Post on 03-Mar-2019
PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SERANG DALAM PENGENDALIAN DAMPAK
PENCEMARAN KAWASAN INDUSTRI MODERN DI KECAMATAN KIBIN KABUPATEN SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Kosentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
Dyah Pratiwi
NIM.6661131230
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2017
ABSTRAK
Dyah Pratiwi. 6661131230. Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I : Dr. Agus Sjafari, M.Si. Dosen Pembimbing II : Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si.
Pembangunan sektor industri di Indonesia tidak hanya menghasilkan manfaat tetapi juga membawa resiko. Pencemaran udara yang mengganggu kesehatan masyarakat sekitar, penurunan kualitas sungai yang mengganggu ekosistem makhluk hidup dan aktivitas masyarakat, dan sulitnya masyarakat dalam memperoleh air bersih merupakan dampak negatif yang ditimbulkan dari keberadaan kawasan industri, sehingga dibutuhkan peran Pemerintah Daerah dalam melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran & hambatan yang dihadapi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran Kawasan Industri Modern. Teori yang digunakan konsep peran organisasi sektor publik Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) dan konsep upaya pengendalian dampak lingkungan menurut UU No 32 Tahun 2009. Penelitian ini merupakan kualitatif deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan model Miles & Huberman. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran kawasan industri modern dapat dikatakan belum optimal karena masih ditemuinya beberapa kendala yang menghambat pelaksanaan kegiatan di bidang pengendalian dampak lingkungan. Oleh karena itu diperlukan peningkatan pola komunikasi dan koordinasi dengan instansi kewilayahan, pembuatan aplikasi “QLUE” agar masyarakat berpartisipasi dalam melaporkan keluhan dan peduli akan permasalahan lingkungan, membentuk kelompok pengawasan yang melibatkan langsung masyarakat dan perlunya peningkatan pendanaan demi kepentingan upaya pengelolaan lingkungan hidup. Kata Kunci : Lingkungan, Pengendalian, Peran
ABSTRACK
Dyah Pratiwi. 6661131230. The Role of Serang Government Environmental
Agency in Controlling The Pollution Impact Of Modern Industrial Area at
Kibin Subdistrict, Serang Regency. Departemen Of Public Administration.
Faculty Of Social and Political Science. The 1st
Advisor: Dr. Agus Sjafari, M.Si.
2nd
Advisor: Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si.
Industrial sector development in Indonesia not only produces benefits but also carries risks. Air pollution that disturbs the health of the surrounding community, the decline of river quality that disrupts the ecosystem of living creatures and community activities, and the difficulty of the community in obtaining clean water is a negative impact caused by the existence of industrial area, so it is necessary the role of Local Government in the effort to control the environmental impact. This research was conducted to determine the role and obstacles faced by Serang Government Environmental Agency in controlling the pollution impact of the modern industrial area. The theory used the concept of the role of public sector organization by Jones (1993) in Mahsun (2006:8) and the concept of environmental impact control efforts according to Law No. 32 The year 2009. This research is qualitative descriptive. Data analysis techniques used Miles & Huberman model. The results of this study indicate that the role of Serang Government Environmental Agency in controlling the pollution impact of a Modern Industrial area can be said not yet optimal because still encountered some obstacles which hinder the implementation of activity in the field of environmental impact control. Therefore, it is necessary to improve the communication pattern and coordination with regional institutions, making of "QLUE" application so that the public will participate in reporting complaints and care about environmental issues, forming a community-direct monitoring group and need for increased funding for the sake of environmental management efforts. Keywords: Environmental, Controlling, Role
Motto:
“Barang Siapa Bersungguh-
sungguh pasti ia mendapat,
yakinlah setelah kesulitan
pasti datang kemudahan”
Kedua Orang Tuaku Bapak Sunyoto
dan Ibu Sumiyati dan Adikku Desti
Dwi Cahyani
Persembahan:
“Skripsi ini aku persembahkan untuk “:
i
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya,
dan para sahabatnya yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman
terang benderang seperti sekarang. Syukur Alhamdulilah dengan izin Allah SWT
penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi yang berjudul “Peran Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran
Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang”.
Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis menyadari
bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak yang selalu membimbing serta mendukung penulis secara moril dan materil.
Maka dengan ketulusan hati, peneliti ini mengucapkan rasa terimakasih kepada
pihak-pihak sebagai berikut:
1. Prof. Dr.H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus selaku Dosen
Pembimbing I serta Dosen Pembimbing Akademik yang telah menyetujui
ii
atas penelitian skripsi ini serta membantu dan membimbing peneliti
selama proses penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Rahmawati, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan II Bidang Keuangan
dan Umum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, S.Sos, M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Riswanda, Ph.D selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Dr. Suwaib Amiruddin, M.Si selaku pembimbing II yang telah menyetujui
atas penelitian skripsi ini dan telah membimbing, memberikan ilmunya,
serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
10. Segenap Staff dan Pegawai Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
yang telah membantu peneliti dalam memperoleh data yang peneliti
butuhkan untuk penyusunan skripsi ini.
iii
11. Untuk kedua orang tuaku tercinta Bapak Sunyoto dan Ibu Sumiyati yang
telah memberikan motivasi baik moril maupun materil, dan dukungan,
serta semangat yang tak pernah habis mendo’akan kesuksesan anaknya.
12. Untuk adikku Desti Dwi Cahyani terimakasih atas do’a, bantuan dan
dukungannya.
13. Para pimpinan industri yang menjadi informan dalam penelitian ini yang
telah membantu peneliti dalam memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan oleh peneliti.
14. “My Best Patner” Ferdy Ardiansyah selaku teman dan sahabat sekaligus
guru dalam berbagi keluh kesah dan telah sabar membantu dan menolong
peneliti dalam memperoleh data serta turut memberikan masukan dan
motivasi dalam penyusunan penelitian ini hingga dapat terselesaikan.
15. Sahabat seperjuangan “Geng Alimun” Sierfi, Murni, Ranita, Firda, Ika,
Fadliyah, Linah, Anggit, Aan, dan Haikal yang sejak awal perkuliahan
telah memberikan warna dalam dunia perkuliahan serta membantu dan
memotivasi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga kelak suatu
saat dapat sukses bersama.
16. Sahabat “Skripsweet” Nadia, Nindy, Fita, dan Rima yang telah
memberikan semangat, motivasi, dan dukungan kepada peneliti.
17. Teman-temanku “Anak Jalanan” Galuh, Maria, Rahmi, Ria, Irwan, Saka,
Jaka Permana, Jaka Maulana dan Asep dengan kalian bertambah lagi cerita
perjalanan kehidupan kampus yang saya alami.
iv
18. Senior Ilmu Administrasi Negara Ka Mega, Ka Wungu, Ka Mursi, Ka
Fahmi, Ka Ulfah dan Ka Sella yang telah membantu peneliti dalam
memberikan arahan, dukungan, acuan dan motivasi kepada peneliti.
19. Keluarga Pengurus HIMANE 2014, HIMANE 2015, BEM FISIP 2016,
KOKESMA 2014, dan SEMUT 2014 yang telah memberikan kesempatan
untuk belajar berorganisasi dan mengembangkan diri.
20. Seluruh pegawai Foto Copy “Zahra” Bapak Nur Yanto , Mas Adi, dan
Mas Doni yang telah membantu peneliti untuk pencetakan skripsi ini.
21. Segala pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan
selesainya penyusunan penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa dalam
penyusunan penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan
saran yang membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penulisan
penelitian ini. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat,
khususnya bagi peneliti sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Alhamdulillahirrabbil’alamiin.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Serang, 31 Mei 2017
Peneliti
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................ 12
1.3 Batasan Masalah ................................................................................. 12
1.4 Rumusan Masalah ............................................................................... 13
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................ 13
1.6 Manfaat Penelitian .............................................................................. 14
1.7 Sistematika Penulisan ......................................................................... 16
BAB II LANDASAN TEORI, DAN ASUMSI DASAR
2.1 Landasan Teori .................................................................................. 22
2.1.1 Konsep Pengandalian Manajemen .............................................. 22
2.1.2 Konsep Peran Organisasi Sektor Publik ...................................... 25
2.1.3 Konsep Lingkungan Hidup ......................................................... 26
2.1.4 Peran Dinas Lingkungan Hidup .................................................. 29
vi
2.1.5 Konsep Pengendalian Lingkungan Hidup ................................... 33
2.1.6 Definisi Pencemaran Lingkungan Hidup .................................... 35
2.1.7 Definisi Kawasan Industri ........................................................... 36
2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 38
2.3 Kerangka Berfikir .............................................................................. 41
2.4 Asumsi Dasar ...................................................................................... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ..................................................... 47
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 48
3.3 Lokasi Penelitian ................................................................................. 48
3.4 Variabel Penelitian .............................................................................. 49
3.4.1 Definisi Konseptual ..................................................................... 49
3.4.2 Definisi Operasional .................................................................... 50
3.5 Instrumen Penelitian ........................................................................... 52
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 53
3.6 Informan Penelitian ............................................................................. 55
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 58
3.8 Uji Kredibilitas Data ........................................................................... 60
3.9 Jadwal Penelitian ................................................................................ 62
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskrpsi Objek Penelitian ................................................................... 64
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang ......................................... 64
4.1.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Serang .................................... 66
4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kabupaten Serang ........................... 67
vii
4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Kibin ........................................... 69
4.1.2.1 Keadaan Penduduk Kecamatan Kibin ............................ 70
4.1.3 Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup Kab Serang ........... 71
4.1.3.1 Visi dan Misi DLH Kab Serang ...................................... 72
4.1.3.2 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi DLH ................ 73
4.1.4 Gambaran Umum Kawasan Industri Modern ............................. 78
4.1.4.1 Visi dan Misi Kawasan Industri Modern ........................ 81
4.2 Deskripsi Data ..................................................................................... 82
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ............................................................ 82
4.2.2 Data Informan ............................................................................. 87
4.3 Temuan Lapangan ............................................................................... 90
4.3.1 Bentuk Pengendalian DLH Kab Serang ..................................... 91
4.3.2 Hambatan dan Upaya yang ditempuh DLH Kab Serang ............ 187
4.4 Pembahasan ......................................................................................... 209
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 243
5.2 Saran ................................................................................................... 244
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 245
LAMPIRAN ............................................................................................. 249
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pengaduan Pencemaran Udara Kec Kibin ................................ 5
Tabel 1.2 Jenis Penyakit yang Menyerang Penduduk Kibin .................... 7
Tabel 3.1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara ................................................. 51
Tabel 3.2 Informan Penelitian ................................................................... 57
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ...................................................................... 63
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan .......................................... 66
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk................ 68
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin ............................. 69
Tabel 4.4 Luas Wilayah Desa se Kecamatan Kibin .................................. 70
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ............................... 71
Tabel 4.6 Informan Penelitian ................................................................... 89
Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Pembahasan ................................................... 237
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kondisi Sungai Cikambuy .................................................... 9
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir.................................................................. 45
Gambar 3.1 Proses Analisis Data .............................................................. 58
Gambar 4.1 Struktur Organisasi DLH Kab Serang .................................. 77
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Bidang Pengendalian ............................ 78
Gambar 4.3 Peta Lokasi Kawasan Industri Modern ................................. 82
Gambar 4.4 Jadwal Pengawasan Terhadap Kegiatan Usaha .................... 95
Gambar 4.5 Jadwal Pemantauan Kualitas Lingkungan ............................ 97
Gambar 4.6 IPAL milik PT. Bahari Makmur Sejati ................................. 112
Gambar 4.7 Saluran Akhir IPAL PT. Bahari Makmur Sejati ................... 114
Gambar 4.8 Surat Pemberitahuan Kegiatan Pengawasan ......................... 132
Gambar 4.9 Pengumuman Permohonan Izin Lingkungan ........................ 150
Gambar 4.10 Kondisi RTH PT. Bahari Makmur Sejati ............................ 186
Gambar 4.14 Tahap Penyusunan Kebijakan dan Program ....................... 212
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian LAMPIRAN II Daftar Pedoman Wawancara
LAMPIRAN III Jumlah Kegiatan Usaha Per Kecamatan Di Kabupaten Serang
LAMPIRAN IV Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
LAMPIRAN V Dokumentasi Penelitian
LAMPIRAN VI Data Pendukung Lainnya
LAMPIRAN VII Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan pada hakekatnya merupakan salah satu upaya yang
dilakukan menuju suatu keadaan yang lebih baik. Dewasa ini, Indonesia
merupakan Negara berkembang yang sedang mengupayakan pembangunan
ekonomi melalui industrialisasi, karena sektor industri sering disebut juga sebagai
sektor pemimpin (leading sector) yang akan memicu dan mengangkat
pembangunan sektor-sektor lainnya. Dalam rangka menyelenggarakan
pembangunan ekonomi nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan
berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 diartikan sebagai upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2009
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029 pada
pasal 11 ayat 2 menjelaskan bahwa strategi pengembangan sentra kawasan Serang
Timur salah satunya adalah mengembangkan kawasan industri. Kecamatan Kibin
merupakan salah satu bagian wilayah Serang Timur yang berdasarkan data jumlah
2
kegiatan usaha menurut jenis dokumen yang dimiliki pada wilayah Kabupaten
Serang yang peneliti dapatkan dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, Kecamatan Kibin merupakan kecamatan yang memiliki jumlah kegiatan
usaha khusunya kegiatan industri terbanyak dibanding dengan kecamatan lain
yang berada pada Kabupaten Serang.
Kawasan Industri Modern merupakan salah satu bagian kawasan industri
yang berada di Kecamatan Kibin yang menjadi salah satu objek kajian
pengelolaan lingkungan hidup dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
sekaligus menjadi objek kajian pada penelitian ini. Kawasan Industri Modern
mempunyai luas 3.175 Ha dengan keseluruhan jumlah kegiatan industri sebanyak
256 industri yang terdiri dari 127 kegiatan industri yang telah beroperasi, 23
industri yang bergerak di bidang kontruksi, 85 industri yang belum terbangun
(tanah kosong) dan 21 industri yang belum beroperasi dan bangkrut (Sumber: PT.
Modern Industrial Estate selaku Pengelola Kawasan Modern).
Pembangunan sektor industri di Indonesia tidak hanya menghasilkan
manfaat sebagai dampak positif tetapi juga membawa resiko yang menjadi
dampak negatif dimana kedua dampak tersebut tentu akan berpengaruh pada
keberlangsungan kehidupan masyarakat sekitar.
Manfaat yang diperoleh sebagai dampak positif adalah dengan
memberikan kontribusi dalam peningkatan ekonomi daerah dan taraf
kesejahteraan bagi masyarakat baik masyarakat lokal maupun luar daerah. Sama
halnya dengan keberadaan Kawasan Industri Modern yang juga memberikan
dampak positif bagi masyarakat daerah maupun luar daerah sebagaimana yang
3
disampaikan oleh Laelah Susilawati selaku Kepala Desa Barengkok yang
merupakan salah satu desa yang berdekatan dengan wilayah Kawasan Industri
Modern yang menyebutkan bahwa setalah dibangunnya Kawasan Industri Modern
memang jelas berpengaruh pada tingkat perekonomian masyarakat Desa
Barengkok yang lebih baik dan berkurangnya tingkat pengangguran di Desa
Barengkok karena banyak masyarakat yang memperoleh pekerjaan pada industri-
industri di wilayah Kawasan Industri Modern sehingga dapat memperoleh
penghasilan setiap bulannya dan mampu memperbaiki kehidupannya menjadi
lebih layak serta dapat menyekolahkan anak-anak mereka hingga pada tingkat
pendidikan yang lebih tinggi.
Disamping itu, beliau juga memaparkan bahwa keberadaan Kawasan
Industri Modern juga menimbulkan aktivitas-aktivitas baru yang dapat menunjang
perekonomian masyarakat sekitar karena semenjak Kawasan Industri Modern
berdiri terdapat pertambahan jumlah penduduk yang signifikant dimana banyak
masyarakat dari luar daerah yang menetap di sekitar wilayah Desa Barengkok
untuk waktu yang cukup lama karena mencari tempat tinggal yang berdekatan
dengan lokasi tempat pekerjaan. Kondisi tersebut akhirnya dimanfaatkan oleh
beberapa masyarakat lokal maupun non lokal untuk membangun kegiatan usaha
baru yang dapat meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sehingga tak
heran saat ini banyak bermuculan aktivitas usaha ekonomi baik yang menawarkan
produk maupun jasa seperti banyaknya rumah-rumah kontrakan yang terbangun
untuk disewakan, banyaknya toko-toko yang menjual berbagai macam kebutuhan
sehari-hari mulai dari menjual makanan-makanan ringan, alat peralatan rumah
4
tangga, menjual lauk-pauk, pulsa dan lain sebagainya serta tak ketinggalan juga
banyaknya usaha jasa yang bermuculan seperti jasa mencuci dan setrika pakaian
(laundry), jasa potong rambut dan perawatan kecantikan (salon) hingga pada jasa
antar jemput (ojeg).
Namun tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan sektor industri nyatanya
juga telah membawa resiko yang menjadi salah satu penyebab terbesar terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup akibat adanya penyimpangan dalam
proses kegiatan produksi yang dilakukan setiap harinya oleh pelaku usaha
sehingga telah menyebabkan kemerosotan mutu lingkungan hidup. Sama halnya
dengan Kawasan Industri Modern yang juga memberikan dampak negatif bagi
lingkungan hidup dan kelangsungan kehidupan masyarakat sekitar yang bertempat
tinggal dekat dengan industri-industri di wilayah Kawasan Industri Modern,
karena dari 256 kegiatan industri yang telah terbangun di Kawasan Industri
Modern nyatanya hal tersebut telah meresahkan masyarakat sekitar akibat adanya
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang menjadi masalah dalam
penelitian ini:
Pertama, terjadinya pencemaran udara yang telah mengganggu kesehatan
masyarakat sekitar. Salah satu penyebabnya adalah debu yang berasal dari
kegiatan transportasi dimana banyak kendaraan besar yang keluar masuk kawasan
untuk kegiatan produksi sehingga menimbukan debu-debu dengan ukuran yang
cukup tebal dan berdasarkan hasil pengujian terhadap parameter partikulat (debu)
di area Kawasan Industri Modern walaupun pengambilan sampelnya dilakukan
hanya selama 1 jam namun menunjukkan nilai yang tinggi. Selanjutnya bentuk
5
pencemaran udara lainnya yakni berupa asap (emisi) yang berasal dari beberapa
industri peleburan besi dan baja di kawasan Industri Modern yang masih
mengeluarkan asap berwarna abu-abu hingga kehitaman, antara lain PT. Shunfa
Langgeng Jaya Steel, PT. Citra Baru Steel, PT. Shin An Steel, dan PT. Century
Metalindo. Selain kegiatan peleburan besi dan baja, kegiatan yang juga
mengeluarkan asap antara lain industri bata ringan, industri kertas, dan industri
furnitur. (Sumber: Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
Tahun 2016). Berdasarkan data pengaduan lingkungan di kecamatan Kibin Tahun
2014-2016 juga menunjukkan bahwa setiap tahunnya telah terjadi pengaduan
kasus lingkungan berkenaan dengan pencemaran udara seperti yang terlihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 1.1 Pengaduan Pencemaran Udara di Kecamatan Kibin Tahun 2014-2016
No Waktu diterimanya pengaduan
Sumber Pencemar
Pokok Aduan Hasil Verifikasi Lapangan Tindak Lanjut Setelah Verifikasi
1. 13 Oktober 2014
PT. Ducon Tetrablock Indonesia (Industri
Pembuatan Bata Ringan) Kecamatan
Kibin
Pemberitahuan kejadian unjuk rasa masyarakat Desa Nambo Ilir
kepada PT.Ducon
karena debu, bising, dan bau.
1. Polusi udara dan debu dari aktivitas produksi pembuatan bata ringan karena cerobong khusus asap dan kelengkapannya belum tersedia
2. Belum terlengkapinya ijin pembuangan limbah dan TPSL B3
Perusahaan diarahkan untuk segera menyediakan sarana pengendalian polusi udara dan bau paling lambat 10 hari, mengurangi kapasitas produksi selama perbaikan, melaporkan progress perbaikan dan menjaga kondusivitas lingkungan sosial.
2. 3 Agustus 2015
PT. Central Steel
Indonesia (Industri
Peleburan besi dan baja)
Kecamatan Kibin
1. Pencemaran udara akibat asap pembakaran
2. Pemberian dana CSR yang tidak merata
1. Saat dilakukan kunjungan terlihat asap yang keluar dari PT. Central Steel Indonesia tetapi asapnya sedang mengarah ke arah yang berlawanan dari lokasi pengaduan masyarakat.
2. Udara ambient di lokasi pemukiman pengadu terlihat normal dan tidak tercium bau.
3. Berdasarkan informasi dari masyarakat, asap masuk ke rumah penduduk pada malam dan dini hari.
PT. CSI dipanggil ke BLH untuk diberi arahan memperbaiki pengelolaan asap pembakaran dan agar memberikan bantuan CSR (dana/makanan suplemen) kepada masyarakat sekitar.
6
3. 4 Februari 2016
PT. Tiga Muara Emas
Makmur (Industri Pestisida)
Kecamatan Kibin
Adanya bau yang menyengat dan kebisingan dari kegiatan.
1. Kegiatan sedang beroperasi normal.
2. Sesekali tercium bau bahan kimi khas pestisida di ruang produksi gudang bahan dan di bagian belakang perusahaan (dekat dengan ruang produksi dan IPAL).
3. Adanya ceceran bahan kimia yang bersifat bau.
4. Saluran dan bak penampung bahan kimia dalam keadaan terbuka sehingga menambah intensitas bau.
5. Tidak terdengar suara bising
6. Adanya pembakaran sampah dan penataan ruang yang belum rapih.
Kepada perusahaan diberikan arahan: 1. Segera membersihan ceceran
bahan/produk. 2. Pemberian penutup di saluran
dan bak penampung limbah agar bau dapat terkurangi.
3. Agar tidak melakukan pembakaran sampah, sampah domestik dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
4. Agar melakukan penataan ruang (housekeeping) yang lebih rapih.
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
Menurut data di atas yang diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang menggambarkan bahwa dari tahun 2014 sampai dengan tahun
2016 terdapat pengaduan lingkungan akan adanya pencemaran udara berupa debu,
asap, dan bau yang menyengat dari kegiatan produksi industri yang melibatkan 3
industri di Kecamatan Kibin yaitu PT. Ducon Tetrablock Indonesia (Industri
Pembuatan Bata Ringan), PT. Central Steel Indonesia (Industri Peleburan besi dan
baja), dan PT. Tiga Muara Emas Makmur (Industri Pestisida), dimana ketiganya
berlokasi di Kawasan Industri Modern. Kondisi tersebut juga nyatanya telah
mengganggu sisi kesehatan masyarakat dimana jenis penyakit yang sering
ditimbulkan dari pencemaran lingkungan masih ditempati oleh penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Hal tersebut juga diperkuat dengan keterangan
dari pihak Unit Pelaksana Teknis Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan
Kibin yang menyebutkan bahwa penyakit tersebut memang sering menyerang
penduduk yang berada di kawasan Industri, termasuk Kecamatan Kibin yang
7
merupakan Kecamatan di Kabupaten Serang yang memiliki kegiatan industri
terbanyak.
Berikut data yang diperoleh peneliti dari pihak Unit Pelaksana Teknis
Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat Kibin mengenai 20 Besar Penyakit yang
sering menyerang penduduk Kecamatan Kibin pada Tahun 2016:
Tabel 1.2 Jenis Penyakit yang Menyerang Masyarakat Kecamatan Kibin Tahun 2016
No Kode Penyakit Nama Penyakit Jumlah
1. J06 Infeksi Saluran Pernafasan Akut YTT 3.932
2. Z00 Sehat (Hanya Kontrol Saja) 1.761
3. K29.7 Gastritis, unspecified 1.346
4. A09.1 Diare and Gastroenteritis non Spesifik 1.115
5. R50 Febris tanpa sebab yang jelas 1.103
6. I10 Hipertensi Esensial 932
7. R05 Batuk 827
8. M79.1 Myalgia 772
9. R51 Chepalgia/ Headache/ Sakit Kepala 692
10. L30.0 Dermatitis Nummular 605
11. J00 Nasofaringitis Akut (common cold) 592
12. A15.0 TBC Paru BTA (+) Tanpa Biakan 533
13. R68 Penyakit Lain-lain 478
14. M06 Rhematoid Artritis 380
15. K04 Penyakit Pulpa dan Jaringan 362
16. E14 Diabetes Mellitus YTT 317
17. H10 Conjunctivitis 274
18. D50.8 Anemia Defisiensi Besi (Fe) 267
19. O21.1 Hyperemesis Gravidarum dg ggg metabolic 259
20. A09.2 Diare Disentri Basiler 253
Sumber: UPTD Puskesman Kibin, 2016
8
Berdasarkan data di atas yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis
Daerah Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Kibin peneliti dapat menganalisis
bahwa dari 20 besar jenis penyakit yang sering menyerang masyarakat Kibin,
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan jenis penyakit yang
menempati posisi urutan pertama dan terbanyak menyerang masyarakat
Kecamatan Kibin yang berjumlah 3.932 jiwa yang salah satunya diakibatkan
karena adanya pencemaran udara yang berasal dari beberapa Kawasan Industri di
Kecamatan Kibin.
Kedua, penurunan kualitas terhadap sungai yang telah mengganggu
ekosistem makhluk hidup didalamnya dan aktivitas masyarakat. Penurunan
kualitas sungai tersebut dibuktikan dengan terjadinya pencemaran terhadap sungai
Cikambuy di wilayah Desa Cijeruk yang kurang lebih telah terjadi selama 10
tahun lamanya dimana sungai tersebut letaknya mengelilingi perkampungan
warga dan kondisinya yang semakin memperhatikan karena telah mengganggu
kehidupan ekosistem makhluk hidup lain di dalamnya dengan banyaknya ikan
yang mati karena kondisi airnya yang telah terkontaminasi oleh bahan zat kimia
dari kegiatan produksi. Kondisi tadi juga mengakibatkan sungai tersebut tidak
dapat dipergunakan kembali sebagaimana dahulu masyarakat dapat
menggunakannya untuk keperluan sehari-hari. Kondisinya saat ini bisa dilihat
pada gambar di bawah ini:
9
Gambar 1.1 Kondisi Sungai Cikambuy
Sumber: Peneliti, 2016
Berdasarkan gambar di atas peneliti dapat menggambarkan bahwa kondisi
sungai Cikambuy saat ini memang telah tercemar keadaannya menjadi kotor,
warnanya pun berubah menjadi hitam pekat, berbusa, dan telah menimbulkan bau
yang amat tidak sedap setiap harinya yang telah mengganggu kehidupan
masyarakat sekitar yang diakibatkan karena penggunaan bahan kimia pada
kegiatan produksi, dan pengelolaan limbah cair yang tidak dilakukan secara baik
dan benar hingga akhirnya ikut terbuang ke saluran limbah milik masing-masing
industri yang selanjutnya bermuaran ke Sungai Cikambuy dan akan berujung
hingga bermuara ke Sungai Ciujung sehingga keberadaan Kawasan Industri
Modern juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Sungai Ciujung
mengalami pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Disamping itu menurut
pengakuan salah seorang tokoh masyarakat dari Desa Cijeruk bernama Rosihin
sampai saat ini pencemaran sungai Cikambuy masih terus terjadi dan belum ada
tindak lanjut yang serius dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selaku
10
unsur pelaksana otonomi daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup maupun
dari pihak Kawasan Industri Modern selaku pengelola kawasan dan induk industri
dari industri-industri yang berada pada area Kawasan Industri Modern.
Ketiga, berkurangnya sumber mata air yang menyebabkan masyarakat
kesulitan dalam memperoleh air bersih. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak
berfungsinya mesin jet pump milik sebagian besar masyarakat yang bertempat
tinggal dekat dengan lokasi Kawasan Industri Modern karena air lebih terserap
oleh industri-industri yang menggunakan teknologi yang lebih canggih dibanding
yang dimiliki masyarakat. Sehingga saat ini sebagian besar masyarakat yang
bertempat tinggal dekat dengan Kawasan Industri Modern dapat memperoleh air
bersih untuk keperluan sehari-hari didapat dari penggunaan satelit dimana sumber
atau titik utama air bertumpu pada salah satu tempat dan dikelola orang seorang
warga yang mencari dan menggali titik sumber mata air yang baru dengan
penggunaan teknologi yang maju yang kemudian air akan disalurkan kepada
rumah-rumah warga dengan menggunakan teknik pemasangan beberapa paralon
dan alat meteran pada setiap rumah warga sehingga jumlah banyaknya air yang
digunakan oleh setiap warga nantinya dapat dilihat dan dipantau dari besarnya
angka yang termuat dalam alat meteran tersebut yang juga menjadi tanda berapa
besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap warga setiap bulannya
didasarkan pada angka yang termuat dalam alat meteran tersebut untuk kemudian
dikalikan dengan harga air per meter kubiknya. Sehingga biaya yang akan
dikeluarkan oleh setiap warga akan berbeda-beda disesuaikan dengan
penggunaanya masing-masing.
11
Hal di atas juga didukung oleh pernyataan yang disampaikan oleh Lia
Purnamasari salah seorang warga Kampung Sadang Desa Barengkok yang
bertempat tinggal dekat dengan Kawasan Industri Modern yang menyatakan
bahwa setelah terbangunnya Kawasan Industri Modern banyak masyarakat yang
mengalami kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan mandi, cuci, dan
kakus (MCK) karena saat ini mesin jet pump yang ada di setiap rumah warga
sudah sangat sulit untuk berfungsi kembali karena memang airnya yang sulit
untuk keluar sehingga saat ini masyarakat banyak yang menggunakan satelit yang
tumpuan utamanya berada pada rumah salah seorang warga yang sifatnya
berbayar sesuai dengan penggunaannya.
Kondisi diatas tentunya mendorong peran Pemerintah Daerah khusunya
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selaku unsur pelaksana otonomi
daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup seyogyanya harus menggiatkan
prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup yang
mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan
cara menserasikan aktifitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk
menopangnya, selain itu dibutuhkan peran aktif dari Pemerintah Daerah dan
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam menyelenggarakan upaya
pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sehingga
resiko terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dapat ditekan
sekecil mungkin agar tidak menimbulkan resiko pencemaran dan kerusakan
lingkungan yang lebih besar lagi.
12
Berdasarkan uraian permasalahan-permasalahan di atas, maka peneliti
tertarik mengambil tema penelitian mengenai “Peran Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan
Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang.”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah peneliti uraikan dalam latar belakang
masalah diatas, maka peneliti melakukan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Terjadinya pencemaran udara yang telah mengganggu kesehatan
masyarakat sekitar.
2. Penurunan kualitas terhadap sungai yang telah mengganggu
ekosistem makhluk hidup didalamnya dan aktivitas masyarakat.
3. Berkurangnya sumber mata air yang menyebabkan masyarakat
kesulitan dalam memperoleh air bersih.
1.3 Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka peneliti membatasi
penelitian ini hanya pada Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di
Kecamatan Kibin Kabupaten Serang.
13
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang telah dijelaskan di
atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk pengendalian dampak lingkungan yang
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
terhadap dampak pencemaran kawasan industri di wilayah
Modern?
2. Hambatan dan upaya apa saja yang ditempuh oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan
dalam melakukan pengendalian terhadap dampak pencemaran
kawasan industri di wilayah Modern?
1.5 Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian apapun tentu memiliki suatu tujuan yang dijadikan
sebagai tolak ukur dan menjadi target dari kegiatan penelitian tersebut. Dari
masalah penelitian yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk pengendalian dampak lingkungan yang
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
terhadap dampak pencemaran kawasan industri di wilayah Modern.
2. Untuk mengetahui hambatan dan upaya yang ditempuh oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan
14
dalam melakukan pengendalian terhadap dampak pencemaran
kawasan industri di wilayah Modern.
1.6 Manfaat Penelitian
Suatu penelitian akan lebih bermakna apabila bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, maupun bagi kehidupan masyarakat. Maka dari
itu, peneliti memiliki kegunaan secara teoritis maupun praktis:
1. Manfaat Teoritis
a. Pengembangan Ilmu Administrasi Negara
Dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat
mengaplikasikan dan menambah wawasan mengenai materi-
materi dan teori-teori yang telah didapat dari proses pengajaran
dan bermanfaat untuk digunakan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan Ilmu Administrasi Negara.
b. Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan semoga dapat dijadikan
referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut dengan topik yang sama.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis, semoga semakin memperluas wawasan berfikir
mengenai peran dari sebuah Organisasi Perangkat Daerah yang
memiliki kewenangan melaksanakan urusan pemerintah daerah
di bidang tertentu dalam menjalankan tugas pokok dan
15
fungsinya sehingga memenuhi harapan masyarakat dari
keberadaan unsur pelaksana pemerintah daerah tersebut.
b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan informasi mengenai peran Dinas lingkungan hidup
Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran
dari adanya kawasan industri di suatu daerah.
c. Bagi industri atau perusahaan, penelitian ini diharapkan
mampu menjadi bahan informasi yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan perusahaan.
d. Bagi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, penelitian
ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai program
dan kebijakan pengendalian dampak lingkungan yang akan
disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
selanjutnya.
e. Bagi intansi pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu
menjadi data dan informasi mengenai Peran Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak
Pencemaran Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin
Kabupaten Serang, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi dinas-dinas
tekait dalam bidang ini.
16
1.7 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini dibagi kedalam lima bagian masing-masing terdiri
dari sub bagian, sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar Belakang Masalah menerangkan atau menjelaskan ruang
lingkup dan kedudukan masalah yang diteliti. Bentuk penerangan
dan penjelasan dalam penelitian ini akan diuraikan secara dedukatif,
artinya dimulai dari penjelasan yang berbentuk umum hingga
menjelaskan ke masalah yang lebih spesifik dan relevan dengan tema
yang diambil.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang
akan diteliti, kemudian dikaitkan dengan tema/topik/judul penelitian.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mempermudah penelitian dan untuk menghemat waktu dan
biaya maka peneliti membatasi penelitian ini.
1.4 Rumusan Masalah
Perumusan masalah bertujuan untuk memilih dan menetapkan
masalah yang paling urgen yang berkaitan dengan judul penelitian.
Dalam bagian ini juga akan didefinisikan permasalahan yang telah
diterapkan dalam kalimat tanya.
17
1.5 Tujuan Penelitian
Mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan
dilaksanakannya penelitian terhadap masalah yang telah dirumuskan.
Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan
masalah penelitian.
1.6 Manfaat Penelitian
Menjelaskan tentang manfaat teoritis dan praktis terkait dengan
temuan penelitian.
1.7 Sistematika Penulisan
Yaitu menjelaskan isi bab per babnya dan menjelaskan urutan
penulisan skripsi ini secara keseluruhan.
BAB II : LANDASAN TEORI, DAN ASUMSI DASAR
2.1 Landasan Teori
Landasan Teori mengkaji teori dan konsep yang relevan dengan
permasalahan penelitian, sehingga akan memperoleh konsep
penelitian yang sangat jelas.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kajian penelitian yang pernah
dilakukan oleh penulis sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai
sumber ilmiah.
18
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka Berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai
kelanjutan dari perbincangan kajian teori untuk memberikan
penjelasan kepada pembaca mengenai asumsi dasarnya.
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Asumsi dasar merupakan jawaban sementara dan akan diuji
kebenarannya.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Bagian ini menguraikan tentang tipe/pendekatan dan metode apa
yang akan digunakan dalam penelitian ini.
2.2 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi
kajian penelitian yang akan dilakukan.
2.3 Lokasi Penelitian
Menjelaskan tempat (locus) penelitian yang akan dilakukan.
2.4 Variabel Penelitian
2.4.1 Definisi Konsep
Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang
akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka
teori yang digunakan.
19
2.4.2 Definisi Operasional
Merupakan penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam
rincian yang terukur (indikator penelitian). Variabel penelitian
dilengkapi dengan tabel matriks yang berisi dimensi, sub
dimensi dan nomor pertanyaan sebagai lampiran.
2.5 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul
data yang digunakan, dalam hal ini instrumennya adalah peneliti
sendiri dan akan disampaikan pedoman wawancara yang akan
digunakan dalam pengumpulan data dan observasi.
3.6 Informan Penelitian
Informan penelitian yaitu pihak yang memberikan informasi baik
secara lisan maupun tulisan kepada peneliti. Pemberian informasi
biasanya didapatkan dengan cara wawancara dengan peneliti.
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menjelaskan teknik analisis dan rasionalisasinya, yaitu memaparkan
teknik pengolahan dan analisis data yang akan digunakan dalam
penelitian ini.
3.8 Jadwal Penelitian
Menjelaskan jadwal penelitian, beserta tahapan penelitian yang akan
dilakukan serta dilengkapi dengan tabel jadwal penelitian.
20
BAB IV : HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian
secara jelas, struktur organisasi serta hal lain yang berhubungan
dengan objek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan memggunakan teknik analisis data yang relevan.
4.3 Temuan Lapangan
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan menggunakan teknik analisa data kualitatif.
4.4 Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat,
jelas, dan mudah dipahami.
5.2 Saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang
diteliti baik secara teoritis maupun praktis.
21
DAFTAR PUSTAKA
Pada bagian ini berisi daftar referensi yang digunakan dalam penysunan
skripsi ini.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Memuat lampiran-lampiran yang dianggap perlu dan relevan, tersusun
secara berurutan yang dianggap perlu oleh peneliti karena berkaitan dengan data
penelitian dan sebagai bukti kuat dalam penyusunan penelitian.
22
BAB II
LANDASAN TEORI DAN ASUMSI DASAR
2.1 Landasan Teori
Teori merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah penelitian,
karena sifatnya ilmiah, maka seorang peneliti haruslah berbekal teori untuk
mendukung penyelesaian masalah yang ada. Landasan teori dalam suatu
penelitian merupakan uraian yang sistematis tentang teori yang bukan hanya
terdiri dari pendapat beberapa pakar atau penulis buku saja, melainkan juga
merupakan hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Pada bab
ini, peneliti akan menggunakan beberapa teori yang relevan dengan tema
penelitian yang dijadikan sebagai pedoman dan acuan dalam penyusunan
penelitian ini.
2.1.1.Konsep Pengendalian Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari
fungsi-fungsi manajemen. Jadi, manajemen merupakan suatu proses untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Menurut Hasibuan (2011:2), manajemen adalah ilmu dan seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Definisi yang paling sederhana dari istilah manajemen adalah
proses pengambilan keputusan. Stoner dalam Yuwono (2005:2)
menyatakan bahwa:
23
“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.” Sedangkan Draft dalam Yuwono (2005:2) berpendapat bahwa
manajemen mempunyai empat fungsi dasar sebagai berikut:
1. Perencanaan (planning) berhubungan dengan penentuan tujuan yang ingin diraih oleh organisasi, penetapan tugas-tugas, dan alokasi sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut. Perencanaan adalah aspek terpenting dalam organisasi karena fungsi pengendalian dan pertanggungjawaban merujuk pada dokumen perencanaan, baik aspek kegiatan maupun keuangan.
2. Pengorganisasian (organizing) berkaitan dengan penetapan dan pengelompokkan tugas peran serta tanggungjawab ke dalam unit hingga individu dan pengalokasian sumber daya terkait. Sebagai catatan penting, dalam lingkungan persaingan yang turbulen, organisasi harus fleksibel, tidak kaku, dan mengikuti kebutuhan dari perencanaan strategis organisasi.
3. Kepemimpinan (leading) melibatkan pengguna kewenangan dalam menggerakan dan mengalokasikan sumber daya ke arah organisasi serta untuk memotivasi karyawan dalam meraih sukses bersama. Dalam sebuah organisasi yang besar, kepemimpinan tim (team leadership), terutama tim manajemen puncak sangat menentukan roda organisasi dalam menggapai sukses dalam persaingan.
4. Pengendalian (controlling) merupakan fungsi manajemen yang berhubungan dengan pemantauan berbagai program dan aktivitas, menjaga organisasi agar tetap berjalan ke arah pencapaian sasaran dalam membuat berbagai koreksi yang diperlukan. Disini, sistem pengendalian manajemen, baik aspek strategis dan operasional menjadi kata kunci.
Sistem pengendalian manajemen merupakan salah satu aspek
manajemen yang berperan dalam pengendalian seluruh aktivitas organisasi
agar sesuai dengan perencanaan yang dilakukan secara sistematis.
Menurut Anthony dan Vijay dalam Yuwono (2005:4) “management
24
control is the process by which managers influence other members of the
oragnization to implement the organization’s strategis”. Kurang lebih
mempunyai makna bahwa pengendalian manajemen adalah proses ketika
manajer mempengaruhi anggota lain dari dalam organisasi untuk
menerapkan strategi organisasi.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian
manajemen adalah suatu proses menggerakkan seluruh orang dalam
organisasi untuk memastikan bahwa mereka memahami dan bertindak
sesuai dengan strategi perusahaan dan penjabarannya. Ini berarti bahwa
sistem pengendalian manajemen dan prosedur yang dikhususkan bagi
pengendalian tujuan-tujuan strategis harus terhubung dengan pengendalian
manajemen (operasional/nonstrategis). Dengan demikian, keberhasilan
tujuan-tujuan strategis merupakan hasil akhir dari rangkaian berbagai
keberhasilan operasional.
Karakteristik pengendalian yang baik (good control) adalah suatu
sistem pengendalian yang berorientasi ke depan, objective driven, dan
tidak selalu ekonomis Vijay G dalam Yuwono (2005:4). Merchant dengan
menyitir pendapat Ouchi dalam Yuwono (2004:4) membagi objek
pengendalian dalam tiga jenis sebagai berikut:
1. Action Control adalah bentuk pengendalian untuk menjamin bahwa setiap pegawai melakukan (tidak melakukan) aktivitas-aktivitas tertentu yang dianggap bermanfaat (tidak bermanfaat) bagi organisasi.
2. Result Control adalah pengendalian yang lebih menekankan pada hasil akhir, dengan mengesampingkan melalui tindakan apa sesuatu itu diperoleh.
25
3. Personnel/culture control adalah bentuk pengendalian yang mengandalkan pada kendali-perilaku pegawai atau pengendalian sesama pegawai sesuai nilai-nilai, norma, atau budaya yang telah ada yang ingin diciptakan dalam organisasi.
2.1.2 Konsep Peran Organisasi Sektor Publik Menurut Mahsun (2006) sektor publik dapat dipahami sebagai
segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum dan
penyediaan barang dan jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau
pendapatan negara lainnya yang diatur dengan hukum. Jadi, munculnya
sektor publik berawal dari adanya kebutuhan masyarakat secara bersamaan
terhadap barang atau layanan tertentu. Agar tercapai prinsip keadilan
dalam hal pengalokasian dan pendistribusian barang dan layanan umum,
maka dipilih sekelompok masyarakat sebagai pengelola, yang salah
satunya kini dikenal dengan sebutan pemerintah. Sebagai penyelenggara
pelayanan publik, pemerintah baik pusat maupun daerah
bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Organisasi yang tergolong sebagai organisasi sektor publik di indonesia
mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, sejumlah perusahaan
yang bersahamkan pemerintah (BUMN, BUMD), organisasi bidang
pendidikan, organisasi bidang kesehatan, dan organisasi-organisasi massa.
Sebagai lembaga pengelola barang publik dan penyedia pelayanan,
menurut Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) organisasi sektor publik
memiliki tiga peran utama yaitu:
26
1. Regulatory role, regulasi-regulasi sangat dibutuhkan masyarakat agar mereka secara bersama-sama bisa mengonsumsi dan menggunakan public goods. Sektor publik sangat berperan dalam menetapkan segala aturan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Tanpa ada aturan oleh organisasi-organisasi di lingkungan sektor publik maka ketimpangan akan terjadi di masyarakat. Sebagian masyarakat pasti akan dirugikan karena tidak mampu memperoleh barang atau layanan yang sebetulnya untuk umum.
2. Enabling role, tujuan akhir dari sebagian besar regulasi adalah memungkinkannya segala aktivitas masyarakat berjalan secara aman, tertib dan lancar. Sektor publik mempunyai peran yang cukup besar dalam memperlancar aktivitas masyarakat yang beraneka ragam tersebut. Wujud peran ini antara lain; Dinas Ketertiban mengatur pedagang kaki lima agar memungkinkan jalan raya tidak macet. Kantor Pemadam Kebakaran menanggulangi musibah kebakaran agar tidak menimbulkan banyak kerugian.
3. Direct provision of goods and service, semakin kompleks dan meluasnya area sektor publik maka sebagian sektor publik mulai dilakukan privatisasi. Privatisasi mengharusnya sektor publik masuk dala mekanisme pasar. Sektor Publik berperan dalam mengatur berbagai kegiatan produksi dan penjualan barang atau jasa, public good dan quasi public goods. Peran sektor publik dalam hal ini adalah ikut serta mengendalikan dan mengawasi dengan sejumlah regulasi yang tidak merugikan publik. Jika dilihat dari definisi dan peran sektor publik tersebut diatas,
maka dengan kata lain sektor publik adalah government (pemerintah) yang
berfungsi untuk mensejahterakan masyarakat, dimana pemerintah diberi
‘kekuasaan’ oleh masyarakat untuk mengatur dan menjamin pemenuhan
kebutuhan barang dan jasa yang berlandaskan hukum.
2.1.3 Konsep Lingkungan Hidup
Penggunaan istilah “lingkungan” sering kali digunakan secara
bergantian dengan istilah “lingkungan hidup”. Kedua istilah tersebut
meskipun secara harfiah dapat dibedakan, tetapi pada umumnya digunakan
dengan makna yang sama, yaitu lingkungan dalam pengertian yang luas,
27
yang meliputi lingkungan fisik, kimia, maupun biologi (lingkungan hidup
manusia, lingkungan hidup hewan, dan lingkungan hidup tumbuhan).
Menurut Munadjat Danusaputro (1985:67) lingkungan atau
lingkungan hidup adalah semua benda dan daya serta kondisi, termasuk di
dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang
dimana manusia berada dan memengaruhi kelangsungan hidup serta
kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya. Sementara itu,
menurut Otto Soemarwoto (1991:48) lingkungan hidup diartikan sebagai
ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup
dan tak hidup di dalamnya. Manusia bersama tumbuhan, hewan, dan jasad
renik menempati suatu ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam
ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti udara yang terdiri atas
bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair, padat, tanah, dan batu. Ruang
yang ditempati makhluk hidup bersama benda hidup dan tak hidup inilah
dinamakan lingkungan hidup. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 Pasal 1 menjelaskan lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.
Secara yuridis pengertian lingkungan hidup pertama kali
dirumuskan dalam UU No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UULH-1982), yang
28
kemudian dirumuskan kembali dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (disingkat UUPLH-1997) dan terakhir
dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (disingkat UUPLH-2009). Perbedaan mendasar
pengertian lingkungan hidup menurut UUPLH-2009 dengan kedua
undang-undang sebelumnya yaitu tidak hanya untuk menjaga
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain, tetapi juga kelangsungan alam itu sendiri.
Berdasarkan pengertian dalam ketiga undang-undang tersebut,
jelas bahwa lingkungan hidup terdiri atas dua unsur atau komponen, yaitu
unsur atau komponen makhluk hidup (biotic) dan unsur atau komponen
makhluk tak hidup (abiotic). Diantara unsur-unsur tersebut terjalin suatu
hubungan timbal balik, saling mempengaruhi, dan ada ketergantungan satu
sama lain. Makhluk hidup yang satu berhubungan secara timbal balik
dengan makhluk hidup lainnya dan dengan benda mati (tak hidup) di
lingkungannya. Adanya hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya menunjukkan bahwa makhluk hidup dalam
kehidupannya selalu berinteraksi dengan lingkungan dimana ia hidup.
Makhluk hidup akan mempengaruhi lingkungannya, dan sebaliknya
perubahan lingkungan akan mempengaruhi pula kehidupan makhluk
hidup.
29
Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor.
Pertama, oleh jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan
hidup tersebut. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam
lingkungan hidup itu. Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan
hidup. Keempat, faktor non-materiil suhu, cahaya, dan kebisingan.
2.1.4 Peran Dinas Lingkungan Hidup
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang merupakan unsur
pelaksana otonomi daerah di bidang lingkungan hidup, yang dipimpin oleh
seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kabupaten Serang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Serang yang ditindak
lanjuti dengan Peraturan Bupati Serang Nomor 69 Tahun 2016 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang.
Berbicara mengenai peran maka akan berhubungan erat dengan
tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankan oleh organisasi perangkat
daerah sebagai suatu organisasi publik. Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang berfungsi sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di
bidang lingkungan hidup yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai
berikut:
30
a. Tugas
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang mempunyai tugas pokok
melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang Lingkungan Hidup
berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan.
b. Fungsi
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang mempunyai fungsi:
1. Perencanaan program kegiatan pencegahan dampak lingkungan, pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam dan persampahan serta pertamanan.
2. Pengkoordinasian dengan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam kegiatan pencegahan dampak lingkungan, pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam dan persampahan serta pertamanan.
3. Pelaksanaan administrasi dan teknis operasional pencegahan dampak lingkungan, pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam dan persampahan serta pertamanan.
4. Pengelolaan data dan pelaporan pelaksanaan kegiatan pencegahan dampak lingkungan, pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam dan persampahan serta pertamanan.
Berdasarkan Peraturan Bupati Serang Nomor 69 Tahun 2016
tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang terdiri atas :
1. Kepala Dinas 2. Sekretaraiat, membawahi:
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian b. Sub Bagian Keuangan c. Sub Program dan Evaluasi
31
3. Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan, membawahi: a. Seksi Kajian Lingkungan b. Seksi Bina Lingkungan dan Kegiatan Usaha c. Seksi Bina Lingkungan Masyarakat
4. Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, membawahi: a. Seksi Pengawasan Lingkungan b. Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan c. Seksi Penanganan Kasus Lingkungan
5. Bidang Konservasi Sumber Daya Alam, membawahi: a. Seksi Pengelolaan Sistem Informasi Sumber Daya
Alam dan Lingkungan b. Seksi Pengendalian Sumber Daya Alam dan
Lingkungan c. Seksi Pemulihan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan 6. Bidang Persampahan dan Pertamanan, membawahi:
a. Seksi Pengelolaan Sampah b. Seksi Sarana dan Prasarana Persampahan c. Seksi Pengelolaan Pertanaman
7. Kelompok Jabatan Fungsional 8. Unit Pelaksana Teknis membawahi;
a. Pelayanan Laboratorium Lingkungan b. Pelayanan Persampahan Wilayah Timur c. Pelayanan Persampahan Wilayah Tengah d. Pelayanan Persampahan Wilayah Barat
Mengacu pada tugas pokok dan fungsi Dinas Lingkungan Hidup
sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, sebagai salah satu bagian dari
organisasi publik sekaligus sebagai lembaga teknis daerah Dinas
Lingkungan Hidup diharapkan mampu menjalankan perannya dengan
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di bidang lingkungan hidup
sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan
sehingga dapat memenuhi harapan masyarakat akan peran Dinas
Lingkungan Hidup dalam mencegah dan mengatasi permasalahan
lingkungan hidup.
32
Berkenaan dengan kewenangan yang dimiliki Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang dalam perencanaan, pengaturan, pelaksanaan,
dan pengawasan kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup
untuk mengendalikan permasalahan lingkungan yang kemudian
dihubungkan dengan permasalahan yang peneliti kaji berkaitan dengan
peran Dinas Lingkungan Hidup dalam upaya pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup, jika dikaitkan dengan konsep Jones
(1993) dalam Mahsun (2006:8) yang telah dijelaskan diatas, maka peran
dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang adalah sebagai berikut:
1. Regulatory role, yang merupakan penerapan dari fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan (Planning) dimana Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam merencanakan program dan kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup berkenaan dengan pengendalian dampak pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan hidup yang bertujuan menciptakan ketaatan bagi pelaku industri dan seluruh lapisan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Enabling role, yang merupakan penerapan fungsi manajemen yaitu fungsi pelaksanaan (Actuating) dimana Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam menyelenggarakan program kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup terutama penegakkan peraturan yang berkenaan dengan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup agar setiap pelaku industri dalam melaksanakan kegiatannya tetap berpedoman pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
3. Directing Role,yang merupakan penerapan dari fungsi manajemen yaitu fungsi pengawasan (Controlling) dimana Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam mengawasi proses pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh setiap pelaku industri serta regulasi di bidang pengelolaan hidup yang telah ditetapkan dalam undang-undang dengan tujuan agar kegiatan produksi yang dijalankan tidak berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang dapat merugikan masyarakat.
33
2.1.5 Konsep Pengendalian Lingkungan Hidup
Mengacu pada Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menjadi dasar
payung hukum di bidang lingkungaan hidup menjelaskan bahwa ruang
lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:
a. Perencanaan b. Pemanfaatan c. Pengendalian d. Pemeliharaan e. Pengawasan f. Penegakan hukum
Berkenaan dengan fokus penelitian yang peneliti lakukan berkaitan
dengan Peran Dinas Lingkungan Hidup dalam hal upaya pengendalian
dampak pencemaran dari keberadaan kawasan industri, dengan demikian
peneliti akan lebih berfokus pada upaya pengendalian yang diatur dalam
Undang-undang No 32 Tahun 2009 yang menjelaskan bahwa
pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggungjawab
usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan peran, dan
tanggungjawab masing-masing yang meliputi beberapa upaya diantaranya:
1. Pencegahan
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup terdiri atas:
a. Kajian Lingkungan Hidup Strategis b. Tata Ruang c. Baku Mutu Lingkungan d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup e. AMDAL
34
f. UKL-UPL g. Perizinan h. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup i. Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup j. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup k. Analisis Risiko Lingkungan Hidup l. Audit Lingkungan Hidup m. Instrument lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Penanggulangan
Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup dilakukan dengan:
a. Pemberian Informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat.
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
c. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungam hidup.
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Pemulihan
Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan:
a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar.
b. Remediasi. c. Rehabilitasi. d. Restorasi e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan hal diatas, maka peneliti dapat memahami bahwa
pengendalian dampak lingkungan merupakan sebuah proses
mengendalikan, pengekangan agar tidak terjadi sesuatu yang menyimpang
berupa pencemaran/kerusakan lingkungan yang dapat dilakukan dengan
cara pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan yang merupakan tugas
35
dan tanggungjawab dari pemerintah, pemerintah daerah, dan pelaku dunia
usaha.
2.1.6 Definisi Pencemaran Lingkungan Hidup
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud dengan
Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan.
Menurut Silalahi (2001:154) Pencemaran merupakan bentuk
environmental impairment, adanya gangguan, perubahan, atau perusakan,
bahkan adanya benda asing di dalamnya yang menyebabkan unsur
lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (reasonanble
function).
