Post on 26-Mar-2022
PEMBUATAN ALAT PENGOLAHAN AIR GAMBUT
MENJADI AIR BERSIH SKALA RUMAH TANGGA
(Studi Kasus Air Gambut di Kecamatan Ulakan
Tapakis Kabupaten Padang Pariaman)
Oleh:
EDO HANDIKA
TEKNIK LINGKUNGAN
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI
( STTIND ) PADANG
2018
PEMBUATAN ALAT PENGOLAHAN AIR GAMBUT
MENJADI AIR BERSIH SKALA RUMAH TANGGA
(Studi Kasus Air Gambut di Kecamatan Ulakan
Tapakis Kabupaten Padang Pariaman)
TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Teknik
Oleh:
EDO HANDIKA
1410024428006
TEKNIK LINGKUNGAN
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI
( STTIND ) PADANG
2018
HALAMAN PERSETUJUAN TUGAS AKHIR
Judul : Pembuatan Alat Pengolahan Air Gambut Menjadi
Air Bersih Skala Rumah Tangga (Studi Kasus Air
Gambut di Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten
Padang Pariaman)
Nama : Edo Handika
NPM : 1410024428006
Program Studi : Teknik Lingkungan
Jurusan : Teknik Lingkungan
Padang, 26 Maret 2018
Menyetujui :
Pembimbing I,
RIDWAN, MT
NIP : 197906112002121004
Pembimbing II,
HENDRI SAWIR, ST., M.Si
NIDN : 1015086704
Ketua Jurusan,
YAUMAL ARBI, MT
NIDN : 1007058407
Ketua STTIND Padang,
RIKO ERVIL, MT
NIDN : 1014057501
PEMBUATAN ALAT PENGOLAHAN AIR GAMBUT
MENJADI AIR BERSIH SKALA RUMAH TANGGA
(Studi Kasus Air Gambut di Kecamatan Ulakan
Tapakis Kabupaten Padang Pariaman)
Nama : Edo Handika
NPM : 1410024428006
Pembimbing I : Ridwan, MT
Pembimbing II : Hendri Sawir, ST., M.Si
RINGKASAN
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air bersih, terutama untuk
minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di Kecamatan Ulakan Tapakis
Kabupaten Padang Pariaman belum adanya fasilitas pelayanan air bersih dari Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) dan minimnya sumber air bersih yang tersedia, sehingga
sulitnya mendapatkan air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, namun
jumlah air gambut yang cukup banyak di Kecamatan Ulakan Tapakis belum
termanfaatkan secara maksimal dan diperlukannya alat pengolahan air gambut agar air
gambut tersebut bisa digunakan sebagai sumber air bersih. Untuk itulah dalam penelitian
ini dilakukan pembuatan alat pengolahan air gambut skala rumah tangga. Dari hasil
pengujian dilaboratorium Politeknik ATI Padang, sampel air gambut mengandung Fe 2
mg/L, BOD 8 mg/L, COD 55 mg/L dan memiliki pH 4,2. Setelah dilakukan pengolahan
dengan alat pengolahan air gambut kandungan Fe turun menjadi 0,2 mg/L, BOD turun
menjadi 3 mg/L, kandungan COD 27 mg/L, dan pH naik menjadi 6,8. Setelah
dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Th 2001,di air gambut yang telah
diolah tersebut termasuk kedalam air bersih kelas 2.
Kata kunci : Air Gambut, PP No 82 Th 2001
MAKING OF PEAT WATER TREATMENT TOOL
BECOME CLEAN WATER SCALE HOUSEHOLD
(Case Study of Peat Water in The Districs Ulakan
Tapakis Area Padang Pariaman)
Name : Edo Handika
NPM : 1410024428006
Advisor Lecturer I : Ridwan, MT
Advisor Lecturer II : Hendri Sawir, ST., M.Si
ABSTRACT
In everyday life people always need clean water, especially to drink, cook, bathe, wash
and so on. In Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman, there is no clean
water service facility from PDAM and lack of available clean water sources, making it
difficult to get clean water used for daily use, but the amount of peat water is quite high in
Ulakan Tapakis sub-district has not been fully utilized and the need for peat water
treatment equipment so that peat water can be used as a source of clean water. For this
reason in this study made the manufacture of household scale peat water treatment. From
the test results of the laboratory of Polytechnic ATI Padang, peat water samples contain
Fe 2 mg / L, BOD 8 mg / L, COD 55 mg / L and has pH 4.2. After treatment with peat
water treatment the Fe content decreased to 0.2 mg / L, BOD decreased to 3 mg / L,
COD content 27 mg / L, and pH rose to 6.8. Compared with Government Regulation No.
82 of 2001, in the treated peat water is included in class 2 clean water.
Keywords: Peat water, Goverment Regulation No. 82 Year 2001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul
“Pembuatan Alat Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih Skala Rumah
Tangga (Studi Kasus Air Gambut di Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten
Padang Pariaman)” Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya,
hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, amin.
Penulisan tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi
Teknologi Industri (STTIND) Padang.
Terselesaikannya tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak,
oleh karena itu, penulis dalam kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Antonius, SE selaku Ketua Yayasan Muhammad Yamin Padang
2. Bapak Riko Ervil, MT selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi (STTIND)
Padang
3. Bapak Ridwan, MT sebagai Dosen Pembimbing 1 Program Studi Teknik
Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang yang telah
meluangkan banyak waktu dalam memberikan bantuan moral, spiritual dan
material sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini
4. Bapak Hendri Sawir, ST., M.Si selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah
meluangkan banyak waktu dalam memberikan bantuan moral, spiritual dan
material sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini
5. Bapak Yaumal Arbi, MT selaku ketua program studi teknik lingkungan yang
telah banyak membantu penulis dalam administrasi maupun penyusunan
Proposal Tugas Akhir ini
6. Ibu Eka Rahmatul Aidha, M.Pd selaku sekretaris program studi teknik
lingkungan yang telah banyak membantu penulis dalam administrasi maupun
penyusunan Proposal Tugas Akhir ini
7. Orang tua dari penulis yang telah memberikan bantuan baik dari segi moriil
ataupun materil dalam mendukung penyeleseian tugas akhir ini;
8. Teman-teman mahasiswa Teknik Lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi
Industri (STTIND) Padang yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
tugas akhir ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini jauh dari sempurna
sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang, penulis
ucapkan terima kasih.
Padang, 26 Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ......................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................. iii
Daftar Tabel ............................................................................................. vi
Daftar Gambar .......................................................................................... vii
Daftar Lampiran ....................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................ 3
1.3 Batasan Masalah.............................................................................. 3
1.4 Rumusan Masalah ........................................................................... 3
1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Kabupaten Padang Pariaman ............................. 5
2.1.1 Letak Geografis ........................................................................ 5
2.1.2 Topografis ................................................................................. 5
2.1.3 Administratif ............................................................................. 8
2.1.4. Hidrologi .................................................................................. 9
2.1.5 Kondisi Klimatologi ................................................................. 11
2.1.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk ............................................. 12
2.2 Kecamatan Ulakan Tapakis............................................................. 14
2.3 Air Bersih ........................................................................................ 16
2.4 Air Gambut ..................................................................................... 23
2.4.1 Pembentukan Air Gambut ........................................................ 26
2.4.2 Pengolahan Air Gambut ........................................................... 28
2.4.2.1 Pengolahan Air Gambut Secara Modern ........................ 28
2.4.2.2 Pengolahan Air Gambut Secara Konvensional .............. 32
2.5 Air Payau ......................................................................................... 37
2.6 Teknik Sampling ............................................................................. 40
2.6.1 Pemilihan Lokasi Pengambilan Sampel ................................... 40
2.6.2 Perencanaa Lokasi Pengambilan Sampel ................................. 41
2.6.3 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel ................................... 43
2.6.4 Waktu Pengambilan Sampel ..................................................... 45
2.6.5 Studi Pendahuluan .................................................................... 45
2.6.6 Pengambilan Sampel ................................................................ 46
2.6.7 Perlakuan Sampel di Lapangan ................................................ 51
2.7 Tawas................................................................................................ 57
2.8 Arang Aktif...................................................................................... 68
2.9 Batu Kapur....................................................................................... 60
2.10 Kerangka Konseptual..................................................................... 62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................ 63
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................. 63
3.3 Populasi dan Sampel ....................................................................... 63
3.3.1 Populasi .................................................................................... 63
3.3.2 Sampel ...................................................................................... 63
3.4 Variabel Penelitian .......................................................................... 64
3.5 Data dan Sumber Data .................................................................... 64
3.6 Pembuatan Alat Pengolahan Air Gambut ....................................... 65
3.6.1 Alat dan Bahan ......................................................................... 65
3.6.2 Pembuatan Alat Pengolahan Air Gambut ................................. 66
3.6.3 Prosedur Pengolahan Air Gambut ............................................ 66
3.7 Jadwal Penelitian ............................................................................. 67
3.8 Kerangka Metodologi ..................................................................... 68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................ 69
4.1.1 Alat Pengolahan Air Gambut.................................................... 69
4.1.2 Hasil Pengujian Air Gambut ..................................................... 71
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 72
4.2.1 Alat Pengolahan Air Gambut ........................................... 72
4.2.2 Hasil Pengujian Air Gambut ............................................ 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 80
5.2 Saran ............................................................................................. 81
DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Luas Kecamatan dan Jumlah Nagari ........................................... 8
Tabel 2.2 Nama Sungai dan Daerah yang dilaluinya .................................. 11
Tabel 2.3 Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin dan Tekanan Udara ........ 12
Tabel 2.4 Jumlah Kepadatan Penduduk ...................................................... 13
Tabel 2.5 Jumlah Nagari dan Korong ......................................................... 15
Tabel 2.6 Bagan Kerangka Konseptual ....................................................... 62
Tabel 3.1 Alat dan Bahan ............................................................................ 65
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian......................................................................... 67
Tabel 3.3 Kerangka Metodologi ................................................................. 68
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Air Gambut ....................................................... 71
Tabel 4.2 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian pH ................................... 75
Tabel 4.3 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian BOD ............................... 76
Tabel 4.4 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian DO .................................. 77
Tabel 4.5 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Fe .................................... 78
Tabel 4.6 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Zn ................................... 78
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Lokasi Sampling Air Gambut Ulakan Tapakis ....................... 7
Gambar 3.1 Alat Pengolahan Air Gambut .................................................. 66
Gambar 4.1 Alat Pengolahan Air Gambut .................................................. 69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Data Pengujian Air PP No 82 Tahun 2001
Lampiran B : Dokumentasi Penelitian
Lampiran C : Hasil Pengujian Air Gambut dan Air Bersih di Laboratorium
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air bersih,
terutama untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Pada saat ini,
persentase penduduk di Indonesia yang sudah mendapatkan pelayanan air bersih
dari badan atau perusahaan air minum masih sangat kecil yaitu untuk daerah
perkotaan sekitar 61%, sedangkan untuk daerah pedesaan baru sekitar 56% (Data
BPS- Susenas, 2016).
Di daerah-daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih tersebut,
penduduk biasanya menggunakan air sumur galian dan air sungai yang kurang
memenuhi standar air minum yang sehat. Bahkan untuk daerah yang sangat buruk
kualitas air tanah maupun air sungainya, penduduk hanya menggunakan air hujan
untuk memenuhi kebutuhan air minum.
Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman merupakan salah
satu kecamatan di Padang Pariaman yang belum menikmati pelayanan air bersih
dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sehingga masyarakat masih
menggunakan air sumur dan air sungai sebagai sumber air bersih untuk keperluan
sehari-hari. Sumber air bersih di Kecamatan Ulakan Tapakis 22% air sumur bor,
30% air sumur galian dan sisanya air sungai yang mengalir di sepanjang
Kecamatan Ulakan Tapakis, sedangkan lahan gambut seluas 308 Ha yang
memiliki jumlah air gambut yang cukup banyak masih belum termanfaatkan
(PDAM Padang Pariaman, 2017).
Air gambut adalah satu sumber air permukaan yang banyak dijumpai di
daerah kalimantan dan sumatra. Air gambut berwarna coklat tua sampai
kehitaman, Daerah yang berair gambut ini biasanya daerah yang berawa yang
memiliki kadar organik yang tinggi (138 - 1560 mg/lt KmnO4), dan bersifat asam
(pH 3,7 - 5,3). Air gambut masih memerlukan pengolahan khusus terlebih dahulu
sebelum digunakan sebagai sumber air untuk keperluan domestik. Salah satu
alternatif pengolahan untuk air gambut adalah penyaringan. (Kusnaedi, 2006)
Dalam rangka penyediaan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Ulakan
Tapakis Kabupaten Padang Pariaman yang berkualitas, yang memiliki 308 Ha
lahan gambut maka perlu mengenalkan pengetahuan mengenai pengolahan air
gambut menjadi air bersih yang murah dan dapat dibuat oleh masyarakat dengan
menggunakan bahan yang ada dipasaran setempat. Agar air gambut tersebut dapat
digunakan sebagai sumber air untuk keperluan domestik, maka di perlukan alat
pengolahan air gambut dan dilakukan pengujian di laboratorium secara fisika dan
kimia sehingga sesuai dengan standar air bersih yang telah di tetapkan pemerintah
dalam PP No 82 Th 2001.
Kecamatan Ulakan Tapakis Padang Pariaman yang masih belum
mendapatkan fasilitas pelayanan air bersih dari PDAM, Kurangnya sumber air
bersih, dan banyaknya jumlah air gambut yang belum dimanfaatkan yang mana
bisa dijadikan sumber air bersih, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang
“Pembuatan Alat Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih Skala Rumah
Tangga (Studi kasus Air Gambut di Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten
Padang Pariaman)”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan beberapa masalah
diantaranya :
1. Ketersediaan air bersih di Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang
Pariaman saat ini sangat rendah
2. Air gambut di Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman
sebagai salah satu sumber air bersih yang bisa digunakan untuk keperluan
domestik
3. Perlu adanya alat pengolahan air gambut skala rumah tangga untuk mengolah
air gambut menjadi air bersih
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan sesuai dengan tujuan penelitian yang
ingin dicapai, maka ditetapkan batasan masalah yaitu membuat alat pengolahan
air gambut Ulakan Tapakis menjadi air bersih skala rumah tangga berkapasitas 1,3
L dan hasil penyaringan di uji di laboratorium Politeknik ATI Padang secara
fisika dan kimia serta dibandingkan dengan standar air bersih yang telah di
tetapkan pemerintah dalam PP No 82 Th 2001
1.4 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah di peroleh yaitu :
1. Bagaimana cara pengolahan air gambut menjadi air bersih ?
2. Bagaimana hasil dari pengolahan air gambut menjadi air bersih?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah :
1. Membuat alat pengolahan air gambut menjadi air bersih skala rumah tangga
2. Membandingkan hasil penyaringan alat pengolahan air gambut menjadi air
bersih dengan standar air bersih yang telah di tetapkan pemerintah dalam PP
No 82 Th 2001.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
masyarakat untuk mengolah air gambut menjadi air bersih di Kecamatan Ulakan
Tapakis Padang Pariaman dan daerah yang lainnya yang memiliki lahan gambut.
2. Bagi penulis
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku perkuliahan ke
dalam bentuk penelitian, dan meningkatkan kemampuan penulis dalam
menganalisa suatu permasalahan serta menambah wawasan penulis khususnya di
bidang keilmuan teknik lingkungan.
3. Bagi institusi STTIND Padang
Dapat dijadikan sebagai salah satu masukan untuk pembuatan jurnal dan
dapat dijadikan sebagai referensi dan pedoman bagi mahasiswa yang akan
melakukan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Kabupaten Padang Pariaman
2.1.1 Letak Geografis
Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari beberapa satuan Geomorfologi
yang terdiri dari; pegunungan dan perbukitan, lipatan-patahan, lereng endapan
gunung api, dan dataran pantai, dengan sudut lereng; 0-2% (datar) 2-15% (landai),
15-40% bergelombang-agak curam) dan > 40% (curam-sangat curam).
Secara geografis, Kabupaten Padang Pariaman terletak antara 0°11’5- 3°30’
Lintang Selatan dan 98°36’ - 100°40’ Bujur Timur, dengan keadaan iklim tropis
yang sangat dipengaruhi oleh angin darat serta suhu udara berkisar antara 260C
sampai 310C. Setelah disahkannya Kota Administratif Pariaman menjadi Kota
Pariaman dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002, maka wilayah
Kabupaten Padang Pariaman menjadi 17 kecamatan dengan luas wilayah menjadi
1.328,79 Km² dengan panjang garis pantai 60,5 km. Luas daratan daerah ini setara
dengan 3,15 % luas daratan wilayah Propinsi Sumatera Barat.
