Post on 03-Feb-2016
description
BAB I
SIFAT-SIFAT FISIS AIR TAWAR
Air laut adalah air tawar yang mengandung 3,5% garam-garam. Oleh karena
itu sebelum kita membahas sifat-sifat fisis dan kimiawi air laut perlu terlebih
dahulu diketahui sifat-sifat fisis air tawar.
Molekul air tawar terdiri dari dua atom H+ dan satu atom O=. Struktur molekul
air tawar (H2O) unik, dimana sudut antara atom H+ dan atom O= adalah 105o.
(Gambar 1.1)
Gambar 1.1. Struktur molekul air tawar (H2O)
Karena struktur molekul H2O demikian, maka molekul air bersifat bipolar
(mempunyai dua kutub). Atom H+ dan O= diikat oleh suatu ikatan kimia yang
disebut ikatan kovalen (covalent bond). Ikatan kovalen ini terbentuk dengan
cara saling berbagi elektron antara atom H+ dan atom O=. Tiap atom H+
berbagi (share) elektron tunggalnya dengan atom O=, dan atom O= berbagi
satu elektronnya dengan tiap atom H+.
1
Mekanisme terbentuknya ikatan kovalen suatu molekul adalah sebagai
berikut. Sifat kimia suatu atom ditentukan oleh elektronnya dan setiap atom
menginginkan suatu konvigurasi elektron yang simetris seperti yang dimiliki
oleh gas-gas mulia. Konvigurasi elektron yang simetris adalah sedemikian
sehingga kulit (shell) pertama mempunyai 2 elektron, kulit kedua mempunyai
8 elektron (total 10 elektron), kulit ketiga mempunyai 8 elektron (total 18
elektron) dan seterusnya.
Konvigurasi elektron yang simetri dari gas-gas mulia He (jumlah elektron 2),
Ne (jumlah elektron 10) dan Ar (jumlah elektron 18) diperlihatkan oleh gambar
1.2.
Gambar 1.2. Konvigurasi elektron dari He, Ne dan Ar.
Atom hidrogen (H) hanya mempunyai satu elektron. Ia membutuhkan satu
elektron agar dapat mempunyai konfigurasi seperti atom Helium (He). Oleh
karena itu ia cenderung untuk bergabung dengan atom-atom lainnya dengan
cara berbagi (share) elektron yang dimilikinya. Ia dapat bergabung dengan
atom H yang lain membentuk molekul H2.
Atom oksigen mempunyai 8 elektron. Ia membutuhkan 2 elektron agar dapat
mempunyai konvigurasi elektron gas Neon (Ne). Dua elektron ini dapat
diberikan oleh dua atom hidrogen. Jadi atom oksigen akan mengalami
konvigurasi elektron atom Ne dengan bergabung dengan dua atom H
membentuk molekul air. Kedua atom H yang membentuk molekul air juga
mengalami konvigurasi elektron atom He.
2
Pembentukan molekul air dengan cara berbagi elektron antara atom O dan
atom H diilustrasikan oleh gambar berikut.
Hal yang sama berlaku dalam pembentukan Methan (CH4) dan Amonia (NH3).
Atom Carbon mempunyai 6 elektron. Ia butuh 4 elektron agar mempunyai
konvigurasi elektron atom Ne. 4 elektron ini diberikan oleh 4 atom H.
Atom Nitrogen mempunyai 7 elektron, kurang 3 elektron yang dapat diberikan
oleh 3 atom H.
O + 2 HO
(H2O)HO
O
HO
HO
HO
C + 4 HO
C
HO
HO
3
(CH4)
Karena sifat alami air adalah bipolar, maka molekul air akan menarik molekul
air yang lain membentuk suatu ikatan yang disebut ikatan hidrogen (hydrogen
bond); lihat gambar 1.3 ikatan hidrogen antar molekul air merupakan ikatan
yang sangat kuat. Diperlukan energi panas yang besar untuk mempercepat
gerakan molekul air dan menaikkan suhunya.
Gambar 1.3. Ikatan Hidrogen pada molekul air
Ikatan hidrogen yang kuat ini membuat air mempunyai kapasitas panas yang
tinggi dibandingkan zat yang lain. Kapasitas panas air = 1 Cal/g/oC
Contoh kapasitas panas dari beberapa zat diperlihatkan pada Tabel 1.1
HO
N + 3 HO
N
HO
HO
(NH3)
4
Tabel 1.1. Kapasitas panas beragam zat
Zat (Materi) Cal/g/oC
Aceton
Alumunium
Amonia
Tembaga
Alkohol
Timah
Air raksa
Perak
Air
0,51
0,22
0,13
0,09
0,23
0,03
0,03
0,06
1,0
Kapasitas panas yang tinggi ini cenderung membuat air menolak perubahan
suhu bila panas ditambahkan atau diambil (dikurangkan).
Apa konsekuensi dari kapasitas panas air yang tinggi?
Range (kisaran) suhu air laut jauh lebih kecil daripada range suhu udara.
Contoh:
Range suhu air laut:
-2 oC s/d 30 oC : -2 oC di Antartika
Range suhu udara:
-50 oC s/d 50 oC : -50 oC di Antartika dan 50 oC di gurun pasir
Dalam satu hari perubahan suhu air laut jauh lebih kecil daripada perubahan
suhu udara atau daratan didekatnya.
5
Kapasitas panas air yang tinggi berperan dalam pembentukan angin darat
dan angin laut serta angin musim (monsun). Pada siang hari tekanan udara di
atas laut lebih tinggi daripada tekanan udara di atas daratan, sehingga timbul
angin laut yang mengalir dari laut ke darat atau mengalir dari tekanan tinggi
ke tekanan yang lebih rendah. Prosesnya diawali dari kapasitas panas air
yang lebih tinggi daripada kapasitas panas daratan yang membuat daratan
lebih cepat panas daripada laut. Konsekuensinya tekanan udara di atas
daratan lebih rendah daripada tekanan udara di atas laut. Sebaliknya pada
malam hari daratan lebih cepat melepaskan panas daripada laut sehingga
tekanan udara di atas daratan lebih tinggi daripada tekanan udara di atas laut.
Akibatnya berhembus angin dari darat ke laut (angin darat).
Analogi yang sama berlaku pada pembentukan angin musim. Pada saat
matahari berada di selatan khatulistiwa atau musim dingin di benua Asia
(Desember – Februari) tekanan udara diatas benua Asia lebih tinggi daripada
tekanan udara diatas lautan Hindia dan perairan Indonesia serta tekanan
udara diatas benua Australia. Akibatnya bertiup angin musim (Monsun barat
daya) dari benua Asia melewati Indonesia menuju benua Australia. Pada saat
matahari berada di utara khatulistiwa atau musim panas di benua Asia (Juni –
Agustus) tekanan udara di atas benua Asia lebih rendah daripada tekanan
udara di atas lautan Hindia dan perairan Indonesia serta tekanan udara di
atas benua Australia. Akibatnya bertiup angin musim (Monsun Tenggara) dari
benua Australia melewati Indonesia menuju benua Asia. Karena kapasitas
panas air yang tinggi, maka perubahan suhu laut atau danau berlangsung
secara perlahan dan membuat suhu permukaan bumi stabil.
Ikatan hidrogen juga membuat air cenderung berkelompok atau terikat satu
dengan yang lain dan sifat ini disebut sifat kohesif. Sifat kohesif ini membuat
air mempunyai tegangan permukaan yang tinggi.
Contoh : tetes air pada permukaan kaca akan membentuk lengkungan.
Kandungan garam memperbesar tegangan permukaan air. Ini akan
mempermudah terbentuknya ripples yang membantu terbentuknya
gelombang laut.
6
Disamping bersifat kohesif, air juga bersifat adhesif. Adhesif adalah
kecenderungan air untuk melekat pada material lain atau membasahi material
lain. Kombinasi sifat kohesif dan adhesif ini akan menimbulkan efek kapiler.
Contoh efek kapiler:
- air yang naik di dalam pipet
- air yang merembes dari ujung handuk yang dicelupkan ke dalam air.
Air mempunyai viskositas yang rendah. Oli mempunyai viskositas yang jauh
lebih besar daripada air. Viskositas adalah resistensi terhadap suatu gerakan
atau gesekan internal. Viskositas bergantung pada suhu. Penurunan suhu
akan memperbesar viskositas.
DENSITAS AIR
Densitas rapat jenis; dilambangkan dengan
= m/v [gr/cm3 ; gr/ml ; kg/m3]
Pengaruh suhu pada densitas air tawar?
Anomali sifat air:
Tidak seperti air laut, penurunan suhu air tawar tidak membuat densitasnya
bertambah secara kontinu. Air mencapai max pada suhu 3,98°C 4 oC.
Densitas akan berkurang bila suhu dinaikkan di atas atau diturunkan dibawah
4°C. Keadaan ini disebut anomali air.
Penurunan suhu, dibawah 20°C misalnya, mula-mula akan memperbesar
densitas air, tetapi penambahan densitas ini tidak berlangsung secara
kontinu. Air akan mencapai densitas maksimum pada suhu 4°C. Penurunan
suhu di bawah suhu 4 oC malah memperkecil densitas (gambar 1.4).
7
Gambar 1.4. Sifat Anomali pada air tawar
Kenapa pengurangan suhu di bawah 4oC memperkecil harga densitas air?
Dibawah suhu 4°C molekul air saling berdekatan dan bergerak sangat lambat
sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen yang terdiri dari 6 molekul
(heksagonal). Pada suhu 0oC terbentuk kristal es dengan struktur yang
diperlihatkan pada gambar 1.5.
8
Gambar 1.5. Struktur kristal es (satu lapis)
Struktur kristal es mempunyai banyak rongga, sehingga densitas air dalam
bentuk padat (es) lebih kecil daripada densitas air dalam bentuk cair.
Air dalam bentuk padat mengambil ruang lebih banyak daripada air dalam
bentuk cair. Sehingga sedikit molekul air yang yang ada dalam 1 cm3.
Kenapa air dalam bentuk padat mengambil ruang lebih besar daripada air
dalam bentuk cair ?
Pada pembentukan kristal es, sudut antara atom H+ dan O= bertambah dari
105º menjadi sedikit lebih dari 109º. Suatu ruang yg di dapat di isi 27 molekul
air dalam kondisi cair, hanya dapat di isi oleh 24 molekul air dalam kondisi
padat. Jadi untuk memuat jumlah molekul air yang sama diperlukan ruang
yang lebih besar. Ada pengembangan volume sekitar 9%. Kondisi ini
mengakibatkan densitas es lebih kecil daripada densitas air.
9
Proses ekspansi dan kontraksi air akibat perubahan suhu diperlihatkan pada
gambar 1.6.
Ekspansi : berkurang
Kontraksi : bertambah
Gambar 1.6 Pengembangan dan pemadatan massa air
Gambar 1.7. Winter overturning di danau air tawar
Apa konsekuensi anomali sifat air ?
Di danau air tawar di daerah yang mengalami musim dingin dapat terbentuk
sirkulasi secara vertikal yang disebut Winter Overturning.
