Post on 01-May-2022
PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT BERDASARKAN KARAKTERISTIK TENTANG PELAKSANAAN
DEVELOPMENTAL CARE PADA BBLR DI RSUD KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh :
ELI NURLELA
AK.216.013
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG 2019
LEMBARPENGESAHAN
JUDUL : PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT BERDASARKAN
KARAKTERISTIK. TENT ANG PELAKSANAAN
DEVELOPMENTAL CARE PADA BBLR DI RSUD KOTA
BANDUNG
NAMA : ELI NURLELA
NPM : AK.2.16.013
Skripsi ini telah dipertahankan dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan
Dewan Penguji Skripsi Program Studi Sarjana Keperawatan
Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana Bandung
Pada Tanggal 26 Maret 2019
Mengesahkan
Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana
Penguji I Penguji Il
S.Kp., M.KM Agus Mi'Raj D S.Pd.,S.Kep.,Ners.,M.Kes
Fakultas Keperawatan
S 8HAI(
, 1. ► r-, Dekan � .. +("
� 1,
- ,. I �"' UL " z z· / ::,
-, ·�---...i
' .,. t � . \ � ..,� ,._"f'
. �-, -1 .R.·Siti Jti.-ndiah, S.Kp.,M.Kep
,)Y.lPl�
ii
iv
ABSTRAK
Angka kejadian bayi BBLR/prematur terus meningkat di seluruh dunia dan masih menjadi penyebab tunggal dan terbesar kematian neonatal. Lebih dari satu juta meninggal karena berbagai komplikasi dan bayi yang selamat pun banyak mengalami masalah jangka panjang seperti gangguan perkembangan, kerusakan sensoris dan gangguan pertumbuhan. Untuk meminimalkan dampak dari proses perawatan dikembangkan metode asuhan keperawatan yang dikenal dengan developmental care.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap perawat berdasarkan karateristik tentang pelaksanaan Developmental care.
Jenis penelitian menggunakan metode deskriptif dengan populasi perawat yang terlibat di unit perawatan bayi dengan tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling sebanyak 57 orang. Instrumen berupa kuesioner terdiri dari pertanyaan pilihan ganda untuk variabel pengetahuan dan pernyataan dengan menggunakan skala Likert untuk variabel sikap, sebelum dipergunakan instrumen dilakukan uji validitas dan reabilitas terlebih dahulu. Analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan lebih dari setengah perawat yaitu 31 orang (54,4%) berpengetahuan cukup dan kurang dari setengahnya yaitu 23 orang (40,4 %) berpengetahuan baik. Lebih dari setengahnya yaitu 36 orang (56,1 %) tidak mendukung pelaksanaan developmental care. Dengan demikian, diperlukan pendidikan dan pelatihan tentang developmental care guna meningkatkan pengetahuan dan sikap perawat, serta SOP dalam pelaksanaannya.
Kata Kunci : BBLR, Developmental care, Pengetahuan, Sikap.
Daftar Pustaka : 25 Buku (2000-2011)
11 Jurnal (2013-2018)
2 Skripsi (2015)
1 Thesis (2011)
v
ABSTRACT
The incidence of low birth weight/premature infants continuous to increase throughout the world and is still the single and biggest cause of the neonatal death. More than million die from various complications and survivors also have many long-term problems such as developmental disorders, sensory damage and growth disorders. To minimize the impact of the care process developed a nursing care method know as Developmental Care.
This study aims to describe the nurses knowledge and attitudes based on the characteristics of the implementation of developmental care.
This type of research uses a descriptive method with a population of nurses involved in infant care units with purvosive sampling technique as many as 57 people. Instrument in the form of a questionnaire consisting of multiple choice for knowledge variables and questions using a Likert Scale for attitude. Before the instrument is used, validity and reability tests are conducted first. The analysis used in descriptive.
The result showed that more than half of nurses namely 31 people (54,4%) were sufficiently knowledgeable and less than half were 23 nurses (40,4%) have a good knowledge. More and half of them are 36 people (56,1%) do not support the implementation of developmental. Thus, education and training on developmental care is needed to improve nurses’ knowledge and attitudes and standard operating procedure (SOP) in their implementation.
Key Words : Attitudes, Developmental Care, Knowledge, Low Birth Weight Infant.
Reference : Book 25 (2000 – 2017)
Essay 2 (2015)
Journal 11 ( 2013-2018)
Thesis 1 (2011)
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan, kelancaran serta kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengetahuan dan
Sikap Perawat tentang Pelaksanaan Developmental Care berdasarkan karakteristik
pada BBLR di RSUD Kota Bandung” .
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sebagai bahan masukan yang bermanfaat demi perbaikan dan
peningkatan diri dalam bidang pengetahuan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar
– besarnya kepada Yth :
1. H. Mulyana SH., M.Pd, M.Kes sebagai ketua Yayasan Adhi Guna
Kencana Bandung.
2. R. Siti Jundiah,S.Kp.,M.Kep sebagai Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana Bandung.
3. Lia Nurlianawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep sebagai Ketua Program Studi
Sarjana Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.
4. Denni Fransiska H.M, SKp.,MKep sebagai Pembimbing I, terima kasih
telah bersedia meluangkan waktunya untuk saya, yang telah memberikan
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………… iii
ABSTRAK .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................... x
DAFTAR BAGAN ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….. . xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka ............................................................................. 10
2.1.1 Konsep Bayi BBLR……………………………………... . 10
2.1.2 Konsep Developmental Care............................................. 17
2.1.3 Konsep Pengetahuan…………………………………….. 25
2.1.4 Konsep Sikap……………………………………………. . 29
ix
2.2 Kerangka Konseptual .................................................................. 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 37
3.2 Paradigma Penelitian ................................................................... 37
3.3 Variabel Penelitian ...................................................................... 40
3.4 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ............................ 40
3.5 Populasi dan Sampel ................................................................... 42
3.6 Pengumpulan Data ...................................................................... 43
3.7 Langkah – langkah Penelitian ..................................................... 48
3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data ............................................. 49
3.9 Etika Penelitian ........................................................................... 53
3.10 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian………………………………………………… 55
4.2 Pembahasan……………………………………………………. 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………. . 69
5.2 Saran…………………………………………………………... . 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional……………………………………………… 41
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat……………………….. 55
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sikap Perawat………………………………. 56
Tabel 4.3 Tabulasi Silang Pengetahuan dan Karakteristik ……………….…. 57
Tabel 4.4 Tabulasi Silang Sikap dan Karakteristik …………………………. 58
xi
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Konsep……………………………………………. 36
Bagan 3.1 Kerangka Penelitian…………………………………………. 39
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 2 Surat Rekomendasi Uji Validitas dan Reabilitas Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bandung
Lampiran 3 Surat Rekomendasi Penelitian Kepala Badan Kesatuan bangsa dan Politik Kota Bandung
Lampiran 4 Surat Ijin melakukan Uji Validitas dan Reabilitas di RSKIA Astana Anyar Bandung
Lampiran 5 Surat Ijin Melakukan Penelitian di RSUD Kota Bandung
Lampiran 6 Catatan Bimbingan Skripsi
Lampiran 7 Lembar Oponen
Lampiran 8 Kisi – kisi Instrumen dan Instrumen Penelitian
Lampiran 9 Lembar Informed Consent
Lampiran 9 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
Lampiran 10 Rekapitulasi Hasil Penelitian
Lampiran 11 Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir,
rata – rata berat bayi normal adalah 3200 gr (usia gestasi 37-41 minggu).