Definisi Pencemaran menurut Raihan (2006:11) adalah berkaitan
erat dengan teknologi dan industrialisasi serta gaya hidup, pencemaran
dapat terjadi pada 3 dimensi bumi yaitu tanah, air, dan udara. Pencemaran
baru akan terjadi apabila suatu zat dengan tingkat konsentrasi yang
melampaui ambang batas yang ditetapkan atau dengan tingkat konsentrasi
tertentu sehingga dapat mengubah kualitas lingkungan dan kondisi
lingkungan baik langsung atau tidak langsung yang berakibat lingkungan
tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Menurutnya pencemaran dapat
diakibatkan karena:
36
1. Kegiatan pertanian, yang dikarenakan pemakaian pestisida kimia serta pupuk organik.
2. Kegiatan industri, seperti logam, air, buangan panas, asap. 3. Kegiatan pertambangan yang berupa terjadinya pencemaran
udara, rusaknya lahan akibat penggalian dan buangan-buanga penambangan.
4. Alat transportasi yang berupa asap, naiknya suhu.
Untuk mencegah pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas
tersebut maka peru dilakukan pengendalian terhadap pencemaran
lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah
cair, baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan sebagainya.
2.1.7 Definisi Kawasan Industri
Menurut Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2009 Tentang
Kawasan Industri yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi
yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau
barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri. Sedangkan yang dimaksud dengan kawasan industri adalah
kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan
Industri. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang
diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
37
Dalam hal ini peneliti mengambil objek kajian yang akan diteliti
berupa Kawasan Industri Modern yang merupakan salah satu kawasan
industri yang terletak di zona Serang Timur yang menurut Peraturan
Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029 Pasal 11 ayat 2
menjelaskan bahwa Strategi Sentra Kawasan Pengembangan Serang
Timur, antara lain:
1. Mengembangkan kawasan industri, agro-industri, industri perternakan dan industri kecil/kerajinan rakyat.
2. Mengembangkan pertanian yang dilakukan secara terpadu, tidak saja dalam usaha budi daya tetapi juga meliputi usaha penyediaan sarana-prasarana produksi pertanian, pengolahan hasil pertanian, pemasaran hasil pertanian, dan usaha seperti bank, penyuluhan, penelitian atau pengkajian.
3. Perdagangan dan jasa. 4. Pengembangan permukiman.
Pada pasal 12 ayat 3 dipertegas kembali bahwa Kecamatan
Cikande, Kibin, Kragilan dan Jawilan ditetapkan sebagai pusat
pengembangan industri sekaligus sebagai pusat kegiatan wilayah yang
skala pelayanannya mencakup beberapa wilayah kabupaten/kota, guna
menciptakan suatu interaksi yang mendorong terwujudnya keseimbangan
dalam perkembangan wilayahnya.
Berdasarkan pada pengertian tentang Kawasan Industri diatas dapat
disimpulkan bahwa suatu kawasan disebut kawasan industri apabila
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya area/bentengah lahan yang cukup luas dan telah dimatangkan.
2. Dilengkapi dengan sarana dan prasarana. 3. Ada suatu badan (manajemen) pengelola.
38
4. Memiliki Izin Usaha Kawasan Indsutri. 5. Biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam
jenis).
Berdasarkan batasan di atas ada beberapa hal yang dapat
dimanfaatkan dari kawasan industri, yaitu:
1. Berkaitan dengan besaran dan lokasi Kawasan Industri bisa menghasilkan dampak-dampak tertentu bagi wilayah sekitarnya, yang bila diinginkan bisa diarahkan.
2. Bisa menjadi bidang usaha pengadaan dan pemasaran “lahan industri: menurut kaidah-kaidah ekonomi pertanahan kota.
3. Bisa menjadi sarana kemudahan usaha yang secara nyata dapat diberikan berbagai bentuk intensif atau subsidi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan
hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam sebuah
penelitian. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu dijadikan
bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan
yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian
terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan Peran Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran lingkungan
sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, maka akan dicantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu berupa skripsi dan jurnal yang pernah peneliti
baca diantaranya adalah:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nurpiandi Program Studi Ilmu
Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang yang dilakukan
pada tahun 2015 dengan judul penelitian “Peran Badan Lingkungan Hidup Kota
Tanjungpinang dalam Memberikan Informasi Tentang Lingkungan Hidup kepada
39
Masyarakat di Kota Tanjungpinang”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui peran dan hambatan-hambatan yang dihadapi Badan Lingkungan
Hidup Kota Tanjungpinang dalam rangka pemberian Informasi tentang
Lingkungan Hidup kepada masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Dari hasil analisa dapat
disimpulkan bahwa peran BLH Kota Tanjungpinang dalam memberikan informasi
tentang lingkungan hidup berjalan kurang optimal ini dilihat dari jawaban
Informan, dominan menjawab kurang baik terutama pada indikator sistem
pemberian informasi dan ketersediaan sarana dan prasarana.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Dian Arival Aryadana Program
Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Riau yang dilakukan pada tahun 2015
dengan judul penelitian “Peran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
dalam Pengendalian Pencemaran terhadap Kegiatan Industri Di Kota Batam
Tahun 2011-2014”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan dari kota Batam terhadap masalah lingkungan
yang terjadi di wilayah industri kota Batam. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Peran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Kota Batam adalah menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup yang meliputi
pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
40
serta pemulihan kualitas lingkungan hidup dalam penyusunan kebijakan dan
program pengendalian dampak lingkungan. Dalam melaksanakan perannya,
Bapedalda masih mengalami hambatan antara lain masalah komitmen antara
Bapedalda Kota Batam dengan pengusaha industri yaitu tidak adanya penyerahan
laporan dokumen pengelolaan lingkungan oleh pengusaha industri kepada
Bapedada Kota Batam.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Cendra Eska Kuriananda Program
Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Negeri Surabaya yang dilakukan
pada tahun 2012 dengan judul penelitian “Peranan Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Timur Dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
(Proper)”. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan peran BLH Provinsi Jawa
Timur dalam PROPER untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, snowball
sampling, dan dokumentasi. Simpulan dari penelitian ini menjelaskan bahwa hasil
penelitian yang diperoleh adalah BLH Provinsi Jawa Timur sampai sekarang ini
masih melaksanakan PROPER. Tetapi BLH Jawa Timur menilai perusahaan atau
industri hanya sebatas hitam, merah, dan biru. Untuk penilaian hijau dan emas
BLH Jawa Timur tidak memiliki wewenang, yang berwenang menilainya adalah
Dewan PROPER dan Kementerian LH. Hambatan yang ada ialah jarak lokasi
yang jauh, kondisi industri, dan juga tidak ada pembinaan bagi pegawai BLH
kabupaten sehingga pada saat pelaksanaan PROPER, mereka hanya mendampingi
saja.
41
Berdasarkan tiga penelitian terdahulu tersebut, maka dapat digambarkan
persamaan serta perbedaan dalam penelitian yang akan peneliti lakukan.
Persamaan penelitian dalam hal ini adalah variabel yang digunakan adalah peran
dari unsur pelaksana otonomi daerah di bidang lingkungan hidup. Metode
penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan teknik pengumpulan
data yang digunakan pun sama yakni berupa wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi. Persamaan lainnya juga terletak pada fokus kajian yang peneliti
lakukan dengan peneliti kedua yang membahas mengenai peran unsur pelaksana
otonomi daerah di bidang lingkungan hidup dalam pengendalian pencemaran
terhadap keberadaan kegiatan industri. Sedangkan yang menjadi perbedaan yang
mendasar antara ketiga penelitian sebelumnya dengan penelitian yang peneliti
lakukan terletak pada penelitian pertama dan ketiga dimana fokus kajian yang
diteliti berbeda, pada penelitian pertama membahas mengenai peran BLH dalam
pemberian informasi Lingkungan Hidup, pada penelitian ketiga membahas peran
BLH dalam program penilaian peringkat kinerja perusahaan. Sedangkan dalam
hal ini peneliti akan membahas mengenai peran Dinas Lingkungan Hidup dalam
pengendalian dampak pencemaran lingkungan dari keberadaan kawasan industri.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir adalah pemahaman yang paling mendasar yang
mendukung pemahaman selanjutnya. Suatu tolak ukur yang mudah adalah apakah
kita telah memahami pemahaman yang paling mendasar tersebut, atau pertanyaan
sebelum itu apakah kita mengetahui pemahaman yang mendasari pemahaman-
pemahaman selanjutnya. Kerangka Berfikir dalam (Sugiyono, 2004:65)
42
mengemukakan bahwa kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi
sebagai masalah yang penting. Adapun identifikasi masalah yang peneliti temukan
berkaitan dengan Peran Dinas Lingkungan Hidup dalam Upaya Pengendalian
Pencemaran dari Keberadaan Kawasan Industri Modern yaitu:
1. Terjadinya pencemaran udara yang telah mengganggu kesehatan masyarakat sekitar.
2. Penurunan kualitas terhadap sungai yang telah mengganggu ekosistem makhluk hidup didalamnya dan aktivitas masyarakat.
3. Berkurangnya sumber mata air yang menyebabkan masyarakat kesulitan dalam memperoleh air bersih.
Berdasarkan dari masalah-masalah diatas, peneliti mencoba mengkaji
permasalahan-permasalahan tersebut untuk lebih mengetahui peran Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selaku bagian dari organisasi publik secara
lebih lanjut dengan menggunakan konsep peran organisasi sektor publik menurut
Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) yang kemudian peneliti hubungkan dengan
fokus kajian dalam penelitian ini berkenaan dengan peran Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang dalam upaya pengendalian, sehingga peran Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang adalah sebagai berikut:
1. Regulatory role, yang merupakan penerapan dari fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan (Planning) dimana Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam merencanakan program dan kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup berkenaan dengan pengendalian dampak pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan hidup yang bertujuan menciptakan ketaatan bagi pelaku industri dan seluruh lapisan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Enabling role, yang merupakan penerapan fungsi manajemen yaitu fungsi pelaksanaan (Actuating) dimana Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam menyelenggarakan program kebijakan daerah di bidang pengelolaan lingkungan hidup terutama penegakkan peraturan yang berkenaan dengan pengendalian
43
dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup agar setiap pelaku industri dalam melaksanakan kegiatannya tetap berpedoman pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
3. Directing Role,yang merupakan penerapan dari fungsi manajemen yaitu fungsi pengawasan (Controlling) dimana Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berperan dalam mengawasi proses pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan oleh setiap pelaku industri serta regulasi di bidang pengelolaan hidup yang telah ditetapkan dalam undang-undang dengan tujuan agar kegiatan produksi yang dijalankan tidak berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang dapat merugikan masyarakat.
Mengacu pada peran Dinas Lingkungan Hidup sebagai bagian dari
organisasi publik, kemudian peneliti mengkaji lebih mendalam pada upaya
pengendalian yang dihubungkan pada upaya pengendalian pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungaan Hidup bahwa
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggungjawab usaha dan/atau
kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggungjawab masing-masing
yang dilakukan melalui:
a. Pencegahan b. Penanggulangan c. Pemulihan
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijelaskan diatas, maka
peneliti menggunakan 6 indikator yang merupakan gabungan dari konsep peran
menurut Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) dan konsep pengendalian
pencemaran dan/kerusakan lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009, dengan penggunaan kedua konsep tersebut diharapkan mampu
44
menjawab rumusan masalah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yakni
berkenaan dengan bentuk upaya pengendalian, hambatan dan upaya yang
ditempuh untuk mengatasi hambatan yang selama ini ditemukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran
Kawasan Industri Modern yang berada pada Kecamatan Kibin Kabupaten Serang,
sehingga akan didapatkan hasil apakah selama ini Peran Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dalam melakukan upaya pengendalian pencemaran terhadap
keberadaan kawasan industri sudah berjalan secara optimal atau malah perannya
justru dirasakan masih kurang atau dapat dikatakan belum optimal serta diketahu
hambatan dan upaya-upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan tersebut.
Adapun kerangka berfikir penulis dalam penelitian ini yang dibuat dalam sebuah
bentuk bagan untuk memudahkan para pembaca dapat digambarkan sebagai
berikut:
45
Gambar 2.1. Kerangka Berfikir
Sumber: Peneliti, 2017
Input
Identifikasi Masalah:
1. Terjadinya pencemaran udara yang telah mengganggu kesehatan masyarakat sekitar.
2. Penurunan kualitas terhadap sungai yang telah mengganggu ekosistem makhluk hidup didalamnya dan aktivitas masyarakat.
3. Berkurangnya sumber mata air yang menyebabkan masyarakat kesulitan dalam memperoleh air bersih.
Proses
Peran Dinas Lingkungan Hidup dalam Pengendalian Dampak Pencemaran
1. Regulatory Role (Perencana Kebijakan) 2. Enabling Role (Pelaksana Kebijakan) 3. Directing Role (Pengawas Kebijakan) 4. Pencegahan 5. Penanggulangan 6. Pemulihan
(Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) & Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009)
Output Mengetahui bentuk pengendalian dampak lingkungan, hambatan dan upaya-upaya yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam melakukan pengendalian terhadap dampak pencemaran kawasan industri di wilayah Modern.
Outcome Terselenggaranya Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern dengan efektif dan optimal.
46
2.4 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan kajian
pustaka dan kajian teori yang digunakan sebagai dasar argument. Berdasarkan
pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas serta observasi awal yang
peneliti lakukan terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi bahwa Peran
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak
Pencemaran Lingkungan pada Kawasan Industri Modern dalam pelaksanaannya
masih belum berjalan dengan baik atau dapat dikatakan masih kurang optimal, hal
ini dapat dilihat berdasarkan dari permasalahan-permasalahan yang timbul dalam
pelaksanaan peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk melakukan
pengendalian terhadap dampak pencemaran pada kawasan industri Modern.
47
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini berupaya memahami peran dari organisasi perangkat daerah
sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang lingkungan hidup yang
diharapkan oleh masyarakat mampu menjalankan perannya dalam mengatasi dan
melakukan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dari
keberadaan sebuah kawasan industri di suatu daerah. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Denzim dan Lincoln
dalam Moleong (2006:5) menyatakan bahwa Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk mengetes
pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan kondisi yang sekarang. Metode
penelitian deskriptif juga menjelaskan keadaan suatu objek yang akan diteliti
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
48
Penelitian kualitatif digunakan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata tulisan atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati dan kemudian dianalisa serta dikalaborasikan dengan
bersandar kepada dimensi-dimensi yang menjadi acuan penelitian.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus berdasarkan pada hasil studi
pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing atau orang
yang dipandang ahli Sugiyono (2012:141). Pada penelitian ini, peneliti berfokus
pada lingkup penelitian mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di
Kecamatan Kibin Kabupaten Serang. Karena keterbatasan waktu,biaya dan tenaga
penulis memberikan batasan lingkup penelitian terhadap industri yang akan
diteliti pada penelitian ini hanya pada beberapa Industri yang bermasalah dengan
lingkungan hidup yang berada pada kawasan industri Modern.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Industri Modern khususnya terhadap
industri-industri yang bermasalah dengan lingkungan hidup. Kawasan Industri
Modern terletak pada Kecamatan Kibin Kabupaten Serang yang merupakan salah
satu objek kajian kegiatan industri yang diawasi oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
pengelolaan lingkungan hidup yang berlokasi di di Jl. Delima Blok F23 No 3,
Lopang Kecamatan Serang Kota Serang.
49
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan proses pemberian definisi konseptis
atau definisi konseptual pada sebuah konsep. Definisi konseptual menurut
Prasetyo dan Jannah (2005:90) merupakan sebuah definisi dalam bentuk
yang abstrak yang mengacu pada ide-ide lain atau konsep-konsep lain
yang abstrak untuk menjelaskan konsep pertama tersebut.
Secara umum peran diartikan sebagai serangkaian perilaku yang
diharapkan dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu jabatan
tertentu atau kelompok-kelompok yang tergabung dalam suatu unit
tertentu. Peran seringkali dikaitkan dengan tugas dan fungsi, maka apabila
seseorang dan kelompok-kelompok tertentu telah melaksanakan tugas dan
fungsinya berarti orang dan kelompok tersebut telah menjalankan
perannya. Dalam penelitian ini peran yang dimaksudkan bukan sebagai
peran yang dilakukan oleh seorang individu melainkan peran yang
dilakukan oleh organisasi publik yang dapat diartikan sebagai pemerintah
(government) yang berfungsi untuk mensejahterakan masyarakat, dimana
pemerintah diberi ‘kekuasaan’ oleh masyarakat untuk mengatur dan
menjamin kebutuhan masyarakat yang berlandaskan hukum.
Pada penelitian ini, peran yang dimaksud lebih merujuk pada
peran organisasi perangkat daerah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah
di bidang lingkungan hidup untuk mengetahui sejauh mana Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam merencanakan,
50
melaksanakan, dan mengawasi aturan di bidang pengelolaan lingkungan
hidup yang telah ditetapkan yang kemudian dihubungkan pada objek
kajian yang diteliti berkaitan dengan upaya pengendalian pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-undang No 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
serta menganalisis kendala atau hambatan serta upaya apa saja yang
ditempuh oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk
mengatasi hambatan dalam upaya pengendalian dampak pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup dari keberadaan kawasan industri Modern.
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel
penelitian dalam rincian berdasarkan dimensi penelitian. Variabel
penelitian dilengkapi dengan tabel matriks, dimensi, dan sub dimensi.
Dalam penelitian ini, tema penelitian yang diangkat berkenaan dengan
Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian
Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin
Kabupaten Serang, maka untuk menjawab rumusan masalah yang telah
dipaparkan sebelumnya dan untuk mengetahui lebih jauh berkenaan
dengan Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam upaya
pengendalian, dalam hal ini penulis menggunakan konsep Peran menurut
Jones (1993) dalam Mahsun (2006:8) yang terdiri dari Regulatory Role,
Enabling Role, dan Directing Role yang kemudian untuk memperkuat
perannya di bidang pengendalian maka peneliti menggunakan Undang-
51
undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang menjelaskan upaya pengendalian dilakukan
melalui upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Berikut
adalah definisi operasional penelitian mengenai Peran Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran
Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang yang
dibuat dalam tabel matriks sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang
Dimensi Sub Dimensi
Regulatory Role
(Perencana Kebijakan)
Perencanaan kebijakan dan program
pengendalian dampak pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup.
Enabling Role
(Pelaksana Kebijakan)
Pelaksanaan kebijakan pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup.
Koordinasi penyusunan dokumen dan izin
lingkungan.
Directing Role
(Pengawas Kebijakan)
Pengawasan pelaksanaan kebijakan dan
program pengendalian dampak pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup.
Pengawasan terhadap kualitas lingkungan
hidup.
Penanganan intensif usaha bermasalah
lingkungan.
Pencegahan Penerapan instrumen-instrumen:
Kajian Lingkungan Hidup Strategis Baku Mutu Lingkungan Hidup Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup
52
AMDAL UKL-UPL Perizinan Instrumen Ekonomi Lingkungan
Hidup Peraturan Perundang-undangan
Berbasis Lingkungan Anggaran Berbasis Lingkungan
Hidup Analisis Risiko Lingkungan Hidup Audit Lingkungan Hidup
Penanggulangan Pemberian Informasi peringatan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup kepada masyarakat.
Pengisolasian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Penghentian sumber pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
Pemulihan Pembersihan Sumber Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan Hidup
Perbaikan Lingkungan
Sumber: Peneliti, 2017
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian
kualitatif yang menjadi instrument kunci yaitu peneliti itu sendiri. Menurut
Moleong (2006: 163) ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari
pengamatan berperan serta, namun peran penelitilah yang menentukan
keseluruhan skenarionya. Menurut Nasution dalam Sugiyono (2012:223)
menyatakan bahwa instrument penelitian kualitatif yaitu:
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas
53
sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dipahami bahwa dalam penelitian
kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang
terjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Tetapi setelah masalah yang akan
dipelajari itu jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen. Peneliti kualitatif
sebagai human instrument berfungsi menerapkan fokus penelitian, memilih
informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas
data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas semuanya
(Sugiyono, (2012:59-60)).
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data dan hasil
penelitian, yaitu kualitas instrument penelitian dan kualitas pengumpulan
data. Maka teknik pengumpulan data merupakan langkah yang sangat
penting dalam penelitian, tanpa menggunakan teknik pengumpulan data
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data
yang telah ditetapkan. Adapun teknik pemgumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah
observasi atau dengan melakukan pengamatan, yang dapat
diklasifikasikan atas pengamatan melalui cera berperanserta dan yang
54
tidak berperanserta. Pada pengamatan tanpa peranserta peneliti hanya
melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Sedangkan
pengamat berperanserta melalukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai
pengamat sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang
diamatinya (Moleong, 2006:176). Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan observasi tak berperanserta, karena dalam penelitian ini
peneliti tidak terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dampak
pencemaran dari keberadaan kawasan industri Modern.
b. Wawancara
Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam (indepth
interview). Wawancara mendalam adalah teknik pengolahan data yang
pengumpulan data didasarkan pada percakapan secara intensif dengan
suatu tujuan tertentu untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya.
Wawancara dilakukan dengan cara mendapat berbagai informasi
menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara
dilakukan pada informan yang dianggap menguasai materi penelitian.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara
semiterstruktur, dimana wawancara dilakukan secara bebas untuk
menggali informasi lebih dan bersifat dinamis, namun tetap terkait
dengan pokok-pokok wawancara yang telah peneliti buat terlebih
dahulu dan tidak menyimpang dari konteks yang akan dibahas dalam
fokus penelitian.
55
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder
yang diperlukan dalam sebuah penelitian. Studi dokumentasi adalah
setiap bahan tertulis ataupun film, gambar dan foto-foto yang
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang peneliti. Selanjutnya
studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data
melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga
yang menjadi bahan objek penelitian, baik berupa prosedur, peraturan-
peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto ataupun
dokumen elektronik (rekaman) (Fuad dan Nugroho (2012: 89))
3.6 Informan Penelitian
Menurut Moleong (2006:132) informan adalah orang yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, ia
harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian dan ia berkewajiban
secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal.
Sugiyono (2008:215) mengemukakan bahwa dalam penelitian kualitatif yang
menjadi informan merupakan salah satu yang menjadi narasumber atau yang
menjadi sumber data, dimana dalam penelitian kualitatif juga tidak menggunakan
istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi
sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors) dan
aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut, dapat
56
dinyatakan sebagi obyek penelitian yang diketahui “apa yang terjadi”
didalamnya”.
Pada penelitian ini, penentuan informan dibagi menjadi dua yaitu key
informan dan secondary informan. Key informan sebagai informan utama yang
lebih mengetahui situasi fokus penelitian sehingga perannya tidak dapat
digantikan oleh orang lain, sedangkan secondary informan sebagai informan
penunjang dalam memberikan penambahan informasi. Dalam penelitian kualitatif
penentuan informan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik purposive atau
snowball. Dalam penelitian ini, peneliti menentukan informan dengan cara
menggunakan teknik purposive. Menurut Sugiyono (2012:218-219) purposive
adalah teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu
tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga
memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti. Maka yang
menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
57
Tabel 3.2 Informan Penelitian
No Jenis Informan Informan (I) Kode Informan
1. Key Informan Instansi Pemerintahan a. Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (Mantan
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Periode 2008-2016 )
I1-1
b. Kepala Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
I1-2
c. Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
I1-3
d. Kepala Seksi Penanganan Kasus Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
I1-4
e. Kepala Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
I1-5
Industri (Swasta)
a. Penanggungjawab Pengelola Lingkungan PT. Modern Industrial Estate (Pengelola Kawasan)
I2-1
b. Penanggungjawab Pengelola Lingkungan PT. Bahari Makmur Sejati
I2-2
c. Penanggungjawab Pengelola Lingkungan PT. Boo Young Indonesia
I2-3
d. Penanggungjawab Pengelola Lingkungan PT. Sunjin HJ
I2-4
2. Secondary Informan
a. Tokoh Masyarakat I3-n
b. Masyarakat I4-n
Sumber: Peneliti, 2017
Penentuan informan di atas didasarkan pada pertimbangan peneliti bahwa orang-
orang diatas dapat mewakili pendapat dari beberapa kelompok atau dapat dikatakan
sebagai representative dari berbagai pihak yang terlibat dalam pembangunan daerah yang
dianggap peneliti paling mengetahui mengenai permasalahan yang terjadi dalam
penelitian ini dan mampu membantu peneliti dalam memberikan informasi sebanyak-
banyaknya kepada peneliti sehingga data yang diperoleh nantinya bersifat jenuh dan
kesimpulan yang dihasilkan dapat bersifat kredibel.
58
3.7 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen dalam Sugiyono (2012:88), analisis data
diartikan sebagai
“Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja data, mengorganisasikan data, memilih-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.”
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian
dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian
dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari wawancara, observasi,
mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya aktivitas penyajian data serta
menyimpulkan data. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan
model analisis interaktif Miles dan Huberman (2009) yang selama proses
pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan penting diantaranya reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Seperti pada gambar
dibawah ini:
Gambar 3.1 Proses Analisis Data
Sumber: Sugiyono (2012:247)
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
Penyajian Data
59
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa proses penelitian ini dilakukan
secara berulang terus menerus dan saling berkaitan satu sama lain, baik dari
sebelum saat dilapangan hingga selesainya penelitian.
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu proses memasuki lingkungan penelitian
dan melakukan pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap
awal yang harus dilakukan oleh peneliti agar peneliti dapat
memperoleh informasi mengenai masalah-masalah yang terjadi di
lapangan.
2. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Semakin lama peneliti
di lapangan maka jumlah data yang akan didapat juga semakin
banyak, kompleks dan rumit, untuk itu perlu direduksi data.
Reduksi data memiliki makna merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, lalu dicari tema
dan polanya. Reduksi data berlangsung selama proses pengambilan
data itu berlangsung, pada tahap ini juga akan berlangsung kegiatan
pengkodean, meringkas, dan membuat partisi (bagian-bagian)
proses transformasi ini berlanjut terus sampai laporan akhir
penelitian tersusun lengkap.
60
3. Penyajian Data
Setelah mereduksi data, langkah yang dilakukan peneliti adalah
melakukan penyajian data. Penyajian data dapat diartikan sebagai
sekumpulan informasi yang tersusun, yang kemungkinan memberi
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data ini dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, dan
hubungan antar kategori. Penyajian data juga bertujuan agar
peneliti dapat memahami apa yang terjadi dalam merencanakan
tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Langkah terakhir dalam pengumpulan data adalah verifikasi. Dari
awal pendataan peneliti mencari hubungan-hubungan yang
berkaitan dengan permasalahan yang ada, melakukan pencatatan
hingga menarik kesimpulan. Kesimpulan masih bersifat sementara
dan akan selalu mengalami perubahan selama proses pengumpulan
data masih berlangsung, akan tetapi bila kesimpulan yang dibuat
didukung dengan data yang valid dan konsisten yang ditemukan
kembali oleh peneliti di lapangan, maka kesimpulan tersebut
merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.8 Uji Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data atau yang biasa disebut uji keabsahan dan reabilitas
data memiliki keterkaitan antara deskripsi dan ekplanasi. Prastowo (2011:226)
menjelaskan uji kredibilitas data memiliki dua fungsi, yaitu melaksanakan
61
pemeriksaan sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan kita dapat
dicapai dan mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan kita
dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang diteliti. Menurut
Prastowo (2011:265) untuk menguji kredibilitas data, dapat dilakukan dengan
tujuh teknik, yaitu dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan
dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif,
member check dan menggunakan bahan referensi. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan uji kredibilitas dengan teknik Triangulasi dan Member Check.
a. Triangulasi
Dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan
demikian, triangulasi terdiri dari atas triangulasi sumber, triangulasi
teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber
dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa
sumber data yang diperoleh dari beberapa sumber tersebut
dideskripsikan, dikategorikan, dan akhirnya diminta kesepakatan
(member check) untuk mendapatkan kesimpulan. Triangulasi teknik
dilakukan dengan cara mengecek data pada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda. Triangulasi waktu berkaitan dengan keefektifan
waktu. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari
pada saat narasumber masih segar dan belum banyak masalah akan
memberikan data yang valid sehingga lebih kredibel.
62
b. Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang berasal dari
pemberi data yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila
data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data, berarti data tersebut
valid sehingga semakin kredibel. Namun, jika data yang diperoleh
peneliti tidak disepakati oleh pemberi data, peneliti perlu melakukan
diskusi dengan pemberi data dan apabila terdapat perbedaan tajam
setelah dilakukan diskusi, peneliti harus mengubah temuannya dan
menyesuaikannya dengan data yang diberikan oleh pemberi data.
Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode
pengumpulan data selesai atau setelah mendapat suatu temuan atau
kesimpulan.
3.9 Jadwal Penelitian
Penelitian tentang Peran Dinas Lingkungan Hidup dalam Pengendalian
Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten
Serang dilakukan dari mulai bulan September Tahun 2016 hingga bulan Juni
Tahun 2017 seperti tabel di bawah ini:
63
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan
2016 2017 Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Pengajuan Judul
2. Perijinan dan Observasi Awal
3. Pengumpulan Data
4. Pembuatan Proposal
5. Seminar Proposal
6. Observasi Lapangan
7. Pengambilan Data
8. Pengolahan Data
9. Penyusunan Laporan
10. Sidang Akhir
11. Revisi Skripsi
Sumber: Peneliti, 2017
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Deskripsi obyek penelitian ini akan menjelaskan tentang obyek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan deskripsi wilayah
Kabupaten Serang, Kecamatan Kibin, gambaran umum Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dan gambaran umum Kawasan Industri Modern. Hal tersebut
akan dipaparkan sebagai berikut:
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang
Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan
kabupaten/kota di Provinsi Banten. Secara geografis wilayah Kabupaten
Serang sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, Kota Cilegon dan Kota
Serang. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang. Sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang,
sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat
Sunda. Letak Geografis yang demikian merupakan keuntungan bagi
Kabupaten Serang. Kabupaten Serang merupakan pintu gerbang atau transit
perhubungan perhubungan darat antar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Selain itu dengan posisinya yang hanya berjarak ± 70 km dari Kota Jakarta,
Kabupaten Serang merupakan salah satu daerah penyangga ibukota Negara.
65
Secara Topografi, Kabupaten Serang merupakan dataran rendah
dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai 1.778 m diatas
permukaan laut. Sebagian besar dataran rendah memiliki ketinggian kurang
dari 500 menter, sementara dataran tinggi berupa rangkaian pegunungan
yang terdapat di perbatasan dengan Kabupaten Pandeglang. Wilayah
Kabupaten Serang beriklim tropis dengan curah hujan dan hari hujan cukup
tinggi di sepaanjang tahun 2015. Curah hujan dalam sebulan rata-rata 8 mm
dan lama hujan 12 hari. Suhu berkisar antara 23,4’C – 31,8’C, dan
kelembaban relatif sebesar 81%. Sekitar 75 persen dari luas wilayah
keseluruhan Kabupaten Serang digunakan untuk lahan di sektor pertanian,
hortikultura, perkebunan, dan perikanan.
Kabupaten Serang memiliki 29 Kecamatan yang terbagi menjadi
321 Desa dengan total luas keseluruhan Kabupaten Serang adalah 1467,35
km2. Data luas wilayah Kabupaten Serang per Kecamatan dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
66
Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Serang
No Kecamatan Luas (km2) Persentase 1. Cinangka 111,47 7,60 2. Padarincang 99,12 6,76 3. Ciomas 48,53 3,31 4. Pabuaran 79,14 5,39 5. Gunungsari 48,60 3,31 6. Baros 44,07 3,00 7. Petir 46,94 3,20 8. Tunjung Teja 39,52 2,69 9. Cikeusal 88,25 6,01
10. Pamarayan 41,92 2,86 11. Bandung 25,18 1,72 12. Jawilan 38,95 2,65 13. Kopo 44,69 3,05 14. Cikande 50,53 3,44 15. Kibin 33,51 2,28 16. Kragilan 36,33 2,97 17. Waringinkurung 51,29 3,50 18. Mancak 74,03 5,05 19. Anyar 56,81 3,87 20. Bojonegara 30,30 2,06 21. Pulo Ampel 32,56 2,22 22. Kramatwatu 48,59 3,31 23. Ciruas 34,49 2,34 24. Pontang 58,09 3,74 25. Lebak Wangi 31,71 2,16 26. Carenang 32,80 2,10 27. Binuang 26,17 1,78 28. Tirtayasa 64,46 4,39 29. Tanara 49,30 3,36 Total Luas 1467,35 100,00
Sumber: Kabupaten Serang Dalam Angka 2016
4.1.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Serang
Visi Kabupaten Serang
“Terwujudnya Kabupaten Serang yang Maju, Sejahtera, dan
Agamis”
Misi Kabupaten Serang
1. Meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan dan
kesejahteraan sosial demi terwujudnya masyarakat
yang sehat, cerdas, berahlak mulia dan berbudaya.
67
2. Meningkatkan pembangunan sarana prasarana
wilayah, penataan ruang dan permukiman yang
memadai, berkualitas dan berwawasan lingkungan.
3. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis
potensi lokal dalam memperkuat struktur
perekonomian daerah.
4. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik
serta pelayanan publik yang prima didukung
kapasitas birokrasi yang berintegritas, kompeten dan
professional.
5. Memantapkan fungsi dan peran agama sebagai
landasan moral dan spritiual dalam kehidupan
individu, bermasyarakat dan bernegara.
4.1.1.2 Keadaan Penduduk Kabupaten Serang
Kondisi demografi Kabupaten Serang ditunjukkan dari
jumlah penduduk Kabupaten Serang yang setiap tahun mengalami
peningkatan. Jumlah penduduk Kabupaten Serang Tahun 2010
berjumlah 1.402.818 jiwa, pada Tahun 2014 penduduk Kabupaten
Serang berjumlah 1.463.094 jiwa, dan pada Tahun 2015 jumlah
penduduk Kabupaten Serang sebanyak 1.474.301 jiwa dengan laju
pertumbuhan pada Tahun 2010-2015 sebesar 0,33% dan pada Tahun
2014-2015 sebesar 0,77%. Sementara itu, sebaran penduduk
Kabupaten Serang per kecamatan dapat terlihat pada tabel dibawah
ini:
68
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten
Serang Tahun 2010, 2014, dan 2015
No Kecamatan Jumlah Penduduk (ribu) Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun
2010 2014 2015 2010-2015 2014-2015
1. Cinangka 53.323 55.605 56.036 0,33 0,78 2. Padarincang 61.357 63.988 64.481 0,33 0,77 3. Ciomas 37.101 38.692 38.990 0,33 0,77 4. Pabuaran 38.005 39.632 39.940 0,33 0,78 5. Gunung Sari 19.359 20.188 20.343 0,33 0,77 6. Baros 51.293 53.488 53.902 0,33 0,77 7. Petir 50.134 52.287 52.691 0,33 0,77 8. Tunjung Teja 38.933 40.604 40.917 0,33 0,77 9. Cikeusal 64.872 67.658 68.180 0,33 0,77 10. Pamarayan 48.820 50.914 51.308 0,33 0,77 11. Bandung 30.540 31.850 32.096 0,33 0,77 12. Jawilan 52.448 54.696 55.118 0,33 0,77 13. Kopo 48.183 50.248 50.637 0,33 0,77 14. Cikande 91.834 95.773 96.511 0,33 0,77 15. Kibin 67.194 70.115 70.660 0,33 0,78 16. Kragilan 73.154 76.290 76.881 0,33 0,77 17. Waringinkurung 41.290 43.061 43.392 0,33 0,77 18. Mancak 43.275 45.129 45.477 0,33 0,77 19. Anyar 51.124 53.315 53.727 0,33 0,77 20. Bojonegara 41.526 43.304 43.642 0,33 0,78 21. Puloampel 34.098 35.559 35.834 0,33 0,77 22. Kramatwatu 87.326 91.069 91.772 0,33 0,77 23. Ciruas 71.199 74.252 74.827 0,33 0,77 24. Pontang 38.590 40.243 40.554 0,33 0,77 25. Lebak Wangi 32.630 38.479 38.775 0,33 0,47 26. Carenang 33.139 34.128 34.288 0,33 0,78 27. Binuang 27.359 34.561 34.829 0,33 0,77 28. Tirtayasa 37.815 28.533 28.754 0,33 0,78 29. Tanara 36.897 39.433 39.739 0,33 0,77 Total 1.402.818 1.463.094 1.474.301 0,33 0,77
Sumber: Kabupaten Serang Dalam Angka 2016
Dilihat dari komposisinya, proporsi penduduk Kabupaten Serang
lebih banyak berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan.
Komposisi jenis kelamin penduduk Kabupaten Serang pada Tahun
2015 dapat dilihat pada tabel berikut:
69
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan di
Kabupaten Serang Tahun 2015
No Kecamatan Jenis Kelamin (ribu) Rasio Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. Cinangka 29.110 26.926 56.036 108 2. Padarincang 33.111 31.370 64.481 106 3. Ciomas 20.087 18.903 38.990 106 4. Pabuaran 20.661 19.279 39.940 107 5. Gunung Sari 10.552 9.791 20.343 108 6. Baros 28.170 25.732 53.902 109 7. Petir 26.495 26.196 52.691 101 8. Tunjung Teja 20.730 20.187 40.917 103 9. Cikeusal 34.164 34.016 68.180 100 10. Pamarayan 25.988 25.320 51.308 103 11. Bandung 16.345 15.751 32.096 104 12. Jawilan 28.311 26.807 55.118 106 13. Kopo 25.953 24.684 50.637 105 14. Cikande 49.183 47.328 96.511 104 15. Kibin 28.957 41.703 70.660 69 16. Kragilan 39.237 37.644 76.881 104 17 Waringin Kurung 22.237 21.155 43.392 105 18. Mancak 23.565 21.912 45.477 108 19. Anyar 27.745 26.252 53.727 105 20 Bojonegara 22.309 21.333 43.642 105 21. Puloampel 18.388 17.446 35.834 105 22. Kramatwatu 47.053 44.719 91.772 105 23. Ciruas 38.015 36.812 74.827 103 24. Pontang 21.169 19.385 40.554 109 25. Lebak Wangi 19.927 18.484 38.775 106 26. Carenang 17.885 16.403 34.288 109 27. Binuang 17.677 17.152 34.829 103 28. Tirtayasa 14.431 14.323 28.754 101 29. Tanara 20.623 19.116 39.739 108 Total 747.808 726.493 1.474.301 103
Sumber: Kabupaten Serang Dalam Angka 2016
4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Kibin
Kecamatan Kibin terletak di sebelah timur Kabupaten Serang
Provinsi Banten dengan luas wilayah 28,32 Ha, letak ketinggian dari
permukaan laut sekitar dibawah 500 meter, jarak dari ibukota Kecamatan
ke Kabupaten ±18 Km yang dihubungkan dengan jalan
Negara/Propinsi/Kabupaten.
70
Dengan batas – batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Carenang
dan Binuang
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Cikande
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Bandung
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kragilan
Kecamatan Kibin terdiri dari 9 desa yaitu: Desa Nagara, Cijeruk,
Barengkok, Nambo Ilir, Kibin, Tambak, Ciagel, Ketos dan Sukamaju dan
terdiri dari 181 Kampung, 31 Rukun Warga dan 150 Rukun Tetangga.
Tabel 4.4 Luas Wilayah Desa se Kecamatan Kibin
No. Desa Luas Wilayah (Km2) Prosentase Terhadap Luas Kecamatan Ket.
1 Nagara 3,14 11,09 2 Cijeruk 3,73 13,17 3 Barengkok 3,32 11,72 4 Nambo Ilir 4,24 14,97 5 Kibin 4,44 15,68 Terluas 6 Tambak 2,04 7,20 7 Ciagel 2,13 7,52 8 Ketos 2,88 10,18 9 Sukamaju 2,40 8,47
Jumlah 28,32 100,0 Sumber : Profil Kecamatan Kibin Tahun 2016
4.1.2.1 Keadaan Penduduk Kecamatan Kibin
Jumlah penduduk Kecamatan Kibin tahun 2016 menurut
Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Serang Tahun 2016 tercatat sebanyak 55.832 jiwa terdiri dari laki-
laki 27.780 jiwa (48,29%) dan perempuan 28.052 (51,71%).
71
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Desa Laki – laki Perempuan Jumlah
1 Nagara 2.326 2.367 4.693 2 Cijeruk 4.917 4.967 9.884 3 Barengkok 2.431 2.489 4.920 4 Nambo Ilir 4.135 4.080 8.215 5 Kibin 2.880 2.917 5.797 6 Tambak 3.725 3.765 7.490 7 Ciagel 2.792 2.843 5.635 8 Ketos 2.046 2.079 4.125 9 Sukamaju 2.528 2.545 5.073
Jumlah 27.780 28.052 55.832 Sumber: Profil Kecamatan Kibin Tahun 2016
4.1.3 Gambaran Umum Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
Berdasarkan Peraturan Bupati Serang Nomor 69 Tahun 2016 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang merupakan unsur
pelaksana otonomi daerah di bidang Lingkungan Hidup dipimpin oleh
seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang berlokasi di Jl. Delima Blok F23 No 3, Lopang
Kecamatan Serang Kota Serang.
Indikator Kinerja Utama :
1. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
2. Cakupan Pelayanan Pengelolaan Sampah 3 R.
3. Tingkat Pengelolaan RTH.
72
Isu-isu Strategis :
1. Terjadinya penurunan kualitas air sungai
2. Terjadinya kerusakan DAS
3. Terjadinya kerusakan ekosistem laut
4. Terjadinya peningkatan pencemaran udara
5. Terjadinya penurunan kualitas tanah
6. Masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha dan/atau
masyarakat untuk memahami dan mamtuhi ketentuan upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
7. Meningkatnya cakupan penanganan sampah dan pencemaran
lingkungannya.
4.1.3.1 Visi dan Misi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang
Visi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang:
“Kabupaten Serang Yang Ramah Lingkungan Menuju Terwujudnya
Kualitas Lingkungan Hidup Yang Baik “.
Misi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang:
Makna yang terkandung dalam VISI tersebut dapat kami sampaikan:
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup
2. Terciptanya keseimbangan mengandung pengertian bahwa setiap pemanfaatan lahan yang ditetapkan fungsinya dalam tata ruang harus memperhatikan daya tampung dan daya dukung dengan proporsi yang sama
73
3. Daya Tampung mengandung pengertian sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya
4. Daya Dukung Lingkungan mengandung pengertian bahwa : Setiap perubahan dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan usaha harus tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
5. Berkelanjutan diartikan tidak terputus atau berkesinambungan sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia.
4.1.3.2 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
a. Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang mempunyai
tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di
bidang Lingkungan Hidup berdasarkan asas otonomi daerah dan
tugas pembantuan. Untuk melaksanakan tugas pokok
sebagaimana tersebut di atas, Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang mempunyai fungsi :
1. Perencanaan program kegiatan pencegahan dampak lingkungan, pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam dan persampahan serta pertamanan.
2. Pengkoordinasian dengan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam kegiatan pencegahan dampak lingkungan, pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam dan persampahan serta pertamanan.
3. Pelaksanaan administrasi dan teknis operasional pencegahan dampak lingkungan, pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam dan persampahan serta pertamanan.
74
4. Pengelolaan data dan pelaporan pelaksanaan kegiatam pencegahan dampak lingkungan, pengendalian dampak lingkungan, konservasi sumber daya alam dan persampahan serta pertamanan.
Adapun dalam penyelenggaran pengendalian
lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
memberikan tugas nya kepada Bidang Pengendalian Dampak
Lingkungan dibantu juga dengan Bidang Pencegahan Dampak
Lingkungan yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai
berikut:
Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan
Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan dipimpin
oleh seorang Kepala Bidang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas, yang mempunyai
tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur,
melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan tugas
pengendalian dampak lingkungan. Untuk melaksanakan tugas
pokok tersebut, Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan
mempunyai fungsi :
1. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas pengawasan lingkungan, penanggulangan pencemaran lingkungan dan penanganan kasus lingkungan.
2. Pengaturan penyelenggaraan tugas pengawasan lingkungan, penanggulangan pencemaran lingkungan dan penanganan kasus lingkungan.
3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas pengawasan lingkungan, penanggulangan pencemaran lingkungan dan penanganan kasus lingkungan.
75
4. Pengawasan penyelenggaraan tugas tugas pengawasan lingkungan, penanggulangan pencemaran lingkungan dan penanganan kasus lingkungan.
5. Pelaksanaan tugas tambahan.
Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan
Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan mempunyai
tugas pokok memimpin, merencanakan, melaksanakan dan
mengawasi penyelenggaraan tugas pencegahan dampak
lingkungan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut Bidang
Pencegahan Dampak Lingkungan mempunyai fungsi:
1. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas pengkajian lingkungan, pembinaan lingkungan dan kegiatan usaha lingkungan.
2. Pengaturan penyelenggaraan tugas pengkajian lingkungan, pembinaan lingkungan dan kegiatan usaha lingkungan.
3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas pengkajian lingkungan, pembinaan lingkungan dan kegiatan usaha lingkungan.
4. Pengawasan penyelenggaraan tugas pengkajian lingkungan, pembinaan lingkungan dan kegiatan usaha lingkungan.
5. Pelaksanaan tugas tambahan.
b. Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor
69 Tahun 2016 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Susunan
Organisasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terdiri
atas :
76
1. Kepala Dinas ; 2. Sekretariat membawahi;
a. Sub Bagian Umum dan kepegawaian ; b. Sub Bagian Keuangan ; c. Sub Bagian Program dan Evaluasi.
3. Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan membawahi; a. Seksi Kajian Lingkungan ; b. Seksi Bina Lingkungan dan Kegiatan Usaha ; c. Seksi Bina Lingkungan Masyarakat.
4. Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan membawahi;
a. Seksi Pengawasan Lingkungan ; b. Seksi Penaggulangan Pencemaran Lingkungan ; c. Seksi Penanganan Kasus Lingkungan.
5. Bidang Konservasi Sumber Daya Alam membawahi; a. Seksi Pengelolaan Sistem Informasi Sumber
Daya Alam dan Lingkungan ; b. Seksi Pengendalian Sumber Daya Alam dan
Lingkungan ; c. Seksi Pemulihan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan. 6. Bidang Persampahan dan Pertamanan membawahi;
a. Seksi Pengelolaan Sampah ; b. Seksi Sarana dan Prasarana Persampahan ; c. Seksi Pengelolaan Pertamanan.
7. Kelompok Jabatan Fungsional. 8. Unit Pelaksana Teknis yang terdiri atas;
a. Pelayanan Laboratorium Lingkungan b. Pelayanan Persampahan Wilayah Timur c. Pelayanan Persampahan Wilayah Tengah d. Pelayanan Persampahan Wilayah Barat
77
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, 2017
KEPALA DINAS
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKRETARIAT
KASUB BAG UMUM DAN
KEPEGAWAIAN
KASUB BAG KEUANGAN
KASUB BAG PROGRAM DAN
EVALUASI
KABID PENCEGAHAN DAMPAK LINGKUNGAN
KABID PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN
SEKSI KAJIAN LINGKUNGAN
SEKSI BINA LINGKUNGAN DAN KEGIATAN USAHA
SEKSI BINA LINGKUNGAN MASYARAKAT
SEKSI PENGAWASAN LINGKUNGAN
SEKSI PENANGGULANGAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
SEKSI PENANGANAN KASUS LINGKUNGAN
UPTD
KABID KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
KABID PERSAMPAHAN DAN PERTAMANAN
SEKSI PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA ALAM
DAN LINGKUNGAN
SEKSI PENGENDALIAN SUMBER DAYA ALAM DAN
LINGKUNGAN
SEKSI PEMULIHAN SUMBER DAYA ALAM DAN
LINGKUNGAN
SEKSI PENGELOLAAN SAMPAH
SEKSI SARANA PRASARANA PERSAMPAHAN
SEKSI PENGELOLAAN PERTAMANAN
78
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, 2017
4.1.4 Gambaran Umum Kawasan Industri Modern
Dalam rangka mendukung program pemerintah untuk menjaring
investor lokal dan asing, Modern Group memutuskan untuk
mengaplikasikan pengalamannya selama puluhan tahun dalam bidang
pengembangan properti dan industri dengan mendirikan kawasan industri
Modern Cikande (MCIE) di awal tahun 1991.
Kawasan Industri Modern Cikande berlokasi strategis di Cikande,
Serang, Banten; kira-kira 68 km dari Jakarta, 75 km dari Pelabuhan Tanjung
Priok dan 50 km dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. MCIE dapat
diakses melalui tol Jakarta-Merak kemudian keluar melalui pintu tol
Kepala Bidang
Neni Nuraeni, SH, MH
Kasie Pengawasan Lingkungan
Ayi Syamsul Hidayat
Anggota:
1. Rosi Liandani, ST 2. Adi Budianto, ST,
MM 3. Cahyo Harsanto, ST
Kasie Penanggulangan Pencemaran Lingkungan
Wahyu Hidayat. YP, ST
Anggota:
1. Tri Purbawahyuningsih, S.Si
2. Buang
Kasie Penanganan Kasus Lingkungan
Lili Amaliawati, ST
Anggota:
1. Ida Fitarosani, ST
79
Ciujung. Pelabuhan Bojonegara yang berjarak dekat dengan kawasan dan
akan menjadi sentra pengangkutan barang untuk keperluan ekspor-impor
terbesar di Indonesia sedang dalam proses perencanaan.
MCIE dengan pelayanannya yang lengkap, memiliki area seluas 3.175
hektar, yang dilengkapi dengan infrastruktur berkualitas dan fasilitas-
fasilitas pendukung serta pengaturan kawasan yang terencana dengan sangat
baik. MCIE dihuni oleh lebih dari 200 perusahaan baik lokal maupun asing.
MCIE merupakan hunian bagi berbagai jenis industri meliputi industri
kimia, pengolahan makanan, komponen otomotif, komponen sepatu dan
masih banyak lagi.
Selain menyediakan infrastruktur yang tertata dengan baik, kawasan
Modern Cikande juga menyediakan pelayanan terpadu satu pintu untuk
membantu para investor dalam proses pendirian bisnisnya di Indonesia.
Pelayanan ini meliputi proses pengajuan perijinan ke Badan Koordinasi
Penanaman Modal Indonesia (BKPM).
Kualitas infrastruktur yang dikolaborasikan dengan fasilitas
pendukung terbaik serta area terbuka hijau yang luas dan pengaturan
kawasan yang terencana merupakan tujuan MCIE untuk menjadikannya
sebagai salah satu kawasan industri terbaik di bagian barat Jakarta.
Adapun fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh pihak kawasan industri
Modern Cikande, antara lain:
80
1. Infrastruktur, antara lain berupa: a. Jalanan, beton cor yang memiliki ketebalan 25 Cm,
dengan rincian, jalan utama 32-56 m ROW (Right Of Way), dan jalan sekunder 15-24 m ROW (Right Of Way).
b. Drainase, beton dengan sistem terbuka. c. Listrik, disuplai oleh PT.PLN dengan kapasitas >
500MVA, terpakai 196 MVA, dan jaringan kabel dibawah tanah.
d. Air Bersih, disuplai oleh PT. Mult Tirta Mandiri, perusahaan yang dimiliki oleh PT. Modernland Realty, Tbk dengan kapasitas 1.296,00 m3/bulan dan terpakai 259,200 m3/bulan.
e. Gas alam, disuplai oleh PT. BBG (Bayu Buana Gemilang).
f. Telekomunikasi, disuplai oleh PT.Telkom Indonesia, Tbk dengan kapasitas 5,000 SST dan terpakai 4,000 SST.
g. Internet, disuplai oleh PT. Telkom Indonesia, Tbk dan PT. Indosat, Tbk
2. Fasilitas Pendukung, antara lain berupa ; a. Perumahan untuk pekerja pabrik, berjarak kira-kira 4,5
km diluar Kawasan Modern Cikande dimana 6.000 unit rumah telah dibangun.
b. Pemadam Kebakaran, merupakan fasilitas sangat penting dalam sebuah kawasan industri untuk memberikan rasa aman dari ancaman bahaya kebakaran.
c. Poliklinik 24 Jam, fasilitas kesehatan di kawasan industri ini beroperasi 24 jam sehingga bisa memberikan layanan cepat tanggap jika ada karyawan pabrik atau pengunjung yang membutuhkan layanan kesehatan.
d. Kantor Pos e. Telepon Umum f. Kantor Polisi, lingkungan yang aman merupakan salah
satu faktor dalam memilih sebuah kawasan industri. Oleh sebab itu, kawasan industri Modern Cikande dilengkapi dengan fasilitas kantor polisi sehingga mengurangi risiko tindak kejahatan.
3. Fasilitas Komersial antara lain berupa ; a. Bank, Kawasan Industri Modern Cikande menawarkan
banyak kemudahan kepada para penghuni dan pengunjungnya seperti fasilitas perbankan.
81
b. Restoran, Pengunjung dan pekerja dapat menikmati berbagai pilihan rumah makan yang sesuai dengan selera makan mereka.
c. Ruko, Kawasa Modern Cikande menyediakan fasilitas komersial yang lengkap bagi para penghuninya seperti kawasan ruko yang berjarak dekat dari pintu gerbang.
d. Minimarket, tanpa perlu keluar kawasan penghuni dan pengunjung dapat menemukan kebutuhan sehari-hari mereka yang letaknya dekat dengan pintu gerbang Modern Cikande.
4.1.4.1 Visi dan Misi Kawasan Industri Modern Cikande
Visi Kawasan Industri Modern Cikande:
“Menjadi salah satu kawasan lahan industri terbaik di
kawasan barat Jakarta yang dilengkapi dengan infrastruktur
berkualitas dan fasilitas-fasilitas pendukung serta pengaturan
kawasan yang terencana dengan sangat baik.”
Misi Kawasan Industri Modern Cikande:
1. Untuk mendukung program pemerintah dalam
menciptakan industri ramah lingkungan dengan
mendirikan dan mengelola sebuah kawasan dengan
lahan industri sebagai lokasinya.
2. Untuk mendukung rencana pemerintah dalam
mengundang investor lokal dan asing dengan
mendirikan sebuah infrastruktur industri yang
terintegrasi dengan baik. Tidak hanya membangun
kawasan industri yang berkualitas baik di kawasan
Serang Timur, namun juga menciptakan lapangan
pekerjaan bagi warga sekitar.