Pada saat musim dingin, karena pendinginan yang tidak merata, sebagian
permukaan danau dapat lebih dingin dari bagian yang lain. Bila, bagian dari
permukaan danau tersebut suhunya turun mencapai 4°C, maka pada saat itu
densitasnya mencapai maksimum. Karena densitasnya maksimum (berat),
maka massa air dipermukaan akan turun ke lapisan dalam dan mendorong
massa air yang ringan ke permukaan membentuk sirkulasi air secara vertikal.
Proses ini akan membuat massa air yang berat selalu berada di lapisan
dalam. Fenomena ini dinamakan winter over turning (Gambar 1.7). Karena
10
4oC10oC
0oC
ekspansi ekspansi
kontraksi kontraksi
4 oC
Danau air tawar
massa air yang berat selalu berada di lapisan dalam maka suhu danau air
tawar dilapisan dalam tidak dapat lebih rendah dari 4°C.
EFEK PENAMBAHAN GARAM
Efek dari penambahaan garam, yaitu:
1. Densitas air bertambah; air tawar
berada di atas air laut.
2. Titik bekunya berkurang/menurun
(lebih kecil daripada 0°C) atau bisa mencapai -2°C di Kutub Selatan (lihat
gambar 1.8).
3. Suhu densitas air maksimum
berkurang (lebih kecil daripada 4°C)
4. Kapasitas panas air berkurang 4 %.
Untuk menaikkan suhu 1 gr air laut di sekitar 1º C hanya diperlukan 0,96
cal.
5. Garam-garam yang larut
mengganggu jaringan kerja (network) dari ikatan hidrogen di dalam air
yang mengakibatkan titik beku air laut lebih kecil dari titik beku air murni ( <
0ºC ).
Mis: air laut dengan S = 35 %o mempunyai titik beku –1,91ºC
6. Garam-garam yang larut di dalam air
laut cenderung menarik molekul air sehingga air laut lebih lambat
menguap daripada air tawar.
7. Tekanan Osmosis bertambah
dengan bertambahnya Salinitas.
Catatan: Tek. Osmosis adalah tekanan yang dilakukan pada membran
biologis biota laut bila salinitas lingkungan berbeda dari salinitas di dalam
11
sel biota laut. Tekanan Osmosis merupakan faktor kunci dalam transmisi
air ke dalam atau keluar sel
Sifat keempat sampai dengan ketujuh bervariasi dengan salinitas. Sifat-sifat
ini disebut Sifat Koligatif ( Colligative Properties ).
Gambar 1.8. Efek penambahan garam pada titik beku air
DAYA LARUT
Air merupakan pelarut yang sangat baik. Zat padat, zat cair maupun gas
dapat larut dalam air. Air disebut juga sebagai pelarut universal. Sifat pelarut
yang baik ini bersumber dari sifat molekul air yang bipolar, sehingga ia mudah
melepaskaan ikatan ionik dari garam-garam yang larut di dalam air. Bila NaCl
larut didalam air, polaritas dari air akan mengurangi daya tarik elektrostatik
(ikatan ionik) diantara ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-) yang
mengakibatkan ion Na+ terpisah dari ion Cl-
NaCl Na+ + Cl-
Bagaimana cara molekul air memisahkan NaCl menjadi Na+ dan Cl-?
12
Ion Na+ akan dikelilingi oleh kutub negatif dari molekul air dan ion Cl- akan
dikelilingi oleh kutub positif dari molekul air. Deskripsinya adalah sebagai
berikut: (gambar 1.9)
H+ H+
13
Na+
O=
O= O=
O=
O= O=
H+
H+
H+H+
H+
H+
H+
H+ H+ H+
H+ H+
H+
H+
H+
H+ H+
O=O=
O= O=
Cl-
H+
H+ H+
H+
H+
Cl- H+
H+
H+
Gambar 1.9. Struktur ikatan molekul air dan garam
RINGKASAN DARI SIFAT-SIFAT AIR
Ringkasan dari pembahasan tentang sifat-sifat air tawar diberikan pada
Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Beberapa Sifat Air
Sifat Dibandingkan dengan Zat Lain
Tegangan permukaan Paling tinggi dari semua zat cair pada umumnya.
Penghantaran panas Paling tinggi dari semua zat cair pada umumnya, kecuali air raksa.
Viskositas Relatif rendah untuk suatu zat cair (menurun dengan meningkatnya suhu).
Panas laten penguapan:
Jumlah pertambahan atau kehilangan panas per satuan massa oleh perubahan zat dari fase cair ke gas atau gas ke cair tanpa disertai kenaikan suhu (cal/g).
Paling tinggi dari semua zat pada umumnya.
Panas laten peleburan:
Jumlah pertambahan atau kehilangan panas per satuan massa oleh perubahan zat dari fase padat ke cair atau cair ke padat tanpa disertai kenaikan suhu (cal/g).
Paling tinggi dari semua zat cair pada umumnya dan sebagian besar zat padat.
Kapasitas panas:
Jumlah kebutuhan panas untuk menaikkan suhu 1 g zat 1 oC (cal/g/oC)
Paling tinggi dari semua zat padat dan zat cair pada umumnya.
Kerapatan:
Massa per satuan volume (g/cm3 atau g/ml).
Berat jenis ditentukan oleh (1) suhu, (2) salinitas, (3) tekanan.
Berat jenis maksimum air murni adalah pada suhu 4 oC. Untuk air laut, titik beku menurun dengan meningkatnya salinitas.
14
Kamampuan melarutkan Malarutkan banyak zat dalam jumlah lebih besar daripada zat cair lain pada umumnya.
Menurut Ingmanson dan Wallace, 1973.
BAB II
SIFAT-SIFAT FISIS DAN KIMIAWI AIR LAUT
Ada dua parameter utama yang digunakan oleh ahli oseanografi untuk
mempelajari sifat-sifat fisis dan kimiawi air laut, yaitu: Suhu dan Salinitas
(kandungan garam). Dari distribusi suhu dan salinitas air laut ahli oseanografi
dapat mengidentifikasi massa air laut dan mempelajari gerakan air laut. Suhu
dan salinitas air laut sangat menentukan densitas air laut disamping tekanan
(kedalaman). Dalam setiap penelitian laut, suhu dan salinitas di samping
kedalaman selalu di ukur.
Para ahli oseanografi berkepentingan untuk mengetahui distribusi spasial
(horizontal, vertikal) dan temporal (harian, musim, tahunan) dari sifat-sifat fisis
dan kimiawi air laut.
Suhu Air Laut
Air laut bila ditinjau dari distribusi sifat-sifat fisis atau kimiawinya, secara
umum adalah berlapis (stratified). Distribusi sifat-sifat fisis maupun kimiawi air
laut umumnya zonal, dalam arti tidak banyak perubahan dalam sifat-sifat air
pada arah barat-timur. Kalau kita perhatikan peta distribusi suhu secara
horizontal, kita akan melihat isotherm membentang secara zonal. Distribusi
suhu secara zonal jauh lebih kecil daripada distribusi suhu dalam arah
meridional (utara-selatan) dapat dilihat pada gambar 2.1.
15
Gambar 2.1. Distribusi suhu
Di samping itu distribusi suhu secara vertikal jauh lebih besar daripada
distribusi horizontal.
Contoh :
Di daerah ekuator suhu permukaan 28oC sementara pada kedalaman 1 km
suhu berkurang menjadi 5oC. Secara horizontal, perubahan suhu yang setara
dengan perubahan vertikal memerlukan jarak 5000 km ke arah utara atau
selatan ekuator. Gradien suhu vertikal ~ 5000 kali gradien suhu horizontal.
Suhu permukaan laut terbuka berkisar antara –2ºC sampai dengan 29ºC.
Variasi suhu harian (diurnal variation) di laut terbuka (open ocean) adalah
kecil (jarang yang melebihi 0,3ºC). Perubahan harian yang besar (2ºC sampai
dengan 3ºC) terjadi di perairan dangkal atau perairan terlindung atau semi
tertutup. Variasi tahunan di permukaan naik dari 2ºC di daerah ekuator ke 8ºC
di lintang 40º dan berkurang ke arah kutub (karena panas diperlukan dalam
proses pencarian atau pembekuan dimana es laut (sea-ice) terjadi. Variasi
tahunan yang besar (10 – 15oC) dapat terjadi di perairan-perairan yang
terlindung. Perubahan harian dari suhu cukup besar sampai ke kedalaman
beberapa meter. Perubahan musiman cukup besar sampai ke kedalaman 100
– 300 meter. Pada kedalaman yang besar, perubahan yang terjadi dalam
perioda tahunan atau abad. Suhu maksimum terjadi pada bulan
Agustus/September (musim panas) dan suhu minimum terjadi pada bulan
Februari/Maret (musim dingin). Di bawah permukaan terjadinya suhu
16
maksimum atau minimum terlambat sekitar 2 bulan dibandingkan waktu
terjadinya di permukaan.
Distribusi Vertikal dari Suhu Air Laut
Secara vertikal, laut dapat dibagi dalam 3 lapis, yaitu:
1. Lapisan homogen atau lapisan tercampur sempurna yang dikenal
dengan nama mixed layer.
2. Lapisan dimana terjadi pengurangan suhu yang cepat secara vertikal
yang dikenal sebagai lapisan termoklin (thermocline).
3. Lapisan dimana suhu berkurang secara perlahan dengan kedalaman.
Lapisan ini di sebut lapisan dalam (deep layer).
Distribusi suhu secara vertikal diperlihatkan oleh Gambar 2.2 :
Gambar 2.2. Profil vertikal suhu air laut
Mixed layer di daerah ekuator lebih tipis dibanding di lintang menengah,
mengapa ?
Mixed layer merupakan lapisan yang tercampur sempurna (well mixed) oleh
pengaruh angin dan gelombang yang menimbulkan turbulensi yang dapat
mengaduk lapisan atas dari air laut. Tebal dari lapisan mixed layer ini sangat
tergantung pada kekuatan angin. Di lintang menengah, terutama pada musim
dingin, kekuatan angin jauh lebih besar daripada di daerah ekuator.
17
ToC
50-200 m
1000-1500 m
Z (m) Termoklin layer
Deep layer
Mixed layer
20100
Terdapat 4 musim di lintang menengah yang mengakibatkan perbedaan
tekanan udara sangat besar sehingga terjadi angin yang besar pula.
Sedangkan terdapat 2 musim di daerah ekuator yang menyebabkan
perbedaan tekanan udara tidak begitu besar sehingga angin juga tidak begitu
kuat. Kondisi ini mengakibatkan mixed layer di lintang menengah lebih tebal
daripada mixed layer di daerah ekuator. Lihat gambar 2.3.
Gambar 2.3. Tiga lapisan air laut
Termoklin: Pada lapisan ini terjadi perubahan suhu atau pengurangan panas
yang besar tehadap kedalaman. Pada lapisan ini panas ditransfer oleh proses
konduksi.
