
Pada kurun waktu 1997 sampai 2000 krisis ekonomi berpengaruh terhadap
perkembangan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara. Terdapat lima sektor
yang memberikan kontribusi yang positif terhadap PDRB Tapanuli Utara. Berdasarkan
tabel 5.1 terlihat bahwa sektor yang tingkat pertumbuhannya paling besar adalah sektor
listrik, gas, dan air bersih sebesar 23,09 persen. Pada tahun 1997 kontribusi sektor
listrik, gas, dan air bersih terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 0,34
persen meningkat menjadi 0,41 persen pada tahun 2000. Berkembangnya sektor ini
karena Kabupaten Tapanuli Utara kaya dengan sumber energi alami yaitu air terjun
Batang Toru, dimana pendayagunaan potensi ini dapat memasok listrik industri-industri,
mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar. Selain itu adanya kerjasama pembangunan
listrik antara Pertamina dan PT (Persero) Perusahaan Listrik Negara-UNOCAL NORTH
SUMATERA GEOTHERMAL.
Tingkat pertumbuhan terbesar kedua ditempati oleh sektor pertanian sebesar
7,38 persen. Sektor pertanian ini adalah penyumbang terbesar terhadap PDRB Tapanuli
Utara yaitu sebesar 56,87 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 60,98 persen pada
tahun 2000. Pertanian tanaman pangan dan holtikultura di Kabupaten Tapanuli Utara
sangat menjanjikan untuk dikembangkan di masa mendatang dengan potensi lahan
kering untuk pengembangannya seluas 66.683 Ha. Urutan ketiga ditempati oleh sektor
jasa-jasa dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,94 persen. Walaupun kontribusi sektor
jasa ini kecil terhadap PDRB yaitu hanya sebesar 0,94 persen, akan tetapi sektor ini
merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Tapanuli Utara yaitu sebesar
14,90 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 15,02 persen pada tahun 2000.
Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 0,75 persen. Kontribusi yang diberikan oleh sektor ini adalah
sebesar 0,78 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 0,79 persen pada tahun 2000.
Urutan yang berikutnya ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan
tingkat pertumbuhan sebesar 0,48 persen dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar
13,61 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 13,66 persen pada tahun 2000.
Kelima sektor ini memiliki tingkat pertumbuhan yang positif karena proses produksinya
tidak terlalu dipengaruhi oleh krisis ekonomi sebab input yang dibutuhkan untuk proses
produksinya tidak bergantung pada barang-barang impor yang harganya sangat mahal
sehingga masih bisa bertahan.
Adapun sektor yang memiliki pertumbuhan yang negatif adalah sektor
pertambangan, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan. Sektor yang paling terpuruk dengan adanya krisis
ekonomi adalah sektor bangunan dengan tingkat pertumbuhan sebesar -40,83 persen.
Kontribusinya terhadap PDRB juga mengalami penurunan yaitu sebesar 5,00 persen
pada tahun 1997 menurun menjadi 2,95 persen pada tahun 2000. Penurunan ini
disebabkan pada masa krisis ekonomi banyak proyek-proyek bangunan yang tidak
berjalan dengan lancar akibat mahalnya bahan baku, sehingga pada masa krisis ekonomi
sektor ini sangat terpuruk.
Sektor lainnya yang juga mengalami penurunan adalah sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan sebesar -30,81 persen.
Kontribusinya terhadap PDRB juga mengalami penurunan sebesar Rp. -700,21 juta.
Pada tahun 1997 kontribusi sektor ini terhadap PDRB adalah sebesar 3,77 persen
menurun menjadi 2,60 persen pada tahun 2000. Urutan berikutnya ditempati oleh sektor
pengangkutan dan komunikasi dengan tingkat pertumbuhan sebesar -24,42 persen.
Kontribusinya terhadap PDRB juga menurun sebesar Rp. -6.804,49 juta. Pada tahun
1997 kontribusi sektor ini terhadap PDRB adalah sebesar 4,62 persen menurun menjadi
3,49 persen pada tahun 2000. Urutan yang terakhir ditempati oleh sektor pertambangan
dengan tingkat pertumbuhan sebesar -8,01 persen. Kontribusi sektor ini terhadap PDRB
adalah sebesar 0,11 persen pada tahun 1997 menurun menjadi 0,10 persen pada tahun
2000. Sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang negatif ini adalah sektor yang di
dalam proses produksinya sangat bergantung pada barang-barang impor, sehingga pada
saat terjadinya krisis ekonomi sektor ini tidak dapat bertahan karena mahalnya harga
bahan baku untuk proses produksi mereka.
Krisis ekonomi juga berpengaruh terhadap perekonomian Provinsi Sumatera
Utara. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000 ini sektor yang tingkat pertumbuhannya
paling kecil adalah sektor industri pengolahan dengan penurunan sebesar Rp. -
819.551,81 juta atau sebesar -13,70 persen. Sektor ini mengalami penurunan yang
paling besar dari semua sektor yang ada. Pada perekonomian Sumatera Utara sektor
yang memberikan kontribusi yang paling besar terhadap PDRB adalah sektor pertanian
dengan kontribusi sebesar 26,95 persen pada tahun 1997 meningkat menjadi 31,15
persen pada tahun 2000 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 10,74 persen. Secara total
PDRB Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan sebesar Rp. -1.039.809,68 juta
atau sebesar -4,15 persen. Tahun 1997 PDRB Sumatera Utara sebesar Rp. 25.056.405
juta menurun menjadi Rp. 24.016.595,32 juta pada tahun 2000.
Pada masa sebelum otonomi daerah, peranan pemerintah pusat sangat besar
dalam menentukan kebijakan pembangunan di daerah. Hal ini mengakibatkan daerah
tidak memiliki kewenangan untuk menentukan arah pembangunannya. Adanya
reformasi tahun 1998, memaksa pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan otonomi
daerah, sehingga daerah bebas menentukan arah pembangunannya sesuai dengan
aspirasi masyarakat daerah. Implementasi dari kebijakan otonomi daerah juga
berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara. Ini
terlihat dari peningkatan total PDRB Kabupaten Tapanuli Utara berdasarkan harga
konstan 1993, yaitu sebesar Rp. 381.846,78 juta pada tahun 2001 meningkat menjadi
Rp. 434.068,67 pada tahun 2004. Pada tahun 2004, semua sektor perekonomian di
Kabupaten Tapanuli Utara mengalami peningkatan.
Berdasarkan Tabel 5.1, sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar
adalah sektor bangunan, yaitu sebesar 15,17 persen. Pada tahun 2001 kontribusi sektor
bangunan terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 3,60 persen meningkat
menjadi 3,65 persen pada tahun 2004. Tingginya pertumbuhan sektor bangunan karena
sektor ini merupakan sektor yang paling besar dalam menyerap investasi, dimana
investasi yang ditanamkan di sektor bangunan sebesar 23,31 persen dari rata-rata
investasi total yang ada. Hal ini disebabkan adanya pemekaran wilayah sehingga
terbentuk beberapa kecamatan baru selama periode 2001-2004, sehingga pembangunan
meningkat. Selain itu juga anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai
pembangunan besar. Tingkat pertumbuhan terbesar kedua diduduki oleh sektor
pertambangan, yaitu sebesar 14,60 persen. Bahan tambang yang ada di Kabupaten
Tapanuli Utara mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan telah
ada kerjasama dengan pihak-pihak yang tertarik untuk mananamkan modalnya di
pertambangan. Walaupun sektor pertambangan mempunyai tingkat pertumbuhan yang
besar, akan tetapi sektor ini merupakan penyumbang terkecil terhadap PDRB
Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu sebesar 0,11 persen pada tahun 2004. Urutan ketiga
ditempati oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan tingkat pertumbuhan
sebesar 14,08 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan penyumbang
terbesar keempat terhadap PDRB Kabupatan Tapanuli Utara yaitu sebesar 4,05 persen
pada tahun 2001 meningkat menjadi 4,06 persen pada tahun 2004. Investasi yang
ditanamkan di sektor ini juga besar, yaitu dengan dibangunnya lapangan udara di
Silangit, selain itu adanya kecamatan-kecamatan yang baru dengan adanya pemekaran
wilayah membuat sektor pengangkutan dan komunikasi ini berkembang dengan cepat
Urutan selanjutnya ditempati oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan
tingkat pertumbuhan yang hampir sama dengan sektor pengangkutan dan komunikasi
yaitu sebesar 14,02 persen. Walaupun menempati urutan keempat, tetapi sektor ini
merupakan penyumbang terbesar ketiga terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara
yaitu sebesar 12,93 persen pada tahun 2001 meningkat menjadi 12,97 persen pada
tahun 2004. Berikutnya diduduki oleh sektor jasa-jasa dengan tingkat pertumbuhan
sebesar 13,96 persen. Sektor jasa-jasa merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap
PDRB Tapanuli Utara yaitu sebesar 14,10 persen pada tahun 2001 meningkat menjadi
14,14 persen pada tahun 2004. Sektor pertanian memiliki tingkat pertumbuhan yang
hampir sama yaitu sebesar 13,46 persen. Sektor ini merupakan penyumbang terbesar
terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebesar 60,69 persen pada tahun 2001
menurun menjadi 60,57 persen pada tahun 2004. Urutan selanjutnya ditempati oleh
sektor industri pengolahan dengan tingkat pertumbuhan sebesar 13,29 persen.
Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara
sebesar 1,17 persen pada tahun 2004. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
memiliki tingkat pertumbuhan yang hampir sama yaitu sebesar 13,14 persen dengan
kontribusinya terhadap PDRB sebesar 2,84 persen pada tahun 2001 menurun menjadi
2,83 persen pada tahun 2004. Terakhir, yaitu sektor listrik, gas dan air bersih merupakan
sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terkecil yaitu sebesar 12,97 persen.
Kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 0,51 persen pada
tahun 2001 menurun menjadi 0,50 persen pada tahun 2004.
Kebijakan otonomi daerah tidak terlalu berpengaruh terhadap perekonomian
Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari penurunan PDRB Provinsi Sumatera Utara
sebesar Rp. -2.882.447,16 juta. Pada tahun 2001 PDRB Provinsi sumatera Utara sebesar
Rp. 2.911.045,77 juta menurun menjadi Rp. 28.598,61 juta pada tahun 2004. Pada
kurun waktu 2001 sampai 2004, semua sektor ekonomi memberikan kontribusi yang
negatif terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara. Sektor yang memberikan kontribusi
terkecil adalah sektor pertambangan sebesar -99,90 persen. Kontribusi sektor ini
menurun sebesar Rp. -309.446. Pada tahun 2004 kontribusi sektor pertambangan
terhadap PDRB Provinsi sumatera Utara sebesar 1,49 persen. Rendahnya kontibusi
sektor ini karena kurangnya penguasaan yang memadai termasuk interpretasi data
informasi sumber daya mineral yang lengkap dan menyeluruh. Selain itu juga karena
penyediaan sarana dan prasarana pertambangan yang masih kurang sehingga
mempengaruhi kegiatan operasional.
5.1.2. Rasio PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera
Utara (Nilai Ra, Ri, ri ) Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB
Provinsi Sumatera Utara pada kurun waktu 1993 sampai 1996 memiliki pertumbuhan
yang positif. Jika nilai PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara
tiap sektor dibandingkan antara dua titik waktu, yaitu tahun 1996 sebagai tahun akhir
analisis dan tahun 1993 sebagai tahun dasar analisis. Maka tiap-tiap sektor akan
memiliki rasio yang berbeda-beda. Rasio PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB
Provinsi Sumatera Utara diekspresikan dalam bentuk nilai Ra, Ri, ri.
Nilai Ra diperolah dari selisih antara total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 1996 dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993 dibagi dengan total
PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1993. Karena merupakan pembagian total PDRB,
maka nilai Ra tiap sektor untuk setiap daerah di provinsi Sumatera Utara memiliki
besaran yang sama yaitu sebesar 0,30.
Tabel 5.2. Nilai Ra, Ri, ri Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah
No
Sektor
Ra Ri ri Ra Ri ri Ra Ri ri 1. Pertanian 0.30 0.27 0.23 -0.04 0.11 0.07 -0.99 -0.89 0.13 2. Pertambangan 0.30 -0.01 0.27 -0.04 -0.11 -0.08 -0.99 -0.10 0.15 3. Industri
pengolahan 0.30 0.29 0.35
-0.04 -0.14 0.01 -0.99 -0.99 0.13 4. Listrik, Gas,
dan Air Bersih
0.30 0.41 0.31
-0.04 0.15 0.23 -0.99 -0.99 0.12 5. Bangunan 0.30 0.25 0.13 -0.04 -0.09 -0.41 -0.99 -0.99 0.15 6. Perdagangan,
Hotel dan Restoran
0.30 0.43 0.20
-0.04 -0.12 0.01 -0.99 -0.97 0.14
7. Pengangkutan dan Komunikasi
0.30 0.26 0.24
-0.04 -0.08 -0.24 -0.99 -0.99 0.14 8. Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
0.30 0.42 0.22
-0.04 -0.08 -0.31 -0.99 -0.98 0.13 9. Jasa-Jasa 0.30 0.29 0.30 -0.04 0.02 0.01 -0.99 -0.99 0.14
Nilai Ri untuk setiap sektor di kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara
sebagian besar bernilai positif (Ri >0), akan tetapi ada juga yang bernilai negatif (Ri<0).
Ini berarti hampir semua sektor perekonomian mengalami pertumbuhan yang positif.
Nilai Ri ini diperoleh dari selisih antara nilai PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i
pada tahun 1996 dengan PDRB Provinsi sumatera Utara sektor i pada tahun 1993 dibagi
dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 1993. Dari Tabel 5.2,
diketahui bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki nilai Ri terbesar yaitu
sebesar 0,43. Ini dikarenakan tingkat pertumbuhan sektor ini merupakan yang terbesar
di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 17,11 persen pada tahun 1993 meningkat
menjadi 18,78 persen pada tahun 1996. Nilai Ri terkecil dimiliki oleh sektor
pertambangan, yakni sebesar -0,01. Sektor ini mempunyai tingkat pertumbuhan terkecil
di Provinsi Sumatera Utara yakni sebesar 3,30 persen pada tahun 1993 menurun
menjadi 2,53 persen pada tahun 1996.
Nilai ri setiap sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara diperoleh dari
selisih antara PRDB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1996 dengan PDRB
Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1993 dibagi dengan PDRB Kabupaten
Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1993. Karena nilai ri merupakan perbandingan
PDRB dari masing-masing daerah, maka nilai ri di setiap daerah memiliki besaran yang
berbeda-beda. Di Kabupaten Tapanuli Utara, nilai ri masing-masing sektor bernilai
positif (ri>0). Ini dikarenakan tiap-tiap sektor yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Berdasarkan Tabel 5.2. terlihat bahwa
sektor industri pengolahan memiliki nilai ri terbesar yakni sebesar 0,35. Hal ini
dikarenakan sektor industri pengolahan memiliki tingkat pertumbuhan terbesar
dibandingkan sektor yang lain. Sedangkan nilai ri terkecil dimiliki oleh sektor bangunan
yakni sebesar 0,13.
Pada masa krisis ekonomi, nilai Ra untuk semua sektor ekonomi yang ada di
Provinsi Sumatera Utara sebesar -0,04. Nilai Ra yang negatif menunjukkan bahwa
dalam kurun waktu 1997 sampai 2000 kondisi perekonomian Sumatera Utara
mengalami penurunan. Nilai Ra diperoleh dari selisih antara total PDRB Provinsi
Sumatera Utara tahun 2000 dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1997
dibagi dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 1997.
Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i
pada tahun 2000 dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 1997
dibagi dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun 1997. Berdasarkan
Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa sebagian besar sektor perekonomian memiliki nilai Ri
yang negatif, antara lain sektor pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor
bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Hal ini berarti bahwa
keenam sektor tersebut memiliki penurunan kontribusi terhadap PDRB Provinsi
Sumatera Utara. Nilai Ri terkecil dimiliki oleh sektor industri pengolahan sebesar -0,14.
Sektor yang memiliki nilai Ri yang positif yaitu sektor pertanian, sektor listrik, gas dan
air bersih, dan sektor jasa-jasa. Hal ini berarti bahwa ketiga sektor ini memiliki
kontribusi yang meningkat terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara. Nilai Ri terbesar
dimiliki oleh sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,15.
Nilai ri diperoleh dari selisih antara PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i
pada tahun 2000 dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1997
dibagi dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 1997. Pada kurun
waktu 1997 sampai 2000 sektor yang mempunyai nilai ri yang positif antara lain sektor
pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Nilai ri terbesar dimiliki oleh
sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,15 dan sektor yang memiliki nilai ri yang
terkecil adalah sektor bangunan sebesar -0,41.
Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, nilai Ra untuk semua
sektor di seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara sebesar -0,99.
Nilai Ra yang negatif menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2001 sampai 2004,
kondisi perekonomian Provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan. Nilai Ra
diperoleh dari selisih antara total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2004 dengan
total PDRB Provinsi Sumatera Utara tahun 2001 dibagi dengan total PDRB Provinsi
Sumatera Utara tahun 2001.
` Berdasarkan Tabel 5.2, terlihat bahwa nilai Ri terbesar dimiliki oleh sektor
pertambangan walaupun tingkat pertumbuhannya negatif, yaitu sebesar -0,10,
sedangkan sektor yang memiliki nilai Ri terkecil dimilimki beberapa sektor antara lain
sektor industri pengolahan sebesar -0,99. Nilai Ri didasarkan pada selisih antara PDRB
Provinsi Sumatera Utara sektor i tahun 2004 dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara
sektor i tahun 2001 dibagi dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor i pada tahun
2001. Nilai Ri untuk setiap sektor di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera
Utara bernilai negatif (Ri<0). Hal ini berarti bahwa setiap sektor perekonomian yang
ada di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang negatif
Nilai ri diperoleh dari selisih antara PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i
pada tahun 2004 dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara sektor i pada tahun 2001
dibagi dengan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2001. Semua sektor
perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki nilai ri yang lebih besar
dari nol (ri>0). Hal ini berarti semua sektor perekonomian yang ada di Kabupaten
Tapanuli Utara memberikan kontribusi yang positif terhadap PDRB Kabupaten
Tapanuli Utara. Sektor yang memiliki nilai ri paling besar adalah sektor bangunan, yaitu
sebesar 0,15, sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih memiliki nilai ri terkecil, yaitu
sebesar 0,12.
