Post on 12-Feb-2021
PEMBELAJARAN TEMATIK PADA ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PROF. DR
SRI SOEDEWI MASJCHUN SOFWAN SH
KOTA JAMBI
SKRIPSI
FITRA SARDISTA
NIM. TPG. 161881
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2020
PEMBELAJARAN TEMATIK PADA ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI
PROF. DR SRI SOEDEWI MASJCHUN SOFWAN SH
KOTA JAMBI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
FITRA SARDISTA
NIM. TPG. 161881
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2020
ii
iii
iv
v
vi
vii
PERSEMBAHAN
Segala usaha dan perjuangan yang tak pernah luput dari ridho Allah SWT dan
kedua orang tua, kini diriku tiba di titik yang selama ini ku impikan. Sebuah awal
dari perjuangan baru untukku menapaki dunia ynag lebih luas dan mencari lebih
banyak iilmu dunia serta akhirat untuk suatu saat dapat kupersembahkan untuk
orang lain.
Kupersembahkan karya kecil nan berharga ini.
Untukmu wahai malaikat yang selalu menjagaku, yang selalu berada didepan di
segala kondisiku, yang selalu memberiku segala hal yang aku inginkan hingga
diriku dapat menggapai cita-citaku. Terimakasih untuk semua usaha dan kerja
kerasmu untukku selama ini.
Ayahku tercinta
( Sukadi )
Untukmu wahai malaikat tanpa sayapku, wanita hebat yang selalu menjadi
inspirasiku, yang selalu memahamiku dalam keadaan apapun, pantang menyerah
dan membangkitkan semangat saat keterpurukan menerpa, yang selalu memberiku
dukungan disetiap langkahku untuk menggapai cita-citaku. Terimakasih telah
mendoakan ku di setiap sujudmu.
Ibuku tercinta
(Kasinem )
Tak terlepas dari semangat saudara perempuanku kakak tercinta ( Kasri ) serta
kakak iparku (Sardi) yang selalu ada untuk ku dan mengajariku banyak hal sehingga aku bisa sampai di titik sekarang ini. Terimakasih kuucapakan untuk
semangat dan do’a untukku.
viii
MOTTO
﴿٤﴾
Artinya: “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik baiknya" (Surah At-Tin ayat: 4).
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puja dan puji syukur kepada Allah SWT berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta
salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW junjungan umat.
Penulisan skripsi ni diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak yang telah
memberikan motivasi baik moral maupun materil. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis dengan senang hati menyampaikan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Suaidi Asy’ari, M.A, Ph.D selaku Rektor UIN Sulthan Thaha
Saifuddin jambi.
2. Dr. Rofiqoh Ferawati, Dr. As’ad Isma dan Dr. Bahrul Ulum selaku Wakil
Rektor I, II, III UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Dr. Hj. Fadlilah selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sulthan Thaha Saifddin Jambi.
4. Ikhtiati, M.Pd.I dan Nasyariah Siregar, M.Pd.I selaku ketua Program Studi
dan Sekretaris Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Dr. Mahluddin, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Nasyariah
Siregar, M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan
waktu dan mencurahkan segala pemikiran demi mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan penyususunan skripsi.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Bapak Triyono, S.Pd, M.Ed selaku Kepala Sekolah dan Ibu Titin
Yuniasih, S.Pd selaku wali kelas autis Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr.
Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi.
8. Kedua orang tua dan keluarga besar yang selalu memberi dukungan dan
motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
xi
ABSTRAK
Nama : Fitra Sardista
Program Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Judul : Pembelajaran Tematik Pada Anak Berkebutuhan
Khusus di Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr.
Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi
Skripsi ini membahas tentang pembelajaran tematik di kelas autis yang telah
menerapkan kurikulum 2013 dalam bentuk tematik, hanya saja terdapat Program
Khusus (PROKSUS) yang diterapkan di kelas autis yaitu meliputi komunikasi,
interaksi dan perilaku. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui
bagaimana proses pembelajaran tematik pada anak autis, 2) untuk mengetahui
kendala apa saja yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran tematik pada
anak autis, 3) untuk mengetahui upaya guru dalam mengatasi kendala dalam
proses pembelajaran tematik pada anak autis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan
pendekatan studi kasus. Kemudian pengumpulan data dilakukan dengan
mengunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis
data dilakukan dengan tahapan: 1) mereduksi data dengan cara mencatat dan
merekam data yang di dapat selama di lapangan, 2) menyajikan data dengan
uraian berbentuk teks naratif, 3) menyimpulkan data atau verifikasi dengan
menarik kesimpulan secara garis besar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala yang terjadi dalam proses
pembelajaran tematik yaitu guru cukup kesulitan menyampaikan materi pelajaran,
karena kurangnya kemampuan anak autis dalam berkomunikasi dan mengerti apa
yang guru sampaikan, pelaksanaan pembelajaran yang tidak sepenuhnya
berdasarkan Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP), kurangnya spesifikasi guru
berlatar belakang pendidikan luar biasa, media pembelajaran yang terbatas,
metode pembelajaran yang tidak dapat sepenuhnya diterapkan, kesulitan dalam
mengevaluasi pembelajaran, sarana dan prasarana yang kurang terpenuhi dalam
kegiatan belajar mengajar. Upaya dalam mengatasi kendala dalam proses
pembelajaran tematik yaitu guru mengikuti pelatihan kurikulum 2013 dan KKG
(Kelompok Kerja Guru) yang diadakan sekolah maupun provinsi, pihak sekolah
berupaya untuk memenuhi fasilitas sarana dan prasarana sebagai penunjang
proses pembelajaran tematik pada anak autis tercapai dengan maksimal.
Kata Kunci : Pembelajaran Autis.
xii
ABSTRACT
Nama : Fitra Sardista
Program Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Judul : Pembelajaran Tematik Pada Anak Berkebutuhan
Khusus di Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr.
Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi
This thesis discusses thematic learning in autistic classes that have
implemented the 2013 curriculum in a thematic form, only that there is a Special
Program (PROKSUS) implemented in the autistic class that includes
communication, interaction and behavior. The purpose of this study are: 1) to find
out how the thematic learning process in children with autism, 2) to find out what
obstacles are faced by teachers in the thematic learning process in children with
autism, 3) to find out the teacher's efforts in overcoming obstacles in the thematic
learning process in autistic child.
The method used in this research is a qualitative method, with a case study
approach. Then the data collection is done by using the method of observation,
interviews, and documentation. The data analysis technique was carried out in
stages: 1) reducing the data by recording and recording data obtained during the
field, 2) presenting the data in the form of narrative text, 3) concluding the data or
verification by drawing conclusions in broad outline.
The results showed that the obstacles that occur in the thematic learning
process that is quite difficult for teachers to deliver subject matter, due to the lack
of ability of children with autism to communicate and understand what the teacher
is conveying, the implementation of learning that is not entirely based on the
Learning Implementation Plan (RPP), the lack of teacher specifications set in
behind exceptional education, limited learning media, learning methods that
cannot be fully implemented, difficulties in evaluating learning, facilities and
infrastructure that are not met in teaching and learning activities. Efforts to
overcome obstacles in the thematic learning process, namely teachers attending
the 2013 curriculum training and KKG (Teacher Working Group) held by schools
and provinces, the school seeks to meet the facilities and infrastructure facilities to
support the thematic learning process in children with autism is achieved to the
maximum.
