PEDOMAN PPIRS

112
PENDAHULUAN I. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat. Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh bakteri yang berada di lingkungan rumah sakit atau oleh bakteri yang berasal dari pasien sendiri. Berdasarkan penyebabnya maka kejadian infeksi nosokomial secara potensial dapat dicegah atau diturunkan angka kejadiannya. Gambaran infeksi nosokomial di Indonesia hingga saat ini belum begitu jelas karena penanganan secara nasional baru saja dimulai. Hasil survey point prevalensi dari 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan RS Penyakit Infeksi Prof.Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka infeksi nosokomial untuk Infeksi Luka Operasi (ILO) 18.9%, Infeksi Saluran Kemih (ISK) 15.1%, Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) 26.4%, Pneumonia 24.5% dan Infeksi Saluran Napas lain 15.1% serta Infeksi lain 32.1%. Sehubungan dengan besarnya masalah dan akibat infeksi nosokomial yang ditimbulkan, maka perlu ditingkatkan pengendalian infeksi nosokomial dan kesehatan lingkungan. Sasaran yang ingin dicapai melalui pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan mutu rumah sakit dan efisiensi pelayanan terhadap keamanan dan keselamatan pasien. Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah isu mengenai munculnya penyakit infeksi yang baru atau Emerging Infectious Diseases yang timbul sejak beberapa tahun belakangan ini. Penyakit infeksi yang baru ini termasuk SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), penyakit meningokokus, flu burung dan lain-lainnya. Dunia telah menyepakati bahwa masalah-masalah kesehatan yang telah menjadi isu global seperti flu burung harus diatasi bersama, 1

description

PEDOMAN PPIRS

Transcript of PEDOMAN PPIRS

Page 1: PEDOMAN PPIRS

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien dirawat.

Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh bakteri yang berada di lingkungan rumah

sakit atau oleh bakteri yang berasal dari pasien sendiri. Berdasarkan penyebabnya

maka kejadian infeksi nosokomial secara potensial dapat dicegah atau diturunkan angka

kejadiannya. Gambaran infeksi nosokomial di Indonesia hingga saat ini belum begitu

jelas karena penanganan secara nasional baru saja dimulai. Hasil survey point prevalensi

dari 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan RS Penyakit

Infeksi Prof.Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka infeksi

nosokomial untuk Infeksi Luka Operasi (ILO) 18.9%, Infeksi Saluran Kemih (ISK)

15.1%, Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) 26.4%, Pneumonia 24.5% dan Infeksi

Saluran Napas lain 15.1% serta Infeksi lain 32.1%. Sehubungan dengan besarnya

masalah dan akibat infeksi nosokomial yang ditimbulkan, maka perlu ditingkatkan

pengendalian infeksi nosokomial dan kesehatan lingkungan. Sasaran yang ingin dicapai

melalui pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan mutu rumah sakit dan

efisiensi pelayanan terhadap keamanan dan keselamatan pasien.

Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah isu mengenai munculnya penyakit infeksi

yang baru atau Emerging Infectious Diseases yang timbul sejak beberapa tahun

belakangan ini. Penyakit infeksi yang baru ini termasuk SARS (Severe Acute Respiratory

Syndrome), penyakit meningokokus, flu burung dan lain-lainnya. Dunia telah

menyepakati bahwa masalah-masalah kesehatan yang telah menjadi isu global seperti flu

burung harus diatasi bersama, melalui persiapan menghadapi pandemik flu burung.

Dengan latar belakang tersebut, rumah sakit perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi

pandemik penyakit infeksi dengan meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian

infeksi sehingga dapat melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung.

II. Falsafah dan Tujuan

Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit merupakan suatu standar

mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah

sakit. Sesuai dengan visi Rumah Sakit Islam Siti Rahmah yang Menjadi Rumah Sakit

terbaik di Sumatra Barat dengan pelayanan yang Islami maka dilakukan upaya-upaya

pencegahan infeksi nosokomial dengan memperhatikan keselamatan dan kenyamanan

pasien, petugas kesehatan serta pengunjung rumah sakit. Untuk mewujudkan hal tersebut

maka Rumah Sakit Islam Siti Rahmah menyediakan tenaga profesional yang terlatih dan

mengerti upaya-upaya pengendalian infeksi nosokomial sesuai dengan visi Rumah Sakit

Islam Siti Rahmah.

Tujuan utama dari program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit adalah

mengurangi risiko terjadinya endemik dan epidemik nosokomial pada pasien yang

dirawat, petugas dan pengunjung.

1

Page 2: PEDOMAN PPIRS

Tujuan umum :

Menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan agar

menjamin pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial sehingga dapat

melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung dari penularan penyakit

infeksi atau penyakit menular yang mungkin timbul.

Tujuan khusus :

1) Mempunyai kebijakan yang mengatur tentang pengendalian infeksi di rumah sakit

Rumah Sakit Islam Siti rahmah.

2) Melaksanakan program pengendalian infeksi nosokomial dan pencegahan

penyakit menular di lingkungan rumah sakit dan masyarakat sesuai Pedoman

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit yang telah ditetapkan rumah

sakit Rumah Sakit Islam Siti Rahmah yang disusun berdasarkan Pedoman

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit oleh Departemen Kesehatan

RI.

3) Memperbaiki Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit

Islam Siti Rahmah berdasarkan hasil riset dan survey.

III. Kebijakan

1) Setiap karyawan wajib melaksanakan upaya-upaya pengendalian infeksi nosokomial

sesuai PROTAP dan pedoman pengendalian infeksi di Rumah Sakit Islam Siti

Rahmah.

2) Setiap karyawan baru wajib mendapatkan materi pencegahan dan pengendalian

infeksi dalam program orientasi.

IV. Ruang Lingkup

Semua karyawan, tenaga kesehatan, pasien, pengunjung serta masyarakat sekitar Rumah

Sakit Islam Siti Rahmah

V. Cakupan Kegiatan1. Pendidikan dan pelatihan

2. Survey infeksi : Infeksi Luka Insisi (ILI) & phlebitis, dekubitus, Infeksi Luka Operasi

(ILO), pola kuman, Ventilator Acquired Pneumonia (VAP), Infeksi Saluran

Kemih(ISK).

3. Menilai ulang prosedur yang terkait pengendalian infeksi

4. Audit pelaksanaan pengendalian infeksi di semua unit

5. Manajemen Kejadian Luar Biasa

6. Membuat pengaturan tentang : ketentuan sterilisasi, penggunaan desinfektan,

penggunaan antibiotika

7. Penanganan paparan benda tajam

8. Kesehatan karyawan

9. Terlibat dalam proses pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan

dengan mengutamakan keamanan bagi penggunanya.

10. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada Direktur

11. Berkoordinasi dengan Unit terkait lainnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian

infeksi nosokomial.

2

Page 3: PEDOMAN PPIRS

BAB ISTRUKTUR ORGANISASI

A. Pengorganisasian Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (KPPI)

Dalam upaya menjalankan kegiatan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit

Islam Siti Rahmah, maka perlu dibentuk satu Komite Pencegahan Dan Pengendalian

Infeksi dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mempuyai tugas dan tanggung jawab

pokok mengevaluasi dan menyetujui kelayakan dan kemampuan pelaksanaan semua

kegiatan surveilens infeksi nosokomial, upaya pencegahan dan penanggulangan

infeksi nosokomial serta prosedur-prosedur yang dibuat dan akan dilaksanakan.

b. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berada di bawah Direktur Utama.

c. Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi mempunyai keanggotaan inti yang

terdiri dari :

1) Dokter pengendali infeksi nosokomial (Ketua KPPI)

2) Perawat pengendali dan pencegahan infeksi nosokomial (Ketua Tim

Pelaksana PPI)

3) Administrasi atau sekretaris

4) Perwakilan staf medis (Ilmu bedah atau kebidanan atau Ilmu Penyakit Dalam)

5) Perwakilan staf perawatan

6) Farmasi

7) Sanitasi

8) Tenaga teknis Instalasi Pemeliharaan sarana Rumah Sakit (IPSRS)

9) Pengelola Pusat sterilisasi dan desinfeksi (CSSD)

10) Laboratorium mikrobiologi

d. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi bertanggung jawab atas :

1) Terlaksananya surveilen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial.

2) Terlaksananya upaya pencegahan infeksi dengan penerapan kewaspadaan

universal.

3) Terlaksananya penanggulangan infeksi dengan investigasi bila ada Kejadian

Luar Biasa.

4) Terlaksananya pendidikan dan pelatihan dalam bidang pengendalian infeksi.

5) Pengembangan prosedur kerja dan kebijakan yang mencakup semua kegiatan

dalam bidang pengendalian infeksi.

6) Pemilihan dan pengusutan pengadaan bahan dan alat yang berhubungan

dengan pengendalian infeksi nosokomial

e. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dibantu oleh Tim Pelaksana PPI (Tim

PPI) yang bekerja langsung di tingkat ruangan dan berhadapan langsung dengan

pasien, petugas perawatan dan pengunjung.

f. Tim PPI bertanggung jawab atas pelaksanaan sehari-hari program pengendalian

infeksi.

3

Page 4: PEDOMAN PPIRS

g. Tim PPI terdiri dari seorang dokter (Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi Noskomial), seorang perawat PIN (Ketua Tim PPI) dibantu oleh 2 (dua) orang

petugas pengendali infeksi nosokomial dengan kualifikasi perawat setingkat D-3.

h. Tim PPI akan melakukan pemantauan dan koordinasi dengan Manajer Bidang

Keperawatan.

i. Dalam menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan, petugas

pengendalian infeksi nosokomial berkoordinasi dengan bagian umum (instalasi

pemeliharaan sarana dan alat RS), Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta gizi.

j. Dalam menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan pola kuman rumah sakit, petugas

pengendalian infeksi nosokomial berkoordinasi dengan laboratorium mikrobiologi

Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.

k. Dalam penggunaan antibiotika, petugas pengendali infeksi nosokomial berkoordinasi

dengan bagian Farmasi Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.

B. Dasar Hukum

1. Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

(Lembaran RI Tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara RI No. 3495)

2. Undang-Undang Republik Indonesia no.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

(Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 116, Tambahan Lembaran Negara RI No.

4431).

3. Keputusan Presiden republic Indonesia no.40 Tahun 2001 tentang Pedoman

Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 159b/MenKes/SK?Per/II/1988

tentang Rumah Sakit.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 986/Menkes/Per/XI/1992

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1575/Menkes/Per/XI/2005

tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1333/Menkes/SK/XII/1999

tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.

C. Uraian Tugas

1. Direktur

1) Membentuk Komite dan Tim PPI dengan Surat Keputusan

2) Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap

penyelenggaraan upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial.

3) Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana

termasuk anggaran yang dibutuhkan.

4) Menentukan dan memutuskan kebijakan-kebijakan yang diusulkan oleh Tim

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.

5) Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial berdasarkan saran dari Tim PPI.

4

Page 5: PEDOMAN PPIRS

6) Melaksanakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan

desinfektan di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah berdasarkan saran dari Tim

PPI.

7) Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap potensial

menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan berdasarkan

saran tim PPI.

8) Mengesahkan PROTAP untuk KPPI

2. Komite PPI :

1) Membuat dan mengevaluasi kebijakan PPI

2) Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI agar kebijakan dapat dipahami dan

dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit.

3) Membuat PROTAP PPI

4) Menyusun dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI dan program pelatihan

dan pendidikan PPI.

5) Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau KLB

infeksi nosokomial.

6) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan

dan pengendalian infeksi.

7) Menjadi nara sumber dan memberikan konsultasi pada petugas kesehatan

rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI (Pencegahan

dan Pengendalian Infeksi)

8) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan

aman bagi yang menggunakan.

9) Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam

PPI.

10) Melakukan pertemuan berkala sebulan sekali, termasuk evaluasi kebijakan.

11) Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada Direktur.

12) Berkoordinasi dengan Unit terkait lainnya.

13) Bersama dengan perawat pengendalian infeksi nosokomial (Infection Control

Nurse=ICN) menganalisis data surveilens dan membuat rekomendasi sebagai

tindak lanjutnya.

14) Memberikan usulan kepada Direktur untuk pemakaian antibiotika yang

rasional di rumah sakit berdasarkan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika

dan mensosialisasikan data resistensi antibiotika sesuai rekomendasi komite

medis .

15) Turut menyusun kebijakan patient safety.

16) Mengembangkan, mengimplementasikan dan mengkaji kembali rencana

manajemen PPI sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.

5

Page 6: PEDOMAN PPIRS

17) Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan

alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat,

penyimpanan alat dan linen sesuai prinsip PPi.

18) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial

menyebarkan infeksi.

19) Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari

standar prosedur.

20) Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan

infeksi bila ada KLB.

3. Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

1) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.

2) Turut serta dalam penyusunan pedoman penulisan resep antibiotika dan

surveilens.

3) Mengidentifikasi dan melaporkan bakteri patogen dan pola kepekaan bakteri.

4) Bekerjasama dengan Perawat PPI memonitor kegiatan surveilen infeksi dan

mendeteksi serta menyelidiki KLB.

5) Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan

dengan prosedur terapi.

4. Wakil Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

1) Membantu Ketua dalam memonitor pelaksanaan kegiatan sueveilens infeksi

dan mendeteksi KLB.

2) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.

3) Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan

pengendalian infeksi.

4) Mengumpulkan dan membuat laporan insidens kejadian infeksi nosokomial

setiap bulan untuk dibahas dalam pertemuan berkala setiap bulannya.

5. Sekretaris

1) Membuat surat menyurat dan administrasi yang dibutuhkan oleh Tim

Pelaksana PPI.

2) Membuat notulen rapat.

3) Membantu menyusun dan menyimpan dokumen-dokumen pengendalian

infeksi nosokomial.

6. Perawat Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (Perawat PPI/Infection

Prevention and Control Nurse)

1) Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang

terjadi di lingkungan kerja.

2) Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan PROTAP, kewaspadaan isolasi.

3) Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada Komite PPI.

6

Page 7: PEDOMAN PPIRS

4) Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di

Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.

5) Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI

memperbaiki kesalahan yang terjadi.

6) Meneruskan kebijakan pengendalian infeksi dengan melatih staf keperawatan.

7) Memberikan saran perbaikan perilaku perawat di ruangan untuk penerapan

kewaspadaan universal (universal precaution).

8) Mengidentifikasikan kebutuhan bahan dan sarana.

9) Mengumpulkan data surveilens.

10) Investigasi dan penanggulangan KLB infeksi nosokomial.

11) Membantu penerapan dan pemantauan kebijakan pengendalian infeksi.

12) Menyusun dan melaksanakan program pelatihan.

13) Melakukan penelitian.

14) Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI.

15) Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga

tentang topic infeksi yang sedang berkembang di masyarakat atau infeksi

dengan insiden tinggi.

16) Sebagai koordinator antar departemen/unit dalam mendeteksi, mencegah dan

mengendalikan infeksi di rumah sakit.

7. Anggota Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Noskomial

1) Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.

2) Turut serta dalam penyusunan pedoman penulisan resep antibiotika dan

surveilens

3) Bekerja sama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilens infeksi dan

mendeteksi serta menyelidiki KLB.

4) Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan

dengan prosedur terapi.

5) Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan

pengendalian infeksi.

8. IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse)

1) Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilens setiap pasien di unit rawat

inap masing-masing dan menyerahkannya kepada IPCN ketika pasien pulang.

2) Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan

dan pengendalian infeksi pada setiap personil di ruangan unit rawat masing-

masing.

3) Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya infeksi

nosokomial pada pasien.

4) Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan

bagi pengunjung di unit perawatan masing-masing.

7

Page 8: PEDOMAN PPIRS

5) Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan standar

isolasi.

9. Tim pelaksana PPI

1) Merupakan anggota Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Nosokomial.

2) Mengumpulkan dan menganalisis data-data mikroorganisme yang bermakna

secara epidemiologis serta data-data infeksi nosokomial.

3) Menyiapkan laporan naratif dan statistik.

4) Bertanggung jawab atas pelaksanaan surveilens infeksi nosokomial dengan

melakukan kunjungan rutin ke bangsal perawatan, mmemeriksa catatan medik

pasien, laporan laboratorium mikrobiologi, data pasien masuk, menyakinkan

kebenaran laporan dan menyakinkan penerapan kewaspadaan umum serta

prilaku yang mungkin berisiko.

5) Memberikan bimbingan kepada staf di bangsal dan melakukan pengamatan

atas semua hal yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial, kalau

sekiranya ada kerawanan pada penerapan kewaspadaan universal.

6) Membantu mengembangkan, menelaah dan penerapan kebijakan dari bagian

atau rumah sakit yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial di

seluruh rumah sakit, untuk menunjang kesinambungan dan kepatuhan pada

prosedur standar pencegahan dan penanggulangan infeksi di rumah sakit.

7) Menelaah dan memberikan umpan balik kepada pihak yang terkait tentang

data surveilens pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial yang

relevan.

8) Mengembangkan dan berpartisipasi dalam program pendidikan dan pelatihan

pencegahan dan penanggulangan infeksi nosokomial bagi staf yang

membutuhkan.

9) Bertanggung jawab dan mengkoordinasikan pelatihan kewaspadaan universal

di seluruh lapisan karyawan rumah sakit.

10) Membina hubungan dengan bagian pelayanan kesehatan pegawai rumah sakit

untuk memantau adanya infeksi nosokomial atau pajanan pada karyawan

rumah sakit yang ada hubungan dengan kerjanya atau tidak.

11) Melakukan penyelidikan sewaktu ada indikasi KLB dirumah sakit dan

mengevaluasi efektivitas dan dampak dari kebijakan pengendalian infeksi,

prosedur,dan peralatan.

12) Ikut serta dalam penelitian khusus yang dirancang untuk meneliti wabah.

13) Kualifikasi pendidikan dan pengalaman :

i. Sarjana atau D-3 Keperawatan atau Kesehatan Masyarakat

ii. Telah mempunyai pengalaman berkecimpung dalam epidemiologi

rumah sakit dan pernah mengikuti pelatihan pengendalian infeksi

nosokomial.

8

Page 9: PEDOMAN PPIRS

14) Membuat laporan kepada Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Nosokomial.

9. Penanggung jawab Rawat Inap

(ICU,NICU,VVIP,ARAFAH,MINZA,SAFA,MARWA dan KEBIDANAN)

1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial di unit rawat Inap.

2) Menerima laporan kejadian infeksi nosokomial di ruang Rawat Inap.

3) Bekerjasama dengan staf ruangan untuk memantau pelaksanaan pengendalian

infeksi.

10. Penanggung jawab Rawat Jalan

1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial di unit rawat jalan.

2) Menerima laporan kejadian infeksi nosokomial di ruang Rawat jalan.

3) Bekerjasama dengan staf ruangan untuk memantau pelaksanaan pengendalian

infeksi.

4) Memastikan terlaksananya pengendalian infeksi di Ruang Rawat Jalan.

11. Penanggung jawab UGD

1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial di unit Gawat Darurat.

2) Menerima laporan kejadian infeksi nosokomial di unit Gawat Darurat .

3) Bekerjasama dengan staf ruangan untuk memantau pelaksanaan pengendalian

infeksi.

12. Penanggung jawab Ruang Operasi

1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial di Ruang Operasi.

2) Menerima laporan kejadian infeksi nosokomial di ruang Operasi.

3) Bekerjasama dengan staf ruangan untuk memantau pelaksanaan pengendalian

infeksi.

