Post on 11-Oct-2015
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
1/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
0
MODUL KULIAH
FILSAFAT ILMU
Oleh:
ADE HIDAYAT, S.Fil., M.Pd.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATHLAUL ANWAR BANTEN
2014
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
2/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
1
SILABUS PERKULIAHAN
FILSAFAT ILMU
A. Deskripsi Mata Kuliah
Dalam mata kuliah ini akan dikaji konsep dasar tentang filsafat ilmu,
kedudukan, fokus, cakupan, tujuan dan fungsinya. Berikutnya dibahas pula tentang
karakteristik filsafat, ilmu dan pendidikan serta jalinan fungsional antara ilmu,
filsafat dan agama. Selanjutnya dibahas mengenal sistematika, permasalahan,
keragaman pendekatan dan paradigma (pola pikir) dalam pengkajian dan
pengembangan ilmu dan dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Kemudian dikaji mengenai makna, implikasi dan implementasi filsafat ilmusebagai landasan dalam rangka pengembangan keilmuan dan kependidikan dengan
penggunaan alternatif metodologi penelitian, baik pendekatan kualitatif, kuantitatif,
maupun perpaduan keduanya.
B. Tujuan Mata Kuliah
Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan peserta pendidikan memiliki
kemampuan: 1) Memahami konsep dasar filsafat ilmu, kedudukan, fokus, cakupan,
tujuan dan fungsinya untuk dapat dijadikan landasan pemikiran, perencanaan dan
pengembangan ilmu dan pendidikan secara akademik dan profesional; 2) Mampu
memahami filsafat ilmu untuk mengembangkan diri sebagai ilmuwan maupunsebagai pendidik dengan penggunaan alternatif metodologi penelitian, baik
pendekatan kualitatif, kuantitatif, maupun perpaduan keduanya dalam konsentrasi
bidang studi yang menjadi minat utamanya; 3) Mampu menerapkan filsafat ilmu
sebagai dasar pemikiran, perencanaan dan pengembangan khususnya landasan
keilmuan dan landasan pendidikan yang dijiwai nilai-nilai ajaran agama dan nilai-
nilai luhur budaya masyarakat Indonesia yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa
dan negara serta umat manusia dalam pemahaman dan perkembangan lingkungan
dinamika global.
C. Pokok-pokok PerkuliahanI. PENGERTIAN FILSAFAT
1. Arti istilah dan rumusan filsafat
2. Objek studi dan metode filsafat
3. Bidang kajian filsafat: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
4. Klasifikasi filsafat
5. Cabang-cabang filsafat
6. Jalinan ilmu, filsafat dan agama.
II. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
1. Definisi filsafat ilmu
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
3/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
2
2. Cakupan dan permasalahan filsafat ilmu
3. Berbagai pendekatan filsafat ilmu
4. Sejarah dan Perkembangan filsafat ilmu
5. Fungsi dan arah filsafat ilmu
III. SUBSTANSI FILSAFAT ILMU
1. Kenyataan atau fakta
2. Kebenaran
3. Konfirmasi
4. Logika Inferensi
5. Telaah konstruksi teori
IV. DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU
1. Dimensi Ontologis
2. Dimensi Epistemologis
3. Dimensi Aksiologis
V. PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN TEORI
1. Pengembangan teori dan alternatif metodologinya.
2. Etika dalam Pengembangan Ilmu dan Teknologi
3. Jalinan fungsional Agama, Filsafat dan Ilmu.
4. Implikasi dan Implementasi Filsafat Ilmu dalam pengembanganKeilmuan dan Kependidikan.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
4/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
3
BAB I
PENGERTIAN FILSAFAT
A. Arti Istilah dan Rumusan Filsafat
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal
dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau
philein (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia atau shopos (hikmah,
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, atau pengalaman praktis inteligensi).
Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato
menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta
kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yangdilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat
menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya.
Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal
sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual.
Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist
(kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia
sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam
kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami reduksi makna yaitu berpikir
yang menyesatkan. Socrates karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari
pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorangsofis (cendekiawan). Oleh karena itu istilah filosof tidak pakai orang sebelum
Socrates (Muthahhari, 2002).
Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki
manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan
filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti:
fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan
matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis mencakup:
(1) norma-norma (akhlak); (2) urusan rumah tangga; (3) sosial dan politik.
Secara umum filsafat berarti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu
secara sistematis, radikal, dan kritis. Berarti filsafat merupakan sebuah prosesbukan sebuah produk. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis yaitu
usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti pronsip-prinsip logika untuk mengerti
dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu
diterima atau ditolak. Dengan demikian filsafat akan terus berubah hingga satu titik
tertentu (Takwin, 2001).
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah masalah falsafi pula.
Menurut para ahli logika ketika seseorang menanyakan pengertian
(definisi/hakikat) sesuatu, sesungguhnya ia sedang bertanya tentang macam-macam
perkara. Tetapi paling tidak bisa dikatakan bahwa falsafah itu kira-kira
merupakan studi yang didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimendan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis,
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
5/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
4
mencari solusi untuk ini, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuksolusi tertentu dan akhirnya dari proses-proses sebelumnya ini dimasukkan ke
dalam sebuah dialektika. Dialektika ini secara singkat bisa dikatakan merupakansebuah bentuk daripada dialog.
Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof
adalah:
1) Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap
tentang seluruh realitas.
2) Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar secara nyata.
3) Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan sumber daya,
hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
4) Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataanyang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
5) Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu seseorang melihat apa yang
dikatakannya dan untuk menyatakan apa yang dilihatnya.
Plato (427348 SM) menyatakan filsafat ialah pengetahuan yang bersifat
untuk mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles (382322 SM)
mendefinisikan filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi,
politik, dan estetika. Sedangkan filosof lainnya Cicero (106043 SM) menyatakan
filsafat ialah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Filsafat ialah ilmu
pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
Menurut Descartes (15961650), filsafat ialah kumpulan segala pengetahuan
di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya. Sedangkan
Immanuel Kant (17241804) berpendapat filsafat ialah ilmu pengetahuan yang
menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat
persoalan:
1. Apakah yang dapat kita ketahui? Jawabannya termasuk dalam bidang
metafisika.
2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan? Jawabannya termasuk dalam bidang
etika.
3. Sampai di manakah harapan kita? Jawabannya termasuk pada bidang agama.4. Apakah yang dinamakan manusia itu? Jawabannya termasuk pada bidang
antropologi.
Setidaknya ada tiga karakteristik berpikir filsafat yakni:
1) Sifat menyeluruh: seseorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya
mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin tahu hakikat
ilmu dari sudut pandang lain, kaitannya dengan moralitas, serta ingin yakin
apakah ilmu ini akan membawa kebahagiaan dirinya. Hal ini akan membuat
ilmuwan tidak merasa sombong dan paling hebat. Di atas langit masih ada
langit. contoh: Socrates menyatakan dia tidak tahu apa-apa.
2) Sifat mendasar: yaitu sifat yang tidak saja begitu percaya bahwa ilmu itu benar.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
6/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
5
Mengapa ilmu itu benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteriatersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu
apa? Seperti sebuah pertanyaan yang melingkar yang harus dimulai denganmenentukan titik yang benar.
3) Spekulatif: dalam menyusun lingkaran dan menentukan titik awal sebuah
lingkaran yang sekaligus menjadi titik akhirnya dibutuhkan sifat spekulatif baik
sisi proses, analisis maupun pembuktiannya. Sehingga dapat dipisahkan mana
yang logis atau tidak.
Sir Isacc Newton, seorang ilmuwan terkenal dianggap memiliki ketiga
karakteristik di atas. Ada banyak penyempurnaan penemuan-penemuan ilmuwan
sebelumnya yang dilakukannya. Dalam pencariannya akan ilmu, Newton tidak
hanya percaya pada kebenaran yang sudah ada (ilmu pada saat itu). Ia menggugat
(meneliti ulang) hasil penelitian terdahulu seperti logika aristotelian tentang gerakdan kosmologi, atau logika cartesian tentang materi gerak, cahaya, dan struktur
kosmos. Saya tidak mendefinisikan ruang, tempat, waktu dan gerak sebagaimanayang diketahui banyak orang ujar Newton. Bagi Newton tak ada keparipurnaan,
yang ada hanya pencarian yang dinamis, selalu mungkin berubah dan tak pernah
selesai. kutekuni sebuah subjek secara terus menerus dan kutunggu sampai cahaya
fajar pertama datang perlahan, sedikit demi sedikit sampai betul-betul terang.
B. Objek Studi dan Metode Filsafat
1. Objek Studi Filsafat
Menurut Susanto (2011), isi Filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan.Objek sendiri adalah sesuatu yang menjadi bahan dari kajian dari suatu
penelaahan/penelitian tentang pengetahuan.Objek yang diselidiki oleh filosof
meliputi objek material dan objek formal.
Objek material dari filsafat adalah suatu kajian penelaahan atau pembentukan
pengetahuan itu,yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada,mencakup segala
hal,baik hal-hal yang kongkret/nyata maupun hal-hal yang abstrak atau tak tampak.
Mengenai objek material filsafat ini banyak kesamaan dengan objek material sains.
Hanya terdapat dua perbedaan, yaitu pertama sains menyelidiki objek material yang
empiris, sementara filsafat ilmu menyelidiki bagian objek yang abstrak. Kedua, ada
objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan,hari kiamat, yaitu objek material yang selamanya tidak empiris.
Jadi, dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa objek filsafat meliputi
beberapa hal, atau dengan kata lain objek filsafat ini tak terbatas. Begitu luasnya
kajian atau objek filsafat ini menyangkut hal-hal yang fisik atau nampak maupun
psikis atau yang tidak nampak. Ini meliputi alam semesta, semua keberadaan,
masalah hidup dan masalah manusia. Sedangkan hal-hal yang psikis (non fisik)
adalah masalah Tuhan, kepercayaan, norma-norma, nilai, keyakinan, dsb.
