Post on 23-Oct-2021
PENDIDIKAN INFORMAL PADA ANAK PEKERJA MIGRAN
INDONESIA (Studi Kasus Di Desa Pakeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
HASNAH
1053831115716
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI STRATA 1 (S1)
2021
vi
MOTTO dan PERSEMBAHAN
MOTTO
“ Dan Sesungguh akan kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikan kabar gembira
kepada orang-orang yang sabar “ (Q.S AL-‘Baqarah: 155)
“Kamu tidak perlu luar biasa untuk memulai, Tetapi kamu harus memulai untuk menjadi luar biasa”
(Zig-Ziglar) “Hidup bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga dan orang lain.”
(Hasnah)
Railah kesuksesaan dengan terus berusaha, berdoa dan bersabar
Sesungguhnya kerja kerasmu tak akan pernah menghianti hasil..
(Hasnah )
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah… Atas rahmat Allah swt dan dengan penuh syukur, Karya
skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tuaku tercinta…
Terimah kasih kepada Ayahanda Lakka Ibunda tercinta Bunga tetesan
keringatmu, jerih payahmu, do’amu selalu menyertai langkahku. Dukungan
Ayahanda dan Ibunda adalah kekuatan terdahsyat ananda dalam menyelesaikan
karya ini.
Penghormatan dan terimahkasih juga kepada dosen pembimbingku, saudaraku,
keluarga besarku, sahabat-sahabatku atas semangat yang tidak pernah surut
kalian berikan, canda tawa dan kesan saat bersama dengan kalian tentunya tidak
mudah untuk dilupakan.
vii
ABSTRACT
HASNAH. 2021. Informal Education on Children of Indonesian Migrant Workers
(PMI) in Pakeng Village, Lembang District, Pinrang Regency. Science of
Education, University of Muhammadiyah Makassar. Supervised by Syahribulan
and Indah Ainun Mutiara.
The purpose of this research is to describe forms of education. This type of
research is a qualitative descriptive study. In this research, Informal informants on
the Children of Indonesian Migrant Workers (PMI) and to describe the inhibiting
factors and supporting factors of informal education in the children of Indonesian
Migrant Workers (PMI). This type of research is a qualitative descriptive study. In
this study, the informants were selected directly by the researcher who were called
the research targets based on the characteristics of the informants that had been
determined, namely substitute parents as grandparents, children, family relatives
and neighbors. Data collection techniques in this study were carried out by means
of observation, interviews and documentation. The data analysis technique uses
various stages, namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions,
while the data validity technique uses triangulation of sources and techniques.
The results of research in the field show that, forms of informal education
for the children of Indonesian Migrant Workers (PMI) in Pakeng Village which
consist of character education, religious education and traditional / cultural
education provided by substitute parents as grandmothers tend to only order without
giving examples. exemplary to children and lack of assertiveness. Inhibiting
factors in providing informal education to children of Indonesian Migrant Workers
(PMI) are parents' ignorance of informal education, age of guardian parents, factors
of working parents, parental divorce factors and social media factors. Supporting
factors for informal education for the children of Indonesian Migrant Workers
(PMI), namely formal education (schools) and non-formal education (community),
the success of achieving the goals of educating children with good character will
run well and if the informal, formal and non-formal education strategies are
implemented properly and there is collaboration between parents, teachers in
schools and the community.
Keywords: Informal Education, Indonesian Migrant Workers (PMI).
viii
ABSTRAK
HASNAH. 2021. Pendidikan Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI)
di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang. lmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh Syahribulan dan Indah
Ainun Mutiara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk
pendidikan. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif. Dalam peneitian
ini informan Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan untuk
mendiskripsikan faktor penghambat dan faktor pendukung pendidikan informal
pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) . Jenis penelitian adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Dalam peneitian ini informan dipilih langsung oleh peneliti
yang disebut sasaran penelitian berdasarkan karakteristik informan yang telah
ditetapkan yaitu orang tua pengganti selaku nenek/kakek, anak, kerabat keluarga
dan tetangga. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui berbagai
tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, sedangkan
teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, dan teknik.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa, bentuk-bentuk
pendidikan Informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng
yang terdiri dari pendidikan karakter, pendidikan agama dan pendidikan
adat/budaya yang diberikan oleh orang tua penganti selaku nenek cenderung hanya
menyuruh tanpa memberikan contoh ketaladan kepada anak serta tidak adanya
ketegasan. Faktor penghambat dalam memberikan pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah faktor ketidaktahuan orang tua mengenai
pendidikan informal, faktor usia orang tua wali, faktor orang tua bekerja, faktor
perceraian orang tua dan faktor media sosial. Faktor pendukung pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) yaitu pendidikan formal
(sekolah) dan pendidikan nonformal (masyarakat), keberhasilan pencapaian tujuan
pendidika anak yang berakhlak akan berjalan baik dan adanya jika strategi
pendidikan informal, formal, dan nonformal dilaksanakan dengan baik dan adanya
kerjasama antara orang tua, guru di sekolah dan masyarakat.
Kata Kunci: Pendidikan Informal, Pekerja Migran Indonesia (PMI).
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirahim
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal ini. Shalawat serta salam tercurahkan
kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Selanjutnya, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang
membantu kelancaran penulisan proposal ini, baik berupa dorongan moril maupun
materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya
bagi penulis untuk menyelesaikan penulis proposal ini. Disamping itu, izinkan
penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada ;
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, S.Pd.,
M.Pd., Ph.D serta para Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M.Si dan
Sekretaris Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Kaharuddin, S.Pd.,
M.Pd., Ph.D, beserta seluruh staffnya.
3. Ibu Dra. Hj. Syahribulan, K., M.Pd., sebagai pembimbing I dan Ibu Indah
Ainun Mutiara, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan
x
Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermamfaat
dikemudian hari.
5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis
haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua Orang tua
penulis yang tercinta, Ayahanda Lakka dan Ibunda Bunga serta kakak adik
penulis yang dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis
lupakan atas jasa-jasa mereka. Doa restu, nasihat, dan petunjuk dari mereka
yang merupakan moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis
hingga saat ini.
6. Kawan-kawanku Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi
khususnya kawan-kawan seperjuangan Kelas D yang memberikan support
kepada penulis.
Makassar, 22 Agustus 2020
Hasnah
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL .............................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv
SURAT PERNYATAAN .................................................................................... v
SURAT PERJANJIAN ....................................................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
E. Definisi Rasional ....................................................................................... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 9
A. Tinjauan Konsep ...................................................................................... 9
B. Tinjauan Teori .......................................................................................... 16
xii
C. Kerangka Pikir ......................................................................................... 19
D. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 21
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 25
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian ............................................................... 25
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ................................................................... 26
C. Fokus Penelitian ........................................................................................ 28
D. Informan Penelitian ................................................................................... 28
E. Jenis Dan Sumber Data ............................................................................. 30
F. Instrumen Penelitian.................................................................................. 31
G. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 31
H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 35
I. Teknik Pengabsahan Data ......................................................................... 36
BAB IV GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENITIAN ............................... 39
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 39
B. Deskripsi Lokasi Penelitian....................................................................... 45
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 51
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 51
B. Pembahasan ................................................................................................. 96
BAB VI PENUTUP ........................................................................................... 103
A. Kesimpulan ................................................................................................ 103
B. Saran ........................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 105
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Tabel Skema kerangka pikir....................................................................... 23
2.2 Tabel Penelitian Terdahulu ........................................................................ 26
3.1 Tabel Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian ............................................... 27
3.2 Tabel Waktu Penelitian .............................................................................. 29
3.3 Tabel Daftar Nama-Nama Responden ....................................................... 32
3.4 Tabel Klasifikasi Pengumpulan Data ......................................................... 42
4.2 Tabel Luas daerah tiap kecamatan di Kabupaten Pinrang ......................... 46
4.3 Tabel Daftar Nama-Nama Kepala Desa Pakeng ........................................ 47
4.5 Tabel Orbitasi dan Jarak Tempuh Desa Pakeng ........................................ 50
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Gambar Peta Kabupaten Pinrang .................................................................20
4.4 Gambar Struktur Organisasi Pemerintah Desa Pakeng ................................46
5.1 Gambar Kondisi Saat Anak Sedang mencuci piring di Rumah ....................54
5.2 Gambar Kondisi Saat Anak Sedang Belajar Sendiri di Rumah. ..................61
5.3 Gambar Kondisi Saat Anak Sedang Belajar Mengaji di Rumah
Tetangga .......................................................................................................65
5.4 Gambar Wawancara Dengan Orang tua/Wali Anak Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di Desa Pakeng .................................................................75
5.5 Gambar Kondisi Saat Anak Sedang Menghabiskan Waktu
Menonton Menonton Tayang dari Media Handphone. .................................85
5.6 Gambar Kondisi Saat Anak Sedang Menonton di Rumah ...........................86
5.7 Gambar Bentuk Penddikan Formal (Sekolah) ..............................................90
5.8 Gambar Salah Satu Tempat Belajar Mengaji Untuk
Anak-Anak Di Desa Pakeng ........................................................................93
5.9 Kegiatan Pembelajaran Mengaji Di Desa Pakeng ........................................44
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kamus lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa karakter yaitu sifat-
sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang
lain, tabiat, watak, Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian
kemanusiaan. Orang yang berkarakter adalah orang yang mempunyai idealisme
dalam hidupnya, mempunyai momentum untuk mencapai tujuan. Orang yang
berkarakter tidak akan mudah terjerumus dalam hal-hal negatif dan tidak akan
goyah keyakinannya karena dalam jiwanya telah tertanam kekuatan moral dan
nilai-nilai yang baik dalam hidupnya. Dengan terbentuknya karakter akan
menjadikan bangsa Indonesia adalah bangsa yang bermoral dan bermartabat.
Bahwa pendidikan karakter dalam keluarga sangat penting untuk
membangun sumber daya manusia (SDM) yang kuat, maka perlunya pendidikan
karakter yang dilakukan dengan tepat. Dapat dikatakan bahwa pembentukan
karakter tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan
kepedulian oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah, sekolah, masyarakat maupun
keluarga.
Menurut Yusuf LN (2006:38) mendefinisikan bahwa keluarga merupakan
lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan keluarga
dalam perkembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Dalam hal ini orang tua
mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan fitah
beragamaanak.
2
Keluarga dan rumah tangga merupakan tempat yang anak mengenal hidup,
maka pendidikan disini tidak hanya terbatas pada pendidikan yang sengaja
diberikan seperti mengajarkan anak kebiasaan-kebiasaan yang baik, sopan santun,
pendidikan keagamaan dan lain sebagainya, Tetapi yang tidak sengaja sekalipun
sangat mempengaruhi anak. Semua yang terjadi dalam keluarga dan rumah tangga
misalnya perasaan,perilaku, dan pergaulan ibu dan bapak di rumah maupun di luar
rumah akan mempengaruhi anak. Oleh karena itu di samping menjadi pendidik,
juga menjadi teman dan suri tauladan bagi anak.
Sebuah keluarga yang harmonis, hubungan yang hangat dan penuh kasih
sayang, secara otomatis unsur-unsur kebaikan akan tertransfer ke dalam diri anak,
maka materi yang sering diterima anak baik di rumah disaat itu orang tua telah
berhasil menjadi seorang guru bagi anaknya dan akan memberikan lingkungan yang
kondusif bagi pembentuk karakter pada anak. Namun jika materi yang sering
diterima anak tidak baik, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perhatian dan
kasih sayang yang kurang karena orang tua sibuk dengan urusan masing-masing,
ucapan-ucapan yang tidak baik disaat itu orang tua telah gagal menjadi guru
pertama dan utama bagi anak.
Pendidikan karakter di Romawi dibentuk melalui keluarga dengan cara
menghormati apa yang disebut dengan mos maiorum dan system fater families. Mos
maiorum merupakan sebuah rasa hormat atas tradisi yang diberikan oleh leluhur.
Pendidikan karakter mesti mempertimbangkan unsur tradisi ini sehingga tradisi
leluhur yang baik tetap dapat dihayati dan dihormati sebagai norma tingkah laku
3
dan cara berpikir. Sistem fater families yaitu keluarga menjadi tempat utama dalam
proses pendidikan anak dikemukakan oleh Koesoema (2010: 31).
Model keluarga di Indonesia secara umum, ibu memegang peran sentral
dalam fungsi pengasuhan, perawatan dan pendidikan anak. Oleh sebab itu pada
umumnya anak lebih dekat dengan ibu daripada anggota keluarga yang lain. Dalam
keluarga yang berfungsi secara optimal, ibu menjadi contoh bagi anak dalam
mengembangkan berbagai keterampilan dan kemampuan sosial terutama pada
masa-masa awal pertumbuhan. Salah satunya adalah kemampuan dalam
menghadapi tekanan serta kondisi yang tidak sesuai dengan harapan.
Kedua orang tua harus terlibat dalam pengasuhan anak di masa kecil sampai
usia remaja dalam menentukan pembentukan karakter anak. Keluarga yang
harmonis dimana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih sayang dan selalu
ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif bagi
pembentukan karakter anak.
Dalam kenyataannya orang tua yang bekerja sebagai pekerja migran
Indonesia (PMI) di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang
kebersamaan keluarga tentu saja tidak terjadi. Hal ini menjadi lingkungan yang
kurang kondusif dalam pembentukan karakter anak. Walaupun dapat digantikan
oleh anggota keluarga lainnya seperti ayah, kakak, bibi, atau nenek.
Syarbini (2014: 3) keluarga sebagai salah satu pranata sosial yang ada dalam
masyarakat memainkan peranan yang besar dalam pembinaan pola perilaku dan
internalisasi nilai yang normatif. Keluarga merupakan institusi yang pertama dan
utama dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan. Pendidikan dalam keluarga ini
4
menitikberatkan pada penanaman nilai-nilai keyakinan, etika, moral dan
keterampilan, karena itu penanaman benih-benih pendidikan karakter dalam
keluarga sejatinya menjadi salah satu tugas pokok orang tua dalam keluarga sebagai
pendidik kodrati yang nyaris kurang mendapat perhatian dan terlupakan.
Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami kerusakan moral/akhlak
hampir pada semua segmen kehidupan dan seluruh lapisan masyarakat. Sementara
itu pada tingkat bawah, Hancurnya moral bangsa ditunjukan dengan merajalelanya
kejahatan dan kriminal seperti, pencurian, penipuan, pemerkosaan, dan
pembunuhan. Kerusakan moral yang terjadi dikalangan pelajar dan remaja ditandai
dengan maraknya seks bebas, penyalahgunaan narkoba, serta tawuran pada
kalangan pelajar dan remaja. Diyakini bahwa pendidikan karakter akan berjalan
efektif dan utuh jika melibatkan tiga institusi, pertama adalah keluarga (informal),
kedua sekolah (formal), dan ketiga masyarakat (nonformal). Pendidikan karakter
tidak akan berjalan baik jika salah satu institusi tersebut terabaikan, terutama
informal. Pada pendidikan anak dalam keluarga merupakan lingkungan tumbuh dan
berkembanganya anak sejak usia dini sehingga mereka menjadi dewasa.
Salah satu kesalahpahaman orang tua dalam dunia pendidikan sekarang ini
adalah adanya anggapan bahwa hanya sekolah yang bertanggung jawab atas
pendidikan anak-anaknya, Sehingga orangtua menyerahkan sepenuhnya
pendidikan anaknya kepada sekolah. Orang tua mulai sibuk dengan pekerjaan
maupun urusan mereka masing-masing tanpa peduli pendidikan anak di rumah
maupun di sekolah. Orang tua merasa waktu yang dimiliki tidak sampai atau tidak
5
mencukupi untuk memberikan bimbingan bagi anaknya, hampir seluruh waktu
dihabiskan untuk bekerja dan bekerja.
Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
banyak wanita yang ikut andil dalam mencari nafka terutama keluarga berlatar
belakang miskin. Seorang ibu pada saat ini dapat pula berperan sebagai pencari
nafkah membantu dalam meningkatkan kesejahteraan perekonomian keluarga tapi,
ibu juga berperan pokok dalam urusan rumah tangga dan mengurus anak. Dengan
demikian, pengasuhan anak akan jatuh pada kerabat dekat terutama yang masih
memiliki nenek/kakek maka akan didik oleh nenek maupun kakeknya. Maka
kelekatan yang terbentuk pada seorang anak dengan pemberian perhatian utama
yaitu nenek/kakek akan berpengaruh pada perkembangan anak tersebut sepanjang
hidupnya.
Di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang merupakan desa
dengan potensi alamnya berupa area persawahan yang luas menyebabkan sebagian
besar penduduk adalah buruh tani dan petani, Sebagian besarnya lagi memilih
bekerja sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) karena pendapatan yang lebih
menjanjikan.
Dari studi lapangan di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten
Pinrang. Ketika orangtua bekerja sebagai pekerja pekerja migran Indonesia (PMI),
pengasuhan anak secara tidak langsung akan beralih kepada nenek atau kakek,
alasan tersebut bertujuan agar anak tetap belajar kepada orang yang lebih dewasa.
Pada dasarnya nenek dan kakek memiliki harapan yang sama kepada cucunya,
menginginkan cucu mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang lebih baik,
6
menjadi anak yang mandiri, dan bertanggung jawab, Namun di masyarakat didikan
yang diberikan oleh orang tua dengan didikan yang diberikan oleh nenek/kakek
terlihat berbeda, Ada kalanya didikan yang diberikan orangtua kepada anak untuk
belajar disiplin sehingga anak dapat diarahkan ke hal-hal positif Sedangkan, didikan
yang diberikan oleh nenek/kakek lebih cenderung membebaskan dan memanjakan
anak. Sebagai dampaknya, anak menjadi manja, kurang percaya diri, susah
diarahkan dan cenderung berperilaku menyimpang seperti melakukan pencurian,
bolos sekolah dan ikut perjudian sabung ayam. Diakibatkan oleh kurangnya
perhatian, kasih sayang dan didikan orangtua karena hampir seluruh waktu
dihabiskan untuk bekerja.
Orangtua yang bekerja dengan waktu yang lama dan jarak yang jauh seperti
menjadi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri yang membutuhkan
waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk pulang dan bertemu anak dan
keluarganya berakibat terjadinya miskomunikasi antara anak dengan orangtua.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian mendalam yang berkaitan dengan judul: Pendidikan
Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) (Studi Kasus Di Desa
Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk Pendidikan Informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia (PMI)?
7
2. Apakah faktor penghambat dan faktor pendukung Pendidikan Informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia (PMI)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk Pendidikan Informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia (PMI).
2. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat dan faktor pendukung
Pendidikan Informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi peneliti
selanjutnya yang berhubungan dengan ilmu sosial khususnya dengan bidang
pendidikan sosiologi. .
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Orangtua
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
pentingnya pendidikan anak dalam keluarga, tidak hanya memperhatikan
pendidikan formalnya saja tetapi juga memperhatikan pendidikan informal pada
anak sehingga anak-anak dapat berguna bagi bangsa dan negara.
b. Bagi Masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi mengenai pentingnya
penanaman karakter pada anak didalam keluarga.
c. Bagi Penulis
8
Diharapkan dapat memberikan pengalaman serta menanamkan banyak ilmu
pengetahuan yang tidak terbatas untuk masa yang akan datang.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional dari judul yang penulis konsepkan bertujuan untuk
memperoleh gambaran yang jelas dan untuk menghindari kesalahpahaman dalam
penafsiran. Maka penulis memberikan batas beberapa istilah yang digunakan dalam
penelitian ini. Adapun istilah-istilah adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Pendidikan Informal
Pendidikan Informal merupakan jalur pendidikan yang dilakukan secara
mandiri yang diperoleh seseorang dengan pengalaman sehari-hari dalam keluarga
dan lingkungan meliputi pendidikan akhlak, keagamaan, norma-norma dan nilai-
nilai budaya yang berlaku di lingkungan masyarakat.
2. Pekerja Migran Indonesia (PMI)
Pekerja migran Indonesia (PMI) adalah sebutan untuk warga Indonesia yang
sedang bekerja di Negara lain/luar negeri atau sebutan lainnya adalah Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yaitu sebutan bagi warga Indonesia yang bekerja di luar negeri
(seperti Malaysia, Timur Tengah, Taiwan, Australia dan Amerika Serikat) dalam
hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep
1. Pengertian Pendidikan Informal
Menurut Undang-Undang sistem pendidikan Nasional, No. 20 Tahun 2003.
Bab 1 pasal 1 ayat 13 bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga
dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Dari pengertian tersebut
ada dua hal yang menjadi sentranya pendidikan informal, pertama keluarga, kedua
lingkungan.
a. Keluarga
Pendidikan tertua dalam islam adalah pendidikan dalam keluarga,
Pendidikan dalam keluarga sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri.
Bagaimana kita melihat keluarga manusia pertama nabi Adam, Hawa mendidik
anak-anak mereka berpusat pada pendidikan keluarga. Demikian pula pendidikan
yang dilakukan Luqman kepada anaknya juga berlangsung pada lingkungan
pendidikan keluarga demikian pula nabi Ibrahim, nabi Ya’kub dan lain-lain. Itulah
sebabnya Soejono (dalam Darlis, 2017: 86) mengatakan dalam keluarga
merupakan pusat dan lingkungan pendidikan yang pertama.
Rahman, (2015: 109) mendefinisikan pendidikan keluarga dapat diartikan
sebagai usaha dan upaya orangtua dalam memberikan bimbingan, pengarahan,
pembinaan, pembentukan kepribadian anak serta memberikan bekal pengetahuan
terhadap anak. Sesuai tujuan pendidikan yang searah dengan hakikat manusia,
maka moral dan etika anak juga menjadi bagian dari tugas dan fungsi keluarga.
10
Dari uraian tersebut dapat memberikan pemahaman bahwa pendidikan
keluarga merupakan pengajaran, pembinaan yang dilakukan orang semenjak
dilahirkan ke dunia dimana orang tua memiliki peran penting, keberhasilan
pendidikan karakter dalam keluarga pada anak ditandai dengan menghasilkan
pribadi anak yang baik, Sebaliknya jika pendidikan keluarga pada anak terabaikan
maka akan menghasilkan pribadi yang tidak baik pula.
Samsudin, (2017: 44) keluarga dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti
(conjugal family) dan kerabat (consanguine family). Conjugal family atau keluarga
inti didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari suami, istri dan anak-anak
mereka yang belum kawin. Sedangkan consanguine family yaitu pertalian darah
atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat, keluarga kerabat yang memiliki
hubungan darah dari generasi yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau tempat
lain yang berjauhan.
Jadi, keluarga merupakan suatu lembaga sosial dimana didalamnya
memiliki hubungan darah dari generasi yang saling mengikat.
b. Lingkungan
Lingkungan sangat erat kaitannya dengan lingkungan alamiah dan sosial
seseorang. Lingkungan alamiah termasuk iklim dan geografis yang ada. lingkungan
seperti ini sangat merangsang pembentukan kepribadian seseorang, Misalnya saja
dekat geografisnya terletak di daerah laut, Maka ini akan merangsang seseorang
untuk mempelajari bagaimana caranya untuk mengeksplorasi laut.
Adapun lingkungan sosial budaya adalah terkait dengan interaksi antara
individu dalam lingkungan masyarakat dan saling berhubungan dengan lambang-
11
lambang tertentu, khususnya bahasa. Menurut Soelaeman, (2002) bahwa seseorang
akan mempelajari kelakuan orang lain di lingkungan sosialnya. Hampir segala
sesuatu yang dilakukannya, atau bahkan yang dipikirkan dan dirasakannya
berkaitan dengan orang lain.
Rina, (dalam Hasbullah (2011: 9) dalam arti sederhana pendidikan sering
diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dalam perkembangannya,
istilah pendidikan atau pedagogies berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dewasa di
sisni dimaksudkan adalah dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara
biologis, psikologis, paedagogis dan sosialis.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa selain keluarga, lingkungan
juga berpengaruh penting dalam pembentukan karakter anak. Pengaruh lingkungan
seperti teman sebaya maupun orang dewasa yang ditemui di luar akan
mempengaruhi kepribadian anak kelak. Ilham, (2015) pemisahan teman yang baik
dan teman yang buruk diibaratkan seorang penjual minyak wangi dan seorang
pandai besi, penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau
engkau dapat membeli minyak wangi darinya, walaupun tidak engkau tetap
mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi percikan apinya
bisa mengenai pakainanmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asap
yang tidak sedap.
Sistem pendidikan nasional yang semesta, yang menyeluruh dan terpadu
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat
12
Indonesia seluruhnya serta merupakan wahana kelangsungan hidup bangsa dan
Negara, pada hakikatnya menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia dan
dilaksanakan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah serta diusahakan agar
dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing
individu. Ihsan (2013: 57) Pembinaan dan Tanggung Jawab Pendidikan Anak
pada Orang Tua, Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina
oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain sebagai berikut :
1) Memelihara dan membesarkannya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan
alamiah untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan, minum dan
perawatan, agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.
2) Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun
rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat
membahayakan dirinya.
3) Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
berguna bagi hidupnya, sehingga apabila ia telah dewasa ia mampu berdiri
sendiri dan membantu orang lain serta melaksanakan kekhalifahannya.
4) Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya
pendidikan dengan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan
akhir muslim tanggung jawab ini dikategorikan juga sebagai tanggung jawab
kepada Allah.
Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus
terus menerus perhatikan juga perlu dikembangkan pada setiap orang tua, mereka
juga perlu dibekali teori-teori pendidikan modern sesuai dengan perkembangan
13
zaman. Kerjasama untuk mendidik anak antara suami dan istri sangat mutlak
diperlukan. Dalam konsep pendidikan modern, kedua orang tua harus sering
berjumpa dan berdialog dengan anak-anaknya,pergaulan dalam keluarga harus
terjalin secara mesra dan harmonis. Kekurangakrabatan orang tua dengan anak-
anaknya dapat menimbulkan kerenggangan kejiwaan yang dapat menjurus kepada
kerenggangan secara jasmaniah. Freud (dalam Ihsan, 2013) menganalisis
bahwa dalam keluarga anak lebih dekat kepada kedua orang tuanya yang lebih
cenderung lebih dekat dengan ibunya daripada ayahnya. Kenyataan ini dapat
dipahami atas rasional, bahwa memang dalam keseharian ibu lebih dekat dengan
anak-anaknya daripada ayahnya karena pekerjaan yang diembannya. Namun
demikian ibu yang bijaksana, rasa kedekatan ibu dapat digunakan untuk
menimbulkan kesadaran akan peranan ayah dalam rumah tangga, sehingga
kedekatan ayah dengan ayahnya dapat dipelihara dan ditumbuhkan oleh ibunya
melalui pergaulan sehari-hari dengannya.
Pengenalan tentang etika dan norma sosial kehidupan sehari-hari, etika
dalam kehidupan keluarga, dalam lingkungan sekolah, di dalam masjid, cara
bertamu, dan lain-lain. Tujuannya agar anak berakhlak sesuai dengan tata cara
kehidupan masyarakatnya dan dapat diterima oleh masyarakat dimana mereka
hidup. Dengan kata lain, anak-anak juga belajar tentang norma-norma mengenai
kenyataan baik dan kenyataan yang tidak layak dalam masyarakat. Dengan
demikian, anak-anak akan memperoleh standar pengetahuan tentang nilai-nilai
yang patut ditiru dan yang tidak patut. Pembentukan akhlak dan kepribadian anak
dilakukan sejak dini.
14
Tujuan Pendidikan Karakter menurut Karo, (2011: 11) yaitu keluarga
institusi pendidikan seharusnya dapat menghasilkan orang-orang “pandai” dalam
arti luas pendidikan tidak hanya menghasilkan orang “pandai” akan tetapi juga
“baik”. Pendidikan tidak hanya cukup membuat orang pandai, tetapi juga mampu
menciptakan nilai-nilai luhur atau karakter.
Mundsir, (2015: 31) berpendapat bahwa tujuan pendidikan untuk
membentuk dan membangun karakter manusia adalah penting. Mengasuh dan
mendidik anak untuk perkembangan tabiat yang luhur adalah tugas para pendidik
baik itu oleh orang tua dirumah tangga, maupun guru di sekolah.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan karakter adalah
membentuk manusia atau anak mempunyai budi pekerti yang luhur, mempunyai
tabiat yang baik, berperilaku santun dan dapat bertanggung jawab, dan menjadi
manusia yang seutuhnya. Manusia yang berkarakter tidak akan mudah terjerumus
dalam hal-hal negatif karena mempunyai integritas.
2. Pekerja Migran Indonesia (PMI)
Buruh migran Sumardiani, (2014) adalah sebuah istilah yang digunakan
untuk individu atau kelompok yang berpindah (migrasi) dari tempat kelahiran atau
lokasi tinggal. Tujuan mereka berpindah secara umum adalah untuk keperluan
pekerjaan (buruh) hingga menetap pada lokasi tempat kerja tersebut dalam kurung
waktu tertentu. Secara kasar definisi buruh migran lebih sering ditujukan kepada
tenaga kerja Indonesia TKI yang bekerja diluar negeri. Secara definisi buruh migran
terbagi menjadi dua jenis yaitu
15
a. Buruh migran Eksternal sering disebut sebagai Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) adalah mereka yang menjadi pembantu, atau kepada suatu badan
perusahaan. Negara-negara tujuan buruh migran umumnya berupa negara-
negara Asia seperti Malaysia,Singapura,Brunei dan lain-lain.
b. Buruh migran Internal adalah mereka yang memilih meninggalkan tempat
tinggalnya di dalam negeri menuju tempat lain di dalam negaranya yang
menyediakan pekerjaan yang layak baik secara kualitas maupun kuantitas.
Naim ( 2013: 3) Merantau adalah tipe khusus dari migrasi dengan konotasi
budaya tersendiri yang tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa inggris atau
bahasa barat manapun. “Merantau” adalah istilah Melayu, Indonesia, dan
Minangkabau yang sama arti dengan pemakaiannya dengan akar “rantau”.
“Rantau” menurut Winstedt, Iskandar, dan poerwadarminta, ialah kata benda yang
berarti dataran rendah atau daerah aliran sungai, jadi biasanya terletak dekat ke-atau
bagian daerah pesisir. “Merantau adalah kata kerja yang berawalan “me” yang
berarti “pergi ke rantau”. Tetapi dari sudut sosiologi, istilah ini sedikit mengandung
enam unsur pokok berikut: Meninggalkan kampung halaman, dengan kemauan
sendiri, untuk jangka waktu lama atau tidak, dengan tujuan mencari penghidupan,
menuntut ilmu atau mencari pengalaman, biasanya dengan maksud kembali pulang
dan Merantau ialah lembaga sosial yang membudaya.
Laksono, (2019: 124) Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah istilah baru
untuk penduduk warga Indonesia yang merantau bekerja diluar negeri. PMI adalah
istilah baru muncul sekarang.
16
Mastur (2017: 119) yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri
dalam hubungan kerja dalam waktu tertentu dengan menerima upah. Namun,
tenaga kerja yang dimaksud dalam penulisan ini adalah Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) yang bekerja mencari nafkah di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya termasuk kebutuhan pendidikan anak-anak yang ditinggalkannya .
Tenaga Kerja Indonesia merupakan buruh atau pekerja yang melakukan suatu
pekerja untuk mendapatkan upah berupa uang atau barang.
Dari analisis-analisis diatas mengenai pekerja migran Indonesia dapat
simpulkan bahwa pekerja migran Indonesia (PMI), tenaga kerja Indonesia (TKI),
tenaga kerja wanita (TKW), dan merantau merupakan sebuah istilah yang memiliki
arti yang sama yaitu sebutan warga Indonesia yang bekerja diluar negeri maupun
luar kota untuk keperluan bekerja dalam kurung waktu tertentu.
B. Tinjauan Teori
Untuk mengarahkan dan memfokuskan penelitian ini, teori sangatlah
penting. Teori tersebut akan membantu dalam mencari dan menganalisis masalah
dalam penelitian. Oleh karena itu penulis mencoba menggunakan teori yang
dianggap relevan dengan pokok penelitian, agar nantinya penelitian ini
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Teori struktural Fungsional
Teori struktural fungsional Talcot Persons di mulai dengan empat fungsi
penting untuk semua sistim “tindakan” yang disebut dengan AGIL. Melalui AGIL
17
ini kemudian dikembangkan pemikiran mengenai struktur dan sistim. Menurut
Persons (dalam Nursalam dan dkk, 2016) fungsi adalah kumpulan kegiatan yang
ditujuka ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistim. Dengan
definisi ini Persons yakin bahwa ada empat fungsi penting yang diperlukan semua
sistim yang dinamakan AGIL yang antara lain adalah:
a.).Adaptation / adaptasi Sebuah sistim harus menanggulangi situasi
eksternal yang gawat. Sistim harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
menyesuaikan ligkungan itu dengan kebutuhannya.
b.)Goalattainment / pencapaian tujuan sebuah sistim harus mendifinisikan
diri untuk mencapai tujuan utamanya.
c.)Integration / integrasi sebuah sistim harus mengatur antar hubungan
bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistim juga harus mengelola
antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya. (A, G, L).
d.)Latency / pemeliharaan pola sebuah sistim harus memperlengkapi,
memelihara, dan memperbaiki, baik motivasi individu maupun pola-pola
kultur yang menciptakan dan menopang motivasi.
Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa Person menekankan pada hirarkinya
integrasi terjadi dengan dua cara. Cara pertama adalah masing-masing tingkat yang
lebih rendah menyediakan kondisi atau kekuatan yang lebih tinggi. Kedua adalah
segala sesuatu yang lebih tinggi mengendalikan segala sesuatu yang ada ditingkat
yang lebih renda.
Pada struktur Fungsional pendidikan karakter pada jalur pendidikan
informal, nonformal dan formal memiliki peran strategis untuk mencapai tujuan
18
pendidikan karakter pada anak. Peran tersebut tidak akan berjalan secara maksimal
apabila berjalan secara sindiri-sendiri. Keberhasilan pencapaian pendidikan
karakater akan diperoleh jika ketiga jalur berjalan dengan baik.
Pendidik informal di dalam keluarga yang terdiri dari seorang ayah pencari
nafka, seorang ibu pengurus rumah tangga, merawat dan mendidik, dan anak yang
memiliki fungsi dan peran masing-masing dimana diakui bahwa pendidikan
karakter dalam keluarga berjalan yang optimal pada setiap anak maka akan
mempunyai budi pekerti yang luhur, mempunyai tabiat yang baik, berperilaku
santun dan dapat bertanggung jawab.
2. Teori Behavioristik
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pemahaman manusia yang
dikembangkan oleh B.F. Skinner (dalam Nahar, 2016 :73 ) teori behavioristik
sosiologi ini dibangun dalam rangka menerapkan prinsip psikologi perilaku dalam
sosiologi. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari
tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor.
Oleh karena itu teori ini juga dinamakan teori stimulus-respon. Menurut Skinner
hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan
lingkungannya, yang kemudian menimbulkan tingkah laku, tidaklah sederhana
karena stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan mempengaruhi respon
yang dihasilkan, Respon yang diberikan memiliki konsekuensi nantinya yang
mempengaruhi munculnya perilaku.
Dari hal ini teori belajar behavioristik perilaku, yang terlihat dan penyebab
luar yang stimulusnya. Pembelajaran yang didasarkan pada tingkah laku diperoleh
19
dari pengkondisian lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan
masyarakat dan lingkungan sekolah. Pengkondisian tersebut terjadi melalui
interaksi kemudian menghasilkan tingkah laku.
Behavioristik dalam pembelajaran dalam keluarga yang diambil alih oleh
nenek dan kakek selaku orangtua penganti yang pada dasarnya nenek dan kakek
memiliki harapan yang sama kepada cucunya, menginginkan cucu mereka tumbuh
dan berkembang menjadi anak yang lebih baik, menjadi anak yang mandiri, dan
bertanggung jawab. Namun didikan yang diberikan oleh nenek dan kakek
cenderung membebaskan dan memanjakan. Dalam hal ini stimulus atau
pembelajaran dirumah yang diberikan oleh nenek dan kakek akan sangat
berpengaruh pada respon atau tingkah laku yang dihasilkan anak.
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan diagram kerangka pikir penelitian dibawah dijelaskan bahwa
keluarga utuh adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan
anaknya yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Sebagaimana diketahui
bahwasannya keberhasilan suatu pendidikan pada anak dalam keluarga dikarenakan
keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya dalam pembentukan karakter
sehingga menjadi anak yang pintar dan baik pula akhlaknya.
Namun saat ini, krisis moral akhlak pada anak semakin tak tertanggulangi
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ketidak tahuan orang tua mengenai
pendidikan informal, pekerjaan yang digeluti orang tua, dan perceraian orang tua
yang terjadi. Hal ini mengakibat kurangnya perhatian, kasih sayang, dan didikan
yang penuh terhadap anaknya. Untuk tercapainya pendidikan karakter pada anak
20
Berdasarkan uraian tersebut bahwa pendidikan informal pada anak, itu sangat
berpengaruhi oleh pendidikan nonformal dan pendidikan formal.
Tabel 2.1 Skema kerangka pikir dari penelitian ini:
tttt
D. Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penyusunan peneliti meninjau kembali studi terdahulu
selain berfungsi sebagai wacana mendalam terhadap temuan yang terkait
penyusunan yang akan dilakukan juga dapat juga dijadikan sebagai acuan untuk
melihat celah yang belum tersentuh oleh studi tersebut.
Pendidikan Informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di Desa Pakeng Kecematan
Lembang Kabupaten Pinrang
Bentuk-bentuk Pendidkan
Informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia (PMI)
1. Pendidikan Karakter
2. Pendidikan Agama
3.budaya/adat
Faktor Penghambat
Faktor Pendukung
Temuan
21
1. Karya Skripsi Tsani Nurkha Laila, Peran serta Orang Tua/ Wali dalam
Pendidikan Anak Keluarga TKI Kabupaten Kendal (Kasus di Desa
Ngasinan, Kecamatan Weleri dan Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kota
Kendal) 2011. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran serta
TKI dan orang tua/ wali dalam pendidikan anak keluarga TKI. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah angket dan wawancara.
Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif persentase dengan
skoring. Hasil dari penelitian ini adalah hasil persentase menunjukkan
bahwa anak TKI mendapat perlakuan, perhatian serta kasih sayang yang
bagus dari orang tua wali dalam pendidikan anak tersebut.
2. Karya Skripsi Apriyanti, Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga TKW di
Desa Rungkang Kecamatan Losari Kabupaten Brebes, 2011. penulis
menyoroti permasalahan pada bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan
karakter anak pada keluarga TKW di Desa Rungkang Kecamatan Losari
Kabupaten Brebes. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di Desa Rungkang Kecamatan
Losari Kabupaten Brebes.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan
bahwa dengan tidak adanya peranan ibu dalam mendidik anak pendidikan
karakter yang diterapkan oleh keluarga TKW kepada anak kurang maksimal
karena adanya pola pendidikan dari pengasuh yang tidak konsisten strategi
dalam menanamkan pendidikan karakter pada anak hanya masih sebatas
menyuruh dan mengajari saja, Tetapi dalam perilaku secara umum tidak ada
22
keteladanan dari orang tua untuk memberikan contoh perilaku yang
seharusnya dilakukan.
3. Karya Skripsi Anah Adi Fawistri, Pendidikan Agama Islam Anak Keluarga
TKI : Studi Kasus di Desa Magersari Kecamatan Patebon Kabupaten
Kendal, 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pendidikan
agama islam anak-anak keluarga TKI. Penelitian ini bersifat kualitatif
subjek penelitian ini meliputi anak-anak dan orang tua keluarga TKI.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
observasi,wawancara,dokumentasi,analisis data dilakukan dengan
menafsirkan data penggunaan pendekatan fenomenologi kemudian
pengambilan kesimpulan dengan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan
Problematika dalam permasalah dalam pelaksanaan pendidikan agama
islam anak-anak keluarga TKI terdapat problematika diantaranya adalah
Kesibukan orang tua, kurangnya pengetahuan pengasuhan sebagai
pengganti orang tua, kurang kepedulian pengasuh, anak kehilangan sosok
figur bapak/ibu yang bekerja sebagai TKI, bapak/ibu kurang memiliki
tanggung jawab dan berperan dalam pengasuhan anak, kemajuan teknologi
dan komunikasi.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No Nama dan Judul penelitian Persamaan Perbedaan
1 Karya Skripsi Tsani Nurkha
Laila dengan judul Peran Serta
Orangtua/Wali Dalam
Pendidikan Anak Keluarga TKI
Kabupaten Kendal (Kasus Di
1. Membahas
mengenai
peran serta
orang tua/wali
dalam
1. Lokasi Penelitian
2. Penelitian terdahulu lebih
berfokus pada peran serta
orangtua/wali terhadap
23
Desa Ngasinan, Kecamatan
Weleri Dan Kelurahan
Ketapang)
pendidikan
anak pada
keluarga
TKI/PMI
pendidikan anak pada
keluarga TKI.
3. Penelitian yang dilakukan
penulis fokus pada bentuk-
bentuk pendidikan
Informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia
(PMI).
4. Jika penelitian terdahulu
menggunakan deskriptif
persentase dengan skoring
sedangkan,
5. Penulis menggunakan
deskriptif kualitatif
dengan pendekatan studi
kasus.
2 Karya Skripsi Apriyanti
Dengan Judul Pendidikan
Karakter Anak Pada Keluarga
TKW di Desa Rungkang
Kecamatan Losari Kabupaten
Brebes (2011)
1. Membahas
mengenai
pendidikan
anak pada
keluarga
TKW/PMI
2. Metode yang
digunakan
deskriptif
kualitatif
1. Lokasi Penelitian
2. Penelitian terdahulu fokus
pada penanaman nilai-
nilai pendidikan karakter
anak pada keluarga TKW.
3. Penelitian yang dilakukan
penulis fokus pada
Bentuk-bentuk pendidikan
Informal pada anak
pekerja migran indonesia
(PMI).
3 Karya Skripsi Anah Adi
Fawistri dengan judul
Pendidikan Agama Islam Anak
Keluarga TKI Studi Kasus di
Desa Magersari Kecamatan
Patebon Kabupaten Kendal
(2017)
1. Membahas
mengenai
pendidikan
agama islam
pada anak
keluarga TKI
2. Metode yang
digunakan
deskriptif
kualitatif
1. Lokasi Penelitian
2. Penelitian sebelumya lebih
fokus pada pendidikan
agama islam pada anak
keluarga TKI
3. Penelitian yang dilakukan
oleh penulis fokus pada
Bentuk-bentuk pendidikan
Informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia
(PMI)
24
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti selama proses penelitian
berlangsung adalah penelitian deskriptif kualitatif melalui pendekatan Studi Kasus
mengenai” Pendidikan Informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di
Desa Pakeng Kecamatan Kecamatan Kabupaten Pinrang”.
Untuk memahami dan mendeskripsikan jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian deskriptif kualitatif mengenai”Pendidikan Informal Pada Anak
Pekerja Migran Indonesia (PMI) (Studi Kasus di Desa Pakeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang)” Peneliti menggunakan studi lapangan (field research) dengan
observasi penelitian langsung ke lapangan untuk melakukan pengamatan pada
subjek dan objek penelitian.
Studi kasus ini dapat membantu peneliti untuk mengadakan studi mendalam
tentang perorangan, kelompok, program, organisasi, budaya, agama, daerah atau
bahkan negara. Dengan metode ini peneliti bertujuan melihat suatu kasus secara
keseluruhan serta peristiwa-peristiwa atau kejadian yang nyata untuk mencari
kekhususanya atau ciri khasnya.
Stake dalam Creswell (2010 : 22) mengemukakan bahwa :
Studi Kasus merupakan salah satu strategi penelitian yang didalamnya peneliti yang
memiliki peranan aktif karena dalam strategi ini peneliti menyelidiki berbagai
macam gejala atau permasalahan yang terjadi dalam suatu gejala atau masalah yang
akan diteliti oleh peneliti tersebut. Peneliti juga harus mampu menyelidiki secara
26
cermat suatu program, kejadian, dan segala aktivitas yang dilakukan dan proses
yang dilakukan dalam sekelompok individu. Kasus-kasus dan masalah yang akan
diteliti dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi
secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data
berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini, secara geografis terletak di Desa Pakeng, Kecamatan
Lembang, Kabupaten Pinrang, Provinsi Sulawesi Selatan.Pada penelitian ini
berkaitan erat dengan Pendidikan Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia
(PMI) (Studi Kasus di Desa Pakeng, Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang).
Tabel 3.1 Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian
Rancangan Kriteria Pemilihan Lokasi Penelitian
Lokasi
Penelitian
● Telah melakukan penelitian terkait dengan pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI)
yang dilakukan di Desa Pakeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang. Adapun alasan peneliti memilih
tersebut Lokasi mudah dijangkau sehingga peneliti
memungkinkan lancarnya penelitian.
27
Peristiwa /
persoalan
(issu)
● Di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten
Pinrang terdapat suatu persoalan mengenai pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI),
Persoalan tersebut telah menjadi perbincangan di
kalangan masyarakat sehingga peneliti tertarik untuk
membelinya
2. Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian yaitu
dilaksanakan sejak tanggal dikeluarkannya surat izin peneliti dalam kurung waktu
kurang lebih 2 bulan mulai dari tanggal 10 Oktober sampai dengan 26 Novenber
2020.
Tabel 3.2 Waktu Penelitian
No Nama Kegiatan Bulan Pelaksanaan Kegiatan
Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb
1. Survei Awal dan Penentuan
Lokasi Penelitian
2. Penyusunan Proposal
3. Konsultasi Bimbingan
4. Seminar Proposal -
5. Pelaksanaan Penelitian
28
6. Pengolahan Data, Analisis,
dan Penyusunan Skripsi
7. Konsultasi Bimbingan
6. Seminar Hasil
-
C. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk
Pendidikan Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) Di Desa Pakeng
Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang dan untuk mengetahui bentuk-bentuk
pendidikan Informal pada anak Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan untuk
mengetahui apakah faktor penghambat dan pendukung pendidikan Informal pada
anak Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di desa pakeng kecamatan lembang
kabupaten pinrang.
C. Informan Penelitian
Penentuan informan pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive
sampling, dimana pemilihan dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang
telah ditentukan dan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun klasifikasi dari
Informan penelitian purposive sampling diantaranya:
1. Informan Kunci (key informan),
Yaitu mereka yang memiliki informasi pokok. Dengan ini anak-anak yang
pekerjaan orang tua mereka adalah pekerja migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng
Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang .
29
2. Informan Ahli,
Yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam pemberian pendidikan
Informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng Kecamatan
Lembang Kabupaten Pinrang. Hal ini yaitu keluarga dan orang tua penganti yaitu
selaku nenek ataupun kakek.
3. Informan Tambahan,
Yaitu mereka yang dapat memberikan berbagai jenis informasi yang peneliti
butuhkan terkait apa yang diteliti walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi
sosial yang sedang diteliti. Hal ini yaitu kerabat dan masyarakat sekitar berupa
tetangga.
Tabel 3.3 Daftar Nama-Nama Responden
NO Nama
Responden
Status Jenis
Kelamin
Umur Alamat
1. Puasa
Siswa/
Anak
Perempuan 12 Tahun
Sepang
2. Safitri
Siswa/
Anak
Perempuan 12 Tahun Kampung
Baru
Sepang
3. Herwin
Siswa/
Anak
Laki-laki 13Tahun Sepang
4. Ibu Hania
Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 63 Tahun Sepang
5. Ibu Rahma Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 70 Tahun Kampung
Baru
Sepang
6. Ibu Maring Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 72 Tahun Sepang
7. Ibu Wati Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 45 Tahun Sepang
30
8. Ibu Darma Mili Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 38 Tahun Kampung
Baru
Sepang
9. Ibu Rahma Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 45 Tahun
Sepang
D. Jenis Dan Sumber Data
Sugiyono, (2010:15) dalam Rahmawati (2018: 39) Data yang digunakan
dalam penelitian bersumber dari data primer serta data sekunder :
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan melalui pengamatan langsung pada suatu
objek.Untuk melengkapi data, maka melakukan wawancara secara langsung dan
mendalam dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebagai
alat pengumpulan data.Dalam hal ini sumber data utama (data primer) diperoleh
langsung dari setiap informan yang diwawancarai secara langsung di lokasi
penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data yang dapat diperoleh dari sumber bacaan
dan berbagai macam sumber lainnya terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian,
hasil rapat perkumpulan, sampai dokumentasi-dokumentasi resmi dari berbagai
instansi pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, lampiran-lampiran
dari badan-badan resmi seperti kementerian-kementerian, hasil-hasil studi, tesis,
hasil survey, dan sebagainya.
31
Peneliti menggunakan data primer sekaligus data sekunder ini untuk
memperkuat berbagai penemuan dan melengkapi informasi yang telah
dikumpulkan melalui wawancara langsung dan wawancara tidak langsung.
E. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data penelitian ini, maka digunakanlah instrumen
penelitian, Instrumen penelitian utama dari penelitian ini adalah peneliti itu sendiri
kemudian menyiapkan berupa lembar observasi, panduan wawancara, serta catatan
dokumentasi sebagai pendukung dalam penelitian ini.
1. Lembar observasi, berisi catatan-catatan yang diperoleh penelitian
pada saat melakukan pengamatan langsung di lapangan.
2. Panduan wawancara merupakan seperangkat daftar pertanyaan yang
sudah disiapkan oleh peneliti sesuai dengan rumusan masalah dan
pertanyaan peneliti yang akan dijawab melalui proses wawancara.
3. Catatan dokumentasi adalah data pendukung yang dikumpulkan
sebagai penguatan data observasi dan wawancara yang berupa
gambar, grafik, data angka, sesuai dengan kebutuhan penelitian.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
menggunakan beberapa cara, diantaranya:
1. Observasi
Observasi yaitu teknik penelitian dengan mendatangi lokasi penelitian,
mengadakan pengamatan secara langsung terhadap permasalahan yang akan diteliti
khususnya pada objek dan subjek penelitian.
32
2.Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab peneliti dengan subjek penelitian
atau informan dalam suatu situasi sosial. Dengan memanfaatkan metode
wawancara ini, maka penulis dapat melakukan menyampaikan sejumlah pertanyaan
ke pihak responden secara lisan dengan menggunakan panduan wawancara tiada
lain untuk memperoleh data yang dibutuhkan penulis.
3. Dokumentasi
Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan yang
berkenaan dengan judul penulis dan data dari responden atau catatan-catatan lain
yang berhubungan dengan permasalahan yang ingin diteliti peneliti. Metode ini
digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data, tidak lain untuk
memperkuat kredibilitas data yang diperoleh.
Tabel 3.4 Klasifikasi Pengumpulan Data
No Teknik
Pengumpulan Data
Aspek yang Ingin diteliti
1. Observasi 1. Orang tua/wali mengajarkan karakter tanggung jawab
kepada anak
2. Orang tua/ wali mengajarkan karakter jujur kepada
anak
3. Orang tua/ wali pernah mengajarkan karakter madiri
kepada anak
4. Orang tua/ wali mengajarkan karakter displin kepada
anak
5. Orang tua/wali membina anak dalam belajar agama
berupa sholat lima waktu
6. Orang tua/wali membina anak dalam belajar agama
berupa mengaji
33
7. Orang tua/wali membina anak dalam belajar agama
berupa puasa
8. Orang tua/wali mengajarkan adat etika berbahasa
kepada anak
9. Orang tua/wali mengajarkan adat etika perilaku
kepada anak
10. Ketidaktahuan orang tua/wali menjadi faktor
penghambat pendidikan informal kepada anak Pekerja
Migran Indonesia
11. Pekerjaan orang tua menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia
12. Perceraian orang tua menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia
13. Usia orang tua/wali menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia
14. Membebaskan anak menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia
15. Mengabaikan anak menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia
16. Media handphone menjadi faktor penghambat
pendidikan informal kepada anak Pekerja Migran
Indonesia
17. Media tv menjadi faktor penghambat pendidikan
informal kepada anak Pekerja Migran Indonesia
18. Pendidikan formal sekolah dasar (SD) menjadi faktor
pendukung pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia
19. Pendidikan nonformal (masyarakat) menjadi faktor
pendukung pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia
2. Wawancara a. Apakah anda sebagai orang tua/wali pernah
mengajarkan karakter tanggung jawab kepada anak
dan mengapa karakter tanggung jawab perlu
ditanamkan kepada anak?
b. Apakah anda sebagai orang tua/ wali pernah
mengajarkan karakter jujur kepada anak dan mengapa
karakter jujur perlu ditanamkan kepada anak?
c. Apakah anda sebagai orang tua/ wali pernah
mengajarkan karakter mandiri kepada anak dan
34
mengapa karakter mandiri perlu ditanamkan kepada
anak ?
d. Apakah anda sebagai orang tua/ wali pernah
mengajarkan karakter disiplin kepada anak dan
mengapa karakter disiplin perlu ditanamkan kepada
anak ?
e. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu membina
anak dalam belajar agama berupa sholat lima waktu ?
f. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu membina
anak dalam belajar agama berupa mengaji ?
g. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu membina
anak dalam belajar agama berupa puasa ?
h. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu
mengajarkan adat etika berbahasa kepada anak?
i. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu
mengajarkan adat etika perilaku kepada anak ?
j. Apakah ketidaktahuan orang tua/wali tentang
pendidikan informal menjadi faktor penghambat
pendidikan informal kepada anak Pekerja Migran
Indonesia?
k. Apakah pekerjaan orang tua menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
l. Apakah perceraian orang tua menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
m. Apakah usia orang tua/wali menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
n. Apakah membebaskan anak menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
o. Apakah mengabaikan anak menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng?
p. Apakah media handphone menjadi faktor penghambat
pendidikan informal yang anda berikan kepada anak
Pekerja Migran Indonesia ?
35
q. Apakah media Tv menjadi faktor penghambat
pendidikan informal yang anda berikan kepada anak
Pekerja Migran Indonesia?
r. Apakah pendidikan formal sekolah dasar (SD)
menjadi faktor pendukung pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia?
s. Apakah pendidikan nonformal (masyarakat) menjadi
faktor pendukung pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia ?
3. Dokumentasi a. Profil lokasi desa
b. Data jumlah penduduk
c. Jurnal
d. Skripsi
e. Berita online
f. Dokumentasi selama proses penelitian
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai adalah analisis data berlangsung atau
mengalir (flow model analysis). Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan
pada teknik analisis data tersebut yaitu mengumpulkan data, reduksi data, display
data dan verifikasi/menarik kesimpulan.
1. Pengumpulan data
Mengumpulkan data di lokasi penelitian dengan melakukan observasi,
wawancara, dan dokumentasi dengan menentukan fokus serta pendalaman data
pada proses pengumpulan data berikutnya.
2. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok memfokuskan
pada hal yang penting dicari tema dan polanya dan menyambung yang tidak perlu.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
36
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data, dan
mencarinya bila diperlukan.
3. Penyajian data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.
Melalui penyajian data maka data terorganisasikan tersusun dalam pola hubungan
sehingga akan semakin mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian
data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori,
flowchear dan sejenisnya.
4. Verifikasi/Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan secara konduktif, kesimpulan yang
diambil kemudian diverifikasi dengan jalan meninjau ulang catatan lapangan dan
mendiskusikannya guna mendapatkan kesepakatan intersubjektif, hingga dapat
diperoleh kesimpulan yang kokoh.
I. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data adalah upaya yang dilakukan dengan cara menganalisa atau
memeriksa data, mengorganisasikan data, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting berdasarkan kebutuhan dalam penelitian dan
memutuskan apa yang dapat dipublikasikan. Langkah analisis data akan melalui
beberapa tahap yaitu, mengelompokkannya, memilih dan memilah data lalu
kemudian menganalisanya. Untuk memperkuat keabsahan data, maka peneliti
melakukan usaha-usaha yaitu diteliti kredibilitasnya dengan melakukan teknik-
teknik sebagai berikut:
1. Perpanjangan pengamatan
37
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti melakukan pengamatan,
wawancara lagi dengan sumber data atau menambah (memperpanjang) waktu untuk
observasi. Wawancara yang awalnya hanya satu minggu, maka akan ditambah
waktu satu minggu lagi. Dan jika dalam penelitian ini, data yang diperoleh tidak
sesuai dan belum cocok maka dari itu dilakukan perpanjangan pengamatan untuk
mengecek keabsahan data. Bila setelah diteliti kembali ke lapangan data sudah
benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri.
2. Meningkatkan ketekunan
Untuk meningkatkan ketekunan, peneliti bisa melakukan dengan sering
menguji data dengan teknik pengumpulan data yaitu pada saat pengumpulan data
dengan teknik observasi dan wawancara, maka peneliti lebih rajin mencatat hal-hal
yang detail dan tidak menunda-nunda dalam merekam data kembali, juga tidak
menganggap mudah / enteng data dan informasi.
3. Trianggulasi
Triangulasi merupakan teknik yang digunakan untuk menguji kepercayaan
data (memeriksa keabsahan data atau verifikasi data), atau istilah lain dikenal
dengan trustworthhinnes, yang digunakan untuk keperluan mengadakan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah dikumpulkan.
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber,
maksudnya bahwa apabila data yang diterima dari satu sumber adalah meragukan,
maka harus mengecek kembali ke sumber lain, tetapi sumber data tersebut harus
38
setara sederajatnya. Kemudian peneliti menganalisis data tersebut sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan dan dimintakan kesempatan dengan sumber-
sumber data tersebut.
b. Triangulasi teknik
Triangulasi teknik adalah untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda,
yaitu yang awalnya menggunakan teknik observasi, maka dilakukan lagi teknik
pengumpulan data dengan teknik wawancara kepada sumber data yang sama dan
juga melakukan teknik dokumentasi.
c. Triangulasi peneliti
Triangulasi peneliti adalah membandingkan hasil pekerjaan seorang peneliti
dengan peneliti lainnya (peneliti yang berbeda) tidak lain untuk mengecek kembali
tingkat kepercayaan data, dengan begitu akan memberi kemungkinan bahwa hasil
penelitian yang diperoleh akan lebih dipercayai.
d. Triangulasi waktu
Triangulasi waktu adalah pengujian data yang telah dikumpulkan dengan
memverifikasi kembali data melalui informan yang sama pada waktu yang berbeda.
39
BAB IV
GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat Kabupaten Pinrang
Kabupaten Pinrang adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Asal mula nama pinrang ialah ada beberapa versi mengenai asal
pemberian nama Pinrang yang berkembang di masyarakat Pinrang sendiri. Versi
pertama menyebut Pinrang berasal dari bahasa bugis yaitu kata "benrang" yang
berarti "air genangan" bisa juga berarti "rawa-rawa". Hal ini disebabkan pada awal
pembukaan daerah Pinrang masih berupa daerah rendah yang sering tergenang dan
rawa. Versi kedua menyebutkan bahwa ketika Raja Sawitto bernama La
Dorommeng La Paleteang, bebas dari pengasingan dari kerajaan Gowa.
Kedatangan disambut gembira namun mereka terheran karena wajah raja berubah
dan mereka berkata "Pinra bawangngi tappana puatta pole Gowa", yang artinya
berubah saja mukanya Tuan Kita dari Gowa. Setelah itu rakyat menyebut daerah
tersebut sebagai Pinra yang artinya berubah, kemudian lambat laun menjadi
Pinrang.
Sumber lain mengatakan pemukiman Pinrang yang dahulu rawa selalu
tergenang air membuat masyarakat berpindah-pindah mencari pemukiman bebas
genangan air, dalam bahasa Bugis disebut "Pinra-Pinra Onroang". Setelah
menemukan pemukiman yang baik, maka tempat tersebut diberi nama: Pinra-pinra.
Pada masa penjajahan cikal bakal Kabupaten Pinrang berasal dari Onder
Afdeling Pinrang yang berada di bawah afdeling Pare-Pare, yang merupakan
40
gabungan empat kerajaan yang kemudian menjadi self bestuur atau swapraja, yaitu
Kassa, Batulappa, Sawitto dan Suppa yang sebelumnya adalah anggota konfederasi
kerajaan Massenrengpulu (Kassa dan Batulappa) dan Ajatappareng (Suppa dan
Sawitto). Selanjutnya Onder Afdeling Pinrang pada zaman pendudukan Jepang
menjadi Bunken Kanrikan Pinrang dan pada zaman kemerdekaan akhirnya menjadi
Kabupaten Pinrang.
Masa kemerdekaan pada tahun 1952 terjadi perubahan daerah di Sulawesi
Selatan, pembagian wilayahnya menjadi daerah swatantra. Daerah swantantra yang
dibentuk adalah sama dengan wilayah afdeling. Perubahan adalah
kata afdeling menjadi swatantra dan Onder Afdeling menjadi kewedaan. Dengan
perubahan tersebut maka Onder Afdeling Pinrang berubah menjadi kewedanaan
Pinrang yang membawahi empat swapraja dan beberapa distrik.
Pada tahun 1959 keluarlah undang-undang nomor 29/1959 yang berlaku pada
tanggal 4 Juli 1959 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi
termasuk membentuk Daerah Tingkat II Pinrang. Pada tanggal 28 Januari 1960,
keluar surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: UP-7/3/5-392 yang
menunjuk H.A. Makkoelaoe menjadi Kepala Daerah Tingkat II Pinrang, karena
pada saat itu unsur atau organ sebagai perangkat daerah otonomi telah terpenuhi
maka tanggal tersebut dianggap sebagai tanggal berdirinya Kabupaten Pinrang.
2. Gambaran Geografi dan Administrasi Wilayah
a. Gambaran Geografi
41
Kabupaten pinrang adalah salah satu daerah tingkat II di provinsi sulawesi
selatan, Indonesia. Kabupaten ini terletak 185 km dari Makassar arah utara yang
berbatasan dengan kabupaten Polewali Mandar provinsi sulawesi barat. Kabupaten
Pinrang terletak di ujung utara bagian barat dari Wilayah provinsi Sulawesi Selatan.
Secara geografis terletak antara 3019’13”–4010’30” Lintang Selatan (LS) dan 1190
26’ 30” – 1190 47’ 20” Bujur Timur (BT). Kabupaten Pinrang terletak di bagian
tengah Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten ini dibatasi:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja;
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Sidenreng
Rappang;
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kotamadya Parepare; serta
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Polewali Mandar (Sulbar)
dan Selat Makassar.
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Pinrang
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pinrang 2017
b. Administratif Wilayah
Wilayah administratif kabupaten Pinrang terbagi dalam 12 Kecamatan dan
108 Desa/Kelurahan (39 Kelurahan dan 69 Desa) dengan luas 1.961,77 Km².
42
Adapun Kecamatan Lembang merupakan kecamatan terluas dengan luas 733,09
Km².
Tabel 4.2 Luas daerah tiap kecamatan di Kabupaten Pinrang
No Kecamatan Luas
(Km2)
Jumlah
Kelurahan Desa Dusun
1 Suppa 74.2 2 8 22
2 Mattiro Soppe 96.99 2 7 19
3 Lanrisang 73.01 1 6 16
4 Mattiro Bulu 132.49 2 7 19
5 Watang Sawitto 58.97 8 -
6 Paleteang 37.29 6 -
7 Anggeraja 77.73 5 -
8 Tiroang 136.85 4 7 19
9 Patampanua 90.8 1 6 15
10 Duampanua 291.86 5 10 25
11 Batulappa 198.99 1 4 11
12 Lembang 733.09 2 14 37
Jumlah 1961.77 39 69 189
Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2017oooobbbiqsuahan
3. Gambaran Potensi Wilayah
43
Kabupaten pinrang memiliki potensi wilayah, meliputi Sektor Pertanian
memiliki peranan penting dalam perekonomian. Pada tahun 2017, berkontribusi
Sektor Pertanian terhadap PDRB sebesar 48,67 persen Kabupaten Pinrang.
Beberapa komoditas tanaman pangan di Pinrang antara lain: padi, jagung, ubi kayu,
ubi jalar dan kacang-kacangan dan Tanaman perkebunan antara lain; kakao, kelapa
dan kopi robusta.
Bidang Peternakan seperti sapi potong, kerbau, kuda, kambing/domba,
ayam dan itik. Populasi ternak pada tahun 2017 sebanyak 2.779.625 ekor dan Di
bidang perikanan kabupaten Pinrang pada tahun 2017 produksi perikanan tangkap
di perairan umum mencapai 3.571,1 Ton.
