Post on 26-Dec-2015
description
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat.
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh bakteri yang berada di lingkungan rumah
sakit atau oleh bakteri yang berasal dari pasien sendiri. Berdasarkan penyebabnya
maka kejadian infeksi nosokomial secara potensial dapat dicegah atau diturunkan angka
kejadiannya. Gambaran infeksi nosokomial di Indonesia hingga saat ini belum begitu
jelas karena penanganan secara nasional baru saja dimulai. Hasil survey point prevalensi
dari 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan RS Penyakit
Infeksi Prof.Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka infeksi
nosokomial untuk Infeksi Luka Operasi (ILO) 18.9%, Infeksi Saluran Kemih (ISK)
15.1%, Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) 26.4%, Pneumonia 24.5% dan Infeksi
Saluran Napas lain 15.1% serta Infeksi lain 32.1%. Sehubungan dengan besarnya
masalah dan akibat infeksi nosokomial yang ditimbulkan, maka perlu ditingkatkan
pengendalian infeksi nosokomial dan kesehatan lingkungan. Sasaran yang ingin dicapai
melalui pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan mutu rumah sakit dan
efisiensi pelayanan terhadap keamanan dan keselamatan pasien.
Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah isu mengenai munculnya penyakit infeksi
yang baru atau Emerging Infectious Diseases yang timbul sejak beberapa tahun
belakangan ini. Penyakit infeksi yang baru ini termasuk SARS (Severe Acute Respiratory
Syndrome), penyakit meningokokus, flu burung dan lain-lainnya. Dunia telah
menyepakati bahwa masalah-masalah kesehatan yang telah menjadi isu global seperti flu
burung harus diatasi bersama, melalui persiapan menghadapi pandemik flu burung.
Dengan latar belakang tersebut, rumah sakit perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi
pandemik penyakit infeksi dengan meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung.
II. Falsafah dan Tujuan
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit merupakan suatu standar
mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah
sakit. Sesuai dengan visi Rumah Sakit Islam Siti Rahmah yang Menjadi Rumah Sakit
terbaik di Sumatra Barat dengan pelayanan yang Islami maka dilakukan upaya-upaya
pencegahan infeksi nosokomial dengan memperhatikan keselamatan dan kenyamanan
pasien, petugas kesehatan serta pengunjung rumah sakit. Untuk mewujudkan hal tersebut
maka Rumah Sakit Islam Siti Rahmah menyediakan tenaga profesional yang terlatih dan
mengerti upaya-upaya pengendalian infeksi nosokomial sesuai dengan visi Rumah Sakit
Islam Siti Rahmah.
Tujuan utama dari program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit adalah
mengurangi risiko terjadinya endemik dan epidemik nosokomial pada pasien yang
dirawat, petugas dan pengunjung.
1
Tujuan umum :
Menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan agar
menjamin pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial sehingga dapat
melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung dari penularan penyakit
infeksi atau penyakit menular yang mungkin timbul.
Tujuan khusus :
1) Mempunyai kebijakan yang mengatur tentang pengendalian infeksi di rumah sakit
Rumah Sakit Islam Siti rahmah.
2) Melaksanakan program pengendalian infeksi nosokomial dan pencegahan
penyakit menular di lingkungan rumah sakit dan masyarakat sesuai Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit yang telah ditetapkan rumah
sakit Rumah Sakit Islam Siti Rahmah yang disusun berdasarkan Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit oleh Departemen Kesehatan
RI.
3) Memperbaiki Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Islam Siti Rahmah berdasarkan hasil riset dan survey.
III. Kebijakan
1) Setiap karyawan wajib melaksanakan upaya-upaya pengendalian infeksi nosokomial
sesuai PROTAP dan pedoman pengendalian infeksi di Rumah Sakit Islam Siti
Rahmah.
2) Setiap karyawan baru wajib mendapatkan materi pencegahan dan pengendalian
infeksi dalam program orientasi.
IV. Ruang Lingkup
Semua karyawan, tenaga kesehatan, pasien, pengunjung serta masyarakat sekitar Rumah
Sakit Islam Siti Rahmah
V. Cakupan Kegiatan1. Pendidikan dan pelatihan
2. Survey infeksi : Infeksi Luka Insisi (ILI) & phlebitis, dekubitus, Infeksi Luka Operasi
(ILO), pola kuman, Ventilator Acquired Pneumonia (VAP), Infeksi Saluran
Kemih(ISK).
3. Menilai ulang prosedur yang terkait pengendalian infeksi
4. Audit pelaksanaan pengendalian infeksi di semua unit
5. Manajemen Kejadian Luar Biasa
6. Membuat pengaturan tentang : ketentuan sterilisasi, penggunaan desinfektan,
penggunaan antibiotika
7. Penanganan paparan benda tajam
8. Kesehatan karyawan
9. Terlibat dalam proses pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
dengan mengutamakan keamanan bagi penggunanya.
10. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada Direktur
11. Berkoordinasi dengan Unit terkait lainnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial.
2
BAB ISTRUKTUR ORGANISASI
A. Pengorganisasian Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (KPPI)
Dalam upaya menjalankan kegiatan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit
Islam Siti Rahmah, maka perlu dibentuk satu Komite Pencegahan Dan Pengendalian
Infeksi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mempuyai tugas dan tanggung jawab
pokok mengevaluasi dan menyetujui kelayakan dan kemampuan pelaksanaan semua
kegiatan surveilens infeksi nosokomial, upaya pencegahan dan penanggulangan
infeksi nosokomial serta prosedur-prosedur yang dibuat dan akan dilaksanakan.
b. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berada di bawah Direktur Utama.
c. Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi mempunyai keanggotaan inti yang
terdiri dari :
1) Dokter pengendali infeksi nosokomial (Ketua KPPI)
2) Perawat pengendali dan pencegahan infeksi nosokomial (Ketua Tim
Pelaksana PPI)
3) Administrasi atau sekretaris
4) Perwakilan staf medis (Ilmu bedah atau kebidanan atau Ilmu Penyakit Dalam)
5) Perwakilan staf perawatan
6) Farmasi
7) Sanitasi
8) Tenaga teknis Instalasi Pemeliharaan sarana Rumah Sakit (IPSRS)
9) Pengelola Pusat sterilisasi dan desinfeksi (CSSD)
10) Laboratorium mikrobiologi
d. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi bertanggung jawab atas :
1) Terlaksananya surveilen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial.
2) Terlaksananya upaya pencegahan infeksi dengan penerapan kewaspadaan
universal.
3) Terlaksananya penanggulangan infeksi dengan investigasi bila ada Kejadian
Luar Biasa.
4) Terlaksananya pendidikan dan pelatihan dalam bidang pengendalian infeksi.
5) Pengembangan prosedur kerja dan kebijakan yang mencakup semua kegiatan
dalam bidang pengendalian infeksi.
6) Pemilihan dan pengusutan pengadaan bahan dan alat yang berhubungan
dengan pengendalian infeksi nosokomial
e. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dibantu oleh Tim Pelaksana PPI (Tim
PPI) yang bekerja langsung di tingkat ruangan dan berhadapan langsung dengan
pasien, petugas perawatan dan pengunjung.
f. Tim PPI bertanggung jawab atas pelaksanaan sehari-hari program pengendalian
infeksi.
3
g. Tim PPI terdiri dari seorang dokter (Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Noskomial), seorang perawat PIN (Ketua Tim PPI) dibantu oleh 2 (dua) orang
petugas pengendali infeksi nosokomial dengan kualifikasi perawat setingkat D-3.
h. Tim PPI akan melakukan pemantauan dan koordinasi dengan Manajer Bidang
Keperawatan.
i. Dalam menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan, petugas
pengendalian infeksi nosokomial berkoordinasi dengan bagian umum (instalasi
pemeliharaan sarana dan alat RS), Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta gizi.
j. Dalam menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan pola kuman rumah sakit, petugas
pengendalian infeksi nosokomial berkoordinasi dengan laboratorium mikrobiologi
Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.
k. Dalam penggunaan antibiotika, petugas pengendali infeksi nosokomial berkoordinasi
dengan bagian Farmasi Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.
B. Dasar Hukum
1. Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran RI Tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3495)
2. Undang-Undang Republik Indonesia no.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara RI No.
4431).
3. Keputusan Presiden republic Indonesia no.40 Tahun 2001 tentang Pedoman
Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 159b/MenKes/SK?Per/II/1988
tentang Rumah Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 986/Menkes/Per/XI/1992
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1575/Menkes/Per/XI/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
C. Uraian Tugas
1. Direktur
1) Membentuk Komite dan Tim PPI dengan Surat Keputusan
2) Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial.
3) Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana
termasuk anggaran yang dibutuhkan.
4) Menentukan dan memutuskan kebijakan-kebijakan yang diusulkan oleh Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.
5) Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial berdasarkan saran dari Tim PPI.
4
6) Melaksanakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan
desinfektan di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah berdasarkan saran dari Tim
PPI.
7) Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan berdasarkan
saran tim PPI.
8) Mengesahkan PROTAP untuk KPPI
2. Komite PPI :
1) Membuat dan mengevaluasi kebijakan PPI
2) Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI agar kebijakan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.
3) Membuat PROTAP PPI
4) Menyusun dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI dan program pelatihan
dan pendidikan PPI.
5) Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau KLB
infeksi nosokomial.
6) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan
dan pengendalian infeksi.
7) Menjadi nara sumber dan memberikan konsultasi pada petugas kesehatan
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI (Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi)
8) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman bagi yang menggunakan.
9) Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam
PPI.
10) Melakukan pertemuan berkala sebulan sekali, termasuk evaluasi kebijakan.
11) Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada Direktur.
12) Berkoordinasi dengan Unit terkait lainnya.
13) Bersama dengan perawat pengendalian infeksi nosokomial (Infection Control
Nurse=ICN) menganalisis data surveilens dan membuat rekomendasi sebagai
tindak lanjutnya.
14) Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang
rasional di rumah sakit berdasarkan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika
dan mensosialisasikan data resistensi antibiotika sesuai rekomendasi komite
medis .
15) Turut menyusun kebijakan patient safety.
16) Mengembangkan, mengimplementasikan dan mengkaji kembali rencana
manajemen PPI sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.
5
17) Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan
alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat,
penyimpanan alat dan linen sesuai prinsip PPi.
18) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.
19) Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari
standar prosedur.
20) Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan
infeksi bila ada KLB.
3. Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
1) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.
2) Turut serta dalam penyusunan pedoman penulisan resep antibiotika dan
surveilens.
3) Mengidentifikasi dan melaporkan bakteri patogen dan pola kepekaan bakteri.
4) Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilen infeksi dan
mendeteksi serta menyelidiki KLB.
5) Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
4. Wakil Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
1) Membantu Ketua dalam memonitor pelaksanaan kegiatan sueveilens infeksi
dan mendeteksi KLB.
2) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.
3) Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan
pengendalian infeksi.
4) Mengumpulkan dan membuat laporan insidens kejadian infeksi nosokomial
setiap bulan untuk dibahas dalam pertemuan berkala setiap bulannya.
5. Sekretaris
1) Membuat surat menyurat dan administrasi yang dibutuhkan oleh Tim
Pelaksana PPI.
2) Membuat notulen rapat.
3) Membantu menyusun dan menyimpan dokumen-dokumen pengendalian
infeksi nosokomial.
6. Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (Perawat PPI/Infection
Prevention and Control Nurse)
1) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang
terjadi di lingkungan kerja.
2) Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan PROTAP, kewaspadaan isolasi.
3) Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada Komite PPI.
6
4) Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di
Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.
5) Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI
memperbaiki kesalahan yang terjadi.
6) Meneruskan kebijakan pengendalian infeksi dengan melatih staf keperawatan.
7) Memberikan saran perbaikan perilaku perawat di ruangan untuk penerapan
kewaspadaan universal (universal precaution).
8) Mengidentifikasikan kebutuhan bahan dan sarana.
9) Mengumpulkan data surveilens.
10) Investigasi dan penanggulangan KLB infeksi nosokomial.
11) Membantu penerapan dan pemantauan kebijakan pengendalian infeksi.
12) Menyusun dan melaksanakan program pelatihan.
13) Melakukan penelitian.
14) Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI.
15) Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga
tentang topic infeksi yang sedang berkembang di masyarakat atau infeksi
dengan insiden tinggi.
16) Sebagai koordinator antar departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit.
7. Anggota Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Noskomial
1) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.
2) Turut serta dalam penyusunan pedoman penulisan resep antibiotika dan
surveilens
3) Bekerja sama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan
mendeteksi serta menyelidiki KLB.
4) Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi.
5) Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan
pengendalian infeksi.
8. IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)
1) Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien di unit rawat
inap masing-masing dan menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang.
2) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan
dan pengendalian infeksi pada setiap personil di ruangan unit rawat masing-
masing.
3) Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi
nosokomial pada pasien.
4) Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan
bagi pengunjung di unit perawatan masing-masing.
7
5) Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar
isolasi.
9. Tim pelaksana PPI
1) Merupakan anggota Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial.
2) Mengumpulkan dan menganalisis data-data mikroorganisme yang bermakna
secara epidemiologis serta data-data infeksi nosokomial.
3) Menyiapkan laporan naratif dan statistik.
4) Bertanggung jawab atas pelaksanaan surveilens infeksi nosokomial dengan
melakukan kunjungan rutin ke bangsal perawatan, mmemeriksa catatan medik
pasien, laporan laboratorium mikrobiologi, data pasien masuk, menyakinkan
kebenaran laporan dan menyakinkan penerapan kewaspadaan umum serta
prilaku yang mungkin berisiko.
5) Memberikan bimbingan kepada staf di bangsal dan melakukan pengamatan
atas semua hal yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial, kalau
sekiranya ada kerawanan pada penerapan kewaspadaan universal.
6) Membantu mengembangkan, menelaah dan penerapan kebijakan dari bagian
atau rumah sakit yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial di
seluruh rumah sakit, untuk menunjang kesinambungan dan kepatuhan pada
prosedur standar pencegahan dan penanggulangan infeksi di rumah sakit.
7) Menelaah dan memberikan umpan balik kepada pihak yang terkait tentang
data surveilens pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial yang
relevan.
8) Mengembangkan dan berpartisipasi dalam program pendidikan dan pelatihan
pencegahan dan penanggulangan infeksi nosokomial bagi staf yang
membutuhkan.
9) Bertanggung jawab dan mengkoordinasikan pelatihan kewaspadaan universal
di seluruh lapisan karyawan rumah sakit.
10) Membina hubungan dengan bagian pelayanan kesehatan pegawai rumah sakit
untuk memantau adanya infeksi nosokomial atau pajanan pada karyawan
rumah sakit yang ada hubungan dengan kerjanya atau tidak.
11) Melakukan penyelidikan sewaktu ada indikasi KLB dirumah sakit dan
mengevaluasi efektivitas dan dampak dari kebijakan pengendalian infeksi,
prosedur,dan peralatan.
12) Ikut serta dalam penelitian khusus yang dirancang untuk meneliti wabah.
13) Kualifikasi pendidikan dan pengalaman :
i. Sarjana atau D-3 Keperawatan atau Kesehatan Masyarakat
ii. Telah mempunyai pengalaman berkecimpung dalam epidemiologi
rumah sakit dan pernah mengikuti pelatihan pengendalian infeksi
nosokomial.
8
14) Membuat laporan kepada Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial.
9. Penanggung jawab Rawat Inap
(ICU,NICU,VVIP,ARAFAH,MINZA,SAFA,MARWA dan KEBIDANAN)
1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial di unit rawat Inap.
2) Menerima laporan kejadian infeksi nosokomial di ruang Rawat Inap.
3) Bekerjasama dengan staf ruangan untuk memantau pelaksanaan pengendalian
infeksi.
10. Penanggung jawab Rawat Jalan
1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial di unit rawat jalan.
2) Menerima laporan kejadian infeksi nosokomial di ruang Rawat jalan.
3) Bekerjasama dengan staf ruangan untuk memantau pelaksanaan pengendalian
infeksi.
4) Memastikan terlaksananya pengendalian infeksi di Ruang Rawat Jalan.
11. Penanggung jawab UGD
1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial di unit Gawat Darurat.
2) Menerima laporan kejadian infeksi nosokomial di unit Gawat Darurat .
3) Bekerjasama dengan staf ruangan untuk memantau pelaksanaan pengendalian
infeksi.
12. Penanggung jawab Ruang Operasi
1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial di Ruang Operasi.
2) Menerima laporan kejadian infeksi nosokomial di ruang Operasi.
3) Bekerjasama dengan staf ruangan untuk memantau pelaksanaan pengendalian
infeksi.
13. Penanggung jawab CSSD
1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial yang berkaitan dengan
tindakan dekontaminasi dan sterilisasi alat di CSSD.
2) Melakukan evaluasi rutin proses pelaksanaan dekontaminasi dan sterilisasi
serta penyimpanan alat dan bahan steril keperluan operasi dan unit perawatan
lainnya.
3) Bekerjasama dengan kepala staf Kamar Operasi untuk memantau
pelaksanaan pengendalian infeksi.
14. Penanggung jawab Laboratorium
1) Mengumpulkan data-data tentang pola kepekaan bakteri dan reaksi transfuse
2) Melaporkan hasil biakan bakteri-bakteri tertentu seperti Extended Spectrum
Beta Lctamase (ESBL) dan Methicillin Resistance Staphylococcus aureus
(MRSA) kepada Koordinator Tim Pelaksanaan PPI.
9
3) Bekerjasama dengan laboratorium mikrobiologi untuk melakukan input data
hasil biakan bakteri.
4) Memberikan laporan rekapitulasi data biakan bakteri dengan resistensinya
kepada Ketua Komite PPI.
15. Penanggung jawab Farmasi
1) Memberikan laporan kepada ketua Tim PPI tentang penggunaan antibiotika
di masing-masing unit rawat pasien.
2) Bekerjasama dengan Ketua KPPI dalam merumuskan kebijakan penggunaan
antibiotika
3) Melaporkan kegiatan yang telah dilakukan kepada Manajer Penunjang
Medik.
16. Penanggung jawab Gizi
1) Memberikan laporan kepada ketua Tim PPI tentang kejadian infeksi
nosokomial akibat penanganan makanan yang kurang baik.
