Post on 06-Mar-2019
1
Laporan Akhir Penelitian
LAPORAN KEGIATAN
Monitoring Kesehatan Tiga Jenis Tanaman
Pada Areal Hutan Tanaman Rakyat
Oleh:
IR. Hj. EMMY WINARNI, MS
IR. DAMARIS PAYUNG, MS
Hj. DINA NAEMAH, S.HUT, MP
DIBIAYAI BOPTN (BIAYA OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI)
DENGAN SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN NO SPK
778/UN8.1.24/SPK/2012 30 Nopember 2012
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2012
2
Laporan Akhir Penelitian
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
RINGKASAN .................................................................................................. iv
PRAKATA ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
A. Kesehatan Hutan Dan Tanaman ........................................................ 3
A.1. Gangguna Karena Penyakit…………………………………… 5
A.2. Gangguan Serangga Hama…………………………………………. 7
A.3. Gangguan Gulma…………………………………………………… 8
A.4. Penggembalaan Ternak Dan Satwa Liar……………………… 10
A.5. Kebakaran Hutan………………………………………………... 10
A.6. Kerusakan Abiotik………………………………………………… 12
B. Tiga Jenis Tanaman Hutan Rakyat .................................................... 12
B.1. Karet (Hevea Braziliensis)……….………………………… 12
B.2. Mahoni (Swietenia macrophylla)……………………………… 14
B.3. Kayu Afrika ( Maesopsis eminii)…………..………………… 16
C. Keadaan Umum Lokasi Penelitian..................................................... 17
C.1. Letak Dan Luas ……………………..…….……………..… 17 C.2. Jenis Dan
Kesuburan Tanah……………….……………….. 18
C.3. Tipe Iklim Dan Curah Hujan…..………………………….… 18
C.4. Ketinggian Tempat Dan Topografi…………………………………. 19
3
Laporan Akhir Penelitian
C.5. Sosial , Ekonomi Dan Budaya…….………………………….. 20
C.6. Kelembagaan Kelompok Tani………………………………………. 22
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................................ 24
IV. METODE PENELITIAN ......................................................................... 25
A. Tempat dan Waktu Penelitian………….……….……….….............. 25
B. Alat,Bahan dan Objek Penelitian…………………………………… 25
C. Metodologi………………………………………………………….. 26
D. Analisis Data………………………………………………………… 26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 30
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 39
A. Kesimpulan ........................................................................................ 39
B. Saran .................................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 41
4
Laporan Akhir Penelitian
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN
1. Judul : Monitoring Kesehatan Tiga Jenis Tanaman
Pada Areal Hutan Tanaman Rakyat
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Ir. Hj. Emmy Winarni, MP
b. NIP : 195403301980032001
c. Pangkat/Golongan : Pembina Utama Tk I/IV c
d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
e. Fakultas/Jurusan : Kehutanan/Budidaya Hutan
f. Perguruan Tinggi : Universitas Lambung Mangkurat
g. Alamat Kantor : Jl. A. Yani Km 36 Simpang Empat Banjarbaru
h. Telepon/Faks :0511- 4772290/0511-4772290
i. Alamat Rumah/Telpon : Jl. Taman Gembira Selatan No 4 Banjarbaru
3. Jumlah Peneliti : 3 (Tiga) Orang
4. Lokasi Penelitian : Desa Telaga Langsat Tanah Laut Kal-Sel
5. Masa Penelitian : 1 (satu) bulan
6. Biaya : Rp. 15.000.000 (Lima belas juta rupiah)
Banjarbaru, Desember 2012
Mengetahui,
Dekan, Ketua Peneliti,
Ir. Sunardi, MS Ir. Hj. Emmy Winarni, MS
NIP.195701121982031001 NIP. 195403301980032001
Menyetuji,
Ketua Lembaga Penelitian
Dr. Ahmad Alim Bachri,SE, M.Si
NIP.196712311995121002
5
Laporan Akhir Penelitian
RINGKASAN
Penelitian ini berjudul Kandungan Monitoring Kesehatan Tiga Jenis Tanaman Pada
Hutan Tanaman Rakyat, dilakukan di desa Telaga Langsat Kecamatan Takisung Kabupaten
Tanah Laut Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab
kerusakan dan tipe kerusakan ketiga jenis tanaman tersebut yang ditanam secara
bersamaan pada satu areal dengan luasan kurang lebih 1 ha. Tujuan yang lain adalah untuk
mengetahui besarnya intensitas serangan baik hama maupun penyakit. Manfaat dari
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan panduan bagi pengelola
khususnya dan para pihak umumnya dalam melaksanakan pengelolaan lahan mereka.
Dari pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa intensitas kerusakan baik hama
maupun penyakit berkisar antara 11% - 28%, hal ini menunjukkan bahwa intensitas
serangan dalam kategori rendah, sehingga tidak perlu penangan yang terlalu khusus.
Bentuk serangan yang paling dominan ditemui adalah kerusakan pada bagian daun yang
disebabkan oleh tekanan dari faktor lingkungan. Penyebab kerusakan tertinggi brasal dari
tekanan lingkungan selain karena serangga dan gejala penyakit. Tipe kerusakan terbesar
ditunjukkan pada bagian daun. Kisaran besar kerusakan pada angka 20%-39%.
Dari tiga jenis tanaman yang diamati, tanaman karet mempunyai tingkat kerusakan
yang paling parah, hal ini disebabkan oleh umur tanaman yang relative masih muda seingga
masih memerlukan adaptasi di lapangan, sedangkan tanaman mahoni sudah tumbuh bagus
di lapangan. Kayu afrika menunjukkan pertumbuhan yang relatif baik hal ini ditunjukkan
oleh ukuran tinggi dan diameter serta kenampakan bagian dari tanaman tersebut seperti
daun, percabangan serta batangnya lebih segar dan sangat sedikit terlihat gejala serangan
baik hama maupun penyakit.
6
Laporan Akhir Penelitian
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan karunia-Nya jualah sehingga penelitian yang berjudul Monitoring Kesehatan
Tiga Jenis Tanaman Pada Hutan Tanaman Rakyat dapat diselesaikan tepat pada
waktu yang ditentukan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Teman-teman sejawat yang
membantu pekerjaan penelitian, Penyandang dana sehingga penelitian ini dapat
dilaksanakan serta rekan-rekan yang mendorong dan memotivasi penelitian ini,
semoga segala bantuan mendapat balasanNYA.
Segala bentuk kritik dan saran yang dapat menyempurnakan hasil penelitian
ini sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
berguna bagi kita semua. Aamiin.
