Post on 15-Apr-2016
1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pencemaran udara adalah suatu substansi fisik, kimia, atau biologi
di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia,
hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau
merusak properti. Pencemaran udara pada saat ini sudah mencapai tingkat
yang mengkhawatirkan, karena perkembangan dunia industri yang begitu
pesat sejak awal revolusi industri pada abad ke-17, ditambah semakin
meningkatnya populasi manusia, menjadikan potensi pencemaran udara
semakin meningkat pula. Untuk pencemaran udara di Indonesia sudah
sangat mengkhawatirkan, sifat konsumtif masyarakat Indonesia yang
menjadikan kasus pencemaran udara di Indonesia tergolong tinggi.
Pencemaran asap dari kendaraan bermotor, kegiatan industri, dan illegal
logging adalah sumber utama pencemaran udara di Indonesia.
Secara umum, terdapat dua sumber pencemaran udara, yang
pertama, pencemaran akibat sumber alamiah (natural sources), seperti
letusan gunung berapi, gas alam beracun, kebakaran hutan akibat
kekeringan panjang dan sebagainya. Kedua, sumber pencemar yang berasal
dari kegiatan manusia (anthropogenic sources), seperti yang berasal dari
transportasi, emisi pabrik, dan lain-lain. Di dunia, dikenal 6 jenis parameter
pencemar udara utama yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic
sources), yaitu Karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida
nitrogen (NOx), partikulat, hidrokarbon (HC), dan oksida fotokimia,
termasuk ozon. Dampak dari parameter pencemar udara tersebut adalah
menyebabkan penurunan kualitas udara yang dapat mengganggu
kenyamanan, kesehatan dan dapat mengganggu keseimbangan iklim global.
Di Indonesia, kendaraan bermotor merupakan sumber utama polusi
udara di perkotaan. Menurut World Bank, dalam kurun waktu 6 tahun sejak
1995 hingga 2001 terdapat pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia sebesar hampir 100%. Sebagian besar kendaraan bermotor itu
menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat dari perawatan yang
kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas
2
kurang baik. Sebagai contoh daerah dengan tingkat pencemaran udara yang
tinggi di Indonesia adalah Jakarta. Dari hasil studi World Bank pada tahun
1994 menunjukkan bahwa kendaraan di Jakarta memberikan kontribusi
timbal 100%, SPM10 42%, hidrokarbon 89%, nitrogen oksida 64% dan
hampir seluruh karbon monoksida sehingga World Bank menempatkan
Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi
setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City.
Hasil kajian yang dilakukan oleh World Bank, menemukan dampak
ekonomi akibat pencemaran udara di Indonesia sebesar Rp 1,8 trilyun yang
pada 2015 akan mencapai Rp 4,3 trilyun. Hal ini, menurut Gunawan tahun
1997, dengan metode wawancara yang dilakukan di kota Bandung dan
Surabaya, menyimpulkan bahwa setiap orang di Indonesia mengeluarkan
biaya kesehatan rata-rata Rp. 30.000 /orang /tahun akibat pencemaran udara
dan diproyeksikan pengeluaran untuk biaya kesehatan tersebut akan
semakin meningkat.
Memperhatikan kondisi di atas maka perlu dilakukan program
pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara di daerah perkotaan.
Sebagai langkah awal dapat dilakukan kegiatan monitoring untuk
mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran udara diperkotaan sehingga
dapat menentukan prioritas pengelolaan dan pengendalian yang harus
dilakukan. Kegiatan monitoring yang dilakukan lebih diutamakan kepada
pencemaran udara akibat kendaraan bermotor, terhadap parameter-
parameter : nitrogen oksida (Sox), ozon (O3), partikulat (SPM10) dengan
ukuran 10 mikron, dan total hidrokarbon (HC) serta kondisi lalu lintas.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penulisan dalam pembuatan makalah ini adalah :
2.1 Apa sajakah jenis- jenis zat pencemar udara partikulat?
2.2 Apa yang menjadi sumber pencemar partikulat dan bagaimana pola
penyebaran pencemar partikulat?
2.3 Bagaimana dampak pencemar partikulat terhadap makhluk hidup dan
lingkungan?