2.1.2 Topografi
Dilihat dari topografi wilayah, Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari
wilayah daratan pada daratan Pulau Sumatera dan 2 pulau-pulau kecil (Pulau Pieh
dan Pulau Bando), dengan 40% dataran rendah yaitu pada bagian Barat yang
mengarah ke pantai. Daerah dataran rendah terdapat di sebelah Barat yang
terhampar sepanjang pantai dengan ketinggian antara 0 - 10 meter di atas
permukaan laut, serta 60% daerah bagian Timur yang merupakan daerah
bergelombang sampai ke Bukit Barisan. Daerah bukit bergelombang terdapat di
sebelah Timur dengan ketinggian 100 - 1500 meter di atas permukaan laut.
Keadaan Topografi Kabupaten Padang Pariaman berupa daratan seluas
1.328,79 km² atau 56,10% dari wilayah datar - landai dengan ketinggian antara 0 -
100 meter dari permukaan air laut, sedangkan yang lainnya merupakan daerah
bergelombang agak curam – curam dan sangat curam dengan ketinggian 100 -
1500 meter di atas permukaan laut atau seluas 43,90%. Daerah datar - landai
terletak pada bagian Barat yang mendekati pantai, sedangkan daerah
bergelombang dan dataran tinggi (agak curam – curam – sangat curam) terdapat di
bagian Timur dan Utara. Pada daerah perbatasan dengan Kabupaten Solok, Tanah
Datar, dan Agam merupakan daerah gugusan Bukit Barisan yang membujur
sepanjang bagian Barat Pulau Sumatera.
Berikut peta lokasi Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman
seperti pada gambar 2.1:
2.1.3 Administratif.
Luas wilayah Kabupaten Padang Pariaman mencapai 1.328,79 Km² dengan
panjang garis pantai 60,5 km. Luas daratan daerah ini setara dengan 3,15 persen
luas daratan wilayah Propinsi Sumatera Barat, seperti dijelaskan pada tabel 2.1
Luas Kecamatan dan Jumlah Nagari serta Jumlah Korong berikut ini :
Tabel 2.1 Luas Kecamatan dan Jumlah Nagari Serta Jumlah Korong
(Sumber: Padang Pariaman Dalam Angka 2015)
Dari ke 17 (tujuh belas) kecamatan yang ada di Kabupaten Padang Pariaman
ini, Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam tercatat memiliki wilayah paling luas, yakni
228,70 km², sedangkan Kecamatan Sintuk Toboh Gadang memiliki luas wilayah
terkecil, yakni 25,56 km². Sungai Geringging sebagai Ibukota Kecamatan Sungai
Kecamatan Nama Kota Kecamatan Luas Daerah
(KM2)
Jumlah
Nagari
Jumlah
Korong
Batang Anai Pasar Usang 180,39 4 31
Lubuk Alung Lubuk Alung 111,63 5 28
Sintuk Toboh Gadang Sintuak 25,56 2 29
Ulakan Tapakis Ulakan 38,85 2 33
Nan Sabaris Pauh Kambar 29,12 5 39
2 x 11 Enam Lingkung Sicincin 36,25 3 12
Enam Lingkung Pakandangan 39,20 5 27
2 x 11 Kayu Tanam Kayu Tanam 228,70 4 21
VII Koto Sungai Sarik Sungai Sarik 90,93 4 41
Patamuan Tandikat 53,05 3 20
Padang Sago Padang Sago 32,06 3 15
V Koto Kampung Dalam Kampung Dalam 61,41 2 26
V Koto Timur Kudu Gantiang 64,80 3 28
Sungai Limau Sungai Limau 70,38 4 29
Batang Gasan Gasan Gadang 40,31 2 11
Sungai Geringging Sungai Geringging 99,35 4 27
IV Koto Aur Malintang Batu Basa 126,80 5 30
Jumlah / 2010 60 447
Total 2009 46 366
2008 46 365
2007 46 364
2006 45 363
Geringging dan Batu Basa Ibukota Kecamatan dari IV Koto Aur Malintang
tercatat berada di wilayah yang paling tinggi yaitu 251 meter dari permukaan laut
sedangkan yang paling rendah adalah Ulakan Tapakis, Sungai Limau, Gasan
Gadang dengan ketinggian 2 meter dari permukaan laut.
Kabupaten Padang Pariaman memiliki letak yang cukup strategis karena
berbatasan langsung dengan Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera
Barat berikut Batas-batas wilayah Kabupaten Padang Pariaman :
a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Agam
b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Padang
c) Sebelah Timur dengan berbatasan Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah
Datar,
d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Pariaman dan Samudera Indonesia.
2.1.4 Hidrologi
Potensi pemenuhan kebutuhan akan air bersih di Kabupaten Padang
Pariaman pada umumnya relatif besar karena dangkalnya air tanah di wilayah ini
sehingga memudahkan penduduk dalam penggunaannya. Selain itu Kabupaten
Padang Pariaman juga dilalui oleh 11 sungai, antara lain : sungai Batang Anai,
Batang Mangau yang keberadaannya memiliki kontribusi yang cukup besar untuk
pemenuhan kebutuhan akan air, baik untuk penggunaan rumah tangga ataupun
sebagai sumber air untuk kegiatan irigasi teknis maupun non teknis.
Dari 11 (sebelas) buah sungai yang ada, maka sungai terpanjang adalah
Sungai Batang Anai sepanjang 54,6 Km, serta Sungai Batang Mangau dengan
panjang 46 km. Sedangkan sungai yang memiliki lintasan terpendek dibandingkan
dengan sungai-sungai lainnya di Kabupaten Padang Pariaman yaitu Batang
Kamumuan dan Batang Piaman dengan panjang sungai yaitu 12 km. Secara
ekonomis sungai-sungai ini merupakan pendukung bagi kegiatan irigasi dan untuk
budidaya ikan yang diusahakan masyarakat Kabupaten Padang Pariaman.
Berdasarkan data tersebut tampak bahwa fluktuasi debit tertinggi terdapat di
Sungai Batang Gasan dimana debit Tertinggi mencapai maksimal 60 M³/dt dan
debit terendah adalah 9,2 M³/dt dan Batang Ulakan fluktuasi debitnya cukup
rendah dimana debit maksimal 60 M³/dt dan debit terendah 36 M³/dt .
Keadaan fluktuasi debit tersebut di atas menunjukkan bahwa tinggi dan
rendahnya fluktuasi debit ini ditentukan oleh keberadaan musim hujan dan musim
kemarau. Oleh karena itu pengelolaan dan pengendalian kawasan konservasi di
wilayah hulu sampai hilir menjadi perhatian utama untuk mempertahankan debit
dan peningkatan kualitas airnya menjadi lebih baik. Adapun keberadaan sungai-
sungai di Kabupaten Padang Pariaman dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini :
Tabel 2.2 Nama Sungai, Daerah yang dilalui dan Panjangnya
No Nama Sungai Daerah Yang Dilalui
(Kecamatan)
Debit (M/dt) Panjang
Sungai
(Km)
Kualitas
Max Min
1 Batang Sungai
Limau
Sungai Geringging –
Sungai Limau
45,00 7,77 14.00 Jelek
2 Batang
Kamumuan
Sungai Geringging –
Sungai Limau
- - 12.00 -
3 Batang Paingan Sungai Geringging –
Sungai Limau
36,00 3,98 16.00 Jelek
4 Batang Gasan IV Koto Aur Malintang –
Sungai Limau - Batang
Gasan
60,00 9,20 20.00 Jelek
5 Batang Sungai
Sirah
Sungai Geringging –
Singai limau
45,00 7,32 18.00 Jelek
6 Batang Naras V Koto Kp. Dalam –
Sungai Limau
33,80 0,91 20.00 Jelek
7 Batang Piaman VII Koto Sungai Sarik –
Pariaman
19,40 2,62 12.00 Jelek
8 Batang Mangau Patamuan - VII Koto
Sungai Sarik – Nan
Sabaris
55,90 7,57 46.00 Jelek
9 Batang Ulakan 2 X 11 Enam Lingkung,
Nan Sabaris, Ulakan
Tapakis
60,00 36,00 19.00 Jelek
10 Batang Anai 2 X 11 Kayutanam –
Lubuk Alung - Batang
Anai
70 25 54.60 Jelek
11 Batang Tapakis Lubuk Alung – Sintuk
Toboh Gadang - Nan
Sabaris – Ulakan Tapakis
- - 46.00 -
(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 2015)
2.1.5 Kondisi Klimatologi
Keadaan iklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh angin darat dan curah
hujan mencapai rata-rata 427,70 mm/bulan sepanjang tahun 2015 serta suhu udara
berkisar antara 260C sampai 31
0C. Iklim wilayah Kabupaten Padang Pariaman
termasuk iklim tropis besar yang memiliki musim kering yang sangat pendek dan
daerah lautan sangat dipengaruhi oleh angin laut. Suhu udara berkisar antara 260C
– 310C. Suhu udara terpanas jatuh pada bulan Mei, sedangkan suhu terendah
terdapat pada bulan September. Kelembaban udara rata-rata 86.75% dengan
kecepatan angin rata-rata yaitu 2.14 knot/jam. Sedangkan rata-rata suhu
maksimum 31.080C dan rata-rata suhu minimum yaitu 21.34
0C dengan curah
hujan tercatat rata-rata 293.11 mm/tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 2.3 Suhu, Kelembaban Relatif, Kecepatan Angin dan Tekanan Udara di
Kabupaten Padang Pariaman berikut ini :
Tabel 2.3 Suhu, Kelembaban Relatif, Kecepatan Angin dan Tekanan Udara
Bulan Suhu (oC) Kelembaban
Relatif (%)
Kecepatan
Angin (Knot)
Tekanan
Udara
(Nbs)
Januari 25.4 87.0 2.0 996.8
Februari 26.0 88.0 2.7 996.3
Maret 26.1 87.0 2.5 996.4
April 26.3 89.0 1.8 996.0
Mei 26.8 87.0 2.2 994.1
Juni 26.1 86.0 2.1 995.6
Juli 25.6 85.0 2.0 995.6
Agustus 25.7 88.0 1.8 995.5
September 25.6 87.0 2.1 984.8
Oktober 25.4 88.0 2.2 995.6
November 25.1 88.0 1.7 995.1
Desember 25.2 87.0 2.6 994.5
Rata-
rata/Tahun
25.7 86,0 2.14 994.7
(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 2015)
2.1.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Padang Pariaman pada tahun 2015 tercatat
sebanyak 393.571 jiwa dengan jumlah penduduk dari tahun 2010-2015 terus
bertambah hingga 87.479 jiwa dengan rincian seperti dalam tabel 2.4 Jumlah dan
Kepadatan Penduduk di Kabupaten Padang Pariaman berikut ini :
Tabel 2.4 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Padang Pariaman
Tahun 2011-2015
(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 2015)
Kabupaten Padang Pariaman terdiri dari 17 Kecamatan, dari jumlah
Kecamatan tersebut penduduk terbanyak tersebar di Kecamatan Batang Anai
No Kecamatan Luas
Daerah
(Km2)
Jumlah
Penduduk (jiwa)
Kepadatan
(jiwa/Km2)
1 Batang Anai 180 44,459 246
2 Lubuk Alung 112 43,020 385
3 Sintuk Toboh
Gadang
26 17,886 700
4 Ulakan Tapakis 39 18,980 489
5 Nan Sabaris 29 26,922 925
6 2 x 11 Enam
Lingkung
36 18,252 504
7 Enam Lingkung 39 19,029 485
8 2 x 11 Kayu
Tanam
229 25,724 112
9 VII Koto Sungai
Sarik
91 33,724 371
10 Patamuan 53 15,749 297
11 Padang Sago 32 8,010 250
12 V Koto Kampung
Dalam
61 22,597 368
13 V Koto Timur 65 14,251 220
14 Sungai Limau 70 27,789 395
15 Batang Gasan 40 10,534 261
16 Sungai
Geringging
99 27,017 272
17 IV Koto Aur
Malintang
127 19,610 155
Jumlah2010 1,329 393,571 296
2009 1,329 392,941 294
2008 1,329 390,226 292
2007 1,329 387,452 287
2006 1,329 381,792 283
dengan jumlah penduduk 44,459 jiwa kemudian disusul oleh Kecamatan Lubuk
Alung dengan jumlah penduduk sebanyak 43,020 jiwa yang berkontribusi
sebesar 21% terhadap penduduk total yang ada di Kabupaten Padang Pariaman.
Hal ini disebabkan sifat perkotaan yang cukup mencolok di daerah ini serta
kelengkapan fasilitas maupun prasarana yang ada serta lokasi yang berdekatan
dengan Kota Padang membuatnya mampu menarik penduduk untuk tinggal
disana.
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 2015
2.2 Kecamatan Ulakan Tapakis
Kecamatan Ulakan Tapakis merupakan satu dari 17 (tujuh belas)
kecamatan yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman dengan luas wilayah
38,85 Km2 dan jumlah penduduk 18.369 jiwa. Kecamatan Ulakan Tapakis
terletak di pantai barat Pulau Sumatera dengan panjang garis pantai 7,5 km dan
ketinggian dari permukaan laut 2,0 M dpl . Kecamatan Ulakan Tapakis
mempunyai 1 (satu) buah pulau kecil, yaitu Pulau Pieh seluas 3 ha. Kondisi
Kecamatan Ulakan Tapakis terdiri dari :
1. Kondisi Geografis
Secara geografis Kecamatan Ulakan Tapakis terletak pada 0º18’30″-0º50′
Lintang Selatan dan 99º56′-100º28′ Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai
berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Nan Sabaris
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Anai
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Alung
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Tabel 2.5 Jumlah Nagari dan Korong di Kecamatan Ulakan Tapakis
NO NAMA NAGARI JUMLAH/NAMA
KORONG
LUAS (Ha)
1 ULAKAN 19 KORONG 21
1. Lapau Kandang
2. Maransi
3. Kampuang Ladang
4. Tiram
5. Sei Gimba Gantiang
6. Sikabu
7. Padang Toboh
8. Kampuang Koto
9. Kampuang Galapuang
10. Pasa Ulakan
11. Padang Pauah
12. Bungo Pasang
13. Gantiang Tangah Padang
14. Cubadak Palak Gadang
15. Manggopoh Dalam
16. Manggopoh Ujuang
17. Binuang
18. Koto Panjang
19. Tanjuang Medan
2 TAPAKIS 14 KORONG 18
1. Batang Gadang
2. Tiram
3. Rimbo Karambia
4. Surau Kandang
5. Parit
6. Batang Kambaru
7. Surau Duku
8. Kalamuntuang
9. Lubuak Aro
10. Kampuang Pauah
11. Kubu
12. Rawang
13. Kasai
14. Kabun
Sumber : Data diolah, 2015
2. Hidrologi
Kecamatan Ulakan Tapakis dilalui oleh 2 buah sungai yaitu Batang Ulakan
dan Batang Tapakis. Secara ekonomis, sungai-sungai ini merupakan pendukung
bagi kegiatan irigasi dan budidaya perikanan oleh masyarakat Ulakan dan
Tapakis.
3. Penggunaan Lahan
Kecamatan Ulakan Tapakis seluas 3.860 Ha, yang terdiri dari 2 (dua) nagari
meliputi daerah yang telah dimanfaatkan/dibangun yang digunakan untuk
berbagai kebutuhan masyarakat seperti perumahan dan permukiman serta
pertanian, perkebunan dan sebagainya. Pengunaan lahan terbesar adalah untuk
sawah yaitu 36% dari luas kecamatan Ulakan Tapakis, dan yang terkecil untuk
jalan sebesar 7% dari luas kecamatan Ulakan Tapakis. 8% dari luas kecamatan
Ulakan Tapakis terdapat lahan gambut yang masih belum termanfaatkan, lahan ini
hanya menjadi tumbuhnya semak-semak dan air gambut yang belum bisa
digunakan untuk kebutuhan domestik. (Sumber : Bamus Nagari Ulakan dan
Tapakis, 2008).
2.3 Air Bersih
Menurut Alaert, G (1987) Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya
berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk
dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari hari termasuk
diantaranya adalah sanitasi. Air bersih dapat diartikan air yang memenuhi
persyaratan untuk pengairan sawah, untuk treatment air minum dan untuk
treatmen air sanitasi. Persyaratan disini ditinjau dari persyaratan kandungan kimia,
fisika dan biologis. Atau memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Secara Umum : Air yang aman dan sehat yang bisa dikonsumsi manusia.
2. Secara Fisik: Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
3. Secara Kimia: PH netral (bukan asam/basa), Tidak mengandung racun dan
logam berat berbahaya.
4. Parameter-parameter seperti BOD, COD, DO, TS, TSS dan konductiviti
memenuhi aturan pemerintah setempat.