13. Penanggung jawab CSSD

1) Membantu pelaksanaan survey infeksi nosokomial yang berkaitan dengan

tindakan dekontaminasi dan sterilisasi alat di CSSD.

2) Melakukan evaluasi rutin proses pelaksanaan dekontaminasi dan sterilisasi

serta penyimpanan alat dan bahan steril keperluan operasi dan unit perawatan

lainnya.

3) Bekerjasama dengan kepala staf Kamar Operasi untuk memantau

pelaksanaan pengendalian infeksi.

14. Penanggung jawab Laboratorium

1) Mengumpulkan data-data tentang pola kepekaan bakteri dan reaksi transfuse

2) Melaporkan hasil biakan bakteri-bakteri tertentu seperti Extended Spectrum

Beta Lctamase (ESBL) dan Methicillin Resistance Staphylococcus aureus

(MRSA) kepada Koordinator Tim Pelaksanaan PPI.

9

Page 10: PEDOMAN PPIRS

3) Bekerjasama dengan laboratorium mikrobiologi untuk melakukan input data

hasil biakan bakteri.

4) Memberikan laporan rekapitulasi data biakan bakteri dengan resistensinya

kepada Ketua Komite PPI.

15. Penanggung jawab Farmasi

1) Memberikan laporan kepada ketua Tim PPI tentang penggunaan antibiotika

di masing-masing unit rawat pasien.

2) Bekerjasama dengan Ketua KPPI dalam merumuskan kebijakan penggunaan

antibiotika

3) Melaporkan kegiatan yang telah dilakukan kepada Manajer Penunjang

Medik.

16. Penanggung jawab Gizi

1) Memberikan laporan kepada ketua Tim PPI tentang kejadian infeksi

nosokomial akibat penanganan makanan yang kurang baik.

2) Bekerjasama dengan kepala dapur untuk menyiapkan informasi atau data

yang dibutuhkan dalam pengendalian infeksi seperti materi pelatihan PPI

untuk petugas dapur, desinfektan yang digunakan untuk pencucian alat

makan, penanganan makanan mentah dan sudah masak, hasil pemeriksaan

kesehatan karyawan/penjamah makanan, hasil kultur makanan (random

sampling).

17. Penanggung jawab Rehabilitasi Medis

1) Menyiapakan data-data yang dibutuhkan dalam memonitor pengendalian

infeksi di unit fisioterapi.

2) Memastikan terlaksananya program PPI di unit Rehabilitasi Medik.

3) Melaporkan kejadian atau masalah yang berkaitan dengan infeksi nosokomial

kepada Manajer Penunjang Medik.

18. Penanggung jawab Radiologi

1) Menyiapkan data-data yang dibutuhkan dalam memonitor pengendalian

infeksi di unit radiologi.

2) Memastikan terlaksananya program PPI di unit Radiologi.

3) Melaporkan kejadian atau masalah yang berkaitan dengan infeksi nosokomial

kepada Manajer Penunjang Medik.

19. Penanggung jawab Sarana Laundry/Linen

1) Menyiapkan data-data yang dibutuhkan dalam memonitor pengendalian

infeksi di unit (laundry dan linen).

2) Memastikan terlaksananya program PPI di unit Laundry dan linen.

10

Page 11: PEDOMAN PPIRS

3) Melaporkan kejadian atau masalah yang berkaitan dengan infeksi nosokomial

kepada Manajer Bagian Umum (General Affairs).

20. Penanggung jawab Pemeliharaan Sarana, Alat dan Gedung.

1) Menyiapkan data-data yang dibutuhkan dalam memonitor pengendalian

infeksi di unit IPS-RS.

2) Memastikan terlaksananya program PPI di unit IPS-RS.

3) Melaporkan kejadian atau masalah yang berkaitan dengan infeksi nosokomial

kepada Manajer Bagian Umum(General Affairs).

D. Mekanisme Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan

1. Monitoring

1) Dilakukan oleh IPCN dan IPCLN

2) Dilakukan setiap hari untuk pengumpulan data surveilens dengan

mempergunakan check list.

2. Evaluasi

1) Dilakukan oleh Tim PPI dengan frekuensi setiap bulan pada minggu

pertama bulan berjalan.

2) Evaluasi oleh Komite PPI setiap 3 bulan pada minggu kedua mulai Maret,

Juni, September, Desember.

3. Pelaporan

1) Laporan dibuat secara rutin : harian, mingguan, bulanan, triwulan,

semester, dan setiap tahunnya maupun bila ada kejadian insidentil atau

KLB.

2) Laporan tertulis kepada Direktur dan Manajer Pelayanan Medis setiap 6

bulan.

Kepala unit melakukan pelaporan tentang kejadian infeksi atau masalah pengendalian

infeksi kepada IPCLN atau Penanggung Jawab unit. Kepala Unit dengan IPCLN atau

Penanggung Jawab melakukan diskusi untuk menemukan penyelesaian masalah dan hasil

diskusi dilaporkan kepada Koordinator Tim Pelaksana PPI dan Ketua Komite PPI. Jika

permasalahan terjadi di bidang keperawatan maka IPCN atau Koordinator Tim Pelaksana

PPI harus melaporkan kepada Ketua Komite PPI jika perlu atau pada saat rapat Komite

PPI. Ketua akan memberikan laporan kegiatan kepada Direktur setiap 6 bulan sekali atau

sewaktu-waktu diperlukan atau ketika akan memberikan rekomendasi-rekomendasi

berkaitan dengan kebijakan, peraturan dan prosedur.

E. Jadwal rapat

1) Pertemuan Komite PPI dengan Direksi setiap 6 bulan sekali yaitu bulan Juni dan

bulan Desember.

2) Rapat koordinasi KPPI setiap 3 bulan sekali yaitu setiap minggu ke-dua bulan

Maret, Juni, September dan Desember.

3) Rapat koordinasi Tim PPI diadakan setiap 1 bulan sekali yaitu di minggu ke-1

setiap bulannya.

11

Page 12: PEDOMAN PPIRS

Referensi

1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman

Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Lainnya, 2007.

2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2007.

3. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2001.

12

Page 13: PEDOMAN PPIRS

BAB IIPENATALAKSANAAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

A. Pengendalian Infeksi Nosokomial

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, cakupan dan efisiensi rumah sakit,

maka Rumah Sakit Islam Siti Rahmah berupaya melindungi pasien, karyawan, dan

pengunjung rumah sakit dari risiko infeksi dalam bentuk upaya pencegahan, surveilens

dan pengobatan yang rasional.

Hal-hal yang ditetapkan berkaitan dengan upaya pengendalian infeksi nosokomial adalah:

a) Pembentukan Komite Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (KPPI) dan uraian tugasnya

yang ditetapkan oleh Direktur Utama Rumah Sakit Islam Siti Rahmah.

b) Definisi infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit

dengan kriteria sebagai berikut :

1) Infeksi yang terjadi dalam waktu 2 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit.

2) Pada saat masuk rumah sakit tidak terdapat tanda atau gejala atau pasien tidak

dalam masa inkubasi penyakit infeksi tersebut.

3) Infeksi yang terjadi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh

mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit

atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda

c) Pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi perencanaan.,

pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian

infeksi nosokomial Rumah Sakit.

d) Tujuan utama dari program pengendalian.infeksi nosokomial adalah mengurangi risiko

terjadinya endemik dan epidemik nosokomial pada pasien yang dirawat, petugas

kesehatan dan pengunjung serta untuk memutus mata rantai terjadinya infeksi.

e) Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit

mengacu kepada :

1) Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit yang

dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

Spesialistik, 2007.

2) Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit yang

dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik

Spesialistik, 2001.

f) Sasaran kegiatan pengendalian infeksi nosokomial adalah seluruh unit pelayanan di

Rumah Sakit Isla Siti Rahmah mulai dari tingkat pimpinan sampai dengan pelaksana.

g) Program pengendalian infeksi yang dilaksanakan meliputi :

1) Pencegahan infeksi nosokomial

2) Surveilens infeksi nosokomial

3) Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi nosokomial

4) Pengembangan kebijakan dan prosedur kerja pengendalian infeksi

5) Pendidikan dan pelatihan

13

Page 14: PEDOMAN PPIRS

h) Pada keadaan KLB, maka ditetapkan langkah-langkah penanggulangan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

i) Pemantauan mutu lingkungan rumah sakit dilakukan setiap 6 bulan sekali, yang meliputi:

1) Kontrol mutu lingkungan

2) Kontrol mutu udara

3) Kontrol mutu kelembaban

4) Kontrol mutu suhu

j) Pemantauan mutu hasil sterilisasi dilakukan secara rutin sekali dalam setahun

B. Ketentuan staf medis, staf keperawatan dan penunjang medis dalam pengendalian

infeksi nosokomial.

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Islam

Siti Rahmah, maka ditetapkan hal-hal sebagai berikut :

a. Staf medis Rumah Sakit Islam Siti Rahmah

1) Memperhatikan aspek aseptic dan antiseptik

2) Melakukan prinsip “standard precaution”

3) Pemberian antibiotika mengacu kepada pola kuman yang telah direkomendasikan

oleh Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Noskomial dan Tim PPI.

4) Apabila mengetahui adanya kecurigaan terhadap terjadinya infeksi nosokomial di

ruangan/bangsal maka harus berkoordinasi dengan Komite Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi Nosokomial.

5) Pada kasus kecurigaan infeksi nosokomial diharuskan pemeriksaan kultur dan

resistensi untuk mendukung kegiatan pengendalian infeksi nososkomial.

6) Harus melaksanakan semua ketentuan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh

Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Noskomial seperti prosedur isolasi,

sterilisasi dan lain-lain.

b. Staf paramedis Rumah Sakit Islam Siti rahmah

1) Memperhatikan aspek aseptik dan antiseptik serta prinsip “standard precaution”.

2) Berkoordinasi dengan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

bila terdapat kecurigaan terhadap terjadinya infeksi nosokomial.

3) Apabila diperlukan, anjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi untuk mendukung

kegiatan pengendalian infeksi nosokomial.

4) Harus melaksanakan semua ketentuan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh

Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Noskomial seperti prosedur isolasi,

sterilisasi dan lain-lain.

c. Staf non medis Rumah Sakit Islam Siti Rahmah

1) Melakukan prinsip “standard precaution”.

2) Melakukan prosedur sesuai dengan ketentuan yang terkait dengan kegiatan

pengendalian infeksi nosokomial.

14

Page 15: PEDOMAN PPIRS

C. Pendidikan untuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial,

karyawan baru dan tetap tentang pengendalian infeksi nosokomial

Guna meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, maka Komite Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi Nosokomial mengikuti pendidikan dan pelatihan serta mengadakan

pendidikan dan pelatihan untuk karyawan baru dan tetap baik karyawan medis maupun

non medis.

a. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial

1) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial mengikuti

pendidikan dan pelatihan atau kursus baik di dalam maupun di luar rumah

sakit

2) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial membuat laporan

dan evaluasi hasil dari program pendidikan dan pelatihan atau kursus yang

telah diikuti kepada Direktur Rumah Sakit Islam Siti Rahmah

b. Karyawan tetap

1) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial bekerja sama

dengan bagian Diklat Rumah Sakit Islam Siti Rahmah mengadakan

pendidikan dan pelatihan penyegaran tentang pengendalian infeksi

nosokomial bagi karyawan tetap yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali.

2) Karyawan tetap (medis dan non medis) akan diberikan materi pemantapan

tentang pengendalian infeksi nosokomial, antara lain mengenai universal

precaution, cara cuci tangan, isolasi, pengelolaan limbah benda tajam, linen,

dan laundry serta standar prosedur yang berkaitan dengan pengendalian

infeksi nosokomial dan praktek lapangan ke instalasi keperawatan maupun

unit-unit lain sesuai kebutuhan.

c. Karyawan baru

1) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial bekerja sama

dengan bagian Diklat Rumah Sakit Islam Siti Rahmah, memberikan

pendidikan dan pelatihan bagi karyawan baru dalam program orientasi

sebelum karyawan tersebut melaksanakan tugasnya.

2) Karyawan baru (medis dan non medis) akan diberikan materi dasar tentang

pengendalian infeksi nosokomial antara lain mengenai universal precaution,

cara cuci tangan, isolasi, pengelolaan limbah benda tajam, linen, dan laundry

serta standar prosedur yang berkaitan dengan pengendalian infeksi

nosokomial dan praktek lapangan ke instalasi keperawatan maupun unit-unit

lain sesuai kebutuhan.

D. Infeksi Nosokomial

Beberapa prinsip dasar yang penting dalam menentukan suatu infeksi merupakan infeksi

nosokomial atau bukan adalah berdasarkan ;

1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya

sebaiknya merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil tes laboratorium

atau tes-tes lainnya.

15

Page 16: PEDOMAN PPIRS

Bukti klinis berupa hasil observasi langsung pada lokasi infeksi atau dari status

pasien.

Bukti laboratorium berupa hasil mikroskopik, biakan, tes deteksi antigen atau

antibodi.

Data dari pemeriksaan diagnostic lainnya seperti sinar X, USG, CT scan, MRI,

endoskopik, biopsy atau aspirasi jarum.

2. Diagnosis infeksi oleh dokter atau ahli bedah berdasarkan observasi langsung waktu

pembedahan, pemeriksaan endoskopi, atau pemeriksaan klinis lainnya. Pemeriksaan

klinis tanpa data pendukung harus disertai dengan pemberian antibiotika.

3. Infeksi yang didapat di rumah sakit tetapi baru tampak setelah keluar dari rumah sakit

dan infeksi pada neonates sebagai akibat keluarnya melewati jalan lahir.

4. Infeksi tidak termasuk infeksi nosokomial bila ;

Infeksi merupakan kelanjutan dari infeksi yang sudah ada pada waktu masuk

rumah sakit terkecuali bila kuman atau gejala jelas merupakan infeksi yang baru.

Pada kasus anak, infeksi diketahui menular melalui plasenta seperti

Toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, atau sifilis dan timbul sebelum 48 jam

setelah kelahiran.

5. Keadaan yang tidak termasuk kriteria infeksi adalah :

Kolonisasi yaitu adanya mikroorganisme pada kulit, mukosa, luka terbuka atau

dalam eksresi atau sekresi yang tidak menimbulkan tanda-tanda klinis adanya

infeksi.

Inflamasi yaitu keadaan sebagai akibat reaksi jaringan terhadap luka cedera atau

perangsangan oleh zat-zat non infeksius seperti bahan kimia.

E. Jenis-jenis Infeksi Nosokomial

1. Infeksi saluran kemih (ISK)

a. Infeksi saluran kemih simptomatik (Kode : UTI-SUTI)

Harus memenuhi paling sedikit satu criteria berikut ini :

Kriteria 1 : Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala berikut

tanpa ada penyebab lainnya.

Demam (>38oC)

Nikuria (anyang-anyangan)

Polakisuria

Disuria

Nyeri suprapubik

Biakan urin porsi tengah > 105 CFU/ml dengan jenis kuman tidak

lebih dari 2 spesies.

Kriteria 2 : Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala

berikut tanpa ada penyebab lainnya :

Salah satu dari gejala klinis berikut :

Demam (>38oC)

Nikuria (anyang-anyangan)

16

Page 17: PEDOMAN PPIRS

Polakisuria

Disuria

Nyeri suprapubik

Ditambah salah satu dari tanda-tanda berikut :

Tes carik celup positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit

Piuria (terdapat ≥ 10 lekosit/ml atau ≥ 3 lekosit/LPB dari urin yang

tidak dipusing)

Ditemukan bakteri dengan pewarnaan Gram dari urin yang tidak

dipusing.

Biakan urin paling sedikit 2 kali berturut-turut menunjukkan jenis

bakteri yang sama dengan jumlah > 100 CFU/ml urin kateter.

Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen dengan jumlah >

105 CFU/ml urin penderita yang telah mendapat pengobatan

antimikroba yang sesuai.

Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani.

Telah mendapat terapi antimikroba yang sesuai oleh dokter yang

menangani.

Kriteria 3 : Pada pasien anak berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari

tanda-tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab yang lainnya.

Demam (>38oC)

Hipotermia (<37oC)

Apnea

Bradikardia (<100/menit)

Letargia

Muntah-muntah

Ditambah dengan hasil laboratorium hasil biakan urin 105 CFU/ml

urin dengan tidak lebih dari 2 jenis bakteri.

Kriteria 4 : Pada pasien anak berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari

tanda-tanda dan gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :

Demam (>38oC)

Hipotermia (<37oC)

Apnea

Bradikardia (<100/menit)

Letargia

Muntah-muntah

Ditambah paling sedikit satu dari berikut :

Tes carik celup positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit

Piuria (terdapat ≥ 10 lekosit/ml atau ≥ 3 lekosit/LPB dari urin yang

tidak dipusing)

Ditemukan bakteri dengan pewarnaan Gram dari urin yang tidak

dipusing.

17

Page 18: PEDOMAN PPIRS

Biakan urin paling sedikit 2 kali berturut-turut menunjukkan jenis

bakteri yang sama dengan jumlah > 100 CFU/ml urin kateter.

Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen dengan jumlah >

105 CFU/ml urin penderita yang telah mendapat pengobatan

antimikroba yang sesuai.

Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani.

Telah mendapat terapi antimikroba yang sesuai oleh dokter yang

menangani.

b. Infeksi saluran kemih asimptomatik (Kode : UTI-ASB)

Infeksi saluran kemih (ISK) asimptomatik harus memenuhi paling sedikit satu

criteria berikut :

Kriteria 1 : Pasien pernah memakai kateter kandung kemih dalam waktu 7 hari

sebelum biakan urin dan ditemukan dalam biakan urin > 105

CFU/ml urin dengan jenis bakteri maksimal 2 spesies dan tidak terdapat

gejala- gejala/ keluhan demam, suhu > 38oC, polakisuria, nikuria, disuria

dan nyeri suprapubik.

Kriteria 2 : Pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum

biakan pertama positif.

Biakan urin 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih 2 jenis bakteri

yang sama dengan jumlah < 105 CFU/ml urin.

Tidak terdapat gejala-gejala/keluhan demam, suhu > 38oC,polakisuria,

nikuria, disuria dan nyeri suprapubik.

c. Infeksi saluran kemih lain seperti infeksi pada ginjal, ureter, kandung kemih,

uretra, jaringan sekitar retroperitoneal atau rongga perinefrik (Kode : UTI-OUTI)

Infeksi saluran kemih (ISK) yang lain harus memenuhi paling sedikit satu criteria

berikut ini :

Kriteria 1 : Ditemukan bakteri yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin atau

jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi.

Kriteria 2: Ada abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik secara

pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau melalui

pemeriksaan histopatologis.

Kriteria 3 :Terdapat 2 dari tanda berikut seperti demam (.38oC), nyeri local, nyeri

tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi dan paling sedikit

satu dari berikut :

Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai

terinfeksi.

Ditemukan bakteri pada biakan darah yang sesuai dengan tempat

yang dicurigai.

Pemeriksaan radiologi missal USG, CT-scan, MRI, radiolabel scan

abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.

18

Page 19: PEDOMAN PPIRS

Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani.

Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang

sesuai.

Kriteria 4 : Pada pasien berumur ≤ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari

tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab yang

lain :

Demam (>38oC)

Hipotermia (<37oC)

Apnea

Bradikardia (<100/menit)

Letargia

Muntah-muntah

Ditambahkan paling sedikit satu dari berikut :

Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai

terinfeksi.