4. Gambaran Geohidrologi, Geologi, dan Klimatologi
a. Geohidrologi
Di Kabupaten Pinrang, terdapat dua sungai besar yaitu sungai Mamasa dan
Sungai Saddang, dimana sungai Mamasa sebenarnya masih merupakan anak sungai
Saddang. Saat ini sungai Mamasa dimanfaatkan untuk keperluan Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakaru yang berlokasi di Desa Ulusaddang, Kecamatan
Lembang. PLTA yang ada ini selain untuk memenuhi kebutuhan listrik di
Kabupaten Pinrang, juga untuk memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Sulawesi
Selatan. Sedangkan Sungai Saddang dimanfaatkan untuk pengairan pertanian
dengan cakupan pelayanan selain Kabupaten Pinrang juga melayani Kabupaten
Sidrap.
b. Geologi
44
Geologi wilayah Kabupaten Pinrang dari hasil pengamatan dan kompilasi
Peta Geologi Kabupaten Pinrang, maka susunan lapisan batuan yang meliputi
antara lain : Endapan alluvium dan sungai terdiri dari atas lempung, lanau, pasir
dan kerikil. Batuan gunung api tersusun atas trakit dan andesit, tuff batu apung, batu
pasir terpaan, konglomerat dan breksi terpaan, penyebarannya di bagian utara Kota
Pinrang, Sekitar Bulu Lemo, Bulu Pakoro sedangkan di bagian selatan sekitar Bulu
Manarang, Bulu Paleteang, Bulu Lasako (berbatasan dengan Parepare). Ke Arah
Bunging terdapat batu gamping terumbu yang umumnya relatif sama dengan batuan
gunung api. Batuan aliran lava, Batuan aliran lava bersusun trakhit abu-abu muda
hingga putih, kekar tiang, penyebarannya ke arah daerah Kabupaten Pinrang, yaitu
sekitar Kecamatan Lembang dan Kecamatan Duampanua. Batuan konglomerat
(Formasi Walanae), Batuan ini terletak di bagian Timur Laut Pinrang, sekitar
Malimpung sampai ke wilayah Kabupaten Sidrap, satuan batuan ini terdiri atas
konglomerat, sedikit batu pasir glaukonit dan serpih dan membentuk morfologi.
Batuan lava bersusun basol hingga andesit, Satuan batuan ini terbentuk lava bantal,
breksi andesit piroksin dan andesit trakhit dengan penyebaran sekitar Bulu Tirasa
dan Pakoro. Batu pasir, Satuan batuan ini bersusun andesit, batu lanau, konglomerat
dan breksi. Struktur sesar diperkirakan terdapat pada batuan aliran lava dan batu
pasir bersusun andesit, berupa sesar normal.
c. Klimatologi
45
Klasifikasi iklim menurut Smith-Ferguson, tipe iklim Wilayah Kabupaten
Pinrang termasuk tipe A dan B dengan curah hujan terjadi pada bulan Desember
hingga Juni dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret. Musim kemarau
terjadi pada bulan Juni sampai Desember. Kriteria tipe iklim menurut Oldeman-
Syarifuddin bulan basah di Kabupaten Pinrang tercatat 7-9 bulan, bulan lembab 1-
2 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Tipe iklim menurut klasifikasi Oldeman -
Syarifuddin adalah iklim B dan C. Curah hujan tahunan berkisar antara 1073 mm
sampai 2910 mm, Evaporasi rata-rata tahunan di Kabupaten Pinrang berkisar antara
5,5 mm/hari sampai 8,7 mm/hari. Suhu rata-rata normal antara 27°C dengan
kelembaban udara 82% - 85%.
B. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Pembangunan Desa Pakeng
Pada abad ke13 atau tahun 1400 M telah berdiri suatu kerjaan kecil yang
bernama Pakeng asal katanya Apakeng. Jadi, mulanya orang datang dari
pegunungan pangala Pakeng disinilah mula-mulanya terbentuk suatu
perkampungan yang dipimpin oleh seorang raja perkampunan ini berbatasan
dengan keajaan letta.
Kerajaan pakeng pernah dipimpin oleh 14 raja yang dipilih secara turun temurun
dan memiliki tingkat keberhasilan masing-masing dalam memimpin kerajaan
pakeng adapun nama raja- raja pakeng yaitu.
a. Raja Pakeng ke I bernama Tandi Apa (Paung Tobarani )
b. Raja Pakeng ke II bernama Matindo di Bulo
c. Raja Pakeng ke III bernama Baconi Matindo di Massuangga
46
d. Raja Pakeng ke IV bernama Sumani Matindo di Pare-Pare
e. Raja Pakeng ke V bernama Puang Janggo
f. Raja Pakeng ke VI bernama Labakka Matindo Bendo
g. Raja Pakeng ke VII bernama Lasiduppa (putra Labakka)
h. Raja Pakeng ke VII bernama Lapali (putra Labakka)
i. Raja Pakeng ke IX bernama Singgoro
j. Raja Pakeng ke X bernama Potte
k. Raja Pakeng ke XI bernama Lapalawa Daeng Mallawa
l. Raja Pakeng ke XII bernama Tammanangnga (Lapalawa Daeng Mallawa)
m. Raja Pakeng ke XIII bernama Massapaila
n. Raja Pakeng ke XIV bernama Tawakkal
Maka dari sekian raja-raja atau arung yang pernah memimpin di atas,
keberadaan dan pengelolaan sumber daya alam, suku yang mendiami hutan
belantara hidup dengan berburu. Hidup dengan berkebun jadung, padi, ladang dan
lain-lain. Dengan sistem ladang yang berpindah-pindah dengan jalan membabat
hutan lalu di tamani, sebagian mereka turun ke daerah rendah sehinggah pada
musim hujan kebunnya digenangi air maka kebunnya diolah menjadi sawah, dan
bahasa yang digunakan masyarakat Pakeng adalah bahasan Pattinjo sebagai bahasa
pemersatu dan bahasa bugis. Masyarakat Desa Pakeng menganut agama islam.
Tabel 4.3 Daftar Nama-Nama Kepala Desa Pakeng
NO NAMA JABATAN TAHUN
47
1 Bapak Pattiroi Tawakkal Kepala Desa 1989 – 1990
2 Bapak Sanusi Kepala Desa 1991 – 1993
3 Bapak Abd Fatnan Sittara SE Kepala Desa 1993– 1994
4 Bapak Iskandar Kepala Desa 1994– 2002
5 Bapak Andi Basuki Syata Kepala Desa 2002 – 2008
6 Bapak Muh. Basri Kepala Desa 2008– Sekarang
Sumber: Kantor Desa Pakeng 2019
2. Visi Misi Desa
Visi: “Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Masyarakat Pakeng Melalui
Pelayanan Terpadu”
Misi:
a) Peningkatan kesejahteraan masyarakat
b) Meningkatkan pendapatan ekonomi rakyat
c) Meningkatkan sumber daya manusia
d) Pengembangkan sumber daya alam melalui pertanian, perkebunan dan
perternakan
e) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan partisipatif
3. Kelembagaan dan SOTK Desa
Pembagian wilayah administrasi Desa Pakeng terdiri atas dua dusun yaitu
Nama Desa Jenis RK
Pakeng 4
Rantoni 2
48
Gambar 4.4 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Pakeng
Sumber: Kantor Desa Pakeng 2019
3. Isu Strategis yang dihadapi Desa
Dalam menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa pakeng ada beberapa isu strategis atau potensi alam yang dapat
dimanfaatkan selain sumber daya manusia, perangkat desa dan organisasi
kemasyarakatan. Potensi-potensi tersebut dijabarkan sebagai berikut.
a. Potensi Sumber Daya Alam
Potensi wilayah desa pakeng sumber daya alam mayoritas dari sektor
pertanian sekitar 100 persen dari pertanian sawah dan 10 persen dari perkebunan.
b. Potensi Sumber Daya Manusia
Dengan adanya potensi sumber daya alam seperti diatas maka peluang untuk
mengentaskan kemiskinan di Desa Pakeng dalam hal memerlukan dukungan
sumber daya manusia SDM .
c. Potensi Aparat Desa dan Organisasi Kemasyarakatan
49
Pembinaan pengembangan kapasitas masyarakat makan aparat desa juga
harus memiliki kemampuan untuk mendukung proses dalam mengentas kemiskinan
di Desa Pakeng dilihat dari perhatian dan fasilitas yang berikan cukup besar.
4. Masalah yang dihadapi Desa
Penyebab kemiskinan di Desa Pakeng sangat berpartisipasi yang berdasarkan
pada hasil gagasan dari tiap wilayah dusun. Kondisi sosial ekonomi tiap dusun
sangat berbeda. secara umum setelah diidentifikasi sebagai berikut.
a. Bidang Ekonomi
Secara umum warga yang tergolong dalam kategori miskin di desa
pakeng dari segi ekonomi diidentifikasi sebagai berikut.
1) Kurangnya keterampilan dan pengetahuan dibarengi oleh rendahnya
SDM atau latar belakang pendidikan minim.
2) Kurang memiliki aset untuk dikembangkan untuk menambah
pendapatan.
3) Kurangnya kepedulian pemerintah masalah pertanian/perkebunan di
desa.
b. Bidang Sosial
Ada dua sektor yang menjadi permasalah di desa pakeng sebagai berikut.
1) Sektor kesehatan, diidentifikasi rendahnya kualitas kesehatan KK
seperti bayi, ibu hamil kurang gizi disebabkan oleh kurangnya informasi
tentang program-program kesehatan yang dijalankan oleh pemerintah,
kurang dipahaminya prosedur akses ke program yang ada dan kurang
50
nya kepedulian masyarakat tentang posyandu sehingga anak tidak
lengkap imunisasi.
2) Sektor pendidikan, Karena kondisi ekonomi menyebabkan orang tua
kurang memperhatikan anak-anaknya dan juga menyebabkan rendahnya
pemahaman orang tua tentang penting pendidikan sehingga tingginya
angka anak putus sekolah dan bahkan tidak pernah sekolah cukup tinggi.
c. Bidang Lingkungan
Lingkungan pemukiman Desa Pakeng masih banyak yang tidak
memenuhi standar kelayakan fasilitas pendukung yang sangat minim seperti, akses
jalan, drainase, fasilitas air minum, dan tempat pengolahan sampah.
5. Keadaan Geografis dan Luas Wilayah Desa
Desa Pakeng merupakan salah satu Desa yang berada di Kabupaten Pinrang,
Desa Pakeng memiliki wilayah dengan luas keseluruh 4656,7(Ha) yang dengan
batas-batas sebagai berikut:
(a) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pakeng
(b) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kariango
(c) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tadokkong
(d) Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pakeng
a. Orbitasi, Waktu Tempu dan Letak Desa Pakeng
Tabel 4.5 Orbitasi dan Jarak Tempuh Desa Pakeng
No Orbitasi dan Jarak Tempuh Keterangan
1. Jarak Ke Ibu Kota Kecamatan 11 Km
51
2. Jarak Ke Ibu Kota Kabupaten 41 Km
3. Jarak Ke Ibu Kota Provinsi 340 Km
4. Waktu Tempuh Ke Ibu Kota Kecamatan 1 Jam
5. Waktu Tempuh Ke Ibu Kota Kabupaten 4 Jam
6. Waktu Tempuh Ke Fasilitas Terdekat
(Ekonomi, Kesehatan, Pemerintahan)
1 Jam
Sumber: Kantor Desa Pakeng 2019
52
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembahasan pada bagian ini berdasarkan pada seluruh data yang sebelumnya
telah dikumpulkan pada saat penulis melakukan penelitian di Desa Pakeng
Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang. Adapun data yang dimaksud dalam hal
ini merupakan data primer dan bersumber dari jawaban para informan dengan
menggunakan pedoman wawancara, observasi, serta dokumentasi atau wawancara
secara langsung sebagai media pengumpulan data yang digunakan untuk keperluan
selama penelitian berlangsung.
Dari data ini telah diperoleh beberapa jawaban terkait dengan Pendidikan
Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng Kecamatan
Lembang Kabupaten Pinrang.
A. Hasil Penelitian
1. Bentuk Pendidikan Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia
(PMI) Di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang
a. Pendidikan Karakter
1) Tanggung Jawab
Kata character berasal dari yunani dengan kata lain charassein, yang
artinya melukiskan, menggambarkan seperti orang yang lagi memahat batu
atau metal. Sikap rasa tanggung jawab harus diajarkan kepada anak sedini
mungkin karena sikap tanggung jawab tidak akan muncul begitu saja. Hal
ini akan tumbuh dalam waktu yang panjang melalui proses pembiasaan
yang baik (Wany, 2012).
53
Dalam mendidik karakter tanggung jawab pada anak peran orang
tualah yang sangat dibutuhkan, sehingga anak memiliki karakter tanggung
jawab yang baik dengan mengajarkan kebiasaan-kebiasaan sederhana
kepada anak dengan memberikan tugas sehari-hari misalnya mencuci
piring, memperbaiki tempat tidur dan mengepel tangga.
Gambar 5.1 Kondisi Saat Anak Sedang mencuci piring di Rumah
Sumber: Pengambilan Gambar Oleh Peneliti Melalui Handphone
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
terkait orang tua/wali mengajarkan karakter tanggung jawab pada anak dari
keluarga dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng kecamatan
lembang kabupaten pinrang berikut adalah :
“Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa memang benar
orang tua/wali selaku nenek anak dari pekerja migran indonesia di desa
pakeng pernah mengajarkan karakter tanggung jawab kepada anak
misalkan mencuci piring dan membantu mengerjakan pekerjaan rumah
lainnya namun cara didikannya yang tidak konsisten dan tegas anak susah
atau kurang peduli dengan apa arahan dari orang tua/walinya“(observasi
10 0kto 2020).
Berdasarkan hasil observasi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
adanya temuan perbedaan penerapan pengasuhan antara orang tua dengan
nenek dan kakek kepada anak di desa pakeng. Keberadaan kakek dan nenek
tidak bisa dipisahkan dari pertumbuhan anak, Masa kini banyak orang tua
54
membutuhkan keberadaan terutama kakek-nenek, secara psikologi kasih
sayang yang diberikan oleh kakek-nenek dapat melengkapi pemenuhan
perhatian dari orang tua terutama bila orang tua tersebut bekerja. Ketika
anak dititipkan kepada nenek-kakek maka akan ada perbedaan gaya
pengasuhan yang dilakukan dengan gaya pengasuhan yang dilakukan oleh
orang tua . Hal inilah yang terjadi pada anak-anak dari pekerja migran
indonesia (PMI) di desa pakeng.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua penganti ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah orang tua/wali pernah
mengajarkan karakter tanggung jawab kepada anak, beliu menuturkan
sebagai berikut :
“ iya denne, yanna pura kumande suroh i mabissa panne,
mappaccing bola yarasa ke disuro’i labarai lari maningo, parallu to pea di
pagguru manna na usseng toi ya kalena masara tapi mawatang sa tea
dipagguru na mataru i “( Wawancara 12 okto 2020).
Artinya :
“Iya pernah, paling diajarakan membersihkan rumah dan memcuci
piring tapi kalau di suruh malah pergi main, perlu diajarkan anak suapaya
besar nanti mereka sudah paham taggung jawabnya sebagai anak tapi susah
di ajari karena itu anak susah diarahkan atau tidak mau mendengar “.
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara yang
telah dilakukan dengan orang tua penganti Ibu B (70 tahun) selaku nenek
dari anak dari pekerja migran indonesia di desa pakeng beliu menuturkan
sebagai berikut :
55
“iya anna la jo, yasa ke disuroh I budassan alasanna, anna
fitti’taeng lalo apa na kusseng na jama, di paguru I manna na usseng to iya
ke battoa apa jammana“( Wawancara15 okt 2020).
Artinya :
“Ya, pernah tapi ya gitu kalau disuruh banyak sekali alasannya,
kalau itu F tidak ada sama sekali itu mau kerja. Karena tanggung jawab akan
membimbing anak-anak kelak menjadi seseorang yang dapat bertanggung
jawab atas perbuatanya“.
Hal demikian dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara yang telah
dilakukan bersama dengan orang tua penganti Ibu M (72 tahun) selaku
nenek dari anak dari pekerja migran indonesia di desa pakeng beliu
menuturkan sebagai berikut :
“iya, denne banga, pada ke disuruo’i pacigei torro patindoang na
ke dong-dong i tapi, pada mi tu ke tummane ya bang na peccing ya bato na
salai kana’i mane onjo masikkola, iya, manna dikelorang i macege dikita“(
Wawancara 17 okto 2020)..
Artinya :
“Iya pernah, misalnya kalau dia bangun bangun kewajibannya
memperbaiki tempat tidurnya sebelum berangkat sekolah tapi ya begitulah
kalau anak laki-laki kadang diberisihkan kadang juga tidak lebih banyak
tidaknya. Karena itu penting bentuk dewasa anak yang lebih berkarakter“.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan bersama dengan ibu H
(62 tahun), ibu B (70 tahun) dan ibu M (72 tahun) para orang tua/wali anak
dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemberian karakter tanggung jawab pada anak pekerja
migran indonesia (PMI) yang diambil asuh oleh neneknya dapat dilihat
tidak ada bentuk ketegasan yang dilakukan oleh orang tua/wali dalam
mendidik karakter anak dirumah.
56
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dari ibu DM (38
tahun) selaku masyarakat umum (keluarga terdekat) keluarga dari Pekerja
Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng terkait dengan bagaimana
pandangan mengenai karakter tanggung jawab yang dimiliki anak dari
Pekerja Migran Indonesia (PMI) beliu menuturkan sebagai berikut:
“yake yaku kita i sa pada manag bara’I to pea di pagguru anna pada
dibola dipagguru i mabissa panne tapi selaingan ni tu to pea torro sola nene
na pea torro sola amma na sa sola ra nene na na kadidai rai appo na “(20
okto 2020).
Artinya :
“Menurut saya karakter tanggung jawab yang dimiliki anak tersebut
sama halnya dengan anak pada umumnya yang diberi tanggung jawab
misalnya mencuci piring setiap hari namun kalau anak yang tinggal bersama
neneknya terkesan tidak tegas kepada anak karena kasihan“.
Dari hasil wawancara dapat ditarik kesimpulan bahwa orang
tua/wali pernah mengajarkan karakter tanggung jawab kepada anak berupa
pekerjaan sederhana yang diberikan kepada anak misalnya memperbaiki
tempat tidur, Mencuci piring dan lain sebagainya, mereka mengatakan
bahwa anak perlu dibimbing agar anak dewasa nanti anak paham akan
tanggung jawabnya dan dapat bertanggung jawab atas perbuatannya namun
orang tua/wali mengalami kesulitan karena anak tersebut nakal dan susah
diatur. Namun pembelajaran karakter tak selamanya dikerjakan oleh anak
karena adanya rasa kasihan.
Salah satu fakta anak yang diasuh oleh nenek, anak menjadi kurang
terdorong aktivitas fisik, dalam penelitian lainnya disebutkan bahwa anak
yang diasuh oleh nenek cenderung kurang terdorong aktivitas fisiknya
57
dibandingkan lain yang dibimbing oleh orang tuanya hal ini menyebabkan
anak menjadi kurang percaya diri dan bisa jadi terpojok oleh teman-
temannya (Fono, 2019).
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu dalam
bentuk dokumentasi berupa dari jurnal Arini, (2018) dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
“pengasuhan anak yang dilakukan oleh kakek dan nenek semakin
banyak terjadi sekarang ini, sehingga muncul beberapa masalah terhadap
proses perkembangan sifat dan prestasi anak, hasil temuan ada dua pola
asuh yang cenderung diterapkan oleh kakek-nenek yaitu pola asuh permisif
dan pola asuh otoriter yang cenderung berdampak negatif bagi anak dan
prestasi anak di sekolah ” (Dokumentasi, 29 Oktober 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, serta dokumentasi maka
dapat diinterpretasikan bahwa dalam suatu keluarga terdapat keadaan
dimana orang tua tidak mengurus anaknya sendiri disebabkan oleh berbagai
alasan misalnya permasalahan ekonomi yang membuat kedua orang tua
bekerja dan menitipkan anaknya kepada kakek-nenek, hal seperti ini sudah
menjadi budaya bagi kebanyakan orang di desa pakeng. Menitipkan anak
kepada nenek dengan tujuan menjaga anak agar mendapat pendidikan
keluarga yang sama menurut orang tua justru berbanding terbalik dengan
hal tersebut, gaya pengasuhan yang dilakukan oleh nenek pada anak pekerja
migran indonesia (PMI) di desa pakeng berkaitan dengan sikap anak yang
diasuh oleh nenek cenderung suka membantah dan malas.
58
2).Pendidikan karakter jujur
Kejujuran adalah suatu nilai karakter yang harus dimiliki setiap
orang anak. Indonesia dikenal dengan dimana nilai dan akhlak yang menjadi
dominan dengan karakter akan menunjukan kualitas dari orang itu sendiri,
namun makin kesini, nilai karakter jujur terus memudar seiring dengan
perkebangnya zaman. Kejujuran harus menjadi pilar untuk suatu karakter
anak, maka dari itu pendidikan karakter jujur wajib diterapkan kepada setiap
anak dirumah sebagaimana diketahui bahwa pendidikan pertama anak
didapat di dalam rumah dan dilakukan oleh orang tua.
Berdasarkan dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendidikan karakter jujur sangat perlu diterapkan kepada anak sejak dini
sebagai panutan pertama adalah didikan yang diberikan oleh orang tua
dirumah.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
terkait dengan orang tua/wali mengajarkan karakter jujur pada anak dari
keluarga dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng kecamatan
lembang kabupaten pinrang berikut adalah:
“Dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter jujur pada anak
pekerja migran indonesia di desa pakeng yang diberikan oleh orang
tua/walinya kepada anaknya tidak menerapkan secara tegas, karakter jujur
perlu di bangun kepada anak untuk membangun kepercayaan kepada
mereka, dilihat dari keseharian bahwa adanya kasus-kasus pencurian yang
dilakukan anak tersebut yang dilakukan di rumahnya maupun dirumah
orang lain,misalnya mengambil uang neneknya secara diam-diam,
dikatakan bahwa karakter jujur minim pada anak dari pekerja migran
indonesia di karenakan kurang tegasnya didikan dari orang tua/walinya
disebabkan karena kondisi fisik orang tua/walinya yang semakin tua, anak
tersebut yang sulit untuk diatur, dan kebiasaan orang tua yang terlalu
berlebihan memberikan uang saku. setiap orang tua/walinya berusaha
59
mengajarkan anaknya untuk belajar karakter jujur namun tidak
tegas“(Observasi 10 okto 2020).
Berdasarkan hasil observasi diatas dapat ditarik kesimpulan adanya
temuan bahwa karakter jujur pada anak dari pekerja migran indonesia (PMI)
di desa pakeng mengalami krisis yang sangat memprihatinkan masyarakat
sekitar adanya kasus pencurian yang dilakukan anak tersebut yang
dilakukan di rumahnya sendiri, mengambil uang tanpa sepengetahuan
neneknya. Kenakalan anak tersebut disebabkan karena kurangnya ketegasan
orang tua/wali terhadap anak dan faktor lainyya ialah kebebasan dan
mengabaikan anak dalam bertindak.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua penganti ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah orang tua/wali pernah
mengajarkan karakter jujur kepada anak, beliu menuturkan sebagai berikut
:
“iya nassami, denne na di pagguru iyakan kana ke di suroh’i pasule
doi a to pura na panggi, iya kanara tapi yahbang na pasule yang bang na
jo, kita to tummatua dipagguru’I manna dau na macca kabuto-buto, iya to
dau na mappakasiri-siri lako kampong“( Wawancara 12okto 2020).
Artinya :
“Ya jelas pernah, palingan misalnya di kasih uang lebih disuruh
kasih kembali sisanya, itu saja.tapi kadang dia kasih kembali kadang juga
tidak perlu diajarkan kepada anak,kalau tidak diajarkan ke anak maka
kebiasan berbohong a di bawah sampai dewasa“.
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara yang
telah dilakukan bersama dengan orang tua penganti Ibu B (70 tahun) selaku
60
nenek dari anak dari pekerja migran indonesia di desa pakeng beliu
menuturkan sebagai berikut :
“iya denne, tapi pada mitu ke pea na bebaskan ammana na deang
doi,yanna denne kiringanna mama na tannia yaku tanniang I dio ra tante
na anna di dea doi pira-pira di deang’I pada toi tu cappu. Yatu fitti denne
na boko doi na nenena saratu sabu dio mi tu mappamula di pagguru jujur
tapi taeng pa lako perubahan na, iya di pagguru manna anna batoa macca
I jaga I kalena“( Wawancara 15 okt 2020).
Artinya :
“iya pernah, tapi ya begitulah kalau anak terlalu dibebaskan diberi
uang oleh orang tuanya,kalau ada kiriman uang dari mamanya bukan saya
pegangin tapi tante nya namun kalau ada uang dia dikasih berapa-berapa
saja begitu juga yang habis. F pernah mencuri uang kakeknya 100 ribu , dari
situ F mulai diajarkan karakter jujur tapi belum ada perubahan. Karakter
jujur sangat perlu ditanamkan sejak dini perilaku jujur dapat meningkatkan
kepercayaan diri terhadap diri sendiri“.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dengan orang tua/wali
anak dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) terkait apakah orang tua/wali
mengajarkan karakter jujur kepada anak mengajarkan kepada anak bahwa
orang tua/wali pernah mengajarkannya misalnya mengajarkan
mengembalikan uang kembalian uang jajannya, Dan mengapa perlu
ditanamkan kepada anak para orang tua/wali mengatakan bahwa agar anak
tidak terbiasa untuk berbohong dan bisa dipercaya oleh orang tua dan orang
lain dan anak tidak terbiasa berbohong. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
para orang tua/wali mengajarkan karakter jujur hanya pada permasalahan
uang saja. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat perbedaan gaya
pengasuhan yang dilakukan oleh nenek yang tidak konsisten dalam
menanamkan nilai karakter jujur pada anak. Gaya pengasuhan nenek yang
cenderung memanjakan, menuruti keinginan anak dan membebaskan anak,
61
ketika anak melakukan hal yang buruk nenek hanya membiarkannya saja
tanpa memberikannya suatu hukuman yang dapat membuat anak takut
melakukan perbuatan buruk itu lagi.
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dari ibu R (45
tahun) selaku masyarakat umum (keluarga terdekat atau tetangga) keluarga
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng terkait dengan bagaimana
pandanganya mengenai karakter jujur yang dimiliki anak dari pekerja
migran indonesia (PMI) beliu menuturkan sebagai berikut:
“yake yaku, yamo tu’u mawatang na to pea di jo kabuto-buto, yake
yaku kitai anaang to pasompa yato torro sola nene na joke pada’I ke pea
torro sola amma na, kita mi F biasa na boko do’I na nene na“R(
Wawancara 22 okto 2020).
Artinya:
“Menurut saya karakter jujur paling susah diajarkan kepada anak
tapi yang saya lihat karakter jujur dari anak dari pekerja migran indonesia
di pakeng rata-rata anak tersebut gagal dalam karakter jujur karena mereka
biasa melakukan pencurian uangnya neneknya.
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dari ibu W (45
tahun) selaku masyarakat umum (keluarga terdekat) keluarga Pekerja
Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng beliu menuturkan sebagai berikut:
“yake yaku kita’i pada mi tu ke pea torro sola nene na, jo ke
majampang, mangapa naku kua pada tu marepe na boko do’I na nene na,
na beasai ma doi-doi“(Wawancara 25 okto 2020).
Artinya :
“Menurut saya karakter jujur pada anak dari pekerja migran itu tidak
baik mengapa saya bilang begitu karena mereka banyak melakukan
pencurian neneknya itu karena anak terbiasa dibebaskan membelanjakan
uang tanpa dibatasi.
62
Dari hasil wawancara dengan masyarakat umum selaku keluarga
terdekat dan tetangga anak dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa
Pakeng terkait dengan bagaimana pandangan karakter jujur pada anak,
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat memandang pendidikan karakter
jujur yang dimiliki anak dari pekerja migran di desa pakeng gagal atau
mereka tidak mendapatkan cara penerapan karakter dengan baik dari orang
tua/wali nya di lihat dari kasus yang terjadi bahwa anak tersebut pernah
mencuri uang nenek-kakeknya di rumahnya sendiri, hal ini menunjukkan
bahwa orang tua/wali gagal menerapkan pendidikan karakter jujur pada
anak. Dalam kasus gaya pengasuhan yang dilakukan oleh nenek yang
cenderung membebaskan dan mengabaikan anak sehingga anak menjadi
terbengkalai.
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu dalam
bentuk dokumentasi berupa dari jurnal Statham, (2011) dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
Terdapat dampak negatif terhadap anak yang diasuh oleh neneknya,
sikap nenek dalam menerapkan pembelajaran di rumah yang tidak konsisten
dan tidak tegas menyebabkan anak cenderung membantah, suka pembohong
dan pemalas dan dampak pada proses pembelajaran anak ,yaitu kurangnya
anak dalam kemampuan persiapan sekolah seperti pemahaman
angka,huruf,warna dan lainya, (Dokumentasi 28 okto 2020).
Dari hasil observasi, wawancara serta dokumentasi yang telah
dilakukan di lapangan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
63
karakter jujur pada anak dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa
Pakeng yang dia ambil asuh oleh nenek atau kakeknya tidak menerapkan
pendidikan di rumah secara tegas dan konsisten, cara pengajaran orang
tua/wali yang hanya berfokus pada kejujuran mengenai uang saja belum
cukup untuk membentuk karakter jujur seorang anak dan kebiasan orang tua
yang secara berlebihan memberikan uang saku kepada anak menyebabkan
anak menjadi boros dan selalu merasa kurang. Hal ini ditunjukan oleh
adanya perilaku tidak terpuji yang dilakukan anak tersebut yaitu melakukan
pencurian di rumah tempat dia tinggal bersama neneknya.
3). Karakter mandiri
Pendidika anak pada usia dini merupakan pendidikn yang sangat
mendasar yang mempunyai pengaruh di masa depan anak. Menerepan
karakter pada seeorang pertama dan utama adalah di dalam di lingkungan
keluarga, Pembinaan nilai mandiri pada anak akan berjalan dengan
maksimal jika anak hidup dalam keluarga yang utuh yang terdiri oleh ayah
dan ibu. Ketidakhadiran salah satu orang tua akan menghambat proses
pembinaan nilai-nilai karakter pada anak. Seorang anak dari keluarga
Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ditinggal ibunya untuk bekerja di luar
kota maupun luar negeri sehingga pengasuhan diambil oleh pihak nenek.
Maka, beralihnya pengasuhan anak maka pua subjek yang melakukan
pembinaan nilai-nilai karakter pada anak.
Gambar 5.2 Kondisi Saat Anak Sedang Belajar Sendiri di Rumah
64
Sumber: Pengambilan Gambar Oleh Peneliti Melalui Handphone
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
terkait dengan orang tua/wali mengajarkan karakter mandiri pada anak dari
keluarga dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng kecamatan
lembang kabupaten pinrang berikut adalah:
“Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa orang tua/wali
pernah mengajarkan cucunya mandiri seperti halnya menyuruh anak
memperbaiki tempat tidurnya dan dapat dilihat dari kesehariannya bahwa
anak tersebut belajar membaca dan menulis sendiri tanpa ditemani oleh
orang tua bahwa setiap anak perlu belajar karakter mandiri sejak dini
untuk menjadikan dirinya lebih berani dalam segala hal, Karakter yang
dimiliki anak dari pekerja migran yang dimiliki anak tersebut sudah didik
mandiri secara alami oleh keadaan tanpa orang tua, seperti halnya
mengambil makanan sendiri, berpakain sekolah sendiri “(Observasi 10
okto 2020).
Dari hasil observasi yang telah dilakukan peneliti di lapangan dapat
ditarik kesimpulan bahwa karakter mandiri bukanlah suatu yang terbentuk
dengan sendirinya dalam jiwa anak, Kemandirian terbentuk melalui proses
yang membutuhkan waktu dan dengan seiringnya perkembangan
pertumbuhan anak maka anak akan semakin paham akan mandiri. Namun
kemandirian yang dimiliki pada anak dari pekerja migran indonesia (PMI)
di desa pakeng timbul dalam dirinya sendiri tanpa ada pengajaran yang
diberikan oleh orang tua/walinya, Hal tersebut dikarenakan anak sudah
65
terbiasa dengan tanpanya orang tua di sampingnya. Pada dasarnya
kemandirian yang dimiliki anak akan berbeda dengan kemandirian anak
yang diajarkan langsung dari orang tuanya.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua penganti ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah orang tua/wa pernah
mengajarkan karakter mandiri kepada anak, beliu menuturkan sebagai
berikut :
“iya nassami, anna motong mo suroih pacigei patindoangna
kedondong’I, manna na besai masarah“(Observasi 12 okto 2020).
artinya:
“Iya, pernah, seperti hal setiap pagi saya suruh bersihkan tempat
tidurnya sendiri. perlu supaya besar nanti anak bisa mandiri dalam
melakukan pekerjaanya“.
