Post on 19-Jul-2020
ilmu teologi perbedaan pandangan
bisa saja terjadi. Tetapi saling
memahami dua komunitas umat itu
sangat penting untuk mempererat
relasi persaudaraan antara kedua
komunitas ini.wvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
PEMBENARAN OLEH IMAN
MENURUT PAULUSyutsrponmlkihgfedcbaTSRPONMLKIHEDCBA
DALAM PEMAHAMAN PROTESTAN
Pdt. Samuel Benyamin Hakh
I. Pengantar
Dalam rangka perayaan tahun Paulus,
Lembaga Biblika Indonesia (LBI)
mengadakan seminar mengenai ajaran
Paulus yang sering menjadi bahan
perbedaan pendapat an tara umat
Protestan dan katolik, khususnya
pandangan Paulus mengenai
"pembenaran oleh iman". Maka saya
telah diminta untuk membahas topik
ini dilihat dari sisi Protestan. Saya
menyadari bahwa tema ini menjadi
pokok perdebatan yang hangat
bertahun-tahun an tara Katolik dan
Protestan, sejak Luther dan Calvin
memberikan tafsiran yang berbeda
dalam menghadapi ajaran Katolik.
Perdebatan itu mengkristal pada Konsili
Trente yang hasilnya memperbesar
jarak antara Katolik dan Protestan.
Namun dalam perkembangan pada
masa kini, terutama sesudah Konsili
Vatikan II, kedua agama besarwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAini saling
memahami ajarannya masing-masing.
Sebagai gereja Reformasi di bawah
Luther dan Calvin maka saya mohon
dipahami jika dalam pembahasan ini
terdapat perbedaan-perbedaan
pandangan. Menurut hemat saya dalam
Dalam pembahasan ini saya mulai
dengan pemahaman para reformator,
karena perbedaan pandangan itu
berawal dati tokoh reformator itu, yang
kemudian mempengaruhi pandangan
kelompok Protestan. Sesudah itu, saya
akan membahas pandangan Paulus dan
langkah bersama Katolik dan Protestan
ke depan.
II. Pembenaran oleh
Iman dalam Pemahaman
Protestan
Berbicara mengenai pembenaran oleh
iman menurut Paulus dalam pema-
haman Protestan maka tak dapat tidak
kita harus mulai dengan Luther dan
Calvin sebagai tokoh-tokoh Protestan
yang mengangkat gagasan itu dalam
perdebatan teologis berkaitan dengan
3
kontroversi doktrin melawan pihak
Katolik pada zamannya. Pandangan
mereka sangat berpengaruh terhadap
gereja-gereja Protestan hingga kini.
Karena itu, di bawah ini saya secara
singkat memaparkan pandangan
mereka.wvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
A. Martin Luther
Pada awalnya Luther sangat mernbenci
kalimat: "manusia dibenarkan oleh
Allah". Martin Luther sendiri telah
berupaya memahami kalimat (manusia
dibenarkan oleh Allah) itu secara
filosofis, bahwa Allah itu benar dan ia
menghukum orang yang berdosa.
Namun persoalan yang Luther gumuli
adalah bahwa sekalipun ia hidup dalam
biara, tetapi ia merasa bahwa ia adalah
seorang berdosa di hadapan Allah dan
itu berarti ia akan dikenakan hukuman
Allah. Oleh sebab itu, ia bergumul
dengan ungkapan Paulus dalam surat
Roma bahwa: "orang benar akan hidup
oleh iman". Dalam pergumulannya iru,
Luther mula! memahami bahwa
pem benaran oleh Allah adalah
anugerah yang Allah berikan oleh iman.
Allah membenarkan manusia hanya
oleh iman, sebagaimana dikatakan:
"orang benar akan hidup oleh iman".
Pemahaman ini membuat Martin
Luther merasa bahwa ia telah dilahirkan
kembali dan masuk melalui pintu yang
terbuka ke dalam Firdaus. Sejak waktu
itu, Luther membaca Alkitab dalam
terang yang berbeda. Ungkapan Paulus
bahwa: "orang benar akan hidup oleh
iman" yang tadinya ia benci,wtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAkini ia
mencintainya, sebagai ungkapan yang
sangat indah. Dengan dernikian, Martin
Luther telah menemukan jalan baru
dalam memahami ajaran tentang
pembenaran oleh iman itu'.
4
Kernudian Martin Luther mengem-
bangkan gagasan bahwa iman itu
menyatukan orang beriman kepadayxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBA./1011 '
Kristus. Orang yang disatukan denganfaUAa;....fU' ..
Kristus oleh iman telah "memisahkan
diri" dati dosa. Luther memakai
gambaran ten tang penyatuan pengantin
perempuan dengan pengantin laki-laki,
untuk melukiskan penyatuan orang
beriman dengan Kristus. Dengan
penyatuan itu maka apa yang Kristus
rniliki adalah juga rnilik orang percaya
dan apa yang orang percaya rniliki,
adalah juga milik Kristus. Melalui
penyatuan itu, orang beriman
mengambil bahagian dalam segala
kekayaan Kristus, karena Kristus telah
menghapuskan segala dosa mereka.
Kristus yang adalah Allah, yang telah
menjadi manusia itu, tidak pernah
berdosa, dan kesucian-Nya itu kekal.
Karena itu, Ia bisa membebaskan orang
beriman dari do sanya.? Melalui
pembenaran oleh iman.
Dalam ajarannya tentang pembenaran,
Luther ~ menekankan iman
sebagai pokok yang sangat sentral
dalam teologinya. Ia menegaskan
bahwa "kita tidak dapat memperoleh
pengampunan dosa dan kebenaran di
depan Allah oleh bukti, perbuatan atau
penggenapan tugas kita seridiri,
melainkan kita beroleh pengampunan
dosa dan menjadi benar di depan Allah
oleh anugerah demi Kristus, melalui
iman, bila kita percaya bahwa Kristus
menderita bagi kita dan oleh karena Dia
dosa kita diampuni ... karena Allah
akan menganggap dan menghitung
iman ini sebagai kebenaran ... ".3
Selanjutnya Luther mengatakan: "Iman
itu sendiri membenarkan, sebab kita
menerima pengampunan dosa dan Roh
Kudus, hanya dengan iman saja".
Menurut Luther, iman bukan suatu
perbuatan atau jasa, iman juga bukan
pengetahuan belaka di dalam
kecerdasan, tetapi suatu kepercayaan di
dalam kemauan, yakni meninggikan
dan menerima apa yang ditawarkan
oleh janji itu. Dengan mengutip Rm.
5:1, Luther menggambarkan perkataan:
"dibenarkan" sebagai ungkapan yang
digunakan dalam peradilan untuk
menunjuk kepada tindakan
"membebaskan seorang yang bersalah
dan menyatakan dia benar". Tindakan
ini dilakukan atas dasar kebenaran
seorang yang lain", yakni kebenaran
Kristus yang diberikan oleh iman
kepada-Nya, bukan oleh perbuatan baik
manusia.
Dalam pembahasannya mengenai iman
dan perbuatan baik, Luther dan para
pengikutnya mengakui bahwa iman itu
harus memberikan buah yaitu
perbuatan baik, demi Allah. Luther
mengakui ada dua macam kebenaran
yaitu kebenaran Kristus, di mana Ia
membenarkan kita melalui iman
sebagaimana tertulis dalam lKor. 1:30.