82
Gambar 4.3 Peta Lokasi Kawasan Industri Modern Cikande
Sumber : www.modern-cikande.co.id
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data
yang telah dipaparkan dari hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil
penelitian dengan menggunakan teknik data kualitatif. Dalam penelitian
ini, penelitian mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri
Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang, peneliti menggunakan
konsep peran organisasi sektor publik menurut Jones (1993) dalam
Mahsun (2006:8) dan konsep pengendalian lingkungan hidup yang
mengacu pada Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua konsep tersebut memberikan
83
gambaran yang berguna atas komponen-komponen penting yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan oleh seluruh pemangku kepentingan
yang terlibat dalam sebuah pembangunan ekonomi nasional agar dalam
pelaksanaannya tetap berpedoman pada prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pada dasarnya organisasi sektor publik dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum, sebagai
penyelenggara pelayanan publik baik pemerintah pusat maupun daerah
bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sebagai
sebuah lembaga organisasi publik yang dalam hal ini peneliti lebih
menfokuskan lembaga organisasi sektor publik di sektor lingkungan hidup
tentunya memegang peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan
pembangunan ekonomi nasional yang tentunya juga harus menitikberatkan
pada upaya pengelolaan, perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup,
jadi tidak hanya berfokus bagaimana membangun sebuah kegiatan usaha
yang nantinya akan menghasilkan manfaat (keuntungan) akan tetapi juga
berfokus bagaimana mengantisipasi dan mengendalikan dampak
lingkungan yang akan ditimbulkan dari kegiatan usaha dengan cara
mencegah terjadinya dampak pencemaran lingkungan akibat limbah
industri yang dihasilkan dari kegiatan produksi serta memulihkan kembali
kondisi kualitas lingkungan yang telah tercemar seperti pada keadaan
semula. Oleh sebab itu, menurut peneliti hal tersebut dapat dilakukan
84
dengan mengoptimalkan peran Dinas Lingkungan Hidup dalam 3 hal
utama yaitu pertama berkenaan dengan Regulatory Role (perencana
kebijakan) yang dalam hal ini erat kaitannya dengan penerapan fungsi
manajemen yaitu Perencanaan (Planning), kedua Enabling Role
(pelaksana kebijakan) yang dalam hal ini erat kaitannya dengan penerapan
fungsi manajemen yaitu Pelaksanaan (Actuating) dan ketiga Directing
Role (Pengawas Kebijakan ) yang dalam hal ini erat kaitannya dengan
penerapan fungsi manajemen yaitu Pengawasan (Controlling). Disamping
menitikberatkan pada 3 hal utama tersebut yang merupakan penerapan dari
beberapa fungsi manajemen tadi, upaya lainnya juga dapat ditempuh
menurut peneliti dengan menggunakaan konsep pengendalian lingkungan
hidup menurut Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana didalamnya disebutkan
bahwa upaya pengendalian lingkungan hidup daapat dilakukan dengan 3
upaya yang terdiri dari upaya pencegahan, penanggulangan, dan
pemulihan.
Jenis dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ni adalah
pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh peneliti bersifat
dekskriptif yang berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara, hasil
observasi lapangan serta data atau hasil dokumentasi lainnya. Kata-kata
dan tindakan infroman merupakan sumber utama dalam penelitian
kualitatif. Sumber data dari informan dicatat dengan menggunakan alat
tulis dan direkam melalui handphone sebagai sarana pendukung yang
85
peneliti gunakan dalam penelitian ini. Sumber data sekunder yang
diperoleh peneliti berupa dokumentasi seperti dokumen-dokumen Rencana
Strategis Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2017,
Rencana Kerja Seksi Pengawasan Tahun 2016, Rencana Kerja Seksi
Penaggulangan Tahun 2017, Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2014-2016, Daftar
Pengaduan Lingkungan Tahun 2014-2016, Profil Kabupaten Serang dalam
Angka 2016, Profil Kecamatan Kibin, Jumlah perusahaan di Kabupaten
Serang per Oktober 2016, Jadwal Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan
Tahun 2017, dan dokumen-dokumen lainnya yang mendukung sebagai
data sekunder dalam penelitian ini. Selain itu bentuk data lainnya berupa
foto-foto lapangan dimana foto-foto tersebut merupakan foto kegiatan
yang berhubungan dengan bentuk pencemaran lingkungan yang terjadi
dari keberadaan Kawasan Industri Modern dan upaya perbaikan
lingkungan yang selama ini telah diupayakan oleh para pelaku usaha
berkat arahan dan petunjuk dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian dilakukan reduksi data
untuk mendapatkan tema dan polanya serta diberi kode-kode pada aspek
tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan berkaitan dengan
pembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan kategorisasi data.
Dalam menyusun jawaban penelitian, untuk mempermudah peneliti dalam
86
melakukan reduksi data maka peneliti memberikan kode pada aspek-aspek
tertentu yaitu:
a. Kode Q menunjukkan daftar pertanyaan
b. Kode Q1, Q2, Q3, Q4 dan seterusnya menunjukkan daftar urutan
pertanyaan
c. Kode I menunjukkan informan
d. Kode I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5 menunjukkan daftar urutan informan
dari kategori instansi pemerintah.
e. Kode I2-1, I2-2, I2-3, I2-4 menunjukkan daftar urutan informan dari
kategori pihak industri (swasta).
f. Kode I3-n menunjukkan daftar urutan informan dari kategori
tokoh masyarakat .
g. Kode I4-n menunjukkan daftar urutan informan dari kategori
masyarakat.
Setelah pembuatan koding pada tahap reduksi data, langkah
selanjutnya adalah penyajian data yang dimaksudkan agar lebih
mempermudah peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau
bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Data-data tersebut tersebut
kemudian dipilih-pilih dan disisikan untuk disortir menurut kelompoknya
dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar
selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-
kesimpulan sementara yang diperoleh pada saat data direduksi. Selanjutnya
untuk memperoleh data yang kredibel kemudian dilakukan pengujian
87
dengan teknik triangulasi dan member check yaitu proses check and recheck
antara sumber data yang satu dengan sumber data lainnya. Setelah semua
proses analisis data telah selesai dilakukan oleh peneliti maka langkah
selanjutnya dapat dilakukan penyimpulan akhir. Kesimpulan akhir dapat
diambil ketika peneliti telah merasa bahwa data yang diperoleh peneliti
telah bersifat kredibel dan sudah jenuh.
4.2.2 Data Informan
Pada penelitian mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan
Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang adapun yang
menjadi informan-informan yang peneliti tentukan dalam penelitian ini
merupakan orang-orang yang menurut peneliti paling mengetahui informasi
dan data yang dibutuhkan dalam penyusunan penelitian ini.
Informan dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah yang
dalam hal ini diwakili oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
sebagai Organisasi Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan pemerintah
daerah di bidang lingkungan hidup yang juga sebagai perencana kebijakan,
penyelenggara kebijakan, dan pengawas kebijakan di bidang pengelolaan
lingkungan hidup, serta pihak lainnya yang memahami terhadap
permasalahan mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
dalam Upaya Pengendalian Dampak Pencemaran dari keberadaan Kawasan
Industri Modern yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang (Mantan Kepala
88
Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang Periode 2008-2016), Kepala Bidang Pencegahan
Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Kepala
Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang, Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Kepala Seksi Penanganan Kasus
Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. Pihak lainnya
yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah para penanggungjawab
pengelola lingkungan beberapa industri yang bermasalah yang menjadi
objek kegiatan pengawasan yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang pada kawasan industri Modern diantaranya
penanggungjawab pengelola lingkungan PT. Bahari Makmur Sejati,
penanggungjawab pengelola lingkungan PT. Boo Young Indonesia, dan
penanggungjawab pengelola lingkungan PT. Sunjin HJ termasuk
penanggungjawab pengelola lingkungan pihak kawasan modern yaitu
penanggungjawab pengelola lingkungan PT. Modern Industrial Estate.
Kemudian informan lainnya juga berasal dari Tokoh masyarakat dan
masyarakat Desa Barengkok dan Desa Cijeruk sebagai Desa yang letaknya
bedekatan dengan kawasan industri Modern dan terkena dampak dari
adanya pembangunan kawasan industri Modern. Adapun informan-informan
pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
89
Tabel 4.6 Informan Penelitian
No Informan Status Informan Jenis
Kelamin Usia Kode
Informan Instansi Pemerintahan 1. H.E Kustaman, ST Sekretaris Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang (Mantan Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Periode 2008-2016)
Laki-Laki 55 Tahun I1-1
2. Ayi Syamsul Hidayat Kepala Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Laki-Laki 48 Tahun I1-2
3. Wahyu Hidayat. YP, ST
Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Laki-Laki 38 Tahun I1-3
4. Lili Amaliawati, ST Kepala Seksi Penanganan Kasus Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Perempuan 50 Tahun I1-4
5. Ir.Yani Setyamaulida Kepala Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Laki-Laki 49 Tahun I1-5
Industri (Swasta)
6. Fauzi Adi Wirotomo Estate Unit Head PT. Modern Industrial Estate (Pengelola Kawasan)
Laki-Laki 26 Tahun I2-1
7. R.N Abdu Manajer Umum PT. Bahari Makmur Sejati
Laki-Laki 49 Tahun I2-2
8. Atik Rohayati Manajer HRD & General Affair PT. Boo Young Indonesia
Perempuan 36 Tahun I2-3
9. Apip Suparan Manajer HRD & General Affair PT. Sunjin HJ
Laki-Laki 50 Tahun I2-4
Tokoh Masyarakat
10. H. Jainuddin Tokoh Masyarakat Desa Barengkok
Laki-Laki 50 Tahun I3-1
11. Rosihin Tokoh Masyarakat Desa Cijeruk Laki-Laki 38 Tahun I3-2
Masyarakat
14. Lia Purnamasari Masyarakat Kampung Sadang Perempuan 27 Tahun I4-1
15. Ati Wardani Masyarakat Kampung Ciajeng Perempuan 35 Tahun I4-2
Sumber: Peneliti, 2017
90
Berdasarkan tabel diatas peneliti mencukupkan yang menjadi informan
dalam penelitian ini hanya pada orang-orang atau kelompok-kelompok yang telah
tercantum di atas dengan pertimbangan karena berdasarkan proses pengumpulan
data berlangsung baik melalui kegiatan observasi, wawancara, dan studi
dokumentasi data yang diperoleh oleh peneliti telah bersifat jenuh dan telah
menghasilkan kesimpulan yang kredibel dengan didukung oleh data yang valid
dan konsisten yang ditemukan kembali oleh peneliti sehingga peneliti tidak lagi
menambah daftar informan dalam penelitian ini.
4.3 Temuan Lapangan
Data lapangan dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti
dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti
gunakan yaitu Konsep Peran Organisasi Sektor Publik menurut Jones (1993)
dalam Mahsun (2006:8) dan Konsep Pengendalian Menurut Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Pada dasarnya upaya pengendalian dampak lingkungan yang selama ini
telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berfokus pada
upaya pengawasan lingkungan, upaya penanggulangan pencemaran lingkungan,
dan upaya penanganan kasus lingkungan, meskipun dalam pelaksanaannya
memang tidak terlepas dari kendala yang menghambat pelaksanaan tugas di
bidang pengendalian dampak lingkungan baik hambatan yang berasal dari sisi
internal maupun hambatan dari sisi eksternal, namun selama ini Dinas
Lingkungan Hidup selalu berupaya dengan melakukan pelaksanaan tugas dengan
sebaik-baiknya agar dapat mengatasi hambatan tersebut.
91
Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan pembahasan yang
didasarkan pada temuan lapangan, maka peneliti akan menjelaskan data lapangan
berdasarkan pada rumusan masalah yang telah tercantum pada bab sebelumnya
yang kemudian digabungkan dengan indikator-indikator teori yang peneliti
gunakan sebagai berikut:
4.3.1 Bentuk Pengendalian Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern Dalam melaksanakan tindakan pengendalian terhadap dampak
pencemaran dari keberadaan suatu kawasan industri dapat dilihat dari
mulai tahap perencanaan yang berkaitan dengan perencanaan program dan
kegiatan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan,
tahap pelaksanaan yang erat kaitannya dengan upaya pencegahan,
penanggulangan, dan pemulihan, hingga pada tahap pengawasan terhadap
pelaksanaan program dan kegiatan pengendalian yang telah disusun baik
secara strategis maupun secara teknis di lapangan. Oleh karena itu bentuk
pengendalian yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang terhadap dampak pencemaran dari keberadaan kawasan industri
Modern dapat dilihat berdasarkan 6 indikator yang akan dipaparkan oleh
peneliti sebagai berikut:
1. Regulatoy Role (Perencana Kebijakan)
Pada Indikator ini merupakan penerapan salah satu fungsi
manajemen yaitu fungsi perencanaan (Planning) dimana pada tahap
ini merupakan suatu tahapan yang sangat penting bagi
92
keberlangsungan organisasi karena berkaitan erat dengan penetapan
tujuan yang ingin dicapai oleh setiap organisasi.
Fungsi perencanaan meliputi serangkaian keputusan-keputusan
termasuk penentuan-penentuan tujuan, kebijaksanaan, membuat
program-program, menentukan metode dan prosedur serta
menetapkan jadwal waktu pelaksanaan. Dalam melakukan
perencanaan dan menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan
pengendalian dampak lingkungan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang mengacu pada Rencana Strategis Kabupaten
Serang yang menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis
bagi setiap Organisasi Perangkat Daerah disesuaikan dengan tugas dan
kewenangannya masing-masing yang nantinya akan dijabarkan
kedalam Program dan Kegiatan di masing-masing bidang yang
kemudian akan dirancang Rencana Kerja pada tiap-tiap seksi. Seperti
yang dipaparkan oleh I1-1 sebagai berikut:
“Penyusunan program dan kebijakan pengendalian dampak lingkungan itu didasarkan pada Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dimana Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah tersebut merupakan penjabaran dari Rencana Strategis Kabupaten yang menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) untuk kurun waktu 5 tahun kedepan, dari situlah muncul target-target pencapaian kinerja kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup. Titik berat pencapaian kinerja pengelolaan lingkungan hidup disimpulkan dalam bentuk Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (IKLHD) yang merupakan perpaduan antara indeks tutupan lahan, indeks pencemaran air, dan indeks pencemaran udara dengan ukuran pencapaian angka dalam IKLHD tersebut yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan, diantaranya
93
program pengendalian dampak lingkungan”. (Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017pukul 08.38 WIB.
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dapat
diketahui bahwa dalam menyusun program dan kebijakan di bidang
pengendalian dampak lingkungan awalnya bersumber dari Rencana
Strategis Kabupaten Serang yang kemudian barulah dijabarkan
kedalam Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah, dari
situlah Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang membuat target-
target pencapaian kinerja pengelolaan lingkungan hidup yang
didasarkan pada Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (IKLHD)
yang merupakan perpaduan antara indeks tutupan lahan, indeks
pencemaran air, dan indeks pencemaran udara.
Selain berpedoman pada Rencana Strategis Kabupaten Serang
dan Rencana Strategis Dinas, penyusunan program dan kebijakan juga
bersumber dari Dokumen Pelaksanaan Anggara (DPA) seperti yang
dipaparkan oleh I1-2 sebagai berikut:
“Pada prinsipnya kebijakan dan kegiatan pengawasan itu salah satunya bersumber dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang kemudian dijabarkan menjadi Rencana Kerja Seksi, dari situlah nantinya akan dijabarkan maksud dan tujuan yang ingin dicapai dan upaya apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, termasuk didalamnya membuat rencana operasional kegiatan pengawasan pelaksanaan kebijakan yang berisikan indikator sasaran kegiatan usaha yang harus dapat terawasi setiap tahunnya, indikator kegiatan dengan rincian perjalanan dinas, pencapaian target kegiatan yang dijabarkan dalam bentuk persentase, membuat teknis pelaksanaan di lapangan seperti pembuatan format surat tugas, format berita acara hasil pengawasan, format tindak lanjut monitoring, termasuk format
94
penyampaian reward dan punishment kepada pelaku usaha melalui surat dan tindak lapangan yang berasal dari hasil pelaksanaan monitoring dan pengawasan di lapangan, termasuk didalamnya disusun rencana kegiatan evaluasi yang dilakukan secara internal dan menyusun laporan yang terdiri dari laporan bulanan, triwulan, semesteran dalam tahun anggaran berjalan serta laporan akhir setelah selesai kegiatan”. (Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.19 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-2 dapat
diketahui bahwa penyusunan kebijakan dan kegiatan pada seksi
pengawasan bersumber dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
yang kemudian dijabarkan kedalam Rencana Kerja Seksi yang
didalamnya antara lain memuat maksud dan tujuan yang ingin dicapai
melalui pembuatan rencana operasional kegiatan pengawasan teknis di
lapangan, pencapaian target kegiatan pengawasan yang dijabarkan
dalam bentuk persentase, target kegiatan usaha yang dapat terawasi
untuk setiap tahunnya, hingga pada pembuatan rencana kegiatan
evaluasi secara internal dan penyampaian laporan hasil pengawasan
yang dijadikan sebagai bahan koreksi terhadap pelaksanaan kegiatan
pengawasan di lapangan untuk mengetahui kelemahan dan
kekurangan dalam pelaksanaan tugas pengawasan untuk selanjutnya
dilakukan peningkatan terhadap kualitas kegiatan pengawasan, serta
tak lupa juga dibuat jadwal pelaksanaan kegiatan pengawasan untuk
setiap satu tahun yang dijadikan sebagai acuan dasar dalam
melaksanakan kegiatan pengawasan yang dapat terlihat pada gambar
dibawah ini:
95
Gambar 4.4 Jadwal Pengawasan Terhadap Kegiatan Usaha di Kabupaten Serang pada Tahun 2014
Sumber : Rencana Kerja Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2014
96
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa jadwal
pelaksanaan kegiatan pengawasan telah dibuat untuk selama satu
tahun kedepan yang kemudian dibagi per setiap bulan disesuaikan
dengan radius atau jarak lokasi dari keberadaan kegiatan usaha yang
dibagi kedalam 3 kategori yaitu 5-20 km, 20-30 km, dan diatas 30 km.
Dari gambar ditas juga dapat diketahui bahwa tidak hanya kegiatan
industri saja yang menjadi objek dari pengawasan tetapi juga kegiatan
perhotelan, perternakan, penambangan, dan rumah sakit juga tak luput
dari kegiatan pengawasan.
Hal senada juga disampaikan oleh I1-3 yang menyatakan bahwa :
“Untuk perencanaan kebijakan dan program yang kami susun didasarkan pada Rencana Strategis Dinas Lingkungan Hidup dan mengacu pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) yang kemudian dijabarkan kedalam Rencana Kerja Seksi, dan dari situlah kami menyusun program dan kebijakan dengan rencana kegiatan yang berkenaan dengan upaya menurunkan tingkat pencemaran lingkungan rata-rata per tahun sebesar 5% dan menurunkan target kerusakan lingkungan rata-rata per tahun sebesar 7% serta berkurangnya tingkat pelanggaran pelaku usaha yang mencemari lingkungan menjadi 20%”.(Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-3 dapat
diketahui bahwa dalam menyusun Rencana Kerja Seksi
Penanggulangan Dampak Lingkungan juga bersumber pada Rencana
Strategis Dinas Lingkungan Hidup dan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) yang didalamnya memuat rencana kegiatan yang
berkenaan dengan upaya menurunkan tingkat pencemaran dan
kerusakan lingkungan serta berkurangnya tingkat pelanggaran yang
97
dilakukan oleh para pelaku usaha, selain itu juga didalamnya memuat
jadwal kegiatan pemantauan terhadap kualitas lingkungan seperti yang
terlihat pada gambar berikut:
Gambar 4.5 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Pemantauan Kualitas Lingkungan Pada
Tahun 2017
Sumber : Rencana Kerja Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2017
98
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa jadwal
pemantauan terhadap kualitas lingkungan ditunjukkan untuk ketujuh
titik sungai yang berada di Kabupaten Serang serta udara (ambient)
untuk wilayah Serang Timur dan Serang Barat yang pelaksanaannya
dibuat untuk selama satu tahun kedepan yang memuat tanggal-tanggal
pemantauan untuk setiap bulannya dan terbagi atas 4 triwulan untuk
memudahkan dalam pembuatan laporan.
Dalam menyusun program dan kebijakan di bidang
pengendalian dampak lingkungan dibutuhkan beberapa masukan serta
saran dari berbagai pihak yang terlibat sebagai pelaku pembangunan
daerah diantaranya masukan dari beberapa kegiatan usaha dan
masyarakat. Penyampaian saran dan masukan dapat dilakukan
masyarakat melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Daerah yang dilakukan melalui tahapan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan tingkat Desa, lalu Musyawarah Perencanaan
Pembangunan tingkat Kecamatan hingga Musrembang Tingkat
Daerah yang dikoordinir oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah
(BAPPEDA). Sedangkan untuk penyampaian masukan dan saran dari
kegiatan usaha dapat disampaikan langsung kepada Dinas Lingkungan
Hidup, dengan adanya masukan serta saran yang disampaikan oleh
kegiatan usaha dan masyarakat diharapkan dapat menjadi acuan bagi
Dinas Lingkungan Hidup dalam menyusun program dan kebijakan di
bidang pengendalian dampak lingkungan agar program dan kebijakan
99
yang disusun dapat tepat sasaran dan mampu mengakomodir
keinginan berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pembangunan
namun tetap disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia
dan skala prioritas Dinas Lingkungan Hidup. Hal tersebut juga
disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut:
“Penyusunan program tadi dilakukan melalui tahapan perencanaan sebagaimana yang dikoordinir oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) yang dilakukan melalui tahapan Musrembang Desa, kemudian Musrembang Kecamatan dan Musrembang Daerah yang juga dihadiri oleh Forum Organisasi Perangkat Daerah dalam meyusun Rencana Kerja Tahunan sehingga dengan demikian semua sasaran dan masukan serta keinginan semua pihak telah terakomodir didalam program dan kegiatan yang disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia serta dikualifikasikan berdasarkan skala proritas”. (Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Berdasarkan wawancara dengan I1-1 dapat diketahui bahwa
penyusunan program dan kebijakan pengendalian lingkungan
dilakukan melalui kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Daerah yang dikoordinir oleh Badan Perencaanaan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) dengan harapan kegiatan tersebut dapat
mengakomodir masukan dan keinginan dari berbagai pihak. Tetapi
selain menerima masukan dan saran dari kegiatan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan, Dinas Lingkungan Hidup juga sangat
terbuka apabila memperoleh saran dan masukan secara langsung baik
dari masyarakat maupun dari kegiatan usaha sebagaimana yang
disampaikan oleh I1-2 sebagai berikut:
100
“Untuk masukan sendiri dalam penyusunan kebijakan dann kegiatan pengawasan selama ini kami sangat terbuka baik dari pihak industri atau masyarakat, namun sampai saat ini masukan dari masyarakat memang belum pernah kami terima, kemudian untuk masukan dari pelaku usaha utamanya berkenaan dengan penyusunan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER)”.(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.19 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-2 dapat
diketahui bahwa selama ini seksi pengawasan lingkungan selalu
terbuka untuk menerima masukan langsung baik masukan dari
kegiatan industri maupun masyarakat yang nantinya dapat dijadikan
sebagai bahan koreksi pelaksanaan tugas sebelumnya dan dapat
meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas kedepannya serta dapat
menjadi bahan dalam melakukan kegiatan pengawasan di lapangan.
Hal senada juga disampaikan oleh I1-3 sebagai berikut:
“Untuk keterlibatan pihak lain paling terdapat masukan dari masyarakat yang kami terima pada saat Musrembang Desa dan Musrembang Kecamatan, salah satunya masukan yang kami terima berkenaan dengan target-target atau titik-titik pengambilan sampel sungai dan udara”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-3 diketahui bahwa
Seksi Penanggulangan Dampak Lingkungan pernah menerima
masukan dari masyarakat berkenaan dengan titik-titik pengambilan
sampel terhadap kualitas sungai dan udara yang disampaikan melalui
kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa.
101
Selain menerima masukan berkenaan dengan titik-titik
pengambilan sampel sungai yang disampaikan masyarakat, Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang juga menerima aduan mengenai
kasus lingkungan yang terjadi dan biasanya masyarakat
menyampaikannya dibantu dengan kelompok Lembaga Swadaya
Mayarakat (LSM) seperti yang disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut :
“Untuk masukan-masukan ada yang berasal dari Musrembang Desa dimana masyarakat mengeluhkan akan adanya kasus lingkungan yang terjadi di sekitar tempat tinggal mereka yang kemudian disampaikan ke pihak Desa untuk kemudian penyampaian informasi tersebut sampai pada kami dibantu dengan pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menyampaikannya”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-4 dapat
diketahui bahwa selama ini seksi penanganan kasus memperoleh
pengaduan kasus lingkungan lebih banyak disampaikan oleh
kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat baik secara tertulis berupa
surat maupun media cetak atau bahkan langsung datang ke kantor
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Sebagai pelaku usaha yang juga terlibat dalam kegiatan
pembangunan, para industri yang berada pada lingkup kawasan
Modern pun tak lepas memberikan masukan dan saran kepada pihak
Dinas Lingkungan Hidup terutama berkaitan dengan urusan
pengelolaan dan penanganan limbah dari kegiatan industri dan
meminta pengarahan terutama bagi industri-industri yang belum
102
memiliki dokumen lingkungan, hal tersebut disampaikan oleh I2-1
sebagai berikut :
“Untuk masukan, pernah waktu itu dari pihak kawasan memberikan masukan kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dengan mengundang pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar mengarahkan kami dalam penanganan limbah dan meminta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar memberikan arahan kepada industri-industri yang berada pada kawasan Modern yang belum memiliki dokumen lingkungan”. (Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).
Namun memang lebih banyak industri memberikan masukan
dengan menaruh harapan kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup agar
dapat memberikan pengarahan dan penegasan kepada pihak pengelola
kawasan Modern untuk segera menyediakan dan membangun Instalasi
Pengelolaan Limbah sehingga nantinya pihak pengelola kawasan
Modern tidak hanya berfokus pada perluasan lokasi kawasan dengan
hanya menyediakan kavling saja tetapi juga berfokus pada upaya
pengelolan dan perlindungan lingkungan hidup dengan penyediaan
Instalasi Pengelololaan Limbah Khusus Kawasan terutama diharapkan
untuk segera dibangunnya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
Hal tersebut disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut :
“Untuk masukan pernah waktu itu kami memberikan masukan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar mengarahkan pihak kawasan Modern agar membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Terpadu khusus kawasan Modern. Jadi nantinya seluruh kegiatan industri terutama industri penghasil limbah yang berada pada kawasan Modern bisa saling berkoordinasi dalam pengelolaan limbah cair, agar nantinya air limbah yang terbuang ke sungai kondisinya lebih bersih, tidak menimbulkan pencemaran dan tidak mengganggu kehidupan ekosistem makhluk hidup lainnya”.
103
(Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret 2017 pukul 13.50 WIB).
Hal serupa juga disampaikan oleh I2-3 sebagai berikut :
“Pernah memberikan masukan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terutama berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup seperti pengelolaan limbah karena memang kawasan Modern sendiri belum menyediakan dan belum memiliki Instalasi Pengelolaan Limbah. Oleh karena itu, kami mengusulkan melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) agar pihak kawasan membangun Instalasi Pengelolaan Limbah Khusus Kawasan, meskipun saat ini memang industri-industri penghasil limbah cair khususnya yang berada pada kawasan Modern sudah memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah masing-masing, namun alangkah lebih baiknya jika pihak kawasan memiliki hal tersebut agar nantinya air limbah yang dihasilkan dari industri-industri penghasil limbah cair lebih tersaring lagi pembuangannya”. (Wawancara di kantor PT. Boo Young, tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-2 dan I2-3,
dapat diketahui bahwa selama ini pihak industri menaruh harapan
akan peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang agar dapat
memberikan pengarahan kepada pihak pengelola kawasan untuk dapat
mewujudkan keinginan pihak industri yaitu agar pihak kawasan
Modern dapat membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah Terpadu
Khusus Kawasan, meskipun saat ini memang setiap industri penghasil
limbah telah memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah masing-
masing disetiap industri, akan tetapi akan jauh lebih baik jika kawasan
sendiri juga memiliki hal tersebut dengan harapan jika hal tersebut
telah terbangun keluaran limbah cair yang dihasilkan kondisnya akan
jauh lebih baik, lebih jernih, dan tidak terkontaminasi oleh zat-zat
104
bahan kimia yang berbahaya sehingga tidak ada lagi pengaduan-
pengaduan dari masyarakat karena adanya pencemaran kualitas air.
Setelah mendengarkan segala aspirasi, saran, dan masukan
yang diberikan oleh seluruh pelaku pembangunan daerah maka
langkah selanjutnya adalah menentukan kebijakan, program dan
kegiatan pengendalian dampak lingkungan yang disesuaikan dengan
ketersediaan anggaran dan skala prioritas pembangunan daerah.
Kebijakan dan program yang disusun tersebut berlaku bagi seluruh
pelaku pembangunan daerah tanpa terkecuali sehingga pada
hakikatnya upaya pengelolaan lingkungan hidup harus
diselenggarakan oleh seluruh pihak. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1
sebagai berikut :
“Program pengendalian pencemaran terdiri dari beberapa kegiatan yang meliputi; pengawasan penaatan pengelolaan lingkungan, sertifikasi pengelolaan lingkungan (bimbingan teknis), kegiatan pengawasan intensif, kegiatan penanganan industri bermasalah lingkungan, monitoring kualitas udara dan kualitas air serta kegiatan penanganan kasus (penegakkan hukum). Program dan kebijakan yang telah terususun tadi juga tidak hanyak berlaku bagi industri tetapi juga berlaku bagi seluruh pelaku pembangunan yang ada di Kabupaten Serang jadi berlaku juga bagi masyarakat, kegiatan industri termasuk juga pemerintah contoh seperti Rumah Sakit baik milik Pemerintah Daerah maupun milik Swasta tetap menjadi objek pengawasan dari kami, sehingga pada dasarnya pengelolaan lingkungan itu memang harus diselenggarakan oleh seluruh pihak”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017).
Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh I1-1, dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya pengelolaan lingkungan hidup
harus diselenggarakan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam upaya
105
pembangunan daerah, sehingga kebijakan dan program pengendalian
dampak lingkungan yang telah disusun tersebut tidak hanya dipatuhi
oleh kegiatan industri semata tetapi juga dipatuhi oleh seluruh
kegiatan usaha, masyarakat dan juga pemerintah. Program dan
kebijakan pengendalian dampak lingkungan yang disusun utamanya
berkenaan dengan pengawasan penaatan pengelolaan lingkungan,
sertifikasi pengelolaan lingkungan (bimbingan teknis), kegiatan
pengawasan intensif, kegiatan penanganan industri bermasalah
lingkungan, monitoring kualitas udara dan kualitas air serta kegiatan
penanganan kasus (penegakkan hukum).
Selanjutnya masing-masing seksi akan merincikan kembali
kegiatan yang akan disusun sesuai dengan kewenangan dan tugas
masing-masing yang disesuaikan dengan kebijakan dan program
utama pengendalian dampak lingkungan. Hal tersebut disampaikan
oleh I1-2 sebagai berikut :
“Program yang ada pada ruang lingkup pengawasan berkenaan dengan pengawasan pelaksanaan kebijakan bidang lingkungan hidup yang kami sesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya tentang pengendalian air limbah, pengendalian udara, pengelolaan limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun (B3) maupun limbah Tidak Berbahan Berbahaya dan Beracun dan kebijakan lainnya yang berada pada lingkup lingkungan hidup pelaksanaannya kami awasi terutama bagi seluruh pelaku pembangunan yang berada pada Kabupaten Serang. Kebijakan dan program yang tadi telah disusun tidak hanya berlaku kegiatan industri tetapi berlaku bagi semua pelaku usaha di Kabupaten Serang termasuk peternakan, pertambangan, pariwasata. Pelayanan kesehatan baik milik Pemerintah Daerah maupun milik swasta, termasuk juga pemerintah. Sehingga pengelolaan lingkungan harus
106
diselenggarakan oleh seluruh unsur pembangunan daerah”. (Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.18 WIB)
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-2 dapat
disimpulkan bahwa program dan kebijakan yang disusun oleh seksi
pengawasan utamanya bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan
pengelolaan limbah yang dilakukan oleh seluruh kegiatan usaha baik
limbah cair, gas, dan padat yang bersifat Berbahan Berbahaya dan
Beracun maupun yang bersifat Tidak Berbahan Berbahaya dan
Beracun yang pelaksaannya diawasi oleh Dinas Lingkungan Hidup
dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Selain itu pernyataan lain juga disampaikan oleh I1-3 sebagai
berikut:
“Program dan kebijakan yang kami susun terutama yang bertujuan untuk mendeteksi parameter media lingkungan, menetapkan trend kondisi media lingkungan terutama sungai dan udara ambient, mengendalikan kualitas lingkungan terutama sungai dan udara ambient, dan mendeteksi parameter pencemar pada lingkungan. Untuk kegiatannya meliputi; pemantau sungai yang terdiri dari : Sungai Ciujung (Bendung Pamarayan), Sungai Ciujung (Tirtayasa), Sungai Cidurian, Sungai Cibereum, Sungai Cibanten, Sungai Cidanau, Sungai Cikambuy, kemudian juga dilakukan pemantauan terhadap udara ambient yang terdiri dari : udara ambient wilayah Serang Barat, udara ambient wilayah Serang Timur serta dilakukan pemantauan udara ambient (debu) 24 jam di wilayah Serang Barat dan Serang Timur. Dan terakhir kegiatan kami juga meliputi kegiatan monitoring yang dilakukan rutin setiap tahunnya”. (Wawancara di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
107
Berdasarkan pernyataan diatas yang disampaikan oleh I1-3
dapat disimpulkan bahwa program dan kebijakan yang disusun oleh
seksi penanggulangan pencemaran lingkungan utamanya bertujuan
untuk mendeteksi parameter media dan pencemar lingkungan serta
menetapkan trend kualitas media lingkungan dari waktu kewaktu
terutama terhadap ke tujuh titik sungai yang berada pada Kabupaten
Serang dan udara ambient wilayah Serang Timur dan Serang Barat
dengan melakukan pemantaun dan pengawasan serta kegiatan
monitoring setiap bulannnya sehingga dapat terkendalikan.
Pemaparan yang berbeda disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut:
“Program yang ada di seksi penanganan kasus berfokus pada program dan kegiatan dalam penanganan permasalahan lingkungan seperti pengaduan-pengaduan dari masyarakat contoh: bau yang berasal dari kegiatan perusahaan, limbah yang keluar yang tidak dikelola dengan baik oleh kegiatan usaha, dan penanganan limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun yang belum sesuai dengan aturan. Selain program yang kami susun tadi kami juga menangani kegiatan penanganan intensif kegiatan usaha bermasalah lingkungan yang didasarkan pada hasil pengawasan seksi pengawasan di lapangan terhadap kegiatan usaha yang masih belum taat kepada aturan yang berlaku”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Dari hasil wawancara diatas yang dikemukakan oleh I1-4 dapat
diketahui bahwa program dan kebijakan yang disusun oleh seksi
penanganan kasus lingkungan utamanya bertujuan untuk menangani
aduan-aduan kasus lingkungan dari masyarakat dan penanganan
intensif usaha bermasalah lingkungan yang berasal dari pengaduan
masyarakat dan hasil pengawasan petugas di lapangan.
108
Selain program dan kebijakan pengendalian dampak
lingkungan yang telah disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup, sebagai
dukungan dalam mewujudkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan mayoritas industri pun menyusun program
pengendalian dampak lingkungan yang direncanakan sendiri dengan
tujuan dapat meminimalisir dampak lingkungan yang mungkin terjadi
dari keberadaan industri dan kegiatan produksi. Hal tersebut
disampaikan oleh disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut:
“Program pengendalian yang kami susun antara lain berupa pemantauan terhadap keluran limbah cair yang dilakukan setiap bulan melalui pengujian sampel air limbah bekerjasama dengan pihak ketiga yakni PT.Unilab Perdana, kemudian juga dilakukan monitoring secara keseluruhan mulai dari pemantauan udara, mesin-mesin yang mendatangkan polusi kita lakukan pengecekan setiap per 6 bulan, serta membuat laporan periodik per 3 bulan mengenai pengelolaan lingkungan yang dilakukan perusahaan untuk kemudian kami laporkan kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH)”. (Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret 2017 pukul 13.50 WIB).
Hal yang senada juga disampaikan oleh I2-4 yang menyatakan
sebagai berikut :
“Program pengendalian yang kami susun berkenaan dengan upaya perbaikan sistem pengelolaan limbah terutama pengelolaan limbah cair agar tetap sesuai dengan standar baku mutu lingkungan yang ditetapkan malalui upaya pengujian sampel air limbah yang dikeluarkan yang dilakukan rutin setiap bulannya dan rutin kami laporkan kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH)”. (Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
109
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-2 dan I2-4 dapat
disimpulkan bahwa program dan kebijakan pengendalian dampak
lingkungan yang telah disusun oleh kegiatan industri utamanya
berkenaan dengan upaya pada penaatan aturan-aturan yang berlaku di
bidang lingkungan hidup dengan cara memantau dan mengawasi
keluaran limbah yang dihasilkan agar tetap sesuai dengan standar
baku mutu lingkungan hidup yang ditetapkan sambil terus melakukan
upaya perbaikan sistem pada Instalasi Pengelolaan Limbah yang
dimiliki setiap industri, lalu dilakukan juga upaya pengujian terhadap
sampel limbah yang dikeluarkan baik limbah cair maupun udara setiap
bulannya bekerjasama dengan pihak ketiga yang kemudian hasilnya
dimasukkan pada laporan periodik per 3 bulan mengenai laporan
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan pihak industri kepada
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
2. Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)
Indikator Enabling Role (Pelaksana Kebijakan) dapat
dikatakan sebagai penerapan fungsi manajemen yaitu fungsi
pelaksanaan (actuating). Pada fungsi pelaksanaan ini lebih
menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan
orang-orang yang terlibat dalam sebuah organisasi, dengan adanya
fungsi ini diupayakan agar apa yang telah dibuat dalam sebuah proses
perencanaan dapat menjadi kenyataan melalui berbagai upaya yang
dilaksanakan secara optimal sehingga dapat terwujudnya tujuan dari
110
sebuah organisasi yang ingin dicapai. Fungsi ini juga dapat
memberikan pemahaman kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang mengenai pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian
dampak lingkungan yang telah disusun sebelumnya untuk mengetahui
sejauh mana pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian
dampak lingkungan di lapangan apakah telah berjalan dengan optimal
sesuai rencana dan harapan atau tidak. Sehingga dirasa perlu
disusunlah upaya-upaya tertentu agar pelaksanaan kebijakan dan
program pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan
perencanaan. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Pelaksanaan program dan kebijakan tersebut selama ini selalu diupayakan agar sesuai dengan perencanaan awal, salah satu upaya yang ditempuh dengan membuat jadwal pengawasan dan pemantauan terhadap objek yang diawasi untuk setiap tahunnya meskipun didalam pelaksanaannya tidak terlepas dari kendala dan hambatan yang yang berasal dari segi internal maupun segi eksternal. Untuk memastikan bahwa program dan kebijakan yang telah disusun tadi telah berjalan dengan baik kami berupaya dengan upaya perencanaan sebelum kegiatan dilakukan seperti kegiatan pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan usaha sudah terjadwalkan setiap tahunnya dan hal tersebut menjadi pedoman bagi kami dalam melaksanakan kegiatan pengawasan untuk satu tahun kedapan dan itu harus dapat terselesaikan sampai akhir tahun”.(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Hal yang serupa juga diungkapkan oleh I1-3 yang menyatakan bahwa :
“Menurut saya sudah dapat dikatakan telah berjalan sesuai dengan rencana dan harapan karena kami pun telah membuat jadwal pemantauan untuk setiap bulannya yang kemudian kami bagi menjadi 4 triwulan untuk memudahkan kami dalam membuat laporan triwulan untuk satu tahunnya dan selama ini kami melaksanakan pemantauan terhadap media lingkungan mengacu pada jadwal yang telah dibuat dan sampai saat ini
111
masih tetap berjalan hingga akhir tahun”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-3
diketahui bahwa selama ini pelaksanaan program dan kebijakan
pengendalian dampak lingkungan selalu diupayakan agar berjalan
sesuai dengan perencanaan awal salah satunya dengan membuat
jadwal pelaksanaan kegiatan untuk satu tahun yang nantinya hal
tersebut menjadi pedoman dalam melakukan kegiatan di lapangan.
Selain dilakukan pengawasan oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang, untuk mengetahui sejauh mana dampak yang
ditimbulkan dari kegiatan produksi pihak industri juga melakukan
pemantauan terhadap kualitas lingkungan dan keluaran limbah yang
dihasilkan seperti yang dipaparkan oleh I2-1 sebagai berikut :
“Berdasarkan hasil pengujian terhadap kualitas udara ambient dan kebisingan menunjukkan pada hasil yang sesuai dengan Standar Baku Mutu Lingkungan Hidup, namun untuk pengelolaan limbah cair sendiri karena memang kami belum memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) kawasan maka upaya kami dengan penekanan pada industri-industri penghasil limbah cair yang berada pada kawasan Modern agar berupaya hasil limbah cair yang dikeluarkan tetap terjaga sesuai dengan Baku Mutu Lingkungan Hidup yang berlaku”.(Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate, tanggal 14 April 2017 pukul 09.21 WIB).
Pernyataan yang senada juga diutarakan oleh I2-3 sebagai berikut :
“Setiap harinya kami rutin melakukan pengontrolan dan setiap bulannya juga dilakukan pengujian dan dilaporkan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH), berdasarkan hasil pengujian juga sesuai dengan standar Baku Mutu Lingkungan Hidup”. (Wawancara di kantor PT. Boo Young Indonesia, tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).
112
Berdasarkan pada pernyataan yang disampaikan oleh I2-1 dan
I2-3 dapat diketahui bahwa selama ini pihak industri melakukan
pengujian terhadap kualitas limbah yang dikeluarkan dan berdasarkan
hasil menunjukkan pada angka yang memenuhi standar baku mutu
lingkungan hidup dan hal tersebut menjadi patokan untuk pelaksanaan
pengelolaan lingkungan kedepannya yang dilaporkan kepada Dinas
Lingkungan Hidup. Sedangkan untuk mengendalikan kualitas limbah
cair yang dikeluarkan karena belum tersedianya Instalasi Pengelolaan
Air Limbah khusus kawasan maka pengelola kawasan Modern
mewajibkan bagi seluruh industri penghasil limbah cair agar
membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah di masing-masing
industri seperti Instalasi Pengelolaan Air Limbah milik PT. Bahari
Makmur Sejati yang baru saja dibuat pada akhir tahun 2015 yang
terlihat pada gambar berikut :
Gambar 4.6 Instalasi Pengelolaan Air Limbah milik PT. Bahari Makmur Sejati
113
Sumber : Peneliti, 2017
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa Instalasi
Pengelolaan Limbah Cair terdiri dari beberapa bak penampung
dimana proses pengolahan limbah diawali dengan memompa air dari
baik penampungan kemudian diinjeksi dengan bahan kimia
ferrosulfat dan Poly Allumunium Chloride), kemudian dicampur
melalui static mixer supaya bercampur dengan baik kemudian air
baku yang teroksidasi dialirkan ke bak koagulasiflokulasi dengan
waktu tinggal sekitar 2 jam. Setelah itu air dari bak dipompa ke
saringan multimedia, saringan karbon aktif dan saringan penukar ion.
Hasil air olahan dimasukakan ke bak penampung untuk digunakan
kembali sebagai air pencucian.
(Sumber:http://ptwlk.blogspot.co.id/2015/05/manfaat-dan-instalasi-
pengolahan-air.html/diakses pada 27 Maret pukul 15.40 WIB).
114
Proses pengelolaan air limbah yang membutuhkan beberapa
tahapan tadi dimaksudkan agar dapat menyaring dan membersihkan
air yang sudah tercemar bahan kimia industri sehingga nantinya air
yang terbuang ke saluran air perusahaan kondisinya jernih, tidak
berbau dan tidak bercampur dengan zat-zat kimiawi seperti yang
peneliti lihat pada saluran akhir Instalasi Pengelolaan Air Limbah
milik PT. Bahari Makmur Sejati yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 4.7 Saluran Akhir Instalasi Pengelolaan Air Limbah milik PT. Bahari Makmur Sejati
Sumber : Peneliti, 2017
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa setelah
melalui beberapa tahap penyaringan yang dijalankan oleh sistem pada
Instalasi Pengelolaan Air Limbah sehingga air limbah yang tadinya
kondisinya keruh setelah melalui tahapan penyaringan dapat berubah
menjadi jernih dengan harapan dilakukannya hal tersebut dapat
meminimalisir terjadinya pencemaran pada sungai-sungai yang
berdekatan dengan kawasan industri Modern.
115
Pada dasarnya untuk meningkatkan pemahaman kegiatan
industri akan pengelolaan lingkungan hidup maka setidaknya dalam
setahun Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang memberikan
beberapa program dan kegiatan bagi pihak industri terutama berkaitan
dengan upaya penanganan limbah dan sempat terdapat beberapa
perusahaan di kawasan Modern yang memperoleh kebijakan dari
Dinas Lingkungan Hidup serta Pemerintah Daerah Kabupaten Serang
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Serang tentang
penutupan paksa Instalasi Pengelolaan Air Limbah seperti apa yang
disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut :
“Untuk program yang diberikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk setiap tahunnya memang selalu ada, baik berupa program pendidikan dan pelatihan untuk para operator Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) misalnya, kemudian juga pernah diberikan penyuluhan teknis mengenai penanganan lingkungan yang harus diselenggarakan oleh pihak perusahaan, seperti kegiatan peenghijauan yang baru saja dilakukan di pulau panjang dan kegiatan lainnya yang setiap 3 bulan memang selalu diselenggarakan oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Kalau untuk kebijakan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) waktu itu sempat kami memperoleh surat teguran yang merupakan Surat Keputusan Bupati Serang untuk menutup saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) perusahaan kami sampai kami bisa memperbaiki kondisi Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) kami sesuai dengan aturan yang ditetapkan”. (Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret 2017 pukul 13.50 WIB).
Hal yang serupa juga disampaikan oleh I2-4 sebagai berikut :
“Kalau untuk program yang sering kami terima yaitu bentuknya berupa pembinaan yang didasarkan pada laporan per triwulan mengenai hasil pengelolaan limbah yang kami lakukan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga sering memberikan masukan mengenai standar bahan kimia yang
116
dapat dilepas ke media lingkungan, kami pun sering diikutsertakan dalam Bimbingan Teknis mengenai pengelolaan lingkungan. Kalau untuk kebijakan yang pernah kami terima perusahaan kami termasuk dari beberapa industri yang memperoleh Surat Keputusan Bupati agar saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) milik perusahaan kami ditutup sementara sampai ada pada upaya perbaikan”. (Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-2 dan I2-4
dapat ditarik kesimpulan bahwa selama ini pihak industri dalam
setahunnya memperoleh program dan kegiatan yang diselenggarakan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. Program dan
kegiatan tersebut antara lain berupa pendidikan dan pelatihan bagi
para operator Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), bimbingan
teknis mengenai pengelolaan lingkungan diantaranya bimbingan
teknis mengenai penanganan limbah industri dan penyediaan sumur
tadah hujan, dan kegiatan pembinaan yang didasarkan pada hasil
laporan pengelolaan lingkungan yang dilaporkan per 3 bulan serta
dilibatkan pula pada kegiatan-kegiatan pengelolaan lingkungan seperti
kegiatan penghijauan di luar daerah.
Mayoritas industri yang menjadi informan dalam penelitian ini
pun semuanya pernah menerima kebijakan dari Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang dan Pemerintah Kabupaten Serang dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Serang tentang penutupan
paksa saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah milik beberapa
industri penghasil limbah cair di kawasan Modern secara sementara
117
sampai ada upaya perbaikan dan pengelolaan limbahnya benar dan
sesuai dengan aturan yang tertera pada Baku Mutu Lingkungan Hidup
yang telah ditetapkan.
Sedangkan program dan kegiatan pengendalian dampak
lingkungan yang ditunjukkan bagi masyarakat dirasa masih sangat
kurang dan minim, dimana selama ini masyarakat tidak pernah
merasakan akan adanya program dan kegiatan yang diberikan
langsung kepada masyarakat baik yang dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup maupun dari pihak industri. Hal tersebut
disampaikan oleh I3-1 sebagai berikut :
“Memang untuk program yang diberikan Dinas Lingkungan Hidup saya sendiri belum pernah merasakan akan adanya kegiatan sosialisasi bahayanya limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun misalnya saja itu belum pernah.kalau dari pihak perusahaan paling bentuknya hanya berupa kompensasi saja dalam bentuk sumbangan seperti menyumbang untuk peringatan hari-hari besar islam dan pembangunan masjid”. (Wawancara di kediaman informan di kampung Sadang Baru Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 09.35 WIB).
Hal yang serupa juga disampaikan oleh I4-1 yang menyatakan bahwa :
“Selama menjadi warga disini, saya sendiri belum pernah merasakan adanya program yang diberikan oleh Dinas Lingkungan Hidup mengenai sosialisasi akan bahayanya limbah atau bagaimana harus menyikapi keberadaan industri-industri yang berdekatan dengan permukiman saja tidak pernah, kalau untuk dari perusahaan paling bentuknya hanya kompensasi saja seperti waktu itu pernah diberikan kompensasi dari dampak kebisingan berbentuk uang yang diberikan pihak desa tetapi pembagiannya kurang merata”. (Wawancara di kediaman informan di kampung Sadang Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 14.40 WIB).
118
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 dan I4-1 diketahui
bahwa masyarakat yang bertempat tinggal dekat dengan kawasan
Modern selama ini belum pernah merasakan program atau kegiatan
yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup padahal
masyarakat sangat berharap akan adanya kegiatan terutama berkenaan
dengan kegiatan sosialiasi akan bahayanya limbah dan bagaimana
harus menyikapi keberadaan industri-industri yang lokasinya
berdekatan dengan permukiman warga. Sedangkan program atau
kegiatan yang selama ini diterima masyarakat yang diberikan oleh
pihak industri bentuknya hanya berupa kompensasi dalam bentuk
sumbangan uang yang ditunjukkan untuk peringatan hari-hari besar
islam dan ada juga yang diberikan kepada pihak desa namun
pembagiannya dirasa kurang merata.
Sebelum kegiatan usaha dapat beroperasi terdapat beberapa
kewajiban dan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi
dan dipatuhi oleh kegiatan usaha. Dalam konteks peraturan
lingkungan hidup, terdapat beberapa jenis dokumen dan izin
lingkungan yang harus dibuat oleh kegiatan usaha. Hal tersebut
disampaikan oleh I1-5 yang menyatakan sebagai berikut :
“Untuk dokumen dan izin lingkungan pada dasarnya disesuaikan dengan jenis dan skala kegiatannya. Pada intinya terdapat 3 jenis dokumen lingkungan yang disesuaikan dengan skala kegiatannya yaitu dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL). Jadi nantinya setiap kegiatan
119
usaha akan memiliki satu dokumen lingkungan saja diantara ketiga dokumen tersebut, untuk legalitas aspek lingkungan yang harus dimiliki oleh kegiatan usaha yaitu berupa dokumen lingkungan, izin lingkungan, dan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk membedakan kegiatan usaha yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) disesuaikan dengan jenis dan skala kegiatan usahanya, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang skalanya besar, dan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang kegiatannya tidak terlalu menimbulkan dampak yang sangat penting biasanya untuk kegiatan usaha yang skalanya sedang, sedangkan untuk dokumen Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang sederhana seperti bengkel. Sedangkan untuk izin lingkungan diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), sedangkan untuk kegiatan usaha yang wajib Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) tidak harus memiliki izin lingkungan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1-5 dapat
diketahui bahwa pada dasarnya untuk legalitas aspek lingkungan yang
harus dimiliki oleh setiap kegiatan usaha utamanya terdiri dari
dokumen lingkungan, izin lingkungan, dan izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan. Dokumen dan izin lingkungan yang harus
dimiliki bagi setiap kegiatan usaha itu disesuaikan dengan skala dan
jenis kegiatannya. Dokumen lingkungan terdiri atas 3 jenis yang
meliputi; Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
120
(AMDAL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang skalanya besar
dan sangat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, dokumen
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL) diperuntukkan bagi kegiatan usaha
skalanya sedang dan kegiatannya tidak terlalu menimbulkan dampak
yang amat penting, dan dokumen Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) yang
diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang sederhana dan sifatnya pun
hanya sebatas pemberitahuan semata. Sedangkan untuk izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdiri dari 3 jenis
izin yang meliputi; izin pembuangan limbah, izin pengelolaan limbah
Berbahan Berbahaya dan Beracun, dan izin dumping.
Dalam penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) lebih banyak ketentuan yang harus dipenuhi
dibanding dengan penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-
UPL), sedangkan untuk penyusunan dokumen Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
(SPPL) sifatnya sangat sederhana karena hanya berupa surat
pernyataan seperti yang dipaparkan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Pada dasarnya dokumen lingkungan diprosesnya di instansi lingkungan hidup, untuk dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) memang lebih banyak memiliki ketentuan dalam penyusunanya, dimana untuk menyusunnya melibatkan komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang terdiri dari 3 unsur yaitu: sekretariat, tim
121
teknis dan anggota komisi. Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dilakukan dalam 2 x penilaian yang meliputi; rapat pertama yang membahas mengenai kerangka acuan, dan rapat kedua akan dinilai mengenai kedalaman isi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), bagi kegiatan usaha yang bersangkutan wajib memiliki tim penyusun yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan hal tersebut merupakan syarat pokok dalam penyusunan AMDAL. Untuk mekanisme penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) sebenarnya tidak jauh berbeda dengan mekanisme penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang juga melibatkan 3 unsur komisi, namun yang membedakannya hanya pada tidak adanya ketentuan sertifikasi bagi tim penyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) untuk kegiatan usaha yang bersangkutan. Penilaian terhadap dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) hanya dilakukan satu kali melalui rapat koordinasi untuk menilai kedalaman isi dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang nantinya akan dilakukan oleh petugas pemeriksa dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang disesuaikan dengan bobot dokumennya, sedangkan untuk mekanisme penyusunan dokumen Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) tidak terlalu banyak ketentuan karena sifatnya hanya berupa bentuk surat pernyataan yang diberikan untuk kegiatan usaha kecil (mikro) dan tidak memerlukan izin lingkungan hanya cukup dengan surat pernyataan dan informasi kegiatan dan tidak dilakukan penilaian”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1-5 dapat
ditarik kesimpulan bahwa penyusunan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) keduanya
122
melibatkan 3 unsur utama yang meliputi sekretariat yang berfungsi
memfasilitasi jalannya rapat, tim teknis yang berfungsi mengkaji dan
menilai kedalaman isi, dan anggota komisi yang terdiri dari unsur
masyarakat, kecamatan dan instansi lainnya yang berfungsi
memberikan masukan mengenai ketentuan dan kewenangan.