5.2. Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara
Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
Analisis Shift Share terdiri dari tiga komponen. Komponen yang pertama adalah
komponen pertumbuhan regional (PR).
Tabel 5.3. Komponen Pertumbuhan Regional Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah).
Sebelum Otonomi Daerah Setelah Otonomi Daerah
Tahun 1993-1996 Tahun 1997-2000 Tahun 2001-2004 Pertumbuhan
Regional Pertumbuhan
regional Pertumbuhan regional
No Sektor
(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) 1. Pertanian 78185.29 30.19 -14237.49 -4.15 -229456.17 -99.02 2. Pertambangan 138.26 30.19 -26.43 -4.15 -416.05 -99.02 3. Industri
pengolahan 981.12 30.19
-196.26 -4.15 -4422.83 -99.02 4. Listrik, Gas, dan
Air Bersih 434.23 30.19
-84.27 -4.15 -1915.72 -99.02 5. Bangunan 8557.94 30.19 -1251.94 -4.15 -13614.55 -99.02 6. Perdagangan,
Hotel dan Restoran
19187.12 30.19
-3408.49 -4.15 -48888.95 -99.02 7. Pengangkutan
dan Komunikasi 6290.07 30.19
-1156.35 -4.15 -15303.71 -99.02 8. Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
5276.11 30.19
-943.43 -4.15 -10751.97 -99.02
9. Jasa-Jasa 20438.35 30.19 -3730.83 -4.15 -53325.49 -99.02
Berdasarkan komponen pertumbuhan regional, pada masa sebelum otonomi
daerah tahun 1993-1996 sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar yakni
sebesar Rp. 78.185,29 juta. Hal ini berarti bahwa sektor pertanian sangat berpengaruh
terhadap kebijakan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara, artinya jika terjadi
perubahan kebijakan maka sektor pertanian akan mengalami perubahan. Selain itu,
sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan, hotel dan restoran juga memberikan
sumbangan yang besar yaitu sebesar Rp 20.438,36 juta untuk sektor jasa dan Rp.
19.187,12 juta untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini berarti kedua sektor
tersebut juga berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi regional.
Sumbangan terkecil terhadap PDRB pada komponen pertumbuhan regional
disumbangkan oleh sektor pertambangan sebesar Rp 138,26 juta. Hal ini berarti sektor
pertambangan tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahan kebijakan ekonomi yang
terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, sektor listrik, gas dan air bersih memiliki
sumbangan yang kecil yaitu sebesar Rp. 434,23 juta, sehingga jika terjadi perubahan
kebijakan ekonomi Provinsi Sumatera Utara, maka tidak terlalu berpengaruh pada
sektor listrik, gas dan air bersih.
Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten
Tapanuli Utara sebesar 23,41 persen (Tabel 5.1), sedangkan persentase komponen
pertumbuhan regional sebesar 30,19 persen. Hal ini berarti bahwa tingkat pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan sektor
ekonomi Provinsi Sumatera Utara, karena nilai persentase total perubahan PDRB
sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara lebih kecil daripada persentase
komponen pertumbuhan regional.
Berdasarkan Tabel 5.3, terlihat bahwa pada kurun waktu 1997-2000 semua
sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memberikan kontibusi
yang negatif terhadap perekonomian Tapanuli Utara. Sektor yang memberikan kontibusi
terkecil terhadap PDRB adalah sektor pertanian sebesar Rp. -14.237,49 juta. Rendahnya
kontribusi sektor pertanian ini karena pada umumnya usaha tani semua komoditas
belum menerapkan teknologi yang baik, sehingga hasil yang diharapkan masih jauh dari
potensi genetik masing-masing komoditas. Selain itu, usaha tani yang dikembangkan
penduduk masih kurang produktif. Sedangkan sektor yang memberikan kontibusi yang
terbesar adalah sektor pertambangan, meskipun nilainya masih negatif yaitu sebesar Rp.
-26,43 juta. Bahan tambang yang ditemukan di Kabupaten Tapanuli Utara bervariasi
jenisnya dan beberapa diantaranya mempunyai prospek yang bagus untuk
dikembangkan, dimana bahan tambang tersebut merupakan komoditi mineral sebagai
bahan baku industri dan juga komoditi ekspor.
Persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten
Tapanuli Utara pada tahun 1997 sampai 2000 sebesar 0,15 persen (Tabel 5.1),
sedangkan persentase komponen pertumbuhan regional (PR) sebesar -4,15 persen.
Karena nilai persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Tapanuli
Utara lebih besar daripada persentase komponen pertumbuhan wilayah, maka tingkat
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara lebih besar daripada
tingkat pertumbuhan sector-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan Tabel 5.3, pada kurun waktu setelah otonomi daerah tahun 2001-
2004, semua sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki
kontribusi yang negatif. Ini ditandai dengan persentase nilai komponen pertumbuhan
regional (PR) yang lebih kecil dari nol (PR<0), yaitu sebesar -99,02 persen. Kontribusi
terbesar disumbangkan oleh sektor pertambangan, meskipun nilainya masih negatif
yaitu sebesar Rp. -416,05 juta, sedangkan kontribusi terkecil dimiliki oleh sektor
pertanian, yaitu sebesar Rp. -229.456,17 juta.
Persentase total perubahan PDRB sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli
Utara pada kurun waktu 2001 sampai 2004 sebesar 13,68 persen (Tabel 5.1), sedangkan
persentase total pertumbuhan regional sebesar -99,02 persen. Nilai persentase total
perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara lebih besar
daripada persentase komponen pertumbuhan regional, maka tingkat pertumbuhan
sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara lebih besar daripada tingkat
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara.
Komponen pertumbuhan wilayah yang selanjutnya adalah pertumbuhan
proporsional.
Tabel 5.4. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah Tahun (Juta Rupiah)
Sebelum Otonomi daerah Setelah Otonomi
Daerah Tahun 1993-1996 Tahun 1997-2000 Tahun 2001-2004
Pertumbuhan Proporsional
Pertumbuhan Proporsional
Pertumbuhan Proporsional
No
Sektor
(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) 1. Pertanian -9299.39 -3.59 51096.98 14.89 23078.79 9.96 2. Pertambangan -139.83 -30.53 -42.89 -6.74 -3.69 -0.88 3. Industri
pengolahan -52.65
-1.62 -451.87 -9.55 -38.789 -0.87 4. Listrik, Gas, dan
Air Bersih 149.276
10.38 390.61 19.246 -16.659 -0.86 5. Bangunan -1540.60 -5.43 -1638.95 -5.43 -117.85 -0.86 6. Perdagangan,
Hotel dan Restoran
8070.50
12.70 -6621.79 -8.06 -428.89 -0.87 7. Pengangkutan
dan Komunikasi -924.74
-4.44 -1121.38 -4.02 -132.45 -0.86 8. Keuangan,
Persewaan dan Jasa Perusahaan
2167.81
12.40 -872.17 -3.84 -93.62 -0.86 9. Jasa-Jasa -623.26 -0.92 5832.33 6.49 -465.32 -0.86
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa beberapa sektor perekonomian
memberi kontribusi yang positif terhadap PDRB. Sektor-sektor tersebut adalah sektor
listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 149,27 juta (10,38 persen), sektor perdagangan,
hotel dan restoran sebesar Rp. 8.070,50 juta (12,70 persen), sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan sebesar Rp. 2.167,89 juta (12,40 persen). Ketiga sektor ini
memberikan kontribusi yang positif dengan persentase yang lebih besar dari nol (PP>0).
Hal ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat.
Ketiga sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat karena berkembangnya
kegiatan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Sektor yang pertumbuhannya paling
cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pesatnya pertumbuhan sektor ini
karena berkembangnya sektor pariwisata yang memeberikan kostribusi yang besar
terhadap PDRB. Kondisi dan topografi wilayah yang tidak monoton menjadi suatu
potensi bagi pengembangan kegiatan wisata.
Sektor lainnya memberikan kontribusi yang kecil terhadap PDRB, yaitu sektor
pertanian sebesar Rp. -9.299,39 juta (-3,59 persen), sektor pertambangan sebesar Rp. -
139,83 juta (-30,53 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. -52,64 (-1,62
persen), sektor bangunan sebesar Rp. -1.540,60 juta (-5,43 persen), sektor pengangkutan
dan komunikasi sebesar Rp. -924,74 juta (-4,44 persen), sektor jasa-jasa sebesar Rp. -
623,26 juta (-0,92 persen). Karena sektor-sektor tersebut memberikan kontribusi yang
negatif dengan persentase yang kurang dari nol (PP<0), maka sektor-sektor tersebut
memiliki laju pertumbuhan yang lambat. Sektor pertambangan memiliki laju
pertumbuhan yang paling lambat karena pada masa sebelum otonomi sektor ini kurang
berkembang karena pengolahannya masih secara tradisional.
Berdasarkan komponen pertumbuhan proporsional (PP), ada sektor yang
memberikan kontribusi yang negatif dan ada juga sektor yang memberikan kontribusi
yang positif. Dari Tabel 5.4 terlihat bahwa sebelum otonomi daerah kurun waktu 1997
sampai 2000 sebagian besar sektor ekonomi memberikan kontribusi yang negatif
(PP<0). Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertambangan sebesar Rp. -42,81 juta (-
6,74 persen), sekor industri pengolahan sebesar Rp. -451.87 juta (-9.55 persen), sektor
bangunan sebesar Rp. -1.638,95 juta (-5,43 persen), sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar Rp. -6621,79 juta (-8,06 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi
sebesar Rp. -1.121,38 juta (-4,02 persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan sebesar Rp. -872,17 juta (3,84 persen). Karena keenam sektor ini
mempunyai kontribusi yang negatif (PP<0), maka sektor-sektor tersebut memiliki laju
pertumbuhan yang lambat.
