Post on 03-Jan-2016
NARKOBA DAN TEMBAKAU DALAM KEHAMILAN
I. NARKOBA
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain
"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok
senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut
pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang
biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk
penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat pemakaian di luar
peruntukan dan dosis yang semestinya.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997). Yang termasuk jenis
narkotika adalah:
Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko),
opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja.
Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-
campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku
(Undang-Undang No. 5/1997). Zat yang termasuk psikotropika antara lain:
Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine,
Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi,
Shabu-shabu, LSD (Lycergic Syntetic Diethylamide), dsb.
Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis
maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang
dapat mengganggu sistim syaraf pusat, seperti:
• Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa
zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan
oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap.
Contoh: lem/perekat, aceton, ether, dsb.
Penyalahgunaan Napza saat hamil dapat mempengaruhi perkembangan janin
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung dari obat
melalui plasenta dapat menimbulkan efek pada sel embrio, sedang pengaruh tidak
langsung dengan mempengaruhi perfusi plasenta dan oksigenasi janin. Efek obat
ditentukan oleh jenis obat, frekuensi pemakaian, efek aliran darah plasenta, efek
terhadap jaringan janin, dan waktu pemakaian dalam kehamilan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, narkoba dapat berbahaya baik pada
tahap tertentu kehamilan ataupun pada setiap tahap kehamilan. Berikut adalah
contoh efek berbahaya dari beberapa jenis narkotika apabila digunakan oleh
wanita hamil.
1. Kokain & Methamphetamine
Kokain & Methamphetamine merupakan stimulant yang kuat terhadap
sistem syaraf pusat. Kedua jenis zat tersebut dapat menekan nafsu makan,
mempersempit pembuluh darah sehingga jantung berdetak lebih kencang &
tekanan darah menjadi lebih tinggi. Akibatnya pertumbuhan janin menjadi
terganggu & meningkatnya resiko untuk terjadi keguguran, kelahiran
premature & abruptio placentae (terlepasnya sebagian plasenta dari dinding
rahim, yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan).
Apabila kedua jenis zat berbahaya tersebut dikonsumsi pada kahir
kehamilan, maka dapat menyebabkan bayi yang terlahir mengalami
ketergantungan zat berbahaya juga & menderita gejala putus obat (sakaw)
seperti kejang, tidak bisa tidur & kram otot. Para ahli juga percaya bahwa di
kemudian hari, mereka juga akan mengalami kesulitan belajar.
2. Heroin & Narkotika lain
Mempunyai kemampuan menstimulasi sejumlah reseptor spesifik pada
SSP. Reseptor mu, kappa, sigma, reseptor mu bertanggung jawab pada tingkat
supraspinal yang menyebabkab analgesia, euforia, depresi pernapasan,
ketergantungan fisik. Reseptor kappa bekerja pada tingkat spinal dan
menyebabkan miosis dan sedasi. Reseptor sigma berhubungan dengan efek
perangsangan jantung, disforia, dan halusinogenik.
Penggunaan narkotika dalam jumlah yang besar meningkatkan resiko
kelahiran bayi secara prematur yang juga disertai dengan masalah kesehatan
lainnya seperti lahir dengan berat badan rendah, mengalami kesulitan bernafas,
kadar gula darah yang rendah & perdarahan di kepala (intracranial
hemorrhage). Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami ketergantungan
narkotika, sering juga dilahirkan dalam kondisi ketergantungan juga &
menderita gejala putus obat seperti muntah, diare & kaku pada persendian.
Wanita yang menggunakan narkotika dengan cara di suntik, juga beresiko
besar untuk tertular penyakit menular seperti HIV yang dapat berkembang
menjadi AIDS. Wanita hamil yang mengidap virus HIV beresiko besar untuk
menularkan infeksi tersebut kepada bayi yang dikandungnya.
