Post on 04-Aug-2015
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Berkat asung wara nugraha Ida Syang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha
Esa, maka makalah yang berjudul : Museum Tekstil Bali di Karangasem ini dapat
disusun dan diselesaikan tepat pada waktunya walaupun masih diakui jauh dari
sempurna
Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan MK Studio 2
Program Studi Aksitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana, karena itu
penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, tanpa penulis sebutkan satu persatu.
Denpasar, Agustus
Penulis
Bunga Mulia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara penghasil tekstil terbesar di dunia
yang memiliki keanekaragaman corak tradisional maupun modern. Berbagai
jenis pakaian yang unik dan spesifik tersebar di sekitar 3.000 pulau besar
maupun kecil di nusantara. Puspa ragam jenis bahan, teknik pengolahan,
warna, motif dan komposisi merupakan ciri tersendiri dari tekstil Indonesia.
Bali sebuah pulau kecil dengan 8 Kabupaten dan 1 Kota dan
mayoritas penduduk beragama Hindu dan adat budaya yang mentradisi
memiliki keanekaragaman corak tekstil yang khusus di setiap daerah. Corak
tekstil Bali berkembang dari era Bali Aga, Bali Kuno, era penjajahan, era
kemerdekaan serta Bali modern yang menjadi ciri identitas bagi daerah
masing-masing. Dalam perkembangannya tekstil Bali mendapat pengaruh
dari provinsi disekitarnya di Indonesia maupun dan luar negeri, termasuk
dipengaruhi oleh perkembangan pariwisata.
Tekstil sebagai kebutuhan pokok manusia merupakan hash budaya
mengalami perkembangan dari masa ke masa, dan bentuk sederhana berupa
serat kemudian berkembang menjadi benang dan kain. Disamping itu
peralatan yang digunakan juga semakin berkembang, sesuai dengan teknologi
dan tuntutan pada masanya.
Dalam kebudayaan Bali, tekstil tidak hanya digunakan sebagai
sandang penutup tubuh manusia, namun juga memiliki nilai-nilai sakral yang
digunakan pada upacara keagamaan. Selain itu tekstil Bali juga digunakan
untuk menghiasi bangunan suci seperti Pura, sekaligus sebagai wastra dan
patung-patung didalamnya. Penggunaan motif dan tekstil yang ada lebih yang
dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan dalam unsur agama di Bali. Tri Hita
Karana sebagai pedoman tata kehidupan di Bali memberikan satu klasifikasi
bagi penggunaaan tekstil itu sendiri. Hubungan antara manusia dengan Tuhan
menentukan penggunaan tekstil Bali pada bangunan suci. Perayaan upacara
adat yang dilaksanankan menurut tingkatan utama, madya dan nista
memberikan perbedaan dari kompleksitas penggunaan tekstil yang beragam.
Material, motif, dan teknik pembuatannya berbeda dengan tekstil yang
digunakan manusia. Penggolongan jenis tekstil berdasarkan kasta dihasilkan
dari suatu hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Konsep
kosmologi dari alam juga memberikan karakteristik baik dari segi motif dan
warna. Warna merah digunakan untuk arah mata angin selatan, arah
distanakannya Dewa Brahma, begitu pula dengan warna hitam uang ditujukan
untuk Dewa Wisnu pada arah utara.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, pengetahuan
menenun tekstil di Bali juga berkembang dengan ditemukannya Alat Tenun
Mesin, sehingga produksi tekstil dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
maupun pasar internasional. Perkembangan pariwisata yang semakin pesat
juga memberi kemajuan pada sektor industri khususnya industri tekstil
sebagai komoditi ekspor yang berupa kain dan pakaian jadi.
Jenis-jenis tekstil tradisional Bali ada bermacam-macam dan
berkembang menjadi satu nilai lebih mewakili daerahnya masing-masing.
Kain geringsing, kain cepuk, kain songket, kain endek, dan lain sebagainya,
merupakan jenis kain tradisional Bali yang memiliki ciri khas dan nilai
filsalfah tersendiri. Dalam perkembangannya, motif yang terdapat dalam
tekstil Bali mengandung nilai-nilai filosofis yang kental dan setiap lembaran
tekstil yang ada. Motif-motif tersebut dapat diambil dari lingkungan sekitar
tempat mereka hidup maupun dari ceritera kepahlawanan yang hingga kini
masih dipuja oleh masyarakat seperti ceritera Ramayana dan Mahabharata.
Perubahan sosio kultural saat ini mengakibatkan perubahan bagi
kehidupan sosial itu sendiri. Perbedaan yang paling mendasar adalah
penggunaan tekstil Bali saat ini tidak lagi dibedakan dari kelas sosial, tapi
dibedakan dari tekstil yang digunakan sehari-hari dan saat upacara adat.
pakaian sehari-hari menjadikan masyarakat Bali tampil sebagai masyarakat
modern, namun tetap menjadikan tradisi sebagai akar identitas budaya yang
dianutnya.
Dalam perkembangannya dirasakan untuk membuat tekstil tradisional
dengan peralatan yang sederhana diperlukan material, tenaga kerja, waktu
yang relatif lama dan mahal, sehingga sasat ini untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat cenderung mulai menggunakan material dan peralatan yang lebih
modern. Disamping itu adanya ketersediaan tekstil dipasar dalam kapasitas
mencukupi menjadikan masyarakat memilih sebagai konsumen dibandingkan
sebagai perajin tekstil. Hal ini mengakibatkan masyarakat semakin
berorientasi pada kehidupan praktis sehingga semakin menurun minat
masyarakat Bali terhadap pengetahuan akan tekstil.
Banyak masyarakat Bali yang tidak tahu tekstil tradisiohal mereka,
apalagi cara membuatnya. Para perajin yang berniat menggeluti pengetahuan
akan tekstil tradisional dengan motif-motif yang mengandung nilai budaya
didalamnya semakin langka. Begitu juga dengan kuantitas produk tekstil
tradisional Bali. Berdasarkan data statistik jumlah perusahaan yang bergerak
di bidang industri tekstil semakin menurun. Tahun 2001 junlah perusahaan
tekstil ada 196 perusahaan, dengan 14.664 orang pekerja. Tahun 2004 jumlah
perusahaan tekstil di Bali mencapai 30 perusahaan dengan 1.391 orang
pekerja.
Untuk mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan suatu wadah
untuk melestarikan, memperagakan, mempertahankan dan mengembangkan
tekstil Bali khususnya seperti yang dilakukan oleh negara lain yang sangat
menghargai kekayaan warisan budayanya. Salah satu wadah yang relevan
untuk mendukung usaha ini adalah Museum Tekstil Bali.
Kabupaten Karangasem merupakan salah satu kebupaten di Bali yang
memiliki nilai historis terhadap tekstil tradisional Bali, Desa Gelgel yang
menjadi tempat asal mula pembuatan kain songket untuk keluarga kerajaan
Masyarakatnya masih menjunjung tinggi nilai warisan leluhurnya dan masih
memegang reputasi ketradisionalannya. Secara umum penghasilan daerah
lebih banyak dari sektor perdagangan daripada sektor pariwisata, karena
Lombok melalui pelabuhan Padagbai.
Sebuah Museum Tekstil mampu merangkum, memperagakan,
melestarikan serta mengembangkan tekstil di Indonesia, disamping untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, serta objek wisata sekaligus sebagai
usaha penyelamatan terhadap tradisi dari benda warisan budaya bangsa.
Dengan adanya Museum Tekstil Bali di Karangasem ini diharapkan dapat
menjadi wadah pengumpulan, pelestarian, peragaan dan pengembangan
kualitas wawasan mengenai tekstil tradisional Bali di Bali, di Indonesia dan
di dunia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
Bagaimana mewujudkan suatu museum tekstil yang mampu ‘merangkum,
menampung, dan mengembangkan kuantitas dan kualitas jenis tekstil
tradisional Bali?
Bagaimana perencanaan museum ini sehingga mampu menjadi objek
studi, objek wisata, objek pelestarian sekaligus sebagai peningkatan dan
pengembangan kualitas wawasan masyarakat tentang tekstil Bali?
Bagaimana teknik penyajian koleksi untuk pemeliharaan, perawatan dan
pengembangan tekstil Bali?