Deep layer : Perubahan suhu sangat lambat karena suplai panas dari lapisan
atas sudah berkurang.
Di daerah-daerah lintang menengah tebal dari mixed layer bergantung pada
musim. Termoklin juga bervariasi dengan musim. Di daerah-daerah yang
memiliki 4 musim terdapat termoklin musiman yang berubah mengikuti musim
dan termoklin permanen yang tidak dipengaruhi oleh musim.
Variasi dari distribusi suhu secara vertikal dengan musim diperlihatkan oleh
gambar berikut :
18
Gambar 2.4. Profil vertikal suhu air laut dengan memperhatikan musim
A : Kondisi musim dingin yang ekstrim
B : Setelah ada pemanasan; angin lemah (musim semi)
C : Kondisi B setelah pengadukan angin yang kuat
D : Kondisi musim panas yang ekstrim
Pada gambar 2.4 dapat kita lihat perubahan suhu permukaan dan
pembentukan termoklin musiman dari musim semi ke musim panas dan
musim dingin. Suhu permukaan membesar menuju musim panas dan
mengecil menuju musim dingin. Termoklin musiman mulai terbentuk pada
musim semi (B) dan menjadi nyata pada musim panas (D). Termoklin yang
terbentuk pada musim semi dapat terganggu oleh pengaruh angin yang kuat
(C). Dari gambar 2.4 juga dapat kita lihat mixed layer lebih tebal pada musim
dingin dibandingkan pada musim panas (A dan D). Ketebalan dan kedalaman
termoklin permanen tidak berubah dengan musim.
Gambaran yang lebih detail tentang pertumbuhan dan peluruhan termoklin
musiman diperlihatkan pada gambar 2.5. Gambar ini memperlihatkan profil
suhu bulanan dari Maret 1956 hingga Januari 1957 yang diambil di Ocean
19
Weather Station “P” di Pasifik utara bagian timur. Dari Maret sampai Agustus
suhu secara perlahan bertambah karena penyerapan energi matahari.
Lapisan mixed layer dari permukaan hingga kedalaman 30 meter atau lebih
tampak jelas terlihat. Setelah agustus energi matahari mulai berkurang
sementara kekuatan angin terus bertambah yang berperan mehilangkan
termoklin musiman hingga kondisi bulan Maret tercapai kembali. Mixed layer
dapat mencapai kedalaman 100 m pada bulan Januari. Ketebalan mixed layer
atau batas atas termoklin bervariasi dengan musim yang merefleksikan
kekuatan angin.
Gambar 2.5. Pertumbuhan dan Peluruhan Termoklin
Profil suhu di daerah lintang rendah, lintang menengah dan lintang tinggi
diperlihatkan pada gambar 2.6. Tipikal suhu di lintang rendah adalah 20oC di
permukaan, 8oC di kedalaman 500 m, 5oC di kedalaman 1000 m dan 2oC di
kedalaman 4000 m.
Di lintang tinggi suhu permukaan jauh lebih rendah daripada di lintang rendah.
Sementara suhu di lapisan dalam tidak banyak berbeda. Jika proses
pendinginan berlangsung cukup kuat dapat dicapai profil suhu yang seragam
dari permukaan hingga lapisan dalam. Di lintang tinggi di belahan bumi utara
sering dijumpai suatu lapisan air dingin dengan suhu -1,6oC berada di antara
20
lapisan permukaan dan lapisan di bawahnya yang lebih hangat sehingga
terdapat suatu lapisan dengan suhu minimum pada kedalaman 50 – 100 m.
Lapisan ini disebut lapisan dicothermal.
Gambar 2.6. Profil suhu di daerah lintang rendah, lintang menengah dan lintang tinggi
Suhu insitu dan suhu potensial
Untuk menggambarkan suhu air laut, ahli oseanografi menggunakan dua
parameter yaitu suhu insitu dan suhu potensial. Suhu insitu adalah suhu air
laut pada kedalaman tertentu dan dinyatakan dengan simbol T. Suhu
potensial () didefinisikan sebagai suhu parcel air di permukaan laut setelah ia
diangkat dari suatu kedalaman tertentu secara adiabatis ke permukaan.
Proses adiabatis berarti tidak ada pertukaran panas dengan air di
sekelilingnya. Suhu potensial selalu lebih rendah daripada suhu insitu.
Pada saat parcel air dibawa ke permukaan secara adiabatis, tekanannya
berkurang sehingga parcel mengalami ekspansi yang mengakibatkan
suhunya berkurang. Misalnya suatu parcel air pada kedalaman 1000 m
mempunyai suhu 1oC setelah dibawa ke permukaan secara adiabatis suhunya
berkurang menjadi 0,57oC.
Konsep suhu potensial dengan mudah dapat diturunkan dari hukum I
Termodinamika yang menyatakan kekekalan energi :
21
Perubahan energi internal = panas yang ditambahkan atau dikurangkan +
kerja yang dilakukan.
Karena proses yang ditinjau adalah adiabatis maka suhu kedua di ruas kanan
menjadi nol. Dengan demikian,
Perubahan energi internal = kerja yang dilakukan
Bila parcel air dibawa ke permukaan tekanan berkurang dan parcel air
melakukan kerja pada air di sekelilingnya sehingga ia mengalami ekspansi.
Akibat ekspansi yang dialaminya energi internalnya berubah yang
direfleksikan oleh turunnya suhu. Sebaliknya bila parcel air turun ke lapisan
dalam (sinks) ia mengalami tekanan yang besar dari air disekelilingnya. Air
disekelilingnya melakukan kerja pada parcel air dan parcel mengalami
kontraksi yang merubah energi internalnya yang direfleksikan dengan naiknya
suhu.
Kenapa kita perlu menggunakan suhu potensial ?
Di lapisan dalam di bawah termoklin suhu umumnya berkurang dengan
kedalaman hingga 4000 m. Tetapi di daerah palung (trench) yang
kedalamannya lebih besar daripada 4000 m suhu insitu bertambah secara
perlahan dengan kedalaman karena efek tekanan yang besar (gambar 2.7).
Gambar 2.7. Kurva suhu insitu dan suhu potensial di sebuah stasiun di Pasifik Utara
22
Bila analisis kita hanya didasarkan pada profil suhu insitu, kita bisa saja
mengira bahwa di kedalaman di bawah 4000 m kolom air tidak stabil karena
adanya kenaikan suhu terhadap kedalaman yang akan mengakibatkan
densitas berkurang dan mengakibatkan terjadinya gerakan vertikal ke atas.
Tetapi pada kenyataannya dugaan ini tidak terjadi. Kondisinya adalah stabil
netral yang ditunjukkan oleh suhu potensial yang konstan di bawah
kedalaman 4000 m. Jadi untuk menghilangkan efek tekanan yang muncul
pada suhu insitu di perairan yang cukup dalam maka digunakan suhu
potensial.
Suatu contoh yang menggambarkan keadaan ini diperlihatkan oleh data
lapangan ekspedisi Snellius yang diambil di trench Mindanao, Filipina
(Tabel 2.1).
Tabel 2.1. Perbedaan antara suhu insitu dan suhu potensial di trench Mindanao.
Kedalaman
(m)
Salinitas
(‰)
Suhu Densitas
Insitu Potensial t Potensial
()
1455 34,58 3,20 3,09 27,55 27,56
2470 34,64 1,82 1,65 27,72 27,73
3470 34,67 1,59 1,31 27,76 27,78
4450 34,67 1,65 1,25 27,76 27,78
6450 34,67 1,93 1,25 27,74 27,79
8450 34,69 2,23 1,22 27,72 27,79
10035 34,67 2,48 1,16 27,69 27,79
Dari Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa suhu insitu berkurang hingga kedalaman
3470 m. Di bawah keadalaman ini suhu insitu bertambah secara perlahan
dengan kedalaman (efek tekanan). Efek tekanan ini tidak terlihat pada suhu
potensial. Suhu potensial berkurang terhadap kedalaman. Harga salinitas
tidak banyak berubah di daerah palung ini.
23
Densitas, yang dinyatakan dengan t, menunjukkan harga yang berkurang di
bawah kedalaman 4450 m, seolah-olah menunjukkan ketidakstabilan kolom
air. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Kolom air berada dalam keadaan
stabil netral yang ditunjukkan oleh nilai (densitas potensial) yang konstan
mulai kedalaman 6450 m.
Suhu potensial dapat digunakan untuk melihat gerakan massa air. Massa air
yang sama mempunyai suhu potensial yang sama. Hal ini diperlihatkan oleh
gambar 2.8 berikut:
Gambar 2.8. Distribusi suhu insitu dan potensial
Gambar 2.8 memperlihatkan distribusi suhu insitu dan suhu potensial di
trench Mindanao yang datanya diperlihatkan pada Tabel 2.1. Plot dari suhu
insitu (gambar 2.8a) memberi gambaran kepada kita suatu aliran air dingin
mengalir melewati sill (Mariana ridge) memasuki trench dan turun hingga di
pertengahan trench dan berhenti di atas massa air yang hangat di lapisan
lebih dalam dari trench. Gambar 2.8a ini tidak memperlihatkan adanya aliran
massa air yang bergerak melewati sill dan turun ke dasar trench. Hal yang
24
berlawanan diperlihatkan oleh plot suhu potensial (gambar 2.8b). Pada
gambar 2.8b terlihat massa air dengan suhu potensial 1,2oC mengalir
melewati siil dan turun ke dasar trench yang menggambarkan keadaan
sebenarnya di alam. Contoh ini memperlihatkan bagaimana suhu potensial
memperlihatkan gerakan massa air.
Di daerah tropis dan ekuator perbedaan suhu antara lapisan permukaan dan
di lapisan termoklin dapat mencapai 15o – 20oC. Perbedaan suhu yang cukup
besar ini dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik. Proyek
pembangkit listrik melalui konversi panas laut disebut OTEC (Ocean Thermal
Energy Conversion). Secara sederhana prinsip kerja dari OTEC diilustrasikan
pada gambar 2.9.
Gambar 2.9. Prinsip kerja OTEC
25
Penguap Amonia
Pengkondensasi Amonia
Turbin
Tenaga Listrik
Air hangat dari permukaan
Pompa
Air dingin dari lapisan dalam
Amonia cair dapat menguap pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan
berkondensasi pada suhu yang rendah. Amonia cair diuapkan dengan air
lapisan permukaan yang hangat (20o – 28oC). Uap amonia digunakan untuk
menggerakkan turbin untuk menghasilkan listrik. Kemudian didinginkan oleh
air di lapisan termoklin (5o – 8oC) agar berkondensasi menjadi amonia cair
kembali. Selanjutnya amonia cair ini diuapkan kembali oleh air hangat dari
lapisan permukaan, demikian seterusnya.
Salinitas
Secara sederhana salinitas didefinisikan sebagai jumlah total dari zat yang
larut dalam gram di dalam satu kilogram air laut. Jadi salinitas adalah besaran
yang tidak berdimensi, ia tidak mempunyai unit (satuan).