Ditemukan bakteri pada biakan darah yang sesuai dengan tempat

yang dicurigai.

Pemeriksaan radiologi misal USG, CT-scan, MRI, radiolabel scan

abnormal, memperlihatkan gambaran infeksi.

Didiagnosa infeksi oleh dokter yang menangani.

Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang

sesuai.

Pencegahan infeksi saluran kemih

a. Tenaga Pelaksana :

1) Harus terampil dan betul-betul memahami teknik pemasangan kateter

secara aseptic dan perawatan kateter.

2) Perawat yang merawat pasien dengan kateter harus terlatih dalam hal

prosedur pemasangan kateter dan pengetahuan tentang potensi komplikasi.

b. Teknik pemasangan kateter

1) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila

tidak diperlukan lagi.

2) Gunakan dari yang terkecil tetapi aliran tetap lancar dan tidak

menimbulkan kebocoran dari samping kateter.

3) Pemasangan secara aseptic dengan menggunakan peralatan steril.

4) Pemakaian drain harus dengan sistim tertutup.

c. Perawatan paska operasi

1) Untuk luka kotor atau infeksi, kulit tidak ditutup primer.

2) Petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang baku

sebelum dan sesudah merawat luka.

3) Kasa penutup luka diganti bila ;

Basah

19

Page 20: PEDOMAN PPIRS

Menunjukkan tanda-tanda infeksi.

Jika cairan keluar dari luka, dibuat pewarnaan Gram dan kultur.

2. Infeksi luka operasi (ILO)

a. Superficial Incisional

Letak Infeksi : Infeksi luka operasi superficial

Kode : SSI-(SKIN) Surgical Site Infection Superficial Incisional Site

Definisi : Infeksi luka operasi superficial harus memenuhi paling

sedikit satu kriteria berikut ini :

Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca

bedah dan hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan

lain diatas fascia dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :

1) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas

fascia

2) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau

jaringan yang diambil secara aseptic

3) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan

kecuali jika hasil biakan negative (paling sedikit terdapat satu

dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak local,

kemerahan, dan hangat local)

4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi

b. Operasi profunda/Deep Incisional

Letak infeksi : Infeksi luka operasi profunda

Kode : SSI-(ST)

SSI-ST (soft tissue) diluar prosedur pembedahan NNIS berikut,

CBGB (Coronary artery bypass graft termasuk irisan dada

dan kaki)

Definisi : Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu

kriteria berikut ini :

Kriteria : Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska

bedah atau sampai satu tahun paska bedah (bila implant

berupa non human derived implant yang dipasang permanen) dan

meliputi jaringan lunak yang dalam (mis. Lapisan fascia

dan otot) dari insisi dan terdapat paling sedikit satu keadaan

berikut :

1) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen

organ/rongga dari daerah pembedahan.

2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja

dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari

20

Page 21: PEDOMAN PPIRS

tanda-tanda atau gejala-gejala berikut : demam (>38 C) atau nyeri

local, terkecuali biakan insisi negatif.

3) Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai insisi

dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau

dengan pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang, atau dengan

pemeriksaan hispatologis atau radiologis

4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi

Petunjuk Pelaporan :

1) Masukkan infeksi yang mengenai superficial dan profunda sebagai infeksi

luka operasi profunda

2) Laporkan biaya specimen dari insisi superficial sebagai incisional drainage

(ID)

c. Organ /Rongga

Letak infeksi : Infeksi luka operasi organ/rongga

Kode : SSI-(Letak spesifik pada organ/rongga)

Definisi : Infeksi luka operasi organ/rongga mengenai bagian badan

manapun kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan

otot, yang dibuka atau dimanipulasi selama pembedahan .

Tempat- tempat spesifik dinyatakan pada ILO

organ/rongga untuk menentukan lokasi infeksi lebih

lanjut. Pada daftar dibawah terdapat tempat-tempat spesifik

yang harus digunakan untuk membedakan ILO organ/rongga.

Sebagai contoh : appensictomi yang diikuti dengan abses

subdiafragmatika yang harus dilaporkan sebagai organ

ILO organ/rongga pada tempat spesifik intraabdomen (SSI-

IAB)

Suatu ILO organ/rongga harus memenuhi paling criteria berikut

ini :

Kriteria : Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan,bila

tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila dipasang implant dan infeksi

tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan dan infeksi mengenai

bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit, fascia, atau lapisan-lapisan otot, yang

dibuka atau dimanipulasi selama prosedur pembedahan dan terdapat paling sedikit satu

keadaan berikut :

1) Drainage purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke

dalam organ/rongga.

2) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptic dari cairan

atau jaringan dari dalam organ atau ruangan.

21

Page 22: PEDOMAN PPIRS

3) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ/rongga

yang ditemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan ulang,

atau dengan pemeriksaan hispatologis atau radiologis.

4) Dokter menyatakan sebagai ILO organ/ rongga.

Petunjuk Pelaporan :

Kadang-kadang infeksi organ/rongga mengalir melalui insisi. Infeksi semacam itu

umumnya tidak berhubungan dengan pembedahan ulang dan dianggap sebagai

penyakit dari insisi. Karena itu diklasifikasikan sebagai ILO profunda.

Pencegahan Infeksi Luka Operasi

Tindakan pencegahan dikelompokkan dalam:

a. Kala sebelum masuk rumah sakit :

1) Semua pemeriksaan dan pengobatan untuk persiapan operasi dilakukan

sebelum rawat inap agar waktu prabedah menjadi lebih pendek (< 1 hari).

2) Perbaikan keadaan yang memperbesar kemungkinan terjadinya ILO antara

lain :

Diabetes mellitus

Malnutrisi

Obesitas

Infeksi

Pemakaian kortikosteroid

b. Kala Pra Operasi

1) Perawatan pra operasi 1 hari untuk operasi berencana.Apabila keadaan yang

memperbesar terjadinya ILO tidak dapat dilakukan di luar rumah sakit (misal

malnutrisi berat), pasien dapat dirawat lebih awal.

2) Mandi dengan antiseptik dilakukan malam sebelum operasi.

3) Pencukuran rambut daerah operasi dilakukan hanya bilamana perlu misalnya

daerah operasi dengan rambut yang lebat. Cara pencukuran dilakukan sebagai

berikut :

Bila menggunakan pisau biasa maksimal dilakukan 6 jam sebelum operasi.

Bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama dari 6

jam sebelum operasi.

22

Page 23: PEDOMAN PPIRS

Setelah dicukur, diolesi antiseptik.

4) Daerah operasi harus dicuci dengan memakai antiseptik kulit dengan teknik

dari sentral ke arah luar.

5) Di kamar operasi pasien harus ditutup dengan duk steril sehingga hanya

daerah operasi yang terbuka.

6) Antibiotika profilaksis diberikan secara :

Tepat dosis,

Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant

dan protesis, atau operasi resiko tinggi seperti bedah jantung atau vaskuler),

Tepat cara pemberian (harus secara IV 2 jam sebelum operasi dan dilanjutkan

tidak lebih dari 48 jam).,

Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menyebabkan ILO)

Pemberian secara oral hanya digunakan untuk operasi kolorektaldan tidak

diberikan lebih dari 24 jam.

c. Persiapan Tim Pembedahan

1) Setiap orang yang masuk kamar operasi harus ;

2) Sebelum operasi, seluruh anggota tim bedah harus mencuci tangan dengan

antiseptik selama 5 menit atau lebih dengan posisi jari-jari lebih tinggi dari

siku.

3) Antiseptik yang digunakan untuk cuci tangan adalah Chlorhexidin.

4) Setelah cuci tangan keringkan dengan handuk steril dan memakai jubah steril.

5) Setiap anggota tim harus memakai sarung tangan steril apabila sarung tangan

tersebut kotor harus siganti dengan yang baru.

6) Pemakaian sarung tangan memakai metode tertutup.

7) Untuk operasi tulang atau pemasangan implant harus memakai 2 lapis sarung

tangan.

d. Intra operasi

1) Teknik operasi

Harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari kerusakan jaringan

lunak yang berlebihan, menghilangkan rongga, mengurangi perdarahan dan

menghindari tertinggalnya benda asing yang tidak diperlukan.

2) Lama operasi

23

Page 24: PEDOMAN PPIRS

Operasi dilakukan secepat-cepatnya dalam batas yang aman.

3) Peralatan sarung tangan, kain penutup duk, kain kassa dan antiseptik untuk

desinfeksi hanya untuk satu kali pemasangan.

3. Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi saluran napas bagian bawah (ISPB)

Letak Infeksi : Saluran napas bagian bawah (Paru)

Kode : PNEU-PNEU

Definisi : Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu dari criteria

berikut :

Kriteria 1 : Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak pada

perkusi dan salah satu di antara keadaan berikut ;

1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan

sifat sputum.

2) Isolasi kuman positif pada biakan darah

3) Isolasi kuman pathogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci

bronkus atau biopsi.

Kriteria 2 : Foto thorak menunjukkan adanya infiltrate, konsolidasi, kavitasi,

efusi pleura baru atau progresif dan salah satu di antara keadaan

berikut :

1) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan

sifat sputum.

2) Isolasi kuman positif pada biakan darah

3) Isolasi kuman pathogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci

bronkus atau biopsy.

4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran

napas.

5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam 2 kali

pemeriksaan.

6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi.

Kriteria 3 : Pasien berumur ≤ 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan

berikut :

24

Page 25: PEDOMAN PPIRS

Apnea

Takikardia

Bradikardia

Mengi

Ronkhi basah

Atau batuk

Dan paling sedikit satu di antara keadaan berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran napas meningkat.

2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen ataun terjadi perubahan

sifat sputum.

3) Isolasi kuman positif pada biakan darah

4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran

napas.

5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam 2 kali

pemeriksaan.

6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi.

Kriteria 4 : Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur ≥ 1 tahun

menunjukkan infiltrate baru atau progresif, konsolidasi,

kavitasi, atau efusi pleura, dan paling sedikit satu di antara

keadaan berikut :

1) Produksi dan sekresi saluran napas meningkat.

2) Timbul perubahan baru berupa sputum purulen ataun terjadi perubahan

sifat sputum.

3) Isolasi kuman positif pada biakan darah

4) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran

napas.

5) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 kali lipat dalam 2 kali

pemeriksaan.

6) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi

25

Page 26: PEDOMAN PPIRS

Catatan :

Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi

mungkin membantu mengidentifikasikan kuman etiologik dan memberikan data

sensitifitas antimikroba.

Penemuan dari pemeriksaan sinar X dada serial lebih membantu daripada

pemeriksaan tunggal.

4. Infeksi Aliran Darah Primer (IADP)

Letak infeksi : Infeksi Aliran Darah Primer atau Laboratory Confirmed

Bloodstream Infection (LCBI).

Kode : BSI-LCBI

Definisi : Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang

timbul tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai

sebagai sumber infeksi.

Kriteria 1 : Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu atau lebih

biakan darah dan biakan dari darah tersebut tidak

berhubungan dengan infeksi di tempat lain.

Kriteria 2 : Ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa penyebab

lain:

Demam

Menggigil

Hipotensi

Dan paling sedikit satu dari berikut :

1) Kontaminasi kulit biasa (missal Diptheroids, Bacillus sp.,

Propiniobacterium sp., coagulase negative Staphylococci atau

Micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah

yang diambil dari waktu yang berbeda.

2) Kontaminasi kulit biasa (missal Diptheroids, Bacillus sp.,

Propiniobacterium sp., coagulase negative Staphylococci atau

Micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah

dari pasien dengan saluran intravaskuler dan dokter

memberikan terapi antimikroba yang sesuai.

3) Tes antigen positif pada darah (misal H. influenza,

S.pneumoniae, N.meningitidis atau Group B Streptococcus)

Dan Tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang

positif yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat

lain.

Kriteria 3 : Pasien berumur ≥ 1 tahun dengan paling sedikit satu tanda-tanda

dan gejala-gejala sebagai berikut :

Demam (>38oC)

Hipotermi (< 37oC)

26

Page 27: PEDOMAN PPIRS

Apnea

Atau bradikardia

Dan satu di antara tanda-tanda berikut :

1) Kontaminasi kulit biasa (missal Diptheroids, Bacillus sp.,

Propiniobacterium sp., coagulase negative Staphylococci atau

Micrococci) ditemukan dari dua kali atau lebih biakan darah

yang diambil dari waktu yang berbeda.

2) Kontaminasi kulit biasa (missal Diptheroids, Bacillus sp.,

Propiniobacterium sp., coagulase negative Staphylococci atau

Micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah

dari pasien dengan saluran intravaskuler dan dokter

memberikan terapi antimikroba yang sesuai.

3) Tes antigen positif pada darah (misal H. influenza,

S.pneumoniae, N.meningitidis atau Group B Streptococcus)

Dan Tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif

yang tidak berhubungan dengan suatu infeksi di tempat lain.

Petunjuk Pelaporan :

1. Phlebitis purulen dilaporkan sebagai BSI-LCBI dengan konfirmasi biakan

semikuantitatif yang positif dari ujung kateter, tetapi dengan biakan darah negative

atau tidak dilakukan biakan.

2. Kuman dari biakan darah dilaporkan sebagai BSI-LCBI bila tidak terdapat bukti

adanya infeksi di tempat lain.

3. Pseudobakteremia bukan merupakan infeksi nosokomial.

5. Sepsis Klinis (Clinical Sepsis)

Letak infeksi ; Sepsis klinis

Kode : BSI-CSEP

Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari

kriteria berikut :

Kriteria 1 : Ditemukan salah satu di antara gejala berikut tanpa penyebab

lain :

Suhu >38oC bertahan minimal 24 jam dengan atau tanpa

pemberian antipiretika

Hipotensi (sistolik ≥ 90 mmHg)

Oligouria dengan jumlah urin (<20ml/jam atau

<0.5cc/kgBB/jam)

Dan semua gejala/tanda yang disebutkan di bawah ini :

1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman atau

antigen dalam darah.

2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain.

3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis

27

Page 28: PEDOMAN PPIRS

Kriteria 2 : Ditemukan pada pasien berumur 1 tahu paling sedikit satu/tanda

berikut tanpa diketahui ada penyebab yang lain :

Demam (>38oC)

Hipotermi (< 37oC)

Apnea

Atau bradikardia < 100x/menit

Dan semua gejala/tanda di bawah ini :

1) Biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman atau

antigen dalam darah.

2) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi di tempat lain.

3) Telah diberikan antimikroba sesuai dengan sepsis.

6. Infeksi Arterial atau Venous

Letak infeksi : Arteria atau venous

Kode : CVS-VASC

Definisi : Infeksi arterial atau venous harus memenuhi paling sedikit satu

kriteria berikut :

Kriteria 1 : Terdapat kuman yang dibiakkan dari arteria atau vena yang

diambil pada waktu pembedahan. Dan biakan darah tidak

dilakukan atau tidak didapatkan kuman dari

biakan darah.

Kriteria 2 : Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu

pembedahan atau pemeriksaan histopatologis.

Kriteria 3 : Pasien menderita paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala

berikut tanpa ada penyebab lainnya :

Demam (>38oC)

Nyeri

eritema

Atau hangat pada daerah yang terkenab

Dan didapatkan lebih dari 15 koloni kuman hasil biakan dari

ujung kanula intravaskuler dengan menggunakan metode

pembiakan semikuantitatif.

Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman

dalam darah.

Kriteria 4 : Pasien menderita drainase purulen pada daerah vaskuler yang

terkena Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak

ditemukan kuman dalam darah.

Kriteria 5 : Pasien berumur ≥ 1 tahun menderita paling sedikit satu dari

tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab

lainnya :

Demam (>38oC)

Hipotermi (< 37oC)

Apnea

28

Page 29: PEDOMAN PPIRS

Atau bradikardia <100x/menit

Letargia

Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena

Dan didapatkan lebih dari 15 koloni kuman hasil biakan dari

ujung kanula intravaskuler dengan menggunakan metode

pembiakan semikuantitatif.

Dan biakan darah tidak dilakukan atau tidak ditemukan kuman

dalam darah.

7. Gastroenteritis

Letak infeksi : Saluran cerna

Kode : GI-GE

Definisi : Gastroenteritis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria

berikut :

Kriteria 1 : Pasien mendapat serangan akut diare (berak air selama lebih dari

12 jam) dengan atau tanpa muntah atau demam (>38oC)

dan tampaknya penyebab bukan noninfeksius (misal

dari tes diagnostic, regimen terapeutik, eksaserbasi

akut dari keadaan kronis atau stress psikologis)

Kriteria 2 : terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala berikut

tanpa ada penyebab lainnya :

Nausea (mual)

Muntah

Nyeri perut

Atau sakit kepala

Dan paling sedikit satu dari berikut :

1) Terdapat kuman patogenik enteric pada biakan kotoran

(stool) atau hapusan rectum.

2) Kuman patogenik enteric ditemukan pada pemeriksaan

mikroskopik rutin atau electron.

3) Kuman patogenik enteric dideteksi dengan tes antigen atau

antibody dari darah atau feses.

4) Terbukti adanya kuman enteric pathogen yang dideteksi dari

perubahan sitopatik pada biakan jaringan.

5) Kenaikan titer diagnostic single antibody (IgM) sebanyak

empat kali pada paired sera (IgG) untuk kuman pathogen.

Untuk neonatus :

Dikatakan menderita gastroenteritis apabila :

1) Hipertermi (suhu >38oC) atau hipotermi (suhu <37oC) pada rectal.

2) Kembung

3) Bising usus meningkat

29

Page 30: PEDOMAN PPIRS

4) Muntah

5) Pemeriksaan tinja mikroskopik ditemukan >5 mikroorganisme per lapang

pandang besar, eritrosit >2 per lapang pandang besar.

8. Episiotomi

Letak infeksi : Daerah vagina yang dilakukan episiotomy

Kode : REPR-EPIS

Definisi : Infeksi episiotomy harus memenuhi paling sedikit satu dari

kriteria berikut :

Kriteria 1 : Pasien paska partus pervaginam mengalami drainase purulen dari

episiotomi.

Kriteria 2 : Pasien paska partus per vaginam mengalami abses pada

episiotomi.

9. Vaginal Cuff

Letak infeksi : vaginal Cuff

Kode : REPR-VCUF

Definisi : Infeksi vaginal cuff harus memenuhi paling sedikit satu dari

kriteria berikut :

Kriteria 1 : Pasien paska histerektomi mengalami drainase purulen dari

vaginal cuff.

Kriteria 3 : Ditemukan kuman pathogen pada biakan yang diambil dari cairan

atau jaringan dari vaginal cuff.

10. Ulkus Dekubitus

Letak infeksi : Ulkus dekubitus termasuk yang superficial dan profunda (dalam).

Kode : DECU

Definisi : Infeksi dekubitus harus memenuhi criteria sebagai berikut :

Kriteria : Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala

berikut tanpa diketahui ada penyebab lain :

Kemerahan

Nyeri tekan

Atau bengkak pada pinggir luka dekubitus

Dan paling sedikit satu tanda dari berikut ini :

1) Kuman dari biakan cairan ulkus atau jaringan yang diambil

secara benar.

2) Kuman dari biakan darah.

11. Luka Bakar

Letak infeksi : Luka bakar (Burn)

30

Page 31: PEDOMAN PPIRS

Kode : SST-BURN

Definisi : Infeksi luka bakar harus memenuhi paling sedikit satu criteria

berikut :

Kriteria 1 : Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,

seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat

gelap atau hitam atau perubahan warna yang hebat atau

edema pada perbatasan luka.