Banjarbaru, Desember 2012
Ir. Hj. Emmy Winarni,MS
7
Laporan Akhir Penelitian
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Penyebab
kerusakan…………………………………………………….. 27
2. Keadaan Tajuk…………………………….……………………………… 27
3. Bagian Pohon Yang Rusak………………………………………………. 28
4. Tipe Kerusakan .................................................................................. 28
5. Tingkat Keparahan…………………………………………….………. 29
6. Intensitas Kesehatan Tiga Jenis Tanaman……………………………….. 30
7. Kodefikasi penilaian tingkat kesehatan tanaman Karet…………….. 33
8. Kodefikasi penilaian tingkat kesehatan tanaman Mahoni……………….. 34
9. Kodefikasi penilaian tingkat kesehatan tanaman Kayu Afrika
(Maesopsis eminii)……………………………………………………….. 35
10. Penyebab dan Tipe Kerusakan Tiga jenis Tanaman………………………. 36
8
Laporan Akhir Penelitian
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Skema lokasi kerusakan
pada tanam................………………………….. 26
2. Tanaman sehat (a) Kayu Afrika (b) Mahoni..…………………………… 31
3. Kerusakan di lapangan (a) Daun mengeriting, (b) Pembengkakan batang (c ) Karat daun…………………………………………………………… 32
4. Jalur Pengamatan Kesehatan Tanaman di Areal Hutan Tanaman Rakyat (Jalur 1 – 10)…………………………………………………………….. 37
5. Jalur Pengamatan Kesehatan Tanaman di Areal Hutan Tanaman Rakyat
(Jalur 11 – 17)…………………………………………………………… 38
9
Laporan Akhir Penelitian
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 1…….. 42
2. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 2.......... 44
3. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 3 .............. 46
4. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 4 …..… 47
5. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 5 .............. 48
6. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 6 ............. 50
7. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 7………… 52
8. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 8…………. 54
9. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 9…………. 56
10. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 10……….. 58
11. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 11……….. 60
12. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 12……….. 62
13. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 13……….. 64
14. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 14……….. 66
15. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 15……….. 68
16. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 16………. 70
17. Rekapitulasi Data Pengamatan Kesehatan Tanaman Jalur 17………. 72
18. Surat Tugas Dinas Penelitian………………………………………… 74
19. Dokumentasi Penelitian (Seminar)…………………………………... 75
10
Laporan Akhir Penelitian
I. PENDAHULUAN
Tidak dipungkiri daerah Kalimantan Selatan khususnya keberadaan hutan
sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, terutama masyarakat yang berada di
sekitar hutan. Mereka banyak menggantungkan hidupnya pada hasil yang dapat
diperoleh dari dalamnya. Seiring dengan pembukaan hutan yang dilakukan baik
secara legal maupun tidak, menyebabkan perlunya pengelolaan yang memperhatikan
kepentingan lingkungan dan masyarakat disekitarnya.
Pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta masyarakat baik secara
perorangan atau kelompok untuk produksi diharapkan akan menjadi sebuah program
yang akan menyebabkan peningkatan pendapatan petani, menigkatkan pengelolaan
lahan-lahan yang tidak produktif dengan demikian juga akan mempercepat
rehabilitasi lahan. Keberhasilan pembangunan hutan tanaman rakyat tentunya tidak
terlepas dari peran pemerintah.
Dalam perjalananya tentu saja pengelolaan hutan tanaman rakyat mengalami
beberapa kendala yang berbeda pada tiap daerah seperti, kawasan yang ditetapkan
tidak selalu menjadi kepastian usaha, lokasi yang keliri sehingga tapak yang ada
tidak sesuai dengan pilihan jenis yang ditanam, kemampuan sumberdaya manusia
dalam pengelolaan, pembiayaan dan peralatan, kelembagaan serta serangan hama
dan penyakit.
11
Laporan Akhir Penelitian
Perkembangan hama dan penyakit sangat bergantung pada kondi serta jenis
tanaman yang cepat tumbuh, homogen dan monokultur sehingga menimbulkan
kondisi yang tidak seimbang, hal ini biasanya terjadi pada tanaman monokultur.
Upaya mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik perlu dilakukan
perlindungan terhadap tanaman dari hama dan penyakit, kebakaran, penggembalaan
ternak dan pencurian hasil hutan. Pengelolaan hutan tanaman rakyat yang baik
diharapkan menjadi satu titik awal yang baik pula untuk pembangunan hutan di
Indonesia.
Berdasarkan beberapa kendala yang mungkin tersebut diatas maka dirasa
perlu untuk mengevaluasi kesehatan beberapa jenis tanaman yang sudah dikelola
pada hutan tanaman rakyat didaerah tanah laut Kalimantan Selatan.
12
Laporan Akhir Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Hutan dan Tanaman
Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup,
dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia. Pemanfaatan hutan
dilakukan dengan cara dan intensitas yang sangat bervariasi, mulai dari pemanfaatan
yang tidak banyak mempengaruhi kondisi klimaks hutan sampai pada tidakan-
tindakan yang menimbulkan perubahan komposisi hutan yang sangat mencolok
Banyak faktor yang diketahui dapat menyebabkan kerusakan bagi hutan dan
tanaman penyusunnya. Kerusakan itu baik bisa dari lingkungan hutan yang ada yang
sangat berhubungan dengan faktor penyusunnya maupun berasal dari luar hutan itu
sendiri. Penyebab-penyebab kerusakan hutan dapat dikenali dan dievaluasi,
kemudian ditekan sedini mungkin sebelum kerusakan yang besar terjadi dan kondisi
menjadi semakin parah. (Sumardi, Widyaastuti, 2004).
Faktor-faktor penyebab kerusakan itu sendiri terdiri atas organisme hidup
atau faktor-faktor lingkungan fisik seperti :
1. Patogen
2. Serangan hama, serangga dan penyakit
3. Faktor lingkungan abiotik.
4. Tumbuhan Pengganggu
5. Kebakaran
13
Laporan Akhir Penelitian
6. Satwa liar, penggembalaan ternak dan aktifitas manusia yang dapat merugikan
tanaman.
Dahulu program-program pengelolaan kesehatan berasumsi bahwa masalah
dianggap ada ketika agens kerusakan menimbulkan kerugian ekonomi yang berarti.
Program kesehatan diarahkan untuk menurunkan laju reproduksi dan meningkatkan
kematian organisme pengganggu tumbuhan dan dalam jangka panjang mengurangi
ledakan organisme tersebut. Dengan kata yang lain pengelolaan kesehatan hutan
secara modern adalah berusaha untuk mengendalikan kerusakan tetap di bawah
ambang ekonomi yang masih dapat diterima. Sehingga diperlukannya suatu
pengelolaan yang baik bagi tanaman.
Pengelolaan kesehatan tanaman yang efektif memerlukan kejelian terhadap
tanda dari organisme pengganggu tumbuhan tertentu yang dapat merugikan semua
pihak. Pengelolaan kesehatan tanaman bila perlakuan dilakukan sejak dini atau tepat
waktu akan dapat mengurangi ancaman kerusakan. Sehingga pengelolaan akan
memasukan beberapa parameter untuk dapat menjaga kesehatan tanaman dan kondisi
volume tegakan dan memastikan peremajaan tanaman sebelum pohon-pohon
mencapai masak tebang.
Tanaman dikatakan tidak sehat apabila tanaman itu tumbuh dalam keadaan
yang tertekan, ada beberapa hal yang dapat mengakibatkan semai (anakan tanaman)
dalam keadaan tertekan bahkan mati seperti kekeringan, kekurangan unsur hara,
suhu yang terlalu tinggi, pencekikan pada batang akibat gulma, karena serangan
hama atau penyakit, dan api yang dapat menyebabkan kebakaran bagi hutan.
14
Laporan Akhir Penelitian
Tanaman baik, jika tanaman sehat yakni tumbuh segar, batang lurus, tajuk rimbun,
tidak terserang hama dan penyakit.
Tanaman tidak baik, jika tanaman tidak sehat yakni tidak segar/pucat, batang
bengkok, tajuk kurus dan terserang hama dan penyakit.
Konsep penilaian kesehatan hutan menurut kerusakannya menilai kesehatan
hutan berdasarkan kesehatan pohon penyusunnya sedangkan konsep penilaian
kesehatan tanaman/pohon dipengaruhi oleh kerusakan yang terjadi pada pohon
tersebut. Kerusakan atau cacat yang dimaksud dalam penilaian ini adalah segala
macam kerusakan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman itu selanjutnya.
Di mana tipe kerusakan biasanya sangat spesifik yang masing-masingnya
mempunyai nilai yang spesifik pula.