1.3 Tujuan
13.1 Tujuan Penulisan
Tujuan dan penulisan itu adalah menyusun landasan konsepsual
perancanaan sebuah bangunan Museum Tekstil Bali di Karangasem yang
akan dipergunakan sebagai acuan dalam tahap desain selanjutnya.
13.2 Tujuan Perencanaan
Tujuan dari perencanaan ini adalah menyusun dan mewujudkan suatu
rancangan Museum Tekstil Bali di Karangasem yang mampu mewadahi
kegiatan perangkuman, pelestarian, peragaan, serta pengembangan wawasan
dan pengetahuan mengenai tekstil Bali dengan menyediakan sarana pameran,
pelayanan umum, pelayanan edukasi yang aman, nyaman, kompak, dan
menyatu antar fungsinya, sehingga dapat menunjukkan kualitas tekstil Bali
yang dipamerkan didalam bangunan museum ini dan mewarisi kegiatan
budaya berupa produksi tekstil tradisional Bali yang merupakan kegiatan
masyarakat pada waktu lampau.
1.4 Metode Penelitian
1.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data-data yang
diperlukan untuk dapat menjawab permasalahan mengenai Museum tekstil
adalah:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dan
sumbernya, dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data. Data
Primer dapat diperoleh melalui:
Obseivasi
Metode ini merupakan teknik pengamatan dimana peneliti
melakukan pengamatan dan pencatatan yang sistematik terhadap subjek
penelitian. Subjek yang diteliti adalah sejarah, proses, serta peralatan yang
digunakan dalam pembuatan tekstil Bali yang dilakukan pada beberapa
tempat produksi tekstil Bali. Observasi dilakukan juga dengan mengamati
museum-museum yang ada di Bali untuk mengetahui karakteristik
meseum
Wawancara dan diskusi
Wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh
informasi langsung dari sumbernya. Wawancara dilakukan dengan
petugas meseum Bali dan dengan produsen dan pengerajin tekstil Bali
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain,
yang dalam hal ini peneliti bertindak hanya sebagai pemakai data karena tidak
langsung memperoleh data langsung dan sumbernya.
a. Studi Literatur
Pengumpulan data penunjang sebagai bahan pertimbangan proses
perencanaan dan perancangan yang terdiri dari buku-buku, dan lain-lain.
b. Studi Banding
Melakukan studi banding museum tekstil di daerah dan negara lain
melalui internet.
1.4.2 Teknik Pembahasan
Teknik yang akan digunakan dalam melakukan pembahasan adalah
metode deskriptif, yaitu dengan melakukan pembahasan secara bertabap dari
masalah yang bersifat makro atau umum menuju masalah yang bersifat mikro
atau lebih detail atas dasar studi literatur, studi banding, dan observasi. Setiap
tahapan dianalisa secara terintegrasi dan lengkap untuk kemudian
memberikan masukan kepada pembahasan tahap berikutnya. Pada tahap
analisa ini keluaran yang diharapkan menjadi suatu konsep yang mendasari
perencanaan Museum Tekstil Bali. Kemudian pembahasan lebih lanjut
dijabarkan dalam bentuk desain.
Seluruh tahapan pembahasan selalu dilakukan pengevaluasian dan
mengalaxni feedback control pada setiap bagiannya sehingga data-data yang
belum ditampilkan segera dapaat disiapkan, metode dan penganalisaan dapat
diklasifikasi secepatnya, serta konsep perencanaan dapat dihasilkan dengan
lebih tepat.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Tinjauan Umum Museum
2.1.1. Sejarah Perkembangan Museum
Sejarah perkembangan Museum di dunia dapat ditelusuri sejak awal
dari Yunani. “Museum” berasal dari bahasa Yunani “Muse” yang berarti
sembilan Dewi Yunani kuno yang menguasai seni murni dan ilmu
pengetahuan. Jadi Museum di jaman itu merupakan suatu ruangan yang
dipergunakan bagi dewi-dewi kesenian.
Secara umum perkembangan museum dapat djelaskan sebagai
berikut:
Manusia mempunyai naluri alamiah untuk melakukan pengumpulan
(collecting instict). Sejak 85.000 tahun silam sudah merupakan tukang
himpun, terbukti penelitian para arkeolog pada gua-gua di Eropa dimana
pernah berdiam manusia Neanderthal (Lembah Neander), dan ditemukan
benda-benda koleksi pertama berupa kepingan batu yang disebut oker dan
banyak benda yang aneh-aneh. Awalnya disebut dengan curio cabinet, yang
menjadi sejarah museum pertaima kali. Pada jaman pertengahan, museum
merupakan tempat memajang koleksi pribadi milik bangsawan, dan orang
kaya yang makmur. Museum merupakan tempat ajang prestise bagi
pemiliknya.
Pada jaman itu museum juga pernah diartikan sebagai kumpulan ilmu
pengetahuan dalam bentuk karya tulis pada jaman ensiklopedis. Setelah
jaman Renaissance orang-orang di Eropa Barat mulai mendalami ilmu
pengetahuan tentang alam dan manusia juga jagat raya disekitarnya. Di
Indonesia berdirinya museum pertama kali dipelopori oleh berdirinya
Basaviasch Genootchap Van Kujnsten en Wateschaapen pada tanggal 24
April 1778, dengan tujuan memajukan kesenian dan ilmu pengetahuan.
Perkumpulan ini menjadi pusat pertemuan kalangan sarjana pada saat itu dan
pernah menjadi tuan rumah Pacific Science Congress.
Saat ini Bataviasch Genootchap Van Kujnsten en Wateschaapen telah
berganti nama menjadi museum nasional, yang merupakan museum tertua di
Indonesia. Sebenarnya terdapat lagi museum nasional di daerah lain tetapi
terhalang masalah biaya dan perawatan koleksi. Perhatian pemerintah
terhadap permuseuman meningkat, terbukti dengan adanya Proyek
Rehabilitasi dan Perluasan museum yang menjangkau seluruh daerah di
Indonesia.
2.1.2. Pengertian Museum
Museum muncul untuk keperluan pendidikan, dan atau untuk
pengadaan kegunaan koleksi permanen yang bersifat estetik.
Ada beberapa rumusan mengenai pengertian museum. Sebuah
museum adalah:
1. Satu lembaga untuk merawat benda-benda dengan aman, dan untuk
menginterpretasikan benda-benda itu melalui riset dan penelitian.(Edwin .
Colbert).
2. Satu bangunan permanen, diatur sesuai minat umum, untuk maksud
pelestarian, studi dan diperkaya dengan berbagai makna dalam arti khusus,
memajangkan kepada umum karena benda-benda dan spesimen
kulturalnya memberikan kenikmatan dan petunjuk: koleksi-koleksi
artistik, bersejarah, ilmiah, kebun-kebun raya dan kebun binatang,
akuarium dan contoh lainnya, perpustakaan umum dan lembaga arsip
umum yang menyediakan ruang-ruang pameran permanen, dianggap
museum (Dewan Museum Internasional, 1960)
Selanjutnya dengan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa,
Museum mempunyai ruang lingkup yang sangat luas yang memberikan
perlindungan terhadap benda-benda yang bernilai sejarah dan budaya, untuk
dapat dikenali, diteliti dan dipelajari melalui riset dan pameran untuk
meningkatkan pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan masyarakat.
2.1.3. Fungsi, Peranan dan Tugas Museum
2.13.1. Fungsi Museum
Secara umum menurut Direktorat Jenderal Kebudayaan, Museum
memiliki sembilan fungsi yang merupakan rumusan ICOM sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan mengamankan warisan alam dan budaya
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
3. Konservasi dan preservasi
4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum
5. Pengenalan dan penghayatan kesenian
6. pengenalan kebudayaan antara daerah dan antar bangsa
7. Visualisasi warisan alam dan budaya
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia
9. Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Fungsi tersebut menunjukkan bahwa warisan sejarah budaya dan
warisan sejarah alam perlu dipelihara dan diselamatkan. Dengan demikian
dapat dibina nilai-nilai budaya nasional yang dapat memperkuat kepribadian
bangsa, mempertebal harga diri dan kebanggaan nasional serta memperkokoh
jiwa kesatuan nasional.