Secara umum, berat badan lahir rendah dan bayi dengan berat badan
berlebih lebih besar risikonya untuk mengalami masalah. Masa gestasi juga
merupakan indikasi kesejahteraan bayi baru lahir karena semakin cukup
masa gestasi maka semakin baik kesejahteraan bayi ( Kosim, M Sholeh dkk,
2014).
Angka kelahiran bayi berat badan lahir rendah /prematur terus
meningkat di seluruh dunia. Pada tahun 2013 terdapat 15 % bayi ( lebih dari
20 juta jiwa ) lahir dengan berat badan bayi lahir rendah (UNICEF 2013).
Di seluruh dunia, kelahiran prematur masih menjadi penyebab tunggal dan
terbesar dari kematian neonatal. Lebih dari satu juta meninggal karena
berbagai komplikasi akibat lahir prematur. Bayi yang hidup selamat pun
banyak yang mengalami masalah jangka panjang seperti gangguan
perkembangan, kerusakan sensoris ( kehilangan pendengaran dan kerusakan
penglihatan ), dan gangguan pertumbuhan (Cloherty et al, 2012).
Di Indonesia, kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah masih
cukup tinggi. Data WHO mencatat Indonesia berada di peringkat Sembilan
dunia dengan presentasi BBLR lebih dari 15,5 % dari kelahiran bayi setiap
tahunnya. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menyatakan bahwa
presentase balita (0-59 bulan) dengan BBLR sebesar 10,2 % dari
2
keseluruhan balita di Indonesia. Di Jawa Barat jumlah kelahiran BBLR
sebanyak 2,1 % dari jumlah kelahiran hidup sebanyak 912.729 (18.997)
pada tahun 2012.
Hasil studi pendahuluan di RSUD Kota Bandung tercatat jumlah bayi
BBLR selama 3 tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Tahun 2015
jumlah bayi BBLR sebanyak 500 bayi, tahun 2016 sebanyak 576 bayi dan di
tahun 2017 meningkat sebanyak 648 bayi. BBLR juga menjadi penyebab
kematian tertinggi pada bayi di RSUD Kota Bandung.
Bayi BBLR merupakan bayi dengan berat badan kurang dari 2500
gram, bayi BBLR mungkin disebabkan oleh bayi kurang bulan (kehamilan
kurang dari 37 minggu), pertumbuhan janin terhambat atau keduanya. Ada
beberapa penyebab kelahiran bayi BBLR baik yang berasal dari faktor janin
maupun faktor maternal (PONEK, 2008).
Bayi dengan berat badan lahir rendah akan sangat rentan terhadap
berbagai risiko diantaranya yaitu ketidakstabilan suhu, kesulitan bernafas,
kelainan gastrointestinal dan nutrisi, imaturitas ginjal, imunologis, kelainan
neurologis, kelainan kardiovaskuler, kelainan hematologis dan gangguan
pada metabolisme (Kosim, M Sholeh, 2014). Pada umumnya bayi berat
badan lahir rendah yang dirawat di ruang perawatan intensif seperti ruang
perinatologi atau ruang NICU rentan terhadap stressor yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan (Ramachandran & Dutta,
2013 dalam Asmarawati, 2014). Bayi merespon berbagai jenis rangsang,
lingkungan dan aktivitas di ruang perawatan seringkali menimbulkan
rangsang tidak perlu dan berbahaya bagi bayi. Misalkan tingkat kebisingan
3
yang dihasilkan alat pemantau / monitor, alarm dan aktivitas unit yang
berhubungan dengan insiden perdarahan intrakranial terutama pada bayi
BBLR dan BBLSR (Wong, 2009).
Penelitian telah menunjukan bahwa bayi dengan berat badan lahir
rendah akan berdampak pada proses pertumbuhan dan perkembangan,
diantaranya tentang perkembangan kognitif usia 8 tahun pada bayi dengan
berat badan lahir rendah menunjukan bahwa bayi dengan berat badan lahir
rendah memiliki skor Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah secara
bermakna dibandingkan dengan bayi berat lahir normal (Mu et al dalam
Zubaidah, 2014). Penelitian Vieira dan Linhares (2011) menemukan bahwa
bayi yang dilahirkan prematur akan mengalami gangguan perkembangan
aspek kognitif, bahasa, motorik, perilaku , kecerdasan, emosional dan
ingatan pada usia prasekolah dan sekolah. Oleh karena itu diperlukan
asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah pada bayi
BBLR dan mencegah efek negatif pada pertumbuhan dan perkembangan
bayi.
Developmental Care pertama kali diperkenalkan oleh Als et al pada
tahun 1986, merupakan intervensi yang dirancang untuk meminimalkan
stress pada bayi yang di rawat di ruang perawatan intensif, dengan
mengontrol rangsang eksternal dengan cara mengurangi kebisingan,
mengurangi pencahayaan, minimal handling, pengelompokan tindakan
asuhan keperawatan, pengaturan posisi dan melibatkan peran orang tua
dalam perawatan yang bertujuan untuk menyediakan lingkungan perawatan
yang mendorong perkembangan bayi prematur dan sakit kritis untuk
4
meminimalkan potensi jangka pendek dan jangka panjang dari hospitalisasi.
Developmental care penting diterapkan karena seiring dengan
perkembangan perawatan bayi baru lahir dalam mengurangi angka
kematian pada bayi prematur, angka kecacatan cenderung naik. Bayi
prematur menghadapi kondisi kritis dalam menghadapi lingkungan yang
tidak menyenangkan dimana bayi rentan terhadap stress (Lucas, 2015).