Sektor-sektor yang memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian
berdasarkan komponen pertumbuhan proporsional antara lain sektor pertanian sebesar
Rp. 51.096,98 juta (14,89 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 390,61
juta (19,24 persen), sektor jasa-jasa sebesar Rp. 5.832,33 juta (6,49 persen). Karena
ketiga sektor ini mempunyai nilai PP yang positif (PP>0), maka sektor-sektor tersebut
memiliki laju pertumbuhan yang cepat.
Pada masa setelah otonomi daerah tahun 2001-2004, kontribusi sektor-sektor
ekonomi berdasarkan komponen pertumbuhan proporsional, sebagian besar
memberikan kontribusi negatif. Berdasarkan Tabel 5.4, sektor yang memberikan
kontribusi yang negatif antara lain sektor pertambangan sebesar Rp. -3,69 juta (-0,88
persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. -38,78 juta (-0,87 persen), sektor listrik,
gas dan air bersih sebesar Rp. -16,65 juta (-0,86 persen), sektor bangunan sebesar Rp. -
117,85 juta (-0,86 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. -428,89
juta (-0,87 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. -132,45 juta (-0,86
persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. -93,62 juta (-0,86
persen), sektor jasa-jasa sebesar Rp. -465,32 (-0,86 persen). Karena sektor-sektor
tersebut mempunyai persentase nilai pertumbuhan proporsional yang negatif (PP<0),
maka kedelapan sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat.
Sektor yang memberikan kontribusi yang positif hanya satu sektor, yaitu sektor
pertanian sebesar Rp. 23.078,79 juta (9,96 persen). Karena kontribusi PP bernilai positif
(PP>0), maka sektor pertanian memiliki laju pertumbuhan yang progresif. Tingginya
pertumbuhan sektor pertanian ini karena besarnya perhatian pemerintah terhadap sektor
pertanian dengan memberikan subsidi 50 persen dalam pengelolaan lahan tidur, selain
itu sektor pertanian juga merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja
di Kabupaten Tapanuli Utara.
5.3. Analisis Daya Saing Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara
Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah
Analisis Shift Share selanjutnya adalah komponen pertumbuhan pangsa wilayah.
Tabel 5.5. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah)
Sebelum Otonomi daerah Setelah Otonomi
daerah Tahun 1993-1996 Tahun 1997-2000 Tahun 2001-2004
Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Pertumbuhan Pangsa Wilayah
Pertumbuhan Pangsa Wilayah
No
Sektor
(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) 1. Pertanian -8138.27 -3.14 -11529.85 -3.36 237562.61 102.52 2. Pertambangan 127.01 27.73 18.31 2.88 481.08 114.50 3. Industri
pengolahan 209.01 6.43 683.64 14.46 5055.38 113.18 4. Listrik, Gas, dan
Air Bersih -141.737 -9.85 162.51 8.00 2183.40 112.85 5. Bangunan -3200.99 -11.29 -9427.98 -31.25 15817.78 115.04
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran -14576.54 -22.94 10422.36 12.69 56240.48 113.91
7. Pengangkutan dan Komunikasi -374.44 -1.80 -4526.77 -16.25 17612.51 113.96
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -3555.13 -20.34 -5187.61 -22.82 12272.88 113.02
9. Jasa-Jasa 515.86 0.76 -1258.91 -1.40 61309.68 113.84
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui sektor yang mampu bersaing atau sektor
yang tidak dapat bersaing dengan wilayah lain di Provinsi Sumatera Utara. Pada masa
sebelum otonomi daerah tahun 1993-1996, di Kabupaten Tapanuli Utara terdapat enam
sektor yang tidak dapat bersaing baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya, yaitu
sektor pertanian sebesar Rp. -8.138,27 juta (-3,14 persen), sektor listrik, gas dan air
bersih sebesar Rp. -141,72 juta (-9,85 persen), sektor bangunan sebesar Rp. -3.200,99
juta (-11,29 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp.-14,576 juta (-
22,94 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. -374,44 juta (-1,80
persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. -3.555,12 juta (-
20,34 persen). Ini dikarenakan persentase nilai komponen pertumbuhan pangsa wilayah
dari masing-masing sektor kurang dari nol (PPW<0). Dari keenam sektor ini, sektor
yang paling tidak dapat bersaing dengan wilayah lainnya adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Hal ini dikarenakan belum efektifnya kelembangaan pengelolaan
pemasaran dan promosi wisata terutama ke masyarakat internasional, selain itu juga
masyarakat di sekitar objek wisata belum siap mendukung parawisata. Hal ini
menyebabkan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang ada di kabupaten lain lebih
berkembang.
Tiga sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan
sektor jasa-jasa merupakan sektor yang mempunyai daya saing yang baik dibandingkan
dengan wilayah lain . Hal ini dikarenakan persentase nilai PPW dari masing-masing
sektor lebih besar dari nol (PPW>0). Untuk sektor pertambangan sebesar Rp. 127,01
juta (27,73 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. 209,01 juta (6,43 persen),
sektor jasa sebesar Rp. 515,86 juta (0,76 persen). Dari ketiga sektor itu, yang
mempunyai daya saing yang paling baik adalah sektor pertambangan.
Laju pertumbuhan sektor-sektor dalam suatu wilayah dipengaruhi oleh wilayah
lainnya. Dalam hal ini laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tapanuli
Utara juga dipengaruhi oleh laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dari
kabupaten lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini mengakibatkan suatu
sektor bisa memiliki laju pertumbuhan yang baik tapi tidak dapat bersaing dengan
wilayah lain dan ada juga sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat tapi
mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan wilayah lain.
Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, terdapat empat sektor yang mampu
bersaing dengan kabupaten lain di Provinsi Sumatera Utara antara lain, sektor
pertambangan sebesar Rp. 18,31 juta (2,88 persen), sektor industri pengolahan sebesar
Rp. 683,64 juta (14,46 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 162,51 juta
(8,00 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp. 10.422,36 juta (12,69
persen). Karena kontribusi keempat sektor tersebut terhadap komponen pertumbuhan
pangsa wilayah bernilai positif (PPW>0), maka sektor-sektor tersebut mempunyai daya
saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Sektor yang mempunyai
daya saing yang paling baik dimiliki oleh sektor industri pengolahan.
Sektor yang lainnya yaitu sektor pertanian, sektor bangunan, sektor
pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa, dan sektor jasa-
jasa merupakan sektor yang tidak dapat bersaing dengan kabupaten lainnya. Hal ini
dikarenakan persentase nilai PPW dari masing-masing sektor bernilai negatif atau
kurang dari nol (PPW<0) yakni, sektor pertanian sebesar Rp. 11.529,85 juta (-3,36
persen), sektor bangunan sebesar Rp. -9.427,98 juta (31,25 persen), sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp. -4.526,77 juta (-16,25 persen),sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar Rp. -5.187,61 juta (22,82 persen),
sektor jasa-jasa sebesar Rp. -1.258,91 juta (-1,40 persen). Sektor yang mempunyai daya
saing paling rendah dimiliki oleh sektor bangunan.
Berdasarkan Tabel 5.5, pada masa setelah otonomi daerah tahun 2001-2004
semua sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai daya saing
yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Sektor-sektor tersebut mempunyai
persentase nilai PPW yang positif (PPW>0).
Sektor-sektor yang mempunyai daya saing yang baik antara lain sektor pertanian
sebesar Rp. 237.562,61 juta (102,52 persen), sektor pertambangan sebesar Rp. 481,08
juta (114,50 persen), sektor industri pengolahan sebesar Rp. 5.055,38 juta (113,18
persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp. 2.183,40 juta (112,85 persen),
sektor bangunan sebesar Rp. 15.817,78 juta (115,04 persen), sektor perdagangan, hotel
dan restoran sebesar Rp. 56.240,48 juta (113,91 persen), sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar Rp. 17.612,51 juta (113,96 persen), sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan sebesar Rp. 12.272,88 juta (113,02 persen), dan sektor jasa-jasa
sebesar Rp. 61.309,68 juta (113,84 persen).
5.4. Profil Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Pergeseran Bersih
Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah.
Berdasarkan persentase nilai komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan
komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW), dapat diperoleh profil pertumbuhan
PDRB dengan cara mengekspresikan persentase nilai PP dan PPW ke dalam sumbu
vertikal dan horizontal. PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan
PPW diletakkan pada sumbu vertikal sebagai ordinat.
Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
-35 -30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15
PPW
PP ppw
Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (1993-1996)
Keterangan : (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5)
bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8)
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa.
Pada kondisi sebelum otonomi daerah, yaitu pada kurun waktu 1993 sampai
1996, tidak ada satupun dari sektor-sektor ekonomi berada pada kuadran I. Hal ini
berarti tidak ada satupun dari sektor-sektor ekonomi tersebut yang memiliki laju
pertumbuhan yang cepat dan juga tidak ada satupun dari sektor ekonomi tersebut yang
dapat bersaing dengan kabupaten lain.