Keywords: Autistic Learning.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
NOTA DINAS ................................................................................................ ii
NOTA DINAS ................................................................................................ iii
PENGESAHAN ............................................................................................. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... vi
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii
MOTTO ......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... ix
ABSTRAK ..................................................................................................... xi
ABSTRACT ................................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Fokus Penelitian .................................................................................. 5 C. Rumusan Masalah ............................................................................... 5 D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 E. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik .................................................................................... 7 1. Pembelajaran Tematik ................................................................... 7
a. Pengertian Pembelajaran Tematik ........................................... 7 b. Landasan Pembelajaran Tematik ............................................ 8 c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik .................................... 9 d. Karakteristik Pembelajaran Tematik ....................................... 10 e. Buku Ajar Tematik .................................................................. 12
2. Anak Berkebutuhan Khusus .......................................................... 12 a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus .................................. 12 b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ................................. 13 c. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus ........................ 16 d. Dampak Kelainan Anak Berkebutuhan Khusus ...................... 18
3. Autis .............................................................................................. 18 a. Pengertian Autis ...................................................................... 18 b. Penyebab Autis ....................................................................... 19 c. Klasifikasi Autis ...................................................................... 21 d. Karakteristik Autis .................................................................. 22
4. Sekolah Luar Biasa ....................................................................... 24 a. Pengertian Sekolah Luar Biasa ............................................... 24
xiv
b. Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan Pendidikan SLB ..... 25 B. Studi Relevan ...................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ....................................................... 31 B. Setting dan Subjek Penelitian ............................................................. 31 C. Jenis dan Sumber Data Penelitian ....................................................... 32 D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 33 E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 34 F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ................................................. 36 G. Jadwal Penelitian ................................................................................. 38
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum .................................................................................... 39 1. Gambaran Umum Sekolah ............................................................ 39 2. Identitas Sekolah ........................................................................... 40 3. Visi dan Misi Sekolah .................................................................... 41 4. Peserta Didik Baru ........................................................................ 41 5. Struktur Organisasi Sekolah .......................................................... 42 6. Data Siswa ..................................................................................... 43 7. Data Guru ...................................................................................... 44 8. Sarana dan Prasarana ..................................................................... 49 9. Kegiatan Ekstrakurikuler .............................................................. 51
B. Temuan Khusus dan Pembahasan ....................................................... 52 1. Temuan Khusus .............................................................................. 52 2. Pembahasan .................................................................................... 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 69 B. Saran .................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Struktur Organisasi Sekolah ............................................................ 42
Tabel 4.2 Data Siswa ....................................................................................... 43
Tabel 4.3 Data Guru ........................................................................................ 44
Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana ...................................................................... 49
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Pernyataan Responden
Lampiran 2 :Intrumen Pengumpulan Data
Lampiran 3 : Wawancara dengan Kepala Sekolah
Lampiran 4 : Wawancara dengan Guru Kelas Autis
Lampiran 5 : Wawancara dengan Siswa Autis
Lampiran 6 : Wawancara dengan Orang tua Siswa
Lampiran 7 : Lembar Observasi
Lampiran 8 : Lembar Wawancara
Lampiran 9 : Lembar Dokumentasi
Lampiran 10 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Lampiran 11 : Program Tahunan dan Program Semester
Lampiran 12 : Silabus Tematik
Lamporan 13 : Dokumentasi Kegiatan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-undang RI
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan jalur
pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Sekolah
Dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut (Permendiknas No 23 Tahun 2006 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan).
Pembelajaran tematik dalam pendidikan sekolah dasar tidak terlepas dari
perkembangan akan konsep pendekatan terpadu itu sendiri. Pada dasarnya
pembelajaran tematik merupakan terapan dari pembelajaran terpadu.
Kurikulum terpadu cenderung lebih memandang bahwa suatu pokok bahasan
harus terpadu (integrated) secara menyeluruh. Pembelajaran tematik adalah
pembelajaran yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar yang
menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian
dikombinasikan dengan mata pelajaran lainnya (Mulyasa, 2013, hal.170).
Pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan
yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar.
Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap
2
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1b).
Pendidikan Inklusi 2004 menyatakan bahwa keberadaan anak berkelainan
dan anak berkebutuhan khusus lainnya di Indonesia berhak mendapatkan
kesamaan hak dalam berbicara, berpendapat, memperoleh pendidikan,
kesejahteraan dan kesehatan, sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945; serta
mendapatkan hak dan kewajiban secara penuh sebagai warga negara.
Berdasarkan Undang-undang di atas menyatakan bahwa setiap anak
berhak mendapatkan pendidikan, termasuk pada anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan atau
penyimpangan (fisik, mental intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus
(Grichara, 2013, hal.148).
Anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang jika dilihat secara signifikan
merupakan seorang anak yang memiliki kelainan, baik dalam fisik, emosional,
mental ataupun sosial, dalam proses pertumbuhannya jika dibandingkan
dengan sejumlah anak yang lainnya yang memang seusia dengannya. Seorang
anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan yang sama dengan siswa
lainnya hanya saja perlu perlakuan khusus untuk ditempatkan di sekolah yang
sesuai dengan kondisinya. Salah satu sekolah yang menaungi anak-anak yang
memiliki keunikan/spesial adalah Sekolah Luar Biasa (SLB). Salah satu bentuk
anak tersebut adalah anak yang memiliki berkebutuhan khusus yang
dinamakan anak autis.
Autisme pada hakikatnya adalah gangguan perkembangan nerobiologi
yang luas pada anak. Gangguan ini menimbulkan masalah bagi anak, dalam hal
berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan. Anak autis tak
dapat berinteraksi denganan siapa pun secara berarti, karena ketidakmampuan
memahami apa yang dimaksud orang lain (Mulyadi dan Sutadi, 2014).
3
Berdasarkan Observasi awal di Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri
Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi dengan salah satu guru
pembelajaran tematik di Sekolah Luar Biasa (SLB) kelas Autis sudah
menerapkan kurikulum 2013 yang dikemas dalam bentuk tematik, hanya saja
terdapat kendala pada guru dalam pelaksanaan pembelajaran tematik dan siswa
yang mengalami kesulitan dalam menerima materi pembelajaran tematik.
Terdapat program khusus (PROKSUS) yang dilaksanakan dalam waktu empat
jam/minggunya pada hari senin dan kamis. Program khusus meliputi interaksi,
komunikasi dan perilaku pada anak autis, dengan adanya program tersebut
sangat membantu pelaksanaan pembelajaran tematik.
Interaksi sosial umumnya sulit bagi individu autisme yang ingin berbagi
pengalaman dengan orang lain. Komunikasi yaitu kesulitan berkomunikasi
berjangkauan dari ketidakmampuan memproduksi kata-kata yang bermakna
hingga memahami dan mengkontekskan apa yang dikatakan. Sedangkan
perilaku yaitu individu dengan autisme cenderung menampilkan perilaku yang
dianggap orang lain tidak lazim atau tidak biasa (Sastry dan Aguirre, 2014).
Kurikulum pendidikan khusus disusun dan dilaksanakan dengan
mengakomodasi hambatan peserta didik, mulai dari kompetensi inti,
kompetensi dasar dan silabusnya. Buku ajar tematik anak autis dengan buku
tematik anak normal terdapat perbedaan yang mendasar seperti pada tema dan
kegiatan pembelajaran yang dikemas lebih sederhana dibandingkan dengan
buku tematik anak normal lainnya.
Proses pembelajaran tematik pada anak Autis di Sekolah Luar Biasa
Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi menggunakan
gambar sebagai media pembelajaran dan menggunakan metode khusus yang
disesuaikan dengan karakteristis siswa autis karena setiap individual anak
memiliki kemampuan interaksi, komunikasi dan perilaku yang berbeda dalam
satu kelas, seperti hiperaktif, emosional maupun siswa yang cenderung sulit
berkomunikasi. Kelas V autis berjumlah empat siswa dalam setiap kelasnya.
4
Sesuai dengan standar pendidikan maksimal dalam satu kelas terdapat tiga
siswa autis dengan seorang tenaga pengajar, tetapi dikelas V autis terdapat
empat siswa, hal tersebut dikarenakan kurangnya tenaga pengajar. Oleh karena
itu, tenaga pengajar dibidang pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa
(PLB) sangat dibutuhkan agar pendidik mampu menerapkan pembelajaran
tematik pada anak autis sesuai dengan standar pendidikan khusus.
Tanggung jawab pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah
terletak ditangan pendidik yaitu guru SLB yang memiliki pendidikan khusus,
itu sebabnya para pendidik harus dididik dalam profesi kependidikan, agar
memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya
secara efesien dan efektif, tetapi tidak sedikit guru di Sekolah Luar Biasa
Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi yang belum
memiliki kemampuan pendidikan khusus. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian yang lebih mendalam tentang pembelajaran tematik bagi siswa autis
di Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH
Kota Jambi yang telah menerapkan pembelajaran dengan kurikulum 2013.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pembelajaran tematik pada anak berkebutuhan khusus
autis. Peneliti memilih kelas ini karena dalam proses pembelajaran anak autis
belum berhasil sepenuhnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pembelajaran Tematik pada Anak Berkebutuhan Khusus di
Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH
Kota Jambi”.