Kesadaran tentang pentingnya perlindungan dan pengelolan hutan baru
muncul ketika pembangunan hutan tanaman dilakukan dalam sekala besar. Masalah
perlindungan hutan tidak hanya dihadapkan dengan cara bagaimana mengatasi
krusakan pada saat terjadi, melainkan lebih diarahkan untuk mengenali dan
mengevaluasi semua sumber kerusakan yang potensial, agar kerusakan yang besar
dapat dihindari. Hutan sebagai suatu ekosistem seperti yang dikemukakan Sumardi
(2004), tidak hanya terdiri atas komunitas tumbuhan dan hewan semata, akan tetapi
meliputi juga keseluruhan intraksinya dengan faktor tempat tumbuh dan lingkungan.
A.1. Gangguan Karena Penyakit
Penyakit tanaman merupakan suatu perubahan dan penyimpangan dalam satu
atau lebih bagian dari rangkaian proses fisiologis penggunaan enregi yang
15
Laporan Akhir Penelitian
mengakibatkan hilangnya koordinasi dalam tubuh inang. Termasuk didalamnya
gangguan dan kemunduran aktivitas seluler yang biasanya ditunjukan oleh perubahan
morfologi tanaman inang (Sumardi, 2004).
Tingkat kesehatan pohon atau kelompok pohon, pada setiap saat, pada
dasarnya merupakan hasil akhir intraksi antara pohon dengan faktor lingkungan
biotik dan abiotik yang saling bereaksi. Pada kondisi tertentu intraksi dengan faktor-
faktor lingkungan dapat menyebabkan kerusakan pohon penyusun hutan dan banyak
diantaranya berupa kerusakan fisiologis.
Proses penyakit didalam hutan tidak terbatas pada perkembangan patogen
dalam individu pohon sebagai inang, tetapi lebih kepada perkembangan dan
penyebaran patogen dari satu pohon ke pohon lain. Praktek budidaya termasuk
penyiapan tapak, penanaman, pemupukan, pembakaran, seleksi jenis dan sistem
penanaman dapat mempengaruhi perkembangan penyakit. Secar khusus tanaman
tahunan dan pohon-pohon hutan peka terhadap praktek-praktek silvikultur yang
mengubah keseimbangan ekosistem alami dan merusak profil kehutanan alami
(Widyastuti, 2005).
16
Laporan Akhir Penelitian
A.2. Gangguan Serangga Hama
Hama tanaman adalah semua binatang yang dapat menimbulkan kerusakan
pada tegakan dan hsail hutan. Dalam kenyataannya sebagian besar hama perusak
hutan dan hasil hutan adalah binatang-binatang yang termasuk ke dalam golongan
serangga karena hampir 90% jumlahnya dibandingkan dengan hama yang lain
(Sindusuwarno, 1981)
Kerusakan hutan dapat terjadi oleh adanya aktifitas berbagai serangga yang
hidup di dalamnya dan memanfaatkan tanaman hutan sebagai tempat
berkembangbiak dan sumber makanan. Tinggi rendahnya derajat kerusakan yang
dapat ditimbulkan oleh serangga perusak di tentukan oleh jumlah individunya.
Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh suatu hama pada suatu pohon atau tegakan
hutan dapat digolongkan menjadi kerusakan langsung dan kerusakan tidak langsung
Populasi serangga hama yang merusak tidak timbul dengan sendirinya,
merupakan akibat dari hasil intraksi antara populasi itu dengan berbagai unsur dan
faktor yang ada dilingkungan, maupun adanya tindakan yang dilakukan oleh manusia
yang tidak berasal dari dalam lingkungan hama (Untung, 1993).
Pembagian hama hutan berdasarkan bagian tanaman yang diserang adalah :
a. Serangga Perusak Daun (Defoliating Insect)
17
Laporan Akhir Penelitian
b. Serangga Pengebor Kulit (Inner Dark Boring Insect)
c. Serangga Penghisap Cairan Pohon (Sap Sucking Insect)
d. Serangga Perusak Anakan (Seedling Insect)
e. Serangga Pengebor Batang Pohon dan Kayu (Wood Boring Insect)
f. Serangga Perusak Akar (Root Insect)
g. Serangga Perusak Pucuk dan Cabang (Bud and Twig Insect)
A.3. Gangguan Gulma
Jenis-jenis penyusun vegetasi yang tidak di inginkan dan merupakan
tumbuhan pengganggu bagi tanaman pokok melalui kompetisi pada umumnya
disebut gulma. Gulma adalah tumbuhan yang tumbuh tidak pada tempatnya dan
melakukan kompetisi dengan tanaman pokok atau tumbuhan yang nilai negatifnya
melebihi nilai fositifnya (Nasif dan Pratiwi, 1989).
Aspek yang penting dalam manipulasi suksesi ekosistem hutan adalah
pengelolaan intraksi antar tanaman yang diusahakan dengan tanaman yang tidak
diusahakan. Persaingan antar tanaman tersebut meliputi persaingan mendapatkan
cahaya, nutrisi, air dan ruang. Gulma bersaing untuk hidup dengan lingkungannya
baik diatas maupun di bawah tanah (Moenandir, 1988)
Menurut Tjitrosoedirdjo (1984) perubahan-perubahan yang dilakukan
manusia/iklim menyebabkan ekosistem lebih peka terhdap kerusakan yang
ditimbulkan oleh jasat pengganggu. Perubahan-perubahan atau pengaturan sendiri
gulma ditentukan oleh banyak faktor seperti :
18
Laporan Akhir Penelitian
a. Karakteristik gulma
b. Faktor lingkungan
c. Aktivitas manusia
Gulma yang terdapat pada dataran tinggi, relatif berbeda dengan gulma yang
ada di dataran rendah. Pada dataran tinggi bertambahnya keanekaragaman jenis,
tidak diikuti dengan penambahan individunya, sedangkan pada dataran rendah
jumlah individu bertambah tidak diikuti dengan penambahan jumlah jenis.
Kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh gulma adalah sebagai berikut :
a. Pohon/tanaman tertekan pertumbuhannya
b. Perubahan bentuk (tajuk/batang)
c. Pohon/tanaman mati
d. Jumlah tegakan menurun.
Kelompok gulma yang ada dihutan antara lain :
b. Liana, merupakan kelompok tanaman merambat dan menjalar keatas pada pohon
serta merupakan ciri khas pada beberapa ekosistem hutan didaerah tropik dan
daerah iklim sedang.
c. Pencekik, secara umum pencekik dikatakan sebagai tanaman hemi-epifit atau
semi-hefipit. Jenis tumbuh-tumbuhan ini hidup dengan cara mengandalkan
tumbuhan lain untuk mendapatkan nutrisi.
d. Gulma penutup tanah, terjadi karena adanya pertumbuhan tumbuhan bawah yang
cepat sehingga menyebabkan terjadinya kompetisi hidup antara tumbuhan bawah
dengan tanaman yang ditanam. Gulma penutup tanah akan tumbuh lebih baik
pada sistem tanam dengan tajuk terbuka.
19
Laporan Akhir Penelitian
A.4. Penggembalaan Ternak dan Satwa Liar
Sebagaimana Manusia, ternak juga memerlukan makanan dalam
mempertahankan kehidupannya. Potensi makanan ternak diluar kawasan hutan dan
lahan pertanian di dapat dari limbah hasil pertanian.
Derajat kerusakan yang di derita hutan tergantung pada jenis serta jumlah
ternak, intensitas penggembalaan dan jenis pohon penyusun hutan. Menurut
Suratmo (1980) kerugian yang disebabkan oleh kegiatan penggembalaan dalam
kawasan hutan adalah :
a. Kerusakan terhadap tanah hutan
b. Kerusakan pada tanaman muda
c. Kerusakan pada tanaman yang sudah melewati masa muda.
Dalam tinggkat populasi normal margasatwa tidak menimbulkan kerusakan
ekosistem hutan yang berarti dibandingkan penyebab kerusakan yang lain, bahkan
dapat memberikan keuntungan. Apabila populasi margasatwa tersebut berlebihan,
maka akan menimbulkan kerusakan dalam ekosistem hutan.