2) Bekerjasama dengan kepala dapur untuk menyiapkan informasi atau data
yang dibutuhkan dalam pengendalian infeksi seperti materi pelatihan PPI
untuk petugas dapur, desinfektan yang digunakan untuk pencucian alat
makan, penanganan makanan mentah dan sudah masak, hasil pemeriksaan
kesehatan karyawan/penjamah makanan, hasil kultur makanan (random
sampling).
17. Penanggung jawab Rehabilitasi Medis
1) Menyiapakan data-data yang dibutuhkan dalam memonitor pengendalian
infeksi di unit fisioterapi.
2) Memastikan terlaksananya program PPI di unit Rehabilitasi Medik.
3) Melaporkan kejadian atau masalah yang berkaitan dengan infeksi nosokomial
kepada Manajer Penunjang Medik.
18. Penanggung jawab Radiologi
1) Menyiapkan data-data yang dibutuhkan dalam memonitor pengendalian
infeksi di unit radiologi.
2) Memastikan terlaksananya program PPI di unit Radiologi.
3) Melaporkan kejadian atau masalah yang berkaitan dengan infeksi nosokomial
kepada Manajer Penunjang Medik.
19. Penanggung jawab Sarana Laundry/Linen
1) Menyiapkan data-data yang dibutuhkan dalam memonitor pengendalian
infeksi di unit (laundry dan linen).
2) Memastikan terlaksananya program PPI di unit Laundry dan linen.
10
3) Melaporkan kejadian atau masalah yang berkaitan dengan infeksi nosokomial
kepada Manajer Bagian Umum (General Affairs).
20. Penanggung jawab Pemeliharaan Sarana, Alat dan Gedung.
1) Menyiapkan data-data yang dibutuhkan dalam memonitor pengendalian
infeksi di unit IPS-RS.
2) Memastikan terlaksananya program PPI di unit IPS-RS.
3) Melaporkan kejadian atau masalah yang berkaitan dengan infeksi nosokomial
kepada Manajer Bagian Umum(General Affairs).
D. Mekanisme Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
1. Monitoring
1) Dilakukan oleh IPCN dan IPCLN
2) Dilakukan setiap hari untuk pengumpulan data surveilens dengan
mempergunakan check list.
2. Evaluasi
1) Dilakukan oleh Tim PPI dengan frekuensi setiap bulan pada minggu
pertama bulan berjalan.
2) Evaluasi oleh Komite PPI setiap 3 bulan pada minggu kedua mulai Maret,
Juni, September, Desember.
3. Pelaporan
1) Laporan dibuat secara rutin : harian, mingguan, bulanan, triwulan,
semester, dan setiap tahunnya maupun bila ada kejadian insidentil atau
KLB.
2) Laporan tertulis kepada Direktur dan Manajer Pelayanan Medis setiap 6
bulan.
Kepala unit melakukan pelaporan tentang kejadian infeksi atau masalah pengendalian
infeksi kepada IPCLN atau Penanggung Jawab unit. Kepala Unit dengan IPCLN atau
Penanggung Jawab melakukan diskusi untuk menemukan penyelesaian masalah dan hasil
diskusi dilaporkan kepada Koordinator Tim Pelaksana PPI dan Ketua Komite PPI. Jika
permasalahan terjadi di bidang keperawatan maka IPCN atau Koordinator Tim Pelaksana
PPI harus melaporkan kepada Ketua Komite PPI jika perlu atau pada saat rapat Komite
PPI. Ketua akan memberikan laporan kegiatan kepada Direktur setiap 6 bulan sekali atau
sewaktu-waktu diperlukan atau ketika akan memberikan rekomendasi-rekomendasi
berkaitan dengan kebijakan, peraturan dan prosedur.
E. Jadwal rapat
1) Pertemuan Komite PPI dengan Direksi setiap 6 bulan sekali yaitu bulan Juni dan
bulan Desember.
2) Rapat koordinasi KPPI setiap 3 bulan sekali yaitu setiap minggu ke-dua bulan
Maret, Juni, September dan Desember.
3) Rapat koordinasi Tim PPI diadakan setiap 1 bulan sekali yaitu di minggu ke-1
setiap bulannya.
11
Referensi
1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, 2007.
2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2007.
3. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2001.
12
BAB IIPENATALAKSANAAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
A. Pengendalian Infeksi Nosokomial
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, cakupan dan efisiensi rumah sakit,
maka Rumah Sakit Islam Siti Rahmah berupaya melindungi pasien, karyawan, dan
pengunjung rumah sakit dari risiko infeksi dalam bentuk upaya pencegahan, surveilens
dan pengobatan yang rasional.
Hal-hal yang ditetapkan berkaitan dengan upaya pengendalian infeksi nosokomial adalah:
a) Pembentukan Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (KPPI) dan uraian tugasnya
yang ditetapkan oleh Direktur Utama Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.
b) Definisi infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit
dengan kriteria sebagai berikut :
1) Infeksi yang terjadi dalam waktu 2 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit.
2) Pada saat masuk rumah sakit tidak terdapat tanda atau gejala atau pasien tidak
dalam masa inkubasi penyakit infeksi tersebut.
3) Infeksi yang terjadi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh
mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit
atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda
c) Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan.,
pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian
infeksi nosokomial Rumah Sakit.
d) Tujuan utama dari program pengendalian.infeksi nosokomial adalah mengurangi risiko
terjadinya endemik dan epidemik nosokomial pada pasien yang dirawat, petugas
kesehatan dan pengunjung serta untuk memutus mata rantai terjadinya infeksi.
e) Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit
mengacu kepada :
1) Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Spesialistik, 2007.
2) Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Spesialistik, 2001.
f) Sasaran kegiatan pengendalian infeksi nosokomial adalah seluruh unit pelayanan di
Rumah Sakit Isla Siti Rahmah mulai dari tingkat pimpinan sampai dengan pelaksana.
g) Program pengendalian infeksi yang dilaksanakan meliputi :
1) Pencegahan infeksi nosokomial
2) Surveilens infeksi nosokomial
3) Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi nosokomial
4) Pengembangan kebijakan dan prosedur kerja pengendalian infeksi
5) Pendidikan dan pelatihan
13
h) Pada keadaan KLB, maka ditetapkan langkah-langkah penanggulangan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
i) Pemantauan mutu lingkungan rumah sakit dilakukan setiap 6 bulan sekali, yang meliputi:
1) Kontrol mutu lingkungan
2) Kontrol mutu udara
3) Kontrol mutu kelembaban
4) Kontrol mutu suhu
j) Pemantauan mutu hasil sterilisasi dilakukan secara rutin sekali dalam setahun
B. Ketentuan staf medis, staf keperawatan dan penunjang medis dalam pengendalian
infeksi nosokomial.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Islam
Siti Rahmah, maka ditetapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Staf medis Rumah Sakit Islam Siti Rahmah
1) Memperhatikan aspek aseptic dan antiseptik
2) Melakukan prinsip “standard precaution”
3) Pemberian antibiotika mengacu kepada pola kuman yang telah direkomendasikan
oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Noskomial dan Tim PPI.
4) Apabila mengetahui adanya kecurigaan terhadap terjadinya infeksi nosokomial di
ruangan/bangsal maka harus berkoordinasi dengan Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial.
5) Pada kasus kecurigaan infeksi nosokomial diharuskan pemeriksaan kultur dan
resistensi untuk mendukung kegiatan pengendalian infeksi nososkomial.
6) Harus melaksanakan semua ketentuan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Noskomial seperti prosedur isolasi,
sterilisasi dan lain-lain.
b. Staf paramedis Rumah Sakit Islam Siti rahmah
1) Memperhatikan aspek aseptik dan antiseptik serta prinsip “standard precaution”.
2) Berkoordinasi dengan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial
bila terdapat kecurigaan terhadap terjadinya infeksi nosokomial.
3) Apabila diperlukan, anjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi untuk mendukung
kegiatan pengendalian infeksi nosokomial.
4) Harus melaksanakan semua ketentuan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Noskomial seperti prosedur isolasi,
sterilisasi dan lain-lain.
c. Staf non medis Rumah Sakit Islam Siti Rahmah
1) Melakukan prinsip “standard precaution”.
2) Melakukan prosedur sesuai dengan ketentuan yang terkait dengan kegiatan
pengendalian infeksi nosokomial.
14
C. Pendidikan untuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial,
karyawan baru dan tetap tentang pengendalian infeksi nosokomial
Guna meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, maka Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi Nosokomial mengikuti pendidikan dan pelatihan serta mengadakan
pendidikan dan pelatihan untuk karyawan baru dan tetap baik karyawan medis maupun
non medis.
a. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial
1) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial mengikuti
pendidikan dan pelatihan atau kursus baik di dalam maupun di luar rumah
sakit
2) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial membuat laporan
dan evaluasi hasil dari program pendidikan dan pelatihan atau kursus yang
telah diikuti kepada Direktur Rumah Sakit Islam Siti Rahmah
b. Karyawan tetap
1) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial bekerja sama
dengan bagian Diklat Rumah Sakit Islam Siti Rahmah mengadakan
pendidikan dan pelatihan penyegaran tentang pengendalian infeksi
nosokomial bagi karyawan tetap yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali.
2) Karyawan tetap (medis dan non medis) akan diberikan materi pemantapan
tentang pengendalian infeksi nosokomial, antara lain mengenai universal
precaution, cara cuci tangan, isolasi, pengelolaan limbah benda tajam, linen,
dan laundry serta standar prosedur yang berkaitan dengan pengendalian
infeksi nosokomial dan praktek lapangan ke instalasi keperawatan maupun
unit-unit lain sesuai kebutuhan.
c. Karyawan baru
1) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial bekerja sama
dengan bagian Diklat Rumah Sakit Islam Siti Rahmah, memberikan
pendidikan dan pelatihan bagi karyawan baru dalam program orientasi
sebelum karyawan tersebut melaksanakan tugasnya.
2) Karyawan baru (medis dan non medis) akan diberikan materi dasar tentang
pengendalian infeksi nosokomial antara lain mengenai universal precaution,
cara cuci tangan, isolasi, pengelolaan limbah benda tajam, linen, dan laundry
serta standar prosedur yang berkaitan dengan pengendalian infeksi
nosokomial dan praktek lapangan ke instalasi keperawatan maupun unit-unit
lain sesuai kebutuhan.
D. Infeksi Nosokomial
Beberapa prinsip dasar yang penting dalam menentukan suatu infeksi merupakan infeksi
nosokomial atau bukan adalah berdasarkan ;
1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya
sebaiknya merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil tes laboratorium
atau tes-tes lainnya.
15
Bukti klinis berupa hasil observasi langsung pada lokasi infeksi atau dari status
pasien.
Bukti laboratorium berupa hasil mikroskopik, biakan, tes deteksi antigen atau
antibodi.
Data dari pemeriksaan diagnostic lainnya seperti sinar X, USG, CT scan, MRI,
endoskopik, biopsy atau aspirasi jarum.
2. Diagnosis infeksi oleh dokter atau ahli bedah berdasarkan observasi langsung waktu
pembedahan, pemeriksaan endoskopi, atau pemeriksaan klinis lainnya. Pemeriksaan
klinis tanpa data pendukung harus disertai dengan pemberian antibiotika.
3. Infeksi yang didapat di rumah sakit tetapi baru tampak setelah keluar dari rumah sakit
dan infeksi pada neonates sebagai akibat keluarnya melewati jalan lahir.
4. Infeksi tidak termasuk infeksi nosokomial bila ;
Infeksi merupakan kelanjutan dari infeksi yang sudah ada pada waktu masuk
rumah sakit terkecuali bila kuman atau gejala jelas merupakan infeksi yang baru.
Pada kasus anak, infeksi diketahui menular melalui plasenta seperti
Toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, atau sifilis dan timbul sebelum 48 jam
setelah kelahiran.
5. Keadaan yang tidak termasuk kriteria infeksi adalah :
Kolonisasi yaitu adanya mikroorganisme pada kulit, mukosa, luka terbuka atau
dalam eksresi atau sekresi yang tidak menimbulkan tanda-tanda klinis adanya
infeksi.
Inflamasi yaitu keadaan sebagai akibat reaksi jaringan terhadap luka cedera atau
perangsangan oleh zat-zat non infeksius seperti bahan kimia.
E. Jenis-jenis Infeksi Nosokomial
1. Infeksi saluran kemih (ISK)
a. Infeksi saluran kemih simptomatik (Kode : UTI-SUTI)
Harus memenuhi paling sedikit satu criteria berikut ini :
Kriteria 1 : Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala berikut
tanpa ada penyebab lainnya.
Demam (>38oC)
Nikuria (anyang-anyangan)
Polakisuria
Disuria
Nyeri suprapubik
Biakan urin porsi tengah > 105 CFU/ml dengan jenis kuman tidak
lebih dari 2 spesies.
Kriteria 2 : Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala
berikut tanpa ada penyebab lainnya :
Salah satu dari gejala klinis berikut :
Demam (>38oC)
Nikuria (anyang-anyangan)
16
Polakisuria
Disuria
Nyeri suprapubik
Ditambah salah satu dari tanda-tanda berikut :
Tes carik celup positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit
Piuria (terdapat ≥ 10 lekosit/ml atau ≥ 3 lekosit/LPB dari urin yang
tidak dipusing)
Ditemukan bakteri dengan pewarnaan Gram dari urin yang tidak
dipusing.
Biakan urin paling sedikit 2 kali berturut-turut menunjukkan jenis
bakteri yang sama dengan jumlah > 100 CFU/ml urin kateter.
Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen dengan jumlah >
105 CFU/ml urin penderita yang telah mendapat pengobatan
antimikroba yang sesuai.
Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani.
Telah mendapat terapi antimikroba yang sesuai oleh dokter yang
menangani.
Kriteria 3 : Pada pasien anak berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari
tanda-tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab yang lainnya.
Demam (>38oC)
Hipotermia (<37oC)
Apnea
Bradikardia (<100/menit)
Letargia
Muntah-muntah
Ditambah dengan hasil laboratorium hasil biakan urin 105 CFU/ml
urin dengan tidak lebih dari 2 jenis bakteri.
Kriteria 4 : Pada pasien anak berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari
tanda-tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
Demam (>38oC)
Hipotermia (<37oC)
Apnea
Bradikardia (<100/menit)
Letargia
Muntah-muntah
Ditambah paling sedikit satu dari berikut :
Tes carik celup positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit
Piuria (terdapat ≥ 10 lekosit/ml atau ≥ 3 lekosit/LPB dari urin yang
tidak dipusing)
Ditemukan bakteri dengan pewarnaan Gram dari urin yang tidak
dipusing.
17
Biakan urin paling sedikit 2 kali berturut-turut menunjukkan jenis
bakteri yang sama dengan jumlah > 100 CFU/ml urin kateter.
Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen dengan jumlah >
105 CFU/ml urin penderita yang telah mendapat pengobatan
antimikroba yang sesuai.
Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani.
Telah mendapat terapi antimikroba yang sesuai oleh dokter yang
menangani.
b. Infeksi saluran kemih asimptomatik (Kode : UTI-ASB)
Infeksi saluran kemih (ISK) asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu
criteria berikut :
Kriteria 1 : Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam waktu 7 hari
sebelum biakan urin dan ditemukan dalam biakan urin > 105
CFU/ml urin dengan jenis bakteri maksimal 2 spesies dan tidak terdapat
gejala- gejala/ keluhan demam, suhu > 38oC, polakisuria, nikuria, disuria
dan nyeri suprapubik.
Kriteria 2 : Pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum
biakan pertama positif.
Biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih 2 jenis bakteri
yang sama dengan jumlah < 105 CFU/ml urin.
Tidak terdapat gejala-gejala/keluhan demam, suhu > 38oC,polakisuria,
nikuria, disuria dan nyeri suprapubik.
c. Infeksi saluran kemih lain seperti infeksi pada ginjal, ureter, kandung kemih,
uretra, jaringan sekitar retroperitoneal atau rongga perinefrik (Kode : UTI-OUTI)
Infeksi saluran kemih (ISK) yang lain harus memenuhi paling sedikit satu criteria
berikut ini :
Kriteria 1 : Ditemukan bakteri yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin atau
jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi.
Kriteria 2: Ada abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik secara
pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau melalui
pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 3 :Terdapat 2 dari tanda berikut seperti demam (.38oC), nyeri local, nyeri
tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi dan paling sedikit
satu dari berikut :
Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai
terinfeksi.
Ditemukan bakteri pada biakan darah yang sesuai dengan tempat
yang dicurigai.
Pemeriksaan radiologi missal USG, CT-scan, MRI, radiolabel scan
abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.
18
Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani.
Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang
sesuai.
Kriteria 4 : Pada pasien berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari
tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab yang
lain :
Demam (>38oC)
Hipotermia (<37oC)
Apnea
Bradikardia (<100/menit)
Letargia
Muntah-muntah
Ditambahkan paling sedikit satu dari berikut :
Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai
terinfeksi.
Ditemukan bakteri pada biakan darah yang sesuai dengan tempat
yang dicurigai.
Pemeriksaan radiologi misal USG, CT-scan, MRI, radiolabel scan
abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.
Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani.
Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang
sesuai.
Pencegahan infeksi saluran kemih
a. Tenaga Pelaksana :
1) Harus terampil dan betul-betul memahami teknik pemasangan kateter
secara aseptic dan perawatan kateter.
2) Perawat yang merawat pasien dengan kateter harus terlatih dalam hal
prosedur pemasangan kateter dan pengetahuan tentang potensi komplikasi.
b. Teknik pemasangan kateter
1) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi.
2) Gunakan dari yang terkecil tetapi aliran tetap lancar dan tidak
menimbulkan kebocoran dari samping kateter.
3) Pemasangan secara aseptic dengan menggunakan peralatan steril.
4) Pemakaian drain harus dengan sistim tertutup.
c. Perawatan paska operasi
1) Untuk luka kotor atau infeksi, kulit tidak ditutup primer.
2) Petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang baku
sebelum dan sesudah merawat luka.
3) Kasa penutup luka diganti bila ;
Basah
19
Menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Jika cairan keluar dari luka, dibuat pewarnaan Gram dan kultur.