Defenisi yang sederhana ini tidak berguna karena dalam praktek sukar
mengukur zat yang larut di dalam air laut. Untuk mengatasi kesulitan ini
International Council for the Exploration of the Sea membentuk suatu komisi
tahun 1889 yang merekomendasikan defenisi mengenai salinitas sebagai
berikut:
Salinitas adalah jumlah total dari zat padat (garam-garam) dalam gram yang
larut di dalam satu kilogram air laut bila seluruh carbonat telah diubah menjadi
oksida, brom dan jod diganti dengan chlor dan seluruh materi organik
dioksidasi secara sempurna. Defenisi ini dipublikasikan tahun 1902. Defenisi
ini berguna tapi sukar digunakan secara rutin. Salinitas dinyatakan dengan
simbol S (‰) atau S (parts per thousand, ppt).
Garam-garam yang larut didalam air laut, dapat dibagi dalam 2 kelompok,
yaitu :
1. Unsur-unsur atau komponen utama.
2. Unsur-unsur atau komponen minor + trace elemen
Komponen utama meliputi 99% dari zat yang larut di dalam air laut,
sedangkan komponen minor + trace elemen meliputi 1%.
26
Komponen Utama yang terdapat di dalam air laut dengan S = 34,4‰
diperlihatkan oleh Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Konsentrasi komponen utama pembentuk air laut
Ion-ion Utama Konsentrasi (‰ )
Chlor ( Cl - ) 18,98
Sodium ( Na + ) 10,55
Sulfat ( SO42- ) 2,649
Magnesium ( Mg 2+) 1,272
Calcium ( Ca 2+ ) 0,400
Potasium ( K + ) 0,380
Bicarbonat ( HCO3- ) 0,140
Jumlah 34,377
Unsur-unsur utama yang paling banyak di dalam air laut adalah Cl- dan Na+.
Komponen Minor :
Brom ( Br ) = 65 ppm (part per million)
Boron ( B ) = 8 ppm
Strontium ( Sr ) = 4 ppm
Silika ( Si ) = 3 ppm
Fluor ( F ) = 1 ppm
27
Trace Elemen :
Nitrogen ( N ) = 280 ppb ( part per billion )
Lithium ( Li ) = 124 ppb
Jod ( J ) = 60 ppb
Pospor ( P ) = 30 ppb
Mercury ( Hg ) = 0,03 ppb
Timah ( Pb ) = 0,04 ppb
Alumunium ( Al ) = 2 ppb
Mangan ( Mn ) = 2 ppb
Seng ( Zn ) = 10 ppb
Besi ( Fe ) = 6 ppb
Emas ( Au ) = 4 . 10-6 ppb
Meskipun konsentrasi trace elemen kecil, Nitrogen dan Pospor dalam bentuk
nitrat dan fosfat merupakan zat hara yang berguna bagi pertumbuhan
phytoplankton.
Sumber dari garam-garam yang larut di dalam air laut.
1. Proses pelapukan ( weathering ) dari batu-batuan ( rock ).
2. Gas-gas yang keluar dari punggung samudra ( mid ocean ridge ) dan
gunung api bawah laut yang meliputi : chlor, carbondioksida, belerang,
fluorine, nitrogen dan uap air.
Unsur – unsur yang bukan hasil proses pelapukan disebut Excess Volatiles.
Dua unsur utama yaitu cl- dan Na+ mempunyai sumber yang berbeda.
Cl- : berasal dari gas-gas yang keluar di dasar laut (punggung tengah
samudra dan gunung api bawah laut)
Na + : berasal dari proses weathering
28
Aturan komposisi yang konstan
Di laut terbuka (open ocean) yang jauh dari pantai, salinitas air laut berbeda
dari suatu tempat ke tempat lain, mis: salinitas laut Jawa berbeda dengan
salinitas laut Banda dan lautan Pasifik. Tetapi meskipun salinitas air laut
bervariasi dari tempat ke tempat lain, perbandingan/ ratio unsur-unsur
utamanya tetap (konstan). Ini disebut Aturan Komposisi yang konstan.
Dengan menggunakan aturan komposisi yang konstan kita dapat menentukan
konsentrasi suatu komponen unsur utama di perairan dengan salinitas
tertentu bila diketahui konsentrasi unsur utama tersebut di perairan lain
dengan salinitas tertentu.
Misalnya: kita ingin menentukan konsentrasi K+ pada suatu perairan
dengan S = 36 ‰, diketahui konsentrasi K+ pada S = 34,4 ‰ adalah 0,38 ‰ (
Tabel 4 ).
Jawab :
Konsentrasi K + diperairan dengan S = 36 ‰ adalah 0,011 x 36 ‰
= 0,396 ‰
Ingat : Perbandingan (ratio) di antara unsur-unsur utama dan unsur-unsur
utama dengan salinitas total adalah tetap (konstan).
Distribusi Salinitas
Distribusi Horizontal
Distribusi salinitas permukaan laut bergantung pada penguapan, curah hujan
(presipitasi), run off dan pencairan es. Berbeda dengan distribusi suhu,
29
distribusi salinitas permukaan rata-rata mempunyai minimum di daerah
ekuator dan maksimum di daerah sub tropis 25oN dan 25oS, kearah kutub
salinitas berkurang.
Salinitas maksimum terjadi di area angin pasat (daerah sub tropis) dimana
penguapan jauh lebih besar dari presipitasi, sedangkan di daerah ekuator
presipitasi jauh lebih besar daripada penguapan.
Variasi salinitas terhadap lintang sangat ditentukan oleh proses penguapan
dan presipitasi.
S = S ( E,P ) dimana E = Evaporasi dan P = Presipitasi
Hubungan empiris antara salinitas permukaan dengan penguapan dan
presipitasi diberikan oleh :
S (‰) = 34,6 + 0,0175 ( E – P )
Distribusi meridional dari evaporasi, presipitasi dan salinitas diperlihatkan
pada Gambar 2.10a.
30
Gambar 2.10a. Distribusi meridional salinitas
Distribusi horizontal rata-rata tahunan dari salinitas permukaan laut-laut dunia
diperlihatkan pada gambar 2.10b.
Gambar 2.10b. Salinitas permukaan rata-rata tahunan laut-laut dunia
Distribusi Vertikal.
Distribusi vertikal dari salinitas tidak dapat dinyatakan secara sederhana
seperti halnya distribusi vertikal dari suhu. Hal yang menyebabkan adalah:
densitas air laut yang merupakan faktor penentu kestabilan kolom air. Di
dalam menyatakan distribusi suhu secara vertikal, kita dengan mudah dapat
mengatakan suhu air yang hangat (densitas rendah) selalu berada di lapisan
permukaan, sementara air yang dingin (densitas tinggi) berada di lapisan
dalam. Hal ini dikarenakan di lapisan permukaan pengaruh suhu terhadap
densitas air laut lebih besar daripada pengaruh salinitas.
31
Variasi salinitas yang terjadi di laut lepas efeknya terhadap densitas tidak
cukup besar untuk mengatasi efek suhu. Jadi bisa saja ditemui salinitas tinggi
atau salinitas rendah di lapisan permukaan yang hangat.
Dalam arah vertikal di daerah Ekuator, Tropis dan Subtropis ditemukan
lapisan dengan salinitas minimum pada kedalaman 600 – 1000 m dan
salinitas bertambah sampai kedalaman 2000 m.
Di lautan Atlantik di bawah kedalaman 2000 m, salinitas berkurang terhadap
kedalaman, di daerah tropis sering terdapat lapisan dengan salinitas
maksimum pada kedalaman 100 m.
Di lintang tinggi, dimana salinitas permukaan rendah, salinitas umumnya
bertambah sampai kedalaman 2000 m tanpa ada lapisan dengan salinitas
minimum. Di lapisan dalam ( deep layer ) pada kedalaman > 4000 m, salinitas
secara relatif adalah uniform dengan range antara 34,6‰ – 34,9‰ (gambar
2.11), di lapisan ini variasi suhu juga kecil ( - 0,9oC sampai 2oC ), jadi lapisan
dalam mempunyai karakteristik yang seragam.
Gambar 2.11. Distribusi salinitas vertikal di Atlantik, Pasifik dan daerah tropis
32
Range salinitas di laut lepas : 35‰ - 37‰. Salinitas rendah terdapat dekat
pantai di mana banyak input air sungai dan di daerah kutub di mana terjadi
pencairan es.
Laut tengah ~ 39‰
Laut merah 41‰
Atlantik Utara 35,5‰
Samudera Pasifik dan samudera Hindia ~ 35,2‰
Pasifik Utara 34,2‰
Lapisan di mana salinitas berkurang terhadap kedalaman disebut halocline.
Namun istilah halocline ini juga digunakan untuk menyatakan lapisan dengan
pertambahan salinitas terhadap kedalaman (gambar 2.12).
Gambar 2.12. Profil halocline pada distribusi vertikal salinitas
Variasi Temporal
Variasi tahunan dari salinitas di laut terbuka < 0,5‰. Daerah-daerah dengan
variasi tahunan dari presipitasi yang besar seperti Pasifik utara, teluk
Benggala memiliki variasi tahunan salinitas besar. Variasi musiman dari
salinitas di perairan Indonesia, diperlihatkan pada gambar 2.13 dan gambar
2.14.
Variasi harian dari salinitas sangat kecil.
33
33.5 34.0 34.5 35.0
500
1000
Halocline
Z (m)
S (‰)33.5 34.0 34.5 35.0
500
1000
Halocline
Z (m)
S (‰)
Gambar 2.13. Salinitas permukaan maksimal (‰) observasi tahun 1950-1955.
Gambar 2.14. Salinitas permukaan minimal (‰) observasi tahun 1950-1955.
34
Catatan:
Distribusi vertikal dari salinitas di bawah permukaan sangat dipengaruhi oleh
pencampuran massa air.
Untuk kondisi-kondisi lokal tertentu aturan komposisi yang konstan tidak
berlaku. Misalnya:
1. Daerah estuari (muara sungai): karena pengaruh air sungai total garam
yang larut kecil sehingga ratio antara unsur-unsur utama yang larut
dengan salinitas total berbeda dengan yang di laut terbuka.
2. Di Fjord dimana terdapat dua lapisan massa air dengan lapisan bawah
yang relatif stagnan akibat pertukaran massa air dengan laut lepas
dihambat oleh suatu Sill. Karena lapisan bawah stagnan maka kandungan
O2 di lapisan ini menjadi minimum karena digunakan oleh mikroorganisme
yang hidup di lapisan dalam.
Karena konsentrasi O2 sangat minim mikroorganisme yang hidup dilapisan
dalam menggunakan SO42- sebagai pengganti O2 sehingga ratio SO4
2- /
salinitas total berbeda dengan di laut terbuka.
Gambar 2.15. Ilustrasi Fjord
3. Di daerah pemekaran dasar samudera, di daerah ini terdapat banyak input
dari gas-gas vulkanik termasuk Cl-.
35
O2 minimum kondisi anarobik kandungan O2=0
Open ocean
air tawar hasil pencairan es
air asin
Sill
Fjord
4. Di dalam sedimen dasar laut, reaksi dengan sedimen dapat menambah
konsentrasi unsur-unsur di dalam air laut.