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara yang
telah dilakukan bersama dengan Ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak
dari pekerja migran indonesia di desa pakeng beliu menuturkan sebagai
berikut :
“ya denne, ke kita melota yato pea di pagguru mappamula biccu
bappa anna na besai matelen rami tu na bawa lattung batto a, yara sa
mataru““( Wawancara15 okt 2020).
Artinya :
“Ya, pernah, Sifat mandiri bisa ditanamkan kepada anak-anak dari
kecil sehingga mereka bisa melakukan sesuatu hal yang bermanfaat tanpa
harus bergantung kepada orang lain tapi susah diatur“.
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara yang
telah dilakukan bersama dengan Ibu M (72 tahun) selaku nenek dari anak
66
dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di desa pakeng beliu menuturkan
sebagai berikut :
“Iya denne, manna dau na marranuang sola tau lain na manna
macca patuju’i kalena macege“(Wawancara 17 okto 2020) . .
artinya:
“Iya pernah, agar kelak nanti tidak ketergantungan kepada siapapun
dan lebih bisa dia arahkan dirinya dengan baik“.
Dari hasil wawancara dengan para orang tua/wali anak dari pekerja
migran indonesia (PMI) di desa pakeng, Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dari informasi terkait apakah orang tua/wali pernah mengajarkan
karakter mandiri kepada anak peran orang tua/ wali pernah mengajarkan
karakter mandiri pada anak Informasi terkait mengapa karakter mandiri
tanggung jawab perlu ditanamkan kepada anak bahwa para orang tua/wali
mengatakan bahwa karakter perlu diajarkan kepada anak segala hal agar
anak tidak manja dan dapat melakukan suatu hal yang bermanfaat tanpa
harus bergantung pada orang lain.
Hal demikian juga diperkuat oleh hasil dari wawancara yang telah
dilakukan bersama dengan anak perempuan P (12 tahun) selaku anak dari
pekerja migran indonesia di desa pakeng terkait apakah P (12 tahun) pernah
belajar mandiri dari orang tua/wali, beliu menuturkan sebagai berikut :
“denne, pada kedondong’i na suroh neneku paccing patindoanku
sola mabissa panne“(Wawancara 14 okto 2020) .
Artinya :
“Pernah, misalnya memperbaiki tempat tidur setiap pagi dengan
mencuci piring“.
67
Hal demikian juga diperkuat oleh hasil dari wawancara yang telah
dilakukan bersama dengan anak laki-laki H (13 tahun) selaku anak dari
pekerja migran indonesia di desa pakeng terkait apakah H (13 tahun) pernah
belajar mandiri dari orang tua/wali, beliu menuturkan sebagai berikut :
“iya denne, pada ke pacigei patindoang kan sola pacigei barang-
barangku to laku bawah massikola “(wawancara 16 okto 2020).
artinya :
“iya pernah, kayak membereskan tempat tidur dengan mengurus
sendiri peralatan yang akan di bawa ke sekolah“.
Dari hasil wawancara dengan anak dan orang tua/wali dari pekerja
migran indonesia (PMI) dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka pernah
belajar karakter mandiri berupa memperbaiki tempat tidur setiap pagi dan
menyiapkan segala peralatan yang akan dibawah ke sekolah.
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dari ibu DM (45
tahun) selaku masyarakat umum (keluarga terdekat) keluarga Pekerja
Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng mengenai pandangan karakter
mandiri pada anak dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) beliu menuturkan
sebagai berikut:
“Yake yaku kitai’i,yake pea torro sola nenek na mannasa mi dikua
harus macca’i nurusu’I kalena sa jokelako amma jampang ta majampang I
kepa torro sola nene na, matua mi kan magarring tomi benna kua lana
urusu appo na(wawancara 20 okto 2020)”
Artinya
“Menurut saya karakter mandiri yang dimiliki anak tersebut
harusnya mandiri karena tidak bersama orang tuanya cuman sama nenekya
itupun neneknya sakit-sakitan jadi dia harus belajar mandiri sendiri
misalnya mengurus barang-barangnya sendiri, anak-anak kalau di urus
dengan neneknya tidak terurus dengan baik“.
68
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu dalam
bentuk dokumentasi berupa jurnal dari Latifa, (2016) dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
Secara umum anak yang diasuh oleh ibu dan nenek sudah
mempunyai kelekatan kemandirian karena mau tidak mau karena keadaan
mereka harus bisa melakukan dan memenuhi kebutuhan pribadinya sendiri,
hal ini terjadi karena kelekatan nenek-cucu yang semakin meningkat
mempengaruhi secara nyata peningkatan kognitif keadaan anak,
(Dokumentasi 13 okto 2020).
Hal demikian juga didukung penelitian terdahulu dalam bentuk
dokumentasi berupa dari jurnal Eka Wulida Latifah dan dkk hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
“Perkembangan kemandirian anak menemukan dari enam puluh
persen anak yang diasuh oleh nenek terkategori mandiri dengan rata-rata
skor indeks kemandirian adalah 90,09%. Rata-rata dimensi kemandirian
dalam hal self help, self dressing, self direction, occupation, communication
dan locomotion anak“(Dokumentasi 14 okto 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi maka,
dapat diinterpretasikan bahwa pembinaan karakter kemandirian terhadap
anak dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) pada dasarnya karakter tersebut
timbul bukan tanpa arahan dari neneknya sendiri melainkan juga karena
faktor kondisi dimana dia tumbuh tanpa adanya ibu atau bapaknya yang
69
merawatnya. Kemandirian anak dibawah pengasuhan nenek sangat jelas
dengan pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua. Ketika orang tua
meninggalkan anaknya untuk bekerja diluar kota maupun luar negeri, mau
tidak mau anak tersebut harus memiliki kemandirian.
4). Karakter disiplin
Disiplin adalah suatu sikap taat dan patuh terhadap aturan-aturan dan
nilai-nilai yang ada dan dipercaya. Pendisiplinan merupakan suatu usaha
untuk menerapkan nilai ataupun pemaksaan agar objek memiliki
kemampuan untuk menaati sebuah peraturan. Dengan ini pembinaan
pendisiplinan harus memiliki sikap tegas dan konsisten.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
terkait dengan orang tua/wali mengajarkan karakter disiplin pada anak dari
keluarga dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng kecamatan
lembang kabupaten pinrang berikut adalah:
“Dari hasil pengamatan di lapangan dapat dikatakan bahwa
penerapan karakter disiplin pada anak dari Pekerja Migran Indonesia
(PMI) yang dilakukan pengasuh pengganti yaitu neneknya memang benar
orang tua/walinya mengajarkan disiplin mengenai waktu berangkat
sekolah tapi hanya saja penerapan disiplin dilakukan pada anak dalam
bentuk arahan dan nasehat-nasehat saja sehingga anak hanya
mengabaikan arahan yang diberikan oleh neneknya. Dapat dikatakan
bahwa penerapan karakter disiplin pada anak PMI yang dilakukan oleh
neneknya tidak memiliki aturan dan hukuman yang dapat membuat anak
takut akan melanggar aturan tersebut, penerapan disiplin yang dilakukan
oleh nenek biasanya hanya menyuruh tanpa ada paksaan dibarengi dengan
nasehat-nasehat saja, hal ini disebabkan ketidak tahuan orang tua/wali
mengenai kedisiplinan dan bagaimana cara mendidik anak dirumah.
“(Observasi 17 okto 2020).
Dari hasil observasi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
penerapan karakter disiplin pada anak dari pekerja migran indonesia (PMI)
70
pola asuh yang diberikan oleh orang tua/wali yaitu neneknya menunjukan
bahwa tidak ada aturan-aturan tegas yang diberikan kepada anak sehingga
anak hanya menanggapinya dengan masa bodoh dan tidak peduli.
Penerapan disiplin yang dilakukan oleh nenek cenderung menasehati tanpa
ada sanksi hukuman yang akan membuat anak takut melakukan hal yang
melanggar aturan.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah orang tua/wali pernah
mengajarkan karakter disiplin kepada anak, beliu menuturkan sebagai
berikut :
“ iya, yakana ke donngdong i manna dau namena ponjo massikola
“ (Wawancara 12 okto 2020).
artinya:
“Iya hanya pada saat pagi, Supaya anak tidak terlambat sekolah“.
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara yang
telah dilakukan bersama dengan Ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak
dari pekerja migran indonesia di desa pakeng beliu menuturkan sebagai
berikut :
“Iya denne, yake dondong kemeloi mi onjo masikkola manna dau na
mena yara sa naukua tea mi massikola“ (Wawancara 15 okto 2020).
Artinya
“Iya, pernah, Pada saat pagi kalau anak mau berangkat sekolah
supaya tidak terlambat, terus dia bilang sudah ndak mau sekolah“.
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara yang
telah dilakukan bersama dengan Ibu M (72 tahun) selaku nenek dari anak
71
dari pekerja migran indonesia di desa pakeng beliu menuturkan sebagai
berikut :
“Iya pernah, dondong-dondong dipamotong masitta anna jo, jora
mo ke onjo masikkola kemena I motong““ (Wawancara 17 okto 2020).
Artinya :
“Ya pernah, setiap pagi harus di kasih bangun cepat karena kalau
tidak, dia tidak mau berangkat sekolah kalau sudah terlambat bangun“.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan para
orang tua/wali dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan karakter disiplin
yang dilakukan orang tua pengantin yaitu nenek terhadap cucunya tidak
memiliki aturan–aturan yang ketat diterapkan di rumah terhadap anak
mengenai pengaturan waktu bermain, menonton Tv, menggunakan Hp dan
waktu belajar, Hanya saja keteladanan yang diperlihatkan oleh nenek
mengenai usaha membangunkan cucunya bangun cepat agar tidak terlambat
sekolah.
Hal demikian juga diperkuat oleh hasil dari wawancara yang telah
dilakukan bersama dengan anak perempuan P (12 tahun) selaku anak dari
pekerja migran indonesia di desa pakeng terkait apakah P (12 tahun) pernah
belajar disiplin dari orang tua/wali, beliu menuturkan sebagai berikut :
“Iya, dondong-dondong na pamotong a neneku masitta manna dau
na ku mena onjo massikola“ (Wawancara 14 okto 2020).
Artinya
“Iya, setiap pagi nenek selalu membangunkan ku lebih awal agar
tidak terlambat sekolah“.
Hal demikian juga diperkuat oleh hasil dari wawancara yang telah
dilakukan bersama dengan anak perempuan S (12 tahun) selaku anak dari
72
pekerja migran indonesia di desa pakeng terkait apakah S (12 tahun) pernah
belajar disiplin dari orang tua/wali, beliu menuturkan sebagai berikut :
“Denne, to na masikkola tau, midondong napamotong neneku
manna dau name onjo masikkola“(Wawancara 18 okto 2020).
Artinya
“Pernah, setiap pagi kalau sekolah cepat, saya di kasih bangun agar
tidak terlambat“.
Dari hasil wawancara diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
orang tua/wali selaku nenenya berusaha mengajarkan kepada cucunya
bangun lebih awal agar tidak terlambat ke sekolah.
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu dalam
bentuk dokumentasi berupa dari jurnal Hartina dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
“Mengungkapan bahwa bermasalah terhadap pola asuh permisif
yang diberikan oleh nenek-kakek yang bersifat longgar dalam mengasuh
anak“(Dokumentasi 1 November 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang
telah dilakukan bersama orang tua/wali yaitu nenek dan anak dari pekerja
migran indonesia di desa pakeng dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter
disiplin yang diterapkan terhadap anak hanya mengenai waktu bangun bagi
pada saat anak akan berangkat sekolah. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada
aturan-aturan yang ketat yang diterapkan oleh nenek dalam membentuk
karakter disiplin anak. Tidak adanya aturan yang diberikan memperlihatkan
pula bahwa tidak adanya pula konsistensi dan ketegasan terhadap nilai-nilai
yang diterapkan oleh nenek.
73
b. Pendidikan Agama
1). Sholat lima waktu dan mengaji
Memberikan pendidikan agama kepada anak sangat diperlukan
untuk menjadikan anak yang berakhlak. Oleh karena itu, peranan orang tua
sangat dominan sehinggah anak dapat berperilaku positif dan bisa
membentengi dirinya denga perikau yang burruk. Namun, penerapan
pendidikan agama tehadap anak dari keluarga yang orang tuanya merukapan
Pekerja Migran Indonesia (PMI), Sudah jelas bahwa tanpa kehadira kedua
orang tua akan berdampak besar terhadap anak. Kepergian orang tua bekerja
di luar kota atau luar negeri, kebiasaan orang tua menitipkan anaknya
kepada nenek maka, secara tidak langsung pengasuhan akan akan dilakukan
oleh nenek dirumah.
Gambar 5.3 Kondisi Saat Anak Sedang Belajar Mengaji di Rumah Tetangga
Sumber: Pengambilan Gambar Oleh Peneliti Melalui Handphone
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
terkait dengan orang tua/wali mengajarkan pendidikan agama berupa sholat
lima waktu dan belajar mengaji pada anak dari keluarga dari pekerja migran
indonesia (PMI) di desa pakeng kecamatan lembang kabupaten pinrang
berikut adalah:
74
“Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa pembinaan agama
berupa shalat lima waktu dan mengajarkan mengaji kepada anak tidak
dilaksanakan oleh orang tua/wali selaku neneknya dikarenakan oleh faktor
minimnya pengetahuan mengenai pendidikan keagaman, namun peneliti
melihat bahwa ada satu upaya yang dilakukan oleh nenek guna membantu
anak dalam belajar mengaji yaitu dengan membawa anak tersebut ke rumah
tetangga atau masyarakat sekitar yang paham dalam teknik mengaji ,dari
hasil pengamatan juga ditemukan selain nenek membantu mengenai
pembelajaran mengaji, pembelajaran puasa dilakukan nenek kepada
cucunya namun hanya pada saat bulan ramadhan saja“(Observasi 17 okto
2020).
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di lapangan maka, dapat
ditarik kesimpulan bahwa penerapan pendidikan agama yang dilakukan
oleh nenek terhadap anak dari orang tua yang bekerja sebagai pekerja
migran indonesia menunjukan bahwa karena faktor minimnya pengetahuan
maka, nenek tidak menerapkan pendidikan agama berupa shalat lima waktu
dan mengaji di rumah, namun ada upaya yang dilakukan oleh nenek dalam
membantu anak dalam mengaji yaitu mengajaknya anak belajar mengaji
dengan tetangga dan masyarakat sekitar yang paham teknik mengaji singgah
anak tidak terbengkalai dalam belajar mengaji.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di desa Pakeng terkait dengan apakah orang tua/wali
pernah mengajarkan agama berupa sholat lima waktu dan mengaji kepada
anak, beliu menuturkan sebagai berikut :
“Jo’o, taen, apa kusseng yaku nang jo na massikola tau, jo diksseng
mabaca tapi kemangaji sa denne bang bali bola di bawa keanu tenne I
magguru mangaji“(Wawancara 12 okto 2020).
Artinya :
75
“Tidak, karena tidak saya tahu membaca faktor pengetahuan
menjadi penghambat , anak- anak dalam belajar mengaji biasa arahkan
belajar mengaji rumah orang yang paham dan tahu teknik mengaji “
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara
dengan orang tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari Pekerja
Migran Indonesia (PMI) di desa pakeng terkait dengan apakah orang
tua/wali pernah mengajarkan agama berupa shalat lima waktu dan mengaji
kepada anak, beliu menuturkan sebagai berikut :
“Jo’o, taeng naku pagguru’i sa jo dikusseng mangaji, jo di kusseng
apa ra di pau ke massubanjang ki, tapi ke mangaji yato pea di suoh onjo
mangaji dibola ammo ure na pagguru mangaji“(Wawancara 15 okto 2020).
Artinya:
“Tidak, tidak pernah saya sekolah nak, tidak saya paham bacaan-
bacaan solat, Mengaji juga tidak, tetapi anak di suruh mengaji di tempat atau
rumahnya omnya biar pintar mengaji“.
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan
orang tua/wali ibu M (72 tahun) selaku nenek dari anak dari Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di desa pakeng terkait dengan apakah orang tua/wali
pernah mengajarkan agama berupa shalat lima waktu dan mengaji kepada
anak, beliu menuturkan sebagai berikut :
“Tenga nang, jo kusseng baca-baca sumbajang, taeng na massikola
tau, jadi teng apa dikusseng, yake mangaji jo to kusseng, biasaan ke anu di
bawa rai onjo mangaji di bolana catong manna dio magguru mangaji iya
rasa iya bang na onjo a ba na jo.“(Wawancara 17 okto 2020).
artinya:
“Kalau membina tidak karena saya saja tidak pernah sekolah jadi
tidak tahu bacaan bacaan sholat, cuman dalam bentuk arahan saja, Tidak
,saya juga tidak tahu mengaji jadi biasa mereka disuruh belajar mengaji
dengan orang yang tahu mengaji tapi kadang-kadang mau pergi mengaji
kadang tidak“
76
Dar informasi terkait apakah orang tua/wali pernah mengajarkan
agama berupa sholat lima waktu kepada anak dari Pekerja Migran Indonesia
(PMI) bahwa orang tua/wali mengatakan bahwa mereka tidak pernah
mengajarkan agama berupa shalat lima waktu kepada anak karena mereka
tidak tahu atau terhambat masalah pengetahuan. informasi terkait apakah
orang tua/wali pernah mengajarkan agama berupa sholat lima waktu kepada
anak, bahwa orang tua/wali mengatakan bahwa mereka tidak pernah
mengajarkan agama berupa mengaji di rumah karena mereka tidak tahu
mengaji, tetapi ada bentuk usaha yang dilakukan neneknya yaitu dengan
membawa cucunya ke rumah tetangga untuk diajari mengaji.
Hal demikian didukung dengan temuan di lapangan oleh peneliti
dalam bentuk dokumentasi berupa dari buku harian dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
Bahwa pendidikan berupa agama sholat lima waktu dan
pembelajaran mengaji pada anak dari orang tua Pekerja Migran Indonesia
(PMI) di desa Pakeng menunjukan pembelajaran shalat lima waktu dan
mengaji tidak diberikan oleh orang tua/wali yaitu neneknya sebab minimnya
pengetahuannya yang dimiliki sehingga anak tidak mendapatkan
pembelajaran agam sholat lima waktu dan mengaji , Namun ada usaha yang
dilakukan oleh neneknya supaya cucunya tetap mendapatkan pelajaran
mengaji, usaha tersebut ditunjukan dengan membawa cucunya ke rumah
tetangga yang bisa mengajarkan anak belajar membaca al-quran. Meski
begitu gaya pola asuh yang dimiliki nenek yang cenderung
77
memperbolehkan dan tidak konsisten menjadikan anak tak arahkan
(Dokumentasi, 02 November 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi maka
dapat diinterpretasikan bahwa pembelajaran agama merupakan suatu yang
sangat penting untuk diajarkan kepada anak menyangkut keyakinan yang
dimiliki, pentingnya menanamkan nila-nilai agama sejak dini dalam
kehidupan sehari-hari kepada anak, sehingga anak mampu menjaga diri dari
perilaku yang buruk. Namun, pembelajaran agama kepada anak dari Pekerja
Migran Indonesia (PMI) di desa Pakeng yang dilakukan oleh orang tua
cukup memprihatinkan sebab orang tua wali selaku neneknya tidak
memiliki pengetahuan lebih mengenai agama berupa sholat lima waktu dan
mengaji. Namun, untuk membantu anak dalam hal belajar mengaji nenek
tetap berusaha supaya cucunya tetap bisa belajar mengaji dan berharap
cucunya dapat pintar mengaji, hal yang dilakukan ialah membawanya atau
menitipkan pada seorang guru mengaji di kampung untuk diajarkan mengaji
di rumahnya.
c. Adat etika berbahasa
Bahasa merupakan suatu perkataan-perkataan yang digunakan dalam
kehidupan sebagai alat komunikasi perilaku berbahasa seseorang dapat dijadikan
tolak ukur, tutur kata yang baik, sopan-santun yang dilakukan seseorang
menunjukan pribadi yang baik, dan hal tersebut tidak terbentuk begitu saja tetapi
melalui proses yang panjang, seperti yang kita tahu bahwa pendidikan pertama yang
didapat seseorang ialah pendidikan di dalam keluarga dimana guru utamanya
78
adalah ibu dan ayah, namun permasalahan sekarang adalah permasalah ekonomi
yang membuat banyak orang tua memilih bekerja dan banyak pendapat bahwa
tempat paling aman menitipkan anak ialah bersama nenek secara tidak langsung
semua tanggung jawab orang tua mendidik anak beralih ke nenek.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan terkait
dengan orang tua/wali mengajarkan adat etika berbahasa pada anak dari keluarga
dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng kecamatan lembang kabupaten
pinrang berikut adalah:
“Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa orang tua/wali
pernah mengajarkan adat berbahasa kepada anak dapat dilihat dari
kesehariannya bagaimana gaya bahasa anak berbicara dengan orang lain
bahwa mereka selalu menggunakan kata iye“(Observasi 17 okt 2020).
Berdasarkan hasil observasi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Orang tua/wali selaku neneknya selalu berusaha mengajarkan adat berbahasa yang
baik pada anak, dan bagaimana berbicara sopan dengan orang yang lebih tua.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran indonesia di
desa pakeng terkait dengan apakah orang tua/wali pernah mengajarkan adat
berbahasa kepada anak, beliu menuturkan sebagai berikut :
“ iya, dipagguru mabicara sola tummatua sola tau lain, pada ke
dikua ke sola ko tumma tua macurita kua ko iye“(Wawancara 12 okto
2020).
Artinya :
“Iya, diajarkan cara berbicara dengan orang yang lebih tua semisal
ucapan kata iye jika lewat depan orang“.
Hal demikian juga dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran indonesia di
79
desa pakeng terkait dengan apakah orang tua/wali pernah mengajarkan adat
berbahasa kepada anak, beliu menuturkan sebagai berikut :
“iya, dipagguru bennakua mabbicara sola tau, manassa kua parallu
I dipagguru ma mataratte“(Observasi 15 okto 2020).
Artinya :
“Iya, diajarkan kepada anak itu sangat penting agar anak
mengetahui cara beretika kepada orang lain“.
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dari ibu R (45 tahun)
selaku masyarakat umum (keluarga terdekat atau tetangga) keluarga Pekerja
Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng terkait dengan bagaimana pandanganya
mengenai adat etika berbahasa yang dimiliki anak dari pekerja migran indonesia
(PMI) beliu menuturkan sebagai berikut:
“Yake yaku kita, padang bangi pea lain di pagguru pake bahasa
sopan sola tummatua“(Wawancara 22 okto 2020).
Artinya:
“Menurut saya Sama saja dengan anak pada umumnya anak
menggunakan bahasa yang sopan dengan orang lain“.
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu bentuk
dokumentasi berupa dari jurnal Hartina dengan hasil pokok pembahasan yang
dituliskan mengatakan bahwa:
Dengan hasil penelitiannya memaparkan bahwa terdapat dampak positif
dari hasil pengasuhan yang dilakukan nenek atau kakek yaitu beberapa tahun sejak
kecil anak memiliki kosakata yang lebih baik, (Dokumentasi 02 okto 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi maka dapat
diinterpretasikan bahwa pendidikan adat etika berbahasa yang diterapkan oleh
80
nenek kepada cucunya di desa pakeng tidak selamanya gaya pengasuhan yang
berikan oleh nenek berdampak buruk, Namun terdapat juga dampak positif, hal ini
ditunjukan dengan cara nenek mendidik adat etika berbahasa kepada cucunya
dengan tutur kata yang baik dan sopan.
2. Faktor Penghambat dan Pendukung Pendidikan Informal Pada Anak
Pekerja Migran (PMI) Di Desa Pakeng
a. Faktor penghambat
1) Pengetahuan orang tua mengenai pendidikan informal anak
Pengaruh keluarga dalam mendidik anak yang mengarah pada
pembentukan kepribadian anak yang merupakan hal yang penting dan
merupakan tanggung jawab orang tua, Namun permasalah internal sering
kali jadi faktor penghambat pendidikan pembetukan karakter pada anak,.
Orang tua maupun pengasuh pengganti perlu memiliki pengetahuan
khusus dalam mendidik anak, sebab anak memiliki kepribadian yang
lembut. Sebagai pendidik perlu menggunakan seni dalam membimbing
anak-anaknya untuk membangkitkan motivasi anak. Upaya mendidik anak
dirumah sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki orang
tua.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
terkait ketidak tahuan orang tua/wali menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak dari keluarga dari pekerja migran indonesia
81
(PMI) di desa pakeng kecamatan lembang kabupaten pinrang berikut
adalah:
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa memang benar
ketidaktahuan orang tua mengenai pentingnya pendidikan informal kepada
anak, hal ini dapat ditunjukan dengan pengakuan latar belakang
pendidikan orang tua/wali tersebut yang mengatakan bahwa kami orang
tua yang tidak pernah merasakan bangku sekolah, Dari hasil pengamatan
dapat dikatakan bahwa orang tua/wali masih banyak yang acuh kepada
anak-anaknya karena ketidaktahuannya mengenai pentingnya pendidikan
informal kepada anak. Banyak orang tua tahu akan tanggung jawabnya tapi
tidak paham cara mendidik anak yang baik “(Observasi 17 okto 2020).
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah ketidaktahuan orang
tua/wali mengenai pendidikan informal menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan sebagai berikut :
“iya, yaku , yaku te nang taeng na msskola jokuseeng apara disanga
pendidikan informal, yate pea metta mi laba tumma tuanna sompa anna
tannia yaku jampang I teang mo tu “(Wawancara 12 okto 2020).
Artinya :
“Iya, saya tidak pernah sekolah tidak paham namanya pendidikan
informal Iya, yang diketahui cuman mengajarkan anak-anak di rumah sperti
memebersihkan rumah. orang tuanya ini anak lama pergi merantau kalau
bukan saya yang urus siapa lagi“.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah ketidaktahuan orang
tua/wali mengenai pendidikan informal menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan sebagai berikut :
82
“iya, yamo sa jo di kusseng sa teang na msisskola tau, kusanga ra
ke dio kana to pea di bola sikola magguru, na yaku te taeng na
massikola“(Observasi 15 okto 2020).
Artinya :
“Iya, salah satu penghambat dikarenakan saya kira hanya disekolah
saja anak-anak belajar pengetahuan, dan saya juga tidak pernah sekolah jadi
apa mau saya ajarkan“.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu M (72 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah ketidaktahuan orang
tua/wali mengenai pendidikan informal menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan sebagai berikut :
“iya, apa la di pagguruang I nang, taeng sanga massikola to jolo-
jolo jadi apa la di kusseng I mabbaca, jadi to pea anna di bola magguru
mesa-mesa rai“(Wawancara 17 okto 2020).
Artinya :
“ya, , saya tidak pernah merasakan sekolah karena orang dulu-dulu
tidak mengenal pendidikan, saya ini buta huruf, jadi ndak ada bisa diajarkan
palingan dia belajar sendiri“.
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dari ibu DM (45
tahun) selaku masyarakat umum (keluarga terdekat atau tetangga) keluarga
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng terkait dengan ketidak
tahuan orang/wali mengenai pendidikan informal pada anak dari pekerja
migran indonesia (PMI) beliu menuturkan sebagai berikut:
“iya, kita te tommatua jodikusseng apara disanga pendidikan
informal, kita di pagguru to pea yamo tomo dikusseng yato di pagguruang
I “(Wawancara 20 okto 2020).
Artinya :
83
“Iya ,bagi kami orang tua yang tidak pernah sekolah tidak paham
dengan apa itu pendidikan informal kami hanya mengajarkan anak dengan
keadaan yang ada“
Dari hasil wawancara di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Dari informasi terkait ketidak tahuan orang tua mengenai faktor
penghambat pendidikan informal pada anak bahwa para orang tua/wali
mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengenal bangku sekolah sehingga
mereka tidak apa yang dimaksud dengan pendidikan informal dan hanya
mengira hanya pendidikan formal sekolah saja dimana anak mendapatkan
pengetahuan.
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu bentuk
dokumentasi berupa dari skripsi Fawistri (2017) dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
Orang tua dalam melaksanakan berbagai upaya baik spiritual
maupun fisik juga akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya,
pendidikan yang rendah biasanya dalam merawat anak atau perhatian
pendidikan seadanya atau alami sesuai dengan pengaruh lingkungan, jadi
pengasuh anak-anak TKI umumnya berpendidikan rendah sehingga
melaksanakan semampunya, (Dokumentasi 20 Okto 2020).
Hal demikian didukung dengan informasi bentuk dokumentasi
jurnal dari Setiardi (2017) dengan hasil pokok pembahasan yang dituliskan
mengatakan bahwa:
Kondisi dimana orang tua tidak dapat merawat sendirinya anaknya
karena berbagai alasan membuat pola asuh dialihkan lebih banyak pada
84
sang nenek sehingga menyebabkan dampak besar terhadap anak. Pola asuh
neneknya menerapkan mitos dalam pengajarannya salah satunya adalah
kesenjangan pengetahuan, (Dokumentasi 20 Okto 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang
telah dilakukan dapat diinterpretasikan pendidikan yang rendah yang
dimiliki orang tua/wali dalam merawat dan membentuk kepribadian anak
sehingga mereka melaksanakan sebisanya sesuai dengan pengaruh
lingkungan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap anak, minimnya
pengetahuan mengenai pentingnya pendidikan informal yang dimiliki orang
tua atau pengasuh menyebabkan anak cenderung mengalami masalah
perilaku, kurang terdorong motivasi dan aktivitas fisik.
2) Usia orang tua/wali
Usia orang/wali ternyata berpengaruh dalam perawatan dan
pembentukan karakter anak
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan usia
orang tua/wali menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak
dari keluarga dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di desa pakeng
kecamatan lembang kabupaten pinrang berikut adalah:
“Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa usia orang tua/wali
menjadi faktor penghambat pendidikan informal kepada anak hal ini dapat
dilihat usia orang tua/wali selaku seorang nenek mengurus maupun
merawat cucunya yang tidak konsisten dan tegas dalam usaha membentuk
karakter anak dikarenakan rentang penyakit apalagi anak tersebut nakal
dan susah diatur “(Observasi 17 okto 2020).
Gambar 5.4. Wawancara Dengan Orang tua/Wali Anak Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di Desa Pakeng
85
Sumber: Pengambilan Gambar Oleh Peneliti Melalui Handphone
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah usia orang tua/wali menjadi
faktor penghambat pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan
sebagai berikut :
“Iya, yake umuruku matua mo jomo kulle majjaga pea apala di
gokang I sa joke lako tummatuanna lamaba sompa di malaysia“(
Wawancara 15 okto 2020).
Artinya :
“Iya, umur memang menjadi faktor penghambat pendidikan
informal pada anak apalagi saya sudah tua mana bisa sepenuhnya mengurus,
tapi mau bagaimana lagi karena orang tuanya pergi malaysia“.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah usia orang tua/wali menjadi
faktor penghambat pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan
sebagai berikut :
“iya wading ba tuo’I, yaku te jomo dikusseng pagguru asa ma tua
mki , kita ma yaku te matua ma date kana ramo leng bola sa magarring
tau, anna onjo mo maningo jomo na ngarang sule ya, tajang kana rami sa
jomo kulle onjo nonga i“(Wawancara 15 okto 2020).
86
Artinya :
“Bisa juga, saya sudah tidak bisa memberikan pendidikan yang tegas
kepada anak karena usia, seperi saya sekarang cuman bisa dirumah saja, jadi
kalau anak pergi bermain dan lupa waktu pulang saya hanya bisa
menunggunya pulang karena saya sudah tidak bisa pergi mencarinya“.
Dari hasil wawancara di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Dari informasi terkait usia orang tua menjadi faktor penghambat pendidikan
informal pada anak dari pekerja migran indonesia para orang tua wali
mengatakan bahwa usia mereka sudah tua dan sudah tidak bisa memberikan
pendidikan sesuai dengan orang tua pada umumnya.
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dari ibu R (45
tahun) selaku masyarakat umum (keluarga terdekat atau tetangga) keluarga
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng terkait dengan usia
orang/wali mengenai pendidikan informal pada anak dari pekerja migran
indonesia (PMI) beliu menuturkan sebagai berikut:
“Iya jelas ,kalau pengasuhnya apalagi neneknya, nassami jomo
nakulle mejjapang pea“(Wawancara 25 okto 2020).
Artinya :
“Iyalah jelas kalau pengasuhnya tua apalagi kalau nenek-nenek,
sudah tidak bisa mengurus anak-anak dengan baik“.