2. Infeksi luka operasi (ILO)
a. Superficial Incisional
Letak Infeksi : Infeksi luka operasi superficial
Kode : SSI-(SKIN) Surgical Site Infection Superficial Incisional Site
Definisi : Infeksi luka operasi superficial harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah dan hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan
lain diatas fascia dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas
fascia
2) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang diambil secara aseptic
3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan
kecuali jika hasil biakan negative (paling sedikit terdapat satu
dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak local,
kemerahan, dan hangat local)
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi
b. Operasi profunda/Deep Incisional
Letak infeksi : Infeksi luka operasi profunda
Kode : SSI-(ST)
SSI-ST (soft tissue) diluar prosedur pembedahan NNIS berikut,
CBGB (Coronary artery bypass graft termasuk irisan dada
dan kaki)
Definisi : Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini :
Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska
bedah atau sampai satu tahun paska bedah (bila implant
berupa non human derived implant yang dipasang permanen) dan
meliputi jaringan lunak yang dalam (mis. Lapisan fascia
dan otot) dari insisi dan terdapat paling sedikit satu keadaan
berikut :
1) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen
organ/rongga dari daerah pembedahan.
2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja
dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari
20
tanda-tanda atau gejala-gejala berikut : demam (>38 C) atau nyeri
local, terkecuali biakan insisi negatif.
3) Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi
dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau
dengan pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau dengan
pemeriksaan hispatologis atau radiologis
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi
Petunjuk Pelaporan :
1) Masukkan infeksi yang mengenai superficial dan profunda sebagai infeksi
luka operasi profunda
2) Laporkan biaya specimen dari insisi superficial sebagai incisional drainage
(ID)
c. Organ /Rongga
Letak infeksi : Infeksi luka operasi organ/rongga
Kode : SSI-(Letak spesifik pada organ/rongga)
Definisi : Infeksi luka operasi organ/rongga mengenai bagian badan
manapun kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan
otot, yang dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan .
Tempat- tempat spesifik dinyatakan pada ILO
organ/rongga untuk menentukan lokasi infeksi lebih
lanjut. Pada daftar dibawah terdapat tempat-tempat spesifik
yang harus digunakan untuk membedakan ILO organ/rongga.
Sebagai contoh : appensictomi yang diikuti dengan abses
subdiafragmatika yang harus dilaporkan sebagai organ
ILO organ/rongga pada tempat spesifik intraabdomen (SSI-
IAB)
Suatu ILO organ/rongga harus memenuhi paling criteria berikut
ini :
Kriteria : Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan,bila
tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi
tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan dan infeksi mengenai
bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan otot, yang
dibuka atau dimanipulasi selama prosedur pembedahan dan terdapat paling sedikit satu
keadaan berikut :
1) Drainage purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke
dalam organ/rongga.
2) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptic dari cairan
atau jaringan dari dalam organ atau ruangan.
21
3) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ/rongga
yang ditemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan ulang,
atau dengan pemeriksaan hispatologis atau radiologis.
4) Dokter menyatakan sebagai ILO organ/ rongga.
Petunjuk Pelaporan :
Kadang-kadang infeksi organ/rongga mengalir melalui insisi. Infeksi semacam itu
umumnya tidak berhubungan dengan pembedahan ulang dan dianggap sebagai
penyakit dari insisi. Karena itu diklasifikasikan sebagai ILO profunda.
Pencegahan Infeksi Luka Operasi
Tindakan pencegahan dikelompokkan dalam:
a. Kala sebelum masuk rumah sakit :
1) Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi dilakukan
sebelum rawat inap agar waktu prabedah menjadi lebih pendek (< 1 hari).
2) Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO antara
lain :
Diabetes mellitus
Malnutrisi
Obesitas
Infeksi
Pemakaian kortikosteroid
b. Kala Pra Operasi
1) Perawatan pra operasi 1 hari untuk operasi berencana.Apabila keadaan yang
memperbesar terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar rumah sakit (misal
malnutrisi berat), pasien dapat dirawat lebih awal.
2) Mandi dengan antiseptik dilakukan malam sebelum operasi.
3) Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu misalnya
daerah operasi dengan rambut yang lebat. Cara pencukuran dilakukan sebagai
berikut :
Bila menggunakan pisau biasa maksimal dilakukan 6 jam sebelum operasi.
Bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama dari 6
jam sebelum operasi.
22
Setelah dicukur, diolesi antiseptik.
4) Daerah operasi harus dicuci dengan memakai antiseptik kulit dengan teknik
dari sentral ke arah luar.
5) Di kamar operasi pasien harus ditutup dengan duk steril sehingga hanya
daerah operasi yang terbuka.
6) Antibiotika profilaksis diberikan secara :
Tepat dosis,
Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant
dan protesis, atau operasi resiko tinggi seperti bedah jantung atau vaskuler),
Tepat cara pemberian (harus secara IV 2 jam sebelum operasi dan dilanjutkan
tidak lebih dari 48 jam).,
Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menyebabkan ILO)
Pemberian secara oral hanya digunakan untuk operasi kolorektaldan tidak
diberikan lebih dari 24 jam.
c. Persiapan Tim Pembedahan
1) Setiap orang yang masuk kamar operasi harus ;
2) Sebelum operasi, seluruh anggota tim bedah harus mencuci tangan dengan
antiseptik selama 5 menit atau lebih dengan posisi jari-jari lebih tinggi dari
siku.
3) Antiseptik yang digunakan untuk cuci tangan adalah Chlorhexidin.
4) Setelah cuci tangan keringkan dengan handuk steril dan memakai jubah steril.
5) Setiap anggota tim harus memakai sarung tangan steril apabila sarung tangan
tersebut kotor harus siganti dengan yang baru.
6) Pemakaian sarung tangan memakai metode tertutup.
7) Untuk operasi tulang atau pemasangan implant harus memakai 2 lapis sarung
tangan.
d. Intra operasi
1) Teknik operasi
Harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari kerusakan jaringan
lunak yang berlebihan, menghilangkan rongga, mengurangi perdarahan dan
menghindari tertinggalnya benda asing yang tidak diperlukan.
2) Lama operasi
23
Operasi dilakukan secepat-cepatnya dalam batas yang aman.
3) Peralatan sarung tangan, kain penutup duk, kain kassa dan antiseptik untuk
desinfeksi hanya untuk satu kali pemasangan.
3. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah (ISPB)
Letak Infeksi : Saluran napas bagian bawah (Paru)
Kode : PNEU-PNEU
Definisi : Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu dari criteria
berikut :
Kriteria 1 : Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak pada
perkusi dan salah satu di antara keadaan berikut ;
1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan
sifat sputum.
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman pathogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci
bronkus atau biopsi.
Kriteria 2 : Foto thorak menunjukkan adanya infiltrate, konsolidasi, kavitasi,
efusi pleura baru atau progresif dan salah satu di antara keadaan
berikut :
1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan
sifat sputum.
2) Isolasi kuman positif pada biakan darah
3) Isolasi kuman pathogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci
bronkus atau biopsy.
4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran
napas.
5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam 2 kali
pemeriksaan.
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi.
Kriteria 3 : Pasien berumur ≤ 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan
berikut :
24
Apnea
Takikardia
Bradikardia
Mengi
Ronkhi basah
Atau batuk
Dan paling sedikit satu di antara keadaan berikut :
1) Produksi dan sekresi saluran napas meningkat.
2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen ataun terjadi perubahan
sifat sputum.
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran
napas.
5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam 2 kali
pemeriksaan.
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi.
Kriteria 4 : Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur ≥ 1 tahun
menunjukkan infiltrate baru atau progresif, konsolidasi,
kavitasi, atau efusi pleura, dan paling sedikit satu di antara
keadaan berikut :
1) Produksi dan sekresi saluran napas meningkat.
2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen ataun terjadi perubahan
sifat sputum.
3) Isolasi kuman positif pada biakan darah
4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran
napas.
5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam 2 kali
pemeriksaan.
6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi
25
Catatan :
Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi
mungkin membantu mengidentifikasikan kuman etiologik dan memberikan data
sensitifitas antimikroba.
Penemuan dari pemeriksaan sinar X dada serial lebih membantu daripada
pemeriksaan tunggal.
4. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)
Letak infeksi : Infeksi Aliran Darah Primer atau Laboratory Confirmed
Bloodstream Infection (LCBI).
Kode : BSI-LCBI
Definisi : Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang
timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai
sebagai sumber infeksi.
Kriteria 1 : Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu atau lebih
biakan darah dan biakan dari darah tersebut tidak
berhubungan dengan infeksi di tempat lain.
Kriteria 2 : Ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa penyebab
lain:
Demam
Menggigil
Hipotensi
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Kontaminasi kulit biasa (missal Diptheroids, Bacillus sp.,
Propiniobacterium sp., coagulase negative Staphylococci atau
Micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah
yang diambil dari waktu yang berbeda.
2) Kontaminasi kulit biasa (missal Diptheroids, Bacillus sp.,
Propiniobacterium sp., coagulase negative Staphylococci atau
Micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah
dari pasien dengan saluran intravaskuler dan dokter
memberikan terapi antimikroba yang sesuai.
3) Tes antigen positif pada darah (misal H. influenza,
S.pneumoniae, N.meningitidis atau Group B Streptococcus)
Dan Tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang
positif yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat
lain.
Kriteria 3 : Pasien berumur ≥ 1 tahun dengan paling sedikit satu tanda-tanda
dan gejala-gejala sebagai berikut :
Demam (>38oC)
Hipotermi (< 37oC)
26
Apnea
Atau bradikardia
Dan satu di antara tanda-tanda berikut :
1) Kontaminasi kulit biasa (missal Diptheroids, Bacillus sp.,
Propiniobacterium sp., coagulase negative Staphylococci atau
Micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah
yang diambil dari waktu yang berbeda.
2) Kontaminasi kulit biasa (missal Diptheroids, Bacillus sp.,
Propiniobacterium sp., coagulase negative Staphylococci atau
Micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah
dari pasien dengan saluran intravaskuler dan dokter
memberikan terapi antimikroba yang sesuai.
3) Tes antigen positif pada darah (misal H. influenza,
S.pneumoniae, N.meningitidis atau Group B Streptococcus)
Dan Tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif
yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain.
Petunjuk Pelaporan :
1. Phlebitis purulen dilaporkan sebagai BSI-LCBI dengan konfirmasi biakan
semikuantitatif yang positif dari ujung kateter, tetapi dengan biakan darah negative
atau tidak dilakukan biakan.
2. Kuman dari biakan darah dilaporkan sebagai BSI-LCBI bila tidak terdapat bukti
adanya infeksi di tempat lain.
3. Pseudobakteremia bukan merupakan infeksi nosokomial.
5. Sepsis Klinis (Clinical Sepsis)
Letak infeksi ; Sepsis klinis
Kode : BSI-CSEP
Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :
Kriteria 1 : Ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa penyebab
lain :
Suhu >38oC bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa
pemberian antipiretika
Hipotensi (sistolik ≥ 90 mmHg)
Oligouria dengan jumlah urin (<20ml/jam atau
<0.5cc/kgBB/jam)
Dan semua gejala/tanda yang disebutkan di bawah ini :
1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman atau
antigen dalam darah.
2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain.
3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis
27
Kriteria 2 : Ditemukan pada pasien berumur 1 tahu paling sedikit satu/tanda
berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain :
Demam (>38oC)
Hipotermi (< 37oC)
Apnea
Atau bradikardia < 100x/menit
Dan semua gejala/tanda di bawah ini :
1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman atau
antigen dalam darah.
2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain.
3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.
6. Infeksi Arterial atau Venous
Letak infeksi : Arteria atau venous
Kode : CVS-VASC
Definisi : Infeksi arterial atau venous harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut :
Kriteria 1 : Terdapat kuman yang dibiakkan dari arteria atau vena yang
diambil pada waktu pembedahan. Dan biakan darah tidak
dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari
biakan darah.
Kriteria 2 : Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu
pembedahan atau pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 3 : Pasien menderita paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala
berikut tanpa ada penyebab lainnya :
Demam (>38oC)
Nyeri
eritema
Atau hangat pada daerah yang terkenab
Dan didapatkan lebih dari 15 koloni kuman hasil biakan dari
ujung kanula intravaskuler dengan menggunakan metode
pembiakan semikuantitatif.
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman
dalam darah.
Kriteria 4 : Pasien menderita drainase purulen pada daerah vaskuler yang
terkena Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak
ditemukan kuman dalam darah.
Kriteria 5 : Pasien berumur ≥ 1 tahun menderita paling sedikit satu dari
tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :
Demam (>38oC)
Hipotermi (< 37oC)
Apnea
28
Atau bradikardia <100x/menit
Letargia
Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena
Dan didapatkan lebih dari 15 koloni kuman hasil biakan dari
ujung kanula intravaskuler dengan menggunakan metode
pembiakan semikuantitatif.
Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman
dalam darah.
7. Gastroenteritis
Letak infeksi : Saluran cerna
Kode : GI-GE
Definisi : Gastroenteritis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
Kriteria 1 : Pasien mendapat serangan akut diare (berak air selama lebih dari
12 jam) dengan atau tanpa muntah atau demam (>38oC)
dan tampaknya penyebab bukan noninfeksius (misal
dari tes diagnostic, regimen terapeutik, eksaserbasi
akut dari keadaan kronis atau stress psikologis)
Kriteria 2 : terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala berikut
tanpa ada penyebab lainnya :
Nausea (mual)
Muntah
Nyeri perut
Atau sakit kepala
Dan paling sedikit satu dari berikut :
1) Terdapat kuman patogenik enteric pada biakan kotoran
(stool) atau hapusan rectum.
2) Kuman patogenik enteric ditemukan pada pemeriksaan
mikroskopik rutin atau electron.
3) Kuman patogenik enteric dideteksi dengan tes antigen atau
antibody dari darah atau feses.
4) Terbukti adanya kuman enteric pathogen yang dideteksi dari
perubahan sitopatik pada biakan jaringan.
5) Kenaikan titer diagnostic single antibody (IgM) sebanyak
empat kali pada paired sera (IgG) untuk kuman pathogen.
Untuk neonatus :
Dikatakan menderita gastroenteritis apabila :
1) Hipertermi (suhu >38oC) atau hipotermi (suhu <37oC) pada rectal.
2) Kembung
3) Bising usus meningkat
29
4) Muntah
5) Pemeriksaan tinja mikroskopik ditemukan >5 mikroorganisme per lapang
pandang besar, eritrosit >2 per lapang pandang besar.
8. Episiotomi
Letak infeksi : Daerah vagina yang dilakukan episiotomy
Kode : REPR-EPIS
Definisi : Infeksi episiotomy harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :
Kriteria 1 : Pasien paska partus pervaginam mengalami drainase purulen dari
episiotomi.
Kriteria 2 : Pasien paska partus per vaginam mengalami abses pada
episiotomi.
9. Vaginal Cuff
Letak infeksi : vaginal Cuff
Kode : REPR-VCUF
Definisi : Infeksi vaginal cuff harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :
Kriteria 1 : Pasien paska histerektomi mengalami drainase purulen dari
vaginal cuff.
Kriteria 3 : Ditemukan kuman pathogen pada biakan yang diambil dari cairan
atau jaringan dari vaginal cuff.
10. Ulkus Dekubitus
Letak infeksi : Ulkus dekubitus termasuk yang superficial dan profunda (dalam).
Kode : DECU
Definisi : Infeksi dekubitus harus memenuhi criteria sebagai berikut :
Kriteria : Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala
berikut tanpa diketahui ada penyebab lain :
Kemerahan
Nyeri tekan
Atau bengkak pada pinggir luka dekubitus
Dan paling sedikit satu tanda dari berikut ini :
1) Kuman dari biakan cairan ulkus atau jaringan yang diambil
secara benar.
2) Kuman dari biakan darah.
11. Luka Bakar
Letak infeksi : Luka bakar (Burn)
30
Kode : SST-BURN
Definisi : Infeksi luka bakar harus memenuhi paling sedikit satu criteria
berikut :
Kriteria 1 : Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,
seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat
gelap atau hitam atau perubahan warna yang hebat atau
edema pada perbatasan luka.
Dan
Pemeriksaan histologis dari biopsi luka bakar menunjukkan
invasi kuman ke dalam jaringan berdekatan yang sehat.
Kriteria 2 : Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,
seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat
gelap atau hitam atau perubahan warna yang hebat atau
edema pada perbatasan luka.
Dan paling sedikit satu dari berikut ini :
1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi
lain.
2) Dapat diisolasi virus Herpes Simplex, identifikasi histologist
dari badan inklusi secara mikroskopik atau tempat partikel-
partikel virus dengan mikroskop electron dari biopsy kerokan
lesi.
Kriteria 3 : Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala
berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya :
Demam (>38oC)
Hipotermi (< 36oC)
Hipotensi
Oligouria (<20ml/jam)
Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level yang
sebelumnya dapat ditolerir dengan mental confusion.
Dan paling sedikit satu dari berikut ini :
1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi
lain.
2) Dapat diisolasi virus Herpes Simplex, identifikasi histologist
dari badan inklusi secara mikroskopik atau tempat partikel-
partikel virus dengan mikroskop electron dari biopsy kerokan
lesi.
Referensi
1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2001.
31
2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2007.
BAB III
PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
32
A. Tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial meliputi hal-hal sebagai berikut :
Kewaspadaan standar (Universal Precautions) diterapkan pada semua petugas kesehatan
dan pasien/orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan ( Infection controlled
guidelines CDC, Australia ).
Kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi hanya diterapkan pada pasien yang
dirawat inap di rumah sakit ( Garner and HiCPAC 1996 ). Kewaspadaan diberlakukan
sampai diagnosis tersebut dapat dikesampingkan.
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dirancang untuk memutus siklus penularan
penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat.
A.1. Kewaspadaan Standar
Penerapan kewaspadaan standar bertujuan untuk mengurangi risiko penularan
mikroorganisme di rumah sakit Rumah Sakit Islam Siti Rahmah, baik dari sumber infeksi
yang diketahui maupun yang tidak diketahui dalam sistim pelayanan kesehatan seperti
pasien, benda tercemar, jarum atau spuit yang telah digunakan. Kewaspadaan standar
diterapkan untuk sekreta pernafasan, darah , dan semua cairan tubuh lainnya serta semua
ekskreta (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh dan membran mukosa.