5. Di perairan dangkal yang mendapat pemanasan yang kuat, akibat reaksi
kimia dan / atau biologi bisa mengendapkan Ca2+ sehingga ratio Ca2+/salinitas
total, berbeda dengan di laut terbuka.
Penentuan Salinitas Air Laut
a. Cara Klasik
Cara ini merupakan cara kimia dimana salinitas ditentukan dari konsentrasi
chlor (chlorinitas) di dalam sampel air laut dengan cara titrasi menggunakan
perak nitrat (AgNO3). Salinitas ditentukan berdasarkan hubungan empiris.
S(‰) = 1,80655 x Cl (‰)
Ketelitian persamaan empiris ini ± 0,02‰.
Sampai pada tahun 1955 penentuan salinitas air laut, masih menggunakan
hubungan empiris di atas.
b. Cara Modern
Cara modern merupakan cara fisika dimana salinitas air laut ditentukan
berdasarkan konduktivitas air laut. Konduktivitas air laut adalah kapasitas air
laut untuk menghantarkan arus listrik. Konduktivitas ini adalah fungsi dari
suhu dan salinitas.
Alat ukur salinitas berdasarkan konduktivitas air laut di sebut salinometer.
Ketelitian alat ini mencapai ± 0,003%o.
Alat ukur yang dipakai untuk menentukan salinitas, suhu dan kedalaman
(tekanan) disebut CTD (Conductivity, Temperature and Depth).
Sejak tahun 1960, definisi salinitas (berdasarkan kesepakatan internasional)
didasarkan pada formula empiris yang melibatkan rasio konduktivitas, R.
36
Konsentrasi larutan KCl standard adalah 3,24356‰. Hubungan empiris dari
salinitas sebagai fungsi dari R pada suhu 15oC dan tekanan 1 atm (R15)
diberikan:
S=0,0080-0,1692.R151/2 + 25,3851.R15 + 14,0941. R15
3/2 – 7,0261. R152
+ ,7081.R155/2
Satuan dari S adalah psu yaitu practical salinity unit (satuan salinitas praktis)
yang setara dengan ‰.
Bila R15 =1, dari hubungan di atas diperoleh S=35,0 psu ≈ 35‰.
Algoritma komputer digunakan untuk rasio konduktivitas pada temperatur dan
tekanan selain 15ºC dan 1 atm ke R15.
Waktu Tinggal (Recidence time)
Bila proses pengeluaran gas-gas (out gassing) di daerah pemekaran dasar
samudera dan gunung api bawah laut serta proses pelapukan batuan kerak
bumi terus berlangsung tentunya kita menduga laut akan bertambah asin.
Tetapi pada kenyataannya air laut tidak bertambah asin karena laut berada
pada kesetimbangan kimia. Karena air laut tidak bertambah asin, maka kita
dapat menyimpulkan bahwa laju perubahan/penambahan ion-ion ke dalam
laut sama dengan pengurangan ion-ion dari dalam laut. Dengan perkataan
lain proses penambahan garam akan diimbangai dengan laju yang sama oleh
proses pengurangannya.
Pertanyaannya sekarang: Berapa lama unsur-unsur yang larut berada di
dalam laut ?
T.F.W Barth tahun 1952 membuat suatu konsep untuk menentukan waktu
tinggal dari unsur-unsur yang larut di dalam air laut.
37
Waktu Tinggal =Jumlah total zat yang larut di dalam air laut
Laju penambahan atau pengurangan zat tersebut dari laut
Waktu tinggal yang lama menunjukkan proses pengurangan yang kecil,
misalnya proses pengurangan Cl- dan Na+ adalah lewat penguapan. Ca2+ di
keluarkan secara biologis oleh organisme seperti coral, coraline algae dan
berbagai jenis plankton yang kemudian membentuk CaCo3.
Waktu tinggal beberapa unsur yang larut di dalam air laut di perlihatkan oleh
Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Waktu tinggal komponen utama pembentuk air laut
Unsur yang larut Waktu tinggal (Tahun)
Chlor (Cl-)
Sodium (Na+)
Magnesium (Mg2+)
Potasium (K+)
Sulfat (SO42-)
Calsium (Ca2+)
Carbonat (CO32-)
Silika (Si)
Air (H2O)
Mangan (Mn)
Aluminium (Al)
Besi (Fe)
100 Juta
68 Juta
13 Juta
12 Juta
11 Juta
1 Juta
110.000
20.000
3.500
1.300
600
200
Tekanan Air Laut
Tekanan air laut ditentukan dari rumus hidrostatis
p = -gz
38
Tanda minus diberikan karena di dalam oseanografi z diambil negatif ke arah
bawah. Satuan dari tekanan yang dipakai dalam oseanografi adalah decibar.
1 dbar = 1/10 bar= 105 dyne/cm2.
1 bar = 1 tekanan atmosfer.
p = -gz
p = gr/cm3.cm/det2.cm = gr cm/det2.1/cm2 = dyne/cm2 = dbar.
Misalkan kita ingin menentukan tekanan air pada kedalaman 1 meter.
p = -gz
= 1,035 gr/cm3
g = 980 cm/det2
z = -100 cm
p = - (1,035 gr/cm3 ) x 980 cm/det2 x (-100 cm)
= 101430 gr cm/cm2 det2 = 101430 dyne/cm2.
= 1,01430 dbar 1 dbar
Jadi tekanan air pada kedalaman 1 m 1 dbar. Di dalam oseanografi diambil
pendekatan tekanan air laut naik sebesar 1 dbar untuk pertambahan
kedalaman 1 meter. Jadi pada kedalaman 1000 meter tekanan air 1000
dbar.
Kini ahli oseanografi juga menggunakan satuan internasional (SI) untuk
menyatakan satuan dari tekanan. Di dalam satuan Internasional,
Panjang [L] dinyatakan dalam m.
Massa [M] dinyatakan dalam kg.
Waktu [T] dinyatakan dalam detik.
p = -gz
p = [kg/m3] [m/det2] [m] = [kg m/det2m2] = [N/m2] = [Pa]
39
Jadi dalam satuan internasional tekanan air laut dinyatakan dengan Pascal
(Pa). Bila kita menggunakan satuan internasional tekanan air laut dapat
didekati sebagai p = - 104 z Pa. Hal ini dapat kita lihat dari penjelasan berikut
g = 9,8 m/det2
= 1035 kg/m3
g = 1035 kg/m3 x 9,8 m/det2 = 10143 kg/m2 det2.
p = -gz = -10143 kg/m2det2m z N/m2 = -10143 z Pa.
atau
p = -1,0143 x 104 Z -104 z
Densitas Air Laut
Densitas air laut adalah fungsi dari salinitas, suhu dan tekanan (kedalaman)
= (s,t,p)
Densitas akan bertambah besar bila salinitas bertambah, suhu berkurang dan
tekanan bertambah. Di lapisan permukaan perubahan densitas sangat
ditentukan oleh salinitas dan suhu air laut, efek suhu lebih dominan daripada
efek salinitas. Di lapisan dalam perubahan densitas ditentukan oleh
perubahan tekanan. Bila kita hanya meninjau efek dari salinitas dan suhu saja
terhadap perubahan densitas, variasi dari densitas kecil yang berkisar antara
1,020–1,030 gr/cm3. Efek tekanan terhadap perubahan densitas jauh lebih
besar daripada efek suhu dan salinitas. Misalnya di permukaan = 1,028
gr/cm3, di kedalaman 5000 m densitas = 1,151 gr/cm3.
Karena densitas air laut lebih besar daripada 1 gr/cm3 tetapi tidak pernah
melampaui 1,1 gr/cm3 maka untuk memudahkan penulisan ahli oseanografi
menggunakan parameter sigma () untuk menyatakan densitas. Definisi dari
(s,t,p) (sigma insitu).
S,t,p = (S,t,p –1) x 103
40
Misal:
S,t,p = 1,02754
S,t,p = (1,02754 – 1)x103
= 27,54
Beberapa parameter lain yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah
sigma-t (t)
t = (s,t,0 – 1) x 103
t = densitas air laut pada tekanan atmosfer (di permukaan).
Ia fungsi dari salinitas dan suhu.
sigma-nol (o) :
o = (s,0,0 - 1) x 103
o = densitas air laut pada T = 00C
p = tekanan atmosfer
Ini hanya fungsi dari salinitas saja. Hubungan empiris antara o dan salinitas
(chlorinitas) diberikan oleh :
o = 0,069 + 1,4708 Cl –0,001570 Cl2 + 0,0000348 Cl3.
Hubungan antara t dan o diberikan oleh:
t = o –D
di mana D: faktor koreksi (diberikan dalam tabel)
Densitas air laut dapat juga dinyatakan oleh volume spesifik ().
S,t,p = 1/S,t,p
Di dalam perhitungan arus geostropik densitas air laut dinyatakan oleh
anomali volume spesifik ().
= S,t,p - 35,0,p
35,0,p = Volume spesifik air laut dengan S=35 ‰, T= 00C dan p=dbar.
S,t,p = Volume spesifik insitu.
41
Rumus perhitungan geostropik adalah
di mana:
B = anomali volume spesifik di stasiun B
A = anomali volume spesifik di stasiun A
= lintang tempat
L = jarak antara stasiun A ke stasiun B
= kecepatan sudut rotasi bumi
V2 – V1 = kecepatan relatif antara permukaan isobar p1 yang dirata
ratakan
di antara stasiun A dan B.
Anomali volume spesifik ditentukan oleh 6 parameter.
= S + t + s,t + S,p + t,p + S,t,p
S,t,p << sehingga dapat diabaikan.
Tiga suku pertama di ruas kanan digabung dalam satu parameter
S,t= S + t + S,t.
S,t disebut anomali termosterik, ia hanya fungsi dari salinitas dan suhu.
= S,t + S,p + t,p
Volume spesifik pada tekanan atmosfer diberikan oleh :
atau
Anomali termosterik dinyatakan oleh
S,t = S,t,0 - 35,0,0
42
atau
Dengan mengambil 35,0,0 = 0,97264, diperoleh:
Karena adanya hubungan anomali termosterik dengan t maka S,t sering juga
digunakan untuk menyatakan densitas air laut. Parameter lain yang juga
sering digunakan untuk menyatakan densitas air laut adalah sigma ,.
= (S, ,0 – 1) x 103
di mana
= suhu potensial
= densitas potensial air laut.
Ini adalah densitas air laut bila sampel air laut di bawa ke permukaan secara
adiabatik.
Parameter-parameter yang sering digunakan untuk menyatakan densitas air
laut adalaht (paling sering)
1.
2. S,t
3.
Distribusi Horisontal dan Vertikal dari Densitas
Densitas air laut bertambah dari ekuator menuju lintang tinggi. t bertambah
dari 22 di dekat ekuator menjadi 26 di 50º dan 27 di lintang 60º. Di luar 60º t
sedikit berkurang.