A.5. Kebakaran Hutan
Kebakaran merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir
seluruh ekosistem daratan, walaupun hanya terjadi pada frekwensi yang sangat
jarang. Kerusakan yang berlangsung selama kebakaran hutan bersifat eksposif yang
artinya terjadi dalam waktu relatif cepat pada areal yang luas (Purhowaseso 2004).
20
Laporan Akhir Penelitian
Pengaruh api terhadap ekosistem dipengaruhi oleh frekwensi, intensitas dan tipe
kebakaran yang terjadi serta kondisi lingkungan.
Kebakaran dalam hutan dapat terjadi bila tersedia tiga komponen yaitu bahan
bakar yang potensial, oksigen atau udara dan penyalaan api. Apabila kondisi
memungkinkan terjadinya kebakran, maka dikenal tiga tipe kebakaran hutan yaitu
api permukaan, api tajuk dan api dalam tanah.
Menurut Suratmo (2003) hal - hal yang spesifik tentang kebakaran hutan
adalah:
a. Mengkonsumsi mineral kayu karena api merupakan alat yang paling mudah,
murah dan cepat dalam melenyapkan kayu dan material tanaman dengan potensi
yang sangat besar.
b. Panas api menyebabkan matinya tanaman hidup/hewan karena terbakar/luka,
serta tanah akan kena dampaknya
c. Menghasilkan abu mineral sisa hasil pembakaran yang berdampak terhadap
kesuburan tanah
Pengaruh kebakaran hutan sangat bervariasi, pengaruh kebakaran hutan yang
merugikan adalah :
a. kerusakan vegetasi
b. Kerusakan tanah hutan
c. Kerusakan margasatwa
d. kerusakan ekosistem
21
Laporan Akhir Penelitian
e. kerusakan lain yang merugikan
A.6. Kerusakan Abiotik
Hutan dikatakan sakit apabila pohon yang ada didalamnya mengalami
tekanan secara terus menerus oleh faktor biotik atau oleh faktor abiotik (fisik/kimia)
lingkungan. Kelangkaan atau ketersediaan faktor abiotik yang berlebihan dapat
menyebabkan penyimpangan atau kerusakan pertumbuhan tanaman. Lingkungan
abiotik juga dapat mempengaruhi interaksi faktor biotik dengan tanaman penyusun
hutan
Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain, apabila tidak
terdapat satu hara tanaman maka kegiatan metabolisme akan terganggu/berhenti
sama sekali. Apabila tanaman kekurangan/kelebihan hara akan menunjukkan gejala
pada organ tertentu yang spesifik (Rosmarkam, 2002). Banyak bahan kimiawi yang
oleh karena sifat senyawanya atau tingkat konsentrasinya dapat menyebabkan
kerusakan terhadap pohon-pohon penyusun hutan.
Suhu rata-rata tinggi tanpa adanya musim dingin, selalu lembab dan curah
hujan tinggi. Merupakan karakteristik iklim daerah tropis Karakteristik tersebut
menyebabkan proses penguraian dan mineralisasi berlangsung cepat. Pada hutan
tanaman yang dibangun pada lahan-lahan marginal dengan jenis eksotik maka faktor
iklim atau tempat tumbuh dapat merupakan pembatas bagi pertumbuhan tanaman.
B. Tiga Jenis Tanaman Hutan Rakyat
B.1. Karet (Hevea braziliensis)
22
Laporan Akhir Penelitian
Kayu Karet, dan oleh dunia internasional disebut Rubber wood pada
awalnya hanya tumbuh di daerah Amzon, Brazil. Kemudian pada akhir abad
18 mulai dilakukan penanaman di daerah India namun tidak berhasil. Lalu
dibawa hingga ke Singapura dan negara-negara Asia Tenggara lainnya
termasuk tanah Jawa. Pohon karet dibudidayakan dengan tujuan utamanya
untuk diambil getahnya sebagai bahan utama karet, hingga sekarang.
Pohon karet bisa tumbuh hingga ketinggian 30 meter dan akan mulai
diambil getahnya pada umur 5-6 tahun. Secara ekonomis kayu karet sangat
efisien karena hanya akan ditebang dan dijadikan bahan baku industri
furniture ketika sudah tidak menghasilkan karet. Setelah berumur 25 tahun
pohon karet tidak lagi menghasilkan 'latex' sehingga sudah saatnya harus
ditebang dan digantikan dengan pohon baru.
Kayu karet berwarna putih kekuningan, sedikit krem ketika baru saja dibelah
atau dipotong. Ketika sudah mulai mengering akan berubah sedikit
kecoklatan. Tidak terdapat perbedaan warna yang menyolok pada kayu gubal
dengan kayu teras. Bisa dikatakan hampir tidak terdapat kayu teras pada
rubberwood.
Kayu karet tergolong kayu lunak - keras, tapi lumayan berat dengan
densitas antara 435-625 kg/m3 dalam level kekeringan kayu 12%. Dengan
sistem kiln dry konvensional, pengeringan kayu karet terhitung cepat dengan
jarak waktu antara 10-14 hari. Tidak terdapat banyak masalah pada kayu
melengkung sejauh penyusunan kayu di dalam KD teratur dengan baik.
23
Laporan Akhir Penelitian
Secara keseluruhan, penyusutan kayu karet terhitung kecil, di bawah 2%
terutama pada arah Radialnya.
Kayu karet banyak digunakan sebagai bahan baku furniture di dalam
ruangan terutama furniture di ruang dapur, top table, kitchen set, peralatan
dapur misalnya tatakan pisau, alat masak dan kursi makan sangat cocok
menggunakan bahan baku kayu karet. Oleh karena itu kebanyakan produsen
peralatan dapur memiliki stok kayu karet yang sangat besar. Dengan kondisi
minimnya kayu teras pada kayu karet, penanganan jenis kayu ini harus hati-
hati dan tepat waktu. Sangat penting sebagai sebuah proses utama pada kayu
karet adalah dengan melakukan pengawetan menggunakan bahan kimia agar
menghindarkan kayu karet dari blue stain atau serangga pemakan kayu. Oleh
karena itulah setelah penebangan, kayu karet harus segera direndam atau
diawetkan dengan bahan kimia tertentu (dikenal dengan nama Borax) agar
terhindar dari jamur dan serangga.
B.2. Mahoni (Swietenia macrophylla)
Mahoni adalah anggota suku Meliaceae. Mahoni termasuk pohon
besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm.
Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna
cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang
berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua,
beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7
tahun. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-ternpat
lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon
24
Laporan Akhir Penelitian
pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Baratini, dapat tumbuh subur
bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai.
Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69%
sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah
tangkapan air. Buah mahoni memiliki zat bernama flavonolds dan saponins.
]Flavonolds sendiri dikenal berguna untuk melancarkan peredaran darah
sehingga para penderita penyakit yang menyebabkan tersumbatnya aliran
darah disarankan memakai buah ini sebagai obat. Khasiat flavonolds ini juga
bisa untuk mengurangi kolesterol, penimbunan lemak pada saluran darah,
mengurangi rasa sakit, pendarahan dan bertindak sebagai antioksidan untuk
menyingkirkan radikal bebas.
Sejak 20 tahun terakhir ini, tanaman mahoni mulai dibudidayakan
karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas
kayunya keras dan sangat baik untuk meubel, furnitur, barang-barang ukiran
dan kerajinan tangan. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya
dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit
mahoni akan menjadi kuning dan tidak mudah luntur. Sedangkan getah
mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku
lem, dan daun mahoni untuk pakan ternak.