Perawatan rutin pada bayi berakibat pada perubahan sirkulasi oksigen dalam
otak dan darah yang dapat berkontribusi pada peningkatan morbiditas pada
bayi, perawatan rutin tersebut diantaranya saat mengganti popok
(mengangkat kaki dan bokong bayi), saat pengisapan ETT, perubahan
posisi, pemeriksaan rutin dan pemberian minum. Developmental care
membantu meminimalisir gangguan tersebut (Cloherty, et al 2012). Perawat
yang bertugas di ruang perawatan bayi penting untuk memahami tentang
bayi BBLR, resiko yang dihadapi, memperhatikan apa yang dilakukan,
sehingga dalam proses perawatan tidak semakin memberikan dampak
negatif terhadap bayi.
Beberapa penelitian menunjukan manfaat yang besar pada neonatus
yang diberikan developmental care diantaranya menyatakan bahwa
developmental care dapat mengurangi lama rawat dan meningkatkan berat
badan bayi tidak hanya dapat meningkatkan perkembangan otak bayi tetapi
juga dapat mengurangi stress dan meningkatkan kepuasan keluarga dan
perawat (Browne dalam Zubaedah, 2014). Developmental care dapat
memfasilitasi perkembangan bayi berat badan lahir rendah melalui
keteraturan fungsi fisiologis dan pencapaian tidur tenang lebih banyak
5
(Idriansari, 2011). Manfaat developmental care pada BBLR sangat
membantu agar bayi dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal,
sehingga perlu diterapkan di ruang perawatan bayi.
Perawat memegang peranan penting dalam pemberian asuhan
perkembangan terhadap bayi dengan berat badan lahir rendah yang dirawat,
dengan melaksanakan proses keperawatan dari mulai pengkajian sampai
dengan evaluasi. Asuhan keperawatan pada bayi risiko tinggi mengharuskan
perawat untuk mampu mengidentifikasi tanda dan respon stress pada bayi
serta menentukan tujuan dan intervensi yang tepat (Cloherty et al, 2012),
sehingga diperlukan pengetahuan dan sikap yang baik dari petugas yang
terlibat dalam menangani bayi BBLR. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Zubaedah (2014) tentang hubungan pengetahuan dengan sikap perawat
dalam merawat bayi BBLR menunjukan 59,1 % perawat memiliki
pengetahuan yang baik mengenai tumbuh kembang dan 50 % perawat
memiliki perilaku positif dalam merawat bayi BBLR. Secara statistik
terdapat korelasi signifikan antara pengetahuan perawat dengan perilaku
merawat bayi BBLR (p=0,000), sehingga pengetahuan menjadi dasar yang
penting bagi perawat.
Di Indonesia penerapan developmental care telah dilakukan di beberapa
rumah sakit yaitu penelitian yang dilakukan oleh Herliana (2011) tentang
pengaruh developmental care terhadap nyeri akut pada bayi prematur yang
dilakukan tindakan invasif di RSU Tasikmalaya dan Ciamis menunjukan
adanya perbedaan yang signifikan pada respon nyeri akut sebelum dan
sesudah developmental care. Indriansari (2011) dalam penelitiannya tentang
6
pengaruh developmental care terhadap fungsi fisiologis dan perilaku tidur
terjaga bayi BBLR di RSUP Fatmawati menyatakan bahwa developmental
care dapat memfasilitasi pencapaian fase istirahat yang lebih baik (yang
ditandai dengan keteraturan fungsi fisiologis dan pencapaian perilaku tidur
tenang) , sehingga intervensi perlu diterapkan dalam perawatan BBLR di
ruang perawatan bayi, dimulai dengan menganalisa sejauh mana perawat
memahami tentang asuhan perkembangan, kemudian adanya pelatihan staf
hingga dapat diaplikasikan di ruangan.
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung merupakan rumah sakit
yang berada di wilayah timur kota Bandung, merupakan salah satu rumah
sakit rujukan yang sering merawat bayi dengan risiko tinggi. Terdapat 3
ruangan yang terlibat dalam merawat bayi dengan risiko tinggi, salah
satunya bayi BBLR yaitu ruang Melati, ruang Sakura Neo dan ruang NICU
bagi bayi yang membutuhkan perawatan intensif. Jumlah perawat di tiga
ruangan tersebut sebanyak 61 0rang. Berdasarkan wawancara terhadap 5
perawat yang bertugas di ruang perawatan bayi dan intensif di RSUD Kota
Bandung mengatakan bahwa mereka belum mengetahui tentang asuhan
perkembangan atau Developmental Care seperti pengaturan cahaya dan
kebisingan, mereka juga belum mendapatkan informasi khusus tentang
developmental care. Informasi tentang pelaksanaan developmental care
seperti nesting, minimal handling dan menutup inkubator diperoleh dari
hasil seminar perawat tentang bayi atau dari dokter yang kemudian
diterapkan di ruangan perawatan. Perawat yang pernah mengikuti seminar
tentang developmental care ada 1 orang, kemudian 2 orang pernah
7
mengikuti seminar tentang perawatan bayi sakit kritis dan di dalamnya
terdapat materi tentang developmental care. Namun belum ada perawat
yang secara khusus mendapatkan informasi tentang developmental care
karena pelatihan tersebut tidak selalu ada dan perawat yang mengikuti
pelatihan maupun seminar dilakukan secara bergantian.
Sebagian kegiatan asuhan yang sudah dilakukan yaitu penggunaan
nesting, diberlakukannya minimal handling, menutup inkubator dan
dilakukannya pengelompokan tindakan keperawatan dengan melakukan
tindakan-tindakan keperawatan dalam satu waktu, namun belum ada
protokol khusus tentang pencahayaan di ruangan, tingkat kebisingan yang
sesuai kebutuhan bayi prematur dan protokol meminimalkan nyeri pada bayi
premature. Pendekatan yang tidak tepat akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi prematur. Pendekatan metode
developmental care dalam pemberian asuhan yang komprehensif dan
terarah kepada bayi prematur diharapkan mampu memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi lebih baik. Asuhan
perkembangan sebenarnya telah dilakukan di ruangan namun belum
semuanya dapat diterapkan seperti untuk pengaturan pencahayaan dan
kebisingan baik itu yang berasal dari peralatan maupun staf di ruang
perawatan melalui percakapan dengan suara keras dan apapun yang dapat
menimbulkan suara di atas batas yang telah ditentukan.