Umumnya densitas air laut bertambah terhadap kedalaman. Air yang ringan
berada di atas (permukaan) dan air yang berat berada di lapisan dalam.
Tetapi densitas di laut tidak bertambah secara seragam. Di daerah ekuator
43
dan tropis biasanya terdapat suatu lapisan yang mana densitasnya seragam,
dan di bawah lapisan ini tedapat suatu lapisan di mana densitas bertambah
dengan cepat terhadap kedalaman. Lapisan ini disebut lapisan piknoklin. Di
bawah lapisan piknoklin ini densitas bertambah secara perlahan dengan
kedalaman. Di lintang tinggi densitas lapisan permukaan tidak jauh berbeda
dengan densitas di lapisan dalam, t di lapisan permukaan = 27,5 dan di
kedalaman lebih besar dari 2000 meter, t = 27,9. Karena perbedaan yang
kecil ini lapisan piknoklin di lintang tinggi tidak senyata di ekuator dan tropis.
Lihat gambar 2.16.
Gambar 2.16. Distribusi vertikal densitas di Ekuator, Tropis dan Lintang Tinggi
Stabilitas Kolom Air
Stabilitas kolom air ditentukan oleh laju perubahan densitas terhadap
kedalaman.
44
E = Stabilitas
Bila d/dz < 0, densitas bertambah terhadap kedalaman, maka E > 0 artinya
kolom air stabil. Pada kondisi ini air yang ringan berada di atas air yang berat.
Kondisi yang stabil ini akan menghalangi gerakan vertikal massa air. Sampel
air dengan densitas tertentu di bawa ke level dengan densitas yang lebih
berat akan kembali ke posisi semula akibat gaya apung (bouancy) karena ia
lebih ringan daripada air di sekitarnya. Sebaliknya bila sampel air tersebut ke
level dengan densitas yang lebih ringan akan kembali ke posisin semula
karena ia lebih berat dari pada air disekitarnya. Lapisan piknoklin atau
termoklin adalah lapisan yang sangat stabil. Di lapisan yang stabil gerak
massa air umumnya horizontal.
Bila d/dz > 0: Densitas berkurang terhadap kedalaman, maka E < 0 artinya
kolom air tidak stabil. Air yang berat berada di atas air yang ringan, akibatnya
terjadi gerakan vertikal dari masa air ke arah bawah.
Di daerah Antartika, akibat proses pendinginan dan pembentukan es maka
densitas air di permukaan lebih besar daripada air di lapisan bawah.
Akibatnya terjadi gerakan vertikal massa air dari permukaan ke lapisan dalam.
Bila d/dz = 0, dimana densitas tidak berubah terhadap kedalaman, maka E =
0, kolom air disebut netral (stabilitasnya netral).
Stabilitas dapat juga dinyatakan dengan laju perubahan t terhadap
kedalaman.
, 1/1
t = ( - 1) x 103; E = -10-3 dt/dz
Contoh perhitungan stabilitas diperlihatkan pada Tabel 2.4 berikut.
Tabel 2.4. Perhitungan stabilitas kolom air
Kedalaman(m) t E Tipe Stabilitas
45
0 26,42 -400 x 10-8
-100 x 10-8
480 x 10-8
0
Tidak stabil (stabil negatif)
Tidak stabil (stabil negatif)
Stabil (stabil positif)
Netral(stabil netral)
-10 26,38
-50 26,34
-100 26,58
-200 26,58
Perhitungan stabilitas yang tepat sangatlah rumit karena air pada dasarnya
dapat dimampatkan. Efek utama dari kompresibilitas (tekanan) adalah
kecenderungan turunnya densitas partikel air bila ia bergerak ke arah atas,
karena pengurangan tekanan mengakibatkan air mengalami ekspansi. Tetapi
suhu in situ akan berkurang karena pendinginan adiabatik, yang
mengakibatkan densitas cenderung untuk bertambah.
Untuk banyak keperluan, stabilitas dapat dihitung dengan ketelitian yang
cukup menggunakan perubahan densitas potensial terhadap kedalaman.
Tetapi karena kompresibilitas merubah suhu, kadang-kadang persamaan di
atas dapat memberikan kesimpulan yang salah. Suatu formula yang eksak
tentang stabilitas adalah
dimana adalah densitas insitu dan c adalah kecepatan suara.
Ahli oseanografi sering menggunakan ukuran stabilitas yang lain yang disebut
frekuensi Brunt – Väisälä.
Bayangkan suatu volume air uang kecil ditempatkan di dalam suatu balon
pada kedalaman 2000 m. Air di dalam balon dapat mengalami ekspansi atau
kontraksi akibat perubahan tekanan. Misalkan balon diangkat beberapa meter
di atas posisi seimbangnya dikedalaman 2000 m. Air di dalam balon lebih
berat daripada sekitarnya; bila dilepas ia akan turun. Karena ia telah
mempunyai momentum balon tidak berhenti di kedalaman 2000 m dimana
densitasnya sama dengan densitas air disekitarnya tetapi terus turun melewati
46
kedalaman 2000 m dan akhirnya berhenti di suatu kedalaman di bawah 2000
m. Karena di kedalaman ini densitas air di dalam balon lebih rendah daripada
densitas air di sekitarnya maka ia akan didorong naik ke atas. Kembali ia
akan melewati level 2000 m dan bila tidak ada gesekan balon imajiner kita ini
akan berosilasi naik turun di sekitar kedalaman 2000 m secara kontinu.
Semakin besar gradien densitas atau semakin besar stabilitas akan semakin
cepat osilasinya. Periode osilasi diberikan oleh
;
dimana N disebut frekuensi Brunt – Väisälä.
Perioda paling pendek yang ditemui di laut adalah sekitar 1 menit yang
berhubungan dengan nilai stabilitas .
Di laut dalam di mana orde stabilitasnya antara 10-9/cm sampai 10-10/cm,
periode Brunt – Väisälä ordenya antara 3 hingga 5 jam. Di daerah – daerah
dimana laut adalah stabil netral perioda Brunt – Väisälä adalah tidak
berhingga.
Bila perpindahan parsel air terjadi di sekitar piknoklin (picnocline) maka
piknoklin akan berisolasi dan menyebar mebentuk gelombang internal
(internal wave). Frekuensi atau perioda Brunt – Väisälä dari osilasi piknoklin
ini merupakan frekuensi atau perioda gelombang internal.
Stabilitas yang dibahas di dalam uraian di atas disebut stabilitas statik (static
stability) yaitu stabilitas yang dikaitkan dengan perubahan densitas terhadap
kedalaman.
Bila kecepatan berubah dengan kedalaman di dalam suatu aliran terstratifikasi
yang stabil, aliran dapat menjadi tidak stabil bila perubahan kecepatan
terhadap kedalaman (shear kecepatan) cukup besar. Ketidakstabilan ini
disebut ketidakstabilan dinamik yaitu fluida yang stabil menjadi tidak stabil
karena adanya shear kecepatan yang besar.
Pentingnya peranan stabilitas statik relatif terhadap ketidakstabilan dinamik
dinyatakan oleh bilangan Richardson (Ri):
47
Pembilang menyatakan kekuatan dari stabilitas statik dan penyebut
menyatakan kekuatan shear kecepatan yang merupakan faktor penentu
ketidakstabilan dinamik.
Bila pembilang lebih besar daripada penyebut aliran adalah laminer (stabil)
sebaliknya bila penyebut lebih besar daripada pembilang, aliran menjadi tidak
stabil dan menjadi turbulen.
aliran stabil (laminer)
aliran turbulen
Karena laut cenderung terstratifikasi dengan kuat dan arus cenderung lemah
maka percampuran oleh turbulen (turbulent mixing) kecil atau jarang.
Bilangan Richardson yang kecil bukan satu-satunya kriteria untuk turbulen.
Kriteria lain adalah bilangan Reynold (Re) yang besar.
kecepatan tipikal aliran
panjang tipikal dari aliran
untuk aliran di dalam pipa; (diameter pipa)
viskositas kinematik dari fluida
aliran turbulen
BAB III
HUBUNGAN ANTARA SUHU DAN SALINITAS
Dalam setiap penelitian oseanografi parameter-parameter yang selalu diukur
ialah suhu, salinitas, kandungan O2, dan kandungan zat hara (nutrient): fosfat,
48
nitrat, silikat. Dari data pengamatan lapangan kita dengan mudah dapat
menggambarkan distribusi salinitas atau suhu terhadap kedalaman. Namun
distribusi suhu dan salinitas terhadap kedalaman ini tidak dapat digunakan
untuk menyatakan karakteristik suatu perairan karena ia berubah dengan
waktu.
Distribusi suhu atau salinitas terhadap kedalaman pada musim dingin berbeda
dengan musim panas. Distribusi suhu atau salinitas terhadap kedalaman pada
musim hujan berbeda dengan musim kemarau. Jadi kita harus memilih cara
lain untuk menyatakan karakteristik suatu perairan yang merupakan
gambaran perairan tersebut sepanjang waktu (gambaran yang tidak berubah
dengan waktu). Karakteristik suatu perairan dapat kita gambarkan dengan
memplot data suhu dan salinitas terhadap kedalaman. Hubungan suhu dan
salinitas terhadap kedalaman disebut diagram T-S. Diagram T-S adalah unik
untuk tiap perairan, diagram T-S suatu perairan berbeda dengan diagram T-S
perairan yang lain. Dengan perkataan lain masing-masing perairan memiliki
diagram T-S yang unik; kita dapat mengatakan diagram T-S suatu perairan
merupakan “sidik jari” perairan tesebut. Diagram T-S suatu perairan
diperlihatkan oleh gambar 3.1 (biasanya diagram T-S digambarkan bersama
kurva sigma t)
Kegunaan diagram T-S :
1. Dapat digunakan untuk mengecek apakah data suhu dan salinitas yang
didapatkan dari lapangan dapat dipercaya atau tidak.
2. Dapat digunakan untuk meng-identifikasi massa air dan menentukan
proses pencampuran.
3. Dapat digunakan untuk melihat kestabilan kolom air.
4. Dapat digunakan untuk melacak gerakan massa air dengan cara
membandingkan beberapa diagram T-S dari suatu perairan.
49
T 0C
S 0/00
Kurva T-SYang smooth
T 0C
S 0/00
Kurva T-S yang tidak smooth
Gambar 3.1. Contoh Diagram T-S suatu perairan
Penjelasan:
1. Kurva T-S yang diplot berdasarkan data suhu dan salinitas yang baik
akan berupa kurva yang smooth. Bila kurva T-S yang diperoleh dari
data lapangan tidak “smooth” maka kita dapat mengatakan bahwa data
tersebut salah atau tidak baik (gambar 3.2).