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu bentuk
dokumentasi dari Skripsi Widianengsi, (2019) dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
Menyatakan bahwa terdapat permasalahan yang dihadapi nenek
dalam mengasuh cucunya, kesehatan dan usia nenek fokus penelitian ini
adalah melihat kecenderungan pola pengasuhan permisif yang diberikan
87
oleh nenek adanya faktor jarak antar generasi dengan cucunya sehingga
terdapat beda pemikiran yang berpengaruh pada sifat dan prestasi anak di
sekolah (Dokumentasi 25 okto 2020).
Berdasarkan hasil obervasi, wawancara dan dokumentasi maka,
dapat diinterprestasikan bahwa orang tua/wali selaku nenek adari anak
pekerja migran indonesia di desa pakeng memiliki permasalahan antar
generasi atau jarak usia yang jauh menjadi salah satu faktor pengahambat
pembetukan kepribadiaan anak, pengasuhan yang dilakukan nenek yang
cenderung mebiarkan dan karang memperhatiakan, hal tersebut
menyebabkan keterbatasana inetraksi antara cucu dan nenek bahkan
pembicaraan sehari-hari pun cenderung tidak terlaksanakan.
3) Orang tua bekerja
Orang tua yang bekerja tidak menyisakan waktu sedikit dengan anak
atau bahkan butuh waktu bertahun-tahun untuk bertemu anaknya, seiring
dengan perkembangan globalisasi sekarang permasalah ekonomi yang
semakin tinggi maka banyak cara yang akan ditempuh orang tua guna
meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
orang tua bekerja menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada
anak dari keluarga dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng
kecamatan lembang kabupaten pinrang berikut:
“Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa orang tua yang
bekerja dan meluangkan waktu hanya sedikit saja dengan anak-anaknya
bahkan berkomunikasi hanya melalui media handphone saja ini
menunjukan bahwa fungsi dari orang tua tidak berjalan sebagaimana
88
tanggung jawabnya untuk mendidik anak di rumah“ (Oservasi 17 okto
2020).
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah orang tua bekerja menjadi
faktor penghambat pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan
sebagai berikut :
“iya, tumma tuanna tepea metta mi onjo sompa yake tannia yaku
jampang’I nai la lain“(Wawancara 12 okto 2020).
Artinya :
“Iya, orang tuanya ini anak lama pergi merantau kalau bukan saya
yang rawat siapa lagi“.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah pekerjaan orang tua menjadi
faktor penghambat pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan
sebagai berikut :
“oh iya, mettami amma te pea onjo sompa, yake tannia yaku
jampang nai la nasolanno lain, jo to ko wading na bawah anang na onjo
sompa“(Wawancara 15 okto 2020).
Artinya :
“oh iya, karena orang tuanya pergi jadi saya yang rawat anak siapa
lagi mau rawat kala bukan saya tidak mungkin juga maunya sama bawah
anaknya“
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu M (72 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah pekerjaan orang tua menjadi
89
faktor penghambat pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan
sebagai berikut :
“iya, melo mi dia apa sa torro kana toi lako te taeng to jamang yako
lako somparang sa kua buda-buda bangi gajinna, jadi yaku nala appo ku
“(Wawancara 17 okto 2020).
Artinya :
“Iya, mau bagaimana lagi disini tidak ada pekerjaan yang menetap
kalau di perantau gajinya menjanjikan, jadi saya yang rawat cucuku“.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan bersama orang tua/wali
maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Dari informasi terkait pekerjaan
orang tua menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak dari
pekerja migran indonesia bahwa para orang tua/wali mengatakan bahwa
karena tuntutan ekonomi jadi orang tua dari anak pekerja migran indonesia
meninggalkan anaknya bekerja sehingga anak dititipkan ke neneknya. Hal
ini menyebabkan disfungsi keluarga yaitu dimana kedua orang tua menjalan
tugasnya sebagaimana tugas orang tua pada umumnya yaitu ibu yang
merawat dan mendidik anak dirumah sedangkan ayah mencari nafka.
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu bentuk
dokumentasi dari jurnal Sutiana dan dkk, (2018) dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
Ketika ibu bekerja sebagai seorang TKW di luar negeri maka
seorang anak membutuhkan figur pengganti orang tua, sebagai pengganti
ibu dalam proses pendidikan anak di rumah sehingga pola asuh yang
diberikan oleh orang tua berbeda dengan pola asuh yang diberikan oleh ibu
pengganti, ikut sertaan ibu dalam bekerja maka fungsi dalam keluarga tidak
90
berjalan, hal tersebut berpengaruh dengan perkembangan anak,
(Dokumentasi 21 okt 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi yang
telah dilakukan maka dapat diinterpretasikan bahwa ditemukan selain
permasalahan proses perkembangan kepribadian dihadapi anak yang
ditinggalkan orang tuanya bekerja sebagai pekerja migran indonesia
ternyata terjadi pula disfungsi pada keluarga dimana orang tua tidak
menjalankan tanggung jawabnya sebagaimana orang tua pada umumnya.
Hal, ini sudah sangat jelas sangat berpengaruh pada tingkat perkembangan
kepribadian anak dimana tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian
penuh dari orang tuanya.
4) Perceraian orang tua
Perceraian merupakan perpisahan dari suatu pernikahan,perceraian
merupakan solusi yang dianggap paling baik dalam menyelesaikan
permasalahan dalam keluarga bagi banyak pasangan yang sudah menikah,
bagi pasangan yang memiliki anak dan memilih untuk berpisah maka akan
ada dampak terhadap anak.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
percerain orang tua menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada
anak dari keluarga dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng
kecamatan lembang kabupaten pinrang berikut:
“Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa pencairan orang
tua memang menjadi faktor penghambat pendidikan informal kepada anak,
orang tua yang egois dapat menyebabkan anak menjadi terbengkalai atau
kurang kasih sayang dari orang tuanya, Dan dapat dikatakan bahwa anak
91
yang memiliki orang tua yang lengkap lebih mendapatkan kasih sayang dan
perhatian cukup sedangkan anak yang orang tuanya bercerai lalu bekerja
sebagai pekerja migran indonesia anak tersebut kurang perhatian dan kasih
sayang dan jelas pendidikan yang langsung diberikan oleh orang tua
berbeda dengan yang didapat dari neneknya“(Observasi 17 okt 2020).
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah perceraian orang tua
menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak, beliu
menuturkan sebagai berikut :
“Iya, pada mi teu kita, ke assarang mi tumma tuanna te pea, pada
pura to botting sule, yake mama na laba I lako samarinda yake bapakna
lako bai tu kampung, ku kadidai ke sola bapakna torro sa joke na jampangi
keanui“(Wawancara 12 Okto 2020).
Artinya :
“Iya, seperti yang kamu tahu dan melihat bahwa kedua orang tua
anak ini sudah memiliki pasangan masing, mamanya ada di samarinda dan
sudah menikah sedangkan bapak ada di kampung dia juga sudah menikah,
terus anaknya saya yang rawat karena saya juga tidak tega meninggalkannya
dengan bapaknya“.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah perceraian orang tua
menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak, beliu
menuturkan sebagai berikut
“iya, tummatuanna tea metta mi massarang, pura lalo rami botting
sule, lakosomparang botting“(Wawancara 15 Okto 2020).
Artinya :
“Iya, orang tua anak ini sudah lama bercerai dan bahkan sudah
memiliki pasangan masing, orang tuanya menikah di perantauan“
92
Hal tersebut dapat juga diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan
orang tua/wali ibu M (72 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah perceraian orang tua
menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak, beliu
menuturkan sebagai berikut :
“iIya, puranna bara massarang bara massarang pada onjo mi
sompa ono nonga I dalleng a lako somparan’i“(Wawancara 17 Okto 2020).
Artinya :
“Iya saya yang rawat cucuku karena orang tuanya sudah bercerai dan
pergi ke perantauan mencari nafka masing-masing“
Berdasarkan hasil wawancara maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Dari informasi terkait perceraian orang tua faktanya menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada anak dari pekerja migran indonesia
di desa pekang para orang tua/wali mengatakan iya rata-rata orang tua dari
anak pekerja migran indonesia di sepang tidak memiliki orang tua yang
lengkap. Rata-rata orang tua mereka mengalami bercerai dan memilih di
perantauan mencari nafka, sehingga anak-anak mereka menjadi
terbengkalai dan yang menjadi orang tua penggantinya adalah neneknya.
Hal demikian didukung dengan informasi berbentuk dokumentasi
skripsi dari Mawaddah, (2019) dengan hasil pokok pembahasan yang
dituliskan mengatakan bahwa:
Masalah perceraian yang dialami orang tua tidak hanya berdampak
pada orang tua saja melainkan memiliki dampak besar terhadap diantaranya
adalah kemungkinan anak menjadi kurang akrab dengan orang tuanya
sendiri kelak dewasa nanti dan prestasi anak menurun, hal ini karena anak
93
kurang mendapatkan kasih sayang, perhatian dan motivasi dari orang tuanya
karena sibuk dengan dirinya masing-masing, (Dokumentasi 21 okto 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dokumentasi yang telah
dilakukan maka dapat diinterpretasikan bahwa faktanya adalah faktor
perceraian yang dialami oleh orang tua anak dari pekerja migran
menyebabkan dampak negatif terhadap pembentukan kepribadian anak,
anak tersebut menjadi terbengkalai dan jauh dari kasih sayang kedua orang
tuanya terlebih lagi mereka sudah tinggal sejak kecil, hal ini kemungkinan
besar anak cenderung kurang mendapatkan motivasi dan kasih sayang
kedua orang tua.
5) Pengaruh media handphone dan Tv
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi yang semakin
canggih dan modern terutama media handphone dan televisi yang semakin
menarik untuk dinikmati oleh semua kalangan terutama anak-anak, namun
secara kualitas tayangan yang ada di televisi saat ini sangat minim akan
menambah pengetahuan anak.
Gambar 5.5 Kondisi Saat Anak Sedang Menghabiskan Waktu Menonton
Menonton Tayang dari Media Handphone
94
Sumber: Pengambilan Gambar Oleh Peneliti Melalui Handphon
Gambar 5.6 Kondisi Saat Anak Sedang Menonton di Rumah
Sumber: Pengambilan Gambar Oleh Peneliti Melalui Handphone
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
percerain menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak dari
keluarga dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di desa Pakeng kecamatan
lembang kabupaten pinrang berikut:
“Dari hasil observasi yang telah dilakukan di lapangan dapat
dikatakan bahwa media handphone dan media tv menjadi salah satu faktor
penghambat pendidikan informal pada anak, anak yang diberi kebebasan
privasi tanpa ada pengawasan dari orang tua/wali menjadikan lupa akan
tanggung jawab, misalnya waktu belajar menjadi terabaikan karena sibuk
menonton tayangan di televisi maupun sedang sibuk bermain
handphone“(Observasi 20 Okto 2020).
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah media handphone dan
media televisi menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak,
beliu menuturkan sebagai berikut :
“Iya, denne iya hp na alliang I amma , na pake sangkale na
sitalopng I amma ke anu, anna tannio mo tu hp taeng m kua na ngarang I
magguru” (wawancara12 Okto 2020).
Artinya
95
ya, karena dia memiliki handphone dibelikan mamanya untuk iya
gunakan berkomunikasi dengan mamanya, kalau sudah main handphone
anak jadi lupa waktu belajar, sama saja dengan kalau menonton televisi.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah media handphone dan
media televisi menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak,
beliu menuturkan sebagai berikut :
Iya, ya teane-mane na lliang I mama na hp, na bawa lerrami onjo
solee, yare ke dikalajaran I kedenne tau besorang I hp na “(Wawancara 15
Okto 2020).
Artinya
Iya, apalagi dia baru ada handphone dia kasih dibelikan mamanya,
kemana-mana bawah hp, itu yang takutkan memicu hal-hal yang tidak
diinginkan.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah media handphone dan
media televisi menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak,
beliu menuturkan sebagai berikut :
Iya, anna mo manontong mo tu, lattung karrueng jalang to televisi
“(Wawancara 17 Okto 2020).
artinya
Iya, kalau anak sudah depan Tv bisa-bisa itu pagi sampai sore
menonton.
Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa, Dari informasi terkait apakah media Tv menjadi faktor penghambat
96
pendidikan informal pada anak dari pekerja migran indonesia bahwa para
orang tua/ wali mengatakan bahwa media tv memiliki efek yang sama
dengan handphone yaitu dapat membuat anak menjadi lupa waktu untuk
belajar, Dari informasi terkait apakah media handphone menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada anak dari pekerja migran indonesia
bahwa para orang tua mengatakan bahwa handphone menyebabkan anak
menjadi lupa waktu untuk belajar jika dibiarkan
Hal tersebut juga diperkuat oleh hasil wawancara dari ibu R (45
tahun) selaku masyarakat umum (keluarga terdekat atau tetangga) keluarga
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng mengenai media
handphone dan media televisi menjadi faktor penghambat pendidikan
informal pada anak dari pekerja migran indonesia (PMI) beliu menuturkan
sebagai berikut:
Yake kita to pea temo-temo na, jomo bega na jampangi to televisi,
Hp kana ramo na jampangi, anna paningona bang taeng mo tu namgan ran
pagguruan na (Wawancara 22 0kto 2020).
artinya
Menurut saya, memang jika anak terlalu dibebaskan bermain hp yaa,
akan lupa waktu apalagi zaman sekarang banyak game yang dimainkan
anak-anak sampai lupa mengerjakan tugas dari sekolah, kalau anak
memiliki maka, televisi sudah tidak begitu menghiraukan.
Hal demikian didukung dengan informasi berbentuk dokumentasi
jurnal dari Chusna, (2017) dengan hasil pokok pembahasan yang dituliskan
mengatakan bahwa:
97
Televisi dan Handphone adalah dampak terhadap karakter anak
seiring dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin canggih nan
modern saat ini kita dapat menerima siaran televisi melalui handphone yang
ditonton kapanpun dan dimanapun. Namun secara kualitas tayangan yang
ada di televisi ditampilkan saat ini dapat dikatakan saat minim, saat ini
banyak tayangan televisi terutama pada sinetron dan iklan-iklan yang tidak
mendidik bagi anak. Hal, ini berdampak terhadap anak yang menonton salah
satunya ialah menghabiskan waktu seharian menonton televisi maupun
handphone sehingga anak menjadi lupa waktu untuk belajar dan dapat
meniru apa yang telah mereka lihat di tayangan televisi maupun handphone
(Dokumentasi 22 0kto 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi diatas
maka dapat diiterprestasikan bahwa handphones dan televisi memiliki
dampak pada perkembangan karakter anak.anak Salah satu media yang
paling dekat dengan anak-anak sepulang sekolah adalah media televisi,
hampir semua kalangan memiliki televisi di rumahnya. Dampak dari media
handphone dan televisi yaitu anak menjadi lupa waktu belajar karena
cenderung menghabiskan waktu menonton, dan bermain game. apalagi
sekarang berkembangya teknologi menyediakan banyak aplikasi game yang
banyak dimainkan anak-anak sehingga hal ini menimbulkan anak jaman
sekarang kurang memainkan permainan adat. Media tv dan handphone juga
berdampak pada mata anak dan dapat berdampak pada tingkat
perkembangan anak yang cenderung meniru apa yang sudah ditontonnya
98
hinggah membat anak menjadi malas. Hal inilah yang terjadi dengan anak
dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di desa Pakeng.
b. Faktor Pendukung
1) Pendidikan Formal (sekolah)
Pendidikan Adalah usaha dasar manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan
(Faud Ihsan, 2010). Pendidikan formal adalah pendidikan yang jelas dan
berjenjang mulai dari jenjang (Sekolah Dasar), (SMP), dan (SMA) hingga
pendidikan tinggi. Pendidikan formal dikenal dengan sebutan sekolah,
sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang tumbuh dan berkembang
di masyarakat dengan tujuan memberikan pelayanan pendidikan kepada
generasi, melatih kemampuan akademis.melatih mental, fisik dan disiplin,
melatih tanggung jawab dan mengembakan diri dan kreativitas anak.
Gambar 5.7 bentuk penddikan formal (sekolah)
Sumber : pengambilan gambar melalui berita online
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
mengenai pendidikan formal menjadi faktor pendukung pendidikan
99
informal pada anak dari keluarga dari pekerja migran indonesia (PMI) di
desa pakeng kecamatan lembang kabupaten pinrang berikut:
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa memang betul
pendidikan formal sekolah dasar (SD), (SMP),(SMA), menjadi faktor
pendukung pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia di
desa pakeng. Di lingkungan sekolah anak-anak akan lebih banyak belajar,
dibandingkan di lingkungan keluarga sebab kedekatan emosional antara
nenek dengan cucunya di rumah tidak terjalin. pendidikan formal sangat
membantu orang tua dalam mendidik anak namun kebanyakan dari mereka
hanya bisa sampai ke jenjang SD saja. hal ini dikarenakan kurangnya
motivasi dari orang tua maupun dari sang nenek dan faktor lainnya adalah
ekonomi yang dimiliki (Observasi 22 0kto 2020).
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah pendidikan formal menjadi
faktor pendukung pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan sebagai
berikut :
Iya, yake kita te tummatua taeng na massikola tau, dikua mo tu
macege mi temo sa dikua demmo sikolamanyawang mi to pea massikola sa
jomo onjo mabela jotomo to ke lumamba ke onjo jo kepada kita to jolo-jolo
(Wawancara 12 Okto 2020).
Artinya
Iya, bagi kita orang tua yang tidak berpendidikan pernah justru
sangat pembantu mendidikan anak tidak seperti kita yang susah
mendapatkan pendidikan zaman dulu mana ada sekolah butuh perjuangan
ke sekolah sekarang anak-anak tidak perlu mi jalan kaki karena sudah
banyak transportasi.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah pendidikan formal menjadi
faktor pendukung pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan sebagai
berikut :
100
Iya, yaku te na, taeng na massikola, taeng apa dikusseng, di
passikola topea sa manna dikua maggurui na buda apa na kusseng, manna
dau na maro pada indona(Wawancara 15 Okto 2020).
Artinya
Iya, bagi kita orang tua yang tidak pernah merasakan bangku
sekolah, kami berusaha keras agar cucu saya bersekolah sampai
kemampuan kami, kita sebagai orang tua berharap di sekolah anak
mendapatkan pengetahuan yang banyak dan tidak jadi bodoh seperti orang
tuanya.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan
orang tua/wali ibu B (72 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah pendidikan formal menjadi
faktor pendukung pendidikan informal pada anak, beliu menuturkan sebagai
berikut :
Iya, keyaku diora di sekolah tu pea runtu pangguruan buda,
dipassiko’I manna maacca joke pada tummatuanna maro, tau jolo-jolo
taeng sanga sekolah jadi apala ta taeng dikusseng membaca (Wawancara
17 Okto 2020).
artinya
Iya, karena menurut saya, di sekolah anak akan belajar banyak dan
bisa jadi anak yang pintar tidak bodoh seperti orang tua, orang dulu-dulu
mana ada sekolah jadi kita buta huruf
Dari hasil wawancara dengan orang tua/wali di desa pakeng dapat
disimpulkan bahwa pendidikan formal merupakan salah satu yang menjadi
faktor pendukung pembentukan pendidikan karakter anak dengan
pendidikan formal anak akan lebih banyak mendapat pengetahuan, sebab
bagi orang tua/wali yang sangat minim dalam pengetahuan akan membantu
orang tua dalam mendidik anak, justru dengan adanya sekolah sangat
membantu, sangat menolong agar anak yang tadinya tidak tahu menjadi
tahu.
101
Hal demikian didukung dengan temuan penelitian terdahulu
berbentuk dokumentasi jurnal dari duma karo-karo dengan hasil pokok
pembahasan yang dituliskan mengatakan bahwa:
Pendidikan dan pembentukan karakter terhadap anak yang baik
harus ada keterpaduan dan sinergi antara pendidikan dalam keluarga
(informal),dengan pendidikan di sekolah (formal). Guru merupakan aktor
utama dalam dunia pendidikan, baik buruknya tergantung kepada sosok
guru, sikap guru sangat pempengaruhi diri persta didik sehingga, ucapan,
karakter dan kepribadian menjadi cerminan peserta didiknya (Dokumentasi
20 okto 2020).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi maka
dapat diinterpretasikan bahwa pengaruh pendidikan formal merupakan
salah satu penunjang keberhasilan pembentukan karakter pada anak.
Pendidikan formal adalah (sekolah) adalah usaha sadar dan terencana agar
anak dapat mengembangkan potensi dirinya kecerdasan, akhlak dan
kepribadian yang baik, dimana pemeran utama di sekolah adalah guru
sedangkan dirumah adalah orang tua yang berperan penting dalam
pembentukan karakter anak maka, perlu kerjasama yang dilakukan oleh
orang tua dan pihak sekolah untuk mewujudkan generasi yang berkualitas
yang memiliki akhlak dan kepribadian yang baik.
102
1) Pendidikan Non-formal (Masyarakat)
Pendidikan Non-formal adalah lingkungan pendidikan dengan
tujuan menambah dan melengkapi pendidikan formal, biasa terdapat di
lingkungan masyarakat.
Gambar 5.8 Salah Satu Tempat Belajar Mengaji Untuk Anak-Anak Di
Desa Pakeng
Sumber: Pengambilan Gambar Oleh Peneliti Melalui Handphone
Salah satu pendidikan non-formal yang ada di desa pakeng yaitu
tempat belajar mengaji bagi anak-anak yang dibuat khusus untuk mengajari
anak-anak belajar mengaji sampai mereka bisa. Hal ini sangat membantu
orang tua dengan kondisi sekarang ini makin sulit menemukan guru mengaji
untuk anak.
Gambar 5.9 Kegiatan Pembelajaran Mengaji Di Desa Pakeng
Sumber: Pengambilan Gambar Oleh Peneliti Melalui Handphone
103
Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dilapangan
mengenai pendidikan Non-formal menjadi faktor pendukung pendidikan
informal pada anak dari keluarga dari pekerja migran indonesia (PMI) di
desa pakeng kecamatan lembang kabupaten pinrang berikut:
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa pendidikan
nonformal sangat membantu orang tua/wali dalam mendidik anak di desa
pakeng dapat dilihat adanya tempat atau rumah warga yang disediakan
khusus untuk belajar mengaji anak-anak. Ini menunjukan bahwa
pendidikan non-formal salah satu yang mempengaruhi pembentukan
karakter seorang anak (Observasi 13 okto 2020).
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu H (63 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah pendidikan non-formal
menjadi faktor pendukung pendidikan informal pada anak, beliu
menuturkan sebagai berikut :
Iya, sekarang deene mo mo torroang pangaji dikabua dikampong,
karrueng-karreng to pea onjo mangaji, jadi manyamang mi, apalgi temo-
tomo jarang tau melo mappaguru mangaji (Wawancara 12 Okto 2020).
Artinya
Iya, karena sekarang ada tempat sudah dibuat untuk belajar mengaji
anak-anak di kampung setiap sore, sangat bermanfaat karena sekarang
jarang kita dapat tempat untuk belajar mengaji anak.
Hal tersebut dapat diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan orang
tua/wali ibu B (70 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah pendidikan non-formal
menjadi faktor pendukung pendidikan informal pada anak, beliu
menuturkan sebagai berikut :
104
Iya, yake kita te tummatua teeng apa dikusseng, pada mi magguru
mangaji sa jo to dikusseng mangaji jadi cege rami sa denne torroang
mangaji dikabua lako tu manyawang rami magguru onjo mangaji t pea,
manna macca mangaji (Wawancar 15 Okto 2020).
Artinya
Sangat mendukung, bagi kami orang tua yang tidak berpengetahuan
sangat membantu, misalnya di kampung sini sudah ada dibuka tempat untuk
belajar mengaji bagi anak-anak, itu sangat membantu mengaji supaya anak-
anak pintar mengaji.
Hal tersebut dapat juga diperkuat oleh hasil dari wawancara dengan
orang tua/wali ibu M (72 tahun) selaku nenek dari anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng terkait dengan apakah pendidikan non-formal
menjadi faktor pendukung pendidikan informal pada anak, beliu
menuturkan sebagai berikut :
Pendapatku yaku, iya, pada ke karrueng na to pea mengaji tomo
taeng mo guru pengaji, teng o melo mappa guru mengaji, jadi cege rami te
sa denne dibukka torroang pangaji di kampung, yamo na tenne’I mengaji.
(Wawancara 17 Okto 2020).
Artinya
Menurut saya di masyarakat sangat membantu orang tua mendidik
anak misalnya belajar mengaji bagi kami yang tidak tahu apa-apa di
masyarakat tempat anak-anak belajar terutama belajar mengaji.
Jadi hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua
merasa sangat terbantu dengan adanya dibuka tempat untuk belajar mengaji
di desa pakeng, kegiatan pembelajaran mengaji yang dilakukan setiap sore.
Adanya kesadaran masyarakat dalam membantu anak dalam hal mengaji
sangat baik.
105
Hal demikian didukung dengan informasi berbentuk dokumentasi
dari jurnal dengan hasil pokok pembahasan yang dituliskan (Makmun dan
dkk, 2020) mengatakan bahwa:
Sumbangsi guru mengaji dikampung membantu melengkapi
pemahaman keagaamaan anak-anak selai di sekolah formal, guru ngaji di
kampung biasanya dilakukan dengan ikhlas dan tanpa meminta imbalan, tak
sekedar mengajarkan anak-anak membaca al-quran namun, juga menjadi
contoh teladan untuk anak-anak seperti halnya guru disekolah
(Dokumentasi 13 Okto 2020).
Berdasarkan hasil observasi,wawancara, dan dokumentasi maka
dapat diinterpretasikan bahwa pendidikan non-formal membawa pengaruh
untuk mewujudkan karakter anak yang baik. Salah satu pendidikan non-
formal yang ada di desa pakeng yang diselenggarakan oleh warga yang
memerlukan layanan pendidikan untuk menambah atau mengganti
pendidikan formal (sekolah) maupun pendidikan informal (keluarga).
B. Pembahasan
1. Bentuk Pendidikan Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia
(PMI) Di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang
Pada umumnya warga desa pakeng yang tergolong dalam kategori miskin dari
segi ekonomi. Salah satu faktornya adalah latar belakang pendidikan yang minim,
kurangnya memiliki aset untuk dikembangkan untuk menambah pendapatan. Hal
ini menyebabkan mengapa banyak warga desa pakeng yang memilih bekerja diluar
kota maupun di luar negeri yang biasa disebut pekerja migran indonesia (PMI)
106
dengan alasan bahwa mencari uang di kampung orang lain lebih muda ketimbang
hanya tinggal dikampung. Karena krisis kondisi ekonomi menyebabkan orang tua
kurang memperhatikan anak-anaknya dan juga menyebabkan rendahnya
pemahaman orang tua tentang pentingnya pendidikan sehingga tingginya angka
anak putus sekolah dan bahkan angka anak yang tidak pernah sekolah cukup tinggi
.
Talcot Persons (dalam Nursalam dan dkk, 2016) terkait dengan teori struktural
fungsional, dalam sebuah keluarga memiliki fungsi dan peran masing-masing
dimana terdiri dari seorang ayah mencari nafka, seorang ibu pengurus rumah
tangga, merawat dan mendidik anak di rumah. Diakui bahwa pendidikan karakter
dalam keluarga yang berjalan optimal pada setiap anak maka akan mempunyai budi
pekerti yang luhur, mempunyai tabiat yang baik, berperilaku santun dan dapat
bertanggung jawab. Tak bisa dipungkiri bahwa setiap orang tua mengharapkan
setiap anaknya memiliki karakter yang baik dan dapat menjadikan hidupnya lebih
baik, semua itu perlu kesadaran diri yang dimiliki orang tua mengenai pentingnya
pendidikan terhadap anak. Namun, pada keluarga Pekerja Migran Indonesia (PMI)
fungsi keluarga tidak berjalan optimal dimana orang tua meninggalkan anaknya
kemudian bekerja diluar kota maupun luar negeri untuk mencari nafka. Jadi,
pengasuhan anak beralih ke anggota keluarga lain seperti nenek untuk mengantikan
peran orang tua. Maka, peranan nenek sangat berpengaruh dalam tumbuh kembang
anak. Terkait dengan teori Behavioristik yang dikembangkan oleh B.F. Skinner
(dalam Nahar, 2016 :73 ) biasa juga dinamakan dengan teori stimulus-respon
dimana suatu respon yang terjadi diakibatkan melalui proses stimulus atau interaksi
107
di lingkungan yang kemudian menghasilkan respon berupa tingkah laku. Pola asuh
yang diberikan sang nenek kepada cucunya akan sangat berpengaruh terhadap
tingkah laku dalam pembentukan baik atau buruknya seorang anak karakter anak.
Adapun beberapa bentuk pendidikan informal yang dilakukan oleh nenek
selaku orang tua penganti yang dapat diklasifikasi dalam beberapa bentuk yang
besar diantaranya sebagai berikut:
a. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu pendidikan yang diterapkan kepada anak sejak
usia mas ih kecil yang dimulai dalam lingkungan keluarga dengan tujuan untuk
membentuk karakter terhadap anak guna menciptakan generasi yang berakhlak dan
bermoral.
Adapun pendidikan karakter yang berusaha diberikan oleh orang tua penganti
selaku nenek dari anak dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pekeng yaitu
Penerapan karakter tanggung jawab, karakter jujur, karakter mandiri dan karakter
disiplin.
Pembelajaran karakter yang biasa dilakukan dirumah adalah dengan
memberikan anak tugas-tugas berupa pekerjaan rumah misalnya mencuci piring,
mengepel tangga dan belajar membersihkan tempat tidurnya sendiri. Namun
penerapan karakter yang diterapkan oleh nenek tidak dilaksanakan dengan tegas
dan konsisten, disebabkan rasa kasihan atau tidak tega yang dimiliki nenek terhadap
cucunya. Justru hal tersebut membuat membuat anak menjadi pemalas.
Sebenarnya orang tua pengganti selaku nenek selalu berusaha mengajarkan
karakter terhadap anak. Namun, cara pengasuhan nenek yang ditunjukkan
108
cenderung hanya menceramahi dan menasehati saja dan tidak menerapkan
hukuman-hukuman terhadap anak, mengakibatkan anak menjadi pembangkang dan
susah diarahkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perilaku menyimpang anak
tersebut berupa mencuri, dan pemalas pergi sekolah.
b. Pendidikan Keagamaan
Adapun pembelajaran agama yang orang tua/wali selaku nenek dalam
mengajarkan pendidikan keagamaan pada anak dari Pekerja Migran Indonesia
(PMI) di desa pekeng ialah pendidikan keagamaan berupa belajar mengaji dan
sholat lima waktu. Dapat dikatakan bahwa cukup memprihatikan. Dari segi
pembelajaran agama di rumah yang mestinya diajarkan kepada anak mengenai tata
cara sholat dan bacaannya tapi mereka tidak mendapatkannya. Tidak ada bentuk
pembelajaran agama yang diterapakan oleh orang tua/wali selaku nenek terhadap
cucunya di rumah. Minimnya pengetahuan menyababkan orang tua tidak
mengajarkan pendidikan keagamaan terhadap anak. Namun meskipun begitu orang
tua selaku nenek selalu mengusahakan agar cucunya mendapatkan pengetahuan
agama berupa mengaji. Adanya guru mengaji di dikampung sangat membantu
orang tua dalam membimbing anak dalam belajar mengaji.
c. Pendidikan budaya/adat
Adapun bentuk budaya/adat yang nenek selalu usahakan membina cucunya
dalam hal etika berbahasa. Pembelajaran etika berbahasa sehari-hari misalnya
pembelajaran dengan selalu menggunakan kata “iye, dan tabe“ jika berbicara atau
ingin meminta tolong dengan seseorang secara tidak langsung etika berbahasa
menunjukan sifat sopan santun seseorang. Tak selamanya pengasuhan yang
109
dilakukan oleh nenek bersifat negatif hal ini ditunjukan dengan penerapan etika
berbahasa yang baik digunakan anak dari pekerja migran indonesia (PMI).
2. Faktor Pengambat dan Pendukung Pendidikan Informal Pada Anak
Pekerja Migran Indonesia (PMI) Di Desa Pakeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang
a. Faktor Penghambat
Adapun beberapa faktor penghambat yang dialami oleh orang tua pengantin
selaku nenek dalam menerapkan pendidikan informal terhadap anak yaitu :
1) Faktor ketidaktahuan orang tua mengenai pendidikan informal,
ketidaktahuan orang tua dalam mendidik anak dirumah dikarenakan minimnya
pendidikan yang dimiliki oleh orang tua tersebut, sehingga banyak orang tua
yang tidak paham dan kurang memperhatikan akan pentingnya pendidikan di
rumah.