2.4 Bagaimana cara pengendalian pencemar udara partikulat?
3
3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dalam pembuatan makalah ini adalah :
3.1 Mengetahui jenis-jenis zat pencemar udara partikulat
3.2 Mengetahui sumber dan pola penyebaran pencemar partikulat
3.3 Memahami dampak pencemar partikulat terhadap makhluk hidup dan
lingkungan
3.4 Mengetahui cara pengendalian pencemar udara partikulat
4
PEMBAHASAN
1. Pengertian Partikulat
Partikulat merupakan partikel dalam bentuk padat/liquid yang tersuspensi
dalam gas dengan diameter antara 0,0002-500 µm. Umumnya partikel terbentuk di
atmosfer melalui proses kondensasi atau transformasi dari gas-gas yang teremisi
seperti sulfur dioksida. Partikulat mempunyai ukuran yang mikroskopis atau
submikroskopis tetapi lebih besar dari dimensi molekul (Seinfield 1975).
Partikulat termasuk sumber pencemar udara yang utama karena keadaanya
tidak terlihat secara nyata dan terus berada pada atmosfer untuk waktu yang cukup
lama. Dampak negatif dari bahan-bahan ini biasanya berupa gangguan pada bahan-
bahan bangunan, tanaman, hewan serta manusia. Partikel memiliki level toleransi
paling rendah sebesar 375 µg/m3 dari empat konsentrasi polutan lainnya dan
toksisitas relatif tertinggi sebesar 106,7. Polutan yang paling berbahaya bagi
kesehatan adalah partikel, diikuti berturut – turut NOx, SOx, Hidrokarbon dan
karbonmonoksida.
Tabel 1 Konsentrasi Polutan di udara
Polutan Level Toleransi
Toksisitas relatif Ppm μg/m3
CO 32 40000 1
HC 19300 2.07
SOx 0.5 1430 28
Nox 0.25 514 77.8
Partikel 375 106.7
Sumber : Bobcock (1971)
2. Sumber Pencemar Partikulat
Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami dan
antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung berapi,
kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan dan lain sebagainya.
Pencemaran akibat antropogenik (kegiatan manusia) secara kuantitatif sering lebih
besar, misalnya sumber pencemar akibat aktivitas transportasi, industri,
5
persampahan baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran dan rumah
tangga.
Berbagai proses alami, mengakibatkan penyebaran partikel di atmosfer,
misalnya letusan volkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas
manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk
partikel–partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses
peleburan baja dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari
batu arang. Sumber partikel yang utama yaitu pembakaran bahan bakar dari
sumbernya, dikuti oleh proses-proses industri.
3. Jenis, Bentuk dan Sifat Partikel
Ukuran partikel dengan diameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan
dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan.
Partikel yang berukuran diameter diantara 1 – 10 mikron biasanya termasuk tanah,
debu, dan produk – produk pembakaran dari industri lokal dan pada tempat–tempat
tertentu juga terdapat garam laut. Partikel yang mempunyai diameter antara
0,1 – 1 mikron berasal dari sumber–sumber kebakaran. Berbagai jenis polutan
partikel dan bentuk–bentuknya yang terdapat di udara dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini :
Tabel 2 Bentuk Partikel Pencemar Udara
Komponen Bentuk
Karbon
Besi Fe2O3,
Fe3O4 Magnesium MgO
Kalsium CaO
Aluminium Al2O3
Sulfur SO2
Titanium TiO2
Karbonat CO3
Silikon SiO2
Fosfor P2O5
Kalium K2O
Natrium Na2O
Sifat fisis partikel yang penting adalah ukurannya, yang diameternya
berkisar antara 0,0002 mikron sampai sekitar 500 mikron. Pada kisaran tersebut
6
partikel mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik
sampai beberapa bulan. Umur partikel tersebut dipengaruhi oleh kecepetan
pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan densitas partikel serta aliran udara.
Sifat partikel lainnya yang penting adalah kemampuannya sebagai tempat
adsorbsi secara fisik atau kimia. Sifat lainnya adalah sifat optiknya. Partikel yang
mempunyai diameter kurang dari 0,1 mikron berukuran sedemikian kecilnya
dibandingkan dengan panjang gelombang sinar, sehingga partikel–partikel tersebut
mempengaruhi sinar seperti halnya molekul-molekul dan menyebabkan refraksi.