Berdasarkan hal tersebut penting bagi seorang perawat untuk
memahami tentang bayi BBLR dan asuhan perkembangan agar dapat
memberikan pelayanan yang bermutu dan meminimalkan dampak negatif
8
terhadap bayi baik jangka pendek maupun di masa yang akan datang
sehingga bayi tidak hanya mampu bertahan hidup, tetapi juga mempunyai
kualitas hidup yang baik. Perawat harus mengetahui dan memahami prinsif
– prinsif dalam developmental care karena merupakan hal penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan. Ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi pengetahuan dan sikap perawat dalam pelaksanaan
developmental care seperti umur, pendidikan dan lama kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan dan sikap perawat berdasarkan
karakteristik tentang pelaksanaan Developmental Care bayi BBLR di
RSUD Kota Bandung?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan
sikap perawat berdasarkan karakteristik (umur, pendidikan dan
lama kerja) tentang pelaksanaan Developmental Care bayi BBLR
di RSUD Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengetahuan perawat berdasarkan karakteristik
(umur, pendidikan dan lama kerja) tentang pelaksanaan
developmental care pada bayi BBLR di RSUD Kota Bandung.
9
2. Mengetahui sikap perawat berdasarkan karakterisik (umur,
pendidikan dan lama kerja) tentang pelaksanaan developmental
Care pada bayi BBLR di RSUD Kota Bandung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan
mengembangkan ilmu pengetahuan keperawatan tentang
developmental care serta manfaat pelaksanaannya terhadap bayi
BBLR.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
institusi untuk dapat lebih meningkatkan kemampuan staf dalam
menerapkan developmental care di ruang perawatan bayi
khususnya bayi BBLR dengan mengadakan pelatihan-pelatihan
khusus tentang developmental care, diadakannya sarana
prasarana yang dapat mendukung pelaksanaan developmental
care serta dasar dalam pembuatan SOP.
b. Bagi Perawat
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi perawat dalam rangka meningkatkan ilmu
dan pengetahuannya tentang developmental care khususnya
pada bayi BBLR, sehingga perawat dapat memberikan
pelayanan terbaik bagi bayi BBLR.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Bayi Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR )
1) Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan
dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang usia gestasi (Kosim,
M Sholeh dkk, 2014). BBLR merupakan bayi yang lahir dengan
memiliki berat kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram.
Dalam penentuan bayi dengan berat badan lahir rendah terdapat beberapa
istilah yang perlu diketahui, seperti prematuritas murni dan dismatur.
Prematur merupakan bayi dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan berat badan sesuai dengan usia kehamilan. Dismatur merupakan
bayi yang lahir dengan berat badan seharusnya untuk usia kehamilan
(Hidayat, 2009).
Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi dengan berat
badan 2500 gram atau kurang pada saat lahir. Bayi BBLR ini dianggap
mengalami kecepatan pertumbuhan intrauterin kurang dari yang
diharapkan atau pemendekan usia gestasi .kelahiran preterm dan BBLR
umumnya terjadi bersamaan (Bobak , Lowdermilk & Jensen, 2005).
2) Etiologi
Penyebab terjadinya bayi BBLR menurut Ridha (2014) adalah:
11
a) Bayi dengan BBLR dilahirkan secara prematur, 50% kemungkinan
penyebabnya adalah kehamilan ganda, hidramnion, perdarahan
antepartum atau penyakit pada wanita hamil.
b) Bayi dengan Small for gestasional age (SGA) / kecil masa
kehamilan, kemungkinan disebabkan oleh kongenital, infeksi atau
adanya gangguan aliran darah ke janin.
Adapun penyebab terjadinya bayi dengan BBLR yang merupakan faktor
yang dapat menyebabkan kedua hal tersebut adalah:
a) Sosial ekonomi rendah
b) Merokok sewaktu hamil
c) Narkotik
d) Kurang gizi
e) Ibu pendek (tinggi < 150 cm)
f) Bahan-bahan teratogen
g) Gangguan metabolisme pada janin
3) Klasifikasi bayi BBLR
Menurut Ridha, H Nabil ( 2014 ) BBLR diklasifikasikan menjadi:
a) Cukup bulan (37-41 minggu), postterm (> 42 minggu) akan tetapi
memiliki berat badan < 2500 gr disebut kecil masa kehamilan
(KMK).
b) Kurang bulan (28 - < 37 minggu) dengan berat badan sesuai usia
kehamilan.
c) Kurang bulan (28 - < 37 minggu) dengan berat badan kurang dari
usia kehamilan bisa terjadi prematur murni + KMK
12
4) Masalah pada bayi BBLR
Masalah lebih sering dijumpai pada bayi kurang bulan dan BBLR
dibanding dengan bayi cukup bulan dan berat badan lahir normal.
Masalah pada bayi BBLR terutama kurang bulan merupakan konsekuensi
dari ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Hal ini perlu
diantisipasi pada saat neonatal untuk mengurangi stress fisik maupun
psikologis (Wong, 2008). Bayi dengan BBLR mempunyai
kecenderungan ke arah peningkatan infeksi dan mudah terserang
komplikasi. Adapun masalah-masalah tersebut menurut Kosim, M
Sholeh dkk (2014) , yaitu:
a) Ketidakstabilan suhu
Kesulitan mempertahankan suhu tubuh ini diakibatkan oleh
peningkatan hilangnya panas, kurangnya lemak subkutan, rasio luas
permukaan terhadap berat badan yang besar dan produksi panas
berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan menggigil.
b) Kesulitan pernafasan
Penyebabnya yaitu defisiensi surfaktan paru yang mengarah
pada penyakit membran hialin, risiko aspirasi akibat belum
terkoordinasinya refleks batuk, refleks menghisap dan refleks
menelan. Kesulitan pernafasan juga dikarenakan thorax yang dapat
menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah, selain itu juga
adanya pernafasan periodik dan apnea.
13
c) Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
Masalah dalam sistem ini adalah refleks isap dan menelan yang
kurang baik terutama untuk usia gestasi < 34 minggu, motilitas usus
menurun, pengosongan lambung tertunda, pencernaan dan absorpsi
vitamin yang larut dalam lemak burang, meningkatnya resiko EKN.
d) Imaturitas hati
Konyugasi dan ekskresi bilirubin terganggu serta defisiensi
faktor pembekuan yang bergantung pada vitamin K.
e) Imaturitas ginjal
Masalah yang sering terjadi yaitu ketidakseimbangan elektrolit,
misalnya hiponatremi atau hipernatremi, hiperkalsemia atau
glikosuria.
f) Imaturitas imunologis
Risiko infeksi pada bayi tinggi akibat tidak banyak transfer IgG
maternal melalui plasenta selama trimester ke tiga, fagositosis
terganggu dan penurunan faktor komplemen.
g) Kelainan neurologis
Masalah – masalah yang sering terjadi diantaranya refleks isap
dan telan yang imatur, penurunan motilitas usus, apnea dan
bradikardi berulang, pengaturan perfusi serebral yang buruk,
Hypoxic ischemi enchepalopathy ( HIE ), retinopati prematuritas dan
kejang
14
h) Kelainan kardiovaskuler
Patent ductus arteriosus (PDA) merupakan hal umum yang
ditemui pada bayi kurang bulan.
i) Kelainan hematologis
Terjadinya anemia, hiperbilirubinemia, Disseminated
intravascular coagulation (DIC), Hemorrhagic disease of the
newborn (HDN).
j) Metabolisme
Adanya hipokalsemia, hipoglikemia atau hiperglikemi.