Mahoni dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan
pantai dan menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung.Tanaman ini
termasuk jenis tanaman yang mampu bertahan hidup di tanah gersang
sekalipun. Syarat lokasi untuk budi daya mahoni diantaranya adalah
25
Laporan Akhir Penelitian
ketinggian lahan maksimum 1.500 meter dpl, curah hujan 1.524-5.085
mm/tahun, dan suhu udara 11-36 C. (http://id.wikipedia.org/wiki/Mahoni)
B.3. Kayu Afrika ( Maesopsis eminii)
Kayu Afrika dikenal dengan nama lokal pohon paying, musizi . Tumbuh
alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 8°LU dan 6°LS, kebanyakan
ditemukandi hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dansabana. Merupakan
jenis suksesi yang tumbuhpada areal hutan yang terganggu ekosistemnya.Mulai
ditanam di Asia Tenggara dan AmerikaTengah. Pada sebaran alami, jenis ini
tumbuh didataran rendah sampai hutan sub pegunungansampai ketinggian 1.800
m dpl. Pada pertanaman, biasanya ditanam di dataran rendah dan tumbuh baik
pada ketinggian 600 - 900 m dpl. Menyukai daerah dengan curah hujan 1.200 -
3.600mm/tahun dengan musim kering sampai 4 bulan. Menyukai solum tanah
dalam dengan drainase baik, namun dapat tumbuh pada solum tipis asalkan
terdapat air cukup.
Pohon meranggas, tinggi mencapai 45 m dengan bebas cabang 2/3 tinggi
total. Kulit batang abuabu pucat, beralur dalam, kulit dalam merah tua. Daun
sederhana, duduk daun saling berhadapan, panjang 6 - 15 cm dengan tepi daun
bergerigi. Tandan terdiri banyak bunga, sepanjang ketiak daun, panjang 1 - 5 cm.
Bunga kecil, berkelamin ganda, mahkota putih kekuningan.
Merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan serbaguna berkekuatan sedang
sampai kuat, untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Banyak ditanam untuk sumber
kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan
keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari
jenis ini sebanding dengan pulp sebagai jenis kayu keras umumnya. Pada pola
26
Laporan Akhir Penelitian
agroforestry ditanam sebagai penaung coklat, kopi, kapulaga dan teh, juga
ditanam untuk pengendali erosi. Walaupun merupakan koloni yang agresif di
areal semak dan areal terganggu di hutan, jenis ini kurang dapat bersaing dengan
alang-alang tingg.
Pembungaan dan pembuahan dimulai ketika pohon berumur 4 - 5 tahun.
Panen benih berlimpah setiap tahun. Di Uganda, pembuahan terjadi bulan April –
Agustus, di Tanzania bulan Juni – Nopember dengan puncak berbuah bulan Juli
– Agustus. Pertanaman di Malaysia berbunga dua kali, yaitu bulan Februari –
Mei dan Agustus – September. Benih akan masak 2 bulan setelah pembungaan.
Buah disebarkan oleh burung, monyet dan binatang pengerat.
(www.dephut.go.id/.../RRL/.../Maesopsis_eminii.pd)
C. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
C.1. Letak dan Luas
Lokasi yang diusulkan menjadi areal hutan kemasyarakatan adalah Desa
Telaga Langsat yang terletak di Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut. Desa
Telaga Langsat memiliki luas 2559,5 Ha. Desa Telaga Langsat berjarak 25 Km dari
ibukota kabupaten Tanah Laut dengan waktu tempuh ± 1 jam. Keseluruhan areal
rencana hutan kemasyarakatan terletak pada kawasan hutan lindung.
Secara administrasi, Desa Telaga Langsat berbatasan:
Sebelah Utara dengan Desa Takisung dan Gunung Makmur
Sebelah timur dengan Desa Panyipatan, Kec. Panyipatan
Sebelah Selatan dengan Desa Kuala Tambangan, Kec. Panyipatan
Sebelah Barat dengan Laut Jawa
27
Laporan Akhir Penelitian
C.2. Jenis dan Kesuburan Tanah
Berdasarkan Peta Tanah Propinsi Kalimantan Selatan Skala 1 : 500.000 dan hasil
survey lapangan, Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Tanah Laut adalah termasuk
jenis tanah podsolik merah kuning, tekstur lempung berpasir dan termasuk tipe tanah
ultisol, dengan tingkat kesuburan tanah sedang.
Berdasarkan hasil analisa dan pengamatan di lapangan menunjukan bahwa
tingkat kerusakan tanah termasuk kategori kritis, hal ini apabila tidak ditangani
secara cepat dan professional akan membahayakan kehidupan alam baik hayati
maupun hewani.
C.3. Tipe Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir (1997- 2006) yang
diambil dari pengamatan alat pengukur curah hujan Stasiun Curah Hujan Bati-bati,
bahwa rata-rata bulan basah terjadi sebanyak 84 bulan atau rata-rata 8,4 bulan dan
rata-rata bulan kering terjadi sebanyak 15 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, sehingga
nilai Q atau perbandingan antara bulan kering dengan bulan basah adalah sebesar
0,179. Dari tabel nilai Q yang telah dikembangkan oleh Scmidt dan Fergusson
bahwa Wilayah Desa Telaga Langsat termasuk tipe iklim B dengan klasifikasi Basah
karena nilai Q Ratio berada pada kisaran antara 0,143 < Q < 0,333.
Pada sebagian wilayah ini terdapat kawasan hutan lindung seluas 400 Ha, dengan
Curah Hujan Tahunan 200-300 mm/th, dengan rata-rata hari hujan 8 bulan.
Temperature 30oC. Kelembaban 20 % Dalam kawasan hutan lindung hasil hutan
bukan kayu yang dapat dimanfatkan antara lain damar, rotan, sarang burung, getah
28
Laporan Akhir Penelitian
karet, madu lebah, dan lain-lain. Selain itu kondisi hutan di wilayah desa Telaga
Langsat masih baik, sehingga diharapkan dngan adanya kegiatan hutan
kemasyarakatan, pendapatan masyarakat dapat meningkat serta kelestarian hutan
dapat terjaga.
C.4. Ketinggian Tempat dan Topografi
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari BAKOSURTANAL,
lokasi berada pada ketinggian antara 25 sampai 153 meter di atas permukaan laut.
Sedangkan keadaan topografi di wilayah ini pada umumnya adalah datar, karena
wilayah ini merupakan wilayah bagian hilir yang sudah berdekatan dengan laut.
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1 : 50.000 Edisi I Tahun
1991 oleh Bokusrtanal Cibinong-Bogor, serta didukung hasil survey lapangan
didapati bahwa pada Desa Telaga Langsat bertofogrfi relatif datar sampai berbukit .
Secara garis besar ketinggian tempat antara 14 meter sampai dengan 123 meter dari
permukaan laut. Dengan bentang wilayah yang didominasi oleh perbukitan.
Analisis jenis tanah dilakukan berdasarkan hasil analisa data sekunder dan Peta
Jenis Tanah. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa jenis tanah di wilayah di
Desa Telaga Langsat pada umumnya didominasi oleh tanah jenis ultisol dengan
tingkat kesuburan tanah sedang, peka terhadap erosi, dan kedalaman effektif
(ketebalan solum) antara 30 hingga 60 cm.
Berdasarkan Peta Fungsi Kawasan Propinsi Kalimantan Selatan bahwa wilayah
Desa Telaga Langsat termasuk kawasan APL, kawasan hutan lindung dan fungsi
kawasan Walaupun di wilayah ini terdapat fungsi kawasan berstatus dalam kawasan
29
Laporan Akhir Penelitian
hutan, namun kenyataan di lapangan bahwa kawasan tersebut telah terdapat
pemukiman masyarakat, perladangan, maupun aktivitas lainnya.