Adapun parameter air Menurut Alaert, G (1987) dapat dikatakan bersih antara
lain:
1. Kesadahan (Hardness)
Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk membentuk busa
apabila dicampur dengan sabun. Pada air berkesadahan rendah, air akan dapat
membentuk busa apabila dicampur dengan sabun, sedangkan pada air
berkesadahan tinggi tidak akan terbentuk busa. Kesadahan sangat penting artinya
bagi para akuaris karena kesadahan merupakan salah satu petunjuk kualitas air
yang diperlukan bagi ikan. Tidak semua ikan dapat hidup pada nilai kesadahan
yang sama. Dengan kata lain, setiap jenis ikan memerlukan prasarat nilai
kesadahan pada selang tertentu untuk hidupnya. Disamping itu, kesadahan juga
merupakan petunjuk yang penting dalam hubungannya dengan usaha untuk
memanipulasi nilai pH.
2. Alkalinitas
Alkalinitas secara umum menunjukkan konsentrasi basa atau bahan yang
mampu menetralisir kemasaman dalam air. Secara khusus, alkalinitas sering
disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pem-bufffer-an dari ion
bikarbonat, dan sampai tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air.
Ketiga ion tersebut didalam air akan bereaksi dengan ion hidrogen sehingga
menurunkan kemasaman dan menaikan pH. Alkalinitas biasanya dinyatakan
dalam satuan ppm (mg/l) kalsium karbonat(CaCO3). Air dengan kandungan
kalsium karbonat lebih dari 100 ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air
dengan kandungan kurang dari 100 ppm disebut sebagai lunak atau tingkat
alkalinitas sedang. Pada umumnya lingkungan yang baik bagi kehidupan ikan
adalah dengan nilai alkalinitas diatas 20 ppm.
3. Kapasitas pem-buffer-an
Alam diberkahi dengan mekanisme pertahanan sedemikian rupa sehingga
dapat bertahan terhadap berbagai perubahan, begitu juga dengan pH air.
Mekanisme pertahanan pH terhadap berbagai perubahan dikenal dengan istilah
Kapasitas pem- buffer-an pH. Pertahanan pH air terhadap perubahan dilakukan
melalui alkalinitas dengan proses sbb : CO2 + H2O H2CO3 H++HCO3
- CO3
- +
2H+CO3 (karbonat) dalam mekanisme diatas melambangkan alkalinitas air.
Sedangkan H+ merupakan sumber kemasaman. Mekanisme diatas merupakan
reaksi bolak-balik, artinya reaksi bisa berjalan ke arah kanan (menghasilkan H+)
atau ke arah kiri (menghasilkan CO2). Oleh karena itu, apabila seseorang mencoba
menurunkan pH dengan memberikan “asam-asaman” artinya menambahkan H+
saja maka (seperti ditunjukan mekanisme diatas). H+ tersebut akan segera diikat
oleh CO3 dan reaksi bergerak kekiri menghasilkan CO2, (CO2 ini akhirnya bisa
lolos ke udara). Pada saat asam baru ditambahkan, pH akanterukur rendah, tapi
setelah beberapa waktu kemudian, ketika reaksi mulai bergerak kekiri, pH akan
kembali bergerak ke angka semula. Itulah hukum alam, dan karena itupula kita
masih bisa menemukan ikan di alam sampai saat sekarang. Dengan demikian
penurunan pH tidak akan efektif kalau hanya dilakukan dengan penambahan asam
saja.Untuk itu, cobalah pula usahakan untuk menurunkan alkalinitasnya.
Kalaupun dipaksakan hanya dengan penambahan asam maka jumlahnya harus
diberikan dalam jumlah lebih banyak yaitu untuk mengatasi alkalinitasnya terlebih
dahulu, seperti ditunjukkan pada reaksi diatas.
4. pH
pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe
dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan didalam air. Selain itu ikan dan mahluk-
mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan
diketahuinya nilai pHmaka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak
untuk menunjang kehidupan mereka. Besaran pH berkisar dari 0 (sangat asam)
sampai dengan 14 (sangat basa/alkalis). NilaipH kurang dari 7 menunjukkan
lingkungan yang asam sedangkan nilai diatas 7menunjukkan lingkungan yang
basa (alkalin). Sedangkan pH = 7 disebut sebagai netral. Fluktuasi pH air sangat
di tentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi maka air
tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya ke nilai semula, dari setiap
“gangguan” terhadap pengubahan pH. Dengan demikian kunci dari penurunan pH
terletak pada penanganan alkalinitas dan tingkat kesadahan air. Apabila hal ini
telah dikuasai maka penurunan pH akan lebih mudah dilakukan.
5. Karbon Dioksida (CO2)
Karbon dioksida dalam air pada umumnya merupakan hasil respirasi dari
ikan dan phytoplankton. Kadar CO2 lebih tinggi dari 10 ppm diketahui
menunjukkan bersifatracun bagi ikan, beberapa bukti menunjukkan bahwa karbon
dioksida berfungsi sebagai anestesi bagi ikan. Kadar karbon dioksida tinggi juga
menunjukkan lingkungan air yang asam meskipun demikian karbon dioksida
diperlukan dalam proses pem-bufferan. Apabila pH dalam suatu akuarium
dikendalikan, terutama, oleh sistem pem-buffer ankarbonat, maka hubungan pH,
KH dan CO2 terlaut akan merupakan hubungan yang tetap. Dengan demikian,
salah satu dari parameter tersebut dapat diatur dengan mengatur parameter yang
lain. Sebagai contoh nilai pH dapat diatur dengan kadar CO2. Suatu sistem CO2
injektor, misalnya, dapat digunakan untuk mengatur pH dengan cara mengatur
injeksi CO2 sedemikian rupa apabila nilai pH nya mencapai nilai tertentu. CO2
digunakan oleh tanaman atau terdifusi ke atmosfer, akibatnya pH naik. Dengan
sistem otomatis seperti disebutkan sebelumnya maka sistem injeksi CO2 akan
berjalan sedemikian rupa disekitar nilai pH tertentu, untuk menjaga kadar CO2
yang memadai.
6. Salinitas
Salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan terlarut dalam air,.
informasi kadar salintas sangat penting artinya dalam akuairum laut. Sedangkan
dalam akuarium air tawar mengetahui pH sudah memadai. Salinitas pada
umumnya dinyatakan sebagai berat jenis (specific gravity), yaitu rasio antara berat
larutan terhadap berat air murni dalam volume yang sama. Rasio ini dihitung
berdasarkan konidisi suhu 15°C. Pengukuran salinitas dalam kehidupan sehari-
hari biasanya menggunakan hydrometer, yang telah dikalibrasikan
untuk digunakan pada suhu kamar.
Sumber – sumber air bersih Menurut Alaert, G (1987) yaitu :
1. Air Atmosfer
Air angkasa adalah air yang terjadi karena proses penguapan yang kemudian
terkondensasi dan akhirnya jatuh sebagai air hujan, salju dan es. Dalam keadaan
murni, sangat bersihakan tetapi air angkasa ini memiliki sifat yang agresif
terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir sehingga hal ini
akan mempercepat terjadinya korosi atau karat. Akan tetapi air angkasa ini
memiliki sifat lunak, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun.
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaan bumi, yang
berada pada tempat atau wadah atas permukaan daratan yaitu sungai, rawa,
bendungan danau. Air permukaan dapat terjadi melalui tiga cara yaitu aliran
permukaan bumi, aliran air tanah, dan campuran dari keduanya. Air permukaan
ada dua macam yakni :
a. Air Sungai
Air sungai dalam penggunaannya sebagai air bersih haruslah mengalami
suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai ini pada umumnya
mempunyai derajat pengotoran yang sangat tinggi.
b. Air Rawa atau Danau
Kebanyakan air rawa atau danau ini berwarna yang disebabkan oleh adanya
zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air
yang menyebabkan warna kuning coklat. Sehingga dengan demikian pada
umumnya kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) akan tinggi pula. Sedangkan
kandungan oksigen (O2) sangat kurang sekali. Ini mengakibatkan permukaan air
akan ditumbuhi algae (lumut) karena ada sinar matahari.
3. Air Tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, terdapat di antara butir-
butir tanah atau dalam retakan bebatuan. Air tanah lebih banyak tersedia daripada
air hujan. Air tanah biasanya memiliki kandungan Besi (Fe) yang cukup tinggi.
Standar air bersih yang telah di tetapkan pemerintah dalam PP No 82 Th 2001
terbagi dalam beberapa kelas yaitu:
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2.4 Air Gambut
Manurut buku Kusnaedi, 2006 Air gambut adalah satu sumber air
permukaan banyak dijumpai di Kalimantan dan Sumatera, berwarna coklat tua
sampai kehitaman, berkadar organik tinggi (138 – 1560 mg/lt KmnO4), dan
bersifat asam (pH 3,7 – 5,3). Kondisi air tersebut menunjukkan bahwa air gambut
masih memerlukan pengolahan khusus terlebih dahulu sebelum dapat digunakan
sebagai sumber air untuk keperluan domestik. Salah satu alternatif pengolahan
untuk menurunkan warna dalam air adalah anaerobik biofilter dan Slow Sand
Filter (SSF).
Air gambut adalah air permukaan yang banyak terdapat di daerah berawa
maupun dataran rendah terutama di Sumatera dan Kalimantan, yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut (Kusnaedi, 2006) :
1. Intensitas warna yang tinggi (berwarna merah kecoklatan)
2. pH yang rendah
3. Kandungan zat organik yang tinggi
4. Kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi yang rendah
5. Kandungan kation yang rendah
Warna coklat kemerahan pada air gambut merupakan akibat dari tingginya
kandungan zat organik (bahan humus) terlarut terutama dalam bentuk asam
humus dan turunannya. Asam humus tersebut berasal dari dekomposisi bahan
organik seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai tingkat dekomposisi,
namun secara umum telah mencapai dekomposisi yang stabil (Syarfi, 2007).
Dalam berbagai kasus, warna akan semakin tinggi karena disebabkan oleh adanya
logam besi yang terikat oleh asam-asam organik yang terlarut dalam air tersebut.
Struktur gambut yang lembut dan mempunyai pori-pori menyebabkannya mudah
untuk menahan air dan air pada lahan gambut tersebut dikenal dengan air gambut.
Berdasarkan sumber airnya, lahan gambut dibedakan menjadi dua yaitu (Trckova,
M., 2005) :
1. Bog
Merupakan jenis lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air hujan
dan air permukaan. Karena air hujan mempunyai pH yang agak asam maka
setelah bercampur dengan gambut akan bersifat asam dan warnanya coklat karena
terdapat kandungan organik.
2. Fen
Merupakan lahan gambut yang sumber airnya berasal dari air tanah yang
biasanya dikontaminasi oleh mineral sehingga pH air gambut tersebut memiliki
pH netral dan basa. Berdasarkan kelarutannya dalam alkali dan asam, asam humus
dibagi dalam tiga fraksi utama yaitu (Pansu, 2006) :
1. Asam humat
Asam humat atau humus dapat didefinisikan sebagai hasil akhir
dekomposisi bahan organik oleh organisme secara aerobik. Ciri-ciri dari asam
humus ini antara lain:
a) Asam ini mempunyai berat molekul 10.000 hingga 100.000 g/mol (Collet,
2007). Merupakan makromolekul aromatik komplek dengan asam amino, gula
amino, peptide, serta komponen alifatik yang posisinya berada antara kelompok
aromatik.
b) Merupakan bagian dari humus yang bersifat tidak larut dalam air pada
kondisi pH < 2 tetapi larut pada pH yang lebih tinggi.
c) Bisa diekstraksi dari tanah dengan bermacam reagen dan tidak larut dalam
larutan asam. Asam humat adalah bagian yang paling mudak diekstrak diantara
komponen humus lainnya.
d) Mempunyai warna yang bervariasi mulai dari coklat pekat sampai abu-abu
pekat.
e) Humus tanah gambut mengandung lebih banyak asam humat (Stevenson,
1982). Asam humus merupakan senyawa organik yang sangat kompleks, yang
secara umum memiliki ikatan aromatik yang panjang dan nonbiodegradable yang
merupakan hasil oksidasi dari senyawa lignin (gugus fenolik).
2. Asam fulvat
Asam fulvat merupakan senyawa asam organik alami yang berasal dari
humus, larut dalam air, sering ditemukan dalam air permukaan dengan berat
molekul yang rendah yaitu antara rentang 1000 hingga 10.000 (Collet, 2007).
Bersifat larut dalam air pada semua kondisi pH dan akan berada dalam larutan
setelah proses penyisihan asam humat melalui proses asidifikasi. Warnanya
bervariasi mulai dari kuning sampai kuning kecoklatan.
3. Humin
Kompleks humin dianggap sebagai molekul paling besar dari senyawa
humus karena rentang berat molekulnya mencapai 100.000 hingga 10.000.000.
Sedangkan sifat kimia dan fisika humin belum banyak diketahui.
Air Gambut adalah satu sumber air permukaan yang banyak dijumpai di
daerah kalimantan dan sumatra. Air gambut berwarna coklat tua sampai
kehitaman, daerah yang berair gambut ini biasanya daerah yang berawa yang
memiliki kadar organik yang tinggi (138 - 1560 mg/lt KmnO4), dan bersifat asam
(pH 3,7 - 5,3). Air gambut masih memerlukan pengolahan khusus terlebih dahulu
sebelum digunakan sebagai sumber air untuk keperluan domestik. Salah satu
alternatif pengolahan untuk menurunkan warna dalam air adalah anaerobik
biofilter dan Slow Sand Filter (SSF).
2.4.1 Pembentukan Air Gambut
Air Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat
pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang
tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak mengherankan jika
sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa tumbuhan,
daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum sepenuhnya
membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen bersifat
menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai binatang dan serangga yang turut
terawetkan di dalam lapisan-lapisan gambut. Lazimnya di dunia, disebut sebagai
gambut apabila kandungan bahan organic dalam tanah melebihi 30%; akan tetapi
hutan-hutan rawa gambut di Indonesia umumnya mempunyai kandungan melebihi
65% dan kedalamannya melebihi dari 50cm. Tanah dengan kandungan bahan
organic antara 35–65% juga biasa disebut muck.
Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan (humifikasi)
terutama bergantung pada komposisi gambut dan intensitas penggenangan.
Gambut yang terbentuk pada kondisi yang teramat basah akan kurang
terdekomposisi, dan dengan demikian akumulasinya tergolong cepat,
dibandingkan dengan gambut yang terbentuk di lahan-lahan yang lebih kering.
Sifat-sifat ini memungkinkan para klimatolog menggunakan gambut sebagai
indikator perubahan iklim pada masa lampau. Demikian pula, melalui analisis
terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah penyusun bahan
organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran ekologi pada
masa purba.
Pada kondisi yang tepat, gambut juga merupakan tahap awal pembentukan
batubara. Gambut bog yang terkini, terbentuk di wilayah lintang tinggi pada akhir
Zaman Es terakhir, sekitar 9.000 tahun yang silam. Gambut ini masih terus
bertambah ketebalannya dengan laju sekitar beberapa milimeter setahun. Namun
gambut dunia diyakini mulai terbentuk tak kurang dari 360 juta tahun silam; dan
kini menyimpan sekitar 550 Gt karbon.
Gambut itu lunak dan mudah untuk ditekan. Bila ditekan , kandungan air
dalam gambut bisa dipaksa untuk keluar. Bila dikeringkan , gambut bisa
digunakan sebagai bahan bakar sumber energi. Gambut adalah bahan akar penting
dinegara negara dimana pohon langka seperti Irlandia dan Skotlandia, secara
tradisional gambut digunakan untuk memasak dan pemanas rumah tangga . Secara
modern, gambut dipanen dalam sekala industri dan dipakai untuk bahan bakar
pembangkit listrik. Pembangkit listrik tenaga gambut terbesar ada di Finlandia
(Toppila Power Station) sebesar 190 MW.
2.4.2 Pengolahan Air Gambut
2.4.2.1 Pengolahan Air Gambut Secara Modern
Di berbagai media, seperti fb (facebook), tweeter, atau media sosial lainnya,
banyak sekali orang yang membahas tentang teknologi pengolahan air. Seperti di
ketahui, bahwa pengguna fb di Indonesia semakin hari semakin besar jumlahnya
dan itu merupakan potensi bagi kita untuk sharing ilmu pengetahuan tentang
banyak hal, utamanya tentang teknologi pengolahan air. Sebagaimana kita ketahui
bersama bahwa masalah air bersih adalah masalah bersama, masalah seluruh
dunia dan bahkan diprediksi pada tahun 2015 akan terjadi krisis air bersih di kota-
kota besar. Oleh karenanya, sejak sekarang perlu kita memberikan pemahaman
tentang pengolahan air bersih. Banyak teknologi yang ditawarkan, mulai dari
teknologi konvensional sampai teknologi paling maju (modern).