5
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang dikemukakan di atas
maka untuk memudahkan penelitian lebih lanjut peneliti akan memfokuskan
penelitiannya sebagai berikut:
1. Subyek penelitian ini adalah anak berkebutuhan khusus autis kelas V di
Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH
Kota Jambi.
2. Penelitian ini berfokus pada tema aku dan sekolahku dan sub tema
pramuka.
3. Proses pembelajaran tematik pada anak berkebutuhan khusus autis.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembelajaran tematik pada anak berkebutuhan
khusus autis kelas V?
2. Apa saja kendala yang di hadapi guru dalam proses pembelajaran
tematik pada anak berkebutuhan khusus autis kelas V?
3. Bagaimana upaya guru mengatasi kendala pada proses pembelajaran
tematik pada anak berkebutuhan khusus autis kelas V?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui:
1. Proses pembelajaran tematik pada anak berkebutuhan khusus autis kelas V
di Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH
Kota Jambi.
2. Kendala yang di hadapi guru dalam proses pembelajaan tematik pada anak
berkebutuhan khusus autis kelas V di Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr.
Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi.
3. Upaya guru dalam mengatasi kendala dalam proses pembelajaran pada
anak berkebutuhan khusus autis kelas V di Sekolah Luar Biasa Negeri
Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi.
6
E. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan, wawasan dan
pengalaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan peranan guru dalam
mendidik anak berkebutuhan khusus, karena dengan melihat realita yang
ada secara langsung akan memudahkan untuk mengkaji masalah tersebut
sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi lembaga (sekolah)
Sebagai bahan pertimbangan dalam mengasuh, membina,
mengarahkan, membimbing anak berkebutuhan khusus dan sebagai
informasi untuk mendorong semua civitas akademik menerapkan
manajemen guru dan sekolah sebaik-baiknya dengan tujuan pada
efektifitas pendidikan anak berkebutuhan khusus sehingga dapat
berjalan dengan lancar.
b. Bagi pendidik
Sebagai acuan dan masukan serta kritik konstruktif terutama dalam
mendidik anak berkebutuhan khusus.
c. Bagi peneliti
Sebagai sarana untuk mengintegrasikan keterampilan dan
pengetahuan serta memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar
sarjana strata satu (S1) dalam bidang pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah di Fakultas Tarbiyah dan keguruan UIN STS JAMBI.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik
1. Pembelajaran Tematik
a. Pengertian Pembelajaran Tematik
Menurut Majid (2017, hal.80) pembelajaran tematik adalah salah
satu model pembelajaran terpadu (integreted instruction) yang
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik
secara individu maupun kelompok aktif menggali dan menemukan
konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan
otentik.
Sedangkan menurut Setiawan (2018, hal. 20) pembelajaran tematik
adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan prinsip pembelajran
terpadu menggunakan topik atau tema. Tema berfungsi sebagai
pemersatu beberapa muatan mata pelajaran dengan melibatkan
pengalaman peserta didik guna mendapatkab pengalaman belajar yang
bermakna.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang memadukan antara
berbagai mata pelajaran atau bidang studi dengan menggunakan tema
tertentu. Tema tersebut kemudian diulas atau dilaborasi dari berbagai
sudut pandang baik dari pandangan ilmu pengetahuan, humaniora
maupun agama, sehingga memberikan pengalaman bermakna bagi anak
didik (Kadir dan Hanun, 2014)
Berdasarkan Kemendikbud (2013, hal.193) pembelajaran tematik
dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan
pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam
satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi
peserta didik. Peserta didik dalam memahami sebuah konsep yang
mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya
8
Beragam defenisi yang dikemukakan oleh para ahli dan kementerian
pendidikan dan kebudayaan, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa
pada umumnya pembelajaran tematik/terpadu adalah pembelajaran yang
menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antara beberapa isi mata
pelajaran dengan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari siswa-siswi,
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
b. Landasan Pembelajaran Tematik
Menurut Majid (2014, hal.87-88) Landasan pembelajaran tematik
mencakup:
1) Landasan Filosofis
Aliran progresivisme yakni memandang proses pembelajaran
perlu ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah
kegiatan suasana yang alamiah (natural), serta memperhatikan
pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme yakni berupaya melihat
pengalaman siswa secara langsung (direct experiences) sebagai kunci
dalam pembelajaran. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja
dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterprestasikan sendiri
oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah
jadi, melainkan suatu proses yang terus-menerus. Keaktifan siswa
yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam
perkembangan pengetahuannya.
2) Landasan Psikologi
Pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi
perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/ materi
pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat
keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan
peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal
9
bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan
kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
3) Landasan Yuridis
Pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau
peraturan yang mendukung pelakanaan pembelajaran tematik di
sekolah dasar. Landasan Yuridis tersebut adalah UU No .23 tahun
2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan
minat dan bakatnya. UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapakan pelayanan pendidikan sesaui dengan
bakat minat dan kemampunya.
c. Prinsip Pembelajaran Tematik
Menurut Setiawan (2018, hal.21) mengklasifikasikan prinsip-prinsip
pembelajaran tematik menjadi lima macam, yaitu:
1) Prinsip perencanaan pembelajaran
Merupakan dasar/landasan dalam proses pembelajaran tematik.
Keterukuran pembelajaran tematik bergantung pada seberapa banyak
mata pelajaran yang diintegraskan dan ketersediaan media-media
pembelajaran yang dibutuhkan. Semakin banyak mata pelajaran yang
dipadukan, akan semakin sulit pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan.
2) Penentuan tema
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan
tema. Tema dalam pembelajaran tematik merupakan sarana atau alat
untuk mengajarkan kompetensi dasar/indikator. Keberadaan tema
bersifat dinamis, bisa di sesuaikan dengan kondisi dan lingkungan
belajar peserta didik.
10
3) Prinsip proses pembelajaran
Pembelajaran tematik, guru sebagai fasilitator dan mediator yang
bertugas menerjemahkan kurikulum/materi ajar yang terpadu agar
menjadi lebih mudah dicerna. Hakikat proses pembelajaran tematik
adalah kemampuan guru dalam mengintegrasikan materi belajar
menjadi padu dan harmonis.
4) Prinsip evaluasi
Prinsip evaluasi pembelajaran tematik menghendaki evaluasi
menyeluruh yaitu evaluasi yang mencakup mapel-mapel yang
diintegrasikan dan evaluasi parsial yaitu evaluasi yang dilakukan
berdasarkan mata pelajaran.
5) Prinsip terukur
Prinsip terukur adalah seorang guru harus memikirkan jumlah
mata pelajaran, bidang studi, dan muatan pelajaran yang akan
diintegrasikan di dalam proses pembelajaran. Tidak semua muatan
pelajaran mudah untuk diintegrasikan. Kesesuaian/keterukuran
berdasarkan kompetensi dasar/indikator menjadi variabel utama yang
perlu dipahami guna mempertahankan kebermaknaan di dalam
pembelajran tematik.
d. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut Rusman (2015, hal. 146-147) sebagai suatu model
pembelajaran di sekolah, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-
karakteristik sebagai berikut:
1) Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered). Hal
ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak
menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih
banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan kemudahan-
kemudahan pada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
11
2) Memberikan pengalaman langsung pada anak
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung
pada siswa (directexperiences). Dengan pengalaman langsung ini,
siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar
untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
Pembelajaran tematik pemisah antarmata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-
tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai
mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian,
siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini
diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5) Bersifat luwes/fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran
yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan
keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6) Hasil pembelajaran berkembang sesuai dengan minat, bakat dan
kebutuhannya
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7) Menggunakan prinsip bermain sambil belajar.
Guru dalam membimbing siswanya yang masih usia dini, ada
baiknya dalam setiap pembelajaran ynag dilakukan diaplikasikan
dengan melalui kegitan permainan. Kegiatan bermain sambil belajar
tidak hanya disukai oleh anak-anak melainkan juga sangat bermanfaat
bagi perkembangan anak dan dapat mendapatkan banyak pengalaman
yang berharga melalui bermain.
12
e. Buku Ajar Tematik
Buku ajar tematik merupakan buku guru yang dipersiapkan
pemerintah dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Buku ini
disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak dibawah koordinasi
kementerian pendidikan dan kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap
awal penerapan Kurikulum 2013. Buku tematik dalam langkah-langkah
kegiatan pembelajaran menerapkan pendekatan saintifik yaitu
(mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi dan komunikasi)
dengan penilaian otentik.