Berdasarkan curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir (1997 – 2007) yang
diambil dari Stasiun Klimatologi Pelaihari diketahui bahwa rata-rata bulan basah
terjadi sebanyak 85 bulan atau rata-rata 8,5 bulan dan rata-rata bulan kering terjadi
sebanyak 19 bulan atau rata-rata 1,9 bulan, sehingga nilai Q atau perbandingan
antara bulan kering dengan bulan basah adalah sebesar 0,223. Dari tabel nilai Q
yang telah dikembangkan oleh Scmidt dan Ferguson bahwa Wilayah di desa Telaga
Langsat termasuk kedalam tipe iklim B dengan klasifikasi Basah.
C.5. Sosial Ekonomi dan Budaya
Desa Telaga Langsat berpenduduk 1275 jiwa dengan 671 jiwa laki-laki dan
604 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk di desa tersebut adalah 1,49 jiwa/Km2
dengan tingkat pendidikan yang cukup beragam yaitu 354 jiwa tamatan SD, 218 jiwa
tamatan SMP, 218 jiwa tamatan SMA, dan 58 jiwa sarjana. Adapun mata
pencaharian penduduk Desa Telaga Langsat adalah TNI/PNS, wiraswasta, petani,
pedagang, dan pertukangan dan jasa.
Secara umum sebagian penduduk adalah sebagai petani. Dengan demikian
ada hubungan yang sangat erat antara manusia dan alam khususnya tanah.
Ketergantungan penduduk terhadap tanah inilah yang menjadikan seluruh upaya
Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini menjadi penting. Seperti kita ketahui bahwa
kemampuan sumber daya alam berproduksi itu terbatas, bahkan pada jenis-jenis
tanah tertentu kurang menghasilkan, di lain pihak sering manusia memaksanakan
30
Laporan Akhir Penelitian
kehendaknya untuk memenuhi kebutuhannya. Kontradiktif yang demikianlah yang
menjadikan permasalahan semakin rumit. Dengan mayoritas penduduk sebagai
petani/pekebun menunjukkan bahwa ekonomi masyarakat lebih banyak bergeak dan
tergantung pada lahan. Sehingga tekanan penduduk terhadap lahan cukup tinggi.
Dengan Kegiatan Hutan Kemyarakatan diharapkan mayarakat dapat memanfaatkan
kawasan hutan, dan menjadikannya sebagai salah satu tempat untuk bercocok tanam
dan memanfaatkan kawasan hutan.
Pemerintahan Desa di Desa Telaga Langsatdi pimpin oleh seorang Kepala
Desa (saat ini bernama pembekal Yamani Agus). Dalam menjalankan tugasnya
pembekel dibantu oleh seorang wakil dan beberapa orang kepala urusan, yaitu
Kepala Urusan Pemerintahan, Umum, dan Pembangunan. Namun dalam aksinya
dalam rangka menjalankan roda pemerintahan, maka lurah selalu aktif bekerjasama
dengan RW (Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetangga) se Desa Telaga Langsat .
Kegiatan Pemerintahan Desa berjalan cukup baik, organisasi kemasyarakatan seperti
LMD. Untuk Calon Pengelola (HKm) adalah kelompok Tani telah dibentuk dan di
Kukuhkan oleh Kepala Desa. Masyarakat Desa Telaga Langsat secara umum
beragama Islam, dengan penduduk mayoritas didominasi oleh banjar, dan
masyarakat Trans dari Jawa.
Perkembangan ekonomi suatu wilayah akan sangat tergantung pada (1)
potensi pengembangan lahan dan kemampuan lingkungan, (2) potensi sumberdaya
manusia dan (3) potensi dan kapasitas sarana dan prasarana wilayah. Melihat pada
profil desa seperti tersebut di atas dapat kita lihat bahwa dari aspek perekonomian
ketergantungan masyarakat Desa terhadap lahan/tanah sangat tinggi. Kondisi
semacam itu menjadi potensi kerawanan bagi keberadaan dan daya dukung
31
Laporan Akhir Penelitian
lingkungan mengingat jumlah angkatan kerja yang terus meningkat tanpa dibarengi
dengan ketersediaan lapangan kerja baru.
Secara umum kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana perekonomian di
desa belum cukup baik dan memadai. Sarana kegiatan ekonomi angkutan,
pertokoan, industri rumah tangga, bahan bangunan, warung kelontong, usaha
pertenakan, perikanan dan perkebunan belum mendukung kegiatan perekonomian di
Desa Telaga Langsat . Disamping itun kualitas SDM masih relatif Sedang.
Ketersediaan Sekolah berupa 2 Sekolah Dasar dan 1 Sekolah Menengah Pertama.
Secara umum masyarakat berpendidikan Menengah kebawah, meskipun sudah ada
yang lulusan Perguruan Tinggi dan SMU.
Tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan dan lingkungan di wilayah ini
masih kurang baik. Sarana dan prasarana air bersih sudah cukup baik
C.6. Kelembagaan Kelompok Tani
Kelembagaan kelompok tani telah ada karena sebelumnya telah ada
program-program kehutanan seperti Seed for People yang dilaksanakan oleh BPTH
Kalimantan. Namun saat ini kurang aktif mengingat masih minimnya bantuan dan
kegiatan yang dapat mendorong aktivitas kelompok Tani. Untuk Itu dalam
pengusulan Hutan Kemasyarakatn telah dilakukan fasilitasi pembentukan kelompok
dan pengembangan kelompok, penyusunan proposal permohonan Hutan
Kemasyarakatan.
Kelembagaan Kelompok Tani yang siap untuk melaksankan hutan
kemasyarakatan adalah Kelompok Tani “BINA BERSAMA” yang dibentuk pada
32
Laporan Akhir Penelitian
Bulan Februari 2011 dengan difasilitasi penyuluh kehutanan, Dinas Kehutanan Kab.
Tanah Laut dan Fakultas Kehutanan Unlam. Tenaga Penyuluh Kehutanan dari
BP4K Tanah Laut untuk Kecamatan Takisung telah ada satu orang termasuk
ditugaskan di wilayah Desa Telaga Langsat.
33
Laporan Akhir Penelitian
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan
tanaman dalam hal :
1. Penyebab kerusakan tanaman karet, mahoni dan kayu afrika pada areal hutan
tanaman rakyat
2. Tipe kerusakan tanaman tanaman karet, mahoni dan kayu afrika pada areal
hutan tanaman rakyat
3. Persentase serangan hama dan penyakit pada ketiga jenis tanaman tersebut
berdasarkan jumlah tanaman yang diamati.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi para
pengelola dan pelaku hutan tanaman rakyat terkait tentang dalam rangka menjaga
kesehatan tanaman, serta memberikan informasi kepada pengelola hutan tanaman
padaumumnya.
34
Laporan Akhir Penelitian
IV. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal Hutan Tanaman Rakyat di desa Telaga
Langsat Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Waktu penelitian selama satu
bulan mulai awal bulan Desember sampai dengan akhir Desember 2012, meliputi
pengumpulan data, pengolahan dan penyusunan laporan penelitian.
B. Alat, Bahan dan Objek Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1) Alat tulis menulis untuk mencatat data
2) Kalkulator
3) Peta lokasi.
4) Kamera sebagai alat dokumentasi
5) Piban
6) GPS
7) Galah
8) Thally sheet
9) Binokuler
Selain menggunakan peralatan tersebut penelitian ini memerlukan beberapa
orang tenaga bantu.
35
Laporan Akhir Penelitian
Objek penelitian ini adalah tiga jenis tanaman yang terdapat pada Hutan
Tanaman Rakyat yaitu Mahoni, Kayu Afrika dan Karet.