Dan

Pemeriksaan histologis dari biopsi luka bakar menunjukkan

invasi kuman ke dalam jaringan berdekatan yang sehat.

Kriteria 2 : Terdapat perubahan pada penampakan atau karakter luka bakar,

seperti pemisahan eschar yang cepat, atau eschar menjadi coklat

gelap atau hitam atau perubahan warna yang hebat atau

edema pada perbatasan luka.

Dan paling sedikit satu dari berikut ini :

1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi

lain.

2) Dapat diisolasi virus Herpes Simplex, identifikasi histologist

dari badan inklusi secara mikroskopik atau tempat partikel-

partikel virus dengan mikroskop electron dari biopsy kerokan

lesi.

Kriteria 3 : Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala

berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya :

Demam (>38oC)

Hipotermi (< 36oC)

Hipotensi

Oligouria (<20ml/jam)

Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level yang

sebelumnya dapat ditolerir dengan mental confusion.

Dan paling sedikit satu dari berikut ini :

1) Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat infeksi

lain.

2) Dapat diisolasi virus Herpes Simplex, identifikasi histologist

dari badan inklusi secara mikroskopik atau tempat partikel-

partikel virus dengan mikroskop electron dari biopsy kerokan

lesi.

Referensi

1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2001.

31

Page 32: PEDOMAN PPIRS

2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2007.

BAB III

PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

32

Page 33: PEDOMAN PPIRS

A. Tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi

Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial meliputi hal-hal sebagai berikut :

Kewaspadaan standar (Universal Precautions) diterapkan pada semua petugas kesehatan

dan pasien/orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan ( Infection controlled

guidelines CDC, Australia ).

Kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi hanya diterapkan pada pasien yang

dirawat inap di rumah sakit ( Garner and HiCPAC 1996 ). Kewaspadaan diberlakukan

sampai diagnosis tersebut dapat dikesampingkan.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dirancang untuk memutus siklus penularan

penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat.

A.1. Kewaspadaan Standar

Penerapan kewaspadaan standar bertujuan untuk mengurangi risiko penularan

mikroorganisme di rumah sakit Rumah Sakit Islam Siti Rahmah, baik dari sumber infeksi

yang diketahui maupun yang tidak diketahui dalam sistim pelayanan kesehatan seperti

pasien, benda tercemar, jarum atau spuit yang telah digunakan. Kewaspadaan standar

diterapkan untuk sekreta pernafasan, darah , dan semua cairan tubuh lainnya serta semua

ekskreta (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh dan membran mukosa.

Kewaspadaan standar yang diterapkan di rumah sakit Rumah Sakit Islam Siti Rahmah

meliputi :

1. Mencuci Tangan

a) Mencuci tangan sesuai PROTAP cuci tangan

Tindakan yang paling mudah dan dapat mencegah pencemaran silang dari orang ke orang

atau dari obyek yang tercemar ke orang. Tindakan mencuci tangan harus dilakukan pada

keadaan :

Sebelum dan sesudah kontak atau menyentuh pasien.

Sebelum dan sesudah melakukan prosedur tindakan invasive.

Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-barang yang

tercemar bahan infeksius.

Segera setelah membuka sarung tangan

Di antara kontak pasien

Setelah menggunakan toilet

b) Sabun digunakan untuk prosedur cuci tangan rutin dan antiseptik berbasis alkohol

digunakan jika tangan tidak tampak kotor.

c) Cairan antiseptik untuk cuci tangan seperti chlorhexidin digunakan pada saat outbreak

dan sebelum melakukan tindakan invasive.

d) Cairan antispetik berbasis alkohol digunakan untuk membersihkan kulit atau membrane

mukosa sebelum pembedahan, membersihkan luka, serta melakukan penggosokkan

tangan surgical handsrub.

2. Menggunakan alat perlindungan diri :

33

Page 34: PEDOMAN PPIRS

Sarung tangan bersih non steril :

o Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-

barang tercemar bahan infeksius.

o Bila kontak dengan membrane mukosa/selaput lender dan kulit yang tidak

utuh.

o Sebelum melakukan tindakan invasif.

o Ganti atau lepaskan sarung tangan antar pasien, antar tindakan

Masker, kaca mata, pelindung wajah

o Bertujuan untuk melindungi membrane mukosa mata, hidung, dan mulut

terhadap kemungkinan percikan ketika akan kontak dengan darah dan

cairan tubuh.

Gaun

o Bertujuan untuk melindungi kulit dari kemungkinan terkena percikan

ketika kontak dengan darah atau cairan tubuh.

o Mencegah kontaminasi pakaian selama melakukan tindakan yang

melibatkan kontak dengandarah atau cairan tubuh.

3. Penanganan barang-barang terinfeksius

Proses dekontaminasi dilakukan terhadap peralatan, sarung tangan dan barang lainnya,

kemudian dilakukan pencucian,di sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi sesuai prosedur

yang telah ditetapkan.

Linen :

o Linen kotor ditangani dengan hati-hati dan cermat sesuai PROTAP supaya

jangan sampai terkena kulit atau membrane mukosa.

o Segera mengganti linen yang tercemar/terkena darah atau percikan cairan

tubuh.

o Tidak merendam dan/membilas linen kotor di wilayah ruang perawatan.

o Tidak meletakkan linen kotor di lantai dan mengibaskan linen kotor.

Peralatan perawatan pasien

o Peralatan perawatan pasien yang tercemar ditangani dengan benar sesuai

PROTAP untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau membrane

mukosa/lendir.

o Cegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingkungan

o Lakukan pencucian dan desinfeksi peralatan bekas pakai sebelum

digunakan kembali.

Benda tajam

o Jangan menutup kembali jarum yang sudah digunakan, bila terpaksa

lakukan dengan teknik satu tangan.

o Jangan melepas jarum yang telah digunakan dari spuit sekali pakai.

o Jangan membengkokkan, menghancurkan atau memanipulasi jarum

dengan tangan.

34

Page 35: PEDOMAN PPIRS

o Masukkan instrumen tajam ke dalam wadah yang tahan tusukan dan tahan

air (wadah penampung khusus)

4. Kebersihan lingkungan

Pembersihan, perawatan, dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang

perawatan dilakukan rutin setiap hari atau bilamana perlu.

Tempat tidur, meja pasien, tiang insfus, monitor dan semua barang atau benda

yang tersentuh sesuai dengan PROTAP.

5. Buang sampah sesuai ketentuan yang berlaku untuk sampah infeksius dan sampah non

infeksius sesuai PROTAP.

6. Resusitasi pasien

Penghubung mulut (mouthpiece/Goedel), ambubag atau alat ventilasi lain harus

digunakan untuk melakukan resusitasi mulut ke mulut secara langsung.

7. Penempatan pasien

Isolasi pasien di dalam ruangan yang terpisah (ruang isolasi) dilakukan terhadap

pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri serta lingkungan atau penyakit

yang diderita pasien dapat mencemari lingkungan ruang perawatan.

A.2. Kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi

Kewaspadaan berdasarkan penularan diperuntukkan bagi pasien yang

menunjukkan gejala atau dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman

yang sangat mudah menular atau sangat pathogen sehingga perlu upaya pencegahan

tambahan selain kewaspadaan standar yang bertujuan untuk memutus rantai penyebaran

infeksi. Kewaspadaan berbasis transmisi harus dilaksanakan sebagai tambahan

kewaspadaan standar bila penyakit menular selain melalui darah.

Tiga jenis kewaspadaan berdasarkan penularan adalah sebagai berikut :

1. Kewaspadaan penularan melalui kontak

Kewaspadaan ini untuk mengurangi risiko transmisi organisme patogen melalui kontak

langsung atau tidak langsung. Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit

dengan kulit dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien atau antar

dua pasien. Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang

rentan dengan obyek tercemar yang berada di lingkungan pasien. Pasien dengan infeksi

kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster, impetigo, konjungtivitis,

kutu, atau infeksi luka lainnya atau kolonisasi MRSA yang memerlukan penerapan

tindakan pencegahan kontak.

2. Kewaspadaan penularan melalui percikan (droplet)

Kewaspadaan penularan melalui droplet bertujuan untuk mengurangi risiko penularan

melalui percikan bahan infeksius. Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan

konjungtiva, membrane mukosa hidung atau mulut individu yang rentan oleh percikan

35

Page 36: PEDOMAN PPIRS

partikel besar (>5µm) yang mengandung mikroorganisme. Berbicara, batuk, bersin dan

tindakan seperti pengisapan lender dan bronkoskopi dapat menyebarkan organisme.

Contoh penularan melalui droplet dapat terjadi pada kasus infeksi Parotitis, rubella,

pertusis dan influenza.

3. Kewaspadaan penularan melalui udara (airborne)

Kewaspadaan ini bertujuan untuk mengurangi risiko penularan melalui penyebara

partikel kecil (<5µm) ke udara secara langsung atau melalui partikel debu yang

mengandung mikroorganisme infeksius. Partikel ini dapat tersebar dengan cara batuk,

bersin, berbicara dan tindakan seperti bronkoskopi atau pengisapan lender. Partikel

infeksius dapat menetap di udara selama beberapa jam dan dapat disebarkan secara luas

dalam suatu ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh. Pengelolaan udara secara khusus

dan ventilasi diperlukan untuk mencegah transmisi melalui udara. Contoh penularan

melalui udara dapat terjadi pada kasus M.tuberculosis, campak, parotitis, varisela.

Penerapan kewaspadaan berdasarkan penularan/transmisi dilaksanakan dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Menjaga kebersihan tangan dan pemakaian sarung tangan

Petugas kesehatan harus mencuci tangan atau menggunakan handrub alkohol

setelah kontak dengan setiap pasien atau bahan menular dan setelah melepaskan

sarung tangan.

Sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan, karena

sarung tangan mungkin ada pori kecil yang tidak terlihat atau sobek selama

penggunaan atau tangan dapat terkontaminasi pada saat melepaskan sarung

tangan.

Harus mengganti sarung tangan setelah kontak dengan pasien untuk mengurangi

risiko penyebaran infeksi.

Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan

pasien dan segera mencuci tangan atau menggunakan handrub berbasis alkohol.

2. Menggunakan masker, pelindung pernafasan, pelindung mata dan pelindung wajah.

Setiap orang yang berhubungan langsung, berada dekat dengan pasien atau

memasuki suatu ruangan dimana ada pasien dengan penyakit menular harus

menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai. Untuk pasien dengan

penyakit menular melalui udara, petugas perlu menggunakan masker khusus

seperti N95 atau yang sejenisnya yang telah tersertifikasi oleh US NIOSH,

menggunakan gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.

Masker N95 dapat digunakan beberapa kali jika digunakan oleh orang yang sama.

Respirator dilapisi dengan masker bedah yang harus dibuang setiap selesai

digunakan. Jika respirator khusus tidak tersedia, petugas harus menggunakan

masker bedah yang dapat melekat erat menutup hidung dan mulut dengan rapat.

Individu yang tidak memungkinkan menggunakan respirator N-95 dengan tepat,

perlu menggunakan Powered Air Purifying Respiartor (PARP).

3. Menggunakan gaun dan apron

36

Page 37: PEDOMAN PPIRS

Gaun dan apron dipakai sebagai perlindungan diri dan untuk mengurangi

kemungkinan penyebaran mikroorganisme di dalam rumah sakit, mencegah

kontaminasi pakaian dan untuk melindungi petugas dari pajanan darah atau cairan

tubuh.

Gaun terbuat dari bahan kedap air.

Penutup kaki atau sepatu harus tertutup untuk memberikan perlindungan terhadap

kulit bila ada kemungkinan terjadi tumpahan atau percikan bahan infeksius dalam

jumlah besar.

Petugas kesehatan harus melepas gaun tersebut sebelum meninggalkan

lingkungan pasien dan sebelum mencuci tangan.

4. Penanganan linen dan pakaian kotor yang tercemar

Linen dan pakaian kotor yang tercemar ditangani sesuai prosedur yang berlaku,

diangkut dan dicuci dengan cara yang dapat mencegah penyebaran

mikroorganisme pada pasien, petugas dan lingkungan.

Petugas tidak boleh memegang linen dekat tubuh atau mengibaskan linen tersebut.

5. Penanganan peralatan makan pasien tersangka infeksi panyakit menular

Penggunaan peralatan makanan untuk pasien dengan penyakit menular melalui

udara dan percikan harus diupayakan satu barang untuk satu pasien.Peralatan

makan yang akan digunakan kembali harus dicuci dengan air panas dan sabun

deterjen bila mungkin dengan menggunakan mesin pencuci piring dan

pelaksanaannya dengan menerapkan pencegahan berdasarkan kewaspadaan

standar. Petugas perlu menggunakan sarung tangan ketika menangani nampan,

piring, dan peralatan makan pasien.

6. Pencegahan infeksi untuk prosedur yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan

suspek atau probable menderita penyakit menular melalui udara.

Prosedur atau tindakan yang dapat menimbulkan aerosol adalah :

Tindakan yang dapat menimbulkan batuk akan meningkatkan pengeluaran droplet

nuclei ke udara.

Tindakan yang menghasilkan aerosol seperti tindakan pengobatan yang

diaerosolisasi (misalnya salbutamol), induksi sputum diagnostic, bronkoskopi,

pengisapan jalan napas dan intubasi endotrakeal.

Tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah transmisi melalui udara, contoh

Tuberkulosis, varicella, adalah :

Pasien ditempatkan pada kamar isolasi atau jika tidak memungkinkan

ditempatkan satu kamar dengan pasien yang mempunyai diagnosis yang sama.

Berikan tanda gambar masker di depan pintu sebagai tanda pasien infeksi yang

dapat menular melalui udara/droplet.

Gunakan masker bedah, jika petugas akan masuk kamar pasien.

Gunakan apron saat melakukan tindakan invasive atau jika kemungkinan baju

akan terpercik cairan tubuh pasien.

37

Page 38: PEDOMAN PPIRS

Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak, setelah kontak dengan peralatan pasien,

setelah melepas sarung tangan, sebelum meninggalkan kamar pasien.

Pintu kamar harus selalu tertutup.

Pasien diberikan masker bila akan ditransportasi untuk pemeriksaan di ruangan

lain.

Alat-alat disposable atau bahan-bahan terkontaminasi pada tempat sampah kuning

atau wadah khusus benda tajam.

Linen terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong plastik kuning (pastikan tidak

bocor) dan diikat serta diberi label infeksius.

Desinfeksi peralatan yang digunakan sesuai PROTAP.

Kamar dibersihkan sesuai prosedur pembersihan ruang isolasi.

Tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah transmisi melalui droplet, contoh

Pertusis, influenza, adalah :

Pasien ditempatkan pada kamar isolasi atau jika tidak memungkinkan ditempatkan

satu kamar dengan pasien yang mempunyai diagnosis yang sama.

Gunakan masker bedah, jika pasien kemungkinan akan batuk saat dilakukan

tindakan, seperti mengambil sputum untuk pemeriksaan.

Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak, setelah kontak dengan peralatan pasien,

setelah melepas sarung tangan, sebelum meninggalkan kamar pasien.

Gunakan apron saat melakukan tindakan invasive atau jika kemungkinan baju

akan terpercik cairan tubuh pasien.

Linen terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong plastik kuning (pastikan tidak

bocor) dan diikat serta diberi label infeksius.

Pembersihan ruangan setiap hari atau setelah pasien pulang sesuai PROTAP

pembersihan ruangan.

Peralatan makan pasien tidak perlu ditangani secara khusus

Pasien diberikan masker bila akan ditransportasi untuk pemeriksaan di ruangan

lain.

Tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah transmisi melalui kontak, contoh pasien

dengan MRSA positif, adalah :

Pasien ditempatkan pada kamar isolasi atau jika tidak memungkinkan ditempatkan

satu kamar dengan pasien yang mempunyai diagnosis yang sama.

Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak, setelah kontak dengan peralatan pasien,

setelah melepas sarung tangan, sebelum meninggalkan kamar pasien.

Gunakan apron saat melakukan tindakan invasive atau jika kemungkinan baju

akan terpercik cairan tubuh pasien.

Linen terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong plastik kuning (pastikan tidak

bocor) dan diikat serta diberi label infeksius.

Pembersihan ruangan selama pasien dirawat atau setelah pasien pulang dengan

menggunakan desinfektan.

38

Page 39: PEDOMAN PPIRS

Petugas catering/bagian gizi harusmencuci tangan setelah menangani peralatan

makan pasien.

Jika pasien harus dimobilisasi ke unit lain di rumah sakit untuk pemeriksaan maka

lakukan koordinasi dengan unit tersrbut untuk melakukan tindakan kewaspadaan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pencegahan infeksi untuk prosedur yang

menimbulkan aerosol pada pasien penderita penyakit menular melalui udara adalah :

Petugas kesehatan harus memastikan bahwa pasien sudah diobservasi terhadap

kemungkinan penyakit menular melalui udara sebelum memulai prosedur yang

menimbulkan aerosol.

Tindakan yang menimbulkan aerosol pada pasien dengan penyakit menular

melalui udara, dilakukan hanya bila ada indikasi medis yang penting.

Tindakan harus dilakukan dengan menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan

Penularan melalui udara.

B. Perawatan Isolasi

Pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang isolasi

untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.

Jumlah petugas kesehatan yang merawat pasien harus dibatasi seminimal mungkin sesuai

dengan tingkat perawatan. Petugas juga perlu diawasi secara ketat dan hendaknya

berpengalaman di dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan perawatan pasien penyakit

menular melalui udara di ruang isolasi :

Persiapan dan pemeliharaan ruang isolasi

o Pada pintu masuk diletakkan tanda peringatan sebagai perhatian untuk

tindakan pencegahan tambahan.

o Pada pintu masuk disediakan lembar catatan yang harus diisi oleh petugas

kesehatan atau pengunjung yang masuk area lokasi.

o Setiap orang yang masuk ruang isolasi harus menggunakan APD yang

lengkap.

o Perabotan dalam ruang isolasi harus mudah dibersihkan dan tidak menahan

kotoran yang tersembunyi atau kondisi basah, baik di dalam atau di

sekelilingnya.

o Tersedia tempat cuci tangan serta perlengkapannya.

o Tersedia kantong sampah yang sesuai dengan tempat sampah yang dapat

dioperasikan oleh kaki.

o Tersedianya wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.

o Tersedianya peralatan tersendiri untuk pasien isolasi seperti stetoskop,

tensimeter dan thermometer.

o Tersedianya peralatan kebersihan (mop/pel basah, lap) dan desinfeksi yang

dibutuhkan di dalam ruangan isolasi. Peralatan kebersihan harus

39

Page 40: PEDOMAN PPIRS

dibersihkan setiap habis digunakan dengan melakukan pencucian

menggunakan air panas.

o Ruangan isolasi harus dibersihkan dan didesinfeksi setiap hari meliputi

seluruh permukaan, seperti meja, kaki tempat tidur dan lantai dengan

menggunakan Sodium Hipoklorit 0.1% sebagai desinfektan.

o Linen bekas pakai dimasukkan ke dalam kantong linenketika di dalam

ruangan dan kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar

ruangan. Selanjutnya segera dikirim ke unit pencucian dan ditangani

sebagai linen terkontaminasi.

o Semua sampah dibuang ke dalam kantong sampah infeksius ketika di

dalam ruangan dan kemudian di luar ruangan kantong tersebut

dimasukkan lagi ke dalam kantong lain dan ditangani sebagai sampah

infeksius.

o Urinal dan bedpan dibersihkan lalu didesinfeksi sebelum digunakan untuk

pasien lainnya.

o Tidak menggunakan desinfektan semprotan.

o Peralatan makan dibersihkan dengan menggunakan air sabun panas.