Demikian sebaliknya, untuk partikel yang ukurannya lebih dari satu mikron. Sifat
optik ini penting dalam menentukan pengaruh partikel atmosfer terhadap radiasi
dan visibilitas solar dan energi.
4. Pengaruh Partikulat terhadap Lingkungan
4.1 Pengaruh terhadap tanaman dan hewan
Pengaruh partikel terhadap tanaman terutama adalah dalam bentuk debu.
Debu–debu tersebut jika bergabung dengan uap air atau air hujan akan membentuk
kerak yang tebal pada permukaan daun dan tidak dapat tercuci dengan air hujan
kecuali digosok. Lapisan kerak tersebut akan menganggu proses fotosintesis pada
tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari dan mencegah pertukaran
CO2 dengan atmosfer, akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terganggu. Bahaya
lain yang ditimbulkan dari pengumpulan partikel pada tanaman adalah
kemungkinan bahwa partikel tersebut mengandung komponen kimia yang
berbahaya bagi hewan yang memakan tanaman tersebut.
4.2 Pengaruh terhadap manusia.
Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan.
Oleh karena itu, pengaruh yang merugikan terjadi pada sistem pernafasan. Faktor
yang berpengaruh terhadap sistem pernafasan adalah ukuran partikel, karena
ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel kedalam sistem
pernafasan.
Sistem pernafasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah
masuknya pertikel – pertikel, baik berbentuk padat maupun cair kedalam paru –
paru, misalnya bulu hidung akan mencegah masuknya partikel yang berukuran
7
besar, sedang yang ukuran lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran mukosa
yang terdapat di sepanjang sistem pernafasan dan merupakan tempat pertikel
menempel. Partikel yang mempunyai diameter lebih besar dari 5,0 mikron akan
berhenti dan terkumpul terutama didalam hidung dan tenggorokan. Partikel yang
berukuran 0,5 – 5,0 mikron dapat terkumpul di dalam paru-paru sampai pada
bronchioli dan hanya sebagian kecil yang sampai pada alveoli. Partikel yang
kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal didalam alveoli.
Partikel – partikel yang masuk dan tertinggal didalam paru-paru berbahaya
bagi kesehatan karena partikel tersebut berpotensi beracun karena sifat–sifat kimia
dan fisiknya. Partikel tersebut bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi tertinggal di
dalam saluran pernafasan. Partikel–partikel tersebut juga dapat membawa molekul–
molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi,
sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian
paru-paru yang sensitif.
4.3 Pengaruh terhadap bahan-bahan lain
Partikel – partikel yang terdapat di udara dapat mengakibatkan berbagai
kerusakan pada berbagai bahan. Jenis dan tingkat kerusakan yang dihasilkan oleh
partikel dipengaruhi oleh komposisi kimia dan sifat fisik partikel tersebut.
Partikel yang terdapat di atmosfer berpengaruh terhadap jumlah dan jenis
radiasi solar yang dapat mencapai permukaan bumi. Pengaruh ini disebabkan oleh
penyebaran dan absorbsi sinar oleh partikel. Salah satu pengaruh utama yaitu
penurunan visibilitas. Jumlah polutan partikel bervariasi dengan musim atau iklim.
Pada musim salju dan gugur, sistem pemanas di dalam rumah – rumah dan gedung
meningkat sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih tinggi yang mengakibatkan
terbentuknya lebih banyak partikel. Pada Tabel 3 dibawah ini dapat dilihat partikel-
partikel logam yang berbahaya bagi kesehatan.