2.1.3.2. Peranan Museum
Museum mempunyai peranan terhadap masyarakat sebagai berikut:
1. Pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah
2. Pusat penyaluran ilmu untuk umum
3. Pusat peningkatan apresiasi budaya
4. Pusat perkenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa
5. Sumber inspirasi
6. Objek wisata
7. Media membina pendidikan sejarah alam, ilmu pengetahuan dan budaya
8. Suaka alam dan suaka budaya
9. Cermin sejarah alam dan kebudayaan
2.1.3.3. Tugas Museum
Tugas Museum seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 079/0/1975, pasal 726 dan 727
adalah sebagai berikut:
a) Tugas Pengumpulan
Koleksi yang dikumpulkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat
untuk dijadikan benda koleksi umum
b) Tugas Penyelidikan
Museum mengumpulkan benda-benda koleksi baik untuk pameran
maupun objek studi yang termasuk dalam lingkup penelitian
c) Tugas Pemeliharaan
Tugas pemeliharaan menyangkut memberi keterangan tertulis bagi setiap
benda koleksi dan memelihara benda koleksi museum dengan cara
konservasi, preservasi dan restorasi.
d) Tugas Pengamanan
Tugas pengamanan adalah menjaga benda-benda koleksi agar tidak rusak
terutama oleh manusia baik dengan cara preventif maupun dengan cara
represif.
e) Tugas Penerangan
Dilakukan dengan cara mengadakan pameran yang merupakan kegiatan
khas pada museum
f) Tugas Pendidikan
Memberikan penjelasan bagi pengunjung, terutama mengenai benda-benda
koleksi yanng dipamerkan di museum dengan memberikan bimbingan,
petunjuk dan ceramah.
g) Tugas Publikasi
Menyelenggarakan penerbitan hasil-hasil penelitian koleksi museum
melalui majalah, brosur dan lain-lain.
2.1.4. Klasifikasi Museum
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan no.
079 tahun 975, museum dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
pertimbangan:
2.1.4.1 Status Museum
Museum Pemerintah, adalah museum yang berada dibawah naungan
pemerintah, dibawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan direktorat
Jendral Kebudayaan. Dapat dibagi menjadi museum yang dikelola oleh
Pemerintah Pusat dan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik tingkat I
maupun tingkat II
Museum swasta, adalah museum yang dimiliki oleh pihak swasta, baik
secara perorangan maupun organisasi/ perkumpulan/ yayasan
2.1.4.2. Tingkat Museum
Museum nasional adalah museum yang memiliki ruang lingkup pelayanan
serta operasional yang meliputi wilayah nasional. Koleksinya terdiri dari
kumpulan benda yang berasal dari, mewakili, dan berkaitan dengan bukti
material manusia dan atau lingkungannya dan seluruh wilayah Indonesia
yang bernilai nasional.
Museum Regional Propinsi, adalah museum yang koleksinya terdiri dari
kumpulan benda yang berasal dari wilayah propinsi tertentu
Museum lokal yaitu museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda
yang berasal dan wilayah kabupaten atau kotamadya tententu.
2.1.4.3. Kategori Museum
Kategori museum menurut luas publik, yaltu:
Museum Umum (melayani masyarakat umum)
Museum Khusus (melayani masyarakat tententu)
Kategori museum menurut benda-benda kolek-si, yaltu:
Museum umum, adalah museum yang mengkoleksi benda-benda secara
umum yang terdiri dari kumpulan bukti material dan atau lingkungannya
yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, ilmu pengetahuan dan
teknologi, tidak terbatas pada benda-benda tertentu saja.
Museum khusus adalah museum yang membatasi koleksi pada benda-
benda tertentu saja, yang terdiri dari kumpulan bukti material atau
lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2.1.4.4. Tipe Museum
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
no. 093/0/1979, museum dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu tipe
A,B dan C. Penggolongan ini berdasarkan atas:
A. Segi kependudukan
B. Segi Etnis
C. Segi Politik Keamanan
D. Segi Pariwisata
E. Segi Potensi Ketenagaan
F. Segi Penerimaan Dana Rutin dan Pembangunan Daerah
G. Segi Kebudayaan
2.1.5. Benda-benda koleksi museum
2.1.5.1 Syarat-syarat Benda Museum
a. benda-benda koleksi harus memiliki nilai-nilai budaya (Cultural Value)
dalam hal ini untuk nilai ilmiah (Scientific Value) baik dalam ilmu alam,
ilmu sosial dan budaya. Disamping itu benda koleksi harus memiliki nilai
keindahan (Aesthetic value) terutama untuk mesium seni rupa.
b. Benda-benda koleksi harus memiliki identifikasi dapat diterangkan baik
wujudnya (morfologis) tipe, gaya, fungsi dan sebagainya.
c. Harus dapat dianggap sebagai suatu monumen atau suatu tanda peringatan
peristiwa bersejarah.
d. Harus dapat dianggap sebagai dokumen dalam arti suatu bukti kenyataan
dan adanya bukti kehadiran.
2.1.5.2 Cara Mendapatkan Koleksi
Merupakan benda penemuan di lapangan
Dengan cara membeli
Sumbangan sukarela atau pemberian hibah
Barang sitaan dan pengadilan
Barang titipan untuk dirawat dan dilindungi
Barang pameran untuk pameran temporer dan keliling
2.1.5.3 Jenis Koleksi Museum
Benda-benda koleksi museum dapat berupa benda-benda etnografi,
arkeologi, naskah, buku karya seni, benda grafika (foto, peta asli atau
reproduksi yang bisa dijadikan dokumen), diorama (gambaran bentuk tiga
dimensi), benda-benda sejarah alam (flora, fauna, batuan dan mineral),
replika, miniatur.
2.1.5.4 Bahan Koleksi Museum
Karakter bahan koleksi terdiri dari dua kelompok, yaitu:
Kelompok benda organik
Merupakan benda-benda yang berasal dari bahan alam (organik), mengandung
selulosa. Sangat sensitif terhadap iklim, asam dan serangan hama atau
serangga. Bahan-bahan itu antara lain: kayu, tekstil (katun dan linen), daun
lontar, kertas, bahan organik sepenti gading, tanduk dan kulit binatang.
Kelompok Benda Khusus
Benda yang diniaksud adalah lukisan, yang terdiri dari kanvas, kertas, atau
bahan lain dengan perekat, cat lukisan baik cat minyak atau cat air, dan
coating atau lapisan-lapisan. Sangat sensitif terhadap pengaruh cahaya dan
iklim, sangat sensitif terhadap udara dan kadar garam tinggi.
2.1.5.5 Kerusakan Koleksi
Tabel 2.1Kerusakan koleksi
iklim Cahaya Serangga Mikroorganisme Pencemaran
Atmosfer
lemahnya daya
rekat
membusuknya
bahan perekat
rangsang karat
pada lawat logam
buramnya gelas
dan kaca
semakin ketatnya
kanvas lukisan
Benda yang tidak
sensitif terhadap
cahaya
Logam, batu,
kaca, keranik dan
berlian
-Benda yang
sensitif
terhadap
cahaya
-Dapat mencapai
150 lax, yaitu:
kulit, kayu,
bambu Tidak
boleh dari 50
lux yaitu;
lukisan, barang
cetakan dan
lainnya.
menyebabkan
kerusakan pada
benda-benda
yang
mengandung
selulosa dan
protein, yang
terkandung
dalam benda-
benda organik
- Silver fish, pada
kertas, buku
dan tekstil
-Crocoaches
(kecoa): wall,
kulit dan buku
-Termits (nyap):
kayu buku dan
tekstil
-Cloths moth
(ngengat):segala
jenis kain
-Dermistid beetle
(sebangsa
kumbang) wall,
kulit
Merupakan
sejenis
tumbuhan kecil
termasuk bakteri
yang
mengeluarkan
asam
sulfat sebagai
penyubur
tumbuhan
jamur.
- Sulfur ruangan
yang
menyebabkan
proses
pelunturan atau
pelapukan
- Karbon
dioksida (C02)
berupa gas
beracun yang
berbahaya bagi
koleksi,
bersifat berat
sehingga selalu
berada pada
dataran rendah
- Sisa
pembakaran
yang berupa
debu atau
arang, bila
menempel pada
tekstil, kulil
dan kertas akan
sulit untuk
dibersihkan.