Saat memasuki ruang isolasi

o Semua peralatan yang dibutuhkan sudah disiapkan sebelumnya

o Cuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan handrub berbasis

alkohol.

o Memakai APD

Saat meninggalkan ruang isolasi

o APD dilepaskan pada ruang antara sesuai dengan urutan yang benar (lihat

Bab IV).

o Cuci tangan dengan air mengalir atau menggunakan handrub berbasis

alkohol.

o Masker dilepaskan dengan memegang elastic di belakang telingan dan

jangan menyentuh bagian depan masker.

o Setelah di luar ruangan, kembali lakukan cuci tangan dengan air mengalir

atau menggunakan handrub berbasis alkohol.

o Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum

meninggalkan ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah.

Gambar 1. Manajemen kasus : Pencegahan Infeksi Awal dan Kontrol Tindakan Pencegahan di

Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Manajemen Kasus Dengan Penyakit Menular Melalui Udara

Pasien dengan gejala penyakit

pernafasan akut dan riwayat

terpajan/kontak

Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

40

Page 41: PEDOMAN PPIRS

Pasien dilakukan triage Pasien dipakaikan masker bedah dan

ditempatkan terpisah dari pasien lainnya

(isolasi)

Pasien dilakukan pemeriksaan

untuk penyakit menular

Ruang isolasi dengan tekanan negative

Petugas kesehatan memakai APD lengkap ketika

memasuki ruangan

Pasien dikonfirmasi sebagai

penderita penyakit infeksi Diagnosis lain

Kaji kembali tindakan

pencegahan

Terapkan Tindakan Pencegahan & Pengendalian Infeksi

lengkap selama periode waktu yang dibutuhkan sesuai masa

penularan

Diadaptasi dari Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapai Emerging Infectious DiseaseDepkes RI, Jakarta,2007.

Prinsip Pencegahan Penularan Infeksi

Pencegahan penyebaran infeksi memerlukan dihilangkannya satu atau lebih kondisi yang

diperlukan bagi pejamu atau reservoir untuk menularkan penyakit ke pejamu rentan lainnya

dengan cara :

Menghambat atau membunuh agen (bakteri, virus, jamur, parasit) dengan

mengaplikasikan antiseptik ke kulit sebelum tindakan /pembedahan.

Memblokir cara agen berpindah dari orang yang terinfeksi ke orang lain yang rentan

misalnya dengan mencuci tangan atau memakai antiseptik handrub untuk membersihkan

bakteri atau virus yang didapat pada saat bersentuhan dengan pasien terinfeksi atau

permukaan tercemar.

Mengupayakan petugas kesehatan untuk diimunisasi atau divaksinasi.

Petugas kesehatan memakai APD yang memadai untuk mencegah kontak dengan agen

infeksi, misalnya sarung tangan rumah tangga untuk petugas kebersihan dan petugas

pembuangan sampah rumah sakit.

Daftar Jenis Kewaspadaan Untuk Penyakit-Penyakit Infeksi

Jenis Infeksi

Kewaspadaan

Jenis Kewaspadaan

Lama

Abses

Draining, major C DI Draining, minor or limited S

41

Page 42: PEDOMAN PPIRS

Acquired human immunodeficiency syndrome (HIV) SAnthrax S Cutaneous S Paru S Lingkungan DEArthropoda (viral ensefalitis) SAscariasis SAspergilosis SBotulism SBronchiolitis C DIBrucellosis SCandidiasis SCellulitis S

Jenis Infeksi

Kewaspadaan

Jenis Kewaspadaan Lama

Chalamydia trachomatis S

Chlamydia pneumonia S DIClostridium C. botulinum S C. difficile C DI C.perfringens S

o Keracunan makanano Gas gangrene

SS or C jika luka drainase

luasConjungtivitis DE Bakterialis akuta Gonokokus Viral akuta

SSC DI

Cryptococcosis SCysticercosis SCMV SDemam Dengue S DIDiphteria Kutaneus Faringeal

CD

CNCN

Epstein-Barr virus SFurunkulosis, staphylococcal

Bayi dan anak – anak

S ; Kebijakan MRSA bila MRSA (+)

C DIGastroenteritis Adenovirus Campylobacter Kolera (Vibrio cholera) C.difficile E.coli (EHEC=O157:H7) Giardia lamblia Norovirus Rotavirus Salmonella Shigella Vibrio parahaemolyticus Virus Yersinia enterocolitica

SSSSCSSSCSSSSSS

DI

DI

Sindroma Paru Hantavirus SHelicobacter pylori S

Kewaspadaan

42

Page 43: PEDOMAN PPIRS

Jenis Infeksi Jenis Kewaspadaan

Lama

Hepatitis, viral Tipe A

o Pasien dengan inkontinensia atau menggunakan diapers

Tipe B-HBsAg positif;akut atau kronik Tipe C dan NonA, NonB Tipe D (terlihat bila dengan hepatitis B) Tipe E Tipe G

SC

SSSSS

Cacing tambang SHerpes simplex Ensefalitis Mukokutaneus

Mukokutaneus, rekuren (kulit,oral,genital) Neonatal

SC

SC

Sampai lesi menjadi

kering atau krusta

Sampai lesi menjadi

kering atau krusta

Herpes zoster Pasien imunokompromis Pasien imunokompeten

A,CS

DIDI

Histoplasmosis SImpetigo C U24jamInfluenzae Human

Pandemik influenza

D

D

5 hari kecuali pasien

imunokompromis

5 hari dari onset gejala

Sindroma Kawasaki SLegionella SLepra SLeptospirosis SListeriosis SMalaria S

Jenis Infeksi

Kewaspadaan

Jenis Kewaspadaan

Lama

Campak (rubeola) A

DI

4 hari setelah

timbul rash

Pada pasien

imunokompromis

Meningitis

Aseptik

Bakterial, Gram negative-enterik, neonates

Jamur

H.influenzae

S

S

S

D U 24jam

43

Page 44: PEDOMAN PPIRS

N.meningitidis

S.pneumoniae

M.tuberkulosis

Bakteri lainnya

D

S

S

S

U 24jam

Meningokokus, sepsis, pneumonia, meningitis D U 24jam

Moluscum contagiosum S

Multidrug-resistant organism(MRSA,VRE,ESBL,PRSP) S/C

Parotitis D

Mycoplasma pneumonia D DI

Pertusis D U 5 hari

Pneumocystis jiroveci S

Poliomyelitis C DI

Ulkus Dekubitus

Mayor

Minor atau terbatas

C

S

DI

Rabies S

Campak Jerman (Rubella) D U 7 hari setelah

timbul rash

Skabies C U 24

Jenis Infeksi

Kewaspadaan

Jenis Kewaspadaan

Lama

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) A,D,C DI plus 10 hari

setelah

demam hilang

Infeksi Staphylococcus aureus

Kulit, Luka, luka bakar

o Luas

o Minor, Terbatas

Scalded skin syndrome

Toxic shock syndrome

C

S

C

S

DI

DI

Infeksi Streptococcus (Grup A Streptococcus)

Kulit, Luka, Luka bakar

o Luas

o Terbatas

Endometritis (puerperal sepsis)

Faringitis

Pneumonia

Infeksi Streptococcus Grup B, neonates

C,D

S

S

D

D

S

U 24 jam

Tetanus S

Toxoplasmosis S

Trichomoniasis S

Keterangan :

44

Page 45: PEDOMAN PPIRS

Jenis kewaspadaan : A=Airborne Precaution; C=Contact; D=Droplet; S=Standard. Bila jenis kewaspadaannya A,C,D maka S juga termasuk dalam kriteria tersebut. Lama kewaspadaan : CN=sampai terapi antimikroba selesai dan kultur menjadi negatif; DI=lama sakit (bila luka maka sampai drainase negatif); DE= sampai lingkungan didekontaminasi sempurna ; U=sampai waktu tertentu sesuai waktu yang tertera terhitung setelah terapi efektif dilaksanakan.

Referensi

1. Depkes RI, Jakarta, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapai Emerging Infectious

Disease,2007.

2. Siegel J.D., Rhinehart E, Jackson M, Chiarello L,et all. The Healthcare Infection Control

Practices Advisory Committee Guideline for Isolation Precautions: Preventing

Transmission of Infectious Agents in Healthcare Settings, CDC, 2007.

3. Siegel J.D., Rhinehart E, Jackson M, Chiarello L,et all. The Healthcare Infection Control

Practices Advisory Committee Guideline for Isolation Precautions: Appendix A.1

CDC, 2007.

BAB IV

KEBERSIHAN TANGAN

Dalam paradigma pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan

dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan menghilangkan

semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit.

Mikroorganisme yang termasuk adalah mikroorganisme yang diperoleh dari kontak dengan

pasien dan lingkungan serta mikroorganisme yang permanen tinggal di lapisan terdalam kulit.

45

Page 46: PEDOMAN PPIRS

Menurut Boyce dan Pittet (2002), kegagalan untuk melakukan kebersihan dan kesehatan tangan

yang tepat dianggap sebagai sebab utama infeksi nosokomial dan penyebaran mikroorganisme

multiresisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai contributor yang penting

terhadap timbulnya wabah.

Definisi

Agen Antiseptik atau antimikroba ( Istilah yang digunakan bergantian )

Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lainnya untuk

menghambat atau membunuh mikroorganisme, sehingga mengurangi jumlah hitung

bakteri total.

Bahan antiseptik adalah :

o Alkohol 60-90% (etil dan isopropyl atau metil alkohol).

o Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane.)

o Klorhseksidin glukonat dan Cetrimide dalam berbagai konsentrasi.

o Yodium 3%

o Iodofor 7.5-10% berbagai konsentrasi.

o Kloroksilenol 0.5-4% .

o Triklosan 0.2-2%

Air bersih : Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman

untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya karena memenuhi standar kesehatan yang

ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki

turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut).

Emollient : Cairan organic, seperti gliserol, propilen glikol atau sorbitol yang ketika

ditambahkan pada handrub dan losion tangan akan melunakkan kulit dan membantu

mencegah kerusakan kulit (keretakan, kekeringan, iritasi, dan dermatitis) akibat pencucian

tangan dengan sabun yang sering dan air.

Mencuci tangan : Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit

tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air.

Sabun dan deterjen : Produk-produk pembersih yang menurunkan tegangan permukaan

sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang melekat

sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas mikroorganisme

secara mekanik, sementara sabun antiseptik selain melepas juga membunuh atau

menghambat pertumbuhan dari hamper sebagian besar mikroorganisme.

Flora transien dan flora residen : Flora transien diperoleh melalui kontak dengan pasien,

petugas kesehatan atau permukaan yang terkontaminasi selama bekerja. Mikroorganisme ini

tinggal di lapisan luar kulit dan terangkat sebagian dengan mencuci tangan menggunakan

sabun biasa dan air. Flora residen tinggal di lapisan kulit yang lebih dalam serta di dalam

folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan pencucian dan

pembilasan keras dengan sabun dan air bersih. Pada sebagian besar kasus, flora residen,

sangat kecil kemungkinannya terkait dengan penyakit infeksi yang menular dari udara,

seperti flu burung. Tangan atau kuku dari sejumlah petugas kesehatan dapat terkolonisasi

46

Page 47: PEDOMAN PPIRS

pada lapisan dalam oleh oleh mikroorganisme yang menyebabkan infeksi seperti

Staphylococcus aureus, bakteri batang Gram negatif atau ragi.

Handrub antiseptik berbasis alkohol tanpa air : Antiseptik handrub yang bereaksi cepat

menghilangkansementara atau mengurangi mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi

kulit tanpa mennggunakan air. Sebagian besar antiseptik ini mengandung alkohol 60-90%,

suatu emollient dan seringkali antiseptik tambahan yang memiliki aksi residual.

CUCI TANGAN

Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya yang paling penting dan efektif

untuk mencegah penularan infeksi. Idealnya, air mengalir dan sabun yang digosok-gosokkan

harus digunakan selama 40 sampai 60 detik. Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah

mencucinya.

Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan terlihat kotor. Untuk kebersihan

tangan rutin ketika tidak terlihat kotoran atau debris, alternative seperti handrub berbasis alkohol

70% yang tidak mahal, mudah didapat, mudah dijangkau dan sudah semakin diterima terutama

di tempat dengan akses wastafel dan air bersih yang terbatas.

Jika air kran terkontaminasi, maka harus menggunakan air yang telah dididihkan selama 10

menit dan disaring guna menghilangkan partikel kotoran atau mendesinfeksi air dengan cara

menambahkan sedikit larutan sodium hipoklorit agar konsentrasi akhir mencapai 0.001%.

Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan

mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Mencuci tangan dengan sabun biasa dan air

bersih adalah sama efektifnya dengan mencuci tangan dengan sabun antimikroba ( Pereira, Lee

dan Wade 1990 ).

5 Saat Mencuci Tangan

Sebelum kontak dengan pasien

Sebelum melakukan tindakan aseptik

Sesudah kontak dengan pasien

Sesudah terkena/ terpapar cairan pasien

Susudah kontak dengan lingkungan pasien

Tangan harus dicuci dengan sabun dan air bersih (atau handrub antiseptik) setelah

melepas sarung tangan karena pada saat tersebut mungkin sarung tangan ada lubang

kecil atau robek, sehingga bakteri dapat dengan cepat berkembang biak pada tangan

akibat lingkungan yang lembab dan hangat di dalam sarung tangan (CDC 1989,

Korniewicz et al 1990)

Teknik Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir harus dilakukan seperti di bawah ini :

1. Buka kran dan basahi tangan dengan air

47

Page 48: PEDOMAN PPIRS

2. Tuangkan sabun cair secukupnya

3. Gosok kedua telapak tangan hinnga merata

4. Gosok punggung dan sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaiknya

5. Gosok kedua telapak tangan dan sela sela jari

6. Jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling digosokkan

7. Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya

8. Gosokkan dengan memutar ujung jari jari tangan di telapak tangan kiri dan sebaliknya

9. Bilas tangan dengan air bersih

10. Keringkan tangan dengan menggunakan handuk kertas

11. Gunakakn handuk kertas tersebut untuk memutar kran sewaktu mematikan air

Setiap gerakan dilakukan sebanyak 7 ( tujuh ) kali. Lamanya sluruh prosedur sebaiknya

selama 40 – 60 detik

Memeriksa dan kontak langsung dengan pasien

Memakai dan melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah didesinfeksi tingkat

tinggi sebelum operasi, atau ketika memakai dan melepas sarung tangan pemeriksaan

untuk prosedur rutin.

Menyiapkan dan mengkonsumsi makanan.

Pada situasi yang membuat tangan menjadi terkontaminasi, seperti :

o Memegang instrumen kotor atau barang-barang lainnya.

o Menyentuh membrane mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau

ekskresi).

o Melakukan kontak yang intensif dan lama dengan pasien.

o Mengambil sampel darah.

o Mengukur tekanan darah atau memeriksa tanda-tanda vital pasien.

Masuk dan meninggalkan unit isolasi.

Setelah cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih, maka tangan

harus dikeringkan dengan menggunakan handuk kertas atau handuk yang bersih atau

dikeringkan dengan udara.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan sabun cair dan air bersih :

Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.

Tidak menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya,

penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang baru

dimasukkan.

Tidak menggunakan baskom yang berisi air walaupun ditambahkan bahan antiseptik.

Mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak dalam larutan ini.

Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan kran atau gunakan ember

dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam sebuah ember dan buanglah di

toilet.

Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk yang bersih sekali

pakai atau keringkan dengan udara. Handuk yang digunakan bersama dapat dengan

48

Page 49: PEDOMAN PPIRS

cepat terkontaminasi dan tidak boleh. Untuk mendorong agar mencuci tangan

diterapkan dengan baik, kepala instalasi harus melakukan segala cara untuk

menyediakan sabun dan pasokan bersih terus menerus baik dari kran atau ember dan

handuk sekali pakai atau handuk kertas.

Handrub Antiseptik Berbasis Alkohol

Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh

flora residen dan flora transien dari pada mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau

dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta

menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar. Handrub antiseptik

juga berisi emolien seperti gliserol propelin, atau sorbitol yang melindungi dan

melembabkan kulit. Agar efektif, larutan handrub digunakan secukupnya dengan takaran

3-5 cc sekali pakai. Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik,

sehingga jika tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus

mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu. Cuci tangan dengan sabun dan air

harus tetap dilakukan bila telah melakukan 5-10 aplikasi handrub. Handrub yang hanya

berisi alkohol sebagai bahan aktifnya memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan

dengan handrub yang berisi campuran alkohol dan antiseptik seperti klorheksidin.

Handrub antiseptik yang tidak mengiritasi kulit dapat dibuat dengan menambahkan

gliserin, glikol propilen atau sorbitol ke dalam alkohol (2ml dalam 100ml etil atau

isopropyl alkohol 60-90%).

Upaya meningkatkan kebersihan Tangan

Mencuci tangan telah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk

mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150

tahun. Penelitian Semmelwesis ( 1861 ) dan banyak penelitian lainya memperlihatkan

bahwa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien mungkin terjadi melalui tangan

petugas kesehatan.Mencegah kebersihan tangan dengan baik dapat mencegah penularan

mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial.

Masalah yang selalu timbul adalah bagaimana membuat perilaku petugas kesehatan patuh

pada praktek mencuci tangan meningkatkan keberhasilan kebersihan tangan adalah :

Menyebar luaskan panduan terbaru mengenai praktek menjaga kebersihan tangan

dimana tercantum bukti mengenai efektifitas dalam mencegah penyakit dan perlunya

petugas kesehatan untuk mengikuti panduan tersebut

Melibatkan Pimpinan/Direktur Rumah Sakit dalam diseminasi dan penerapan

pedoman kebersihan tangan.

Menggunakan teknik pendidikan yang efektif melalui supervisor di tiap unit dengan

melaksanakan mentoring, monitoring, dan umpan balik positif.

Mempertimbangkan kenyamanan petugas dan pilihan efektif untuk menjaga

kebersihan tangan sehingga petugas lebih mudah mematuhinya.

Menggunakan pendekatan kinerja yang ditargetkan ke semua petugas kesehatan,

bukan hanya dokter dan perawat untuk meningkatkan kepatuhan

49

Page 50: PEDOMAN PPIRS

Selain itu salah satu cara mudah meningkatkan kepatuhan adalah dengan menyediakan

botol kecil handrub antiseptik untuk setiap petugas. Pengembangan produk di mulai dari

observasi bahwa teknik pencucian tangan yang tidak layak serta rendahnya kepatuhan

akan menjadikan tidak efektifnya rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan.

Pemakaian handrub antiseptik yang murah dengan pembuatannya yang mudah dapat

meminimalisasi banyak faktor yang menghambat penerapan panduan yang telah

direkomendasikan. Sebagai tambahan handrub lebih efektif dibanding mencuci tangan

dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan diberbagai tempat

sesuai jumlah yang dibutuhkan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan

kurang menimbulkan iritasi kulit ( tidak kering, pecah-pecah atau merekah ). Dengan

demikian, handrub atiseptik dapat menggantikanproses cuci tangan dengan sabun dan air

sebagai prosedur utama untuk meningkatkan kepatuhan ( Larson et al. 2000 : Pittet et al.