Sedangkan pada buku ajar tematik pada anak berkebutuhan khusus
autis, kurikulum disusun dan dilaksanakan dengan mengakomodasi
hambatan peserta didik, mulai dari kompetensi inti, kompetensi dasar dan
silabusnya. Kurikulum dikembangkan secara fleksibel sesuai dengan
kebutuhan setiap individu anak autis dan harus disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing.
Buku ajar tematik anak autis dengan buku tematik pada umumnya
terdapat perbedaan diantaranya buku tematik pada anak autis yaitu tema
dan kegiatan pembelajarannya lebih sederhana dibandingkan dengan
buku tematik untuk anak normal pada umumnya. Standar penilian
kriteria ketuntasan minimal (KKM) anak autis lebih rendah dibandingkan
dengan anak pada umumnya (Permendiknas No 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan Menengah).
2. Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan
khusus sementara atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan
pendidikan secara lebih intens. Kebutuhan tersebut disebabkan karena
kelainan atau bawaan dari lahir atau karena masalah tekanan ekonomi,
politik, sosial, emosi, dan perilaku menyimpang. Berkebutuhan khusus
karena anak tersebut memiliki kelainan dan berbeda dengan anak normal
pada umumnya (Wijaya, 2019, hal.2).
13
Menurut Marlina (2019, hal. 6) anak berkebutuhan khusus diartikan
sebagai seorang anak yang memiliki hambatan perkembangan dan
hambatan belajar termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat dan
mereka memerlukan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan
hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan
memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam
belajar dan perkembangannya atau dengan kata lain anak dengan
problema belajar (Cahya, 2013, hal.5).
Sedangkan menurut Grichara (2013, hal.148) Anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik,
mental intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhan
atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Beragam defenisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
mengalami kelainan dengan karakteristik khusus yang membedakan
dengan anak normal pada umumnya serta memerlukan pendidikan
khusus sesuai dengan jenis kelainannya.
b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus diklasifikasikan atas beberapa
kelompok, antara lain (Marlina, 2019, hal. 11):
1) Anak dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Anak bergangguan penglihatan adalah anak yang memiliki
gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh atau
sebagian, dan walaupun tekah diberi pertolongan dengan alat-alat
bantu khusus. Anak tunanetra terdiri dari buta total (blind) dan kurang
penglihatan (low vision).
14
2) Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
Anak yang mengalami gangguan pendengaran adalah mereka
ynag mengalami kehilangan pendengaran meliputi pengaruh gardiasi
atau tingkatan baik ringan, sedang, berat dan sangat berat, yang
mengakibatkan pada gangguan komunikasi dan bahasa. Keadaan ini
walaupun telah diberikan alat bantu mendengar tetap memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
3) Anak dengan Gangguan Intelektual Rendah (Tunagrahita)
Tunagrahita merupakan kondisi yang ditandai dengan
kemampuan mental jauh di bawah rata-arata, memiliki hambatan
dalam penyesuaian diri secara sosial, berkaitan dengan adanya
kerusakan organik pada susunan saraf pusat dan tidak dapat
disembuhkan serta membutuhkan layanan pendidikan khusus, layanan
multididiplin, dan dirancang secara individual.
4) Anak dengan Gangguan Fisik dan Motorik (Tunadaksa)
Anak yang mengalami fisik atau motorik adalah anak yang
mengalami ganguan fisik berkaitan dengan tulang, otot, sendi, dan
sistem persarafan, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus
agar kemamuannya berkembang secara optimal. Anak tunadaksa rata-
rata mengalami gangguan psikologis yang cenderumg merasa malu,
rendah diri, dan sensitif serta memisahkan diri dari lingkungannya.
5) Anak Berbakat (Anak Gifted dan Talend)
Anak berbakat adalah anak yang ditunjukkan dengan kemampuan
tingkat kecerdasan atau kemampuan umumdi atas rata-rata. Anak
berbakat diantaranya: anak unggul, anak berkemampuan istimewa,
anak superior, anak genius. Kemampuan individu dapat dikategorikan
menjadi dua yaitu, kemampuan khusus dan kemampuan umum.
6) Anak Berkesulitan Belajar (Children with Learning Disabilitas)
Anak Children with Learning Disabilitas yaitu anak yang
memiliki intelegensi normal atau bahkan superior, tetapi sulit belajar
dalam satu atau beberapa bidang tertentu, dan mungkin unggul dalam
15
bidang lain. Salah satu ciri dari kesulitan belajar adalah dugaan
adanya gangguan fungsi otak, yang disebabkan oleh adanya sel otak
yang rusak.
7) Anak Lambat Belajar (Slow Leaner)
Anak Slow Leaner adalah anak yang memiliki intelegensi berada
pada taraf perbatasan dengan IQ 75-85 (berdasarakan tes baku).
Lambat belajar bukan termasuk golongan kecerdasan di bawah rata-
rata. Anak ini umumnya berada di sekolah reguler. Penyebab lambat
belajar karena keterbatasan kapasitas intelektual, yakni adanya
keterbatasan kemampuan dalam memecahkan masalah secara cepat
dan tepat.
8) Anak Autisme (Autistic Spectrum Disorder)
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat, akibat
adanya kerusakan atau masalah perkembangan pada otak yang
mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan
dengan orang lain. Penyandang autisme memiliki gangguan dalam
interaksi sosial, komunikasi, tidak memahami gerak-gerik tubuh,
ekspresi muka dan suara datar (monoton), juga mengalami gangguan
imajinasi dan pola perilaku berulang-ulang.
9) Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
Anak tunalaras sering disebut dengan gangguan emosional yang
sering mengalami konflik baik dengan orang lain maupun dengan diri
sendiri. Mereka mengalami kesulitan untuk bermain atau belajar
bersama anak lain. Anak tunalaras mengalami kesulitan beradaptasi
dengan kehidupan masyarakat, sering berkelahi, dan tidak disukai oleh
anak-anak lain pada umumnya, karena ketidakmampuannya menjalin
hubungan persahabatan, maka anak tunalaras oleh awam seing disebut
juga anak nakal.
16
10) Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
(GPPH)
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
merupakan perilaku yang berkembang secara tidak sempurna dan
timbul pada anak-anak dan orang dewasa. Perilaku yang dimaksud
berupa kekurangmampuan dalam hal menaruh perhatian, pengontrolan
gerak hati, serta pengendalian motorik. Keadaan yang demikian
menjadi masalah bagi anak-anak (penderita) terutama dalam
memusatkan perhatian terhadap pelajaran sehingga akan menimbulkan
kesukaran di dalam kelas.
Berdasarkan klasifikasi anak berkebutuhan khusus diatas, peneliti
memfokuskan pada anak berkebutuhan khusus autis. Autisme adalah
gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan
pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi
sosial, komunikasi dan perilaku. Gejalanya biasa muncul pada anak-anak
yang tampak tumbuh normal, sampai usia antara satu hingga tiga tahun.
Beberapa orang penyandang autis berkondisi nonverbal, tetapi yang
lain dapat berbicara dan berkomunikasi dengan lebih normal. Setiap
individual anak autis memiliki kemampuan yang berbeda dalam
komunikasi maupun bahasa, hal tersebut berpengaruh pada
perkembangan intelegensi seorang anak. Pembagian kelas anak autis
disesuaikan dengan kemampuan setiap individual siswa bukan
berdasarkan umurnya.
c. Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Menurut Suparno dkk (2007) beberapa faktor penyebab untuk anak
berkebutuhan khusus antara lain :
1) Faktor heriditer
Faktor herediter terjadi karena kelebihan kromosom yang
diakibatkan oleh kesamaan gen pada pasangan suami istri. Selain
itu,usia ibu waktu hamil juga sangat berpengaruh terhadap kelahiran
17
anak. Usia ibu saat hamil diatas 35 tahun memiliki resiko yang cukup
tinggi untuk melahirkan anak berkebutuhan khusus.
2) Faktor infeksi
Faktor infeksi disebabkan adanya berbagai serangan penyakit
infeksi yang dapat menyebabkan baik langsung maupun tidak
langsung terjadinya kelainan seperti TORCH toksoplasma, rubella,
cytomegalo virus, herpes, polio, meningitis.