Perbedaan keduanya terletak pada pada ketentuan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang lebih banyak dimana
dalam penyusunannya dilakukan sebanyak 2 kali penilaian berbeda
dengan penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang dilakukan sebanyak
1 kali, perbedaan lainnya terletak pada kewajiban bagi tim penyusun
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang harus
memiliki sertifikat kompetensi penyusun Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) sedangkan bagi tim penyusun Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL) tidak harus memiliki sertifikat kompetensi
penyusun, dan untuk Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) proses penyusunannya sangat
sederhana karena hanya berupa penginformasian kegiatan saja.
Namun kebanyakan industri-industri yang berada kawasan
Modern memang mayoritas telah memiliki dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL). Tetapi Kementerian Lingkungan Hidup
123
memberikan tolerasi bagi kegiatan usaha yang belum memiliki
dokumen lingkungan tetapi kegiatan operasionalnya telah berjalan
masih dapat menyusunnya dengan batas waktu yang telah ditentukan
seperti yang disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut:
“Kementerian lingkungan hidup memberikan toleransi bagi industri yang telah menjalankan kegiatan usahanya tetapi belum memiliki dokumen dan izin lingkungan maka diberikan kesempatan untuk menyusunnya dengan kurun waktu tertentu namun jika melebihi batas waktu yang telah ditentukan maka dapat terkena sanksi pidana. Jika setelah diidentifikasi kegiatan usaha tersebut merupakan kegiatan usaha yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maka dokumen tersebut disebut dengan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH), namun jika setelah diidentifikasi kegiatan usaha tersebut merupaka kegiatan usaha yang wajib Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) maka dokumen tersebut disebut dengan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH), kedua dokumen tersebut sifatnya teguran dan bukan termasuk kedalam ketentuan umum karena dasarnya ketentuan umum mengenai dokumen lingkungan hanya terdiri dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL). Kedua dokumen tersebut juga nantinya akan menjadi identitas bagi kegiatan usaha yang bersangkutan dan nantinya juga akan menjadi objek perhatian bagi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dalam melakukan pengawasan”.(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 dapat diketahui
bahwa bagi kegiatan usaha yang kegiatan operasionalnya telah
berjalan tetapi belum memiliki dokumen lingkungan dapat
menyusunnya dengan batas waktu tertentu yang diberikan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup, terutama ditunjukkan bagi kegiatan
124
usaha yang telah berdiri sebelum tahun 2009 karena pasalnya
kewajiban bagi kegiatan usaha untuk memiliki dokumen lingkungan
baru muncul pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sehingga nantinya
dokumen yang dihasilkan bernama Dokumen Evaluasi Lingkungan
Hidup (DELH) yang setara dengan Dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Dokumen Pengelolaan
Lingkungan Hidup (DPLH) yang setara dengan Dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL), kedua dokumen tersebut nantinya akan menjadi
identitas bagi setiap kegiatan usaha tetapi tidak termasuk kedalam
ketentuan umum karena pada dasarnya ketentuan umum hanya terdiri
dari 3 jenis dokumen yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
(SPPL).
Dalam penyusunan dokumen lingkungan karena dirasa harus
melewati beberapa proses yang cukup rumit sehingga kebanyakan
industri menyerahkan urusan penyusunan dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL) kepada pihak jasa konsultan di bidang lingkungan
hidup seperti yang disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut:
125
“Untuk dokumen lingkungan kami mempunyai dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dan untuk izin lingkungan kami memiliki izin pengelolaan limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun, izin pengolahan limbah, dan lainnya. Untuk penyusunannya, untuk dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) kami dibantu dengan jasa konsultan karena untuk menyusunnya sifatnya dapat dibilang lebih rumit, sedangkan untuk izin lingkungan kami urus sendiri”. (Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret 2017 pukul 13.50 WIB).
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh I2-4 yang
menyatakan sebagai berikut :
“Untuk dokumen lingkungan yang kami miliki berupa dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan untuk izin lingkungan kami memiliki izin pengelolaan limbah cair, dan izin penampungan limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun, dan untuk penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) kami menggunakan jasa konsultan untuk menyusunnya, sedangkan untuk izin lingkungan kami urus sendiri”. (Wawancara di kantor PT.Boo Young Indonesia, tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).
Sehingga dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa
kegiatan usaha menyerahkan urusan penyusunan dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL) kepada pihak konsultan di bidang lingkungan
hidup sedangkan penyusunan izin lingkungan dapat diurus sendiri
oleh internal dari kegiatan usaha yang bersangkutan.
126
3. Directing Role (Pengawas Kebijakan)
Pada indikator Directing Role (Pengawas Kebijakan)
merupakan penerapan dari salah satu fungsi manajemen yaitu fungsi
pengawasan (controlling) yang dimaksudkan untuk mengetahui bahwa
hasil pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian dampak
lingkungan sedapat mungkin dapat berjalan sesuai dengan rencana.
Hal ini juga menyangkut tentang penentuan standar dengan
membandingkan antara kenyataan dengan standar yang sebelumnya
telah dibuat, bahkan bila perlu mengadakan koreksi atau pembetulan
apabila pelaksanaannya menyimpang dari pada rencana. Fungsi
pengawasan juga dimaksudkan untuk menilai apakah laporan-laporan
yang disampaikan oleh kegiatan usaha per 3 bulan telah
menggambarkan kegiatan yang sebenarnya secara cermat dan tepat,
kemudian untuk mengetahui apakah kegiatan pengendalian dampak
lingkungan telah dilaksanakan secara efisien dan untuk menganalisis
apakah kegiatan pengendalian dampak lingkungan telah dilaksanakan
secara efektif yaitu dapat tercapainya tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
Dengan demikian fungsi pengawasan dapat membantu setiap
seksi pada lingkup bidang pengendalian dampak lingkungan dalam
menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan
kewenangannya masing-masing tak terkecuali bagi seksi pengawasan
lingkungan dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan industri
127
yang didasarkan pada masalah administratif dan masalah teknis seperti
yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Adapun yang menjadi materi pengawasan yang digunakan dalam melakukan pengawasan terhadap industri di lapangan kami bedakan kedalam masalah administratif dan masalah teknis”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Hal yang senada juga disampaikan oleh I1-2 yang menyatakan
bahwa :
“Pada dasarnya hal-hal yang kami awasi berkenaan dengan dokumen lingkungan baik izin lingkungannya, izin pembuangan limbah, izin tempat penyimpanan sementara limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun, apakah hal tersebut telah dilakukan dengan baik sesuai dengan izin yang berlaku atau tidak. Selain itu kami juga mengawasi bagaimana pengelolaan limbah baik limbah cair, udara, dan padat baik yang B3 maupun Tidak Berbahan Berbahaya dan Beracun, kemudian juga kami mengawasi bagaimana mengendalikan kebisingan dari mesin-mesin produksi, laporan periodik yang industri laporkan per triwulan, lalu bagaimana saluran drainase nya, bagaimana penyediaan ruang terbuka hijau dengan komposisi 30% untuk penyediaan ruang terbuka hijau dan 70% untuk yang terbangun seluruhnya kami awasi di lapangan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.19 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 dan I1-2 dapat
disimpulkan bahwa utamanya bentuk pengawasan dan pemantauan
yang dilakukan terhadap kegiatan industri didasarkan pada masalah
administratif dan masalah teknis. Masalah administratif konteksnya
berkenaan dengan dokumen lingkungan dan izin-izin yang
dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup seperti izin lingkungan,
izin pembuangan limbah, izin tempat penyimpanan sementara limbah
Berbahan Berbahaya dan Beracun, batas waktu berlakunya izin, data
128
laporan triwulan, sertifikasi bimbingan teknis penanggungjawab
lingkungan, data apresiasi (ucapan rasa terimakasih) yang bisa dalam
bentuk surat, dan sertifikat penghargaan, data pelanggaran (panggilan
dan teguran) dan lain sebagainya berkenaan dengan kelengkapan
administrasi.
Sedangkan masalah teknis konteksnya berkenaan dengan
bagaimana pelaksanaan pengelolaan limbah contoh pengelolaan
limbah cair berarti harus memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah
dan kapasitas limbah yang dikeluarkan sesuai dengan kemampuan
atau tidak, pengelolaan limbah Berbahan Bahaya dan Beracun harus
ada tempat penyimpanan sementara limbah Berbahan Bahaya dan
Beracun dan harus dikelola dengan pihak ketiga yang memiliki
sertifikasi dari kementerian lingkungan hidup, limbah padat domestik
Tidak Berbahan Bahaya dan Beracun harus ada tempat pembuangan
sampah dan harus jelas dibuang kemana atau harus bekerjasama
dengan petugas kebersihan, limbah udara (ambient) akan dipantau
cerobong asapnya.
Selain itu juga diawasi bagaimana mengatasi kebisingan
dengan alat peredam misalnya mesin ganset yang gemuruh harus
diredam kebisingannya, upaya mengatasi udara berarti harus ada
blower, skyber, filter, dan cerobong untuk mengatasi emisi dari
produksi, kemudian juga mengukur seberapa jauh ambang batas yang
harus diperhatikan apakah emisi tersebut mengganggu karyawan yang
129
ada di dalam atau bahkan mengganggu sampai pada permukiman
warga, lalu penyediaan ruang terbuka hijau dengan komposisi 70%
luas yang terbangun dan 30% yang tidak terbangun telah
dimanfaatkan untuk dijadikan ruang terbuka hijau atau belum,
kemudian penyediaan drainase untuk penampung air hujan,
penyediaan sumur resapan, lalu apakah unsur-unsur yang tertera pada
dokumen lingkungan telah dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai
aturan yang telah ditetapkan atau tidak, lalu juga apakah terdapat
penambahan atau perubahan terhadap unsur-unsur yang tertera pada
dokumen lingkungan atau tidak, karena jika memang ada maka harus
segera direvisi (adendum) dan lain sebagainya yang berkenaan dengan
teknis apakah telah dilaksanakan atau tidak seperti apa yang sudah
tercantum pada dokumen lingkungan yang dimiliki oleh masing-
masing industri.
Pihak pengelola kawasan Modern (I2-1) juga membenarkan hal
diatas yang menyebutkan bahwa :
“Untuk segi pengawasan biasanya berkenaan dengan pengelolaan limbah misalnya industri penghasil limbah cair akan diawasi bagaimana pengelolaan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) nya kemudian industri peleburan besi/baja akan diawasi cerobong asapnya dan bagaimana pengelolaan limbah udaranya. Untuk pengawasan kepada pihak kawasan biasanya dari segi dokumen, untuk dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) memang tidak perlu diperpanjang karena masih tetap berlaku selam industri yang bersangkutan masih beroperasi, paling yang diawasi apakah terdapat unsur-unsur perubahan yang belum termuat dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) jika memang ada perubahan maka harus segera direvisi (adendum) kemudian juga point-point yang tertera pada
130
dokumen semuanya telah dilaksanakan atau belum termasuk laporan periodik per triwulan juga diawasi bagaimana pengelolaan kualitas lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lingkup nya lebih luas dibanding dengan apa yang dilaporkan oleh setiap industri yang berada pada kawasan Modern”. (Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB)
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh I2-2 sebagai
berikut:
“Setelah laporan periodik per triwulan kami berikan kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) biasanya setelah itu pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan datang ke perusahaan ini untuk mengecek apakah laporan periodik yang kami berikan sudah benar dan sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan atau tidak, kemudian juga dilakukan pengecekan terhadap izin-izin yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) beserta pelaksanaannya di lapangan misalnya seperti izin lingkungan apakah telah memiliki tempat pengelolaan limbahnya atau belum seperti sudah memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) atau belum, kemudian untuk izin pengelolaan limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun apakah sudah tersedia tempat penyimpanan sementara limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun nya atau belum kemudian juga mereka mengecek apakah unsur-unsur yang tertera dalam dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) telah dijalankan dengan baik atau tidak, lalu uga dicek apakah ruang terbuka hijau telah tersedia atau belum”.(Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret pukul 13.50). Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-1 dan I2-2
dapat disimpulkan bahwa memang benar telah dilakukan pengawasan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap kegiatan
industri terutama berkenaan dengan upaya penanganan limbah,
pelaksanaan teknis upaya pengelolaan lingkungan hidup yang termuat
dalam dokumen lingkungan, serta laporan periodik per 3 bulan yang
131
disampaikan oleh masing-masing industri berkenaan dengan upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh pelaku
industri untuk mengetahi sejauh mana kebenaran pelaksanaan laporan
periodik yang disampaikan oleh para pelaku usaha.
Sebelum melakukan pengawasan terhadap kegiatan industri,
Dinas Lingkungan Hidup memberitahukan informasi secara tertulis
melalui surat yang disampaikan kepada kegiatan usaha yang ingin
diawasi seperti apa yang disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut :
“Untuk waktu pengawasan biasanya pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) rutin dalam setahun bisa tiga sampai empat kali datang kesini untuk melakukan pengawasan dengan pemberitahuan terlebih dahulu secara tertulis melalui surat termasuk untuk menyiapkan dokumen-dokumen apa saja yang nantinya akan diawasi juga sudah tertuang dalam surat pemberitahuan”. (Wawancara di kantor PT.Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).
Hal yang senada juga disampaikan oleh I2-4 sebagai berikut :
“Untuk pengawasan yang rutin dilakukan per 2 bulan sekali dan biasanya ada pemberitahuan terlebih dahulu ke kami melalui surat termasuk dokumen apa saja yang harus dipersiapkan untuk diawasi juga sudah tercantum dalam surat”. (Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan I2-1 dan
I2-4 diketahui bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
sebelum melakukan pengawasan terhadap kegiatan industri di
lapangan selalu menginformasikan terlebih dahulu kepada industri
yang bersangkutan secara tertulis melalui surat termasuk materi-
materi pengawasan yang akan diawasi juga sudah termuat dalam surat
pemberitahuan tersebut seperti pada gambar dibawah ini yang peneliti
132
dapatkan pada Rencana Kerja Seksi Pengawasan Tahun 2014 sebagai
berikut :
Gambar 4.8 Surat Pemberitahuan Kegiatan Pengawasan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Terhadap Kegiatan Usaha
Sumber : Rencana Kerja Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2014
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa sebelum
melakukan kegiatan pengawasan di lapangan para petugas
pengawasan selalu memberitahukan kegiatan usaha yang akan diawasi
secara tertulis melalui pemberian surat yang memuat materi-materi
pengawasan yang nantinya akan diawasi.
133
Selain melakukan pengawasan terhadap pengelolaan
lingkungan hidup yang diselenggarakan kegiatan usaha, Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang juga melakukan pengawasan
terhadap kualitas media lingkungan seperti yang disampaikan oleh I1-3
sebagai berikut:
“Objek media lingkungan yang kami pantau utamanya berupa sungai Ciujung (bendung pamarayan, sungai Ciujung (Tirtayasa), sungai Cidurian dan sungai Cibereum yang dilakukan sebanyak 12 kali pemantuan dalam setahun. Kemudian sungai Cibanten, sungai Cidanau, dan sungai Cikambuy yang dilakukan sebanyak 10 kali pemantuan dalam setahun. Kemudian pemantauan terhadap udara ambient yang meliputi; Udara ambient wilayah Serang Barat dan Serang Timur yang dilakukan sebanyak 8 kali pemantauan dalam setahun. Lalu pemantauan terhadap udara ambient 24 jam yang meliputi; Wilayah Serang Barat yang dilakukan sebanyak 2 kali pemantuan dalam setahun”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-3 dapat
diketahui bahwa objek media lingkungan yang diawasi oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang antara lain berupa sungai
Ciujung, sungai Cidurian, sungai Cibereum, sungai Cibanten, sungai
Cidanau, dan sungai Cikambuy. Sedangnya untuk kualitas udara yang
dipantau berupa udara (ambient) untuk wilayah Serang Timur dan
Serang Barat.
Namun sebelum melakukan pengawasan terhadap sungai dan
udara perlu dipersiapkan terlebih dahulu titik-titik frekuensi yang
nantinya akan dijadikan sebagai lokasi dalam pengambilan sampel
134
unuk kemudian dilakukan pengujian, seperti yang disampaikan oleh
I1-1 sebagai berikut :
“Langkah awal untuk melakukan pemantauan yaitu menentukan terlebih dahulu titik frekuensi per tahunnya dan titik-titik itulah yang nantinya akan dipantau untuk satu tahun kedepan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dapat
disimpulkan bahwa sebelum melakukan pengawasan dan pemantauan
terhadap kualitas sungai dan udara perlu ditentukan titik-titik
frekuensi pengambilan sampel untuk satu tahun kedepan yang
kemudian dijabarkan kedalam jadwal pemantauan untuk setiap
bulannya.
Apabila setelah dilakukan kegiatan pengawasan kemudian
ternyata ditemukan masalah pada kualitas sungai dan udara seperti
kondisinya yang diatas baku mutu lingkungan maka selanjutnya Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang akan menginformasikan
terlebih dahulu kepada industri yang berdekatan dengan lokasi media
lingkungan yang tercemar, seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai
berikut:
“Untuk kondisi mengenai media lingkungan yang kualitasnya diatas baku mutu lingkungan hidup maka biasanya akan kami informasikan kepada industri yang paling terdekat dengan media lingkungan yang tercemar kemudian kami berikan teguran untuk segera memperbaiki pengelolaan limbahnya agar sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan, kalau untuk menginformasikan kepada masyarakat kami tidak memberitahukan jadi hanya penekanan pada industri yang bersangkutan saja yaang telah menyebabkan pencemaran”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan
135
Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Berdasarkan pernyataan diatas yang disampaikan oleh I1-1
dapat diketahui bahwa pemberitahuan mengenai kondisi media
lingkungan yang bermasalah hanya kepada pihak industri saja sambil
terus dilakukan penekanan agar industri yang bersangkutan segera
memperbaiki sistem pengelohan limbahnya.
Namun karena selama ini yang menerima informasi mengenai
kondisi kualitas lingkungan hanya sebatas pada industri yang
bersangkutan saja, sehingga pengawasan yang selama ini dilakukan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap kualitas
lingkungan dinilai kurang positif oleh masyarakat, terlebih masyarakat
merasa bahwa pengawasan terhadap kualitas lingkungan hanya
dilakukan pada sekitar area kawasan Modern saja seperti yang
disampaikan oleh I3-1 sebagai berikut :
“Untuk hal itu mungkin hanya terjadi pada lingkup kawasan saja, untuk pemantauan kualitas media lingkungan yang ada di desa ini saya sendiri belum pernah melihat ada petugas dari dinas datang kesini”. (Wawancara di kediaman informan di kampung Sadang Baru Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 09.35 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3-1 dapat disimpulkan
bahwa pemantauan dan pengawasan terhadap media lingkungan
selama ini hanya berjalan pada sekitar wilayah area kawasan Modern
saja belum sampai pada area permukiman warga dan belum pernah
diberitahukan kepada pihak masyarakat baru hanya menginformasikan
kepada pihak industri yang kemudian diberikan penekanan pada
136
industri yang bersangkutan telah menyebabkan pencemaran sehingga
nantinya masyarakat tidak merasa dirugikan.
Setelah melakukan pengawasan pengelolaan lingkungan
hidup yang diselenggarakan oleh kegiatan usaha dan pengawasan
terhadap kualitas media lingkungan dan ternyata di lapangan
ditemukan bahwa terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan
karena pengelolaan limbah industri yang tidak sesuai dengan aturan
sehingga berdampak pada kondisi media lingkungan yang buruk,
maka langkah selanjutnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang akan menetapkan sanksi kepada industri yang bersangkutan
sesuai dengan aturan perundang-undangan Nomor 32 Tahun 2009
sebagaimana yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Jika berbicara mengenai industri yang melanggar maka kaitannya industri tersebut tidak memenuhi persyaratan teknis maupun administratif sehingga dapat dikenakan sanksi. Untuk penentuan sanksi sendiri disesuaikan dengan bobot jenis pelanggarannya apakah masih bisa diatasi dengan sanksi ringan berupa sanksi administratif yaitu dalam bentuk teguran/panggilan. Namun jika bobot pelanggarannya berat bahkan berpotensi membahayakan maka dapat dikenakan sanksi administratif bahkan pidana yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang kemudian diperjelas melalui Peraturan Daerah Nomor Kabupaten Serang Nomor 8 Tahun 2011, contoh yang termasuk ke dalam bobot pelanggaran berat seperti pengelolaan limbah Berbahan Berbahaya dan Beracun yang tidak sesuai dengan aturan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 yang mengakibatkan limbah tersebut tidak dikelola dengan baik dan berpotensi menimbulkan korban jiwa maka dapat dikenakan sanksi pidana”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
137
Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh I1-1 dapat
diketahui bahwa untuk mengetahui kegiatan usaha yang melanggar
dapat dilihat dari ketidakpatuhannya terhadap pemenuhan persyaratan
teknis maupun administratif sedangkan untuk penentuan sanksi
disesuaikan dengan bobot jenis pelanggaran yang telah dilakukan
apakah masih dapat ditoleransi atau tidak, sehingga apabila terjadi
pelanggaran yang tidak dapat ditoleransi maka bisa sampai pemberian
sanksi berupa pidana kepada yang bersangkutan.
Hal yang senada juga disampaikan oleh I1-2 yang menyatakan
bahwa :
“Untuk mengetahui apakah sebuah industri melakukan pelanggaran atau tidak kita bisa melihat dari hasil berita acara yang dibuat berdasarkan hasil pengawasan di lapangan, jika terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai dengan apa yang tertera pada materi pengawasan maka kami diskusikan terlebih dahulu dengan anggota pengawasan untuk kemudian kami klasifikasikan apakah termasuk kedalam pelanggaran berat atau sewaktu-waktu atau pelanggaran yang memang dilakukan secara terus menerus. Jika memang terbukti melakukan pelanggaran secara terus menerus dan tidak mengindahkan teguran dari kami serta tidak ada upaya perbaikan maka kami dapat memberikan sanksi berupa sanksi pidana”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tanggal14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-2
dapat disimpulkan bahwa sebuah industri yang dikategorikan
melakukan pelanggaran dapat dilihat dari hasil berita acara yang
didasarkan pada hasil pengawasan di lapangan untuk kemudian
diklasifikasikan sesuai bobot jenis pelanggarannya untuk selanjutnya
diberikan sanksi, terlebih jika pelanggaran yang dilakukan diulangi
138
secara terus menerus maka sanksi yang diberikan bisa sampai pada
sanksi pidana.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh I2-3 yang menerangkan bahwa :
“Pernah waktu itu kami mendapat teguran dari pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) karena pengelolaan limbah cair yang kami lakukan tidak sesuai dengan aturan, karena memang sebelumnya sejak awal berdiri kami telah memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) namun pengelolaannya yang kurang sesuai dengan aturan maka kami mendapat teguran dan menerima sanksi dimana saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) perusahaan kami ditutup sehingga kami tidak boleh membuang limbah dan harus mengurangi kegiatan produksi kurang lebih saat itu selama 6 bulan dan kami pun termasuk dari beberapa perusahaan yang mendapat Surat Keputusan Bupati Serang untuk menutup saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) kami, namun pada saat itu kondisi kami sedang low order sehingga tidak terlalu berpengaruh pada kegiatan produksi kami”. (Wawancara di kantor PT. Boo Young Indonesia, tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).
Pemaparan yang serupa juga disampaikan oleh I2-4 sebagai berikut :
“Pernah kami mendapatkan sanksi bahkan sampai menerima Surat Keputusan dari Bupati Serang yang disebabkan karena pengelolaan limbah cair yang kami lakukan hasilnya diatas baku mutu lingkungan hidup, kita pun sempat beberapa kali sampai ditegur langsung oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) namun tidak diindahkan oleh kami dan akhirnya kami menerima sanksi Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) milik perusahaan kami ditutup sementara sampai pengelolaannyan sesuai dengan aturan sehingga kami pun merasa kesulitan karena tidak bisa membuang air limbah ke saluran dan akhirnya menyebabkan banjir didalam area perusahaan”. (Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
Berdasarkan wawancara dengan I2-1 dan I2-4 dapat disimpulkan
bahwa beberapa perusahaan yang mendapat sanksi dan teguran secara
tertulis sampai pada pemberian Surat Keputusan Bupati Serang seperti
yang disampaikan di atas itu juga merupakan bagian dari proses
139
penanganan intensif bagi kegiatan usaha yang bermasalah sama
halnya bagi beberapa usaha yang mendapatkan Surat Keputusan
Bupati Serang yang menerangkan bahwa saluran Instalasi Pengelolaan
Air Limbah perusahaan yang bersangkutan harus ditutup sementara
sampai pengelolaannya sesuai dengan aturan sehingga menyebabkan
kegiatan usaha yang bersangkutan tidak boleh membuang limbahnya
ke saluran dan harus mengurangi kegiatan produksinya, terlebih jika
setelah dilakukan pembinaan dan pengarahan bagi kegiatan usaha
yang bersangkutan namun tidak juga ada upaya perbaikan dan tidak
melaporkan hasil pengelolaan lingkungan per 3 bulan maka sanksinya
bisa pada penutupan kegiatan usaha dan izin lingkungannya secara
otomatis akan dicabut.
Selanjutnya untuk mengetahui lebih dalam mengenai Peran
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam menyelenggerakan
upaya pengendalian dampak pencemaran lingkungan dari keberadaan
kawasan industri Modern dapat dilakukan dan dikaji dengan upaya
pencegahan, upaya penanggulangan dan upaya pemulihan seperti yang
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai berikut:
4. Pencegahan
Penerapan indikator ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan yaitu terjadinya
pencemaran dan lingkungan yang diakibatkan karena keberadaan
140
kawasan industri. Oleh sebab itu untuk mencegah agar hal tersebut
tidak terjadi sehingga berdampak pada kualitas lingkungan serta
berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar, maka menurut
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat beberapa instrumen upaya
pencegahan yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah yang diharapkan dengan penerapan
beberapa instrumen tersebut mampu mencegah terjadinya pencemaran
dan kerusakan pada lingkungan hidup.
a. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Penerapan instrumen ini dimaksudkan untuk
memberikan pengarahan dan pemahaman kepada
pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar sebelum
menyusun rencana pembangunan daerah dan rencana tata
ruang suatu wilayah agar dalam penyusunannya juga
menitikberatkan pada aspek pengelolaan lingkungan hidup.
Hal tersebut di sampaikan oleh I1-5 sebagai berikut :
“Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) diwajibkan bagi 2 jenis kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, kebijakan tersebut antara lain; kebijakan rencana pembangunan baik rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Sebelum menyusun kebijakan tersebut maka wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang disusun oleh instansi yang bertugas merencanakan pembangunan yaitu BAPPEDA dengan tujuan agar rencana pembangunan tersebut sudah terintegrasikan dengan
141
aspek lingkungan dalam proses pengambilan kebijakan maupun keputusan. Kebijakan lainnya yaitu kebijakan penyusunan rencana tata ruang baik rencana pembangunan rencana tata ruang wilayah maupun rencana teknik tata ruang. Sebelum menyusun dokumen tata ruang dan teknik tata ruang maka wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terlebih dahulu oleh instansi yang bertugas merencanakan tata ruang yaitu Dinas Tata Ruang. Peran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) disini hanya merapatkan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) nya bukan menyusunnya dan nanti pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan mengkaji kedalaman isi dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tersebut”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Dalam penyusunannya dibutuhkan beberapa tim ahli
untuk mencari data primer dan data sekunder untuk
mendukung penyusunannya seperti yang dipaparkan oleh
I1-1 sebagai berikut:
“Mekanisme penyusunannya melalui jasa konsultan dan terdiri dari beberapa ahli untuk kemudian dicari data primer, data sekunder, pemetaan lokasi yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau pencemaran maka semuanya akan masuk kedalam sebuah bahan dalam menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Untuk Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sendiri saat ini masih pada tahap perencaanaan untuk disusun pada tahun 2017”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Berdasarkan wawancara dengan I5-1 dan I1-1 dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya kedudukan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis tidak jauh berbeda dengan
kedudukan dokumen Analisis Mengenai Dampak
142
Lingkungan (AMDAL), hanya saja jika Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) disusun untuk suatu
rencana kegiatan.
Sedangkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) disusun untuk suatu rencana kebijakan yang
ditunjukkan untuk 2 jenis kebijakan yang harus dilakukan
oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah,
kebijakan yang dimaksud yaitu kebijakan rencana
pembangunan baik jangka pendek, menengah, dan panjang
yang harus di selenggarakan oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Deerah (BAPPEDA) dengan maksud agar
rencana pembangunan tersebut sudah terintegrasikan
dengan aspek lingkungan dalam proses pengambilan
kebijakan maupun keputusan, kebijakan lainnya yaitu
kebijakan penyusunan rencana tata ruang baik rencana
pembangunan rencana tata ruang wilayah maupun rencana
teknik tata ruang sehingga Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS) ini menjadi pedoman dalam menata ruang
suatu wilayah bagi Dinas Tata Ruang.
Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) juga melibatkan beberapa tim ahli untuk mencari
data primer, sekunder, dan pemetaan lokasi yang berpotensi
menimbulkan kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup
143
yang kemudian nantinya akan dikaji seberapa jauh kedalam
isi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) oleh Dinas
Lingkungan Hidup. Sehingga sebelum menyusun kedua
kebijakan tersebut maka diwajibkan untuk menyusun
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dengan
mempertimbangkan potensi yang ada untuk mengurangi
dampak yang ada sehingga dapat tetap melanjutkan
pembangunan dan terselenggaranya prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Namun sampai
saat ini penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) pada Kabupaten Serang masih pada tahap
perencaanaan untuk disusun pada tahun 2017.
b. Baku Mutu Lingkungan Hidup
Penerapan instrumen ini dimaksudkan untuk menjaga
kualitas lingkungan hidup agar tidak melebihi standar yang
ditetapkan yaitu Baku Mutu Lingkungan Hidup yang
berlaku bagi media lingkungan maupun limbah dan telah
diatur dalam Peraturan perundang-undangan. Hal tersebut
disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut :
“Pada dasarnya Baku Mutu Lingkungan Hidup itu merupakan sutu nilai maksimal baik untuk lingkungan, limbah atau media lingkungan. Baku Mutu Lingkungan Hidup itu juga diperlukan oleh petugas pengawas di lapangan sebagai alat ukur untuk melihat ketaatan kegiatan usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup, jika ditemukan di lapangan terjadi pelampauan atau kelebihan dari
144
nilai baku mutu lingkungan hidup yang telah diatur maka pihak pengawas biasanya akan menegur untuk kemudian dibina dan diarahkan agar memperbaiki kesalahannya dan sesuai dengan batas nilai maksimal dalam Baku Mutu Lingkungan Hidup yang telah diatur dalam Undang-undang”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Sebagai penjelasan tambahan juga disampaikan oleh
I1-1 sebagai berikut:
“Untuk menjaga media lingkungan agar tidak melampaui baku mutu lingkungan hidup caranya dengan menekankan pada seluruh pelaku pembangunan agar tetap melakukan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjaga kondisi media lingkungan agar sesuai dengan baku mutu lingkungn hidup yang ditetapkan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I5-1 dan I1-1
dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya Baku Mutu
Lingkungan Hidup disusun oleh pemerintah pusat yang
nantinya pemerintah daerah baik tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota dapat menyusunnya jikamana diperlukan
tetapi syaratnya harus lebih ketat. Baku mutu lingkungan
hidup itu merupakan sutu nilai maksimal baik untuk
lingkungan, limbah atau media lingkungan dan untuk
menjaga media lingkungan agar tidak melampaui baku
mutu lingkungan hidup caranya dengan berupaya
menekankan bagi seluruh pelaku pembangunan agar tetap
145
melakukan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjaga
kondisi media lingkungan agar sesuai dengan baku mutu
lingkungn hidup yang ditetapkan. Baku Mutu Lingkungan
Hidup ini juga diperlukan bagi petugas pengawasan di
lapangan sebagai tolak ukur sekaligus sebagai pedoman
untuk melihat ketaatan kegiatan usaha dalam pengelolaan
lingkungan.
c. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Penerapan instrument ini dimaksudkan agar dalam
menyelenggarakan upaya pencegahan juga diperlukan untuk
menyusun kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, agar
apabila terjadi kerusakan pada lingkungan hidup masih pada
batas yang wajar dan masih dapat ditoleransi sehingga
masih dapat diperbaiki dengan upaya-upaya tertentu
sebagaimana yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Perlu disusunya baku kerusakan lingkungan hidup itu agar kerusakan yang terjadi tidak bebas dan tidak serusak-rusaknya tetapi ada batas minimal dan maksimal batas kerusakannya contoh terdapat baku kerusakan terumbu karang artinya jika terjadi kerusakan pada terumbu karang tidak boleh melibihi batas baku kerusakan yang telah ditetapkan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
146
Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh I1-5
yang menyatakan bahwa :
“Baku kerusakan lingkungan hidup itu lebih berfokus kepada kondisi fisik, artinya ada nilai maksimal yang berlaku sama halnya untuk media lingkungan hidup tetapi biasanya baku kerusakan lingkungan hidup itu berlaku bagi komponen-komponen yang dilindungi seperti terumbu karang dan tanah. Tujuan disusunnya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup itu untuk melindungi komponen-komponen lingkungan artinya boleh kegiatan kita bersentuhan dengan lingkungan akan tetapi ada batas toleransi yang diatur dlam baku kerusakan lingkungan hidup, boleh dimanfaatkan tetapi ada batasnya dimana hal tersebut sudah tertuang pada kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”.
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1
dan I1-5 dapat diketahui bahwa Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan hidup itu pada dasarnya merupakan ambang
batas minimal dan maksimal kerusakan terutama bagi
komponen-komponen lingkungan yang dilindungi yang
lebih difokuskan pada kondisi fisiknya. Sehingga nanti
kerusakan yang terjadi diharapkan masih pada batas yang
dapat ditoleransi dan masih dengan mudah untuk
memperbaikinya. Artinya kegiatan pembangunan boleh saja
bersentuhan dengan lingkungan tetapi harus tetap dijaga
kondisinya agar jika terjadi kerusakan pada lingkungan
kerusakannya tidak bebas dan tidak serusak-rusaknya.
147
d. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Penerapan instrumen ini dimaksudkan agar menjadi
pedoman bagi setiap usaha yang berdampak penting
sehingga dapat mengantisipasi dan mencegah dampak
pencemaran lingkungan yang mungkin ditimbulkan dari
kegiatan industri seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai
berikut :
“Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan acuan atau pedoman bagi setiap pelaku pembangunan (pelaku usaha) dalam mengendalikan dampak lingkungan dari akibat kegiatan usahanya, kemudian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ditekankan lagi dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 bahwa setiap usaha wajib memiliki dokumen lingkungan (AMDAL, UKL-UPL dan SPPL) bahkan diancam bagi yang tidak memiliki dokumen lingkungan tetapi telah menjalankan kegiatan operasionalnya dapat dikenakan sanksi”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Sebelum menyusun hal tersebut diwajibkan untuk
menginformasikan terlebih dahulu kepada masyarakat
sehingga dalam penyusunannya terdapat bentuk keterlibatan
dari masyarakat seperti yang disampaikan oleh I1-5 yang
menyatakan bahwa :
“Dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terdapat unsur keterlibatan masyarakat yang dapat dilihat pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 yang oleh kementerian lingkungan hidup telah dirumuskan tentang keterlibatan masyarakat dalam
148
bentuk. Sebelum menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) agar diinformasikan kegiatan hal tersebut termasuk kedalam keterbukaan informasi, biasanya kegiatan usaha yang ingin menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) wajib mengumumkan atau menginformasikan terlebih dahulu di koran (media cetak) dan mengumumkan pada papan pengumuman (spanduk). Keterlibatan masyarakat dapat berupa; sosialisasi dengan konsultan publik, sebelum Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) disusun langkah awal yang dilakukan yaitu konsultasi publik terlebih dahulu agar masyarakat mengetahui akan adanya kegiatan usaha yang akan berdiri dan masyarakat dapat memberikan pendapat dan masukan yang dapat menjadi keterbukaan secara tertulis dan keterbukaan secara tatap muka, selanjutnya setelah konsultasi publik disepakati wakil masyarakat yang akan ikut serta membahas dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Sehingga dari pemaparan I1-1 dan I1-5 dapat
disimpulkan bahwa pada hakikatnya penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menjadi
pedoman atau acuan yang ditunjukkan bagi seluruh pelaku
usaha pembangunan daerah untuk mengendalikan dampak
pencemaran yang mungkin terjadi dari keberadaan kegiatan
usahanya, bahkan pemerintah memberikan ancaman bagi
kegiatan usaha yang tidak memiliki dokumen lingkungan
tetapi kegiatan operasional nya telah berjalan dapat
dikenakan sanksi berupa pidana. Dalam proses penyusunan
149
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
terdapat unsur keterlibatan masyarakat yang diperjelas pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2012, sehingga sebelum menyusun Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi kegiatan usaha yang
bersangkutan agar menginformasikan terlebih dahulu
kepada masyarakat sekitar yang dapat dilakukan melalui
media cetak atau mengumumkannya pada papan
pengumuman atau spanduk.
Sehingga nantinya diharapkan masyarakat mengetahui
bahwa akan ada kegiatan usaha yang berdiri dan dapat ikut
serta memberikan masukan dan tanggapan pada saat
penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Bahkan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang juga menyampaikan hal tersebut melalui internet
agar masyarakat dapat menyampaikan saran, pendapat, dan
tanggapan seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:
150
Gambar 4.9 Pengumuman Permohonan Izin Lingkungan
Sumber : bplhserang.blogspot.co.id
Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang menginformasikan
pengumuman permohonan izin lingkungan dari sebuah
kegiatan usaha dan memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi masyarakat untuk menyampaikan saran, aspirasi dan
masukan terhadap penyelenggaraan kegiatan kedepannya.
e. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
Selain diwajibkan bagi kegiatan usaha yang
berdampak penting, kegiatan usaha yang tidak
menimbulkan dampak yang amat penting juga diwajibkan
untuk menyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-
151
UPL) sebagai upaya pencegahan terhadap dampak
lingkungan yang mungkin muncul dari adanya kegiatan
industri. Karena pada dasarnya baik dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun
dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) menjadi
pedoman bagi setiap kegiatan usaha dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Untuk membedakan kegiatan usaha yang wajib
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan
wajib Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) diatur dalam
perturan perundang-undangan seperti yang disampaikan
oleh I1-1 sebagai berikut :
“Pihak yang wajib menyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) itu pada dasarnya bagi pihak (kegiatan usaha) yang tidak menimbulkan dampak yang penting dari kegiatannya. Untuk kegiatan usaha yang berdampak penting dan wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bisa lihat di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang jenis usaha yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), jadi jika tidak termasuk kedalam kategori wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maka dokumen yang disusun berupa dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
152
Hal yang senada juga disampaikan oleh I1-5 yang
menyatakan bahwa:
“Yang tidak termasuk kegiatan yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 yang terpenting pihak yang menyusun paham akan dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan yang akan dibuat dan dapat membuat antisipasi dari dampak tersebut”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Berdasarkan hasil pemaparan yang disampaikan oleh
I1-1 dan I1-5 dapat disimpulkan bahwa untuk penentuan
kriteria pihak yang diwajibkan menyusun Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL) atau Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) sebenarnya dapat dilihat
pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun
2012 tentang jenis usaha yang wajib Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), maka jika tidak termasuk
dalam kategori yang tertera dalam Undang-undang tersebut
maka dokumen yang disusun berupa Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL) tetapi tetap memperhatikan dan
disesuaikan dengan skala dan jenis kegiatannya.
153
Dalam penyusunannya pun diperbolehkan bagi
kegiatan usaha yang bersangkutan untuk mencari tim
penyusunnya dan tidak diwajibkan untuk memiliki
sertifikasi tim penyusun, bahkan diperbolehkan dari internal
kegiatan usaha yang bersangkutan yang terpenting kegiatan
usaha yang bersangkutan memahami dan mengetahui akan
dampak yang ditimbulkan dari kegiatan yang akan dibuat
dan dapat merencanakan upaya-upaya antisipasi dari
dampak tersebut.
f. Perizinan
Pada hakikatnya penerapan instrumen ini memiliki
peranan yang amat penting bagi setiap kegiatan usaha
sebelum menjalankan kegiatan operasionalnya, karena
dasarnya izin lingkungan merupakan proses awal dan
persyaratan yang paling awal yang harus diselenggarakan
oleh kegiatan usaha sehingga usahanya dapat berjalan dan
sifatnya pun lebih mengikat sebagi sebuah kewajiban yang
harus dilakukan oleh setiap pemegang dokumen lingkungan
seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai beikut :
“Izin lingkungan sifatnya lebih mengikat sebagai sebuah kewajiban dan didalamnya terdapat butir-butir yang harus dilakukan bagi setiap pemegang dokumen lingkungan dalam pengendalian dampak lingkungan karena izin tersebut sifatnya lebih tajam, lebih jelas dan lebih terarah”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
154
Hal yang sama juga disampaikan I1-5 yang
menyatakan bahwa izin lingkungan memiliki peranan yang
amat penting dalam pelaksanannya dengan pernyataan
sebagai berikut :
“Sangat penting, karena izin lingkungan merupakan salah satu syarat terbitnya izin usaha, jadi izin usaha tidak akan terbit jika izin lingkungan tidak ada. Namun kewajiban mengenai izin lingkungan baru terbit dan diwajibkan berdasarkan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dan kami tidak bisa memberikan sanksi hukum kepada kegiatan usaha yang telah berjalan sebelum adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, kemudian ketika izin lingkungan dicabut maka izin usaha akan batal dengan sendirinya selain itu dari sisi pemberi izin akan lebih behati-hati. Pemberi izin usaha dapat terkena sanksi pidana jika dalam memberikan izin usaha namun usaha yang bersangkutan belum memiliki izin lingkungan. Pemberi izin lingkungan juga dapat terkena sanksi pidana jika dalam menerbitkan izin lingkungan namun usaha yang bersangkutan belum memiliki dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL-UPL sehingga hal tersebut merupakan mata rantai perizinan yang berjalan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret pukul 08.37 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1
dan I1-5 dapat simpulkan bahwa perizinan lingkungan
memiliki peran yang sangat penting karena merupakan
sebuah mata rantai perizinan yang berjalan dan sifatnya
yang lebih tajam, lebih jelas dan lebih terarah karena izin
lingkungan merupakan salah satu syarat terbitnya izin
usaha, jadi izin usaha tidak akan terbit jika izin lingkungan
155
tidak ada, kemudian ketika izin lingkungan dicabut maka
izin usaha akan batal dengan sendirinya selain itu dari sisi
pemberi izin akan lebih behati-hati.
Pemberi izin usaha dapat terkena sanksi pidana jika
dalam memberikan izin usaha namun usaha yang
bersangkutan belum memiliki izin lingkungan. Pemberi izin
lingkungan juga dapat terkena sanksi pidana jika dalam
menerbitkan izin lingkungan namun usaha yang
bersangkutan belum memiliki dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup (UKL-UPL).
g. Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup adalah
seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pihak
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi
lingkungan hidup salah satunya dengan penerapan
instrument insentif dan disinsentif. Namun sampai saat ini
belum semuanya sisi instrumen insentif dan disinsentif yang
tertera dalam Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup sudah
dapat diterapkan oleh pemerintah Kabupaten Serang seperti
yang dipaparkan oleh I1-5 sebagai berikut :
156
“Kabupaten Serang sendiri belum menerapkan hal tersebut karena aturan pelaksanaannya masih belum ada. Hal tersebut lebih banyak sudah diterapkan pada negara maju, untuk di Indonesia sebenarnya sudah tetapi secara aturan yang terbaca belum terlaksana tetapi dalam pelaksanaannya kemungkinan sudah banyak diterapkan. Disinsentif dan Insentif itu sifatnya nasional, dalam skala nasional upaya insentif sudah bermunculan yang diberikan kepada kegiatan usaha yang dianggap memenuhi kaidah aspek lingkungan hidup dan akan diberikan tax holiday kemudian juga bagi kegiatan usaha yang bergerak di penjualan karbon ada suatu kebijakan yang disebut dengn CDM (Clean Development Manajemen) yang artinya jika suatu kegiatan menggunakan bahan alami dalam kegiatan produksinya seperti menggunakan kayu maka diwajibkan untuk menanam pohon atau bagi kegiatan usaha yang menghasilkan emisi udara maka diwajibkan untuk memproduksi karbonnya dengan penanaman pohon, dari karbon yang akan dibentuk nantinya akan menghasilkan nilai ekonomis berupa kemudahan pasar/ uang/ harga barang yang akan dijual. Sedangkan untuk insentif di daerah yaitu berupa Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang terdiri dari beberapa tingkatan mulai emas, biru, hijau, merah, dan hitam dimana tingkatan tersebut dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kegiatan usaha contoh jika statusnya hitam sudah dapat dipastikan produknya tidak akan laku karena biasanya akan langsung diumumkan melalui website secara internasional”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Sehingga dari pernyataan diatas dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya penerapan aspek insentif dan disinsentif
pada Kabupaten Serang sendiri belum semuanya dapat
diterapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Serang
karena aturan pelaksanaannya yang sampai saat ini masih
belum ada, dan biasanya keseluruhan aspek yang ada pada
157
sisi insentif dan disinsentif lebih banyak sudah diterapkan
pada negara-negara maju. Selama ini yang baru diterapkan
oleh Pemerintah Kabupaten Serang baru hanya pada sisi
pemberian penghargaan kinerja yaitu berupa Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang
terdiri dari beberapa tingkatan mulai emas, biru, hijau,
merah, dan hitam dimana tingkatan tersebut dapat
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup kegiatan usaha
bahkan di negara maju jika statusnya hitam sudah dapat
dipastikan produknya tidak akan laku karena biasanya akan
langsung diumumkan melalui website secara internasional,
berbeda dengan negara berkembang yang terkadang lebih
mementingkan harga yang murah dibandingkan dengan
kualitas yang diterima apakah didapat dengan merusak
lingkungan atau tidak dan hal tersebut dapat menjadi
ancaman atau tantangan bagi lingkungan.
Selain itu di negara maju juga sudah menerapkan
aspek insentif dan disinsentif dari sisi penerapan pajak,
retribusi dan subsidi lingkungan hidup seperti pada negara
maju, kegiatan usaha yang dianggap memenuhi kaidah
aspek lingkungan hidup dan akan diberikan tax holiday
kemudian juga bagi kegiatan usaha yang bergerak di
penjualan karbon akan terkena kebijakan yang disebut
158
dengan CDM (Clean Development Manajemen) yang
artinya jika suatu kegiatan menggunakan bahan alami dalam
kegiatan produksinya seperti menggunakan kayu maka
diwajibkan untuk menanam pohon atau bagi kegiatan usaha
yang menghasilkan emisi udara maka diwajibkan untuk
memproduksi karbonnya dengan penanaman pohon, dari
karbon yang akan dibentuk nantinya akan menghasilkan
nilai ekonomis berupa kemudahan pasar/ uang/ harga
barang yang akan dijual.
h. Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup
Penerapan instrumen ini erat kaitannya dengan
penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berawawasan lingkungan yang harus diselenggarakan baik
dai sisi pemerintah maupun dari sisi pelaku usaha. Dari sisi
pemerintah penerapannya lebih didasarkan pada
penyusunan program dan kegiatan yang ditunjukkan bagi
seluruh pelaku pembangunan daerah dan selalu diupayakan
untuk terus ditingkatkan kualitasnya. Hal tersebut
disampaikan oleh I1-1 yang menyatakan bahwa :
“Justru mengapa kami menciptakan dan melaksanakan program-program yang disesuaikan dengan visi dan misi Kabupaten Serang yang kurang lebih terdiri dari 16 program dan 27 kegiatan itu tidak lain untuk sama-sama mendukung program nasional yaitu melaksanakan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sehingga
159
tidak henti-hentinya program yang sudah ada harus dipertahankan dan ditingkatkan dan program yang belum ada untuk dapat diciptakan seperti dahulu yang hanya ada pengawasan normal kemudian bergeser menjadi pengawasan intensif, hal tersebut merupakan salah satu bentuk inovasi karena jika hanya dengan pengawasan normal saja tidak selesai maka diciptakan pengawasan intensif untuk industri-industri yang berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB)
Pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh I1-5
sebagai berikut:
“Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan telah diterapkan dalam melakukan sebuah kebijakan investasi dimana aktivitas pembangunan selalu didasarkan pada kaidah-kaidah lingkungan mulai dari mewajibkan penyusunan kajian lingkungan hidup strategis, limbah yang memiliki aturan baku mutunya, menghitung aspek lingkungan sesuai standar-standar ekonomi, audit lingkungan atau evaluasi Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER), kegiatan perusahaan peduli dengan sungai dengan Program Kali Bersih (PROKASIH) dan Surat Pernyataan Kali Bersih (SUPERKASIH)”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Dari pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-5
dapat diketahui bahwa penerapan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang
diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang itu dapat dibuktikan dengan telah tersusunnya
program-program pengendalian yang disesuaikan dengan
visi dan misi Kabupaten Serang dan tidak henti-hentinya
160
program yang sudah ada untuk dapat dipertahankan dan
ditingkatkan dan program yang belum ada untuk dapat
diciptakan. Penerapan kedua prinsip tersebut bertujuan agar
aktivitas pembangunan selalu didasarkan pada kaidah-
kaidah lingkungan.
Selain kedua prinsip tersebut wajib diselenggarakan
oleh Dinas Lingkungan Hidup, pasalnya penerapan hal
tersebut juga diwajibkan bagi setiap pelaku usaha seperti
pihak pengelola kawasan industri Modern yang menerapkan
hal tersebut dengan upaya penerapan zonasi industri dan
merencanakan pembangunan Instalasi Pengelolaan Air
Limbah (IPAL) khusus kawasan seperti yang disampaikan
oleh I2-1 sebagai berikut :
“Untuk penerapan pembangunan berkelanjutan kami lebih kepada pemenuhan standar-standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah salah satunya dengan menerapkan zonasi industri artinya peletakkan industri-industri yang berada pada kawasan Modern yang disesuaikan dengan jenis kegiatan produksinya misalnya industri makanan ditempatkan dekat dengan industri yang juga menghasilkan makanan, tidak mungkin kami letakkan dekat dengan industri peleburan baja karena khawatir nantinya pengelolaan lingkungannya akan tidak beres. Sedangkan untuk penerapan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan setelah penerapan zonasi industri rencananya kami akan membangun Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Terpadu Khusus Kawasan dan akan membangun Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan aturan pemerintah dengan komposisi 70% lahan yang terbangun dan 30% untuk lahan terbuka hijau”. (Wawancara di kantor PT. Modern
161
Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-1
dapat diketahui bahwa pihak pengelola kawasan pun saat ini
telah berupaya untuk menerapkan kedua prinsip tersebut
dengan cara pemenuhan standar-standar, penerapan ruang
terbuka hijau sesuai dengan komposisi yang telah
ditetapkan dan penetapan zonasi industri, dimana
menentukan lokasi-lokasi letak keberadaan industri
disesuaikan dengan jenis kegiatan produksinya.
Hal yang serupa juga dipaparkan oleh I2-4 sebagai
berikut :
“Penerapannya dengan upaya tidak membuang limbah sembarangan dan bebas ke media lingkungan dan disesuaikan dengan baku mutu lingkungan hidup yang telah diatur dalam undang-undang, kemudian berupaya untuk tidak menyalahi aturan yang ada, mulai melengkapi izin-izin yang belum ada dan memang diperlukan kemudian perpanjang izin-izin lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku”. (Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
Sehingga berdasarkan hasil wawancara diatas
dengan I2-4 dapat disimpulkan bahwa selama ini para pelaku
usaha pun telah berupaya untuk menerapkan kedua prinsip
tersebut dengan cara berupaya untuk tidak menyalahi
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti
dengan melengkapi izin-izin yang belum ada dan memang
162
dibutuhkan, mengecek batas waktu berlakunya izin untuk
kemudian diperpanjang, dan berupaya mencegah terjadinya
pencemaran dengan cara tidak membuang limbah
sembarangan dan bebas ke media lingkungan.
i. Anggaran Berbasis Lingkungan
Penerapan instrumen ini ditunjukkan bagi pemerintah
pusat agar wajib mengalokasikan anggaran dana alokasi
khusus lingkungan hidup yang memadai untuk diberikan
kepada pemerintah daerah untuk kegiatan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang baik. Pengalokasian
anggaran ini dimaksudkan untuk kegiatan yang benar-benar
mengutamakan kepentingan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai
berikut :
“Anggaran Berbasis Lingkungan itu berarti anggaran yang benar-benar lebih difokuskan dan lebih berpihak kepada kepentingan pengelolaan lingkungan hidup contoh: lebih memprioritaskan kendaraan operasional dibanding dengan kendaraan dinas”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Namun dalam pelaksanaan pengalokasian anggaran
ini tidak ditetapkan dalam bentuk persentase seperti yang
dipaparkan oleh I1-5 yang menyatakan bahwa :
163
“Sebenarnya itu hanya istilah saja dimana pemerintah daerah harus menganggarkan atau wajib mengalokasikan anggaran untuk upaya pengelolaan lingkungan hidup sama halnya dengan pendidikan yang dengan anggaran minimal sebesar 20% tetapi untuk lingkungan hidup tidak ada kejelasan presentasenya hanya berbunyi dalam bentuk kualitatif karena pada dasarnya ada 3 hal yang menjadi primadona dalam anggaran yaitu kesehatan, pendidikan dan infrastruktur, namun sebenarnya memang perlu dilakukan penganggaran untuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang memadai akan tetapi hal tersebut dikembalikan lagi pada pendapatan daerah masing-masing. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB)
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1
dan I1-5 dapat diketahui bahwa pada hakikatnya Anggaran
Berbasis Lingkungan itu dimaksudkan agar tidak keluar dari
koridor utamanya, sebenarnya hal tersebut hanya istilah saja
dimana pemerintah daerah itu harus menganggarkan dan
mengalokasikan sebagian anggaran dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disesuaikan
dengan kemampuan pendapatan daerah masing-masing
tetapi memang presentasenya hanya berbentuk kualitatif
berbeda dengan aspek pendidikan yang besaran
presentasenya disebutkan dalam bentuk angka yang sebesar
20%. Anggaran berbasis lingkungan itu dimaksudkan agar
anggaran yang dialokasikan tersebut dapat dipergunakan
dengan sebenar-benarnya dan lebih difokuskan serta lebih
164
berpihak pada kepentingan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
j. Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Penerapan instrumen ini ditunjukkan bagi setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap
ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan
keselamatan manusia sehingga wajib melakukan analisis
risiko lingkungan hidup. Tetapi hal ini belum diterapkan
pada Kabupaten Serang, karena biasanya analisis risiko
lingkungan hidup diterapkan untuk kondisi yang khusus.