Kondisi sumber air pada setiap daerah berbeda-beda, tergantung pada
keadaan alam dan kegiatan manusia yang terdapat di daerah tersebut. Penduduk
yang tinggal di daerah dataran rendah dan berawa seperti di Sumatera dan
Kalimantan menghadapi kesulitan memperoleh air bersih untuk keperluan rumah
tangga, terutama air minum. Hal ini karena sumber air di daerah tersebut adalah
air gambut yang berdasarkan parameter baku mutu air tidak memenuhi
persyaratan kualitas air bersih. Air gambut mengandung senyawa organik terlarut
yang menyebabkan air menjadi berwarna coklat dan bersifat asam, sehingga perlu
pengolahan khusus sebelum siap untuk dikonsumsi. Senyawa organik tersebut
adalah asam humus yang terdiri dari asam humat, asam fulvat dan humin.
Asam humus adalah senyawa organik dengan berat molekul tinggi dan
berwarna coklat sampai kehitaman, terbentuk karena pembusukan tanaman dan
hewan, sangat tahan terhadap mikroorganisme dalam waktu yang cukup lama
(Notodarmojo, 1994). Air gambut di Indonesia merupakan salah satu sumber daya
air yang masih melimpah, kajian pusat Sumber Daya Geologi Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral melaporkan bahwa sampai tahun 2006 sumber daya
lahan gambut di Indonesia mencakup luas 26 juta ha yang tersebar di pulau
kalimantan ( 50 %), Sumatera ( 40 %) sedangkan sisanya tersebar di papua dan
pulau-pulau lainnya. Dan untuk lahan gambut Indonesia menempati posisi ke – 4
terluas setelah Canada, Rusia dan Amerika Serikat (Tjahjono, 2007). Secara
umum juga kita ketahui bahwa kondisi air di Indonesia, umumnya mengandung
besi dan mangan. Secara prinsip, penghilangan besi/mangan adalah melalui proses
oksidasi, yaitu dengan menaikan tingkat oksidasi oleh suatu oksidator dengan
tujuan untuk merubah bentuk besi atau mangan terlarut menjadi besi/mangan
tidak terlarut (endapan). Endapan inilah yang akan diproses secara sedimentasi
dan filtrasi menggunakan pasir aktif.
Teknologi pengolahan air lebih kurang sama dengan meracik resep,
dibutuhkan jenis bahan dan takaran yang tepat agar menghasilkan air olahan yang
bagus dan berkualitas. Selain teknologi konvensional, saat ini sudah banyak
dikenal orang teknologi pengolahan air dengan menggunakan membrane, baik
membrane ultrafiltrasi maupun membrane reverse osmosis.
1. Teknologi Ultrafiltrasi (UF)
Teknologi Membran Ultrafiltrasi (UF) merupakan salah satu terobosan
teknologi yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan dalam pengolahan
air bersih. Sifat membran yang sangat selektif telah terbukti mampu rnemisahkan
berbagai kontaminan dari dalam air sehingga diperoleh air yang bersih, baik
secara fisik, kimia maupun biologi dan bahkan aman untuk dikonsumsi.
Ultrafiltrasi atau Ultra Filtration adalah suatu teknologi filtrasi dengan besaran
pori 0.01 mikron Sistem kerja dari ultra filtration sebagai berikut :
Air masuk dengan tekanan rendah +/- 1.5 bar melalui lubang halus dengan
diameter 0.5-2 mm. Ukuran pori filter 0.01-0.05 μm (sebagai pembanding sehelai
rambut memiliki besar 50μm – jadi pori-pori dari UF ini 500 kali lebih besar)
Kontaminasi dengan ukuran yang lebih besar dari 0.05μm tertahan dan terbuang
secara berkala pada saat dilakukan back flushing ataupun forward flushing.
Keunggulan dari sistem UF ini adalah pori-pori yang memiliki nilai absolut
dibandingkan dengan filter biasa. Filter UF memiliki ukuran sangat kecil
dibandingkan dengan bakteri sehingga lebih steril dari filterisasi biasa.
Penghambat mikroorganisma dan bakteri yang lengkap. Qualitas hasil yang
difilter tidak tergantung dari air masuk. Ultrafiltration juga dapat membuang
chlorine resistant germs seperti cryptosporidium. Konsentrat (air limbah) juga
akan terbuang.
Dalam sistem yang dirangkai secara lengkap dapat menurunkan biaya
investasi.dan juga biaya perawatan. Memungkinkan sistem yang full otomatis.
Dapat membuang hampir semua film-forming pada membrane reverse osmosis,
sehingga dapat memperpanjang umur membrane.
2. Sistem Reverse Osmosis (RO)
Menggunakan membran yang bersifat selektif semi permeabel dapat
memisahkan air murni dari kotoran bahan pencemarnya. Membran yang
berdimensi 0,0001 mikron mampu bekerja hingga memurnikan air dari berbagai
aspek pencemaran seperti fisika, kimia dan mikrobiologi. Sistem ini bukan saja
sudah teruji secara kualitatif juga kuantitatif sehingga telah digunakan untuk
pengembangan proyek NASA, industri soft drink raksasa. Air RO
direkomendasikan oleh :
a. Rumah sakit terkemuka untuk mesin Haemodialisa (cuci darah)
b. Industri farmasi sebagai pelarut obat
c. NASA, Badan Antariksa AS
d. Industri soft drink raksasa di seluruh dunia
e. Angkatan Laut AS, pada kapal selam dan kapal perang
Manfaat Air RO :
a. Mengurangi kadar keasaman darah
b. Menjaga dan meningkatkan kesegaran tubuh
c. Mempercepat pengaruh daya larutan
d. Memperbaiki sirkulasi darah
e. Memperbaiki metabolisme
f. Mencegah pembiakan bakteri
g. Membantu pertumbuhan dan perkembangan
Air RO dapat digunakan banyak di berbagai industry, karena TDS water RO
dapat dibuat hingga “0” sehingga sangat sesuai digunakan pada suatu proses yang
tidak membutuhkan adanya unsur mineral dalam air. Dimana diketahui, mineral
yang terkandung dalam air dapat mempengaruhi proses yang diingini. Seperti
halnya air minum dalam kemasan yang banyak beredar di pasaran, umumnya
mengandung TDS 100 atau kurang dan biasanya banyak mengandung mineral.
Jika ini digunakan dalam proses produksi, sementara kehadiran mineral tsb tidak
dibutuhkan, maka tentu kualtas produk akan mengalami perubahan dari apa yang
diingini. Keuntungan dan keunggulan modul ro:
a. Kebutuhan Energi relatif hemat.
b. Hemat Ruangan.
c. Mudah dalam pengoperasian karena pengendalian operasi terpusat pada satu
panel yang kecil dan sederhana.
d. Kemudahan untuk menambah kapasitas.
e. Produksi airnya dapat langsung diminum, tanpa dimasak dahulu.
f. RO mudah dipindahkan ke lokasi lain (ada yang terpasang dalam unit mobil
RO atau kontainer).
2.4.2.2 Pengolahan Air Gambut Secara Konvensional
Pengolahan air gambut untuk menjadi air bersih, membutuhkan beberapa
tahapan pengolahan agar kandungan asam dan bahan kimia lain dapat hilang dan
sesuai dengan kriteria air bersih. Adapun tahapannya sebagai berikut :
1. Netralisasi
Netralisasi merupakan suatu usaha untuk mengubah pH atau keasaman air
menjadi normal (netral, pH 7-8). Secara teoritis pH dari 0 samapi 14, dimana 0
sangat asam dan 14 sangat basa, pH bormal berkisar 7 sampai 8. Untuk air yang
bersifat asam, misalnya air gambut, yang paling murah dan mudah adalah dengan
pemberian kapur (CaO) /gamping (CaCO3). Fungsi dari pemberian kapur,
disamping untuk menetralkan air baku yang bersifat asam juga untuk membantu
efektifitas proses selanjutnya, antara lain:
- Proses oksidadi dengan udara, pengurangan Fe dan Mn efektif pada pH 7-8
- Proses oksidasi dengan chlorine efektif pada pH 7-8,5
- Proses koagulasi efektif pada pH ≥ 6
- Pengendapan logam efektif pada pH ≥ 8
Hal penting lainnya adalah air olahan yang dihasilkan netral sesuai dengan
kualitas air minum (pH 6,5-8,5). Dalam instalasi air minum, bertujuan untuk
mengendalikan korosi perpipaan dalam system distribusi, dimana korosi
membentuk racun pada pH <6,5 atau pH>9,5.
Zat alkali digunakan untuk menaikkan pH air yang rendah dan menaikkan
alkalinitas air baku agar proses koagulasi-flokulasi dapat berjalan baik dan efektif.
Cara pembubuhan dapat dilakukan dengan cara kering dan cara basah (melarutkan
dalam air pada konsentrasi tertentu).
2. Aerasi
Aerasi merupakan suatu cara untuk mengontakkan atau menggabungkan
antara udara dan air baku. Kandungan zat besi dan mangan yang terdapat dalam
air akan bereaksi dengan oksigen yang terdapat dalam udara sehingga terbentuk
senyawa besi dan mangan yang bisa mengendap. Zat tersebut (Fe dan Mn)
memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan hasil pemasakan beras dan
memberikan noda hitam kecoklatan. Disamping itu proses aerasi juga berfungsi
untuk menghilangkan gas-gas beracun yang tak diinginkan misalnya gas H2S,
Methan, carbon dioksida dan gas-gas racun lainnya. Reaksi oksidasi besi dan
mangan oleh udara dapat ditulis sebagai berikut:
4Fe2+
+ O2 + 10H2O 4Fe(OH)3 + 8H+ (tak larut)
Mn2+
+ O2 + H2O MnO2 + 2H+
(tak larut)
Dari persamaan reaksi antara besi dan oksigen tersebut, maka secara teoritis
dapat dihitung bahwa untuk 1 ppm oksigen dapat mengoksidasi 6.98 ppm ion
besi. Reaksi oksidasi ini dapat dipengaruhi antara lain : jumlah oksigen yang
bereaksi, dalam hal ini dipengaruhi oleh jumlah udara yang akan dikontakkan
dengan air serta luas kontak antara gelembung udara dengan permukaan air. Jadi
makin merata dan makin kecil gelembung udara yang dihembuskan ke dalam air
bakunya, maka oksigen yang bereaksi makin besar.
Faktor lain yang sangat mempengaruhi reaksi oksidasi besi dengan oksigen
dari udara adalah pH air. Reaksi oksidasi ini sangat efektif pada pH air lebih besar
7(tujuh). Oleh karena itu sebelum aerasi dilakukan, maka pH air baku harus
dinaikkan sampai mencapai pH 8. Hal ini dimaksudkan agar pH air tidak
menyamping dari pH standart untuk air minum yaitu pH 6.5 – pH 8.5. Oksidasi
mangan dengan oksigen dari udara tidak seefektif untuk besi, tetapi jika kadar
mangannya tidak terlalu tinggi maka sebagian mangan dapat juga teroksidasi dan
terendapkan.
3. Koagulasi tahap I
Koagulasi adalah proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air agar
kotoran dalam air yang berupa padatan tersuspensi, misalnya zat warna organik,
lumpur halus, bakteri dan lain-lain dapat menggumpal dan cepat mengendap. Cara
paling mudah dan murah adalah dengan pembubuhan tawas/alum atau rumus
kimianya Al2(SO4)3.18H2O (berupa kristal berwarna putih). Reaksi koagulasi
dengan tawas secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut:
Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + 3Ca(SO4) + 6CO2 +
18H2O
Al2(SO4)3.18H2O + 3Ca(OH)2 2Al(OH)3 + 3Ca(SO4) + 3CO2 + 18H2O
Pengendapan kotoran dapat terjadi karena pembentukan aluminium
hidroksida, Al(OH)3, yang berupa partikel padat yang akan menarik partikel-
partikel kotoran sehingga menggumpal bersama-sama, menjadi besar dan berat
dan segera dapat mengendap. Cara pembubuhan tawas dapat dilakukan sebagai
berikut, yaitu: sejumlah tawas/alum dilarutkan dalam air kemudian dimasukan ke
dalam air baku lalu diaduk dengan cepat hingga merata selama kurang lebih 2
menit. Setelah itu kecepatan pengadukan dikurangi sedemikian rupa sehingga
terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat bergabungnya kotoran tersuspensi
yang ada dalam air baku. Setelah itu dibiarkan beberapa saat sehingga gumpalan
kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar dan berat dan cepat mengendap.
4. Koagulasi tahap II dan flokulan
Pengendapan kotoran tahap kedua dengan penggunaan tawas untuk
mengikat dan membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih besar lagi sehingga
kotoran bisa mengendap. Selanjutnya gumpalan-gumpalan yang telah terbentuk
diikat oleh flokulan sehingga bisa membentuk gumpalan yang lebih besar lagi.
Gumpalan tersebut akan lebih mudah dan cepat mengendap sehingga air bersih
dapat diperoleh.
5. Sedimentasi
Proses sedimentasi adalah proses pengendapan dimana masing-masing
partikel tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran maupun kerapatan selama
proses pengendapan berlangsung. Partikel-partikel padat akan mengendap bila
gaya gravitasi lebih besar daripada kekentalan dan gaya kelembaman dalam
cairan.
Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Sedimentasi secara alamiah, partikel padat tersuspensi mengendap karena
gaya beratnya sendiri tanpa tambahan bahan kimia.
b) Sedimentasi non alamiah, partikel padat tersuspensi mengendap karena
penambahan bahan lain, sehingga partikel dapat bergabung menjadi lebih besar,
berat dan stabil sehingga gravitasinya lebih besar.
Proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
- Diameter butiran
- Berat jenis butiran
- Berat jenis zat cair
- Kekentalan
- Kecepatan aliran
Setelah kotoran mengendap, air akan tampak lebih jernih. Endapan yang
terkumpul di dasar tangki dapat dibersihkan dengan membuka kran penguras yang
terdapat di bawah tangki.
6. Filtrasi
Pada proses pengendapan, tidak semua gumpalan kotoran dapat diendapkan.
Butiran gumpalan kotoran dengan ukuran yang besar dan berat akan mengendap,
sedangkan yang berukuran kecil dan ringan masih melayang-layang dalam air.
Proses filtrasi ini untuk menghilangkan zat padat tersuspensi dalam air melalui
media biopori. Zat padat tersuspensi dihilangkan pada waktu air melalui lapisan
media filter. Media filter bisanya pasir atau kombinasi dari pasir, anthracite,
garnet, ilmeniet, polystiren dan lainnya.Untuk mendapatkan air yang betul-betul
jernih harus dilakukan proses penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan
mengalirkan air yang telah diendapkan kotorannya ke bak penyaring yang terdiri
dari saringan pasir.
2.5 Air Payau
Air payau adalah campuran antara air tawar dan air laut (air asin). Jika kadar
garam yang dikandung dalam satu liter air adalah antara 0,5 sampai 30 gram,
maka air ini disebut air payau. Namun jika lebih, disebut air asin. Air payau
ditemukan di daerah-daerah muara dan memiliki keanekaragaman hayati
tersendiri. Beberapa jenis ikan yang populer di Indonesia, hidup di air payau,
seperti bandeng.
Air payau memiliki salinitas antara air tawar dan air laut. Perairan payau
berkembang melalui pencampuran air asin dan air tawar. Hal ini terjadi sebagian
besar di dekat pantai lautan di muara pantai (bagian hilir sungai di mana ia
mengalir ke lautan) atau rawa-rawa garam yang sering dibanjiri arus laut karena
naik dan turunnya pasang.
Sebagian besar spesies dapat mentolerir baik air asin atau air tawar, tetapi
tidak keduanya. Organisme yang hidup di habitat payau harus toleran terhadap
berbagai konsentrasi garam. Ikan kecil yang dikenal sebagai killifish adalah
penduduk umum muara, di mana dalam setiap hari konsentrasi garam dalam
kolam pasang surut dan sungai dapat bervariasi dari yang air tawar dengan laut
terbuka. Selama migrasi pemijahan mereka, salmon dan belut mengalami berbagai
konsentrasi garam ketika mereka bergerak melalui semua tiga lingkungan air: air
laut, air payau, dan air tawar.
1. Air payau yang terletak pada muara sungai dan pantai
Sungai yang membawa air tawar dari daratan akan bermuara di pantai,
sehingga air tersebut bercampur dengan air laut membentuk air payau. Akibatnya
perairan di sekitar muara sungai bersifat payau. Berbeda dengan air tawar dan air
laut, air payau memiliki salinitas dengan kisaran yang sangat lebar, yakni berkisar
antara 6-29 ppt. Perairan payau memiliki salinitas yang berfluktuasi dan dengan
kisaran yang sangat lebar. Kondisi demikian membentuk komunitas biota (darat
dan air) yang khas. Kadar salinitas air payau di muara sungai dan pantai dekat
muara sungai dipengaruhi dengan beberapa faktor yaitu: musim, kisaran pasang
surut air laut, topografi pantai, dan sifat sungai. Pada saat musin turun hujan,
volume dan debit air sungai yang mempunyai sifat tawar meningkat, itu akan
menyebabkan perairan di sekitar muara sungai dan pantai yang dekat dengan
muara sungai menjadi bersifat payau yang cenderung lebih tawar (salinitas 0-10
ppt). begitu juga Sebaliknya, di saat musim kemarau ketika volume dan debit air
sungai kurang, maka akan menyebabkan air di sekitar muara sungai dan pantai
dekat muara sungai menjadi bersifat payau yang cenderung lebih asin (salinitas
berkisar antara 25-35 ppt).