Kebenaran ini diberikan kepada
manusia pad a saat pembaptisan melalui
iman kepada Kristus. Melalui iman itu
kebenaran Kristus menjadi kebenaran
kita, dan Ia sendiri menjadiwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAmilik kita.
Kebenaran ini diberikan kepada kita
hanya oleh anugarah. Tanpa perbuatan
baik kita. Kebenaran yang kedua adalah
kebenaran kita sendiri. Bukan karen a
kita sendiri melakukannya, melainkan
karena kita melakukannya berdasarkan
kebenaran Kristus. lnilah pekerjaan-
pekerjaan baik yang kita lakukan.
Pertama, kita menyalibkan daging
dengan semua keinginan dan keakuan
diri kita sendiri (Gal. 5:24). Kedua,
kebenaran ini terdiri dari perbuatan
kasih kepada sesama. Ketiga, di dalam
ketaatan dan takut akan Allah.
Kebenaran kedua adalah hasil atau buah
dari kebenaran yang pertama yakni
kebenaran Allah. Itulah buah-buah
Roh yang Paulus sebutkan dalam Gal.
5:22.5 Namun Luther mencegah orang
menaruh kepercayaan terhadap
berbuatan baik seakan-akan rnengambil
hati Allah dengan perbuatan baik itu.
Sekali lagi, Luther menegaskan bahwa
kita menerima pengampunan dosa dan
pembenaran hanya melalui iman dalam
Kristus, bukan oleh perbuatan baik itu.
Perbuatan-perbuatan baik itu
sepenuhnya adalah tanggapan yang
selayaknya terhadap tindakan
pembenaran Allah yang penuh
kemurahan, tetapi perbuatan terse but
tidak dapat, dan tidak boleh dianggap
sebagai penyebab dari kebenaran itu",
Segala sesuatu yang dilakukan tanpa
iman adalah dosa (band. Rm. 14:23) 7.
Dengan demikian dapat kita simpulkan
bahwa Luther sangat menekankan iman
dalam pembahasannya mengenai
pembenaran, sehingga kurang memberi
temp at bagi perbuatan baik. Memang,
Luther mengakui juga tentang
perbuatan baik itu, tetapi ia tidak
memberikan porsi yang pembahasan
yang memadai sehingga terkesan ia
mengabaikannya. Walau demikian ia
sangat tegas menyatakan bahwa
perbuatan baik itu harus dilakukan
berdasarkan iman. Pemahaman ini
kemudian dikembangkan lebih jauh
oleh Calvin.wvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
B. Johanes Calvin
Hingga tahun 1500, istilah "pernbe-
naran" dipahami sebagai: "dijadikan
benar". Pemahaman ini berasal dari
Agustinus yang melihat pembenaran
itu, baik sebagai suatu peristiwa
maupun sebagai proses. Namun para
reformator mendefinisikan pernbe-
naran secara eksklusif di dalam istilah
yang bersifat legal yaitu: sebagai suatu
5
penstlwa di mana orang berdosa
dinyatakan sebagai orang benar di
hadapan Allah. Lalu pembenaran
diikuti oleh suatu penyucian, yaitu
suatu proses di mana orang percaya
dibuat benar.
Menurut Calvin, manusia telah
dikutuk oleh Allah karena tidak
mampu melakukan hukum Taurat
maka satu-satunya jalan untuk
memperoleh keselamatan adalah
melalui iman, yaitu iman kepada
Kristus. Di dalam iman itu kita
dibenarkan. Bagi Calvin, dibenarkan di
hadapan Allah berartiutrpnkihgedadiperhitung-
kan sebagai orang benar pada
penghakiman Allah. Orang yang
dibenarkan oleh iman adalah orang
yang telah dibenarkan oleh Kristus
melalui iman sehingga ia berdiri di
hadapan Allah bukan lagi sebagai
orang berdosa melainkan sebagai orang
yang dibenarkan. Di sini terjadi suatu
perubahan atau pembaharuan yaitu
pembaruan dari orang yang berdosa
menjadi orang yang dibenarkan.
Karena pembenaran terletak dalam
pengampunan dosa dan diperhitung-
kannya kebenaran Kristus kepada kita,
maka pembenaran dipahami sebagai
suatu penerimaan yang dengannya
Allah menerima kita ke dalam kasih
karunia-Nya sebagai orang benar.
Dalam perkataan lain, manusia
dibenarkan bukan karena ia mempu-
nyai kebenaran itu pada dirinya sendiri
melainkan karena ia dibenarkan oleh
Kristus.
Calvin melakukan pembedaan antara
pembenaran oleh iman dan pembe-
naran oleh perbuatan. Menurut Calvin
dengan menegakkan kebenaran kita
sendiri maka kita menghalau kebe-
naran Tuhan. Maka supaya kita
memperoleh kebenaran Allah,
6
semestinya kebenaran yang lain harus
dimusnahkan sarna sekali. Selama
masih tinggal kebenaran dari
perbuatan-perbuatan, betapapun
sedikitnya, maka masih ada alas an bagi
kita untuk bermegah". Karena itu,
Calvin menolak kebenaran yang terbuat
dari campuran iman dan perbuatan atau
kerjasama an tara anugerah Allah dan
usaha manusia. Benar, bahwa manusia
perlu berbuat baik tetapi perbuatan baik
itu sebagai respons terhadap anugarah
Allah itu. Sebab menurut Calvin, hanya
dengan perantaraan kebenaran Kristus
lah, kita dapat dibenarkan di hadirat
Allah. Manusia tidak rnerniliki
kebenaran di dalam dirinya sendiri,
tetapi karena kebenaran Kristus
diperhitungkan kepadanya sehingga ia
mendapat bagian di dalarnnya". Jadi
Calvin menolak pembenaran oleh
perbuatan, betapapun kecilnya.
Namun tidak berarti ia sama sekali
menolak perbuatan. Menurut Calvin,
orang yang dibenarkan wajib
menampakkan imannya dalam
perbuatan-perbuatan yang berkenan
kepada Allah. Maka Calvin tidak
menerima kalau pengudusan hanya
diperlakukan sebagai lampiran untuk
ajaran mengenai pembenaran menurut
teologi Luther. Calvin sendiri
menjelaskan secara luas mengenai
kehidupan baru yang dibuahkan oleh
iman. Menurut Calvin, pengudusan
maupun pembenaran merupakan buah
persekutuan dengan Kristus yang
terwujud kalau manusia mulai percaya
kepada Kristus, Bagi Calvin, anugerah
iman ituyutsrponmlkihgfedcbaTSRPONMLKIHEDCBAbersifat rangkap.yxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBAPertama,
persekutuan an tara orang percaya
dengan Kristus membawa secara
langsung pada pembenaran dirinya.