Hal tersebut disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut :
“Belum diterapkan karena pedoman lebih lanjutnya belum ada atau petunjuk pelaksanaannya belum ada dan biasanya dilakukan untuk kondisi khusus biasanya untuk kegiatan usaha yang sangat berdampak penting (tinggi) seperti kegiatan usaha nuklir sehingga disarankan untuk melakukan analisis resiko lingkungan hidup, untuk di Kabupaten Serang sendiri cukup dengan hanya penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Sebenarnya di indonesia juga memiliki potensi nuklir namun belum dapat terealisasi karena banyak pihak yang merasa khawatir dengan dampak yang akan ditimbulkan”.(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 09.35 WIB).
Berdasakan pernyataan diatas yang disampaikan oleh
I1-5 dapat disimpulkan bahwa penerapan analisis risiko
lingkungan hidup itu untuk sampai saat ini Kabupaten
165
Serang belum menerapkan hal tersebut karena pedoman
lebih lanjutnya belum ada atau petunjuk pelaksanaannya
belum ada dan biasanya dilakukan untuk kondisi khusus
biasanya untuk kegiatan usaha yang sangat berdampak
penting (tinggi) seperti kegiatan usaha nuklir sehingga
disarankan untuk melakukan analisis resiko lingkungan
hidup, untuk di Kabupaten Serang sendiri cukup dengan
hanya penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL).
Namun sebenarnya penerapan analisis risiko
lingkungan hidup ini ada keterkaitan dengan Indek Kualitas
Lingkungan Hidup yang menjadi dasar dalam menyusun
program kerja di bidang pengendalian lingkungan hidup
seperti yang dipaparkan oleh I1-1 yang menyatakan bahwa :
“Sebenarnya memang ada korelasi antara pengkajian resiko, penanganan resiko yang dikaitkan dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, jika Indeks Kualitas Lingkungan Hidup nya berada pada angka yang cukup berarti sudah melakukan dan memikirkan tentang resiko yang mungkin terjadi artinya jika program dan kegiatan telah dilaksanakan tetapi yang justru terjadi bukan peningkatan penaatan tetapi malah yang terjadi justru pelanggaran berarti itu merupakan sebuah resiko artinya program dan kegiatan tersebut harus dikaji ulang. Menurut saya seharusnya jangan sampai terjadi pengkajian resiko tetapi seharusnya yang ada pengkajian terhadap program dan kegiatan agar tepat sasaran sehingga tidak beresiko, berbeda jika Indeks Kualitas Lingkungan Hidup nya masuk kedalam angka baik berarti program dan kegiatan yang telah diterapkan sudah memenuhi apa yang diinginkan akan tetapi
166
Kabupaten Serang sendiri Indeks Kualitas Lingkungan Hidup nya masih dalam angka waspada belum sampai pada angka cukup”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 31 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Sehingga berdasarkan pernyataan yang disampaikan
oleh I1-1 dapat diketahui bahwa sebenarnya memang ada
korelasi antara pengkajian resiko, penanganan resiko yang
dikaitkan dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, jika
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup nya berada pada angka
yang cukup berarti sudah melakukan dan memikirkan
tentang resiko yang mungkin terjadi tetapi Kabupaten
Serang sendiri Indeks Kualitas Lingkungan Hidup nya
masih dalam angka waspada belum sampai pada angka
cukup.
k. Audit Lingkungan Hidup
Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan
lingkungan hidup, maka pemerintah wajib mendorong
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan audit lingkungan hidup. Tetapi pada
pelaksanaan audit lingkungan hidup ini sifatnya ada yang
wajib dan sukarela seperti yang disampaikan oleh I1-5 yang
menyatakan bahwa:
“Pada dasarnya audit lingkungan itu sifatnya evalusi untuk mengetahui kinerja perusahaan, sehingga audit sifatnya ada yang wajib dan sukarela, untuk audit secara sukarela biasanya dilakukan dengan inisiatif
167
sendiri untuk mengetahui sejauh mana kinerja perusahaan sendiri yang diperjelas pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun 1994. Sedangkan untuk audit yang bersifat wajib ditetapkan oleh pemerintah terhadap perusahaan yang memenuhi 4 aturan yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2001 yaitu; ketidakpatuhan terhadap baku mutu lingkungan hidup, ketidakpatuhan terhadap kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, ketidakpatuhan terhadap persyaratan yang diatur dalam Perundang-undangan, dan ketidakpatuhan yang mengindentifikasikan bahwa kegiatan usaha tidak memiliki dokumen pengelolaan lingkungaan hidup atau tidak melaksanakan sistem pengelolaan lingkungan secara efektif, maka dari ke empat kriteria tersebut diwajibkan untuk melakukan audit contohnya ketika ada pencemaran sungai yang diakibatkan dari suatu perusahaan maka untuk memperbaikinya kami wajibkan untuk melakukan audit lingkungan hidup agar diketahui kesalahannya dimana. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Pernyataan senada juga disampaikan oleh I1-1 yang
menyatakan bahwa :
“Yang termasuk kedalam kategori perusahaan-perusahaan yang wajib melakukan audit antara lain; perusahaan yang sudah beroperasional tetapi belum memiliki dokumen lingkungan, perusahaan yang sudah memiliki dokumen lingkungan tetapi tidak pernah mencapai pada kondisi taat, perusahaan yang sudah masuk kedalam kategori melanggar secara terus menerus, dan perusahaan yang ingin meraih sertifikat internasional. Dengan demikian keempat kategori tersebut harus melakukan audit lingkungan karena mungkin tidak hanya bisa dilihat dari satu aspek saja seperti hanya melihat aspek teknis saja, maka nantinya kami akan mengarahkan ke empat kategori tersebut untuk melakukan audit lingkungan hidup caranya bisa melalui pemberian surat tetapi juga sebenarnya pengawasan termasuk kedalam upaya audit dan upaya mendorong perusahaan untuk melakukan audit lingkungaan hidup”. (Wawancara di
168
kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Dari pernyataan yang disampaikan oleh I1-5 dan I1-1
dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya audit lingkungan
itu sifatnya evaluasi untuk mengetahui sejauh mana kinerja
perusahaan berdampak pada lingkungan, sehingga audit
sifatnya ada yang wajib dan sukarela, untuk audit secara
sukarela biasanya dilakukan dengan inisiatif sendiri untuk
mengetahui sejauh mana kinerja perusahaan sendiri yang
diperjelas pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 42 Tahun 1994.
Sedangkan untuk audit yang bersifat wajib ditetapkan
oleh pemerintah terhadap perusahaan yang memenuhi 4
aturan yang telah diatur dalam Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2001 yaitu;
ketidakpatuhan terhadap baku mutu lingkungan hidup,
ketidakpatuhan terhadap kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, ketidakpatuhan terhadap persyaratan yang diatur
dalam Perundang-undangan, dan ketidakpatuhan yang
mengindentifikasikan bahwa kegiatan usaha tidak memiliki
dokumen pengelolaan lingkungaan hidup atau tidak
melaksanakan sistem pengelolaan lingkungan secara efektif,
maka dari ke empat kriteria tersebut diwajibkan untuk
melakukan audit caranya bisa melalui pemberian surat
169
tetapi juga sebenarnya pengawasan termasuk kedalam
upaya audit sebagai upaya mendorong perusahaan untuk
melakukan audit lingkungaan hidup contohnya ketika ada
pencemaran sungai yang diakibatkan dari suatu perusahaan
maka untuk memperbaikinya diwajibkan untuk melakukan
audit lingkungan hidup agar diketahui kesalahannya
dimana.
Akan tetapi memang upaya audit lingkungan hidup ini
telah diterapkan oleh beberapa perusahaan namun
cakupannya masih skala yang sederhana seperti yang
disampaikan oleh I2-1 yang menyatakan bahwa:
“Memang kemarin sempat kami memanggil konsultan perusahaan kami di bidang lingkungan hidup untuk memonitoring secara keseluruhan untuk melakukan analisa-analisa tertentu dan menurut kami hal tersebut dapat dikatakan audit tetapi memang mungkin audit lingkungan hidup sifatnya lebih general dan detail, sedangkan yang dilakukan oleh konsultan sifatnya hanya bersifat umum”. (Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).
Namun ada juga industri yang nyatanya dipantau
kegiatan produksinya dari pihak brand yang bekerjasama
dengan industri yang bersangkutan untuk mengetahui ada
tidaknya dampak yang ditimbulkan dari kegiatan produksi
terhadap kualitas lingkungan hidup seperti yang dipaparkan
oleh I2-3 sebagai berikut :
170
“Belum pernah kami lakukan, kalau audit lingkungan secara general seperti audit ke desa, audit ke sungai itu belum hanya ada pengarahan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) saja agar limbah yang nantinya dikeluarkan tidak berbau dan berbahaya selain itu kami juga dilakukan pengontrolan yang dilakukan oleh brand produk kami yaitu brand Nike dan Adidas yang setiap satu tahun sekali dilakukann berkenaan dengan bagaimana pengelolaan dan pembuangan limbah yang kami kelola”. (Wawancara di kanor PT. Boo Young Indonesia, tanggal 4 April pukul 08.16 WIB).
Dari pemaparan yang disampaikan oleh I2-1 dan I2-3
dapat disimpulkan bahwa upaya audit lingkungan hidup
yang telah dijalankan oleh kegiatan industri sifatnya masih
sederhana dan belum terlalu terperinci dan general tetapi
ada juga perusahaan yang proses kegiatan produksinya
dipantau oleh brand yang bekerjasama dengan perusahaan
yang bersangkutan untuk mengetahui kejelasan apakah
kegiatan produksi yang dijalankan berdampak pada
lingkungan atau tidak dan itupun merupakan salah satu
bagian dari proses audit lingkungan hidup.
5. Penanggulangan
Penerapan indikator ini dimaksudkan untuk menangani
permasalahan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang telah
terjadi akibat dari keberadaan kawasan industri dengan beberapa
tindakan tertentu yang telah termuat dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009.
171
Sebelum terjadinya dampak pencemaran yang dapat
berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat maka perlu
diberitahukan informasi terlebih dahulu sebagai peringatan
pencemaran melalui pemberian informasi tentang kondisi lingkungan,
tetapi memang Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang baru
menerapkan hal tersebut pada pihak industri yang bersangkutan. Hal
tersebut disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut:
“Untuk menginformasikan biasanya per 3 bulan kami akan menginformasikan hasil pemantauan terutama kepada industri yang bersangkutan yang telah menyebabkan pencemaran, untuk masyarakat sendiri memang belum akan tetapi harapan kami dengan kami menginformasikan hal tersebut kepada pihak kecamatan dapat disampaikan kepada masyarakat”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Hal yang serupa juga dipaparkan oleh I1-1 yang menyatakan bahwa :
“Jika untuk memberikan informasi mengenai kondisi air sungai misalnya sebenarnya memang belum karena masyarakat sendiri pun juga dapat mengetahui dan bisa melihat langsung dari kondisi fisiknya”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Hal yang senada juga disampaikan oleh I3-1 yang memaparkan bahwa :
“Untuk pemberitahuan mengenai kondisi lingkungan dari pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sendiri saya rasa memang belum pernah karena untuk kegiatan sosialisasi atau penyuluhan saja juga tidak pernah dirasakan”. (Wawancara di kediaman informan di kampung Sadang Baru Desa Barengkok, tanggal 31Maret 2017 pukul09.35 WIB).
Sehingga dari pemaparan dan pernyataan diatas dapat
disimpulkan bahwa pemberian informasi peringatan pencemaran
biasanya diberitahukan kepada pihak industri yang telah terbukti
menyebabkan pencemaran didasarkan pada hasil pengawasan di
172
lapangan, tetapi memang untuk menyampaikannya langsung kepada
pihak masyarakat belum pernah dilakukan karena seperti kualitas air
sungai masyarakat dapat melihat sendiri secara kasat mata melalui
kondisi fisiknya masih layak dan dapat digunakan atau tidak, tetapi
memang sebelum menginformasikan peringatan pencemaran pihak
Dinas Lingkungan Hidup selalu berupaya untuk menegur dan
memberikan pengarahan agar melakukan upaya perbaikan kepada
industri yang bersangkutan agar nantinya tidak berdampak ke
masyarakat.
Sebagai upaya penanggulangan, setelah diketahui sumber
pencemar selanjutnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
melakukan tindakan pengisolasian terhadap sumber pencemar dengan
memberhentikan sementara kegiatan produksi sampai ada upaya
perbaikan seperti yang dipaparkan oleh I1-1 sebagai berikut:
“Pernah kami melakukan hal tersebut contohnya seperti PT.Gizindo pernah sampai kami berhentikan kegiatannya sampai kurang lebih 45 hari dan mensosialisasikan kepada masyarakat untuk sama-sama memantau aktivitas dari perusahaan tersebut agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan oleh masyarakat, hal tersebut juga merupakan bentuk pengisolasian yang pernah kami lakukan. Bentuk lainnya pernah kami lakukan pemasangan garis police line yang bekerjasama dengan pihak yang berwenang sehingga tidak ada satu orang pun yang dapat memasuki perusahaan tersebut sampai persoalannya telah selesai barulah garis tersebut dilepas dan dapat beroperasi kembali setelah mendapat persetujuan dari pihak Dinas Lingkungan Hidup”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
173
Tetapi tindakan pengisolasian terhadap sumber pencemar yang
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tidak
dilakukan secara sembarangan namun selalu didasarkan pada hasil
pengawasan oleh petugas di lapangan. Hal tersebut disampaikan oleh
I1-4 yang menyatakan bahwa :
“Jika sudah menerima hasil pemantauan terhadap media lingkungan dan ternyata hasilnya tidak baik, kemudian juga telah diketahui industri yang menjadi sumber pencemar terhadap media lingkungan langkah awal yang kami lakukan dengan menegur terlebih dahulu perusahaan atau industri yang bersangkutan untuk menyampaikan dan menginformasikan bahwa limbah dari industri yang bersangkutan telah melebihi aturan baku mutu lingkungan hidup kemudian kami panggil yang bersangkutan untuk mengetahui penyebab terjadinya hal tersebut mengapa bisa melebihi baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan padahal hal tersebut juga sudah termuat dalam aturan dokumen lingkungan yang dimiliki, setelah industri yang bersangkutan menyampaikan alasan mengapa bisa terjadinya hal tersebut setelah itu kami berikan waktu untuk memperbaiki dan menyelesaikan permasalahan tersebut dalam jangka waktu tertentu, pada kurun waktu tersebut kami juga tetap melakukan pemantauan dan pengawasan untuk mengetahui sejauhmana upaya perbaikan yang dilakukan oleh industri yang bersangkutan, jika dalam kurun waktu yang telah kami berikan industri yang bersangkutan tidak juga melakukan upaya perbaikan maka akan kami panggil kembali untuk kemudian kami berikan sanksi yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 melalui tahapan teguran, jika teguran sampai 3x tidak juga diindahkan maka akan kami berikan paksaan pemerintah sampai pada penghentian kegiatan sementara, penutupan saluran dan pemindahan peralatan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-4
dapat disimpulkan bahwa setelah diketahuinya industri yang menjadi
sumber pencemar berdasarkan hasil pengawasan dan pemantauan di
174
lapangan maka langkah awal yang dilakukan oleh Dinas Lingkugan
Hidup adalah menegur terlebih dahulu yang bersangkutan melalui
surat dan dipanggil untuk datang ke kantor menjelaskan penyebab
terjadinya masalah untuk kemudian diberikan batas waktu untuk
memperbaiki dan menyelesaikan permasalahan yang ada sambil terus
dipantau sejauhmana bentuk upaya perbaikan yang dilakukan, tetapi
jika setelah diberikan waktu untuk memperbaiki namun melebihi batas
waktu yang telah ditentukan tetapi permasalahan juga belum selesai
langkah selanjutnya yang bersangkutan akan dipanggil kembali untuk
diberikan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009.
Bentuk pengisolasiaan yang pernah dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup terhadap industri yang menjadi sumber pencemar
mulai dari pemasangan garis polisi sehingga tidak ada satu orang pun
yang dapat masuk ke lokasi dan akhirnya menyebabkan kegiatan
dihentikan sementara, dan hal tersebut pernah diberlakukan pada salah
satu kegiatan industri di wilayah Cikande yaitu PT.Gizindo yang
diberhentikan kegiatannya kurang lebih selama 45 hari kerja,
kemudian juga pernah diberlakukan penutupan saluran pembuangan
limbah terutama pada beberapa industri penghasil limbah cair yang
berada pada kawasan Modern yang tidak bisa mengelola limbahnya
dengan baik. Akan tetapi hal berbeda justru disampaikan oleh I3-1 yang
meneraangkan bahwa:
175
“Untuk tindakan pengisolasian seperti pemberhentian sementara kegiatan perusahaan saya sendiri belum pernah dengar dan melihat karena menurut sepengetahuan dan sepenglihatan saya kegiatan produksi perusahaan-perusahaan yang berada dekat dengan desa ini masih terus berjalan”.(Wawancara di kediaman informan di kampung Sadang Baru Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 09.35 WIB). Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa tindakan
pengisolasian yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang ini kurang diketahui oleh masyarakat sehingga perannya
dipandang kurang positif dan efektif oleh masyarakat sekitar.
Selain dilakukan pengisolasian terhadap sumber pencemar
upaya lainnya yang dapat dilakukan sebagai upaya penanggulangan
dengan menghentikan kegiatan secara total dan itu pun pernah
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang seperti
yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Pernah kami lakukan penghentian sampai ditutup secara izinnya sudah kami cabut seperti kasus pertambangan di daerah Ciomas, selain itu di Modern juga pernah beberapa perusahaan kami tutup saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) nya yang didasarkan pada Surat Keputusan Bupati Serang sampai persoalannya selesai”.(Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Namun untuk upaya penghentian total terhadap kegiatan usaha
perlu difikirkan secara seksama karena akan berdampak juga pada
tingkat kesejahteraan masyarakat seperti yang disampaikan oleh I3-2
yang menyatakan bahwa :
176
“Untuk penghentian terhadap sumber pencemar berarti melakukan penutupan pada industri yang bersangkutan, untuk itu menurut saya belum pernah dilakukan karena akan berpengaruh juga pada kondisi ekonomi masyarakat yang menggantungkan kehidupannya pada industri yang bersangkutan sehingga untuk pemberhentian memang dirasa perlu difikirkan kembali dengan usaha lainnya yang membuat industri yang bersangkutan merasa jera”. (Wawancara di Pos Ronda Kampung Kemuning Desa Cijeruk, tanggal 3 April 2017 pukul 10.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara diatas yang disampaikan oleh
I1-1 dan I3-2 dapat diketahui bahwa untuk pemberhentian terhadap
sumber pencemar yang pernah diberlakukan oleh Dinas Lingkungan
Hidup sifatnya hanya sementara tidak sampai pada penutupan total
kegiatan karena khawatir akan berdampak juga pada tingkat ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat yang bekerja pada industri yang
bersangkutan dan tidak dapat dipungkiri memang banyak masyarakat
yang tinggalnya berdekatan dengan kawasan Modern yang
menggantungkan kehidupannya dari keberlangsungan kegiatan
industri di wilayah Modern.
Sehingga jika untuk melakukan pemberhentian total memang
dirasa harus difikirkan dengan seksama dan sebisa mungkin untuk
digantikan dengan usaha lain yang dapat membuat industri yang
bersangkutan merasa jera dan tidak mengulangi kesalahannya
kembali. Tetapi memang pernah dilakukan pencabutan izin yang
terjadi pada kegiatan pertambangan di daerah Ciomas yang secara
izinnya telah dicabut meskipun saat ini kegiatannya dapat beroperasi
177
kembali berkat adanya perubahan pihak pengelola dan mengajukan
proses perizinan yang baru.
Selain itu hal lainnya yang pernah dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang kepada industri yang
bermasalah dengan cara mengurangi kapasitas produksi seperti yang
dipaparkan oleh I1-4 yang menyatakan bahwa :
“Upaya penghentian yang dilakukan yaitu berupa pengurangan produksi misal kapasitas Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) nya hanya dapat menampung limbah sebanyak 5 Ton kemudian ternyata yang dikeluarkan sebanyak 10 Ton maka kegiatan produksimya harus dikurangi sampai limbah yang dikeluarkan sesuai dengan kapasitas Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) nya. Akan tetapi jika untuk pemberhentian total kegiatan produksinya tidak pernah hanya berupa pengurangan terhadap kegiatan produksi sampai Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) nya sesuai dengan baku mutu lingkungan, apabila telah selesai barulah kami perbolehkan untuk beroperasi kembali dengan syarat harus tetap memenuhi baku mutu yang ditetapkan tetapi jika setelah diperbaiki justru memang melebihi dari kegiatan produksinya maka harus izin kembali dan menyesuaikannya dengan dokumen lingkungan yang dimiliki”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Dari pemaparan yang disampaikan oleh I1-4 dapat diketahui
bahwa bentuk penghentian terhadap sumber pencemar lainnya yang
pernah dilakukan berupa pada pengurangan kapasitas produksi karena
kegiatannya yang telah melebihi ambang batas dari kemampuan
instalasi pengelolaan limbahnya sehingga disarankan untuk
mengurangi kapasitas produksinya terlebih dahulu sampai instalasi
pengelolaan limbahnya mampu atau sanggup menampung keluaran
limbah yang dihasilkan.
178
6. Pemulihan
Penerapan indikator ini dimaksudkan untuk mengembalikan
kondisi lingkungan yang telah mengalami pencemaran dan kerusakan
sehingga dapat kembali pada kondisi yang semula yang dapat
dilakukan dengan tindakan-tindakan tertentu salah satunya dengan
tindakan pembersihan yang menjadi tanggungjawab dan kewajiban
dari industri yang telah menyebabkan pencemaran, sedangkan peran
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang disini hanya
mengarahkan industri yang bersangkutan saja. Hal tersebut dipaparkan
oleh I1-1 yang menyatakan bahwa :
“Sebenarnya untuk melakukan tindakan pembersihan merupakan kewajiban bagi perusahaan yang melakukan pencemaran jadi kita kembalikan kepada perusahaan yang bersangkutan tugas kami hanya mengarahkan saja contoh nya untuk melakukan clean up kemudian setelah itu kami lakukan pengujian kembali apakah hasilnya sudah streril atau belum” (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Hal yang senada juga disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut :
“Jika kami sudah mengetahui perusahaan yang menyebabkan pencemaran maka perusahaan yang bersangkutan yang melakukan tindakan pembersihan kecuali ketika tidak diketahui sumber pencemarnya biasanya kami bantu dengan clean up namun sampai saat ini selalu diketahui sumber pencemarnya”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Sehingga berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1
dan I1-4 dapat disimpulkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup tidak
pernah melakukan tindakan pembersihan terhadap pencemaran dan
179
kerusakan lingkungan karena memang hal tersebut merupakan
kewajiban dari industri yang telah menyebabkan pencemaran, peran
Dinas Lingkungan Hidup disini hanya berupa mengarahkan industri
yang bersangkutan saja untuk melakukan tindakan clean up setelah itu
akan diuji kembali untuk mengetahui kondisinya kecuali ketika
sumber pencemarnya tidak diketahui maka nantinya akan diupayakan
untuk ada tindakan clean up tetapi sampai saat ini selalu diketahui
sumber pencemarnya.
Namun berhubung selama ini pengelola kawasan Modern belum
menyediakan Instalasi Pengelolaan Limbah secara terpadu khusus
kawasan, maka upaya pembersihan ini menjadi tugas dan
tanggungjawab bersama antara pihak kawasan dan industri yang ada
di dalamnya, tetapi memang upaya pembersihan yang dilakukan oleh
pengelola kawasan baru hanya sebatas pada sekitar area kawasan saja
seperti yang disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut :
“Untuk pembersihan di sekitar area kawasan dilakukan setiap hari oleh petugas kami tetapi untuk pembersihan terhadap media lingkungan seperti normalisasi sungai Cikambuy pernah kami lakukan meskipun belum kami lakukan kembali karena normalisasi itu kami sesuaikan dengan kondisinya kotor atau tidaknya dan tidak dapat dilakukan secara manual melainkan harus menggunakan alat berat tetapi kalau yang untuk upaya manual paling hanya dibersihkan dari sampah-sampah dan dedaunan di sekitarnya”. (Wawancara di kantor PT.Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).
180
Sedangkan upaya pembersihan yang dilakukan oleh industri
lebih berfokus pada area sekitar perusahaan dan pembersihan
padasaluran instalasi pengelolaan limbah. Hal tersebut dipaparkan
oleh I2-4 yang menyatakan bahwa :
“Untuk pembersihan sebenarnya kewajiban dari pihak kawasan karena belum ada Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Terpadu kawasan paling yang kami lakukan dengan membersihkan sekitar area perusahaan dan pembersihan pada Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) saja bentuknya dengan dikuras kolam Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang kami miliki kemudian dikeruk endapan lumpurnya agar tidak ikut terbuang ke saluran air”. (Wawancara di kantor PT. Sunjin HJ, tanggal 31 Maret 2017 pukul 10.58 WIB).
Dari pemaparan yang diberikan I2-1 dan I2-4 dapat diketahui
bahwa upaya pembersihan terhadap pencemaran dan kerusakan
lingkungan ini menjadi tugas yang berat bagi pengelola kawasan
Modern dan tanggungjawab bersama dengan industri-industri
lainnya yang berada pada lingkup kawasan karena memang belum
terbangunnya instalasi pengelolaan limbah khusus kawasan sehingga
setiap industri berkewajiban untuk sama-sama menjaga agar kegiatan
produksinya tidak berdampak pada lingkungan, meskipun memang
sampai saat ini pihak pengelola kawasan telah berupaya melakukan
tindakan pembersihan secara sederhana seperti pembersihan area
kawasan yang setiap harinya dilakukan oleh petugas kebersihan
kawasan, dan sempat dilakukan normalisasi terhadap sungai
Cikambuy di bagian hulu yang disesuaikan dengan situasi dan
181
kondisinya karena untuk melakukan hal tersebut diperlukan alat
berat untuk menanganinya.
Sedangkan dari pihak industri pernah dilakukan pemberian
cairan atitoksin pada cairan air limbah yang nantinya dikeluarkan
melalui saluran air perusahaan dan nantinya akan bermuara ke
sungai Cikambuy, dan pembersihan pada saluran Instalasi
Pengelolaan Air Limbahnya dengan cara menguras dan
mengeruknya agar endapan lumpurnya tidak ikut terbawa dan
terbuang ke saluran air perusahaan.
Selain masyarakat mengadukan kasus lingkungan pada pihak
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, nyatanya pihak
pengelola kawasan Modern juga pernah menerima pengaduan
masyarakat seperti yang disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut :
“Pernah waktu itu masyarakat mengadukan keluaran limbah yang mengarah ke sungai Cikambuy karena dulu memang ada salah satu perusahaan di kawasan Modern yang belum memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dan langsung membuang limbahnya ke saluran air dan akan bermuara ke sumgai Cikambuy sehingga masyarakat kampung Kemuning yang berdekatan dengan sungai Cikambuy mengeluhkan bau yang menyengat dan tidak sedap kemudian tindakan kami langsung kami panggil industri yang bersangkutan dan berkomunikasi dengan pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk mengarahkan industri yang bersangkutan untuk segera memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), dan untuk kompensasi yang berikan paling hanya berupa uang atau sembako yang kami berikan kepada pihak Desa untuk kemudian dibagikan secara merata kepada masyarakat yang terkena dampak”. (Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).
182
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-1 dapat
diketahui bahwa pihak pengelola kawasan Modern sempat menerima
pengaduan akan adanya keluaran limbah yang mengarah ke sungai
Cikambuy yang menyebabkan pencemaran pada sungai tersebut, dan
bentuk kompensasi yang diberikan sebagai rasa tanggungjawab akan
adanya pencemaran yang diberikan pihak pengelola kawasan Modern
kepada masyarakat yaitu berupa uang dan sembako yang diberikan
kepada pihak desa untuk dibagikan secara merata kepada masyarakat
yang terkena dampak.
Selain berbentuk uang dan sembako, ada juga industri yang
memberikan kompensasi berupa kemudahan dalam memperoleh
pekerjaan bagi masyarakat sekitar seperti yang disampaikan oleh I2-3
yang menyatakan bahwa :
“Jika memang ada pengaduan dari masyarakat kami dengar dahulu keluhannya jika memang terbukti pengaduannya benar akibat kesalahan dari perusahaan kami kemudian misalnya hingga berdampak pada kesehatan kami pun akan bertanggungjawab untuk membawa yang bersangkutan ke klinik atau rumah sakit. Kompensasi bentuk lainnya hanya sebatas pada sumbangan rutin saja misalnya untuk jalan atau peringatan hari-hari besar islam dan jika ada lowongan pekerjaan di perusahaan, kami akan melibatkan masyarakat terdekat untuk bekerja pada perusahaan kami namun tetap disesuaikan dengan prosedur yang berlaku pada perusahaan kami”. (Wawancara di kantor PT. Boo Young Indonesia, tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB)
Dari pemaparan dan hasil wawancara dengan I2-3 diatas dapat
disimpulkan bahwa beberapa industri yang juga pernah mendapat
pengaduan dari masyarakat memberikan kompensasi berupa
183
sumbangan rutin untuk pembangunan masjid atau peringatan hari-hari
besar, ada juga yang memberikan limbah domestik Tidak Berbahan
Bahaya dan Beracun kepada masyarakat untuk dimanfaatkan menjadi
barang yang lebih bernilai ekonomis, dan ada juga memberikan
kesempatan kerja pada masyarakat yang berdekatan dengan
perusahaan yang tentunya disesuaikan dengan ketentuan dan prosedur
perusahaan yang berlaku.
Selain upaya pembersihan yang menjadi kewajiban dan
tanggungjawab dari industri yang menyebabkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan upaya perbaikan lingkungan yang telah
bermasalah juga dilimpahkan pada industri yang bersangkutan, peran
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang disini hanya sebatas
memberikan petunjuk dan arahan semata. Hal tersebut dipaparkan
oleh I1-1 sebagai berikut :
“Sama halnya dengan upaya pembersihan, upaya perbaikan lingkungan juga merupakan kewajiban dari industri yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan kewajiban kami hanya menegur untuk kemudian kami berikan petunjuk dan arahan contohnya ketika telah terjadi kerusakan pada tanah maka kami anjurkan untuk digali terlebih dahulu untuk kemudian diberikan cairan seperti toksolin sehingga dapat menghasilkan lapisan-lapisan yang kembali normal”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB). Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh I1-4 yang
menyatakan bahwa:
“Yang memperbaiki juga industri yang bersangkutan kami hanya mengarahkan saja dengan upaya clean up kemudian ditutup lagi dengan cairan yang bagus, jika industri yang
184
bersangkutan tidak memperbaiki lingkungan dapat dikenakan sanksi”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang dipaparkan oleh I1-1 dan I1-4 dapat
diketahui bahwa sama halnya dengan tindakan pembersihan terhadap
pencemaran dan kerusakan lingkungan upaya perbaikan lingkungan
pun juga menjadi tugas dan kewajiban dari industri yang telah
menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan dan hal tersebut
juga menjadi tanggungjawab bersama antara pihak pengelola kawasan
dengan industri-industri lain didalamnya, peran Dinas Lingkungan
Hidup disini hanya sebatas memberikan arahan dan petunjuk semata.
Sedangkan upaya perbaikan lingkungan yang telah
diselenggarakan oleh pihak pengelola kawasan lebih berfokus pada
penyelenggaraan program Corporate Social Responsibility (CSR)
seperti yang disampaikan oleh I2-1 sebagai berikut :
“Untuk upaya tindakan perbaikan lingkungan kami menerapkannya pada program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan seperti kami pernah ikut serta dalam program penghijauan di daerah Padarincang dan program pembuatan sumur resapan, dan untuk program Corporate Social Responsibility (CSR) sendiri memang biasanya dilakukan di luar daerah yang membawa dampak yang lebih besar kalau untuk upaya perbaikan lingkungan di sekitar permukiman masyarakat terdekat memang belum pernah paling hanya sebatas penanaman pohon di sekitar area kawasan Modern saja kalau untuk masyarakat paling bentuknya hanya kompensasi semata”. (Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB).
185
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I2-1 dapat
diketahui bahwa upaya perbaikan lingkungan yang telah dilakukan
selama ini oleh pengelola kawasan berupa program Corporate Social
Responsibility (CSR) salah satunya yaitu kegiatan penghijauan yang
dilakukan di luar daerah yang lebih membawa dampak yang lebih
besar, dan upaya penanaman pepohonan yang hanya dilakukan baru
sekitar area kawasan saja belum sampai pada permukiman warga
sekitar.
Berbeda dengan pihak industri yang menyelenggarakan upaya
perbaikan lingkungan melalui upaya pengontrolan pada sistem
Instalasi Pengelolaan Limbah dan penanaman pepohonan di sekitar
area perusahaan seperti yang disampaikan oleh I2-2 sebagai berikut :
“Upaya yang kami lakukan seperti yang tadi sudah dijelaskan seperti pembuatan bipori (air tadah hujan), menanam tanaman secara sederhana pada lingkup sekitar perusahaan demi terselenggaranya ruang terbuka hijau dan tetap mengontrol terhadap sistem-sistem pengelolaan limbah yang dimiliki perusahaan”. (Wawancara di kantor PT. Bahari Makmur Sejati, tanggal 31 Maret 2017 pukul 13.50 WIB).
Hal senada juga diutarakan oleh I2-3 yang menyatakan bahwa :
“Upaya kami paling hanya sebatas mengoptimalkan pada upaya pengontrolan terhadap Instalasi Pengelolaan Air Limbah kami saja agar nantinya tidak mencemari lingkungan”. (Wawancara di kantor PT. Boo Young Indonesia, tanggal 4 April 2017 pukul 08.16 WIB).
Dari pernyataan di atas yang disampaikan oleh I2-2 dan I2-3
dapat disimpulkan bahwa upaya perbaikan lingkungan yang dilakukan
oleh industri-industri di kawasan Modern lebih berfokus pada upaya
186
mengoptimalkan terhadap pengontrolan sistem-sistem pengelolaan
limbah yang dimiliki oleh masing-masing industri dan upaya
penyediaan ruang terbuka hijau sesuai dengan kemampuan industri
masing-masing yaag didasarkan pada aturan yang berlaku, seperti
gambar yang dapat dilihat dibawah ini yang merupakan kondisi Ruang
Terbuka Hijau yang diselenggarakan oleh PT. Bahari Makmur Sejati
yang peneliti dapatkan dilapangan saat melakukan observasi sebagai
berikut:
Gambar 4.10 Kondisi Ruang Terbuka Hijau milik PT. Bahari Makmur Sejati
Sumber : Peneliti, 2017
Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa salah
satu timdakan yang diselenggarakan oleh industri sebagai upaya
pemulihan lingkungan dengan cara penyediaan Ruang Terbuka Hijau
dengan harapan dapat memberikan suhu kesejukan serta mengurangi
suhu udara yang meningkat akibat pembangunan-pembangunan
gedung industri yang sudah banyak mengurangi komposisi pepohonan
yang sebelumnya telah tumbuh.
187
4.3.2 Hambatan dan Upaya yang ditempuh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern Dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pengendalian
dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diselenggarakan oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tidak selamanya berjalan
mulus dan sesuai dengan harapan karena kenyataannya di lapangan
ditemukan berbagai hambatan dan kendala baik berasal dari segi internal
maupun eksternal.
Namun adanya hambatan dan kendala tersebut tidak serta merta
membuat Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang menerima keadaan
tersebut begitu saja tetapi diusahakan untuk mengatasi hambatan dan
kendala tersebut dengan tindakan dan strategi tertentu sehingga
pelaksanaan tugas di bidang pengendalian dampak pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup daapat tetap berjalan sesuai harapan dan
rencana. Adapun hambatan dan upaya yang ditempuh oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam
pengendalian dampak pencemaran kawasan industri Modern dapat dilihat
mulai pada tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pada pengawasan
yang akan peneliti paparkan sebagai berikut:
1. Regulatory Role (Perencana Kebijakan)
Pada dasarnya tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melakukan
sebuah perencanaan tentunya tidak selalu akan berjalan mulus ada
kalanya ditemui berbagai macam hambatan dan kendala, salah satunya
188
berkenaan dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang dikoordinir
oleh Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dimana
masukan dan saran yang disampaikan oleh masyarakat berkaitan
dengan rencana pembangunan daerah termasuk kebijakan dan
program pengendalian dampak lingkungan tidak semua aspirasi
masyarakat dapat tertampung dan dapat terealisasikan oleh Dinas
Lingkungan Hidup karena keterbatasan anggaran yang memadai dan
skala prioritas kegiatan yang harus lebih diutamakan seperti yang
dipaparkan oleh I1-1 sebagai berikut:
“Kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tingkat Daerah dan Tingkat Kecamatan juga dihadiri oleh Forum Organisasi Perangkat Daerah untuk meyusun Rencana Kerja Tahunan sehingga dengan demikian semua sasaran dan masukan serta keinginan semua pihak telah terakomodir didalam program dan kegiatan yang disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia serta dikualifikasikan berdasarkan skala proritas”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB). Berdasarkan pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-1
dapat diketahui bahwa masukan dan keinginan yang disampaikan oleh
berbagai macam pihak yang terlibat dalam kegiatan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Tingkat Daerah dan Tingkat Kecamatan
nantinya akan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran dan
dikualifikasikan sesuai dengan skala prioritas pembangunan sehingga
tidak semua keinginan dan masukan dapat direalisasikan.
189
Selain itu hambatan lainnya juga terletak pada tingkat
kesadaran dan kepekaan dari masyarakat terhadap aspek lingkungan
hidup terutama mengenai masalah lingkungan yang terjadi yang
seharusnya disampaikan kedalam kegiatan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa, seperti apa yang dipaparkan oleh I3-1 sebagai
berikut :
“Menurut sepengetahuan saya sebagai masyarakat disini, memang pada saat Musrembang Desa sebenarnya masyarakat dilibatkan untuk ikut bermusyawarah terkait masalah apapun yang terjadi di desa ini, tetapi karena di desa ini pernah terjadi konflik pada saat pemilihan Kepala Desa, maka masyarakat yang sering dilibatkan dalam kegiatan desa merupakan pihak-pihak yang memiliki kedekatan dengan pihak desa saja, sehingga masyarakat banyak yang merasa tidak pernah dilibatkan akan tetapi pada dasarnya masyarakat juga dilibatkan meskipun hanya perwakilan dari setiap kampung saja”. (Wawancara di kediaman informan di Kampung Sadang Baru Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 09.35 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3- 1 diketahui bahwa
pada dasarnya kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Tingkat Desa itu sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat untuk
terlibat dalam kegiatan tersebut untuk menyampaikan apa pun
masalah yang terjadi di sekitar tempat tinggal masyarakat akan tetapi
karena sempat terjadi konflik antar masyarakat ketika pemilihan
Kepada Desa berlangsung menyebabkan terjadi perpecahan antar
beberapa pihak masyarakat sehingga banyak yang merasa bahwa yang
dilibatkan dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
190
Desa hanyalah orang-orang yang memiliki kedekatan dengan Kepala
Desa saja.
Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan yang
disampaikan oleh I4-1 yang menyatakan bahwa :
“Sebagai warga yang tinggal lama disini tidak pernah dilibatkan untuk memberikan masukan, pernah waktu saya ingin mengusulkan ke pihak Desa namun kurang adanya dukungan dari masyarakat lain, karena masyarakat disini kurang memiliki kepekaan”. (Wawancara di kediaman informan di Kampung Sadang Desa Barengkok, tanggal 31 Maret 2017 pukul 14.45 WIB).
Dari pemaparan diatas yang disampaikan oleh I4-1 dapat
diketahui bahwa sebab lainnya masyarakat merasa kurang dilibatkan
dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa karena
kurangnya kesadaran dari masyarakat akan kondisi sosial dan aspek
lingkungan hidup sehingga peneliti menemukan di lapangan ketika
salah seorang masyarakat ingin mengusulkan sesuatu hal berkaitan
dengan permasalahan lingkungan yang diakibatkan dari keberadaan
kawasan industri Modern namun kurang mendapat dukungan dari
pihak masyarakat yang lain sehingga menyebabkan aspirasi tersebut
hanya sebatas pada rasa keinginan untuk menyampaikan saja tidak
sampai pada tahap merealisasikannya.
Selain itu peneliti juga menemukan akibat masyarakat merasa
kurang dilibatkan dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa sehingga keinginannya tidak dapat tersampaikan
191
dan tidak dapat terwujud sehinnga akhirnya berujung pada aksi unjuk
rasa seperti apa yang disampaikan oleh I3-2 sebagai berikut:
“Untuk keterlibatan masyarakat dalam memberikan masukan mengenai program dan kebijakan tidak pernah, paling hanya ketika waktu itu masyarakat desa ini melakukan unjuk rasa di depan Kantor Bupati menuntut agar segera menuntaskan pencemaran yang ada di desa ini untuk segera ditindaklanjuti dan segera diselesaikan”. (Wawancara di Pos Ronda Kampung Kemuning Desa Cijeruk, tanggal 3 April 2017 pukul 10.30 WIB).
Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh I4-2 yang
menyatakan sebagai berikut:
“Selama saya tinggal disini tidak pernah masyarakat dilibatkan paling waktu kemarin saja masyarakat sini pernah melakukan unjuk rasa”. (Wawancara di kediaman informan di kampung Ciajeng Desa Cijeruk, tanggal 3 April 2017 pukul 09.17 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I3-2 dan I4-2
diketahui bahwa akibat dari keinginan masyarakat yang tidak kunjung
terwujud sehingga pernah dilakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor
Bupati Serang dimana masyarakat Desa Cijeruk menuntut agar
permasalahan pencemaran sungai Cikambuy yang berdekatan dengan
permukiman warga dapat segera terselesaikan dan ada tindak lanjut
serta tindakan tegas dari Pemerintah Daerah dan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang terhadap industri-industri di kawasan
Modern yang telah menyebabkan pencemaran pada sungai Cikambuy.
Namun sebenarnya selama ini pihak Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang selalu berupaya memberikan penegasan khusunya
kepada pihak pengelola kawasan selaku induk dari industri-industri
192
didalamnya agar mewajibkan industri yang berada pada area kawasan
Modern baik penghasil limbah cair, padat, dan udara untuk
membangun Instalasi Pengelolaan Limbah di masing-masing industri.
Hal tersebut dipaparkan oleh I2-1 sebagai berikut:
“Kami juga pernah menerima arahan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang agar mewajibkan bagi industri-industri yang berada pada kawasan Modern baik yang menghasilkan limbah padat, cair maupun udara diwajibkan untuk memiliki Instalasi Pengelolaam Limbah di masing-masing industri”.(Wawancara di kantor PT. Modern Industrial Estate, tanggal 4 April 2017 pukul 09.21 WIB). Berdasarkan pernyataan diatas yang disampaikan oleh I2-1
dapat diketahui bahwa pihak pengelola kawasan Modern sempat
menerima arahan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
agar mewajibkan seluruh industri yang berada pada lingkup kawasan
Modern baik penghasil limbah cair, padat, dan udara untuk
membangun sistem pengelolaan limbah di masing-masing industri
dengan harapan dapat meminimalisir dampak yang mungkin
ditimbulkan yang dapat berpengaruh pada kehidupan masyarakat
sekitar.
2. Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)
Dalam menyelenggarakan kebijakan, program dan kegiatan
pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di
lapangan juga tidak terlepas dari segala kendala dan hambatan baik
yang muncul dari segi internal maupun eksternal sehingga memang
perlu disusunlah strategi-strategi khusus agar dapat meminimalisir
193
hambatan dan kendala yang terjadi. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1
sebagai berikut :
“Untuk hambatannya terdiri dari segi internal dan eksternal, untuk dari segi internal sendiri berupa adanya keterbatasan Sumber Daya Manusia, dan sarana prasarana yang dapat dilihat dari konteks kualitas dan kuantitas, namun kami tetap berupaya dengan melakukan apa yang menjadi tugas kami untuk kami tetap lakukan, namun saat ini juga sudah dilakukan penambahan jumah SDM meskipun status kerjanya masih dalam sistem kontrak (Non PNS). Dari segi eksternal berasal dari kepentingan masyarakat yang awalnya sudah tertampung dalam musrembang namun ketika pelaksanaannya memiliki keinginan-keinginan yang berbeda, akan tetapi kita selalu berupaya untuk mengatasi kendala tersebut agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat tetap terlaksana sesuai dengan rencana”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB). Berdasarkan pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-1
menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan kebijakan, program dan
kegiatan pengendalian dampak lingkungan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang menemukan hambatan yang berasal dari segi
internal dan eksternal. Hambatan dari sisi internal yaitu berkaitan
dengan terbatasnya jumlah sumber daya manusia dan sarana prasarana
yang dimiliki oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang baik
dari segi kuantitas aupun kualitas, tetapi selama ini untuk mengatasi
hambatan tersebut selalu diupayakan dengan melaksanakan tugas dan
apa yang menjadi tanggungjawab Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang sebaik mungkin dan sampai saat ini juga sudah
mulai dilakukan penambahan jumlah pegawai meskipun masih
bersifat kontrak.
194
Sedangkan hambatan dari sisi eksternal yaitu adanya
ketidaksesuaian keinginan masyarakat yang awalnya sudah
tertampung pada kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
namun ternyata ketika pelaksanaannya justru ditemukan perbedaan
keinginan sehingga upaya yang ditempuh untuk mengatasi hal tersebut
dengan memperbaiki komunikasi dan mensinkronisasikan kembali
antara keinginan masyarakat di lapangan dengan pelaksanaan tugas
yang seharusnya diselenggarakan.
Pernyataan yang senada juga diutarakan oleh I1-2 yang
menyatakan bahwa :
“Hambatan kami memang terletak pada keterbatasan jumlah Sumber Daya Manusia yang kami miliki dan pengetahuan yang harus terus ditingkatkan melalui program pendidikan dan pelatihan namun karena terbentur dengan masalah waktu dan biaya kami tidak bisa mencatumkan program tersebut pada kegiatan kerja kami, maka upaya yang kami tempuh yaitu dengan berinovasi untuk terus mengupdate aturan-aturan terbaru di bidang pengelolaan lingkungan hidup, hambatan lainnya yang dirasakan yaitu belum adanya jaminan keselamatan kerja bagi kami karena kami pun belum menerima aturan teknisnya”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.19 WIB). Dari pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-2 dapat
diketahui bahwa hambatan yang ditemukan dalam melakukan
kegiatan pengawasan di lapangan utamanya terletak pada keterbatasan
jumlah petugas dan anggaran yang memadai untuk memberikan
program pendidikan maupun pelatihan bagi para petugas lapangan
dengan tujuan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para
195
petugas dalam menyelenggarakan pengawasan kebijakan
pengendalian dampak lingkungan, tetapi upaya yang telah ditempuh
untuk mengatasi hal tersebut dengan mengoptimalkan pendayagunaan
sumber daya secara efektif dan efisien sambil terus melakukan upaya
pembaharuan terhadap aturan-aturan terbaru di bidang lingkungan
hidup agar dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan para
petugas lapangan dalam menyelenggarakan pengawasan kebijakan
pengendalian dampak lingkungan.
Selain itu hambatan lainnya juga terletak pada belum adanya
jaminan keselamatan kerja bagi para petugas lapangan yang sampai
saat ini aturan secara teknisnya belum ada yang menyebabkan
pelaksanaan tugas pengawasan di lapangan terkadang dirasa kurang
optimal, sehingga selama ini selalu diupayakan pelaksanaan tugas
pengawasan agar selalu berpedoman pada prinsip waspada dan
berhati-hati terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi.
Pemaparan yang berbeda juga disampaikan oleh I1-4 yang
menyatakan bahwa :
“Saat ini hambatannya karena masih seksi ini masih baru sehingga kami pun masih meraba arahnya kemana, dan masih ada program yang seharusnya diselenggarakan tetapi saat ini belum ada, akan tetap kami tetap berupaya apa yang menjadi hambatan terutama karena sistem yang berubah dengan terus berupaya memperbaiki sistem yang telah ada agar lebih baik lagi, hambatan lainnya yang amat menjadi kendala saat ini berkenaan dengan minimnya Sumber Daya Manusia yang dimiliki, jika dibandingkan dengan jumlah kecamatan yang berada pada Kabupaten Serang yang berjumlah 29 Kecamatan kemudian staff seksi penanganan kasus yang hanya berjumlah 1 orang”. (Wawancara di kantor Dinas
196
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB). Dari pernyataan yang disampaikan oleh I1-4 dapat disimpulkan
bahwa sebagai seksi yang baru saja dihadirkan pada bidang
pengendalian dampak lingkungan dan baru dibentuk pada tahun 2017
ini hambatan yang dihadapi berkenaan dengan masih sangat meraba
dan menata sistem untuk dijalankan kedepannya akan tetapi dalam
pelaksanaannya diupayakan agar tetap berpedoman pada Rencana
Kerja Seksi sehingga program yang sudah ada diupayakan untuk dapat
ditingkatkan kualitasnya dan program yang belum ada untuk dapat
direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
Hambatan lainnya juga terletak pada minimnya Sumber Daya
Manusia yang dimiliki oleh seksi penanganan kasus yang hanya terdiri
dari satu orang staff saja sedangkan jika dibandingkan dengan jumlah
kecamatan di Kabupaten Serang yang berjumlah 29 kecamatan dan
beban kerja yang harus dilaksanakan dapat dikatakan cukup berat
sehingga tak jarang pelaksanaan tugas dilapangan justru melebihi
waktu jam kerja dan menyita waktu libur, namun selama ini selalu
diupayakan agar pelaksanaan tugas penanganan kasus lingkungan
dapat terus berjalan dengan baik yang disesuaikan dengan kemampuan
para petugas dan menganggap bahwa hal tersebut memang sebagai
sebuah konsekuensi yang harus diterima dan dijalankan.
197
3. Directing Role (Pengawas Kebijakan)
Dalam melakukan kegiatan pengawasan terhadap pengelolaan
lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh kegiatan usaha
dilapangan, ternyata Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
menemui kendala yang berasal dari segi internal dan eksternal seperti
apa yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Untuk hambatan seperti yang tadi sudah dijelaskan berkenaan dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia dan sarana prasarana yang menjadi hambatan internal, dan untuk hambatan eksternal berkenaan dengan keterbukaan dan kesediaan perusahaaan untuk dapat diawasi, sebagai contoh ketika sebuah perusahaan akan diawasi namun yang menjadi penanggungjawab lingkungan tidak berada di tempat sedangkan ia sangat memegang peranan yang sangat penting dan tidak dapat digantikan dengan orang lain, maka hal tersebut dapat menjadi hambatan bagi kami untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan industri yang bersangkutan. Untuk upaya kami melakukan penegasan kepada yang bersangkutan jika terus diulangi maka nantinya akan kami berikan sanksi”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh I1-2 yang
menyatakan bahwa :
“Untuk hambatan memang sampai saat ini seluruh kegiatan usaha yang berada pada Kabupaten Serang belum semuanya dapat terawasi, saat ini dari jumlah kegiatan usaha di Kabupaten Serang yang berjumlah sekitar 802 kegiatan usaha baru hanya sekitar kurang lebih mendekati angka 300 yang baru dapat kami awasi, sehingga pengawasan memang dirasa kurang merata, tidak setiap tahun kegiatan usaha dapat terawasi oleh kami karena keterbatasan jumlah petugas maka kami buatlah skala prioritas untuk kegiatan usaha yang berpotensi menimbulkan dampak yang signifikant meskipun terdapat beberapa kegiatan usaha yang tidak menjadi skala prioritas kami artinya ada beberapa kegiatan usaha yang dapat terawasi untuk setiap dua/tiga tahun sekali tetapi selain
198
melakukan pengawasan langsung kami juga melakukan pengawasan tidak langsung dengan harapan upaya pengawasan dapat tetap berjalan sehingga kegiatan usaha yang tidak dapat terawasi setiap tahun dapat menjaga ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 08.19 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 dan I1-2 dapat
disimpulkan bahwa hambatan dari sisi internal yang dihadapi Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam melakukan pengawasan
dan pemantauan terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang
diselenggarakan oleh kegiatan industri terletak pada keterbatasan
jumlah sumber daya manusia untuk mengawasi karena memang
petugas pengawas yang dimiliki hanya berjumlah 5 orang dengan 1
orang sebagai kepala bidang.
Hal tersebut menyebabkan sampai saat ini dari keseluruhan
jumlah industri di Kabupaten Serang menurut jenis dokumen
lingkungan yang dimiliki yang berjumlah 802 industri hanya baru
sekitar mendekati angka 300 industri yang dapat terawasi secara
langsung sehingga menyebabkan pengawasan yang selama ini
berjalan dirasa kurang merata dan kurang efektif karena tidak
semuanya dapat terawasi secara langsung untuk setiap satu tahun
sekali bahkan terdapat beberapa kegiatan usaha yang dapat terawasi
untuk setiap dua/tiga tahun sekali.
199
Oleh sebab itu untuk mengatasi hambatan tersebut dibuatlah
skala prioritas pengawasan terutama bagi industri-industri yang
berpotensi menimbulkan dampak yang sangat penting, seperti industri
peleburan besi/baja dan industri penghasil limbah cair akan menjadi
prioritas dalam pengawasan langsung tetapi meski ada beberapa
industri yang tidak menjadi skala prioritas kegiatan pengawasan
langsung namun tetap akan diawasi memalui kegiatan pengawasan
tidak langsung.
Hambatan lainnya yang dihadapi dari segi eksternal terletak
pada keterbukaan atau kesiapan dari para pimpinan industri untuk
dapat diawasi disesuaikan dengan jadwal pemantauan dan
pengawasan yang telah disusun karena terkadang ditemukan pimpinan
perusahaan yang tidak berada di tempat pada saat jadwal pengawasan
berlangsung padahal sebelumnya telah diinformasikan terlebih dahulu
secara tertulis melalui surat pemberitahuan terlebih jika perannya
memang tidak dapat digantikan oleh orang lain maka hal tersebut
dapat menjadi penghambat dalam kegiatan pengawasan. Oleh sebab
itu upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut dengan
upaya penegasan kepada yang bersangkutan jika mengulanginya
secara terus-menerus maka dapat dikenakan sanksi.