2) Faktor usia orang tua/wali, jarak antar generasi orang tua pengantin dengan
anak dapat mempengaruhi tingkat pembentukan karakter anak dirumah. Seperti
yang diketahui bahwa orang tua pengganti dari anak dari pekerja migran
indonesia (PMI) merupakan neneknya sendiri yang usianya tidak muda lagi dan
secara kondisi fisik beberapa mereka digerogoti penyakit. Karena faktor usia
orang tua menyebabkan anak menjadi kurang perhatian, tidak mendapat didikan
tegas sehingga cenderung mengabaikan.
3) Faktor pekerjaan orang tua, seperti yang kita ketahui bahwa seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi disertai dengan kebutuhan ekonomi yang
semakin besar, apapun akan dilakukan seseorang untuk meningkatkan
110
kesejahteraan keluarganya. Ketika kedua orang tua bekerja maka tempat
penitipan anak yang pertama adalah neneknya, sehingga secara keseluruhan
pengasuhan akan beralih ke sang nenek. Tingkat perkembangan pembentukan
karakter anak akan dipengaruhi oleh pola asuh yang diberikan sang nenek.
4) Faktor perceraian orang tua, perceraian merupakan hal yang biasa terjadi
dalam sebuah pernikahan dan tidak mengenal kalangan. Setiap anak pasti ingin
memiliki keluarga yang lengkap dan utuh namun berbagai faktor sehingga
orang tua memilih bercerai. Perceraian orang tua yang terjadi mengakibatkan
dampak besar terhadap tumbuh kembangnya anak yang ditinggalkan, hal inilah
banyak terjadi pada anak dari pekerja migran indonesia (PMI) di desa pakeng.
Ketika Orang tua mereka bercerai dan memilih bekerja diluar kota maupun luar
negeri kemudian anak mereka dititipkan kepada nenek yang sudah tua.
5) Faktor media sosial handphone dan Tv, pengaruh media sosial terhadap
perkembangan anak. Seringkali kita jumpai anak-anak yang menghabiskan
waktu untuk menonton tayang-tayang baik itu dari media handphone maupun
media Tv. Tidak semua pengaruh media handphone dan Tv berdampak negatif
tetapi memiliki dampak positif juga, namun disini yang dibutuhkan adalah
peran orang tua yang mendidik anak secara tegas, kehadiran orang tua yang
tegas dalam memantau dan anak dalam hal menggunakan media sosial.
Pengaruh media handphone dan TV yang sering kali kita temui pada anak-anak
adalah anak menjadi lupa waktu untuk belajar dan cenderung lebih pemalas.
a. Faktor Pendukung
111
Apapun beberapa faktor pendukung yang dialami oleh orang tua pengantin
selaku nenek dalam menerapkan pendidikan informal terhadap anak yaitu :
1) Pendidikan formal (sekolah), faktor pendukung dalam mendidik anak
merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua dirumah dengan guru di
sekolah untuk menunjang keberhasilan pembentukan karakter pada anak.
Menurut orang tua pendidikan formal (sekolah) sangat membantu dalam
mendidik anak karen di sekolah merupakan tempat anak mendapatkan
pengetahuan yang banyak. Salah satu pengaruh keberhasilan pendidikan formal
adalah dapat menaikkan derajat seseorang.
2) Pendidikan nonformal (masyarakat), selain pendidikan formal yang menjadi
pendukung dalam pendidikan informal pada anak ternyata pengaruh pendidikan
nonformal (masyarakat) juga sangat berpengaruh, salah satu pendidikan
nonformal yang ada di masyarakat desa Pakeng tempat pembelajaran mengaji
bagi anak-anak yang ingin belajar mengaji. Hal ini diungkapkan langsung oleh
masyarakat dan orang tua karena adanya tempat pembelajaran mengaji yang
dibuka justru sangat membantu orang tua mengajarkan agama berupa mengaji
terhadap anak.
113
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan gambaran hasil penelitian yang telah dilakukan dan dibahas dalam
bab sebelumnya, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai jawaban atas
rumusan masalah diantaranya yaitu :
1. Bentuk pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di
Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang yang terdiri dari
pendidikan karakter sendiri terdiri atas karakter tanggung jawab, karakter
jujur, karakter mandiri dan karakter disiplin, pendidikan agama berupa
mengaji, puasa dan pendidikan adat/budaya berupa penerapan etika
berbahasa. Pendidikan karakter yang dilakukan oleh orang tua pengantin
selaku nenek. Adapun usaha yang dilakukan sang nenek dalam mengajarkan
pendidikan informal pada anak cenderung hanya menyuruh tanpa
memberikan contoh dan keteladanan untuk anak serta tidak adanya
ketegasan yang diterapkan oleh sang nenek.
2. Faktor penghambat dalam memberikan pendidikan informal pada anak
berupa pendidikan karakter , agama dan budaya/adat adalah faktor
ketidaktahuan orang tua/wali mengenai pendidikan informal, faktor usia
orang tua/wali, faktor orang tua bekerja, faktor perceraian orang tua dan
faktor pengaruh dari media sosial handphone dan Tv. Adapun faktro dari
sikap anak yang cenderung membangkang dan susuah diarahkan.
114
3. Faktor pendukung dalam memberikan pendidikan informal pada anak yaitu
pendidikan formal (sekolah) dan pendidikan nonformal (masyarakat).
Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan ada anak yang berakhlak dan
bermoral akan berjalan baik jika strategis pendidikan informal, formal, dan
non formal dilaksanakan secara baik dan adanya kerjasama antara orangtua,
guru di sekolah dan masyarakat.
B. Saran
Berdasarkan data berupa dari hasil penelitian serta kesimpulan yang telah
dikemukakan, maka berikut ini akan dikemukakan beberapa saran yaitu :
1. Dalam memberikan pendidikan kepada anak sebaiknya disertai dengan
keteladan dan contoh perilaku serta sikap yang baik dari orang tua/wali yang
merawat anak tersebut. Sehingga anak memiliki panutan dirumah, tidak
hanya menyuruh namun memberikan contoh sholat berjamaah bersama dan
saling menghormati.
2. Sebaiknya orang tua/wali dalam menerapkan pendidikan kepada anak perlu
bersikap konsisten dan tegas dengan memberikan aturan dan hukuman
terhadap anak
115
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti, (2011). Pendidikan Karakter Anak Pada Keluarga TKW di Desa
Rungkang Kecamatan Losari Kabupaten Brebes . Tesis Program Sarjana
UNS Universitas Negeri Semarang. Skiripsi. diakses 12 Agustus 2020.
Arini, Sinto, (2018) Implikasi Pola Asuh Kakek-Nenekterhadap Sifat Dan Prestasi
Anak. Jurnal Dimensi Vol 7 No 1 Maret. Juusan Sosiologi. Diakses 29
Oktober 2020.
Amanah, (2007). Problematika Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Dalam
Keluarga TKW Di Desa Penyingkarang Kidul Indramanyu. Diakses 27
November 2020.
Creswell, John W. (2016). Research Design Pendekatan Metode Kualitatif,
Kuantitatif Dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Chusna, Puji, Asmaul. (2017). Pengaruh Media Gadget Pada Perkembangan
Karakter Anak, Dinamika Penelitian Media Komunikasi Penelitian Sosial
Keagamaan 17 (2), 315-330,2017. Diakses 20 Okto 2020
Darlis, Ahmad dan dkk, (2017: 86). Hakikat Pendidikan Islam : Telaah Antara
Hubungan Pendidikan Informal, Non Formal Dan Formal. Jurnal
Tarbiyah. Vol,XXIV. Hlm 86. diakses 20 Agustus 2020.
Fawistri, Anah, Adi, (2017). Pendidikan Agama Islam Anak Keluarga TKI Studi
Kasus di Desa Magersari Kecamatan Patebong Kabupaten Kendal. Tesis
Program Sarjana UNS Universitas Negeri Semarang. Skripsi.diakses 12
Agustus 2020
Fono, Maria, Yasinta, (2019). Kemandirian dan Kedisiplinan Anak yang Diasuh
oleh Orangtua Penganti. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 3 (2), 537.
Diakses 30 Nov 2020.
Hartina, Riza. (2014). Perilaku Anak dalam Pola Asuhan Kakek Nenek (Studi Kasus
di Kampung Koto Rawang Nigeri Lakitan Timur Kecamatan Lengayang
Kabupaten Pesisir Selatan). Padang STKIP PGRI Sumatra Barat.
Diakses 02 Novenber 2020.
Hasbullah. (2011: 9). Dasar-Dasar Pendidikan . Jakarta: Raja Grafindo Persada.
116
Ihsan H. Fuad, (2013: 57). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.hal 56-62.
Ilham, Muhammad, (2015). Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesi.
Julianto, Eko, (2014). Pola Asuh Nenek Implikasinya tergadap Kepribadian Anak
(studi pada anak yang berada dalam pengasuhan nenek di desa bengle,
wonosegoro, boyolali). Diakses 24 November 2020
Karo-Karo, Dumma, (2011: 11). Membangung Karakter Anak Dengan
Mensinergikan Pendidikan Informal Dengan Pendidikan Formal. Jurnal
Pendidikan.Vol. 1.hlm 56. diakses 15 Agustus 2020.
Koesoema, (2010: 31). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman
Global. Jakarta:Grasindo.hal 44.
Kaharuddin, dan dkk, (2019). Panduan Penulisan Skripsi dan Proposal, pendidikan
Sosiologi.
Latifah, Eka, Wulida, dan dkk (2017). Pengaruh Pengasuhan Ibu dan Nenek
Terhadap Perkembangan Kemandirian Dan Kognitif Anak Usia
Prasekolah. Jurnal. Iim. Kel dan Kons. Vol.9 No.1. diakses 14 Oktober
2020.
Locananta, Pawuri, (2019). Pembinaan Nilai Mandiri Pada Anak Keluarga Tenaga
Kerja Wanitua (TKW) Luar Negeri Di Desa Mojo Kecamatan Cluwak
Kabupaten Pati. Diakses 24 November 2020.
Laksono, Bayu, Adi dan dkk, (2019: 124 ). Faktor Pendapatan Dan Pendidikan
Keluarga Terhadap Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 3-4 Tahun.
Vol.VII hlm. 53. diakses 12 Agustus 2020.
Laila, Tsani, Nurkha. (2011). Peran Serta Tua/Wali Dalam Pendidikan Anak
Keluarga TKW Kabupaten Kendal (Kasus Di Desa Ngasinan, Kecamatan
Weleri Dan Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kota Kendal). Tesis
Program Sarjana UNS Universitas Negeri Semarang. Skripsi.diakses 12
Agustus 2020
Mundsir, dan dkk, (2015:31). Pendidikan Luar Sekolah Dalam Perspektif Purna
Tenaga Kerja Indonesia (Studi Fenomenologi Di Pagelaran Malang).
jurnal Pendidikan Nonformal. vol 10, hlm 89. diakses 17 Agustus 2020.
117
Mastur, (2017: 119). Ekonomi Keluarga TKI Dan Pendidikan Anak Di Desa Bagik
Polak Barat Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat Tengah
Tahun 2017-2018. jurnal pendidikan Dasar. Vol 1, hal 119. diakses 17
Agustus 2020.
Makmun, Sakron dan Dkk, (2020). Konstribusi guru ngaji dalam meningkatkan
bacaan al-quran anak di masjid baiturahim desa muara pangi kecamatan
lembah masurai kabupaten merangin. UIN Sulthan Saifuddin Jambi.
Diakses 13 Okto 2020
Naim, Mochta (2013: 3). Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. jakarta:
PT.Raja Grafindo. hlm.3
Nahar, Novi, Irwan (2016:73). Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam
Proses Pembelajaran. Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial. Vol 1 Desember
2016. diakses 12 September 2020.
Rahman, Wen, Yusri, dan dkk. (2015:109). Analisi Kebijakan Pendidikan Keluarga
Dalam Memantapkan Perilaku Moral Anak Di Kabupaten Aceh Tengah.
Jurnal Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh. Vol 3, No 2, Mei 2015
Sutiana, Mega, dan dkk (2018). Pola Pengasuhan Anak Pada Keluarga TKW Di
Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. Pradigma, Vol 06 No 01. Diakses
21 Oktober 2020.
Statham, June, (2011). Grandperents Prividing Child Care. London :
ChildhooWeelbeing Research Center. Diakes 28 Oktober 2020.
Soelaeman, (2002). Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung: Alfabeta,200.hal 9
Syarbini, Amirulloh, (2014:3). Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga.
Jakarta: PT Elex Media Kompuntindo.
Samsudin, (2017: 44). Sosiologi Keluarga: Studi Perubahan Fungsi Keluarga.
Celabang Timur UH III/548 Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. CV Alfabeta.
Syarifuddin dan Suardi. (2018). Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar:
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Setiardi, Dicky (2017). Keluarga Sebagai Sumber Pendidikan Karakter Bagi Anak
Diakses 20 Okto 2020
118
Sumardiani, Fenny, (2014). Peran Serikat Buruh Migran Indonesia Dalam
Melindungi Hak Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Jurnal
Penelitian Hukum 9(2), 257-272. Dakses 28 Juni 2020
Sinder Line Sippa Ciptakarya. pu. go id, (2019). Rencana Program Investasi
Jangka Menengah RPIJM Tahun 2019-2023.
Yusuf, LN, (2006:38). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bansuung:
Remaja Rosda Karya.
Wahy, Asbi, (2012). Keluarga Berbasis Pendidikan Pertama dan Utama, Jurnal
Ilmiah Sidaktika 12(2), 2012. Diakses 05 Nov 2020)
Mawaddah, Asri, Ifawati, (2019). Dampak Percerain Orang tua Terhadap
Psikologi Anak Di Desa Sulek Tlogosari Bondowoso. Diakses 21 Okto
2020.
Widianingsi, Reni, (2019). Pola Asuh Orang Tua Pada Keluarga TKW Dalam
Pendidikan Karakter Anak Di Dusun Singkil Desa Kudungsari
Kecematan Klirong Kabupaten Kebumen. Diakses 25 Oktober 2020.
Wirawan, B. I. (2012). Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradingma: Fakta Sosial,
Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial. Jakarta Kencana
A. Triangulasi Sumber
NO Pertanyaan Informan I Informan II Informan III Interpretasi
1.
Apakah anda sebagai
orang tua/wali pernah
mengajarkan karakter
tanggung jawab
kepada anak dan
mengapa karakter
tanggung jawab perlu
ditanamkan kepada
anak?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya
pernah, paling
diajarkan
membersihkan rumah
dan mencuci piring,
perlu diajarkan anak
supaya besar nanti
mereka sudah paham
tanggung jawabnya
sebagai anak tapi susah
di ajari karena itu anak
susah diarahkan atau
tidak mau mendengar.
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Ya,
pernah tapi ya gitu
kalau di suruh banyak
sekali alasannya kalau
F tidak ada sama sekali
itu mau na kerja.
Karena tanggung
jawab akan
membimbing anak-
anak kelak menjadi
seseorang yang dapat
bertanggung jawab
atas perbuatanya.
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Iya
pernah, misalnya kalau
dia bangun bangun
kewajibannya
memperbaiki tempat
tidurnya sebelum
berangkat sekolah tapi
ya begitulah kalau
anak laki-laki kadang
diberisihkan kadang
juga tidak lebih
banyak tidaknya.
Karena itu penting
bentuk dewasa anak
yang lebih berkarakter
Dari informasi terkait apakah
orang tua/wali pernah
mengajarkan pendidikan
karakter tanggung jawab
kepada anak dari pekerja
migran indonesia bahwa
orang tua/wali pernah
mengajarkan karakter
tanggung jawab kepada anak
berupa pekerjaan sederhana
yang diberikan kepada anak
misalnya memperbaiki
tempat tidur, Mencuci piring
dan lain sebagainya, mereka
mengatakan bahwa anak
perlu dibimbing agar anak
dewasa nanti anak paham
akan tanggung jawabnya dan
dapat bertanggung jawab
atas perbuatannya namun
orang tua/wali mengalami
kesulitan karena anak
tersebut nakal dan susah
diatur.
2.
Apakah anda sebagai
orang tua/ wali pernah
mengajarkan karakter
jujur kepada anak dan
mengapa karakter
jujur perlu
ditanamkan kepada
anak?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Ya jelas
pernah, palingan
misalnya dikasih uang
lebih disuruh kasih
kembali sisanya, itu
saja.tapi kadang dia
kasih kembali kadang
juga tidak perlu
diajarkan kepada
anak,kalau tidak
diajarkan ke anak
maka kebiasan
berbohong a di bawah
sampai dewasa, jangan
bikin malu di kampung
Orang tua/wali B
(70 Tahun) iya
pernah, tapi ya
begitulah kalau anak
terlalu dibebaskan
diberi uang oleh orang
tuanya,kalau ada
kiriman uang dari
mamanya bukan saya
pegangin tapi tante
nya namun kalau ada
uang dia dikasih
berapa-berapa saja
begitu juga yang habis.
F pernah dicuri
uangnya kakeknya
dengan cara diam-
diam, dari situ F mulai
diajarkan karakter
jujur tapi belum ada
perubahan.
Karakter jujur sangat
perlu ditanamkan
Orang tua/wali M
(72 Tahun) iya
pernah, Jika ia sudah
pintar berbohong maka
ia akan melakukannya
hingga menjadi
kebiasaan
Dari informasi terkait apakah
orang tua/wali mengajarkan
kepada anak bahwa orang
tua/wali pernah
memenjarakan karakter jujur
kepada anak misalnya
mengajarkan
mengembalikan uang
kembalian uang jajannya.
Dan mengapa perlu
ditanamkan kepada anak
para orang tua/wali
mengatakan bahwa agar anak
tidak terbiasa untuk
berbohong dan bisa
dipercaya oleh orang tua dan
orang lain dan anak tidak
terbiasa berbohong.
sejak dini perilaku
jujur dapat
meningkatkan
kepercayaan diri
terhadap diri sendiri
3.
Apakah anda sebagai
orang tua/ wali pernah
mengajarkan karakter
mandiri kepada anak
dan mengapa karakter
mandiri perlu
ditanamkan kepada
anak ?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) ya, pernah,
Iya perlu supaya besar
nanti anak bisa mandiri
dalam segala hal
Orang tua/wali B (70
Tahun) iya pernah
Sifat mandiri bisa
ditanamkan kepada
anak-anak dari kecil
sehingga mereka bisa
melakukan sesuatu hal
yang bermanfaat tanpa
harus bergantung
kepada
orang lain
Orang tua/wali M (72
Tahun) iya pernah,
Agar kelak nanti tidak
ketergantungan
kepada siapapun dan
lebih bisa diarahkan
dirinya sendiri.
Dari informasi terkait apakah
orang tua/wali pernah
mengajarkan karakter
mandiri kepada anak peran
orang tua/ wali pernah
mengajarkan karakter
mandiri pada anak Informasi
terkait mengapa karakter
mandiri tanggung jawab
perlu ditanamkan kepada
anak bahwa para orang
tua/wali mengatakan bahwa
karakter perlu diajarkan
kepada anak segala hal agar
anak tidak manja dan dapat
melakukan suatu hal yang
bermanfaat tanpa harus
bergantung pada orang lain.
4. Apakah anda sebagai
orang tua/ wali pernah
mengajarkan karakter
disiplin kepada anak
dan mengapa karakter
disiplin perlu
ditanamkan kepada
anak ?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) ya, pernah
contoh
membanungkan anak
lebih cepat agar tidak
terlambat ke sekolah
Supaya anak lebih bisa
menghargai waktu
Orang tua/wali B
(70 Tahun) iya
pernah, Disiplin
menjadikan anak lebih
bisa memanfaatkan
waktu sebaik mungkin
dan melakukan hal-hal
yang berguna
Orang tua/wali M
(72 Tahun) iya
pernah, Agar anak
lebih menghargai
waktu
Berdasarkan hasil
wawancara yang telah
dilakukan dengan para orang
tua/wali dapat ditarik
kesimpulan bahwa
penerapan karakter disiplin
yang dilakukan orang tua
penganti yaitu nenek
terhadap cucunya tidak
memiliki aturan–aturan yang
ketat diterapkan dirmah
terhadap anak menegenai
pengaturan waktu bermain,
menonton Tv, mengunakan
Hp dan waktu belajar, Hanya
saja ketaladan yang di
perlihatkan oleh nenek
mengenai usaha
membangunkan cucunya
bangun cepat agar tidak
terlambat sekolah.
5.
Apakah anda sebagai
orang tua/wali pernah
membina anak dalam
Orang tua/wali H Orang tua/wali B Orang tua/wali Dar informasi terkait apaka
orang tua/wali pernah
mengajarkan agama berupa
belajar agama berupa
sholat lima waktu ?
(63 Tahun) Kalau
membina tidak karena
saya saja tidak pernah
sekolah jadi tidak tahu
bacaan bacaan sholat,
cuman dalam bentuk
arahan saja
(70 Tahun) Iya,
namun dalam bentuk
arahan saja karena
faktor pengetahuan
menjadi pengambat
M (72 Tahun) Iya
pernah ,namun dalam
bentuk arahan saja
karena terkendala
pengetahuan
shalat lima waktu kepada
anak dan pekerja migran
indonesia bahwa orang
tua/wali mengatakan bahwa
mereka tidak pernah
mengajarkan agama berupa
shalat lima waktu kepada
anak karena mereka tidak
tahu atau terhambat masalah
pengetahuan.
6. Apakah anda sebagai
orang tua/wali pernah
membina anak dalam
belajar agama berupa
mengaji ?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Tidak
,saya juga tidak tahu
mengaji jadi biasa
mereka disuruh belajar
mengaji dengan orang
yang tahu mengaji
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya namun
dalam bentuk arahan
saja karena
keterbatasan
pengetahuan, anak-
anak dalam belajar
mengaji biasa arahkan
belajar mengaji rumah
orang yang paham dan
tahu teknik mengaji
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Kalau
menjari secara
langsung tidak, tetapi
anak di suruh mengaji
di tempat atau rumah
orang yang paham
teknik mengaji
Dar informasi terkait apaka
orang tua/wali pernah
mengajarkan agama berupa
shalat lima waktu kepada
anak dari pekerja migran
indonesia bahwa orang
tua/wali mengatakan bahwa
mereka tidak pernah
mengajarkan agama berupa
mengaji di rumah karena
mereka tidak tahu mengaji,
tetapi ada bentuk usaha yang
dilakukan neneknya yaitu
dengan membawa cucunya
ke rumah tetangga untuk
diajari mengaji
7. Apakah anda sebagai
orang tua/wali pernah
membina anak dalam
belajar agama berupa
puasa?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya,kalau
bulan puasa disitu
waktu yang tepat untuk
mengajarkan anak
berpuasa
Orang tua/wali
B (70 Tahun) Iya
diajarkan kepada anak
sehinggah mereka
merasa bersyukur atas
apa yang dimliki
sekarang ini
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Iya,
pernah
Informasi terkait apakah
orang tua/wali pernah
mengajarkan agama puasa
kepada anak bahwa para
orang tua/wali mengatakan
bahwa mereka pernah
mengajarkan puasa kepada
anak pada saat bulan puasa
agar mereka bisa merasa
bersyukur.
8. Apakah anda sebagai
orang tua/wali pernah
mengajarkan adat
etika berbahasa
kepada anak ?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya,
diajakan cara berbicara
dengan orang yang
lebih tua semisal
ucapan kata iye jika
lewat depan orang
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya,
diajarkan kepada anak
itu sangat penting agar
anak mengetahui cara
beretika kepada orang
lain
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Iya tu
penting
Dari informasi terkait apakah
orang tua/wali pernah
mengajarkan adat etika
berbahasa kepada anak
bahwa para orang tua/wali
mengatakan bahwa mereka
pernah belajar adat
berbahasa dari orang tua/wali
agar anak mengetahui cara
beretika dan berbicara sopan
kepada orang lain misalnya
kata iye.
9.
Apakah anda sebagai
orang tua/wali pernah
mengajarkan adat
etika berperilaku
kepada anak ?
Orang tua/wali HN (63
Tahun) Iya, diajarkan
cara berbicara yang
sopan
Orang tua/wali BG (70
Tahun) Ya, etika
berperilaku perlu
diajarkan kepada anak
berperilaku sopan
kepada orang lain
Orang tua/wali MG
(72 Tahun)
Iya,
Dari informasi terkait apakah
orang tua wali pernah
mengajarkan karakter adat
etika berperilaku kepada
anak dan pekerja migran
indonesia bahwa orang
tua/wali pernah mengajarkan
etika perilaku kepada anak
misalnya mengajarkan anak
bagaimana cara berperilaku
sopan kepada orang lain.
10.
Apakah
ketidaktahuan orang
tua/wali tentang
pendidikan informal
menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya, saya
tidak pernah sekolah
tidak paham namanya
pendidikan informal
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya, salah
satu penghambat
dikarenakan saya kira
hanya di sekolah saja
anak-anak belajar
pengetahuan
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Iya, saya
tidak pernah
merasakan sekolah
saya ini buta huruf.
Dari informasi terkait
ketidak tahuan orang tua
mengenai faktor penghambat
pendidikan informal pada
anak bahwa para orang
tua/wali mengatakan bahwa
mereka tidak pernah
mengenal bangku sekolah
kepada anak Pekerja
Migran Indonesia?
sehingga mereka tidak apa
yang dimaksud dengan
pendidikan informal dan
hanya mengira hanya
pendidikan formal sekolah
saja dimana anak
mendapatkan pengetahuan.
11.
Apakah pekerjaan
orang tua menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya, orang
tuanya ini anak lama
pergi merantau kalau
bukan saya yang urus
siapa lagi
Orang tua/wali B
(70 Tahun) oh iya,
karena orang tuanya
pergi jadi saya yang
merawat anak siapa
lagi mau rawat kala
bukan saya tidak
mungkin juga maunya
ma bawah anaknya
Orang tua/wali
M (72 Tahun) Iya, mau
bagaimana lagi disini
tidak ada pekerjaan
yang menetap kalau di
rantau gajinya
menjanjikan.
Dari informasi terkait
pekerjaan orang tua menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal pada
anak dari pekerja migran
indonesia bahwa para orang
tua/wali mengatakan bahwa
karena tuntutan ekonomi jadi
orang tua dari anak pekerja
migran indonesia
meninggalkan anaknya
bekerja sehingga anak
dititipkan ke neneknya. . Hal
ini menyebabkan disfungsi
keluarga yaitu dimana kedua
orang tua menjalan tugasnya
sebagaimana tugas orang tua
pada umumnya yaitu ibu
yang merawat dan mendidik
anak dirumah sedangkan
ayah mencari nafka.
12.
Apakah perceraian
orang tua menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya, orang
tuanya PS sudah lama
bercerai malahan
kedua orang tuanya
sudah menikah
maning-masing,
mamanya ada di
samarinda dan sudah
menikah sedangkan
bapaknya juga sudah
menikah, namun anak
saya yang rawat karena
mamanya pergi
merantau sedangkan
saya juga tidak tega
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya, orang
tuanya SF sudah lama
berpisah bapaknya
sudah menikah
kembali sedangkan
mamanya adai di
malaysia jadi anaknya
saya yang merawatnya
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Iya saya
yang rawat cucuku
karena orang tuanya
sudah berpisah dan
pergi ke perantauan
mencari nafka masing-
masing
Dari informasi terkait
perceraian orang tua menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal pada
anak dari pekerja migran
indonesia para orang tua/wali
mengatakan iya rata-rata
orang tua dari anak pekerja
migran indonesia di sepang
tidak memiliki orang tua
yang lengkap/ rata-rata orang
tua mereka bercerai dan
memilih di perantauan
mencari nafkah sehingga
anak-anak mereka menjadi
terbengkalai dan yang
menjadi orang tua
meninggalkannya
dengan bapaknya
penggantinya adalah
neneknya
13.
Apakah usia orang
tua/wali menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
Orang tua/wali HN (63
Tahun) Iya, seperti
saya sekarang sudah
tua terus gampang
sakit-sakitan
Orang tua/wali BG (70
Tahun) Bisa juga
melihat orang tua yang
sudah tidak bisa
memberikan
pendidikan yang
sesuai kepada anak
karena usia yang
semakin rentang
Orang tua/wali MG
(72 Tahun) Iya
Dari informasi terkait usia
orang tua menjadi faktor
penghambat pendidikan
informal pada anak dari
pekerja migran indonesia
para orang tua wali
mengatakan bahwa usia
mereka sudah tua dan sudah
tidak bisa memberikan
pendidikan sesuai dengan
orang tua pada umumnya
14.
Apakah
membebaskan anak
menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) iya, umur
saya tua tidak bisa
mengatur anak dengan
baik
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya
dengan umur saya
yang sudah tua tidak
bisa mendidik anak
secara tegas
Orang tua/wali M
(72 Tahun) iya
Dari informasi terkait
membebaskan anak menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal pada
anak dari pekerja migran
indonesia para orang tua
mengatakan bahwa umur
mereka sudah tua tidak
mampu mengatur anak jadi
terkesan membebaskan saja.
15
Apakah mengabaikan
anak menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia
PMI di Desa Pakeng?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) ya
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya, orang
tua yang mengabaikan
anaknya menjadi
faktor penghambat
Orang tua/wali M
(72 Tahun) iya
Dari informasi terkait
mengabaikan anak menjadi
faktor penghambat
pendidikan anak dari pekerja
migran indonesia bahwa para
orang tua mengatakan bahwa
iya, karena orang tuanya
mengabaikan anak dalam
mendidik anak di rumah anak
menjadi terbengkalai.
16. Apakah media
handphone menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal
yang anda berikan
kepada anak Pekerja
Migran Indonesia ?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) iya, anak
jadi lupa pergi belajar
mengaji
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya,
apalagi dia ada
handphone nya
dibelikan oleh
mamanya kalau anak
sudah main handphone
jadi lupa waktu belajar
kemana-mana bawah
hp itu yang takutkan
Orang tua/wali M
(72 Tahun) iya, anak
menjadi lupa waktu
Dari informasi terkait apakah
media handphone menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal pada
anak dari pekerja migran
indonesia bahwa para orang
tua mengatakan bahwa
handphone menyebabkan
anak menjadi lupa waktu
untuk belajar jika dibiarkan
memicu hal-hal yang
tidak diinginkan.
17.
Apakah media Tv
menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
yang anda berikan
kepada anak Pekerja
Migran Indonesia?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya, kalau
anak dibiarkan nonton
sesukanya
menyebabkan anak
jadi lupa waktu untuk
belajar
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya,
karena kalau anak
sudah depan Tv tidak
ada apa-apa dia
dengar, terabaikan
semua.
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Iya kalau
anak sudah depan Tv
bisa-bisa itu pagi
sampai sore menonton.
Dari informasi terkait apakah
media Tv menjadi faktor
penghambat pendidikan
informal pada anak dari
pekerja migran indonesia
bahwa para orang tua/ wali
mengatakan bahwa media tv
memiliki efek yang sama
dengan handphone yaitu
dapat membuat anak menjadi
lupa waktu untuk belajar
18.
Apakah lingkungan
(teman bermain) anak
dapat menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
yang diberikan orang
tua kepada anak?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) iya, kalau
sudah bermain
terkadang anak jadi
lupa waktu pulang
makan dan belajar
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya, tidak
pergi dicari anak tidak
pulang makan lupa
pergi mengaji jadi
harus mereka pergi di
cari
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Iya, kalau
dia pulang sekolah
terkadang cuman
datang ganti baju terus
pergi main
Dari informasi terkait apakah
lingkungan teman bermain
menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada
anak dari pekerja migran
indonesia bahwa para orang
tua mengatakan bahwa kalau
anak sudah bermain maka
anak menjadi lupa waktu
untuk pulang dan belajar
mengaji.
19.
Apakah pendidikan
formal sekolah dasar
(SD) menjadi faktor
pendukung
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya, bagi
kita orang tua yang
tidak berpendidikan
pernah justru sangat
membantu pendidikan
anak
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya, bagi
kita orang tua yang
tidak pernah
merasakan bangku
sekolah, kami
berusaha keras agar
cucu saya bersekolah
sampai kemampuan
kami, kita sebagai
orang tua berharap di
sekolah anak
mendapatkan
pengetahuan yang
banyak dan tidak jadi
bodoh seperti orang
tuanya.