Melalui Kristus orang percaya
dinyatakan menjadi benar dalam
pandangan Allah. Kedua, Oleh karena
persatuan orang percaya dengan
Kristus, orang percaya itu mulai
melakukan proses menjadi seperti
Kristus, rnelalui kelahiran kembali 10,
yang nampak dalam perbuatan-
perbuatan yang berkenan kepada Allah,
serta pembebasan atas hukuman atas
dosa karena Kristus, tetapi pembe-
naranlah yang menjamin keselamatan,
bukan pengudusan. Sebab ia yakin,
sarna seperti Luther, perbuatan-
perbuatan yang paling baikpun yang
dilakukan oleh orang-orang percaya,
tidak dapat membebaskan mereka dari
hukuman Allah. Hanya Kristus yang
membebaskan!'. Jadi, bukan perbuat-
an melainkan iman yang membenar-
kan manusia. Calvin menegaskan:
"Kami tidak mengimpikan iman yang
sepi dari perbuatan baik, atau
pembenaran yang tegak tanpa
perbuatan itu. Bedanya hanya ini: kami
memang mengakui bahwa iman dan
perbuatan baik perlu saling bertautan,
namun pembenaran tetap kami anggap
terletak dalam iman, tidak dalam
perbuatan" 12.
Dengan dernikian, Calvin hendak
membuktikan bahwa ajaran Protestan
mengenai pembenaran tidak perlu
menghindari perhatian penuh terhadap
perbuatan-perbuatan baik. Pembenaran
menurut ajaran Calvin dengan istilah
teknis disebut "pembenaran rangkap",
yakni tidak hanya manusia berdosa yang
dibenarkan, perbuatan-perbuatannya
pun ikut dibenarkan, bukan karen a
kualitas sendiri melainkan karena
Kristus.
Pandangan Luther dan Calvin yang
telah dipaparkanwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAdi atas, dituangkan
dalam dogma-dogma gereja masing-
masing (Lutheran dan Calvinis)
sehingga memberikan pengaruh yang
besar bagi para pengikutnya hingga kim.
Dalam Konfesi-konfesi gereJa
Lutheran, ditegaskan bahwa: "orang
berdosa dibenarkan di depan Allah
(artinya, ia dibebaskan dan dinyatakan
dengan bebas murni dari semua
dosanya, dan dari tuntutan kutukan
yang seharusnya diterimanya, dan
diterima sebagai anak Allah dan pewaris
kehidupan yang kekal) tanpa suatu jasa
atau kelayakan dari pihak kita sendiri
dan tanpa suatu perbuatan yang sudah,
yang sekarang, atau yang menyusul,
semata-mata dengan kasih karunia .... ".
13Dalam pelajaran Katekisasi mas a kim,
yang dipakai di gereja Protestan,
ditegaskan bahwa "Barang siapa yang
percaya kepada Yesus, dosanya tidak
diperhitungkan lagi. Kepercayaan
diperhitungkan sebagai kebenaran".
Pada bagian lain dikatakan: "di
pengadilan Allah semua manusia
dinyatakan bersalah dan akan
menerima hukuman maut. Yesus rela
menerima hukurnan maut itu tertimpa
atas dirinya sebagai pengganti bagi
setiap orang yang percaya kepada-Nya
(Rm. 3:21-26). Bagi mereka, tidak ada
hukuman lagi. 'Surat hutang' sudah
dihapuskan (Kol. 2:13,14)Semua itu
adalah mutlak anugerah kasih Allah
yang dikatuniakannya secara cuma-
cuma kepada kita (Ef. 2:8_9)"14
Setelah kita memaparkan pandangan
para reformator (Luther dan Calvin),
maka pertanyaan yang timbul adalah
apa yang menjadi pokok perdebatan
antara Katolik dan Protestan dalam
kaitan dengan pokok "pembenaran
oleh iman?" Sebab baik Katolik
maupun Protestan sama-sama
mengakui "pembenaran oleh iman" itu.
Tampaknya prinsip eksegetis yang
menjadi perdebatan adalah, apakah kata
kerja: "membenarkan" berarti:
"menjadikan benar" atau "diperhitung-
kan sebagai kebenaran?". Selanjutnya,
7
apakah kata: "membenarkan" menun-
juk kepada suatu "transformasi"
(perubahan) atau status? Apakah
"kebenaran Allah" adalah sesuatu
yang bersifat "rnilik" atau "aktivitas
Allah?" Ataukah "kebenaran sebagai
anugerah yang dikaruniakan Allah>''"
Perbedaan tafsiran terhadap pokok
yang krusial ini telah menempatkan
Katolik dan Protestan pada posisi yang
saling berseberangan. Tampaknya
ajaran Agustinus sangat berpengaruh di
kalangan Katolik bahwa pembenaran
berarti permulaan dari kehidupan orang
Kristen maupun suatu proses di mana
seseorang "dijadikan sebagai orang
benar". Jadi bagi Agustinus, pernbe-
naran bukan hanya sebagai suatu
peristiwa melainkan juga suatu proses
yang berlangsung terus. Pemahaman
.Agustinus ini lebih diperkuat pada
Konsili di Trente (1545-1563)16. KonsiliwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDA
ini antara lain, melahirkanyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBATridentinum
Profession of Faith yang isinya secara
tegas menolak ajaran reformasi ten tang
pembenaran oleh iman. Ada empat
pokok utama yang menjadi titik krusial.
Pertama, Hakekat pembenaran. Luther,
dalam ajarannya cenderung mernperla-
kukan pembenaran sebagai perkara
ditryatakan mef!)adi benar dari pada suatu
proses mei!}adi benar. la, kemudian, mulai
melihat pembenaran sebagai suatu
peristiwa yang dilengkapi dengan
proses yang jelas akan kelahiran
kembali dan pembaruan bagian dalam
manusia rnelalui tindakan Roh Kudus.
Pembenaran mengubah status sebelah
luar dari orang berdosa dalam
pandangan Allah (coramDeo) sedangkan
kelahiran kembali mengubah sifat dasar
bagian dalam dari orang berdosa itu.
Konsili Trente dengan kuat menentang
pandangan ini17.
8
Kedua, Hakekat Kebenaran yang
rnernbenarkan. Luther menekankan
fakta bahwa orang-orang berdosa tidak
mempunyai kebenaran dalam diri
mereka sendiri. Mereka tidak
mempunyai apapun di dalam diri
mereka yang dapat dianggap sebagai
dasar untuk membenarkan mereka.
Kebenaran itu berada di luar diri orang
berdosa. Hal itu dinyatakan, tidak
ditanamkan; eksternal, bukan internal.
Dengan pandangan ini, Luther
menolak pendapat Agustinus bahwa
orang-orang berdosa dibenarkan atas
dasar kebenaran internal yang secara
berlimpah dimasukkan atau ditanam-
kan Allah di dalam diri orang-orang itu.
Konsili Trente mempertahankan
pandangan Agustinus dan menolak
pandangan Luther''.
Ketiga, Hakekat iman yang mernbenar-
kan. Luther menegaskan bahwa
kehidupan Kristen dimulai melalui
iman dan hanya oleh iman saja.
Perbuatan-perbuatan baik mengikuti
pembenaran tetapi tidak menyebabkan
pembenaran itu. Konsili Trente
sepenuhnya mengakui hal ini sehingga
sangat dekat dengan Luther.
Keempat, Kepastian akan keselamatan.
Bagi Luther, .orang dapat benar-benar
yakin akan keselamatannya. Kesela-
matan di dasarkan dalam kesetiaan
Allah pada janji-janji kemurahan-Nya.
Jadi bila gagal mempunyai keyakinan
dalam keselamatan berarti meragukan
keterandalan dan kesungguhan Allah.