C. Metodologi
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi : Data Primer dan data
sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengamatan langsung ke
lokasi penanaman. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan
semua data yang ada dalam kriteria dan standar hasil penilaian tanaman menurut
standar baku dari Environmental Monitoring and Assessment Program. EMAP
Center International (1995). Dalam data primer ini termasuk data pengukuran tinggi
dan diameter tanaman. Pengambilan data sekunder diperoleh dari instansi terkait,
termasuk di dalamnya data-data mengenai lokasi, iklim, dan curah hujan.
D. Analisis Data.
Cara penilaian tanaman adalah dengan menggunakan kodefikasi menurut
standar Environmental Monitoring and Assessment Program (EMAP).
D. Keterangan : 1. Akar
E. 2. Akar dengn batang
bawah
F. 3. Batang bawah
G. 4. Batang atas dan bawah
H. 5. Batang atas
I. 6. Batang tajuk
7. Cabang
8. Tunas & Pucuk
9. Daun
Gambar 1. Skema lokasi kerusakan pada tanam
36
Laporan Akhir Penelitian
Dengan Kodefikasi Penilaian pada tabel berikut :
Tabel 1. Penyebab Kerusakan
Kode Keterangan
001
100
210
200
300
400
500
600
700
800
999
Mati
Serangga
Luka
Penyakit
Api
Binatang
Cuaca
Persaingan tumbuhan
Kegiatan manusia
Tidak diketahui penyebabnya
Selain kriteria yang sudah ada.
Tabel 2. Keadaan Tajuk
Kode Keterangan
1
2
3
80 - 100% Tajuk dipenuhi daun
21 - 79% Daun normal
1 - 20% Tajuk dan keadaan daun normal.
37
Laporan Akhir Penelitian
Tabel 3. Bagian Pohon Yang Rusak
Kode Keterangan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tidak terjadi kerusakan
Akar
Akar dan batang sebelum cabang
Akar dan batang sampai cabang pertama
Batang bawah
Batang atas
Batang dalam tajuk
Cabang
Pucuk
Daun
Tabel 4. Tipe Kerusakan
Kode Keterangan
01
02
03
04
11
12
13
21
22
23
24
25
31
Kanker
Tubuh buah jamur
Luka
Gomusis
Batang atau akar patah
Tunas air
Akar patah lebih dari 0,9 m
Pucuk mati
Patah dan mati
Tunas air berlebihan
Daun Rusak
Perubahan warna daun
Kerusakan lain.
38
Laporan Akhir Penelitian
Tabel 5. Tingkat Keparahan
Kode Keterangan
2
3
4
5
6
7
8
9
20 – 29%
30 – 39%
40 – 49%
50 – 59%
60 – 69%
70 – 79%
80 - 89%
90 – 99%
Setelah semua data-data didapatkan, barulah diadakan suatu perbandingan
dengan kodefikasi nilai penting kerusakan tanaman yang terjadi ditentukan oleh jenis
kerusakan yang dinilai pada bagian tanaman kemudian akan dimasukkan dalam tally
sheet hasil penilaian kesehatan tanaman sesuai dengan kriteria penilaian standar
Environmental Monitoring and Assessment Program EMAP (1995). Jadi semua data
yang diperlukan dalam penelitian ini baik itu data primer maupun data sekunder akan
dianalisa secara deskriptif dengan mengikuti standar penilaian baku.
39
Laporan Akhir Penelitian
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan di areal Hutan tanaman rakyat dengan luasan
kurang lebih 1 ha terdiri dari banyak tanaman berkayu dan tan juga tanaman
pertanian sebagai campuran seperti kacang tanah dan terong. Tanaman berkayu yang
diamati dalam penelitian ini adalah Karet (Hevea brazilensis) sebanyak 324 pohon,
Kayu Afrika (Maesopsis eminii) sebanyak 30 pohon dan Mahoni (Swietenia
macrophylla) sebanyak 409 pohon. Jumlah keseluruhan tanaman yang diamati
sebanyak 763 pohon.
Tabel 6. Intensitas Kesehatan Tiga Jenis Tanaman
No Jenis
Tanaman
Jumlah
Tanaman
Serangan
Hama
Serangan
Penyakit
Intensitas
Serangan (%)
1 Karet 324 86 90 26,5 – 27,8
2 Mahoni 409 110 70 26,9 – 17,1
3 Kayu Afrika 30 0 0 0
Total 763
Dari tabel tersebut diatas intensitas serangan lebih banyak berasal dari hama
dibandingkan penyakit, namun demikian serangan secara keseluruhan masih dapat
ditoleransi karena tidak mencapai angka yang terlalu tinggi sebagian kerusakan yang
lain seperti warna daun kecokelatan dan beberapa ranting yang patah, lebih
diakibatkan oleh kondisi ekstrim lingkungan seperti sinar matahari dan asupan hara.
Beberapa tanaman mati pada saat dijumpai akan tetapi jumlahnya cukup kecil yaitu
13 tanaman untuk karet dan 4 tanaman mahoni .
40
Laporan Akhir Penelitian
Beberapa bentuk kerusakan terbesar ditemui pada bagian daun berupa warna
kecokelatan, berlubang, menggulung sedangkan pada bagian tanaman yang ditemui
luka pada batang, ranting patah dan pada tanaman karet ada gejala membengkak
pada batang kemungkinan besar akan menyebabkan gall atau pembusukan.
(a) (b)
Gambar 2. Tanaman sehat (a) Kayu Afrika (b) Mahoni
Pertumbuhan tanaman disebabkan oleh faktor genetik yang bersifat tetap dan
faktor lingkungan yang selalu berubah-ubah. Faktor pertama biasanya disebut faktor
dalam (internal), sedangkan faktor kedua disebut faktor luar (eksternal). Kedua
faktor pertumbuhan ini secara bersama-sama sangat efektif mempengaruhi
kehidupan suatu masyarakat tumbuhan. (Soekotjo, 1976). Hal inilah yang sangat
mempengaruhi kesehatan tanaman. Apabila kedua faktor tersebut tidak dipenuhi
maka bisa terjadi beberapa gejala kerusakan yang pada akhirnya bisa menyebabkan
tanaman mati.
41
Laporan Akhir Penelitian
(a)
(b)
(c )
Gambar 3. Kerusakan di lapangan (a) Daun mengeriting, (b) Pembengkakan batang
(c ) Karat daun
42
Laporan Akhir Penelitian
Dari beberapa gejala yang diamati dilapangan kemudian dimasukkan
kedalam bentuk penggolongan yang meliputi penyebab kerusakan dan tipe kerusakan
yang ada serta mencoba melihat tingkat keparahan dari beberapa kerusakan tersebut.
Tabel 7. Kodefikasi penilaian tingkat kesehatan tanaman Karet (Hevea braziliensis)
Rangking 1 2 3 4 5
Penyebab kerusakan 500 100 200 210 001
Keadaan tajuk 3 2 1 - -
Bagian pohon yang rusak 9 7 6 0 -
Tipe kerusakan 24 25 22 03 -
Tingkat keparahan 2 3 4 5 9
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penyebab kerusakan tertinggi pada
Jenis Karet disebabkan oleh faktor abiotik seperti cuaca yang bisa berupa intensitas
penyinaran, iklim, suhu dan lain-lain bisa juga disebabkan oleh tindak pemeliharaan
seperti penyiraman dan pemupukan. Menurut Dwijoseputro (1990), faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan pertumbuhan pada tingkat semai adalah :
1. Cahaya: energi yang diperlukan oleh tumbuhan untuk mengadakan fotosintesis
hanya 0,5 % - 2 % saja dari jumlah energi sinar yang tersedia, tergantung pada
kualitas (panjang gelombang), intensitas dan waktu penyinaran
2. Air: banyaknya air yang dipakai untuk pertumbuhan relatif kecil, biasanya
kurang dari 5 % dari jumlah total air yang diserap. Fungsi air untuk
pertumbuhan tanaman antara lain sebagai bahan pembangun, pelarut, pengisi
dan bahan transpirasi
43
Laporan Akhir Penelitian
3. Nutrisi: suplai nutrisi mineral sangat penting bagi pertumbuhan tanaman yang
sempurna. Menurut kebutuhannya dapat diklasifikasikan atas elemen yang
dibutuhkan dalam jumlah banyak (unsur hara makro), yaitu C, H, O, N, P, K, S,
Mg dan Ca, sedangkan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Unsur hara
mikro), yaitu Fe, B, Cu, Zn, Mo, Mn dan Cl
4. Temperatur: mempengaruhi pertumbuhan karena efeknya terhadap semua
aktifitas metabolisme seperti translokasi, respirasi, pembangunan protoplasma
baru dan bahan dinding sel.