3) Faktor keracunan
Keracunan dapat secara langsung pada anak ,maupun melalui ibu
hamil.munculnya FAS(Fetal Achohol Syndrome) adalah keracunan
janin yang disebabkan ibu mengkonsumsi alcohol yang berlebihan,
kebiasaan kauman ibu mengkonsumsi obat bebas tanpa pengawasan
dokter merupakan potensi keracunan pada jenis. Jensi makanan yang
dikonsumsi bayi yang banyak mengandung zat-zat berbahaya
merupakan salah satu penyebab. Adanya polusi pada berbagai sarana
kehidupan terutama pencemaran udara dan air.
4) Trauma
Kejadian yang tidak terduga yang langsung pada anak seperti
proses kelahiran yang sulit sehingga memerlukan pertolongan yang
mengandung resiko tinggi mengakibatkan kekurangan oksigen pada
otak. Bencana alam juga bisa menyebabkan anak memiliki kebutuhan
khusus. Seperti cacat fisik dan gangguan mental.
5) Kekurangan gizi
Masa tumbuh kembang sanga berpengaruh terhadap tingkat
kecerdasan anak terutama pada 2 tahun pertama kehidupan .
kekurangan gizi dapat terjadi karena adanya kelainan metabolism
maupun penyakit-penyakit pada anak seperti cacingan
18
d. Dampak Kelainan Anak Berkebutuhan Khusus
Suparno dkk (2007) mengemukakan bahwa dengan adanya kelainan
seorang anak dapat mengalami hambatan yang akibat pada aspek
fisiologis, psikologis, dan sosial.
1) Dampak fisiologis
Dampak fisiologis terutama terjadi pada anak-anak yang
mengalami kelainan yang berkaitan dengan fisik termasuk sensori-
motor terlihat pada keadaan fisik penyandang kebutuhan khusus
kurang mampu mengkoordinasi gerak antara lain:kurang mampu
koordinasi sensori motor,melakukan gerak yang tepat dan terarah,
serta menjaga kesehatan.
2) Dampak psikologis
Dampak psikologis timbul berkaitan dengan kemampuan jiwa
lainya, karena keadaan mental yang labil akan menghambat proses
kejiwaan dalam tanggapan terhadap tuntutan sosiologis.
3) Dampak sosiologis
Dampak sosiologis terjadi karena adanya hubungan dengan
kelompok atau individu disekitarnya terutama keluarga dan saudara-
saudaranya. Kehadiran anak berkebutuhan khusus dikeluarga suatu
unit sosial menganggap dengan hadirnya anak berkebutuhan khusus
merupakan musibah, kesedihan dan beban yang berat. Semua
masalah dikeluarga tersebut merupakan dampak sosiologis yang
harus ditanggung oleh keluarga.
3. Autis
a. Pengertian Autis
Menurut Jamaris (2015, hal.227) autisme adalah keadaan yang
disebabkan oleh kelainan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku
yang sangat kaku dan pengulangan perilaku. Autisme sendiri merupakan
gangguan yang meliputi area kognitif, emosi, perilaku, sosial, termasuk
19
juga ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang-orang di
sekelilingnya. Anak yang autis akan tumbuh dan berkembang dengan
cara yang berbeda di bandingkan dengan anak-anak normal lainnya.
Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan
yang khas mencakup persepsi, linguistik, kognitif, komunikasi dari yang
ringan sampai yang berat, dan seperti hidup di dunianya sendiri, ditandai
dengan ketidakmampuan berkomunikasi secara verbal dan non verbal
dengan lingkungan eksternalnya (Koswara, 2013, hal. 11).
Sedangkan menurut Yuwono, (2012, hal. 26) berpendapat bahwa
pengertian autisme dimuat dalam IDEA (Individuals with Disabilitas
Education Act) yakni masalah perkembangan yang secara signifikan
berdampak pada kemampuan komunikasi verbal, non verbal, interaksi
sosial yang umumnya terjadi sebelum umur tiga bulan.
Beragam definisi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan pervasif yang mengganggu fungsi kognitif dan
mempengaruhi kemampuan bahasa, komunikasi, perilaku, dan interaksi
sosial. Anak autis cenderung melakukan kegiatan yang ia sukai secara
berulang-ulang.
b. Penyebab Autis
Autisme adalah gangguan perkembangan yang mencakup bidang
komunikasi, interaksi, dan perilaku. Gejala autis mulai tampak pada anak
sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan autistik ditandai dengan
tiga gejala utama yaitu gangguan interakasi sosial, gangguan komunikasi,
dan perilaku yang stereotipik. Apabila interaksi membaik, sering kali
gangguan komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis.
Komunikasi tidak selalu identik dengan bicara, dapat dilakukan secara
nonverbal (Desiningram, 2016).
Menurut Wiyono dalam (Usop, 2014, hal. 11) secara spesifik, faktor-
faktor yang menyebabkan anak menjadi autistik belum ditemukan secara
20
pasti, meskipun secara umum ada kesepakatan di dalam lapangan yang
membuktikan adanya keberagaman tingkat penyebabnya. Hal ini
termasuk bersifat genetik, metabolik, dan gangguan syaraf pusat,
gangguan pencernaan hingga keracunan logam berat. Struktur otak yang
tidak normal seperti hydrocephalus juga dapat menyebabkan autistik.
Penyebab autisme secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu
genetik dan lingkungan. Faktor genetik telah ditemukan gen autis yang
diturunkan orang tua kepada beberapa anak autis. Sedangkan faktor
lingkungan adalah terkontaminasinya lingkungan oleh zat-zat beracun,
pangan, gizi, dan akibat raksenasi (Winarno, 2013, hal.17)
Selain hal tersebut, terdapat faktor lain yang menyebabkan autisme
pada anak yaitu interaksi antara lingkungan dan gen. Jika seorang anak
menderita autisme, terdapat risiko besar bahwa anak lain yang lahir dari
orang tua sama akan memilikinya juga (berdasarkan rasio dasar 0,7
persen, kemungkinan saudara-saudaranya sekandung adalah 4 sampai 10
persen). Mengidentifikasi penyebab genetik akan memampukan
mengenali anak bagaimana yang berisiko terserang autisme. Tes genetik
memungkinkan intervensi lebih awal diberikan bagi anak yang berisiko
terserang autis (Sastry dan Aguirre, 2014).
Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa gejala
anak berkebutuhan khusus autis terlihat sebelum usia tiga tahun, dengan
gangguan utama pada interaksi, komunikasi dan perilaku yang berulang
dan tidak bervariasi. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik, metabolik,
gangguan syaraf pusat, gangguan pencernaan, dan lingkungan yang telah
terkontaminasi oleh zat-zat beracun.
21
c. Klasifikasi Autis
Menurut Surna dan Paderoit (2014, hal. 20) mengklasifikasikan
kedalam lima jenis gangguan perkembangan yang terjadi pada anak autis
antara lain:
1) Autistic Disorder Autism
Autis yang muncul sebelum usia tiga tahun dan ditunjukkan
dengan imajinasi serta adanya perilaku berulang pada minat dan
aktivitas tertentu.
2) Asperger’s Syndrome
Autis yang terhambat pada perkembangan interaksi sosial dan
adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum menunjukkan
keterlambatan bahasa dan berbicara, serta memiiki tingkat intelegensi
rata-rata hingga di atas rata-rata.
3) Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified
Merujuk pada istilah atypical autis. Autis jenis PDD-NOS adalah
seorang anak autis yang tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada
diagnosis tertentu (autis aspergers dan rett’s syndrome).
4) Rett’s Syndrome
Autis yang lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang
terjadi pada anak laki-laki. Anak mengalami gangguan perkembangan
yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan
yang dimilikinya. Kehilangan kemampuan fungsi tangan yang
digantikan dengan gerakan-gerakan tangan yang berulang-ulang pada
rentang usia 1-4 tahun.
5) Childhood Disintegrative Disorder
Menunjukkan kemampuan perkembangan anak yang normal
selama 2 tahun pertama usia perkembangan, kemudian tiba-tiba
kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
22
d. Karakteristik Autis
Menurut Jamaris (2015, hal.228-230) anak autis timbul dengan
gejala yang beragam, tetapi keberagaman tersebut masih dapat
diklasifikasikan ke dalam empat bagian, yaitu: (1) kelainan dalam
interaksi sosial, (2) kelainan dalam komunikasi, (3) kelainan dalam
perhatian, dan (4) perilaku yang berulang.