Walau demikian disadari bahwa
keyakinan yang demikian diserang terus
menerus sehingga seseorang bisa
terjatuh. Konsili sangat skeptik
terhadap pandangan ini. 19
Saya mengungkapkan perbedaan-
perbedaan pandangan an tara Katolik
dan Protestan (Luther dan Calvin) ini,
hanya dengan satu maksud yakni
supaya diskusi kita lebih focus pada
pokok-pokok yang dianggap
berseberangan. Namun sebelum kita
memulia diskusi itu, saya mengajak kita
untuk menelusuri pemahaman Paulus
mengenai pembenaran oleh iman.yutsrponmlkihgfedcbaTSRPONMLKIHEDCBA
III. Pembenaran oleh
Iman menurut Paulus
Pada bagian ini saya akan berusaha
membahas pembenaran oleh iman itu
dari sisi Paulus. Kata "pembenaran"
diterjemahkan dari bahasa Yunani:wvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
btKaw(j'\)Vll yang berasal dari kata
dasar btKatOs artinya: "tegak", "adil",
dan "benar", yang dikaitkan dengan dua
aspek yairu: aspek legal (Rm. 5:7; band.,
1 Yoh. 3:7; Why. 22:11) dan aspek
religius yakni tidak· melanggar
kedaulatan Allah dan memelihara
hukum-hukum-Nya (Rm. 3: 10;
band.Pengk. 7:10) 20.
Gagasan ini Paulus angkat dalam rangka
membahas hukum Taurat yang ia sebut
sebagai hukum yang akan mendatang-
kan kebenaran (band. Rm. 9:30,31).
Menurut Paulus, Taurat adalah hukum
Allah (Rm. 7:22), maka hukum Taurat
adalah juga kudus, benar dan baik.
(Rom 7:12,16) serta bersifat rohani
(Rm. 7:14a). Paulus juga memandang
hukum Taurat sebagai anugerah yang
Allah berikan kepada Israel (Rm. 9:4)
dan memiliki fungsi sebagai penuntun
dalam kehidupan umat (Gal. 3:24).
Orang yang melakukan hukum Taurat
akan hid up olehnya (Rm. 10:5; Gal.
3:12). Jadi pada satu pihak Paulus
memandang ~ukum Taurat sebagai
sesuatu yang sangat positif. Paulus
sendiri, sebelum menjadi pengikut
Yesus, sangat taat melaksanakan
hukum Taurat itu (Fil. 3:6).
Namun dalam membahas hukum
Taurat itu, Paulus sampai pada
pemahaman bahwa hukum Taurat itu
tidak menghasilkan kebenaran di
hadapan Allah (Gal. 3:21). Menurut
Paulus usaha untuk mendirikan
kebenaran sendiri (Rm. 10:3) karena
menaati hukum Taurat (Gal. 3:9)
merupakan "sampah" karena
pengenalan akan Kristus (Gal. 3:8)21.
Pandangan Paulus ini merupakan suatu
penolakan yang radikal terhadap
optimismewtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAdi kalangan para rabi Yahudi
bahwa seseorang bisa melaksanakan
segala hukum Taurat dengan sempurna.
Paulus yakin bahwa persekutuan yang
benar dengan Allah hanya terjadi
karena pembenaran oleh Allah sendiri.
Tidak ada usaha dari manusia yang
memungkinkan dirinya dibenarkan+,
Hanya anugerah Allah semata yang
memungkinkan manusia dibenarkan.
Karena pembenaran itu adalah
terutama tindakan Allah di dalam
Kristus.
Menurut Paulus, tidak seorangpun yang
mampu melakukan hukum Taurat.
Sebab manusia bersifat daging dan
terjual di bawah kuasa dosa (Rm. 7:14).
Karena itu, Paulus mengatakan: " ...
bukan apa yang aku kehendaki yaitu
yang baik, yang aku perbuat melainkan
apa yang aku tidak kehendaki (yang aku
benci) yaitu yang jahat, yang aku
perbuat (Rm. 7:19). Paulus hendak
menyatakan bahwa tidak ada
seorangpun yang mampu melakukan
hukum Taurat itu secara sempurna.
9
Oleh karena hukum Taurat itu tidak
mampu memerdekakan manusia dari
hukum dosa dan maut (Rm. 8:2) maka
Paulus menolak hukum Taurat. Paulus
menegaskan bahwa Taurat tidak dapat
membenarkan (Rm. 3:20; Gal. 2:16,17).
Sebaliknya, hukum Taurat membawa
orang kepada pengenalan akan dosa
(Rm. 3:20) dan kematian (2Kor. 3:6)
karen a ternyata Taurat tidak dapat
memberikan hidup (Gal. 3:21).
Menurut Paulus, sesudah hukum Taurat
datang, dosa mulai hidup (Rm. 7:8-9).
Makanya Paulus berani mengatakan
bahwa kuasa dosa ialah hukum Taurat
(1 Kor. 15:56). Hukum Taurat itu yang
merangsang hawa nafsu dosa (Rm. 7:5).
Hal itu disebabkan ketidak berdayaan
Taurat oleh daging (Rm. 8:3).
Ketidakberdayaan itu, Paulus uraikan
lebih jauh dalam Rm. 7:7-25).
Paulus melihat bahwa Taurat gagal
untuk membenarkan manusia di
hadapan Allah. Karena memang
manusia tidak mungkin dibenarkan
dengan melakukan hukum Taurat (Gal.
2:16). Ada dua alas an yang Paulus
berikan.yxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBAPertama, karena kelernahan dan
keberdosaan manusia sehingga tidak
mampu menaati seluruh hukum Taurat.
Kelemahan daging (Rm. 8:3) dan sifat
keberdosaan manusia itu (Rm. 7:23)
tidak dapat diubah oleh hukum Taurat.
Kedua, hati manusia yang berdosa
membutuhkan suatu perubahan oleh
kuasa Allah. Padahal Taurat adalah
suatu hukum tertulis, bukan suatu
kehidupan yang diberikan oleh Roh
Allah (Rm. 7:6). Gagasan ini diperluas
dalam pertentangan an tara perjanjian
yang lama dengan perjanjian yang baru.
Perjanjian yang lama (Taurat) terdiri
dari hukum tertulis yang hanya
memproklamasikan kehendak Allah
tetapi tidak memberikan kuasa bagi
manusia berdosa untuk taat kepadawvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
10
kehendak Allah. Karena itu, meskipun
Taurat adalah kehendak Allah tetapi,
menurut Paulus ia tidak membenarkan
manusia, sebaliknya ia menempatkan
manusia di bawah penghukuman Allah.
Maka menurut Paulus satu-satunya
jalan pembenaran yang menyelamatkan
adalah iman. Hal ini jelas diungkapkan
dalam Rm. 3:21-26. Paulus memulai
uraiannya pada ayat 21 dengan
mengatakan: "Tetapi sekarang tanpa
hukum Taurat kebenaran Allah telah
dinyatakan ... ". Ungkapan NuvtwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAD£
(tetapi sekarang) menunjukkan bahwa
sekarang Paulus mengalihkan perhatian
kepada sesuatu yang sarna sekali baru.
Suatu permulaan baru yang menandai
batas waktu an tara yang terd ahulu
dengan yang sekarang. Di bagian
terdahulu, Paulus menegaskan bahwa
tidak seorangpun benar di hadapan
Allah dengan melakukan hukum
Taurat. Semua orang (Yahudi dan
bukan Yahudi) telah berbuat dosa dan
berada di bawah hukuman Allah.