Tabel 3 Daftar Partikel yang berbahaya
Elemen Sumber Pengaruhnya terhadap
kesehatan
Nikel
Minyak diesel, minyak residu,
batu arang, asap tembakau, bahan
Kanker paru ( sebagai
karbonil )
8
kimia dan katalis, baja dan loga
lain
Berilium
batu karang, industri tenaga
nuklier
Keracunan akut, dan kronis ,
kanker
Boron
batu arang, bahan pembersih,
kedokteran, industri gelas dan
industri lain
tidak beracun kecuali dalam
bentuk boron
Germanium
batu arang, bahan pembersih,
kedokteran, industri gelas dan
industri lain keracunan ringan
Arsenik
batu arang, petrolium, detergent,
pestisida Kemungkinan kanker
Selenium batu arang, sulfur
Karang gigi, karsinogenik
pada tikus , penting pada
mamalia pada dosis rendah
Titrium batu arang, petrolium Karsinogenik terhadap tikus
jika kontak dalam waktu lama Merkuri Batu arang , baterai elektrik ,
industri lain .
kerusakan syaraf dan
kematian Vanadium Petroleum , kimia dan katalis ,
baja dan logam
tidak berbahaya pada
konsentrasi yang pernah ada
Kadmium
Batu arang, peleburan zink, pipa
air , asap tembakau
penyakit jantung dan
hipertensi pada manusia,
menganggu metabolisme zink
dan tembaga
Antomoni industri memperpendek umur tikus
Timbal
Buangan mobil (dari bensin) , cat
(sebelum 1948 )
kerusakan otak, konvulasi,
gangguan tingkah laku
kematian
Sumber : Anonim (1971)
5. Pengendalian pencemaran partikulat
Pengendalian pencemaran partikulat perlu dilakukan untuk memininimalisir
dampak negatif yang ditimbulkan akibat pencemar partikulat. Pengendalian
pencemaran partikulat dilakukan melalui beberapa langkah.
9
Langkah pertama dalam pengendalian pencemaran udara adalah dengan
melakukan pengkajian/identifikasi mengenal macam sumber, model dan pola
penyebaran serta pengaruhnya / dampaknya. Sumber pencemaran udara yang sering
dikenal dengan sumber emisi adalah tempat dimana pencemaran udara mulai
dipancarkan ke udara. Model dan pola penyebaran dapat diperkirakan melalui studi
mengenai kondisi fisik sumber (tinggi cerobong, bentuk, lubang pengeluaran dan
besarnya emisi) , kondisi awal kualitas udara setempat (latar belakang), kondisi
meteorologi, dan topografi. Studi dampak pencemaran udara dilakukan terhadap
kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan , material, estetika dan terhadap
kemungkinan adanya perubahan iklim setempat (lokal) maupun regional.
Langkah selanjutnya adalah mengetahui dan mengkomunikasikan tentang
pentingnya pengelolaan pencemaran udara dengan mempertimbangkan keadaan
sosial lingkungannya, yang behubungan dengan demografi , kondisi sosial
ekonomi, sosial budaya, dan psikologis serta, pertimbangan ekonomi. Pengendalian
pencemaran juga memerlukan dukungan politik, baik dari segi hukum, peraturan,
kebijakan maupun administrasi untuk melindungi pelaksanaan pemantauan,
pengendalian dan pengawasan.
Pengendalian pencemaran partikulat dapat dilakukan dengan cara teknis dan
non teknis. Cara teknis misalnya menggunakan teknologi, sedangkan cara non
teknis misalnya menggunakan peraturan hukum. Upaya ini dapat dilakukan melalui
Penelitian dan pemantauan.
5.1 Pengendalian Non-Teknis
Pengendalian dengan cara non teknis misalnya dengan hukum, peraturan
perundang-undangan, peraturan pemerintah, penetapan ISPU (indeks standar
pencemar udara), penetapan baku mutu emisi, penetapan baku mutu udara ambien,
penetapan baku mutu udara dalam ruangan, dan sanksi yang dapat berupa teguran
tertulis, disiarkan via media, dan cabut izin usaha, serta penghargaan misalnya
piagam, penyiaran oleh media, keringanan pajak, dan kemudahan administrasi.
Peraturan perundangan dalam kaitannya dengan upaya penanggulangan
pencemaran yang bersifat nasional adalah undang – undang no. 4 tahun 1982
tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan lingkungan Hidup. Selain itu, ada peraturan
10
pemerintah republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian
pencemaran udara. Peraturan ini mencakup ketentuan umum, perlindungan mutu
udara, status mutu udara ambien, baku mutu emisi dan ambang batas emisi gas
buang, baku tingkat gangguan dan ambang batas kebisingan, indeks standar
pencemaran udara (ISPU), pengendalian pencemaran udara, pengawasan, dan
sanksi.