Kelahiran prematur merupakan penyebab utama terjadinya
BBLR, oleh sebab itu sulit memisahkan masalah yang timbul akibat
kelahiran prematur dan masalah yang timbul karena BBLR. Semakin
rendah berat bayi ketika lahir , semakin tinggi risiko untuk mengalami
komplikasi.
5) Penatalaksanaan bayi BBLR
Dengan memperhatikan gambaran klinik dan berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi prematur dan BBLR maka
perawatan ditujukan pada pengaturan suhu, pemberian makanan bayi,
ikterus, pernafasan, hipoglikemi dan pencegahan infeksi (Maryunani &
Puspita, 2013).
a) Pengaturan suhu tubuh ( termoregulasi )
Termoregulasi merupakan keseimbangan antara kehilangan
panas dan produksi panas tubuh. Tujuan utamanya adalah
mengendalikan lingkungan untuk mempertahankan lingkungan suhu
15
netral dan meminimalkan pengeluaran energi. Neonatus berisiko
terkena hipotermi atau hipertermi karena mekanisme pengaturan
suhu yang tidak sempurna. Tindakan yang dapat dilakukan adalah
dengan mempertahankan suhu tubuh normal dengan merawat bayi
dalam inkubator, mempertahankan kestabilan kebutuhan oksigen
(Hidayat, 2009).
b) Pemberian makanan
Pada bayi BBLR pemberian makanan harus menghindari
kelelahan dan aspirasi. Pemberian makanan harus dengan hati – hati
dan sedikit demi sedikit. Jika bayi sehat, timbul gerakan pengisapan
dan tidak dalam kondisi distress, pemberian makanan oral dapat
diusahakan. Sebagian bayi dengan berat badan kurang dari 1500
gram memerlukan pemberian makanan melalui pipa karena tidak
mampu mengkoordinasikan pernafasan, pengisapan dan menelan.
Jika pemberian makanan oral untuk masa waktu yang lama tidak
memungkinkan, makanan intravena total dapat memberikan
makanan yang cukup, kalori, asam amino, elektrolit dan vitamin
untuk mempertahankan pertumbuhan pada bayi BBLR (Behrman et
al, 2000).
c) Pernafasan / Dukungan respirasi
Monitor status respirasi termasuk frekuensi dan pola
pernafasan bayi untuk menidentifikasi adanya tanda dan gejala dari
distress pernafasan (Klossner & Hatfield, 2006). Tujuan primer
dalam asuhan bayi dengan resiko tinggi adalah mencapai dan
16
mempertahankan respirasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan
kebutuhan dan penyakit bayi (Wong, 2009).
d) Pencegahan infeksi
Bayi prematur memiliki kerentanan terhadap infeksi, sehingga
mengharuskan petugas untuk melakukan tindakan pencegahan
seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah penanganan bayi,
mencegah kontaminasi udara dengan membatasi kontak orang yang
terinfeksi dengan lingkungan bayi (Behrman et al, 2000).
e) Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim
hatinya belum matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak
dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu. Icterus dapat
diperberat dengan polisitemia, memar hemoliasis dan infeksi karena
hiperbilirubinemia dapat menyebabkan kernikterus, maka warna
bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa jika ikterus muncul
dini atau lebih cepat berwarna coklat (Maryunani & Puspita, 2013).
f) Hipoglikemi
Hipoglikemi mungkin muncul pada bayi prematur sakit
dengan berat badan lahir rendah. Dengan demikian, harus
diantisipasi sebelum gejala timbul dengan pemeriksaan gula darah
(Maryunani & Puspita, 2013).
6) Peran perawat terhadap bayi BBLR
Perawat adalah salah satu anggota tim kesehatan yang bekerja
dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting seorang perawat
17
anak yaitu sebagai pembela, pendidik, konselor, koordinator, pembuat
keputusan etik, perencana kesehatan, pembina hubungan terapeutik,
evaluator dan peneliti (Supartini, Yupi 2014).
Perawat berada pada posisi kunci sebagai koordinator pelayanan
kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien. Perawat memegang
peranan penting dalam mempersiapkan orang tua agar mereka mampu
secara mandiri untuk merawat bayinya di rumah. Oleh sebab itu,
persiapan perawat di rumah sakit telah dilakukan melalui pelatihan dan
pendampingan agar mempunyai kemampuan agar memberikan asuhan
yang terbaik bagi bayi dan keluarganya. Perilaku perawat yang dapat
membantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan dasarnya adalah
dukungan emosional, pemberdayaan keluarga, kebijakan ruangan yang
memungkinkan orang tua hadir dan pendidikan kesehatan bagi orang tua
(Cleveland dalam Wanda, et al 2014).
Menurut Zubaedah 2014 perawat berperan penting dalam
meminimalisir pengaruh hospitalisasi pada bayi dengan berat badan lahir
rendah ( BBLR ), tapi banyak perawat yang belum memiliki pengetahuan
yang cukup mengenai asuhan perkembangan.
2.1.2 Konsep Asuhan Perkembangan ( Developmental Care )
1) Definisi
Developmental care merupakan asuhan yang memfasilitasi
perkembangan bayi melalui pengelolaan lingkungan perawatan dan
observasi perilaku sehingga bayi mendapatkan stimulus lingkungan yang
adekuat (Lissauer & Fanarrof, 2009, Megauire et al, 2009 dalam Utami,
18
2015). Developmental care merupakan intervensi yang dirancang untuk
meminimalkan stress pada bayi yang dirawat di ruang perawatan intensif
(Lucas, 2015). Asuhan ini bertujuan untuk mengenali kerentanan fisik,
psikologi dan emosional bagi bayi prematur atau bayi sakit.