1) Kelainan dalam Interaksi Sosial
Kelainan interaksi sosial yang dikenal dengan istilah ASD, yang
biasanya telah terlihat sejak usia dini. Bayi yang terdeteksi autism
memperlihatkan perhatian yang sangat kurang pada stimulus diberikan
kepadanya, seperti: tersenyum, canda orang tua kepadanya, jarang
melihat pada orang lain, tidak merespons apabila namanya dipanggil.
Anak usia dini yang mengalami autism dapat dibedakan dengan jelas
dari anak normal. Anak autis menunjukkan kelemahan dalam bahasa
pemahaman dan menafsirkan isi bahasa. Oleh sebab itu, dalam
berkomunikasi dengan anak atau individu autis perlu lebih sabar dan
dengan ucapan kalimat yang tidak cepat.
2) Kemampuan Berkomunikasi
Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap anak autis
menunjukkan bahwa dua pertiga, bahkan sampai setengah dari jumlah
anak autis tidak mengalami perkembangan bahasa dan komunikasi
secara normal sehingga ia mengalami kesulitan dalam bahasa dan
komunikasi. Kelainan dalam kemampuan berkomunikasi pada
hakikatnya telah muncul sejak bayi, yang mencakup terlambat dalam
meraba, menunjukkan isyarat-isyarat yang aneh, tidak merespons
sapaan, dan ungkapan vokal yang tidak sesuai dengan apa yang
dicontohkan oleh orang tua atau pengasuhnya.
3) Perilaku Berulang
Individu autis menunjukkan berbagai bentuk pengulangan
perilaku atau perilaku yang tetap tidak berubah. Keberagaman
23
pengulangan perilaku tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa
bagian dan pengelompokan. Kategori tersebut adalah sebagai berikut:
a) Stereotype, yaitu pengulangan gerakan, seperti bertepuk tangan,
mengeluarkan bunyi, suara tertentu, menggoyangkan kepala atau
badan.
b) Compulsive behavior, yaitu perilaku yang bertujuan untuk
mengikuti peraturan, seperti membariskan sejumlah mainan.
Susunan terbaik tidak akan diubah dan selalu dilakukannya pada
waktu menyusun benda atau mainan.
c) Sameness, yaitu perilaku yang tidak mau berubah, misalnya
mempertahankan agar suatu benda terletak pada tempatnya dan
tidak boleh diubah dan diganggu.
d) Ritualistic Behaviore, yang mencakup tidak memvariasikan pola
kegiatan sehari-hari, misalnya tidak mau menu makan atau
minuman yang berbeda.
e) Resticted Behavior, yaitu perilaku yang terbatas dan terfokus pada
minat dan aktivitas tertentu.
f) Self-injured, yaitu perilaku melukai diri dan dilakukan berulang-
ulang, seperti menarik-narik kulit tangan, menggigit-gigit tangan,
membentur-benturkan kepala.
g) Tidak ada perilaku berulang yang spesifik bagi anak autis, akan
tetapi yang dapat menetap adalah meningkatnya pola perilaku
berulang dan keparahan ini berlanjut.
Sedangkan menurut Koswara (2013, hal. 12) anak autis memiliki
karakteristik yang khas bila dibandingkan dengan anak berkebutuhan
khusus lainnya. Secara umum anak autis memiliki karakateristik sebagai
berikut:
1) Tidak memiliki kontak mata dengan orang lain atau lingkungan
sekitarnya. Anak autis umumnya tidak dapat melakukan kontak mata
atau menatap guru, orangtua atau lawan bicaranya ketika melakukan
komunikasi.
24
2) Anak autis sangat selektif terhadap rangsang, seperti tidak suka
dipeluk, merasa seperti sakit kepala ketika dibelai guru atau
orangtuanya. Beberapa anak ada yang sangat terganggu dengan
warna-warna tertentu.
3) Respon stimulasi diri yang mengganggu interaksi sosial. Anak autis
seringkali melakukan atau menunjukkan sikap seperti mengepak-
ngepakkan tangan, memukul-mukul kepala, menggigit jari tangan
ketika measa kesal atau merasa panik dengan situasi lingkungan yang
baru dimasukinya.
4) Anak autis umumnya senang bermain sendiri, hal ini karena anak
tidak melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya. Oleh karena
itu anak autis jangan dibiasakan bermain sendiri.
5) Anak autis pada umumnya melakukan gerakan tubuh yang khas,
seperti menggoyang-goyangkan tubuh, jalan berjinjit, menggerakan
jari ke meja dan memperlihatkan ekspresi wajah yang datar sehingga
sulit membedakan apakah anak sedang merasa senang, sedih ataupun
marah.
4. Sekolah Luar Biasa (SLB)
a. Pengertian Sekolah Luar Biasa
Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sebuah institusi pendidikan yang
menyelenggarakan Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan sekolah khusus
bagi penyandang kecacatan tertentu. Ketika seorang anak diidentifikasi
mempunyai kelainan, pendidikan luar biasa sangat diperlukan.
Pendidikan Sekolah Luar Biasa adalah lembaga pendidikan yang
bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik
dan/atau mental, perilaku dan sosial agar mampu mengembangkan sikap,
pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan
lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan
kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan
(Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1993).
25
SLB berdasarkan sejarahnya ditujukan untuk peserta didik Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan masing-masing kekhususannya.
Jenis kekhususan tersebut menjadi landasan pendirian sebuah SLB.
Sekolah Luar Biasa dibagi menjadi beberapa bagian menurut jenis
ketunaan anak, yaitu :
1) SLB bagian A untuk tunanetra
2) SLB bagian B untuk tunarungu
3) SLB bagian C untuk tunagrahita (C untuk tunagrahita ringan dan C1
untuk tunagrahita sedang)
4) SLB bagian D untuk tunadaksa (D untuk tunadaksa ringan dan D1
untuk tunadaksa sedang)
5) SLB bagian E untuk tunalaras
6) SLB bagian F untuk autisme
7) SLB bagian G untuk tunaganda (Mangunsong, 2016, hal. 182).
Anak autis berhak mendapatkan pendidikan seperti anak normal
lainnya, tetapi tidak seperti sekolah pada umumnya, yaitu di Sekolah
Luar Biasa (SLB) yakni sekolah yang menaungi anak berkebutuhan
khusus.
b. Kebijakan Pemerintah dalam Pelayanan Pendidikan SLB
Pendidikan khusus (special education) adalah setiap program yang
diberikan bagi siswa yang mempunyai ketidakmampuan dan bukan atau
selain program pendidikan umum di ruang kelas. Setiap disrtrik sekolah
menawarkan kepada anak yang mengalami kebutuhan khusus berbagai
jenis layanan yang di maksudkan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan
semua anak (Slavin, 2019, hal. 264).
Pelayanan pendidikan anak yang berkebutuhan khusus digunakan
dalam upaya menjelaskan tentang program dan pelayanan yang berlaku
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan bagi anak-anak yang
mengalami kesulitan/keterbatasan dalam mengikuti program pendidikan
dengan berbagai alasan dan membutuhkan bantuan khusus termasuk
26
keterbatasan fisik dan belajar serta kebutuhan sosial (Surna dan
Pandeirot, 2014, hal. 198).
Kebijakan dan strategi direktorat pembinaan Sekolah Luar Biasa
dalam pelayanan pendidikan khusus dan pendidikan pelayanan khusus
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional. Visinya adalah terwujudnya pelayanan
pendidikan optimal untuk mencapai kemandirian bagi anak-anak
berkebutuhan khusus serta yang mempunyai potensi kecerdasan dan
bakat istimewa.
Sedangkan misinya adalah memperluas kesempatan dan pemerataan
pendidikan bagi anak-anak yang mempunyai kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran dan anak-anak yang mempunyai potensi kecerdasan
dan bakat istimewa, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan khusus
dan pendidikan layanan khusus meningkatkan kepedulian dan
memperluas jejaring tentang pendidikan khusus dan pendidikan layanan
khusus, mewujudkan pendidikan inklusif secara baik dan benar
dilingkungan sekolah biasa, sekolah luar biasa, maupun
keluarga/masyarakat.
Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan /atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran karena kelainan
fisik, emosioanal, mental, sosial dan /atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa (UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Pasal 48 ayat 1).
Anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan layanan pendidikan,
layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling dan jenis layanan
lainnya yang bersifat khusus sehingga anak berkebutuhan khusus berhak
mendapat pendidikan di sekolah untuk menuntut ilmu, memperoleh
pendidikan serta pembelajaran seperti anak normal lainnya karena anak-
anak berkebutuhan khusus tersebut memiliki Sekolah Luar Biasa (SLB),
27
dan sekolah SLB terdapat tahapan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB),
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) dan Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) yang tahapannya disesuaikan
dengan kemampuan siswa, bukan berdasarkan umurnya.
Sedangkan peneliti memfokuskan pada anak berkebutuhan khusus
autis yang menempuh pendidikan di SLB tahap pertama yaitu Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) khususnya dikelas V autis. Teknis layanan
pendidikan jenis pendidikan khusus untuk peserta didik yang berkelainan
atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
B. Studi Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Titi Ivony, pada tahun 2016, Universitas
Negeri Semarang dengan judul “Strategi Pembelajaran Anak Autis di SLB
Autisma Yogasmara, Semarang”. Penelitian ini memfokuskan pada strategi
pembelajaran yang diterapkan pada anak autis, sedangkan penulis
memfokuskan pada pembelajaran tematik anak autis. Adapun persamaannya
yaitu pada proses pembelajaran anak autis, hanya saja peneliti tersebut pada
strategi pembelajaran, sedangkan penulis mencakup secara keseluruhan dari
proses pembelajaran anak autis, mulai dari perencanaan sampai pada tahap
evaluasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran
yang diterapkan di SLB Autisma Yogasmara ada 4 macam, yaitu Sensori
Integrasi, Terapi Bermain, Terapi Okupasi dan Intervensi Perilaku,
semuanya disesuaikan dengan kebutuhan anak itu sendiri.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Lady Silalahi, pada tahun 2017, Universitas
Sumatera Utara dengan judul “Pembelajaran Anak Autis (Studi Etnografi
pada Anak Autis dalam Proses Belajar di Sekolah Luar Biasa Taman
Pendidikan Islam di Kota Medan)”. Penelitian ini memfokuskan tentang
bagaimana komunikasi pembelajaran nonverbal anak autis dalam proses
belajar. Sedangkan penulis memfokuskan pada pembelajaran tematik pada
28
anak autis. Adapun persamaannya yaitu tertuju pada proses pembelajaran
pada anak autis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan serta
perhatian terhadap anak autis sangatlah membantu seorang guru dalam
memahami makna dari perilaku anak tersebut sehingga dapat tercapai target
belajar dalam suatu proses sistem pembelajaran di kelas.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sari Usop, pada tahun 2014,
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya dengan judul “Model yang
Diberikan oleh Guru pada Anak Autis di SLB Negeri 1 Palangkaraya”.
Penelitian ini memfokuskan pada model belajar pada anak autis. Sedangkan
penulis memfokuskan pada pembelajaran tematik pada anak autis. Adapun
persamaan nya yaitu tertuju pada proses belajar anak autis. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa ditemukan perbedaan karakteristik yang dimiliki
oleh anak autis. Perbedaan tersebut dapat ditinjau dari kemampuan dalam
berbicara dan kemampuan dalam proses belajar.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Aisti Siwi dan Nisa Anganti, pada tahun
2017, Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan judul “Strategi
Pengajaran Interaksi Sosial pada Anak Autis”. Penelitian ini memfokuskan
pada interaksi sosial anak autis. Sedangkan penulis memfokuskan pada
pembelajaran tematik anak autis. Persamaannya yaitu tertuju pada
pembelajaran anak autis. Penelitian ini menunjukkan guru dan orangtua
dapat menggunakan strategi yang dilakukan dan mudah dipahami oleh
anaknya, seperti mengajarkan disiplin, merangsang panca indera pada anak
agar anak dapat belajar merespon dengan baik.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Desti Widiani dan Siti Wangidah, pada
tahun 2016, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan
judul “Pendidikan Karakter bagi Anak Autis di Sekolah Khusus Taruna Al-
qur’an Yogyakarta”. Penelitian ini memfokuskan pada pendidikan karakter
bagi anak autis. Sedangkan penulis memfokuskan pada pembelajaran
tematik anak autis. Persamaannya yaitu tertuju pada pendidikan anak autis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan nilai karakter pada
ank autis diimplementasikan melalui beberapa strategi yaitu prinsip dasar
29
layanan anak berkebutuhan khusus, pembiasaan dan pembudayaan yang
baik di sekolah, keteladanan, akhlak aplikatif dan terapi Al-qr’an.
Berdasarkan studi relevan diatas merupakan sebuah penelitian dengan
suatu pokok bahasan tertentu, misalnya dari segi strategi pembelajaran anak
autis, studi etnografi pada anak autis, model pembelajaran anak autis, interaksi
sosial pada anak autis maupun pendidikan karakter bagi anak autis.
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan yang lainnya adalah lebih
menekankan pada poses pembelajaran tematik, kendala guru dalam
menghadapi anak autis, dan upaya guru dalam mengatasi kendala yang
dihadapi guru dalam proses pembelajaran tematik. Adapun persamaan
penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah tertuju pada pendidikan anak
berkebutuhan khusus autis dengan tujuan pada efektifitas pendidikan anak
berkebutuhan khusus autis seperti pembelajaran anak autis maupun
penanganan interaksi sosial anak autis, yang diharapkan dapat berjalan dengan
lancar dan jadikan acuan serta masukan serta kritik konstruktif terutama dalam
mendidik anak berkebutuhan khusus autis.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam
melakukan tindakan kepada subyek penelitian yang sangat diutamakan adalah
holistik/utuh, kompleks, dinamis dan penuh makna, yakni dalam proses
pembelajaran sebagai upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi
belajar melalaui tindakan yang dilakukan. Pendekatan ini juga digunakan
untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan) analisis data
bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna
dari pada generalisasi (Sugiyono, 2014, hal.1).
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode studi kasus, yakni
meneliti suatu kasus atau fenomena tertentu yang ada dalam masyarakat yang
dilakukan secara mendalam untuk mempelajari latar belakang, keadaan,
interaksi yang terjadi. Studi kasus dilakukan pada suatu kesatuan sistem yang
berupa program, kegiatan, peristiwa, atau sekelompok individu yang ada pada
keadaan atau kondisi tertentu.
B. Setting dan Subjek Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri
Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi mengenai proses pembelajaran
tematik pada anak berkebutuhan khusus autis.
2. Subjek Peneliti
Subjek penelitian adalah seseorang atau lapangan yang akan dijadikan
penelitian atau sumber yang dapat di teliti dengan metode dialog sekaligus
menjadikan data dalam penelitian. Subjek penelitian ini ditujukan kepada
kepala sekolah, wali kelas V autis, orang tua dan siswa autis kelas V.
32
Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun SH Kota
Jambi untuk peneliti mengumpulkan informasi dan data.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data dan informasi yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian
yang peneliti lakukan dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan
kelengkapan data yang ingin diteliti, maka di perlukan dua jenis data yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer adalah jenis data yang secara
langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan data sekunder
adalah jenis data yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul
data (Sujarweni, 2019, hal.74). Data tersebut yang meliputi:
a. Data Primer
Data primer yang diperoleh oleh peneliti adalah hasil wawancara
dengan kepala sekolah, wali kelas V autis, siswa autis dan orang tua
kelas V autis Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi
Masjchun SH Kota Jambi.
b. Data Sekunder
Data primer yang diperoleh oleh peneliti adalah berupa dokumen
sekolah, arsip, dan berupa foto atau gambar dari Sekolah Luar Biasa
Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun SH Kota Jambi.
2. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland 91984, hal. 47) dalam Moleong (2014,
hal. 157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Sumber data ini digunakan untuk mempermudah proses
penelitian, adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data berupa manusia, yakni kepala sekolah, guru, siswa dan
orang tua kelas V autis.
b. Sumber data berupa proses pembelajaran tematik.
33
c. Sumber data berupa dokumentasi, berupa foto kegiatan, arsip
dokumentasi resmi yang berhubungan dengan keberadaan sekolah baik
jumlah siswa dan sistem pembelajaran di sekolah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data,
diantaranya:
1. Observasi (Observation)
Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan dan pencatatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak
pada objek penelitian (Sujarweni, 2019, hal. 75).
Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat langsung
terhadap objek penelitian, yaitu mengamati kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran pada anak berkebutuhan
khusus autis kelas V di Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi
Masjchun Sofwan SH Kota Jambi. Observasi yang dilakukan dalam
penelitian ini terhadap subyek menggunakan pedoman observasi yang
disusun sebagai berikut:
a. Proses perencanaan pembelajaran tematik kelas V autis Sekolah Luar
Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi.
b. Proses pelaksanaan pembelajaran tematik kelas V autis Sekolah Luar
Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi.
c. Proses evaluasi pembelajaran tematik kelas V autis Sekolah Luar Biasa
Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan Moleong (2014, hal. 186).
Pedoman wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara
terstruktur, pewawancara menyusun instrumen pertanyaan yang akan
34
diajukan kepada narasumber penelitian adalah kepala sekolah, wali kelas V
autis, beberapa siswa dan orang tua kelas V autis.
Peneliti melakukan wawancara mengenai proses pembelajaran tematik,
yaitu perencanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran, metode
pembelajaran, sarana dan prasarana, langkah-langkah kegiatan
pembelajaran, evaluasi pembelajaran serta berbagai bentuk kegiatan lain
yang berkaitan dengan pembelajaran tematik kelas V autis Sekolah Luar
Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi.
3. Dokumentasi (Documentation )
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,
sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang
berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa
gambar, patung, film, dan lain-lain. studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono, 2015, hal.326).
Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang
bersumber dari arsip dan dokumen yang berada di Sekolah Luar Biasa
Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi berupa
profil sekolah, data sekolah serta foto-foto yang berkaitan dengan sekolah
maupun foto tentang proses pembelajaran tematik kelas V autis.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2016, hal. 244) analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan ke dala unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
35
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang
lain.
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai mencatat secara teliti dan rinci data yang
diperoleh dari lapangan yang jumlahnya cukup banyak, semakin lama
peneliti kelapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan
rumit, untuk itu perlu segera dilakukan analaisis data. Mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-
hal yang penting. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya (Sugiyono, 2016, hal. 247). Penelitian ini data diperoleh
melalui catatan lapangan dan wawancara kemudian data tersebut dirangkum
dan diseleksi sehingga akan memberikan gambaran yang jelas kepada
peneliti.
2. Penyajian Data
Langkah selanjutnya setelah data direduksi adalah menyajikan data.
Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kateori, flowchart dan sejenisnya. Menurut Miles dan
Huberman (1984) menyatakan yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif
(Sugiyono, 2016, hal. 249).
Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan teks yang bersifat
naratif. Penyajian data dilakukan dengan mengelompokkan data sesuai
dengan sub bab-nya masing-masing data yang telah di dapatkan dari hasil
wawancara dari sumber tulisan maupun dari sumber pustaka.
3. Kesimpulan/Verifikasi
Langkah yang terakhir dilakukan dalam analisis dan kualitatif adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap awal, didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
36
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penulisan kualitataif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada, temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu subjek objek yang sebelumnya kurang jelas setelah diteliti
menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau
teori (Sugiyono, 2016, hal. 252-253).
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksa keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari
konsep keshahihan (validitas) dan keandalan (realibilitas). Pemeriksaan
keabsahan data didasarkan atas kriteria tertentu. Kriteri atersebut terdiri dari
derajat kepercayaan (credibility), kebergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmability). Dalam peneliti ini peneliti mengecek keabsahan
data menggunakan teknik :
1. Meningkatkan Ketekunan
Teknik ini dimaksudkan untuk melakukan pengamatan secara lebih
cermat, penguji kredilitas dengan meningkatkan ketekunan ini dilakukan
dengan cara peneliti membaca seluruh catatan hasil peneliti dengan
cermat (Sugiyono, 2016, hal. 272). Sebagai bekal peneliti untuk
meningkatkan ketekunan dengan membaca berbagai referensi buku
maupun hasil peneliti atau dokumentasi yang terkait dengan proses
pembelajaran tematik pada anak berkebutuhan khusus autis kelas V.
2. Kecukupan Referensi
Referensi di sini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data
yang telah ditemukan oleh peneliti (Sugiyono, 2016, hal. 275).
Kecukupan referensi, peneliti menggunakan alat bantu perekam, kamera
atau video. Kecukupan referensi membantu peneliti dalam wawancara
kepada informasi dan mengamati fenomena yang terjadi di lapangan
sesuai dengan fokus peneliti dengan mengambil gambar atau vidio. Data
dan informasi yang diperoleh dapat di gunakan sebagai dasar untuk
37
menguji data ketika diadakan analisis data dan penafsiran sehingga
peneliti tidak lagi mengalami kesulitan ketika menyusun laporan dari
peneliti tersebut.
3. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan validitas data atau
pembanding data. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan
sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan
berbagai waktu (Sugiyono, 2016, hal.273). Peneliti mengumpulkan data
sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek data dari berbagai
teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Triangulasi berarti
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda
untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Teknik triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang
telah diperoleh melalui beberapa sumber. Peneliti berusaha
membandingkan data dari hasil wawancara guru, kepala sekolah,
siswa dan orang tua kelas V autis.
b. Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kredilitas data yang
dilakukan dengan teknik yang berbeda. Penelitian ini berusaha
membuktikan data hasil observasi, wawancara dan dokumentasi.
38
G. Jadwal Penelitian
JADWAL PENELITIAN
No Kegiatan
Bulan
Maret April Juli September Oktober Januari Febuari
1. Pengajuan
Judul
√
2. Penulisan
Proposal
√
3. Permohonan
Dosen
Pembimbing
√
4. Bimbingan
dan
Perbaikan
Proposal
√
5. Batas akhir
Perbaikan
Proposal
√
6. Seminar
Proposal
√
7. Bimbingan
dan
Perbaikan
Proposal
√
8. Batas Akhir
Perbaikan
Proposal
√
9. Pengesahan
Judul dan
Riset
√
10. Mulai Riset √
39
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum
1. Gambaran Umum Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi
Masjchun Sofwan SH Kota Jambi
Sekolah Luar Biasa Negeri Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan,
SH berdiri sejak tahun 1982 atas prakarsa Ketua Dharma Wanita Provinsi
Jambi, Ibu Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, SH. Seorang guru
besar Universitas Gajah Mada dan juga Istri dari Gubernur Jambi 2
periode tahun (1970-1989). SLB diresmikan langsung oleh ibu Tien
Soeharto pada tanggal 4 April 1984.
Sekolah Luar Biasa (SLB) secara resmi dengan persetujuan DPRD
Propinsi Jambi tanggal 3 November 1982 No.14/kpts/Dprd/1982, diberi
nama “Sekolah Luar Biasa (SLB) Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun
Sofwan SH“. Nama ini diberikan dengan maksud untuk menghormati
jasa almarhumah Ibu Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH, atas
jasa almarhumah yang telah memprakarsai berdirinya lembaga
pendidikan yang bersifat kemanusiaan, juga untuk kemajuan di daerah
provinsi Jambi.
Awalnya, sejak berdiri sampai tahun 2004 SLB beralamat di Jl.
Letjen Suprapto no. 35 samping RS. Umum Raden Mattaher Jambi.
Namun sejalan perkembangan dan bertambahnya jumlah siswa, sejak
tanggal 29 November 2004 akhirnya pindah ke lokasi baru yang terletak
di Jl. Depati Parbo Telanaipura Kota Jambi.
Tanggal 25 Mei 2018 terbit SK Gubernur Jambi
No.548/KEP.GUB/DISDIK-2.1/2018, tanggal 14 Mei 2018 tentang
penetapan penegriannya sehingga menjadi Sekolah Luar Biasa Negeri
(SLBN) Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun Sofwan SH Kota Jambi
40
2. Identitas Sekolah
a. Nama Sekolah : SLBN Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchun
Sofwan SH Kota Jambi
b. Alamat Sekolah : Jl. Depati Perbo Kel. Pematang Sulur Kec.
Telanaipura
- Kelurahan : Pematang Sulur
- Kecamatan : Telanaipura
- Kota : Jambi
- Provinsi : Jambi, KP 36126,
- Website : www. Dlbjambi.sch.id
- Email : slbjambi@yahoo.com
Telp. 0741-61979 Fax. 0741-670278
c. Status Sekolah : Negeri
Tahun Pendirian : 1984
Nomor Pokok Sekolah 10504944
Nasional :
d. Legalitas Kelembagaan
Nomor Statistik : 91.4.10.60.01.001
Sekolah
SK Pendirian SLB : Nomor 94/1984tanggal 26 Maret 1984
Izin Operasi