3. Kokain
Kokain adalah obat vasoaktif dan dapat menyebabkan masalah pada bayi
secara sekunder karena kerusakan plasenta atau melalui efek langsung pada
pembuluh darah janin. Ada 2 jenis kokain; murni berupa serbuk putih yang
telah dicampur dengan soda kue atau sodium karbonat kemudian direbus
sampai airnya menguap dan reuptake presinaps tinggal kerak coklat yang
disebut crack dan jenis ini lebih adiktif serta berbahaya. Kokain digunakan
dengan cara menghirup uapnya dengan pipet kaca atau perak, dapat pula
disuntikkan intravena setelah dibuat larutan dengan air. Kokain dengan cepat
di absorbsi dan masuk dalam darah serta menghasilkan efek dalam 6-8 menit.
Kokain diabsorbsi dengan cepat pada semua membran mukosa dan
menghambat reuptake presinaps dari katekolamin pada neuron terminal yang
menyebabkan akumulasi norephinerfrine, ephinefrin dan dopamine pada
postsinaps serta dalam darah.
Akumulasi ini akan menyebabkan peningkatan tonus simpatis dan
vasokonstriksi serta menimbulkan euforia, peningkatan denyut jantung,
hiperglikemia, hiperpireksia dan midriasis. Vasokonstriksi koroner akan
mengakibatkan spasme, angina pektoris, infark miokard akut, aritmia jantung
dan bahkan kematian mendadak. Selain itu dapat pula terjadi perdarahan
subarachnoid bila sebelumnya ada aneurisma, stroke hemoragik dan nekrosis
usus. Komplikasi maternal dapat berupa hipertensi maligna, iskemia jantung,
infark otak bahkan kematian. Dampak pada janin berupa abortus spontan,
pertumbuhan janin terhambat, persalinan kurang bulan, pewarnaan mekonium
dalam air ketuban dan solutio plasenta. Bayi pemakai kokain dengan berat
badan lahir rendah berisiko mengalami perdarahan intraventrikuler dan
keterlambatan perkembangan.
4. Ganja
Penelitian mengenai efek penggunaan ganja oleh wanita hamil sebenarnya
tidak terlalu spesifik. Hal ini karena biasanya ganja digunakan berbarengan
dengan obat lain, rokok & alcohol. Seperti bahan berbahaya lainnya, maka
penggunaan ganja saat kehamilan beresiko menyebabkan kelahiran bayi
premature & bayi lahir dengan berat badan rendah.
5. Amfetamin
Merupakan golongan simpatomimetik amin yang dipakai untuk mengobati
kegemukan, menekan rasa lapar, kelelahan, bekerja dengan cara merangsang
pelepasan katekolamin dari reseptor simpatis dan menghambat monoamin
oksidase yang berperan dalam penguraian katekolamin. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik serta frekuensi pernapasan,
dosis yang berlebihan dapat menyebabkan ketegangan, insomnia, halusinasi,
kecemasan, sakit kepala, muka pucat, palpitasi, tekanan darah tidak stabil,
aritmia jantung dan infark miokard.
Amfetamin tidak ditransfer melalui plasenta, namun menimbulkan efek
perinatal melalui cara lain, bila dipakai bersama kokain maka timbul
komplikasi persalinan prematur, pertumbuhan janin terhambat, solutio plasenta
dan gawat janin. Pernah dilaporkan adanya kelainan perinatal berupa penyakit
jantung kongenital, bibir sumbing.
II. TEMBAKAU
Bahan baku pembuatan rokok adalah tembakau. Tidak kurang dari 4000
zat kimia beracun yang terkandung dalam asap sebatang rokok yang dihisap.
Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan
partikel. Nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida,
amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin,
4-etilkatekol, ortokresol dan perylene adalah sebagian dari beribu-ribu zat di
dalam rokok.7
Dalam setiap batang rokok yg dihisap, terkandung 3 zat berbahaya bagi
kesehatan, yaitu : nikotin, karbon monoksida, dan tar. Kandungan ketiga zat
berbahaya tersebut berbeda-beda untuk setiap merek rokok.7
1. Nikotin.
Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf
tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh
darah serta menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya.
Kadar nikotin 4-6 mgyang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa
membuat seseorang ketagihan.7
2. Karbon monoksida (CO)
Zat ini memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan
hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan
dengan oksigen yang sangat penting untuk pernasapan sel-sel tubuh, tapi
karena gas CO lebih kuat daripada oksigen maka gas CO ini merebut tempat
oksigen “di sisi” hemoglobin sehingga hemoglobin bergandengan dengan gas
CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen.