Orang tua/wali M
(72 Tahun) Iya,
karena menurut saya di
sekolah anak akan
belajar banyak dan
bisa jadi anak yang
pintar tidak bodoh
seperti orang tua,
orang dulu-dulu mana
ada sekolah jadi kita
buta huruf
Dari hasil wawancara dengan
orang tua/wali di desa
pakeng dapat disimpulkan
bahwa pendidikan formal
merupakan salah satu yang
menjadi faktor pendukung
pembentukan pendidikan
karakter anak dengan
pendidikan formal anak akan
lebih banyak mendapat
pengetahuan, sebab bagi
orang tua/wali yang sangat
minim dalam pengetahuan
akan membantu orang tua
dalam mendidik anak, justru
dengan adanya sekolah
sangat membantu, sangat
menolong agar anak yang
tadinya tidak tahu menjadi
tahu.
20.
Apakah pendidikan
formal sekolah
menengah pertama
(SMP) menjadi faktor
pendukung
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) iya tapi
kalau mau di suruh
lanjut ke jenjang smp
itu tergantung dari
anaknya dan juga
tergantung ekonomi
orang tuanya
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Iya,
menurut saya di
sekolah adalah tempat
paling membantu
dalam mendidik anak
Orang tua/wali M
(72 Tahun) iya kalau
ada uang yang na kirim
mamanya untuk
menyekolahkan
anaknya kenapa tidak
karena sekarang anak-
anak banyak
gengsinya tidak seperti
orang dulu tidak malu-
malu
Dar cari informasi terkait
apakah pendidikan formal
menjadi faktor pendukung
pendidikan informal pada
anak dari pekerja migran
indonesia bahwa para orang
tua/wali mengatakan bahwa
sekolah formal sangat
membantu orang tua dalam
mendidik anak karena
mereka mengatakan tidak
pernah merasakan bangku
sekolah jadi dengan sekolah
anak mendapat pengetahuan
banyak namun
permasalahannya ada d
masalah ekonomi orang
tua/wali tersebut.
21.
Apakah pendidikan
formal sekolah
menengah atas (SMA)
menjadi faktor
Orang tua/wali H
(63 Tahun) iya
Orang tua/wali B
(70 Tahun)
Iya,menurut saya di
Orang tua/wali M
(72 Tahun) iya
Dari informasi terkait apakah
pendidikan formal sekolah
SMA menjadi faktor
pendorong pendidikan
pendukung
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia
(PMI) di Desa Pakeng
?
sekolah adalah tempat
paling membantu
dalam mendidik anak
informal anak dari pekerja
migran indonesia di sepang
bahwa para orang tua/wali
mengatakan iya pendidikan
formal apa saja dapat
membantu anak dalam
belajar dalam hal.
22.
Apakah pendidikan
nonformal
(masyarakat) menjadi
faktor pendukung
pendidikan informal
pada anak Pekerja
Migran Indonesia ?
Orang tua/wali H
(63 Tahun) Iya,
karena sekarang ada
tempat sudah dibuat
untuk belajar mengaji
anak-anak di kampung
setiap sore, sangat
bermanfaat karena
sekarang jarang kita
dapat tempat untuk
belajar mengaji anak
Orang tua/wali B
(70 Tahun) Sangat
mendukung, bagi kami
orang tua yang tidak
berpengetahuan sangat
membantu, misalnya
di kampung sini sudah
ada dibuka tempat
untuk belajar mengaji
bagi anak-anak, itu
sangat membantu
mengaji supaya anak-
anak pintar mengaji.
Orang tua/wali M
(72 Tahun) iya,
Menurut saya di
masyarakat sangat
membantu orang tua
mendidik anak
misalnya belajar
mengaji bagi kami
yang tidak tahu apa-
apa di masyarakat
tempat anak-anak
belajar terutama
belajar mengaji.
Jadi hasil wawancara diatas
dapat disimpulkan bahwa
orang tua merasa sangat
terbantu dengan adanya
dibuka tempat untuk belajar
mengaji di desa pakeng,
kegiatan pembelajaran
mengaji yang dilakukan
setiap sore. Adanya
kesadaran masyarakat dalam
membantu anak dalam hal
mengaji sangat baik.
B. Triangulasi Tehnik
No Rumusan
Masalah
Wawancara Observasi Dokumentasi Interpretasi
1.
Bentuk
pendidikan
Informal Pada
Anak Pekerja
Migran
Indonesia
(PMI) di Desa
Pakeng
Kecamatan
Lembang
Kabupaten
Pinrang
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
pendidikan informal
berupa pendidikan
karakter tanggung
jawab menurut orang
tua/wali HN (63
Tahun)
“Iya pernah, paling
diajarakan
membersihkan
rumah dan memcuci
piring tapi kalau di
suruh malah pergi
main, perlu diajarkan
Dari hasil pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti “Dari
hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa memang
benar orang tua/wali selaku
nenek anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng
pernah mengajarkan karakter
tanggung jawab kepada anak
misalkan mencuci piring dan
membantu mengerjakan
pekerjaan rumah lainnya
namun cara didikannya yang
tidak konsisten dan tegas anak
susah atau kurang peduli
dengan apa arahan dari orang
tua/walinya“(observasi 10 0kto
2020).
Adapun hasil yang sama
telah ditemukan peneliti
melalui dokumentasi
berupa jurnal dari sinto
arini yaitu:
“pengasuhan anak yang
dilakukan oleh kakek dan
nenek semakin banyak
terjadi sekarang ini,
sehingga muncul beberapa
masalah terhadap proses
perkembangan sifat dan
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara, serta dokumentasi
maka dapat diinterpretasikan
bahwa dalam suatu keluarga
terdapat keadaan dimana
orang tua tidak mengurus
anaknya sendiri disebabkan
oleh berbagai alasan misalnya
permasalahan ekonomi yang
membuat kedua orang tua
bekerja dan menitipkan
anaknya kepada kakek-nenek,
hal seperti ini sudah menjadi
budaya bagi kebanyakan orang
di desa pakeng. Menitipkan
anak kepada nenek dengan
tujuan menjaga anak agar
mendapat pendidikan keluarga
yang sama menurut orang tua
justru berbanding terbalik
anak suapaya besar
nanti mereka sudah
paham taggung
jawabnya sebagai
anak tapi susah di
ajari karena itu anak
susah diarahkan atau
tidak mau
mendengar “.
prestasi anak, hasil temuan
ada dua pola asuh yang
cenderung diterapkan oleh
kakek-nenek yaitu pola
asuh permisif dan pola asuh
otoriter yang cenderung
berdampak negatif bagi
anak dan prestasi anak di
sekolah ” (Dokumentasi, 29
Oktober 2020).
dengan hal tersebut, gaya
pengasuhan yang dilakukan
oleh nenek pada anak pekerja
migran indonesia (PMI) di
desa pakeng berkaitan dengan
sikap anak yang diasuh oleh
nenek cenderung suka
membantah dan malas.
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
pendidikan informal
berupa pendidikan
karakter jujur
menurut orang
tua/wali HN (63
Tahun) “Ya jelas
Dari hasil pengamatan yang
telah dilakukan oleh peneliti
“Dapat dikatakan bahwa
pendidikan karakter jujur pada
anak pekerja migran indonesia
di desa pakeng yang diberikan
oleh orang tua/walinya kepada
anaknya tidak menerapkan
secara tegas, karakter jujur
perlu di bangun kepada anak
untuk membangun
kepercayaan kepada mereka,
dilihat dari keseharian bahwa
Adapun dokumentasi
berupa dari jurnal Statham
dengan hasil pokok
pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa: “Terdapat dampak
negatif terhadap anak yang
diasuh oleh neneknya, sikap
nenek dalam menerapkan
pembelajaran di rumah
yang tidak konsisten dan
tidak tegas menyebabkan
anak cenderung
Dari hasil observasi,
wawancara serta dokumentasi
yang telah dilakukan di
lapangan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan
karakter jujur pada anak dari
pekerja migran indonesia
(PMI) di Desa pakeng yang dia
ambil asuh oleh nenek atau
kakeknya tidak menerapkan
pendidikan di rumah secara
tegas dan konsisten, cara
pengajaran orang tua/wali
pernah, palingan
misalnya dikasih
uang lebih disuruh
kasih kembali
sisanya, itu saja.tapi
kadang dia kasih
kembali kadang juga
tidak perlu diajarkan
kepada anak,kalau
tidak diajarkan ke
anak maka kebiasan
berbohong a di
bawah sampai
dewasa“.
adanya kasus-kasus pencurian
yang dilakukan anak tersebut
yang dilakukan di rumahnya
maupun dirumah orang
lain,misalnya mengambil uang
anaknya secara diam-diam,
dikatakan bahwa karakter jujur
minim pada anak dari pekerja
migran indonesia di karenakan
kurang tegasnya didikan dari
orang tua/walinya disebabkan
karena kondisi fisik orang
tua/walinya yang semakin tua
dan anak tersebut yang sulit
untuk diatur, setiap orang
tua/walinya berusaha
mengajarkan anaknya untuk
belajar karakter jujur namun
tidak tegas“(Observasi 10 okto
2020).
membantah, suka
pembohong dan pemalas
dan dampak pada proses
pembelajaran anak ,yaitu
kurangnya anak dalam
kemampuan persiapan
sekolah seperti pemahaman
angka,huruf,warna dan
lainya. “(Dokumentasi 28
okto 2020).
yang hanya berfokus pada
kejujuran mengenai uang saja
belum cukup untuk
membentuk karakter jujur
seorang anak. Hal ini
ditunjukan oleh adanya
perilaku tidak terpuji yang
dilakukan anak tersebut yaitu
melakukan pencurian di rumah
tempat dia tinggal bersama
neneknya.
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
pendidikan informal
berupa pendidikan
karakter mandiri
menurut orang
tua/wali HN (63
Tahun) “Iya, pernah,
seperti hal setiap
pagi saya suruh
bersihkan tempat
tidurnya sendiri.
perlu supaya besar
nanti anak bisa
mandiri dalam
melakukan
pekerjaanya“.
Adapun hasil pengamatan yang
telah dilakukan “Dari hasil
pengamatan dapat dikatakan
bahwa orang tua/wali pernah
mengajarkan cucunya mandiri
seperti halnya menyuruh anak
memperbaiki tempat tidurnya
dan dapat dilihat dari
kesehariannya bahwa anak
tersebut belajar membaca dan
menulis sendiri tanpa ditemani
oleh orang tua bahwa setiap
anak perlu belajar karakter
mandiri sejak dini untuk
menjadikan dirinya lebih
berani dalam segala hal,
Karakter yang dimiliki anak
dari pekerja migran yang
dimiliki anak tersebut sudah
didik mandiri secara alami oleh
keadaan tanpa orang tua,
seperti halnya mengambil
makanan sendiri, berpakain
Adapun dokumentasi
berupa dari skripsi
Apriyanti dengan hasil
pokok pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa:
“Secara umum anak pada
keluarga TKW sudah
mempunyai kemandirian
karena mau tidak mau
karena keadaan mereka
harus bisa melakukan dan
memenuhi kebutuhan
pribadinya sendiri, hal ini
terjadi karena ayah tidak
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi
maka, dapat diinterpretasikan
bahwa pembinaan karakter
kemandirian terhadap anak
dari pekerja migran indonesia
(PMI) pada dasarnya karakter
tersebut timbul bukan tanpa
arahan dari neneknya sendiri
melainkan juga karena faktor
kondisi dimana dia tumbuh
tanpa adanya ibu atau
bapaknya yang merawatnya.
Kemandirian anak dibawah
pengasuhan nenek sangat jelas
dengan pengasuhan yang
dilakukan oleh orang tua.
Ketika orang tua
meninggalkan anaknya untuk
bekerja diluar kota maupun
luar negeri, mau tidak mau
anak tersebut harus memiliki
kemandirian.
sekolah sendiri “(Observasi 10
okto 2020).
telaten dalam mengurus
anak berbeda dengan jika
ibu yang
mengurus“(Dokumentasi
13 okto 2020).
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
pendidikan informal
berupa pendidikan
karakter disiplin
menurut orang
tua/wali HN (63
Tahun)
“Iya hanya pada saat
pagi, Supaya anak
tidak terlambat
sekolah“.
Adapun hasil pengamatan yang
telah dilakukan “Dari hasil
pengamatan di lapangan dapat
dikatakan bahwa penerapan
karakter disiplin pada anak
PMI yang dilakukan pengasuh
pengganti yaitu neneknya
memang benar orang
tua/walinya mengajarkan
disiplin mengenai waktu
berangkat sekolah tapi hanya
saja penerapan disiplin
dilakukan pada anak dalam
bentuk arahan dan nasehat-
nasehat saja sehingga anak
hanya mengabaikan arahan
yang diberikan oleh neneknya.
Dapat dikatakan bahwa
penerapan karakter disiplin
Adapun dokumentasi
berupa dari jurnal Hartina
dengan hasil pokok
pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa:
“Mengungkapan bahwa
bermasalah terhadap pola
asuh permisif yang
diberikan oleh nenek-kakek
yang bersifat longgar dalam
mengasuh anak
“(Dokumentasi 1 Novenber
2020).
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi
yang telah dilakukan bersama
orang tua/wali yaitu nenek dan
anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng dapat
ditarik kesimpulan bahwa
karakter disiplin yang
diterapkan terhadap anak
hanya mengenai waktu
bangun bagi pada saat anak
akan berangkat sekolah. Hal
ini menunjukan bahwa tidak
ada aturan-aturan yang ketat
yang diterapkan oleh nenek
dalam membentuk karakter
disiplin anak. Tidak adanya
aturan yang diberikan
memperlihatkan pula bahwa
pada anak PMI yang dilakukan
oleh neneknya tidak memiliki
aturan dan hukuman yang dapat
membuat anak takut akan
melanggar aturan tersebut,
penerapan disiplin yang
dilakukan oleh nenek biasanya
hanya menyuruh tanpa ada
paksaan dibarengi
tidak adanya pula konsistensi
dan ketegasan terhadap nilai-
nilai yang diterapkan oleh
nenek.
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
pendidikan informal
berupa pendidikan
agama menurut
orang tua/wali HN
(63 Tahun) “Tidak,
karena tidak saya
tahu membaca faktor
pengetahuan menjadi
Adapun hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan
.“Dari hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa pembinaan
agama berupa shalat lima
waktu dan mengajarkan
mengaji kepada anak tidak
dilaksanakan oleh orang
tua/wali selaku neneknya
dikarenakan oleh faktor
minimnya pengetahuan
mengenai pendidikan
keagaman, namun peneliti
melihat bahwa ada satu upaya
yang dilakukan oleh nenek
Adapun dokumentasi dari
buku harian yang dilakukan
peneliti Bahwa
pendidikan berupa agama
sholat lima waktu dan
pembelajaran mengaji pada
anak dari orang tua pekerja
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi
maka dapat diinterpretasikan
bahwa pembelajaran agama
merupakan suatu yang sangat
penting untuk diajarkan
kepada anak menyangkut
keyakinan yang dimiliki,
pentingnya menanamkan nila-
nilai agama sejak dini dalam
kehidupan sehari-hari kepada
anak, sehingga anak mampu
menjaga diri dari perilaku
yang buruk. Namun,
pembelajaran agama kepada
penghambat , anak-
anak dalam bealajar
mengaji biasa
arahkan belajar
mengaji rumah orang
yang paham dan
tahu teknik mengaji “
.
guna membantu anak dalam
belajar mengaji yaitu dengan
membawa anak tersebut ke
rumah tetangga atau
masyarakat sekitar yang paham
dalam teknik mengaji ,dari
hasil pengamatan juga
ditemukan selain nenek
membantu mengenai
pembelajaran mengaji,
pembelajaran puasa dilakukan
nenek kepada cucunya namun
hanya pada saat bulan
ramadhan saja“(Observasi 17
okto 2020).
migran indonesia (PMI) di
desa pakeng menunjukan
pembelajaran sholat lima
waktu dan mengaji tidak
diberikan oleh orang
tua/wali yaitu neneknya
sebab minimnya
pengetahuannya yang
dimiliki sehingga anak
tidak mendapatkan
pembelajaran agam sholat
lima waktu dan mengaji ,
Namun ada usaha yang
dilakukan oleh neneknya
supaya cucunya tetap
mendapatkan pelajaran
mengaji, usaha tersebut
ditunjukan dengan
membawa cucunya ke
rumah tetangga yang bisa
mengajarkan anak belajar
membaca al-quran. Meski
begitu gaya pola asuh yang
dimiliki nenek yang
anak PMI di desa pakeng yang
dilakukan oleh orang tua
cukup memprihatinkan sebab
orang tua wali selaku
neneknya tidak memiliki
pengetahuan lebih mengenai
agama berupa sholat lima
waktu dan mengaji. Namun,
untuk membantu anak dalam
hal belajar mengaji nenek
tetap berusaha supaya cucunya
tetap bisa belajar mengaji dan
berharap cucunya dapat pintar
mengaji, hal yang dilakukan
ialah membawanya atau
menitipkan pada seseorang
untuk diajarkan mengaji
dirumahnya.
cenderung
memperbolehkan dan tidak
konsisten menjadikan anak
tak arahkan (Dokumentasi,
02 November 2020).
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
pendidikan informal
berupa pembelajaran
etika berbahasa
menurut orang
tua/wali HN (63
Tahun)
“Iya, diajarkan cara
berbicara dengan
orang yang lebih tua
semisal ucapan kata
Adapun hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan
“Dari hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa orang
tua/wali pernah mengajarkan
adat berbahasa kepada anak
dapat dilihat dari
kesehariannya bagaimana gaya
bahasa anak berbicara dengan
orang lain bahwa mereka selalu
menggunakan kata
iye“(Observasi 17 okto 2020).
Adapun dokumentasi
berupa dari jurnal Hartina
dengan hasil pokok
pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa:
“Dengan hasil
penelitiannya memaparkan
bahwa terdapat dampak
positif dari hasil
pengasuhan yang dilakukan
nenek atau kakek yaitu
beberapa tahun sejak kecil
anak memiliki kosakata
yang lebih
baik“(Dokumentasi 02 okto
2020).
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi
maka dapat diinterpretasikan
bahwa pendidikan adat etika
berbahasa yang diterapkan
oleh nenek kepada cucunya di
desa pakeng tidak selamanya
gaya pengasuhan yang berikan
oleh nenek berdampak buruk,
Namun terdapat juga dampak
positif, hal ini ditunjukan
dengan cara nenek mendidik
adat etika berbahasa kepada
cucunya dengan tutur kata
yang baik dan sopan.
iye jika lewat depan
orang“.
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
ketidaktahuan orang
tua/wali mengenai
faktor penghambat
pendidikan informal
pada anak menurut
orang tua/wali HN
(63 Tahun) “Iya,
Adapun hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan,
Dari hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa memang
benar ketidaktahuan mengenai
pentingnya pendidikan
informal kepada anak hal ini
dapat ditunjukan dengan
pengakuan latar belakang
pendidikan orang tua/wali
tersebut yang mengatakan
bahwa kami orang tua yang
tidak pernah merasakan bangku
sekolah, Dari hasil pengamatan
Adapun dokumentasi
berupa dari skripsi Ana
Andi Fawistri dengan hasil
pembahasan. “Orang tua
dalam melaksanakan
berbagai upaya baik
spiritual maupun fisik juga
akan sangat dipengaruhi
oleh tingkat pendidikannya,
pendidikan yang rendah
biasanya dalam merawat
anak atau perhatian
pendidikan seadanya atau
alami sesuai dengan
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi
yang telah dilakukan dapat
diinterpretasikan pendidikan
yang rendah yang dimiliki
orang tua/wali dalam merawat
dan membentuk kepribadian
anak sehingga mereka
melaksanakan sebisanya
sesuai dengan pengaruh
lingkungan. Hal tersebut
sangat berpengaruh terhadap
anak, minimnya pengetahuan
mengenai pentingnya
saya tidak pernah
sekolah tidak paham
namanya pendidikan
informal Iya, yang
diketahui cuman
mengajarkan anak-
anak di rumah seperti
membersihkan
rumah. orang tuanya
ini anak lama pergi
merantau kalau
bukan saya yang urus
siapa lagi“.
dapat dikatakan bahwa orang
tua/wali masih banyak yang
acuh kepada anak-anaknya
karena ketidaktahuannya
mengenai pentingnya
pendidikan informal kepada
anak “(Observasi 17 okto
2020).
pengaruh lingkungan, jadi
pengasuh anak-anak TKI
umumnya berpendidikan
rendah sehingga
melaksanakan
semampunya“(Dokumenta
si 20 okto 2020).
pendidikan informal yang
dimiliki orang tua atau
pengasuh menyebabkan anak
cenderung mengalami
masalah perilaku, kurang
terdorong motivasi dan
aktivitas fisik.
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan usia
orang tua/wali
Adapun hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan
“Dari hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa usia orang
tua/wali menjadi faktor
penghambat pendidikan
informal kepada anak hal ini
dapat dilihat usia orang
dokumentasi dari jurnal
Shakya dkk dengan hasil
pokok pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa:
Berdasarkan hasil obervasi,
wawancara dan dokumentasi
maka, dapat diinterprestasikan
bahwa orang tua/wali selaku
nenek adari anak pekerja
migran indonesia di desa
pakeng memiliki
permasalahan antar generasi
menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
pada anak menurut
orang tua/wali HN
(63 Tahun)
“Iya, umur memang
menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
pada anak apalagi
saya sudah tua mana
bisa sepenuhnya
mengurus, tapi mau
bagaimana lagi
karena orang tuanya
pergi malaysia“.
tua/wali selaku seorang nenek
mengurus maupun merawat
cucunya yang tidak konsisten
dan tegas dalam usaha
membentuk karakter anak
dikarenakan rentang penyakit
apalagi anak tersebut nakal dan
susah diatur “(Observasi 17
okto 2020).
Menyatakan bahwa
terdapat permasalahan yang
dihadapi nenek dalam
mengasuh cucunya,
kesehatan dan usia nenek
fokus penelitian ini adalah
melihat kecenderungan
pola pengasuhan permisif
yang diberikan oleh nenek
adanya faktor jarak antar
generasi dengan cucunya
sehingga terdapat beda
pemikiran yang
berpengaruh pada sifat dan
prestasi anak di sekolah
(Dokumentasi 25 okto
2020).
atau jarak usia yang jauh
menjadi salah satu faktor
pengahambat pembetukan
kepribadiaan anak,
pengasuhan yang dilakukan
nenek yang cenderung
mebiarkan dan karang
memperhatiakan, hal tersebut
menyebabkan keterbatasana
inetraksi antara cucu dan
nenek bahkan pembicaraan
sehari-hari pun cenderung
tidak terlaksanakan.
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
perceraian orang tua
menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
pada anak menurut
orang tua/wali HN
(63 Tahun) “Iya,
seperti yang kamu
tahu dan melihat
bahwa kedua orang
tua anak ini sudah
memiliki pasangan
masing, mamanya
ada di samarinda dan
sudah menikah
Adapun hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan
“Dari hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa pencairan
orang tua memang menjadi
faktor penghambat pendidikan
informal kepada anak, orang
tua yang egois dapat
menyebabkan anak menjadi
terbengkalai atau kurang kasih
sayang dari orang tuanya, Dan
dapat dikatakan bahwa anak
yang memiliki orang tua yang
lengkap lebih mendapatkan
kasih sayang dan perhatian
cukup sedangkan anak yang
orang tuanya bercerai lalu
bekerja sebagai pekerja migran
indonesia anak tersebut kurang
perhatian dan kasih sayang dan
jelas pendidikan yang langsung
diberikan oleh orang tua
Adapun dokumentasi dari
berita online dari Nadia
dengan hasil pokok
pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa:
“Masalah perceraian yang
dialami orang tua tidak
hanya berdampak pada
orang tua saja melainkan
memiliki dampak besar
terhadap diantaranya adalah
kemungkinan anak menjadi
kurang akrab dengan orang
tuanya sendiri kelak dewasa
nanti dan prestasi anak
menurun orang tuanya
karena sibuk dengan
dirinya masing-masing
“(Dokumentasi 21 okt
2020).
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara, dokumentasi yang
telah dilakukan maka dapat
diinterpretasikan bahwa
faktanya adalah faktor
perceraian yang dialami oleh
orang tua anak dari pekerja
migran menyebabkan dampak
negatif terhadap pembentukan
kepribadian anak, anak
tersebut menjadi terbengkalai
dan jauh dari kasih sayang
kedua orang tuanya terlebih
lagi mereka sudah tinggal
sejak kecil, hal ini kemanak
cenderung kurang mendapat
motiv dan kasih sayang kedua
orang tua
sedangkan bapak ada
di kampung dia juga
sudah menikah, terus
anaknya saya yang
rawat karena saya
juga tidak tega
meninggalkannya
dengan bapaknya“
berbeda dengan yang di dapat
dari neneknya“(Oservasi 17
okto 2020).
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan orang
tua bekerja menjadi
faktor penghambat
pendidikan informal
pada anak menurut
orang tua/wali HN
(63 Tahun) “Iya,
orang tuanya ini anak
lama pergi merantau
kalau bukan saya
Adapun hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan
“Dari hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa orang tua
yang bekerja dan meluangkan
waktu hanya sedikit saja
dengan anak-anaknya bahkan
berkomunikasi hanya melalui
media handphone saja ini
menunjukan bahwa fungsi dari
orang tua tidak berjalan
sebagaimana tanggung
jawabnya untuk mendidik anak
dirumah“ (Observasi 17 okt
2020).
Adapun dokumentasi dari
jurnal Sutiana dkk dengan
hasil pokok pembahasan
yang dituliskan mengatakan
bahwa:
“Ketika ibu bekerja sebagai
seorang TKW di luar negeri
maka seorang anak
membutuhkan figur
pengganti orang tua,
sebagai pengganti ibu
dalam proses pendidikan
anak di rumah sehingga
pola asuh yang diberikan
oleh orang tua berbeda
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi
yang telah dilakukan maka
dapat diinterpretasikan bahwa
ditemukan selain
permasalahan proses
perkembangan kepribadian
dihadapi anak yang
ditinggalkan orang tuanya
bekerja sebagai pekerja
migran indonesia ternyata
terjadi pula disfungsi pada
keluarga dimana orang tua
tidak menjalankan tanggung
jawabnya sebagaimana orang
tua pada umumnya. Hal, ini
2.
faktor
penghambat
yang rawat siapa
lagi“.
dengan pola asuh yang
diberikan oleh ibu
pengganti, ikut sertaan ibu
dalam bekerja maka fungsi
dalam keluarga tidak
berjalan, hal tersebut
berpengaruh dengan
perkembangan
anak“(Dokumentasi 21
okto 2020).
sudah sangat jelas sangat
berpengaruh pada tingkat
perkembangan kepribadian
anak aman tidak mendapatkan
kasih sayang dan perhatian
penuh dari orang tuanya.
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan media
tv dan handphone
menjadi faktor
penghambat
pendidikan informal
pada anak menurut
Adapun hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan
“Dari hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan
dapat dikatakan bahwa media
handphone dan media tv
menjadi salah satu faktor
penghambat pendidikan
informal pada anak, anak yang
diberi kebebasan privasi tanpa
ada pengawasan dari orang
tua/wali menjadikan lupa akan
tanggung jawab, misalnya
waktu belajar menjadi
dokumentasi berita online
dari Tifa dengan hasil
pokok pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa:
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi
diatas maka dapat
diiterprestasikan bahwa
handphones dan televisi
memiliki dampak pada
perkembangan karakter
anak.anak Salah satu media
yang paling dekat dengan
anak-anak sepulang sekolah
adalah media televisi, hampir
semua kalangan memiliki
televisi di rumahnya. Dampak
dari media handphone dan
orang tua/wali HN
(63 Tahun)
ya, karena dia
memiliki handphone
dibelikan mamanya
untuk iya gunakan
berkomunikasi
dengan mamanya,
kalau sudah main
handphone anak jadi
lupa waktu belajar,
sama saja dengan
kalau dari menonton
televisi.
terabaikan karena sibuk
menonton tayangan di televisi
maupun sedang sibuk bermain
handphone“(Obsevasi 20 okto
2020).
Televisi dan Handphone
adalah dampak terhadap
karakter anak seiring
dengan adanya kemajuan
teknologi yang semakin
canggih nan modern saat ini
kita dapat menerima siaran
televisi melalui handphone
yang ditonton kapanpun
dan dimanapun. Namun
secara kualitas tayangan
yang ada di televisi
ditampilkan saat ini dapat
dikatakan saat minim, saat
ini banyak tayangan televisi
terutama pada sinetron dan
iklan-iklan yang tidak
televisi yaitu anak menjadi
lupa waktu belajar karena
cenderung menghabiskan
waktu menonton, dapat
berdampak pada mata anak
dan dapat berdampak pada
tingkat perkembangan anak
yang cenderung meniru apa
yang sudah ditontonnya
hinggah membat anak menjadi
malas. Hal inilah yang terjadi
dengan anak dari pekerja
migran indonesia (PMI) di
desa pakeng.
mendidik bagi anak. Hal,
ini berdampak terhadap
anak yang menonton salah
satunya ialah
menghabiskan waktu
seharian menonton televisi
maupun handphone
sehingga anak menjadi lupa
waktu untuk belajar dan
dapat meniru apa yang telah
mereka lihat di tayangan
televisi maupun handphone
(Dokumentasi 22 0kto
2020).
Adapun hasil
wawancara yang di
peroleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
Adapun hasil observasi yang
telah dilakukan di lapangan
Dari hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa memang betul
pendidikan formal sekolah
dasar (SD), (SMP),(SMA),
menjadi faktor pendukung
berbentuk dokumentasi
jurnal dari duma karo-karo
dengan hasil pokok
pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa:
Berdasarkan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi
maka dapat diinterpretasikan
bahwa pengaruh pendidikan
formal merupakan salah satu
penunjang keberhasilan
pembentukan karakter pada
pendidikan formal
(sekolah)
menjadi faktor
pendukung
pendidikan informal
pada anak menurut
orang tua/wali HN
(63 Tahun)
Iya, bagi kita orang
tua yang tidak
berpendidikan
pernah justru sangat
pembantu
mendidikan anak
tidak seperti kita
yang susah
mendapatkan
pendidikan zaman
dulu mana ada
sekolah butuh
perjuangan ke
sekolah sekarang
anak-anak tidak
pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia di
desa pakeng. Di lingkungan
sekolah anak-anak akan lebih
banyak belajar, dibandingkan
di lingkungan keluarga sebab
kedekatan emosional antara
nenek dengan cucunya di
rumah tidak terjalin.
pendidikan formal sangat
membantu orang tua dalam
mendidik anak namun
kebanyakan dari mereka hanya
bisa sampai ke jenjang SD saja.
hal ini dikarenakan kurangnya
motivasi dari orang tua maupun
dari sang nenek dan faktor
lainnya adalah ekonomi yang
dimiliki (Observasi 22 0kto
2020)
Pendidikan dan
pembentukan karakter
terhadap anak yang baik
harus ada keterpaduan dan
sinergi antara pendidikan
dalam keluarga
(informal),dengan
pendidikan di sekolah
(formal). Guru merupakan
aktor utama dalam dunia
pendidikan, baik buruknya
tergantung kepada sosok
guru, sikap guru sangat
pempengaruhi diri persta
didik sehingga, ucapan,
karakter dan kepribadian
menjadi cerminan peserta
anak. Pendidikan formal
adalah (sekolah) adalah usaha
sadar dan terencana agar anak
dapat mengembangkan
potensi dirinya kecerdasan,
akhlak dan kepribadian yang
baik, dimana pemeran utama
di sekolah adalah guru
sedangkan dirumah adalah
orang tua yang berperan
penting dalam pembentukan
karakter anak maka, perlu
kerjasama yang dilakukan oleh
orang tua dan pihak sekolah
untuk mewujudkan generasi
yang berkualitas yang
memiliki akhlak dan
kepribadian yang baik.
perlu jalan kaki
karena sudah banyak
transportasi.
didiknya(Dokumentasi 20
okto 2020).
Adapun hasil
wawancara yang
diperoleh dari orang
tua/wali anak dari
pekerja migran
12/10/20/sepang
terkait dengan
pendidikan
nonformal
(masyarakat)
menjadi faktor
pendukung
pendidikan informal
pada anak menurut
orang tua/wali HN
(63 Tahun)
Iya, karena sekarang
ada tempat sudah
dibuat untuk belajar
mengaji anak-anak di
Dari hasil pengamatan dapat
dikatakan bahwa pendidikan
non formal sangat membantu
orang tua/wali dalam mendidik
anak di desa pakeng dapat
dilihat adanya tempat atau
rumah warga yang disediakan
khusus untuk belajar mengaji
anak-anak. Ini menunjukan
bahwa pendidikan non-formal
salah satu yang mempengaruhi
pembentukan karakter seorang
anak (Observasi 13 okto 2020).
dokumentasi dari berita
online dengan hasil pokok
pembahasan yang
dituliskan mengatakan
bahwa:
Berdasarkan hasil
observasi,wawancara, dan
dokumentasi maka dapat
diinterpretasikan bahwa
pendidikan non-formal
membawa pengaruh untuk
mewujudkan karakter anak
yang baik. Salah satu
pendidikan non-formal yang
ada di desa pakeng yang
diselenggarakan oleh warga
yang memerlukan layanan
pendidikan untuk menambah
atau mengganti pendidikan
formal (sekolah) maupun
pendidikan informal
(keluarga).
kampung setiap sore,
sangat bermanfaat
karena sekarang
jarang kita dapat
tempat untuk belajar
mengaji anak.