2000 ). Penyediaan handrub bagi meningkatkan praktik kebersihan tangan untuk jangka

panjang. Tidak cukup dengan hanya menyediakan dispenser handrub antiseptik ( Muto

dkk 2000 )

Cara dua adalah menganjurkan para petugas menggunakan produk perawatan tangan

( lotion pelembab dan cream ) untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis

kontak yang berhubungan dengan seringnya mencuci tangan, terutama dengan sabun dan

diterjen yang mengandung agen antiseptik. Tidak hanya petugas menjadi puas akan

hasilnya, namun yang terpenting pada penelitian oleh McCormick et al. (2000) kondisi

kulit yang lebih baik karena penggunaan lotion tangan menghasilkan 50 % peningkatan

frekuensi pencucian tangan

Meskipun meningkatkan kemampuan kepatuhan untuk menjaga kebersihan tangan

dengan panduan sulit, sejumlah program dan institusi mulai mencapai keberhasilan.

Kunci keberhasilan bersal dari berbagai intervensi yang melibatkan perubahan prilaku,

pendidikan kreatif, monitoring dan evaluasi dan lebih penting adalah ketertiban

supervisor sebagai role model serta dukungan manajemen.

Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Menjaga Kebersihan Jari Tangan

Jari Tangan

Penelitian membuktikan bahwa daerah di bawah kuku (ruang subungual)

mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley, Larson dan Leydon 1988).

Beberapa penelitian baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat

berperan sebagai resevoar untuk bakteri Gram negatif ( P.aeruginosa ), jamur dan

patogen lain ( Hedderwick et al 2000 ). Kuku panjang baik yang alami maupun

buatan lebih mudah melubangi sarung tangan ( Olsen et al.1993 ). Oleh karena itu

kuku harus dijaga tetap pendek tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.

● Kuku Buatan

Kuku buatan ( pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik ) yang dipakai oleh

petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial ( Hedderwick et

50

Page 51: PEDOMAN PPIRS

al.2000). Selain itu telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai

reservoar untuk bakteri gram negatif, pemakaian oleh petugas kesehatan harus

dilarang.

● Cat Kuku

Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan

● Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan

tidak diperkenankan bagi semua petugas kesehatan. Daerah di bawah kuku dan kuku

yang panjang berperan sebagai reservoir bakteri Gram negative, jamur dan bakteri

pathogen lainnya. Kuku harus dijaga tetap pendek dan tidak melebihi 3 mm dari ujung

jari.

Frekuensi dan metode cuci tangan bervariasi tergantung dengan unit kerja dan tugas

yang dilakukan.

Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba konsentrasi kecil digunakan

untuk cuci tangan biasa.

Sabun antiseptik digunakan untuk cuci tangan sebelum melakukan prosedur invasive,

saat tangan terkontaminasi dan selama terjadi kejadian luar biasa.

Cincin dan jam tangan harus dilepas ketika cuci tangan.

Hand rub berbasis alkohol tersedia di unit kerja dan dapat digunakan sebagai

pengganti cuci tangan. Cara penggunaannya dengan cara menekan pompa dispenser

handrub satu kali (2-3ml) dan digosokkan merata ke seluruh bagian tangan. Hand rub

berbasis alkohol tidak dapat digunakan jika tangan terlihat kotor.

Botol dispenser sabun cair yang telah kosong tidak boleh langsung ditambahkan isi

sabun cair ke dalamnya sebelum botol tersebut dicuci terlebih dahulu.

Jenis-Jenis Cuci Tangan

1. Cuci tangan biasa (15-20 detik)

Cuci tangan dengan menggunakan sabun non antimikroba atau mengandung antimikroba

dengan konsentrasi rendah.

Cuci tangan dilakukan jika tangan terlihat kotor atau terkontaminasi cairan tubuh,

sebelum makan dan setelah dari kamar mandi/toilet, terpapar Bacillus anthracis

Cuci tangan dilakukan sesuai PROTAP cuci tangan biasa.

2. Cuci tangan antiseptik (minimal 1 menit)

Cuci tangan antiseptik menggunakan sabun antiseptik atau hand rub berbasis alkohol, yang

dilakukan pada keadaan seperti :

Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

Memakai dan melepas sarung tangan bedah steril atau yang telah didesinfeksi tingkat

tinggi sebelum operasi, atau ketika memakai dan melepas sarung tangan pemeriksaan

untuk prosedur rutin.

Menyiapkan dan mengkonsumsi makanan.

Memegang instrumen kotor atau barang-barang lainnya.

Menyentuh membrane mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau ekskresi).

Melakukan kontak yang intensif dan lama dengan pasien.

51

Page 52: PEDOMAN PPIRS

Mengambil sampel darah.

Mengukur tekanan darah atau memeriksa tanda-tanda vital pasien.

Masuk dan meninggalkan unit isolasi.

Setelah cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih, maka tangan

harus dikeringkan dengan menggunakan handuk kertas atau handuk yang bersih atau

dikeringkan dengan udara.

3. Cuci tangan bedah (2-6menit)

Menggunakan sabun antiseptik

Atau Menggunakan hand rub berbasis alkohol dengan produk persisten maka harus

mengikuti petunjuk pabrik dan sebelumnya harus cuci tangan dengan sabun nonseptik

dan air.

Referensi

CDC-MMWR. Guidelines for hand hygiene in health care setting, Oktober 25, 2002,

Washington DC.

CDC-MMWR. Recommendations and Reports. Appendix Antimicrobials spectrum and

Characteristics of Hand-hygiene antiseptiks agents. Oktober 25, 2002, Washington DC.

BAB V

PEDOMAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Sebagian besar kasus-

kasus di rumah sakit merupakan kasus penyakit infeksi, mulai dari infeksi yang ringan sampai

yang berat. Infeksi bisa diperoleh dari masyarakat community acquired), tetapi mungkin pula

didapat selama dirawat di rumah sakit (hospital acquired). Hospital-acquired pneumonia

merupakan infeksi yang didapat pasien di rumah sakit yang paling sering menyebabkan kematian

dan diperkirakan memperpanjang lama hari rawat selama 7-9 hari. Pemilihan antibiotika

merupakan salah satu faktor penting untuk kesembuhan pasien. Dengan pemilihan antibiotika

yang tepat, lama hari rawat menjadi lebih singkat dan biaya yang dikeluarkan juga lebih ringan.

Sebaliknya pemilihan antibiotika yang kurang tepat akan memperpanjang lama hari

rawat dan meningkatkan biaya pengobatan. Tidak jarang penyakit pasien menjadi lebih parah

atau bahkan menyebabkan kematian. Selain itu penggunaan antibiotika yang kurang tepat akan

52

Page 53: PEDOMAN PPIRS

menimbulkan kuman-kuman yang resisten. Infeksi oleh kuman yang resisten akan semakin sulit

diatasi, dan banyak menimbulkan kerugian baik bagi pasien maupun bagi rumah sakit.

Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman penggunaan antibiotika di rumah sakit, yang

disusun berdasarkan literatur maupun data lokal di Rumah Sakit (pola infeksi, pola kuman dan

pola kepekaan kuman terhadap antibiotika).

TUJUAN

Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi staf medik untuk memberikan

antibiotika. Dengan pedoman ini para staf medik dapat memilih antibiotika dengan lebih selektif

dan lebih cost effective. Namun demikian pedoman ini bukan merupakan suatu hal yang mutlak,

karena tidak semua pasien dapat cocok menggunakan pedoman ini. Apabila mengalami kesulitan

dalam penentuan antibiotika untuk terapi, staf medik dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis

terkait (mikrobiologi klinik atau konsultan penyakit infeksi).

PRINSIP PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

1. Antibiotika hanya diberikan untuk pengobatan pasien yang sudah dipastikan atau diduga

menderita infeksi oleh bakteri Antibiotika dapat diberikan untuk profilaksis bila risiko

terjadinya infeksi sangat tinggi

2. Antibiotika hanya diberikan setelah mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan di bawah

ini :

a. Apakah pada pasien terjadi infeksi ?

b. Dimana lokasi infeksi, dan kuman apa kemungkinan penyebabnya ?

c. Apakah antibiotika akan mencapai tempat tsb. ?

d. Apa efek samping yang mungkin terjadi ?

e. Penyesuaian apa yang perlu dibuat untuk pasien ini (missal bayi, orang lanjut

usia, pasien gagal ginjal dll.)

f. Berapa dosis yang sesuai dan berapa lama antibiotika akan diberikan ?

PEDOMAN UMUM

Pemberian antibiotika harus didasarkan atas diagnosis klinis dan sesuai dengan jenis

mikroorganisme yang menyebabkan infeksi

Sebelum memberikan antibiotika, harus dilakukan pengambilan spesimen untuk

pemeriksaan bakteriologi. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi ketepatan terapi

Pemilihan antibiotika didasarkan atas patogenesis penyakit, pola sensitivitas kuman,

toleransi pasien dan cost effetiveness

Staf medik harus mendapat informasi mutakhir mengenai prevalensi dan pola resistensi

kuman di unitnya

Gunakan antimikroba dengan spektrum sempit bila jenis kuman dan kepekaannya sudah

diketahui

Hindari penggunaan antibiotika kombinasi kecuali dianggap sangat perlu

Antibiotika yang dipilih harus dibatasi penggunaannya sesuai dengan kebutuhan

Gunakan dosis yang tepat. Dosis yang terlalu rendah mungkin tidak akan efektif

mengatasi infeksi dan cenderung akan menyebabkan resistensi. Tetapi penggunaan dosis

terlalu tinggi akan meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping.

53

Page 54: PEDOMAN PPIRS

Bila dalam waktu 3 hari penggunaan antibiotika tsb. tidak ada tanda-tanda perbaikan

klinis, maka evaluasi klinis ulang perlu dilakukan dan dipertimbangkan pemilihan

antibiotika pengganti.

PEDOMAN PENULISAN RESEP ANTIBIOTIKA

Bila staf medik sudah memutuskan untuk memberikan antibiotika, sebelum menuliskan resep

perlu mempertimbangkan beberapa hal antara lain :

1. Bakteriologi

Bakteri yang menyebabkan infeksi harus sensitif terhadap antibiotika yang diresepkan

2. Farmakokinetik

Antibiotika yang diresepkan harus mencapai lokasi infeksi dalam konsentrasi yang

adekuat

3. Toleransi dan predisposisi

Perlu diperhatikan apakah pasien alergi terhadap antibiotika, atau efek toksik obat

terhadap pasien, misalnya nefrotoksik, hepatotoksik, ototoksik dll.

4. Ekologi

Klinikus harus mencari antibiotika yang berdampak paling rendah terhadap flora pasien

dan flora lingkungan

5. Ekonomi

Apabila ada kemungkinan untuk memilih, pilihlah antibiotika dengan harga paling

murah.

Pasien dan keluarganya perlu diinformasikan dengan jelas mengenai dosis obat dan pentingnya

untuk menyelesaikan pengobatannya.

PEDOMAN PEMBERIAN ANTIBIOTIKA DI UNIT PERAWATAN INTENSIF

JENIS :

Sedapat mungkin disesuaikan dengan hasil pemeriksaan mikrobiologi

DOSIS :

Dosis paling tinggi yang disesuaikan dengan body mass, fungsi ginjal dan fungsi hati

DURASI :

Pada umumnya diberikan selama 5 hari

Untuk pneumonia berat dapat diberikan sampai 10 hari

Untuk infeksi abdominal atau sepsis diberikan selama 10-21 hari

Untuk osteomielitis atau endokarditis diberikan selama 6-12 minggu

SPEKTRUM :

Pilih antibiotika dengan spektrum sempit bila kuman patogen telah diketahui

DE-ESKALASI :

De-eskalasi adalah memulai pengobatan dengan terapi empiris dengan antibiotika

spektrum luas yang didasarkan atass pola lokal kuman dan resistensinya. Setelah 2-3 hari,

54

Page 55: PEDOMAN PPIRS

dilakukan penyesuaian antibiotika berdasarkan penilaian klinis dan hasil pemeriksaan

mikrobiologi yaitu :

Mengganti antibiotika dengan spektrum lebih sempit

Mengurangi jumlah antibiotika

Menghentikan terapi antibiotika bila ternyata tidak ada tanda-tanda infeksi

Mempersingkat durasi pemberian antibiotika

SWITCH THERAPY :

Switch Therapy adalah mengganti antibiotika intravena dengan antibiotika oral pada

pengobatan infeksi serius (misalnya community-acquired pneumonia, hospital-acquired

pneumonia, dan infeksi saluran kemih).

STEP-DOWN THERAPY :

Step-down therapy adalah penggantian antibiotika intravena dengan antibiotika oral

dengan jenis antibiotika yang sama.

SEQUENTIAL THERAPY :

Sequential therapy adalah penggantian antibiotika intravena dengan antibiotika oral

dengan jenis antibiotika yang berbeda.

KRITERIA SWITCH THERAPY

Pasien sudah tidak panas selama paling sedikit 8 jam

Tanda dan gejala infeksi mengalami perbaikan atau berkurang

Jumlah lekosit kembali normal

Tidak ada indikasi klinis untuk pemberian terapi intravena

Tidak ada gejala klinis mengenai gangguan absorpsi gastrointestinal

I. COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA (CAP)

Community-acquired pneumonia (CAP) merupakan penyakit yang sering terjadi dalam

masyarakat dan merupakan penyakit yang serius. Angka mortalitas pada pasien rawat jalan

berkisar antara 1-5% tetapi pada pasien rawat inap dengan infeksi yang berat angka mortalitas

dapat mencapai 25%.

Tidak semua penderita CAP harus dirawat di rumah sakit. Pasien CAP perlu dirawat-inap bila

memiliki risiko tinggi untuk morbiditas dan mortalitas yaitu :

Ada penyakit yang lain yang menyertai (penyakit paru obstruktif kronik, diabetes

melitus, penyakit jantung kongestif, penyakit hati dll.)

Ada kelainan pada pemeriksaan fisik (pernapasan meningkat, demam atau hipotensi)

Ada kelainan hasil laboratorium (lekositosis, anemia, gangguan fungsi ginjal, kadar

oksigen dalam darah menurun dll.)

Usia lanjut (lebih dari 60 tahun)

Bila pasien perlu dimonitor dengan lebih ketat atau perlu bantuan peralatan misalnya ventilator

maka pasien perlu dirawat di ruang perawatan intensif.

Sebelum pemberian antibiotika perlu dilakukan beberapa pemeriksaan mikrobiologis yaitu :

55

Page 56: PEDOMAN PPIRS

Pewarnaan Gram dan biakan sputum untuk kuman aerob (bila perlu termasuk

pemeriksaan pewarnaan dan biakan BTA)

Kultur darah aerob

Pewarnaan dan biakan cairan pleura (bila ada cairan pleura)

Pemeriksaan urine untuk antigen Legionella (bila ada gejala klinis)

Pemeriksaan laboratorium lain yang diperlukan :

Jumlah lekosit dengan diferensiasi

Kimia darah, termasuk fungsi ginjal dan hati (analisa gas darah bila perlu)

Pertimbangkan pemeriksaan HIV dan work-up untuk Pneumocystis carinii

Pemeriksaan serologi untuk kuman-kuman atipik (optional)

Terapi Antibiotika

Segera setelah diagnosa ditegakkan (CAP), pasien harus diberikan antibiotika secara

parenteral.

Pemilihan antibiotika didasarkan atas kemungkinan kuman yang memberikan risiko paling

besar dan prevalensi kuman yang paling sering menimbulkan CAP

Pewarnaan Gram pada sputum atau cairan pleura serta pola kuman dan pola kepekaan

dapat membantu staf medis dalam memilih antibiotika yang akan diberikan

Bila tidak ada data pola kuman dan pola kepekaan kuman maka jenis antibiotika yang

dapat diberikan adalah antibiotika spektrum luas yang tahan terhadap β-lactamase yaitu

Kombinasi β-lactam dengan anti-β-lactamase (misal co-amoxiclav) atau

cephalosporin generasi kedua (misal cefuroxime) atau cephalosporin generasi

ketiga (misal ceftriaxone atau cefotaxim)

Dengan macrolide (clarithromycin atau erythromycin)

Bila pasien alergi terhadap β-lactam atau macrolide maka diberikan fluoroquinolone

dengan benzylpenicillin intravena

Setelah hasil biakan dan uji kepekaan kuman selesai, dilakukan de-eskalasi antibiotika

yaitu :

Mempersingkat durasi pemberian antibiotika spektrum luas

Mengganti antibiotika dengan antibiotika spektrum sempit sesuai dengan hasil uji

kepekaan kuman.

HOSPITAL-ACQUIRED PNEUMONIA (HAP)

Hospital-acquired pneumonia (HAP) adalah infeksi saluran pernapasan yang timbul setelah

pasien dirawat lebih dari 48 jam di rumah sakit, dan infeksi ini bisa mengenai 0,5-1,7% pasien.

HAP yang dikaitkan dengan ventilasi mekanis disebut dengan ventilator-associated pneumonia

(VAP). VAP adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48-72 jam setelah dilakukan intubasi

endotrakheal.

Prinsip pemberian antibiotika

1. Perlu dilakukan pemeriksaan biakan dari saluran napas bagian bawah sebelum diberikan

terapi antibiotika, tetapi pengambilan spesimen tidak boleh menghambat pemberian

antibiotika pada pasien dengan keadaan sangat kritis.

56

Page 57: PEDOMAN PPIRS

2. Biakan saluran napas bagian bawah dapat diperoleh melalui bronkhoskopi maupun non-

bronkhoskopi, dan biakan dapat dilakukan secara kuantitatif maupun semikuantitatif

3. Terapi antibiotika dini dengan antibiotika spektrum luas yang memadai harus segera

diberikan dengan dosis adekuat

4. Jenis antibiotika empirik yang diberikan harus berasal dari kelompok antibiotika yang

berbeda dengan kelompok antibiotika yang pernah diberikan pada pasien

5. Terapi kombinasi untuk patogen tertentu harus dipertimbangkan dengan seksama …..

6. Linezolid dapat digunakan sebagai alternatif dari vancomycin bila dicurigai penyebab VAP

adalah methicillin-resistant S. aureus (MRSA)

7. Colistin perlu dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien dengan VAP yang disebabkan

oleh carbapenem-resistant Acinetobacter species

8. De-eskalasi terhadap antibiotika harus segera dilakukan setelah data hasil biakan saluran

napas bagian bawah diperoleh dan keadaan klinis pasien membaik

9. Direkomendasikan durasi pemberian antibiotika yang lebih singkat (7-8 hari) pada HAP

dan VAP tanpa komplikasi pada pasien yang telah mendapat terapi awal yang memadai dan

memperlihatkan perbaikan klinis serta tidak ada tanda-tanda infeksi kuman batang gram

negatif nonfermenting.