Sementara dalam darah perokok mencapai 4-15 persen.7
3. Tar
Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen
padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk
ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan menjadi padat
dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran
pernafasan dan paru-paru. Pengedapan ini bervariasi antara 3-40 mg per
batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Zat
berbahaya ini dapat menyumbat dan mengiritasi paru dan sistem pernapasan,
sehingga menyebabkan penyakit bronchitis kronis, emfisema dan dalam
beberapa kasus menyebabkan kanker paru-paru. Racun kimia dalam tar juga
dapat meresap ke dalam aliran darah dan kemudian dikeluarkan di urin. Tar
yang tersisa di kantung kemih juga dapat menyebabkan penyakit kanker
kantung kemih.7
Gambar 1. Komposisi rokok
Dikutip dari kepustakaan 8
A. Patofisiologi
Nikotin, karbon monoksida, dan karsinogen (bahan kimia penyebab kanker)
ditemukan dalam kadar yang tinggi pada janin dari ibu yang merokok dan ibu
perokok pasif.
Nikotin, karbon monoksida dan karsinogen (bahan kimia penyebab
kanker) ditemukan dalam kadar yang tinggi pada janin dari ibu yang
merokok dan
ibu perokok pasif. Karena senyawa berbahaya dalam tembakau dapat
melewati plasenta, ibu yang merokok menyebabkan masalah kesehatan yang
serius
bagi bayi baik sebelum dan setelah persalinan, dan bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Wanita yang merokok lebih mungkin untuk
menderita kelainan plasenta dan plasenta letak rendah (plasenta previa).2
Perbedaan pola waktu (saat merokok terjadi selama kehamilan), durasi
(berapa lama merokok terjadi), dan intensitas (jumlah asap) paparan janin
terhadap bahan kimia beracun dalam rokok menyebabkan perbedaan
efek rokok pada kesehatan janin.2
Efek yang paling serius dari merokok pasif dapat terjadi pada janin.
Nikotin melewati plasenta dengan bebas, seperti halnya unsur beracun asap
rokok lainnya, seperti karbon monoksida dan sianida. Karbon monoksida
mudah mengikat hemoglobin janin sehingga mengurangi kapasitasnya dalam
membawa oksigen. Sianida menyebabkan deplesi vitamin
B12 janin karena vitamin B12 merupakan kofaktor
dalam detoksifikasi. Merokok juga merusak plasenta, menyebabkan
vaskularisasi berkurang, edema internal dari kapiler, dan perluasan dari
membran basal vili plasenta.9
Berbagai efek yang merugikan telah dihubungkan dengan merokok
selama kehamilan. Seperti, aborsi spontan, berat lahir rendah karena kelahiran
prematur atau pembatasan pertumbuhan janin, kematian bayi dan
janin, dan solusio plasenta. Mekanisme patofisiologis dari efek-efek yang
merugikan kehamilan tersebut, yaitu meningkatnya
karboksihemoglobin janin, berkurangnya aliran darah uteroplasenta, dan
hipoksia janin. Dalam perspektif nasional, pada tahun 2001 kejadian berat
lahir rendah di antara bayi yang lahir dari wanita Amerika yang
dilaporkan merokok selama kehamilan adalah dua pertiga lebih tinggi
daripada bukan perokok, yaitu 11,9 berbanding 7,3 persen. Bahkan kelahiran
dari wanita yang merokok hanya 1 sampai 5 rokok sehari, 11,3 persen
memiliki berat lahir rendah, dan angka ini lebih dari 50 persen lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak merokok. Jacqz-Aigrain, dkk (2002)
menemukan bahwa ibu yang mengkonsumsi rokok berhubungan secara
langsung dengan tingkat kotinin yang diukur dalam sampel rambut neonatus.