Developmental care meliputi modifikasi lingkungan bagi bayi, belajar
untuk membaca dan merespon perilaku bayi untuk memenuhi kebutuhan
bayi (Horner, 2010). Tujuan dari penerapan developmental care adalah
untuk mendukung stabilitas sistem otonom, mengintervensi melalui
sistem motorik dan menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan
pengaturan diri (Cloherty et al, 2012).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
developmental care adalah suatu upaya modifikasi lingkungan dan
berespon terhadap perubahan perilaku bayi untuk meminimalkan efek
jangka pendek maupun jangka panjang terhadap bayi.
2) Tehnik dalam Developmental Care
Beberapa tehnik atau intervensi yang dapat dilakukan dalam upaya
mengelola lingkungan perawatan dalam Developmental Care yaitu
dengan mengontrol stimulus eksternal, melibatkan keluarga dalam
perawatan dan mengenali tanda dan gejala yang diberikan oleh bayi
(Lucas, 2015).
a) Mengontrol Stimulus Eksternal dilakukan dengan cara :
(1) Minimal handling dan pengelompokan tindakan
Minimal handling dilakukan dengan cara memberikan waktu
istirahat dan tidur bagi bayi tanpa adanya gangguan dari aktivitas
19
pengobatan, perawatan dan pemeriksaan lainnya dengan cara
sedikit mungkin memberikan penanganan pada bayi atau
memungkinkan penanganan bayi untuk beberapa tindakan dalam
satu waktu. Adapun tindakan minimal handling adalah tindakan
reposisi dan jadwal pemberian obat dalam periode waktu yang
bersamaan, meminimalisir tindakan membuka dan menutup
inkubator untuk hal yang tidak perlu, dan pemberian jam tenang
(Maguire et al, 2008, Hockenberry & Wilson, 2009).
(2) Pengaturan posisi dan penggunaan nesting
Tentukan posisi yang serupa dengan posisi intrauterin,
berikan batasan dengan menggunakan nesting yang berguna
untuk menghemat penggunaan energi dan menurunkan stres.
Posisikan bayi fleksi (meringkuk) dengan kedua tangan fleksi
kearah garis tengah tubuh, sedekat mungkin dengan wajah/mulut,
pinggul dan kedua lutut dalam posisi fleksi. Posisi yang
dianjurkan untuk bayi adalah posisi prone karena dapat
meningkatkan oksigenasi, memfasilitasi tidur yang tenang dan
meningkatkan kenyamanan. Posisi Supine tidak
direkomendasikan karena bayi lebih mudah terkejut, output kalori
lebih, dan tidur lebih sering terganggu (Indonesian pediatric
critical care, 2016).
Pemasangan nesting atau sarang yang mengelilingi bayi dan
posisi fleksi merupakan aspek lain dari asuhan perkembangan.
Nesting merupakan suatu alat yang digunakan pada bayi prematur
20
atau BBLR yang terbuat dari bahan flanil sesuai panjang badan
bayi untuk meminimalkan pergerakan bayi. Nesting sebagai salah
satu strategi untuk memfasilitasi dan mempertahankan posisi
normal fleksi. Nesting dapat menopang tubuh bayi dan juga
sekaligus memberi bayi tempat yang nyaman (Lissauer &
Panaroff, 2009 dalam Utami 2015).
Posisi fleksi bayi baru lahir diduga sebagai sistem pengaman
untuk mencegah kehilangan panas karena sikap ini mengurangi
pemajanan permukaan tubuh pada suhu lingkungan (Bobak dkk,
2005). Penggunaan nesting terbukti memberikan pengaruh
terhadap perubahan fisiologis dan perilaku bayi, nesting
mengurangi gerakan tiba – tiba yang dapat meningkatkan stress
pada bayi, nesting mencegah pelepasan panas pada bayi, juga
terdapat perbedaan signifikan pada nilai saturasi oksigen (Zen
Nurbaeti D, 2017). Langkah pembuatan nesting adalah sebagai
berikut (Lucas, 2015) :
1. Siapkan handuk atau kain bersih kemudian gulung seperti
huruf U.
2. Tambahkan handuk kedua, gulung sesuaikan dengan bayi.
3. Tutup dengan kain lembut kemudian selipkan.
4. Letakan bayi di dalam nesting.
(3) Mengurangi kebisingan
Kebisingan lingkungan perawatan berkontribusi terhadap
peningkatan hormon stress pada bayi BBLR, sehingga stretegi
21
Developmental care untuk menurunkan stress pada bayi yang
bersumber pada kebisingan ruang perawatan yaitu dengan
menggunakan penutup telinga, berbicara lembut saat berada dekat
dengan inkubator apalagi saat terbuka. Atur alarm dengan tepat
dan aman, kurangi volume telepon, jangan ada radio (bayi< 37
minggu), menutup pintu inkubator dengan perlahan, jangan
mengetuk atau memukul inkubator, dan mencegah bagian atas
inkubator sebagai tempat menulis atau area penyimpanan (Lucas,
2015). Pengukuran kebisingan suara dapat dapat dilakukan
dengan alat tertentu dan hendaknya menjadi Standar Operasional
tetap di rumah sakit dan dilakukan secara berkala. Tingkat
kebisingan yang direkomendasikan adalah < 55 dB.
(4) Pengaturan cahaya
Alasan untuk menjaga tidur bayi untuk meningkatkan
pertumbuhan dan mengurangi paparan cahaya yang tidak terbatas
untuk menjaga pupil bayi sampai bayi berusia 32 minggu.
Caranya dengan menggunakan penutup inkubator, untuk bayi <
32 minggu selama 24 jam, mulai 32 minggu bayi secara bertahap
terkena cahaya yaitu saat terjaga, selama kontak kulit dan saat
pemberian tindakan keperawatan (Lucas, 2015).
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai pengaruh
pemakaian penutup inkubator terhadap lama tidur tenang yang
dicapai oleh bayi prematur, yaitu terdapat hubungan yang positif
22
usia kronologis terhadap rerata lama tidur tenang (Westes, 2001
dalam Indriansari, 2011).
Intervensi yang dapat dilakukan dalam mendukung
developmental care diantaranya dengan memfasilitasi tidur
menciptakan suasana malam hari untuk meningkatkan pola tidur
bayi, yaitu dengan menutup inkubator dengan kain penutup.