Beberapa peraturan tentang upaya pengendalian pencemaran diterapkan
untuk sektor industri, sektor pertambangan, sektor transportasi, dan teknologi
pengendalian pencemaran.
5.2 Pengendalian Teknis
Pengendalian dengan cara teknis adalah menggunakan teknologi.
Pengukuran lapangan dalam rangka pemantauan pencemaran udara memerlukan
metode pemilihan secara tepat sesuai dengan kemampuan jaringan pengamatan,
penempatan peralatan yang diperlukan untuk mengambil sampel dan kebutuhan
peralatan beserta ahlinya untuk keperluan analisis. Menurut Huboyo (2007),
pemilihan alat pengendali pencemaran udara didasaarkan pada ukuran partikel,
efisiensi penyisihan yang ingin dicapai, besarnya aliran gas, waktu pembersihan,
dan karakteristik partikel.
Teknologi pengendalian pencemaran partikulat dengan teknologi dapat
dilakukan melalui 5 pendekatan. 5 pendekatan ini adalah mengubah proses,
mengganti sumber energi, mengelola limbah, menambah alat baru, dan
perencanaan manajemen lalu lintas. Teknologi pengendalian pencemaran partikulat
terdiri dari alat pengendali partikulat kering dan alat pengendali partikulat basah.
5.2.1 Teknologi Pengendali kering
5.2.1.1 Gravity Settling Chamber
Gravity Settling Chamber merupakan peralatan pemisah debu dari gas
dengan menggunakan prinsip gaya gravitasi sebagai mekanisme pemisahan
utamanya. Setiap partikel memiliki kecepatan terminal, yakni kecepatan dimana
titik massa tersebut akan mencapai kondisi setimbang antara gaya gravitasi, gaya
gesek udara, dan gaya ke atas dari partikel tersebut. Settling chamber digunakan
11
untuk menyisihkan partikel berukuran besar yaitu lebih dari 50 mikron. Settling
chamber dapat berbentuk kotak (rectangular) yang panjang dan horizontal yang
dilengkapi dengan inlet, kamar pengendapan/ chamber, sistem outlet serta hopper
(Isa’i 2013).
Cara kerja alat ini adalah gas yang mengandung partikulat dialirkan ke suatu
ruang dengan kecepatan rendah. Kecepatan aliran gas dari boiler akan diturunkan
hingga mencapai kecepatan terminalnya. Penurunan kecepatan tersebut terjadi
akibat perubahan luas penampang aliran secara mendadak pada suatu ruang.
Kecepatan rendah ini memberikan waktu yang cukup bagi partikulat untuk
mengendap secara gravitasi ke pengumpul debu (hopper). Partikulat kemudian
mengendap di bagian pengumpul debu (hopper).
Settling chamber merupakan alat pengendali debu pertama, namun saat ini
sudah jarang digunakan karena memiliki efisiensi penyisihan yang rendah. Sisa
emisi tidak sesuai dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan. Kelebihan alat
ini adalah sederhana, konstruksi mudah, pemeliharaan mudah, dan biaya
pemeliharaan mudah. Kekurangan alat ini adalah ukuran besar sehingga
membutuhkan lahan yang luas, harus dibersihkan secara manual dalam kurun waktu
tertentu, dan hanya dapat menyisihkan partikel berukuran besar.
Gambar 1 Konstruksi alat gravity settling chamber
Sumber : http://ejurnal.its.ac.id/
5.2.1.2 Cyclone
Cyclone digunakan sebagai alat pretreatment untuk menyisihkan partikel
berukuran 5 – 20 mikron. Bagian-bagian cyclone terdiri dari inlet, body, sistem
pembuangan debu, dan outlet. Inlet dilengkapi dengan deflektor untuk memperkecil
12
dan mendorong aliran gas bergerak berlawanan dengan dinding. Fungsi inlet adalah
mentransformasikan aliran lurus menjadi sirkular. Bagian kedua, Body cyclone
berpengaruh dengan efisiensi penyisihan. Cyclone yang lebih panjang
mengakibatkan partikulat yang terkumpul semakin banyak. Bagian ketiga, sistem
pembuangan debu digunakan untuk pembuangan partikulat secara periodik dan
kontinu agar tidak menghambat kinerja cyclone. Bagian terakhir, yaitu outlet
berfungsi untuk pengeluaran gas.