Namun sekarang ada suatu harapan
baru bagi manusia yang berada di
bawah hukuman Allah itu. Harapan
baru itu adalah: DtKUW<JUVll 8£0U
(kebenaran Allah) . Kebenaran Allah itu
telah dinyatakin tanpa hukum Taurat.
Ungkapan ini (kebenaran Allah telah
dinyatakan tanpa hukum Taurat)
merupakan sua tu gagasan yang
bertentangan dengan pemahaman
orang Yahudi bahwa orang akan hidup
karena kebenaran hukum Taurat (Rm.
10:5; Gal. 3:21; Fil. 3:9), melalui hukum
Taurat (Fil. 3:6) atau oleh hukum Taurat
(Gal. 2:21)23. Di Rm. 2:13, ia
mengatakan bahwa "orang yang
melakukan hukum Taurat lah yang akan
dibenarkan". Tetapi di sini ia
menegaskan bahwa tanpa hukum
Taurat itu, kebenaran Allah telah
dinyatakan. AntitesiswtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAini menunjukkan
bahwa Paulus ingin menolak peranan
hukum Taurat sebagai yang
membenarkan karena oleh tindakan
Allah di dalam Yesus Kristus orang
tidak lagi bergantung pada hukum
Taurar", ltulah Liil (kabar gembira). Di
dalam Injil ini nyata kebenaran Allah
yang bertolak dari irnan dan memimpin
kepada iman, seperti ada tertulis: Orang
benar akan hidup oleh iman" (Rm.
1 :17).
Kebenaran itu hanya datang dati Allah,
yakni tindakan Allah yang membangun
dan memelihara hubungan yang benar
antara dirinya dengan manusia dan
an tara manusia dengan sesamanya. Jadi,
kalau manusia dinyatakan benar, bukan
karena ia berbuat baik, atau karena pada
dirinya ada kebenaran melainkan karena
ia dibenarkan oleh Allah. Walaupun
upaya melakukan hukum Taurat adalah
sesuatu yang baik tetapi perbuatan itu
tidak menjamin keselamatan. Sama
seperti satu aturan, tentu disusun
dengan maksud baik yaitu supaya
ditaati. Tetapi ketaatan kita kepadanya
tidak menjamin keselamatan kita,
demikian juga hukurn Taurat. Hukum
Taurat itu sendiri baik, tetapi ketaatan
kepadanya tidak menjamin keselamatan
kita sebagaimana disaksikan oleh
Alkitab.
Paulus lebih jauh menjelaskan
bagaimana kebenaran Allah mengerja-
kan kebenaran manusia di hadapan
Allah. Ada dua hal:yxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBAPertama, kebenaran
Allah karena irnan (pistis). Iman di sini
berarti sikap mengharapkan kesela-
matan sepenuhnya dari kasih karunia
Allah saja. Lalu ditambahkan lagi
kalimat: "iman di dalam Yesus
Kristus". Artinya sikap mengharapkan
keselamatan sepenuhnya dari kasih
karunia Allah berdasarkan kematian
dan kebangkitan Yesus Kristus yang
telah membuka jalan keselamatan itu
bagi semua orang. Iman itu membuat
kita bersatu dengan Kristus. Artinya
melalui iman itu, kematian Kristus
menjadi kematian kita, dan
kebangkitan Kristus menjadi
kebangkitan kita menuju kepada satu
kehidupan yang baru. Dengan
demikian, iman itu telah menjadi
saluran di mana kebenaran Allah yang
diperolehNya melalui kematian dan
kebangkitan Kristus, dianugerahkan
kepada kita. Kebenaran itu ada "bagi
semua orang yang percaya".
Maksudnya bagi orang Yahudi maupun
bukan Yahudi, yang percaya kepada
Yesus Kristus ". "Sebab tidak ada
perbedaan", yakni tidak ada perbedaan
antara Yahudi dan bukan Yahudi di
hadapan Allah.
Paulus melanjutkan ayat 23 dengan
mengatakan bahwa "semua orang telah
berbuat dosa". Artinya baik Yahudi
maupun bukan Yahudi telah berbuat
dosa atau memberontak terhadap
Allah. "Dan telah kehilangan kemuliaan
Allah". Menurut tradisi Yahudi,
manusia pertama di Firdaus itu
memiliki kemuliaan Allah karena
mereka dekat dengan Allah. Sama
seperti Musa yang setelah bertemu
dengan Allah di bukit Sinai, wajahnya
bercahaya. Tetapi karena manusia
berbuat dosa maka manusia
menjauhkan diri dari Allah. Akibatnya
manusia kehilangan kemuliaan Allah.
Namun dalam ayat 24, Paulus
mengatakan bahwa "oleh kasih karunia
atau belas kasihan (khans), telah
dibenarkan dengan cuma-cuma ... ".
Artinya oleh perbuatan Allah yang
penuh belas kasihan itu maka orang
yang percaya telah dibenarkan
(dikaiosune) dengan cuma-curna (dorean)
atau "tanpa imbalan". PauluswvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
11
menekankan pembenaran dengan
cuma-cuma untuk membantah
pandangan Yahudi bahwa bagaimana-
pun manusia berdosa, ada segelintir
orang yang dibenarkan oleh perbuatan-
nya. Paulus dengan tegas mengatakan
pembenaran itu diberikan dengan
cuma-cuma atau sebagai hadiah.
Hadiah itu diberikan "karena
penebusan Yesus Kristus'v".
Kata "penebusan"yxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBA(apolutrousis)
sering dipakai untuk pembebasan
budak-budak. Te tapwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAi bila Paulus
berbicara tentang pembebasan budak
ia selalu memakai kata: membebaskan,
(diterjemahkan dari kata dasar
eleuteros=bebas). Maka kata
apolutrousis lebih menunjuk kepada
penebusan dosa dengan segala
akibatnya (Yes. 43:22-28; 44:21, dyb.,
48:9, dyb). Dalam PL penebusan bisa
berarti penebusan dosa yang dilakukan
dalam upacara korban, tetapi juga
penebusan tanah. Misalnya Boas
menebus tanah milik Elimelekh
sekaligus mengawini Rut.
Dalam Rm. 3:25 Paulus menegaskan
bahwa "Kristus telah ditenrukan Allah
menjadi jalan pendamaian ... ". Kata-
kata "jalan pendamaian" diterjemahkan
dari kata Yunani: hilasterion = rurup
pendamaian. Dalam bahasa Ibrani:
kipporit dari kata kerja kipper
=mendamaikan. Kata kipper juga
dapat berarti: mengoleskan, melumur-
kan, menghapuskan, mentitup. Kata
kerja itu menjadi istilah khas
pendamaian yang diselenggarakan
dalam bait Allah melalui persembahan
kurban. Dalam Im. 16: 18, kita
membaca bahwa darah dilumurkan
pada tanduk mezbah. Sebelumnya
darah itu dipercikkan ke atas tutup
perdamaian (1m. 16:15). Melalui
perbuatan itu Imam AgungwvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
12
mengadak"an pendamaian karena
segala kenajisan dan pelanggaran
bangsa Israel (Im. 16:16,20). Darah itu
sendiri tidak mendamaikan ia hanya
sebagai sarana pendamaian karen a
Tuhan telah memberikannya untuk
menjadi sarana pendamaian (Irn.