Upaya yang paling berhasil untuk berhenti merokok selama kehamilan
melibatkan intervensi yang menekankan bagaimana untuk berhenti merokok.10
B. Pengaruh Rokok Terhadap Kehamilan
1. Komplikasi Obstetri
Banyak literatur yang telah menggambarkan efek samping merokok
selama kehamilan. Bahkan sebelum kehamilan, merokok menyebabkan
penurunan kesuburan. Merokok selama kehamilan dihubungkan dengan
komplikasi obstetrik yang lebih tinggi, seperti abortus spontan, kehamilan
ektopik, kelahiran prematur, plasenta previa, solusio plasenta, dan ruptur
membran prematur.5
a. Abortus spontan
Nikotin telah diketahui menjadi vasokonstriktor kuat yang mengurangi
aliran darah uterus dan plasenta. Hal tersebut menyebabkan oksigenasi
plasenta terganggu sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
kematian janin. Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.5,11
Pengetahuan ini bukan hal yang baru diketahui. Tahun 1902, Ballantyne
menuliskan bahwa keguguran lebih sering terjadi pada wanita yang bekerja
sebagai buruh pabrik tembakau. Sebuah penelitian yang dipublikasikan tahun
1999 mempelajari hubungan antara penggunaan kokain dan tembakau dengan
abortus spontan di kalangan wanita hamil. Penggunaan kokain dan
rokok diukur menggunakan analisis urin. Kehadiran kotinin, metabolit
nikotin dengan waktu paruh panjang, secara independen dan signifikan
berhubungan dengan peningkatan risiko abortus spontan. Di antara wanita-
wanita dengan abortus spontan, 28,9% menggunakan
kokain dan 34,6% merokok berdasarkan analisis urin.5
Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang sehari, risikonya adalah
sekitar dua kali lipat lebih besar. Armstrong, dkk (1992) menghitung bahwa
risiko abortus meningkat secara linear dengan faktor 1,2 untuk setiap 10 rokok
yang dihisap per hari, konsisten dengan faktor 1,4 yang dihitung oleh
Chatenoud, dkk (1998).10
b. Masalah plasenta
Solusio plasenta, yaitu terlepasnya plasenta dari implantasinya sebelum
janin lahir, sebanyak 15 sampai 25% dari semua kematian perinatal karena
komplikasi kelahiran prematur, gawat janin, koagulopati ibu, dan
cedera iskemik organ lainnya.1
Merokok selama kehamilan berhubungan dengan peningkatan insiden
solusio plasenta dan kematian janin. Terdapat hubungan antara jumlah rokok
yang dihisap dengan risiko solusio plasenta dan kematian perinatal. Bila
dibandingkan dengan ibu-ibu yang tidak merokok, ibu-ibu yang merokok
memiliki risiko 40% lebih tinggi untuk mengalami kematian janin akibat
solusio plasenta dari setiap bungkus rokok yang dihisap. Penyebab yang paling
mungkin dari peningkatan risiko ini adalah iskemia dan nekrosis dari
desidua.12
Plasenta previa, yaitu implantasi plasenta di bagian segmen bawah
uterus yang dapat dipersulit oleh prematuritas, plasenta akreta, vasa previa dan
perdarahan lainnya. Plasenta previa menyebabkan peningkatan kematian
perinatal setinggi 81 per 1.000 kelahiran.1
Merokok selama kehamilan berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya plasenta previa sebanyak tiga kali. Kebutuhan untuk peningkatan
area permukaan plasenta akibat penurunan oksigenasi uteroplasenta mungkin
berkontribusi terhadap hubungan tersebut.12
Mekanisme yang paling mungkin dari solusio plasenta pada wanita yang
merokok, yaitu penurunan aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan
nekrosis desidua di tepi plasenta. Suzuki dkk, berpendapat bahwa merokok
dapat menyebabkan perubahan sel endotel yang kemudian menyebabkan
vasokonstriksi dan kekakuan dinding arteriol, sehingga terjadi penurunan
perfusi plasenta. Hal ini, dapat menyebabkan iskemia dari desidua basalis dan
akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan desidua. Mekanisme ini bisa
bertanggung jawab atas peningkatan insiden gangguan uteroplasenta yang
disebabkan oleh rokok.1,13
Peningkatan insiden plasenta previa pada wanita yang merokok dapat
dijelaskan oleh pembesaran plasenta dan kemungkinan besar menutupi ostium
uteri interna. Pembesaran plasenta mungkin merupakan mekanisme
kompensasi dari penurunan transportasi oksigen ke janin yang disebabkan oleh
karbon monoksida dalam asap rokok. Plasenta berubah secara konsisten
dengan gangguan pada kemampuan plasenta dalam pertukaran gas akibat
penebalan dari lamina basal trofoblas dan berkurangnya ukuran kapiler janin.1
Monica dan Lilja menemukan peningkatan risiko plasenta previa 1,4 kali
pada wanita yang merokok kurang dari 10 batang per hari dan 1,7 kali pada
wanita yang merokok 10 batang atau lebih per hari. Williams dkk menemukan
peningkatan risiko solusio plasenta 1,4 kali pada wanita yang merokok 1-9
batang rokok per hari dan 1,5 kali pada wanita yang merokok 10-19 per hari.