(5) Lindungi bayi dari bau yang berbahaya
Dapat memberikan dampak negatif pada sensasi penciuman
dan rasa. Tindakan yang dapat dilakukan adalah hindari membuka
alcohol dan antiseptik dekat dengan bayi dan hindari penggunaan
farfum dengan aroma kuat (Lucas, 2015).
b) Melibatkan Orang Tua dalam Perawatan bayi
Merupakan bagian dari pengelolaan lingkungan, hal ini dapat
berupa kunjungan orang tua yang tidak dibatasi, skin to skin contact
atau yang dikenal juga dengan perawatan metoda kangguru. Dimana
keduanya sangat penting untuk mendukung proses adaptasi bayi dan
orangtua terhadap kehadiran dan penerimaan satu sama lain
(Maguire et al, 2008, Hockenberry & Wilson, 2009). Hal ini juga
dapat dilakukan dengan mendorong orangtua terlibat dalam
perawatan, bantu mengenali tanda yang diberikan bayi. (Lucas,
2015). Metode kangguru berpengaruh terhadap fungsi fisiologis bayi
prematur, yaitu terdapat perbedaan bermakna terhadap suhu, nilai
saturasi oksigen dan frekuensi jantung bayi dengan pelaksanaan
metode kangguru, selain itu juga pelaksanaan metode kangguru
23
meningkatkan kepercayaan ibu dalam merawat bayinya (Syamsu
FA, 2013).
Skin to skin contact (kangaroo care) memberikan dampak pada
ibu berupa meningkatkan kepercayaan diri ibu, meningkatkan
hubungan ibu bayi dan meningkatkan produksi asi. Dampak pada
bayi yaitu rasa nyeri dan stress lebih sedikit, meningkatkan self –
regulation (kemampuan bayi untuk mendapat, mempertahankan,
memperoleh kembali keseimbangan dan relaksasi) serta
memfasilitasi pertumbuhan dan maturasi (Indonesian Pediatric
Critical care, 2016).
c) Kenali tanda dan Isyarat dari bayi
Perawat selayaknya memiliki kemampuan dalam mengenali
perilaku bayi karena merupakan dasar pemberian asuhan
perkembangan. Sehingga pada akhirnya dapat memberikan
perawatan yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu bayi.
Perubahan dalam keseimbangan fisiologis, tingkat kewaspadaan,
aktivitas motorik dan perhatian merupakan petunjuk yang dapat
digunakan perawat untuk menilai kemampuan bayi beradaptasi
terhadap suatu kondisi. Beberapa contoh perilaku yang dapat diamati
oleh perawat dari bayi yang mengidentifikasikan stress pada bayi
yaitu punggung melengkung ke belakang, mengerutkan kening, jari
tangan dan kaki menyebar, menyodorkan kaki dan tangan di udara,
berpaling, cegukan, perubahan mendadak dari denyut jantung dan
24
pernafasan, kaku, cemberut, dan gerakan melambaikan tangan
(Lucas, 2015).
Intervensi dapat dilakukan setelah kita mengenali beberapa
perilaku yang diberikan bayi, diantaranya pengaturan posisi nyaman
untuk bayi dengan penggunaan nesting atau membedong bayi,
dukung periode istirahat bayi dan kurangi gangguan saat tidur,
minimalisir stress, posisi tidur dengan tangan mendekati wajah atau
mulut ( Cloherty et al, 2012 ).
Strategi pelaksanaan developmental care dilakukan saat pemberian
tindakan pada bayi dapat memberikan perasaan aman, menghemat energi
dan bayi lebih tahan terhadap stres. Hal ini dilakukan dengan cara
berbicara lembut dengan bayi saat akan melakukan tindakan, menyentuh
bayi dengan yakin dan lembut, menyentuh tangan atau jari, menyilangkan
tangan melewati garis tengah dan memposisikan bayi dengan kedua kaki
fleksi, membalikan tubuh bayi dengan lembut dan perlahan.
3) Dampak Developmental Care
a) Mengurangi lama rawat dan meningkatkan berat badan bayi.
b) Mengurangi stres dan nyeri pada bayi.
c) Meningkatkan kepuasan keluarga dan perawat.
d) Menjaga stabilitas fungsi fisiologis bayi.
e) Mengurangi resiko perdarahan intraventrikular.
f) Skin to skin contact meningkatkan kedekatan antara ibu dan bayi.
g) Memfasilitasi pertumbuhan dan maturasi bayi.
h) Meningkatkan perkembangan otak.
25
2.1.3 Konsep Pengetahuan
1) Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil “ tahu “ dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terhadap objek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2012). Pada
waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian
besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran
(telinga) dan indra penglihatan (mata).
2) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dalam ranah kognitif mempunyai 6 tingkatan
(Notoatmodjo, 2012), yaitu :
a) Tahu ( Know )
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik
dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari adalah menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
26
b) Memahami ( Comprehention )
Memahami artinya sebagai kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat
menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah faham
terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu
objek yang dipelajari.
c) Aplikasi ( Application )
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi ataupun kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi di sini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau menggunakan hukum –
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain. Misalkan dapat menggunakan rumus statistik
dalam perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip
problem solving dalam pemecahan masalah.
d) Analisis ( Analysis )
Kemampuan untuk menyatakan materi suatu objek kedalam
komponen – komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Indikasi bahwa
seseorang sudah sampai pada tingkat analisa adalah apabila orang
tersebut sudah dapat membedakan atau memisahkan,
mengelompokan membuat diagram ( bagan ) terhadap pengetahuan
atas bbjek tersebut.
27
e) Sintesis ( Syntesis )
Menunjukan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suetu teori atau rumusan yang telah ada.
f) Evaluasi ( Evaluation )
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma – norma yang
berlaku di masyarakat.
3) Cara memperoleh Pengetahuan
a) Cara kuno untuk mendapatkan pengetahuan
Terdiri dari cara coba salah yaitu dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila
kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba kemungkinan lain
sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Selanjutnya adalah cara
kekuasaan atau otoritas yang dapat berupa pemimpin-pemimpin
masyarakat baik formal maupun informal. Terakhir yaitu
berdasarkan pengalaman pribadi dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi di masa lalu.
28
b) Cara modern dalam mendapatkan pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular
disebut metodologi penelitian.
4) Proses Perilaku “Tahu” menurut Rogers (1974)
a) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian
dan tertarik pada stimulus.
c) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan
mempertimbangan baik buruknya tindakan terhadap stimulus
tersebut terhadap dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik.
d) Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.
e) Adaptation (adaptasi), perubahan terhadap sesuatu yang baru
setelah ada uji coba dan merasakan manfaatnya.
5) Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
a) Faktor Internal
Faktor internal terdiri dari pendidikan, pekerjaan, umur. Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-ciata tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan ini diperlukan
untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang
kesehatan. makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah
29
menerima informasi. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan juga
termasuk umur. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan dan faktor budaya.