2.1.5.6 Perawatan Koleksi
Perawatan koleksi adalah kegiatan pencegahan terjadinya kerusakan
yang diakibatkan oleb faktor-faktor perusak yang telah diuraikan diatas
antara lain :
Tabel 2.2
Perawatan koleksi
Iklim Cahaya Serangga Mikroorganism
e
Polusi Udara
Kelembaban
relatif yang
sesuai bagi
berbagai jenis
koleksi antara
45- 60%,
kelembaban
udara dialur
dengan
Dehumidifyer,
sedangkan suhu
udara 20-24°C
yang dapat
diatur dengan
Humidifyer
Mencegah
terjadinya
penyinaran
langsung khususnya
pada benda-benda
tekstil. kertas,
Lukisan, cat
minyak pada
kanvas, kayu dan
lukisan cat air.
Sinar buatan
(lampu) pada objek
yang paling peka
terhadap cahaya
sebaiknya paling
dekat berjarak ±40
cm. Untuk
mencegah resapnya
ultraviolet dapat
dipasang reflektor
yang dicatat dengan
oksida atau
titanium triokrida.
Dengan zat
kimia anti hama
yang dapat
menguap pada
suhu normal
yang dilakukan
pada ruang
kedap suara. Zat
kimia tersebut
adalah
diklorobenzana,
karbondisulfida.
karbontetra
kldorida, dan
metil bromida
Perlu filterisasi dan
penjagaan agar
temperatur udara
tetap ideal.
Mencegah
terjadinya
terpaan angin
langsung
mengenai
benda. Perlu
dipikirkan usaha
filteriasi udara
masuk ke ruangan
untuk
mendapatkan
udara bersih.
2.1.6. Penyajian Koleksi
2.1.6.1. Perencanaan dan Metode Pameran
Dalam merencanakan suatu pameran perlu diperhatikan persyaratan-persyaratan
sebagai berikut :
Adanya tema pameran
Pemilihan benda-benda koleksi yang akan dipamerkan
Desain sarana seperti ruangan, vitrin, panel, disesuaikan dengan benda-benda
yang dipamerkan di ruang yang telah tersedia
Jenis bahan yang digunakan
Sedangkan agar tercapainya maksud penyajian berdasarkan tema, perlu
dipertimbangkan metode paineran yaitu :
Metode pendekatan romantik, yaitu cara-cara penyajian benda-benda koleksi
sehingga dapat mengungkapkan suasana tertentu yang berhubungan dengan
benda-benda yang dipamerkan untuk menggugah suasana dan kenyataan,
membangkitkan perhatian pengunjung.
Metoda pendekatan tematik, yaitu cara penyajian benda-benda koleksi
sehingga dapat mengungkapkan dan memberikan informasi ilmu pengetahuan
yang bersangkutan dengan benda-benda museum yang dipamerkan.
Metoda pendekatan Estetis, yaitu penyajian benda-benda koleksi sehingga
dapat meningkatkan pernyataan-pernyataan terhadap nilai-nilai keindahan dan
benda warisan budaya atau koleksi agar dapat terungkapkan.
2.1.6.2. Bentuk Pameran
Jika dilihat dari bentuk pamerannya, maka pameran museum dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu:
Pameran tetap (permanent exibition), sistem pengelolaannya tetap
diselenggarakan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 tahun.
Pameran temporer (temporary exibition), lamanya satu hari sampai satu bulan.
Sistem golongan selalu berubah dengan mengambil tema khusus.
Pameran keliling (traveling exibition) dilakukan di luar museum dengan
jangka waktu tertentu dan variasi waktu yang relatif singkat dengan
mengambil tema khusus.
2.1.6.3. Sistematika Pameran
Penyajian yang baik akan memudahkan pengunjung memahami isi pameran. Ada
beberapa sistem penyajian atau penataan datam koleksi pemeran yaitu :
a. Berdasarkan fungsinya, koleksi yang dipamerkan dan ditata berdasarkan
fungsi yang sama
b. Berdasarkan jenisnya, misalnya pameran batik saja
c. Berdasarkan materialnya, sistem penyusunannya berdasarkan materi atau
bahan koleksi, misalnya pameran dan bahan besi saja.
d. Berdasarkan tempat asal atau geografis, berdasarkan asal atau tempat benda-
benda tersebut.
2.1.6.4. Sistem Tata Pameran
Pameran di museum hendaknya bertitik tolak dari 3 unsur yang sangat
berhubungan dan dijadikan dasar pertimbangan dalam penataan pameran yaitu :
2.1.7. Persyaratan Bangunan Museum
2.1.7.1. Lokasi Museum
Nilai lokasi merupakan faktor terpenting dalam menentukan lokasi museum,
pemilihan lokasi dapat dilakukan melalui berbagai pertimbangan-pertimbangan.
Syarat utama yang harus dipenuhi adalah accessibility, dimana museum harus
berlokasi pada suatu areal yang mudah dicapai oleh bermacam-macam kendaraan
maupun pejalan kaki.
Dalam pamilihan lokasi museum ada bermacam-macam kriteria secara garis besar
ada dua jenis kriteria yaitu :
Kriteria menurut sistem historis Kriteria menurut Sistem Kegiatan Masyarakat
Berdasarkan nilai sejarah memiliki kriteria
sebagai berikut :
1. Lokasi bernilai historis yang secara
planologis dapat dipertanggung
jawabkan
2. Lokasi yang bernilai historis yang
relevan terhadap nilai koleksi
3. Lokasi bernilai historis menurut sejarah
bangunan, pelaku maupun peranannya.
1. Lokasi yang dihubungkan dengan nilai
lingkungan yang bersifat Community
Center.
2. Lokasi yang dihubungkan dengan
kedekatannya terhadap pusat pendidikan
(sekolab-sekolah, universitas, gelanggang
remaja dll)
3. Lokasi yang dihubungkan dengan daerah-
daerah yang masih baru berkembang,
2.1.7.2. Kesehatan Lingkungan
Tidak dekat dengan daerah industri
Bebas banjir
Tidak terlalu dekat dengan laut atau sungai
Mempunyai cukup ruang terbuka
Jauh dari sumber api, pompa bensin, dan lain-lain.
2.1.7.3. Bangunan Museum
a. Bangunan utama (ruang pameran) hanis dapat :
Manual benda-benda koleksi yang akan dipamerkan
Mudah dicapai dari luar maupun dari dalam
Memiliki daya tarik sebagai bangunan pertama yang dikunjungi
Sistem keamanan yang baik, baik dari segi konstruksi, spesifikasi ruang
maupun kriminalitas.
b. Bangunan audittorium harus mudah dicapai umum dan dapat dipakai untuk
ruang pertemuan, diskusi dan ceramah.
c. Bangunan khusus terdiri dari laboratorium konservasi, studio preparasi,
storage harus :
Terletak pada daerah tenang
Memiliki sistem keamanan yang baik dari segi konstruksi maupun spesifikasi
ruang
d. Bangunan Administrasi harus :
Terletak strategis baik terhadap pencapaian umum maupun terhadap bangunan
lain.
Mempunyai pintu khusus
2.1.7.4. Kelengkapan Keamanan Konstruksi Bangunan Museum
a. Perencanean Bencana Alam
Berupa rencana detail tertulis yang ditujukan kepada staf museum bila terjadi
bencana alam. Informasi mengenai siapa pihak yang dihubungim prioritas
penyelamatan dan bagaimana reaksi terhadap bencana alam.
b. Asuransi dan kontrak
c. Tempat Penyimpanan yang aman, harus memperhatikan :
Keamanan tempat penyimpanan, harus terisolasi, aman, dan ada pengontrolan
terhadap akses masuk, bukan multiple use area, tidak mempunyai kantor atau
workshop pameran terkunci rapat, dan tersambung secara baik dengan pusat
sistem keamanan.
Kontrol terhadap hama dimana tekstil dan benda koleksi lainnya sangat rawan
terhadap hama. Diharuskan ada kontrol rutin terhadap koleksi.
Intensitas cahaya untuk tekstil banya boleh berkisar antara 50-100 lux. Untuk
ruang penyimpanan (storage) menggunakan cahaya yang paling ringan dan
sensitif. Bila intensitas cahaya melebihi 100 mx, maka diharapkan koleksi
disimpan dalam lemari atau kabinet yang melindunginya dari cahaya
langsung.