Selain ditemukan hambatan dalam kegiatan engawasan
terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh
para pelaku usaha, namun nyatanya dalam pelaksanaan kegiatan
200
pengawasan terhadap kualitas lingkungan juga ditemui hambatan
seperti yang disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut :
“Untuk hambatan memang sampai saat ini laboratorium yang kami miliki saat ini belum mendapat akreditasi dan rencananya target pada tahun 2017 ini laboratorium yang kami miliki harus terakreditasi, sebab belum terakreditasi karena memang tahapannya yang cukup membutuhkan waktu lama dan kami terbentur dengan pesyaratan personil dan peralatan, tetapi kami berupaya dengan memberikan pelatihan dan pengetahuan kepada tenaga (sumber daya manusia) agar dapat tersertifikasi secara nasional”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Pernyataan yang senada juga dipaparkan oleh I1-3 yang
menyatakan bahwa :
“Untuk hambatan di lapangan sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah yang kompleks karena selama ini kami tetap melakukan pemantauan sesuai dengan jadwal pemantauan yang telah kami buat meskipun terkadang kami terkendala pada keterbatasan sumber daya manusia sehingga terkadang kami pun meminta bantuan dari seksi lain untuk melakukan pemantauan, selain itu kami pun terbentur dengan status laboratorium yang kami miliki yang belum terakreditasi karena memang mekanisme penyusunan nya yang cukup panjang dan kami pun terhalang pada persyaratan personil dan prasarana (kelengkapan peralatan laboratorium). Namun upaya yang kami tempuh saat ini dengan terus mengupayakan dan melengkapi persyaratan yang diminta agar pada tahun 2017 ini laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bisa mendapat akreditasi”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.20 WIB).
Berdasarkan pemaparan yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-3
dapat ditarik kesimpulan bahwa hambatan yang dihadapi dalam
melakukan pengawasan terhadap kualitas lingkungan saat ini terletak
pada status laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup yang sejak
awal berdiri hingga kini belum terakreditasi oleh Komite Akreditasi
201
Nasional karena memang proses tahapannya yang cukup panjang dan
rumit terlebih juga terkendala pada persyaratan personil atau sumber
daya manusia yang dimiliki yang masih kurang baik secara kualitas
maupun kuantitas serta kelengkapan peralatan laboratorium yang
masih kurang lengkap tetapi sampai saat ini masih diupayakan untuk
melengkapi persyaratan yang diminta agar pada tahun 2017 ini dapat
segera terkareditasi sambil terus meningkatkan pengetahuan dan
wawasan bagi tenaga laboratorium melalui pendidikan dan pelatihan.
Selain itu hambatan yang dihadapi juga terletak pada
keterbatasan jumlah petugas pemantauan di lapangan namun
hambatan tersebut tidak terlalu menjadi masalah yang kompleks
karena selama ini masih dapat diatasi dengan bantuan dari anggota
seksi lain untuk melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap
kualitas lingkungan.
Selain menemui hambatan dalam kegiatan pengawasan
terhadap kegiatan usaha dan kualitas lingkungan, pelaksanaan
penanganan intensif terhadap kegiatan usaha yang bermasalah juga
ditemukan berbagai hambatan. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1 yang
menyatakan bahwa:
“Relatif, namun pada umumnya industri yang ada di Kabupaten Serang yang melanggar aturan semuanya jika kami lakukan teguran kepada industri yang melanggar tersebut mereka sebenarnya memiliki keinginan/ berkemauan untuk memperbaiki kesalahannya dan kembali taat pada aturan yang berlaku, hanya saja yang menjadi permasalahan adalah cepat atau lambatnya perusahaan untuk memperbaiki kesalahannya, jika manajemen perusahaan yang bersangkutan lamban dalam
202
menangani permasalahan yang ada, maka upaya yang kami lakukan dengan mendesak perusahaan yang bersangkutan untuk segera menyelesaikan permasalahan yang ada sambil terus kami pantau dan kami beri arahan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Hal yang serupa juga disampaikan oleh I1-4 yang menyatakan
sebagai berikut :
“Hambatannya berasal dari kuranngnya komitmen pimpinan perusahaan yang mengarah pada penanganan intensif, hal tersebut menyebabkan kami harus terus menekan pimpinan yang bersangkutan agar segera sadar akan kesalahan yang diperbuat namun pada dasarnya industri yang bermasalah dapat menyelesaikan permasalahannya meskipun proses penyelesaiannya memakan waktu yang cukup lama”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
Sehingga dari pernyataan diatas yang disampaikan oleh I1-1 dan
I1-4 dapat disimpulkan bahwa hambatan yang ditemukan Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam melakukan tindakan
penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan terletak pada
kurangnya komitmen dari para pimpinan perusahaan untuk
menindaklanjuti teguran yang disampaikan serta melakukan upaya
perbaikan namun pada intinya kegiatan industri yang melanggar di
Kabupaten Serang pada dasarnya memiliki keinginan dan kemauan
untuk memperbaiki kesalahannya dan kembali taat pada aturan yang
berlaku meskipun memang ada yang dapat menyelesaikan
permasalahan dengan waktu yang cepat dan ada juga yang proses
penyelesaian masalahnya memakan waktu yang lama.
203
Akan tetapi selama ini untuk mengatasi hambatan tersebut
pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang melakukan
tindakan pengarahan dan pemantauan untuk mengetahui sejauh mana
progress dari tindakan upaya perbaikan yang dilakukan oleh yang
bersangkutan, bahkan jika yang bersangkutan tidak merespon positif
teguran yang disampaikan dan tidak juga melakukan upaya perbaikan
maka selanjutnya dilakukan tindakan penekanan terhadap pimpinan
perusahaan yang bersangkutan agar dapat menyelesaikan
permasalahannya dengan cepat.
4. Pencegahan
Tak dapat dipungkiri bahwa dalam pelaksanaan upaya
pencegahan terhadap dampak lingkungan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang juga menemukan kendala yang berasal dari 4
masalah utama. Hal tersebut disampaikan oleh I1-5 sebagai berikut :
“Untuk hambatannya berkenaan dengan tingkat pemahaman dari para pihak yang terlibat pada pengelolaan lingkungan yang masih belum optimal, aspek lingkungan yang saat ini masih belum menjadi prioritas utama karena memang biasanya masih terdapat unsur-unsur lain yang lebih utama dan diprioritaskan seperti contohnya lapangan pekerjaan, kemudian anggaran yang belum optimal untuk upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan pola pikir Sumber Daya Manusia yang berada pada lingkup pemerintah yang masih berfikiran “tempat mana yang basah dan kering” selain itu ilmu-ilmu lingkungan juga yang masih kurang diminati pada lembaga-lembaga pendidikan dibanding dengan ilmu-ilmu yang dapat dikatakan lebih trend pada zaman sekarang seperti ilmu ekonomi, manajemen dan lain sebagainya dan terakhir hambatannya terletak pada jumlah
204
orang yang ingin memperbaiki lingkungan hidup dan orang yang paham lingkungan masih lebih sedikit jumlahnya dibanding dengan orang yang merusak lingkungan yang jumlahnya lebih banyak”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB).
Sehingga dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa
hambatan yang dihadapi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang dalam upaya pencegahan dampak lingkungan antara lain
meliputi 4 aspek yaitu; kurang optimalnya tingkat pemahaman dari
para pihak yang terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup, aspek
lingkungan hidup yang sampai saat ini belum menjadi prioritas utama
dalam pembangunan daerah karena memang hakikatnya masih
terdapat aspek-aspek yang jauh lebih penting dibanding dengan aspek
lingkungan hidup yaitu 3 aspek yang menjadi primadona utama yang
meliputi aspek pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, masih kurang
diminatinya ilmu-ilmu lingkungan sehingga masih sedikit jumlah
sumber daya manusia yang ingin menjadi bagian dari agent pengelola
lingkungan hidup, dan jumlah manusia yang ingin memperbaiki dan
paham akan lingkungan hidup yang jumlahnya masih lebih sedikit
dibanding dengan manusia yang ingin merusak lingkungan yang
jumlahnya cenderung lebih banyak.
Tetapi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang mencoba
mengatasi hambatan tersebut dengan cara berikut seperti yang
disampaikan oleh I1-5 yang menyatakan bahwa:
205
“Namun selama ini sebisa mungkin kami selalu melaksanakan apa yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab kami dilakukan dengan sebaik mungkin dan dijalankan dengan sepenuh hati karena pada dasarnya upaya pencegahan dampak lingkungan bukan hanya menjadi tugas kami namun juga merupakan tanggungjawab bersama dari seluruh pelaku pembangunan daerah dan seluruh lapisan masyarakat untuk sama-sama mendukung terwujudnya visi misi Kabupaten yang ramah lingkungan dan terselenggaranya prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.37 WIB). Dari pemaparan diatas yang disampaikan oleh I1-5 dapat
diketahui bahwa untuk mengatasi hambatan dalam melakukan
tindakan pencegahan terhadap dampak lingkungan upaya yang
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dengan
melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan aturan yang
berlaku serta menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan
tanggungjawab dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang diselenggarakan dengan sepenuh hati dan sebaik mungkin.
Tetapi pada dasarnya upaya pencegahan dampak lingkungan
bukanlah menjadi tanggungjawab dan kewajiban utama bagi Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tetapi juga diperlukan
dukungan dari seluruh pelaku pembangunan daerah serta seluruh
lapisan masyarakat untuk sama-sama menjaga kelestarian lingkungan
hidup dan sama-sama mendukung terwujudnya visi misi Kabupaten
Serang yang ramah lingkungan serta terselenggaranya prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
206
5. Penanggulangan
Pada hakikatnya dalam menyelenggarakan upaya
penanggulanagan terhadap dampak pencemaran dan kerusakan
lingkungan di lapangan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
juga menemui hambatan. Hal tersebut disampaikan oleh I1-1 yang
menyatakan bahwa:
“Sebenarnya kami disini tidak berkewajiban untuk melakukan tindakan penanggulangan, karena yang bertugas melakukan hal tersebut industri yang menyebabkan pencemaran, kami disini hanya mengarahkan dan memantau saja sejauh mana upaya penanggulangan yang dilakukan. Tetapi memang jika berbicara hambatan, memang tidak jauh seperti yang sudah dikatakan sebelumya yaitu berkenaan dengan proses perbaikan sebagai upaya penanggulangan yang berbeda ada yang cepat ada juga yang lama”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB).
Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh I1-4 sebagai berikut:
“Untuk hambatan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan hambatan dalam melakukaan kegiatan penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan, karena sebenarnya upaya penanggulangan juga berkaitan dengan hal tersebut. Hambatannya bisa dilihat dari tinggi atau rendahnya ketaatan dari yang bersangkutan, jika ketaatannya tinggi maka upaya penanggulangan juga akan dilakukan dengan cepat tetapi kalau tingkat ketaatannya rendah juga akan berakibat pada upaya penanggulangan nya yang lama. Tetapi memang selama ini selalu diusahakan dengan tindakan pendekatan, pengarahan hingga apabila tidak taat juga maka setelah itu kita beri penekanan bahkan bisa sampai pada pemberian sanksi”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang,tanggal tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB).
207
Dari pernyataan diatas yang disampaikan oleh I1-1 dan I1-4 dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya upaya penanggulangan bukanlah
menjadi kewajiban dari Dinas Ligkungan Hidup untuk melakukan hal
tersebut, karena yang bertugas menyelesaikan hal tersebut ialah
kegiatan usaha yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Tetapi berbicara mengenai hambatan dalam upaya
penanggulangan sebenarnya terdapat keterkaitan dengan hambatan
dalam melakukan penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan
yang bisa dilihat dari tingkat ketaatannya, jika tingkat ketaatannya
tinggi maka tindakan untuk mengarahkan industri yang bersangkutan
akan lebih mudah dan upaya penanggulangan akan lebih cepat untuk
diselesaikan.
Berbeda dengan industri yang tingkat ketaatannya rendah
maka upaya untuk mengarahkan industri yang bersangkutan akan
lebih sulit dan penyelesaian upaya penanggulangan juga akan lebih
lama. Namun selama ini agar hambatan tersebut dapat terpecahkan
jalannya dengan tindakan pendekatan, pengarahan hingga apabila
tidak ingin mengikuti aturan dan tidak taat setelah itu akan diberi
penekanan dan ancaman hingga pada pemberian sanksi.
6. Pemulihan
Dalam melakukan upaya pemulihan lingkungan, Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang juga menghadapi hambatan dan
kendala yang berasal dari komitmen para pimpinan industri untuk
208
melakukan perbaikan lingkungan seperti yang disampaikan oleh I1-1
sebagai berikut :
“Hambatannya berasal dari tinggi atau rendahnya dari ketaatan dan keinginan industri yang bersangkutan untuk melakukan tindakan pemulihan, upaya yang kami lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut dengan upaya pendekatan internal untuk terus diarahkan, dan melakukan intimidasi dalam bentuk ancaman untuk segera dan mau memperbaiki lingkungan yang bermasalah akibat dari kegiatan dan keberadaan industri yang bersangkutan”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 29 Maret 2017 pukul 08.38 WIB). Pernyataan yang serupa juga disampaikan oleh I1-4 yang
menyatakan bahwa :
“Hambatannya itu berupa dari tinggi atau rendahnya ketaatan dari pimpinan industri yang bersangkutan tetapi kami terus berupaya untuk mengarahkan terutama dengan pendekatan internal tetapi jika tidak diindahkan juga maka nantinya akan diberikan ancaman untuk segera melakukan upaya perbaikan lingkungan yang bermasalah”. (Wawancara di kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, tanggal 6 Maret 2017 pukul 09.17 WIB). Berdasarkan pernyataan yang dipaparkan oleh I1-1 dan I1-4 dapat
disimpulkan bahwa hambatan yang dihadapi Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dalam melakukan upaya pemulihan memang tidaak
jauh berbeda dengan hambatan yang ditemukan dalam kegiatan
penanganan intensif usaha bermasalah dan hambatan dalam
melakukan upaya penanggulangan, karena hakikatnya hambataan
yang ditemukan memang berasal dari tinggi atau rendahnya ketaatan
dan keinginan dari pimpinan industri yang telah menyebabkan
pencemaran untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan, tetapi
209
untuk mengatasi hal tersebut selalu diupayakan melalui pendekatan
secara internal terlebih dahulu dengan upaya pengarahan tetapi jika
tidak diindahkan dan tidak ditanggapi dengan baik selanjutnya akan
diberikan ancaman agar segera melakukan tindakan perbaikan dan
pemulihan kembali kondisi lingkungan yang telah bermasalah.
4.4 Pembahasan
Dari pemaparan di atas mengenai gambaran umum Peran Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran
Kawasan Industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang diketahui
bahwa dalam melakukan pengendalian dampak pencemaran dari keberadaan
kawasan industri Modern Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang masih
mengalami permasalahan yang menghambat pelaksanaan tugas di bidang
pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang berasal
dari segi internal maupun eksternal. Sehingga pada dasarnya memang diperlukan
upaya pengelolaan lingkungan hidup yang lebih mendalam lagi yang wajib
diselenggarakan oleh seluruh pelaku pembangunan daerah dan seluruh lapisan
masyarakat.
Pada bagian ini peneliti akan mencoba memaparkan lebih lanjut
berdasarkan data-data yang peneliti dapatkan di lapangan mengenai Peran Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam pengendalian dampak pencemaran
kawasan industri Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang untuk menjawab
rumusan masalah yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya yeng terdiri 2 point
rumusan masalah. Pertama berkaitan dengan bentuk pengendalian Dinas
210
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap dampak pencemaran kawasan
industri Modern. Kedua berkenaan dengan hambatan dan upaya yang ditempuh
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam
pengendalian dampak pencemaran kawasan industri Modern, keduanya akan
dipaparkan oleh peneliti secara lebih mendalam sebagai berikut:
1. Bentuk Pengendalian Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern
Pada bagian ini peneliti akan mencoba menjawab rumusan
masalah pada point pertama yang berkenaan dengan bentuk
pengendalian yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang terhadap dampak pencemaran yang ditimbulkan
dari keberadaan kawasan industri Modern yang dapat dilihat mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan yang akan
dipaparkan dibawah ini:
Regulatory Role (Perencana Kebijakan)
Dalam melakukan perencanaan kebijakan, program, dan
kegiatan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang awalnya
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) yang merupakan hasil lanjutan dari kegiatan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Daerah yang diikuti oleh berbagai pihak
dalam memberikan masukan dan saran untuk rencana pembangunan
daerah kedepannya.
211
Setelah itu barulah akan dijabarkan ke dalam Rencana
Strategis Kabupaten Serang yang didalamnya memuat Visi dan Misi
Kabupaten Serang untuk 5 tahun kedepan, salah satu misi Kabupaten
Serang yang berkaitan dengan aspek lingkungan hidup yaitu terletak
pada point kedua yang berbunyi “Meningkatkan pembangunan sarana
prasarana wilayah, penataan ruang dan permukiman yang memadai,
berkualitas, dan berwawasan lingkungan.”. Dari situlah selanjutnya
akan disusun Rencana Strategis Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang untuk mendukung terwujudnya visi tersebut yang didalamnya
memuat target-target pencapaian kinerja pengelolaan lingkungan
hidup yang didasarkan pada Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
Daerah (IKLHD) yang merupakan perpaduan antara indeks tutupan
lahan, indeks pencemaran air, dan indeks pencemaran udara, setelah
itu barulah dijabarkan kedalam Rencana Kerja Bidang yang kemudian
diperjelas dan diperinci kembali kedalam Rencana Kerja Seksi yang
didasarkan pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Sebagai upaya memudahkan pembaca untuk mengetahui lebih
jelas mengenai beberapa tahapan diatas maka peneliti membuat
sebuah bagan yang akan menggambarkan proses penyusunan
kebijakan dan program di bidang pengendalian dampak lingkungan
seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:
212
Gambar 4.11 Tahapan Penyusunan Kebijakan dan Program Pengendalian Dampak
Lingkungan
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2017
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa dalam
penyusunan kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan
dilakukan melalui beberapa tahapan yang awalnya berpedoman pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang didasarkan
pada hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah yang
melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan para pelaku pembangunan
daerah, yang selanjutnya akan dijabarkan ke dalam Rencana Strategis
Kabupaten Serang yang memuat visi dan misi yang kemudian untuk
mewujudkan visi misi tersebut dibuatlah Rencana Kerja Dinas
RPJMD
RENSTRA
RENJA DLH
RENJA BID. PENGENDALIAN
RENJA SEKSI
RKA
DPA
MUSREMBANG DAERAH
SELURUH LAPISAN
MASYARAKAT
PELAKU PEMBANGUNAN
DAERAH
213
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang yang didasarkan pada Rencana
Kerja Anggaran, barulah setelah itu dijabarkan kembali kedalam
Rencana Kerja Bidang Pengendalian dengan menyesuaikannya pada
Dokumen Pelaksanaan Anggaran dan setelah itu baru dari situ akan
diperinci kembali kedalam Rencana Kerja Seksi yang memuat
program dan kegiatan di bidang pengendalian dampak lingkungan
yang nantinya akan diselenggarakan.
Akan tetapi sebelum menetapkan kebijakan dan program
pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
diselenggarakan kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrembang) Daerah yang dikoordir oleh Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) melalui tahapan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan tingkat Desa dan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan tingkat Kecamatan dengan harapan
seluruh pelaku pembangunan dan seluruh lapisan masyarakat dapat
menyampaikan saran, masukan, dan pendapat untuk penyelenggaran
pembangunan daerah di masa mendatang termasuk untuk kebijakan
dan program pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup. Sehingga penyampaian saran, masukan, dan
pendapat tersebut dapat menjadi acuan bagi Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dalam menyusun dan menetapkan program dan
kebijakan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup sekaligus sebagai bahan koreksi dalam pelaksanaan
214
tugas sebelumnya untuk dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan
tugas kedepannya.
Selain dari pihak masyarakat yang menyampaikan saran,
masukan dan pendapat yang ditunjukkan untuk Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang, para pelaku industri pun menyampaikan
saran, masukan dan pendapat kepada Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang terutama berkenaan dengan urusan pengelolaan
lingkungan dan penanganan limbah, karena pasalnya di lapangan
banyak industri di kawasan Modern yang meminta agar Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang memberikan penegasan dan
pengarahan kepada pihak pengelola kawasan untuk tidak hanya
berfokus pada penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan saja
dengan perluasan area kawasan dan penyediaan kavling saja tetapi
juga berfokus pada penerapan prinsip berwawasan lingkungan melalui
penyediaan fasilitas pengelolaan limbah industri dengan jalan
membangun Instalasi Pengelolaan Limbah Khusus Kawasan.
Setelah mendengarkan segala masukan, pendapat dan saran
dari berbagai pihak pelaku pembangunan daerah, maka langkah
selanjutnya adalah menentukan kebijakan, program, dan kegiatan
pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
yang disesuaikan dengan ketersediaan anggaran yang memadai dan
skala prioritas pembangunan daerah. Adapun yang menjadi program
dan kegiatan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan
215
lingkungan hidup yang telah disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang utamanya berkenaan dengan kegiatan pengawasan
penaatan pengelolaan lingkungan hidup, kegiatan pemantauan dan
pengawasan terhadap kualitas lingkungan baik udara maupun air,
kegiatan penanganan permasalahan lingkungan dan penanganan
intensif usaha bermasalah lingkungan.
Dalam rangka mewujudkan upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang baik selain mengandalkan
program dan kebijakan pengendalian dampak pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang telah disusun oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, nyatanya para pelaku industri
pun menyusun program dan kebijakan pengendalian dampak
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang utamanya meliputi
kegiatan penaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan pengelolaan limbah agar sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, melakukan pemantauan, pengecekan, dan pengujian
terhadap kualitas keluaran limbah yang dihasilkan setiap bulannya dan
melaporkan hasilnya kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup. Dengan
demikian, pada hakikatnya pengelolaan lingkungan hidup itu harus
diselenggarakan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan
daerah.
216
Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)
Dalam pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian
dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup selama ini
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selalu mengupayakan
agar pelaksanaannya sesuai dengan perencaan awal salah satu upaya
yang ditempuh oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
dengan membuat jadwal pelaksanaan kegiatan untuk satu tahun
kedepan yang termuat dalam Rencana Kerja Seksi dan menjadi
pedoman dalam pelaksanaan tugas di lapangan, selain itu juga
dilakukan kegiatan evaluasi yang dilakukan secara internal untuk
mengetahui kelemahan dan kekurangan pelaksanaan tugas di lapangan
dan hasilnya dapat menjadi acuan untuk memperbaiki dan
peningkatan pelaksanaan tugas selanjutnya.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
bagi para pelaku usaha dalam hal pengelolaan lingkungan hidup,
Dinas Lingkungan Hidup pun rutin memberikan kegiatan bagi pelaku
usaha baik berupa pendidikan, pelatihan, bimbingan teknis, dan
pembinaan dalam aspek pengelolaan lingkungan hidup dan
penanganan limbah industri. Sedangkan untuk kegiatan yang
ditunjukkan untuk masyarakat memang dirasa masih sangat minim
dan kurang, padahal peneliti menemukan di lapangan bahwa
masyarakat sangat berharap adanya kegiatan yang di selenggarakan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang yang utamanya
217
berkenaan dengan kegiatan sosialisasi mengenai bahayanya limbah
dan bagaimana harus bersikap terhadap keberadaan industri-industri
yang berdekatan dengan permukiman masyarakat. Sehingga nantinya
dapat memberikan pemahaman dan wawasan bagi masyarakat dan
ikut terlibat dalam program pengendalian dampak pencemaran dan
kerusakan lingkungan.
Directing Role (Pengawas Kebijakan)
Pada dasarnya pengawasan kebijakan dan program
pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan erat
kaitannya dengan 2 aspek pengawasan yaitu kegiatan pengawasan
terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang diselenggarakan
oleh pelaku usaha dan pengawasan terhadap kualitas lingkungan baik
udara maupun air. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan
lingkungan yang diselenggarakan oleh pelaku usaha didasarkan pada
masalah administratif dan masalah teknis. Masalah administratif
konteksnya berkenaan dengan dokumen lingkungan dan izin-izin yang
dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup, batas waktu berlakunya
izin, data laporan triwulan, data apresiasi dan pelanggaran dan lain
sebagainya berkenaan dengan kelengkapan administrasi.
Sedangkan masalah teknis konteksnya berkenaan dengan
bagaimana pelaksanaan pengelolaan lingkungan di lapangan yang
termuat dalam dokumen dan izin lingkungan, apakah unsur-unsur
yang tertera pada dokumen dan izin lingkungan telah dilaksanakan
218
dengan baik dan benar sesuai dengan aturan, apakah terdapat
penambahan atau perubahan terhadap unsur-unsur yang tertera pada
dokumen lingkungan atau tidak, jika memang ada maka harus segera
direvisi (adendum) dan lain sebagainya yang berkenaan dengan teknis.
Namun agar kegiatan industri yang bersangkutan dapat
mempersiapkan materi-materi pengawasan yang akan diawasi,
sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang selalu
menginformasikan terlebih dahulu kepada industri yang bersangkutan
secara tertulis melalui surat termasuk materi-materi pengawasan yang
akan diawasi juga sudah termuat dalam surat pemberitahuan.
Selanjutnya kegiatan pengawasan juga dilakukan terhadap
kualitas lingkungan yang objek pengawasannya berkenaan dengan
ketujuh titik sungai yang berada pada Kabupaten Serang, udara
(ambient) dan udara (ambient) 24 jam untuk wilayah Serang Timur
dan Serang Barat, dengan langkah awal menentukan titik-titik
frekuensi pengambilan sampel untuk satu tahun kedepan yang dibagi
kedalam empat triwulan yang kemudian dijabarkan kembali untuk
setiap bulannya yang memuat tanggal-tanggal jadwal pemantauan.
Pemantauan terhadap kualitas lingkungan yang kondisinya tidak
sesuai dengan aturan maka selanjutnya Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang akan memberikan teguran terlebih dahulu kepada
industri yang berdekatan dengan media lingkungan yang tercemar dan
disarankan untuk segera melakukan upaya perbaikan terhadap
219
pengelolaan limbahnya sehingga nantinya tidak akan berdampak pada
masyarakat.
Kegiatan pengawasan terhadap kegiatan industri dan kualitas
lingkungan yang bermasalah dimana terdapat industri yang belum taat
pada aturan sehingga menyebabkan pencemaran terhadap kualitas
lingkungan maka selanjutnya industri yang bersangkutan akan
menjadi objek penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan yang
nantinya akan mendapat perhatian yang lebih dalam kegiatan
pengawasan selanjutnya. Sehingga untuk membuat dan
mengembalikan kembali kegiatan usaha bermasalah lingkungan perlu
dilakukan tindakan pemberian sanksi baik sanksi secara administratif
hingga pada sanksi pidana yang semuanya telah diatur dalam Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2009 yang kemudian diperjelas kembali
pada Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 8 Tahun 2011.
Pencegahan
Upaya pencegahan dampak pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang belum semua instrumen yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai upaya pencegahan
sudah dapat diterapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang karena memang ada aturan dan petunjuk pelaksanaan yang
sampai saat ini belum ada di Kabupaten Serang.
220
Instrumen-instrumen yang belum dapat diterapkan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang antara lain berupa; pertama,
instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang menjadi pedoman
bagi pemerintah daerah dalam merencanakan pembangunan daerah
dan tata ruang wilayah karena sampai pada tahun 2017 ini
penyusunannya masih pada tahap perencanaan, kedua Instrumen
Ekonomi Lingkungan Hidup yang lebih banyak sudah diterapkan pada
negara-negara maju, terakhir Instrumen Analisis Resiko Lingkungan
Hidup yang ditunjukkan untuk kegiatan yang sangat berdampak tinggi
bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia, sedangkan pada
Kabupaten Serang cukup dengan penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL).
Sedangkan instrumen-instrumen yang sudah dapat diterapkan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, meskipun belum
semuanya berjalan optimal antara lain berupa: Instrumen Baku Mutu
Lingkungan Hidup dan Instrumen Kriteria Kerusakan Lingkungan
Hidup yang keduanya memuat nilai maksimal untuk lingkungan,
limbah dan media lingkungan yang dijadikan pedoman bagi para
petugas pengawas di lapangan dalam melakukan kegiatan pengawasan
terhadap kegiatan industri dan kualitas lingkungan hidup. Instrumen
selanjutnya yang sudah diterapkan adalah Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang
221
keduanya menjadi pedoman, acuan serta identitas dari setiap kegiatan
usaha dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup dan
penanganan limbah industri, hal tersebut juga menjadi pedoman bagi
petugas pengawas di lapangan untuk mengetahui tingkat ketaatan dari
pelaku usaha.
Selanjutnya instrumen yang sudah diterapkan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang adalah perizinan yang
kedudukannya amat penting karena merupakan mata rantai perizinan
yang berjalan dan merupakan syarat utama diterbitkannya izin usaha.
Kemudian instrumen lainnya adalah Peraturan Perundang-undangan
Berbasis Lingkungan Hidup dimana Kabupaten Serang sendiri juga
memiliki dasar dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Serang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Kabupaten Serang. Instrumen lainnya yang
sudah diterapkan berupa Instrumen Anggaran Berbasis Lingkungan
dimana telah tersedianya anggaran untuk kepentingan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup meski tidak digambarkan dalam
bentuk presentase yang jelas, dan instrumen terakhir yang sudah
diterapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berupa
audit lingkungan hidup melalui kegiatan pengawasan di lapangan
meskipun sifatnya masih umum dan sederhana belum bersifat general
dan terperinci
222
Penanggulangan
Dalam melakukan kegiatan penanggulangan pencemaran
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 selama ini yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang berupa pemberian informasi peringatan
pencemaran mengenai kondisi lingkungan yang baru diberitahukan
kepada pihak industri yang telah menyebabkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan saja untuk kemudian diberikan teguran, tetapi
untuk menginformasikan mengenai kondisi lingkungan kepada
masyarakat langsung sampai saat ini belum pernah dilakukan oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Hal tersebut dilakukan dengan harapan ketika industri yang
bersangkutan telah menerima informasi mengenai kondisi lingkungan
yang buruk akibat pengelolaan limbahnya yang tidak benar sekaligus
menerima teguran dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
agar segera melakukan upaya perbaikan yang dilakukan oleh industri
yang bersangkutan sehingga nantinya diharapkan tidak berdampak
langsung ke masyarakat dan tidak ada masyarakat yang merasa
dirugikan.
Namun apabila teguran yang telah diberikan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tidak diindahkan dan tidak
ditanggapi secara positif oleh industri yang bersangkutan maka
langkah selanjutnya adalah pemberian sanksi, dimana pemberian
223
sanksi ini tidak diberikan secara sembarangan namun sanksi yang
diberikan didasarkan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dimulai
dari pemberian teguran, sanksi administratif, sampai pada penutupan
kegiatan dan pencabutan izin lingkungan.
Upaya penanggulangan lainnya yang telah dilakukan oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap kegiatan
industri yang bermasalah lingkungan berupa upaya pengisolasian
terhadap industri yang bermasalah lingkungan melalui pemasangan
garis polisi sehingga tidak ada satu pun orang yang dapat memasuki
area industri yang bersangkutan sampai ada upaya perbaikan dari
industri yang bermasalah sehingga diperbolehkan untuk beroperasi
kembali, dan penutupan paksa saluran instalasi pengelolaan limbah
sampai kapasitas limbah yang dikeluarkan sesuai dengan kemampuan
instalasi pengelolaan limbahnya dah hal tersebut pernah dilakukan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Serang dan Dinas Kabupaten
Serang terhadap 8 kegiatan industri di kawasan Modern pada tahun
2015.
Selanjutnya upaya penanggulangan yang telah dilakukan oleh
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap kegiatan
industri yang bermasalah lingkungan berupa upaya penghentian
terhadap industri yang bermasalah lingkungan melalui penghentian
sementara kegiatan sampai batas waktu yang ditentukan dan sampai
224
pengelolaan limbahnya baik dan benar, serta pengurangan kapasitas
produksi sampai pengelolaan limbahnya sesuai dengan aturan dan
baku mutu lingkungan hidup yang berlaku.
Pemulihan
Dalam melakukan upaya pemulihan lingkungan salah satunya
dapat dilakukan dengan upaya pembersihan terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Namun selama ini Dinas Lingkungan Hidup
tidak pernah melakukan tindakan pembersihan terhadap pencemaran
dan kerusakan lingkungan karena memang hal tersebut merupakan
kewajiban dari industri yang telah menyebabkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan, peran Dinas Lingkungan Hidup disini hanya
berupa mengarahkan industri yang bersangkutan saja untuk
melakukan tindakan pembersihan seperti clean up setelah itu akan
diuji kembali untuk mengetahui kondisinya kecuali ketika sumber
pencemarnya tidak diketahui maka nantinya akan diupayakan dari
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk ada tindakan clean
up tetapi sampai saat ini selalu diketahui sumber pencemarnya.
Namun, berhubung sampai saat pada belum tersedianya
Instalasi Pengelolaan Limbah Khusus Kawasan yang merupakan
tanggungjawab dari pihak pengelola kawasan Modern untuk
membangunnya, dengan demikian sebenarnya upaya pembersihan
pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan tugas dan
225
tanggungjawab bersama antara pihak kawasan dengan industri-
industri yang ada di dalamnya.
Selama ini upaya pembersihan yang dilakukan oleh pihak
kawasan baru sebatas pembersihan pada area sekitar kawasan Modern
saja yang dilakukan oleh petugas kebersihan kawasan, dan sempat
dilakukan normalisasi terhadap sungai Cikambuy di bagian hulu yang
letaknya berdekatan dengan PT. Nippon Seiki Indonesia, sedangkan
upaya pembersihan yang dilakukan oleh para industri utamanya
berfokus pada pembersihan saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah
melalui pemberian cairan antitoksin pada air limbah dan menguras
kolam Instalasi Pengelolaan Air Limbah agar endapan lumpur tidak
ikut terbawa pada saluran air limbah perusahaan yang nantinya
bermuara ke sungai Cikambuy.
Sebagai upaya pemulihan lingkungan juga dapat dilakukan
dengan upaya-upaya perbaikan lingkungan dimana hal tersebut juga
merupakan kewajiban dari industri yang telah menyebabkan
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan demikian hal ini pun
menjadi tugas dan tanggungjawab bersama antara pihak pengelola
kawasan dan industri-industri yang berada didalamnya.
Adapun usaha perbaikan lingkungan yang pernah dilakukan
oleh pihak pengelola kawasan Modern berupa program Corporate
Social Responsibility (CSR) salah satunya yaitu kegiatan penghijauan
yang dilakukan di luar daerah yang lebih membawa dampak yang
226
lebih besar, dan upaya penanaman pepohonan yang hanya baru
dilakukan sekitar area kawasan saja belum sampai pada permukiman
warga sekitar.
Sedangkan upaya perbaikan lingkungan yang telah dilakukan
oleh industri-industri di dalamnya lebih berfokus pada upaya
mengoptimalkan terhadap pengontrolan sistem-sistem pengelolaan
limbah yang dimiliki oleh masing-masing industri dan upaya
penyediaan ruang terbuka hijau sesuai dengan kemampuan industri
masing-masing yang didasarkan pada aturan yang berlaku.
2. Hambatan dan Upaya yang ditempuh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern
Pada bagian ini peneliti akan mencoba memaparkan jawaban
rumusan masalah pada point kedua yang berkaitan dengan hambatan
dan upaya yang selama ini telah diselenggarakan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan
dalam pengendalian dampak pencemaran kawasan industri Modern
dimana peneliti akan menjelaskan hambatan dan upaya yang telah
dilaksanakan mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan, hingga pada
pengawasan yang akan peneliti paparkan sebagai berikut:
Regulatory Role (Perencana Kebijakan)
Hambatan yang dihadapi oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang pada aspek perencanaan antara lain berupa belum
dapat terealisasinya semua aspirasi dan masukan yang telah
227
tertampung dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Daerah karena pasalnya keterbatasan anggaran yang memadai dan
skala prioritas terhadap kegiatan yang harus lebih diutamakan menjadi
salah satu penyebab hal tersebut tidak dapat direalisasikan untuk itu
agar hambatan tersebut dapat terpecahkan selama ini diupayakan agar
benar-benar kegiatan yang diselenggarakan dapat seefektif dan
seefisien mungkin sesuai dengan anggaran yang tersedia dan
disesuakan dengan skala prioritas pembangunan.
Hambatan lainnya yang dihadapi pada aspek perencanaan
berupa kurangnya partisipasi masyarakat untuk terlibat pada kegiatan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa untuk ikut
menyampaikan segala masukan, aspirasi mengenai permasalahan
lingkungan yang terjadi yang sebenarnya sangat diperlukan bagi
Pemerintah Daerah. Hal tersebut diakibatkan karena banyak
masyarakat yang merasa kurang dilibatkan dalam kegiatan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa yang disebabkan
karena adanya konflik antar beberapa kelompok masyarakat,
kurangnya kesadaran dan kepekaan masyarakat akan kondisi sosial
dan aspek lingkungan hidup serta kurangnya dukungan dari kelompok
masyarakat lain untuk menyampaikan segala aspirasi dan keluhan
permasalahan lingkungan yang terjadi dari keberadaan kawasan
industri Modern kepada Pemerintah Desa.
228
Sehingga hal tersebut juga menyebabkan terdapat beberapa
keinginan dari masyarakat yang tidak tersampaikan dan dapat
terwujud dan akhirnya berujung pada aksi unjuk rasa dari beberapa
masyarakat yang menuntut agar permasalahan pencemaran khusunya
pencemaran terhadap sungai Cikambuy dapat terselesaikan dan
diperolehnya tindak lanjut dan tindakan tegas dari Pemerintah Daerah
dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap industri-
industri di kawasan Modern yang telah menyebabkan pencemaran
pada sungai Cikambuy.
Namun sebenarnya selama ini pihak Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang sempat memberikan penegasan khusunya kepada
pihak pengelola kawasan Modern selaku induk dari industri-industri
didalamnya agar mewajibkan industri yang berada pada area kawasan
Modern baik penghasil limbah cair, padat, dan udara untuk
membangun Instalasi Pengelolaan Limbah di masing-masing industri.
Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)
Adapun yang menjadi hambatan dari segi internal dalam
pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan
yaitu berupa keterbatasan sumber daya manusia dimana keseluruhan
jumlah sumber daya manusia yang dimiliki oleh bidang pengendalian
dampak lingkungan hanya berjumlah 10 orang yang dibagi ke dalam 3
urusan sedangkan beban pekerjaan dalam pelaksanaan tugas di
lapangan dapat dikatakan cukup berat dan membutuhkan sumber daya
229
manusia yang cukup banyak sehingga terkadang tak jarang
pelaksanaan tugas dilapangan justru melebihi waktu jam kerja dan
menyita waktu libur, kemudian minimnya anggaran yang tersedia
untuk memberikan pendidikan dan pelatihan bagi petugas pelaksana
teknis di lapangan yang dapat dijadikan sebagai sarana dalam
meningkatkan kualitas kompetensi para petugas pelaksana di
lapangan.
Dalam mengatasi hambatan diatas upaya yang telah dilakukan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang antara lain dengan
upaya penambahan jumlah sumber daya manusia meskipun masih
dalam sistem kontrak dan dirasa masih kurang untuk mendukung
pelaksanaan tugas di bidang pengendalian dampak lingkungan,
mengoptimalkan pendayagunaan Sumber Daya Manusia secara efektif
dan efisien, melakukan pembaharuan terhadap aturan-aturan di bidang
lingkungan hidup yang terbaru sebagai sarana meningkatkan
pengetahuan, wawasan, serta kemampuan bagi para petugas dalam
melaksanakan tugas di lapangan.
Selain hambatan dari segi internal, hambatan lainnya juga
berasal dari segi eksternal yaitu berupa perubahan sistem yang baru
dimana terdapat satu seksi yang baru saja dihadirkan pada bidang
pengendalian dampak lingkungan dan dibentuk pada tahun 2017 ini
sehingga dirasa harus meraba arah pencapaian tujuan yang ingin
dicapai dan harus menyesuaikan kembali dengan situasi dan kondisi
230
yang terjadi, selain itu juga belum adanya jaminan keselamatan kerja
bagi para petugas lapangan yang sampai saat ini aturan secara
teknisnya belum ada yang menyebabkan pelaksanaan tugas
pengawasan di lapangan terkadang dirasa kurang optimal.
Oleh karena iu untuk mengatasi hambatan diatas pihak Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang berupaya dengan
meningkatkan kualitas kegiatan yang telah ada yang didasarkan pada
Rencana Kerja Seksi dan berupaya untuk meyelenggarakan kegiatan
yang dibutuhkan sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan, serta
berupaya menyelenggarakan tugas pengawasan di lapangan dengan
selalu berpedoman pada prinsip waspada dan berhati-hati terhadap
segala kemungkinan yang dapat terjadi.
Directing Role (Pengawas Kebijakan)
Hambatan dari segi internal dalam pelaksanaan kegiatan
pengawasan terhadap kegiatan industri terletak pada pada keterbatasan
jumlah sumber daya manusia untuk mengawasi karena memang
petugas pengawas yang dimiliki hanya berjumlah 5 orang dengan 1
orang sebagai kepala bidang. Hal tersebut menyebabkan sampai saat
ini dari keseluruhan jumlah industri di Kabupaten Serang menurut
jenis dokumen lingkungan yang dimiliki yang berjumlah 802 industri
hanya baru sekitar mendekati angka 300 industri yang dapat terawasi
secara langsung sehingga menyebabkan pengawasan yang selama ini
berjalan dirasa kurang merata dan kurang efektif karena tidak
231
semuanya dapat terawasi secara langsung untuk setiap satu tahun
sekali bahkan terdapat beberapa kegiatan usaha yang dapat terawasi
untuk setiap dua/tiga tahun sekali.
Oleh sebab itu untuk mengatasi hambatan tersebut dibuatlah
skala prioritas pengawasan terutama bagi industri-industri yang
berpotensi menimbulkan dampak yang sangat penting, seperti industri
peleburan besi/baja dan industri penghasil limbah cair akan menjadi
prioritas dalam pengawasan langsung tetapi meski ada beberapa
industri yang tidak menjadi skala prioritas kegiatan pengawasan
langsung namun tetap akan diawasi melalui kegiatan pengawasan
tidak langsung.
Selain itu, hambatan lainnya yang dihadapi dari segi eksternal
terletak pada pada keterbukaan atau kesiapan dari para pimpinan
industri untuk dapat diawasi disesuaikan dengan jadwal pemantauan
dan pengawasan yang telah disusun karena terkadang ditemukan
pimpinan perusahaan yang tidak berada di tempat pada saat jadwal
pengawasan berlangsung padahal sebelumnya telah diinformasikan
terlebih dahulu secara tertulis melalui surat pemberitahuan terlebih
jika perannya memang tidak dapat digantikan oleh orang lain maka
hal tersebut dapat menjadi penghambat dalam kegiatan pengawasan.
Oleh sebab itu upaya yang dilakukan untuk mengatasi
hambatan tersebut dengan upaya penegasan kepada yang
232
bersangkutan jika mengulanginya secara terus-menerus maka dapat
dikenakan sanksi.
Dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan terhadap kualitas
lingkungan juga ditemukan kendala yang terletak pada pada status
laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup yang sejak awal berdiri
hingga kini belum terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional
karena memang proses tahapannya yang cukup panjang dan rumit
terlebih juga terkendala pada persyaratan personil atau sumber daya
manusia yang dimiliki yang masih kurang baik secara kualitas
maupun kuantitas serta kelengkapan peralatan laboratorium yang
masih kurang lengkap tetapi sampai saat ini masih diupayakan untuk
melengkapi persyaratan yang diminta agar pada tahun 2017 ini dapat
segera terkareditasi sambil terus meningkatkan pengetahuan dan
wawasan bagi tenaga laboratorium melalui pendidikan dan pelatihan.
Selain itu hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pengawasan
terhadap kualitas lingkungan juga terletak pada keterbatasan jumlah
petugas pemantauan di lapangan namun hambatan tersebut tidak
terlalu menjadi masalah yang kompleks karena selama ini masih dapat
diatasi dengan bantuan dari anggota seksi lain untuk melakukan
pemantauan dan pengawasan terhadap kualitas lingkungan.
Selanjutnya dalam pelaksanaan penanganan intensif usaha
bermasalah lingkungan juga ditemukan hambatan yang terletak pada
kurangnya komitmen dari para pimpinan perusahaan untuk
233
menindaklanjuti teguran yang disampaikan serta melakukan upaya
perbaikan namun pada intinya kegiatan industri yang melanggar di
Kabupaten Serang pada dasarnya memiliki keinginan dan kemauan
untuk memperbaiki kesalahannya dan kembali taat pada aturan yang
berlaku meskipun memang ada yang dapat menyelesaikan
permasalahan dengan waktu yang cepat dan ada juga yang proses
penyelesaian masalahnya memakan waktu yang lama.
Akan tetapi selama ini untuk mengatasi hambatan tersebut
pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang melakukan
tindakan pengarahan dan pemantauan untuk mengetahui sejauh mana
progress dari tindakan upaya perbaikan yang dilakukan oleh yang
bersangkutan, bahkan jika yang bersangkutan tidak merespon positif
teguran yang disampaikan dan tidak juga melakukan upaya perbaikan
maka selanjutnya dilakukan tindakan penekanan terhadap pimpinan
perusahaan yang bersangkutan agar dapat menyelesaikan
permasalahannya dengan cepat.
Pencegahan
Hambatan yang dihadapi oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dalam upaya pencegahan dampak lingkungan
antara lain meliputi 4 aspek yaitu; kurang optimalnya tingkat
pemahaman dari para pihak yang terlibat dalam pengelolaan
lingkungan hidup, aspek lingkungan hidup yang sampai saat ini belum
menjadi prioritas utama dalam pembangunan daerah karena memang
234
hakikatnya masih terdapat aspek-aspek yang jauh lebih penting
dibanding dengan aspek lingkungan hidup yaitu 3 aspek yang menjadi
primadona utama yang meliputi aspek pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur, masih kurang diminatinya ilmu-ilmu lingkungan
sehingga masih sedikit jumlah sumber daya manusia yang ingin
menjadi bagian dari agent pengelola lingkungan hidup, dan jumlah
manusia yang ingin memperbaiki dan paham akan lingkungan hidup
yang jumlahnya masih lebih sedikit dibanding dengan manusia yang
ingin merusak lingkungan yang jumlahnya cenderung lebih banyak.
Oleh karena itu, untuk mengatasi hambatan dalam melakukan
tindakan pencegahan terhadap dampak lingkungan upaya yang
dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dengan
melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan aturan yang
berlaku serta menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan
tanggungjawab dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang diselenggarakan dengan sepenuh hati dan sebaik mungkin.
Tetapi pada dasarnya upaya pencegahan dampak lingkungan
bukanlah menjadi tanggungjawab dan kewajiban utama bagi Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang saja tetapi juga diperlukan
dukungan dari seluruh pelaku pembangunan daerah serta seluruh
lapisan masyarakat untuk sama-sama menjaga kelestarian lingkungan
hidup dan sama-sama mendukung terwujudnya visi misi Kabupaten
235
Serang yang ramah lingkungan serta terselenggaranya prinsip
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penanggulangan
Pada dasarnya upaya penanggulangan bukanlah menjadi
kewajiban dari Dinas Ligkungan Hidup untuk melakukan hal tersebut,
karena yang bertugas menyelesaikan hal tersebut ialah kegiatan usaha
yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Tetapi
berbicara mengenai hambatan dalam upaya penanggulangan
sebenarnya terdapat keterkaitan dengan hambatan dalam melakukan
penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan yang bisa dilihat
dari tingkat ketaatannya, jika tingkat ketaatannya tinggi maka
tindakan untuk mengarahkan industri yang bersangkutan akan lebih
mudah dan upaya penanggulangan akan lebih cepat untuk
diselesaikan.
Berbeda dengan industri yang tingkat ketaatannya rendah
maka upaya untuk mengarahkan industri yang bersangkutan akan
lebih sulit dan penyelesaian upaya penanggulangan juga akan lebih
lama. Namun selama ini agar hambatan tersebut dapat terpecahkan
jalannya dengan tindakan pendekatan, pengarahan hingga apabila
tidak ingin mengikuti aturan dan masih tidak taat setelah itu akan
diberi penekanan dan ancaman hingga pada pemberian sanksi pidana.
236
Pemulihan
Hambatan yang dihadapi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Serang dalam melakukan upaya pemulihan memang tidak jauh
berbeda dengan hambatan yang ditemukan dalam kegiatan
penanganan intensif usaha bermasalah dan hambatan dalam
melakukan upaya penanggulangan, karena hakikatnya hambataan
yang ditemukan memang berasal dari tinggi atau rendahnya ketaatan
dan keinginan dari pimpinan industri yang telah menyebabkan
pencemaran untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan, tetapi
untuk mengatasi hal tersebut selalu diupayakan melalui pendekatan
secara internal terlebih dahulu dengan upaya pengarahan tetapi jika
tidak diindahkan dan tidak ditanggapi dengan baik selanjutnya akan
diberikan ancaman agar segera melakukan tindakan perbaikan dan
pemulihan kembali kondisi lingkungan yang telah bermasalah.
237
Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Pembahasan
PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SERANG DALAM
PENGENDALIAN DAMPAK PENCEMARAN KAWASAN INDUSTRI MODERN DI KECAMATAN KIBIN KABUPATEN SERANG
Bentuk Pengendalian Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang terhadap Dampak Pencemaran Kawasan Industri Modern
Indikator Hasil Penelitian Regulatory Role
( Perencana Kebijakan)
1. Perencanaan kebijakan dan program pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disusun oleh Dinas Lingkunga Hidup Kabupaten Serang awalnya didasarkan pada: - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (hasil
kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah - Rencana Strategis Kabupaten Serang yang memuat visi dan
misi - Rencana Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
yang mengacu pada Rencana Kegiatan Anggaran - Rencana Kerja Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan
yang disesuaikan dengan Dokumen Pelaksanaan Anggaran - Rencana Kerja Seksi yang memuat program dan kegiatan
pengendalian dampak lingkungan yang akan diselenggarakan
2. Baik masyarakat maupun kegiatan industri turut terlibat dalam memberikan masukan, saran, dan pendapat kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang dalam penyusunan kebijakan dan program pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
3. Adapun yang menjadi program dan kegiatan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang telah disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang utamanya berkenaan dengan kegiatan pengawasan penaatan pengelolaan lingkungan hidup, kegiatan pemantauan dan pengawasan terhadap kualitas lingkungan baik udara maupun air dan kegiatan penanganan permasalahan lingkungan dan penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan.
4. Para pelaku industri pun menyusun program dan kebijakan pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang utamanya meliputi kegiatan penaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pengelolaan limbah agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan pengujian terhadap kualitas keluaran limbah yang dihasilkan setiap bulannya dan melaporkan hasilnya kepada pihak Dinas Lingkungan Hidup.
238
Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)
1. Pembuatan jadwal pelaksanaan kegiatan untuk satu tahun kedepan dan kegiatan evaluasi secara internal merupakan upaya yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang agar pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat berjalan sesuai dengan perencanaan.
2. Dinas Lingkungan Hidup pun rutin memberikan kegiatan bagi pelaku usaha baik berupa pendidikan, pelatihan, bimbingan teknis, dan pembinaan dalam aspek pengelolaan lingkungan hidup dan penanganan limbah industri dengan tujuan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para pelaku usaha dalam hal pengelolaan lingkungan hidup.
3. Kegiatan yang ditunjukkan untuk masyarakat memang dirasa masih sangat minim dan kurang, padahal masyarakat berharap diberikan kegiatan sosialisasi yang utamanya berkenaan dengan bahaya nya limbah dan bagaimana harus menyikapi keberadan industri-industri yang berdekatan dengan permukiman warga.
Directing Role (Pengawas Kebijakan)
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang diselenggarakan oleh pelaku usaha didasarkan pada masalah administratif dan masalah teknis.
2. Objek pengawasan terhadap kualitas lingkungan didasarkan pada ketujuh titik sungai di Kabupaten Serang dan udara (ambient) untuk wilayah Serang Barat dan Serang Timur.
3. Kegiatan pengawasan intensif usaha bermasalah lingkungan ditunjukkan bagi industri yang telah terbukti menyebabkan pencemaran dan belum taat dalam usaha pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada hasil pegawasan di lapangan dan pengujian terhadap kualitas lingkungan.
Pencegahan 1. Belum semua instrumen yang termuat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai upaya pencegahan dapat diterapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang karena aturan dan petunjuk pelaksanaannya yang belum ada. Instrumen tersebut antara lain; Instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, dan Instrumen Analisis Resiko Lingkungan Hidup.
2. Sedangkan beberapa instrumen lainnya sudah dapat diterapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang meskipun pelaksanaannya masih belum optimal. Instrumen-instrumen tersebut antara lain; Instrumen Baku Mutu Lingkungan Hidup, Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), Perizinan, Peraturan Perundang-Undangan Berbasis Lingkungan, Anggaran Berbasis Lingkungan, dan Audit Lingkungan.
239
Penanggulangan 1. Pemberian informasi mengenai kondisi lingkungan yang buruk sebagai peringatan pencemaran baru diberitahukan hanya sebatas pada industri yang menyebabkan pencemaran belum diberitahukan kepada masyarakat secara luas.
2. Tindakan pengisolasian terhadap industri yang bermasalah lingkungan dilakukan melalui pemasangan garis polisi dan penutupan paksa saluran instalasi pengelolaan limbah.
3. Tindakan penghentian terhadap industri yang bermasalah lingkungan dilakukan melalui penghentian sementara kegiatan dan pengurangan kapasitas produksi.
Pemulihan 1. Tindakan pembersihan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan merupakan kewajiban dari industri yang telah terbukti menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang disini hanya mengarahkan industri yang bersangkutan saja.
2. Upaya pembersihan yang dilakukan oleh pihak kawasan baru sebatas pembersihan pada area sekitar kawasan Modern saja. Sedangkan upaya pembersihan yang dilakukan oleh para industri utamanya berfokus pada pembersihan saluran Instalasi Pengelolaan Air Limbah.
3. Upaya perbaikan lingkungan juga menjadi kewajiban dari industri yang telah menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Peran Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang disini hanya memantau pelaksanaan upaya perbaikan yang diselengggrakan oleh industri yang bersangkutan.
4. Usaha perbaikan lingkungan yang pernah dilakukan oleh pihak pengelola kawasan Modern berupa program Corporate Social Responsibility (CSR), dan upaya penanaman pepohonan yang hanya baru dilakukan sekitar area kawasan saja. Sedangkan upaya perbaikan lingkungan yang dilakukan oleh industri-industri di dalamnya lebih berfokus pada upaya mengoptimalkan terhadap pengontrolan sistem-sistem pengelolaan limbah dan penyediaan ruang terbuka hijau.
Hambatan dan Upaya yang ditempuh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan dalam pengendalian Dampak
Pencemaran Kawasan Industri Modern Indikator Hasil Penelitian
Regulatory Role (Perencana Kebijakan)
1. Hambatan pada aspek perencanaan terletak pada: - Terbatasnya anggaran untuk merealisasikan segala aspirasi
dan masukan yang telah tertampung pada kegiatan Musrembang Daerah.
- Banyaknya masyarakat yang merasa kurang dilibatkan dalam kegiatan Musrembang Desa hingga berujung pada aksi unjuk rasa.