Kewaspadaan standar yang diterapkan di rumah sakit Rumah Sakit Islam Siti Rahmah
meliputi :
1. Mencuci Tangan
a) Mencuci tangan sesuai PROTAP cuci tangan
Tindakan yang paling mudah dan dapat mencegah pencemaran silang dari orang ke orang
atau dari obyek yang tercemar ke orang. Tindakan mencuci tangan harus dilakukan pada
keadaan :
Sebelum dan sesudah kontak atau menyentuh pasien.
Sebelum dan sesudah melakukan prosedur tindakan invasive.
Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-barang yang
tercemar bahan infeksius.
Segera setelah membuka sarung tangan
Di antara kontak pasien
Setelah menggunakan toilet
b) Sabun digunakan untuk prosedur cuci tangan rutin dan antiseptik berbasis alkohol
digunakan jika tangan tidak tampak kotor.
c) Cairan antiseptik untuk cuci tangan seperti chlorhexidin digunakan pada saat outbreak
dan sebelum melakukan tindakan invasive.
d) Cairan antispetik berbasis alkohol digunakan untuk membersihkan kulit atau membrane
mukosa sebelum pembedahan, membersihkan luka, serta melakukan penggosokkan
tangan surgical handsrub.
2. Menggunakan alat perlindungan diri :
33
Sarung tangan bersih non steril :
o Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-
barang tercemar bahan infeksius.
o Bila kontak dengan membrane mukosa/selaput lender dan kulit yang tidak
utuh.
o Sebelum melakukan tindakan invasif.
o Ganti atau lepaskan sarung tangan antar pasien, antar tindakan
Masker, kaca mata, pelindung wajah
o Bertujuan untuk melindungi membrane mukosa mata, hidung, dan mulut
terhadap kemungkinan percikan ketika akan kontak dengan darah dan
cairan tubuh.
Gaun
o Bertujuan untuk melindungi kulit dari kemungkinan terkena percikan
ketika kontak dengan darah atau cairan tubuh.
o Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang
melibatkan kontak dengandarah atau cairan tubuh.
3. Penanganan barang-barang terinfeksius
Proses dekontaminasi dilakukan terhadap peralatan, sarung tangan dan barang lainnya,
kemudian dilakukan pencucian,di sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi sesuai prosedur
yang telah ditetapkan.
Linen :
o Linen kotor ditangani dengan hati-hati dan cermat sesuai PROTAP supaya
jangan sampai terkena kulit atau membrane mukosa.
o Segera mengganti linen yang tercemar/terkena darah atau percikan cairan
tubuh.
o Tidak merendam dan/membilas linen kotor di wilayah ruang perawatan.
o Tidak meletakkan linen kotor di lantai dan mengibaskan linen kotor.
Peralatan perawatan pasien
o Peralatan perawatan pasien yang tercemar ditangani dengan benar sesuai
PROTAP untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau membrane
mukosa/lendir.
o Cegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingkungan
o Lakukan pencucian dan desinfeksi peralatan bekas pakai sebelum
digunakan kembali.
Benda tajam
o Jangan menutup kembali jarum yang sudah digunakan, bila terpaksa
lakukan dengan teknik satu tangan.
o Jangan melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai.
o Jangan membengkokkan, menghancurkan atau memanipulasi jarum
dengan tangan.
34
o Masukkan instrumen tajam ke dalam wadah yang tahan tusukan dan tahan
air (wadah penampung khusus)
4. Kebersihan lingkungan
Pembersihan, perawatan, dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang
perawatan dilakukan rutin setiap hari atau bilamana perlu.
Tempat tidur, meja pasien, tiang insfus, monitor dan semua barang atau benda
yang tersentuh sesuai dengan PROTAP.
5. Buang sampah sesuai ketentuan yang berlaku untuk sampah infeksius dan sampah non
infeksius sesuai PROTAP.
6. Resusitasi pasien
Penghubung mulut (mouthpiece/Goedel), ambubag atau alat ventilasi lain harus
digunakan untuk melakukan resusitasi mulut ke mulut secara langsung.
7. Penempatan pasien
Isolasi pasien di dalam ruangan yang terpisah (ruang isolasi) dilakukan terhadap
pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta lingkungan atau penyakit
yang diderita pasien dapat mencemari lingkungan ruang perawatan.
A.2. Kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi
Kewaspadaan berdasarkan penularan diperuntukkan bagi pasien yang
menunjukkan gejala atau dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman
yang sangat mudah menular atau sangat pathogen sehingga perlu upaya pencegahan
tambahan selain kewaspadaan standar yang bertujuan untuk memutus rantai penyebaran
infeksi. Kewaspadaan berbasis transmisi harus dilaksanakan sebagai tambahan
kewaspadaan standar bila penyakit menular selain melalui darah.
Tiga jenis kewaspadaan berdasarkan penularan adalah sebagai berikut :
1. Kewaspadaan penularan melalui kontak
Kewaspadaan ini untuk mengurangi risiko transmisi organisme patogen melalui kontak
langsung atau tidak langsung. Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit
dengan kulit dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien atau antar
dua pasien. Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang
rentan dengan obyek tercemar yang berada di lingkungan pasien. Pasien dengan infeksi
kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster, impetigo, konjungtivitis,
kutu, atau infeksi luka lainnya atau kolonisasi MRSA yang memerlukan penerapan
tindakan pencegahan kontak.
2. Kewaspadaan penularan melalui percikan (droplet)
Kewaspadaan penularan melalui droplet bertujuan untuk mengurangi risiko penularan
melalui percikan bahan infeksius. Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan
konjungtiva, membrane mukosa hidung atau mulut individu yang rentan oleh percikan
35
partikel besar (>5µm) yang mengandung mikroorganisme. Berbicara, batuk, bersin dan
tindakan seperti pengisapan lender dan bronkoskopi dapat menyebarkan organisme.
Contoh penularan melalui droplet dapat terjadi pada kasus infeksi Parotitis, rubella,
pertusis dan influenza.
3. Kewaspadaan penularan melalui udara (airborne)
Kewaspadaan ini bertujuan untuk mengurangi risiko penularan melalui penyebara
partikel kecil (<5µm) ke udara secara langsung atau melalui partikel debu yang
mengandung mikroorganisme infeksius. Partikel ini dapat tersebar dengan cara batuk,
bersin, berbicara dan tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan lender. Partikel
infeksius dapat menetap di udara selama beberapa jam dan dapat disebarkan secara luas
dalam suatu ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh. Pengelolaan udara secara khusus
dan ventilasi diperlukan untuk mencegah transmisi melalui udara. Contoh penularan
melalui udara dapat terjadi pada kasus M.tuberculosis, campak, parotitis, varisela.
Penerapan kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi dilaksanakan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Menjaga kebersihan tangan dan pemakaian sarung tangan
Petugas kesehatan harus mencuci tangan atau menggunakan handrub alkohol
setelah kontak dengan setiap pasien atau bahan menular dan setelah melepaskan
sarung tangan.
Sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan, karena
sarung tangan mungkin ada pori kecil yang tidak terlihat atau sobek selama
penggunaan atau tangan dapat terkontaminasi pada saat melepaskan sarung
tangan.
Harus mengganti sarung tangan setelah kontak dengan pasien untuk mengurangi
risiko penyebaran infeksi.
Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan
pasien dan segera mencuci tangan atau menggunakan handrub berbasis alkohol.
2. Menggunakan masker, pelindung pernafasan, pelindung mata dan pelindung wajah.
Setiap orang yang berhubungan langsung, berada dekat dengan pasien atau
memasuki suatu ruangan dimana ada pasien dengan penyakit menular harus
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Untuk pasien dengan
penyakit menular melalui udara, petugas perlu menggunakan masker khusus
seperti N95 atau yang sejenisnya yang telah tersertifikasi oleh US NIOSH,
menggunakan gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.
Masker N95 dapat digunakan beberapa kali jika digunakan oleh orang yang sama.
Respirator dilapisi dengan masker bedah yang harus dibuang setiap selesai
digunakan. Jika respirator khusus tidak tersedia, petugas harus menggunakan
masker bedah yang dapat melekat erat menutup hidung dan mulut dengan rapat.
Individu yang tidak memungkinkan menggunakan respirator N-95 dengan tepat,
perlu menggunakan Powered Air Purifying Respiartor (PARP).
3. Menggunakan gaun dan apron
36
Gaun dan apron dipakai sebagai perlindungan diri dan untuk mengurangi
kemungkinan penyebaran mikroorganisme di dalam rumah sakit, mencegah
kontaminasi pakaian dan untuk melindungi petugas dari pajanan darah atau cairan
tubuh.
Gaun terbuat dari bahan kedap air.
Penutup kaki atau sepatu harus tertutup untuk memberikan perlindungan terhadap
kulit bila ada kemungkinan terjadi tumpahan atau percikan bahan infeksius dalam
jumlah besar.
Petugas kesehatan harus melepas gaun tersebut sebelum meninggalkan
lingkungan pasien dan sebelum mencuci tangan.
4. Penanganan linen dan pakaian kotor yang tercemar
Linen dan pakaian kotor yang tercemar ditangani sesuai prosedur yang berlaku,
diangkut dan dicuci dengan cara yang dapat mencegah penyebaran
mikroorganisme pada pasien, petugas dan lingkungan.
Petugas tidak boleh memegang linen dekat tubuh atau mengibaskan linen tersebut.
5. Penanganan peralatan makan pasien tersangka infeksi panyakit menular
Penggunaan peralatan makanan untuk pasien dengan penyakit menular melalui
udara dan percikan harus diupayakan satu barang untuk satu pasien.Peralatan
makan yang akan digunakan kembali harus dicuci dengan air panas dan sabun
deterjen bila mungkin dengan menggunakan mesin pencuci piring dan
pelaksanaannya dengan menerapkan pencegahan berdasarkan kewaspadaan
standar. Petugas perlu menggunakan sarung tangan ketika menangani nampan,
piring, dan peralatan makan pasien.
6. Pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan
suspek atau probable menderita penyakit menular melalui udara.
Prosedur atau tindakan yang dapat menimbulkan aerosol adalah :
Tindakan yang dapat menimbulkan batuk akan meningkatkan pengeluaran droplet
nuclei ke udara.
Tindakan yang menghasilkan aerosol seperti tindakan pengobatan yang
diaerosolisasi (misalnya salbutamol), induksi sputum diagnostic, bronkoskopi,
pengisapan jalan napas dan intubasi endotrakeal.
Tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah transmisi melalui udara, contoh
Tuberkulosis, varicella, adalah :
Pasien ditempatkan pada kamar isolasi atau jika tidak memungkinkan
ditempatkan satu kamar dengan pasien yang mempunyai diagnosis yang sama.
Berikan tanda gambar masker di depan pintu sebagai tanda pasien infeksi yang
dapat menular melalui udara/droplet.
Gunakan masker bedah, jika petugas akan masuk kamar pasien.
Gunakan apron saat melakukan tindakan invasive atau jika kemungkinan baju
akan terpercik cairan tubuh pasien.
37
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak, setelah kontak dengan peralatan pasien,
setelah melepas sarung tangan, sebelum meninggalkan kamar pasien.
Pintu kamar harus selalu tertutup.
Pasien diberikan masker bila akan ditransportasi untuk pemeriksaan di ruangan
lain.
Alat-alat disposable atau bahan-bahan terkontaminasi pada tempat sampah kuning
atau wadah khusus benda tajam.
Linen terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong plastik kuning (pastikan tidak
bocor) dan diikat serta diberi label infeksius.
Desinfeksi peralatan yang digunakan sesuai PROTAP.
Kamar dibersihkan sesuai prosedur pembersihan ruang isolasi.
Tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah transmisi melalui droplet, contoh
Pertusis, influenza, adalah :
Pasien ditempatkan pada kamar isolasi atau jika tidak memungkinkan ditempatkan
satu kamar dengan pasien yang mempunyai diagnosis yang sama.
Gunakan masker bedah, jika pasien kemungkinan akan batuk saat dilakukan
tindakan, seperti mengambil sputum untuk pemeriksaan.
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak, setelah kontak dengan peralatan pasien,
setelah melepas sarung tangan, sebelum meninggalkan kamar pasien.
Gunakan apron saat melakukan tindakan invasive atau jika kemungkinan baju
akan terpercik cairan tubuh pasien.
Linen terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong plastik kuning (pastikan tidak
bocor) dan diikat serta diberi label infeksius.
Pembersihan ruangan setiap hari atau setelah pasien pulang sesuai PROTAP
pembersihan ruangan.
Peralatan makan pasien tidak perlu ditangani secara khusus
Pasien diberikan masker bila akan ditransportasi untuk pemeriksaan di ruangan
lain.
Tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah transmisi melalui kontak, contoh pasien
dengan MRSA positif, adalah :
Pasien ditempatkan pada kamar isolasi atau jika tidak memungkinkan ditempatkan
satu kamar dengan pasien yang mempunyai diagnosis yang sama.
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak, setelah kontak dengan peralatan pasien,
setelah melepas sarung tangan, sebelum meninggalkan kamar pasien.
Gunakan apron saat melakukan tindakan invasive atau jika kemungkinan baju
akan terpercik cairan tubuh pasien.
Linen terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong plastik kuning (pastikan tidak
bocor) dan diikat serta diberi label infeksius.
Pembersihan ruangan selama pasien dirawat atau setelah pasien pulang dengan
menggunakan desinfektan.
38
Petugas catering/bagian gizi harusmencuci tangan setelah menangani peralatan
makan pasien.
Jika pasien harus dimobilisasi ke unit lain di rumah sakit untuk pemeriksaan maka
lakukan koordinasi dengan unit tersrbut untuk melakukan tindakan kewaspadaan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencegahan infeksi untuk prosedur yang
menimbulkan aerosol pada pasien penderita penyakit menular melalui udara adalah :
Petugas kesehatan harus memastikan bahwa pasien sudah diobservasi terhadap
kemungkinan penyakit menular melalui udara sebelum memulai prosedur yang
menimbulkan aerosol.
Tindakan yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan penyakit menular
melalui udara, dilakukan hanya bila ada indikasi medis yang penting.
Tindakan harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan
Penularan melalui udara.
B. Perawatan Isolasi
Pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang isolasi
untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.
Jumlah petugas kesehatan yang merawat pasien harus dibatasi seminimal mungkin sesuai
dengan tingkat perawatan. Petugas juga perlu diawasi secara ketat dan hendaknya
berpengalaman di dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan perawatan pasien penyakit
menular melalui udara di ruang isolasi :
Persiapan dan pemeliharaan ruang isolasi
o Pada pintu masuk diletakkan tanda peringatan sebagai perhatian untuk
tindakan pencegahan tambahan.
o Pada pintu masuk disediakan lembar catatan yang harus diisi oleh petugas
kesehatan atau pengunjung yang masuk area lokasi.
o Setiap orang yang masuk ruang isolasi harus menggunakan APD yang
lengkap.
o Perabotan dalam ruang isolasi harus mudah dibersihkan dan tidak menahan
kotoran yang tersembunyi atau kondisi basah, baik di dalam atau di
sekelilingnya.
o Tersedia tempat cuci tangan serta perlengkapannya.
o Tersedia kantong sampah yang sesuai dengan tempat sampah yang dapat
dioperasikan oleh kaki.
o Tersedianya wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.
o Tersedianya peralatan tersendiri untuk pasien isolasi seperti stetoskop,
tensimeter dan thermometer.
o Tersedianya peralatan kebersihan (mop/pel basah, lap) dan desinfeksi yang
dibutuhkan di dalam ruangan isolasi. Peralatan kebersihan harus
39
dibersihkan setiap habis digunakan dengan melakukan pencucian
menggunakan air panas.
o Ruangan isolasi harus dibersihkan dan didesinfeksi setiap hari meliputi
seluruh permukaan, seperti meja, kaki tempat tidur dan lantai dengan
menggunakan Sodium Hipoklorit 0.1% sebagai desinfektan.
o Linen bekas pakai dimasukkan ke dalam kantong linenketika di dalam
ruangan dan kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar
ruangan. Selanjutnya segera dikirim ke unit pencucian dan ditangani
sebagai linen terkontaminasi.
o Semua sampah dibuang ke dalam kantong sampah infeksius ketika di
dalam ruangan dan kemudian di luar ruangan kantong tersebut
dimasukkan lagi ke dalam kantong lain dan ditangani sebagai sampah
infeksius.
o Urinal dan bedpan dibersihkan lalu didesinfeksi sebelum digunakan untuk
pasien lainnya.
o Tidak menggunakan desinfektan semprotan.
o Peralatan makan dibersihkan dengan menggunakan air sabun panas.
Saat memasuki ruang isolasi
o Semua peralatan yang dibutuhkan sudah disiapkan sebelumnya
o Cuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan handrub berbasis
alkohol.
o Memakai APD
Saat meninggalkan ruang isolasi
o APD dilepaskan pada ruang antara sesuai dengan urutan yang benar (lihat
Bab IV).
o Cuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan handrub berbasis
alkohol.
o Masker dilepaskan dengan memegang elastic di belakang telingan dan
jangan menyentuh bagian depan masker.
o Setelah di luar ruangan, kembali lakukan cuci tangan dengan air mengalir
atau menggunakan handrub berbasis alkohol.
o Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum
meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah.
Gambar 1. Manajemen kasus : Pencegahan Infeksi Awal dan Kontrol Tindakan Pencegahan di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Manajemen Kasus Dengan Penyakit Menular Melalui Udara
Pasien dengan gejala penyakit
pernafasan akut dan riwayat
terpajan/kontak
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
40
Pasien dilakukan triage Pasien dipakaikan masker bedah dan
ditempatkan terpisah dari pasien lainnya
(isolasi)
Pasien dilakukan pemeriksaan
untuk penyakit menular
Ruang isolasi dengan tekanan negative
Petugas kesehatan memakai APD lengkap ketika
memasuki ruangan
Pasien dikonfirmasi sebagai
penderita penyakit infeksi Diagnosis lain
Kaji kembali tindakan
pencegahan
Terapkan Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi
lengkap selama periode waktu yang dibutuhkan sesuai masa
penularan
Diadaptasi dari Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapai Emerging Infectious DiseaseDepkes RI, Jakarta,2007.
Prinsip Pencegahan Penularan Infeksi
Pencegahan penyebaran infeksi memerlukan dihilangkannya satu atau lebih kondisi yang
diperlukan bagi pejamu atau reservoir untuk menularkan penyakit ke pejamu rentan lainnya
dengan cara :
Menghambat atau membunuh agen (bakteri, virus, jamur, parasit) dengan
mengaplikasikan antiseptik ke kulit sebelum tindakan /pembedahan.