Ventilasi dan AC; storage dari museum memerlukan filtrasi udara, temperatur
yang tetap dan kelembaban relatif. Ketiga sistan ini penting untuk dimonitor
dalam suatu ruang khusus.
Proteksi terhadap air; bila mungkin storage bebas dari pipa air yang tidak
perlu. Koleksi membutuhkan ruang storage dengan ketinggian lebih tinggi
sekitar 10-12 inchi dan harus dilindungi dengan lemari, kotak dan rak tertutup.
Perlindungan terbadap api; Sistem dry sprinkler diperlukan pada storage dan
area pameran. Tipe dari sistem pemadam kebakaran dipilih berdasarkan,
konstruksi bangunan, nilai barang koleksi dan standar.
2.2. Tinjauan Tekstil
2.2.1. Pengertian dan Sejarah Tekstil
Tekstil berasal dari kata “texere” yang berarti menenun. Tekstil adalah kain yang
diperoleh dengan cara manintal, menenun, merajut, menganyam, atan membuat
jala benang yang diperoleh dari berbagai serat. Hingga sekarang masih banyak
tekstil yang dibuat dengan cara menenun, meskipun banyak kain bisa dihasilkan
dengan cara lain seperti menganyam, merenda dan merajut. Pada tekstil berasal
dari berbagai jenis bahan penutup tubuh, bahkan dedaunan dan serat pohon
sekalipun. Dengan perkembangan peradaban manusia, dan karena kebutuhan
untuk melindungi tubuh dari kondisi iklim maupun lingkungan, maka usaha
pengetahuan akan tekstil mulai tercipta. Dibuatlah alat-alat tekstil sederhana untuk
menghasilkan jenis kain yang sederhana pula. Lama kelamaan mulai muncul
mesin untuk membuat tekstil untuk kemudahan manusia dalam membuat tekstil.
2.2.2. Bahan Baku Tekstil
Bahan baku tekstil adalah serat, dimana bahan baku serat dapat digolongkan
menjadi dua jenis yaitu :
1. Serat alami : serat yang berasal dari nabati (kapas, goni, henep, flax), hewani
(wol, sutera), serat asbes.
2. Serat buatan : nilon, poliester, rayon, dan sebagainya.
22.3 Karakteristik Tekstil
Sifat-sifat Tekstil Kerusakan Tekstil
Bahan Alami Bahan Buatan Lingkungan Cahaya Biotik
tenunnya terasa empuk lebih kuat Kelembaban
tinggi
Pencemaran
Jamur
Insektabaik sebagai isolasi panas elastisitas yang tinggi
sangat higroskopik dan baik
daya tahannya terhadap warna
stabilitas terhadap
panas cukup baik
2.2.4 Jenis Tekstil berdasarkan teknik pembuatannya
Kain Tenun Dibuat dengan saling menyilangkan dua kelompok benang tetapi ada juga kain tenun
yang meyilangkan 5 benang dan 3 benang
Kain Rejut Dibuat dengan cara menautkan satu benang pada benang lain dengan menggunakan
jarum
Kain Renda Sama dengan rajut, hanya kain yang dihasilkan lebih renggang
Anyaman Memerlukan sekurang-kurangnya 3 macam benang. Anyaman yang dihasilkan rapat
seperti tali sepatu, tekstil hias, penutup tali.
Tali Jala Dibuat dengan tangan, lubangnya dapat berbentuk segi empat atau segi enam.
2.3. Tinjauan Tekstil di Indonesia
Kepulauan Indonesia terkenal dengan kain dekorasi seperti batik dan ikat.
Masyarakat Indonesia mempunyai keterampilan yang tinggi untuk membuat motif
dari desain tekstil yang unik dan spesifik. Desain dari tekstil Indonesia tidak
hanya merefleksikan keanekaragaman etnik di daerah Indonesia sendiri tetapi juga
mengadopsi kultur luar, terutama India dan Cina. Sebagai tradisi dan alat tukar,
tekstil Indonesia memiliki nilai yang penting secara ritual dan dikenakan saat
upacara keagamaan seperti upacara beranjak dewasa dan pernikahan.
Pengaruh negara luar yang paling besar adalah dari India dan Cina, selain itu juga
Arab dan Islam India, dan nantinya Kristen Eropa, memberikan pengaruh yang
besar bagi tekstil Indonesia. Yang paling cepat menerima pengaruh ini adalah
penduduk yang tinggal dekat dengan pantai. Sedangkan penduduk yang tinggal di
dataran tinggi mengalami perkembangan setelah adanya penjajahan Belanda.
Pemerintah mulai mempunyai pabrik lokal sendiri. Banyak desain yang
merefleksikan nilai tukar nasional dan regionalisme, namun tetap memperhatikan
simbol kultur dalam status multikultur.
2.4. Simpulan / Spesifikasi Umum Museum Tekstil
Tabel 2.6
Fungsi Fungsi dari Museum Tekstil adalah sebagai wadah untuk mengumpulkan, memelihara, menambah pengetahuan, memperagakan dan
mengembangkan produk tekstil untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan hiburan, yang merupakan peninggalan budaya dan tanda evolusi
manusia.
Tujuan Tujuan dari Museum Tekstil adalah untuk mengumpulkan, memelihara, memperagakan, serat merawat produk tekstil serta menambah wawasan dan
pengetahuan kepada masyarakat terhadap pentingnya tekstil sebagai produk budaya sehingga mampu menjadi objek studi, objek wisata, objek
pelestarian sekaligus sebagai peningkatan dan pengembangan pemasaran tekstil baik secara regional, nasional, maupun internasional
Lingkup
Pelayanan
Sasaran Pelayanan
Adalah masyarakat umum, dengan kategori umur, jenis kelamin, kondisi fisik dan kepentingan yang berbeda
Sifat pelayanan
Pelayanan bersifat sosial namun untuk kelangsungan museum itu sendiri tetap ada biaya administrasi. Pelayanan komersial terdapat pada fasilitas
pendukung museum tekstil seperti toko cinderamata kantin dan fasilitas rental seperti auditorium
Sistem
Pengelolaan
Pengelolaan museum tekstil ada yang dijalankan oleh pihak pemerintah dan atau swasta yang berbadan hukum dan membentuk sebuah yayasan yang
bertugas menghimpun dana maupun koleksi untuk kelangsungan museum.
Ruang Lingkup Ruang lingkup dari Museum Tekstil ini adalah kegiatan pendidikan, pelestarian, dan pengembangan tekstil.
Batasan Masalah Aspekfisik
Objek yang
dipamerkan
- Produk tekstil
(dikategorikan
menurut waktu dan
daerah asalnya)
yang dibuat dengan
Jenis kegiatan
Kegiatan yang berbeda pada setiap
daerah dan negara memberikan
output berbeda pada fasilitas yang
ada di masing-masing museum hasil
studi banding.
Kegiatan yang dilayani berupa
kegiatan pameran, kegiatan edukasi,
Lokasi
Berdasarkan nilai sejarah memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Lokasi bernilai historis yang secara planologis dapat dipertanggungjawabkan
2. Lokasi yang bernilai historis yang relevan terhadap koleksi tekstil
3. Lokasi bernilai historis menurut sejarah bangunan, pelaku maupun peranannya.
Kriteria rnenurut sistem kegiatan masyarakat (civic system)
1. Lokasi yang dihubungkan dengan nilai lingkungan yang bersifat Community
alat tenun, baik alat
tenun bukan mesin
maupun alat tenun
mesin.
- Alat tekstil (alat
tenun bukan mesin
dan alat tenun
mesin)
- Proses/sejarah dan
perkembangan
tekstil
kegiatan konservasi, dan kegiatan
pertunjukan (sementara).
Fasilitas Museum, melingkupi :
- Fasilitas pameran dan koleksi
- Fasilitas konservasi tekstil.
- Fasititas edukasi
- Fasilitas seminar/pertunjukn/kelas
- Fasilitas administrasi untuk
pengelola
- Fasilitas maintenance .
- Fasilitas penunjang lainnya yang
mendukung fungsi Museum
Tekstil (fasilitas komersial seperti
toko, kantin, dll).