2
3 9
5
4
8
6
17
Pada kuadran II ditempati oleh listrik, gas dan air bersih, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini
berarti ketiga sektor tersebut mempunyai pertumbuhan yang cepat, akan tetapi tidak
dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Besarnya
presentase PP dan PPW dari masing-masing sektor tersebut berturut-turut ádalah 10,38
persen dan -9,85 persen untuk sektor listrik, gas dan air bersih, 12,40 persen dan -20,34
persen untuk sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan 12,70 persen dan -
22,94 persen untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Kuadran selanjutnya, yaitu kuadran III ditempati oleh sektor pertanian, sektor
pengangkutan dan komunikasi, dan sektor bangunan. Ini ditandai dengan persentase PP
dan PPW yang bernilai negatif, yaitu -3,59 persen dan -3,14 persen untuk sektor
pertanian, -4,44 persen dan -1,80 persen untuk sektor pangangkutan dan komunikasi,
dan -5,43 persen dan -11,29 persen untuk sektor bangunan. Hal ini berarti ketiga sektor
tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat dan tidak dapat bersaing dengan baik bila
dibandingkan dengan kabupaten yang lain.
Terakhir, yaitu kuadran IV ditempati oleh sektor pertambangan, sektor industri
pengolahan, dan sektor jasa-jasa. Hal ini menginterpretasikan ketiga sektor tersebut
memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi mampu bersaing dengan baik apabila
dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Persentase PP dan PPW dari masing-masing
sektor tersebut berturut-turut ádalah -30,53 persen dan 27,73 persen untuk sektor
pertambangan, -1,62 persen dan 6,43 persen untuk sektor industri pengolahan, dan -0,92
persen dan 0,76 persen untuk sektor jasa-jasa.
Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor listrik, gas dan air bersih berada
pada kuadran I, karena nilai PP dan PPW yang bernilai positif, yakni sebesar 19,24
persen dan 8,00 persen . Hal ini berarti sektor listrik, gas dan air bersih memiliki laju
pertumbuhan yang cepat dan mampu bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan
kabupaten yang lainnya.
Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi
-40
-30
-20
-10
0
10
20
-15 -10 -5 0 5 10 15 20 25
PPW
PP PPW
Gambar 5.2. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (1997-2000)
Keterangan : (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5)
bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8)
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa.
Kuadran II ditempati oleh sektor jasa-jasa, sektor pertanian. Hal ini berarti kedua
sektor tersebut mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, akan tetapi tidak dapat
bersaing dengan kabupaten lain. Persentase PP dan PPW untuk kedua sektor tersebut
ádalah 14,89 persen dan -3,36 untuk sektor pertanian, 6,49 persen dan -1,40 persen
untuk sektor jasa-ja sa.
Kuadran selanjutnya, yaitu kuadran III diduduki oleh sektor bangunan dengan
persentase PP sebesar -5,43 persen dan persentase PPW sebesar -31,25 persen, sektor
4
19
5
8
7
2
63
pengangkutan dan komunikasi dengan persentase PP sebesar -4,02 persen dan
persentase PPW sebesar -16,25 persen, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan dengan persentase PP sebesar -3,84 persen dan persentase PPW sebesar -
22,82 persen. Hal ini berarti sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang
lambat dan tidak dapat bersaing dengan kabupaten yang lain.
Kuadran terakhir, yaitu kuadran IV ditempati oleh sektor pertambangan, sektor
industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini berarti ketiga sektor
tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi mampu bersaing dengan
kabupaten yang lainnya. Persentase PP dan PPW untuk ketiga sektor tersebut berturut-
turut adalah -6,74 persen dan 2,88 persen untuk sektor pertambangan, -9,55 persen dan
14,46 persen untuk sektor industri pengolahan, -8,06 persen dan 12,69 persen untuk
sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi
100102104106108110112114116
-2 0 2 4 6 8 10 12
PPW
PP PPW
Gambar 5.3. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (2001-2004)
Keterangan : (1) pertanian, (2) pertambangan, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5)
bangunan, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8)
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa
1
Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, di Kabupaten Tapanuli
Utara hanya terdapat satu sektor yang memiliki laju pertumbuhan cepat dan memiliki
daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain (kuadran I). Pada
kuadran I ditempati oleh sektor pertanian. Ini dikarenakan sektor pertanian memiliki
persentase PP dan PPW yang positif. Persentase PP dan PPW untuk sektor pertanian
adalah 9,96 persen dan 102,52 persen.
Kuadran II tidak terdapat sektor yang mempunyai laju pertumbuhan yang cepat
dan tidak memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten yang lain.
Kuadran III juga tidak ditempati oleh satu sektor ekonomipun.
Kuadran IV ditempati oleh sektor pertambangan, sektor industri pengolahan,
sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan
restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Hal ini berarti sektor-sektor tersebut memiliki laju
pertumbuhan yang lambat, tetapi memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan
dengan kabupaten yang lain. Persentase PP dan PPW untuk masing-masing sektor
berturut-turut adalah -0,88 persen dan 114,49 untuk sektor pertambangan, -0,87 persen
dan 113,18 persen untuk sektor industri pengolahan, -0,87 persen dan 112,85 persen
untuk sektor listrik, gas dan air bersih, -0,86 persen dan 115,04 persen untuk sektor
bangunan, -0,87 persen dan 113,91 persen untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran,
-0,86 persen dan 113,96 persen untuk sektor pengangkutan dan komunikasi, -0,86
persen dan 113,02 persen untuk sektor keuangan, hotel dan restoran, dan -0,86 persen
dan 113,84 persen untuk sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut berada pada kuadran IV
karena nilai PP yang negatif dan nilai PPW yang positif.
Nilai pergeseran bersih (PB) diperolah dari penjumlahan nilai PP dan PPW.
Tabel 5.6. Pergeseran Bersih Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah (Juta Rupiah).
Sebelum Otonomi daerah Setelah Otonomi
Daerah Tahun 1993-1996 Tahun 1997-2000 Tahun 2001-2004 Pergeseran Bersih Pergeseran Bersih Pergeseran bersih
No
Sektor
(Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) 1. Pertanian -9302.98 -3.59 39567.13 11.53 23088.74 9.96 2. Pertambangan -170.36 -37.20 -24.58 -3.86 -4.57 -1.09 3. Industri
pengolahan -54.26 -1.67 231.78 4.90 -39.65 -0.89 4. Listrik, Gas, dan
Air Bersih 159.65 11.10 553.12 27.24 -17.51 -0.91 5. Bangunan -1546.03 -5.45 -11066.92 -36.68 -118.71 -0.86 6. Perdagangan,
Hotel dan Restoran 8083.20 12.72 3800.58 4.63 -429.76 -0.87
7. Pengangkutan dan Komunikasi -929.18 -4.46 -5648.14 -20.27 -133.30 -0.86
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2180.21 12.48 -6059.78 -26.66 -94.48 -0.87
9. Jasa-Jasa -624.18 -0.922 4573.42 5.09 -466.18 -0.87 Total -2203.91
-17.02
-25926.60
-34.08 21784.57 2.75
Berdasarkan Tabel 5.6 terlihat pada masa sebelum otonomi daerah tahun 1993-
1996 terdapat tiga sektor yang memiliki nilai PB yang positif (PB>0), yaitu sektor
listrik, gas dan air bersih (11,10 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran (12,72
persen), sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (12,48 persen). Hal ini berarti
bahwa ketiga sektor itu termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang progresif.
Sektor yang lainnya mempunyai nilai PB yang negatif (PB<0), yaitu sektor pertanian (-
3,59 persen), sektor pertambangan (-37,20 persen), sektor industri pengolahan (-1,70
persen), sektor bangunan (-5,45 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (-4,46
persen), dan sektor jasa-jasa (-0,92 persen). Hal ini berarti pertumbuhan sektor tersebut
termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Jadi dalam kurun waktu 1993
sampai1996, sektor yang paling maju adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan
sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan. Apabila nilai
PB dari setiap sektor (PBij) dijumlahkan, maka akan diperoleh nilai total PB Kabupaten
Tapanuli Utara (PB.j) yaitu sebesar -17,02 persen. Hal ini berarti bahwa perekonomian
Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat. Pada
masa terjadinya krisis ekonomi tahun 1997-2000, terlihat bahwa ada sektor yang
mempunyai nilai PB yang positif dan ada sektor yang mempunyai nilai PB yang negatif.
Sektor yang mempunyai nilai PB yang positif antara lain, sektor pertanian sebesar
11,53 persen, sektor industri pengolahan sebesar 4,90 persen, sektor listrik, gas dan air
bersih sebesar 27,24 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 4,63 persen
dan sektor jasa-jasa sebesar 5,09 persen. Hal ini berarti sektor-sektor tersebut tergolong
dalam pertumbuhan progresif karena memiliki nilai PB yang positif (PB>0).