Ananth dkk menemukan peningkatan risiko 1,3 dan 1,4 kali untuk plasenta
previa dan 1,9 dan 2,2 kali untuk solusio plasenta pada wanita yang merokok
1-10 batang dan lebih dari 10 batang per hari.13
Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah hasil dari cacat dalam fisiologi reproduksi
manusia yang memungkinkan hasil konsepsi untuk berimplantasi dan matang
di luar rongga endometrium, yang akhirnya berakhir pada kematian janin.14
Merokok telah terbukti menjadi faktor risiko untuk kehamilan ektopik.
Penelitian telah menunjukkan peningkatan risiko mulai 1,6-3,5 kali lipat
dibandingkan bukan perokok. Merokok selama kehamilan meningkatkan
risiko sebesar 2,5 atau lebih untuk wanita yang merokok lebih dari 20 batang
perhari. Dalam penelitian Handler dkk, diperkirakan terdapat peningkatan
risiko 1,4 kali untuk wanita yang merokok kurang dari 10 batang per hari dan
5.0 kali untuk wanita yang merokok 30 atau lebih batang rokok per hari.5,14,15
Berdasarkan penelitian laboratorium pada manusia dan hewan, peneliti
telah menetapkan beberapa mekanisme bagaimana merokok memainkan peran
dalam kehamilan ektopik. Mekanisme tersebut, yaitu penundaan ovulasi,
gangguan motilitas tuba dan uterus, atau gangguan imunitas.14
Dalam penelitian Coste dkk, terdapat perubahan motilitas dan fungsi silia
tuba setelah suntikan nikotin. Nikotin juga menyebabkan penundaan
implantasi blastokista dan mengubah jarak dari tempat implantasi pada hewan.
Peranan dari kadar estrogen yang rendah juga diajukan oleh beberapa peneliti.
Beberapa temuan yang mendukung hipotesis tersebut, yaitu wanita perokok
memiliki kadar estrogen yang lebih rendah dibandingkan kontrol dan kontraksi
tuba terjadi di bawah kontrol estrogen. Penjelasan lain untuk efek buruk dari
merokok, yaitu imunitas yang berkurang pada perokok. Perubahan imunitas
dapat mempengaruhi respon terhadap inflamasi tuba, mengakibatkan
peningkatan frekuensi PID.15
c. Kelahiran Prematur
Kelahiran prematur didefinisikan sebagai usia kehamilan kurang dari 37
minggu, dan kelahiran sangat prematur didefinisikan sebagai usia kehamilan
kurang dari 33 minggu. Penelitian menunjukkan bahwa 10,8% bayi lahir
prematur pada keseluruhan populasi, dengan 80,5% diklasifikasikan sebagai
kelahiran prematur spontan dan 19,5% diklasifikasikan sebagai kelahiran
prematur indikasi medis.
Ada cukup banyak literatur yang menghubungkan merokok dengan kelahiran
prematur, yang umumnya ditemukan hubungan sederhana, dengan risiko
relatif 1,2 hingga 1,5 kali untuk merokok 10 sampai 20 batang sehari, dan
risiko relatif 1,5 sampai 2,0 kali untuk merokok lebih dari 20 batang hari.
Merokok selama kehamilan menyebabkan 15% dari semua kelahiran prematur.