Center.
2. Lokasi yang dihubungkan dengan kedekatannya terhadap pusat pendidikan
(sekolah-sekolah, universitas, gelanggang remaja dll.)
3. Lokasi yang dihubungkan dengan daerah-daerah yang masih harus berkembang,
berbagai keuntungan dapat dicapai, seperti :
Tanah/bangunan yang relatif murah
Tingkat pencemaran yang rendah (sedikit debu, kebisingan dan lain-lain)
Kesempatan perencanaan yang lebih luas
Lokasi yang dikaitkan dengan usaha-usaha pengembangan kerajinan yang ada
- Peruntukan lokasi harus jelas dan sesuai dengan peraturan yang ada yaitu
Peraturan Bangunan dan Master Plan yang ada.
3.3. Tinjauan Tekstil Bali
3.3.1 Sejarah Perkembangan Tekstil di Bali
Sejarah perkembangan tekstil di Bali berdasarkan periodisasi waktu adalah
sebagai berikut :
a. Masa Prasejarah
Tekstil Bali telah dikenal sejak masa berburu dan mengumpulkan makanan, masa
bercocok tanam dan masa perundagian . Pada saat ini tekstil yang dibuat masih
sangat sederhana, berupa bahan-bahan alam seperti kulit binatang, dedaunan, dan
serat tanaman. Ragam biasa yang mulai berkembang adalah hias geometri,
tetumbuhan, manusia dan binatang.
b. Masa Bali Aga (abad I-abad VIII)
Selanjutnya adalah hubungan yang erat antara Bali dengan Jawa yang berlangsung
sejak abad ke-8 meyebarkan kesenian di Bali, termasuk seni menenun yang
diperkirakan mendapat pengaruh dari Jawa. Bentuk kesenian yang ada saat itu
belum pasti diketahui namun berdasarkan prasati Bebetin tahun 896, telah ada
kesenian wayang dan topeng yang menggunakan busana yang gemerlapan.
Prasasti ini dibuat oleh pegawai kerajaan Singhamandawa pada bulan X, pada
masa pemerintahan raja Ugrasena di Bali.
c. Masa Bali Kuna (abad VIII-abad XIV)
Pada akhir abad ke-10, raja Dharma Udayana mengambil permaisuri dari Jawa
Timur, bernama Mahendradatta, yang juga dikenal sebagai Sri
Gunapriyadharmapatni. Pada masa pemerintahannya pujangga istana menggubah
cerita Sansekerta ke dalam bahasa Jawa Kuna. Mahabharata dan Ramayana
menjadi lakon yang populer dalam pentas kesenian dan menjadi tema dalam
ragam hias kain Bali.
Selain dari ceritera Hindu, Cina juga banyak membawa pengaruh pada
kebudayaan Bali. Hubungan Bali dengan Cina dipastikan sudah berlangsung sejak
lama dilihat dari berjenis-jenis barang yang berasal dari singan barong Cina yang
muncul pada dinasti Tang pada abad 7 sampai abad 10. Berjenis-Jenis patra atau
ragam hias kain-kain Bali terutama prada, merupakan bukti pengaruh kebudayaan
Cina. Penganah ragam hias dari Barat didominasi oleh ragam hias bangun
berulang, kuta mesir dan patra ulanda.
d. Masa Bali Pertengahan (abad XIV - abad XIX)
Hubungan antara Bali dan Jawa memuncak setelah jatuhnya Majapahit ke tangan
Islam. Pada masa itu banyak orang keturunan Majapahit yang berpindah ke Bali
dan menurunkan kesenian mereka mulai dari tangga nada gamelan hingga
penggunaan cerita dan busana dalam sendratari. Penggunaan hiasan kain dan
hiasan kepala banyak diturunkan dari Jawa.
Antara abad ke-16 dan ke-19 yaitu pada masa kejayaan kerajaan Bali dengan raja
seperti Dalem Waturenggong dan seterusnya, kesenian Bali mencapai puncak
keemasan. Hal ini terbukti dengan banyaknya diciptakan seni pertunjukan yang
terpelihara dengan baik seperti gambuh, topeng, wayang, arja, dan lain-lain.
Semua pertunjukan ini menggunakan busana kain songket atau prada yang sangat
gemerlapan. Berbagai teknik menenun kain Bali diperkirakan tumbuh pesat saat
itu, dengan banyaknya kerajinan tenun seperti tenun kain Geringsing di Tenganan
Pegringsingan dan kain Cepuk di Nusa Penida. Sementara itu pengerajin istana
terus mengembangkan kain songket model baru dengan berbagai ragam hias yang
tercipta di kawasan istana tersebut.
e. Pada masa Bali Baru (abad XIX - sekarang)
Pada awal tahun 1930-an, seorang pelukis bernama Walter Spies sering
menyaksikan kesenian Bali dan menganggapnya sebagai hiburan bagi wisatawan
asing yang datang ke Bali. Pertunjukannya angat megah dan dapat mendatangkan
banyak uang sehingga mereka mampu memelihara kesenian tradisional itu dengan
baik. Pada tahun 1931, pemerintah Hindia Belanda mengirimkan misi kesenian
Bali keluar negeri pada Paris Colonial Exhibition. Misi itu benar-benar
menggemparkan masyarakat Eropa. Data-data yang dikumpulkan pada saat itu
memperlihatkan bahwa misi kesenian itu menggunakan kain prada dan songket
serba gemerlapan dan penari Barong dan Rangda menggunakan kain Cepuk.
Sebaliknya pada tahun 1940-an Bali menerima suatu bentuk kesenian modern
berupa tari janger yang merupakan tarian muda-mudi dengan menggunakan
busana modern seperti celana panjang, kameja, sepatu dan topi hitam. Sedangkan
para wanita penari janger menggunakan kostum dari kain sutera dan kain tenun
singapura.
Mulai tahun 1966, perkembangan kesenian Bali terutama kerajinan menenun
cukup menonjol. Disamping motivasi kuat dan agama, kebidupan kesenian Bali
didukung oleh program pemerintah untuk memelihara, melestarikan dan
mengembangkan kesenian Bali.
3.3.2 Fungsi dan Peranan Tekstil di Bali
Secara umum fungsi dan peranan tekstil di Indonesia dan di Bali yaitu :
1. Mat pelindung dari suhu, panas dan cuaca
2. Estetika, keindahan
3. Etika, untuk menutupi bagian tubuh agar tidak merasa malu
4. Segi sosial, prestise, susunan tingkatan masyarakat dijadikan simbol
kekayaan, keberadaan, kemampuan, dan kebanggaan
5. Segi ekonomi, sebagai alat tukar
6. Fungsi budaya, untuk dipakai pada upacara adat dan kegiatan sakral lainnya.
7. Mitos kebudayaan / kepercayaan, ada nilai-nilai yang sifatnya sakral dan
mempunyai kekuatan berdasarkan kepercayaan.
Fungsi dan Peranan tekstil di Bali adalah :
Berdasar pada filsafat fungsi yang berdasar pada Tri Angga, yaitu sikap dasar
yang percaya di dunia ini mempunyai tiga tingkatan atau bagian yang penting
yaitu kepala, badan, kaki. Dalam pengklasifikasiannya maka dapat dibedakan
menjadi tingkatan berdasarkan Tri Hita Karana yaitu Parahyangan, Pawongan dan
Palemahan. Hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia
dan manusia dengan alamnya terlihat sangat jelas dalam penggunaan tekstil
tradisional Bali. Dalam upacara adat Bali, kain-kain tekstil Bali menghiasi
Sanggah Bangunan. Hiasan manusia untuk laki-laki dan perempuan berbeda
jenisnya, sesuai dengan asal, jenis, sifat dan raga yang mamakainya.
Pada saat ini berjenis-jenis kain Bali juga manpunyai fungsi yang amat sangat
penting dalam upacara, seperti upacara, piodalan, potong gigi dan ngaben. Di
samping itu kain-kain Bali juga digunakan untuk berbagai macam dekorasi dan
yang paling menonjol untuk pertunjukan atau tarian.