2. Contoh penggunaan diagram T-S untuk mengidentifikasi massa air.
Dalam contoh ini kita akan mencoba mengidentifikasi 3 massa air yaitu
Antarctic Bottom Water (AABW), Antarctic Intermediate Water (AAIW),
dan North Atlantic Deep Water (NADW). Karakteristik ketiga massa air
tersebut diatas, adalah sebagai berikut :
AABW -0.50 C – 00 C 34.6 – 34.7 0/00
NADW 20 C – 40 C 34.9 – 35 0/00
AAIW 30 C – 40 C 34.2 – 34.3 0/00
Secara umum kita dapat menyatakan AABW dicirikan oleh suhu yang
rendah, NADW dicirikan oleh salinitas yang tinggi dan AAIW dicirikan
oleh salinitas yang rendah.
50
Penampang melintangGerakan massa air Dilautan Atlantik
Antartika
NADW
AABW
AAIW
450 S90 S00
Konvergensi Antartika
T
S
Gambar 3.2. Contoh diagram T-S smooth dan tidak smooth
AABW terbentuk di Weddell Sea di Antartika akibat proses pendinginan
dan pembentukan es. Air dengan densitas yang besar dipermukaan
turun menyusuri paparan benua dan lereng benua Antartika dan
menyusuri dasar laut membentuk AABW. AABW bergerak secara
perlahan menuju equator. AAIW terbentuk didaerah konvergensi
Antartika bergerak turun kelapisan dalam. NADW terbentuk di laut-laut
Norwegia dan Greenland, bergerak kearah selatan. NADW mengalir
diantara AAIW dan AABW. Gerakan ketiga massa air tersebut
diperlihatkan oleh gambar 3.3 berikut :
51
Gambar 3.3. Ilustrasi sirkulasi AABW, AAIW dan NADW di lautan Atlantik
Diagram T-S dari lokasi di lautan Atlantik pada lintang 9°S diperlihatkan
oleh gambar 3.4.
Di kedalaman antara 1400 m sampai 3800 m kita melihat adanya
kenaikan harga salinitas dan penurunan suhu. Kisaran (range) suhu
dan salinitas pada kedalaman ini dekat dengan kisaran suhu dan
salinitas NADW. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa pada kedalaman
ini terdapat massa air dari NADW yang ditandai oleh harga salinitas
yang tinggi maksimum. Pada kedalaman 800 m kita melihat adanya
salinitas yang rendah (salinitas minimum). Kisaran suhu dan salinitas
dekat dengan kisaran suhu dan salinitas AAIW walaupun pada
kedalaman 800 m tersebut kisaran suhu dan salinitasnya lebih besar
dari kisaran suhu dan salinitas AAIW.
52
Gambar 3.4. Identifikasi massa air AAIW,AABW,NADW dari diagram T-S
Kita dapat menyimpulkan pada kedalaman 800 m ini terjadi
pencampuran antara AAIW dengan massa air di laut Atlantik Selatan
di lintang 9° S. Di kedalaman 5000m kita melihat adanya kontribusi
AABW yang ditandai dengan suhu yang lebih rendah dari 0° C. Jadi di
dalam contoh ini kita dapat melihat bagaimana penggunaan diagram T-
S lautan Atlantik di 9° S untuk mengidentifikasi AABW, AAIW dan
NADW dan proses percampurannya.
3. Suatu kolom air dikatakan stabil jika kurva T-S memotong kurva t
kearah bawah (kearah per-tambahan t). Bila kurva T-S memotong
kurva t kearah atas (kearah pengurangan t) maka kolom air
dikatakan tidak stabil. Bila kurva T-S sejajar dengan kurva t maka
kolom air netral. Dari gambar 3.5 dapat kita lihat bahwa dari
permukaan sampai kedalaman 30m kurva T-S sejajar dengan kurva t ,
jadi pada kedalaman ini kolom air stabil netral. Dari kedalaman 30m –
1000m kurva T-S memotong kurva t kearah bawah (kearah
pertambahan t); kolom air pada interval ini stabil.
53
Gambar 3.5. Penggunaan diagram T-S pada penentuan
kestabilan kolom air
4. Contoh penggunaan T-S diagram untuk melacak gerakan massa air.
Disini kita tinjau gerakan massa air laut Tengah yang hangat dan asin
(S=38.5 0/00 , T=130 C) memasuki perairan Atlantik utara bagian timur
yang massa airnya lebih dingin dan kurang asin (lebih ringan dari air
laut Tengah).
Karena massa air laut Tengah lebih berat daripada massa air lautan
Atlantik Utara bagian timur maka ia turun memasuki laut Atlantik melalui
selat Giblartar sampai ke kedalaman 1500m dimana densitasnya sama
dengan densitas air lautan Atlantik Utara bagian timur (gambar 3.6). Di
kedalaman 1500m ini massa air laut Tengah menyebar ke bagian interior
lautan Atlantik.
54
Gambar 3.6. Gerakan massa air laut Tengah memasuki
lautan Atlantik Utara bagian timur.
Kita dapat merekonstruksi gerakkan massa air laut Tengah memasuki lautan
Atlantik utara dengan cara membandingkan dua diagram T-S yang diambil
dari dua lokasi yang berbeda dilautan Atlantik. Lokasi Stasiun 1 dan Stasiun 2
dimana dilakukan pengambilan data suhu dan salinitas dibeberapa
kedalaman diperlihatkan oleh gambar 3.7a :
Dari diagram T-S dari stasiun 1 dan stasiun 2 (gambar 3.7b) kita dapat
melihat dengan jelas bahwa pada kedalaman 1200 m di Stasiun 1 dan
kedalaman 1300 m stasiun 2 tampak adanya kenaikan harga salinitas yang
menunjukkan ciri massa air Laut Tengah. Kita dapat menyimpulkan bahwa
kenaikan harga salinitas pada kedalaman-kedalaman tersebut akibat dari
pengaruh massa air laut Tengah yang bercampur dengan massa air Atlantik
di kedua stasiun.
Gambar 3.7a. Ilustrasi letak stasiun 1 dan 2 pada pengamatan T dan S
55
Gambar 3.7b. Diagram T-S pada stasiun pengamatan 1 dan 2
Kenaikan harga salinitas di kedalaman 1200 m di stasiun 1 lebih nyata
dibandingkan dengan di stasiun 2, karena letak stasiun 2 sudah jauh dari laut
Tengah. Di stasiun 2, massa air laut Tengah sudah banyak bercampur
dengan massa air laut Atlantik utara.
Dari contoh ini dapat kita lihat dengan membandingkan diagram T-S dari dua
stasiun di Atlantik utara kita dapat melacak adanya gerakan massa air laut
Tengah memasuki perairan Atlantik Utara bagian timur.
56
BAB IV
MASSA AIR DAN PROSES PERCAMPURAN
Massa air memperoleh sifat-sifatnya di permukaan; massa air mempunyai
suhu dan salinitas yang spesifik. Karena perbedaan densitas massa air tidak
bercampur dengan mudah bila mereka bertemu. Biasanya massa-massa air
ini mengalir di atas atau di bawah massa air yang lain. Massa air yang ringan
mengalir di atas massa air yang berat. Karena suhu dan salinitas merupakan
sifat air yang konservatif maka massa air dapat dipertahankan sifat-sifatnya
untuk jarak jauh dan waktu yang lama.
Para ahli oseanografi memberi nama massa air menurut posisi mereka di laut.
Di lintang menengah dan tropis ada lima massa air yang umum yaitu:
1. Surface water (massa air permukaan), sampai kedalaman 200 m.
2. Central water (massa air pusat), sampai ke dasar (batas bawah
thermocline; bervariasi terhadap lintang).
3. Intermediate water (massa air pertengahan), sampai ke kedalaman
sekitar 1500 m.
4. Deep water (massa air lapisan dalam), di bawah Intermediate water
tetapi tidak sampai ke dasar, sampai ke kedalaman 4000 m.
5. Bottom water (massa air dekat dasar), air yang berada di dasar laut.
Arus permukaan bergerak di lapisan yang hangat dari surface dan central
waters.
Karakteristik massa ditentukan oleh proses-proses pemanasan, pendinginan,
pembentukan es, penguapan dan difusi (pengenceran) yang semuanya terjadi
di permukaan dimana massa air terbentuk.
Massa air paling berat (dan yang paling dalam) terbentuk oleh kondisi
permukaan yang menyebabkan air menjadi dingin dan asin (proses
pendinginan dan pembentukan es di daerah kutub).
57
Massa air dekat permukaan, lebih hangat dan kurang asin. Terbentuk
di daerah dimana presipitasi melebihi evaporasi (P>E).
Massa air di kedalaman intermediate, densitasnya pertengahan.
Massa air yang dingin yang berada di bawah termoklin, variasi suhu
dan salinitasnya lebih kecil dibandingkan massa air permukaan.
Ada dua istilah yang perlu diperhatikan yakni :
Water type (tipe air) : mempunyai satu harga T dan satu harga S,
misalnya air Laut Tengah.
Water Mass (massa air) : mempunyai range Salinitas dan Suhu
tertentu.
Didalam diagram T-S water type merupakan suatu titik sementara water mass
merupakan porsi (bagian) dari kurva T – S yang mempunyai range suhu dan
salinitas tertentu. Pencampuran dari 2 atau lebih water type membentuk
massa air (water mass).
Proses percampuran massa air
Misalkan dua massa air homogen saling bertumpang tindih satu dengan
lainnya. Massa air I yang mempunyai suhu yang tinggi, salinitas rendah
meliputi kedalaman 0 – 100 berada di atas massa air II yang mempunyai suhu
rendah, salinitas yang tinggi meliputi kedalaman 100 – 300 m. Di dalam
diagram T – S kedua massa air ini atau tepatnya kedua tipe air ini
digambarkan sebagai titik-titik yang berbeda koordinatnya. Kondisi sebelum
dan setelah bercampur diperlihatkan pada gambar 4.1. Sebelum terjadi
proses pencampuran kita melihat suatu bidang antara yang tajam antara
massa air I dan massa air II. Setelah terjadi pencampuran bidang antara ini
menjadi smooth dan kurva T-S menjadi suatu garis lurus.
58
Gambar 4.1. Percampuran dari dua massa air.
Kita dapat memperluas percampuran dua massa air menjadi percampuran
tiga massa air.
Bayangkan tiga massa air yang homogen saling tumpang tindih satu dengan
yang lain. Ketiga massa air berada pada lapisan 200 – 600 m, 600 – 1000 m
dan 1000 – 1400 m. Kita anggap massa air di lapisan pertengahan dan
lapisan dalam mempunyai suhu yang sama tetapi salinitasnya berbeda. Profil
suhu dan salinitasnya diperlihatkan pada gambar 4.2a dan 4.2b. Sementara
diagram T – S nya diperlihatkan pada gambar 4.2c. Diagram 1 pada gambar
4.2 menyatakan kondisi sebelum bercampur sementara diagram 2 dan 3
menunjukkan urutan dari tahapan percampuran. Sebelum bercampur (tahap I)
ketiga massa air dinyatakan oleh tiga titik di dalam diagram T – S 3 tipe air.
Saat terjadi percampuran (tahap 2) bidang antara yang tajam di antara massa
air menjadi daerah transisi, batas-batas yang tajam menjadi smooth. Air
dengan karakteristik antara 400 – 800 m dan antara 800 – 1200 m tampak di
59
dalam diagram T – S. Lapisan air pertengahan dengan salinitasnya yang
rendah.
tampak jelas kelihatan. Ini dikenal sebagai core water (air inti) dan tampak di
dalam diagram T – S sebagai titik yang tajam. Tatkala core water terus
dipengaruhi oleh percampuran lapisan atas dan lapisan bawah, sudut yang
tajam pada diagram T – S mulai terkikis dan plot T – S pada tahap 3 tidak
tampak lagi sudut yang tajam tetapi sudah berbentuk kurva. Pada tahap 3 ini
ciri-ciri core water dari lapisan pertengah masih terlihat walaupun sudah
tererosi karena proses percampuran.
Dari diagram T dan S kita bisa melihat besarnya pencampuran yang terjadi
dan menentukan porsi atau prosentase dari massa air yang bercampur.
Misalkan dua type air dengan T dan S yang berbeda bercampur membentuk
massa air dengan T – S yang tertentu. Pencampuran dua type air ini
digambarkan dengan suatu garis lurus dalam diagram T – S dan massa air
yang terbentuk oleh pencampuran terletak pada garis lurus tersebut.
Disini kita ingin mengetahui berapa besar porsi (prosentase) dari dua tipe air
tersebut dalam membentuk massa air baru lewat proses pencampuran.
Misalkan massa air I (T1, S1) bercampur dengan massa air II (T2, S2)
membentuk massa air R (TR, SR). (gambar 4.3)
60
Gambar 4.2 Percampuran tiga tipe air
61
Gambar 4.3. Penentuan porsi massa air I dan massa air II dalam membentuk massa air R menggunakan diagram T dan S
Dari gambar 4.3 dapat ditentukan
Atau prosentase massa air I = b/ (a+b) x 100%.
Contoh: Massa air I mempunyai suhu T = 5°C, salinitas 35.5 0/00 bercampur
dengan massa air II dengan T = 2 0C dan S = 34,5 0/00. Massa air yang
terbentuk oleh pencampuran mempunyai T = 3 0C dan S = 34,85 0/00. Berapa
porsi dari massa air I dan massa air II yang membentuk massa air baru (R)
tersebut di atas?
Plot massa air I, II dalam massa air R hasil percampuran massa air I dan II di
dalam diagram diperlihatkan pada gambar 4.4.
Porsi massa I / Porsi massa II = b/a
Pengukuran segmen a dan segmen b dari gambar memberikan nilai 1 : 2
Porsi massa air I =
Porsi massa air II =
62
R = massa air dengan TR dan SR yang terbentuk akibat percampuran type air I dan type air II
I
II
T1
S2
b
a
R
T(0C)
TR
T2
SR S1 S(0/00)
Gambar 4.4. Penentuan prosentase massa air I dan II
pada massa air hasil percampuran (R).
Kontribusi massa air II jauh lebih besar daripada kontribusi massa air I dalam
membentuk massa air yang diwakili oleh titik R pada diagram T-S. Anda
dapat meninjau titik R pada kurva T – S yang dinyatakan oleh garis lurus
dengan lokasi yang berbeda-beda. Besar kontribuasi dari massa air yang
terlibat dalam pencampuran tergantung pada jarak titik R terhadap titik yang
mewakili massa air I atau massa air II. Prosedur pencampuran dua massa
air membentuk suatu massa air dapat dikembangkan untuk kasus
pencampuran 3 massa air ( I, II, III ).
63
Dalam kasus percampuran tiga massa/type air, massa air hasil percampuran
(R) di dalam diagram T – S terletak di dalam segitiga yang dibentuk oleh
penyatuan titik-titik yang mewakili massa air I, II dan III.
Jika suhu dan salinitas massa air R (TR, SR) diketahui dari pengukuran, secara
grafis kita dapat menentukan berapa persen kontribusi massa air I, II dan III
dalam membentuk R. Hal ini diperlihatkan pada gambar 4.5.
Gambar 4.5. Penentuan prosentase massa air I, II dan III dalam membentuk massa air R.
Panjang segmen a, b, c, d dan e ditentukan menggunakan mistar.
Perbandingan porsi massa air I, massa air II dan massa air III adalah
Dari gambar 4.5 diperoleh
64
Jadi massa air R merupakan hasil percampuran 40% massa air I, 45% massa
air II dan 15% massa air III.
Contoh:
Kita ingin mengetahui kontribusi massa air North Atlantic Deep Water
(NADW), massa air Antartic Intermediate Water (AAIW) dan massa air di
kedalaman 400 dalam membentuk massa air di kedalaman 800 m. Lihat
gambar 4.6.
Gambar 4.6. Diagram T – S di lautan Atlantik 9°S.
Dari gambar 4.6, menggunakan mistar diperoleh:
Jadi prosentase AAIW dalam membentuk massa air di kedalaman 800 m
adalah 55%.
65
Dengan cara yang sama diperoleh prosentase NADW di kedalaman 800 m
sebesar 25%, sementara prosentase massa air di kedalaman 400 m adalah
20%.
Difusi Ganda
Aliran di laut adalah turbulen dan proses pencapuran terutama akibat adukan
turbulent eddies. Namun demikian walaupun tanpa turbulen perbedaan dari
suhu dan salinitas dapat menghasilkan pencampuran akibat proses difusi
molekuler. Di beberapa daerah laut diamati, air yang ringan berada di atas air
yang berat tetapi kolom air tidak stabil meskipun tidak ada arus.
Misalnya : air yang hangat dan asin berada di atas air yang dingin tetapi
kurang asin; kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya transfer panas dan
transfer garam, dari air lapisan atau ke air lapisan bawah akibat proses difusi
molekuler.
Di sini ada 2 proses difusi yaitu difusi panas dan difusi garam atau difusi
ganda (double diffusion). Difusi ganda panas dan garam ini disebut juga Salt
Fingering (Gambar 4.7)
= diffusi garam ; = Transfer Panas atau diffusi panas
Gambar 4.7 Ilustrasi difusi garam dan difusi panas pada proses salt fingering
66
Diffusi panas 100 kali lebih cepat daripada diffusi garam. Transfer panas yang
cepat dari lapisan yang hangat lebih asin ke lapisan yang dingin dan kurang
asin dapat menyebabkan ketidakstabilan skala kecil yang berkontribusi pada
percampuran vertikal. Tinjau dua lapisan tipis dengan ketebalan beberapa
meter di lapisan oleh suatu bidang batas yang tajam. Jika lapisan atas hangat
dan asin sementara lapisan bawah dingin dan kurang asin, bidang batas tidak
stabil meskipun lapisan atas lebih ringan dari pada lapisan bawah.
Penjelasannya adalah sebagai berikut. Karena transfer panas lebih cepat
daripada transfer garam maka suatu lapisan air yang dingin dan asin
terbentuk diantara kedua lapisan yang semula. Lapisan antara yang dingin
dan asin ini lebih berat dari pada lapisan bawah yang dingin dan kurang asin.
Akibatnya air dari lapisan antara ini turun ke lapisan bawah. Air yang turun
dari lapisan antara ini bentuknya mirip jari dengan diameter 1 – 5 cm dan
panjang sepuluhan centimeter. Karena berbentuk jari maka difusi ganda ini
disebut juga salt fingering (lihat gambar 4.8). Proses difusi ganda pertama kali
diamati di bawah aliran keluar dari air Laut Tengah memasuki Lautan Atlantik
Utara bagian Timur. Sekarang telah diketahui bahwa Salf Fingering dan
proses-proses yang terkait dengannya dapat memberikan konstribusi yang
signifikan pada pencampuran vertikal di laut. Efek dari Salf Fingering yang
mempunyai skala sangat kecil mempengaruhi karakteristik massa air skala
besar.
Gambar 4.8. Mekanisme terjadinya salt fingering
67
Hangat, asin 1
dingin, kurang asin 2
Hangat, asin 1
dingin, asin > 2
dingin, kurang asin 2
Densitas awal Densitas densitas setelah beberapa menit
dingin, kurang asin 2
Konvergensi
SinkingWater
Pencampuran di Daerah Konvergensi
Daerah konvergensi : daerah pertemuan dua atau lebih arus. Di daerah
pertemuan ini terjadi percampuran massa air dan massa air hasil
pencampuran akan turun (Sinking) ke lapisan dalam (Gambar 4.9).
Gambar 4.9. Ilustrasi proses terbentuknya sinking water
di daerah konvergensi
Ada dua tipe pencampuran massa air di daerah konvergensi yaitu
pencampuran lateral dan pencampuran vertikal :
1. Pencampuran Lateral
Bila di daerah konvergensi berubah secara teratur maka pencampuran
yang terjadi merupakan pencampuran lateral.
Pencampuran terjadi di sepanjang permukaan , pencampuran ini
membutuhkan energi yang kecil (gambar 4.9).
Bila diagram T – S dibuat di daerah konvergensi dalam arah horizontal maka
bentuknya akan identik dengan diagram T – S secara vertikal di suatu lokasi
di luar daerah konvergensi.
Contoh Pencampuran lateral :
Pencampuran air laut Tengah dengan air Laut Atlantik. Air Laut Tengah turun
(Karena berat) memasuki Atlantik Utara bagian Timur.
68
Gambar 4.10. Profil densitas pada perairan yang mengalami
percampuran lateral
2. Pencampuran Vertikal
Bila pertambahan t di daerah konvergensi terjadi secara acak atau tidak
teratur, pencampurannya terjadi bukan di sepanjang permukaan tetapi
memotong permukaan . Pencampuran ini membutuhkan energi yang lebih
besar dan disebut pencampuran vertikal (gambar 4.11).
Diagram T – S dalam arah horizontal di daerah konvergensi tidak identik
dengan diagram T – S secara vertikal di luar daerah konvergensi.
69
Gambar 4.11. Profil densitas pada perairan yang mengalami
percampuran vertikal
Caballing
Dua massa air dengan densitas yang sama tetapi suhu dan salinitasnya
berbeda yang becampur di daerah konvegensi membentuk massa air baru
dengan densitas yang lebih berat dan kemudian tenggelam (sink). Proses
pencampuran dan sinking ini disebut Caballing.
Pencampuran dua massa air dengan densitas yang sama tetapi suhu dan
salinitas yang berbeda membentuk massa air baru dengan salinitas yang
lebih besar diperlihatkan pada Gambar 4.12. Dari Gambar 4.12. dapat dilihat
bahwa massa air a dan massa air b densitasnya sama (karena terletak pada
kurva t yang sama) tetapi suhu dan salinitasnya berbeda. Massa air c
merupakan hasil pencampuran a dan b yang densitasnya lebih besar
daripada densitas a dan b. Massa air Antartic Intermediate Water, North
Antartic Intermediate Water dan beberapa Antartic Bottom Water terbentuk
oleh proses caballing ini.
70
Gambar 4.12. Pencampuran dua massa air dengan densitas yang sama tetapi suhu dan salinitasnya berbeda membentuk massa air baru dengan densitas yang lebih besar.
71