Bahkan, wanita hamil perokok pasif dihubungkan dengan peningkatan risiko
kelahiran prematur.5,16
Nikotin bekerja pada sistem kardiovaskular, menyebabkan pelepasan
katekolamin ke dalam sirkulasi ibu, dan menyebabkan takikardi,
vasokonstriksi perifer, dan penurunan aliran darah plasenta, sehingga nutrisi
dan oksigenasi bagi janin berkurang. Kotinin meningkatkan aksi
vasokonstriksi dari prostaglandin E2 dan akumulasi kotinin dalam aliran darah
janin dapat berperan dalam menginduksi persalinan prematur dan abortus
spontan di kalangan perokok.17
2. Berat Badan Lahir Rendah
Merokok aktif oleh wanita hamil merangsang perubahan morfologi plasenta
lebih awal, sehingga mengurangi volume ruang intervili ibu serta mengurangi
volume dan luas permukaan kapiler janin. Perubahan morfologi ini
mengakibatkan penurunan difusi oksigen melalui plasenta. Oleh karena itu, janin
menderita stres hipoksia kronis akibat rokok. Faktor-faktor ini berkontribusi
dalam menurunkan berat dan panjang badan lahir, serta lingkar kepala lebih kecil
saat lahir. Di negara-negara maju, ibu yang merokok adalah faktor utama dari
berat badan lahir rendah. Diperkirakan bahwa merokok selama kehamilan
mengurangi berat badan lahir 10-15 gram per rokok yang dihisap setiap hari.
Namun, hal tersebut tidak memiliki hubungan linear, Penurunan paling tajam
dalam berat badan lahir terjadi pada paparan tingkat rendah. Oleh karena itu, efek
pengurangan merokok selama kehamilan lebih kecil dibandingkan dengan efek
berhenti merokok. Bahkan, paparan tinggi terhadap lingkungan asap rokok pada
wanita hamil yang tidak merokok juga memiliki hubungan negatif dengan berat
badan lahir. Baru-baru ini, Wang dkk menyimpulkan bahwa efek langsung dari
merokok selama kehamilan pada berat badan lahir dan usia kehamilan
mungkin lebih kuat tergantung pada kerentanan individu.5
Berat badan lahir rendah didefinisikan sebagai berat badan lahir kurang dari
2500 gram. Secara umum, penurunan rata-rata berat badan lahir pada wanita
perokok adalah 200 gram. Hal ini mengakibatkan kejadian bayi berat badan lahir
rendah menjadi dua kali lipat. Risiko dan tingginya berat badan lahir rendah
berhubungan dengan jumlah rokok yang dihisap selama kehamilan. Periode kritis
dimana merokok menimbulkan pengaruh merugikan ini belum diketahui. Tetapi
telah diketahui bahwa jika wanita berhenti merokok selama kehamilan, berat
badan lahir bayi akan sebanding dengan wanita yang tidak merokok.1
Mekanisme yang tepat dalam penurunan berat badan lahir masih belum
jelas. Saat ini, terdapat bukti bahwa perokok tidak mengkonsumsi kalori lebih
sedikit atau memiliki berat badan rendah selama kehamilan sehingga telah
disimpulkan bahwa penurunan berat badan lahir pada bayi perokok tidak
disebabkan oleh faktor gizi. Penelitian antropometri yang membandingkan
perbedaan komposisi tubuh pada bayi dari wanita perokok dengan bukan perokok
menemukan penurunan massa lemak bebas. Secara khusus, berat dan panjang
badan yang menurun pada bayi dari perokok, tetapi tidak ada perbedaan pada
pengukuran tebal lipatan kulit dan lingkar anggota gerak tubuh. Tidak diketahui
apakah efek fisiologis merokok pada pertumbuhan janin disebabkan oleh sifat
vasokonstriksi nikotin pada pembuluh darah uterus atau penurunan kadar oksigen
akibat karbon monoksida dan pembentukan karboksihemoglobin.1
Hasil penelitian yang paling baik mengenai merokok adalah hubungan
secara langsung antara dosis dengan penurunan pertumbuhan janin. Bayi yang
lahir dari ibu perokok memiliki berat badan rata-rata 200 gram lebih kecil
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu bukan perokok, dan perokok berat
menyebabkan penurunan berat badan yang lebih banyak. Merokok
menggandakan risiko berat badan lahir rendah, dan meningkatkan risiko bayi
yang kecil untuk usia kehamilan 2,5 kali lipat. Wanita yang berhenti merokok di
awal kehamilan pada umumnya memiliki bayi dengan berat lahir normal.10
Pada tahun 1957, Simpson melaporkan efek samping dari ibu yang merokok
pada berat badan lahir. Beberapa penelitian telah mendukung temuan ini dan
menunjukkan efek dosis-respon. Efek pada berat badan lahir lebih disebabkan
oleh pertumbuhan intrauterin yang terhambat dibandingkan kelahiran prematur.