Sedangkan objek formal, yaitu sifat penelitian, penyelidikan yang
mendalam.Kata mendalam berarti ingin tahu tentang objek yang tidak empiris.
Menurut Lasiyo dan Yuwono (1985: 6), objek formal adalah sudut pandang yangmenyeluruh secara umum sehingga dapat mencapai hakikat dari objek materialnya.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
7/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
6
Jadi objek formal filsafat ini membahas objek materialnya sampai ke hakikat/esensi
dari yang dibahasnya.
Dewasa ini, corak dan ragam ilmu pengetahuan sangatlah banyak. Corak danragam yang berbeda-beda ini timbul karena adanya perbedaan cara pandang dalam
memahami objek ilmu pengetahuan. objek ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang
merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Inti pembahasan
atau pokok persoalan dan sasaran material dalam ilmu pengetahuan sering disebut
sebagai objek material ilmu pengetahuan. Sedangkan cara pandang atau
pendekatan-pendekatan terhadap objek material ilmu pengetahuan biasa disebut
sebagai objek formal. Dari berbeda-bedanya objek ilmu pengetahuan ini, timbullah
ragam dan corak ilmu pengetahuan. Dengan mengetahui objek material dan objek
formal ilmu pengetahuan kita dapat mengetahui bidang keilmuan apakah yang
dimungkinkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan
permasalahan yang kita miliki.
2. Metode Filsafat
Metode berasal dari kata Yunani Methodos, sumbangan kata depan meta
(menuju, melalui, mengikuti, sesudah), dan kata benda hodos (jalan, perjalanan,
cara, arah). Kata Methodos sendiri berarti penelitian, jalan ilmiah, hipotesa ilmiah.
Sehingga dapat disebutkan bahwa metode adalah cara bertindak menurut sistem
aturan tertentu. Maksud metode adalah agar kegiatan praktis terlaksana secara
rasional dan terarah, agar mencapai hasil optimal (Bakker, 1986).
Metode dan filsafat mempunyai hubungan erat, karena secara tidak langsung
filsafat membutuhkan metode untuk mempermudah dalam berfilsafat. Untukmempelajari filsafat ada tiga macam metode: (1) metode sistematis, (2) metode
historis, dan (3) metode kritis.
Menggunakan metode sistematis, berarti seseorang menghadapi dan
mempelajari karya filsafat. Misalnya mula-mula ia menghadapi teori pengetahuan
yang terdiri atas beberapa cabang filsafat, setelah itu ia mempelajari teori hakikat
yang merupakan cabang lain. Kemudian ia mempelajari teori nilai atau filsafat
tatkala membahas setiap cabang atau cabang itu, aliran-aliran akan terbahas.
Dengan belajar filsafat melalui metode ini perhatiannya terpusat pada isi filsafat,
bukan pada tokoh atau pun periode.
Adapun metode historis digunakan apabila seseorang mempelajari filsafat
dengan cara mengikuti sejarah, terutama sejarah pemikiran. Metode ini dapat
dilakukan dengan membicarakan tokoh demi tokoh menurut kedudukannya dalam
sejarah, misalnya dimulai dari membicarakan filsafat Thales, membicarakan
riwayat hidupnya, pokok ajarannya, lantas dalam teori pengetahuan, teori hakikat,
maupun dalam teori nilai. Lantas setelah mengetahui Thales dari mulai
pemikiranya, dilanjutkan lagi misalnya Heraklitus, Pramendes, Sokrates,
Demokritus, Plato, dan tokoh-tokoh lainnya (Suryabrata, 1987).
Metode kritis digunakan oleh orang yang mempelajari filsafat tingkat
intensif. Pengguna metode ini haruslah sedikit-banyak telah memiliki pengetahuan
filsafat, langkah pertama dengan memahami isi ajaran, kemudian mengajukan
kritiknya. Kritik itu dapat menggunakan pendapatnya sendiri atau pun
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
8/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
7
menggunakan filsafat/pemikiran lain (Tafsir, 1990).
C. Bidang Kajian Filsafat: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Louis O. Katsoff dalam bukunya Elements of Philosophy menyatakan
bahwa kegiatan filsafat merupakan perenungan, yaitu suatu jenis pemikiran yang
meliputi kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan,
menghubungkan gagasan yang satu dengan gagasan yang lainnya,
menanyakan mengapa mencari jawaban yang lebih baik ketimbang jawaban
pada pandangan mata. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan,
keutuhan, dan keadaan memadainya pengetahuan agar dapat diperoleh pemahaman.
Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin,
mengajukan kritik dan menilai pengetahuan. Berdasarkan tujuan tersebut, terdapat
tiga bidang kajian filsafat yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ketiga bidangfilsafat ini merupakan pilar utama bangunan filsafat.
Ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit
lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial
ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial. Menurut Stephen Little
John (1996), ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah
gagasan kita tentang realitas. Bagi ilmu sosial ontologi memiliki keluasan eksistensi
kemanusiaan.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode,
dan batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian
terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada dasarnya adalah carabagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh dalam prosesnya
menggunakan metode ilmiah. Metode adalah tata cara dari suatu kegiatan
berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sekaligus sistematis dan logis.
Aksiologis adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika,
estetika. Little John menyebutkan bahwa aksiologis, merupakan bidang kajian
filosofis yang membahas value (nilai-nilai).
D. Klasifikasi Filsafat
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan
membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya
sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah
geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: Filsafat
Barat, Filsafat Timur, dan Filsafat Islam.
1. Filsafat Barat
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di
universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini
berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Menurut Takwin (2001) dalam
pemikiran barat konvensional pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis
seringkali merujuk pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis.
Misalnya aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
9/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
8
bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengadung kebenaran korespondensi dankoherensi. Korespondensi yakni sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan
itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh: jika pernyataan Saat ini hujanturun, adalah benar jika indra kita menangkap hujan turun, jika kenyataannya tidak
maka pernyataannya dianggap salah. Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai
benar jika pernyataan itu mengandung koherensi logis (dapat diuji dengan logika
barat).
Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni:
(a) bagian filsafat yang mengkaji tentang ada atau being (ontologi), (b) bidang
filsafat yang mengkaji pengetahuan (epistemologi dalam arti luas), (c) bidang
filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya dilakukan
manusia (aksiologi).
Beberapa tokoh dalam filsafat barat yaitu:1) Wittgenstein mempunyai aliran analitik (filsafat analitik) yang dikembangkan
di negara-negara yang berbahasa Inggris, tetapi juga diteruskan di Polandia.Filsafat analitik menolak setiap bentuk filsafat yang berbau metafisik.
Filsafat analitik menyerupai ilmu-ilmu alam yang empiris, sehingga kriteria
yang berlaku dalam ilmu eksata juga harus dapat diterapkan pada filsafat. Yang
menjadi obyek penelitian filsafat analitik sebetulnya bukan barang-barang,
peristiwa-peristiwa, melainkan pernyataan, aksioma, prinsip. Filsafat analitik
menggali dasar-dasar teori ilmu yang berlaku bagi setiap ilmu tersendiri. Yang
menjadi pokok perhatian filsafat analitik ialah analisa logika bahasa sehari-hari,
maupun dalam mengembangkan sistem bahasa buatan.
2) Imanuel Kant mempunyai aliran atau filsafat kritik yang tidak mau melewati
batas kemungkinan pemikiran manusiawi. Rasionalisme dan empirisme ingin
disintesakannya. Untuk itu ia membedakan akal, budi, rasio, dan pengalaman
inderawi. Pengetahuan merupakan hasil kerja sama antara pengalaman inderawi
yang aposteriori dan keaktifan akal, faktor priori. Struktur pengetahuan harus
kita teliti. Kant terkenal karena tiga tulisan: (1) Kritik atas rasio murni, apa yang
saya dapat ketahui. Ding an sich, hakikat kenyataan yang dapat diketahui.
Manusia hanya dapat mengetahui gejala-gejala yang kemudian oleh akal terus
ditampung oleh dua wadah pokok, yakni ruang dan waktu. Kemudian diperinci
lagi misalnya menurut kategori sebab dan akibat, dst. Seluruh pengetahuan kita
berkiblat pada Tuhan, jiwa, dan dunia. (2) Kritik atas rasio praktis, apa yangharus saya buat. Kelakuan manusia ditentukan oleh kategori imperatif,keharusan mutlak: kau harus begini dan begitu. Ini mengandaikan tiga postulat:
kebebasan, jiwa yang tak dapat mati, adanya Tuhan. (3) Kritik atas daya
pertimbangan. Di sini Kant membicarakan peranan perasaan dan fantasi,
jembatan antara yang umum dan khusus.
3) Rene Descartes. Berpendapat bahwa kebenaran terletak pada diri subyek.
Mencari titik pangkal pasti dalam pikiran dan pengetahuan manusia, khusus
dalam ilmu alam. Metode untuk memperoleh kepastian ialah menyangsikan
segala sesuatu. Hanya satu kenyataan tak dapat disangsikan, yakni aku berpikir,
maka aku ada (cogito ergo sum). Dalam mencari proses kebenaran hendaknya
kita pergunakan ide-ide yang jelas dan tajam. Setiap orang, sejak ia dIlahirkan,
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
10/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
9
dilengkapi dengan ide-ide tertentu, khusus mengenai adanya Tuhan dan dalil-dalil matematika. Pandangannya tentang alam bersifat mekanistik dan
kuantitatif. Kenyataan dibaginya menjadi dua yaitu: res extensa dan rescogitans.
2. Filsafat Timur
Filsafat Timur adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia,
khususnya di India, Tiongkok, nusantara, dan daerah-daerah lain yang pernah
dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas filsafat timur ialah dekatnya hubungan
filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk
filsafat barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat an sich
masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filosof: Lao Tse,
Kong Hu Cu, Zhuang Zi, dan lain-lain.
Pemikiran filsafat timur sering dianggap sebagai pemikiran yang tidakrasional, tidak sistematis, dan tidak kritis. Hal ini disebabkan pemikiran timur lebih
dianggap agama dibanding filsafat. Pemikiran timur tidak menampilkan sistematika
seperti dalam filsafat barat. Misalnya dalam pemikiran Cina, sistematikanya
berdasarkan pada konstrusksi kronologis mulai dari penciptaan alam hingga
meninggalnya manusia dijalin secara runut (Takwin, 2001).
Belakangan ini, beberapa intelektual barat telah beralih ke filsafat timur,
misalnya Fritjop Capra, seorang ahli fisika yang mendalami taoisme, untuk
membangun kembali bangunan ilmu pengetahuan yang sudah terlanjur dirongrong
oleh relativisme dan skeptisisme (Bagir, 2005). Skeptisisme terhadap metafisika
dan filsafat dipelopori oleh Rene Descartes dan William Ockham.3. Filsafat Islam
Filsafat Islam ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat
dari sejarah, para filosof dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan
ahli waris tradisi Filsafat Barat (Yunani). Terdapat dua pendapat mengenai
sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus
berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa
belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang
disalin oleh St. Agustine (354430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius
Manlius Boethius (480524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan
bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filsafat
Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti
Al-Kindi dan Al-Farabi.
Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, karena
menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories, dan
Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi
mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang
oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan
Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa,
maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan
menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan
berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam (Haerudin, 2003).
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
11/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
10
Majid Fakhri (2006) cenderung menganggap filsafat Islam sebagai matarantai yang menghubungkan Yunani dengan Eropa modern. Kecenderungan ini
disebut europosentris yang berpendapat filsafat Islam telah berakhir sejak kematianIbn Rusyd. Pendapat ini ditentang oleh Henry Corbin dan Louis Massignon yang
menilai adanya eksistensi filsafat Islam. Dalam filsafat Islam ada empat aliran
yakni:
1) Peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan Aristoteles yang
selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya ketika mengajarkan filsafat. Ciri
khas aliran ini secara metodologis atau epistimologis adalah menggunakan
logika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme), serta penekanan
yang kuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal yakni: Al Kindi
(w. 866), Al Farabi (w. 950), Ibnu Sina (w. 1037), Ibn Rusyd (w. 1196), dan
Nashir al Din Thusi (w.1274).
2) Aliran Iluminasionis (Israqi). Didirikan oleh pemikir Iran, Suhrawardi Al
Maqtul (w. 1191). Aliran ini memberikan tempat yang penting bagi metode
intuitif (irfani). Menurutnya dunia ini terdiri dari cahaya dan kegelapan.
Baginya Tuhan adalah cahaya sebagai satu-satunya realitas sejati (nur al
anwar), cahaya di atas cahaya.
3) Aliran Irfani (Tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang
bersifat supra-rasional. Jika pengenalan rasional bertumpu pada akal maka
pengenalan sufistik bertumpu pada hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaluddin
Rumi dan Ibn Arabi.
4) Aliran Hikmah Mutaaliyyah (Teosofi Transeden). Diwakili oleh seorangfilosof syiah yakni Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal
dengan nama Shadr al Din al Syirazi, Atau yang dikenal dengan Mulla Shadra
yaitu seorang filosof yang berhasil mensintesiskan ketiga aliran di atas.
Dalam Islam ilmu merupakan hal yang sangat dianjurkan. Dalam Al Quran
kata al-ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih 780 kali. Hadis juga
menyatakan mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Dalam pandangan Allamah
Faydh Kasyani dalam bukunya Al Wafi: ilmu yang diwajibkan kepada setiap
muslim adalah ilmu yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat, dan
mengantarkannya pada pengetahuan tentang dirinya, penciptanya, para nabinya,
utusan Allah, pemimpin Islam, sifat Tuhan, hari akhirat, dan hal-hal yang
mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam pandangan keilmuan Islam, fenomena alam tidaklah berdiri tanpa
relasi dan relevansinya dengan kuasa Ilahi. Mempelajari alam berarti akan
mempelajari dan mengenal dari dekat cara kerja Tuhan. Dengan demikian
penelitian alam semesta (jejak-jejak Ilahi) akan mendorong manusia untuk
mengenal Tuhan dan menambah keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukanlah
realitas-realitas independen melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam
adalah ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci ayat-ayat yang
besifat qauliyah. Oleh karena itu ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi
yang mulia sebagai obyek ilmu.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
12/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
11
E. Cabang-cabang Filsafat
Filsafat itu selalu bersifat "filsafat tentang" sesuatu yang tertentu karena
filsafat bertanya tentang seluruh kenyataan. Contohnya filsafat tentang manusia,filsafat alam, filsafat kebudayaan, filsafat seni, filsafat agama, filsafat bahasa,
filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat pengetahuan dan seterusnya. Seluruh jenis
filsafat tersebut dapat dikembalikan lagi kepada empat bidang induk, seperti dalam
skema ini.
Tabel 1.1. Skema Kajian Filsafat
Epistemologi : pengetahuan tentang pengetahuan
Logika : menyelidiki aturan-aturan yang harus diperhatikan
supaya berpikir sehat
Kritik ilmu-ilmu : menyelidiki titik pangkal, metode dan objek dari ilmu-
ilmu
Ontologi : pengetahuan tentang semua pengada sejauh mereka
ada
Teologi metafisik : (disebut juga teodise atau filsafat ketuhanan) berbicara
tentang pertanyaan apakah Tuhan ada dan nama-nama
tentang Ilahi
Antropologi : berbicara tentang manusiaKosmologi : (disebut juga filsafat alam) berbicara tentang alam,
kosmos
Etika : (disebut juga filsafat moral) berbicara tentang tindakan
manusia
Estetika : (disebut juga filsafat seni) menyelidiki mengapa
sesuatu dialami sebagai indah
Sejarah filsafat : mengajarkan apa jawaban pemikir-pemikir sepanjang
zaman
Tidak semua ahli filsafat setuju dengan pembagian seperti yang diuraikan di
atas. Ada filsuf yang menyangkal kemungkinan ontologi atau seluruh metafisika.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
13/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
12
Namun pembagian ini adalah skema yang paling klasik dan paling umum diterima.
F. Jalinan Ilmu, Filsafat dan Agama
Sebelum membahas bagaimana jalinan antara ilmu, filsafat dan agama,
alangkah baiknya apabila kita mencoba kembali mengungkap definisi dari ilmu,
filsafat dan agama tersebut walaupun sebenarnya sulit sekali mengungkap sebuah
definisi karena biasanya dipengaruhi oleh perbedaan sudut pandang orang yang
akan membuat definisi tersebut. Demikian yang diungkapkan Juhaya (2005) ketika
akan memberikan definisi-definisi tentang ilmu, filsafat dan agama.
Dalam bukunya yang berjudul Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Juhaya
membuat definisi tentang ilmu, filsafat dan agama. Menurutnya yang dimaksud
dengan ilmu adalah sesuatu yang melekat pada manusia di mana ia dapat
mengetahui sesuatu yang asalnya tidak ia ketahui. Jadi secara umum sebenarnya
ilmu itu berarti tahu/pengetahuan. Seseorang yang banyak ilmunya bisa dikatakan
sebagai seorang ilmuwan, ulama, ahli pengetahuan dan sebagainya. Pada dasarnya
ilmu/pengetahuan mempunyai tiga kriteria, yaitu: (a) adanya suatu sistem gagasan
dalam pikiran; (b) persesuaian antara gagasan itu dengan benda-benda sebenarnya;
dan (c) adanya keyakinan tentang persesuaian itu.
Filsafat mempunyai arti yang diambil dari kata philosophia, kata majemuk
yang terdiri dari kata Philos yang artinya cinta atau suka dan shopia artinya
bijaksana. Dengan demikian kata filsafat memberikan pengertian cinta
kebijaksanaan. Orangnya disebut philosopher atau failasuf. Secara terminologis,
filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam diantaranya yang diungkapkan Al-Farabi (wafat 950 M) seorang filsuf Muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat sebenarnya.
Agama memiliki arti yang berasal dari bahasa sansakerta yaitu a-gama,
a=tidak; gama=kacau; agama berarti tidak kacau. Dalam arti luas agama
mempunyai makna bahwa manusia yang beragama atau menjalankan aturan agama
maka hidupnya tidak akan kacau balau.
Lalu bagaimana sebetulnya jalinan antara ilmu, filsafat dan agama? Marilah
kita kaji dimana titik temu antara ilmu dengan filsafat dan titik temu antara agama
dan filsafat. Ada beberapa hal dimana filsafat dan ilmu pengetahuan dapat saling
bertemu. Dalam beberapa abad terakhir, filsafat telah mengembangkan kerja samayang baik dengan ilmu pengetahuan. Filsafat dan ilmu pengetahuan kedua-duanya
menggunakan metode pemikiran reflektif dalam usaha untuk menghadapi fakta-fakta dunia dan kehidupan. Keduanya menunjukkan sikap kritik, dengan pikiran
terbuka dan kemauan yang tidak memihak, untuk mengetahui hakikat kebenaran.
Mereka berkepentingan untuk mendapatkan pengetahuan yang teratur.
Ilmu membekali filsafat dengan bahan-bahan yang deskriptif dan faktual
yang sangat penting untuk membangun filsafat, ilmu pengetahuan juga melakukan
pengecekan terhadap filsafat, dengan menghilangakan ide-ide yang tidak sesuai
dengan pengetahuan ilmiah. Sementara filsafat mengambil pengetahuan yang
terpotong-potong dari berbagai ilmu, kemudian mengaturnya dalam pandangan
hidup yang lebih sempurna dan terpadu. Sebagai contoh tentang konsep evolusi
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
14/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
13
mendorong kita untuk meninjau kembali pemikiran kita hampir dalam segala
bidang.
Kesimpulannya kontribusi lebih jauh yang diberikan filsafat terhadap ilmupengetahuan adalah kritik tentang asumsi, postulat ilmu dan analisa kritik tentang
istilah-istilah yang dipakai. Ilmu dan filsafat kedua-duanya memberikan
penjelasan-penjelasan dan arti-arti dari objeknya masing-masing. Banyak filsuf
yang mendapat pendidikan tentang metode ilmiah dan mereka saling memupuk
perhatian dalam beberapa disiplin ilmu.
Dalam perjalanannya, filsafat dengan ilmu juga terkadang memiliki
pertentangan pada kecondongan atau titik penekanan, bukan pada penekanan yang
mutlak. Penekanan itu dapat dilihat dari perbedaan-perbedaan berikut ini, yaitu:
Ilmu-ilmu tertentu menyelidiki bidang-bidang yang terbatas, sedangkan
filsafat mencoba melayani seluruh manusia dan lebih bersifat inklusif tidakekslusif;
Ilmu lebih analitik dan lebih deskriptif, sedangkan filsafat lebih sintetik dan
sinoptik;
Ilmu menganalisis seluruh unsur yang menjadi bagian-bagiannya;
sedangkan filsafat berusaha untuk mengembangkan benda-benda dalam
sintesa yang interpretatif;
Jika ilmu berusaha untuk menghilangkan faktor-faktor pribadi, sedangkanfilsafat lebih mementingkan personalitas, nilai-nilai dan juga bidang
pengalaman;
Ilmu lebih menekankan kebenaran yang bersifat logis dan objektif,
sedangkan filsafat bersifat radikal dan subjektif;
Adapun titik temu antara agama dan filsafat adalah baik agama maupun
filsafat pada dasarnya mempunyai kesamaan, keduanya memiliki tujuan yang sama,
yakni mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang dimaksud di sini adalah agama
Samawi, yaitu agama yang diwahyukan tuhan kepada nabi dan rasul-Nya.
Dibalik persamaan itu terdapat pula perbedaan antara keduanya. Dalam
agama ada hal-hal yang penting, misalnya Tuhan, kebijakan, baik dan buruk, surga
dan neraka, dan lain-lain. Hal-hal tersebut diselidiki pula oleh filsafat. Oleh karena
hal-hal tersebut ada-atau paling tidak-mungkin ada, karena objek penyelidikanfilsafat adalah segala yang ada dan yang mungkin ada.
Alasan filsafat untuk menerima kebenaran bukanlah kepercayaan, melainkan
penyelidikan sendiri, hasil pikiran belaka. Filsafat tidak mengingkari atau
mengurangi wahyu, tetapi ia tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu.
Lapangan filsafat dan agama dalam beberapa hal mungkin sama, akan tetapi
dasarnya amat berlainan. Tegasnya akan kita lihat perbedaan-perbedaan antara
agama dan filsafat sebagai berikut:
Filsafat berdasarkan pikiran belaka, sedangkan agama berdasarkan wahyu
Ilahi, oleh karena itu agama sering juga disebut kepercayaan alasannya
karena yang diwahyukan oleh Tuhan haruslah dipercayai;
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
15/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
14
Dalam filsafat untuk mendapatkan kebenaran hakiki, manusia harus
mencarinya sendiri dengan mempergunakan alat yang dimilikinya berupa
segala potensi lahir dan batin, sedangkan dalam agama untuk mendapatkankebenaran hakiki itu manusia tidak hanya mencarinya sendiri, melainkan
harus menerima (baca: iman atau percaya) hal-hal yang diwahyukan Tuhan.
Agama beralatkan kepercayaan, sedangkan filsafat berdasarkan penelitian.
Demikianlah antara ilmu, filsafat dan agama sebenarnya mempunyai jalinan
dan saling berhubungan satu sama lain yang memiliki kesamaan yaitu mencari
hakikat kebenaran, meski ada beberapa perbedaan terutama yang berkaitan dengan
objek forma, sumber, cara pandang, hasil serta alat ukurnya.
Titik temu dari ketiga disiplin itu adalah bahwa ilmu menggunakan
pengamatan, eksperimen dan pengalaman inderawi kemudian filsafat berusaha
menghubungkan penemuan-penemuan ilmu dengan maksud menemukan hakikatkebenaran dan agama menentukan arah dalam mendapatkan kebenaran yang hakiki
itu berlandaskan pada keyakinan dan keimanan.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
16/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
15
BAB II
PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
A. Definisi Filsafat Ilmu
Filsafat mengambil peran penting karena dalam filsafat kita bisamenjumpai
pandangan-pandangan tentang apa saja (kompleksitas, mendiskusikan dan menguji
kesahihan dan akuntabilitas pemikiran serta gagasan-gagasan yang bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan intelektual (Bagir, 2005).
Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata ilmu atau science
berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti
keadaan atau fakta mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan(knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi atau kepercayaan. Namun kata ini
mengalami perkembangan dan perubahan makna sehingga berarti pengetahuan
sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan percobaan-percobaan untuk
menentukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan dalam bahasa Arab,
ilmu berasal dari kata ilm, alima yang artinya mengetahui.
Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal
dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan science
(sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirismepositiviesme
sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan
metafisika (Kartanegara, 2003).
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas
filsafat pengetahuan adalah menunjukkan bagaimana pengetahuan tentang sesuatu
sebagaimana adanya. Will Duran dalam bukunya The story of Philosophy
mengibaratkan bahwa filsafat seperti pasukan marinir yang merebut pantai untuk
pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri dianalagikan sebagai pengetahuan
termasuk di dalamnya ilmu. Sehingga dapat dikatakan filsafat membantu dan
memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan.
Semua ilmu, baik ilmu alam maupun sosial bertolak dari pengembangannya
sebagai filsafat. Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural philosophy) dan
nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Issac Newton (1642-
1627) pencetus banyak hukum fisika dikatakan sebagai Philosophiae Naturalis
Principia Mathematica (1686) dan Adam Smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi
penulis The Wealth Of Nation (1776) disebut sebagai Professor of Moral
Philosophy di Universitas Glasgow.
Agus Comte dalam Scientific Metaphysic, Philosophy, Religion and Science,
1963 membagi tiga tingkat perkembangan ilmu pengetahuan yaitu: religius,
metafisik dan positif. Dalam tahap awal asas religilah yang dijadikan postulat
ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran religi. Tahap berikutnya
orang mulai berspekulasi tentang metafisika dan keberadaan wujud yang menjadi
obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem
pengetahuan di atas dasar postulat metafisik. Tahap terakhir adalah tahap
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
17/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
16
pengetahuan ilmiah (ilmu) di mana asas-asas yang digunakan diuji secara positifdalam proses verifikasi yang obyektif. Tahap terakhir Inilah karakteristik sains yang
paling mendasar selain matematika.Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering juga disebut
epistimologi. Epistimologi berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti
knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali
dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni
epistemology dan ontology (on=being, wujud, apa + logos = teori ), ontology ( teori
tentang apa).
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu adalah dasar yang
menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Ini
berarti bahwa terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tak-ilmiah. Adapun yang
tergolong ilmiah ialah yang disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu saja,yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan diorganisasi
sedemikian rupa; sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural,
metologis, teknis, dan normatif akademis. Dengan demikian teruji kebenaran
ilmiahnya sehingga memenuhi kesahihan atau validitas ilmu, atau secara ilmiah
dapat dipertanggungjawabkan.
Sedang pengetahuan tak-ilmiah adalah yang masih tergolong pra-ilmiah.
Dalam hal ini berupa pengetahuan hasil serapan inderawi yang secara sadar
diperoleh, baik yang telah lama maupun baru didapat. Di samping itu termasuk
yang diperoleh secara pasif atau di luar kesadaran seperti ilham, intuisi, wangsit,
atau wahyu (oleh nabi).
Tabel 2.1. Ragam Pengetahuan Manusia
Pengetahuan Objek Paradigma Metode Kriteria
Sains Empiris Sains Metode
ilmiah
Rasional empiris
Filsafat Abstrak
rasional
Rasional Metode
rasional
Rasional
Mistis Abstraksuprarasional Mistis Latihanpercaya Rasa, iman, logis,kadang empiris
Sumber: Tafsir (2006). Filsafat Ilmu
Dengan lain perkataan, pengetahuan ilmiah diperoleh secara sadar, aktif,
sistematis, jelas prosesnya secara prosedural, metodis dan teknis, tidak bersifat
acak, kemudian diakhiri dengan verifikasi atau diuji kebenaran (validitas)
ilmiahnya. Sedangkan pengetahuan yang pra-ilmiah, walaupun sesungguhnya
diperoleh secara sadar dan aktif, namun bersifat acak, yaitu tanpa metode, apalagi
yang berupa intuisi, sehingga tidak dimasukkan dalam ilmu. Dengan demikian,
pengetahuan pra-ilmiah karena tidak diperoleh secara sistematis-metodologis ada
yang cenderung menyebutnya sebagai pengetahuan naluriah.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
18/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
17
B. Obyek Material dan Obyek Formal Filsafat Ilmu
Ilmu filsafat memiliki obyek material dan obyek formal. Obyek materia l
adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan. Objek
material adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu, atau
objek yang dipelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat illmu adalah
pengetahuan itu sendiri, yakni pengetahuan ilmiah (scientific knowledge)
pengetahuan yang telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu,
sehingga dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara umum (Adib, 2010:
53).
Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang
sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang
bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, makadihasilkanlah sistem filsafat ilmu.
Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya.
Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin
dinyatakan secara tersurat. Dalam proses itu intuisi (merupakan hal yang ada dalam
setiap pengalaman) menjadi basis bagi proses abstraksi, sehingga yang tersirat
dapat diungkapkan menjadi tersurat.
Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. Segala manusia ingin mengetahui,
itu kalimat pertama Aristoteles dalam Metaphysica. Obyek materialnya adalah
gejala manusia tahu. Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu berdasarkan
sebab-musabab pertamanya. Filsafat menggali kebenaran (versus kepalsuan),kepastian (versus keraguan), obyektivitas (versus subyektivitas),
abstraksi, intuisi, dari mana asal pengetahuan dan ke mana arah pengetahuan.
Pada gilirannya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi obyek material juga, dan
kegiatan berfikir itu (sejauh dilakukan menurut sebab-musabab pertama)
menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan. Kekhususan gejala ilmu pengetahuan
terhadap gejala pengetahuan dicermati dengan teliti. Kekhususan itu terletak dalam
cara kerja atau metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu pengetahuan.
Jadi, dapat dikatakan bahwa objek formal adalah sudut pandang dari mana
sang subjek menelaah objek materialnya. Yang menyangkut asal usul, struktur,
metode, dan validitas ilmu. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi)
ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap
problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan,
bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi
manusia.
C. Cakupan dan Permasalahan Filsafat Ilmu
Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu? Di manakah ilmu
berhenti dan menyerahkan pengkajian selanjutnya kepada pengetahuan lain?
Apakah yang menjadi karakteristik obyek ontologi ilmu yang membedakan ilmu
dari pengetahuan-pengetahuan lainnya? Jawab dari semua pertanyaan itu adalahsangat sederhana: ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
19/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
18
berhenti pada batas pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempelajari masalahsurga dan neraka dan juga tidak mempelajari sebab musabab kejadian terjadinya
manusia, sebab kejadian itu berada di luar jangkauan pengalaman manusia.Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam
pengalaman kita? Jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan
manusia; yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah yang
dihadapi sehari-hari. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas
pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun
yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah
di luar batas pengalaman empirisnya, bagaimanakah kita melakukan suatu
kontradiksi yang menghilangkan kesahihan metode ilmiah?
Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajah ilmu, kata seorang, cuma
sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab filsufilmu, bahkan dalam batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya berwenang dalam
menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk, semua
berpaling kepada sumber-sumber moral; tentang indah dan jelek semua berpaling
kepada pengkajian estetik.
Ruang penjelajahan keilmuan kemudian kita kapling-kapling dalam
berbagai displin keilmuan. Kapling ini makin lama makin sempit sesuai dengan
perkembangan kuatitatif displin keilmuan. Kalau pada fase permualaan hanya
terdapat ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial maka sekarang ini terdapat lebih dari
650 cabang keilmuan.
1. Ruang Lingkup Filsafat IlmuFilsafat Ilmu sampai tahun sembilan puluhan telah berkembang begitu pesat
sehingga menjadi suatu bidang pengetahuan yang amat luas dan begitu mendalam.
Lingkupan filsafat ilmu berkembang begitu pesat sehingga menjadi suatu bidang
pengetahuan yang amat luas dan mendalam. Lingkupan filsafat ilmu sebagaimana
telah dibahas oleh para pakar filsafat kontemporer, dapat dikemukakan secara
ringkas seperti di bawah ini.
Menurut Peter Angeles (1981: 250), filsafat ilmu mempunyai empat
bidang konsentrasi utama: (1) Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan,
dan metode Ilmu, berikut analisis, perluasan dan penyusunannya untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat; (2) Telaah dan
pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur
perlambangnya; (3) Telaah mengenai kaitan diantara berbagai ilmu; (4) Telaah
mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang berkaitan dengan
pencerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas, hubungan logika dan
matematika dengan realitas, entitas teoritis, sumber dan keabsahan pengetahuan,
serta sifat dasar kemanusiaan.
A. Cornelius Benjamin (Runes, ed., 1975: 284-285) membagi pokok soal
filsafat ilmu dalam tiga bidang: (1) Telaah mengenai metode ilmu, lambing
ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambang ilmiah. Telaah ini banyak
menyangkut logika dan teori pengetahuan, dan teori umum tentang tanda; (2)
Penjelasan mengenai konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu,
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
20/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
19
berikut landasan-landasan dasar empiris, rasional, atau pragmatis yang menjaditempat tumpuannya. Segi ini dalam banyak hal berkaitan dengan metafisika,
karena mencakup telaah terhadap berbagai keyakinan mengenai duniakenyataan, keseberagaman alam, dan rasionalitas dari proses ilmiah; (3) Aneka
telaah mengenai saling kait diantara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu
teori alam semesta seperti misalnya idealisme, materialisme, monisme dan
pluralisme.
Arthur Danto (1967: 296-297) menyatakan, lingkupan filsafat ilmu
cukup luas mencakup pada kutub yang satu, yaitu,persoalan-persoalan konsep
yang demikian erat bertalian dengan ilmu itu sendiri, sehingga pemecahannya
dapat seketika dipandang sebagai suatu sumbangan kepada ilmu daripada
kepada filsafat, dan pada kutub yang lain persoalan-persoalan begitu umum
dengan suatu pertalian filasafati sehingga pemecahannya akan sebanyak
merupakan suatu sumbangan kepada metafisika atau epistimologi seperti
kepada filsafat ilmu yang sesungguhnya. Begitu pula, rentangan masalah-
masalah yang diselidiki oleh filsuf-filsuf ilmu dapat demikian sempit sehingga
menyangkut keterangan tentang sesuatu konsep tunggal yang dianggap penting
dalam suatu cabang ilmu tunggal, dan begitu umum sehingga bersangkutan
dengan ciri-ciri struktural yang tetap bagi semua cabang ilmu yang
diperlakukan sebagai suatu himpunan.
Edward Madden (19968: 31) berpendapat bahwa apapun lingkup filsafat
umum, tiga bidang tentu merupakan bahan perbincangannya yaitu: (1)
Probabilitas; (2) Induksi; (3) Hipotesis.
Ernest Nagel (1974: 14) menyimpulkan bahwa filsafat ilmu mencakup
tiga bidang luas: (1) Pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu.
(2) Pembentukan konsep ilmiah. (3) Pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah.
Menurut P. H. Nidditch (1971: 2) lingkupan filsafat ilmu luas dan
beraneka ragam. Isinya dapat digambarkan dengan mendaftar serangkaian
pembagian dwi bidang yang saling melengkapi: (1) Logika ilmu yang
berlawanan dengan epistimologi Ilmu. (2) Filsafat ilmu-ilmu kealaman yang
berlawanan dengan filsafat ilmu-ilmu kemanusiaan. (3) Filsafat ilmu yang
berlawanan dengan telaah masalah-masalah filsafati dari suatu ilmu khusus. (4)
Filsafat ilmu yang berlawanan dengan sejarah ilmu. Selain itu, telaah mengenai
hubungan ilmu dengan agama juga termasuk filsafat ilmu.Israel Scheffler (1969: 3) berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari
pengetahuan umum tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan
oleh ilmu. Lingkupannya mencakup tiga bidang: (1) Menelaah hubungan-
hubungan antara faktor-faktor kemasyarakatan dan ide-ide ilmiah. (2) Berusaha
melukiskan asal mula dan struktur alam semesta menurut teori-teori yang
terbaik dan penemuan-penemuan dalam kosmologi. (3) Menyelidiki metode
umum, bentuk logis, cara penyimpulan, dan konsep dasar dari ilmu-ilmu.
J.J.C. Smart (1968: 5) menganggap filsafat ilmu mempunyai dua
komponen utama: (1) Bahan analitis dan metodologis tentang ilmu. (2)
Penggunaan ilmu untuk membantu pemecahan problem-problem filsafati.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
21/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
20
Menurut Marx Wartofsky (1963: vii), rentangan luas dari soal-soalinterdispliner dalam filsafat ilmu meliputi: (1) Perenungan mengenai konsep
dasar, struktur formal, dan metodologi Ilmu; (2) Persoalan-persoalan ontologidan epistemologi yang khas bersifat filasafati dengan pembahasan yang
memadukan peralatan analitis dari logika modern dan model konseptual dari
penyelidikan ilmiah.
Akhirnya untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai ruang
lingkup dan topik persoalan dari filsafat ilmu dewasa ini, berikut dikutipkan
rincian lengkap yang dikemukakan dalam Encyclopedia Britannica, 15 th
Edition (1982: 728-729).
1) Sifat dasar dan lingkupan filsafat ilmu dan hubungannya dengan cabang-
cabang ilmu lain; aneka ragam soal dan metoda-metoda hampiran terhadap
filsafat ilmu.2) Perkembangan Historis dari filsafat Ilmu
i. Masa-masa purba dan abad pertengahan: pandangan-pandangan yang
silih ganti berbeda dari aliran-aliran kaum Stoic dan Epicorus serta
penganut-penganut Plato dan Aristoteles.
ii. Abad XVII: perbincangan mengenai metodologi ilmiah; hampiran
induktif dari Bacon dan hampiran deduktif dari Descartes.
iii. Abad XVIII: Kaum empiris, rasionalis, dan tafsiran penganut Kant
mengenai fisika Newton.
iv. Sejak awal abad XIX samapai Perang Dunia I: pengaruh dari keyakinan
Kant dalam rasionalitas khas perpaduan klasik antara Euclid dan Newton
v. Perbincangan abad XX: tanggapan terhadap relativitas, mekanika
kuantum, dan perubahan-perubahan mendalam lainnya dalam ilmu-ilmu
kealaman; Positivisme Logis lawan Neo-Kantianisme
3) Unsur-Unsur Usaha Ilmiah
i. Unsur-unsur empiris, konseptual, dan formal serta tafsiran teoritisnya;
aneka ragam pandangan mengenai pentingnya secara relatif dari
pengamatan, teori dan perumusan matematis.
ii. Prosedur empiris dari ilmu
(a) Pengukuran; teori dan problem filasafati mengenai penentuanhubungan-hubungan kuantitatif
(b) Perancangan percobaan: penerapan logika induktif dan asas-asas
teoritis lainnya pada prosedur praktis.
iii. Penggolongan: problem taksonomi
(a) Struktur formal ilmu: problem menyusun suatu analisis formal secara
murni dari penyimpulan ilmiah; perbedaan antara dalil ilmiah dan
generalisasi empiris.
(b) Perubahan konseptual dan perkembangan ilmu: problem kesejarahan
mengenai organisasi teoritis dari ilmu yang berubah.
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
22/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
21
4) Gerakan-gerakan pemikiran ilmiah: prosedur dasar dari perkembangan
intelektual dari ilmu
i. Penemuan ilmiah; kedudukan terujung dari formalisme yang menekankanunsur-unsur rasional dari penemuan ilmiah, dan dari irrasionalisme yang
menekankan peranan ilham, perkiraan, dan kebetulan
ii. Pembuktian keabsahan dan pembenaran dari konsep dan teori baru:
pandangan bahwa peramalan merupakan ujian yang menentukan dari
keabsahan ilmiah; pandangan bahwa pertautan, keajegan, dan
keseluruhan merupakan persyaratan penting dari suatu teori ilmiah
iii. Penyatuan teori-teori dan konsep-konsep dari ilmu-ilmu yang terpisah:
usaha menyusun suatu sistem aksiomatis bagi semua ilmu kealaman;
problem penyederhanaan untuk mencapai suatu landasan konseptual
yang ajeg bagi dua atau lebih ilmu
5) Kedudukan filsafat dari teori ilmiah
i. Kedudukan proposisi ilmiah dan konsep dari entitas: pandangan-
pandangan aneka ragam mengenai kedudukan epistemologi dari proporsi
ilmiah dan mengenai kedudukan dari konsep ilmiah
ii. Hubungan antara analisis filsafat dan praktek ilmiah: penerapan dari
ajaran-ajaran filasafati dan hampiran-hampiran yang berlainan pada ilmu-
ilmu yang berbeda
6) Pentingnya pengetahuan ilmiah bagi bidang-bidang lain dari pengalaman
dan soal manusia: kepentingan sosial dari ilmu dan sikap ilmiah;
keterbatasan usaha manusia
7) Hubungan antara ilmu dan pengetahuan humaniora: persoalan tentang
perbedaan antara metodologi ilmiah dan metodologi humaniora.
Berdasarkan perkembangan filsafat ilmu sampai dewasa ini, ahli filsafat
sejarah John Loose (2001: 1-3) menyimpulkan bahwa filsafat ilmu dapat
digolongkan menjadi empat konsepsi: (1) Filsafat ilmu yang berusaha
menyusun pandangan-pandangan dunia yang sesuai atau berdasarkan teori-teori
ilmiah yang penting; (2) Filsafat ilmu yang berusaha memaparkan praanggapan
dan kecendrungan para ilmuwan (misalnya praanggapan bahwa alam semesta
mempunyai keteraturan); (3) Filsafat Ilmu sebagai suatu cabang pengetahuan
yang menganalisis dan menerangkan konsep dan teori dari ilmu; (4) Filsafat
ilmu sebagai pengetahuan kritis derajat kedua yang menelaah ilmu sebagai
sasarannya.
Dalam tingkat konsepsi Losee pengetahuan manusia mengenal tiga tingkatan:
Tingkat 0 : Fakta-fakta
Tingkat 1 : Penjelasan mengenai fakta-fakta dan ini dijelaskan oleh ilmu
Tingkat 2 : Analisis mengenai prosedur dan logika dari penjelasan ilmiah. Ini
merupakan bidang filsafat ilmu. Filsafat ilmu sebagai pemikiran tingkat 2
melakukan analisis-analisis terhadap ilmu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut:
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
23/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
22
1) Ciri-ciri apakah yang membedakan penyelidikan ilmiah dari ragam-ragam
penyelidikan lainnya?
2) Prosedur apakah yang harus ditempuh para ilmuwan dalam menyelidiki alam?
3) Persyaratan apakah yang harus dipenuhi agar suatu penjelasan ilmiah betul?
4) Apakah kedudukan kognitif dari dalil dan asas ilmu?
Selain pembagian filsafat ilmu menurut Losee dalam empat konsepsi tersebut
di atas, beberapa filsuf mempunyai konsepsi dikotomi yang membedakan filsafat
ilmu dalam dua bagian. Dua pembagian paling umum dikemukakan oleh antara lain
Arthur Pap (1967: vii). Menurutnya untuk menghindarkan kekacauan, filsafat ilmu
perlu dibedakan menjadi: (1) Filsafat ilmu-seumumnya. Filsafat ilmu ini menelaah
konsep-konsep dan metode-metode yang terdapat dalam semua ilmu, misalnya
pengertian penjelasan, generalisasi induktif, dan kebenaran; (2) Filsafat ilmu-ilmu
khusus, seperti misalnya filsafat fisika atau filsafat psikologi. Masing-masing
filsafat ilmu khusus itu menangani konsep-konsep yang khusus berlaku dalam
lingkupannya masing-masing seperti misalnya unsur-unsur waktu dan gaya dalam
fisika, realitas obyektif dalam mekanika kuantum, variabel sela dalam psikologi,
dan penjelasan teologis dalam biologi.
Mirip dengan dikotomi dari Pap itu ialah dwi pembagian Michael Scriven
(1968: 84) dalam substantive philosophy of science dan structural philosophy of
science. Filsafat ilmu substansif berkaitan dengan isi masing-masing ilmu khusus,
sedang filsafat ilmu struktural menyangkut topik-topik seperti penyimpulan ilmiah,
penggolongan, penjelasan, peramalan, pengukuran, probabilitas, dan determinisme.
2. Problem-Problem Dalam Filsafat Ilmu
Filsafat sebagai suatu ilmu khusus merupakan salah satu cabang dari ruang
lingkup filsafat ilmu seumumnya. Pada kelanjutannya filsafat ilmu merupakan
suatu bagian dari filsafat. Dengan demikian, pembahasan mengenai lingkupan
filsafat sesuatu ilmu khusus tidak terlepas dari kaitan dengan persoalan-persoalan
dan filsafat ilmu dan problem-problem filsafat pada umumnya. Clarence Irving
Lewis (1956) juga mengemukakan adanya dua gugus persoalan yakni, problem-
problem reflektif dalam suatu ilmu khusus yang dapat dikatakan membentuk
filsafat dari ilmu tersebut dan problem-problem mengenai asas permulaan dan
ukuran-ukuran yang berlaku umum bagi semua ilmu maupun aktivitas kehidupan
seumumnya.Problem menurut definisi A. Cornelius Benjamin ialah sesuatu situasi
praktis atau teoritis yang untuk itu tidak ada jawaban lazim atau otomatis yang
memadai, dan yang oleh sebab itu memerlukan proses-proses refleksi. (Runes, ed.,
1975: 55).
Banyak sekali pendapat para ahli filsafat ilmu mengenai kelompok atau
perincian problem apa saja yang diperbincangkan dalam filsafat ilmu. Untuk
medapat gambaran yang lebih jelas perlulah kiranya dikutipkan pendapat-pendapat
berikut:
A. Cornelius Benjamin (1977: 542-547) menggolong-golongkan segenap
persoalan filsafat ilmu dalam tiga bidang: (1) Bidang pertama meliputi semua
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
24/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
23
persoalan yang bertalian secara langsung atau tidak langsung dengan suatupertimbangan mengenai metode ilmu; (2) Persoalan-persoalan dalam bidang
kesdua dalam filsafat ilmu agak kurang terumuskan baik dari problem-problemtentang metode. Dalam suatu makna, banyak darinya merupakan pula
persoalan-persoalan metode. Tetapi, penunjukannya secara langsung lebih
kepada pokok soal daripada kepada prosedur sehingga persoalan-persoalan itu
menyangkut apa yang umumnya disebut pertimbangan-pertimbangan metafisis
dalam suatu cara bidang terdahulu tidak menyangkutnya. Ini bertalian dengan
analisis terhadap konsep-konsep dasar dan praanggapan-praanggapan dari
ilmu-ilmu; (3) Bidang ketiga dari filsafat ilmu, terdiri dari aneka ragam
kelompok persoalan yang tidak mudah terpengaruh oleh suatu penggolongan
sistematis. Kesemua itu dapat secara kasar dilukiskan sebagaimana bersangkut
paut dengan implikasi-implikasi yang dipunyai ilmu dalam isi maupun
metodenya bagi aspek-aspek lain dari kehidupan kita.
Michael Berry (Bullock & Stallybrass, 1977: 559-560) mengemukakan
dua problem yang berikut: (1) Bagaimana kuantitas dari rumusan dalam teori-
teori ilmiah? (misalnya suatu ciri dalam genetika atau momentum dalam
mekanika Newton) berkaitan dengan peristiwa-peristiwa dalam dunia alamiah
di luar pikiran kita; (2) Bagaimana dapat dikatakan bahwa teori atau dalil ilmiah
adalah benar berdasarkan induksi dari sejumlah persoalan yang terbatas?
Menurut B. Van Fraassen dan H. Margenau (1968: 25-27) problem-
problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun-tahun enam puluhan ialah: (1)
Metodologi (Hal-hal yang menonjol yang banyak diperbincangkan adalah
mengenai sifat dasar dari penjelasan ilmiah, dan teori pengukuran). (2)Landasan ilmu-ilmu (ilmu-ilmu empiris hendaknya melakukan penelitian
mengenai landasannya dan mencapai sukses seperti halnya landasan
matematik). (3) Ontologi (Persoalan utama yang diperbincangkan ialah
menyangkut konsep-konsep substansi, proses, waktu, ruang, kausalitas,
hubungan budi dan materi, serta status dari entitas-entitas teoritis).
David Hull (1974) seorang ahli filsafat dan biologi ini mengemukakan
persoalan yang berikut:
Persoalan menyampingkan yang meliputi jilid-jilid belakangan ini (seri
Foundations of Philosophy) ialah apakah pembagian tradisional dari ilmu-ilmu
empiris dalam cabang-cabang pengetahuan yang terpisah seperti geologi,astronomi dan sosiologi mencerminkan semata-mata perbedaan dalam pokoksoal ataukah hasil dari perbedaan pokok dalam metodologi. Secara singkat,
adakah suatu filsafat ilmu tunggal yang berlaku merata pada semua bidang ilmu
kealaman, atau adakah beberapa filsafat ilmu yang masing-masing cocok dalam
ruang lingkupnya sendiri? (Hull, 1974: 1-2)
Victor Lenzen (1965: 94) mengajukan dua problem: (1) Struktur Ilmu,
yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah; (2) Pentingnya ilmu bagi praktek
dan pengetahuan tentang realitas.
J. J. C. Smart (1968: 4-5) mengumpamakan kalau seorang awam bukan
filsuf membuka-buka beberapa nomor dari majalah Amerika serikat berjudul
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
25/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
24
Philosophy of Science dan majalah Inggris The British Journal of thePhilosophy of science, maka akan dijumpainya dua jenis persoalan: (1)
Pertanyaan-pertanyaan tentang ilmu, misalnya pola-pola perbincangan ilmiah,langkah-langkah pengujian teori ilmiah, sifat dasar dari dalil dan teori dan cara -
cara merumuskan konsep ilmiah; (2) Perbincangan filsafati yang
mempergunakan ilmu, misalnya bahwa hasil-hasil penyelidikan ilmiah akan
menolong para filsuf menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang manusia dan
alam semesta.
Joseph Sneed (Butts & Hintikka, eds., 1977: 245) menyatakan bahwa
pembedaan dalam jenis problem-problem filsafat ilmu khusus (misalnya
variabel tersembunyi, determinisme dalam mekanika quantum) dan jenis
problem-problem filsafat ilmu seumumnya (misalnya ciri-ciri teori ilmiah)
yang telah umum diterima adalah menyesatkan. Hal itu dinyatakannya
demikian, Saya menyarankan bahwa dualitas diantara problem-problem
filsafat ilmu ini adalah menyesatkan. Saya berpendapat bahwa problem-
problem filasafati tentang sifat dasar ilmu seumumnya tidaklah, dalam suatu
cara yang mendasar, berbeda dengan problem-problem filasafati yang bertalian
semata-mata dengan ilmu-ilmu khusus. Secara khusus tidaklah ada makna
khusus bahwa filsafat ilmu seumumnya merupakan sustu usaha normatif,
sedangkan filsafat ilmu-ilmu khusus tidak.
Menurut Frederick Supple (1974: 3), problem yang paling pokok atau
penting dalam filsafat ilmu adalah sifat dasar atau struktur teori ilmiah.
Alasannya ialah kerena teori merupakan roda dari pengetahuan ilmiah dan
terlibat dalam hampir semua segi usaha ilmiah. Tanpa teori tidak akan adaproblem-problem mengenai entitas teoritis, istilah teoritis, pembuktian
kebenaran, dan kepentingan kognitif. Tanpa teori yang perlu diuji atau
diterapkan, rancangan percobaan tidak ada artinya. Oleh karena itu hanyalah
agak sedikit melebih-lebihkan bilamana dinyatakan bahwa filsafat ilmu adalah
suatu analisis mengenai teori dan peranannya dalam usaha ilmiah.
D.W. Theobald (1968: 5-6) menyatakan bahwa filsafat ilmu terdapat dua
kategori problem yaitu: (1) Problem-problem Metodologis yang menyangkut
struktur pernyataan ilmiah dan hubungan-hubungan diantara mereka. Misalnya
analisis probabilitas, peranan kesederhanaan dalam ilmu, realitas dari entitas
teoritis, dalil ilmiah, sifat dasar penjelasan, dan hubungan antara penjelasan danperamalan.
2) Problem-problem tentang ilmu yang menyelidiki arti dan implikasi dari
konsep-konsep yang dipakai para ilmuwan. Misalnya kausalitas, waktu,
ruang, dan alam semesta.
Pakar filsafat sejarah W. H. Walsh (1960: 9) menyatakan bahwa filsafat
ilmu mencakup problem yang timbul dari metode dan praanggapan dari ilmu
serta sifat dasar dan persyaratan dari pengetahuan ilmiah.
Walter Weimer (1979: 2-3) mengemukakan empat problem filsafat ilmu
sebagai berikut:
1) Pencarian terhadap suatu teori penyimpulan rasional (ini berkisar pada
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
26/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
25
penyimpulan induktif, sifat dasarnya dan pembenarannya).
2) Teori dan ukuran bagi pertumbuhan atau kemajuan ilmiah (Ini berkisar pada
pertumbuhan pengetahuan ilmiah, pencarian dan penjelasannya. Misalnyadalam menilai bahwa teori Einstein lebih unggul daripada teori sebelumnya,
apakah ukurannya?)
3) Pencarian terhadap suatu teori tindakan Pragmatis (dalam menentukan salah
satu teori di antara teori-teori yang salah, bagaimanakah caranya untuk
mengetahui secara pasti teori yang paling terkecil kesalahannya?)
4) Problem mengenai kejujuran intelektual (Ini menyangkut usaha
mencocokkan prilaku senyatanya, dari para ilmuwan dengan teori yang
mereka anut setia).
Philip Wiener (Bronstein, 1957: 226) menyatakan bahwa para pakar
filsafat ilmu dewasa ini membahas problem-problem yang menyangkut: (1)
Struktur logis atau ciri-ciri metodologis umum dari ilmu-ilmu; (2) Saling
hubungan antara ilmu-ilmu; (3) Hubungan ilmu-ilmu yang sedang tumbuh
dengan tahapan-tahapan lainnya dari peradaban, yaitu kesusilaan, politik, seni
dan agama.
Problem-problem filsafat secara umum berkisar pada enam hal pokok,
yaitu pengetahuan, keberadaan, metode, penyimpulan, moralitas, dan
keindahan. Berdasarkan keenam sasaran itu, bidang filsafat dapat secara
sistematis dibagi dalam enam cabang pokok, yaitu epistemologi
(teoripengetahuan), metafisika (teori mengenai apa yang ada), metodologi
(studi tentang metode), logika (teori penyimpulan), etika (ajaran moralitas) danestetika (teori keindahan).
Oleh karena filsafat ilmu merupakan suatu bagian dari filsafat
keseluruhan, maka problem-problem dalam filsafat ilmu secara sistematis juga
dapat digolongkan menjadi enam kelompok sesuai dengan cabang-cabang
pokok filsafat itu. Dengan demikian, seluruh problem dalam filsafat ilmu dapat
ditertibkan menjadi:
1) Problem-problem epistemologis tentang ilmu
2) Problem-problem metafisis tentang ilmu
3) Problem-problem metodologis tentang ilmu
4) Problem-problem logis tentang ilmu
5) Problem-problem etis tentang ilmu
6) Problem-problem estetis tentang ilmu
Menurut R. Harre (Edwards, ed., 1967: 289), problem-problem
epitemologis, metafisis, dan logis yang bertalian dengan ilmu-ilmu mulai
memperoleh perhatian para filsuf dan ilmuwan pada awal abad ke-19.
Problem-problem secara metodologis telah secara tegas disebutkan oleh
D. W. Theobald dimuka sebagai salah satu kategori problem dalam filsafat ilmu.
Problem-problem etis yang menyangkut ilmu juga telah disebutkan dimuka
oleh Walter Weimer (menyangkut kejujuran intelektual para ilmuwan dan oleh
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
27/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
26
Philip Weiner (menyangkut hubungan ilmu dengan kesusilaan sebagai suatusegi perdaban manusia). Problem-problem estetis yang menyangkut ilmu pada
dasawarsa terakhir ini dimulai menjadi topik perbincangan oleh sebagian filsufdan ilmuwan. Dalam tahun 1980 diadakan sebuah konferensi para ahli yang
membahas dimensi estetis dari ilmu.
Berdasarkan pemaparan-pemaparan ahli di atas, maka problem filsafat ilmu
dibicarakan sejajar dengan diskusi yang berkaitan dengan landasan pengembangan
ilmu pengetahuan, yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Secara
ringkas, permasalahan atau problema filsafat ilmu mencakup: Per tama,
problem ontologi ilmu; perkembangan dan kebenaran ilmu sesungguhnya
bertumpu pada landasan ontologis (apa yang terjadi = eksistensi suatu
entitas). Kedua, problem epistemologi; adalah bahasan tentang asal muasal,
sifat alami, batasan (konsep), asumsi, landasan berfikir, validitas, reliabilitas
sampai soal kebenaran (bagaimana ilmu diturunkan = metoda untuk
menghasilkan kebenaran). Ketiga, Problem aksiologi; implikasi etis, aspek
estetis, pemaparan serta penafsiran mengenai peranan (manfaat) ilmu dalam
peradaban manusia. Ketiganya digunakan sebagai landasan penelaahan ilmu.
D. Berbagai Pendekatan Filsafat Ilmu
Untuk mengenalkan berbagai wawasan ada dua alternatif yang dapat
diketengahkan, yaitu: memperkenalkan aliran-aliran dominan dalarn filsafat ilmu
atau memperkenalkan berbagai pendekatan yang menonjol dalam pengembangan
ilmu. Berpegang pada aliran-aliran, dikhawatirkan fungsi telaah berubah menjadiharus menjelaskan tuntas tentang sesuatu aliran. Agar studi filsafat ilmu tidak
menjadi historis melainkan sistematis sekaligus fungsional, maka ditempuh dengan
memperkenalkan berbagai pendekatan yang lazim digunakan dalam pengembangan
ilmu. Secara garis besar ada empat pendekatan dalam filsafat ilmu, yaitu: (1)
Rasionalisme, (2) Empirisme dan Positivisme, (3) Rasionalisme Kritis, dan (4)
Kontruktivisme.
Pertama, pandangan aliran rasionalisme menekankan bahwa ilmu
pengetahuan sering dipertautkan dengan akal. Dalam arti sempit, rasionalisme
berarti anggapan mengenai teori pengetahuan yang menekankan akal dan atau ratio,
untuk membentuk pengetahuan. Ini berarti bahwa sumbangan akal lebih besar dari
pada sumbangan sumbangan indera. Mengenai ilmu diketengahkan olehrasionalisme bahwa mustahillah membentuk ilmu hanya berdasarkan fakta, data
empiris, atau pengamatan.
Kedua, pandangan aliran empirisme dan positivisme. Pandangan aliran
empirisme memberi kelonggaran pada peranan data kenyataan untuk
mengembangkan bahkan mengubah struktur ilmu pengetahuan. Maka empirisme
dalam filsafat ilmu dapat lebih mengindahkan keharusan selalu mengubah dan
mencocokan sistem ilmu dengan data empiris. Dalam membangun teori, empirisme
memiliki siklus yang selalu dimulai dari observasi, kemudian melahirkan hukum
empiris, selanjutnya dibangun teori. Aliran empirisme berpendapat bahwa induksi
sangat penting, karena jalan pikirannya berangkat dari yang diketahui menuju ke
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
28/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
27
yang tidak diketahui. Karena ilmu pengetahuan selalu ada unsur rasionalismenya,aliran empirisme mengalami kesulitan dalam kaidah-kaidah logika dan matematika.
Disinilah aliran positivisme muncul untuk mengatasi masalah tersebut. Dataobservasi yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung, atau melakukan
penjabaran logis dan deduksi, sebagaimana yang terjadi pada aliran rasionalisme.
Dengan demikian, empirisme dan positivisme memberikan kelonggaran lebih besar
kepada masukan dari empiris dalam membangun ilmu pengetahuan.
Ketiga, pandangan aliran rasionalisme kritis. Seperti penjelasan di atas, aliran
rasionalisme dan empirisme termasuk positivisme merupakan dua aliran yang
bertentangan. Rasionalisme kritis berupaya menghubungkan unsur rasional dan
empiris dalam pengetahuan ilmiah. Dengan demikian ilmu pengetahuan yang
dibangun dari proses induktif, harus selalu terbuka terhadap kritik. Ilmu
pengetahuan tersebut terbuka upaya penyangkalan atau pembuktian salah
(falsifikasi) yang secara terus menerus sehingga dapat lebih dikokohkan
(corroborated).
Di samping itu, titik suatu ilmu terletak pada melihat situasi permasalahan.
Lewat proses trial and error dan error eliminitian, ilmu yang dikembangkan atas
permasalahan tadi, dapat mendekatan kebenaran.
Keempat, pandangan aliran konstruktivisme yang menekankan pada sifat
kontekstual ilmu pengetahuan, yaitu pentingnya seluruh konteks demi terjadinya
suatu sistem ilmiah. Konteks dan ilmu dapat saling mempengaruhi. Apabila ilmu
bertentangan dengan konteks atu pengalaman, maka tidak berarti bahwa ilmu
tersebut runtuh. Dalam hal terjadi pertentangan dan ketidaksesuasian tersebut,
diperlukan terjemahan untuk memperbaharui sistem ilmu tadi.
E. Sejarah Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan
perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu
sendiri secara keseluruhan. Menurut Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali
Abdul Azim (1989: iv), bahwa kita mengenal tiga babakan perkembangan
paradigma dalam filsafat ilmu di Barat yaitu era prapositivisme, era positivisme dan
era pasca modernisme. Era prapositivisme adalah era paling panjang dalam sejarah
filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih dari dua ribu tahun.
Dalam uraian ini, penulis cenderung mengklasifikasi perkembangan filsafat
ilmu berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase perkembangan. Darisejarah panjang filsafat, khususnya filsafat ilmu, penulis membagi tahapan
perkembangannya ke dalam empat fase sebagai berikut: (1) Filsafat Ilmu zaman
kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan munculnya renaisans;
(2) Filsafat Ilmu sejak munculnya rennaisance sampai memasuki era positivisme;
(3) Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad
kesembilan belas; dan (4) Filsafat Ilmu era kontemporer yang merupakan
perkembangan mutakhir Filsafat Ilmu sejak awal abad keduapuluh sampai
sekarang.
Perkembangan Filsafat ilmu pada keempat fase tersebut diuraikan dengan
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
29/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
28
mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu dimasanya sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang
membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itudiungkap juga tentang peran filosof di dunia Islam, Cina, India, dan Jepang,
walaupun bukan dalam suatu fase tersendiri.
1. Filsafat Ilmu Zaman Kuno
Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal
manusia pada masa Yunani Kuno. Di Miletos suatu tempat perantauan Yunani yang
menjadi tempat asal mula munculnya filsafat, ditandai dengan munculnya pemikir-
pemikir (baca: filosof) besar seperti Thales, Anaximandros dan Anaximenes
(Kattsof, 1989: 1). Pemikiran filsafat yang memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri
ini berkembang terus pada masa selanjutnya.
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarahperadaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir
mitosentris (pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk
menjelaskan fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi). Gempa bumi
tidak dianggap fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang
menggoyangkan kepalanya. Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena
alam tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam
yang terjadi secara kausalitas.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah Thales
(624-546 SM) mempertanyakan Apa sebenarnya asal usul alam semesta ini?
Ia mengatakan asal alam adalah air karena air unsur penting bagi setiapmakhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda
dapat, seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.
Sedangkan Heraklitos mempunyai kesimpulan bahwa yang mendasar
dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan
penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena
api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es.
Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas
dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Pythagoras (580-500 SM) berpendapat bahwa bilangan adalah unsur
utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur bilangan merupakan juga
unsur yang terdapat dalam segala sesuatu. Unsur-unsur bilangan itu adalah
genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Menurut Abu Al Hasan Al Amiri,
seorang filosof muslim Pythagoras belajar geometri dan matematika dari orang-
orang mesir (Rowston, dalam Kartanegara, 2003).
Filosof alam ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan,
sehingga timbullah kaum sofis. Kaum sofis ini memulai kajian tentang
manusia dan menyatakan bahwa ini memulai kajian tentang manusia dan
menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah
Protagoras (481-411 SM). Ia menyatakan bahwa manusia adalah ukuran
kebenaran.
Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran kaum
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
30/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
29
sofis karena mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus
merelatifkan teori ilmu, sehingga muncul sintesa baru.
Socrates, Plato, dan Aristoteles menolak relativisme kaum sofis. Menurutmereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Periode
setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani karena pada
zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan
filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347
SM), yang sekaligus murid Socrates. Menurutnya, kebenaran umum itu ada
bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea.
Pada zaman Yunani Kuno, filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang tidak
terpisahkan. Keduanya termasuk dalam pengertian episteme yang sepadan dengan
kata philosophia. Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan sebagai
an organized body of rational konwledge with its proper object. Jadi filsafat danilmu tergolong sebagai pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles
selanjutnya pengetahuan rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang
disebutnya dengan praktike (pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan
produktif), dan theoretike (pengetahuan teoritis). (Gie, 1997: 1-2).
Pemikiran dan pandangan Aritoteles seperti tersebut di atas memberikan
gambaran kepada kita bahwa nampaknya ilmu pengetahuan pada masa itu harus
didasarkan pada pengertian dan akibatnya hanya dapat dilaksanakan bagi aspek-
aspek realitas yang terjangkau pikiran. Lalu masuk akal saja kalau orang
berpendapat bahwa kegiatan ilmiah tidak lain daripada menyusun dan mengaitkan
pengertian-pengertian itu secara logis, yang akhirnya menimbulkan kesana bahwa
setiap ilmu pengetahuan mengikuti metode yang hampir sama yaitu mencari
pengertian tentang prima principia, lalu mengadakan deduksi-deduksi logis
(Melsen, 1992: 14).
Pemikirannya hal tersebut oleh generasi-generasi selanjutnya memandang
bahwa Aristoteleslah sebagai peletak dasar filsafat ilmu. Selama ribuan tahun
sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika Aristoteles diterima di Eropa
sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu mengaggap bahwa pemikiran
deduktif (logika formal atau silogistik) dan wahyu sebagai sumber pengetahuan
(Titus, et al., 1984: 257).
Aristoteles adalah peletak dasar doktrin silogisme yang sangat berpengaruh
terhadap perkembangan pemimiran di Eropa sampai dengan munculnya erarenaisans. Silogisme adalah argumentasi dan cara penalaran yang terdiri dari tiga
buah pernyataan, yaitu sebagai premis mayor, premis minor dan konklusi (Russel,
1961: 206).
2. Filsafat Ilmu Era Renaisans
Memasuki masa renaisans, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan
pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang
dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo
Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan
ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh (Russel, 1961: 206).
Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, ditandai
5/21/2018 Modul Filsafat Ilmu-libre
31/69
______________ Modul Filsafat Ilmu ______________
30
dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya
zaman modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencariuntung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung
artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam
rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia.
Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human
knowledge adalah human power (Verhaak & Imam, 1991: 139).
Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode
eksperimental dana matematis memasuki abad XVI mengakibatkan pandangan
Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara
defenitif. Roger Bacon adalah peletak dasar filosofis untuk perkembangan ilmu
pengetahuan. Bacon mengarang Novum Organon (metode baru) dengan maksudmenggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan teori baru.
Karyanya tersebut sangat mempengaruhi filsafat di Inggris pada masa sesudahnya
(Bertens, 1988: 44-45). Novum Organon atau New Instrumen berisi suatu
pengukuihan penerimaan teori empiris tentang penyelidikan dan tidak perlu
bertumpu sepenuhnya kepada logika deduktifnya Aritoteles sebab dia pandang
absurd (Hart, 1993: 393).
Kehadiran Bacon memberi corak baru bagi perkembangan Filsafat Ilmu,
khususnya tentang metode ilmiah. Hal ini sebagai yang dikemukakan oleh A. B.
Shah (1986) dalam Scientific Method,bahwa: Pengertian yang paling baik tentang
metode ilmiah dapat dilukiskan yang paling baik menurut induksi Bacon.
Hart mengaggap Bacon sebagai filosof pertama yang bahwa ilmu
pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia dan dengan sangat efektif
menganjurkan penyelidikan ilmiah (Hart, 1993: 394). Beliaulah peletak dasar-dasar
metode induksi modern dan menjadi pelopor usaha untuk mensistimatisir secara
logis prosedur ilmiah. Seluruh asas filsafatnya bersifat praktis yaitu menjadikan
untuk manusia menguasai kekuasaan alam melalui penemauan