Sektor lainnya yang memiliki nilai PB yang negatif antara lain, sektor
pertambangan sebesar -3,86 persen, sektor bangunan sebesar -36,68 persen, sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar -20,27 persen, sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan sebesar -26,66 persen. Karena sektor-sektor tersebut memiliki nilai PB
yang negatif (PB<0), maka keempat sektor tersebut termasuk dalam kelompok
pertumbuhan yang lambat. Apabila nilai PB dari setiap sektor (PBij) dijumlahkan, maka
akan diperoleh total nilai PB Kabupaten Tapanuli Utara (PB.j) yaitu sebesar -34,08
persen. Walaupun banyak sektor-sekor ekonomi yang termasuk dalam kelompok
pertumbuhan yang progresif, tetapi karena terpuruknya sektor bangunan, sehingga
berdampak pada perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Tapanuli Utara
termasuk dalam kelompok pertumbuhan yang lambat.
Pada masa setelah otonomi daerah, yaitu periode tahun 2001-2004 terlihat
bahwa sebagian besar sektor-sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Tapanuli
Utara memiliki nilai PB yang negatif. Sektor-sektor tersebut adalah sektor
pertambangan sebesar -1,09 persen, sektor industri pengolahan sebesar -0,89 persen,
sektor listrik, gas dan air bersih sebesar –0,91 persen, sektor bangunan sebesar -0,86
persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar -0,87 persen, sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar -0,86 persen, sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan sebesar -0,87 persen, sektor jasa-jasa sebesar -0,87 persen. Karena
sektor-sektor tersebut memiliki nilai PB yang negatif (PB<0), maka sektor-sektor
tersebut termasuk dalam kelompok pertumbuhan lambat.
Sektor yang memiliki nilai PB yang positif hanya satu sektor saja, yaitu sektor
pertanian dengan persentase sebesar 9,96 persen. Karena sektor pertanian memiliki nilai
PB yang positif (PB>0), maka sektor tersebut termasuk dalam kelompok pertumbuhan
progresif. Apabila nilai PB dari setiap sektor (PBij) dijumlahkan, maka akan diperoleh
total nilai PB Kabupaten Tapanuli Utara (PB.j), yaitu sebesar 2,75 persen. Walaupun
sebagian besar sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam
kelompok pertumbuhan lambat, tetapi karena berkembangnya sektor pertanian,sehingga
membawa dampak yang baik terhadap perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara.
Akibatnya secara keseluruhan perekonomian Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok
pertumbuhan progresif.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan
sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara, dapat disimpulkan beberapa hal,
sebagai berikut :
a. Pada saat sebelum otonomi daerah tahun 1993 sampai 1996, sektor industri
pengolahan merupakan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar,
sedangkan sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terendah adalah sektor
bangunan. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000,terjadi perubahan dimana sektor
listrik, gas dan air bersih merupakan sektor yang mempunyai tingkat
pertumbuhan terbesar, sedangkan sektor yang mempunyai tingkat pertumbuhan
terkecil adalah sektor bangunan. Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai
2004, sektor bangunan memiliki tingkat pertumbuhan terbesar, sedangkan sektor
yang mempunyai tingkat pertumbuhan terkecil adalah sektor listrik, gas dan air
bersih.
b. Sebelum otonomi daerah tahun 1993 sampai 1996, pertumbuhan sektor-sektor
ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (23,41 persen) lebih kecil daripada
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara (30,19 persen).
Pada masa krisis ekonomi tahun 1997 sampai 2000 persentase total perubahan
PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (0,14 persen) lebih
besar daripada persentase komponen PR (-4,15). Hal ini berarti bahwa tingkat
pertumbuhan ekonomi sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara lebih
besar daripada tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera
Utara. Pada masa otonomi daerah tahun 2000 sampai 2004, persentase total
perubahan PDRB sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara (13,68
persen) lebih besar bila dibandingkan dengan persentase komponen PR (-99,01
persen), sehingga pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Tapanuli
Utara lebih besar daripada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi
Sumatera Utara.
Sebelum otonomi daerah tahun 1993 sampai 1996, sektor yang pertumbuhannya
paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor yang
pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan. Pada kurun waktu
1997 sampai 2000, sektor yang mempunyai laju pertumbuhan paling cepat
adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sedangkan sektor yang pertumbuhannya
paling lambat adalah sektor industri pengolahan. Pada masa otonomi daerah
tahun 2001 sampai 2004, sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai
pertumbuhan yang paling cepat, sedangkan sektor yang tingkat pertumbuhannya
paling lambat adalah sektor pertambangan.
c. Pada masa sebelum otonomi daerah tahun 1993 sampai 1996, sektor
pertambangan adalah sektor yang mempunyai daya saing paling baik
dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor yang tidak mampu
bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor industri pengolahan mempunyai
daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan
sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki daya saing yang buruk bila
dibandingkan dengan kabupaten lain. Pada masa otonomi daerah tahun 2001
sampai 2004, semua sektor mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan
dengan kabupaten lain, sektor bangunan merupakan sektor yang mempunyai
daya saing yang paling baik bila dibandingkan dengan sektor yang lainnya.
d. Berdasarkan nilai PB, total PB Kabupaten Tapanuli utara sebesar -17,02 persen.
Hal ini berarti bahwa perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara tergolong dalam
kelompok pertumbuhan yang lambat. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, total
nilai PB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar -34,09 persen. Hal ini berarti bahwa
pada kurun waktu 1997 sampai 2000, perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara
tergolong dalam kelompok pertumbuhan lambat. Pada masa otonomi daerah
tahun 2001 sampai 2004, total PB Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 2,75
persen. Hal ini berarti bahwa pada kurun waktu 2001 sampai 2004,
perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok
pertumbuhan progresif.
6.2. Saran
a. Berdasarkan penelitian, pada masa otonomi daerah secara keseluruhan
perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok
pertumbuhan progresif. Oleh karena itu, pemerintah daerah diharapkan dapat
terus mendorong perkembangan tiap sektor, dengan cara meningkatkan
penyediaan sarana dan prasarana pendukung seperti jalur transportasi, jaringan
komunikasi, dan lain sebagainya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan
daerah. Selain itu, untuk mendorong pertumbuhan sektor ekonomi, perlu adanya
perhatian yang besar dari pemerintah daerah dan juga adanya kebijakan
perpajakan yang mendukung.
b. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengembangkan industri pengolahan agar
nilai tambah produk pertanian semakin tinggi dengan cara meningkatkan dan
mengembangkan industri menengah dan kecil melalui pemberian kredit,
memberikan penyuluhan kepada masyarakat, meningkatkan dan
mengembangkan produk unggulan sehingga memberikan hasil yang lebih
optimal lagi terhadap perekonomian, mengembangkan promosi produk unggulan
ke berbagai daerah baik domestik maupun mancanegara, menarik lebih banyak
lagi investor untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Tapanuli Utara.
c. Kebijakan otonomi daerah berpengaruh baik terhadap perekonomian Kabupaten
Tapanuli Utara, karena itu pemerintah daerah harus bisa memanfatkan potensi
daerah yang ada baik itu potensi sumber daya alam maupun sumber daya
manusia supaya ke depannya perekonomian makin maju. Selain itu semua aspek
harus dapat bekerjasama dengan baik, yaitu pemerintah daerah, pihak swasta dan
juga masyarakat.
d. Pertumbuhan ekonomi yang cepat pada kurun waktu 2001 sampai 2004, harus
lebih ditingkatkan lagi. Dalam penelitian ini kurun waktu yang digunakan hanya
tiga tahun, sehingga belum terlihat jelas perubahan struktur perekonomian yang
ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya
diharapkan kurun waktu pada masa otonomi lebih diperpanjang, sehingga dapat
terlihat dengan jelas perubahan struktur perekonomian sebagai dampak dari
kebijakan otonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, L.1999. Ekonomi Pembangunan. STIE. Yayasan Keluarga Pahlawan. Yogyakarta. Aser, F. 2005. ”Tujuan Otonomi Daerah Dalam UU No 32 Tahun 2004”. Jurnal
Otonomi Daerah. 1 : 45-48. Azman, S. 2001. Analisis Kebijakan Pengembangan Parawisata Bahari dalam Rangka
Meningkatkan Keragaman Perekonomian Wilayah Kabupaten Padang Pariaman [Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana. Bogor.
Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Kabupaten Tapanuli Utara (2005-2009). Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara. Tapanuli Utara.
Badan Pusat Statistik. 2004. Tapanuli Utara Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik.
Tapanuli Utara. ---------------------------. 2001. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tapanuli
Utara Tahun 1993-2001. Badan Pusat Statistik. Tapanuli Utara. ---------------------------. 2003. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tapanuli
Utara Tahun 2001-2003. Badan Pusat Statistik. Tapanuli Utara. -------------------------. 1995. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera
Utara Tahun 1993-1995. Badan Pusat Statistik. Sumatera Utara. --------------------------. 2003. Produk domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara
Tahun 1998-2003. Badan Pusat Statistik. Sumatera Utara. --------------------------. 2004. Sumatera Utara Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik.
Sumatera Utara. Budiharsono, S. 2001. Teknik analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. T Praduya Paramita. Jakarta. Elmi, B. 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonomi di Indonesia. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta. Gunawan, G. 2000. Analisis Pembangunan Ekonomi Lokal [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Bogor. Hanafiah, T. 1987. Pendekatan Wilayah dan Pembangunan Pedesaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haris, S. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. LIPI Press. Jakarta. Irawan dan Soeparmoko. 1999. Ekonomi Pembangunan. BPEE. Yogyakarta. Ilyas, M. 2001. Analisis Kesiapan Potensi Ekonomi Wilayah Di Sulawesi Tenggara
Terhadap Kemandirian Pembangunan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah [Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana. Bogor.