Prinsip kerja alat ini berdasar pada gaya sentrifugal. Aliran udara yang
mengandung partikulat dimasukkan dengan kecepatan tinggi arah tangensial
sehingga dipaksa berputar secara spiral seperti siklon. Gaya momentum dan inersia
menyebabkan partikulat terlepas dari aliran gas dan mengenai dinding cyclone.
Selanjutnya partikulat terlempar dari pusaran dinding kemudian gaya gravitasi
menyebabkan partikulat jatuh ke hopper, sedangkan gas akan keluar melalui lubang
keluaran di bagian atas.
Kelebihan alat ini adalah biaya modal murah, bisa dioperasikan pada suhu
tinggi, dan pemeliharaan mudah. Kekurangan alat ini adalah biaya operasional
tinggi karena kehilangan tekanan dan efisiensi rendah untuk partikel berukuran
kecil. Efisiensi cyclone bergantung pada kadar partikulat di dalam gas yang masuk.
Gambar 2 Cyclone
Sumber : http://www.chayoy.com/ dan http://distantina.staff.uns.ac.id/
13
5.2.1.3 Electrostatic precipitator
Electrostatic precipitator (ESP) merupakan alat yang memanfaatkan
prinsip gaya elektrostatik dalam mengendalikan partikulat melalui presipitasi. ESP
digunakan untuk menyisihkan partikulat berukuran kurang dari 10 mikrometer.
Secara prinsip, ESP terdiri dari 2 jenis yaitu High Voltage Single-Stage (50 - 70 kV)
dan Low Voltage Two-Stage (12 – 13 kV). High Voltage Single Stage merupakan
jenis yang paling sering dan berhasil dipergunakan untuk berbagai jenis partikulat.
Alat ini mempunyai 4 Komponen. Komponen pertama adalah elektroda
pemberi muatan. Elektroda ini pada umumnya berupa kawat sebagai pembangkit
medan listrik kepada partikulat dengan membentuk korona. Komponen kedua
adalah elektroda pengumpul. Elektroda ini memiliki muatan yang berlawanan
dengan elektroda pemberi muatan. Hal ini berfungsi sebagai penangkap partikulat
yang telah diberi muatan hingga menempel pada permukaan elektroda yang
biasanya berbentuk tabung atau plat datar. Komponen ketiga adalah rapper. Rapper
digunakan untuk menjatuhkan partikulat yang telah terakumulasi di elektroda dan
bekerja dengan metode vibrasi. Komponen terakhir adalah hopper. Hopper
digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan partikulat yang telah dijatuhkan.
Prinsip kerja ESP menggunakan medan listrik tinggi untuk memberikan
muatan listrik pada partikulat. Komponen elektroda pemberi muatan, yang
ditempatkan ditengah collector berupa kawat bermuatan dengan voltase tertentu
(arus searah dan tegangan tinggi) sehingga menimbulkan efek corona. Efek ini
terlihat dari adanya cahaya biru luminescence disekitar kawat. Efek corona ini akan
mengionisasi udara di sekitar kawat dengan pelepasan elektron. Proses ini
kemudian akan membombardir partikulat dalam aliran udara, yang dapat
memberikan muatan negatif pada partikulat dalam aliran gas secara intensif. Setelah
partikulat terinisiasi muatan, maka partikulat yang bermuatan negatif akan bergerak
menuju dan menempel pada permukaan collector (collection electrode), yang
mempunyai muatan yang berlawanan. Partikulat yang menempel pada collector
akan mengalami proses getaran atau proses basah, kemudian getaran (rapping)
menyebabkan partikulat jatuh ke dalam hopper yang terletak di dasar ESP.