17:11). Dengan melumurkan darah
pada temp at yang kudus maka dosa
umat telah dihapuskan. Maka kata
kipper mendapat arti: menghapus,
mendamaikan (Kel. 29:36). Dalam
upacara pendamaian ini dosa umat
dihapuskan. Demikian juga dengan
kematian Kristus. Melalui kematianNya
itu dosa seluruh umat manusia
dihapuskan dan terjadilah pendamaian
dengan Allah. Maka kematian Kristus
adalah "tempat atau jalan pendamaian"
dalam darah-Nya. Dalam PL darah
dianggap sebagai tempat kediaman
jiwa, nyawa seseorang. Sebab darah
adalah nyawa CUI. 12:23). Di Israel,
kematian hewan kurban sembelihan
mendamaikan Israel dengan Allah.
Hewan yang tak bersalah itu
menggantikan tempat manusia yang
bersalah. Demikian juga Kristus. Ia
yang tidak bersalah menggantikan
tempat manusia yang bersalah dengan
mengorbankan diriNya di salib.
Dengan demikian Ia menjadi
pendamaian bagi dosa manusia di
hadapan Allah. Kalau dalam Irn. 17:11,
kita membaca: ''Aku telah memberikan
darah iru kepadamu unruk mengadakan
pendamaian". Dan dalam PB
dikatakan: "Kristus Yesus telah
ditentukan (ho proetheto) Allah
menjadi jalan pendamaian" (Rm. 3:25).
Jadi bukan manusia melainkan Allah
sendiri yang menyediakan jalan
pendamaian. Pendamaian itu
membuktikan kebenaran atau keadilan
(dikaiosuney", Mungkin lebih baik
dipakai kata "kebenaran" karen a
konteks kita bukan berbicara ten tang
hukuman melainkan pendamaian oleh
Allah.
Di kalangan orang Yahudi ada
keyakinan bahwa Allah membenarkan
man usia. Dalam hal ini baik orang
yahudi maupun Paulus sarna pendapat
mereka. Yang berbeda adalah dalam hal
"percaya kepada Yesus". Jadi menurut
orang Yahudi manusia dibenarkan
melalui usaha melaksanakan Taurat,
, sedangkan menurut Paulus manusia
dibenarkan oleh iman kepada Yesus
Kristus.
Selanjutnya dalam Rm. 10, Paulus
menyesali nasib bangsanya karena
kegagalan mereka mengakui Yesus
sebagai Mesias. Paulus mengungkapkan
bahwa kegagalan itu disebabkan oleh
adanya dua jalan pembenaran. Dan
bahwa Israel telah berpaut pada jalan
pembenaran menurut hukum Taurat
(Rm. 9:31) sehingga mereka kehilangan
jalan pembenaran melalui iman (Rm.
10:4-6). Paulus mengatakan bahwa
Israel memang berusaha untuk
membangun kebenaran tetapi mereka
gagal mencapainya karena mereka
berusaha dengan kemampuan sendiri (
Rm. 10:1-3). Mereka mengabaikan
kebenaran dari Allah dan lebih puas
dengan kebenaran sendiri. Padahal
kebenaran Allah adalah tindakan
penyelamatan Allah sendiri melalui
Yesus Kristus ".
Paulus tidak hanya membeberkan
ketidak-mampuan Taurat untuk
membenarkan manusia di hadapan
Allah tetapi juga untuk mempertahan-
kan pendapatnya tentang pembenaran
oleh iman yang ia tafsirkan bertolak
dari perjanjian Allah dengan Abraham.
Dengan mengutip Kej. 15:6, Paulus
menegaskan bahwa Allah telah
membuat perjanjian dengan Abraham
jauh sebelum Taurat Musa diberikan.
Maka wasiat atau janji itu tidak bisa
dibatalkan atau ditambah dengan
bermacam-macam penambahan (Gal.
3:15-18). Karena itu Taurat, yang baru
diberikan 430 tahun kemudian tidak
dapat membatalkan perjanjian Allah
yang sudah disahkan itu29. Menurut
Paulus Abraham tidak memiliki hukumwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDA,
Taurat tetapi imannya diperhitungkan
kepadanya sebagai kebenaran (Rm. 4:1-
5). Paulus menegaskan bahwa
pembenaran itu diberikan malah
sebelum tanda sunat itu sampaikan.
Malah sunat itu diberikan sebagai
meterai kebanaran berdasarkan iman
yang ditunjukkannya sebelum ia
bersunat (Rm. 4:9-11). Paulus
kemudian menghubungkan janji itu
dengan Kristus yakni bahwa janji itu
telah dipenuhi di dalam Kristus. Karena
itu setiap orang yang memiliki iman
Abraham itu memperoleh berkat.
Penolakan Paulus terhadap Taurat ini
berdasarkan iamnnya kepada Yesus.
Menurut Paulus keselamatan itu datang
bukan dari Taurat tetapi dari Kristus'".
Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi
siapapun untuk bermegah (Rm. 3:27).
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa menurut Paulus semua orang
(baik Yahudi maupun bukan Yahudi)
telah berbuat dosa dan berada di bawah
hukuman Allah. Hukum Taurat
maupun sunat tidak dapat menyela-
matkan. Memang hukum Taurat itu
diberikan oleh Allah untuk manusia
tetapi manusia bersifat daging sehingga
tidak mampu melakukan seluruh
tuntutan hukum Taurat.
Orang Yahudi memang berusaha
untuk melakukan hukum Taurat itu
untuk memperoleh keselamatan tetapi
usaha mereka tidak membawa kepada
keselamatan. Karena mereka tidakwvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
13
mampu melakukan hukum Taurat itu
secara sempurna. Maka menurut
Paulus manusia hanya bisa eliselamat-
kan oleh imannya, yakni iman kepada
Kristus. Oleh iman ini manusia
elibenarkan eli hadapan Allah. Pembe-
naran itu bukan hasil usaha manusia
melainkan adalahyutsrponmlkihgfedcbaTSRPONMLKIHEDCBAanugerah yang
Allah berikan kepada manusia
dengan cuma-cuma.
Pertanyaan yang boleh eliajukan eli sini
adalah, apakah Paulus sama sekali
menolak perbuatan baik dari orang
percaya itu? Dari surat-surat rasul
Paulus kita baca bahwa ia sangat
menekankan perbuatan baik dari orang
percaya sebagai respons terhadap
pembenaran yang Allah berikan dengan
cuma-cuma itu. Menurut Paulus
pembenaran bukan hanya merupakan
suatu tindakan yang telah elinyatakan,
tetapi juga sebagai suatu anugerah yang
dinantikan di masa depan. Paulus
mengatakan: "Sebab oleh Roh dan
karena irnan , kita menantikan
kebenaran yang kita harapkan" (Gal.
5:5). Paulus juga mengaitkan perbuatan
seseorang dengan penghakiman Allah
elimasa depan. Dalam suratnya kepada
jemaat di Roma ia mengatakan: "Ia
(Allah) akan membalas setiap orang
menurut perbutannya, yaitu hidup kekal
kepada mereka yang dengan tekun
berbuat baik, mencari kemuliaan,
kehormatan dan ketidak-binasaan
tetapi murka dan geram kepada mereka
yang mencari kepentingan sencliri, yang
tidak taat kepada kebenaran melainkan
taat kepada kelaliman" (Rm. 2:6-8).