2. Air payau yang ada di rawa-rawa
Rawa payau adalah genangan air yang terbentuk akibat adanya cekungan di
belakang garis pantai yang digenangi air saat pasang air laut. Pada saat surut, air
tersebut tetap berada dalam cekungan(kubangan) akibat tertahan oleh pantai.
Elevasi pantai lebih tinggi dari dasar rawa payau akibat sedimentasi atau proses
alamiah. Selain oleh pengaruh pasang surut air laut, penggenangan (inundasi)
rawa payau bisa disebabkan oleh adanya saluran sempit yang menghubungkan
rawa tersebut dengan laut. Berbeda dengan air payau pada muara sengai dan
pantai, perairan rawa payau, airnya bersifat stagnan. Salinitas perairan rawa payau
dipengaruhi oleh kondisi perairan yang menjadi sumber air (muara, pantai,
sungai) dan musim.
3. Air payau yang berada di paluh
Paluh adalah perairan laut yang menjorok jauh ke dalam daratan hingga
membentuk seperti sungai. terkadang air tersebut bermuara kembali ke laut
sehingga seperti mengelilingi sebuah pulau yang masuk ke daratan. Perairan paluh
tidak berhubungan dengan sungai besar, sehingga tidak memiliki sumber air tawar
yang besar. akan tetapi perairan paluh pada umumnya berifat payau akibat
besarnya pengaruh daratan (teresterial). Perairan ini bersifat payau yang
cenderung asin. Perairan ini cenderung stagnan dan sirkulasi air terjadi akibat
adanya tenaga pasang surut air laut.
ada juga manfaat dari air payau ini:
1. air payau untuk digunakan budidaya ikan seperti:ikan bandeng,beberapa ikan
patin dan kerapu juga dibudidayakan disini.
2. Mengatur keseimbangan air. Ekosistem ini dapat menampung dan
memperlambat aliran air, sehingga dapat mencegah banjir ataupun mengisi air
tanah, serta mencegah masukknya (intrusi) air laut ke darat.
3. Tempat olahraga, rekreasi, dan pariwisata: tempat memancing, arum jeram, dan
lain-lain.
2.6 Teknik Sampling
2.6.1 Pemilihan Lokasi Pengambilan Sampel
Menurut SNI 03-7016-2004, untuk mendapatkan kebenaran data harus
diperhatikan bahwa data yang digunakan terjamin kebenarannya sehingga dalam
pemantauan kualitas air perlu dipertimbangkan pemilihan lokasi secara berikut :
Tahap pertama dalam perencanaan sistem pemantauan air adalah
pengumpulan data mengenai keadaan lingkungan serta karakteristik dan
pemanfaatan sumber air. Berdasarkan data tersebut dapat direncanakan lokasi
pengambilan contoh yang tepat sesuai dengan keperluannya. Dalam tata cara ini
diberikan suatu penuntun pemilihan lokasi yang tepat. Ada tiga dasar yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pengambilan contoh.
a) Kualitas air sebelum adanya pengaruh kegiatan manusia yaitu pada lokasi hulu
sungai yang dimaksudkan untuk mengetahui kualitas air secara alamiah sebagai
base line station.
b) Pengaruh kegiatan manusia terhadap kualitas air dan pengaruhnya untuk
pemanfaatan tertentu. Lokasi ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
kegiatan manusia yang disebut “impact station”.
c) Sumber-sumber pencemaran yang dapat memasukkan zat-zat yang berbahaya
kedalam sumber air. Lokasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sumber
penyebaran bahan-bahan yang berbahaya, sehingga dapat ditanggulangi. Letak
lokasi dapat di hulu ataupun di hilir sungai, bergantung pada sumber dan jenis zat
berbahaya tersebut apakah alamiah ataupun buatan.
2.6.2 Perencanaan Lokasi Pengambilan Sampel
Tahap pertama dalam perencanaan lokasi pengambilan contoh, adalah
mengetahui kegunaan data kualitas air yang akan dipantau. Kegunaan data adalah
sebagai berikut :
- sumber informasi mengenai potensi kualitas air yang tersedia untuk
keperluan pengembangan sumber daya air pada saat ini dan masa yang akan
datang;
- penyelidikan dan pengkajian pengaruh lingkungan terhadap kualitas air dan
pencemaran air;
- sumber data untuk keperluan penelitian;
- perlindungan terhadap pemakai;
- pengawasan terjadinya kasus pencemaran di suatu daerah tertentu;
- pertimbangan beban pencemaran yang dibuang melalui sungai ke laut.
a. Pertimbangan Pemanfaatan Sumber Air
Pemilihan lokasi pengambilan contoh banyak dipengaruhi oleh bermacam-
macam kepentingan pemanfaatan sumber air tersebut. Pemanfaatan sumber air di
hilir sungai lebih besar resiko pencemarannya dibandingkan dengan pemanfaatan
yang sama di lokasi hulu, sehingga diperlukan pengawasan kualitas air yang lebih
intensif di lokasi hilir.
Selain itu sumber air yang digunakan sebagai sarana transportasi bahan
kimia misalnya untuk pertanian ataupun pengawet kayu mempunyai resiko
pencemaran yang lebih besar dari pada sumber air yang tidak digunakan untuk
hal-hal tersebut. Oleh karena itu di lokasi-lokasi yang beresiko tinggi tersebut
diperlukan pemantauan kualitas air. Disamping itu di lokasi-lokasi yang kualitas
airnya sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan tertentu misalnya untuk
keperluan air rumah tangga atau industri tertentu, maka pemantauan kualitas
airnya juga harus dilakukan secara intensif.
b. Pertimbangan Sarana Pengambilan Sampel
Dalam perencanaan lokasi pengambilan contoh perlu diketahui fasilitas
bangunan yang telah ada pada sumber air tersebut, yang dapat dimanfaatkan untuk
sarana pengambilan contoh.
Beberapa sarana berikut dapat dimanfaatkan dalam pengambilan contoh.
a) Jembatan
Pengambilan contoh dari jembatan lebih mudah dilaksanakan dan titik
pengambilan contoh dapat diidentifikasikan secara pasti.
b) Pos pengukur debit air
Pos pengukur debit air biasanya dilengkapi dengan alat pencatat tinggi muka
air otomatis ataupun lintasan tali (cable way). Sarana tersebut dimanfaatkan untuk
membantu pengambilan contoh. Selain itu data debit air dapat pula dimanfaatkan
apabila diperlukan.
c) Bendung
Pengambilan contoh pada bendung juga sangat menguntungkan karena di
lokasi bendung umumnya terdapat pengukur debit serta catatan-catatan lain yang
berguna untuk evaluasi kualitas air.
2.6.3 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel
Lokasi pengambilan contoh ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat
diketahui kualitas air alamiah dan perubahan kualitas air yang diakibatkan oleh
kegiatan manusia.
Kualitas air alamiah diukur pada lokasi di hulu sungai yang belum
mengalami perubahan oleh kegiatan manusia. Sedangkan perubahan kualitas air
dapat diketahui di hilir sungai, setelah melalui suatu daerah permukiman, industri
ataupun pertanian. Untuk perlindungan terhadap pemakai sumber air, diperlukan
pula lokasi pengukuran pada setiap pemanfaatan sumber air antara lain sumber air
minum, industri, perikanan, rekreasi dan lain-lain. Di daerah muara sungai
diperlukan pula lokasi pengukuran untuk mengetahui pengaruh intrusi air laut.
Pada danau atau waduk sekurang-kurangnya diperlukan tiga titik pengambilan
contoh yaitu sebelum masuk, di tengah dan setelah keluar dari danau. Apabila
danau disadap untuk keperluan pemanfaatan tertentu, maka diperlukan pula
pengambilan contoh pada lokasi tersebut.
Perubahan kualitas air disebabkan oleh perubahan kadar unsur yang masuk
ke dalam air, kecepatan alir dan volume air. Perubahan tersebut dapat terjadi
sesaat ataupun secara teratur dan terus menerus dalam suatu periode waktu.
Sungai dan sumber air lainnya dapat mengalami perubahan yang sesaat maupun
yang terus menerus. Sumber yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut
dapat secara alamiah ataupun buatan. Kedua perubahan tersebut dapat dijelaskan
dibawah ini.
Perubahan sesaat disebabkan oleh suatu kejadian yang tiba-tiba dan
seringkali tidak dapat diramalkan. Sebagai contoh turunnya hujan lebat yang tiba-
tiba akan menyebabkan bertambahnya debit air yang diikuti oleh terbawanya
bahan-bahan pencemaran dari pengikisan di daerah sekitarnya. Tumpahan dan
bocoran dari limbah industri atau pertanian dapat pula merubah kualitas air sesaat.
Perubahan secara terus menerus setiap tahun dapat terjadi karena turunnya
hujan atau turunnya suhu yang beraturan tiap-tiap musim. Perubahan musim akan
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi air serta kecepatan pembersihan air
secara alamiah (self purification). Perubahan secara teratur dapat pula terjadi
setiap hari secara alamiah, misalnya perubahan pH, oksigen terlarut, suhu dan
alkaliniti. Kegiatan industri dan pertanian pada suatu daerah dapat pula
mempengaruhi kualitas air secara teratur selama periode terjadinya kegiatan
pembuangan limbahnya. Sedangkan kegiatan domestik dapat menyebabkan
perubahan harian dan mingguan. Perubahan kualitas air yang teratur dapat pula
disebabkan oleh adanya pengaturan debit air yang dilakukan secara teratur dan
terus menerus untuk keperluan tertentu.
2.6.4 Waktu Pengambilan Sampel
Perubahan kualitas air yang terus menerus perlu dipertimbangkan dalam
penentuan waktu pengambilan contoh pada sumber air. Contoh perlu diambil pada
waktu tertentu dan periode yang tetap sehingga data dapat digunakan untuk
mengevaluasi perubahan kualitas air, akan tetapi kualitas air pada saat tersebut
tidaklah menggambarkan kualitas air pada saat-saat yang lain. Hal ini terjadi
terutama pada kualitas air yang berubah setiap waktu.
Kadar dari zat-zat tertentu di dalam air dipengaruhi oleh debit air sungai
atau volume sumber air. Selama debit aliran yang kecil dimusim kemarau,
frekuensi pengambilan contoh perlu ditingkatkan terutama pada sungai yang
menampung limbah industri, domestik dan pertanian. Pengukuran debit air
diperlukan pula untuk menghitung jumlah beban pencemaran dan diperlukan pula
untuk membandingkan kualitas air pada debit rendah dan debit besar selama
periode pemantauan.
2.6.5 Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan perlu dilakukan untuk mengetahui kadar parameter-
parameter dalam air di lokasi yang akan diambil dan juga untuk mengetahui
perubahan-perubahan kualitas air yang terjadi. Sebagai perbandingan, studi
pendahuluan di sungai dapat dilakukan dengan frekuensi pengambilan contoh
sebagai berikut:
a. Setiap minggu selama satu tahun
b. Setiap hari berturut-turut selama 7 hari, diulangi lagi setiap 13 minggu sekali
(empat kali selama satu tahun)
c. Setiap empat jam selama 7 hari berturut-turut, diulangi setiap 13 minggu
sekali.
d. Setiap jam selama 24 jam dan diulangi lagi setiap 13 minggu sekali;
Frekuensi pengambilan contoh seperti tersebut di atas masih dapat berubah
disesuaikan fasilitas yang ada. Untuk meringankan beban pekerjaan, jumlah
parameter yang dianalisis dapat dikurangi. Untuk lokasi danau dianjurkan survai
pendahuluan dilakukan lima hari berturut-turut diulangi setiap 13 minggu sekali.
Sedangkan untuk lokasi yang telah tercemar dan dekat dengan titik pemanfaatan,
maka frekuensi pengambilan contoh dapat diperbanyak. Dari data yang diperoleh
pada studi pendahuluan tersebut kemudian dihitung ketelitian dan confidence limit
dari parameter utamanya.
2.6.6 Pengambilan Sampel
a. Jenis contoh
Debit air mungkin tidak banyak berubah selama beberapa waktu, akan tetapi
banyak juga debit air yang selalu berubah dalam waktu yang singkat. Kualitas air
sungai di daerah hulu umumnya hanya berubah karena pengaruh curah hujan,
sehingga perubahan tersebut bersifat bulanan atau musiman. Di daerah hilir yang
telah terkena pencemaran oleh penduduk dan industri perubahan tersebut dapat
bersifat harian bahkan jam-jaman. Untuk memperoleh contoh yang mewakili
keadaan sesungguhnya dapatlah dipilih tiga jenis contoh: contoh sesaat, contoh
gabungan waktu dan contoh gabungan tempat.
Pengumpulan dan evaluasi semua kondisi yang mempengaruhi perubahan
kualitas air pada suatu lokasiPengumpulan dan evaluasi data kualitas air yang ada
Penetapan parameter yang penting diperiksa dan tingkat gangguannya terhadap
pemakaian pelaksanaan studi pendahuluan untuk mengetahui kadar parameter dan
perubahan yang terjadi.
a) Contoh sesaat
Apabila suatu sumber air mempunyai karakteristik yang tidak berubah
dalam suatu periode atau dalam batas jarak tertentu maka contoh sesaat cukup
mewakili keadaan waktu dan tempat tersebut. Umumnya metode pengambilan
contoh sesaat ini dapat dipakai untuk sumber alamiah, tetapi tidak mewakili
keadaan air buangan atau sumber air yang banyak dipengaruhi bahan buangan.
Apabila suatu sumber air atau air buangan diketahui mempunyai
karakteristik yang banyak berubah, maka beberapa contoh sesaat diambil berturut-
turut untuk jangka waktu tertentu, dan pemeriksaannya dilakukan sendiri-sendiri
tidak seperti pada metode contoh gabungan. Jangka waktu pengambilan contoh
tersebut berkisar antara 5 menit sampai 1 jam atau lebih. Umumnya periode
pekerjaan pengambilan contoh selama 24 jam. Pemeriksaan beberapa parameter
tertentu memerlukan metode contoh sesaat seperti pengukuran suhu, pH, kadar
gas terlarut, oksigen terlarut, karbon dioksida, sulfida, sianida dan klorin.
b) Contoh gabungan waktu
Hasil pemeriksaan contoh gabungan waktu menunjukkan keadaan rata-rata
dari tempat tersebut dalam suatu periode. Umumnya pengambilan contoh
dilakukan terus-menerus selama 24 jam, akan tetapi dalam beberapa hal dilakukan
secara intensif untuk jangka waktu yang lebih pendek, misalnya hanya selama
periode beroperasinya industri atau selama terjadinya proses pembuangan. Metode
pengambilan contoh gabungan waktu ini tidak dapat dilakukan untuk pemeriksaan
beberapa unsur yang memerlukan pemeriksaan contoh sesaat.
Untuk mendapatkan contoh gabungan waktu perlu diperhatikan agar setiap
contoh yang dicampurkan mempunyai volume yang sama. Apabila volume akhir
dari suatu contoh gabungan 2 liter sampai 3 liter, maka untuk selang waktu 1 jam
selama periode pengambilan contoh 24 jam dibutuhkan volume contoh masing-
masing sebanyak 100 sampai dengan 120 mL.
c) Contoh gabungan tempat
Hasil pemeriksaan contoh gabungan tempat menunjukkan keadaan rata-rata
dari suatu daerah atau tempat pemeriksaan. Metode pengambilan contoh
gabungan tempat ini berguna apabila diperlukan pemeriksaan kualitas air dari
suatu penampang aliran sungai yang dalam atau lebar, atau bagian-bagian
penampang tersebut memiliki kualitas yang berbeda. Metode pengambilan contoh
gabungan tempat ini umumnya tidak dilakukan untuk pemeriksaan kualitas air
danau atau waduk, sebab pada umumnya kualitas air danau/waduk menunjukkan
gejala yang berbeda kualitasnya karena kedalaman atau lebarnya. Dalam hal ini
selalu digunakan metode pemeriksaan secara terpisah.
b. Cara pengambilan contoh
Pengambilan contoh dapat dilakukan secara manual atau secara otomatis
tergantung dari keperluan dan fasilitas yang ada. Masing-masing cara mempunyai
kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya.
a) Cara manual
Pengambilan contoh secara manual mudah diatur waktu dan tempatnya,
serta dapat menggunakan bermacam-macam alat sesuai dengan keperluannya.