ESP banyak diterapkan pada PLTU dan juga industri semen. Kekurangan
penggunaan ESP adalah biaya pembuatan mahal, memakan banyak tempat, tidak
14
fleksibel karena sekali dipasang tidak dapat dirubah kondisinya, dan tidak bisa
untuk pengendalian pencemaran gas. Kelebihan penggunaan ESP adalah efisiensi
tinggi, bisa digunakan untuk kapasitas besar dengan tekanan rendah, dapat
digunakan untuk proses basah maupun kering, dapat didesain untuk berbagai suhu
(dapat mencapai 175 – 700o C), dan biaya operasional rendah.
Gambar 3 Electrostatic precipitator Gambar 4 Electrostatic precipitator
Sumber : http://www.chayoy.com/
5.2.1.4 Fabric filter
Fabric filter merupakan alat kontrol udara yang paling umum dipergunakan.
Alat ini menggunakan filter yang terbuat dari nilon atau wol. Partikulat yang telah
disisihkan/terkumpul kemudian dibersihkan dengan mekanisme pembersihan
tertentu.
Komponen alat ini adalah inlet, outlet, filter bag, dan hopper. Ada dua jenis
proses penyaringan pada fabric filter, yaitu filtrasi interior dan filtrasi eksterior.
Pada filtrasi interior, partikulat dikumpulkan pada bagian dalam dari bagian filter.
Gas yang mengandung partikulat memasuki fabric filter melalui bagian bawah dari
kolektor dan diarahkan ke dalam filter bag dengan menggunakan diffuser vanes
atau baffle dan juga cell plate. Pada filtrasi eksterior, partikulat dikumpulkan pada
bagian luar dari bagian filter. Proses penyaringan berlangsung dari luar bagian filter
kedalam bagian filter.
15
Gambar 5 Jenis proses filtrasi. kiri : filtrasi interior. kanan : filtrasi eksterior
Sumber : http://www.chayoy.com/
Mekanisme pengumpulan partikulat pada public filter umumnya melalui
tiga cara. Pertama impaction, partikel yang memiliki gaya inersia yang terlalu besar
untuk mengikuti aliran garis pada filter fiber akan tertumbuk pada permukaan filter.
Kedua interception, partikel yang mempunyai inersia yang sangat kecil (partikel yg
lebih kecil) akan berada pada aliran viscous, bergerak melambat dan menyentuh
barrier dan berhenti. Ketiga diffusion, partikel yang berukuran lebih kecil dai 1
mikron berada pada kisaran gerak Brown, sehingga terjadi gerakan random yang
akhirnya terintersepsi dengan dust cake.
Partikulat yang menempel pada permukaan filter bag perlu disisihkan.
Penyisihan partikulat ini dapat melalui beberapa cara diantaranya shaking, reverse
air, dan pulse jet. Shaking menggunakan motor penggerak yang dihubungkan
dengan filter bag. Gerakan terjadi di bagian atas frame tempat bag diletakkan. Lama
pembersihan 30 detik sampai dengan beberapa menit. Reverse air menggunakan
prinsip menghentikan aliran udara kotor dan mengalirkan udara bersih dengan arah
berlawanan. Partikulat selanjutnya akan jatuh ke hopper. Waktu pembersihan
selama 30 menit sampai dengan beberapa jam. Pulse jet menggunakan tekanan
tinggi dari udara yang diinjeksikan diatas kantung dan menggunakan sistem filtrasi
eksterior.
Kelebihan penggunaan public filter adalah efisiensi sangat tinggi, bahkan
untuk partikel yang halus, dapat digunakan untuk berbagai macam debu dan volume
gas yang besar, dan dapat dioperasikan pada tekanan rendah. Kerugian penggunaan
public filter adalah memerlukan tempat luas, bahan filter dapat rusak pada
16
temperatur tinggi atau bahan asam, tidak dapat beroperasi pada lingkungan yang
lembab, dan berpotensi kebakaran.
5.2.2 Teknologi Pengendalian Basah (Wet scrubber)
Wet scrubber merupakan alat dengan sistem pengendalian basah. Alat ini
dapat menyisihkan partikulat berukuran kurang dari 5 mikron dan kabut. Wet
scrubber menggunakan doplet air sebagai komponen utama. Komponen air
digunakan untuk penyisihan partikulat. Air dalam bentuk doplet disemprotkan ke
aliran gas buang sehingga terjadi tumbukan dan difusi.