240
2. Upaya untuk mengatasi hambatan tersebut dengan cara: - Menyelenggarakan kegiatan seefektif dan seefisien
mungkin yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia dan skala prioritas pembangunan.
- Memberikan penegasan khusunya kepada pihak pengelola kawasan Modern agar mewajibkan industri yang berada pada area kawasan Modern untuk membangun Instalasi Pengelolaan Limbah di masing-masing industri.
Enabling Role (Pelaksana Kebijakan)
1. Hambatan dari sisi internal pada aspek pelaksanaan terdiri dari: - Keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki bidang
pengendalian dampak lingkungan sedangkan beban pekerjaan dalam pelaksanaan tugas di lapangan dapat dikatakan cukup berat dan membutuhkan sumber daya manusia yang cukup banyak.
- Minimnya anggaran yang tersedia untuk memberikan pendidikan dan pelatihan bagi petugas pelaksana teknis di lapangan sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas kompetensi para petugas pelaksana di lapangan.
2. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan sisi internal antara lain dengan cara: - Penambahan jumlah sumber daya manusia meskipun masih
dalam sistem kontrak dan mengoptimalkan pendayagunaan Sumber Daya Manusia secara efektif dan efisien.
- Melakukan pembaharuan terhadap aturan-aturan di bidang lingkungan hidup yang terbaru sebagai sarana meningkatkan pengetahuan, wawasan, serta kemampuan bagi para petugas dalam melaksanakan tugas di lapangan.
3. Hambatan dari sisi eksternal pada aspek pelaksanaan terdiri dari: - Perubahan sistem yang baru dimana terdapat satu seksi
yang baru saja dihadirkan pada bidang pengendalian dampak lingkungan dan dibentuk pada tahun 2017 ini.
- Belum adanya jaminan keselamatan kerja bagi para petugas lapangan yang sampai saat ini aturan secara teknisnya belum ada yang menyebabkan pelaksanaan tugas pengawasan di lapangan terkadang dirasa kurang optimal.
4. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan sisi eksternal antara lain dengan cara: - Meningkatkan kualitas kegiatan yang telah ada yang
didasarkan pada Rencana Kerja Seksi dan berupaya untuk meyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan.
- Menyelenggarakan tugas pengawasan di lapangan dengan selalu berpedoman pada prinsip waspada dan berhati-hati terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi.
241
Directing Role (Pengawas Kebijakan)
1. Hambatan dari sisi internal pada aspek pengawasan terdiri dari: - Terbatasnya jumlah petugas pengawas sehingga dari 802
industri di Kabupaten Serang baru sekitar 300 industri yang dapat terawasi secara langsung.
- Belum terakreditasinya laboratorium milik Dinas Lingkungan Hidup sampai saat ini, karena terkendala pada persyaratan personil dan kelengkapan peralatan laboratorium baik secara kualitas maupun kuantitas.
2. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan sisi internal antara lain dengan cara: - Membuat skala prioritas pengawasan langsung bagi industri
yang berpotensi menimbulkan dampak penting dan tetap melakukan pengawasan tidak langsung bagi industri yang termasuk dalam kategori prioritas pengawasan.
- Masih diupayakan untuk melengkapi persyaratan yang diminta agar pada tahun 2017 ini dapat segera terkareditasi sambil terus meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi tenaga laboratorium melalui pendidikan dan pelatihan.
3. Hambatan dari sisi eksternal pada aspek pengawasan terdiri dari: - Keterbukaan atau kesiapan dari para pimpinan industri
untuk dapat diawasi karena ditemukan pimpinan perusahaan yang tidak berada di tempat pada saat jadwal pengawasan berlangsung.
- Kurangnya komitmen dari para pimpinan perusahaan untuk menindaklanjuti teguran yang disampaikan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang serta melakukan upaya perbaikan yang diminta.
4. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan sisi internal antara lain dengan cara: - Penegasan kepada yang bersangkutan jika mengulanginya
secara terus-menerus maka dapat dikenakan sanksi. - Melakukan tindakan pengarahan dan pemantauan hingga
pada tindakan penekana secara paksa agar mau melakukan upaya perbaikan lingkungan.
Pencegahan 1. Hambatan dalam upaya pencegahan terdiri dari 4 aspek antara lain meliputi: - Kurang optimalnya tingkat pemahaman dari berbagai pihak - Aspek lingkungan hidup yang belum menjadi prioritas
utama dalam pembangunan daerah. - Masih kurang diminatinya ilmu-ilmu lingkungan - Jumlah manusia yang ingin memperbaiki dan paham akan
lingkungan hidup yang jumlahnya masih lebih sedikit dibanding dengan manusia yang ingin merusak lingkungan yang jumlahnya cenderung lebih banyak.
242
2. Upaya untuk mengatasi hambatan tersebut dengan cara : - Melaksanakan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan aturan
yang berlaku serta menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Seran diselenggarakan dengan sepenuh hati dan sebaik mungkin serta perlunya dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan pelaku pembangunan daerah untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup demi terwujudnya prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penanggulangan 1. Hambatan yang dihadapi dalam upaya penanggulangan terletak pada : - Penanganan cepat atau lambatnya dari industri yang
bermasalah dalam menyelanggarakan upaya penanggulangan dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan tersebut dengan cara: - Melakukan tindakan pendekatan, pengarahan hingga
apabila tidak ingin mengikuti aturan dan masih tidak taat setelah itu akan diberi penekanan dan ancaman hingga pada pemberian sanksi pidana.
Pemulihan 1. Hambatan yang dihadapi dalam upaya pemulihan terletak pada: - Tinggi atau rendahnya ketaatan dan keinginan dari
pimpinan industri yang telah menyebabkan pencemaran untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan.
2. Upaya yang ditempuh untuk mengatasi hambatan tersebut dengan cara: - Pendekatan secara internal terlebih dahulu dengan upaya
pengarahan tetapi jika tidak diindahkan dan tidak ditanggapi dengan baik selanjutnya akan diberikan ancaman agar segera melakukan tindakan perbaikan dan pemulihan kembali kondisi lingkungan yang telah bermasalah.
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2017
243
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan mengenai Peran Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang dalam Pengendalian Dampak Pencemaran Kawasan Industri
Modern di Kecamatan Kibin Kabupaten Serang dapat disimpulkan bahwa:
1. Bentuk pengendalian yang selama ini dilakukan oleh Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang memang lebih ditekankan
kepada para pelaku usaha agar dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan para pelaku usahamelalui pemberian program dan
kegiatan pengendalian dampak lingkungansehingga dapat
meminimalisir dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari
keberadaan kawasan industri. Sedangkan kegiatan yang ditunjukkan
untuk melibatkan masyarakat langsung dalam upaya pengendalian
dampak lingkungan dirasa masih sangat minim dan kurang.
2. Hambatan utama dalam upaya pengendalian dampak lingkungan
terletak pada keterbatasan jumlah sumber daya manusia yang dimiliki
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang untuk melakukan
kegiatan pengawasan secara berkala karena aspek lingkungan hidup
yang belum menjadi prioritas utama dalam pembangunan daerah
sehingga pembagian pegawai pada aspek lingkungan hidup dirasa
kurang proporsionaldan menyebabkan anggaran yang tersedia untuk
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dirasa masih
244
kurang.Adapun upaya yang ditempuh oleh Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang untuk mengatasi hambatan tersebut dengan
membuat skala prioritas pengawasan bagi kegiatan usaha yang
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan pendayagunaan
sumber daya manusia secara efektif dan efisien serta memaksimalkan
penggunaan sarana prasarana yang tersedia dengan sebaik mungkin .
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka peneliti mencoba memberikan
saran atau masukan sebagai berikut:
1. Pemerintah Kabupaten Serang dan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang perlu meningkatkan pola komunikasi dan
koordinasi dengan instansi kewilayahan secara intensif dan
continuemelalui pemberian kegiatan pengarahan dan pembinaan
kepada masyarakat serta hendaknya membuat aplikasi “QLUE” untuk
mengajak masyarakat agar turut berpartisipasi dalam melaporkan
keluhan dan peduli terhadap permasalahan lingkungan sekitarnya.
2. Pemerintah Kabupaten Serang dan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang perlu memberikan perhatian khusus untuk
meningkatkan kualitas kegiatan pengawasan dengan membentuk
kelompok pengawasan yang melibatkan langsung masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan serta perlunya peningkatan pendanaan
demi kepentingan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
245
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Danusaputro, M. (1985). Hukum Lingkungan, Buku 1 Umum. Jakarta: Binacipta
Hasibuan, M.S. (2011). Manajemen : Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mahsun, M. (2009). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Miles dan Huberman. (2009). Analisis Data Kuantitatif. Jakarta: UI Press.
Moleong, L. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nugroho, A. F. (2012). Panduan Praktis Peneliti Kualitatif. Serang: FISIP Untirta Press.
Prasetya, I. (2006). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia.
Prasetyo, B dan Miftahul, J. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Prastowo, A. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Perpesktif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Aruzz Media.
Raihan. (2006). Lingkungan dan Hukum Lingkungan. Jakarta: Universitas Islam Jakarta.
Silalahi, D. (2001). Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia. Bandung: PT.Alumni.
Soemarwoto, O. (1991). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
........................... (2004). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta.
................ (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta.
246
................ (2009). Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
................ (2012). Memahami Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.
Yuwono (2005). Penganggaran Sektor Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Dokumen:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Kawasan Industri.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Baku Mutu Air Limbah.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun 1994 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup (OBSOLETE).
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang Diwajibkan.
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029.
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Kabupaten Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kabupaten Serang.
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Serang.
247
Peraturan Bupati Serang Nomor 69 Tahun 2016 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2011-2015.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2014-2016.
Rencana Kerja Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2014.
Rencana Kerja Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Tahun 2017.
Pengaduan Lingkungan di Kecamatan Kibin Tahun 2014-2016 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Data 20 Jenis Penyakit yang Menyerang Masyarakat Kecamatan Kibin Tahun 2016.
Sumber Lainnya:
Aryadana, D. A. (2015). Peran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah dalam Pengendalian Pencemaran terhadap Kegiatan Industri Di Kota Batam Tahun 2011-2014. JOM FISIP. Program Studi Ilmu Pemerintahan: Universitas Riau.
Choiriah. (2015). Pengawasan Badan Lingkungan Hidup dalam Mengatasi Pencemaran Lingkungan pada Kawasan Industri di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon. Skripsi Sarjana. Program Studi Imu Administrasi Negara: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Kuriananda, C. E. (2012). Peranan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper). Jurnal. Program Studi Ilmu Administrasi Negara: Universitas Negeri Surabaya.
Nurpiandi. (2015). Peran Badan Lingkungan Hidup Kota Tanjungpinang dalam Memberikan Informasi Tentang Lingkungan Hidup kepada Masyarakat di Kota Tanjungpinang. E-Jurnal. Program Studi Imu Pemerintahan: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.
248
Wirasata, P. (2010). Analisis Pengukuran Kinerja RSUD TG. Tuban Provinsi Kepulauan Riau dengan Metode Balanced Scorecard. Tesis. Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik: Univerisitas Indonesia.
Sumber Website:
http://www.modern-cikande.co.id/lang_id/aboutus.html / diakses pada tanggal 28 Januari 2017 pukul 08.18 WIB. http://bplhserang.blogspot.co.id/2016/02/pengumuman-permohonan-izin-lingkungan.html / diakses pada tanggal 9 Maret pukul 13.50 WIB. http://ptwlk.blogspot.co.id/2015/05/manfaat-dan-instalasi-pengolahan-air.html / diakses pada 27 Maret pukul 15.40 WIB. http://www.beritasatu.com/nasional/307063-pemkab-serang-tutup-paksa-ipal-delapan-industri-di-kawasan-modern-cikande.html / diakses pada 22 April 2017 pukul 21.36 WIB.
LAMPIRAN
DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA
No Indikator Sub Indikator Pertanyaan Informan 1.
Regulatory Role
(Perencana Kebijakan)
Perencanaan Kebijakan dan
Program Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Hidup
1. Bagaimanakah tahap penyusunan perencanaan kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan?
I1-1,I1-2,I1-3, I1-4
2. Bagaimanakah keterlibatan pihak industri dan masyarakat dalam perencanaan kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan?
I1-1,I1-2,I1-3,I1-4,I2-1,I2-2,
I2-3,I2-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
3. Apa saja kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan?
I1-1,I1-2,I1-3,I1-4,I2-1,I2-2,
I2-3,I2-4
2. Enabling Role
(Pelaksana
Kebijakan)
Pelaksanaan Kebijakan
Pengendalian Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan
Hidup
4. Apakah kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan telah berjalan dengan optimal.
I1-1,I1-2,I1-3,I1-4,I2-1,I2-2,
I2-3,I2-4
5. Kebijakan dan Program pengendalian dampak lingkungan apa saja yang pernah dirasakan?
I2-1,I2-2,I2-3,I2-4,I3,I3-1,
I3-2,I4-1,I4-2
6. Hambatan apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan kebijakan dan program pengendalian dampak lingkungan? Bagaimana upaya untuk mengatasi hal tersebut?
I1-1,I1-2,I1-3, I1-4
Koordinasi Penyusunan
Dokumen dan Izin Lingkungan
7. Dokumen dan Izin lingkungan apa saja yang harus dimiliki setip kegiatan usaha? Bagaimana tahap penyusunannya?
I1-5,I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
3. Directing Role
(Pengawas
Kebijakan)
Pengawasan Pelaksanaan Kebijakan di
Bidang Pengendalian
Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Hidup
8. Bagaimana bentuk pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan industri ?
I1-1,I1-2,I1-5,I2-1,I2-2,I2-3,
I2-4
9. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pengawasan dan pemantuan terhadap kegiatan industri? Bagaimana upaya untuk mengatasi hal tersebut?
I1-1,I1-2
Pengawasan Terhadap Media
Lingkungan Hidup
10. Bagaimana bentuk pengawasan dan pemantauan terhadap kualitas lingkungan?
I1-1,I1-3,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
11. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pengawasan dan pemantuan terhadap kualitas lingkungan? Bagaimana upaya untuk mengatasi hal tersebut?
I1-1,I1-3
Penanganan Intensif Usaha
Bermasalah Lingkungan
12. Bagaimanakah penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan?
I1-1,I1-2,I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
13. Hambatan apa yang dihadapi dalam penanganan intensif usaha bermasalah lingkungan? Bagaimana upaya untuk mengatasi hal tersebut?
I1-1,I1-4
4. Pencegahan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis
14. Bagaimanakah penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis?
I1-1,I1-5
Baku Mutu Lingkungan
Hidup
15. Bagaimanakah cara menjaga media lingkungan agar tetap pada standar Baku Mutu Lingkungan Hidup?
I1-1,I1-5
Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan Hidup
16. Mengapa perlu disusun Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup?
I1-1,I1-5
AMDAL 17. Mengapa AMDAL perlu disusun bagi industri yang berdampak penting?
I1-1,I1-5
UKL-UPL 18. Bagaimana penentuan kriteria industri yang wajib menyusun UKL-UPL?
I1-1,I1-5
Perizinan 19. Seberapa pentingkah izin lingkungan bagi pelaku usaha?
I1-1,I1-5
Instrumen Ekonomi
Lingkungan Hidup
20. Bagaimanakah penerapan aspek insentif dan disinsentif yang tertera dalam Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup ?
I1-1,I1-5
Peraturan Perundang-undangan Berbasis
Lingkungan
21. Sejauhmana selama ini penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan ?
I1-1,I1-5,I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
Anggaran Berbasis
Lingkungan Hidup
22. Apakah yang dimaksud dengan Anggaran Berbasis Lingkungan dalam UU No 32 Tahun 2009?
I1-1,I1-5
Analisis Risiko Lingkungan
Hidup
23. Bagaimana bentuk penerapan Analisis Risiko Lingkungan Hidup?
I1-1,I1-5
Audit Lingkungan Hidup
24. Bagaimana penerapan audit lingkungan hidup yang selama ini dilakukan?
I1-1,I1-5,I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
Hambatan Pencegahan
25. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam upaya pencegahan dampak lingkungan?
I1-5
5. Penanggulangan Pemberian Informasi peringatan
pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup
kepada masyarakat.
26. Bagaimana masyarakat mengadukan kasus lingkungan?
I1-1,I1-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
27. Apakah pernah dilakukan pemberian informasi peringatan pencemaran?
I1-1,I1-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
28. Bagaimana bentuk pengisolasian terhadap sumber pencemar?
I1-1,I1-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
Pengisolasian pencemaran
dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
29. Bagaimana bentuk pemberhentian terhadap sumber pencemar?
I1-1,I1-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
Penghentian sumber
pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup
30. Hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan upaya penanggulangan terhadap dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup? Dan bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan tersebut?
I1-1,I1-4
Hambatan dalam upaya
penanggulangan
31. Bagaimana tindakan pembersihan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan?
I1-1,I1-4,I2-1,I2-2,I2-3,
I2-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
6. Pemulihan Pembersihan Sumber
Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan Hidup
32. Apakah pihak perusahaan pernah mendapat pengaduan dari masyarakat? Bagaimana bentuk kompensasi yang diberikan kepada masyarakat?
I2-1,I2-2, I2-3,I2-4
33. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk perbaikan lingkungan?
I1-1,I1-4,I2-1,I2-2,I2-3,
I2-4,I3-1,I3-2,I4-1,I4-2
Perbaikan Lingkungan
34. Hambatan apa yang ditemukan dalam melakukan upaya pemulihan? Bagaimana mengatasi hal tersebut?
I1-1,I1-4
Jumlah Kegiatan Usaha Per Kecamatan di Kabupaten Serang
No Nama Kecamatan Jumlah Kegiatan Usaha 1. Kecamatan Anyar/Anyer 30 2. Kecamatan Bandung 9 3. Kecamatan Baros 16 4. Kecamatan Binuang 2 5. Kecamatan Bojonegara 74 6. Kecamatan Carenang 2 7. Kecamatan Cikande 144 8. Kecamatan Cikeusal 5 9. Kecamatan Cinangka 19
10. Kecamatan Ciomas 3 11. Kecamatan Ciruas 35 12. Kecamatan Gunung Sari 11 13. Kecamatan Jawilan 88 14. Kecamatan Kibin 149 15. Kecamatan Kopo 24 16. Kecamatan Kragilan 30 17. Kecamatan Kramatwatu 56 18. Kecamatan Lebak Wangi - 19. Kecamatan Mancak 6 20. Kecamatan Pabuaran 21 21. Kecamatan Padarincang 3 22. Kecamatan Pamarayan 13 23. Kecamatan Petir 10 24. Kecamatan Pontang 4 25. Kecamatan Pulo Ampel 67 26. Kecamatan Tanara 4 27. Kecamatan Tirtayasa 3 28. Kecamatan Tanjung Teja 2 29. Kecamatan Waringin Kurung 11
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, 2017
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehatmerupakan hak asasi setiap warga negara Indonesiasebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;
b. bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimanadiamanatkan oleh Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakanberdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutandan berwawasan lingkungan;
c. bahwa semangat otonomi daerah dalampenyelenggaraan pemerintahan Negara KesatuanRepublik Indonesia telah membawa perubahanhubungan dan kewenangan antara Pemerintah danpemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup;
d. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakinmenurun telah mengancam kelangsunganperikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnyasehingga perlu dilakukan perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangkukepentingan;
e. bahwa pemanasan global yang semakin meningkatmengakibatkan perubahan iklim sehinggamemperparah penurunan kualitas lingkungan hidupkarena itu perlu dilakukan perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup;
f. bahwa . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 2 -
f. bahwa agar lebih menjamin kepastian hukumdan memberikan perlindungan terhadap haksetiap orang untuk mendapatkan lingkunganhidup yang baik dan sehat sebagai bagian dariperlindungan terhadap keseluruhan ekosistem,perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, hurufd, huruf e, dan huruf f, perlu membentukUndang-Undang tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), serta Pasal 33ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN DANPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengansemua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yangmempengaruhi alam itu sendiri, kelangsunganperikehidupan, dan kesejahteraan manusia sertamakhluk hidup lain.
2. perlindungan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 3 -
2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupadalah upaya sistematis dan terpadu yangdilakukan untuk melestarikan fungsi lingkunganhidup dan mencegah terjadinya pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup yangmeliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
3. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadardan terencana yang memadukan aspek lingkunganhidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategipembangunan untuk menjamin keutuhanlingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kinidan generasi masa depan.
4. Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup yang selanjutnya disingkat RPPLH adalahperencanaan tertulis yang memuat potensi, masalahlingkungan hidup, serta upaya perlindungan danpengelolaannya dalam kurun waktu tertentu.
5. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidupyang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dansaling mempengaruhi dalam membentukkeseimbangan, stabilitas, dan produktivitaslingkungan hidup.
6. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalahrangkaian upaya untuk memelihara kelangsungandaya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
7. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuanlingkungan hidup untuk mendukung perikehidupanmanusia, makhluk hidup lain, dan keseimbanganantarkeduanya.
8. Daya tampung lingkungan hidup adalahkemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat,energi, dan/atau komponen lain yang masuk ataudimasukkan ke dalamnya.
9. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidupyang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayatiyang secara keseluruhan membentuk kesatuanekosistem.
10. Kajian . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 4 -
10. Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnyadisingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yangsistematis, menyeluruh, dan partisipatif untukmemastikan bahwa prinsip pembangunanberkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasidalam pembangunan suatu wilayah dan/ataukebijakan, rencana, dan/atau program.
11. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yangselanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenaidampak penting suatu usaha dan/atau kegiatanyang direncanakan pada lingkungan hidup yangdiperlukan bagi proses pengambilan keputusantentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
12. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upayapemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnyadisebut UKL-UPL, adalah pengelolaan danpemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatanyang tidak berdampak penting terhadap lingkunganhidup yang diperlukan bagi proses pengambilankeputusan tentang penyelenggaraan usahadan/atau kegiatan.
13. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batasatau kadar makhluk hidup, zat, energi, ataukomponen yang ada atau harus ada dan/atau unsurpencemar yang ditenggang keberadaannya dalamsuatu sumber daya tertentu sebagai unsurlingkungan hidup.
14. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk ataudimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,dan/atau komponen lain ke dalam lingkunganhidup oleh kegiatan manusia sehingga melampauibaku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalahukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atauhayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang olehlingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikanfungsinya.
16. Perusakan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 5 -
16. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orangyang menimbulkan perubahan langsung atau tidaklangsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atauhayati lingkungan hidup sehingga melampauikriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
17. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahanlangsung dan/atau tidak langsung terhadap sifatfisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yangmelampaui kriteria baku kerusakan lingkunganhidup.
18. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaansumber daya alam untuk menjaminpemanfaatannya secara bijaksana sertakesinambungan ketersediaannya dengan tetapmemelihara dan meningkatkan kualitas nilai sertakeanekaragamannya.
19. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yangdiakibatkan langsung atau tidak langsung olehaktivitas manusia sehingga menyebabkanperubahan komposisi atmosfir secara global danselain itu juga berupa perubahan variabilitas iklimalamiah yang teramati pada kurun waktu yangdapat dibandingkan.
20. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
21. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnyadisingkat B3 adalah zat, energi, dan/ataukomponen lain yang karena sifat, konsentrasi,dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupuntidak langsung, dapat mencemarkan dan/ataumerusak lingkungan hidup, dan/ataumembahayakan lingkungan hidup, kesehatan, sertakelangsungan hidup manusia dan makhluk hiduplain.
22. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yangselanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatuusaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
23. Pengelolaan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 6 -
23. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yangmeliputi pengurangan, penyimpanan,pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,pengolahan, dan/atau penimbunan.
24. Dumping (pembuangan) adalah kegiatanmembuang, menempatkan, dan/atau memasukkanlimbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi,waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratantertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
25. Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihanantara dua pihak atau lebih yang timbul darikegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampakpada lingkungan hidup.
26. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruhperubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkanoleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
27. Organisasi lingkungan hidup adalah kelompokorang yang terorganisasi dan terbentuk ataskehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannyaberkaitan dengan lingkungan hidup.
28. Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yangdilakukan untuk menilai ketaatan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan terhadappersyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkanoleh pemerintah.
29. Ekoregion adalah wilayah geografis yang memilikikesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli,serta pola interaksi manusia dengan alam yangmenggambarkan integritas sistem alam danlingkungan hidup.
30. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlakudalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lainmelindungi dan mengelola lingkungan hidup secaralestari.
31. Masyarakat hukum adat adalah kelompokmasyarakat yang secara turun temurun bermukimdi wilayah geografis tertentu karena adanya ikatanpada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuatdengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilaiyang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,dan hukum.
32. Setiap . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 7 -
32. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badanusaha, baik yang berbadan hukum maupun yangtidak berbadan hukum.
33. Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalahseperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorongPemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orangke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
34. Ancaman serius adalah ancaman yang berdampakluas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkankeresahan masyarakat.
35. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepadasetiap orang yang melakukan usaha dan/ataukegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalamrangka perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izinusaha dan/atau kegiatan.
36. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yangditerbitkan oleh instansi teknis untuk melakukanusaha dan/atau kegiatan.
37. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebutPemerintah, adalah Presiden Republik Indonesiayang memegang kekuasaan pemerintahan NegaraRepublik Indonesia sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945.
38. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atauwalikota, dan perangkat daerah sebagai unsurpenyelenggara pemerintah daerah.
39. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakanurusan pemerintahan di bidang perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup.
BAB II . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 8 -
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupdilaksanakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab negara;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. keserasian dan keseimbangan;
d. keterpaduan;
e. manfaat;
f. kehati-hatian;
g. keadilan;
h. ekoregion;
i. keanekaragaman hayati;
j. pencemar membayar;
k. partisipatif;
l. kearifan lokal;
m. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n. otonomi daerah.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupbertujuan:a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup;
b. menjamin . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 9 -
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupanmanusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidupdan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbanganlingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kinidan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak ataslingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasimanusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alamsecara bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupmeliputi:a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan
f. penegakan hukum.
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup dilaksanakan melalui tahapan:
a.inventarisasi . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 10 -
a. inventarisasi lingkungan hidup;
b. penetapan wilayah ekoregion; dan
c. penyusunan RPPLH.
Bagian Kesatu
Inventarisasi Lingkungan Hidup
Pasal 6
(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimanadimaksud dalam Pasal 5 huruf a terdiri atasinventarisasi lingkungan hidup:a. tingkat nasional;
b. tingkat pulau/kepulauan; dan
c. tingkat wilayah ekoregion.
(2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untukmemperoleh data dan informasi mengenai sumberdaya alam yang meliputi:a. potensi dan ketersediaan;
b. jenis yang dimanfaatkan;
c. bentuk penguasaan;
d. pengetahuan pengelolaan;
e. bentuk kerusakan; dan
f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibatpengelolaan.
Bagian Kedua
Penetapan Wilayah Ekoregion
Pasal 7
(1) Inventarisasi lingkungan hidup sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan huruf bmenjadi dasar dalam penetapan wilayah ekoregiondan dilaksanakan oleh Menteri setelah berkoordinasidengan instansi terkait.
(2) Penetapan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 11 -
(2) Penetapan wilayah ekoregion sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilaksanakan denganmempertimbangkan kesamaan:a. karakteristik bentang alam;
b. daerah aliran sungai;
c. iklim;
d. flora dan fauna;
e. sosial budaya;
f. ekonomi;
g. kelembagaan masyarakat; dan
h. hasil inventarisasi lingkungan hidup.
Pasal 8
Inventarisasi lingkungan hidup di tingkat wilayahekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)huruf c dilakukan untuk menentukan daya dukung dandaya tampung serta cadangan sumber daya alam.
Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 9
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5huruf c terdiri atas:a. RPPLH nasional;
b. RPPLH provinsi; dan
c. RPPLH kabupaten/kota.
(2) RPPLH nasional sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf a disusun berdasarkaninventarisasi nasional.
(3) RPPLH provinsi sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b disusun berdasarkan:a. RPPLH nasional;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.
(4) RPPLH . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 12 -
(4) RPPLH kabupaten/kota sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf c disusun berdasarkan:a. RPPLH provinsi;
b. inventarisasi tingkat pulau/kepulauan; dan
c. inventarisasi tingkat ekoregion.
Pasal 10
(1) RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9disusun oleh Menteri, gubernur, ataubupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksudpada ayat (1) memperhatikan:a. keragaman karakter dan fungsi ekologis;
b. sebaran penduduk;
c. sebaran potensi sumber daya alam;
d. kearifan lokal;
e. aspirasi masyarakat; dan
f. perubahan iklim.
(3) RPPLH diatur dengan:a. peraturan pemerintah untuk RPPLH nasional;
b. peraturan daerah provinsi untuk RPPLHprovinsi; dan
c. peraturan daerah kabupaten/kota untukRPPLH kabupaten/kota.
(4) RPPLH memuat rencana tentang:a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber
daya alam;
b. pemeliharaan dan perlindungan kualitasdan/atau fungsi lingkungan hidup;
c. pengendalian, pemantauan, sertapendayagunaan dan pelestarian sumber dayaalam; dan
d. adaptasi dan mitigasi terhadap perubahaniklim.
(5) RPPLH . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 13 -
(5) RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuatdalam rencana pembangunan jangka panjangdan rencana pembangunan jangka menengah.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasilingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalamPasal 6, penetapan ekoregion sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, serta RPPLHsebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMANFAATAN
Pasal 12
(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukanberdasarkan RPPLH.
(2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud padaayat (1) belum tersusun, pemanfaatan sumberdaya alam dilaksanakan berdasarkan dayadukung dan daya tampung lingkungan hidupdengan memperhatikan:
a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkunganhidup;
b. keberlanjutan produktivitas lingkunganhidup; dan
c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraanmasyarakat.
(3) Daya dukung dan daya tampung lingkunganhidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk daya dukung dan dayatampung lingkungan hidup nasional danpulau/kepulauan;
b. gubernur . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 14 -
b. gubernur untuk daya dukung dan daya tampunglingkungan hidup provinsi dan ekoregion lintaskabupaten/kota; atau
c. bupati/walikota untuk daya dukung dan dayatampung lingkungan hidup kabupaten/kota danekoregion di wilayah kabupaten/kota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata carapenetapan daya dukung dan daya tampunglingkungan hidup sebagaimana dimaksudpada ayat (3) diatur dalam peraturanpemerintah.
BAB V
PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
(1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup dilaksanakan dalam rangkapelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi:
a. pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. pemulihan.
(3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,pemerintah daerah, dan penanggung jawab usahadan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan,peran, dan tanggung jawab masing-masing.
Bagian Kedua . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Bagian Kedua
Pencegahan
Pasal 14
Instrumen pencegahan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup terdiri atas:a. KLHS;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. amdal;
f. UKL-UPL;
g. perizinan;
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasislingkungan hidup;
j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m.instrumen lain sesuai dengan kebutuhandan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Paragraf 1
Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Pasal 15
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajibmembuat KLHS untuk memastikan bahwaprinsip pembangunan berkelanjutan telahmenjadi dasar dan terintegrasi dalampembangunan suatu wilayah dan/ataukebijakan, rencana, dan/atau program.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajibmelaksanakan KLHS sebagaimana dimaksudpada ayat (1) ke dalam penyusunan atauevaluasi:
a. rencana . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 16 -
a. rencana tata ruang wilayah (RTRW) besertarencana rincinya, rencana pembangunanjangka panjang (RPJP), dan rencanapembangunan jangka menengah (RPJM)nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan
b. kebijakan, rencana, dan/atau program yangberpotensi menimbulkan dampak dan/ataurisiko lingkungan hidup.
(3) KLHS dilaksanakan dengan mekanisme:a. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana,
dan/atau program terhadap kondisilingkungan hidup di suatu wilayah;
b. perumusan alternatif penyempurnaankebijakan, rencana, dan/atau program; dan
c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilankeputusan kebijakan, rencana, dan/atauprogram yang mengintegrasikan prinsippembangunan berkelanjutan.
Pasal 16
KLHS memuat kajian antara lain:a. kapasitas daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. perkiraan mengenai dampak dan risikolingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasiterhadap perubahan iklim; dan
f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragamanhayati.
Pasal 17
(1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal15 ayat (3) menjadi dasar bagi kebijakan,rencana, dan/atau program pembangunan dalamsuatu wilayah.
(2) Apabila . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 17 -
(2) Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud padaayat (1) menyatakan bahwa daya dukung dandaya tampung sudah terlampaui,a. kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuaidengan rekomendasi KLHS; dan
b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telahmelampaui daya dukung dan daya tampunglingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
Pasal 18
(1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkanmasyarakat dan pemangku kepentingan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata carapenyelenggaraan KLHS diatur dalam PeraturanPemerintah.
Paragraf 2
Tata Ruang
Pasal 19
(1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkunganhidup dan keselamatan masyarakat, setiapperencanaan tata ruang wilayah wajibdidasarkan pada KLHS.
(2) Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan denganmemperhatikan daya dukung dan daya tampunglingkungan hidup.
Paragraf 3
Baku Mutu Lingkungan Hidup
Pasal 20
(1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkunganhidup diukur melalui baku mutu lingkunganhidup.
(2) Baku mutu . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 18 -
(2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi:a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuanglimbah ke media lingkungan hidup denganpersyaratan:
a. memenuhi baku mutu lingkungan hidup;dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, ataubupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutulingkungan hidup sebagaimana dimaksudpada ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, danhuruf g diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutulingkungan hidup sebagaimana dimaksudpada ayat (2) huruf b, huruf e, dan huruf fdiatur dalam peraturan menteri.
Paragraf 4
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 21
(1) Untuk menentukan terjadinya kerusakanlingkungan hidup, ditetapkan kriteria bakukerusakan lingkungan hidup.
(2) Kriteria . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 19 -
(2) Kriteria baku kerusakan lingkungan hidupmeliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dankriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim.
(3) Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:a. kriteria baku kerusakan tanah untuk
produksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan terumbu karang;
c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidupyang berkaitan dengan kebakaran hutandan/atau lahan;
d. kriteria baku kerusakan mangrove;
e. kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. kriteria baku kerusakan gambut;
g. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
h. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnyasesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi.
(4) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklimdidasarkan pada paramater antara lain:a. kenaikan temperatur;
b. kenaikan muka air laut;
c. badai; dan/atau
d. kekeringan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria bakukerusakan lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diaturdengan atau berdasarkan PeraturanPemerintah.
Paragraf 5 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 20 -
Paragraf 5
Amdal
Pasal 22
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yangberdampak penting terhadap lingkunganhidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkankriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akanterkena dampak rencana usaha dan/ataukegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampakberlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hiduplain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak;dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 23
(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yangberdampak penting yang wajib dilengkapidengan amdal terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentangalam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yangterbarukan maupun yang tidakterbarukan;
c. proses . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 21 -
c. proses dan kegiatan yang secarapotensial dapat menimbulkanpencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup serta pemborosan dankemerosotan sumber daya alam dalampemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapatmempengaruhi lingkungan alam,lingkungan buatan, serta lingkungansosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akanmempengaruhi pelestarian kawasankonservasi sumber daya alam dan/atauperlindungan cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan,hewan, dan jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahanhayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggidan/atau mempengaruhi pertahanannegara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakanmempunyai potensi besar untukmempengaruhi lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenisusaha dan/atau kegiatan yang wajibdilengkapi dengan amdal sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur denganperaturan Menteri.
Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksuddalam Pasal 22 merupakan dasar penetapankeputusan kelayakan lingkungan hidup.
Pasal 25 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 22 -
Pasal 25
Dokumen amdal memuat:a. pengkajian mengenai dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencanausaha dan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakatterhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak sertasifat penting dampak yang terjadi jikarencana usaha dan/atau kegiatan tersebutdilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampakyang terjadi untuk menentukan kelayakanatau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauanlingkungan hidup.
Pasal 26
(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksuddalam Pasal 22 disusun oleh pemrakarsadengan melibatkan masyarakat.
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukanberdasarkan prinsip pemberian informasiyang transparan dan lengkap sertadiberitahukan sebelum kegiatandilaksanakan.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentukkeputusan dalam proses amdal.
(4) Masyarakat sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat mengajukan keberatanterhadap dokumen amdal.
Pasal 27 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 23 -
Pasal 27
Dalam menyusun dokumen amdal,pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalamPasal 26 ayat (1) dapat meminta bantuankepada pihak lain.
Pasal 28
(1) Penyusun amdal sebagaimana dimaksuddalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajibmemiliki sertifikat kompetensi penyusunamdal.
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikatkompetensi penyusun amdal sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penguasaan metodologi penyusunanamdal;
b. kemampuan melakukan pelingkupan,prakiraan, dan evaluasi dampak sertapengambilan keputusan; dan
c. kemampuan menyusun rencanapengelolaan dan pemantauanlingkungan hidup.
(3) Sertifikat kompetensi penyusun amdalsebagaimana dimaksud pada ayat (1)diterbitkan oleh lembaga sertifikasikompetensi penyusun amdal yangditetapkan oleh Menteri sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasidan kriteria kompetensi penyusun amdaldiatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 29
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi PenilaiAmdal yang dibentuk oleh Menteri,gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya.
(2) Komisi . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 24 -
(2) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensidari Menteri, gubernur, ataubupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
(3) Persyaratan dan tatacara lisensisebagaimana dimaksud pada ayat (2)diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 30
(1) Keanggotaan Komisi Penilai Amdalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 29terdiri atas wakil dari unsur:a. instansi lingkungan hidup;
b. instansi teknis terkait;
c. pakar di bidang pengetahuan yangterkait dengan jenis usaha dan/ataukegiatan yang sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yangterkait dengan dampak yang timbul darisuatu usaha dan/atau kegiatan yangsedang dikaji;
e. wakil dari masyarakat yang berpotensiterkena dampak; dan
f. organisasi lingkungan hidup.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, KomisiPenilai Amdal dibantu oleh tim teknis yangterdiri atas pakar independen yangmelakukan kajian teknis dan sekretariatyang dibentuk untuk itu.
(3) Pakar independen dan sekretariatsebagaimana dimaksud pada ayat (3)ditetapkan oleh Menteri, gubernur, ataubupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
Pasal 31
Berdasarkan hasil penilaian Komisi PenilaiAmdal, Menteri, gubernur, ataubupati/walikota menetapkan keputusankelayakan atau ketidaklayakan lingkunganhidup sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 32 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 25 -
Pasal 32
(1) Pemerintah dan pemerintah daerahmembantu penyusunan amdal bagi usahadan/atau kegiatan golongan ekonomi lemahyang berdampak penting terhadap lingkunganhidup.
(2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimanadimaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi,biaya, dan/atau penyusunan amdal.
(3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatangolongan ekonomi lemah diatur denganperaturan perundang-undangan.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampaidengan Pasal 32 diatur dalam PeraturanPemerintah.
Paragraf 6
UKL-UPL
Pasal 34
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidaktermasuk dalam kriteria wajib amdalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 23ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL.
(2) Gubernur atau bupati/walikotamenetapkan jenis usaha dan/ataukegiatan yang wajib dilengkapi denganUKL-UPL.
Pasal 35
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajibdilengkapi UKL-UPL sebagaimanadimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajibmembuat surat pernyataan kesanggupanpengelolaan dan pemantauan lingkunganhidup.
(2) Penetapan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 26 -
(2) Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatansebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan berdasarkan kriteria:
a. tidak termasuk dalam kategoriberdampak penting sebagaimanadimaksud dalam Pasal 23 ayat (1); dan
b. kegiatan usaha mikro dan kecil.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPLdan surat pernyataan kesanggupanpengelolaan dan pemantauan lingkunganhidup diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 7
Perizinan
Pasal 36
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajibmemiliki amdal atau UKL-UPL wajibmemiliki izin lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diterbitkan berdasarkankeputusan kelayakan lingkungan hidupsebagaimana dimaksud dalam Pasal 31atau rekomendasi UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) wajib mencantumkanpersyaratan yang dimuat dalam keputusankelayakan lingkungan hidup ataurekomendasi UKL-UPL.
(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya.
Pasal 37
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikotasesuai dengan kewenangannya wajib menolakpermohonan izin lingkungan apabilapermohonan izin tidak dilengkapi denganamdal atau UKL-UPL.
(2) Izin . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 27 -
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkanapabila:a. persyaratan yang diajukan dalam
permohonan izin mengandung cacathukum, kekeliruan, penyalahgunaan,serta ketidakbenaran dan/ataupemalsuan data, dokumen, dan/atauinformasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syaratsebagaimana tercantum dalamkeputusan komisi tentang kelayakanlingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalamdokumen amdal atau UKL-UPL tidakdilaksanakan oleh penanggung jawabusaha dan/atau kegiatan.
Pasal 38
Selain ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapatdibatalkan melalui keputusan pengadilan tatausaha negara.
Pasal 39
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikotasesuai dengan kewenangannya wajibmengumumkan setiap permohonan dankeputusan izin lingkungan.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan dengan cara yangmudah diketahui oleh masyarakat.
Pasal 40
(1) Izin lingkungan merupakan persyaratanuntuk memperoleh izin usaha dan/ataukegiatan.
(2) Dalam . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 28 -
(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izinusaha dan/atau kegiatan dibatalkan.
(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatanmengalami perubahan, penanggung jawabusaha dan/atau kegiatan wajibmemperbarui izin lingkungan.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai izinsebagaimana dimaksud dalam Pasal 36sampai dengan Pasal 40 diatur dalamPeraturan Pemerintah.
Paragraf 8
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Pasal 42
(1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkunganhidup, Pemerintah dan pemerintah daerahwajib mengembangkan dan menerapkaninstrumen ekonomi lingkungan hidup.
(2) Instrumen ekonomi lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatanekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif.
Pasal 43
(1) Instrumen perencanaan pembangunan dankegiatan ekonomi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a. neraca sumber daya alam dan lingkunganhidup;
b. penyusunan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 29 -
b. penyusunan produk domestik bruto danproduk domestik regional bruto yangmencakup penyusutan sumber daya alamdan kerusakan lingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasi/imbal jasalingkungan hidup antardaerah; dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.
(2) Instrumen pendanaan lingkungan hidupsebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat(2) huruf b meliputi:
a. dana jaminan pemulihan lingkunganhidup;
b. dana penanggulangan pencemarandan/atau kerusakan dan pemulihanlingkungan hidup; dan
c. dana amanah/bantuan untuk konservasi.
(3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimanadimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf cantara lain diterapkan dalam bentuk:
a. pengadaan barang dan jasa yang ramahlingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidilingkungan hidup;
c. pengembangan sistem lembaga keuangandan pasar modal yang ramah lingkunganhidup;
d. pengembangan sistem perdagangan izinpembuangan limbah dan/atau emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasalingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g. pengembangan sistem label ramahlingkungan hidup; dan
h. sistem penghargaan kinerja di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup.
(4) Ketentuan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 30 -
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumenekonomi lingkungan hidup sebagaimanadimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 ayat (1)sampai dengan ayat (3) diatur dalam PeraturanPemerintah.
Paragraf 9
Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 44
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional dan daerah wajibmemperhatikan perlindungan fungsi lingkunganhidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup sesuai dengan ketentuan yangdiatur dalam Undang-Undang ini.
Paragraf 10Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
Pasal 45(1) Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia serta pemerintah daerahdan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajibmengalokasikan anggaran yang memadaiuntuk membiayai:a. kegiatan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup; dan
b. program pembangunan yang berwawasanlingkungan hidup.
(2) Pemerintah wajib mengalokasikan anggarandana alokasi khusus lingkungan hidup yangmemadai untuk diberikan kepada daerah yangmemiliki kinerja perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup yang baik.
Pasal 46 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 31 -
Pasal 46Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 45, dalam rangka pemulihan kondisilingkungan hidup yang kualitasnya telahmengalami pencemaran dan/atau kerusakan padasaat undang-undang ini ditetapkan, Pemerintahdan pemerintah daerah wajib mengalokasikananggaran untuk pemulihan lingkungan hidup.
Paragraf 11Analisis Risiko Lingkungan Hidup
Pasal 47(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak pentingterhadap lingkungan hidup, ancamanterhadap ekosistem dan kehidupan, dan/ataukesehatan dan keselamatan manusia wajibmelakukan analisis risiko lingkungan hidup.
(2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengkajian risiko;
b. pengelolaan risiko; dan/atau
c. komunikasi risiko.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risikolingkungan hidup diatur dalam PeraturanPemerintah.
Paragraf 12Audit Lingkungan Hidup
Pasal 48Pemerintah mendorong penanggung jawabusaha dan/atau kegiatan untuk melakukanaudit lingkungan hidup dalam rangkameningkatkan kinerja lingkungan hidup.
Pasal 49 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 32 -
Pasal 49
(1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidupkepada:
a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yangberisiko tinggi terhadap lingkungan hidup;dan/atau
b. penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan yang menunjukkan ketidaktaatanterhadap peraturan perundang-undangan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatanwajib melaksanakan audit lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadapkegiatan tertentu yang berisiko tinggidilakukan secara berkala.
Pasal 50
(1) Apabila penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan tidak melaksanakan kewajibansebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat(1), Menteri dapat melaksanakan ataumenugasi pihak ketiga yang independen untukmelaksanakan audit lingkungan hidup atasbeban biaya penanggung jawab usahadan/atau kegiatan yang bersangkutan.
(2) Menteri mengumumkan hasil audit lingkunganhidup.
Pasal 51
(1) Audit lingkungan hidup sebagaimanadimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup.
(2) Auditor lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) wajib memilikisertifikat kompetensi auditor lingkunganhidup.
(3) Kriteria . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 33 -
(3) Kriteria untuk memperoleh sertifikatkompetensi auditor lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada ayat (2)meliputi kemampuan:
a. memahami prinsip, metodologi, dan tatalaksana audit lingkungan hidup;
b. melakukan audit lingkungan hidup yangmeliputi tahapan perencanaan,pelaksanaan, pengambilan kesimpulan,dan pelaporan; dan
c. merumuskan rekomendasi langkahperbaikan sebagai tindak lanjut auditlingkungan hidup.
(4) Sertifikat kompetensi auditor lingkunganhidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)diterbitkan oleh lembaga sertifikasikompetensi auditor lingkungan hidupsesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Pasal 52Ketentuan lebih lanjut mengenai audit lingkunganhidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48sampai dengan Pasal 51 diatur dengan PeraturanMenteri.
Bagian Ketiga
Penanggulangan
Pasal 53
(1) Setiap orang yang melakukan pencemarandan/atau perusakan lingkungan hidup wajibmelakukan penanggulangan pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Penanggulangan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatanpencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 34 -
b. pengisolasian pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai denganperkembangan ilmu pengetahuan danteknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata carapenanggulangan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dalamPeraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pemulihan
Pasal 54
(1) Setiap orang yang melakukan pencemarandan/atau perusakan lingkungan hidupwajib melakukan pemulihan fungsilingkungan hidup.
(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran danpembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai denganperkembangan ilmu pengetahuan danteknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata carapemulihan fungsi lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaturdalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 55 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 35 -
Pasal 55
(1) Pemegang izin lingkungan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) wajibmenyediakan dana penjaminan untukpemulihan fungsi lingkungan hidup.
(2) Dana penjaminan disimpan di bankpemerintah yang ditunjuk oleh Menteri,gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
(3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikotasesuai dengan kewenangannya dapatmenetapkan pihak ketiga untuk melakukanpemulihan fungsi lingkungan hidup denganmenggunakan dana penjaminan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai danapenjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) sampai dengan ayat (3) diatur dalamPeraturan Pemerintah.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalianpencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13sampai dengan Pasal 55 diatur dalam PeraturanPemerintah.
BAB VI
PEMELIHARAAN
Pasal 57
(1) Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukanmelalui upaya:
a. konservasi sumber daya alam;
b. pencadangan sumber daya alam;dan/atau
c. pelestarian fungsi atmosfer.
(2) Konservasi . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 36 -
(2) Konservasi sumber daya alam sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a meliputikegiatan:
a. perlindungan sumber daya alam;
b. pengawetan sumber daya alam; dan
c. pemanfaatan secara lestari sumber dayaalam.
(3) Pencadangan sumber daya alam sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b merupakansumber daya alam yang tidak dapat dikeloladalam jangka waktu tertentu.
(4) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahaniklim;
b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan
c. upaya perlindungan terhadap hujan asam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasidan pencadangan sumber daya alam sertapelestarian fungsi atmosfer sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.
BAB VII
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
SERTA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Bagian Kesatu
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 58
(1) Setiap orang yang memasukkan ke dalamwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,menyimpan, memanfaatkan, membuang,mengolah, dan/atau menimbun B3 wajibmelakukan pengelolaan B3.
(2) Ketentuan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 37 -
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaanB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 59
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yangdihasilkannya.
(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalamPasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,pengelolaannya mengikuti ketentuanpengelolaan limbah B3.
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampumelakukan sendiri pengelolaan limbah B3,pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izindari Menteri, gubernur, atau bupati/walikotasesuai dengan kewenangannya.
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajibmencantumkan persyaratan lingkungan hidupyang harus dipenuhi dan kewajiban yangharus dipatuhi pengelola limbah B3 dalamizin.
(6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaanlimbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 38 -
Bagian Ketiga
Dumping
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumpinglimbah dan/atau bahan ke media lingkunganhidup tanpa izin.
Pasal 61
(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60hanya dapat dilakukan dengan izin dari Menteri,gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
(2) Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat(1) hanya dapat dilakukan di lokasi yangtelah ditentukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata caradan persyaratan dumping limbah ataubahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI
Pasal 62
(1) Pemerintah dan pemerintah daerahmengembangkan sistem informasi lingkunganhidup untuk mendukung pelaksanaan danpengembangan kebijakan perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup.
(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukansecara terpadu dan terkoordinasi dan wajibdipublikasikan kepada masyarakat.
(3) Sistem . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 39 -
(3) Sistem informasi lingkungan hidup palingsedikit memuat informasi mengenai statuslingkungan hidup, peta rawan lingkunganhidup, dan informasi lingkungan hidup lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sisteminformasi lingkungan hidup diatur denganPeraturan Menteri.
BAB IX
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 63
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup, Pemerintah bertugas danberwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional;
b. menetapkan norma, standar, prosedur,dan kriteria;
c. menetapkan dan melaksanakankebijakan mengenai RPPLH nasional;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai KLHS;
e. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai amdal dan UKL-UPL;
f. menyelenggarakan inventarisasi sumberdaya alam nasional dan emisi gas rumahkaca;
g. mengembangkan standar kerja sama;
h. mengoordinasikan dan melaksanakanpengendalian pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup;
i. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai sumber daya alam hayati dannonhayati, keanekaragaman hayati,sumber daya genetik, dan keamananhayati produk rekayasa genetik;
j. menetapkan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 40 -
j. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai pengendalian dampakperubahan iklim dan perlindungan lapisanozon;
k. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai B3, limbah, serta limbah B3;
l. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai perlindungan lingkungan laut;
m. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup lintas batasnegara;
n. melakukan pembinaan dan pengawasanterhadap pelaksanaan kebijakannasional, peraturan daerah, danperaturan kepala daerah;
o. melakukan pembinaan dan pengawasanketaatan penanggung jawab usahadan/atau kegiatan terhadap ketentuanperizinan lingkungan dan peraturanperundang-undangan;
p. mengembangkan dan menerapkaninstrumen lingkungan hidup;
q. mengoordinasikan dan memfasilitasikerja sama dan penyelesaianperselisihan antardaerah sertapenyelesaian sengketa;
r. mengembangkan dan melaksanakankebijakan pengelolaan pengaduanmasyarakat;
s. menetapkan standar pelayanan minimal;
t. menetapkan kebijakan mengenai tatacara pengakuan keberadaan masyarakathukum adat, kearifan lokal, dan hakmasyarakat hukum adat yang terkaitdengan perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup;
u. mengelola informasi lingkungan hidupnasional;
u. mengelola . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 41 -
v. mengoordinasikan, mengembangkan,dan menyosialisasikan pemanfaatanteknologi ramah lingkungan hidup;
w. memberikan pendidikan, pelatihan,pembinaan, dan penghargaan;
x. mengembangkan sarana dan standarlaboratorium lingkungan hidup;
y. menerbitkan izin lingkungan;
z. menetapkan wilayah ekoregion; dan
aa.melakukan penegakan hukumlingkungan hidup.
(2) Dalam perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup, pemerintah provinsibertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHStingkat provinsi;
c. menetapkan dan melaksanakankebijakan mengenai RPPLH provinsi;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumberdaya alam dan emisi gas rumah kaca padatingkat provinsi;
f. mengembangkan dan melaksanakankerja sama dan kemitraan;
g. mengoordinasikan dan melaksanakanpengendalian pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup lintaskabupaten/kota;
h. melakukan pembinaan dan pengawasanterhadap pelaksanaan kebijakan,peraturan daerah, dan peraturan kepaladaerah kabupaten/kota;
i. melakukan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 42 -
i. melakukan pembinaan dan pengawasanketaatan penanggung jawab usahadan/atau kegiatan terhadap ketentuanperizinan lingkungan dan peraturanperundang-undangan di bidangperlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup;
j. mengembangkan dan menerapkaninstrumen lingkungan hidup;
k. mengoordinasikan dan memfasilitasikerja sama dan penyelesaianperselisihan antarkabupaten/antarkotaserta penyelesaian sengketa;
l. melakukan pembinaan, bantuan teknis,dan pengawasan kepada kabupaten/kotadi bidang program dan kegiatan;
m. melaksanakan standar pelayananminimal;
n. menetapkan kebijakan mengenai tatacara pengakuan keberadaanmasyarakat hukum adat, kearifanlokal, dan hak masyarakat hukum adatyang terkait dengan perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup padatingkat provinsi;
o. mengelola informasi lingkungan hiduptingkat provinsi;
p. mengembangkan danmenyosialisasikan pemanfaatanteknologi ramah lingkungan hidup;
q. memberikan pendidikan, pelatihan,pembinaan, dan penghargaan;
r. menerbitkan izin lingkungan padatingkat provinsi; dan
s. melakukan penegakan hukumlingkungan hidup pada tingkatprovinsi.