Apabila diperlukan volume contoh yang lebih banyak, contoh dapat diambil lagi
dengan mudah. Selain itu biaya pemeliharaan alat dengan cara ini tidak besar bila
dibandingkan dengan cara otomatis. Akan tetapi keberhasilan pengambilan contoh
secara manual sangat tergantung pada keterampilan petugas yang
melaksanakannya. Pengambilan contoh secara manual yang berulang-ulang dapat
menyebabkan perbedaan perlakuan yang dapat mengakibatkan perbedaan hasil
pemeriksaan kualitas air.
Pengambilan contoh secara manual sesuai untuk diterapkan pada
pengambilan contoh sesaat pada titik tertentu dan untuk jumlah contoh yang
sedikit. Sedangkan untuk pengambilan contoh yang rutin dan berulang-ulang
dalam periode waktu yang lama cara manual memerlukan biaya dan tenaga kerja
yang besar.
b) Cara otomatis
Pengambilan contoh cara otomatis sesuai untuk pengambilan contoh
gabungan waktu dan contoh yang diambil rutin secara berulang-ulang. Contoh
dapat diambil pada interval waktu yang tepat secara terus-menerus dan secara
otomatis dapat dimasukkan ke dalam beberapa botol contoh secara terpisah atau
ke dalam satu botol untuk mendapatkan contoh campuran.
Pemeriksaan contoh secara terpisah dari tiap-tiap botol dapat menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan pada masing-masing contoh, serta dapat
memberikan nilai minimum dan maksimum dalam periode waktu tertentu.
Sedangkan hasil pemeriksaan dari contoh komposit merupakan hasil rata-rata
selama periode pengukuran.
Dari hasil air komposit yang dicampur tidak dapat diperiksa parameter-
parameter seperti: oksigen terlarut, pH, suhu, logam-logam terlarut dan bakteri.
Hal ini disebabkan karena parameter-parameter tersebut dapat berubah oleh waktu
atau dihasilkan suatu reaksi kimia antara zat-zat tersebut dari contoh-contoh yang
berlainan.
Dewasa ini telah banyak peralatan mekanis yang dapat digunakan untuk
mengambil contoh cara otomatis yang dirancang sesuai dengan keperluan
pemakainya. Beberapa alat pengambil contoh otomatis dirancang khusus yang
dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan karakteristik sumber air dan air
limbah setiap waktu, debit air setiap waktu, berat jenis cairan dan kadar zat
tersuspensi, serta terdapatnya bahan-bahan yang mengapung. Akan tetapi
pengambilan contoh secara otomatis memerlukan biaya yang lebih mahal untuk
konstruksi alat dan pemeliharaannya, serta memerlukan tenaga operator yang
terlatih.
2.6.7 Perlakuan Sampel di Lapangan
a. Pemeriksaan kualitas air di lapangan
Parameter yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat diawetkan,
maka pemeriksaannya harus dikerjakan di lapangan. Parameter tersebut antara
lain adalah suhu, pH, alkaliniti, asiditi, oksigen terlarut dan penetapan gas lainnya.
Penetapan gas tersebut seperti oksigen dan karbon dioksida, pemeriksaannya
dapat ditangguhkan dalam waktu beberapa jam apabila contoh disimpan dalam
botol KOB yang terisi penuh.
Pemeriksaan parameter lapangan biasanya dilakukan dengan peralatan
lapangan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Perlu diperhatikan agar peralatan
yang dipergunakan di lapangan terlebih dahulu dikalibrasi dan ketelitian alat
cukup memenuhi keperluannya. Selain itu juga diperlukan persiapan pereaksi,
larutan standar dan alat-alat gelas secukupnya.
b. Perlakuan pendahuluan sampel
Perlakuan pendahuluan yang dilakukan terhadap contoh antara lain adalah
penyaringan dan ekstraksi
a) Penyaringan
Penyaringan contoh diperlukan untuk pemeriksaan logam terlarut, silika dan
fosfor terlarut. Penyaringan dilakukan dengan melewatkan contoh melalui kertas
saring yang ukuran porinya 0,45 μm. Untuk mempercepat proses penyaringan
dapat digunakan pompa isap.
b) Ekstraksi
Ekstraksi contoh diperlukan untuk pemeriksaan pestisida serta minyak dan
lemak. Ekstraksi dilakukan dengan cara memasukkan contoh yang telah diukur
volumenya kedalam labu pemisah. Kemudian ditambahkan larutan pengekstrak
dengan volume tertentu. Kocok labu pemisah beberapa saat sampai terbentuk dua
lapisan yang terlihat nyata. Pisahkan zat yang terekstrak ke dalam tempat khusus
dan ditutup rapat untuk pemeriksaan selanjutnya.
c. Pengawetan sampel
a) Faktor yang mempengaruhi kualitas air
Pemeriksaan kualitas air sebaiknya dilakukan segera setelah pengambilan
contoh. Hal ini disebabkan karena dalam waktu yang relatif singkat selama
penyimpanan mulai berlangsung perubahan-perubahan yang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Reaksi-reaksi berikut merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kadar suatu zat selama penyimpanan .
b) Reaksi secara biologi
Aktifitas metabolisme dari mikroorganisme antara lain dapat mengubah
kadar nitrat, nitrit, ammonia, N-organik, fosfat organik dan menurunkan kadar
fenol serta indikator zat organik seperti KOB, KOK, KOT dan nilai permanganat.
Selain dari pada itu aktifitas mikroorganisme dapat mereduksi sulfat menjadi
c) Reaksi secara kimia
Terjadinya reaksi kimia dalam air dapat menyebabkan bahan-bahan polimer
menjadi depolimer dan sebaliknya, serta terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi.
Selain itu perubahan kadar gas terlarut dalam air dapat pula merubah pH dan
alkaliniti, sulfida, sulfit, ferro, sianida, dan iodida dapat hilang karena oksidasi.
Kromium valensi 6 dapat direduksi menjadi valensi 3.
d) Reaksi secara fisika
Terjadinya reaksi fisika dapat menyebabkan penyerapan koloid, zat-zat
terlarut, atau zat-zat tersuspensi oleh permukaan tempat wadah contoh.
Penyimpanan air di dalam botol gelas dalam waktu yang cukup lama dapat
menyebabkan terjadinya penggerusan natrium, silika dan boron. Selain itu dapat
pula terjadi penggumpalan zat-zat koloid yang diserap oleh sedimen.
d. Cara pengawetan sampel
Apabila pemeriksaan air tidak dapat dilakukan segera setelah pengambilan
contoh dan akan ditangguhkan maka cara yang terbaik adalah dengan
mendinginkan contoh pada suhu 4o
C. Apabila hal ini tidak mungkin dilakukan,
maka dapat digunakan zat pengawet tertentu dengan syarat zat tersebut tidak
mengganggu atau mengubah kadar zat yang diperiksa. Salah satu tujuan
pengawetan ialah untuk memperlambat perubahan komposisi kimia kualitas air.
Penambahan bahan kimia sebagai bahan pengawet dapat menyebabkan contoh
tersebut tidak sesuai lagi untuk penetapan parameter tertentu. Metode pengawetan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam seperti dijelaskan berikut ini.
a) Pendinginan
Metode pengawetan dengan cara pendinginan dilakukan dengan menyimpan
contoh pada suhu kurang lebih 4o
C dan lebih baik lagi ditempat gelap. Perlakuan
ini dimaksudkan untuk memperlambat aktifitas biologi dan mengurangi kecepatan
reaksi secara kimia dan fisika. Keuntungan metode ini adalah tidak mengganggu
unsur-unsur yang ditetapkan. Bila pendinginan tidak mungkin dilakukan pada
suhu 4o
C maka botol contoh dapat disimpan dalam bongkahan-bongkahan es.
b) Pengawetan secara kimia
Pengawetan secara kimia dapat dilakukan dengan beberapa metode.
a) Pengasaman
Pengawetan contoh dengan penambahan asam sampai pH lebih kecil atau
sama dengan 2, biasanya dilakukan untuk pengawetan logam terlarut dan logam
total sehingga pemeriksaannya dapat ditunda selama beberapa minggu. Khusus
untuk logam merkuri waktu penyimpanan paling lama 7 hari dan bila perlu
disimpan lebih lama lagi harus ditambahkan bahan pengoksidasi biasanya KMnO4
atau K2Cr
2O
7. Pengasaman menjadi pH ≤ 2 juga dapat menghalangi aktifitas
biologi, sehingga dapat digunakan untuk pemeriksaan unsur-unsur yang dapat
mengalami perubahan secara biologi.
b) Biosida
Pengawetan contoh dengan penambahan biosida akan menghalangi aktifitas
biologi. Salah satu bahan biosida yang umum digunakan ialah larutan HgCl2
dimana konsentrasi HgCl2
dalam contoh sekitar 20-40 mg/L. Penggunaan bahan
ini harus hati-hati bila dalam laboratorium yang sama dilakukan pengukuran kadar
merkuri dalam konsentrasi rendah karena dapat terkontaminasi oleh HgCl2.
c) Keadaan khusus
Penetapan unsur-unsur tertentu memerlukan perlakuan yang tersendiri.
Sebagai contoh untuk pengawetan sianida ditambahkan larutan NaOH sehingga
pH
c) Pengaturan waktu
Dengan cara pengaturan waktu dapat dihindari kesalahan pemeriksaan yang
disebabkan oleh perubahan unsur selama penyimpanan. Batas waktu pemeriksaan
tidak boleh melebihi batas waktu maksimum penyimpanan agar tidak terjadi
perubahan unsur yang tidak dikehendaki.
e. Penyimpanan sampel
Jenis penyimpanan yang dapat dipakai untuk menyimpan contoh dapat
dibuat dari bahan gelas atau bahan plastik. Persyaratan kedua wadah tersebut
harus dapat ditutup dengan kuat dan rapat untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. Masing-masing wadah mempunyai kelebihan serta kekurangan.
Keuntungan pemakaian wadah gelas antara lain adalah: mudah mencucinya,
mengecek keadaannya serta mensterilisasikannya. Sedang kekurangannya adalah
mudah pecah selama pengangkutan. Pemakaian wadah dari plastik tidak mudah
pecah dan tahan terhadap pembekuan, akan tetapi sulit membersihkannya.
Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tempat wadah contoh
yaitu:
a) penyerapan zat-zat kimia dari bahan wadah oleh contoh, misalnya bahan
organik dari plastik, natrium, boron dan silika dari gelas;
b) penyerapan zat-zat kimia dari contoh oleh wadah, misalnya penyerapan logam-
logam oleh gelas atau bahan-bahan organik oleh plastik;
c) terjadinya reaksi langsung antara contoh dengan wadah, misalnya fluorida
dengan gelas.
f. Pengangkutan sampel
Tiap-tiap contoh yang telah dimasukkan kedalam wadah sebelum diangkut
ke laboratorium harus diberi label terlebih dahulu untuk menghindari tertukarnya
contoh. Pada tiap-tiap label masing-masing dicantumkan lokasi pengambilan
contoh, tanggal, jam, pengawet yang ditambahkan serta petugas yang mengambil
contoh. Label tersebut kemudian ditempelkan pada tiap-tiap wadah dan
diusahakan agar label tersebut tidak rusak atau hilang selama pengangkutan.
Botol-botol contoh ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam kotak yang telah
dirancang khusus sehingga contoh tidak pecah atau tumpah selama pengangkutan
dari lapangan ke laboratorium.
g. Label sampel dan catatan lapangan
Petugas pengambil contoh harus mempunyai label yang berisi keterangan
sebagai berikut : lokasi, tanggal dan waktu nomor dan jenis contoh, suhu air dan
udara, tinggi muka air atau debit, keadaan cuaca, keadaan fisik sumber air,
keadaan lingkungan lokasi pengambilan contoh, hasil pemeriksaan di lapangan
dan nama petugas. (SNI 03-7016-2004-Sampling Sungai)
2.7 Tawas
Alumunium sulfat atau biasanya disebut sebagai tawas. Bahan ini banyak
dipakai, karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Bahan ini paling
ekonomis (murah) dan mudah didapat di pasar serta mudah disimpan. Bentuknya
serbuk, kristal, koral (Sutrisno dan Suciastuti, 2004). Tawas (alum) dapat terdiri
dari:Al₂(SO₄)₃.11 H₂O, atau .14 H₂O, atau .18 H₂O ; komposisi tawas sebagai
hasil tambang adalah Al₂(SO₄)₃.14H₂O; Kristal dengan mutu p.a bersifat 18 H₂O
(Alaerts dan Santika, 1984).
Tawas adalah kelompok garam rangkap berhidrat berupa kristal dan bersifat
isomorf. Kristal tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan kelarutannya berbeda-
beda tergantung pada jenis logam dan suhu. Tawas merupakan salah satu senyawa
kimia yang dibentuk dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya
Al₂(SO₄)₃. Tawas kalium juga sering dikenal sebagai alum, mempunyai rumus
formula yaitu K₂SO₄.Al₂(SO₄)₃.2 4H₂O Tawas telah dikenal sebagai flokulator
yang berfungsi untuk menggumpalkan kotoran-kotoran pada proses penjernihan
air. Tawas sering digunakan sebagai penjernihan air, kekeruhan dalam air dapat
dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan.
Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan
digunakan pada proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam
laboratorium dengan menggunakan tes yang sederhana (Alaerts dan Santika,
1984).
2.8 Arang Aktif
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang dihasilkan melalui proses
pirolisis dari bahan-bahan yang mengandung karbon. Arang aktif atau karbon
aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan
dengan unsur lain serta rongga atau porinya dibersihkan dari senyawa lain atau
kotoran, sehingga permukaan dan pusat aktifnya menjadi luas atau meningkatkan
daya adsorbsi terhadap cairan dan gas (Sudrajat dan Soleh, 1994).
Pada prinsipnya, pengolahan arang menjadi arang aktif adalah proses untuk
membuka pori-pori arang agar menjadi lebih luas, yaitu dari luas 2 m2/g pada
arang menjadi 300 – 2000 m2/g pada arang aktif. Arang aktif dapat dibedakan
dari arang berdasarkan sifat pada permukaannya. Permukaan pada arang masih
ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghambat keaktifannya, sedangkan
pada arang aktif permukaannya relatif telah bebas dari deposit dan mampu
mengadsorbsi karena permukaannya luas dan pori-porinya telah terbuka.
Pada pembuatan arang aktif, mutu produk yang dihasilkan sangat tergantung
dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara pengaktifannya.
Arang aktif dapat dibuat dari bahan tumbuhan seperti kayu, biji-bijian, lumut, dan
tempurung buah-buahan, maupun bahan-bahan polimer sintetik seperti rayon,
poliakrilonitril, dan polivinil klorida.
Sudrajat dan Soleh (1994) menjelaskan bahwa pembuatan arang aktif
dilakukan dalam dua tahap, yaitu proses karbonisasi atau destilasi kering yang
dilanjutkan dengan tahap pengaktifan atau pengeluaran senyawa yang menutupi
rongga dan pori-pori arang aktif dengan cara dehidrasi menggunakan garam jenuh
seperti MgCl2, ZnCl2, CaCl2, NaOH, H3PO4, dan lain-lain. Selanjutnya, untuk
membebaskan unsur karbon dari ikatan dengan unsur lain, terutama hidrogen dan
oksigen, dilakukan oksidasi lemah dengan uap air pada suhu tinggi (1000oC).
Pada prinsipnya, arang aktif dapat dibuat dengan dua cara, yaitu:
1. Aktivasi cara kimia
Pada proses ini fasa pengarangan dan fasa pengaktifan berlangsung dalam
satu tahap. Bahan baku direndam dalam larutan pengaktif selama 12 - 24 jam
setelah itu ditiriskan, lalu diarangkan. Dengan adanya pemanasan pada suhu tinggi
diharapkan aktivator dapat masuk di antara pelat heksagonal dari kristalit arang
yang menyebabkan terjadinya pengikisan permukaan kristalit dan membuka
permukaan arang yang tertutup sehingga menjadi aktif. Hal ini dapat terjadi
karena arang aktif dengan strukturnya yang mirip grafit mempunyai lapisan
karbon heksagonal yang tidak terapatkan, karena tiap atom karbon mempunyai
bilangan koordinasi tiga dan ikatan antar lapisan lemah, sehingga memungkinkan
terjadinya interkalasi di antara lapisan karbon. Pemakaian bahan kimia sebagai
bahan pengaktif sering mengakibatkan pengotoran pada arang aktif yang
dihasilkan. Umumnya aktivator meninggalkan sisa-sisa berupa oksida yang tidak
larut dalam air pada waktu pencucian. Oleh karena itu dalam beberapa proses
sering dilakukan pelarutan dengan HCl untuk mengikat kembali sisa-sisa bahan
kimia yang menempel pada permukaan arang dan kandungan abu yang terdapat
dalam arang aktif.