3.3.3 Klasifikasi Tekstil Tradisional Bali
A. Parahyangan
Hubungan antara manusia dengan Tuhan di Bali sangat erat dan menyatu dengan
sosial religi dan lingkungannya. Contoh dari penggunaan tekstil untuk klasifikasi
Parahyangan ini adalah wastra yang digunakan pada merajan, pura, untuk pakaian
tugu/pelinggihnya. Merupakan kain-kain yang dibagi lagi menjadi bagian kepala
badan dan kaki, seperti ider-ider, pajen sabuk, lamak, dan wastra. Lamak
misalnya, pola dan ukurannya berbeda tergantung dimana dan upacara apa dan
siapa yang dipuja di suatu Pura. Motif dan warna dari suatu tekstil tradisional Bali
yang dibalutkan pada patung-patung perwujudan Tuhan juga melambangkan
prosesi dan keberadaan Tuhan.
B. Pawongan
Tekstil Bali sebagai pakaian adat maupun ritual masyarakat Bali. Dilihat dari
daerah asa1nya, masing-masing jenis tekstil Tradisional Bali mempunyai
keistimewaan tersendiri baik dari segi bahan maupun motif; serta cara
pembuatannya. Klungkung yang terkenal dengan songkelnya, Gianyar dengan
endeknya, dan Nusa Penida dengan kain cepuknya. Dari segi status sosial/kasta,
maka dapat dibedakan menjadi pakaian ritual brahmana sebagai orang suci,
pakaian kerajaan seperti songket dan geringsing, pakaian ritual rakyat biasa
seperti kain cepuk dan bebali.
C. Palemahan
Karakter dan tekstil Bali dijelaskan dari warna, material dan polanya. Korelasi
antara kosologi dan dewa penjaga arah mata anginnya dapat dilihat dari warna-
warna tekstil Bali yang diletakkan di Pura yang menyungsung dewanya atau
terletak diarah mata angin tersebut. Selain itu sekarang berkembang kepercayaan
bahwa kain yang suci adalah kain putih kuning dan semakin gelap warnanya maka
nilainya semakin rendah (berbahaya, magis). Kain poleng merupakan salah satu
perwujudan tekstil Palemahan, dimana biasanya dibalutkan pada pepohonan
maupun bebatuan yang dianggap sakral.
3.3.4 Pakaian Tradisional Bali
Tekstil tradisional di Bali lebih merupakan kain yang sederhana. Untuk
masyarakat Bali kain (tekstil) tradisional mereka mewakili nilai identitas budaya
dan religius, dimana jenis tekstil tertentu memberikan perbedaan kelahiran, umur,
jenis kelamin, status dan kasta. Bahan tekstil tradisional juga digunakan dalam
berbagai kegiatan sakral dan ritual, yang menjadi lambang kebaikan dan kejahatan
yang selalu berimbang.
3.3.1 Pakaian Ritual/Adat Masyarakat Bali
Pakaian adat masyarakat Bali terdiri dari beberapa ukuran panjang dan berbagai
macam ukuran. Pakaian mereka tidak dijahit secara khusus namun hanya dijahit
sedemikian rupa dan dililitkan pada badan. Anak laki-laki dan pria dewasa
menggunakan kamben dengan kancut panjang yang hampir menyentuh tanah.
Sedangkan anak perempuan dan wanita dewasa melilitkan kambennya seketat
mungkin dengan pemakaian searah jarum jam.
Dalam beberapa upacara, digunakan pakaian dalam seperti Tapih/sinjang.
Kampuh/Saput dipakai disekitar pinggul atau dada oleh para pria, sampai ke lutut
Sabuk (umpal) ditambahkan pada saput untuk mengencangkannya. Sabuk atau
pekekek merupakan kain panjang yang dililitkan pada badan dan dikaitkan. Destar
digunakan oleh para pria sebagai penutup kepala.
Wanita Bali menggunakan sabuk/setagen pada bagian tubuhnya untuk memegang
kamben, dan penutup dada (anteng) dililitkan pada tubuh bagian atas. Sewaktu-
waktu mereka juga menggunakan selendang. Sampai tahun 1930-an, wanita Bali
biasanya setengah telanjang pada tubuh bagian atas pada kehidupan sehari-
harinya. Namun selalu tertutup saat acara ke Puda atan turut berpartisipasi dalam
kehiatan masyarakat. Saat ini pakaian wanita Bali digantikan dengan kebaya yang
berasal dari Jawa yang dipertimbangkan sebagai busana Nasional.
3.3.5 Bahan dan jenis Tekstil di Bali
Bahan baku untuk tekstil di Bali adalah kapas atau kapuk. Namun semakin lama
di Bali bahan ini semakin langkah. Sekarang bahan baku utama mereka adalah
benang. Untuk itu para pengerajin biasanya membeli benang pada toko-toko yang
sudah tersedia. Jenis benang yang digunakan untuk kain tenun tradisional Bali
antara lain benang Bali, benang sutera, benang DMC, benang perak dan benang
emas. Benang Bali terutama digunakan untuk menenun kain geringsing. Bahan
utama dari benang Bali adalah kapas Keling yang dikerjakan sendiri oleh
pengerajin. Sedangkan benang yang lain dapat diperoleh di toko dan dikerjakan
pewarnaannya oleh pengerajin.
Pada daerah Bali, berdasarkan teknik pengerjaannya dikenal kain tradisional Bali
tenun dan prala. Untuk kain tenun tradisional Bali terdapat beberapa jenis yang
dapat dibedakan
Tabel 3.4
Ragam hias
Ragam Hias Fungsi Proses pengerjaan
ragam hias
geometri
Ditinjau dari
fungsinya terdiri dari:
pakaian wanita dan
laki-laki saat
upacara
Pakaian penari
Hiasan bangunan
tradisional pada
saat upacara
Kain tenun
Polos (tanpa
ikat)
sangat sederhana, baik lungsin maupun
pakan tidak mengalami proses ikat hanya
diwarnai saja dan dikombinasikan dengan
benang sulam atau benang emas.
ragam hias
flora
Kain tenun
ikat tunggal
Proses pengenaan untuk membentuk
motifnya diterapkan sistem ikat yaitu dengan
mengikat benang pakan dan mengatur
benang pakan pada saat menenun
ragam hias
fauna
Kain tenun
ikat ganda
Proses pengerjaan dengan dua ikatan yaitu
dengan mengikat benang pakan dan bengan
lungsin, Dalam menentukan ragam hiasnya,
penenun memperhatikan pada saat nganyi
dan nyuntik. Pada saat itu kedudukan
benang lungsin diatur, selanjutnya pada saat
menenun posisi benang pakan mulai diatur
serta dipadukan dengan benang lungsin
hingga terbentuklah motif yang diinginkan.
Ragam hias Fungsi Proses pengerjaan
ragam hias
manusia
Kain tenun
songket
Proses pengerjaannya dalam membentuk
ragam hias menerapkan sistem nyuntik.
Benang lungsin dihitung menurut pembagian
sesuai dengan ragam bias, kemudian
dimasukkan satu persatu pada serat dengan
cara disuntik. Masing-masing suntikan
dibandul dengan benang guwun yang diberi
tangkai yang bernama gegilik. Bahan pakan
mempunyai berbagai macam warna,
kemudian digulung dan dimasukkan ke
dalam suatu tempat yang dinamakan
pecoban/coba lalu dilanjutkan dengan proses
menenun.
3.3.6. Jenis Kain Tradisional Bali
Tabel 3.6
Jenis Kain Tradisional Bali
Kain geringsing
berasal dari Tenganan
Pegringsingan,
Kabupaten
Karangasem
Merupakan tekstil khas Bali dan
merupakan ikat ganda yang sangat
sulit dan pembuatannya sangat
mendetail. Kain geringsing memiliki
ciri khas yaitu warnanya yang merah
kecoklatan, warna kulit telur dan
hitam kebiruan, yang diwarna dengan
tumbuhanlokal yaitu Akar sunti
merah (Morinda citrifoloa) dan taum
atau indigo (biru). Dahulu
tersebarpersepsi bahwa warna itu
dibuat dari darah manusia namun
lama kelamaan isu itu hilang karena
tingkat pendidikan masyarakat yang
semakin tinggi. Geringsing sangat
penting bagi masyarakat Bali, sebagai
penolak bala, dan diluar Tanganan
dipakaisaat potong gigi.