Jenis-jenis pengendali partikulat basah diantaranya spray scrubber
(memakai energi aliran fluida), venturi scrubber (memakai aliran air yang
dipercepat pada venturinya), vertical spray rotor (memakai motor yang berputar),
dan moving bed scrubber (memakai media tertentu untuk membantu kontak yang
intensif). Efektifitas alat semacam ini dipengaruhi oleh tingkat kontak dan
interaksi atara fase cairan dengan kontaminan yang akan dibersihkan .
Gambar 6 Venturi scrubber
Sumber : http://www.chayoy.com/
17
Gambar 6 Vertical spray rotor
Sumber : http://www.chayoy.com/
Gambar 7 Moving bed scrubber
Sumber : http://www.chayoy.com/
Keuntungan penggunaan pengendalian basah adalah dapat digunakan untuk
menyisihkan partikel yang mudah terbakar dengan resiko kecil, dapat digunakan
untuk absorbsi gas dan partikel dalam satu unit, dapat mengatasi mist, dapat
mendinginkan gas panas, efisiensi penyisihan bervariasi, dan gas dan debu yang
korosif dapat dinetralkan. Kerugian penggunaan alat ini adalah biaya Operasional
tingi untuk efisiensi penyisihan yang tinggi, timbul masalah korosif. Timbul
pencemaran air, partikulat yang disisihkan tidak dapat direcycle, dan Pembuangan
sludge-nya mahal.
18
SIMPULAN
Zat pencemar udara partikulat memiliki beberapa jenis yaitu karbon, besi,
magnesium, kalsium, aluminium, sulfur, titanium, karbonat, silikon, fosfor, kalium,
natrium dll. Jenis zat ini akan berbeda-beda komposisinya pada suatu wilayah pada
rentang waktu tertentu. Sumber pencemaran udara berasal dari proses alami dan
antropogenik. Proses antropogenik memiliki peran terbesar terhadap peningkatan
pencemaran udara di suatu wilayah. Dampak pencemar partikulat dapat
membahayakan manusia, hewan, tumbuhan dan bahan lain. Hal ini dapat terjadi
jika kadar pencemarnya tinggi melebihi kemampuan toleransi makhluk hidup. Cara
pengendalian pencemar udara partikulat dibagi dua yaitu pengendalian non-teknis
dan teknis. Pengendalian non-teknis yaitu menegakkan peraturan perundang-
undangan pada level kebijakan pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam menekan
sumber pencemaran udara. Untuk kebijakan tekhnis dapat dibagi menjadi dua yaitu
teknologi pengendali kering (Gravity Settling chamber, Cyclon, Electrostatic
precipitator, Fabric filter) dan teknologi pengendali basah (spray scrubber, venturi
scrubber, vertical spray rotor dan moving bed scrubber). Pada kedua teknik ini
memiliki kelemahan dan kekurangannya masing-masing. Penggunaanya
tergantung dari kebutuhan dan kemampuan finansial.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, dkk. 1997. Analisis Kerugian Akibat Polusi Udara dan kebisingan lalu
lintas. Bandung: Puslitbang Jalan. p 30-31.
Isa’i A.M, Wawan A.W. 2013. Studi numerik karakterisasi aliran 3 dimensi
multifase (gas-solid) pada gravity settling chamber dengan variasi
kecepatan inlet dan diameter partikel pada aliran dilute phase.
Perry, R. H., and Chilton, C. H., 1984, “Chemical Engineer’s Handbook”, 6th
edition, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd : Tokyo.
19
R. D. Ratnani. 2008. Teknik Pengendalian Pencemaran Udara Yang Diakibatkan
Oleh Partikel. Momentum. 4(2) : 27-32.
Seinfield, H. J. 1975. Air Pollution Control, Phisical and Chemical Fundamental.
Mc. Graw-Hill. Inc. United States of America.
The World Bank Country Studi. 1994. Indonesia Environment and Development.
Washinton DC. p 67-93.