Jhingan, M. L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan.Terjemahan (cetakan ke sembilan) dari judul asli “The Economics of Development and Planning “. Rajagrasindo Persada. Jakarta. Pemerintah Pusat.1999. Undang-undang Otonomi Daerah 1999. Sinar Grafika. Jakarta. Pemda Kabupaten Tapanuli Utara. 2005. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Kabupeten Tapanuli Utara Tahun 2005-2025. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Tapanuli Utara.
Putra, A. 2004. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Di Kota Jambi
Sebelum dan Pada Masa Otonomi Daerah [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor.
Restuningsih. 2004. Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian Di Provinsi Jakarta
Pada Masa Krisis Ekonomi Tahun 1997-2002 [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor.
Saragih, J. P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Graha Indonesia. Jakarta. Soegijoko, B. T. S. dan Kusbiantoro, B, S. 1997a. Ruang Lingkup dan Peranan
Regional planning Di dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T Rasindo Gramedia. Jakarta. hlm 17-26.
-----------------------------------------------------. 1997b. Pengembangan Wilaayh dalam Repelita VI dan PJP II. Di Dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T Rasindo-Gramedia. Jakarta. Hlm 116-135.
-----------------------------------------------------. 1997c. Strategi Pengembangan Wilayah dalam Pengentasan Kemiskinan. Di Dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T Rasindo-Gramedia. Jakarta. hlm 136-152.
------------------------------------------------------. 1997d. Perencanaan Regional dan Pengembangan Kawasan Terpadu. Di Dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T Rasindo-Gramedia. Jakarta. hlm 391-406.
-------------------------------------------------------. 1997e. Strategi Pengembangan KTI dalam Repelita VI dan PJP II. Di Dalam Sugijanto Soegijoko (editor).
Perencanaan Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T Rasindo-Gramedia. Jakarta. hlm 391-406.
Soepono, P.1993. ”Analisis Shift Share : Perkembangan dan Penerapannya”. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia BNEE. FE-UGM.Yogyakarta Setiawan, D. 2004. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota Di Provinsi
Sumatera Utara Periode Tahun 1993-2002 [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor.
Tambunan, T. 2001. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Triwibowo, E. 2000. Analisis Potensi Sektor-Sektor Perekonomian dan Perencanaan
Pembangunan Wilayah Kabupaten Sidoarjo dalam rangka Otonomi Daerah [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Bogor.
Warsono, E dan Soedarsono, M. S. 2000. Otonomi Daerah Meningkatkan Harga Diri
Daerah. Yayasan Jurnalis Kita. Semarang.
LAMPIRAN
Lampiran 1. PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah)
No
Sektor 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
1. Pertanian 258.975,94 282.742,66 297.264,58 319.723,57 343.082,31 348.381,58 356.605,22 368.411,95 231.732,75 241.384,94 251.704,96 262917.98
2. Pertambangan 457,97 465,31 525,01 583,41 636,84 540,02 533,23 585,83 420,18 434,89 457,98 481.52
3. Industri pengolahan
3.249,81 3.619,96 4 .056,17 4.387,31 4.729,23 4.339,61 4.593,89 4.764,75 4.466,71 4.645,82 4.845,81 5060.48
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
1.438,31 1.680,55 1.802,44 1.880,09 2.030,58 1.980.06 2 .320,68 2.499,43 1.934,73 2.019,48 2.098,64 2185.75
5. Bangunan 28.346,78 28.870,66 30.168,48 32.163,14 30.168,02 17.180,02 17.236,65 17.849,16 13.749,63 14.369,74 15.050,86 15835.01
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
63.554,20 65.807,43 71.412,18 76.235,29 82.134,70 78.990,99 80.070,34 82.526,79 49.374,01 51.674,91 53.909,83 56296.65
7. Pengangkutan dan Komunikasi
20.834,84 21.949,96 23.677,32 25.825,74 27.864,58 19.648,85 19.939,45 21.060,09 15.455,55 16.113,28 16.846,29 17631.90
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
17.476,28 18.713,35 19.988,91 21.365,08 22.733,85 14.310,10 14.976,36 15.730,64 10.858,65 11.333,44 11.799,03 12285.94
9. Jasa-Jasa 67.698,70 7 2.701,17 80.627,48 88.029,66 89.902,19 83.879,70 86.800,32 90.744,78 53.854,57 56.217,16 58.743,19 61373.44
TOTAL PDRB 462.029,83 496.551,05 529.522,57 570.193,29 603.282,30 569.262,93 583.076,14 604.173,42 381.846,78 398.193,65 415.474,61 434068.67
Lampiran 2. Persentase PDRB Kabupaten Tapanuli Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Persen)
No Sektor 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 1. Pertanian 56,05 56,94 56,14 56,07 56,87 61,20 61,16 60,98 60,69 60,62 60,58 60,57
2. Pertambangan 0,10 0,09 0,10 0,10 0,11 0,10 0,09 0,10 0,11 0,11 0,11 0,11
3. Industri
pengolahan
0,70 0,73 0,77 0,77 0,78 0,76 0,79 0,79 1,17 1,17 1,17 1,17
4. Listrik, Gas, dan
Air Bersih
0,31 0,34 0,34 0,33 0,34 0,35 0,40 0,41 0,51 0,51 0,51 0,50
5. Bangunan 6,14 5,81 5,70 5,64 5,00 3,02 2,96 2,95 3,60 3,61 3,62 3,65
6. Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
13,76 13,25 13,49 13,37 13,61 13,88 13,72 13,66 12,93 12,98 12,98 12,97
7. Pengangkutan
dan Komunikasi
4,51 4,42 4,47 4,53 4,62 3,45 3,42 3,49 4,05 4,05 4,06 4,06
8. Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
3,78 3,77 3,77 3,75 3,77 2,51 2,58 2,60 2,84 2,85 2,84 2,83
9. Jasa-Jasa 14,65 14,64 15,23 15,44 14,90 14,73 14,89 15,02 14,10 14,12 14,44 14,14
TOTAL PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Lampiran 3. PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (Juta Rupiah)
No
Sektor 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
1. Pertanian 4.895.742,52 5.249.345,49 5.701.575,
59
6.197.977,
91
6.754.526,
07
6.631.274,
06
7.153.613,
72
7.480.207,
23
7.749.604,76 7.924.480,11 8.211.364,32 847934
2. Pertambangan 601.046,59 547.163,55 594.720,2
0
598.990,7
2
371.664,7
6
305.818,1
8
297.371,8
4
331.209,2
9
309.769,60 332.983,35 361.344,52 323.6
3. Industri
pengolahan
4.482.168,58 4.828.989,00 5.274.706,
13
5.762.747,
13
5.980.102,
72
5.153.985,
84
4.985.862,
82
5.160.550,
91
5.391.969,95 5.665.953,01 5.904.130,99 6154.76
4. Listrik, Gas,
dan Air Bersih
168.973,98 182.412,00 209.100,3
4
237.524,4
0
329.032,8
2
343.063,4
0
356.731,9
4
378.672,3
5
411.761,41 447.090,15 462.428,18 500.79
5. Bangunan 836.323,50 873.555,75 926.164,9
9
1.043.358,
36
1.134.565,
11
763.998,9
9
964.610,6
6
1.025.844,
15
1.067.020,26 1.112.464,80 1.184.494,26 1337.05
6. Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
3.116.433,95 3.744.437,63 4.094.268,
62
4.453.034,
81
4.699.081,
51
4.123.116,
75
3.991.367,
61
4.125.230,
53
4.257.106,33 4.465.330,76 4.632.712,03 4842.81
7. Pengangkutan
dan
Komunikasi
1.629.518,70 1.738.162,53 1.888.951,
15
2.049.148,
29
2.200.184,
46
1.749.600,
96
1.868.580,
84
2.020.335,
84
2.155.883,37 2.299.189,14 2.491.031,81 2704.94
8. Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
1.195.381,00 1.367.384,28 1.542.376,
85
1.704.547,
08
1.799.388,
35
1.595.005,
00
1.509.564,
56
1.655.683,
49
1.687.488,09 1.737.116,19 1.799.277,16 2029.04
9. Jasa-Jasa 1.289.870,18 1.409.880,49 1.521.941,
81
1.667.409,
25
1.796.859,
20
1.452.769,
00
1.782.382,
45
1.838.861,
53
1.880.442,00 1.940.753,99 2.024.468,35 2226.18
TOTAL PDRB 18.215.459,0
0
19.941.330,7
2
21.753.80
5,68
23.714.73
7,95
25.056.40
5,00
22.118.63
2,18
22.910.08
6,44
24.016.59
5,32
24.911.045,7
7
25.925.361,4
9
27.071.251,6
1 28598.61
Lampiran 4. Persentase PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan harga Konstan 1993 Tahun 1993-2004 (%)
No Sektor 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 1. Pertanian 26,88 26,32 26,21 26,14 26,95 30,28 31,22 31,15 31,11 30,57 30,33 27,71
2. Pertambangan 3,30 2,74 2,73 2,53 1,48 1,37 1,30 1,38 1,24 1,28 1,33 1,49
3. Industri pengolahan 24,61 24,22 24,25 24,30 23,86 22,34 21,76 21,49 21,64 21,85 21,81 27,50
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,93 0,91 0,96 1,00 1,31 1,54 1,56 1,58 1,65 1,72 1,71 1,42
5. Bangunan 4,59 4,38 4,26 4,40 4,53 4,26 4,21 4,27 4,28 4,29 4,38 4,61
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,11 18,78 18,82 18,78 18,75 17,28 17,42 17,88 17,09 17,22 17,11 18,91
7. Pengangkutan dan Komunikasi 8,95 8,72 8,68 8,64 8,78 8,11 8,16 8,11 8,65 8,87 9,20 5,95
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan
6,56 6,86 7,09 7,19 7,18 6,88 6,59 6,88 6,77 6,70 6,65 4,53
9. Jasa-Jasa 7,08 7,07 7,00 7,03 7,17 7,94 7,78 7,94 7,55 7,49 7,48 7,88
TOTAL PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Lampiran 5. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1993-1996 Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah)
PDRBKabupaten Tapanuli Utara
PDRB Provinsi Sumatera Utara
No
Sektor 1993 1996 1993 1996
Perubahan
PDRB Kabupaten Tapanuli
Utara(1993-1996)
Persen
Ra
Ri
ri
1. Pertanian 258975.94 319723.57 4895742.52 6197977.91 60747.63 23.46 0.30 0.27 0.23 2. Pertambangan 457.97 583.41 601046.59 598990.72 125.44 27.39 0.30 -0.01 0.27 3. Industri pengolahan 3249.81 4387.31 4482168.58 5762747.13 1137.50 35.00 0.30 0.29 0.35 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 1438.31 1880.09 168973.98 237524.4 441.78 30.71 0.30 0.41 0.31 5. Bangunan 28346.78 32163.14 836323.5 1043358.36 3816.36 13.46 0.30 0.25 0.13 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 63554.2 76235.29 3116433.95 4453034.81 12681.09 19.95 0.30 0.43 0.20 7. Pengangkutan dan Komunikasi 20834.84 25825.74 1629518.7 2049148.29 4990.9 23.95 0.30 0.26 0.24 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan 17476.28 21365.08 1195381 1704547.08
3888.8 22.25 0.30 0.43 0.22
9. Jasa-Jasa 67698.7 88029.66 1289870.18 1667409.25 20330.96 30.03 0.30 0.29 0.30 TOTAl PDRB 462029.83 570193.29 18215459 23714737.95 108163.46 23.41
Lampiran 6. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1993-1996.