Jenis motifnya : Geringsing
Wayang Kebo, Wayang
Putri, genggogangan,
teteledan, lubeng,
cecempakan, cemplong,
talidandan, pepare, batun
tuwung, enjekan siap,
dingding ai, dingding
sigading, sitan pegat, sanan
empeg, dll.
Kain songket berasal
dari Klungkung
(Gelgel)
Tenunan benang songket ditunjukan
bagi kaum yang berkasta karena
keindahan konfigurasi dari benang
emasnya. Puri dari produksi songket
masih dapat ditemukan di daerah
kerajaan dan lingkungan brahmana di
Karangasem (Amlapura, Sidemen),
Buleleng (Bubunan, Bratan)Mengwi
(Blayu) dan Negara (Jembrana)
Jenis motifnya: Songket
baintangan tatumbakan,
prombon papunggakan, ebun
sangkun, bungan semangi,
belah ketupat.
Digunakan sebagai sarung yang
berkembang paling akhir. Penghasiln
endek selain Bali adalah Lombok.
Sekarang kain endek menjadi kain
yang paling populer dan lebih relevan
dalam dunia fashion dan desain.
Motif kepala kala dan wayang hampir
punah dan digantikan oleh motif
geometri. Kepopulerannya tidak
hanya di Bali melainkan ke seluruh
daerah Indonesia dan mancanegara.
Jenis motifnya:
Endek polos, endek
kembang, endek kaketusan,
endek wayang, gigin baong,
endek batun timun,
cecawangan.
Cain Cepuk
Berasal dari
Nusa Penida
Kain tenun katun berwarna merah
yang digunakan sebagai pengganti
geringsing dan prada Kain cepuk
digunakan saat upacara korban,
ngaben dan yang paling penting
adalah sebagai pakaian pelindung
yang digunakan oleh penari Rangda.
Asal kain Cepuk ini dari Kerambitan
dan Nusa Penida. Namun sekarang di
Tanglad Nusa Penida menjadi pusat
produksi kain cepuk, sehingga kain
cepuk daplat ditemukan dipasar-pasar
besar di Bali.
Jenis motifnya:
Cepuk arjuna, cenana kawi,
pancit genggong, cepuk sari,
cepuk padma, kali anti
Kain Bebali Berperan baik sekali sebagai
pakaian adat maupun perlengkapan
upacara agama
Jenis motifnya:
Wali cekordi, bin wali bias
membab
Kain keling,
kain poleng,
kain lumlum,
kain wangsu1
(gedogan)
Kain yang dipakai di pinggang
dan dada dengan pola kotak-kotak
hitak putih (poleng) dan pola
lingkaran kecil
(wangsul/gedogan) digunakan pada
upacara manusa yadnya seperti 3
bulanan dan upacara potong gigi.
Kain poleng merupakan simbol Rwa
Bhineda, antara siang malam,
kejahatan dan kebaikan
Kain prada Prada merupakan kain tenun dengan
dekorasi dedaunan emas. Secara
tradisional diproduksi untuk kalangan
kerajaan dan digunakan pada saat
potong gigi dan pernikahan. Polsa
desain dari kain prada ini pertama-
tama digambar dengan pensil dan
ditutupi dengan lem, lalu daun
lembaran emas ditempelkan.
Motif kain prada: Stiliran
bunga, tumbuhan, burung,
wewayangan. Bagian siku
dihiasi dengan sriliran
swastika sebagai simbol
Hindu Bali, selain simbol
pengaruh budaya Cina.
3.3.7 Nilai-nilai dari tekstil Tradisional Bali
Tekstil Bali tidak hanya berfungsi utama sebagai sandang untuk perlindungan
manusia terhadap kondisi luar dan estetika tetapi juga memiliki nilai-nilai
tambahan yang sangat penting dan sakral
Nilai-nilai itu antara lain :
1. Nilai sejarah
Kain yang merupakan salah satu wujud kebudayaan material muncul pertama kali
pada masa bercocok tanam dunana pada masa itu masyarakat sudah mempunyai
tempat tinggal tetap dan sudah pandai membuat rumah. Kehidupan yang ada pada
saat itu adalah kehidupan yang komunal dimana ada suatu peraturan bersama yang
mengikat. Kerajinan tangan seperti menenun sangat mengalami kemajuan.
2. Nilai teknologi
Material yang lahir pertama kali sebagai kain adalah kulit kayu atau binatang
dengan teknik dipukul-pukul dengan alat pemukul dari batu agar seratnya lebih
lembut. Sejalan dengan perkembangan masyarakat di Indonesia dan di Bali pada
khususnya saat masa perundagian dimana ditandai dengan kemajuan teknologi
yang pesat, kain telah dikenal dan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari atau
sebagai sarana upacara pada saat itu. Pada masa itu dibuatlah suatu alat tenun
untuk membuat kain yang masih bersifat tradisional yang bercorak khas Bali.
3. Nilai budaya
Arti kain dalam kehidupan masyarakat tradisional Bali sendiri adalah kamen atau
wastra yaitu nama selembar kain penutup badan bagian bawah, juga merupakan
hasil produksi kerajinan rumah tangga yang dimiliki orang Bali dengan ragam
hias Bali.
Ditinjau dari jenis pemakainya yaitu pria dan wanita termasuk juga pakaian
dewasa dan pakaian orang tua. Sedangkan dari lapisan sosial yang berdasarkan
kasta terbagi menjadi pakaian untuk warna Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra.
Pergaulan yang ada menjadi bertingkat-tingkat dan dalam penggunaan pakaian
adatnya, kaum Brahmana memiliki disiplin yang berbeda dengan nilai kaum
Ksatria. Pakaian yang digunakan juga sangat berbeda. Hal ini tampak jelas dalam
buku Manawa Dharma Sastra dalam sloka 41,42,44 sebagai berikut:
“Setiap sisia memahami pakaian yang sesuai dengan golongannya, pakaian atas
berupa kulit menjangan kutub, menjangan tutul, kambing, dan sedangkan pakaian
bawah terdiri dari wool rami atau rajutan.”
“Ikat pinggang bagi Brahmana terdiri dari rumputan munja berlapis tiga, halus
dan lembut bagi Ksatria dari tali busur panah sedangkan waisya dari serat rumput
murwa atau benang rami.”
“Bengang yadnya prawira bagi seorang Brahmana terdiri atas tiga katun
melintang ke kanan sedangkan bagi ksatria terdiri atas benang sutera dan bagi
waisya terdiri atas benang wool.”. Kain Bali juga dipergunakan sebagai lambang
kekayaan, prestise, kepemimpinan, lambang kewibawaan dan lainnya. Dalam
berbagai upacara adat di lingkungan keluarga hingga meluas ke luar, kain Bali
sebagai produk tekstil Bali terlihat berbagai bentuk corak dan nilai prestise yang
ada bila digunakan oleh orang yang berbeda.
Tekstil tradisional Bali juga dipergunakan dalam seni pertunjukan dimana
memberikan nilai tukar tinggi terhadap kain tradisional Bali dalam misi
pertukaran budaya ke luar negeri. Penggunaan tekstil Bali sebagai pakaian
pertunjukan pun mempunyai pakem tersendiri dalam kegiatan kesenian Bali.
3.4 Peralatan Tenun Tradisional Bali
Tabel 3.6
Peralatan Tenun Tradisional Bali
Nama Fungsi Gambar
Pamispipan Membersihkan biji kapas
Jantra memintal benag
Undar Membentangkan benang
pada proses menenun
sebelum digulung
Peleting Menggulung benang
Penyinan Mengatur
panjang pendeknya kain
dalam bentuk sarung
Tunda Sebagai tempat kelos
benang kain
Sumpil Merenggangkan
pinggiran kain
Tenun cagcag Peralatan tradisional Bali
untuk menenun
Jeriring Mengencangkan serat
dan benang
Apit Tempat menggulungkan
kain
Pengeredegan Dipakai pada saat
persiapan, saat ngeliying.
Untuk orang yang
berkasta biasnya
lebih halus dan rapi
Belide Mempererat jalinan serat
saat menenun
Por Berada di belakang
badan pengerajin untuk
meritangkan benang
Perorogan Memberi bunyi yang
khas saat pengerjaan
tenun sehingga tidak
cepat membuat bosan