Dari teks ini kiranya jelas bahwa bagi
Paulus, perbuatan baik itu perlu
dilakukan oleh setiap orang beriman
dalam kehidupan setiap hari. Ia
menasihati jemaat agar mereka jangan
jemu-jemu berbuat baik. Selama masih
ada kesempatan jemaat eliajak untukwvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBA
14
berbuat baik kepada semua orang
(Gal. 6:9,10)31. Karena pada hari
penghakiman, Allah akan menghakimi
mereka sesuai dengan apa yang mereka
perbuat, baik atau jahat (2Kor. 5:10;
band. Rm. 14:10,11; Ef. 6:8; KoL 3:22-
4:1).
Menurut Paulus perbuatan baik itu,
lahir dari iman yang senafas dengan
pekerjaan kasih dan ketekunan
pengharapan kepada Tuhan kita Yesus
KristuswtrnmlkihfedaWVURLKJFEDA(1Tes. 1:3; band. 2Tes. 1:3).
Dengan begitu, iman bukanlah iman
yang hampa melainkan iman yang
dikonkritkan dalam perbuatan. Paulus
eli sini tidak berbicara ten tang pekerjaan
yang menghasilkan iman, atau
perbuatan yang menghasilkan kasih.
Perbuatan baik yang Paulus maksudkan
eli sini adalah perbuatan yang berasal
dari iman dan kasih, dan ketekunan
yang berasal dari p engharapan ".
Perbuatan baik ini dapat clilihat sebagai
demontrasi dari iman yang benar dan
sebagai bukti bahwa kita telah mati dan
bangkit bersama Kristus. Namun perlu
ditegaskan bahwa pada satu pihak,
dasar pembenaran Allah tidak terletak
pada perbuatan manusia sebagai suatu
kebaikan atau jasa melainkan hanya
pada anugerah Allah. Sebab karena
kasih karunia, kita eliselamatkan oleh
iman, itu bukan hasil usaha kita tetapi
pemberian Allah, supaya jangan ada
orang yang bermegah (band. Ef. 2:8,9).
Dipihak lain, penekanan eliberikan juga
pada pekerjaan iman sebagai buah yang
sangat dibutuhkan '! dari kita sebagai
orang beriman.
Dengan demikian, kiranya jelas bahwa
perbuatan baik merupakan buah dari
iman yang benar, namun pembenaran
Allah itu bukan terletak pada
perbuatan baik itu, melainkan terletak
pada iman.yutsrponmlkihgfedcbaTSRPONMLKIHEDCBA
Langkah bersama
(Katolik dan
Protestan) ke depan
Persoalan mengenai doktrin yang
menimbulkan benturan antara Katolik
dan Protestan yang mengakibatkan
pemisahan gereja .mesti dihentikan,
tidak hanya karena perkembangan
zaman yang semakin terbuka di mana
segal a sesuatu bisa didialogkan
bersama, tetapi terutama karena balk
Katolik dan Protestan memiliki iman
yang satu. Maka perlu diperkuat titik-
titik temu yang mampu mendorong
kedua aliran agama Kristen ini
mengemban tugas bersama dalam
meningkatkan gerakan keesaan dan
menghadapi persoalan-persoalan sosial
kemasyarakatan yang timbul sebagai
bagian dati tugas dan panggilan
bersama untuk memberitakan atau
mewujudkan damai sejahtera Allah di
bumi.
Usaha untuk dilakukan dialog-dialog
dan kerjasama yang konstruktif pada
level In ternasional, N asional dan
Regional telah membuka isolasi-isolasi
yang selama ini memisahkan kedua
gereja. Hadirnya perutusan gereja
Katolik dalam persidangan-persidang-
anwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAwee khususnya di Porto Alegre-
Argentina dan kerjasama yang erat
antara KWI dan PGI dalam melaksana-
.kan tugas bersama di wilayah Negara
Republik Indonesia membuktikan
bahwa persoalan doktrin bukanlah
segala-galanya.
Sejak Konsili VatikanwvutsronljihebaVUTSRPONMLKJIHECBAII, dialog-dialog
terbuka antara Katolik dan Protestan
secara konstruktif telah dirintis, baik di
Amerika maupun Eropa. Salah satu
hasil dialog yang sangat mengagumkan
adalah lahirnya Deklarasi BersamayxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBA
(joint Declaration) antara Gereja Katolik
dengan Lutheran World Federation
(LWF) yang terdiri dari 5 pasal dan 44
butir, yang secara khusus berbicara
tentang ajaran pernbenararr". Deklarasi
bersama ini merupakan suatu langkah
maju yang sangat signifikan. Hal yang
menarik dari Deklarasi ini adalah pada
butir ke 7 kedua belah pihak (Katolik
dan Lutheran) sarna-sama melihat
perlunya upaya mengkaji kutukan-
kutukan serta masalah yang selama ini
membawa pemisahan dan melihatnya
dari sudut pandang yang baru.
Kesadaran ini membuktikan bahwa
tanpa memungkiri masa lalu masing-
masing pihak, kedua gereja perlu
memasuki masa depan bersama secara
baru.
Dalam lingkup Indonesia, kerjasama
KWI dan PGI serta lembaga-lembaga
gerejawi lainnya pada tingkat Nasional
seperti, Natal bersama, seruan bersama,
termasuk penolakan perayaan Paskah
2009 karena sangat bernuansa politis,
dan dialog antar umat beragama. Kerja
sama ini telah menghadirkan nuansa
baru dalam kehidupan bersama secara
ekumenis di Indonesia. Selain itu,
pertukaran dosen antar Perguruan
Tinggi Filsafat dan Teologi dari kedua
gereja sangat membantu dalam upaya
meningkatkan hubungan persaudaraan
dan ekumenis kedua gereja. Kegiatan
kebersamaan ini perlu terus dipelihara
dan ditingkatkan ke masa depan.
Ini tidak berarti bahwa soal-soal
doktriner kita abaikan. Soal-soal
15
doktriner itu perlu didiskusikan juga
seperti yang telah dilakukan an tara
Katolik dengan LWF dalam semangat
persaudaraan.
Demikian sedikit catatan yang saya
bisa bagikan dalam seminarwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAini semoga
dapat memberikan stimulus dalam
diskusi nanti. Terima kasih.yutsrponmlkihgfedcbaTSRPONMLKIHEDCBA
Catatan Akhir
1 Alister E. McGrath,yxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBAThe Christian Theology
Reader (Oxford: Blackwell Publishing, 2007) h.
439,4402 Ibid, h. 441
3 G.D. Dahlenburg, Konfesi-Konfesi Gereja
Lutheran (lakarta: BPK Gunung Mulia, 1991),
h.37.
4 Pandangan-pandangan Luther ini lebih
mendetail dapat dibaca dalam buku: Lewis W.
Spitz, Luter's Works, vol 34 (Philadelphia:
Muhlenberg Press, 1960, h. 151-196; G.D.
Dahlenberg, op.cit., h. 39,40
S Timothy F. Lull, (aditor), Martin Luther's Basic
Theological Writings (Minneapolis: Fortress
Press, 1989), h. 155,156,157,158.
6 Alister E. McGrath, Sdarah Pemikiran Reformasi
Oakarta: BPK Gunung Mulia, 2000) h. 144
7 Ibid, h. 43,44
8 Yohanes Calvin, lnstitutio, Pengqjaran Agama
Kristen, terj. Winarsih Arifin, Th van den End
a akarta: BPK Gunung Mulia, 1980) h. 132-134.