2. Aktivasi cara fisika
Pada proses ini terdapat dua tingkat operasi, yaitu fasa pembentukan pori dan
fasa pengaktifan. Fasa pembentukan pori terjadi pada saat pengarangan bahan
baku, pada suhu 400 - 600ºC. Pengarangan di atas suhu 600ºC akan menghasilkan
arang dengan modifikasi sifat yang sukar diaktifkan, sedangkan arang yang
dihasilkan pada suhu di bawah 600ºC sangat efektif untuk diaktivasi tetapi arang
ini masih dilapisi oleh senyawa hidrokarbon, sehingga menutupi pori arang aktif
yang terbentuk. Untuk membersihkan permukaan arang dari senyawaan ini dapat
dilakukan dengan jalan mengalirkan gas pada suhu 800 – 1000ºC.
2.9 Batu Kapur / Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kapur adalah batuan sedimen terutama terdiri dari kalsium karbonat (CaCO3)
dalam bentuk kalsit mineral. Batuan ini paling sering terbentuk di perairan laut
yang dangkal. Ini biasanya merupakan batuan sedimen organik yang terbentuk
dari akumulasi cangkang hewan, karang, alga dan puing-puing. Batu kapur
mengandung 98,9% kalsium karbonat (CaCO3) dan 0,95% magnesium karbonat
(MgCO3). Batu kapur di alam jarang ada yang murni, karena umumnya mineral
ini selalu terdapat partikel kecil kuarsa, felspar, mineral lempung, pirit, siderit dan
mineral lainnya. Dalam mineral batu kapur terdapat juga pengotor, terutama ion
besi. Batu kapur berwarna putih keabu-abuan dengan kekerasan 3,00 Mohs,
bersifat pejal dengan density bulk 2655 kg/m3, berbutir halus hingga kasar dan
mempunyai sifat mudah menyerap air serta mudah dihancurkan. Batu kapur juga
mudah larut dalam asam. Batu kapur yang larut dalam zat asam akan
menghasilkan gas karbon dioksida. Batu kapur akan menjadi semakin tidak larut
dalam air dengan naiknya temperatur. Klasifikasi batu kapur dalam perdagangan
mineral industri didasarkan atas kandungan unsur kalsium (Ca) dan unsur
magnesium (Mg). Misalnya, batu kapur yang mengandung ± 90 % CaCO3 disebut
batu kapur kalsit, sedangkan bila mengandung 19% MgCO3 disebut dolomit.
Adapun batu kapur lebih banyak digunakan dalam industri karena banyak terdapat
di alam dan banyak manfaatnya, misalnya dalam pembuatan kalsium klorida.
(Russell, 2007)
2.10 Kerangka Konseptual
Dalam penelitian ini terdapat kerangka konseptual yang akan
membantupenulis dalam menyelesaiakan penelitian yang terdiri atas bagan
kerangka konseptual dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :
Tabel 2.6 Bagan Kerangka Konseptual
Adapun input dari kerangka konseptual pada penelitian ini adalah sampel
air gambut, wawancara dengan masyarakat di sekitar Kecamatan Ulakan Tapakis
Kabupaten Padang Pariaman. Setelah itu pada tahap proses dilakukan pembuatan
alat pengolahan air gambut dan mengolah sampel air gambut.Output dari
penelitian ini diharapkan dapat membuat alat yang efektif dan hasil pengolahan
air gambut dapat dikategorikan kelas air bersih.
Input
1. Sampelair
gambut
2. Hasil
Wawancara dan
sumber
informasi
Proses
1. Pembuatan alat
pengolahan air
gambut
2. Pengolahan air
gambut
Output
1. Alat pengolahan
air gambut
2. Hasil pengujian
pengolahan air
gambut
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Menurut Nazir (1988: 63) dalam Buku Contoh Metode
Penelitian, Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-
apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat,
analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Sungai Batang Ulakan, memenuhi
kriteria lokasi yaitu lokasi nya memiliki air gambut yang cukup banyak dan
mengalir didekat pemukiman masyarakat Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten
Padang Pariaman.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek kajian penelitian yang
memiliki karakteristik tertentu. Populasi dari penelitian ini adalah aliran air
gambut di Sungai Batang Ulakan Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang
Pariaman.
3.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi data yang dianggap mewakili
populasi keseluruhan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah air
gambut yang diambil di satu titik yaitu di bagian tengah aliran gambut pada
kedalaman 30 cm.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah parameter yang akan dikaji didalam melakukan
penelitian. Adapun variable penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini
antara lain hasil pengolahan air gambut dan hasil wawancara pada masyarakat di
sekitar Kecamatan UlakanTapakis Kabupaten Padang Pariaman.
3.5 Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang akan diambil ada 3 sumber data yaitu :
a. Wawancara
Metode wawancara dilakukan pada beberapa masyarakat di sekitar
Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman. Wawancara dengan
masyarakat sekitar Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman
dilakukan untuk mendapatkan data apakah ada keluhan dan permasalahan tentang
kebutuhan air bersih dan air gambut
b. Data Primer
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang
diperoleh dari hasil pengujian air gambut di laboratorium kimia.
c. Studi Literatur/Kepustakaan
Studi literatur yang akan digunakan adalah standar air bersih yang telah di
tetapkan pemerintah dalam PP No 82 Th 2001. Serta data – data yang lain yang
dibutuhkan.
3.6 Pembuatan Alat Pengolahan Air Gambut
3.6.1 Alat dan Bahan
Tabel 3.1 Alat dan Bahan
Untuk membuat alat pengolahan air gambut alat dan bahan yang digunakan
bisa ditemukan disekitar lingkungan kita, bisa juga menggunakan alat-alat yang
sudah tidak digunakan lagi seperti aluminium, spons dan wadah penampungan air
gambut, sedangkan untuk mendapatkan tawas dan kapur gamping bisa dibeli di
toko bahan kimia yang ada didaerah Padang Pariaman, dan arang aktif bisa dibuat
dirumah masing-masing ataupun bisa membelinya dipasar daerah.
No. Alat dan Bahan Jumlah Satuan
1. Wadah Plastik (12 cm x 12 cm x 9
cm)
3 Buah
2. Pipa Aluminium 5 Meter
3. Lem Pipa 2 Buah
4. Spons Busa, tebal 2 cm 4 Lembar
5. Arang Aktif 1 Kg
6. Kapur Gamping 5 Gram
7. Tawas 0,05 Gram
3.6.2 Pembuatan Alat Pengolahan Air Gambut
Prosedur pembuatan alat pengolahan air gambut :
a. Persiapkan semua alat dan bahan seperti pada tabel 3.1
b. Buat tempat balok 3 tingkat dari pipa aluminium
c. Rangkai peralatan seperti pada gambar 3.1
Gambar 3.1 Alat Pengolahan Air Gambut
3.6.3 Prosedur Pengolahan Air Gambut
Prosedur pengolahan air gambut seperti berikut :
a. Buat lapisan penyaringan pada bak ke dua dan ke tiga, urutan lapisannya
yaitu spons busa dengan ketebalan 2 cm, arang aktif 500 gram, dan spons
busa ketebalan 2 cm
b. Pasang semua bak pada tempat penyangganya
c. Pada wadah pertama, untuk netralisasi atau menaikkan pH air gambut, di
buat larutan gamping dengan konsentrasi 5% sebanyak 100 mL dan
campurkan dengan air gambut sambil diaduk hingga pH 6-8
d. Koagulasi atau pengikatan pengotor dalam air gambut, dibuat larutan tawas
dengan konsentrasi 0,1% sebanyak 50 mL, kemudian dicampurkan dengan
air gambut yang sudah netral, aduk hingga campuran merata dan biarkan
mengendap selama 5 menit
e. Buka selang bek pertama agar air mengalir ke bak ke dua
f. Tampung air hasil penyaringan air gambut
g. Ambil sampel untuk pengujian di laboratorium
3.7 Jadwal Penelitian
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian
No.
Kegiatan
Oktober 2017
November 2017
Desember
2017
II III IV I II III IV I
1 Penyusunan Proposal
2 Studi Literatur
3 Pelaksanaan
Penelitian
4 Pengolahan Data
5 Penyusunan dan
Penyerahan Laporan
3.8 Kerangka Metodologi
Adapun kerangka metodologi penelitian yang akan dilakukan dari proposal
penelitian ini adalah yang terlihat pada Gambar :
Tabel 3.3 Kerangka Metodologi
Mulai
Survey Lapangan Studi Literatur
IdentifikasiMasalah
1. Air gambut di Ulakan Tapakis Kabupaten Padang
Pariaman belum bias digunakan untuk keperluan
domestik masyarakat
2. Belum adanya alat untuk mengolah air gambut menjadi
air bersih
RumusanMasalah
1. Bagaimana cara pengolahan air gambut menjadi air bersih ?
2. Bagaimana hasil dari pengolahan air gambut menjadi air
bersih?
Teknik dan Pengolahan Data
1. Pengujian hasil pengolahan di laboratorium
2. Analisis hasil pengujian laboratorium
BatasanMasalah
Merancang alat pengolahan air gambut skala menjadi air bersih
skala rumah tangga dan hasil penyaringan di uji di laboratorium
serta dibandingkan dengan standar air bersih yang telah di
tetapkan pemerintah dalam PP No 82 Th 2001
Kesimpulan
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Alat Pengolahan Air Gambut
Adapun bentuk dari alat pengolahan air gambut seperti dibawah ini :
Gambar 4.1 Alat Pengolahan Air Gambut
Alat dibuat dengan pipa aluminium sepanjang 5 meter yang dibentuk seperti
pada gambar 4.1, tempatkan 3 buah wadah plastik (12 cm x 12 cm x 9 cm) pada
setiap penyangganya, wadah ke 2 dan ke 3 di isi spons busa dengan ketebalan 2
cm kemudian masing-masing wadah diisi karbon aktif 500 gram dan tutup lagi
dengan spons busa ketebalan 2 cm, sedangkan wadah pertama sebagai penampung
air gambut dan tempat penambahan tawas sebagai koagulan. Pada wadah pertama
di berikan kran untuk air gambut yang akan diolah menuju wadah 2, dan satu buah
kran untuk buangan hasil pengendapan. Wadah ke 2 di beri lobang kecil sebanyak
13 buah untuk aliran ke wadah 3, dan pada wadah ke 3 diberikan kran untuk aliran
hasil pengolahan air gambut atau air bersih.
Untuk menggunakan alat pengolahan air gambut dengan jumlah sampel air
gambut Ulakan Tapakis sebanyak 1,3 L dapat ditambahkan 100 mL larutan
gamping dengan konsentrasi 5% agar pH sampel mendekati pH 7, kemudian
tambahkan larutan tawas dengan konsentrasi 0,1% sebanyak 50 mL kemudian
diaduk selama 30 detik agar larutan tawas mengikat pengotor yang ada pada air
gambut, biarkan mengendap selama 5 menit, buka kran pertama untuk
penyaringan air gambut dan hasil penyaringan di uji di laboratorium Politeknik
ATI Padang.
4.1.2 Hasil Pengujian Air Gambut Setelah Pengolahan di Laboratorium
Politeknik ATI Padang Menggunakan Alat Atomic Absorption
Spectrometry (AAS)
Dilakukan pengujian terhadap sampel air gambut, sampel setelah
penyaringan 1, dan sampel setelah penyaringan 2 di laboratorium Politeknik ATI
Padang dengan Menggunakan Alat Atomic Absorption Spectrometry (AAS).
Hasil dari pengujiannya pada tabel bawah ini:
Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian Air Gambut Menggunakan Alat Atomic
Absorption Spectrometry (AAS)
Hasil Pengujian Air Gambut dengan Atomic Arbsorption Spectrometry (AAS)
Parameter Satuan Sampel Air
Gambut
Sampel
Setelah
penyaringan 1
Sampel
Setelah
Penyaringan 2
FISIKA
pH 4,2 6,7 6,9
Temperature ◦C 28 26 26
Total Suspensi
Solid mg/L 126 75 50
Warna
Merah
Kecoklatan Kekuningan Jernih
KIMIA
pH mg/L 4,2 6,5 6,8
BOD mg/L 8 5 3
COD mg/L 55 36 27
DO mg/L 1 3 5
Besi mg/L 2 0,8 0,2
Tembaga mg/L 0,13 0,09 0,02
Mangan mg/L 0,02 0,01 0,01
Khrom mg/L 0,05 0,03 0,03
Seng mg/L 0,14 0,05 0,04
4.2 Pembahasan
4.2.1 Alat Pengolahan Air Gambut
a. Pengambilan sampel air gambut di Kecamatan Ulakan Tapakis
Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Sungai Batang Ulakan, memenuhi
kriteria lokasi yaitu lokasi nya memiliki air gambut yang cukup banyak dan
mengalir didekat pemukiman masyarakat Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten
Padang Pariaman. Teknik sampling mengacu pada (SNI 03-7016-2004-Sampling
Sungai).
Adapun cara pengambilan sampel seperti dibawah ini :
1. Persiapan alat dan bahan
2. Pengujian pH dan suhu air gambut langsung di lapangan (lampiran B)
3. Pengambilan air gambut pada 2/3 kedalaman sungai dan berlawanan
dengan arus sungai
4. Bilas wadah sampel dengan air gambut
5. Sampel dimasukkan kedalam wadah yang telah disiapkan
6. Di beri label tanggal dan lokasi pengambilan sampel
b. Perhitungan pembuatan larutan gamping 5% sebanyak 100 mL
x 100 % = 5 %
Timbang 5 Gram batu gamping dan larutkan dalam gelas kimia dengan
menggunakan akuadest hingga volume 100 mL
c. Perhitungan pembuatan larutan tawas 0,1% sebanyak 50 mL
x 100 % = 0,1 %
Timbang 0,05 Gram batu gamping dan larutkan dalam gelas kimia dengan
menggunakan akuadest hingga volume 50 mL
d. Perhitungan kemampuan alat pengolahan air gambut
Ukuran alat = 12 cm x 12 cm x 9 cm = 1.296 cm3 = 1,296 m
3 = 1,3 L,
total air bersih yang diperoleh selama 8 menit adalah 1,2 L sedangkan 100 mL air
tertinggal di media penyaringan, perhitungannya :
Persentase Kehilangan Air =
= 7,69 %
Air yang tertinggal akan tetap 100 mL, penyaringan selanjutnya tidak ada
air yang tertinggal berarti menghasilkan 1,3 L air bersih, dengan menggunakan
arang aktif sebanyak 1 Kg, arang aktif telah jenuh setelah menyaring sebanyak 10
kali penyaringan air gambut, selama penyaringan menghasilkan 20 L air gambut.
Jadi kemampuan alat menyaring air gambut menjadi air bersih sebanyak 20 L
membutuhkan waktu 1 jam 20 menit.
e. Asumsi jumlah kebutuhan air gambut untuk satu keluarga
Untuk kebutuhan air bersih/orang/hari rata-rata masyarakat pedesaan yaitu
150 L/org/hr, asumsi jumlah pemakai air dalam satu Keluarga adalah 5 orang.
Adapun perhitungan kebutuhan air perhari seperti dibawah ini :
Jumlah Kebutuhan Air/Hr = Kebutuhan Pemakai x Jumlah Pemakai
= 150 L/Org/Hr x 5 Org
= 750 L/Hr
Alat dibuat dalam skala laboratorium, untuk keperluan satu keluarga
diperlukan alat yang lebih besar dan jumlah karbon aktif yang cukup banyak.
Asumsi kapasitas alat untuk satu keluarga jika kebutuhan minimal 750 L/Hr dan
alat bekerja tanpa henti :
Dibuat dimensi alat 10x lebih besar dari alat penelitian:
120 cm x 120 cm x 90 cm = 130 L
Kehilangan air 7,69 % x 13 L = 1 L
Asumsi total air bersih yang diperoleh selama 8 menit adalah 12 L. Jika alat
dijalankan selama 1 jam 20 menit tanpa henti diperkirakan menghasilkan air
bersih sebanyak 200 L. Untuk memperoleh kebutuhan air 750 L/Hr diperlukan
pengolahan air gambut sebanyak 4 kali dengan mengganti bahan yang ada pada
alat pengolahan tersebut dan akan menghabiskan waktu 5 jam 20 menit jika alat
bekerja tanpa henti. Dapat juga dengan menambah jumlah alat 4 buah agar dalam
sekali penyaringan menghasilkan 800 L air bersih selama 1 jam 20 menit, atau
bisa menambah jumlah wadah pengolahan 4 tingkat lagi. Jika karbon aktif sudah
jenuh atau penyaringannya tidak jernih lagi, dapat mengganti karbon aktif dan
gabus, karbon aktifpun bisa digunakan kembali setelah diaktifkan.
4.2.2 Hasil Pengujian Air Gambut Setelah Pengolahan di Laboratorium
Politeknik ATI Padang Menggunakan Alat Atomic Absorption
Spectrometry (AAS)
Air gambut yang bersumber dari Kecamatan Ulakan Tapakis bewarna
merah kecoklatan (lampiran dokumentasi), setelah dilakukan pengujian
dilaboratorium air gambut memiliki kadar Fe yang tinggi dan kadar BOD yang
cukup banyak, ini diakibatkan oleh pelapukan dan pembusukan tumbuhan dan
hewan yang telah mati. Setelah dilakukan pengolahan, warna merah kecoklatan
pada air gambut diserap oleh gabus dan arang aktif sehingga air gambut menjadi
bersih dan bening, kadar logam pada air gambut diserap oleh arang aktif,
sedangkan kotoran diikat oleh tawas sebagai koagulan, dan penetralan pH
ditambahkan larutan CaCO3 sampai pH netral. Adapun grafik pengujian seperti
dibawah ini :
Tabel 4.2 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian pH
Dari hasil pengolahan sampel air gambut Ulakan Tapakis yang semulanya
air gambut memiliki pH asam yaitu 4,2 meningkat hingga netral yaitu pH 6,8,
012345678
pH
Sample
Hasil Pengolahan 1
Hasil Pengolahan 2
PP Kelas 1
PP Kelas 2
PP Kelas 3
pada pH netral ini hasil pengolahan air gambut bisa digolongkan kategori air
bersih kelas 1, 2, dan 3 menurut PP No 82 Tahun 2001. Peningkatan pH
disebabkan karena penambahan dari larutan batu gamping.
Tabel 4.3 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian BOD
Biological Oxygen Demand ( BOD ) adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat
organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam air.
kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan
oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa
mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan
dapat menimbulkan bau busuk pada air, jadi semakin tinggi kadar BOD semakin
buruk kualitas air. kadungan BOD pada hasil penyaringan ke 2 yaitu 3 mg/L,
kandungan BOD ini cukup rendah dan bisa dikatakan kualitas air hasil pengolahan
0123456789
BOD
Sample
Hasil Pengolahan 1
Hasil Pengolahan 2
PP Kelas 1
PP Kelas 2
PP Kelas 3
ini baik, setelah dibandingkan dengan PP No 82 Tahun 2001, air hasil pengolahan
ini termasuk air bersih kelas 2.
Tabel 4.4 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian DO
Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan
dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti oksigen terlarut (DO).
Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik.
Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak
sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Pada grafik 4.4
menunjukkan kandungan DO pada hasil pongolahan air gambut ke 2 cukup tinggi
yaitu 5 mg/L sehingga air bersih tersebut masuk dalam kategori air bersih kelas 2
menurut PP No 82 Tahun 2001.
0
1
2
3
4
5
6
7
DO
Sample
Hasil Pengolahan 1
Hasil Pengolahan 2
PP Kelas 1
PP Kelas 2
PP Kelas 3
Tabel 4.5 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Fe
Kandungan Fe dalam air akan memberikan rasa dan bau logam yang amis
pada air, disebabkan karena bakteri mengalami penguraian yang menimbulkan
warna merah kecoklatan. Kandungan Fe pada sampel air gambut Ulakan Tapakis
yaitu 2 mg/L sedangkan untuk standar air bersih maksimal kandungan Fe adalah
0,3 mg/L, setelah dilakukan pengolahan kandungan Fe pada sampel air gambut
turun menjadi 0,2, setelah dibandingkan dengan standar air bersih menurut PP No
82 Tahun 2001 air bersih termasuk dalam air bersih kelas 1.
Tabel 4.6 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Zn
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Fe (Besi)
Sample
Hasil Pengolahan 1
Hasil Pengolahan 2
PP Kelas 1
PP Kelas 2
PP Kelas 3
00,020,040,060,08
0,10,120,140,16
Zn (Seng)
Sample
Hasil Pengolahan 1
Hasil Pengolahan 2
PP Kelas 1
PP Kelas 2
PP Kelas 3
Seng merupakan unsur yang berguna dalam tubuh manusia, binatang
maupun tumbuh-tumbuhan. Karena kegunaannya tersebut maka Zn ditemukan
dalam air, tanaman maupun binatang. Menurut PP No 82 Tahun 2001 standar
kandungan seng dalam air minum maksimum yang diperbolehkan adalah ≤5
mg/L, air bersih setelah dilakukan pengolahan ke 2 kandungan seng yaitu 0,04
mg/L, setelah dibandingkan dengan standar air bersih menurut kelas yang telah
ditentukan hasil olahan air gambut termasuk kedalam air kelas 1,2 dan 3.
Dari hasil pengujian dilaboratorium terhadap semua sampel dan dianalisa
kandungan air gambut yang telah diolah menjadi air bersih serta dibandingkan
dengan PP No 82 Th 2001, rata-rata kandungan bahan logam dan senyawa lainnya
yang diperbolehkan termasuk kedalam air bersih kelas 2 (lampiran PP No 82 Th
2001) yang mana air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa alat
pengolahan air gambut sangat mudah dibuat, bisa menggunakan alat-alat disekitar
kita bahkan bisa menggunakan alat yang sudah tidak digunakan lagi seperti
aluminium, wadah plastik dan gabus, dan bahannyapun mudah untuk didapatkan
di pasaran. Alat pengolahan pengolahan air gambut sangat efisien, mudah
dipindahkan dan mudah dalam penggantian bahan penyaringannya.
Sampel air gambut dan hasil pengolahan air gambut di uji di laboratorium
Politeknik ATI Padang, didapatkan hasil pengujian seperti dibawah ini :
1. Sampel air gambut Ulakan Tapakis bewarna merah kecoklatan, banyak
pengotor, dan berbau logam, setelah diolah dengan alat pengolahan, air
menjadi bersih dan bewarna bening (lampiran B)
2. Sampel air gambut Ulakan Tapakis yang semulanya memiliki pH asam yaitu
4,2 meningkat hingga netral yaitu pH 6,8 karena penetralan dengan
penambahan larutan gamping
3. Kandungan Fe pada sampel air gambut Ulakan Tapakis yaitu 2 mg/L setelah
dilakukan pengolahan kandungan Fe pada sampel air gambut turun menjadi 0,2
mg/L, pengurangan yang cukup signifikan ini diakibatkan oleh kemampuan
arang aktif dalam mengikat kandungan logam terutama logam Fe
4. Kadungan BOD pada hasil penyaringan ke 2 yaitu 3 mg/L, kandungan BOD ini
cukup rendah dan bisa dikatakan kualitas air hasil pengolahan ini baik, setelah
dibandingkan dengan PP No 82 Tahun 2001, air hasil pengolahan ini termasuk
air bersih kelas 2.
Dari hasil pengujian dilaboratorium terhadap semua sampel dan dianalisa
kandungan air gambut yang telah diolah menjadi air bersih serta dibandingkan
dengan PP No 82 Th 2001, rata-rata kandungan bahan logam dan senyawa lainnya
yang diperbolehkan termasuk kedalam air bersih kelas 2 (lampiran PP No 82 Th
2001) yang mana air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
5.2 Saran
Pada penulisan tugas akhir ini penulis ingin memberikan saran kepada
pembaca maupun masyarakat Ulakan Tapakis, agar alat ini bisa diterapkan dan
digunakan dilingkungan masyarakat yang memiliki kawasan air gambut, sehingga
dapat mempermudah untuk mendapatkan sumber air bersih. Alat ini masih jauh
dari kesempurnaan, penulis berharap adanya kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Alaerts, G dan Santika, S.S. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional :
Surabaya.
Anonim. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/
Aqueous Chlorine and Bromine”,
http”//www.Newcastle.edu.au/services/library/bersih. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Proses Kimia : Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman. 2015.
Darsono,et al. 2002. Pengaruh Diameter dan Ketebalan Pasir Dalam Saringan
Pasir Lambat database/sciencedirect.html.p.25 dengan proses
koagulasi/flokulasi dan adsorpsi karbon aktif, Thesis ITB Bandung.
Department Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Cipta Karya. 1999. Modul
no.4.6. Petunjuk Praktis Pembangunan Pengolahan Air Gambut From
http://ciptakarya.pu.go.id/pam/Tekno/Juktis/Modul%204.6.%20Pengolahan
%20Air%20Gambut.pdf (Diakses tanggal 07 September 2017).
Ervil Riko ,dkk. 2015. Buku Panduan Penulisan dan Ujian Skripsi, Sekolah
Tinggi Teknolgi Industri (STTIND) Padang.
Iswono. 2001. Efektivitas PAC terhadap penurunan intensitas warna air gambut
di Its Physical Model. Separation Technology VI: New Perspectives on Very
Large.
Kasmono. 2007. Efektivitas PAC dan Tawas dalam menurunkan warna air
gambut di KEPMENKES.2002. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA.
Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Bersih. Jakarta.
Meidhitasari, Vidyaningtyas. 2007. Evaluasi dan Modifikasi Instalasi Pengolahan
Air Minum, ITB,Bandung menggunakan membran ultrafiltrasi dengan
aliran cross flow yang didahului MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-
syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Mu'min B. 2002. Penurunan zat organik dan warna pada pengolahan air gambut
NOMOR907/MENKES/SK/VII/2002. Peraturan Menteri Kessehatan
Republik Indonesia, 2010. Jakarta: Nomor 492/MENKES/PER/2010,
Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Padang Pariaman Dalam Angka 2015
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Jakarta, No. 82 Th. 2001,
Tentang Pengolahan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran.
persediaan air bersih.”, Teknosains 13(2) Mei Pollutants Distribution With
Particle Size of Wastewater Treated by CEPT Process.
Russell. 2007. Apparatus and Methods for Producing Calcium Chloride and
Products Made Thereform. http:// www.patentsonline/US20070009423/. 20
Oktober 2010.
Said N, I. 2008. Teknologi pengolahan air minum : Teknologi pengolahan air
gambut Scale Operations. RP3 (8): 1-11 sederhana.” BPPT Press Siantan
Hulu Kota Pontianak. Skripsi Undip Semarang Singkawang, Kalimantan
Barat. Skripsi Undip Semarang Studi Teknik Kimia, Universitas Riau, Pekanbaru, 6
(1), h. 1-4.
SNI 03-7016-2004-Sampling Sungai
Sudrajat, R dan S. Soleh. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Sutapa I. 2003. Efisiensi alum sulfat sebagai koagulan dalam proses produksi air Syarfi, H.S.2007. Rejeksi Zat Organik Air Gambut Dengan Membran Ultrafiltrasi. Jurnal
Sains dan Teknologi, Program Teknik Lingkungan Water Practice and
Technology. 1(3): 1-7.
Sutrisno, T dan E. Suciastuti. 2002. Teknologi Penyedian Air Bersih. Rineka Cipta
. Jakarta.
Yusnimar, A, dkk. 2010. Pengolahan Air Gambut Dengan Bentonit. Jurnal Sains
dan Teknologi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Riau,
Pekanbaru, h. 9 (2), 77-81.
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI PENELITIAN
1. Sampling Air Gambut di Batang Ulakan
Persiapan Alat Sampling Pengujian pH dan suhu air
gambut
Pengambilan Sampel Air Gambut di Batang Ulakan
2. Pembuatan Alat Pengolahan Air Gambut
Persiapan Alat dan Bahan Alat Pengolahan Air
Gambut
3. Penyaringan Air Gambut
Pengaktifan Arang Tempurung
Pemasangan Bahan pada Alat
Proses Penyaringan Air Gambut
Sampel
Untuk
Pengujian
Kadar
Logam di
Laboratorium Politeknik ATI Padang
Keterangan : A : Blankko (aquades)
B : Hasil Penyaringan Ke 2
C : Hasil Penyaringan Ke 1
D : Sampel Baku Air Gambut
Lampiran Laporan Pengujian Kualitas Air
No: 001/AK/LABINS/2017 Jenis sampel : Sampel Air Gambut Tgl datang : 27
November 2017
Jumlah sampel : 3 Tgl mulai diuji : 27
November 2017
Keterangan sampel : Tgl selesai diuji: 28
November 2017 Keterangan :
1. Hasil pengujian ini hanya untuk sampel hasil uji
2. Penggandaan harus sepengetahuan laboratorium uji
Padang, 28 November 2017
Penanggung Jawab Laboratorium
Hasil Pengujian Air Gambut dengan Atomic Arbsorption Spectrometry (AAS)
Parameter Satuan
Sampel Air
Gambut Sampel Setelah
penyaringan 1
Sampel Setelah
Penyaringan 2
ANALISA
FISIKA
pH 4,2 6,7 6,9
Temperature ◦C 28 26 26
Total Suspensi
Solid mg/L 126 75 50
Warna
Merah
Kecoklatan Kekuningan Jernih
ANALISA KIMIA
pH mg/L 4,2 6,5 6,8
BOD mg/L 8 5 3
COD mg/L 55 36 27
DO mg/L 1 3 5
Besi mg/L 2 0,8 0,2
Tembaga mg/L 0,13 0,09 0,02
Mangan mg/L 0,02 0,01 0,01
Khrom mg/L 0,05 0,03 0,03
Seng mg/L 0,14 0,05 0,04
LAMPIRAN: PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL : 14 Desember 2001 TENTANG : PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN
I II III IV
FISIKA
Temperatur 0 C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5 Deviasi temperatur dari alamiahnya
Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000
Residu Tersuspensi mg/L 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi < 5000 mg/L
KIMIA ORGANIK
pH 6 – 9 6 – 9 6 – 9 5 – 9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
BOD mg/L 2 3 6 12
COD mg/L 10 25 50 100
DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum
Total fosfat sbg P mg/L 0,2 0,2 1 5
NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20
NH3-N mg/L 0,5 (-) (-) (-) Bagi Perikanan,kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka <
0,02 mg/L sebagai NH3
Arsen mg/L 0,05 1 1 1
Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2
Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
Boron mg/L 1 1 1 1
Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05
Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01
Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 1
Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Cu < 1 mg/L
Besi mg/L 0,3 (-) (-) (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe < 5 mg/L
Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1 Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Pb < 0,1 mg/L
FISIKA
Mangan mg/L 0,1 (-) (-) (-)
Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005
PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN
I II III IV
Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2 Bagi pengolahan air minum secara konvensional,Zn < 5 mg/L
Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)
Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 (-)
Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 (-)
Nitrit sebagai N mg/L 0,06 0,06 0,06 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional,NO2-N < 1 mg/L
Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Khlorin bebas mg/L 0,03 0,03 0,03 (-) Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Belerang sebagai H2S mg/L 0,002 0,002 0,002 (-) Bagi pengolahan air minum secara konvensional,S sebagai H2S < 0,1 mg/L
MIKROBIOLOGI
- Fecal coliform Jml/100 ml 100 1000 2000 2000 Bagi pengolahann air minum secara konvensional, fecal coliform - Total coliform Jml/100 ml 1000 5000 10000 10000 < 2000 jml/100 mL dan Total coliform < 10000 jml/100 mL
RADIOAKTIVITAS
- Gross-A Bq/L 0,1 0,1 0,1 0,1
- Gross-B Bq/L 1 1 1 1
KIMIA ORGANIK
Minyak dan lemak ug/L 1000 1000 1000 (-)
Detergen sebagai MBAS ug/L 200 200 200 (-)
Senyawa Fenol sebagai ug/L 1 1 1 (-)
fenol
BHC ug/L 210 210 210 (-)
Aldrin/Dieldrin ug/L 17 (-) (-) (-)
Chlordane ug/L 3 (-) (-) (-)
DDT ug/L 2 2 2 2
FISIKA
Heptachlor dan heptachlor ug/L 18 (-) (-) (-)
epoxide
Lindane ug/L 56 (-) (-) (-)
Methoxychlor ug/L 35 (-) (-) (-)
Endrin ug/L 1 4 4 (-)
Toxaphan ug/L 5 (-) (-) (-)
Keterangan :
mg = milligram ug = microgram ml = millilitre L = Liter Bq = Bequerel MBAS = Methyne Blue Active Substance ABAM = Air Baku untuk Air Minum Logam berat merupakan logam terlarut. Nilai di atas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan batas minimum. Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak dipersyaratkan. Tanda < adalah lebih kecil atau sama dengan Tanda < adalah lebih kecil
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
ttd
Lambock V. Nahattands
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
BIODATA WISUDAWAN
No. Urut :
Nama : Edo Handika
JenisKelamin : Laki-laki
Tempat/TglLahir : Batu Banyak / 19 September 1993
NomorPokok
Mahasiswa
: 1410024428006
Program Studi : Teknik Lingkungan
Tanggal Lulus :
IPK :
Predikat Lulus :
Judul Tugas Akhir : Pembuatan Alat Pengolahan Air
Gambut Menjadi Air Bersih Skala
Rumah Tangga (Studi kasus Air
Gambut di Kecamatan Ulakan
Tapakis Kabupaten Padang
Pariaman)
DosenPembimbing : 1. Ridwan, MT
2. Hendri Sawir, ST.,M.Si
Asal SMTA : SMK – SMAK Padang
Nama Orang Tua : M Zaini
Marnis
Alamat / Telp / HP : Jl Kubu Dalam RW 02 RT 05 No 27
/ 085284906231
Poto