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Sistem sosial
budaya yang ada di masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap
dalam menerima informasi.
6) Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui
dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu:
a) Baik : 76 % - 100 %
b) Cukup : 56 % - 75 %
c) Kurang : < 56 %
2.1.3 Konsep Sikap
1) Pengertian
Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam komponen
sosiopsikologis yang mempengaruhi perilaku manusia, karena
merupakan kecenderungan bertindak dan berpersepsi. Menurut
Thurstone dkk sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan
mendukung atau memihak (Favorable) maupun perasaan tidak
30
mendukung atau memihak (Unfavorable) pada objek tersebut. Sikap
juga merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo dalam Wawan, 2010).
Sedangkan menurut Heri Purwanto dalam Wawan (2010) sikap adalah
pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak sesuai objek tadi.
2) Karakteristik Sikap
Sikap merupakan kecenderungan berfikir, berpersepsi dan
bertindak. Sikap merupakan kesiapan tatanan saraf (neural setting)
sebelum memberikan respon konkret. Beberapa karakter sikap yaitu
sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi, sikap relatif lebih
menetap dibanding emosi dan fikiran, sikap mengandung aspek
penilaian atau evaluatif terhadap objek.
3) Komponen sikap
Menurut Azwar S (2016) struktur sikap terdiri dari 3 komponen
yang saling mendukung yaitu komponen kognitif yang berisi
kepercayaan individu mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar
bagi objek sikap, komponen ini berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan atau keyakinan. Kepercayaan dapat terus berkembang.
Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain dan kebutuhan
emosional kita sendiri merupakan determinan dalam pembentukan
kepercayaan. Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang
berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, merupakan olah fikiran
31
manusia atau seseorang terhadap kondisi eksternal atau stimulus yang
menghasilkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2014).
Komponen afektif yang merupakan perasaan yang menyangkut
aspek emosional, menyangkut rasa senang dan tidak senang terhadap
objek sikap. dan komponen konatif yang merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki
seseorang. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukan bahwa
komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat
dilihat secara tidak langsung saja, akan tetapi meliputi pola bentuk
perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh
seseorang ( Azwar, 2016).
4) Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2014) seperti halnya pengetahuan, sikap
juga mempunyai tingkatan-tingkatan berdasarkan intensitasnya sebagai
berikut:
a) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberiksn (objek).
b) Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c) Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang
positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya
32
dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespon.
d) Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan
atau ada resiko lain.
5) Sifat sikap
Heri Purwanto dalam Wawan (2010) menyatakan bahwa sikap
dapat bersifat positif dimana kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi dan mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sifat negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan
tidak menyukai objek tertentu.
6) Ciri-ciri sikap
Ciri-ciri sikap menurut Heri Purwanto dalam wawan (2010)
bahwa sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan dalam hubungan dengan objeknya.
Sikap dapat berubah-ubah, sikap tidak berdiri sendiri dan sikap
mempunyai segi – segi motivasi dan segi-segi perasaan.
7) Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
a) Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Apa yang telah dan
33
sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Middlebrook 1974
dalam Azwar 2016 mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman
sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan
membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan komponen sosial yang ikut
mempengaruhi sikap. Umumnya individu cenderung memiliki
sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang lain yang
dianggap penting. Diantara orang yang biasanya dianggap penting
yaitu orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman
sebaya, teman dekat, guru dll. Pembentukan sikap yang
dikarenakan orang penting juga terdapat pada hubungan atasan
bawahan.
c) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari,
kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap
berbagai masalah.
d) Media massa
Sebagai sarana komuikasi, berbagai bentuk media massa
mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan
kepercayaan orang. Media massa membawa pesan yang berisi
sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
34
informasi baru mengenai sesuatu hal dapat memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga ini mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap
dikarenakan keduanya meletakan dasar pengertian dan konsep
moral dalam diri individu.
f) Faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap dtentukan oleh situasi lingkungan atau
pengalaman pribadi, kadang juga didasari oleh emosional. Namun,
sikap demikian sikap tersebut merupakan sikap yang sementara.
Suatu contoh sikap yang didasari emosional adalah prasangka.
Prasangka seringkali merupakan bentuk negatif yang didasari oleh
kelainan kepribadian pada orang – orang yang sangat frustasi.
Sikap positif terhadap nilai – nilai kesehatan tidak selalu terwujud
dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan,
misalnya sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada
situasi saat itu, sikap akan diikuti atau tidak diikuti akan tindakan yang
mengacu pada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti
oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya
pengalaman orang lain, dan nilai yang berlaku di masyarakat.
8) Cara pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan
seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang enyatakan
sesuatu tetang objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap
35
berisi kalimat yang mendukung atau favorable dan kalimat yang tidak
mendukung ataupun kontra atau disebut unfavourable. Suatu skala
sikap sedapat mungkin seimbang antara pernyataan mendukung dan
tidak mendukung ( Azwar dalam Wawan, 2010 ).
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana
pendapat/pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan pernyataan – pernyataan hipotesis
kemudian ditanyakan pendapat responden melaui kuesioner
(Notoatmodjo dalam Wawan, 2010).
Pengukuran sikap bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa
bentuk skala seperti skala Thurstone, skala Likert, multidimensional
scaling, pengukuran terselubung dan masih ada beberapa contoh yang
lain.
Skala Likert merupakan salah satu tehnik dalam pengukuran sikap,
merupakan alternatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan skala
Thurstone. Skala ini terdiri dari 4 point (Sangat setuju, Setuju, Tidak
setuju dan Sangat tidak setuju). Semua item favorable dirubah nilainya
dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 4 sedangkan untuk
yang sangat tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk item yang
unfavorable nilai skala sangat setuju adalah 1 sedangkan untuk yang
sangat tidak setuju nilainya 4.
36
2.2 Kerangka Konseptual
Bagan 2.1 Kerangka konsep developmental Care
Sumber ( Kosim, M Soleh 2014, Lucas 2015 )
BBLR PERAWAT
- PENGETAHUAN
- SIKAP
- PERILAKU PERMASALAHAN
- KETIDAKSTABILAN SUHU - KESULITAN PERNAFASAN - GANGGUAN GASTROINTESTINAL DAN NUTRISI - IMATURITAS HATI - IMATURITAS GINJAL - IMATURITAS IMUNOLOGI
PERAWATAN PERINATOLOGI DAN NICU
STRESS DEVELOPMENTAL CARE
- MODIFIKASI LINGKUNGAN - PARTISIPASI KELUARGA - KENALI TANDA DARI BAYI
PERAN PERAWAT