Kramer dkk, memperkirakan efek dari ibu yang merokok selama masa prenatal
menyebabkan penurunan 5% dari berat badan per bungkus rokok yang dihisap
setiap hari.3
Ibu yang merokok selama masa prenatal mempengaruhi janin dalam
sejumlah cara yang dapat mengakibatkan hipoksia kronis dan berat badan lahir
rendah. Resistensi vaskuler plasenta sering meningkat ketika wanita merokok
selama kehamilan. Ibu perokok dikaitkan dengan perubahan metabolisme protein
dan aktivitas enzim dalam darah janin. Merokok selama kehamilan menurunkan
aliran darah uterus dan mengurangi aliran oksigen dari uterus ke plasenta.
Peningkatan kadar karboksihemoglobin ditemukan dalam darah ibu dan janin saat
ibu merokok selama kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan hypoxia janin dan
janin mengalami stres hipoksia kronis, sebagaimana dibuktikan oleh peningkatan
kadar hematokrit.3
3. Kematian Perinatal
Terdapat peningkatan 33% pada kematian perinatal (setelah usia kehamilan
20 minggu) dan kematian neonatal (usia 28 hari pertama) pada wanita perokok.
Peningkatan ini terjadi secara independen dari penurunan berat badan
lahir. Sementara, rata-rata lama kehamilan hanya sedikit lebih pendek pada
perokok, proporsi kelahiran prematur (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
meningkat secara signifikan. Analisis oleh Perinatal Ontario menentukan bahwa
ibu yang merokok meningkatkan risiko kematian perinatal, yaitu 20% untuk ibu
yang merokok kurang dari satu bungkus per hari dan 35% untuk ibu yang
merokok lebih dari satu bungkus per hari.1
4. Sindrom Kematian Bayi Mendadak (SIDS)
Di negara maju, sindrom kematian bayi mendadak terjadi sebanyak 40%
dari semua kematian bayi umur 1 bulan sampai 1 tahun. Posisi tidur bayi dan
kebiasaan ibu merokok telah diketahui menjadi faktor penyebab sindrom
kematian bayi mendadak.18
Beberapa penelitian epidemiologi telah melaporkan hubungan antara ibu
yang merokok dengan sindrom kematian bayi mendadak. Dari berbagai faktor
risiko sindrom kematian bayi mendadak, ibu yang merokok merupakan salah satu
yang paling prediktif. Penurunan respon ventilasi sampai hipoksia dianggap
bagian dari patofisiologi sindrom kematian bayi mendadak. Penelitian terakhir
pada neonatus domba telah menunjukkan bahwa nikotin melemahkan respon
ventilasi sampai hipoksia dan menimbulkan spekulasi bahwa sindrom kematian
bayi mendadak berhubungan dengan efek nikotin pada pusat kontrol pernapasan.1
Bayi yang meninggal akibat sindrom kematian bayi mendadak memiliki
konsentrasi nikotin yang lebih tinggi dalam jaringan paru mereka dibandingkan
dengan kasus yang bukan sindrom kematian bayi mendadak. Alasan yang paling
mungkin dari hubungan antara merokok pasif dengan sindrom kematian bayi
mendadak adalah kelainan dalam perkembangan otak, dengan
kecenderungan apnue sentral dan mekanisme kontrol pernapasan
terganggu, seperti respon ventilasi berkurang sampai hipoksia. Penjelasan lainnya
yang mungkin adalah perkembangan paru yang abnormal pada neonatus dan
meningkatnya infeksi pernapasan.5
Penelitian oleh Kirsten Wisborg menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir
dari ibu perokok memiliki risiko tiga kali lebih tinggi untuk menderita SIDS
dibandingkan anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak merokok. Risiko SIDS
semakin meningkat dengan semakin banyaknya jumlah rokok yang dihisap setiap
hari.18