Tabel 8. Kodefikasi penilaian tingkat kesehatan tanaman Mahoni
Rangking 1 2 3
Penyebab kerusakan 500 100 200
Keadaan tajuk 2 1 -
Bagian pohon yang rusak 9 6 7
Tipe kerusakan 25 24 03
Tingkat keparahan 2 3 -
Dari hasil penilaian kesehatan tanaman Mahoni, penyebab kerusakan selain
faktor abiotik lingkungan juga beberapa disebabkan oleh serangga dan gejala
penyakit, keadaan tajuknya sudah cukup bagus hal ini dipengaruhi oleh masa
adaptasi sejak penanaman. Tipe kerusakan terbesar masih disekitar daun baik, bolong
karena serangga maupun beberapa menunjukkan gejala karat pada daun yang bisa
jadi disebabkan karena kekurangan unsure hara tertentu.
Perlu difahami bahwa jika ditemui gejala penyakit sebaiknya perlu perhatian
khusus, karena kemungkinan bisa berkembang menjadi epidemi. Proses penyakit
44
Laporan Akhir Penelitian
didalam hutan tidak terbatas pada perkembangan patogen dalam individu pohon
sebagai inang, tetapi lebih kepada perkembangan dan penyebaran patogen dari satu
pohon ke pohon lain. Praktek budidaya termasuk penyiapan tapak, penanaman,
pemupukan, pembakaran, seleksi jenis dan sistem penanaman dapat mempengaruhi
perkembangan penyakit. Secar khusus tanaman tahunan dan pohon-pohon hutan
peka terhadap praktek-praktek silvikultur yang mengubah keseimbangan ekosistem
alami dan merusak profil kehutanan alami (Widyastuti, 2005).
Tabel 9. Kodefikasi penilaian tingkat kesehatan tanaman Kayu Afrika
(Maesopsis eminii)
Rangking 1 2
Penyebab kerusakan 500 -
Keadaan tajuk 1 -
Bagian pohon yang rusak 9 -
Tipe kerusakan 25 24
Tingkat keparahan 2 -
Jenis kayu Afrika ini sudah sangat adaptif di lapangan, sehingga baik
penyebab maupun tipe kerusakan hampir tidak ditemui kecuali bagian daun yang
sedikit membercak tetapi dalam tingkat keparahan yang sangat rendah, hal ini tidak
akan banyak berpengaruh pada pertumbuhannya. Kerusakan ini bisa disebabkan
karena masa regenerasi pada bagian tersebut.
Secara keseluruhan dari ketiga jenis yang diamati maka jenis tanaman karet
cukup memprihatinkan karena penyebab maupun tipe kerusakan sangat bervariasi
sehingga jika tidak diperhatikan dapat menyebabkan gagalnya pertumbuhan jenis ini,
45
Laporan Akhir Penelitian
meskipun jumlah kematian jenis ini hanya berjumlah 13 tanaman dari 324 tidak
mengkhawatirkan namun gejala kerusakan yang ada cukup parah.
Secara garis besar penyebab dan tipe kerusakan yang diamati pada tiga jeni
tanaman dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Tabel 10. Penyebab dan Tipe Kerusakan Tiga jenis Tanaman
No Kategori
Pengamatan
Jumlah Tanaman
Karet Mahoni Kayu Afrika
1 Sehat 63 131 29
2 Gejala Penyakit 90 70 -
3 Serangga 86 110 -
4 Stress Lingkungan 120 192 1
5 Mati 13 4 -
Dari pengamatan, tidak ada penyebab kerusakan yang berasal dari persaingan
pertumbuhan satu dan lainnya meskipun tanaman ditanam secara campuran dan
dipadukan dengan tanaman pertanian lainnya seperti kacang tanah, terong dan
jagung ( Gambar 4 dan 5). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman campuran tidak
menyebabkan cepatnya berkembang penyebab penyakit yang sudah ada dilapangan.
46
Laporan Akhir Penelitian
Gambar 4. Jalur Pengamatan Kesehatan Tanaman di Areal Hutan Tanaman Rakyat
(Jalur 1 – 10)
47
Laporan Akhir Penelitian
Gambar 5. Jalur Pengamatan Kesehatan Tanaman di Areal Hutan Tanaman Rakyat
(Jalur 11 – 17)
48
Laporan Akhir Penelitian
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan di lapangan dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1) Penyebab kerusakan utama pada tanaman karet, mahoni dan kayu
afrika adalah stress lingkungan yang berakibat terhadap kerusakan
daun dengan gejala yang beragam seperti daun berkarat kecokelatan,
menggulung, keriting dan berubah warna
2) Tipe kerusakan yang terdapat pada karet, mahoni dan kayu afrika
tertinggi adalah pada daun, meskipun dalam tingkat keparahan yang
rendah
3) Intensitas Kerusakan karena serangga (hama) berturut-turut adalah
Karet, 26,5 %; Mahoni 26,9 %; sedangkan intensitas serangan
penyakit pada tanaman karet 27,8 % dan mahoni 17,1 %.
B. Saran
Sebaiknya kegiatan pemantauan kesehatan tanaman dilakukan secara rutin
sehingga penyebab kerusakan dapat diamati secara lebih terarah kepada
organisme pengganggunya. Pemantauan kesehatan tanaman sebaiknya
menjadi program yang harus disertakan dalam setiap bentuk pengelolaan
lahan.
49
Laporan Akhir Penelitian
40
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A.L. 1997. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.
Center Research Triangle Park Internasional Revision. 1995. Forest Health
Monitoring Field Methods Guide. Us. Environmental Protection Agency
Departemen Kehutanan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
2003. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL).
Banjarbaru.
Dwijoseputro, D. 1990. Pengantar Fisiologi Pohon. PT. Gramedia, Jakarta.
Martawijaya. 1972. Atlas Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan pengembangan
Hutan. Depatemen Kehutanan Bogor.
Moenandir, Jody. 1988. Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. Rajawali Press.
Jakarta
Nasif, M., Pratiwi. 1989. Teknik Pengendalian Gulma Mahoni (Swetenia
macrophylla). Informasi Teknis No. 18 1981. Pusat penelitian dan
Pengembangan Hutan. Bogor.
Setyamidjaja, Djoehana. 1993. Karet Budidaya dan Pengelolaan. Penerbit
Kanisius, Jakarta.
Soekotjo. 1976. Silvika. Proyek Pendekatan/Pengembangan Perguruan Tinggi.
Sumardi, S.M, Widiaastuti. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Hutan. Gadjah Mada
University.
Suratmo, F.G, Dkk. 2003. Pengendalian Kebakaran Hutan. Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.
Suratmo, G. 1980. Forest Protection (Ilmu Perlindungan Hutan). Pusat Pendidikan
Cepu. Cepu
Tjitrosoedirdjo, S, Dkk. 1984. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Gramedia.
Jakarta.
Widyastuti, S.M, Dkk. 2005. Patologi Hutan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
50
Laporan Akhir Penelitian