Memblokir cara agen berpindah dari orang yang terinfeksi ke orang lain yang rentan
misalnya dengan mencuci tangan atau memakai antiseptik handrub untuk membersihkan
bakteri atau virus yang didapat pada saat bersentuhan dengan pasien terinfeksi atau
permukaan tercemar.
Mengupayakan petugas kesehatan untuk diimunisasi atau divaksinasi.
Petugas kesehatan memakai APD yang memadai untuk mencegah kontak dengan agen
infeksi, misalnya sarung tangan rumah tangga untuk petugas kebersihan dan petugas
pembuangan sampah rumah sakit.
Daftar Jenis Kewaspadaan Untuk Penyakit-Penyakit Infeksi
Jenis Infeksi
Kewaspadaan
Jenis Kewaspadaan
Lama
Abses
Draining, major C DI Draining, minor or limited S
41
Acquired human immunodeficiency syndrome (HIV) SAnthrax S Cutaneous S Paru S Lingkungan DEArthropoda (viral ensefalitis) SAscariasis SAspergilosis SBotulism SBronchiolitis C DIBrucellosis SCandidiasis SCellulitis S
Jenis Infeksi
Kewaspadaan
Jenis Kewaspadaan Lama
Chalamydia trachomatis S
Chlamydia pneumonia S DIClostridium C. botulinum S C. difficile C DI C.perfringens S
o Keracunan makanano Gas gangrene
SS or C jika luka drainase
luasConjungtivitis DE Bakterialis akuta Gonokokus Viral akuta
SSC DI
Cryptococcosis SCysticercosis SCMV SDemam Dengue S DIDiphteria Kutaneus Faringeal
CD
CNCN
Epstein-Barr virus SFurunkulosis, staphylococcal
Bayi dan anak – anak
S ; Kebijakan MRSA bila MRSA (+)
C DIGastroenteritis Adenovirus Campylobacter Kolera (Vibrio cholera) C.difficile E.coli (EHEC=O157:H7) Giardia lamblia Norovirus Rotavirus Salmonella Shigella Vibrio parahaemolyticus Virus Yersinia enterocolitica
SSSSCSSSCSSSSSS
DI
DI
Sindroma Paru Hantavirus SHelicobacter pylori S
Kewaspadaan
42
Jenis Infeksi Jenis Kewaspadaan
Lama
Hepatitis, viral Tipe A
o Pasien dengan inkontinensia atau menggunakan diapers
Tipe B-HBsAg positif;akut atau kronik Tipe C dan NonA, NonB Tipe D (terlihat bila dengan hepatitis B) Tipe E Tipe G
SC
SSSSS
Cacing tambang SHerpes simplex Ensefalitis Mukokutaneus
Mukokutaneus, rekuren (kulit,oral,genital) Neonatal
SC
SC
Sampai lesi menjadi
kering atau krusta
Sampai lesi menjadi
kering atau krusta
Herpes zoster Pasien imunokompromis Pasien imunokompeten
A,CS
DIDI
Histoplasmosis SImpetigo C U24jamInfluenzae Human
Pandemik influenza
D
D
5 hari kecuali pasien
imunokompromis
5 hari dari onset gejala
Sindroma Kawasaki SLegionella SLepra SLeptospirosis SListeriosis SMalaria S
Jenis Infeksi
Kewaspadaan
Jenis Kewaspadaan
Lama
Campak (rubeola) A
DI
4 hari setelah
timbul rash
Pada pasien
imunokompromis
Meningitis
Aseptik
Bakterial, Gram negative-enterik, neonates
Jamur
H.influenzae
S
S
S
D U 24jam
43
N.meningitidis
S.pneumoniae
M.tuberkulosis
Bakteri lainnya
D
S
S
S
U 24jam
Meningokokus, sepsis, pneumonia, meningitis D U 24jam
Moluscum contagiosum S
Multidrug-resistant organism(MRSA,VRE,ESBL,PRSP) S/C
Parotitis D
Mycoplasma pneumonia D DI
Pertusis D U 5 hari
Pneumocystis jiroveci S
Poliomyelitis C DI
Ulkus Dekubitus
Mayor
Minor atau terbatas
C
S
DI
Rabies S
Campak Jerman (Rubella) D U 7 hari setelah
timbul rash
Skabies C U 24
Jenis Infeksi
Kewaspadaan
Jenis Kewaspadaan
Lama
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) A,D,C DI plus 10 hari
setelah
demam hilang
Infeksi Staphylococcus aureus
Kulit, Luka, luka bakar
o Luas
o Minor, Terbatas
Scalded skin syndrome
Toxic shock syndrome
C
S
C
S
DI
DI
Infeksi Streptococcus (Grup A Streptococcus)
Kulit, Luka, Luka bakar
o Luas
o Terbatas
Endometritis (puerperal sepsis)
Faringitis
Pneumonia
Infeksi Streptococcus Grup B, neonates
C,D
S
S
D
D
S
U 24 jam
Tetanus S
Toxoplasmosis S
Trichomoniasis S
Keterangan :
44
Jenis kewaspadaan : A=Airborne Precaution; C=Contact; D=Droplet; S=Standard. Bila jenis kewaspadaannya A,C,D maka S juga termasuk dalam kriteria tersebut. Lama kewaspadaan : CN=sampai terapi antimikroba selesai dan kultur menjadi negatif; DI=lama sakit (bila luka maka sampai drainase negatif); DE= sampai lingkungan didekontaminasi sempurna ; U=sampai waktu tertentu sesuai waktu yang tertera terhitung setelah terapi efektif dilaksanakan.
Referensi
1. Depkes RI, Jakarta, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapai Emerging Infectious
Disease,2007.
2. Siegel J.D., Rhinehart E, Jackson M, Chiarello L,et all. The Healthcare Infection Control
Practices Advisory Committee Guideline for Isolation Precautions: Preventing
Transmission of Infectious Agents in Healthcare Settings, CDC, 2007.
3. Siegel J.D., Rhinehart E, Jackson M, Chiarello L,et all. The Healthcare Infection Control
Practices Advisory Committee Guideline for Isolation Precautions: Appendix A.1
CDC, 2007.
BAB IV
KEBERSIHAN TANGAN
Dalam paradigma pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan
dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan
semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit.
Mikroorganisme yang termasuk adalah mikroorganisme yang diperoleh dari kontak dengan
pasien dan lingkungan serta mikroorganisme yang permanen tinggal di lapisan terdalam kulit.
45
Menurut Boyce dan Pittet (2002), kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan
yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial dan penyebaran mikroorganisme
multiresisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai contributor yang penting
terhadap timbulnya wabah.
Definisi
Agen Antiseptik atau antimikroba ( Istilah yang digunakan bergantian )
Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lainnya untuk
menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga mengurangi jumlah hitung
bakteri total.
Bahan antiseptik adalah :
o Alkohol 60-90% (etil dan isopropyl atau metil alkohol).
o Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane.)
o Klorhseksidin glukonat dan Cetrimide dalam berbagai konsentrasi.
o Yodium 3%
o Iodofor 7.5-10% berbagai konsentrasi.
o Kloroksilenol 0.5-4% .
o Triklosan 0.2-2%
Air bersih : Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman
untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya karena memenuhi standar kesehatan yang
ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki
turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut).
Emollient : Cairan organic, seperti gliserol, propilen glikol atau sorbitol yang ketika
ditambahkan pada handrub dan losion tangan akan melunakkan kulit dan membantu
mencegah kerusakan kulit (keretakan, kekeringan, iritasi, dan dermatitis) akibat pencucian
tangan dengan sabun yang sering dan air.
Mencuci tangan : Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit
tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air.
Sabun dan deterjen : Produk-produk pembersih yang menurunkan tegangan permukaan
sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang melekat
sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme
secara mekanik, sementara sabun antiseptik selain melepas juga membunuh atau
menghambat pertumbuhan dari hamper sebagian besar mikroorganisme.
Flora transien dan flora residen : Flora transien diperoleh melalui kontak dengan pasien,
petugas kesehatan atau permukaan yang terkontaminasi selama bekerja. Mikroorganisme ini
tinggal di lapisan luar kulit dan terangkat sebagian dengan mencuci tangan menggunakan
sabun biasa dan air. Flora residen tinggal di lapisan kulit yang lebih dalam serta di dalam
folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan pencucian dan
pembilasan keras dengan sabun dan air bersih. Pada sebagian besar kasus, flora residen,
sangat kecil kemungkinannya terkait dengan penyakit infeksi yang menular dari udara,
seperti flu burung. Tangan atau kuku dari sejumlah petugas kesehatan dapat terkolonisasi
46
pada lapisan dalam oleh oleh mikroorganisme yang menyebabkan infeksi seperti
Staphylococcus aureus, bakteri batang Gram negatif atau ragi.
Handrub antiseptik berbasis alkohol tanpa air : Antiseptik handrub yang bereaksi cepat
menghilangkansementara atau mengurangi mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi
kulit tanpa mennggunakan air. Sebagian besar antiseptik ini mengandung alkohol 60-90%,
suatu emollient dan seringkali antiseptik tambahan yang memiliki aksi residual.
CUCI TANGAN
Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya yang paling penting dan efektif
untuk mencegah penularan infeksi. Idealnya, air mengalir dan sabun yang digosok-gosokkan
harus digunakan selama 40 sampai 60 detik. Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah
mencucinya.
Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan terlihat kotor. Untuk kebersihan
tangan rutin ketika tidak terlihat kotoran atau debris, alternative seperti handrub berbasis alkohol
70% yang tidak mahal, mudah didapat, mudah dijangkau dan sudah semakin diterima terutama
di tempat dengan akses wastafel dan air bersih yang terbatas.
Jika air kran terkontaminasi, maka harus menggunakan air yang telah dididihkan selama 10
menit dan disaring guna menghilangkan partikel kotoran atau mendesinfeksi air dengan cara
menambahkan sedikit larutan sodium hipoklorit agar konsentrasi akhir mencapai 0.001%.
Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan
mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Mencuci tangan dengan sabun biasa dan air
bersih adalah sama efektifnya dengan mencuci tangan dengan sabun antimikroba ( Pereira, Lee
dan Wade 1990 ).
5 Saat Mencuci Tangan
Sebelum kontak dengan pasien
Sebelum melakukan tindakan aseptik
Sesudah kontak dengan pasien
Sesudah terkena/ terpapar cairan pasien
Susudah kontak dengan lingkungan pasien
Tangan harus dicuci dengan sabun dan air bersih (atau handrub antiseptik) setelah
melepas sarung tangan karena pada saat tersebut mungkin sarung tangan ada lubang
kecil atau robek, sehingga bakteri dapat dengan cepat berkembang biak pada tangan
akibat lingkungan yang lembab dan hangat di dalam sarung tangan (CDC 1989,
Korniewicz et al 1990)
Teknik Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir harus dilakukan seperti di bawah ini :
1. Buka kran dan basahi tangan dengan air
47
2. Tuangkan sabun cair secukupnya
3. Gosok kedua telapak tangan hinnga merata
4. Gosok punggung dan sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaiknya
5. Gosok kedua telapak tangan dan sela sela jari
6. Jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling digosokkan
7. Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya
8. Gosokkan dengan memutar ujung jari jari tangan di telapak tangan kiri dan sebaliknya
9. Bilas tangan dengan air bersih
10. Keringkan tangan dengan menggunakan handuk kertas
11. Gunakakn handuk kertas tersebut untuk memutar kran sewaktu mematikan air
Setiap gerakan dilakukan sebanyak 7 ( tujuh ) kali. Lamanya sluruh prosedur sebaiknya
selama 40 – 60 detik
Memeriksa dan kontak langsung dengan pasien
Memakai dan melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah didesinfeksi tingkat
tinggi sebelum operasi, atau ketika memakai dan melepas sarung tangan pemeriksaan
untuk prosedur rutin.
Menyiapkan dan mengkonsumsi makanan.
Pada situasi yang membuat tangan menjadi terkontaminasi, seperti :
o Memegang instrumen kotor atau barang-barang lainnya.
o Menyentuh membrane mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau
ekskresi).
o Melakukan kontak yang intensif dan lama dengan pasien.
o Mengambil sampel darah.
o Mengukur tekanan darah atau memeriksa tanda-tanda vital pasien.
Masuk dan meninggalkan unit isolasi.
Setelah cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih, maka tangan
harus dikeringkan dengan menggunakan handuk kertas atau handuk yang bersih atau
dikeringkan dengan udara.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan sabun cair dan air bersih :
Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.
Tidak menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya,
penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang baru
dimasukkan.
Tidak menggunakan baskom yang berisi air walaupun ditambahkan bahan antiseptik.
Mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak dalam larutan ini.
Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan kran atau gunakan ember
dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam sebuah ember dan buanglah di
toilet.
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk yang bersih sekali
pakai atau keringkan dengan udara. Handuk yang digunakan bersama dapat dengan
48
cepat terkontaminasi dan tidak boleh. Untuk mendorong agar mencuci tangan
diterapkan dengan baik, kepala instalasi harus melakukan segala cara untuk
menyediakan sabun dan pasokan bersih terus menerus baik dari kran atau ember dan
handuk sekali pakai atau handuk kertas.
Handrub Antiseptik Berbasis Alkohol
Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh
flora residen dan flora transien dari pada mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau
dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta
menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar. Handrub antiseptik
juga berisi emolien seperti gliserol propelin, atau sorbitol yang melindungi dan
melembabkan kulit. Agar efektif, larutan handrub digunakan secukupnya dengan takaran
3-5 cc sekali pakai. Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik,
sehingga jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus
mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu. Cuci tangan dengan sabun dan air
harus tetap dilakukan bila telah melakukan 5-10 aplikasi handrub. Handrub yang hanya
berisi alkohol sebagai bahan aktifnya memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan
dengan handrub yang berisi campuran alkohol dan antiseptik seperti klorheksidin.
Handrub antiseptik yang tidak mengiritasi kulit dapat dibuat dengan menambahkan
gliserin, glikol propilen atau sorbitol ke dalam alkohol (2ml dalam 100ml etil atau
isopropyl alkohol 60-90%).
Upaya meningkatkan kebersihan Tangan
Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk
mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150
tahun. Penelitian Semmelwesis ( 1861 ) dan banyak penelitian lainya memperlihatkan
bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien mungkin terjadi melalui tangan
petugas kesehatan.Mencegah kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan
mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial.
Masalah yang selalu timbul adalah bagaimana membuat perilaku petugas kesehatan patuh
pada praktek mencuci tangan meningkatkan keberhasilan kebersihan tangan adalah :
Menyebar luaskan panduan terbaru mengenai praktek menjaga kebersihan tangan
dimana tercantum bukti mengenai efektifitas dalam mencegah penyakit dan perlunya
petugas kesehatan untuk mengikuti panduan tersebut
Melibatkan Pimpinan/Direktur Rumah Sakit dalam diseminasi dan penerapan
pedoman kebersihan tangan.
Menggunakan teknik pendidikan yang efektif melalui supervisor di tiap unit dengan
melaksanakan mentoring, monitoring, dan umpan balik positif.
Mempertimbangkan kenyamanan petugas dan pilihan efektif untuk menjaga
kebersihan tangan sehingga petugas lebih mudah mematuhinya.
Menggunakan pendekatan kinerja yang ditargetkan ke semua petugas kesehatan,
bukan hanya dokter dan perawat untuk meningkatkan kepatuhan
49
Selain itu salah satu cara mudah meningkatkan kepatuhan adalah dengan menyediakan
botol kecil handrub antiseptik untuk setiap petugas. Pengembangan produk di mulai dari
observasi bahwa teknik pencucian tangan yang tidak layak serta rendahnya kepatuhan
akan menjadikan tidak efektifnya rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan.
Pemakaian handrub antiseptik yang murah dengan pembuatannya yang mudah dapat
meminimalisasi banyak faktor yang menghambat penerapan panduan yang telah
direkomendasikan. Sebagai tambahan handrub lebih efektif dibanding mencuci tangan
dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan diberbagai tempat
sesuai jumlah yang dibutuhkan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan
kurang menimbulkan iritasi kulit ( tidak kering, pecah-pecah atau merekah ). Dengan
demikian, handrub atiseptik dapat menggantikanproses cuci tangan dengan sabun dan air
sebagai prosedur utama untuk meningkatkan kepatuhan ( Larson et al. 2000 : Pittet et al.
2000 ). Penyediaan handrub bagi meningkatkan praktik kebersihan tangan untuk jangka
panjang. Tidak cukup dengan hanya menyediakan dispenser handrub antiseptik ( Muto
dkk 2000 )
Cara dua adalah menganjurkan para petugas menggunakan produk perawatan tangan
( lotion pelembab dan cream ) untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis
kontak yang berhubungan dengan seringnya mencuci tangan, terutama dengan sabun dan
diterjen yang mengandung agen antiseptik. Tidak hanya petugas menjadi puas akan
hasilnya, namun yang terpenting pada penelitian oleh McCormick et al. (2000) kondisi
kulit yang lebih baik karena penggunaan lotion tangan menghasilkan 50 % peningkatan
frekuensi pencucian tangan
Meskipun meningkatkan kemampuan kepatuhan untuk menjaga kebersihan tangan
dengan panduan sulit, sejumlah program dan institusi mulai mencapai keberhasilan.
Kunci keberhasilan bersal dari berbagai intervensi yang melibatkan perubahan prilaku,
pendidikan kreatif, monitoring dan evaluasi dan lebih penting adalah ketertiban
supervisor sebagai role model serta dukungan manajemen.
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Menjaga Kebersihan Jari Tangan
Jari Tangan
Penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah kuku (ruang subungual)
mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon 1988).
Beberapa penelitian baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat
berperan sebagai resevoar untuk bakteri Gram negatif ( P.aeruginosa ), jamur dan
patogen lain ( Hedderwick et al 2000 ). Kuku panjang baik yang alami maupun
buatan lebih mudah melubangi sarung tangan ( Olsen et al.1993 ). Oleh karena itu
kuku harus dijaga tetap pendek tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.
● Kuku Buatan
Kuku buatan ( pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik ) yang dipakai oleh
petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial ( Hedderwick et
50
al.2000). Selain itu telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai
reservoar untuk bakteri gram negatif, pemakaian oleh petugas kesehatan harus
dilarang.