Hugh T. Kerr, ( editor) A. Compend of the
Institutes of the Christian Religion by Calvin
(London: Lutterworth Press, 1964) h. 109.
9Yohanes Calvin, op. cit., h. 135. Hugh T. Kerr,
Op. cit., h. 110.
10 Calvin menyatakan bahwa baik pembenaran
maupun kelahiran kembali merupakan hasil dari
persatuan orang percaya dengan Kristus. Lih.
Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran, op. cit,
h.146
11 Chris ciao de J onge, Apa itu Calvinisme?0akarta:
1995) h. 54,55.
12 Yohanes Calvin, Op. cit., h. 141.
13 GD. Dahlenburg, op. cit., h. 41.faUA
14 Katekisasi Masa Kini aakarta:Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 1987) h. 96,97.
Pembahasan yang mendalam terhadap pokok
16
pembenaran oleh iman dapat ditelusuri lebih
jauh dalam buku, Alister McGrath,Justiftvation
f:y Faith, What It is Meeans for Us Today (Grand
Rapids, Michigan: Acadcrniie Books,
Zondervan Publ., House, 1988).
IS James D.G. Dunn, The Theology of Pau], the
Apostle (Grand Rapids Michigan/Cambridge,
UK.: William B. Eerdmans Pub!. Co., 1998) h.
337
16 Lih. H. Berkhof; LH. EnkJaar, Sejarah Gereja
(Iakarta: BPK GunungMulia, 1996) h. 179,180;
Yohanes Calvin, op. cit., h. 450.
17 Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran, 0p.
cit., h. 148
18 Ibid, h. 150151
19 Ibid, h. 152,153.
20 William F. Arndt and F. Wilbur Gingrich, A
Greek-English Lexicon of the New Testament and
other EarlY Christian Literature, second Edition
(Chicago and London: The University of
Chicago Press, 1979) 195,196.
21 Gottfried Quell & Gottlob Schrenk,
"Righteousness", Bible Kry Words (New York:
Harper & Brothers, Publisher, 1951) h. 40,41.
22 Ibid, h. 42.
23 Herman Ridderbos, Paul, An Outline of His
Theology, trans. By John Richard de Witt (Grand
Rapids Michigan: William B. Eerdmans Pub!.
co., 1975) h. 170.
24 Jamen D.G. Dunn, Word Biblical Commentary,
Romans 1-8, vo!' 38 (Dallas, Texas: Word Books,
Publisher, 1988) h. 176,177.
25 Th. Van den End, TaJsiranSurat Roma (jakarta:
BPKGunungMulia, 1997) h. 153,154.
26 James D.G. Dunn, Word Biblical,op. cit., h.
178,179; Th. Van den End, op. cit., h. 159,160.
27 Th. Van den End, Ibid, h. 161;
28 John Ziesler, Paul's Letter to the Romans
(London: SCM Press; Philadelphia, Trunity
Press International, 1989) h. 252,255
29 John Ziesler, The Epistle to the Galatians
(London: Epworth Press, 1992) h. 43,44
30 Th. Van den End, op. cit., h. 181,182
31 Herman Ridderbos, op. cit., h. 178,179
32 Ben Witherington III, 1 and 2 Thessalonians,
A Social-Rhreton'cal Commentary (Grand Rapids
Michigan/Cambridge UK: William B.
Eerdmans Pub. Co., 2006) h. 58,59.
33 Ibid, h. 180
34 Ramli S.N. Harahap,yxwvutsrqponmlkjihgfedcbaYWUTSRPONMLKJIHGFEDCBAPengaruh Deklarasi
Bersama tentang Ajaran Pembenaran oleb l man
terhadap Cero/a-gero/aProtestan dan dan Katoiik di
Indonesia(Tesis) Oakarta: 2009, tidak ditcrbitkan),
h.80-92.yutsrponmlkihgfedcbaTSRPONMLKIHEDCBA
Bahan Bacaan
Arndt, William F, and Gingrich, F Wilbur,
A Greek-English Lexicon of the New
Testament and other Early Christian
Literature, second Edition (Chicago
and London: The University of
Chicago Press, 1979)
Berkhof, H.; Enklaar, I.H., Sejarah Gereja
aakarta: BPK Gunung Mulia, 1996)
Calvin, Yohanes, Institutio, Pengajaran
Agama Kristen, terj. Winarsih Arifin,
Th van den End (jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1980)
Dahlenburg, G.D., Konfesi-Konfesi
Gereja Lutheran (jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1991),
de Jonge, Christian, Apa itu Calvinisme? .
(lakarta: 1995)
Dunn,James D.G., The Theology of Paul,
the Apostle (Grand Rapids Michigan/
Cambridge, UK.: William B.
Eerdmans Publ. Co., 1998)
Dunn, James, D.G., Word Biblical
Commentary, Romans 1-8, vol. 38
(Dallas,Texas: Word Books, Publisher,
1988)
Harahap, Ramli S.N., Pengaruh Deklarasi
Bersama ten tang Ajaran Pembenaran
oleh Iman terhadap Gereja-gereja
Protestan dan dan KatolikwtrnmlkihfedaWVURLKJFEDAdi Indonesia
(Tesis) (lakarta: 2009, tidak diterbitkan)
Kittel, Gerhard (ed); Theological
Dictionary of the New Testament;
Vol. IV; (Eerdmans Grand Rapids
1963-74).
Ladd, G.E., A Theology of the ew
Testament, (Cambridge: the
Lutterworth Press, 1974).
1
Kerr, Hugh T., ( editor) A. Compend of
the Institutes of the Christian Religion
by Calvin (London: Lutterworth
Press, 1964)
Lull, Timothy F, (aditor), Martin Luther's
Basic Theological Writings
(Minneapolis: Fortress Press, 1989)
McGrath, Alister E., The Christian
Theology Reader (Oxford: Black-well
Publishing, 2007)
McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran
Reformasi, Terj. Oakarta: BPK
Gunung Mulia, 2000)
McGrath, Alister, Justification by Faith,
What It is Means for Us Today (Grand
Rapids, Michigan: Academiie Books,
Zondervan Publ., House, 1988).
Quell, Gottfried & Schrenk, Gottlob, "
Righteousness", Bible Key Words
(New York: Harper & Brothers,
Publisher, 1951)
Ridderbos, Herman, Paul, An Outline of
His Theology, trans. By John Richard
de Witt (Grand Rapids Michigan:
William B. Eerdmans Publ. co., 1975)
Spitz, Lewis W, Luter's Works, vol 34
(philadelphia: Muhlenberg Press, 1960
ten Napel, Henk,Jalan Yang Lebih Utama
Lagi, Jakarta, BPK Gunung Mulia
1988.
Van den End, Th., Tafsiran Surat Roma
(Iakarta: BPK Gunung Mulia, 1997)
Witherington III, Ben, 1 and 2
Thessalonians, A Social-Rhretorical
Commentary (Grand Rapids
Michigan/ Cambridge UK: William B.
Eerdmans Pub. Co., 2006)
Ziesler,John, Paul's Letter to the Romans
(London: SCM Press; Philadelphia,
Trunity Press International, 1989)
Ziesler,John, The Epistle to the Galatians
(London: Epworth Press, 1992)
17