ALGORITME PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PADA HAP/VAP

57

SUSPEK HAP atau VAP

Ambil spesimen saluran napas bagian bawah untuk biakan dan pemeriksaan mikrokopik

Mulai dengan pemberian antibiotika empirik dengan menggunakan algoritme dalam gambar 2 dan berdasarkan

pola kuman lokal di Eka Hospital

Hari ke-2 & 3 : Periksa biakan dan respons klinis (suhu, lekosit, foto thorax, oksigenasi, purulensi

sputum, hemodinamik dan fungsi organ

Perbaikan klinis dalam 48-72 jam

TIDAK YA

Page 58: PEDOMAN PPIRS

Gambar 1 : Algoritme strategi pemberian antibiotika pada pasien dengan suspek hospital-acquired pneumonia (HAP), ventilator-associated pneumonia (VAP) atau healthcare-associated pneumonia (HCAP)

58

Kultur negatif

Kultur positif

Kultur negatif

Kultur positif

Cari patogen lain, komplikasi atau sumber infeksi

lain

Sesuaikan terapi antibiotika, cari

patogen lain, komplikasi atau sumber infeksi

lain

Pertimbangkan penghentian pemberian antibiotika

De-eskalasi antibiotika,

berikan sampai 7-8 hari lalu nilai

kembali

Page 59: PEDOMAN PPIRS

TERAPI ANTIBIOTIKA EMPIRIK UNTUK HAP

Gambar 2 : Algoritme untuk memulai pemberian terapi antibiotika empirik pada hospital acquired pneumonia (HAP), ventilator-associated pneumonia (VAP) dan healthcare-associated pneumonia (HCAP)

Tabel 1 : FAKTOR RISIKO UNTUK PATOGEN MULTI-DRUG RESISTANT YANG MENYEBABKAN HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA (HAP), HEALTHCARE-ASSCIATED PNEUMONIA (HCAP) DAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP)

Mendapat antibiotika dalam 90 hari terakhir Dirawat di rumah sakit dalam 5 hari terakhir atau lebih Sering didapat kuman resisten dalam masyarakat atau pada unit tertentu dalam

rumah sakit Ada faktor risiko untuk HCAP :

o Dirawat di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam 90 hari terakhiro Dirawat di nursing homeo Mendapat terapi infus di rumah (termasuk antibiotika)o Mendapat dialisa kronik dalam 40 hari terakhiro Perawatan luka di rumaho Ada anggota keluarga yang mempunyai patogen multidrug resistant

Mempunyai penyakit dan/atau mendapat pengobatan immunosuppressive

Tabel 2 : TERAPI ANTIBIOTIKA EMPIRIK AWAL UNTUK HAP, VAP ATAU HCAP PADA PASIEN YANG TIDAK MEMPUNYAI RISIKO UNTUK PATOGEN MULTIDRUG-RESISTANT, ONSET DINI DAN BERLAKU UNTUK SEMUA TINGKAT KEGAWATAN PENYAKIT

Patogen potensial Antibiotika yang direkomendasikan

Streptococcus pneumoniaeHemophilus influenzaeMethicillin-sensitive Staphylococcus aureusKuman enterik batang gram negatif yang sensitif terhadap antibiotika

Escherichia coli Klebsiella pneumoniae Enterobacter species Proteus species Serratia marcescens

Ceftriaxone

atau

Levofloxacin, moxifloxacin atau ciprofloxacin atau

Ampicillin/sulbactam

atau

Ertapenem

59

Suspek HAP, VAP atau HCAP

Onset lambat (> 5 hari) atau ada faktor risiko untuk pathogen MDR (Multi Drug

Resistant) : Tabel 1

TIDAK YA

Terapi antibiotika dengan spektrum

terbatas (Tabel 3)

Terapi antibiotika dengan spektrum luas untuk patogen MDR

(Tabel 4 dan 5)

Page 60: PEDOMAN PPIRS

Tabel 3 : TERAPI ANTIBIOTIKA EMPIRIK AWAL UNTUK HAP, VAP ATAU HCAP PADA PASIEN YANG MEMPUNYAI RISIKO UNTUK PATOGEN MULTIDRUG-RESISTANT, ONSET LAMBAT DAN BERLAKU UNTUK SEMUA TINGKAT KEGAWATAN PENYAKIT

Patogen potensial Terapi Antibiotika Kombinasi

Patogen yang tertera di tabel 3 dan patogen MDR yaitu :

Pseudomonas aeruginosa Klebsiella pneumoniae (ESBL) Acinetobacter species

Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Legionella pneumophila

Antipseudomonal cephalosporin (cefepime, ceftazidime) atauAntipseudomonal carbapenem (imipenem atau meropenem) atau β-lactam/ β-lactamase inhibitor (piperacillin-tazobactam) ditambahAntipseudomonal fluoroquinolone (ciproloxacin atau levofloxacin) atauAminoglycoside (amikacin, gentamicin, atau tobramycin) ditambah Linezolid atau vancomycin

Tabel 4 : DOSIS AWAL ANTIBIOTIKA INTRAVENA UNTUK TERAPI EMPIRIK HAP, VAP DAN HCAP PADA ORANG DEWASA DENGAN ONSET LAMBAT ATAU MEMPUNYAI FAKTOR RISIKO UNTUK PATOGEN MULTI-DRUG RESISTANT

Antibiotika Dosis

Antipseudomonal cephalosporin Cefepime Ceftazidime

Carbapenem Imipenem Meropenem β-lactam/ β-lactamase inhibitor Piperacillin-tazobactam)

Antipseudomonal fluoroquinolone Ciproloxacin Levofloxacin

Aminoglycoside Amikacin Gentamicin Tobramycin

VancomycinLinezolid

1 – 2 gram tiap 8 – 12 jam 2 gram tiap 8 jam

500 mg tiap 6 jam atau 1 gram tiap 8 jam1 gram tiap 8 jam

4,5 gram tiap 6 jam

400 mg tiap 8 jam750 mg tiap hari

20 mg/kgBB tiap hari7 mg/kgBB tiap hari7 mg/kgBB tiap hari

15 mg/kgBB tiap 12 jam600 mg tiap 12 jam

Prinsip untuk pemberian terapi empirik

1. Prinsip terapi yang adekuat dengan antibiotika yang tepat

60

Page 61: PEDOMAN PPIRS

Jenis dan kualitas obat harus sesuai standard. Terapi yang tidak adekuat akan

meningkatkan mortalitas

2. Memahami dampak terapi yang diberikan sebelumnya

Pemberian antibiotika sebelumnya merupakan faktor risiko untuk terjadinya resistensi

mikroorganisme

3. Memperhatikan kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan

Pemberian antibiotika yang kurang tepat akan mematikan kuman yang sensitif sedangkan

kuman yang resisten akan makin berkembang (collateral damage)

4. Ketepatan waktu pemberian antibiotika

SEPSIS

Sepsis adalah gabungan dari bukti atau kecurigaan adanya infeksi dengan dua atau lebih

gejala dari systemic inflamatory response syndrome (SIRS), Sepsis berat (severe sepsis) adalah

terdapatnya disfungsi sistem organ akut yang berhubungan dengan infeksi. Sepsis berat biasanya

didahului oleh infeksi lokal yang memicu terjadinya respons sistemik (systemic inflamatory

response syndrome). Septic shock adalah suatu subgroup dari sepsis dan didefinisikan sebagai

sepsis-induced hypotension dengan gejala tekanan sistolik < 90 mmHg atau ada penurunan > 40

mmHg dari tekanan awal disertai dengan gangguan perfusi seperti oliguria atau asidosis

metabolik.

Sumber infeksi yang paling sering adalah paru, yang disusul dengan intra-abdomen dan

saluran kemih. 22-33% dari seluruh kasus yang dicurigai sepsis, biakan tidak menunjukkan hasil

yang positif.

Kasus sepsis berat sering terjadi di rumah sakit, di Amerika terdapat sekitar 750.000

kasus tiap tahun dengan angka kematian antara 30-50%. Pada septic shock dan multiple organ

dysfunction angka ini meningkat menjadi 80-90%. Di Indonesia belum ada data yang pasti

mengenai angka kejadian sepsis. Institute for Healthcare Improvement (IHI) di Amerika

mempunyai perhatian khusus untuk sepsis dan menemukan beberapa hal yang dapat

menyebabkan kurang optimalnya penanganan pasien dengan sepsis berat. Untuk mengatasi hal

ini Surviving Sepsis Campaign dan IHI telah menyusun pedoman penanganan sepsis berat yang

dibagi dalam 2 kelompok (bundle) yaitu resusitasi dan manajemen.

PENANGANAN SEPSIS SECARA UMUM

1. Sepsis resuscitation bundle

a. Periksa kadar laktat dalam serum

b. Ambil spesimen darah untuk biakan sebelum pemberian antibiotika

c. Berikan antibiotika spektrum luas dalam 3 jam (untuk pasien yang masuk melalui

UGD) dan dalam 1 jam untuk pasien yang sudah dirawat

d. Bila terdapat hipotensi dan/atau kadar asam laktat lebih dari 4 mmol/L (36

mg/dL) berikan cairan kristaloid inisial paling sedikit 20 mL/kg BB (atau koloid);

berikan vasopressor bila tidak ada respons terhadap cairan inisial untuk

mempertahankan tekanan arterial > 65 mmHg

61

Page 62: PEDOMAN PPIRS

e. Bila terdapat hipotensi yang menetap (persistent hypotension) dan/atau kadar

asam laktat > 4 mmol/L (36 mg/dL) harus diusahakan tekanan vena sentral 8

mmHg atau lebih dan saturasi oksigen pada vena sentral mencapai 70% atau lebih

2. Sepsis manegement bundle

a. Steroid dosis rendah harus diberikan pada septic shock

b. Kadar glukosa darah harus dipertahankan normal atau di atas batas normal tetapi

kurang dari 150 mg/dL (8,3 mmol/L)

c. Untuk pasien yang mendapat ventilasi secara mekanik, inspiratory plateau

pressures harus dipertahankan kurang dari 30 cm H2O

PEMBERIAN ANTIBIOTIKA

Sebelum diberikan antibiotika, ambil dua atau lebih spesimen darah untuk biakan

Ambil spesimen untuk biakan dari tempat lain sesuai indikasi (cairan serebrospinal,

sekret saluran napas, urine, luka dll.)

Antibiotika harus diberikan dalam 1 jam setelah ditegakkan diagnosa sepsis berat

Berikan satu atau lebih antibiotika yang aktif terhadap patogen bakteri atau jamur,

pertimbangkan pola kepekaan mikroorganisme dalam masyarakat atau di rumah sakit

Nilai kembali pemberian antibiotika setelah 48-72 jam, kalau mungkin berikan

antibiotika dengan spektrum lebih sempit

Pertimbangkan pemberian antibiotika kombinasi untuk pasien dengan neutropenia atau

infeksi Pseudomonas

Hentikan segera pemberian antibiotika bila pada pasien ternyata tidak terdapat infeksi

Evaluasi fokus infeksi pasien, termasuk melakukan drainase terhadap absses atau

debridement jaringan

Hentikan akses intravaskular yang potensial menjadi sumber infeksi setelah mendapatkan

akses intravaskular di tempat lain.

Referensi

American Thoracic Society Documents, Guidelines for the Management of Adults with

Hospital-acquired, Ventilator-associated and Healthcare-associated Pneumonia, Am J Crit

Care Med Vol 171. pp 388-416, 2005

Dempsey, C.L., Shillington, A.C., Jewell, M.A., Farley, P.A., Goliak, M.K., Respiratory

Infections – Optimizing Management of Hospitalized Patients with Community-Acquired

Pneumonia, Infect Med 16(10):670-684, 1999

Niederman, M.S., The Importance of De-escalating Antimmicrobial Therapy in Patients with

Ventilator-Associated Pneumonia, Semin Respir Crit Care Med 2006; 27 : 045-050

Jehl, F., Chomarat, M., Weber, M., Gerard, A., From Antibiogram to Prescription, Editions

Biomerieux, 2004

62

Page 63: PEDOMAN PPIRS

BAB VI

SURVEILANS

Pendahuluan

Surveilans adalah suatu proses yang dinamis, sistimatis, terus menerus dalam

pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang penting pada

suatu populasi spesifik untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi

suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan yang didesiminasikan secara berkala

kepada pihak-pihak yang memerlukan.

Tujuan dari tindakan surveilans ini adalah :

Menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial

Memperoleh data dasar, yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial di Rumah Sakit

Islam Siti Rahmah.

Sistim kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa

Mengukur dan menilai keberhasilan program pengendalian infeksi nosokomial

Menilai standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis.

Memenuhi standar pelayanan rumah sakit sebagai salah satu tolok ukur penilaian

akreditasi

Mengatasi tuntutan malpraktek

Menyakinkan para klinisi tentang adanya masalah yang memerlukan

penanggulangan.

Kegiatan surveilans dilakukan oleh petugas dari Tim Pelaksana PPI Rumah Sakit

Islam Siti Rahmah dengan cara melakukan pengamatan setiap hari ke seluruh unit kerja

yang ada di Rumah Saki. Laporan surveilans dibuat berdasarkan temuan di lapangan dan

dilaporkan kepada Ketua KPPI. Ketua KPPI membuat analisa dan rekomendasi

berdasarkan laporan petugas Tim Pelaksana PPI dan disampaikan kepada Direktur

Rumah Sakit setiap 3 (tiga) bulan.

Kondisi yang harus dilakukan pemantauan adalah :

Infeksi Luka Operasi

Phlebitis

Infeksi Saluran Kemih

Infeksi Saluran Cerna

Sepsis (infeksi aliran darah primer)

Ulkus dekubitus

Luka bakar

Luka episiotomy

Luka vaginal cuff

Infeksi aliran darah primer

63

Page 64: PEDOMAN PPIRS

Referensi

1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2001.

2. Depkes RI, Jakarta, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapai Emerging Infectious

Disease,2007.

3. Linda T. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber

daya terbatas. Terjemahan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004.

64

Page 65: PEDOMAN PPIRS

BAB VII

PENGELOLAAN SAMPAH

Pendahuluan

Sampah di rumah sakit terdiri dari sampah terkontaminasi (secara potensial sangat

berbahaya) dan samaph tidak terkontaminasi. Sekitar 85% sampah umum yang dihasilkan rumah

sakit dan klinik tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani. Sampah

yang tidak terkontaminasi dapat dibuang dengan metode biasa atau dikirim ke Dinas

Pembuangan Sampah setempat atau tempat pembuangan samaph umum. Sampah terkontaminasi

biasanya membawa mikroorganisme harus dikelila dengan benar karena mempunyai potensi

untuk menular kepada petugas yang menyentuh sampah tersebut termasuk masyarakat pada

umumnya. Yang btermasuk dalam sampah terkontaminasi adalah darah, nanah, urin, tinja,

jaringan tubuh lainnya dan bahan lain bukan dari tubuh seperti bekas pembalut luka, kasa, kapas

atau alat-alat yang dapat melukai seperti jarum, pisau yang dapat menularkan penyakit seperti

Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.

Sampah lain yang tidak membawa mikroorganisme tetapi tergolong berbahaya untuk

lingkungan adalah :

Bahan-bahan kimia atau farmasi

Sampah sitotoksik seperti obat-obat kemoterapi

Sampah mengandung logam berat

Wadah bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang yang berbahaya dan dapat meledak

apabila dibakar.

Pengelolaan dan Pembuangan Sampah

Maksud pengelolaan sampah adalah :

Melindungi petugas pembuangan samapah dari perlukaan

Melindungi penyebaran infeksi terhadap petugas kesehatan

Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya

Membuang bahan-bahan berbahaya dengan aman.

Pembuangan sampah terkontaminasi yang benar harus dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut :

Menuang cairan atau sampah basah ke sistim pembuangan kotoran tertutup.

Mengubur sampah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi.

Mengumpulkan dan memindahkan ke tempat pembuangan dalam wadah tertutup dan

antibocor.

Wadah yang digunakan adalah kantong-kantong plastik yang berwarna kuning untuk

sampah terkontaminasi dan kantong plastik warna hitam untuk sampah umum.

Benda-benda tajam dimasukkan dalam wadah tahan tembus dan wadah diletakkan pada

lokasi yang mudah dicapai oleh pemakai.

65

Page 66: PEDOMAN PPIRS

Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah terkontaminasi

diberi tanda khusus dan tidak boleh dipakai untuk keperluan lain.

Pembersihan wadah sampah dilakukan dengan menggunakan larutan desinfektan dan

dibilas teratur dengan air.

Petugas yang menangani sampah harus menggunakan alat perlindungan diri (APD)

seperti sarung tangan rumah tangga dan sepatu pelindung.

Setelah selesai menangani sampah dan melepaskan sarung tangan, petugas harus mencuci

tangan dengan benar.

Pembuangan Sampah Berbahaya

Pembuangan sampah berbahaya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Sisa bahan kimia, sampah bahan kimia dan sampah farmasi (obat dan bahan obat-obatan)

dikumpulkan dalam wadah khusus untuk bahan kimia selanjutnya diangkut oleh petugas

khusus bagian pembuangan dan pengolahan limbah.

Sampah sitotoksik tidak boleh dicampur dengan sampah farmasi lainnya tapi harus

diperlakukan seperti sampah terkontaminasi.

Sampah dengan bahan mengandung logam berat dibuang dengan cara enkapsulasi yaitu

sampah bahan logam berat dikumpulkan dalam wadah khusus dan bila sesudah ¾ penuh,

bahan seperti srmen, pasir atau bubuk plastik diamsukkan dalam wadah sampai penuh.

Sesudah bahan-bahan menjadi padat dan kering, wadah ditutup, dan dikuburkan.

Referensi

1. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Spesialistik, Pedoman

Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit, 2001.

2. Depkes RI, Jakarta, Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapai Emerging Infectious

Disease,2007.

3. Linda T. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber

daya terbatas. Terjemahan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004.

66

Page 67: PEDOMAN PPIRS

BAB VIIIPEMROSESAN ALAT DAN LINEN YANG AMAN

Pendahuluan

Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk mengurangi penularan penyakit

dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya adalah

dengan cara dekontaminasi, pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi.

Peralatan atau barang yang akan dipakai kembali harus didekontaminasi dengan merendam

selama 10 menit dalam desinfektan (larutan klorin 0.5%) terlebih dahulu terutama jika peralatan

dan barang tersebut akan dibersihkan dengan tangan. Setelah proses dekontaminasi, peralatan

dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan sabun dan air, kemudian

dibilas dan dikeringkan. Untuk peralatan bedah dan barang-barang yang bersentuhan dengan

darah atau jaringan steril di bawah kulit lainnya, maka harus dilakukan tindakan sterilisasi untuk

menghancurkan mikroorganisme termasuk endospora bakteri.

Setiap benda, baik peralatan metal yang kotor maupun sarung tangan, memerlukan

penanganan dan pemrosesan khusus agar :

Mengurangi risiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah atau cairan tubuh terhadap

petugas pembersih dan rumah tangga.

Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi untuk peralatan dan barang-barang yang dapat

digunakan ulang.

Pada linen kotor terdapat banyak mikroorganisme, tetapi hanya sedikit risiko terjadi

kontaminasi silang selama proses pencucian linen. Infeksi yang mungkin sering terjadi adalah

yang berhubungan dengan pekerja bila pekerja tidak mempergunakan alat perlindungan diri

sesuai ketentuan seperti menggunakan sarung tangan, apron plastik ataupun masker. UNtuk

mengurangi risiko terkontaminasi mikroorganisme dari linen kotor maka semua petugas

kesehatan harus melaksanakan pengendalian infeksi saat menangani linen kotor.