Pertumbuhan Regional Pertumbuhan Proporsional Pertumbuhan Pangsa Wilayah Pergeseran Bersih No Sektor (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)
1. Pertanian 78185.29 30.19 -9299.39 -3.59 -8138.27 -3.14 -9302.98 -3.59 2. Pertambangan 138.26 30.19 -139.83 -30.53 127.01 27.73 -170.36 -37.20 3. Industri pengolahan 981.12 30.19 -52.65 -1.62 209.01 6.43 -54.26 -1.67 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 434.23 30.19 149.276 10.38 -141.73 -9.85 159.6527314 11.10 5. Bangunan 8557.94 30.19 -1540.60 -5.43 -3200.99 -11.29 -1546.03 -5.45 6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 19187.12 30.19 8070.50
12.70 -14576.54 -22.94 8083.20 12.72 7. Pengangkutan dan
Komunikasi 6290.07 30.19 -924.74
-4.44 -374.44 -1.80 -929.18 -4.46 8. Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 5276.11 30.19 2167.81
12.40 -3555.13 -20.34 2180.21 12.48 9. Jasa-Jasa 20438.35 30.19 -623.26 -0.92 515.86 0.76 -624.18 -0.922
Lampiran 7. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-2000 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah)
PDRBKabupaten Tapanuli Utara
PDRB Provinsi Sumatera Utara
No
Sektor
1997
2000
1997
2000
Perubahan
PDRB Kabupaten Tapanuli
Utara(1996-2000)
Persen
Ra
Ri
ri
1. Pertanian 343082.31 343082.31 6754526.07 7480207.23 25329.64 7.38 -0.04 0.11 0.07 2. Pertambangan 636.84 636.84 371664.76 331209.29 -51.01 -8.00 -0.04 -0.11 -0.08 3. Industri pengolahan 4 29.23 4729.23 5980102.72 5160550.91 35.52 0.75 -0.04 -0.14 0.01 4. Listrik, Gas, dan Air
Bersih 2030.58 2030.58 329032.82 378672.35
468.85 23.09 -0.04 0.15 0.23 5. Bangunan 30168.02 30168.02 1134565.11 1025844.15 -12318.86 -40.831 -0.04 -0.09 -0.41 6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 82134.7 82134.7 4699081.51 4125230.53
392.09 0.48 -0.04 -0.12 0.01 7. Pengangkutan dan
Komunikasi 27864.58 27864.58 2200184.46 2020335.84
-6804.49 -24.42 -0.04 -0.08 -0.24 8. Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan 22733.85 22733.85 1799388.35 1655683.49
-7003.21 -30.81 -0.04 -0.08 -0.31 9. Jasa-Jasa 89902.19 89902.19 1796859.2 1838861.53 842.59 0.94 -0.04 0.02 0.01
TOTAL PDRB 603282.3 603282.3 25056405 24016595.32 891.12 0.15
Lampiran 8. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 1997-2000
Pertumbuhan Regional Pertumbuhan Proporsional Pertumbuhan Pangsa Wilayah Pergeseran Bersih No
Sektor (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)
1. Pertanian -14237.49 -4.15 51096.98 14.89 -11529.85 -3.36 39567.13 11.53 2. Pertambangan -26.43 -4.15 -42.89 -6.74 18.31 2.88 -24.58 -3.86 3. Industri pengolahan -196.26 -4.15 -451.87 -9.55 683.64 14.46 231.78 4.90 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih -84.27 -4.15 390.61 19.246 162.51 8.00 553.12 27.24 5. Bangunan -1251.94 -4.15 -1638.95 -5.43 -9427.98 -31.25 -11066.92 -36.68 6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran -3408.49 -4.15 -6621.79 -8.06 10422.36 12.69 3800.58 4.63 7. Pengangkutan dan
Komunikasi -1156.35 -4.15 -1121.38 -4.02 -4526.77 -16.25 -5648.14 -20.27 8. Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan -943.438 -4.15 -872.17 -3.84 -5187.61 -22.82 -6059.78 -26.66 9. Jasa-Jasa -3730.83 -4.15 5832.33 6.49 -1258.91 -1.40 4573.42 5.09 TOTAL PDRB -25926.60 -34.08
Lampiran 9. Analisis PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan PDRB Provinsi Sumatera Utara Setelah Otonomi Daerah Tahun 2001-2004 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah)
PDRB Kabupaten Tapanuli
Utara PDRB Provinsi Sumatera Utara
No
Sektor
2001
2004
2001
2004
Perubahan PDRB
Kabupaten Tapanuli
Utara (2001-2004)
Persen
Ra
Ri
ri
1. Pertanian 231732.75 262917.98 7749604.76 847934 31185.23 13.46 -0.99 -0.89 0.13 2. Pertambangan 420.18 481.52 309769.6 323.6 61.34 14.60 -0.99 -0.10 0.15 3. Industri pengolahan 4466.71 5060.48 5391969.95 6154.76 593.77 13.29 -0.99 -0.99 0.13 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 1934.73 2185.75 411761.41 500.79 251.02 12.97 -0.99 -0.99 0.12 5. Bangunan 13749.63 15835.01 1067020.26 1337.05 2085.38 15.17 -0.99 -0.99 0.15 6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran 49374.01 56296.65 4257106.33 4842.81
6922.64 14.02 -0.99 -0.97 0.14 7. Pengangkutan dan
Komunikasi 15455.55 17631.9 2155883.37 2704.94
2176.35 14.08 -0.99 -0.99 0.14 8. Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan 10858.65 12285.94 1687488.09 2029.04
1427.29 13.14 -0.99 -0.98 0.13 9. Jasa-Jasa 53854.57 61373.44 1880442 2226.18 7518.87 13.96 -0.99 -0.99 0.14
TOTAL PDRB 381846.78 434068.67 2911045.77 28598.61 52221.89 13.68
Lampiran 10. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Tahun 2001-2004
Pertumbuhan Regional Pertumbuhan Proporsional Pertumbuhan Pangsa Wilayah Pergeseran bersih No Sektor (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%)
1. Pertanian -229456.17 -99.02 23078.79 9.96 237562.61 102.52 23088.74 9.96 2. Pertambangan -416.05 -99.02 -3.69 -0.88 481.08 114.50 -4.57 -1.09 3. Industri pengolahan -4422.83 -99.02 -38.789 -0.87 5055.38 113.18 -39.65 -0.89 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih -1915.722 -99.02 -16.659 -0.86 2183.40 112.85 -17.51 -0.91 5. Bangunan -13614.55 -99.02 -117.85 -0.86 15817.78 115.04 -118.71 -0.86 6. Perdagangan, Hotel dan
Restoran -48888.95 -99.02 -428.89 -0.87 56240.48 113.91 -429.76 -0.87 7. Pengangkutan dan Komunikasi -15303.71 -99.02 -132.45 -0.86 17612.51 113.96 -133.30 -0.86 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan -10751.97 -99.02 -93.62 -0.86 12272.88 113.02 -94.48 -0.87 9. Jasa-Jasa -53325.49 -99.02 -465.32 -0.86 61309.68 113.84 -466.18 -0.87 Total 21784.57 2.75