Sumbangsi guru mengaji
dikampung membantu
melengkapi pemahaman
keagaamaan anak-anak
selai di sekolah formal,
guru ngaji di kampung
biasanya dilakukan dengan
ikhlas dan tanpa meminta
imbalan, tak sekedar
mengajarkan anak-anak
membaca alquran namun,
juga menjadi contoh
teladan untuk anak-anak
seperti halnya guru
disekolah (Observasi 13
okto 2020).
3.
Faktor
pendukung
Pedoman Wawancara
Nama : Hasnah
Nim : 105381115716
Judul Penelitian : Pendidikan Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten
Pinrang
No Variabel Indikator Sub Indikator Item Pertanyaan
1. Bentuk-bentuk
pendidikan Informal
Pada Anak Pekerja
Migran Indonesia (PMI)
di Desa Pakeng
Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang.
Karakater
● Tanggung
Jawab
1. Apakah anda sebagai orang tua/wali pernah mengajarkan
karakter tanggung jawab kepada anak dan mengapa karakter
tanggung jawab perlu ditanamkan kepada anak?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai karakter tanggung
jawab pada anak dari Pekerja Migran Indonesia PMI di Desa
Pakeng?
3. Apakah anda pernah belajar karakter tanggung jawab dari orang
tua/ wali ?
● Jujur
1. Apakah anda sebagai orang tua/ wali pernah mengajarkan
karakter jujur kepada anak dan mengapa karakter jujur perlu
ditanamkan kepada anak?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai karakter jujur pada
anak dari Pekerja Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng?
3. Apakah anda pernah belajar karakter jujur dari orang tua/ wali?
● Mandiri
1. Apakah anda sebagai orang tua/ wali pernah mengajarkan
karakter mandiri kepada anak dan mengapa karakter mandiri
perlu ditanamkan kepada anak ?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai karakter mandiri
pada anak dari Pekerja Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng?
3. Apakah anda pernah belajar karakter mandiri dari orang
tua/wali ?
● Disiplin
1. Apakah anda sebagai orang tua/ wali pernah mengajarkan
karakter disiplin kepada anak dan mengapa karakter disiplin
perlu ditanamkan kepada anak ?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai karakter disiplin
pada anak dari Pekerja Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng?
3. Apakah anda pernah belajar karakter disiplin dari orang tua/wali
?
Agama ● Sholat lima
waktu
1. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu membina anak
dalam belajar agama berupa sholat lima waktu ?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai pembelajaran
agama sholat lima waktu pada anak ?
3. Apakah anda pernah belajar agama berupa sholat lima waktu
dari orang tua/wali ?
● Mengaji
1. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu membina anak
dalam belajar agama berupa mengaji ?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai pembelajaran
agama puasa pada anak ?
3. Apakah anda pernah belajar agama mengaji dari orang tua/wali?
● Puasa 1. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu membina anak
dalam belajar agama berupa puasa ?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai pembelajaran
agama puasa pada anak ?
3. Apakah anda pernah belajar agama puasa dari orang tua/wali ?
Budaya/Adat ● Etika
Bahasa
1. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu mengajarkan adat
etika berbahasa kepada anak ?
2. Apakah anda pernah belajar adat etika bahasa dari orang
tua/wali ?
3. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai adat etika berhasa
pada anak Pekerja Migran Indonesia di Desa Pakeng ?
● Etika
Perilaku
1. Apakah anda sebagai orang tua/wali selalu mengajarkan adat
etika perilaku kepada anak ?
2. Apakah anda pernah belajar adat etika perilaku dari orang
tua/wali ?
3. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai adat etika perilaku
pada anak Pekerja Migran Indonesia di Desa Pakeng ?
2. Faktor penghambat Keluarga ● Pengetahua
n orang tua
1. Apakah ketidaktahuan orang tua/wali tentang pendidikan
informal menjadi faktor penghambat pendidikan informal
kepada anak Pekerja Migran Indonesia?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai ketidaktahuan
orang tua/wali tentang pendidikan menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia PMI
di Desa Pakeng?
● Orang tua
bekerja
1. Apakah pekerjaan orang tua menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai pekerjaan orang tua
menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng ?
3. Apa pekerjaan orang tua anda ?
● Perceraian
orang tua
1. Apakah perceraian orang tua menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai perceraian orang
tua menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng ?
3. Apa anda memiliki orang tua yang lengkap ?
● Usia orang
tua/wali
1. Apakah usia orang tua/wali menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai usia orang tua/wali
menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng ?
● Membebas
kan anak
1. Apakah membebaskan anak menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai membebaskan anak
menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia PMI ?
● Mengabaik
an anak
1. Apakah mengabaikan anak menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia PMI
di Desa Pakeng?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai mengabaikan anak
menjadi faktor penghambat pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng ?
Media sosial ● Handphone
1. Apakah media handphone menjadi faktor penghambat
pendidikan informal yang anda berikan kepada anak Pekerja
Migran Indonesia ?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak media Handphone menjadi
faktor penghambat pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng ?
● Tv
1. Apakah media Tv menjadi faktor penghambat pendidikan
informal yang anda berikan kepada anak Pekerja Migran
Indonesia?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai media Tv menjadi
faktor penghambat pendidikan informal pada anak Pekerja
Migran Indonesia PMI di Desa Pakeng ?
Lingkungan ● Teman
bermain
1. Apakah lingkungan (teman bermain) anak dapat menjadi faktor
penghambat pendidikan informal yang diberikan orang tua
kepada anak?
3. Faktor pendukung Pendidikan
formal
● SD
1. Apakah pendidikan formal sekolah dasar (SD) menjadi faktor
pendukung pendidikan informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai pendidikan formal
sekolah dasar (SD) menjadi faktor pendukung pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa
Pakeng ?
● SMP
1. Apakah pendidikan formal sekolah menengah pertama (SMP)
menjadi faktor pendukung pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia?
2. Bagaimana pandangan ibu/bapak mengenai pendidikan formal
sekolah menengah pertaman (SMP) menjadi faktor pendukung
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI)
di Desa Pakeng ?
● SMA 1. Apakah pendidikan formal sekolah menengah atas (SMA)
menjadi faktor pendukung pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng ?
2. Bagaimana menurut ibu/bapak mengenai pendidikan formal
sekolah menengah atas (SMA) menjadi faktor pendukung
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI)
di Desa Pakeng ?
Pendidikan
nonformal
● masyarakat
1. Apakah pendidikan nonformal (masyarakat) menjadi faktor
pendukung pendidikan informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia
2. Bagaimana menurut ibu/bapak mengenai pendidikan nonformal
(masyarakat) menjadi faktor pendukung pendidikan informal
pada anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng?
Pedoman Observasi
Nama : Hasnah
Nim : 105381115716
Judul Penelitian : Pendidikan Informal Pada Anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Desa Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten
Pinrang
Tanggal :17 okto 2020
Tempat : Sepang
Variabel Indikator Sub
Indikator
Item Pengamatan Y T Keterangan
Bentuk-bentuk
pendidikan
Informal Pada
Anak Pekerja
Migran
Indonesia
(PMI) di Desa
Pakeng
Kecamatan
Karakater
● Tangg
ung
Jawab
Orang tua/wali mengajarkan karakter
tanggung jawab kepada anak
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
memang benar orang tua/wali selaku nenek anak
dari pekerja migran indonesia di desa pakeng
pernah mengajarkan karakter tanggungjawab
kepada anak misalkan mencuci piring dan
membantu mengerjakan pekerjaan rumah lainnya
namun cara didikannya yang tidak konsisten dan
tegas anak susah atau kurang peduli dengan apa
arahan dari orang tua/walinya.
Lembang
Kabupaten
Pinrang.
Karakter tanggung jawab pada anak
dari Pekerja Migran Indonesia PMI di
Desa Pakeng
√ Dapat dikatakan bahwa anak dari pekerja migran
indonesia yang tinggal bersama orang
tua/walinya yaitu neneknya karakter tanggung
jawab yang dimiliki anak tersebut belum
maksimal diberikan oleh orang tua/walinya
karena kadang di suruh dan kadang juga tidak
Pernah belajar karakter tanggung
jawab dari orang tua/ wali
√ Dapat dikatakan bahwa anak dari pekerja migran
indonesia di desa pakeng memang pernah belajar
karakter tanggung jawab dari walinya dapat
dilihat dari kesehariannya yang diberi tugas
mencuci piring
● Jujur
Orang tua/ wali mengajarkan karakter
jujur kepada anak
√
Dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter jujur
pada anak pekerja migran indonesia di desa
pakeng yang diberikan oleh orang tua/walinya
kepada anaknya tidak menerapkan tegas karakter
jujur perlu di bangun kepada anak untuk
membangun kepercayaan kepada mereka, dilihat
dari keseharian bahwa adanya kasus-kasus
pencurian yang dilakukan anak tersebut yang
dilakukan di rumahnya maupun dirumah orang
lain,misalnya mengambil uang neneknya secara
diam-diam.
Karakter jujur pada anak dari Pekerja
Migran Indonesia PMI di Desa
Pakeng
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
karakter jujur minim pada anak dari pekerja
migran indonesia di karenakan kurang tegasnya
didikan dari orang tua/walinya disebabkan karena
kondisi fisik orang tua/walinya yang semakin tua
dan anak tersebut yang sulit untuk diatur
Pernah belajar karakter jujur dari
orang tua/ wali
√ Dapat dikatakan bahwa memang setiap orang
tua/walinya berusaha mengajarkan anaknya
untuk belajar karakter jujur namun tidak tegas
● Mandi
ri
Orang tua/ wali pernah mengajarkan
karakter mandiri kepada anak
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
orang tua/wali pernah mengajarkan cucunya
mandiri seperti halnya menyuruh anak
memperbaiki tempat tidurnya dan dapat dilihat
dari kesehariannya bahwa anak tersebut belajar
membaca dan menulis sendiri tanpa ditemani
orang tua/wali bahwa setiap anak perlu belajar
karakter mandiri sejak dini untuk menjadikan
dirinya lebih berani dalam segala hal
Karakter mandiri pada anak dari
Pekerja Migran Indonesia PMI di
Desa Pakeng
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
karakter yang dimiliki anak dari pekerja migran
yang dimiliki anak tersebut sudah didik mandiri
secara alami oleh keadaan tanpa orang tua
Pernah belajar karakter mandiri dari
orang tua/wali
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
orang tua/wali pernah mengajarkan karakter
mandiri kepada cucunya dapat dilihat dari
keseharian anak yang berusaha belajar tanpa
ditemani siapa-siapa.
Peduli
Orag tua/wal mengajarkan karakter
pedui kepada anak
√ Dari hasil pengamatan dapat dikataka bahwa
tidak bentuk pembelajarn khsus mengenai
karakter peduli terhadap anak yang dilakukan
oleh oran tua/wali. Pengajaran karakter hanya
sekerdar mengajari anak dirumah mengenai
pekerjaan rumah.
Karakter pedui pada anak pekerja
migran Migran Indonesia PMI di Desa
Pakeng
√ Dari hasil pengamatan mengenai karakter peduli
pada anak dari PMI dapat dikatakan bahwa
bnetuk karakter peduli yang diperlihatkan
misalnya membantu orang/awali membersihkan
rumah.
Pernah belajar karater peduli dari
orang tua /wali
√ Dari hasil pengamatan dapat dkatakan bahwa
anak tidak pernah belaar khusus mengenai
pembelajaan peduli dari orang tua/wali.
● Disipli
n
Orang tua/ wali mengajarkan karakter
displin kepada anak
√
√
Dari hasil pengamatan di lapangan dapat
dikatakan bahwa penerapan karakter disiplin pada
anak PMI yang dilakukan oleh neneknya memang
benar orang tua/walinya mengajarkan disiplin
dalam waktu berangkat sekolah tapi hanya saja
penerapan disiplin dilakukan pada anak dalam
bentuk arahan dan nasehat-nasehat saja sehingga
anak hanya mengabaikan arahan yang diberikan
oleh neneknya.
Karakter disiplin pada anak dari
Pekerja Migran Indonesia PMI di
Desa Pakeng
√
Dapat dikatakan bahwa penerapan karakter
disiplin pada anak PMI yang dilakukan oleh
neneknya tidak memiliki aturan dan hukuman
yang dapat membuat anak takut akan melanggar
aturan tersebut, penerapan disiplin yang
dilakukan oleh nenek biasanya hanya menyuruh
tanpa ada paksaan dibarengi dengan nasehat-
nasehat saja, hal ini disebabkan ketidak tahuan
orang tua/wali mengenai kedisiplinan dan
bagaimana cara mendidik anak dirumah.
Pernah belajar karakter disiplin dari
orang tua/wali
√
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
anak pernah belajar karakter disiplin dari orang
tua/walinya dapat dilihat dari
kesehariannya/orang tua/wali selalu berusaha
membangunkan cucunya lebih awal agar tidak
terlambat sekolah
Agama ● Sholat
lima
waktu
Orang tua/wali membina anak dalam
belajar agama berupa sholat lima
waktu
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatan bahwa
pembinaan agama berupa sholat lima waktu
kepada anak tidsk dilaksanakan oleh orang
tua/wali dikarenakan oleh faktor minimnya
pengetahuan
Pembelajaran agama sholat lima
waktu pada anak
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pembelajaran berupa sholat lima waktu kepada
anak tidak terlaksana
Pernah belajar agama berupa sholat
lima waktu dari orang tua/wali
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
memang anak dari pekerja migran tidak pernah
belajar agama berupa shalat lima waktu dari
orang tua/walinya dilihat dari keseharian anak
tersebut bahwa iya tidak pernah melaksanakan
sholat lima waktu
● Menga
ji
Orang tua/wali membina anak dalam
belajar agama berupa mengaji
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pembinaan agama berupa mengaji tidak
terlaksana oleh oleh orang tua/wali karena faktor
minimnya pengetahuan namun yang terlihat
bahwa orang tua/wali berusaha mengajarkan
dengan cara membawanya ke tetangga yang
pintar dalam mengaji
pembelajaran agama megaji pada
anak
Dapat dikatakan bahwa pembelajaran agama
berupa mengaji kepada anak tidak dilakukan oleh
orang tua/wali
Pernah belajar agama mengaji dari
orang tua/wali
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
anak tidak pernah belajar agama berupa mengaji
dari orang tua/walinya
● Puasa Orang tua/wali membina anak dalam
belajar agama berupa puasa
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
orang tua/wali pernah mengajarkan agama
Pembelajaran agama puasa pada anak
√
Dapat dikatakan bahawa pembelajaran agama
pada anak pernah diberikan oleh orang tua /wali
kepada anak
Pernah belajar agama puasa dari orang
tua/wali
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
memang anak pernah belajar agama berupa puasa
namun cara mengajarnya tidak begitu tegas
karena masih ada kesan kata terserah kepada anak
Budaya/A
dat
● Etika
Bahasa
Orang tua/wali mengajarkan adat
etika berbahasa kepada anak
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
orang tua/wali pernah mengajarkan adat
berbahasa kepada anak dapat dilihat dari
kesehariannya bagaimana inya berbicara dengan
orang lain
Pernah belajar adat etika bahasa dari
orang tua/wali
√
Dari hasil pengamatan keseharian anak dari
pekerja migran indonesia dapat dikatakan bahwa
anak tersebut pernah belajar adat etika bahasa dari
orang tua/walinya
Adat etika berbahasa anak Pekerja
Migran Indonesia di Desa Pakeng √
√
Dari hasil pengamatan keseharian anak dari
pekerja migran indonesia dapat dikatakan bahwa
anak tersebut pernah belajar adat etika bahasa dari
orang tua/walinya
● Etika
Perilak
u
Orang tua/wali mengajarkan adat
etika perilaku kepada anak
√
Dari hasil pengamatan orang tua/wali selalu
berusaha mengajarkan adab perilaku kepada anak
untuk membangun kepercayaan dirinya kepada
orang lain
Pernah belajar adat etika perilaku dari
orang tua/wali
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
anak tersebut belajar adat perilaku dari orang
tua/walinya dapat dilihat bagaimana anak tersebut
bertindak dan berperilaku terhadap orang yang
lebih tua
Adat etika perilaku pada anak Pekerja
Migran Indonesia di Desa Pakeng
√
Dari hasil pengamatan keseharian anak dari
pekerja migran indonesia dapat dikatakan bahwa
anak tersebut pernah belajar adat etika perilaku
dari orang tua/walinya
Faktor
penghambat
Keluarga ● Penget
ahuan
orang
tua
Ketidaktahuan orang tua/wali menjadi
faktor penghambat pendidikan
informal kepada anak Pekerja Migran
Indonesia
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
memang ketidaktahuan mengenai pentingnya
pendidikan informal kepada anak hal ini dapat
ditunjukan dengan pengakuan latar belakang
pendidikan orang tua/wali tersebut yang
mengatakan bahwa kami orang tua yang tidak
pernah merasakan bangku sekolah
ketidaktahuan orang tua/wali tentang
pendidikan informal menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia di
Desa Pakeng
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
orang tua/wali masih banyak yang acuh kepada
anak-anaknya karena ketidaktahuannya mengenai
pentingnya pendidikan informal kepada anak
● Orang
tua
bekerj
a
Pekerjaan orang tua menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
orang tua yang bekerja dan meluangkan waktu
hanya sedikit saja dengan anak-anaknya bahkan
berkomunikasi hanya melalui media handphone
saja ini menunjukan bahwa fungsi dari orang tua
tidak berjalan sebagaimana tanggung jawabnya
untuk mendidik anak di rumah
Pekerjaan orang tua menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia di
Desa Pakeng
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
orang tua yang bekerja sebagai pekerja migran
indonesia di desa pakeng tidak menjalankan
tanggung jawabnya sebagai orang tua mendidik
anaknya di rumah
Orang tua bekerja
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
orang tua yang bekerja sebagai pekerja migran
indonesia di desa pakeng tidak menjalankan
tanggung jawabnya sebagai orang tua mendidik
anaknya di rumah
● Percer
aian
orang
tua
Perceraian orang tua menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pencairan orang tua memang menjadi faktor
penghambat pendidikan informal kepada anak,
orang tua yang egois dapat menyebabkan anak
menjadi terbengkalai atau kurang kasih sayang
dari orang tuanya
Perceraian orang tua menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia di
Desa Pakeng
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pencairan orang tua memang menjadi faktor
penghambat pendidikan informal kepada anak,
orang tua yang egois dapat menyebabkan anak
menjadi terbengkalai atau kurang kasih sayang
dari orang tuanya
Memiliki orang tua lengkap √ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
anak yang memiliki orang tua yang lengkap lebih
mendapatkan kasih sayang dan perhatian
sedakang anak yang orang tuanya bercerai lalu
bekerja sebagai pekerja migran indonesia anak
tersebut kurang perhatian dan kasih sayang dan
jelas pendidikan yang langsung diberikan oleh
orang tua berbeda dengan yang di dapat dari
neneknya
● Usia
orang
tua/wa
li
Usia orang tua/wali menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
usia orang tua/wali menjadi faktor penghambat
pendidikan informal kepada anak hal ini dapat
dilihat tidak mudah bagi seorang nenek mengurus
maupun merawat cucunya secara tegas
dikarenakan rentang penyakit
Usia orang tua/wali menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia di
Desa
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
usia orang tua/wali menjadi faktor penghambat
pendidikan informal kepada anak hal ini dapat
dilihat tidak mudah bagi seorang nenek mengurus
maupun merawat cucunya secara tegas
dikarenakan rentang penyakit apalagi jika anak
tersebut nakal dan susah diatur
● Memb
ebaska
n anak
Membebaskan anak menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
anak yang dibebaskan oleh orang tuanya
menyebabkan anak susah diatur dan seenaknya
mengambil keputusan
Membebaskan anak menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia di
Desa Pakeng
√ Dapat dikatakan membebaskan anak memanag
dapat majadi faktor pengambat pendidikan
informal kepada anak dapat dilihat anak yang
dibebaskan menjadi pembangakng terhadap
orang tua/kalinya
● Menga
baikan
anak
Mengabaikan anak menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa anak
yang terabaikan oleh orang tuanya karakter nya
tidak iya miliki
Mengabaikan anak menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia di
Desa Pakeng
√
Dapat dikatakan bahwa mengabaikan anak
memang menjadi faktor penghambat pendidikan
informal anak, anak yang merasa terabaikan anak
membuat karakternya rusak karena tidak
mendapat kasih sayang orang tuanya
Media
sosial
● Handp
hone
Media handphone menjadi faktor
penghambat pendidikan informal
kepada anak Pekerja Migran
Indonesia
√
Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
handphone menjadi faktor penghambat
pendidikan pada anak, anak yang memiliki
handphone terlalu cepat membuat anak menjadi
mengabaikan tanggung jawabnya misalnya waktu
belajar mengaji diabaikan gara-gara sibuk main
handphone
Media Handphone menjadi faktor
penghambat pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia PMI di
Desa Pakeng
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
handphone menjadi faktor penghambat
pendidikan pada anak, anak yang memiliki
handphone terlalu cepat membuat anak menjadi
mengabaikan tanggung jawabnya misalnya waktu
belajar mengaji diabaikan gara-gara sibuk main
handphone
● Tv
Media tv menjadi faktor penghambat
pendidikan informal kepada anak
Pekerja Migran Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
media handphone sama dengan media tv dapat
menjadi faktor penghambat pendidikan informal
pada anak, anak yang diberi kebebasan privasi
tanpa ada pengawasan dari orang tua/wali
menjadikan lupa akan tanggung jawabnya
Media Tv menjadi faktor penghambat
pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia PMI di
Desa Pakeng
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
media tv, anak yang diberi kebebasan privasi
sebelum waktunya anak menjadi lupa akan
tanggung jawabnya
Lingkunga
n
● Teman
bermai
n
Lingkungan (teman bermain) anak
dapat menjadi faktor penghambat
pendidikan informal kepada anak
Pekerja Migran Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
lingkungan teman bermain dapat juga menjadi
faktor penghambat pendidikan informal pada,
lingkungan dapat membentuk karakter seorang
anak baik itu karakter yang baik atau yang buruk
tergantung bagaimana teman yang ditemani
Faktor
pendukung
Pendidika
n formal
● SD
Pendidikan formal sekolah dasar (SD)
menjadi faktor pendukung pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
memang betul pendidikan formal sekolah dasar
(SD), (SMP),(SMA), menjadi faktor pendukung
pendidikan informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia di desa pakeng. Di lingkungan sekolah
anak-anak akan lebih banyak belajar,
dibandingkan di lingkungan keluarga sebab
kedekatan emosional antara nenek dengan
cucunya di rumah tidak terjalin. pendidikan
formal sangat membantu orang tua dalam
mendidik anak namun kebanyakan dari mereka
hanya bisa sampai ke jenjang SD saja. hal ini
dikarenakan kurangnya motivasi dari orang tua
maupun dari sang nenek dan faktor lainnya adalah
ekonomi yang dimiliki.
Pendidikan formal sekolah dasar (SD)
menjadi faktor pendukung pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di Desa Pakeng
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
memang betul pendidikan formal sekolah dasar
(SD) menjadi faktor pendukung pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran Indonesia di
sekolah anak akan lebih banyak juga belajar
masalah karakter anak pendidikan formal sangat
membantu orang tua dalam mendidik anak
● SMP
Pendidikan formal sekolah menengah
pertaman (SMP) menjadi faktor
pendukung pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pendidikan formal sangat membantu dalam
membentuk karakter dan menambah pengetahuan
anak hal ini diungkapkan oleh orang tua/wali di
desa pakeng namun sedikit sekali dari anak
pekerja migran yang melanjutkan pendidikannya
sampai ke jenjang SMP.
Pendidikan formal sekolah menengah
pertama (SMP) menjadi faktor
pendukung pendidikan informal pada
anak Pekerja Migran Indonesia (PMI)
di Desa Pakeng
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pendidikan formal sangat membantu dalam
membentuk karakter dan menambah pengetahuan
anak hal ini diungkapkan oleh orang tua/wali di
desa pakeng bahwa bahwa di sekolah adalah
tempat anak mendapatkan yang lebih banyak
● SMA Pendidikan formal sekolah menengah
atas (SMA) menjadi faktor pendukung
pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pendidikan formal sangat membantu dalam
membentuk karakter dan menambah pengetahuan
anak hal ini diungkapkan oleh orang tua/wali di
desa pakeng bahwa bahwa di sekolah adalah
tempat anak mendapatkan yang lebih banyak
namun kebanyakan dari anak pekerja migran
indonesia di jepang jarang yang ada melanjutkan
sampai ke jenjang SMA hal ini karena faktor
ekonomi orang tua tersebut
Pendidikan formal sekolah menengah
atas (SMA) menjadi faktor pendukung
pendidikan informal pada anak
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di
Desa Pakeng
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pendidikan formal sangat membantu dalam
membentuk karakter dan menambah pengetahuan
anak hal ini diungkapkan oleh orang tua/wali di
desa pakeng bahwa bahwa di sekolah adalah
tempat anak mendapatkan yang lebih banyak
Pendidika
n
nonformal
● masyar
akat
Pendidikan nonformal (masyarakat)
menjadi faktor pendukung pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia
√ Dari hasil pengamatan dapat dikatakan bahwa
pendidikan nonformal sangat membantu orang
tua/wali dalam mendidik anak di desa pakeng
dapat dilihat adanya tempat atau rumah warga
yang disediakan khusus untuk belajar mengaji
anak-anak. Ini menunjukan bahwa pendidikan
non-formal salah satu yang mempengaruhi
pembentukan karakter seorang anak
Pendidikan nonformal (masyarakat)
menjadi faktor pendukung pendidikan
informal pada anak Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di Desa Pakeng?
√ Dapat dikatakan bahwa pendidikan nonformal
sangat membantu mendidik anak-anak terutama
dalam belajar agama berupa mengaji
Makassar 27 September 2019
Peneliti
HASNAH
105381115716
Pedoman Dokumentasi
Bentuk-Bentuk Pendidikan Informal Pada Anak Pekerja Mingran Indonesia
No Dokumentasi Keterangan
1. Gambar Peta kabupaten pinrang
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pinrang
Gambaran umum lokasi peneitian kabupaten pinrang
Profil desa lokasi penelitian
Sumber: Kantor Desa Pakeng 15 okto 2020
Infomasi terkait profil desa pakeng dapat dilihat di bab 4 yang
menyatakan bahwa pendidikan sangat minim di desa pakeng
yang menjadi salah satu penyebab kemiskinanan dan
rendahnya pemahaman orang tua tentang penting pendidikan.
2. Jurnal a. Sinto Arini dengan judul Implikasi Pola Asuh Kakek-
Nenek terhadap Sifat Dan Prestasi Anak. Jurnal
Dimensi Vol 7 No 1 Maret. (2018) Juusan Sosiologi.
b. Hartina Riza dengan judul Perilaku Anak dalam Pola
Asuhan Kakek Nenek (Studi Kasus di Kampung Koto
Rawang Nigeri Lakitan Timur Kecamatan
Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan). Padang
STKIP PGRI Sumatra Barat (2014).
c. Eka Wulida Lathifa dan dkk dengan judul Pengaruh
Pengasuhan Ibu dan Nenek Terhadap Perkembangan
Kemandirian Dan Kognitif Anak Usia Prasekolah.
Jurnal. Iim. Kel dan Kons. Vol.9 No.1. (2017).
d. Mega Sutiana dan dkk Pola Pengasuhan Anak Pada
Keluarga TKW Di Kecamatan Srengat Kabupaten
Blitar. Pradigma, Vol 06 No 01. (2018).
3. Skiripsi a. Amanah dengan judul Problematika Pendidikan
Agama Islam Bagi Anak Dalam Keluarga TKW Di
Desa Penyingkarang Kidul Indramanyu (2007).
b. Statham June dengan judul Grandperents Prividing
Child Care. London : ChildhooWeelbeing Research
Center (2011).
c. Reni Widianingsi, dengan judul Pola Asuh Orang Tua
Pada Keluarga TKW Dalam Pendidikan Karakter
Anak Di Dusun Singkil Desa Kudungsari Kecematan
Klirong Kabupaten Kebumen (2019).
4. Berita online a. Luthfi Astuti, Manfaat anak diasuh nenek dan kakek
b. Astri Diana, dampak psikologi perceraian terhadap
anak
c. Tifa, pengaruh media sosial bagi perkembangan anak
d. Anisyah Kusumawati, dampak psikologi anak diasuh
nenek
5. Dokumentasi selama proses penelitian
Dokumentasi Selema Proses Penelitian
Gambar Kondisi Saat Anak Sedang mencuci piring di Rumah
Kondisi Saat Anak Sedang Belajar Sendiri di Rumah
Kondisi Saat Anak Sedang Menghabiskan Waktu Menonton Menonton
Tayang dari Media Handphone
Kondisi Saat Anak Sedang Menonton di Rumah
Salah Satu Tempat Belajar Mengaji Untuk Anak-Anak Di Desa Pakeng
Kegiatan Pembelajaran Mengaji Di Desa Pakeng
Wawancara Dengan Ibu B Selaku Orang tua/Wali Anak Pekerja Migran Indonesia
(PMI) di Desa Pakeng
Wawancara Dengan Ibu H Selaku Orang tua/Wali Anak Pekerja Migran Indonesia
(PMI) di Desa Paken
Wawancara Dengan Ibu M Selaku Orang tua/Wali Anak Pekerja Migran Indonesia
(PMI) di Desa Pakeng
Wawancara Dengan Ibu R Selaku Kerabat/Tetangga Anak Pekerja Migran
Indonesia (PMI) di Desa Pakeng
Desa Pakeng
Wawancara Dengan S Selaku Siswa/Anak dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di
Desa Pakeng
DAFTAR NAMA RESPONDEN
Nama : Hasnah
Nim : 105381115716
Lokasi Penelitian : Desa Pakeng, Kec. Lembang Kab. Pinrang
NO Nama
Responden
Status Jenis
Kelamin
Umur Alamat
1. Puasa
Siswa/
Anak
Perempuan 12 Tahun
Sepang
2. Safitri
Siswa/
Anak
Perempuan 12 Tahun Kampung
Baru
Sepang
3. Herwin
Siswa/
Anak
Laki-Laki 13 Tahun
Sepang
4. Ibu Hania Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 63 Tahun Kampung
Baru
5. Ibu Bunga Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 70 Tahun Sepang
6. Ibu Maring Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 72 Tahun Sepang
7. Ibu Wati Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 45 Tahun Sepang
8. Ibu Darma Mili Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 45 Tahun Kampung
Baru
Sepang
9. Ibu Rahma Ibu
Rumah
Tangga
Perempuan 38 Tahun
Sepang
RIWAYAT HIDUP
HASNAH. penulis dilahirkan di Sepang pada tanggal 07
Desember 1996 di Desa Pakeng Kecamatan Lembang
Kabupaten Pinrang yang merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara yang merupakan buah kasih sayang dari pasangan
Ayahanda Lakka dan Ibunda Bunga. Putri ketiga yang akrab dipanggil Hasna telah
melalui beberapa jenjang pendidikan. Penulis menempuh pendidikan pertama pada
tahun 2004 di SD Negeri 149 Pakeng Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang
yang merupakan daerah tempat penulis di besarkan, di sekolah tersebut penulis
menimbah ilmu selama enam tahun lalu selesai tahun 2010. Pada tahun yang sama
penulis memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingkat pertama di SMP Negeri
1 Lembang dan selesai pada tahun 2013. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan di sekolah SMA Negeri 2 Duampanua dan selesai pada tahun 2016.
Kemudian pada tahun yang sama penulis berhasil lulus pada jurusan Pendidikan
Sosiologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar program Strata Satu (S1 kependidikan). Alhamdulillah sekarang ini telah
berhasil menyusun skripsi dengan judul ”Pendidikan Informal Pada Anak
Pekerja Migran Indonesia (PMI) (StudiKasus Di Desa Pakeng Kecamatan
Lembang Kabupaten Pinrang)”