● Cat Kuku
Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan
● Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan
tidak diperkenankan bagi semua petugas kesehatan. Daerah di bawah kuku dan kuku
yang panjang berperan sebagai reservoir bakteri Gram negative, jamur dan bakteri
pathogen lainnya. Kuku harus dijaga tetap pendek dan tidak melebihi 3 mm dari ujung
jari.
Frekuensi dan metode cuci tangan bervariasi tergantung dengan unit kerja dan tugas
yang dilakukan.
Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba konsentrasi kecil digunakan
untuk cuci tangan biasa.
Sabun antiseptik digunakan untuk cuci tangan sebelum melakukan prosedur invasive,
saat tangan terkontaminasi dan selama terjadi kejadian luar biasa.
Cincin dan jam tangan harus dilepas ketika cuci tangan.
Hand rub berbasis alkohol tersedia di unit kerja dan dapat digunakan sebagai
pengganti cuci tangan. Cara penggunaannya dengan cara menekan pompa dispenser
handrub satu kali (2-3ml) dan digosokkan merata ke seluruh bagian tangan. Hand rub
berbasis alkohol tidak dapat digunakan jika tangan terlihat kotor.
Botol dispenser sabun cair yang telah kosong tidak boleh langsung ditambahkan isi
sabun cair ke dalamnya sebelum botol tersebut dicuci terlebih dahulu.
Jenis-Jenis Cuci Tangan
1. Cuci tangan biasa (15-20 detik)
Cuci tangan dengan menggunakan sabun non antimikroba atau mengandung antimikroba
dengan konsentrasi rendah.
Cuci tangan dilakukan jika tangan terlihat kotor atau terkontaminasi cairan tubuh,
sebelum makan dan setelah dari kamar mandi/toilet, terpapar Bacillus anthracis
Cuci tangan dilakukan sesuai PROTAP cuci tangan biasa.
2. Cuci tangan antiseptik (minimal 1 menit)
Cuci tangan antiseptik menggunakan sabun antiseptik atau hand rub berbasis alkohol, yang
dilakukan pada keadaan seperti :
Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Memakai dan melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah didesinfeksi tingkat
tinggi sebelum operasi, atau ketika memakai dan melepas sarung tangan pemeriksaan
untuk prosedur rutin.
Menyiapkan dan mengkonsumsi makanan.
Memegang instrumen kotor atau barang-barang lainnya.
Menyentuh membrane mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau ekskresi).
Melakukan kontak yang intensif dan lama dengan pasien.
51
Mengambil sampel darah.
Mengukur tekanan darah atau memeriksa tanda-tanda vital pasien.
Masuk dan meninggalkan unit isolasi.
Setelah cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih, maka tangan
harus dikeringkan dengan menggunakan handuk kertas atau handuk yang bersih atau
dikeringkan dengan udara.
3. Cuci tangan bedah (2-6menit)
Menggunakan sabun antiseptik
Atau Menggunakan hand rub berbasis alkohol dengan produk persisten maka harus
mengikuti petunjuk pabrik dan sebelumnya harus cuci tangan dengan sabun nonseptik
dan air.
Referensi
CDC-MMWR. Guidelines for hand hygiene in health care setting, Oktober 25, 2002,
Washington DC.
CDC-MMWR. Recommendations and Reports. Appendix Antimicrobials spectrum and
Characteristics of Hand-hygiene antiseptiks agents. Oktober 25, 2002, Washington DC.
BAB V
PEDOMAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Sebagian besar kasus-
kasus di rumah sakit merupakan kasus penyakit infeksi, mulai dari infeksi yang ringan sampai
yang berat. Infeksi bisa diperoleh dari masyarakat community acquired), tetapi mungkin pula
didapat selama dirawat di rumah sakit (hospital acquired). Hospital-acquired pneumonia
merupakan infeksi yang didapat pasien di rumah sakit yang paling sering menyebabkan kematian
dan diperkirakan memperpanjang lama hari rawat selama 7-9 hari. Pemilihan antibiotika
merupakan salah satu faktor penting untuk kesembuhan pasien. Dengan pemilihan antibiotika
yang tepat, lama hari rawat menjadi lebih singkat dan biaya yang dikeluarkan juga lebih ringan.
Sebaliknya pemilihan antibiotika yang kurang tepat akan memperpanjang lama hari
rawat dan meningkatkan biaya pengobatan. Tidak jarang penyakit pasien menjadi lebih parah
atau bahkan menyebabkan kematian. Selain itu penggunaan antibiotika yang kurang tepat akan
52
menimbulkan kuman-kuman yang resisten. Infeksi oleh kuman yang resisten akan semakin sulit
diatasi, dan banyak menimbulkan kerugian baik bagi pasien maupun bagi rumah sakit.
Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman penggunaan antibiotika di rumah sakit, yang
disusun berdasarkan literatur maupun data lokal di Rumah Sakit (pola infeksi, pola kuman dan
pola kepekaan kuman terhadap antibiotika).
TUJUAN
Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi staf medik untuk memberikan
antibiotika. Dengan pedoman ini para staf medik dapat memilih antibiotika dengan lebih selektif
dan lebih cost effective. Namun demikian pedoman ini bukan merupakan suatu hal yang mutlak,
karena tidak semua pasien dapat cocok menggunakan pedoman ini. Apabila mengalami kesulitan
dalam penentuan antibiotika untuk terapi, staf medik dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis
terkait (mikrobiologi klinik atau konsultan penyakit infeksi).
PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
1. Antibiotika hanya diberikan untuk pengobatan pasien yang sudah dipastikan atau diduga
menderita infeksi oleh bakteri Antibiotika dapat diberikan untuk profilaksis bila risiko
terjadinya infeksi sangat tinggi
2. Antibiotika hanya diberikan setelah mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini :
a. Apakah pada pasien terjadi infeksi ?
b. Dimana lokasi infeksi, dan kuman apa kemungkinan penyebabnya ?
c. Apakah antibiotika akan mencapai tempat tsb. ?
d. Apa efek samping yang mungkin terjadi ?
e. Penyesuaian apa yang perlu dibuat untuk pasien ini (missal bayi, orang lanjut
usia, pasien gagal ginjal dll.)
f. Berapa dosis yang sesuai dan berapa lama antibiotika akan diberikan ?
PEDOMAN UMUM
Pemberian antibiotika harus didasarkan atas diagnosis klinis dan sesuai dengan jenis
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi
Sebelum memberikan antibiotika, harus dilakukan pengambilan spesimen untuk
pemeriksaan bakteriologi. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi ketepatan terapi
Pemilihan antibiotika didasarkan atas patogenesis penyakit, pola sensitivitas kuman,
toleransi pasien dan cost effetiveness
Staf medik harus mendapat informasi mutakhir mengenai prevalensi dan pola resistensi
kuman di unitnya
Gunakan antimikroba dengan spektrum sempit bila jenis kuman dan kepekaannya sudah
diketahui
Hindari penggunaan antibiotika kombinasi kecuali dianggap sangat perlu
Antibiotika yang dipilih harus dibatasi penggunaannya sesuai dengan kebutuhan
Gunakan dosis yang tepat. Dosis yang terlalu rendah mungkin tidak akan efektif
mengatasi infeksi dan cenderung akan menyebabkan resistensi. Tetapi penggunaan dosis
terlalu tinggi akan meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping.
53
Bila dalam waktu 3 hari penggunaan antibiotika tsb. tidak ada tanda-tanda perbaikan
klinis, maka evaluasi klinis ulang perlu dilakukan dan dipertimbangkan pemilihan
antibiotika pengganti.
PEDOMAN PENULISAN RESEP ANTIBIOTIKA
Bila staf medik sudah memutuskan untuk memberikan antibiotika, sebelum menuliskan resep
perlu mempertimbangkan beberapa hal antara lain :
1. Bakteriologi
Bakteri yang menyebabkan infeksi harus sensitif terhadap antibiotika yang diresepkan
2. Farmakokinetik
Antibiotika yang diresepkan harus mencapai lokasi infeksi dalam konsentrasi yang
adekuat
3. Toleransi dan predisposisi
Perlu diperhatikan apakah pasien alergi terhadap antibiotika, atau efek toksik obat
terhadap pasien, misalnya nefrotoksik, hepatotoksik, ototoksik dll.
4. Ekologi
Klinikus harus mencari antibiotika yang berdampak paling rendah terhadap flora pasien
dan flora lingkungan
5. Ekonomi
Apabila ada kemungkinan untuk memilih, pilihlah antibiotika dengan harga paling
murah.
Pasien dan keluarganya perlu diinformasikan dengan jelas mengenai dosis obat dan pentingnya
untuk menyelesaikan pengobatannya.
PEDOMAN PEMBERIAN ANTIBIOTIKA DI UNIT PERAWATAN INTENSIF
JENIS :
Sedapat mungkin disesuaikan dengan hasil pemeriksaan mikrobiologi
DOSIS :
Dosis paling tinggi yang disesuaikan dengan body mass, fungsi ginjal dan fungsi hati
DURASI :
Pada umumnya diberikan selama 5 hari
Untuk pneumonia berat dapat diberikan sampai 10 hari
Untuk infeksi abdominal atau sepsis diberikan selama 10-21 hari
Untuk osteomielitis atau endokarditis diberikan selama 6-12 minggu
SPEKTRUM :
Pilih antibiotika dengan spektrum sempit bila kuman patogen telah diketahui
DE-ESKALASI :
De-eskalasi adalah memulai pengobatan dengan terapi empiris dengan antibiotika
spektrum luas yang didasarkan atass pola lokal kuman dan resistensinya. Setelah 2-3 hari,
54
dilakukan penyesuaian antibiotika berdasarkan penilaian klinis dan hasil pemeriksaan
mikrobiologi yaitu :
Mengganti antibiotika dengan spektrum lebih sempit
Mengurangi jumlah antibiotika
Menghentikan terapi antibiotika bila ternyata tidak ada tanda-tanda infeksi
Mempersingkat durasi pemberian antibiotika
SWITCH THERAPY :
Switch Therapy adalah mengganti antibiotika intravena dengan antibiotika oral pada
pengobatan infeksi serius (misalnya community-acquired pneumonia, hospital-acquired
pneumonia, dan infeksi saluran kemih).
STEP-DOWN THERAPY :
Step-down therapy adalah penggantian antibiotika intravena dengan antibiotika oral
dengan jenis antibiotika yang sama.
SEQUENTIAL THERAPY :
Sequential therapy adalah penggantian antibiotika intravena dengan antibiotika oral
dengan jenis antibiotika yang berbeda.
KRITERIA SWITCH THERAPY
Pasien sudah tidak panas selama paling sedikit 8 jam
Tanda dan gejala infeksi mengalami perbaikan atau berkurang
Jumlah lekosit kembali normal
Tidak ada indikasi klinis untuk pemberian terapi intravena
Tidak ada gejala klinis mengenai gangguan absorpsi gastrointestinal
I. COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)
Community-acquired pneumonia (CAP) merupakan penyakit yang sering terjadi dalam
masyarakat dan merupakan penyakit yang serius. Angka mortalitas pada pasien rawat jalan
berkisar antara 1-5% tetapi pada pasien rawat inap dengan infeksi yang berat angka mortalitas
dapat mencapai 25%.
Tidak semua penderita CAP harus dirawat di rumah sakit. Pasien CAP perlu dirawat-inap bila
memiliki risiko tinggi untuk morbiditas dan mortalitas yaitu :
Ada penyakit yang lain yang menyertai (penyakit paru obstruktif kronik, diabetes
melitus, penyakit jantung kongestif, penyakit hati dll.)
Ada kelainan pada pemeriksaan fisik (pernapasan meningkat, demam atau hipotensi)
Ada kelainan hasil laboratorium (lekositosis, anemia, gangguan fungsi ginjal, kadar
oksigen dalam darah menurun dll.)
Usia lanjut (lebih dari 60 tahun)
Bila pasien perlu dimonitor dengan lebih ketat atau perlu bantuan peralatan misalnya ventilator
maka pasien perlu dirawat di ruang perawatan intensif.
Sebelum pemberian antibiotika perlu dilakukan beberapa pemeriksaan mikrobiologis yaitu :
55
Pewarnaan Gram dan biakan sputum untuk kuman aerob (bila perlu termasuk
pemeriksaan pewarnaan dan biakan BTA)
Kultur darah aerob
Pewarnaan dan biakan cairan pleura (bila ada cairan pleura)
Pemeriksaan urine untuk antigen Legionella (bila ada gejala klinis)
Pemeriksaan laboratorium lain yang diperlukan :
Jumlah lekosit dengan diferensiasi
Kimia darah, termasuk fungsi ginjal dan hati (analisa gas darah bila perlu)
Pertimbangkan pemeriksaan HIV dan work-up untuk Pneumocystis carinii
Pemeriksaan serologi untuk kuman-kuman atipik (optional)
Terapi Antibiotika
Segera setelah diagnosa ditegakkan (CAP), pasien harus diberikan antibiotika secara
parenteral.
Pemilihan antibiotika didasarkan atas kemungkinan kuman yang memberikan risiko paling
besar dan prevalensi kuman yang paling sering menimbulkan CAP
Pewarnaan Gram pada sputum atau cairan pleura serta pola kuman dan pola kepekaan
dapat membantu staf medis dalam memilih antibiotika yang akan diberikan
Bila tidak ada data pola kuman dan pola kepekaan kuman maka jenis antibiotika yang
dapat diberikan adalah antibiotika spektrum luas yang tahan terhadap β-lactamase yaitu
Kombinasi β-lactam dengan anti-β-lactamase (misal co-amoxiclav) atau
cephalosporin generasi kedua (misal cefuroxime) atau cephalosporin generasi
ketiga (misal ceftriaxone atau cefotaxim)
Dengan macrolide (clarithromycin atau erythromycin)
Bila pasien alergi terhadap β-lactam atau macrolide maka diberikan fluoroquinolone
dengan benzylpenicillin intravena
Setelah hasil biakan dan uji kepekaan kuman selesai, dilakukan de-eskalasi antibiotika
yaitu :
Mempersingkat durasi pemberian antibiotika spektrum luas
Mengganti antibiotika dengan antibiotika spektrum sempit sesuai dengan hasil uji
kepekaan kuman.
HOSPITAL-ACQUIRED PNEUMONIA (HAP)
Hospital-acquired pneumonia (HAP) adalah infeksi saluran pernapasan yang timbul setelah
pasien dirawat lebih dari 48 jam di rumah sakit, dan infeksi ini bisa mengenai 0,5-1,7% pasien.
HAP yang dikaitkan dengan ventilasi mekanis disebut dengan ventilator-associated pneumonia
(VAP). VAP adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48-72 jam setelah dilakukan intubasi
endotrakheal.
Prinsip pemberian antibiotika
1. Perlu dilakukan pemeriksaan biakan dari saluran napas bagian bawah sebelum diberikan
terapi antibiotika, tetapi pengambilan spesimen tidak boleh menghambat pemberian
antibiotika pada pasien dengan keadaan sangat kritis.
56
2. Biakan saluran napas bagian bawah dapat diperoleh melalui bronkhoskopi maupun non-
bronkhoskopi, dan biakan dapat dilakukan secara kuantitatif maupun semikuantitatif
3. Terapi antibiotika dini dengan antibiotika spektrum luas yang memadai harus segera
diberikan dengan dosis adekuat
4. Jenis antibiotika empirik yang diberikan harus berasal dari kelompok antibiotika yang
berbeda dengan kelompok antibiotika yang pernah diberikan pada pasien
5. Terapi kombinasi untuk patogen tertentu harus dipertimbangkan dengan seksama …..
6. Linezolid dapat digunakan sebagai alternatif dari vancomycin bila dicurigai penyebab VAP
adalah methicillin-resistant S. aureus (MRSA)
7. Colistin perlu dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien dengan VAP yang disebabkan
oleh carbapenem-resistant Acinetobacter species
8. De-eskalasi terhadap antibiotika harus segera dilakukan setelah data hasil biakan saluran
napas bagian bawah diperoleh dan keadaan klinis pasien membaik
9. Direkomendasikan durasi pemberian antibiotika yang lebih singkat (7-8 hari) pada HAP
dan VAP tanpa komplikasi pada pasien yang telah mendapat terapi awal yang memadai dan
memperlihatkan perbaikan klinis serta tidak ada tanda-tanda infeksi kuman batang gram
negatif nonfermenting.
ALGORITME PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PADA HAP/VAP
57
SUSPEK HAP atau VAP
Ambil spesimen saluran napas bagian bawah untuk biakan dan pemeriksaan mikrokopik
Mulai dengan pemberian antibiotika empirik dengan menggunakan algoritme dalam gambar 2 dan berdasarkan
pola kuman lokal di Eka Hospital
Hari ke-2 & 3 : Periksa biakan dan respons klinis (suhu, lekosit, foto thorax, oksigenasi, purulensi
sputum, hemodinamik dan fungsi organ
Perbaikan klinis dalam 48-72 jam
TIDAK YA
Gambar 1 : Algoritme strategi pemberian antibiotika pada pasien dengan suspek hospital-acquired pneumonia (HAP), ventilator-associated pneumonia (VAP) atau healthcare-associated pneumonia (HCAP)
58
Kultur negatif
Kultur positif
Kultur negatif
Kultur positif
Cari patogen lain, komplikasi atau sumber infeksi
lain
Sesuaikan terapi antibiotika, cari
patogen lain, komplikasi atau sumber infeksi
lain
Pertimbangkan penghentian pemberian antibiotika
De-eskalasi antibiotika,
berikan sampai 7-8 hari lalu nilai
kembali
TERAPI ANTIBIOTIKA EMPIRIK UNTUK HAP
Gambar 2 : Algoritme untuk memulai pemberian terapi antibiotika empirik pada hospital acquired pneumonia (HAP), ventilator-associated pneumonia (VAP) dan healthcare-associated pneumonia (HCAP)
Tabel 1 : FAKTOR RISIKO UNTUK PATOGEN MULTI-DRUG RESISTANT YANG MENYEBABKAN HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA (HAP), HEALTHCARE-ASSCIATED PNEUMONIA (HCAP) DAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP)
Mendapat antibiotika dalam 90 hari terakhir Dirawat di rumah sakit dalam 5 hari terakhir atau lebih Sering didapat kuman resisten dalam masyarakat atau pada unit tertentu dalam
rumah sakit Ada faktor risiko untuk HCAP :
o Dirawat di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam 90 hari terakhiro Dirawat di nursing homeo Mendapat terapi infus di rumah (termasuk antibiotika)o Mendapat dialisa kronik dalam 40 hari terakhiro Perawatan luka di rumaho Ada anggota keluarga yang mempunyai patogen multidrug resistant
Mempunyai penyakit dan/atau mendapat pengobatan immunosuppressive
Tabel 2 : TERAPI ANTIBIOTIKA EMPIRIK AWAL UNTUK HAP, VAP ATAU HCAP PADA PASIEN YANG TIDAK MEMPUNYAI RISIKO UNTUK PATOGEN MULTIDRUG-RESISTANT, ONSET DINI DAN BERLAKU UNTUK SEMUA TINGKAT KEGAWATAN PENYAKIT
Patogen potensial Antibiotika yang direkomendasikan
Streptococcus pneumoniaeHemophilus influenzaeMethicillin-sensitive Staphylococcus aureusKuman enterik batang gram negatif yang sensitif terhadap antibiotika
Escherichia coli Klebsiella pneumoniae Enterobacter species Proteus species Serratia marcescens
Ceftriaxone
atau
Levofloxacin, moxifloxacin atau ciprofloxacin atau
Ampicillin/sulbactam
atau
Ertapenem
59
Suspek HAP, VAP atau HCAP
Onset lambat (> 5 hari) atau ada faktor risiko untuk pathogen MDR (Multi Drug
Resistant) : Tabel 1
TIDAK YA
Terapi antibiotika dengan spektrum
terbatas (Tabel 3)
Terapi antibiotika dengan spektrum luas untuk patogen MDR
(Tabel 4 dan 5)
Tabel 3 : TERAPI ANTIBIOTIKA EMPIRIK AWAL UNTUK HAP, VAP ATAU HCAP PADA PASIEN YANG MEMPUNYAI RISIKO UNTUK PATOGEN MULTIDRUG-RESISTANT, ONSET LAMBAT DAN BERLAKU UNTUK SEMUA TINGKAT KEGAWATAN PENYAKIT
Patogen potensial Terapi Antibiotika Kombinasi
Patogen yang tertera di tabel 3 dan patogen MDR yaitu :
Pseudomonas aeruginosa Klebsiella pneumoniae (ESBL) Acinetobacter species
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
Legionella pneumophila
Antipseudomonal cephalosporin (cefepime, ceftazidime) atauAntipseudomonal carbapenem (imipenem atau meropenem) atau β-lactam/ β-lactamase inhibitor (piperacillin-tazobactam) ditambahAntipseudomonal fluoroquinolone (ciproloxacin atau levofloxacin) atauAminoglycoside (amikacin, gentamicin, atau tobramycin) ditambah Linezolid atau vancomycin
Tabel 4 : DOSIS AWAL ANTIBIOTIKA INTRAVENA UNTUK TERAPI EMPIRIK HAP, VAP DAN HCAP PADA ORANG DEWASA DENGAN ONSET LAMBAT ATAU MEMPUNYAI FAKTOR RISIKO UNTUK PATOGEN MULTI-DRUG RESISTANT
Antibiotika Dosis
Antipseudomonal cephalosporin Cefepime Ceftazidime
Carbapenem Imipenem Meropenem β-lactam/ β-lactamase inhibitor Piperacillin-tazobactam)
Antipseudomonal fluoroquinolone Ciproloxacin Levofloxacin
Aminoglycoside Amikacin Gentamicin Tobramycin
VancomycinLinezolid
1 – 2 gram tiap 8 – 12 jam 2 gram tiap 8 jam
500 mg tiap 6 jam atau 1 gram tiap 8 jam1 gram tiap 8 jam
4,5 gram tiap 6 jam
400 mg tiap 8 jam750 mg tiap hari
20 mg/kgBB tiap hari7 mg/kgBB tiap hari7 mg/kgBB tiap hari
15 mg/kgBB tiap 12 jam600 mg tiap 12 jam
Prinsip untuk pemberian terapi empirik
1. Prinsip terapi yang adekuat dengan antibiotika yang tepat
60
Jenis dan kualitas obat harus sesuai standard. Terapi yang tidak adekuat akan
meningkatkan mortalitas
2. Memahami dampak terapi yang diberikan sebelumnya
Pemberian antibiotika sebelumnya merupakan faktor risiko untuk terjadinya resistensi
mikroorganisme
3. Memperhatikan kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan
Pemberian antibiotika yang kurang tepat akan mematikan kuman yang sensitif sedangkan
kuman yang resisten akan makin berkembang (collateral damage)
4. Ketepatan waktu pemberian antibiotika
SEPSIS
Sepsis adalah gabungan dari bukti atau kecurigaan adanya infeksi dengan dua atau lebih
gejala dari systemic inflamatory response syndrome (SIRS), Sepsis berat (severe sepsis) adalah
terdapatnya disfungsi sistem organ akut yang berhubungan dengan infeksi. Sepsis berat biasanya
didahului oleh infeksi lokal yang memicu terjadinya respons sistemik (systemic inflamatory
response syndrome). Septic shock adalah suatu subgroup dari sepsis dan didefinisikan sebagai
sepsis-induced hypotension dengan gejala tekanan sistolik < 90 mmHg atau ada penurunan > 40
mmHg dari tekanan awal disertai dengan gangguan perfusi seperti oliguria atau asidosis
metabolik.
Sumber infeksi yang paling sering adalah paru, yang disusul dengan intra-abdomen dan
saluran kemih. 22-33% dari seluruh kasus yang dicurigai sepsis, biakan tidak menunjukkan hasil
yang positif.
Kasus sepsis berat sering terjadi di rumah sakit, di Amerika terdapat sekitar 750.000
kasus tiap tahun dengan angka kematian antara 30-50%. Pada septic shock dan multiple organ
dysfunction angka ini meningkat menjadi 80-90%. Di Indonesia belum ada data yang pasti
mengenai angka kejadian sepsis. Institute for Healthcare Improvement (IHI) di Amerika
mempunyai perhatian khusus untuk sepsis dan menemukan beberapa hal yang dapat
menyebabkan kurang optimalnya penanganan pasien dengan sepsis berat. Untuk mengatasi hal
ini Surviving Sepsis Campaign dan IHI telah menyusun pedoman penanganan sepsis berat yang
dibagi dalam 2 kelompok (bundle) yaitu resusitasi dan manajemen.
PENANGANAN SEPSIS SECARA UMUM
1. Sepsis resuscitation bundle
a. Periksa kadar laktat dalam serum
b. Ambil spesimen darah untuk biakan sebelum pemberian antibiotika
c. Berikan antibiotika spektrum luas dalam 3 jam (untuk pasien yang masuk melalui
UGD) dan dalam 1 jam untuk pasien yang sudah dirawat
d. Bila terdapat hipotensi dan/atau kadar asam laktat lebih dari 4 mmol/L (36
mg/dL) berikan cairan kristaloid inisial paling sedikit 20 mL/kg BB (atau koloid);
berikan vasopressor bila tidak ada respons terhadap cairan inisial untuk
mempertahankan tekanan arterial > 65 mmHg
61
e. Bila terdapat hipotensi yang menetap (persistent hypotension) dan/atau kadar
asam laktat > 4 mmol/L (36 mg/dL) harus diusahakan tekanan vena sentral 8
mmHg atau lebih dan saturasi oksigen pada vena sentral mencapai 70% atau lebih
2. Sepsis manegement bundle
a. Steroid dosis rendah harus diberikan pada septic shock
b. Kadar glukosa darah harus dipertahankan normal atau di atas batas normal tetapi
kurang dari 150 mg/dL (8,3 mmol/L)
c. Untuk pasien yang mendapat ventilasi secara mekanik, inspiratory plateau
pressures harus dipertahankan kurang dari 30 cm H2O
PEMBERIAN ANTIBIOTIKA
Sebelum diberikan antibiotika, ambil dua atau lebih spesimen darah untuk biakan
Ambil spesimen untuk biakan dari tempat lain sesuai indikasi (cairan serebrospinal,
sekret saluran napas, urine, luka dll.)
Antibiotika harus diberikan dalam 1 jam setelah ditegakkan diagnosa sepsis berat
Berikan satu atau lebih antibiotika yang aktif terhadap patogen bakteri atau jamur,
pertimbangkan pola kepekaan mikroorganisme dalam masyarakat atau di rumah sakit
Nilai kembali pemberian antibiotika setelah 48-72 jam, kalau mungkin berikan
antibiotika dengan spektrum lebih sempit
Pertimbangkan pemberian antibiotika kombinasi untuk pasien dengan neutropenia atau
infeksi Pseudomonas
Hentikan segera pemberian antibiotika bila pada pasien ternyata tidak terdapat infeksi
Evaluasi fokus infeksi pasien, termasuk melakukan drainase terhadap absses atau
debridement jaringan
Hentikan akses intravaskular yang potensial menjadi sumber infeksi setelah mendapatkan
akses intravaskular di tempat lain.
Referensi
American Thoracic Society Documents, Guidelines for the Management of Adults with
Hospital-acquired, Ventilator-associated and Healthcare-associated Pneumonia, Am J Crit
Care Med Vol 171. pp 388-416, 2005
Dempsey, C.L., Shillington, A.C., Jewell, M.A., Farley, P.A., Goliak, M.K., Respiratory
Infections – Optimizing Management of Hospitalized Patients with Community-Acquired
Pneumonia, Infect Med 16(10):670-684, 1999
Niederman, M.S., The Importance of De-escalating Antimmicrobial Therapy in Patients with
Ventilator-Associated Pneumonia, Semin Respir Crit Care Med 2006; 27 : 045-050
Jehl, F., Chomarat, M., Weber, M., Gerard, A., From Antibiogram to Prescription, Editions
Biomerieux, 2004
62
BAB VI
SURVEILANS
Pendahuluan
Surveilans adalah suatu proses yang dinamis, sistimatis, terus menerus dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang penting pada
suatu populasi spesifik untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang didesiminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Tujuan dari tindakan surveilans ini adalah :
Menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial
Memperoleh data dasar, yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial di Rumah Sakit
Islam Siti Rahmah.
Sistim kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa
Mengukur dan menilai keberhasilan program pengendalian infeksi nosokomial
Menilai standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis.
Memenuhi standar pelayanan rumah sakit sebagai salah satu tolok ukur penilaian
akreditasi
Mengatasi tuntutan malpraktek
Menyakinkan para klinisi tentang adanya masalah yang memerlukan
penanggulangan.
Kegiatan surveilans dilakukan oleh petugas dari Tim Pelaksana PPI Rumah Sakit
Islam Siti Rahmah dengan cara melakukan pengamatan setiap hari ke seluruh unit kerja
yang ada di Rumah Saki. Laporan surveilans dibuat berdasarkan temuan di lapangan dan
dilaporkan kepada Ketua KPPI. Ketua KPPI membuat analisa dan rekomendasi
berdasarkan laporan petugas Tim Pelaksana PPI dan disampaikan kepada Direktur
Rumah Sakit setiap 3 (tiga) bulan.
Kondisi yang harus dilakukan pemantauan adalah :
Infeksi Luka Operasi
Phlebitis
Infeksi Saluran Kemih
Infeksi Saluran Cerna
Sepsis (infeksi aliran darah primer)
Ulkus dekubitus
Luka bakar
Luka episiotomy
Luka vaginal cuff
Infeksi aliran darah primer
63
Referensi
1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2001.
2. Depkes RI, Jakarta, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapai Emerging Infectious
Disease,2007.
3. Linda T. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber
daya terbatas. Terjemahan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004.
64
BAB VII
PENGELOLAAN SAMPAH
Pendahuluan
Sampah di rumah sakit terdiri dari sampah terkontaminasi (secara potensial sangat
berbahaya) dan samaph tidak terkontaminasi. Sekitar 85% sampah umum yang dihasilkan rumah
sakit dan klinik tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani. Sampah
yang tidak terkontaminasi dapat dibuang dengan metode biasa atau dikirim ke Dinas
Pembuangan Sampah setempat atau tempat pembuangan samaph umum. Sampah terkontaminasi
biasanya membawa mikroorganisme harus dikelila dengan benar karena mempunyai potensi
untuk menular kepada petugas yang menyentuh sampah tersebut termasuk masyarakat pada
umumnya. Yang btermasuk dalam sampah terkontaminasi adalah darah, nanah, urin, tinja,
jaringan tubuh lainnya dan bahan lain bukan dari tubuh seperti bekas pembalut luka, kasa, kapas
atau alat-alat yang dapat melukai seperti jarum, pisau yang dapat menularkan penyakit seperti
Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.
Sampah lain yang tidak membawa mikroorganisme tetapi tergolong berbahaya untuk
lingkungan adalah :
Bahan-bahan kimia atau farmasi
Sampah sitotoksik seperti obat-obat kemoterapi
Sampah mengandung logam berat
Wadah bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang yang berbahaya dan dapat meledak
apabila dibakar.
Pengelolaan dan Pembuangan Sampah
Maksud pengelolaan sampah adalah :
Melindungi petugas pembuangan samapah dari perlukaan
Melindungi penyebaran infeksi terhadap petugas kesehatan
Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
Membuang bahan-bahan berbahaya dengan aman.
Pembuangan sampah terkontaminasi yang benar harus dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut :
Menuang cairan atau sampah basah ke sistim pembuangan kotoran tertutup.
Mengubur sampah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi.
Mengumpulkan dan memindahkan ke tempat pembuangan dalam wadah tertutup dan
antibocor.
Wadah yang digunakan adalah kantong-kantong plastik yang berwarna kuning untuk
sampah terkontaminasi dan kantong plastik warna hitam untuk sampah umum.
Benda-benda tajam dimasukkan dalam wadah tahan tembus dan wadah diletakkan pada
lokasi yang mudah dicapai oleh pemakai.
65
Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah terkontaminasi
diberi tanda khusus dan tidak boleh dipakai untuk keperluan lain.
Pembersihan wadah sampah dilakukan dengan menggunakan larutan desinfektan dan
dibilas teratur dengan air.
Petugas yang menangani sampah harus menggunakan alat perlindungan diri (APD)
seperti sarung tangan rumah tangga dan sepatu pelindung.
Setelah selesai menangani sampah dan melepaskan sarung tangan, petugas harus mencuci
tangan dengan benar.
Pembuangan Sampah Berbahaya
Pembuangan sampah berbahaya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sisa bahan kimia, sampah bahan kimia dan sampah farmasi (obat dan bahan obat-obatan)
dikumpulkan dalam wadah khusus untuk bahan kimia selanjutnya diangkut oleh petugas
khusus bagian pembuangan dan pengolahan limbah.
Sampah sitotoksik tidak boleh dicampur dengan sampah farmasi lainnya tapi harus
diperlakukan seperti sampah terkontaminasi.
Sampah dengan bahan mengandung logam berat dibuang dengan cara enkapsulasi yaitu
sampah bahan logam berat dikumpulkan dalam wadah khusus dan bila sesudah ¾ penuh,
bahan seperti srmen, pasir atau bubuk plastik diamsukkan dalam wadah sampai penuh.
Sesudah bahan-bahan menjadi padat dan kering, wadah ditutup, dan dikuburkan.
Referensi
1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2001.
2. Depkes RI, Jakarta, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapai Emerging Infectious
Disease,2007.
3. Linda T. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber
daya terbatas. Terjemahan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004.
66
BAB VIIIPEMROSESAN ALAT DAN LINEN YANG AMAN
Pendahuluan
Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk mengurangi penularan penyakit
dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya adalah
dengan cara dekontaminasi, pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi.
Peralatan atau barang yang akan dipakai kembali harus didekontaminasi dengan merendam
selama 10 menit dalam desinfektan (larutan klorin 0.5%) terlebih dahulu terutama jika peralatan
dan barang tersebut akan dibersihkan dengan tangan. Setelah proses dekontaminasi, peralatan
dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan sabun dan air, kemudian
dibilas dan dikeringkan. Untuk peralatan bedah dan barang-barang yang bersentuhan dengan
darah atau jaringan steril di bawah kulit lainnya, maka harus dilakukan tindakan sterilisasi untuk
menghancurkan mikroorganisme termasuk endospora bakteri.
Setiap benda, baik peralatan metal yang kotor maupun sarung tangan, memerlukan
penanganan dan pemrosesan khusus agar :
Mengurangi risiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah atau cairan tubuh terhadap
petugas pembersih dan rumah tangga.
Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi untuk peralatan dan barang-barang yang dapat
digunakan ulang.
Pada linen kotor terdapat banyak mikroorganisme, tetapi hanya sedikit risiko terjadi
kontaminasi silang selama proses pencucian linen. Infeksi yang mungkin sering terjadi adalah
yang berhubungan dengan pekerja bila pekerja tidak mempergunakan alat perlindungan diri
sesuai ketentuan seperti menggunakan sarung tangan, apron plastik ataupun masker. UNtuk
mengurangi risiko terkontaminasi mikroorganisme dari linen kotor maka semua petugas
kesehatan harus melaksanakan pengendalian infeksi saat menangani linen kotor.
Proses Dekontaminasi
67
DEKONTAMINASIRendam dalam larutan Klorin 0.5%
Selama 10 menit
Keseluruhan dicuci dan dibilasPakai sarung tangan dan APD lainnya
STERILISASI DESINFEKSI TINGKAT TINGGI
Radiasi KimiawiRendam
10-24jam
Otoklaf15lbs/m2
121oC20’ bila tidak
dibungkus30’ dibungkus
DidihkanSemprot
uap tutup
20’
KimiawiRendam
20’
Panaskan 170oC
60’
DINGINKAN
Metode Sterilisasi
Klasifikasi
Peralatan
Contoh Peralatan Jenis Penanganan Contoh Jenis penanganan
Kritikal
Peralatan yang
menmbus
jaringan tubuh
atau sistim
vaskuler
Alat-alat bedah,
laparaskop,
arthroscope, catheter
jantung,implants,
jarum, alat gigi,
aksesori endoskopi
Sterilisasi
waktu sesuai
petunjuk produsen
alat.
Cairan High level
desinfectant
Untuk alat tahan panas :
Otoklaf
Untuk alat tidak tahan panas:
Ethylene oxide (ETO)gas,
Hydrogen peroxide, plasma
sterrad, glutaraldehyde 2%,
peracetic acid.
Semi kritikal
Kontak
langsung dengan
membrane
mukosa, cairan
tubuh atau kulit
yang rusak
Fleksibel endoskop,
alat untuk terapi
gangguan pernapasan
dan alat anestesi
Termometer rectal
atau oral
Cairan kimia High
level disinfectant
(dipaparkan ke lat
selama ≥20menit)
Cairan desinfektan
intermediate level
(dipaparkan kea lat
selama < 10 menit
Ethylene oxide (ETO)gas,
Hydrogen peroxide, plasma
sterrad, glutaraldehyde 2%,
peracetic acid, sodium hipoklorit.
Etil atau isopropyl alkohol (70-
90%)
Non Kritikal
Kontak
langsung dengan
kulit yang utuh
Stetoskop,
sendokmakan, lantai,
pispot, furniture,
kereta pengangkut,
meja operasi,
wastafel, dan lain-
lain
Cairan desinfektan
low level
(dipaparkan ke
lalat selama <10
menit)
Etil atau isopropyl alkohol (70-
90%).
Deterjen fenolik germisidal
deterjen (diencerkan sesuai label)
Sodium hipoklorit 5.52%
100ppm atau klorin sesuai
petunjuk pabrik.
Persiapan dan penggunaan desinfektan kimia untuk sterilisasi atau desinfeksi tingkat
tinggi (High Level Desinfectant/HLD)
68
Alat-Alat dan Perlengkapan Bedah
Alat Cara Desinfeksi
Tubing
anestesi
Menggunakan filter untuk cegah kontaminasi
Menggunakan tubing sirkuit yang habis pakai
Botol susu
bayi
Setelah digunakan, bilas segera dengan air mengalir, sikat botol dan
dotnya menggunakan deterjen dan air hangat lalu bilas dengan air
bersih. Yang harus diperhatikan adalah botol dan dotnya harus benar-
benar bebas dan bersih dari susu.
Masukkan botol dan dot ke dalam air mendidih selama 15 menit.
Setelah selesai, botol dan dot dikeringkan.
Alat Cara Desinfeksi
Catheter tertutupTidak dianjurkan menggunakan desinfektan ke dalam kantong kateter.Menggunakan tubing sirkuit yang habis pakai
Clippers Menggunakan mata pisau yang habis pakai.
Sitotoskop Lihat PROTAP sesuai petunjuk produsen
Endoskopi Lihat PROTAP sesuai petunjuk produsen
Inkubator bayiCuci menggunakan deterjen dan keringkanHumidifier harus dalam keadaan kering. Bila perlu dapat diberikan larutan asam asetat 2% atau air untuk irigasi.
Urinal Selalu dibersihkan segera setelah selesai dipergunakan secara manual maupun dengan menggunakan pan sanitizer.
Alat-alat dari logam
Semua kotoran dihilangkan dengan menggunakan deterjen enzimatik dan dikeringkan dengan menggunakan linen bersih dan kirim ke CSSD.
Nebulizer Menggunakankorugator dan masker habis pakai (satu
69
korugator/pasien).Mangkok obat dikosongkan dan dikeringkan setelah dipergunakan.
Tubing respirator
Menggunakan tubing ventilator habis pakaiBila menggunakan tubing re-use dan dilakukan sterilisasi dengan cara mencuci dengan deterjen dan dikeringkan menggunakan drying cabinet dan disteril dengan menggunakan sterrad (plasma).
Alat cukurMenggunakan alat cukur habis pakai. Bila alat cukur elektrik, maka mata pisau dapat diganti dan setelah digunakan harus dibersihkan dan dilap denga alkohol 70% dan disimpan dalam keadaan kering.
Botol suction Dibersihkan di pan sanitiser menggunakan sikat kawat dari logam.
Suction bungs Cuci dalam air sabun hangat dan bilas dengan air bersih setiap habis dipergunakan.
Termometer kaca Harus dibersihkan menggunakan air sabun dan dikeringkan
Kereta
pengangkut
Dibersihkan dengan mengelap menggunakan lap basah dan dicuci dengan deterjen bila terlihat kotor.
Sirkuit ventilator Sirkuit harus disterilisasi dan frekuensi penggantiannya tidak boleh lebih dari 48 jam. Humidifier ditempatkan kembali di posisi semula.
Penanganan Linen
Definisi linen adalah bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas perawatan
kesehatan. Sedang linen kotor adalah linen dari berbagai sumber di rumah sakit yang
dikumpulkan dan dibawa ke laundry untuk diproses. Kewaspadaan baku (Standarad Precaution)
harus diterapkan saat bekerja menangani linen kotor. Penanganan linen terdiri dari beberapa
tahapan sebagai berikut :
A. Mengganti linen di kamar pasien
1. Menggunakan sarung tangan saat menangani linen kotor dan linen yang terkontaminasi
darah atau cairan tubuh pasien.
2. Saat mengganti linen tempat tidur pasien harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak
diperkenankan membuat penyebaran secara aerosol.
3. Memasukkan linen kotor ke dalam kantong terpal yang tidak tembus air dan dicatat
jumlah dan jenisnya.
4. Benda yang bukan linen (sarung tangan, tissue, underpad , dan lain-lain) tidak
diperkenankan dimasukkan ke dalam kantong linen kotor.
B. Pengumpulan linen kotor
1. Linen kotor dikumpulkan dalam kantong terpal yang tidak tembus air dan dapat dipakai
ulang setelah sebelumnya dicuci minimal 1x/hari.
2. Bila kantong terpal linen kotor berlubang atau bagian luarnya terkontaminasi darah atau
cairan tubuh, maka harus dilapis dengan kantong plastik lainnya.
3. Petugas pada ruang rawat inap harus meletakkan kereta pengangkut linen di ruang dirty
utility dan harus dibawa ke dekat kamar pasien saat mengganti linen kotor, tetapi kereta
pengangkut tidak diperkenankan masuk kamar karena keterbatasan ruang.
4. Petugas ruang rawat jalan harus meletakkan kereta pengangkut linen di dekat ruang
pemeriksaan atau ruang tindakan.
70
5. Saat mengirimkan linen kotor ke Laundry (pihak outsourcing), isi kantong linen kotor
tidak melebihi kapasitas. Hal ini unuk mencegah kecelakaan paparan terhadap petugas
saat mengambil linen kotor dari kantong penampungnya.
6. Kereta pengangkut linen kotor harus dalam keadaan tertutup dan bersih saat transportasi
ke daerah tempat penampungan linen kotor rumah sakit.
7. Kereta pengangkut untuk linen kotor harus mempunyai bentuk atau warna yang berbeda
dengan kereta pengangkut linen bersih.
8. Kantong linen kotor tidak diperkenankan untuk dibuka kembali di ruang rawat inap atau
jalan dengan alasan untuk menghitung jumlah linen atau menyortir linen, mencari barang
yang hilang ataupun maksud lainnya.
C. Proses Serah Terima linen kotor dengan pihak Outsourcing
1. Pakaian karyawan yang telah terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien atau bahan
infeksius lainnya tidak diperkenankan dicuci di rumah dan harus dicuci sesuai ketentuan
rumah sakit tentang linen kotor.
2. Saat melakukan serahterima linen kotor antara petugas linen rumah sakit dengan petugas
dari pihak outsourcing, semua yang bertugas harus menggunakan alat perlindungan diri
lengkap seperti sarung tangan, apron plastik dan masker.
3. Petugas linen bersama-sama dengan petugas dari pihak outsourcing melakukan
penghitungan linen bersama di ruangan khusus secara hati-hati dengan memperhatikan
upaya pencegahan penyebaran mikroorganisme melalui udara.
D. Menyimpan, membawa dan mendistribusikan linen bersih.
1. Linen bersih disimpan pada area penyimpanan tertutup yang bersih dengan kelembaban
yang dapat dimonitor dengan baik.
2. Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi selama dibawa untuk mencegah kontaminasi.
3. Tidak diperkenankan membawa linen bersih dengan kereta pengangkut yang terbuka atau
dengan dijinjing sehingga bersentuhan dengan pakaian pembawa.
Peralatan Perlindungan Diri yang harus digunakan saat pengolahan linen
Jenis APD Waktu Penggunaan
Sarung tangan rumah tangga dan sepatu yang
tertutup yang dapat melindungi kaki dari
kejatuhan benda tajam, terpecik darah,cairan
tubuh lainnya.
Apron plastik atau kacamata pelindung
Mengumpulkan dan menangani linen kotor
Memilih linen kotor.
Referensi
71
CDC-MMWR, Recommendations and Reports : Appendix C Methods for sterilizing dan
disinfecting patient-care items and environmental surfaces, 19 Desember, 2003, Washington
DC.
Rutala AW, Weber DJ, HICPAC. CDC. Guideline for disinfection dan sterilization in health
care facilities, 2008.
Ayliffe et al. Hospital acquired Infection.3rd edition. 2001. London.
Linda T et al. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan
sumber daya terbatas. Terjemahan. 1st edition. 2004. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
BAB IX
KEBERSIHAN RUANG PERAWATAN
Pembersihan ruang perawatan dilakukan secara seksama dan rutin setiap hari dan pada
akhir perawatan. Selain dilakukan pembersihan juga dilakukan desinfeksi peralatan tempat tidur
dan permukaan seperti dorongan tempat tidur, meja di samping tempat tidur, kereta dorong,
lemari baju, tombol pintu, keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV dan remote control.
Pembersihan permukaan lingkungan dilakukan dengan deterjen yang netral dilanjutkan dengan
larutan disinfektan seperti sodium hipoklorit 1%, bubuk pemutih, atau alkohol 70%.
Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam
wadah atau kantong yang sesuai :
72
Sampah infeksius menggunakan kantong sampah warna kuning. Semua sampah dari ruangan
yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara harus ditangani sebagai sampah
infeksius atau terkontaminasi.
Sampah non infeksius/tidak menular menggunakan kantong plastik warna hitam.
Sampah benda tajam atau jarum suntik ditaruh dalam wadah tahan tusukan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kebersihan ruang perawatan adalah :
Kantong sampah yang telah terisi ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak
boleh dibuka kembali.
Petugas yang bertanggung jawab untuk pembuangan sampah dari bangsal/area isolasi harus
menggunakan APD lengkap ketika menbuang sampah.
Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan ditangani serta
dibuang sesuai ketentuan sebagai sampah terkontaminasi (sampah infeksi) dan sampah non
infeksi.
Limbah cair seperti urin atau feses langsung dibuang ke sistim pembuangan kotoran yang
tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.
Standar Pembersihan ruangan rawat
1. Petugas outsourcing yang melakukan cleaning-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan
sudah dilatih tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
2. Proses pembersihan dilakuan sebelum proses desinfeksi ruangan.
3. Pembersihan dilakukan dari arah yang kurang kotor ke area yang lebih kotor.
4. Metode pembersihan dengan menggunakan vakum, mesin scrub basah, dan kain lap basah.
5. Peralatan cleaning harus disediakan dalam jumalh yang sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Pedoman Cleaning Lingkungan
Benda atau Area Jadwal
Tumpahan darah atau cairan tubuh Bersihkan sesegera mungkin dengan cairan
desinfektan.
Dinding, jendela, pintu termasuk pegangan
pintu
Bersihkan dengan lap basah, deterjen dan air
setiap hari.
Atap Bersihkan dengan lap basah, deterjen dan air
sekurang-kurangnya Bersihkan dengan lap
basah, deterjen dan air Bersihkan dengan lap
basah, deterjen dan air satu minggu sekali
Kursi, lampu, meja pasien, tempat tidur,
pinggiran tempat tidur, alat monitor, tiang
insfus, meja perawat.
Bersihkan dengan lap basah, deterjen dan air
setiap hari.
Lantai Bersihkan dengan mop basah, deterjen dan air
minimal 2x sehari serta air yang dipergunakan
untuk mengepel harus sering diganti. Tidak
perlu menggunakan desinfektan kecuali
73
tempat-tempat yang kotor.
Wastafel dan empat cuci Bersihkan dengan sikat atau alat khusus dan
cairan pembersihdesinfektan kemudian bilas
dengan air bersih minimal 2x sehari.
Stetoskop dan tensimeter Bersihkan dengan lap basah, deterjen dan air
setipa hari. Pembersihan dilakuan oleh
perawat.
Pispot dan urinal
Benda atau Area
Bersihkan langsung setelah pemakaian dengan
steam sanitizer.
Jadwal
Kereta pengangkut (ganti verban, EKG,linen,
dll)
Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan
klorin 0.5% atau tissue alkohol habis pakai
setelah satu kali pemakaian.
Cuci dengan deterjen sewaktu-waktu jika
tampak kotor.
Komode Bersihkan dengan lap basah yang direndam
dengan larutan klorin 0.5% atau dengan lap
alkohol 70% sebelum dan sesudah digunakan.
Matras
Bantal
Dilap dengan kain yang telah dilembabkan
dengan larutan deterjen. Untuk bantal jika
tampak kotor dapat dicuci di laundry.
Tirai gorden Ganti dan cuci tirai sesuai jadwal atau jika
tampak kotor atau terpercik cairan tubuh.
Rel gorden Menggunakan lap bersih lembab.
Kamar mandi Dibersihkan minimal 2x sehari atau sesering
mungkin dengan pel dan sikat khusus.
Dengan menggunakan larutan pembersih
desinfektan.
Kain pel Kin pel yang digunakan harus dapat yang
dilepaskan tangkainya dan dikirim ke laundry
untuk dibersihkan. Dan disimpan ditempat
yang mempunyai sistim ventilasi yang baik.
Dapur Bersihkan dengan deterjen dan air minimal 2x
sehari serta air yang dipergunakan untuk
mengepel harus sering diganti.
Kamar pasien Bersihkan setiap hari 2x sehari dan sewaktu
pasien pulang. Minimal 30 menit setelah
dibersihkan, kamar baru dapat ditempati
kembali oleh pasien.
74
Benda atau Area Jadwal
Kamar tindakan Membersihkan denganlarutan pembersih
desinfektan setiap permukaan benda-benda dan
alat-alat setiap selesai prosedur tindakan.
Kamar periksa Membersihkan denganlarutan pembersih
desinfektan setiap permukaan benda-benda dan
alat-alat setiap selesai prosedur tindakan.
Kamar isolasi Membersihkan semua perlengkapan dan
peralatan yang ada di ruang isolasi sesuai
dengan jenis benda yang akan dibersihkan.
Laboratorium Membersihkan meja atau konter periksa denga
larutan pembersih desinfektan.
Referensi
CDC-MMWR, Recommendations and Reports : Appendix C Methods for sterilizing dan
disinfecting patient-care items and environmental surfaces, 19 Desember, 2003, Washington
DC.
CDC. Guidelines for environmental infection control in health care facilities. 2003. Atlanta:
US Departement of Health and Human Services
Linda T. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber
daya terbatas. Terjemahan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004.
BAB X
PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN
Petugas kesehatan yang merawat pasien penyakit menular melalui udara harus mendapatkan
pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran. Tindakan pencegahan dan pengendalian
infeksi yang sesuai dan protokol bila terpajan. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan
pasien harus diberikan penjelasan umum mengenai penyakit tersebut
Profilaksis anti virus dan vaksin flu
Petugas kesehatan yang kemungkinan kontak dengan pasien penyakit menular melalui udar atau
lingkungan yang terkontaminasi oleh virus, perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
75
● Mendapat vaksinasi dengan vaksin flu musiman ynag dianjurkan WHO sesegera
mungkin. Kadar anti bodi yang bersifat protektif biasanya dapat terdeteksi antara 2 dan 4
minggu setelah vaksinasi dengan vaksin flu inter-pendemic. Vaksin ini tidak akan memberi
perlindungan terhadap influenza A seperti flu burung ( H5N1 ), tetapi vaksin tersebut dapat
mencegah infeksi oleh flu manusia bila terjadi infeksi flu burung. Vaksin ini akan meminimalkan
kemungkinan munculnya bermacam-macam flu pada suat waktu
● Jika kontak terjadi, perlu pengawasan terhadap suhu tubuh dua kali sehari. Bila ada
demam, petugas kesehatan harus dibebaskan dari tugas merawat pasien dan menjalanin uji
diagnosis. Jika alternatif penyebab tidak teridentifikasi, petugas kesehatan harus diberi
pengobatan anti virus misalnya oseltamivir dosis 75-150 mg setiap hari, selama-lamanya 7 hari
dimulai sesegera mungkin setelah kontak. Dengan luasnya pemakaian oseltamivir, rekomendasi
untuk regimennya mungkin akan ditinjau kembali di masa mendatang. Saat ini beberapa ahli
sudah merekomendasikan dosis yang lebih tinggi ( 150 mg ) dengan waktu yang lebih panjang.
Percobaan klinis juga telah menunjukkan bahwa relenza mungkin akan menjadi profilaksis yang
efektif, meskipun saat ini relenza belum direkomendasikan oleh FDA ( Food and Drug agency )
Menjaga Diri
Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara harus menjaga
fungsi saluran pernafasan ( tidak merokok, minuman dingin ) dengan baik dan menjaga
kebersihan tangan setiap saat dan :
● Memeriksa suhu du akali sehari dan mewaspadai terhadap munculnya gejala pernafasan
terutama batuk
● Memiliki catatan pribadi mengenai kontak yang dialami. Catatan tidak boleh dibawa ke
dalam area isolasi
● Bila timbul demam, segera batasi interaksi dan isolasi diri dari area umum. Segera lapor
ke Kepala Ruangan/ Penanggung jawab shift, Tim Pencegahan dan pengendalian Infeksi dan tIm
K3 rumah sakit Islam siti rahmah mengenai adanya kemungkinan terinfeksi penyakit menular
yang sedang ditangani.
Petunjuk Pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan yang kontak dengan kasus penyakit
menular
Kemungkinan bahwa petugas kesehatan tertular penyakit menular setelah merawat pasien tetap
ada. Meskipun transmisi virus tertentu sperti flu burung dari manusia ke manusia belum dapat
dibuktikan, satu kasus penularan pada petugas kesehatan tampaknya telah terjadi setelah
berhubungan dekat dengan pasien-pasien yang memiliki gejala ( demam, gangguan pernafasan ).
Saat itu belum dilakukan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi
76