Proses Dekontaminasi

67

DEKONTAMINASIRendam dalam larutan Klorin 0.5%

Selama 10 menit

Keseluruhan dicuci dan dibilasPakai sarung tangan dan APD lainnya

STERILISASI DESINFEKSI TINGKAT TINGGI

Radiasi KimiawiRendam

10-24jam

Otoklaf15lbs/m2

121oC20’ bila tidak

dibungkus30’ dibungkus

DidihkanSemprot

uap tutup

20’

KimiawiRendam

20’

Panaskan 170oC

60’

DINGINKAN

Page 68: PEDOMAN PPIRS

Metode Sterilisasi

Klasifikasi

Peralatan

Contoh Peralatan Jenis Penanganan Contoh Jenis penanganan

Kritikal

Peralatan yang

menmbus

jaringan tubuh

atau sistim

vaskuler

Alat-alat bedah,

laparaskop,

arthroscope, catheter

jantung,implants,

jarum, alat gigi,

aksesori endoskopi

Sterilisasi

waktu sesuai

petunjuk produsen

alat.

Cairan High level

desinfectant

Untuk alat tahan panas :

Otoklaf

Untuk alat tidak tahan panas:

Ethylene oxide (ETO)gas,

Hydrogen peroxide, plasma

sterrad, glutaraldehyde 2%,

peracetic acid.

Semi kritikal

Kontak

langsung dengan

membrane

mukosa, cairan

tubuh atau kulit

yang rusak

Fleksibel endoskop,

alat untuk terapi

gangguan pernapasan

dan alat anestesi

Termometer rectal

atau oral

Cairan kimia High

level disinfectant

(dipaparkan ke lat

selama ≥20menit)

Cairan desinfektan

intermediate level

(dipaparkan kea lat

selama < 10 menit

Ethylene oxide (ETO)gas,

Hydrogen peroxide, plasma

sterrad, glutaraldehyde 2%,

peracetic acid, sodium hipoklorit.

Etil atau isopropyl alkohol (70-

90%)

Non Kritikal

Kontak

langsung dengan

kulit yang utuh

Stetoskop,

sendokmakan, lantai,

pispot, furniture,

kereta pengangkut,

meja operasi,

wastafel, dan lain-

lain

Cairan desinfektan

low level

(dipaparkan ke

lalat selama <10

menit)

Etil atau isopropyl alkohol (70-

90%).

Deterjen fenolik germisidal

deterjen (diencerkan sesuai label)

Sodium hipoklorit 5.52%

100ppm atau klorin sesuai

petunjuk pabrik.

Persiapan dan penggunaan desinfektan kimia untuk sterilisasi atau desinfeksi tingkat

tinggi (High Level Desinfectant/HLD)

68

Page 69: PEDOMAN PPIRS

Alat-Alat dan Perlengkapan Bedah

Alat Cara Desinfeksi

Tubing

anestesi

Menggunakan filter untuk cegah kontaminasi

Menggunakan tubing sirkuit yang habis pakai

Botol susu

bayi

Setelah digunakan, bilas segera dengan air mengalir, sikat botol dan

dotnya menggunakan deterjen dan air hangat lalu bilas dengan air

bersih. Yang harus diperhatikan adalah botol dan dotnya harus benar-

benar bebas dan bersih dari susu.

Masukkan botol dan dot ke dalam air mendidih selama 15 menit.

Setelah selesai, botol dan dot dikeringkan.

Alat Cara Desinfeksi

Catheter tertutupTidak dianjurkan menggunakan desinfektan ke dalam kantong kateter.Menggunakan tubing sirkuit yang habis pakai

Clippers Menggunakan mata pisau yang habis pakai.

Sitotoskop Lihat PROTAP sesuai petunjuk produsen

Endoskopi Lihat PROTAP sesuai petunjuk produsen

Inkubator bayiCuci menggunakan deterjen dan keringkanHumidifier harus dalam keadaan kering. Bila perlu dapat diberikan larutan asam asetat 2% atau air untuk irigasi.

Urinal Selalu dibersihkan segera setelah selesai dipergunakan secara manual maupun dengan menggunakan pan sanitizer.

Alat-alat dari logam

Semua kotoran dihilangkan dengan menggunakan deterjen enzimatik dan dikeringkan dengan menggunakan linen bersih dan kirim ke CSSD.

Nebulizer Menggunakankorugator dan masker habis pakai (satu

69

Page 70: PEDOMAN PPIRS

korugator/pasien).Mangkok obat dikosongkan dan dikeringkan setelah dipergunakan.

Tubing respirator

Menggunakan tubing ventilator habis pakaiBila menggunakan tubing re-use dan dilakukan sterilisasi dengan cara mencuci dengan deterjen dan dikeringkan menggunakan drying cabinet dan disteril dengan menggunakan sterrad (plasma).

Alat cukurMenggunakan alat cukur habis pakai. Bila alat cukur elektrik, maka mata pisau dapat diganti dan setelah digunakan harus dibersihkan dan dilap denga alkohol 70% dan disimpan dalam keadaan kering.

Botol suction Dibersihkan di pan sanitiser menggunakan sikat kawat dari logam.

Suction bungs Cuci dalam air sabun hangat dan bilas dengan air bersih setiap habis dipergunakan.

Termometer kaca Harus dibersihkan menggunakan air sabun dan dikeringkan

Kereta

pengangkut

Dibersihkan dengan mengelap menggunakan lap basah dan dicuci dengan deterjen bila terlihat kotor.

Sirkuit ventilator Sirkuit harus disterilisasi dan frekuensi penggantiannya tidak boleh lebih dari 48 jam. Humidifier ditempatkan kembali di posisi semula.

Penanganan Linen

Definisi linen adalah bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas perawatan

kesehatan. Sedang linen kotor adalah linen dari berbagai sumber di rumah sakit yang

dikumpulkan dan dibawa ke laundry untuk diproses. Kewaspadaan baku (Standarad Precaution)

harus diterapkan saat bekerja menangani linen kotor. Penanganan linen terdiri dari beberapa

tahapan sebagai berikut :

A. Mengganti linen di kamar pasien

1. Menggunakan sarung tangan saat menangani linen kotor dan linen yang terkontaminasi

darah atau cairan tubuh pasien.

2. Saat mengganti linen tempat tidur pasien harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak

diperkenankan membuat penyebaran secara aerosol.

3. Memasukkan linen kotor ke dalam kantong terpal yang tidak tembus air dan dicatat

jumlah dan jenisnya.

4. Benda yang bukan linen (sarung tangan, tissue, underpad , dan lain-lain) tidak

diperkenankan dimasukkan ke dalam kantong linen kotor.

B. Pengumpulan linen kotor

1. Linen kotor dikumpulkan dalam kantong terpal yang tidak tembus air dan dapat dipakai

ulang setelah sebelumnya dicuci minimal 1x/hari.

2. Bila kantong terpal linen kotor berlubang atau bagian luarnya terkontaminasi darah atau

cairan tubuh, maka harus dilapis dengan kantong plastik lainnya.

3. Petugas pada ruang rawat inap harus meletakkan kereta pengangkut linen di ruang dirty

utility dan harus dibawa ke dekat kamar pasien saat mengganti linen kotor, tetapi kereta

pengangkut tidak diperkenankan masuk kamar karena keterbatasan ruang.

4. Petugas ruang rawat jalan harus meletakkan kereta pengangkut linen di dekat ruang

pemeriksaan atau ruang tindakan.

70

Page 71: PEDOMAN PPIRS

5. Saat mengirimkan linen kotor ke Laundry (pihak outsourcing), isi kantong linen kotor

tidak melebihi kapasitas. Hal ini unuk mencegah kecelakaan paparan terhadap petugas

saat mengambil linen kotor dari kantong penampungnya.

6. Kereta pengangkut linen kotor harus dalam keadaan tertutup dan bersih saat transportasi

ke daerah tempat penampungan linen kotor rumah sakit.

7. Kereta pengangkut untuk linen kotor harus mempunyai bentuk atau warna yang berbeda

dengan kereta pengangkut linen bersih.

8. Kantong linen kotor tidak diperkenankan untuk dibuka kembali di ruang rawat inap atau

jalan dengan alasan untuk menghitung jumlah linen atau menyortir linen, mencari barang

yang hilang ataupun maksud lainnya.

C. Proses Serah Terima linen kotor dengan pihak Outsourcing

1. Pakaian karyawan yang telah terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien atau bahan

infeksius lainnya tidak diperkenankan dicuci di rumah dan harus dicuci sesuai ketentuan

rumah sakit tentang linen kotor.

2. Saat melakukan serahterima linen kotor antara petugas linen rumah sakit dengan petugas

dari pihak outsourcing, semua yang bertugas harus menggunakan alat perlindungan diri

lengkap seperti sarung tangan, apron plastik dan masker.

3. Petugas linen bersama-sama dengan petugas dari pihak outsourcing melakukan

penghitungan linen bersama di ruangan khusus secara hati-hati dengan memperhatikan

upaya pencegahan penyebaran mikroorganisme melalui udara.

D. Menyimpan, membawa dan mendistribusikan linen bersih.

1. Linen bersih disimpan pada area penyimpanan tertutup yang bersih dengan kelembaban

yang dapat dimonitor dengan baik.

2. Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi selama dibawa untuk mencegah kontaminasi.

3. Tidak diperkenankan membawa linen bersih dengan kereta pengangkut yang terbuka atau

dengan dijinjing sehingga bersentuhan dengan pakaian pembawa.

Peralatan Perlindungan Diri yang harus digunakan saat pengolahan linen

Jenis APD Waktu Penggunaan

Sarung tangan rumah tangga dan sepatu yang

tertutup yang dapat melindungi kaki dari

kejatuhan benda tajam, terpecik darah,cairan

tubuh lainnya.

Apron plastik atau kacamata pelindung

Mengumpulkan dan menangani linen kotor

Memilih linen kotor.

Referensi

71

Page 72: PEDOMAN PPIRS

CDC-MMWR, Recommendations and Reports : Appendix C Methods for sterilizing dan

disinfecting patient-care items and environmental surfaces, 19 Desember, 2003, Washington

DC.

Rutala AW, Weber DJ, HICPAC. CDC. Guideline for disinfection dan sterilization in health

care facilities, 2008.

Ayliffe et al. Hospital acquired Infection.3rd edition. 2001. London.

Linda T et al. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan

sumber daya terbatas. Terjemahan. 1st edition. 2004. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Jakarta.

BAB IX

KEBERSIHAN RUANG PERAWATAN

Pembersihan ruang perawatan dilakukan secara seksama dan rutin setiap hari dan pada

akhir perawatan. Selain dilakukan pembersihan juga dilakukan desinfeksi peralatan tempat tidur

dan permukaan seperti dorongan tempat tidur, meja di samping tempat tidur, kereta dorong,

lemari baju, tombol pintu, keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV dan remote control.

Pembersihan permukaan lingkungan dilakukan dengan deterjen yang netral dilanjutkan dengan

larutan disinfektan seperti sodium hipoklorit 1%, bubuk pemutih, atau alkohol 70%.

Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam

wadah atau kantong yang sesuai :

72

Page 73: PEDOMAN PPIRS

Sampah infeksius menggunakan kantong sampah warna kuning. Semua sampah dari ruangan

yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara harus ditangani sebagai sampah

infeksius atau terkontaminasi.

Sampah non infeksius/tidak menular menggunakan kantong plastik warna hitam.

Sampah benda tajam atau jarum suntik ditaruh dalam wadah tahan tusukan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kebersihan ruang perawatan adalah :

Kantong sampah yang telah terisi ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak

boleh dibuka kembali.

Petugas yang bertanggung jawab untuk pembuangan sampah dari bangsal/area isolasi harus

menggunakan APD lengkap ketika menbuang sampah.

Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan ditangani serta

dibuang sesuai ketentuan sebagai sampah terkontaminasi (sampah infeksi) dan sampah non

infeksi.

Limbah cair seperti urin atau feses langsung dibuang ke sistim pembuangan kotoran yang

tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.

Standar Pembersihan ruangan rawat

1. Petugas outsourcing yang melakukan cleaning-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan

sudah dilatih tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.

2. Proses pembersihan dilakuan sebelum proses desinfeksi ruangan.

3. Pembersihan dilakukan dari arah yang kurang kotor ke area yang lebih kotor.

4. Metode pembersihan dengan menggunakan vakum, mesin scrub basah, dan kain lap basah.

5. Peralatan cleaning harus disediakan dalam jumalh yang sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Pedoman Cleaning Lingkungan

Benda atau Area Jadwal

Tumpahan darah atau cairan tubuh Bersihkan sesegera mungkin dengan cairan

desinfektan.

Dinding, jendela, pintu termasuk pegangan

pintu

Bersihkan dengan lap basah, deterjen dan air

setiap hari.

Atap Bersihkan dengan lap basah, deterjen dan air

sekurang-kurangnya Bersihkan dengan lap

basah, deterjen dan air Bersihkan dengan lap

basah, deterjen dan air satu minggu sekali

Kursi, lampu, meja pasien, tempat tidur,

pinggiran tempat tidur, alat monitor, tiang

insfus, meja perawat.

Bersihkan dengan lap basah, deterjen dan air

setiap hari.

Lantai Bersihkan dengan mop basah, deterjen dan air

minimal 2x sehari serta air yang dipergunakan

untuk mengepel harus sering diganti. Tidak

perlu menggunakan desinfektan kecuali

73

Page 74: PEDOMAN PPIRS

tempat-tempat yang kotor.

Wastafel dan empat cuci Bersihkan dengan sikat atau alat khusus dan

cairan pembersihdesinfektan kemudian bilas

dengan air bersih minimal 2x sehari.

Stetoskop dan tensimeter Bersihkan dengan lap basah, deterjen dan air

setipa hari. Pembersihan dilakuan oleh

perawat.

Pispot dan urinal

Benda atau Area

Bersihkan langsung setelah pemakaian dengan

steam sanitizer.

Jadwal

Kereta pengangkut (ganti verban, EKG,linen,

dll)

Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan

klorin 0.5% atau tissue alkohol habis pakai

setelah satu kali pemakaian.

Cuci dengan deterjen sewaktu-waktu jika

tampak kotor.

Komode Bersihkan dengan lap basah yang direndam

dengan larutan klorin 0.5% atau dengan lap

alkohol 70% sebelum dan sesudah digunakan.

Matras

Bantal

Dilap dengan kain yang telah dilembabkan

dengan larutan deterjen. Untuk bantal jika

tampak kotor dapat dicuci di laundry.

Tirai gorden Ganti dan cuci tirai sesuai jadwal atau jika

tampak kotor atau terpercik cairan tubuh.

Rel gorden Menggunakan lap bersih lembab.

Kamar mandi Dibersihkan minimal 2x sehari atau sesering

mungkin dengan pel dan sikat khusus.

Dengan menggunakan larutan pembersih

desinfektan.

Kain pel Kin pel yang digunakan harus dapat yang

dilepaskan tangkainya dan dikirim ke laundry

untuk dibersihkan. Dan disimpan ditempat

yang mempunyai sistim ventilasi yang baik.

Dapur Bersihkan dengan deterjen dan air minimal 2x

sehari serta air yang dipergunakan untuk

mengepel harus sering diganti.

Kamar pasien Bersihkan setiap hari 2x sehari dan sewaktu

pasien pulang. Minimal 30 menit setelah

dibersihkan, kamar baru dapat ditempati

kembali oleh pasien.

74

Page 75: PEDOMAN PPIRS

Benda atau Area Jadwal

Kamar tindakan Membersihkan denganlarutan pembersih

desinfektan setiap permukaan benda-benda dan

alat-alat setiap selesai prosedur tindakan.

Kamar periksa Membersihkan denganlarutan pembersih

desinfektan setiap permukaan benda-benda dan

alat-alat setiap selesai prosedur tindakan.

Kamar isolasi Membersihkan semua perlengkapan dan

peralatan yang ada di ruang isolasi sesuai

dengan jenis benda yang akan dibersihkan.

Laboratorium Membersihkan meja atau konter periksa denga

larutan pembersih desinfektan.

Referensi

CDC-MMWR, Recommendations and Reports : Appendix C Methods for sterilizing dan

disinfecting patient-care items and environmental surfaces, 19 Desember, 2003, Washington

DC.

CDC. Guidelines for environmental infection control in health care facilities. 2003. Atlanta:

US Departement of Health and Human Services

Linda T. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber

daya terbatas. Terjemahan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004.

BAB X

PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN

Petugas kesehatan yang merawat pasien penyakit menular melalui udara harus mendapatkan

pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran. Tindakan pencegahan dan pengendalian

infeksi yang sesuai dan protokol bila terpajan. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan

pasien harus diberikan penjelasan umum mengenai penyakit tersebut

Profilaksis anti virus dan vaksin flu

Petugas kesehatan yang kemungkinan kontak dengan pasien penyakit menular melalui udar atau

lingkungan yang terkontaminasi oleh virus, perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

75

Page 76: PEDOMAN PPIRS

● Mendapat vaksinasi dengan vaksin flu musiman ynag dianjurkan WHO sesegera

mungkin. Kadar anti bodi yang bersifat protektif biasanya dapat terdeteksi antara 2 dan 4

minggu setelah vaksinasi dengan vaksin flu inter-pendemic. Vaksin ini tidak akan memberi

perlindungan terhadap influenza A seperti flu burung ( H5N1 ), tetapi vaksin tersebut dapat

mencegah infeksi oleh flu manusia bila terjadi infeksi flu burung. Vaksin ini akan meminimalkan

kemungkinan munculnya bermacam-macam flu pada suat waktu

● Jika kontak terjadi, perlu pengawasan terhadap suhu tubuh dua kali sehari. Bila ada

demam, petugas kesehatan harus dibebaskan dari tugas merawat pasien dan menjalanin uji

diagnosis. Jika alternatif penyebab tidak teridentifikasi, petugas kesehatan harus diberi

pengobatan anti virus misalnya oseltamivir dosis 75-150 mg setiap hari, selama-lamanya 7 hari

dimulai sesegera mungkin setelah kontak. Dengan luasnya pemakaian oseltamivir, rekomendasi

untuk regimennya mungkin akan ditinjau kembali di masa mendatang. Saat ini beberapa ahli

sudah merekomendasikan dosis yang lebih tinggi ( 150 mg ) dengan waktu yang lebih panjang.

Percobaan klinis juga telah menunjukkan bahwa relenza mungkin akan menjadi profilaksis yang

efektif, meskipun saat ini relenza belum direkomendasikan oleh FDA ( Food and Drug agency )

Menjaga Diri

Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara harus menjaga

fungsi saluran pernafasan ( tidak merokok, minuman dingin ) dengan baik dan menjaga

kebersihan tangan setiap saat dan :

● Memeriksa suhu du akali sehari dan mewaspadai terhadap munculnya gejala pernafasan

terutama batuk

● Memiliki catatan pribadi mengenai kontak yang dialami. Catatan tidak boleh dibawa ke

dalam area isolasi

● Bila timbul demam, segera batasi interaksi dan isolasi diri dari area umum. Segera lapor

ke Kepala Ruangan/ Penanggung jawab shift, Tim Pencegahan dan pengendalian Infeksi dan tIm

K3 rumah sakit Islam siti rahmah mengenai adanya kemungkinan terinfeksi penyakit menular

yang sedang ditangani.

Petunjuk Pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan yang kontak dengan kasus penyakit

menular

Kemungkinan bahwa petugas kesehatan tertular penyakit menular setelah merawat pasien tetap

ada. Meskipun transmisi virus tertentu sperti flu burung dari manusia ke manusia belum dapat

dibuktikan, satu kasus penularan pada petugas kesehatan tampaknya telah terjadi setelah

berhubungan dekat dengan pasien-pasien yang memiliki gejala ( demam, gangguan pernafasan ).

Saat itu belum dilakukan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi

76