(3) Dalam . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 43 -
(3) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup, pemerintah kabupaten/kota bertugas danberwenang:
a. menetapkan kebijakan tingkatkabupaten/kota;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHStingkat kabupaten/kota;
c. menetapkan dan melaksanakankebijakan mengenai RPPLHkabupaten/kota;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumberdaya alam dan emisi gas rumah kaca padatingkat kabupaten/kota;
f. mengembangkan dan melaksanakankerja sama dan kemitraan;
g. mengembangkan dan menerapkaninstrumen lingkungan hidup;
h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
i. melakukan pembinaan dan pengawasanketaatan penanggung jawab usahadan/atau kegiatan terhadap ketentuanperizinan lingkungan dan peraturanperundang-undangan;
j. melaksanakan standar pelayananminimal;
k. melaksanakan kebijakan mengenai tatacara pengakuan keberadaan masyarakathukum adat, kearifan lokal, dan hakmasyarakat hukum adat yang terkaitdengan perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup pada tingkatkabupaten/kota;
l. mengelola informasi lingkungan hiduptingkat kabupaten/kota;
m. mengembangkan dan melaksanakankebijakan sistem informasi lingkunganhidup tingkat kabupaten/kota;
n. memberikan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 44 -
n. memberikan pendidikan, pelatihan,pembinaan, dan penghargaan;
o. menerbitkan izin lingkungan padatingkat kabupaten/kota; dan
p. melakukan penegakan hukumlingkungan hidup pada tingkatkabupaten/kota.
Pasal 64
Tugas dan wewenang Pemerintah sebagaimanadimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dilaksanakandan/atau dikoordinasikan oleh Menteri.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 65
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidupyang baik dan sehat sebagai bagian dari hakasasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikanlingkungan hidup, akses informasi, aksespartisipasi, dan akses keadilan dalammemenuhi hak atas lingkungan hidup yangbaik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usuldan/atau keberatan terhadap rencana usahadan/atau kegiatan yang diperkirakan dapatmenimbulkan dampak terhadap lingkunganhidup.
(4) Setiap orang berhak untuk berperan dalamperlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
(5) Setiap . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 45 -
(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduanakibat dugaan pencemaran dan/atauperusakan lingkungan hidup.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata carapengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat(5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 66
Setiap orang yang memperjuangkan hak ataslingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapatdituntut secara pidana maupun digugat secaraperdata.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarianfungsi lingkungan hidup serta mengendalikanpencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/ataukegiatan berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait denganperlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup secara benar, akurat, terbuka, dantepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkunganhidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutulingkungan hidup dan/atau kriteria bakukerusakan lingkungan hidup.
Bagian Ketiga . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 46 -
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 69
(1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkanpencemaran dan/atau perusakanlingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurutperaturan perundang-undangan ke dalamwilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dariluar wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia ke media lingkungan hidupNegara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkunganhidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke medialingkungan hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik kemedia lingkungan hidup yangbertentangan dengan peraturanperundang-undangan atau izinlingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan caramembakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikatkompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu,menyesatkan, menghilangkan informasi,merusak informasi, atau memberikanketerangan yang tidak benar.
(2) Ketentuan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 47 -
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf h memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.
BAB XI
PERAN MASYARAKAT
Pasal 70
(1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatanyang sama dan seluas-luasnya untukberperan aktif dalam perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup.
(2) Peran masyarakat dapat berupa:
a. pengawasan sosial;
b. pemberian saran, pendapat, usul,keberatan, pengaduan; dan/atau
c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
(3) Peran masyarakat dilakukan untuk:
a. meningkatkan kepedulian dalamperlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup;
b. meningkatkan kemandirian, keberdayaanmasyarakat, dan kemitraan;
c. menumbuhkembangkan kemampuan dankepeloporan masyarakat;
d. menumbuhkembangkanketanggapsegeraan masyarakat untukmelakukan pengawasan sosial; dan
e. mengembangkan dan menjaga budaya dankearifan lokal dalam rangka pelestarianfungsi lingkungan hidup.
BAB XII . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 48 -
BAB XII
PENGAWASAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 71
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikotasesuai dengan kewenangannya wajibmelakukan pengawasan terhadap ketaatanpenanggung jawab usaha dan/atau kegiatanatas ketentuan yang ditetapkan dalamperaturan perundang-undangan di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikotadapat mendelegasikan kewenangannyadalam melakukan pengawasan kepadapejabat/instansi teknis yang bertanggungjawab di bidang perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri,gubernur, atau bupati/walikota menetapkanpejabat pengawas lingkungan hidup yangmerupakan pejabat fungsional.
Pasal 72
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya wajib melakukanpengawasan ketaatan penanggung jawab usahadan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.
Pasal 73
Menteri dapat melakukan pengawasan terhadapketaatan penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan olehpemerintah daerah jika Pemerintah menganggapterjadi pelanggaran yang serius di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
PASAL 74 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 49 -
Pasal 74
(1) Pejabat pengawas lingkungan hidupsebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat(3) berwenang:
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan;
c. membuat salinan dari dokumen dan/ataumembuat catatan yang diperlukan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. memotret;
f. membuat rekaman audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi dan/atau alattransportasi; dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabatpengawas lingkungan hidup dapat melakukankoordinasi dengan pejabat penyidik pegawainegeri sipil.
(3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatandilarang menghalangi pelaksanaan tugaspejabat pengawas lingkungan hidup.
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata carapengangkatan pejabat pengawas lingkungan hidupdan tata cara pelaksanaan pengawasansebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3),Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dalam PeraturanPemerintah.
Bagian Kedua . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 50 -
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 76
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikotamenerapkan sanksi administratif kepadapenanggung jawab usaha dan/atau kegiatanjika dalam pengawasan ditemukanpelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratifterhadap penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintahdaerah secara sengaja tidak menerapkan sanksiadministratif terhadap pelanggaran yang serius dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup.
Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalamPasal 76 tidak membebaskan penanggung jawabusaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawabpemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuanatau pencabutan izin lingkungan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf ddilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 51 -
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksuddalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian sementara kegiatanproduksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan airlimbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alatyang berpotensi menimbulkanpelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan;atau
g. tindakan lain yang bertujuan untukmenghentikan pelanggaran dantindakan memulihkan fungsilingkungan hidup.
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapatdijatuhkan tanpa didahului teguran apabilapelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagimanusia dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luasjika tidak segera dihentikan pencemarandan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagilingkungan hidup jika tidak segeradihentikan pencemaran dan/atauperusakannya.
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan yang tidak melaksanakan paksaanpemerintah dapat dikenai denda atas setiapketerlambatan pelaksanaan sanksi paksaanpemerintah.
Pasal 82 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 52 -
Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikotaberwenang untuk memaksa penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untukmelakukan pemulihan lingkungan hidupakibat pencemaran dan/atau perusakanlingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikotaberwenang atau dapat menunjuk pihak ketigauntuk melakukan pemulihan lingkunganhidup akibat pencemaran dan/atauperusakan lingkungan hidup yangdilakukannya atas beban biaya penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksiadministratif diatur dalam PeraturanPemerintah.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 84
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapatditempuh melalui pengadilan atau di luarpengadilan.
(2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkunganhidup dilakukan secara suka rela oleh parapihak yang bersengketa.
(3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapatditempuh apabila upaya penyelesaiansengketa di luar pengadilan yang dipilihdinyatakan tidak berhasil oleh salah satu ataupara pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 53 -
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 85
(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapaikesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemarandan/atau perusakan;
c. tindakan tertentu untuk menjamin tidakakan terulangnya pencemaran dan/atauperusakan; dan/atau
d. tindakan untuk mencegah timbulnyadampak negatif terhadap lingkunganhidup.
(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidakberlaku terhadap tindak pidana lingkunganhidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(3) Dalam penyelesaian sengketa lingkunganhidup di luar pengadilan dapat digunakanjasa mediator dan/atau arbiter untukmembantu menyelesaikan sengketalingkungan hidup.
Pasal 86
(1) Masyarakat dapat membentuk lembagapenyedia jasa penyelesaian sengketalingkungan hidup yang bersifat bebas dantidak berpihak.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah dapatmemfasilitasi pembentukan lembaga penyediajasa penyelesaian sengketa lingkungan hidupyang bersifat bebas dan tidak berpihak.
(3) Ketentuan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 54 -
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembagapenyedia jasa penyelesaian sengketalingkungan hidup diatur dengan PeraturanPemerintah.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Paragraf 1
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Pasal 87
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan yang melakukan perbuatanmelanggar hukum berupa pencemarandan/atau perusakan lingkungan hidup yangmenimbulkan kerugian pada orang lainatau lingkungan hidup wajib membayarganti rugi dan/atau melakukan tindakantertentu.
(2) Setiap orang yang melakukanpemindahtanganan, pengubahan sifat danbentuk usaha, dan/atau kegiatan darisuatu badan usaha yang melanggar hukumtidak melepaskan tanggung jawab hukumdan/atau kewajiban badan usaha tersebut.
(3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaranuang paksa terhadap setiap hariketerlambatan atas pelaksanaan putusanpengadilan.
(4) Besarnya uang paksa diputuskanberdasarkan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 55 -
Paragraf 2
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya,dan/atau kegiatannya menggunakan B3,menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3,dan/atau yang menimbulkan ancaman seriusterhadap lingkungan hidup bertanggung jawabmutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlupembuktian unsur kesalahan.
Paragraf 3
Tenggat Kedaluwarsa untuk Pengajuan Gugatan
Pasal 89
(1) Tenggat kedaluwarsa untuk mengajukangugatan ke pengadilan mengikuti tenggangwaktu sebagaimana diatur dalam ketentuanKitab Undang-Undang Hukum Perdata dandihitung sejak diketahui adanya pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup.
(2) Ketentuan mengenai tenggat kedaluwarsatidak berlaku terhadap pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup yangdiakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatanyang menggunakan dan/atau mengelola B3serta menghasilkan dan/atau mengelolalimbah B3.
Paragraf 4
Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Pasal 90
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerahyang bertanggung jawab di bidanglingkungan hidup berwenang mengajukangugatan ganti rugi dan tindakan tertentuterhadap usaha dan/atau kegiatan yangmenyebabkan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup yangmengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
(2) Ketentuan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 56 -
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugianlingkungan hidup sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Hak Gugat Masyarakat
Pasal 91
(1) Masyarakat berhak mengajukan gugatanperwakilan kelompok untuk kepentingandirinya sendiri dan/atau untuk kepentinganmasyarakat apabila mengalami kerugianakibat pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup.
(2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapatkesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum,serta jenis tuntutan di antara wakil kelompokdan anggota kelompoknya.
(3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakatdilaksanakan sesuai dengan peraturanperundang-undangan.
Paragraf 6
Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Pasal 92
(1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawabperlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup, organisasi lingkungan hidup berhakmengajukan gugatan untuk kepentinganpelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Hak mengajukan gugatan terbatas padatuntutan untuk melakukan tindakan tertentutanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biayaatau pengeluaran riil.
(3) Organisasi lingkungan hidup dapatmengajukan gugatan apabila memenuhipersyaratan:
a. berbentuk . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 57 -
a. berbentuk badan hukum;
b. menegaskan di dalam anggaran dasarnyabahwa organisasi tersebut didirikan untukkepentingan pelestarian fungsi lingkunganhidup; dan
c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuaidengan anggaran dasarnya paling singkat2 (dua) tahun.
Paragraf 7
Gugatan Administratif
Pasal 93
(1) Setiap orang dapat mengajukan gugatanterhadap keputusan tata usaha negaraapabila:
a. badan atau pejabat tata usaha negaramenerbitkan izin lingkungan kepada usahadan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapitidak dilengkapi dengan dokumen amdal;
b. badan atau pejabat tata usaha negaramenerbitkan izin lingkungan kepadakegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidakdilengkapi dengan dokumen UKL-UPL;dan/atau
c. badan atau pejabat tata usaha negarayang menerbitkan izin usaha dan/ataukegiatan yang tidak dilengkapi denganizin lingkungan.
(2) Tata cara pengajuan gugatan terhadapkeputusan tata usaha negara mengacupada Hukum Acara Peradilan Tata UsahaNegara.
BAB XIV . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 58 -
BAB XIV
PENYIDIKAN DAN PEMBUKTIAN
Bagian Kesatu
Penyidikan
Pasal 94
(1) Selain penyidik pejabat polisi Negara RepublikIndonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentudi lingkungan instansi pemerintah yanglingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup diberi wewenang sebagaipenyidik sebagaimana dimaksud dalamHukum Acara Pidana untuk melakukanpenyidikan tindak pidana lingkungan hidup.
(2) Penyidik pejabat pegawai negeri sipilberwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaranlaporan atau keterangan berkenaandengan tindak pidana di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup;
b. melakukan pemeriksaan terhadap setiaporang yang diduga melakukan tindakpidana di bidang perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup;
c. meminta keterangan dan bahan bukti darisetiap orang berkenaan dengan peristiwatindak pidana di bidang perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan,catatan, dan dokumen lain berkenaandengan tindak pidana di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup;
e. melakukan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 59 -
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentuyang diduga terdapat bahan bukti,pembukuan, catatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan terhadap bahan danbarang hasil pelanggaran yang dapatdijadikan bukti dalam perkara tindakpidana di bidang perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup;
g. meminta bantuan ahli dalam rangkapelaksanaan tugas penyidikan tindakpidana di bidang perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup;
h. menghentikan penyidikan;
i. memasuki tempat tertentu, memotret,dan/atau membuat rekaman audio visual;
j. melakukan penggeledahan terhadapbadan, pakaian, ruangan, dan/atautempat lain yang diduga merupakantempat dilakukannya tindak pidana;dan/atau
k. menangkap dan menahan pelaku tindakpidana.
(3) Dalam melakukan penangkapan danpenahanan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) huruf k, penyidik pejabat pegawai negerisipil berkoordinasi dengan penyidik pejabatpolisi Negara Republik Indonesia.
(4) Dalam hal penyidik pejabat pegawai negerisipil melakukan penyidikan, penyidik pejabatpegawai negeri sipil memberitahukan kepadapenyidik pejabat polisi Negara RepublikIndonesia dan penyidik pejabat polisi NegaraRepublik Indonesia memberikan bantuan gunakelancaran penyidikan.
(5) Penyidik pejabat pegawai negeri sipilmemberitahukan dimulainya penyidikankepada penuntut umum dengan tembusankepada penyidik pejabat polisi Negara RepublikIndonesia.
(6) Hasil . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 60 -
(6) Hasil penyidikan yang telah dilakukan olehpenyidik pegawai negeri sipil disampaikankepada penuntut umum.
Pasal 95
(1) Dalam rangka penegakan hukum terhadappelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapatdilakukan penegakan hukum terpadu antarapenyidik pegawai negeri sipil, kepolisian, dankejaksaan di bawah koordinasi Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaanpenegakan hukum terpadu diatur denganperaturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pembuktian
Pasal 96
Alat bukti yang sah dalam tuntutan tindakpidana lingkungan hidup terdiri atas:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa; dan/atau
f. alat bukti lain, termasuk alat bukti yangdiatur dalam peraturan perundang-undangan.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 97
Tindak pidana dalam undang-undang inimerupakan kejahatan.
Pasal 98 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 61 -
Pasal 98
(1) Setiap orang yang dengan sengajamelakukan perbuatan yang mengakibatkandilampauinya baku mutu udara ambien,baku mutu air, baku mutu air laut, ataukriteria baku kerusakan lingkungan hidup,dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10(sepuluh) tahun dan denda paling sedikitRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) danpaling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluhmiliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) mengakibatkan orang lukadan/atau bahaya kesehatan manusia,dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12(dua belas) tahun dan denda paling sedikitRp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (duabelas miliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) mengakibatkan orang lukaberat atau mati, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun danpaling lama 15 (lima belas) tahun dan dendapaling sedikit Rp5.000.000.000,00 (limamiliar rupiah) dan paling banyakRp15.000.000.000,00 (lima belas miliarrupiah).
Pasal 99
(1) Setiap orang yang karena kelalaiannyamengakibatkan dilampauinya baku mutuudara ambien, baku mutu air, baku mutuair laut, atau kriteria baku kerusakanlingkungan hidup, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun danpaling lama 3 (tiga) tahun dan denda palingsedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah) dan paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Apabila . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 62 -
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) mengakibatkan orang lukadan/atau bahaya kesehatan manusia,dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6(enam) tahun dan denda paling sedikitRp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) danpaling banyak Rp6.000.000.000,00 (enammiliar rupiah).
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) mengakibatkan orang lukaberat atau mati, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 3 (tiga) tahun danpaling lama 9 (sembilan) tahun dan dendapaling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tigamiliar rupiah) dan paling banyakRp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
Pasal 100
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu airlimbah, baku mutu emisi, atau baku mutugangguan dipidana, dengan pidana penjarapaling lama 3 (tiga) tahun dan denda palingbanyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliarrupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud padaayat (1) hanya dapat dikenakan apabilasanksi administratif yang telah dijatuhkantidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukanlebih dari satu kali.
Pasal 101
Setiap orang yang melepaskan dan/ataumengedarkan produk rekayasa genetik ke medialingkungan hidup yang bertentangan denganperaturan perundang-undangan atau izinlingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal69 ayat (1) huruf g, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan palinglama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) danpaling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliarrupiah).
Pasal 102 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 63 -
Pasal 102
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbahB3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)tahun dan denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 103
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dantidak melakukan pengelolaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahun dan palinglama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 104
Setiap orang yang melakukan dumping limbahdan/atau bahan ke media lingkungan hiduptanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal60, dipidana dengan pidana penjara paling lama3 (tiga) tahun dan denda paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 105
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalamwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)huruf c dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12(dua belas) tahun dan denda paling sedikitRp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) danpaling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belasmiliar rupiah).
Pasal 106 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 64 -
Pasal 106
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)huruf d, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan denda paling sedikitRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) danpaling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belasmiliar rupiah).
Pasal 107
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarangmenurut peraturan perundang–undangan ke dalamwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)huruf b, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan denda paling sedikitRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) danpaling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belasmiliar rupiah).
Pasal 108
Setiap orang yang melakukan pembakaranlahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikitRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) danpaling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluhmiliar rupiah).
Pasal 109 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 65 -
Pasal 109
Setiap orang yang melakukan usaha dan/ataukegiatan tanpa memiliki izin lingkungansebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dandenda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satumiliar rupiah) dan paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 110
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memilikisertifikat kompetensi penyusun amdalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)huruf i, dipidana dengan pidana penjara palinglama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 111
(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yangmenerbitkan izin lingkungan tanpadilengkapi dengan amdal atau UKL-UPLsebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat(1) dipidana dengan pidana penjara palinglama 3 (tiga) tahun dan denda palingbanyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliarrupiah).
(2) Pejabat pemberi izin usaha dan/ataukegiatan yang menerbitkan izin usahadan/atau kegiatan tanpa dilengkapi denganizin lingkungan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 40 ayat (1) dipidana denganpidana penjara paling lama 3 (tiga) tahundan denda paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 112 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 66 -
Pasal 112
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengajatidak melakukan pengawasan terhadap ketaatanpenanggung jawab usaha dan/atau kegiatanterhadap peraturan perundang-undangan danizin lingkungan sebagaimana dimaksud dalamPasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkanterjadinya pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan yang mengakibatkan hilangnyanyawa manusia, dipidana dengan pidanapenjara paling lama 1 (satu) tahun atau dendapaling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah).
Pasal 113
Setiap orang yang memberikan informasi palsu,menyesatkan, menghilangkan informasi,merusak informasi, atau memberikanketerangan yang tidak benar yang diperlukandalam kaitannya dengan pengawasan danpenegakan hukum yang berkaitan denganperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupsebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1)huruf j dipidana dengan pidana penjara palinglama 1 (satu) tahun dan denda paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatanyang tidak melaksanakan paksaan pemerintahdipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan denda paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 115
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,menghalang-halangi, atau menggagalkanpelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkunganhidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negerisipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun dan denda paling banyakRp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 116 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 67 -
Pasal 116
(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidupdilakukan oleh, untuk, atau atas nama badanusaha, tuntutan pidana dan sanksi pidanadijatuhkan kepada:
a. badan usaha; dan/atau
b. orang yang memberi perintah untukmelakukan tindak pidana tersebut atauorang yang bertindak sebagai pemimpinkegiatan dalam tindak pidana tersebut.
(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidupsebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan oleh orang, yang berdasarkanhubungan kerja atau berdasarkan hubunganlain yang bertindak dalam lingkup kerja badanusaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadappemberi perintah atau pemimpin dalam tindakpidana tersebut tanpa memperhatikan tindakpidana tersebut dilakukan secara sendiri ataubersama-sama.
Pasal 117
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberiperintah atau pemimpin tindak pidanasebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1)huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupapidana penjara dan denda diperberat dengansepertiga.
Pasal 118
Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksuddalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidanadijatuhkan kepada badan usaha yang diwakilioleh pengurus yang berwenang mewakili didalam dan di luar pengadilan sesuai denganperaturan perundang-undangan selaku pelakufungsional.
Pasal 119 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 68 -
Pasal 119
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang ini, terhadap badan usaha dapatdikenakan pidana tambahan atau tindakan tatatertib berupa:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh daritindak pidana;
b. penutupan seluruh atau sebagian tempatusaha dan/atau kegiatan;
c. perbaikan akibat tindak pidana;
d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikantanpa hak; dan/atau
e. penempatan perusahaan di bawahpengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 120
(1) Dalam melaksanakan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 119huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,jaksa berkoordinasi dengan instansi yangbertanggung jawab di bidang perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup untukmelaksanakan eksekusi.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 119 huruf e,Pemerintah berwenang untuk mengelolabadan usaha yang dijatuhi sanksipenempatan di bawah pengampuan untukmelaksanakan putusan pengadilan yangtelah berkekuatan hukum tetap.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 121
(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiapusaha dan/atau kegiatan yang telah memilikiizin usaha dan/atau kegiatan tetapi belummemiliki dokumen amdal wajib menyelesaikanaudit lingkungan hidup.
(2) Pada . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 69 -
(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiapusaha dan/atau kegiatan yang telah memilikiizin usaha dan/atau kegiatan tetapi belummemiliki UKL-UPL wajib membuat dokumenpengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 122
(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiappenyusun amdal wajib memiliki sertifikatkompetensi penyusun amdal.
(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini,dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiapauditor lingkungan hidup wajib memilikisertifikat kompetensi auditor lingkunganhidup.
Pasal 123
Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidupyang telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur,atau bupati/walikota sesuai dengankewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izinlingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejakUndang-Undang ini ditetapkan.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 124
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,semua peraturan perundang-undangan yangmerupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1997 Nomor 68, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor3699) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjangtidak bertentangan atau belum diganti denganperaturan yang baru berdasarkan Undang-Undangini.
Pasal 125 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 70 -
Pasal 125
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor68, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3699) dicabut dan dinyatakantidak berlaku.
Pasal 126
Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalamUndang-Undang ini ditetapkan paling lama 1(satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang inidiberlakukan.
Pasal 127
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.
Agar . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 71 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 3 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 3 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 140
Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undanganBidang Perekonomian dan Industri,
SETIO SAPTO NUGROHO
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
I. UMUM
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehatmerupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warganegara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, danseluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukanperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalampelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidupIndonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagirakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.
2. Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada posisi silangantara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dancuaca serta musim yang menghasilkan kondisi alam yang tingginilainya. Di samping itu Indonesia mempunyai garis pantaiterpanjang kedua di dunia dengan jumlah penduduk yang besar.Indonesia mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati dansumber daya alam yang melimpah. Kekayaan itu perlu dilindungidan dikelola dalam suatu sistem perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup yang terpadu dan terintegrasi antaralingkungan laut, darat, dan udara berdasarkan wawasanNusantara.
Indonesia juga berada pada posisi yang sangat rentan terhadapdampak perubahan iklim. Dampak tersebut meliputi turunnyaproduksi pangan, terganggunya ketersediaan air, tersebarnyahama dan penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknyapermukaan laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punahnyakeanekaragaman hayati.
Ketersedian . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 2 -
Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupunkualitas tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunanmembutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat.Kegiatan pembangunan juga mengandung risiko terjadinyapencemaran dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini dapatmengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan produktivitaslingkungan hidup menurun yang pada akhirnya menjadi bebansosial.
Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dilindungi dandikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara,asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaanlingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatanekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsipkehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, sertapengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifanlingkungan.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntutdikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatukebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuendari pusat sampai ke daerah.
3. Penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, danseimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagaikonsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau programpembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukanpelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuanpembangunan berkelanjutan.
Undang-Undang ini mewajibkan Pemerintah dan pemerintahdaerah untuk membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS)untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutantelah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatuwilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Denganperkataan lain, hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi kebijakan,rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan dayatampung sudah terlampaui, kebijakan, rencana, dan/atauprogram pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai denganrekomendasi KLHS dan segala usaha dan/atau kegiatan yangtelah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkunganhidup tidak diperbolehkan lagi.
4. Ilmu . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 3 -
4. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitashidup dan mengubah gaya hidup manusia. Pemakaian produkberbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah bahanberbahaya dan beracun. Hal itu menuntut dikembangkannyasistem pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil bagilingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusiaserta makhluk hidup lain.
Di samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagimasyarakat, industrialisasi juga menimbulkan dampak, antaralain, dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yangapabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapatmengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsunganhidup manusia serta makhluk hidup lain.
Dengan menyadari hal tersebut, bahan berbahaya dan beracunbeserta limbahnya perlu dilindungi dan dikelola dengan baik.Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas daribuangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayahIndonesia.
Menyadari potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagaikonsekuensi dari pembangunan, terus dikembangkan upayapengendalian dampak secara dini. Analisis mengenai dampaklingkungan (amdal) adalah salah satu perangkat preemtifpengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melaluipeningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunanamdal dengan mempersyaratkan lisensi bagi penilai amdal danditerapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen amdal, sertadengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidangamdal.
Amdal juga menjadi salah satu persyaratan utama dalammemperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelumdiperoleh izin usaha.
5. Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkunganhidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secaramaksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam halpencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi,perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yangefektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dankerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi.
Sehubungan . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satusistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupyang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastianhukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaansumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.
Undang-Undang ini juga mendayagunakan berbagai ketentuanhukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupunhukum pidana. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaiansengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dan di dalampengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalampengadilan meliputi gugatan perwakilan kelompok, hak gugatorganisasi lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melaluicara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera jugaakan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingantentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masadepan.
6. Penegakan hukum pidana dalam Undang-Undang inimemperkenalkan ancaman hukuman minimum di sampingmaksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaranbaku mutu, keterpaduan penegakan hukum pidana, danpengaturan tindak pidana korporasi. Penegakan hukum pidanalingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yangmewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upayaterakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasidianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium inihanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitupemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi,dan gangguan.
7. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalamUndang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelolapemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusandan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan danpenegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspektransparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
8. Selain . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 5 -
8. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur:
a. keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
b. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
c. penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
d. penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajianlingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutulingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkunganhidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup danupaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumenekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undanganberbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkunganhidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lainyang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi;
e. pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
f. pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g. kepastian dalam merespons dan mengantisipasiperkembangan lingkungan global;
h. penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi,akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup;
i. penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secaralebih jelas;
j. penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan
k. penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidupdan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.
9. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepadaMenteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahandi bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sertamelakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangatluas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yangtidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Oleh . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 6 -
Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerjaberdasarkan Undang-Undang ini tidak cukup hanya suatuorganisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasipelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasidengan portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasikebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selainitu, lembaga ini diharapkan juga mempunyai ruang lingkupwewenang untuk mengawasi sumber daya alam untukkepentingan konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugaspokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukunganpendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yangmemadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan danbelanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab negara” adalah:
a. negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akanmemberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraandan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupungenerasi masa depan.
b. negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yangbaik dan sehat.
c. negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup.
Huruf bYang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalahbahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadapgenerasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasidengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem danmemperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Huruf c . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 7 -
Huruf cYang dimaksud dengan “asas keserasian dan keseimbangan” adalahbahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagaiaspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindunganserta pelestarian ekosistem.
Huruf dYang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukanberbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait.
Huruf eYang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala usahadan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikandengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untukpeningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selarasdengan lingkungannya.
Huruf fYang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwaketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatankarena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologibukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkahmeminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Huruf gYang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa perlindungan danpengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secaraproporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintasgenerasi, maupun lintas gender.
Huruf hYang dimaksud dengan “asas ekoregion” adalah bahwa perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristiksumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakatsetempat, dan kearifan lokal.
Huruf i . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 8 -
Huruf iYang dimaksud dengan “asas keanekaragaman hayati” adalah bahwaperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikanupaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dankeberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber dayaalam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsurnonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.
Huruf jYang dimaksud dengan “asas pencemar membayar” adalah bahwasetiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannyamenimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajibmenanggung biaya pemulihan lingkungan.
Huruf kYang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap anggotamasyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilankeputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Huruf lYang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwadalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupharus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalamtata kehidupan masyarakat.
Huruf mYang dimaksud dengan “asas tata kelola pemerintahan yangbaik” adalah bahwa perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi,transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan.
Huruf nYang dimaksud dengan “asas otonomi daerah” adalahbahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur danmengurus sendiri urusan pemerintahan di bidangperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup denganmemperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalambingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 3 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 9 -
Pasal 3Cukup jelas.
Pasal 4Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6Cukup jelas.
Pasal 7Cukup jelas.
Pasal 8Cukup jelas.
Pasal 9Cukup jelas.
Pasal 10Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelas.
Huruf bCukup jelas.
Huruf cCukup jelas.
Huruf dKearifan lokal dalam ayat ini termasuk hak ulayatyang diakui oleh DPRD.
Huruf e . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.
Pasal 11Cukup jelas.
Pasal 12Cukup jelas.
Pasal 13Ayat (1)
Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidupyang dimaksud dalam ketentuan ini, antara lain pengendalian:
a. pencemaran air, udara, dan laut; dan
b. kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahaniklim.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 14Cukup jelas.
Pasal 15 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Pasal 15Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “wilayah” adalah ruang yangmerupakan kesatuan geografis beserta segenap unsurterkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkanaspek administrasi dan/atau aspek fungsional.
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelas.
Huruf bDampak dan/atau risiko lingkungan hidup yangdimaksud meliputi:a. perubahan iklim;b. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati;c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/ataukebakaran hutan dan lahan;
d. penurunan mutu dan kelimpahan sumber dayaalam;
e. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/ataulahan;
f. peningkatan jumlah penduduk miskin atauterancamnya keberlanjutan penghidupansekelompok masyarakat; dan/atau
g. peningkatan risiko terhadap kesehatan dankeselamatan manusia.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 16Cukup jelas.
Pasal 17Cukup jelas.
Pasal 18Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilakukan melalui dialog, diskusi, dankonsultasi publik.
Ayat (2) . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 19Cukup jelas.
Pasal 20Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Huruf a
Yang dimaksud dengan “baku mutu air” adalahukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,atau komponen yang ada atau harus ada,dan/atau unsur pencemar yang ditenggangkeberadaannya di dalam air.
Huruf bYang dimaksud dengan “baku mutu air limbah”adalah ukuran batas atau kadar polutan yangditenggang untuk dimasukkan ke media air .
Huruf cYang dimaksud dengan “baku mutu air laut” adalah ukuranbatas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponenyang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yangditenggang keberadaannya di dalam air laut.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “baku mutu udara ambien”adalah ukuran batas atau kadar zat, energi,dan/atau komponen yang seharusnya ada,dan/atau unsur pencemar yang ditenggangkeberadaannya dalam udara ambien.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “baku mutu emisi” adalahukuran batas atau kadar polutan yang ditengganguntuk dimasukkan ke media udara.
Huruf f . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Huruf f
Yang dimaksud dengan “baku mutu gangguan”adalah ukuran batas unsur pencemar yangditenggang keberadaannya yang meliputi unsurgetaran, kebisingan, dan kebauan.
Huruf gCukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.
Pasal 21Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Huruf a
Yang dimaksud dengan “produksi biomassa” adalahbentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanahuntuk menghasilkan biomassa.
Yang dimaksud dengan “kriteria baku kerusakantanah untuk produksi biomassa” adalah ukuranbatas perubahan sifat dasar tanah yang dapatditenggang berkaitan dengan kegiatan produksibiomassa.
Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksibiomassa mencakup lahan pertanian atau lahanbudi daya dan hutan.
Huruf b . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 14 -
Huruf bYang dimaksud dengan “kriteria baku kerusakanterumbu karang” adalah ukuran batas perubahanfisik dan/atau hayati terumbu karang yang dapatditenggang.
Huruf cYang dimaksud dengan “kerusakan lingkunganhidup yang berkaitan dengan kebakaran hutandan/atau lahan” adalah pengaruh perubahan padalingkungan hidup yang berupa kerusakan dan/ataupencemaran lingkungan hidup yang berkaitandengan kebakaran hutan dan/atau lahan yangdiakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Huruf gCukup jelas.
Huruf hCukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.
Pasal 22Cukup jelas.
Pasal 23Ayat (1)
Huruf aCukup jelas.
Huruf b . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Huruf bCukup jelas.
Huruf cCukup jelas.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fJasad renik dalam huruf ini termasuk produkrekayasa genetik.
Huruf gCukup jelas.
Huruf hCukup jelas.
Huruf iCukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 24Cukup jelas.
Pasal 25Huruf a
Cukup jelas.
Huruf bCukup jelas.
Huruf cCukup jelas.
Huruf dCukup jelas.
Huruf e . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 16 -
Huruf eCukup jelas.
Huruf fRencana pengelolaan dan pemantauan lingkunganhidup dimaksudkan untuk menghindari, meminimalkan,memitigasi, dan/atau mengompensasikan dampak suatuusaha dan/atau kegiatan.
Pasal 26Ayat (1)
Pelibatan masyarakat dilaksanakan dalam prosespengumuman dan konsultasi publik dalam rangkamenjaring saran dan tanggapan.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Pasal 27Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain lembagapenyusun amdal atau konsultan.
Pasal 28Cukup jelas.
Pasal 29Cukup jelas.
Pasal 30Cukup jelas.
Pasal 31 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 17 -
Pasal 31Cukup jelas.
Pasal 32Cukup jelas.
Pasal 33Cukup jelas.
Pasal 34Cukup jelas.
Pasal 35Cukup jelas.
Pasal 36Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Rekomendasi UKL-UPL dinilai oleh tim teknis instansilingkungan hidup.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Pasal 37Cukup jelas.
Pasal 38Cukup jelas.
Pasal 39 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 18 -
Pasal 39Ayat (1)
Pengumuman dalam Pasal ini merupakan pelaksanaan atasketerbukaan informasi. Pengumuman tersebutmemungkinkan peran serta masyarakat, khususnya yangbelum menggunakan kesempatan dalam prosedur keberatan,dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilankeputusan izin.
Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 40Ayat (1)
Yang dimaksud dengan izin usaha dan/atau kegiatan dalamayat ini termasuk izin yang disebut dengan nama lain sepertiizin operasi dan izin konstruksi.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Perubahan yang dimaksud dalam ayat ini, antara lain,karena kepemilikan beralih, perubahan teknologi,penambahan atau pengurangan kapasitas produksi,dan/atau lokasi usaha dan/atau kegiatan yang berpindahtempat.
Pasal 41Cukup jelas.
Pasal 42Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Huruf a
Yang dimaksud dengan “instrumen ekonomi dalamperencanaan pembangunan” adalah upaya internalisasiaspek lingkungan hidup ke dalam perencanaan danpenyelenggaraan pembangunan dan kegiatan ekonomi.
Huruf b . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 19 -
Huruf bYang dimaksud dengan “pendanaan lingkungan”adalah suatu sistem dan mekanisme penghimpunandan pengelolaan dana yang digunakan bagipembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup. Pendanaan lingkungan berasal dariberbagai sumber, misalnya pungutan, hibah, danlainnya.
Huruf cInsentif merupakan upaya memberikan dorongan ataudaya tarik secara moneter dan/atau nonmoneterkepada setiap orang ataupun Pemerintah danpemerintah daerah agar melakukan kegiatan yangberdampak positif pada cadangan sumber daya alamdan kualitas fungsi lingkungan hidup.
Disinsentif merupakan pengenaan beban atauancaman secara moneter dan/atau nonmoneterkepada setiap orang ataupun Pemerintah danpemerintah daerah agar mengurangi kegiatan yangberdampak negatif pada cadangan sumber daya alamdan kualitas fungsi lingkungan hidup.
Pasal 43Ayat (1)
Huruf aYang dimaksud dengan “neraca sumber daya alam”adalah gambaran mengenai cadangan sumber dayaalam dan perubahannya, baik dalam satuan fisikmaupun dalam nilai moneter.
Huruf bYang dimaksud dengan “produk domestik bruto”adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksioleh suatu negara pada periode tertentu.
Yang dimaksud dengan “produk domestik regionalbruto” adalah nilai semua barang dan jasa yangdiproduksi oleh suatu daerah pada periode tertentu.
Huruf c . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 20 -
Huruf cYang dimaksud dengan “mekanisme kompensasi/imbaljasa lingkungan hidup antardaerah” adalah cara-carakompensasi/imbal yang dilakukan oleh orang,masyarakat, dan/atau pemerintah daerah sebagaipemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasalingkungan hidup.
Huruf dYang dimaksud dengan “internalisasi biaya lingkunganhidup” adalah memasukkan biaya pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup dalamperhitungan biaya produksi atau biaya suatu usahadan/atau kegiatan.
Ayat (2)Huruf a
Yang dimaksud dengan “dana jaminan pemulihanlingkungan hidup” adalah dana yang disiapkan olehsuatu usaha dan/atau kegiatan untuk pemulihankualitas lingkungan hidup yang rusak karenakegiatannya.
Huruf bYang dimaksud dengan “dana penanggulangan” adalahdana yang digunakan untuk menanggulangipencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidupyang timbul akibat suatu usaha dan/atau kegiatan.
Huruf cYang dimaksud dengan “dana amanah/bantuan”adalah dana yang berasal dari sumber hibah dandonasi untuk kepentingan konservasi lingkunganhidup.
Ayat (3)Huruf a
Yang dimaksud dengan “pengadaan barang dan jasaramah lingkungan hidup” adalah pengadaaan yangmemprioritaskan barang dan jasa yang berlabel ramahlingkungan hidup.
Huruf b . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 21 -
Huruf bYang dimaksud dengan “pajak lingkungan hidup”adalah pungutan oleh Pemerintah dan pemerintahdaerah terhadap setiap orang yang memanfaatkansumber daya alam, seperti pajak pengambilan airbawah tanah, pajak bahan bakar minyak, dan pajaksarang burung walet.
Yang dimaksud dengan “retribusi lingkungan hidup”adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintahdaerah terhadap setiap orang yang memanfaatkansarana yang disiapkan pemerintah daerah sepertiretribusi pengolahan air limbah.
Yang dimaksud dengan “subsidi lingkungan hidup”adalah kemudahan atau pengurangan beban yangdiberikan kepada setiap orang yang kegiatannyaberdampak memperbaiki fungsi lingkungan hidup.
Huruf cYang dimaksud dengan “sistem lembaga keuanganramah lingkungan hidup” adalah sistem lembagakeuangan yang menerapkan persyaratan perlindungandan pengelolaan lingkungan hidup dalam kebijakanpembiayaan dan praktik sistem lembaga keuanganbank dan lembaga keuangan nonbank.
Yang dimaksud dengan “pasar modal ramahlingkungan hidup” adalah pasar modal yangmenerapkan persyaratan perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup bagi perusahaan yang masuk pasarmodal atau perusahaan terbuka, seperti penerapanpersyaratan audit lingkungan hidup bagi perusahaanyang akan menjual saham di pasar modal.
Huruf dYang dimaksud dengan “perdagangan izin pembuanganlimbah dan/atau emisi” adalah jual beli kuota limbahdan/atau emisi yang diizinkan untuk dibuang kemedia lingkungan hidup antarpenanggung jawab usahadan/atau kegiatan.
Huruf e . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 22 -
Huruf eYang dimaksud dengan “pembayaran jasa lingkunganhidup” adalah pembayaran/imbal yang diberikan olehpemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia jasalingkungan hidup.
Huruf fYang dimaksud dengan “asuransi lingkungan hidup”adalah asuransi yang memberikan perlindungan padasaat terjadi pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup.
Huruf gYang dimaksud dengan “sistem label ramah lingkunganhidup” adalah pemberian tanda atau label kepadaproduk-produk yang ramah lingkungan hidup.
Huruf hCukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 44Cukup jelas.
Pasal 45Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Kriteria kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup meliputi, antara lain, kinerja mempertahankankawasan koservasi dan penurunan tingkat pencemarandan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 46Cukup jelas.
Pasal 47 . . .Pasal 47
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 23 -
Ayat (1)Yang dimaksud dengan “analisis risiko lingkungan” adalahprosedur yang antara lain digunakan untuk mengkajipelepasan dan peredaran produk rekayasa genetik danpembersihan (clean up) limbah B3.
Ayat (2)Huruf a
Dalam ketentuan ini “pengkajian risiko” meliputiseluruh proses mulai dari identifikasi bahaya,penaksiran besarnya konsekuensi atau akibat, danpenaksiran kemungkinan munculnya dampak yangtidak diinginkan, baik terhadap keamanan dankesehatan manusia maupun lingkungan hidup.
Huruf bDalam ketentuan ini “pengelolaan risiko” meliputievaluasi risiko atau seleksi risiko yang memerlukanpengelolaan, identifikasi pilihan pengelolaan risiko,pemilihan tindakan untuk pengelolaan, danpengimplementasian tindakan yang dipilih.
Huruf cYang dimaksud dengan “komunikasi risiko” adalahproses interaktif dari pertukaran informasi danpendapat di antara individu, kelompok, dan institusiyang berkenaan dengan risiko.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 48Cukup jelas.
Pasal 49Ayat (1)
Huruf aYang dimaksud dengan “usaha dan/atau kegiatantertentu yang berisiko tinggi” adalah usaha dan/ataukegiatan yang jika terjadi kecelakaan dan/ataukeadaan darurat menimbulkan dampak yang besar danluas terhadap kesehatan manusia dan lingkunganhidup seperti petrokimia, kilang minyak dan gas bumi,serta pembangkit listrik tenaga nuklir.
Dokumen . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 24 -
Dokumen audit lingkungan hidup memuat:
a. informasi yang meliputi tujuan dan prosespelaksanaan audit;
b. temuan audit;
c. kesimpulan audit; dan
d. data dan informasi pendukung.
Huruf bCukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 50Cukup jelas.
Pasal 51Cukup jelas.
Pasal 52Cukup jelas.
Pasal 53Cukup jelas.
Pasal 54Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 25 -
Huruf bYang dimaksud dengan ”remediasi” adalah upayapemulihan pencemaran lingkungan hidup untukmemperbaiki mutu lingkungan hidup.
Huruf cYang dimaksud dengan ”rehabilitasi” adalah upayapemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, danmanfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahankerusakan lahan, memberikan perlindungan, danmemperbaiki ekosistem.
Huruf dYang dimaksud dengan ”restorasi” adalah upayapemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup ataubagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimanasemula.
Huruf eCukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 55Cukup jelas.
Pasal 56Cukup jelas.
Pasal 57Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemeliharaan lingkungan hidup”adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga pelestarianfungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunanatau kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan olehperbuatan manusia.
Huruf aKonservasi sumber daya alam meliputi, antara lain,konservasi sumber daya air, ekosistem hutan,ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahangambut, dan ekosistem karst.
Huruf b . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 26 -
Huruf bPencadangan sumber daya alam meliputi sumber dayaalam yang dapat dikelola dalam jangka panjang danwaktu tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Untuk melaksanakan pencadangan sumber daya alam,Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintahkabupaten/kota dan perseorangan dapat membangun:a. taman keanekaragaman hayati di luar kawasan
hutan;b. ruang terbuka hijau (RTH) paling sedikit 30% dari
luasan pulau/kepulauan; dan/atauc. menanam dan memelihara pohon di luar kawasan
hutan, khususnya tanaman langka.
Huruf cCukup jelas.
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelas.
Huruf bYang dimaksud dengan ”pengawetan sumber dayaalam” adalah upaya untuk menjaga keutuhan dankeaslian sumber daya alam beserta ekosistemnya.
Huruf cCukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Huruf a
Yang dimaksud dengan ”mitigasi perubahan iklim”adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalamupaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kacasebagai bentuk upaya penanggulangan dampakperubahan iklim.
Yang . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 27 -
Yang dimaksud dengan ”adaptasi perubahan iklim”adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkankemampuan dalam menyesuaikan diri terhadapperubahan iklim, termasuk keragaman iklim dankejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakanakibat perubahan iklim berkurang, peluang yangditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan,dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklimdapat diatasi.
Huruf bCukup jelas.
Huruf cCukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.
Pasal 58Ayat (1)
Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3 merupakan upaya untukmengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidupyang berupa terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup, mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untukmenimbulkan dampak negatif.
Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 59Ayat (1)
Pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yangmencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,pengangkutan, pemanfaatan, dan/atau pengolahan,termasuk penimbunan limbah B3.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan usaha yangmelakukan pengelolaan limbah B3 dan telah mendapatkanizin.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5) . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 28 -
Ayat (5)Cukup jelas.
Ayat (6)Cukup jelas.
Ayat (7)Cukup jelas.
Pasal 60Cukup jelas.
Pasal 61Cukup jelas.
Pasal 62Ayat (1)
Sistem informasi lingkungan hidup memuat, antara lain,keragaman karakter ekologis, sebaran penduduk, sebaranpotensi sumber daya alam, dan kearifan lokal.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Pasal 63Cukup jelas.
Pasal 64Cukup jelas.
Pasal 65Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 29 -
Ayat (2)Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logisdari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yangberlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkunganhidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalampengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang bagimasyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidupyang baik dan sehat. Informasi lingkungan hidup sebagaimana dimaksudpada ayat ini dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yangberkenaan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yangmenurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahuimasyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkunganhidup, laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baikpemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitaslingkungan hidup dan rencana tata ruang.
Ayat (3)Cukup jelas.
Ayat (4)Cukup jelas.
Ayat (5)Cukup jelas.
Ayat (6)Cukup jelas.
Pasal 66Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban dan/ataupelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemarandan/atau perusakan lingkungan hidup.
Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakanpembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau gugatanperdata dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan.
Pasal 67 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 30 -
Pasal 67Cukup jelas.
Pasal 68Cukup jelas.
Pasal 69Ayat (1)
Huruf aCukup jelas.
Huruf bB3 yang dilarang dalam ketentuan ini, antara lain,DDT, PCBs, dan dieldrin.
Huruf cLarangan dalam ketentuan ini dikecualikan bagi yangdiatur dalam peraturan perundang-undangan.
Huruf dYang dilarang dalam huruf ini termasuk impor.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fCukup jelas.
Huruf gCukup jelas.
Huruf hCukup jelas.
Huruf iCukup jelas.
Huruf jCukup jelas.
Ayat (2) . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 31 -
Ayat (2)Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalahmelakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanamanjenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagaipencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.
Pasal 70Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelas.
Huruf bPemberian saran dan pendapat dalam ketentuan initermasuk dalam penyusunan KLHS dan amdal.
Huruf cCukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Pasal 71Cukup jelas.
Pasal 72Cukup jelas.
Pasal 73Yang dimaksud dengan “pelanggaran yang serius” adalah tindakanmelanggar hukum yang mengakibatkan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup yang relatif besar dan menimbulkankeresahan masyarakat.
Pasal 74Cukup jelas.
Pasal 75 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 32 -
Pasal 75Cukup jelas.
Pasal 76Cukup jelas.
Pasal 77Cukup jelas.
Pasal 78Cukup jelas.
Pasal 79Cukup jelas.
Pasal 80Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Huruf a
Yang dimaksud dengan “ancaman yang sangat serius”adalah suatu keadaan yang berpotensi sangatmembahayakan keselamatan dan kesehatan banyakorang sehingga penanganannya tidak dapat ditunda.
Huruf bCukup jelas.
Huruf cCukup jelas.
Pasal 81Cukup jelas.
Pasal 82Cukup jelas.
Pasal 83 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 33 -
Pasal 83Cukup Jelas.
Pasal 84Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataanpara pihak yang bersengketa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinyaputusan yang berbeda mengenai satu sengketa lingkungan hidup untukmenjamin kepastian hukum.
Pasal 85Cukup jelas.
Pasal 86Cukup jelas.
Pasal 87Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini merupakan realisasi asas yang ada dalamhukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selaindiharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusaklingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukantindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehinggalimbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemarandan/atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 34 -
Ayat (3)Pembebanan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatanpelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentuadalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Ayat (4)Cukup jelas.
Pasal 88
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strictliability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan olehpihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi.Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatantentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnyanilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atauperusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkansampai batas tertentu.
Yang dimaksud dengan “sampai batas waktu tertentu” adalahjika menurut penetapan peraturan perundang-undanganditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatanyang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.
Pasal 89Cukup jelas.
Pasal 90
Ayat (1)Yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan hidup” adalahkerugian yang timbul akibat pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup yang bukan merupakan hakmilik privat.Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan danpenanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan sertapemulihan fungsi lingkungan hidup guna menjamin tidakakan terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadaplingkungan hidup.
Ayat (2)Cukup jelas.
Pasal 91 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 35 -
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92Cukup jelas.
Pasal 93Cukup jelas.
Pasal 94Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Yang dimaksud dengan koordinasi adalah tindakanberkonsultasi guna mendapatkan bantuan personil, sarana,dan prasarana yang dibutuhkan dalam penyidikan.
Ayat (4)Pemberitahuan dalam Pasal ini bukan merupakanpemberitahuan dimulainya penyidikan, melainkan untukmempertegas wujud koordinasi antara pejabat penyidikpegawai negeri sipil dan penyidik pejabat polisi NegaraRepublik Indonesia.
Ayat (5)Cukup jelas.
Ayat (6)Cukup jelas.
Pasal 95Cukup jelas.
Pasal 96Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 36 -
Huruf bCukup jelas.
Huruf cCukup jelas.
Huruf dCukup jelas.
Huruf eCukup jelas.
Huruf fYang dimaksud dengan alat bukti lain, meliputi,informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, ataudisimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atauyang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data,rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dandidengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpabantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas,benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekamsecara elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara ataugambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,tanda, angka, simbol, atau perporasi yang memilikimakna atau yang dapat dipahami atau dibaca.
Pasal 97Cukup jelas.
Pasal 98Cukup jelas.
Pasal 99Cukup jelas.
Pasal 100Cukup jelas.
Pasal 101Yang dimaksud dengan “melepaskan produk rekayasa genetik”adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan produkrekayasa genetik menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskansetelah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Yang . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 37 -
Yang dimaksud dengan “mengedarkan produk rekayasa genetik”adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangkapenyaluran komoditas produk rekayasa genetik kepadamasyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak.
Pasal 102Cukup jelas.
Pasal 103Cukup jelas.
Pasal 104Cukup jelas.
Pasal 105Cukup jelas.
Pasal 106Cukup jelas.
Pasal 107Cukup jelas.
Pasal 108Cukup jelas.
Pasal 109Cukup jelas.
Pasal 110Cukup jelas.
Pasal 111Cukup jelas.
Pasal 112Cukup jelas.
Pasal 113 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 38 -
Pasal 113Informasi palsu yang dimaksud dalam Pasal ini dapat berbentukdokumen atau keterangan lisan yang tidak sesuai dengan fakta-fakta yang senyatanya atau informasi yang tidak benar.
Pasal 114Cukup jelas.
Pasal 115Cukup jelas.
Pasal 116Cukup jelas.
Pasal 117Cukup jelas.
Pasal 118Yang dimaksud dengan pelaku fungsional dalam Pasal ini adalahbadan usaha dan badan hukum.
Tuntutan pidana dikenakan terhadap pemimpin badan usahadan badan hukum karena tindak pidana badan usaha dan badanhukum adalah tindak pidana fungsional sehingga pidanadikenakan dan sanksi dijatuhkan kepada mereka yangmemiliki kewenangan terhadap pelaku fisik dan menerimatindakan pelaku fisik tersebut.
Yang dimaksud dengan menerima tindakan dalam Pasal initermasuk menyetujui, membiarkan, atau tidak cukupmelakukan pengawasan terhadap tindakan pelaku fisik,dan/atau memiliki kebijakan yang memungkinkan terjadinyatindak pidana tersebut.
Pasal 119Cukup jelas.
Pasal 120Cukup jelas.
Pasal 121 . . .
PRESIDENREPUBLIK INDONESIA
- 39 -
Pasal 121Cukup jelas.
Pasal 122Cukup jelas.
Pasal 123Izin dalam ketentuan ini, misalnya, izin pengelolaan limbah B3, izinpembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah kesumber air.
Pasal 124Cukup jelas.
Pasal 125Cukup jelas.
Pasal 126Cukup jelas.
Pasal 127Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5059
DOKUMENTASI
Informan : H.E Kustaman, ST Jabatan : Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang (Mantan Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang Periode 2008-2016)
Informan : Ayi Syamsul Hidayat Jabatan : Kepala Seksi Pengawasan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Informan : Lili Amaliawati, ST Jabatan : Kepala Seksi Penanganan Kasus Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Informan : Wahyu Hidayat. YP, ST Jabatan : Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Informan : Ir.Yani Setyamaulida Jabatan : Kepala Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Informan : Fauzi Adi Wirotomo Jabatan : Estate Unit Head PT. Modern Industrial Estate (Pengelola Kawasan)
Informan : R.N Abdu Jabatan : Manajer Umum PT. Bahari Makmur Sejati
Informan : Atik Rohayati Jabatan : Manajer HRD & General Affair PT. Boo Young Indonesia
Informan : Apip Suparan Jabatan : Manajer HRD & General Affair PT. Sunjin HJ
Informan : Rosihin Jabatan : Tokoh Masyarakat Desa Cijeruk
Informan : Lia Purnamasari Jabatan : Masyarakat Kampung Sadang DesaBarengkok
Informan : H. Jainuddin Jabatan : Tokoh Masyarakat Desa Barengkok
Kawasan Industri Modern tampak dari depan pintu gerbang masuk kawasan
Kantor Pemasaran Kawasan Industri Modern selaku pengelola kawasan
Asap yang keluar dari salah satu inddustri di kawasan Modern
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Dyah Pratiwi
JenisKelamin : Perempuan
Tempat, tanggallahir : Tangerang, 28 Maret 1995
Kewarganegaraan : WNI
Status Perkawinan : BelumMenikah
Agama : Islam
AlamatLengkap : Jalan Mawar 1 Perumahan Cikande Permai Blok H3 No 2 RT 006 RW 001 Kelurahan Cikande Permai Kecamatan Cikande Kabupaten Serang Provinsi Banten
Email : dyah.pratiwi9528@gmail.com
RiwayatPendidikan Formal:
2001 – 2007 : SD NEGERI CIKANDE PERMAI
2007 – 2010 : PONPES DAAR EL-QOLAM PROGRAM EXCELLENT CLASS
2010 – 2013 : PONPES DAAR EL-QOLAM PROGRAM EXCELLENT CLASS
RiwayatOrganisasi
2008 – 2011 : Anggota Marching Band Nada Syiar Daar El-Qolam
2014 : Anggota Sub Bidang Seni Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
2014 : Anggota Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa (KOKESMA)
2015 : Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
2016 : Koordinator Departemen Kesekretariatan Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP