Post on 02-Mar-2019
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN
BERPERILAKU ADIL PADA HAKIM PENGADILAN
NEGERI DALAM MEMUTUSKAN PERKARA
Oleh :
SARI RISNAVIKA PUTRI SONNY ANDRIANTO
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2005
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU
ADIL PADA HAKIM PENGADILAN NEGERI DALAM MEMUTUSKAN
PERKARA
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing
(Sonny Andrianto S.Psi., M.Si)
PENGANTAR
Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Hal ini
melahirkan konsekuensi bahwa setiap warga negara segala tindakan dan
perilakunya harus mengacu pada setiap dasar hukum yang ada di negara Republik
Indonesia. Konsekuensi lain dari negara hukum adalah siapapun orangnya, baik
pejabat negara maupun masyarakat harus diperlakukan sama dihadapan hukum
dan mempunyai hak yang sama untuk memperoleh perlindungan hukum.
Indonesia saat ini sedang gencar-gencarnya membangun demokratisasi,
keterbukaan, penegakan hak asasi manusia (HAM), peningkatan sumber daya
manusia, pengentasan kemiskinan, disiplin nasional, dan gerakan sadar hukum.
Hal ini merupakan konsekuensi logis dari negara berkembang menuju negara
maju. Semakin membaiknya kualitas pendidikan suatu negara akan berdampak
pada seluruh aspek kehidupan. Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan politik,
kesejahteran rakyat, dan perlindungan hukum akan menjadi sorotan kehidupan.
Proses pembangunan menuju negara maju yang saat ini sedang
berlangsung di Indonesia akan melahirkan banyak perubahan di semua aspek
kehidupan. Soetjatmoko (Jamaludin, 1995) pembangunan menuntut upaya-upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia, strategi pembangunan yang mapan,
dan memerlukan stabilitas keamanan yang mantap.
Proses pembangunan ini disamping akan mendatangkan banyak manfaat
juga akan selalu diikuti dengan kondisi semakin longgarnya ikatan nilai norma
dalam masyarakat dan agama. Hal ini berakibat banyaknya perilaku yang
menyimpang, tindak kejahatan, dan kekerasan. Untuk menanggulangi dampak
negatif dari proses pembangunan diperlukan adanya suatu hukum.
Menurut Muhammad (1997), hukum adalah norma yang mengatur segala
aspek kehidupan masyarakat yang bersifat memaksa dan mengikat. Hukum
memiliki fungsi sebagai alat untuk ketertiban dan keteraturan masyarakat,
melindungi kepentingan manusia, sebagai jalan untuk memyelesaikan pertikaian
dan sarana untuk mewujudkan keadilan sosial.
Keadilan merupakan salah satu bentuk kebaikan yang menuntun manusia
dalam berhubungan sesama manusia. Seseorang dikatakan adil bila mengakui
orang lain sebagai orang yang memiliki hak yang seharusnya dipertahankan atau
diperolehnya (Muhammad, 1997). Menurut Lubis (1994) keadilan adalah
kemampuan unutuk memperlakukan setiap orang sesuai dengan haknya masing-
masing.
Suatu hukum yang adil merupakan kebutuhan mendasar bagi struktur
sosial karena mampu menjamin hak-hak semua kelas dan individu dalam
kaitannya dengan kesejahteraan umum, disertai dengan pelaksanaan perilaku di
antara berbagai macam peraturannya. Untuk dapat mencapai suatu hukum yang
adil, diperlukan campur tangan institusi khusus yang memberikan penyelesaian
imparsial (secara tidak memihak), penyelesaian itu tentunya harus didasarkan
kepada patokan-patokan yang berlaku secara objektif. Fungsi ini lazimnya
dijalankan oleh suatu lembaga yang disebut dengan lembaga peradilan, yang
berwenang untuk melakukan pemeriksaan, penilaian, dan memberikan keputusan.
Wewenang yang sedemikian itulah yang disebut dengan kekuasaan hakim yang
dalam prekteknya dilaksanakan oleh seorang hakim.
Agar dapat menyelesaikan masalah atau konflik yang dihadapkan
kepadanya sacara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku, maka dalam
pengambilan keputusan, para hakim harus adil mandiri dan bebas dari pengaruh
pihak manapun. Dalam pengambilan keputusan, para hakim hanya terikat pada
fakta-fakta yang relevan dan kaidah hukum yang menjadi atau dijadikan landasan
yuridis keputusannya. Tetapi penentuan fakta-fakta mana yang relevan dan pilihan
kaidah hukum yang mana yang akan dijadikan landasan untuk menyelesaikan
kasus yang dihadapinya diputuskan oleh hakim yang bersangkutan itu sendiri
(Muhammad, 1997).
Seorang hakim harus selalu bersikap adil dalam memutuskan suatu perkara
pada suatu persidangan di Pengadilan. Madkur (Imron, 1983), mengemukakan
bahwa apabila seorang hakim duduk mengadili pihak-pihak yang bersengketa,
maka ia harus bersikap tidak memihak, tidak ada perhatiannya selain memeriksa
perkara itu. Hakim adalah aparat penegak hukum yang merupakan profesi mulia
dan sangat strategis dalam upaya mewujudkan keadilandan kebenaran melalui
lembaga peradilan (Hukumonline.com)
Tetapi pada kenyataannya sangatlah berbeda, dunia peradilan di Indonesia
akhir-akhir ini mendapat sorotan yang tajam dari masyarakat. Berbagai komentar
dan pendapat baik yang berbentuk pandangan maupun penilaian dari berbagai
kalangan masyarakat selalu menghiasi media massa yang ada di negeri ini. Hal
yang selalu menjadi topik utama adalah tidak memuaskannya atau bahkan
buruknya sistem kinerja dan pelayanan peradilan. Hal tersebut terbukti dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti MaPPI (Masyarakat Pemantau
Peradilan Indonesia) bahwa dari 536 responden, 59.97% memberi pernyataan
negatif dan sikap pesimis terhadap proses peradilan saat ini
(www.pemantauperadilan.com).
Putusan-putusan Hakim dalam suatu perkara, dianggap masih
membebaskan penjahat, khususnya terdakwa korupsi, baik yang diputuskan oleh
Pengadilan Negeri, banding, maupun kasasi baik, di Jakarta dan di beberapa
daerah di Indonesia. Pengadilan tidak lagi menjadi benteng keadilan namun
menjadi benteng terdakwa kasus-kasus korupsi dan melegakan tindak kejahatan
yang dilakukan.
Deretan-deretan kasus korupsi berskala besar yang sampai saat ini tidak
jelas tindak lanjutnya antara lain adalah: kasus Pertamina yang melibatkan
Ginandjar Kartasasmita, Penyalahgunaan BLBI yang melibatkan tiga Direksi
Bank Indonesia, tukar guling asset BULOG yang melibatkan Bedu Amang, dan
Dana Non-Bugeter BULOG yang menyeret Akbar Tanjung.
Beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP)
menilai putusan hakim yang membebaskan Akbar Tanjung sangat menderai dan
tidak sesuai dengan hukum dan keadilan, Akbar seharusnya dianggap terbukti
bersalah dan dihukum sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukan
(www.pemantauperadilan.com).
Dampak dari ketidakadilan ini adalah: kerugian negara karena kasus
korupsi, penganiayaan semakin berkembang, pelanggaran akan semakin
meningkat, orang jahat akan semakin berani berbuat jahat, kasus-kasus kejahatan
akan terus meningkat tanpa diiringi dengan peningkatan penyelesaiannya. Cara
hakim dalam menangani dan memutuskan hukuman bagi para pelaku kejahatan
ini menimbulkan pesimisme dan sikap skeptis dalam masyarakat
(www.antikorupsi.com)
Menurut Daradjat (1991), keyakinan beragama menjadi bagian integral
dari kepribadian seseorang. keyakinan itu akan mengawasi segala tindakan,
perkataan, bahkan perasaannya. Clark (Jamaludin, 1995) Nilai-nilai religi
memiliki fungsi yang sangat sentral dan mendalam dalam diri seseorang maka
diharapkan seseorang dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku akan sangat
dipengaruhi oleh tingkat religiusitasnya.
Agama Islam senantiasa mewajibkan umatnya untuk berperilaku adil, hal
ini dapat dilihat dalam Al-Quran, (QS. An Nisaa’4: 58) “Dan apabila kamu
menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil”. (QS. Al
Maa-Idah 5: 8) “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berdasarkan pada ajaran-ajaran agama
Islam yang mewajibkan umatnya untuk selalu menegakkan keadilan, maka
diharapkan semakin tinggi religiusitas seseorang, semakin tinggi juga
kecenderungannya terhadap perilaku adil.
Berangkat dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti apakah
ada hubungan antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil pada
hakim pengadilan negeri dalam memutuskan suatu perkara.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas
dengan kecenderungan berperilaku adil pada hakim Pengadilan Negeri dalam
memutuskan perkara.
Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, terutama
psikologi agama dan sosial. Lebih khusus lagi penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kejelasan hubungan antara religiusitas dengan kecenderungan
berperilaku adil dalam memutuskan suatu perkara pada hakim Pengadilan Negeri.
2. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan untuk
meningkatkan perilaku adil pada hakim Pengadilan Negeri. Hasil penelitian ini
dapat dimanfaatkan sebagai acuan, sehingga dapat menjadi rujukan penelitian-
penelitian selanjutnya.
Kecenderungan Berperilaku Adil
Adil berasal dari bahasa Arab yang artinya insyaf (yang menurut jiwa baik
dan lurus). Dalam bahasa Perancis perkataan adil ini diistilahkan dengan justice,
sedangkan dalam bahasa Latin diistilahkan dengan justica.
Menurut Poerwadarminta (1986) dalam kamus bahasa Indonesia
memberikan pengertian adil dengan tidak berat sebelah dan tidak sewenang-
wenang. Masyur (Lubis, 1994) mengemukakan bahwa keadilan adalah
meletakkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak setiap yang berhak secara
lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang
sama, dan menghukum orang jahat atau yang melanggar hukum sesuai dengan
kesalahannya.
Keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang
sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama dan untuk
menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Suatu perlakuan yang tidak
sama adalah tidak adil, kecuali dapat diperlihatkan mengapa ketidaksamaan dapat
dibenarkan (Kanter 2001)
Seorang hakim dikatakan adil jika memberi sanksi kepada orang yang
diketahuinya melanggar hukum, dan membantu seseorang untuk memperoleh apa
yang menjadi haknya melalui keputusan yang dibuat (Lubis, 1994)
Menurut Lind dan Tyler (Faturochman, 2002) keadilan pada dasarnya
merupakan bagian dari moralitas, tetapi di sisi lain keadilan telah dirumuskan
dalam aturan-aturan yang baku dan harus dilaksanakan dengan ketat. Secara
umum keadilan digambarkan sebagai situasi sosial ketika norma-norma dan
kelayakan terpenuhi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan
berperilaku adil adalah tinggi rendahnya kemungkinan seseorang untuk bertindak
atau berbuat meletakkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang
berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam
keadaan yang sama dan menghukum orang jahat atau yang melanggar hukum
sesuai dengan kesalahannya.
Religiusitas
Mangunwijaya (Hidayat, 1995) membedakan antara istilah agama atau
religi dengan religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan
dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk
pada aspek yang telah dihayati oleh individu.Kesadaran beragama tidak hanya
melandasi tingkah yang nampak, tetapi juga sikap, pemikiran, kemauan dan
tanggapan. Menurut Daradjat (1991), keyakinan itu tidak akan mengawasi segala
tindakan, perkataan bahkan perasaannya.
Glock dan Stark (Ancok dan Suroso, 1995) mengatakan bahwa
keberagamaan seseorang itu ditunjukkan pada ketaatan dan komitmen seseorang
terhadap agamanya. Keberagamaan seseorang pada dasarnya lebih menunjuk pada
pelaksanaan keagamaan yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen,
sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama untuk kemudian
diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Keberagamaan seseorang meliputi aspek
keyakinan, peribadatan, akhlak, ilmu dan penghayatan. Aspek-aspek tersebut
merupakan suatu keastuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan (Ancok dan Suroso,
1995)
Daradjat (1991) mengemukakan istilah kesadaran agama (religious
consciousness) dan pengalaman agama religious eksperience. Kesadaran agama
merupakan segi agama yang terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui
introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama.
Pengalaman agama masalah unsur perasaan dalam kesadaran agama yaitu,
perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan
Menurut penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas
adalah proses keagamaan yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen,
sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama untuk kemudian
diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Keberagamaan seseorang meliputi aspek
keyakinan, peribadatan, akhlak, ilmu dan penghayatan. Aspek-aspek tersebut
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan
Hubungan religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil
Menurut Daradjat (1991), keyakinan beragama menjadi bagian integral
dari kepribadian seseorang. Keyakinan itu akan mengawasi segala tindakan,
perkataan, bahkan perasaannya. Clark (Jamaludin, 1995) Nilai-nilai religi
memiliki fungsi yang sangat sentral dan mendalam dalam diri seseorang. Tiada
satu orangpun yang tidak membutuhkan agama. Oleh karena nilai-nilai religiusitas
menempati posisi sedemikian sentral, maka diharapkan seseorang dalam berpikir,
bersikap dan bertingkah laku akan sangat dipengaruhi oleh tingkat religiusitasnya.
Ajaran-ajaran Islam senantiasa mewajibkan umatnya untuk selalu
berperilaku adil. Ajaran ini dapat dilihat dalam (QS. An Nisaa’4: 58) “Dan apabila
kamu menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil”.
(QS. Al Maa-Idah 5: 8) “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu
kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. (QS. Al Hadiid 57: 25)
“Sesungguhnya Kami mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Qitab dan neraca
(keadilan) agar menusia dapat melaksanakan keadilan”.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa dengan
pemahaman keagamaan yang baik seorang hakim dalam menjalankan tugasnya
tidak akan sembarangan melakukan perilaku yang dapat menimbulkan adanya
ketidak adilan. Dalam bertindak hakim akan melakukan pertimbangan-
pertimbangan terlebih dahulu berdasarkan nilai-nilai dalam ajaran-ajaran agama
yang telah terinternalisasi dalam dirinya. Semakin tinggi religiusitas hakim maka
diharapkan semakin tinggi pula kecenderungan berperilaku adil yang dimilikinya.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah, adanya korelasi yang
positif antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil. Semakin tinggi
religiusitas maka semakin tinggi pula kecenderungan berperilaku adil
Metode Penelitian
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel Tergantung : Kecenderungan berperilaku adil
Variabel Bebas : Religiusitas
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Religiusitas adalah seberapa dalam dan totalias seseorang dalam penghayatan,
keyakinan, peribadatan, ilmu dan pengamalan nilai-nilai agama kemudian
diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Skala yang digunakan dalam penelitian ini
adalah adaptasi dari skala Turmudhi (1991). Diasumsikan bahwa semakin tinggi
skor yang diperoleh subjek, makin tinggi religiusitasnya. Semakin rendah skor
yang diperoleh subjek, semakin rendah religiusitasnya.
2. Kecenderungan perilaku adil adalah seberapa besar kemungkinan seseorang
melaksanakan kewajibannya untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap
semua orang yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak
semua pihak yang bersangkutan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini
disusun oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek adil dari Muhammad
Diasumsikan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, makin tinggi
kecenderungannya untuk berperilaku adil. Semakin rendah skor yang diperoleh
subjek, semakin rendah kecenderungannya untuk berperilaku adil.
Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan
Negeri yang memeluk agama Islam.
Metode Pengumpulan Data
a. Skala kecenderungan berperilaku adil
Skala kecenderungan berperilaku adil yang digunakan disusun penulis
yang merupakan modifikasi dari aspek-aspek keadilan menurut Muhammad
(1997). Skala kecenderungan berperilaku adil ini dibagi menjadi empat aspek.
Yaitu kejujuran, tanggung jawab, otentik, dan kemandirian moral.
Bentuk skala kecenderungan berperilaku adil adalah tipe pilihan dengan
empat pilihan alternatif jawaban, sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS)
dan sangat tidak sesuai (STS). Pernyataan-pernyataan dalam aitem terdiri dari
aitem favorabel dan unfavorable. Skor penilaian bergerak dari empat sampai satu.
Item favorabel skor yang tertinggi (SS) diberi skor empat, kemudian urutan skor
selanjutnya hingga sampai yang terendah (STS) diberi skor satu. Untuk aitem
unfavorabel skor yang tertinggi (STS) diberi skor empat kemudian urutan skor
selanjutnya hingga sampai yang terendah (SS) diberi skor satu.
b. Skala Religiusitas
Skala religiusitas pada penelitian ini disusun oleh Turmudhi (1991)
berdasarkan pada teori Masrun dkk (Jamaludin, 1995) yang telah disesuaikan
dengan dimensi religiusitas di dalam ajaran agama Islam. Dimensi-dimensi
tersebut adalah: akidah atau iman, Islam atau peribadatan, ihsan atau penghayatan
dan pengamalan.
Bentuk skala religiusitas adalah tipe pilihan dengan empat pilihan
alternatif jawaban, sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat
tidak sesuai (STS). Pernyataan-pernyataan dalam aitem terdiri dari aitem
favorabel dan unfavorable. Skor penilaian bergerak dari empat sampai satu. Item
favorabel skor yang tertinggi (SS) diberi skor empat, kemudian urutan skor
selanjutnya hingga sampai yang terendah (STS) diberi skor satu. Untuk aitem
unfavorabel skor yang tertinggi (STS) diberi skor empat kemudian urutan skor
selanjutnya hingga sampai yang terendah (SS) diberi skor satu.
Validitas dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas merupakan suatu alat ukur yang sangat penting
dalam penelitian ilmiah di mana dan kapanpun juga. Menurut Azwar (1997), suatu
instrument ukur yang tidak reliabel atau tidak valid akan memberikan informasi
yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes
tersebut, untuk itu diperlukan suatu instrument atau alat penelitian yang mampu
mengungkap secara cermat (valid) dan konsisten (reliabel) sehingga informasi
yang diperlukan dapat dipertanggungjawabkan. Maka penelitian ini pengujian
validitas alat ukur akan dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor-skor tiap
butir dengan skor total setiap aspek kemudian skor aspek dengan skor total.
Reliabilitas suatu alat ukur menunjuk derajat keajegan suatu alat ukur yang
bersangkutan manakala diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berlainan
(Hadi, 2000)
Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisa data pada penelitian ini adalah
metode kuantitatif dengan menggunakan statistik. Teknik statistik yang digunakan
adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson (Hadi, 1996). Proses
analisanya akan dilakukan dengan meggunakan fasilitas software SPSS. Versi
12.00
Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Penelitian
A. Skala Kecenderungan Berperilaku Adil
Tabel 6 Deskripsi Hasil kecenderungan berperilaku adil Variabel Skor Hipotetik Skor Empirik Xmax Xmin Mean SD Xmax Xmin Mean SD Kecenderungan 116 29 72,5 14,5 113 75 91,79 9,316 Berperilaku Adil Tabel 7 Kriteria kategorisasi Kecenderungan berperilaku adil
Kategori Skor N Prosentase (%) Tinggi 87<x 28 65,12% Sedang 58<x<87 15 43,88% Rendah X<58 0 0%
B. Skala Religiusitas
Tabel 8 Deskripsi Hasil Penelitian Religiusitas Variabel Skor Hipotetik Skor Empirik Xmax Xmin Mean SD Xmax Xmin Mean SD Religiusitas 212 53 132,5 26,5 208 122 174,84 18,498 Tabel 9 Kriteria kategorisasi Religiusitas
Kategori Skor N Prosentase (%) Tinggi 159<x 36 83,72 % Sedang 106<x<159 7 16,27 % Rendah X<106 0 0 %
C. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan sebelum uji hipotesis, mencakup uji normalitas dan
uji linieritas. Hal ini perlu dilakukan karena teknik korelasi yang digunakan
adalah teknik product moment yang harus menggunakan data yang distribusinya
normal dan linier, uji asumsi dalam penelitian ini menggunakan fasilitas SPSS
12,0 for windows
a. Uji Normalitas
Uji mormalitas dilakukan dengan teknik One-Sample Kolmogorof-Smirnof
Test dari SPSS 12.0 for windows Menghasilkan perolehan sebaran skor dari
variable kecenderungan berperilaku adil (K- SZ = 0,567 ; p = 0,904 atau p >
0,05), dan dari hasil yang diperoleh melalui sebaran skor variable religiusitas
K-SZ = 0,484 ; p = 0,973 atau p > 0,05) dari hasil uji normalitas yang dilakukan
dapat diketahui bahwa skor subjek pada kedua alat ukur tersebut memiliki sebaran
normal.
b. Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linieritas variable
kecenderungan berperilaku adil dengan religiusitas. Dari uji linearity diketahui,
F linearity 7,861 dengan p = 0,021 atau p < 0,05 dan F deviation from linearity
0,719 dengan p = 0,767 atau p > 0,05. hasil ini menunjukkan ada hubungan linear
pada variable kecenderungan berperilaku adil dengan religiusitas dengan
c. Uji Hipotesis
Hasil analisis data dengan menggunakan korelasi product moment pearson
pada program SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
ada hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel kecenderungan
berperilaku adil dengan religiusitas. Hasil tersebut didasarkan pada nilai p = 0,001
dan r = 0,444. Hasil penelitian dikatakan signifikan karena p < 0,01 sehingga
hipotesis penelitian diterima. Maka semakin tinggi religiusitas semakin tinggi
kecenderungan berperilaku adil.
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi pearson
diketahui bahwa hubungan positif dan sangat signifikan antara variable
religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil. Hasil penelitian ini
mendukung teori yang telah diajukan pada pemahasan sebelumnya yaitu
religiusitas mempunyai peran penting dalam pembinaan moral. Apabila
dihadapkan pada suatu dilema, seseorang akan menggunakan pertimbangan-
pertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama. Oleh karena
itu, nilai-nilai agama yang telah diinternalisasikan oleh seseorang, diharapkan
mampu menuntun dalam bersikap dan berperilaku dengan benar. Jadi jika
seseorang mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran-ajaran
agamanya, maka seseorang tersebut juga mampu bersikap secara adil.
Ajaran-ajaran Islam senantiasa mewajibkan umatnya untuk selalu
berperilaku adil. Ajaran ini dapt dilihat pada (QS. An Nisaa’4: 58) “Dan apabila
kamu menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil”.
(QS. Al Maa-Idah 5: 8) “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu
kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. (QS. Al Hadiid 57: 25)
“Sesungguhnya Kami mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Qitab dan neraca
(keadilan) agar menusia dapat melaksanakan keadilan”.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa dengan
pemahaman keagamaan yang baik seorang hakim dalam menjalankan tugasnya
tidak akan sembarangan melakukan perilaku yang dapat menimbulkan adanya
ketidak adilan. Hakim akan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih
dahulu berdasarkan nilai-nilai dalam ajaran-ajaran agama yang telah
terinternalisasi dalam dirinya. Semakin tinggi religiusitas hakim maka semakin
tinggi pula kecenderungan perilaku adil yang dimilikinya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data penelitian dan pembahasan
yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, maka dengan singkat dapat
disimpulkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara religiusitas
dengan kecenderungan berperilaku adil, semakin tinggi religiusitas seseorang
maka semakin tinggi pula kecenderungannya berperilaku adil.
Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis
mengajukan saran-saran bagi penelitian selanjutnya adalah :
1. Saran kepada subjek penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa subjek
rata – rata memiliki tingkat religiusitas yang tinggi dan ada hubungan positif
antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil, maka disarankan
kepada subjek penelitian untuk tetap mempertahankan religiusitas yang sudah
tinggi.
2. Saran bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah subjek penelitan
dan lebih cermat dalam mengontrol variabel-variabel lain yang kiranya dapat
memperkaya hasil penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adisubroto, D. 1992. Sifat Religiusitas pada suku bangsa Jawa dan Minangkabau. Jurnal Psikologika, No satu Tahun ke XIX
Ancok, D. & Suroso, F. N. 1995. Psikologi Islami. Cetakan kedua. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Azwar. 1995. Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya. Cetakan kedua.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ----------1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Daradjat. 1991. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung
Agung. Dister, N. 1990. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Yogyakarta: Kanisius Driyakara, N. 1987. Percikan Filsafat. Jakarta: PT. Pembangunan Hadi, S. 1996. Statistik Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset
-------- 2000. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset
Helmi, A. F. 1994. Aspek Psikologis Penuntut Umum Dalam Proses Peradilan
Pidana. Jurnal Psikologika, No tiga Tahun ke-2. Hukum On Line. 2001. Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). http://
www.antikorupsi.com ----------2004. Putusan Akbar Tanjung Tidak Sesuai Dengan Hukum dan
Keadilan. http:// www.pemantauperadilan.com. Imron, A.M. 1983. Peradilan dalam Islam. Cairo: Fakultas Hukum Cairo. Jamaludin, M. 1995. Hubungan Religiusitas dengan Stres Kerja Pada Polisi.
Laporan Penelitian. Sikripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas gajah Mada
Kanter, E. Y. 2001. Etika Profesi Hukum: Pendekatan sosio-Religius. Jakarta:
storia Grafika Lari, S. M. M. 1990. Psikologi Islam. Jakarta: Pustaka Hidayah
Loudon, D. I & Bitta, A. J. D. 1984. Consumer Behavior: Concept and Application. New york: McGraw Hill
Lubis, S.K. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Mangunwijaya. 1982. Sastra Dan Religiusitas. Jakarta: Sinar Harapan. Muhammad, A. 1997. Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Notohamidjojo, O. 1975. Soal-soal Pokok Filsafat hukum. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya. 2000. Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia Turmudhi, A. M. 1991. Hubungan antara Religiusitas dengan Intensi Prososial
pada mahasiswa beragama Islam di Fakultas Ekonomi UPN “ Veteran “ Yogyakarta. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Walgito, B. 1990. Psikologi Sosial ( Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset