Post on 05-Jan-2016
description
Jigsaw
Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s,
(Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, and SNAPP, 1978). Model pembelajaran ini didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka
juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Sehingga
baik kemampuan secara kognitif maupun social siswa sangat diperlukan. Model pembelajaran
Jigsaw ini diladasi oleh teori belajar humanistic, karena teori belajar humanistic menjelaskan
bahwa pada hakekatnya setiap manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan
internal untuk berkembang dan menentukan perilakunya.
Teknik mengajar Jigsaw sebagain metode pembelajaran kooperatif bisa digunakan dalam
pengakaran membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara. Teknik ini menggabungkan
kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara sehingga dapat digunakan dalam
beberapa mata pelajaran, seperi ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, matematika,
agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/ tingkatan.
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif,
siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan
keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari
masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok
asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang
dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Sedangkan kelompok ahli, yaitu
kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk
mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar
mudah untuk memahami materi yang diberikan.
Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang
memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan
kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan
memecahkan masalah yang diberikan.
B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan Model Pembelajaran tipe Jigsaw adalah
sebagai berikut:
1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
2. Tiap orang dalam kelompok diberi sub topik yang berbeda.3. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan
menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli.4. Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua
sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok.5. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut.6. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok
masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya.7. Tiap kelompok memperesentasikan hasil diskusi.8. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah
didiskusikan.9. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik.
C. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw
Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw
memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya.
2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan
berpendapat.Beberapa hal yang bisa menjadi kelemahan aplikasi model ini di lapangan,
menurut Roy Killen, 1996, adalah :1. Prinsip utama pembelajaran ini adalah ‘peer teaching’, pembelajran oleh teman
sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami konsep yang akan diskusikan bersama siswa lain.
2. Apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi menyampaikan materi pada teman.
3. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh guru dan biasanya butuh waktu yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut.
4. Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik.
5. Aplikasi metode ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit.Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan, yaitu :
1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi.
2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli.
3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.4. Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang
anggotanya lemah semua.5. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai antara
kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari.6. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses
pembelajaran.Diskusi dalam kelompok ini, untuk mengatasi masalah atau kelemahan yang
muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Pengelompokan dilakukan terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan belajar siswa dalam kelas.
2. Sebelum tim ahli, misalnya ahli materi pertama kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugass mereka
Jigsaw adalah salah satu teknik cooperative learning yang pertama kali diterapkan
oleh Elliiot Aronson tahun 1971 dan dipublikasikan tahun 1978. Pada awalnya penelitiannya
kelas jigsaw ini dipakai untuk tujuan agar mengurangi rasa kompetisi pembelajar dan
masalah ras yang terdapat disebuah kelas yang berada di Austin, Texas. Kota texas ini
termasuk mengalami masalah rasis yang sangat parah, dan itu pun memunculkan
intervensi dari sekolah – sekolah untuk menghilangkan masalah tersebut.
Di dalam suatu kelas banyak pembelajaran Amerika keturunan Afrika, keturunan
Hispanik (latin), dan pembelajaran kulit putih Amerika untuk yang pertama kalinya berada
dalam sebuah kelas bersama-sama. Situasi semakin memanas dan mangancam lingkungan
belajar mereka. Dan pada tahun 1971 Aronson dan beberapa lulusan pembelajaran lainnya
menciptakan jigsaw dan mencoba untuk menerapkannya didalam kelas. Dan usaha keras
ini berhasil dengan sukses, pembelajar yang pada awalnya kurang berkomunikasi mulai
berkomunikasi dan mulai bekerjasama.
Eksperimen ini membentuk kelompok pembelajaran (kelompok jigsaw) dimana tiap
pembelajaran tergantung kepada anggota kelompoknya untuk mendapatkan informasi
yang diperlukan untuk lulus dalam ujian. Tanpa memandang ras, mereka digabungkan
menjadi sebuah grup dan wajib berkerjasama diantara anggotanya agar mencapai sukses
akademik. Ketika dibandingkan dengan kelas tradisional dimana pembelajar-pembelajar
bersaing secara individu, pembelajar-pembelajar di dalam kelas.
II.3. LANGKAH –LANGKAH MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW
Model pembelajaran jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika
materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak
mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh
siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.
Teknik Jigsaw terdiri dari beberapa langkah yaitu:
1. Membagi topik dalam beberapa bagian (sub topik).
2. Membentuk kelompok asli, Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok
yang terdiri atas 4 sampai 6 orang per kelompok dengan cara heterogen.
Menugaskan setiap siswa dalam kelompok asli untuk mempelajari satu sub topik
pelajaran. Memberi siswa waktu untuk mempelajari apa yang menjadi bagiannya.
3. Membentuk kelompok ahli (expert) sementara, yaitu siswa yang memiliki
bagian sub topik yang sama membentuk kelompok ahli.
Pada tahap ini diberi waktu kepada kelompok ahli ini untuk mendiskusikan konsep-konsep
utama yang ada dalam topik bagiannya dan berlatih menyajikan topik yang dipelajari
tersebut kepada temannya dalam kelompok asli.
4. Meminta siswa untuk kembali ke kelompok asli dan meminta setiap siswa
untuk mempresentasikan topik hasil diskusi dari kelompok ahli secara bergantian
kepada anggota kelompok asli. Siswa lain diberi kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan sebagai klarifikasi. Guru mengelilingi satu kelompok ke kelompok lain
untuk mengamati proses. Guru menyuruh siswa untuk membuat rangkuman
dari hasil diskusi kelompoknya dan menyuruh perwakilan kelompok untuk
menyampaikan kesimpulan diskusi.
5. Pada akhir pelajaran, Guru mengadakan kuis secara individual. hasil nilai yang
diperoleh tiap anggota kelompok dikumpulkan, kemudian dirata-rata dalam
kelompok untuk menentukan predikat kelompok. dalam menjawab kuis, anggota
tidak boleh saling membantu . Perubahan skor awal (base score) individu dengan
skor hasil kuis disebut skor perkembangan
Tabel 1: Nilai penghargaan kelompok (penghitungan skor perkembangan)
NO SKOR TES NILAI PERKEMBANGAN
1. Lebih dari 20 poin di atas skor awal 30
2 Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal 20
3 Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal
10
4 Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
6. Memberikan penghargaan kelompok seperti pada teknik STAD. Berdasarkan
skor penghitungan yang diperoleh anggota, dirata-rata. Hasilnya untuk menentukna
predikat tim (lihat tabel 2)
Tabel 2: perolehan skor dan predikat tim tipe STAD dan Jigsaw
NO PREDIKAT TIM RATA-RATA SKOR
1 Super Team 25 – 30
2 Great Team 20 – 24
3 Good team 15 – 19
7. Evaluasi oleh guru, Setelah dilakukan penghitungan skor dan penghargaan
kelompok dilakukan evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya yang harus
diterapkan agar diperoleh hasil tes yang lebih baik lagi.
NHT
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama
antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan.
Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar
dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini
sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta
berdiskusi untuk memecahkan masalah
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen
dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam
suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe
NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural
Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman
Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social
Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang
lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan
pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga
langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah
sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran
(SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru
membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi
nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang
dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan
kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test)
sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar
memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan
meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau
pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik
sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang
sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan
materi yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil
belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :
1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi
2. Memperbaiki kehadiran
3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil
5. Konflik antara pribadi berkurang
6. Pemahaman yang lebih mendalam
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
8. Hasil belajar lebih tinggi
Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
By Budi Wahyono On 4:19 PM
Model Numbered Head Together (NHT) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam me-reviewbahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut (Nurhadi, dkk, 2004).
Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur 4 langkah sebagai berikut:
Langkah 1 - Penomoran (Numbering)Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan member mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.
Langkah 2 - Pengajuan Pertanyaan (Questioning)Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
Langkah 3 - Berpikir Bersama (Head Together)Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
Langkah 4 - Pemberian Jawaban (Answering)Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.
NHT mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagaimana dikemukakan oleh Suwarno (2010) bahwa pembelajaran model Numbered Head Together (NHT) memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
Kelebihan
Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat
melalui aktifitas belajar kooperatif.
Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi
pengetahuan akan manjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat
sampai pada kesimpulan yang diharapkan.
Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat
kepemimpinan.Kelemahan
Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.
Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar
menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang
memadai.
Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.
Problem Based LearningProblem Based Learning
1. PENGERTIAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL )
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai
konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch, 1995). Finkle dan
Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan
sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan
masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan
para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari
yang tidak terstruktur dengan baik. Dua definisi di atas mengandung arti
bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan
oleh suatu permasalahan sehari-hari.
PBM bermula dari suatu program inovatif yang dikembangkan di Fakultas
Kedokteran Universitas McMaster, Kanada (Neufeld & Barrows, 1974). Program
ini dikembangkan berdasar kenyataan bahwa banyak lulusannya yang tidak
mampu menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam praktek sehari-
hari. Dewasa ini PBM telah menyebar ke banyak bidang seperti hukum,
ekonomi, arsitektur, teknik, dan kurikulum sekolah.
Menurut Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa
“Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using
problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1982),
sebagai pakar PBL menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah metode
pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat
digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu
(knowledge) baru.. PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah
sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru (Suradijono, 2004)
Berdasarkan pendapat pakar-pakar tersebut maka dapat disimpulkan
bahwaPROBLEM BASED LEARNING (PBL) merupakan metode pembelajaran yang
mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam
kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata.
Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum
mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara
kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara
tepat sumber-sumber pembelajaran.
Sehingga dapat diartikan bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal
pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari masalah ini
siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya (prior knowledge) sehingga
dari prior knowledge ini akan terbentuk pengetahuan dan pengalaman baru.
Diskusi dengan menggunakan kelompok kecil merupakan poin utama dalam
penerapan PBL. PBL merupakan satu proses pembelajaran di mana masalah
merupakan pemandu utama ke arah pembelajaran tersebut. Dengan demikian,
masalah yang ada digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar
sesuatu yang dapat menyokong keilmuannya.
1. LATAR BELAKANG PENTINGNYA PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Metode pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak
seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, misalnya
pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter
dan kurang bersahabat dengan siswa, sehingga siswa merasa bosan dan kurang
minat belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga
pengajar dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya
yaitu dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan
melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran.
Keberhasilan pembelajaran dalam arti tercapainya standar kompetensi, sangat
bergantung pada kemampuan guru mengolah pembelajaran yang dapat
menciptakan situasi yang memungkinkan siswa belajar sehingga merupakan
titik awal berhasilnya pembelajaran (Semiawan, 1985). Banyaknya teori dan
hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa pembelajaran
akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Atas
dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa Aktif ( CBSA ). Salah satu
pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi CBSA adalah Pembelajaran
Berbasis Masalah(PBL) dikembangkan dari pemikiran nilai–nilai demokrasi,
belajar efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman
dimasyarakat.
Pembelajaran berbasis masalah(PBL) bermaksud untuk memberikan ruang
gerak berpikir yang bebas kepada siswa untuk mencari konsep dan
menyelesaikan masalah yang terkait dengan materi yang disampaikan oleh
guru. Karena pada dasarnya ilmu Matematika bertujuan agar siswa memahami
konsep-konsep Matematika dengan kehidupan sehari-hari. Memiliki ketrampilan
tentang alam sekitar untuk mengembangkan pengetahuan tentang proses alam
sekitar,mampu menerapkan berbagi konsep matematika untuk menjelaskan
gejala alam dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk memecahkan
masalah yang ditemukan pada kehidupan sehari-hari(Depdikbud:1994).
Dengan menggunakan pendekatan PBL siswa tidak hanya sekedar menerima
informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai motivator dan
fasilitator yang mengarahkan siswa agar terlibat secara aktif dalam seluruh
proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang berkaitan dengan
konsep yang dipelajari. Karateristik PBL lebih mengacu pada aliran pendidikan
kontruktivmisme, dimana belajar merupakanproses aktif dari pembelajaran
untuk membangun pengetahuan . proses aktif yang dimaksud tidak hanya
bersifat secara mental tetapi juga secara fisik. Artinya, melalui aktivitas secara
fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah
dimiliki dan ini berlangsung secara mental. Matthews( dalamSuparno.1997:56).
Dalam pembelajaran guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai
suatu sistem sosial yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses ilmiah.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan jawaban terhadap praktek
pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial
masyarakat. Selain itu pembelajaran berbasis masalah pada dasarnya
merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok. Dengan
demikian, metode pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik yang
khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi
siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi
pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat
tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar
bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:2 dalam Nurhadi dkk,2004),
“ Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain sepertiProject-
Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based
Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic
learning(Pembelajaran Autentik), dan Anchored instruction (Pembelajaran
berakar pada dunia nyata)”. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah
adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dan dialog. Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat
dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka secara garis besar
pembelajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi
masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan
kepada mereka untuk melakukankan penyelidikan secara inkuiri.
1. UNSUR – UNSUR PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Pembelajaran Problem Based Learning mempunyai beberapa unsur-unsur yang
mendasar pada pendidikan sebagai berikut:
1. Integrated Learning
Pembelajaran mengintegrasikan seluruh bidang pelajaran
Pembelajaran bersifat menyeluruh melibatkan aspek-aspek
perkembangan anak
Anak membangun pemikiran melalui pengalaman langsung
1. Contextual Learning
Anak belajar sesuatu yang nyata, terjadi, dan dialami dalam
kehidupannya
Anak merasakan langsung manfaat belajar untuk kehidupannya
1. Constructivist Learning
Anak membangun pemikirannya melalui pengalaman langsung (hand on
experience)
Learning by doing
1. Active Learning
Anak sebagai subyek belajar yang aktif menentukan, melakukan dan
mengevaluasi (PLAN-DO-REVIEW)
1. Learning Interesting
Pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi anak karena anak
terlibat langsung dalam menentukan masalah.
1. FASE – FASE PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
PBL berlangsung dalam enam fase, yaitu:
Fase 1: Pengajuan permasalahan. Soal yang diajukan seperti dinyatakan
sebelumnya harus tidak terstrktur dengan baik, dalam arti untuk
penyelesaiannya diperlukan infoemasi atau data lebih lanjut, memungkinkan
banyak cara atau jawaban, dan cukup luas kandungan materinya.
Fase2: Apa yang diketahui diketahui dari permasalahan? Dalam fase ini setiap
anggota akan melihat permasalahan dari segi pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya. Kelompok akan mendiskusikan dan menyepakati batasan-batasan
mengenai permasalahan tersebut, serta memilah-memilah isu-isu dan aspek-
aspek yang cukup beralasan untuk diselidiki lebih lanjut. Analisis awal ini harus
menghasilkan titik awal untuk penyelidikan dan dapat direvisi apabila suatu
asumsi dipertanyakan atau informasi baru muncul kepermukaan.
Fase 3: Apa yang tidak diketahui dari permasalahan? Disini anggota kelompok
akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu pembelajaran yang
harus dijawab untuk menjelas permasalahan. Dalam fase ini, anggota kelompok
akan mengurai permasalahan menjadi komponen-komponen, mendiskusikan
implikasinya, mengajukan berbagai penjelasan atau solusi, dan
mengembangkan hipotesis kerja. Kegiatan ini seperti fase “brainstorming”
dengan evaluasi; penjelasan atau solusi dicatat. Kelompok perlu merumuskan
tujuan pembelajaran, menentukan informasi yang dibutuhkan, dan bagaimana
informasi ini diperoleh.
Fase 4: Alternatif Pemecahan. Dalam fase ini anggota kelompok akan
mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir hipotesis dan mengubah
hipotesis. Kelompok akan membuat daftar “Apa yang harus dilakukan?” yang
mengarah kepada sumberdaya yang dibutuhkan, orang yang akan dihubungi,
artikel yang akan dibaca, dan tindakan yang perlu dilakukan oleh para anggota.
Dalam fase ini anggota kelompok akan menentukan dan mengalokasikan tugas-
tugas, mengembangkan rencana untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan. Informasi tersebut dapat berasal dari dalam kelas, bahan bacaan,
buku pelajaran, perpustakaan, perusahaan, video, dan dari seorang pakar
tertentu. Bila ada informasi baru, kelompok perlu menganalisa dan
mengevaluasi reliabilitas dan kegunaannya untuk penyelesaian permasalahan
yang sedang dihadapi.
Fase 5: Laporan dan Presentasi Hasil. Pada fase ini, setiap kelompok akan
menulis laporan hasil kerja kelompoknya. Laporan ini memuat hasil kerja
kelompok dalam fase-fase sebelumnya diikuti dengan alasan mengapa suatu
alternatif dipilih dan uraian tentang alternatif tersebut. Pada bagian akhir setiap
kelompok menjelaskan konsep yang terkandung dalam permasalahan yang
diajukan dan penyelesaian yang mereka ajukan. Misalnya, rumus apa yang
mereka gunakan. Laporan ini kemudian dipresentasikan dan didiskusikan
dihadapan semua siswa.
Fase 6: Pengembangan Materi. Dalam fase ini guru akan mengembangkan
materi yang akan dipelajari lebih lanjut dan mendalam dan memfasilitasi
pembelajaran berdasarkan konsep-konsep yang diajukan oleh setiap kelompok
dalam laporannya.
Dengan memperhatikan kegiatan pada setiap fase, para peserta didik
menggunakan banyak waktunya untuk mendiskusikan masalah, merumuskan
hipotesis, menentukan fakta yang relevan, mencari informasi, dan
mendefinisikan isi pembelajaran itu sendiri. Tidak seperti pembelajaran
tradisional, tujuan pembelajaran dalam PBM tidak ditetapkan dimuka.
Sebaliknya, setiap anggota kelompok akan bertanggungjawab untuk
membangun isi-isu atau tujuan berdasarkan analisa kelompok tentang
permasalahan yang diberikan.
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)
Labels: Model pembelajaran
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)
Definisi/Konsep Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang
menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan
masalah dunia nyata (real world).
KELEBIHAN PROBLEM BASED LEARNING (MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH)
Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan
Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan
PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Langkah-langkah Operasional dalam Proses Pembelajaran
Konsep Dasar (Basic Concept)
Guru atau fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang
diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk
dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan
pembelajaran
Langkah-langkah Operasional dalam Proses Pembelajaran
a. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta didik
melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota kelompok mengungkapkan
pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul
berbagai macam alternatif pendapat
b. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi.
Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan,
halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
c. Tahap investigasi (investigation)
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan
mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas,
dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi
tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
d. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran
mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk
mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran
pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan
fasilitatornya.
5. Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill),
dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS),
kuis, PR, dokumen, dan laporan.Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat
bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
Contoh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based
Learning)
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta
untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat
masalah-masalah yang muncul.
Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan
masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan
asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Contoh Penerapan
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru memberikan
penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik, antara lain di
sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar
diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa yang
sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta
didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan materi
pembelajaran.
SISTEM PENILAIAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill),
dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS),
kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran,
baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian
terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam
diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian
untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
SISTEM PENILAIAN
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat
dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta
didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka
pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi
diri (self-assessment) dan peer-assessment.
Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan
hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh pebelajar itu
sendiri dalam belajar.
Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap
upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman
dalam kelompoknya.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based
Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu
masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru
untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah
konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai
dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan
memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran
yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi
tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang
ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok
antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian
menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau
menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah
memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini,peserta
didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan
guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima
pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL,
merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif
kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta didik untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan
Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang
yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah
dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar
yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di
kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif
untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantupeserta didik untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan
pengetahuan dasar maupun kompleks.
Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Sebagai suatu model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa
keunggulan, diantaranya :
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta
memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta
didik.
4. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan.
6. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan
disukaipeserta didik.
7. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta
didikuntuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk
menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta
didikuntuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
9. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat peserta didik untuk
secara terus menerus belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah harus
dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru
membimbing peserta didik pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh
manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai olehpeserta didik, pada tahapan
ini adalah peserta didik dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari
berbagai fenomena yang ada.
Disamping keunggulannya, model ini juga mempunyai kelemahan, yaitu :
1. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari.
Pengertian Problem Based Learning Berikut adalah beberapa pengertian Problem Based
Learning: 1. Menurut Kamdi (2007: 77)Problem Based Learning adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap
metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan
masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. 2.
Menurut Duch (1995) Problem Based Learningmerupakan model pembelajaran yang
menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk
mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah ini digunakan untuk mengikat siswa
pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. 3. Menurut Arends (Trianto,
2007), Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat menyusun
pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri,
memandirikan siswa, meningkatkan kepercayaan dirinya. 4. Menurut Glazer (2001)
Problem Based Learningmerupakan suatu strategi pengajaran dimana siswa secara aktif
dihadapkan pada masalah yang kompleks dalam situasi yang nyata. Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning merupakan suatu
metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan kurikulumnya disajikan dalam bentuk
masalah yang ada (nyata) sehingga siswa mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi yang
kemudian akan memecahkan masalah tersebut.
Tahap-Tahap Pembelajaran Problem Based Learning Sebagaimana penjelasan di atas bahwa
Pembelajaran Berbasis Masalah ini menuntut peserta didikuntuk menghadapi apa yang telah
mereka ketahui dan apa yang belum mereka ketahui. Situasi inimengajak mereka untuk
mengajukan pertanyaan, melakukan penelitian, dan menentukan tindakanapa yang akan
diambil. Langkah-langkah berikut ini merupakan salah satu model pemecahan masalah.
Menurut Lepinski(2005) tahap-tahap pemecahan masalah sebagai berikut ini, yaitu: 1.
Penyampaian ide (ideas) Pada tahap ini dilakukan secara curah pendapat (brainstorming).
Peserta didik merekam semuadaftar masalah (gagasan,ide) yang akan dipecahkan. Mereka
kemudian diajak untuk melakukanpenelaahan terhadap ide-ide yang dikemukakan atau
mengkaji pentingnya relevansi ide berkenaandengan masalah yang akan dipecahkan
(masalah aktual, atau masalah yang relevan dengankurikulum), dan menentukan validitas
masalah untuk melakukan proses kerja melalui masalah. 2. Penyajian fakta yang
diketahui (known facts) Pada tahap ini, peserta didik diajak mendata sejumlah fakta
pendukung sesuai dengan masalah yangtelah diajukan. Tahap ini membantu mengklarifikasi
kesulitan yang diangkat dalam masalah. Tahapini mungkin juga mencakup pengetahuan
yang telah dimiliki oleh peserta didik berkenaan denganisu-isu khusus, misalnya
pelanggaran kode etik, teknik pemecahan konflik, dan sebagainya. 3. Mempelajari
masalah (learning issues) Peserta didik diajak menjawab pertanyaan tentang, Apa yang
perlu kita ketahui untuk memecahkanmasalah yang kita hadapi? Setelah melakukan diskusi
dan konsultasi, mereka melakukan penelaahanatau penelitian dan mengumpulkan
informasi. Peserta didik melihat kembali ide-ide awal untukmenentukan mana yang masih
dapat dipakai. Seringkali, pada saat para peserta didik menyampaikanmasalah-masalah,
mereka menemukan cara-cara baru untuk memecahkan masalah. Dengandemikian, hal ini
dapat menjadi sebuah proses atau tindakan untuk mengeliminasi ide-ide yang tidakdapat
dipecahkan atau sebaliknya ide-ide yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah. 4.
Menyusunrencana tindakan, (action plan) Pada tahap ini, peserta didik diajak
mengembangkan sebuah rencana tindakan yang didasarkan atashasil temuan mereka.
Rencana tindakan ini berupa sesuatu (rencana) apa yang mereka akan lakukanatau berupa
suatu rekomendasi saran-saran untuk memecahkan masalah. 5. evaluasi (evaluation).
Tahap evaluasi ini terdiri atas tiga hal: a. bagaimana pebelajar dan evaluator menilai
produk (hasil akhir) proses b. bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk
bekerja melalui masalah c. bagaimana pebelajar akan menyampaikan pengetahuan hasil
pemecahaan masalah atau sebagaibentuk pertanggung jawaban mereka.Peserta didik
menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagaibentuk yang
beragam, misalnya: secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu
bentukpenyajian formal lainnya D. Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning
1. Kelebihan Problem Based Learning Kelebihan dalam penerapan metode Pembelajaran
Problem Based Learning antara lain: a. Memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk memecahkan masalah-masalah menurutcara-cara atau gaya belajar individu masing-
masing. Dengan cara mengetahui gaya belajar masing-masing individu, kita diharapkan
dapat membantu menyesuaikan dengan pendekatan yang kitapakai dalam pembelajaran.
b. Pengembangan keterampilan berpikir kritis (critical thinking skills). c. Peserta didik
dilatih untuk mengembangkan cara-cara menemukan (discovery), bertanya(questioning),
mengungkapkan (articulating), menjelaskan atau mendeskripsikan
(describing)mempertimbangkan atau membuat pertimbangan (considering), dan membuat
keputusan (decision-making). Dengan demikian, peserta didik menerapkan suatu proses
kerja melalui suatu situasibermasalah, siang mengandung masalah. 2. Kelemahan
Pembelajaran Problem Based Learning Kelemahan dalam penerapan metode Pembelajaran
Problem Based Learning antara lain: a. Pembelajaran model Problem Based Learning
memnbutuhksn waktu yang lama. b. Perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan
pemahaman dalam kegiatan belajar terutamamembuat soal
Pengenalan PBL (Pembelajaran Berbasis Proyek)
PBL (Project based Learning/ Pembelajaran Berbasis Proyek) merupakan metoda belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. PBL dirancang
untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajar dalam melakukan
insvestigasi dan memahaminya. Berikut pengertian PBL menurut beberapa ahli.a. PBL adalah
metoda pengajaran sistematik yang mengikutsertakan pelajar ke dalam pembelajaran
pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan authentic dan perancangan produk dan
tugas[University of Nottingham, 2003].b. PBL adalah pendekatan cara pembelajaran secara
konstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap
permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya [Barron, B.
1998, Wikipedia].c. PBL adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran
yang dirancang agar pelajar melakukan riset terhadap permasalahan nyata. [Blumenfeld et Al.
1991].d. PBL adalah cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan
sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas pelajar. [Boud & Felleti, 1991].Metoda ini
memiliki kecocokan terhadap konsep inovasi pendidikan bidang keteknikan, terutama dalam hal
sebagai berikut : pelajar memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences) yang berguna untuk
memecahkan masalah bidang keteknikan yang dijumpainya, pelajar belajar secara aktif dan
mandiri dengan sajian materi terintegrasi dan relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering
disebut student-centered, pelajar mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif.Ada tiga
kategori umum penerapan proyek untuk pelajar, yakni mengembangkan keterampilan, meneliti
permasalahan dan menciptakan solusi. Kreatifitas dari suatu proyek membantu perkembangan
pertumbuhan individu. Berdasarkan hasil riset bahwa PBL memberikan kemampuan kognitif dan
motivasi yang menghasilkan peningkatan pembelajaran dan kemampuan untuk lebih baik
mempertahankan/ menerapkan pengetahuan[4]. Pada model PBL pelajar dilibatkan dalam
memecahkan permasalahan yang ditugaskan, mengijinkan para pelajar untuk aktif membangun
dan mengatur pembelajarannya, dan dapat menjadikan pelajar yang realistis[6]. Pendekatan ini
mengacu pada hal-hal sebagai berikut.a.Kurikulum : PBL tidak seperti pada kurikulum
tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai
pusat.b. Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para pelajar ke diri
dan panutannya. c. Realisme : kegiatan pelajar difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan
situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap
profesional.d. Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan
pelajar untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses
pembelajaran yang mandiri.e. Umpan Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para
pelajar menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran
berdasarkan pengalaman.f. Keterampilan Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada
ketrampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada
keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-
management.g. Driving Questions : PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang
memicu pelajar untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu
pengetahuan yang sesuai.h. Constructive Investigations : sebagai titik pusat, proyek harus
disesuaikan dengan pengetahuan para pelajar.i. Autonomy :proyek menjadikan aktifitas pelajar
sangat penting. A. Pendekatan PBLPendekatan PBL adalah penggunaan proyek sebagai metoda
pengajaran/pembelajaran. Para pelajar bekerja secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang
dapat menghasilkan produk secara realistis. Prinsip yang mendasari adalah bahwa dengan
aktifitas kompleks ini, kebanyakan proses pembelajaran yang terjadi tidak tersusun dengan
baik. Alternatif penggunaan PBL adalah sesuatu yang sangat berbeda. Dari pengalaman terdapat
dua dimensi untuk menggolongkan alternatif PBL : 1) penyelesaian tugas dan pembelajaran
pengetahuan yang pokok, 2) manajemen proyek dan pembelajaran ketrampilan secara umum.
Aktifitas para pengajar dan para pelajar bertukar-tukar tergantung pada derajat tingkat kendali
yang diberikan kepada para pelajar dalam kedua dimensi. B. Peran Pengajar dalam
PBLSelama berlangsungnya proses belajar dalam PBL pelajar akan mendapat bimbingan dari
narasumber atau fasilitator, tergantung dari tahapan kegiatan yang
dijalankan.a. Narasumber Menyusun trigger problems. Sebagai sumber pembelajaran untuk
informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajaran bahan cetak atau
elektronik. Melakukan evaluasi hasil pembelajaran. b. FasilitatorSecara umum peran fasilitator
adalah memantau dan mendorong kelancaran kerja kelompok, serta melakukan evaluasi terhadap
efektifitas proses belajar kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah sebagai berikut.
Mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman.
Memastikan bahwa sebelum mulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi, sementara teman-temannya mendengarkan, dan seorang anggota yang bertugas mencatat informasi yang penting sepanjang jalannya diskusi.
Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok.
Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self-evaluation.
Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan.
Memonitor jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, agar tidak ada tahapan
dalam proses belajar yang dilewati atau diabaikan dan agar setiap tahapan dilakukan dalam urutan yang tepat.
Menjaga motivasi pelajar dengan mempertahankan unsur tantangan dalam penyelesaian tugas dan juga memberikan pengarahan untuk mendorong pelajar keluar dari kesulitannya.
Membimbing proses belajar pelajar dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan terbuka yang mendorong pelajar mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan, sudut pandang, dan lain-lain.
Mengevaluasi kegiatan belajar pelajar, termasuk partisipasinya dalam proses kelompok. Pengajar perlu memastikan bahwa setiap pelajar terlibat dalam proses kelompok dan berbagi pemikiran dan pandangan.
Mengevaluasi penerapan PBL yang telah dilakukan.
2007
11/17CATEGORY
Project Based Learning
24 comments
Perbedaan Kelas PBL dengan Lingkungan Kelas Tradisional
Di dalam kelas tradisional pelajar dikondisikan untuk mendengarkan, menghafal dan belajar
termasuk mengajukan pertanyaan. Menghafalkan fakta dan informasi sebenarnya bukan cara
untuk belajar tetapi ini biasa dilakukan di suatu kelas tradisional. Sehingga lebih penting
mengetahui bagaimana cara memproses informasi dibanding hanya mengetahui fakta yang
nyata. Tabel 3.1 Perbedaan kelas PBL dengan Lingkungan Kelas Tradisional[10].
Tradisional
Kurikulum
– Mengacu pada kurikulum yang baku
– Cakupan materi yang lebar
– Menghafal materi tanpa berpikir fakta
Kelas
– Pengajaran dilakukan dengan penempatan pelajar pada tempat duduk yang rapih dan kaku dalam format baris dan
kolom.
– Berupaya merangkul semua orang bersama-sama, belajar di langkah dan bobot yang sama
– Berusaha secara individu untuk mencapai target
Pengajar
– Pengajar sebagai pemberi ceramah/ narasumber dan tenaga ahli.
Pelajar
– Bergantung kepada pengajar dalam menyelesaikan intruksi
Teknologi
– Memberikan reward bagi yang menyelesaikan tugas dan sebaliknya memberikan hukuman bagi yang tidak
menguasai konsep
Project-based Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek)
Kurikulum
-Jangka panjang, interdisciplinary, pelajar sebagai pusat perhatian dalam menyimak isu dunia nyata yang menarik
perhatian pelajar
-Adanya investigasi dan riset yang mendalam
-Mahami proses, mendorong kemampuan berpikir kritis dan menghasilkan penemuan
Kelas
-Pelajar duduk secara fleksibel, santai dan berkolaborasi di dalam tim.
-Petunjuk pembelajaran fleksibel, banyak perbedaan tingkat dan topik yang dipelajari oleh tiap pelajar
-mendorong pelajar bekerja dalam tim yang heterogen untuk mencapai target
Pengajar
-Pengajar sebagai fasilitator dan menyediakan sumber daya
Pelajar
-bertanggung jawab atas diri sendiri, menggambarkan tugasnya sendiri dan bekerja sebagai anggota suatu tim untuk
waktu tertentu dengan suatu target
-Pengajar berfungsi sebagai pemandu
Teknologi
-menggunakan alat yang terintegrasi dalam semua aspek kelas, seperti dalam pemecahan masalah, komunikasi,
meneliti hasil, dan mengumpulkan informasi.
Di dalam kelas PBL gaya kelas juga berubah. Lingkungan kelas tidak lagi diatur oleh pelajaran
yang kaku, tetapi dikuasai oleh pelajaran yang saling behubungan dan membantu para pelajar
mengembangkan keterampilannya sesuai tujuan pembelajaran, kemudian mengijinkan pelajar
menggunakan keterampilan itu untuk memecahkan masalah. PBL dapat terintegrasi ke dalam
kelas dari semua pokok pembelajaran.
2007
11/17CATEGORY
Project Based Learning
Leave a comment
Kegiatan Pengajar dalam Pendekatan PBL
Dalam pembelajaran proyek didesain sebagai suatu kursus dengan komponen: sasaran hasil, isi, sumber daya,
penilaian, dan lain-lain. Dalam PBL, instruksi terjadi melalui pelatihan, diskusi, bimbingan, dan lain-lain. Bagian ini
sebagai aktifitas pengajar dalam pendekatan PBL. a.Desain Proyek. Tahap desain proyek adalah sangat pokok.
Perancangan yang salah dari Aktifitas Proyek akan menyebabkan dampak yang tidak baik pada proses belajar
pelajar. Pengajar menggambarkan isi, mengatur pertanyaan, hasil pembelajaran, material pendukungan, dan strategi
penilaian. Gambar 3.2 menunjukan beberapa aspek dari desain proyek. Aktifitas ini diselenggarakan oleh suatu tim
pengajar dengan disiplin ilmu yang sesuai. Isi (content) : pengajar memutuskan topik apa yang tercakup pada
proyek. Proyek yang baik adalah yang cocok untuk lintas disiplin. Proyek pada umumnya dibuat berdasarkan
kurikulum baku. Sebagai konsekuensinya, desain memerlukan sampling kurikulum yang ada dan
mengkombinasikan unsur-unsur instruksi dari berbagai disiplin ilmu. Hasil pembelajaran (learning outcomes) : definisi
sasaran dan objektifitas pengukuran hasil pengajaran sangat diperlukan. Para pengajar harus menandai
pengetahuan pokok dan ketrampilan yang akan diperoleh pelajar. Juga menguraikan keterampilan umum yang
ditargetkan oleh proyek. Sasaran hasil pembelajaran harus dipetakan ke aktifitas proyek. Titik Fokus (focal points) :
untuk memotivasi pelajar dan memperoleh keterlibatannya secara penuh, proyek harus dibuat menantang dan
berhubungan dengan permasalahan hidup nyata. Pengajar harus menentukan dan mengatur pertanyaan yang akan
dihadapi pelajar dan mendorong pelajar untuk menyelesaikan permasalahan. Aktifitas & deliverables : PBL harus
melibatkan para pelajar di dalam aktifitas yang realistis. Tahap desain menentukan aktifitas seperti penyelidikan,
riset, pemecahan masalah, penggunaan alat bantu, dan lain-lain. Metoda : pengajar juga menentukan cara untuk
menerapkan proyek organisasi kelas dan kelompok, pelatihan, dan material pendukung, serta prosedur umpan balik,
sumber daya, dan lain-lain. Penilaian (assessment) : strategi untuk mengevaluasi hasil yang dicapai pelajar harus
ditentukan. Penilaian sendiri dan oleh tim ahli mempunyai suatu peran penting dalam pendekatan PBL. b. Monitoring
dan pengendalian. Setelah menyelesaikan perencanaan proyek dan sebelum menjalankan kegiatan pelajar,
pengajar harus mengorganisir kelas, membentuk kelompok, mengorganisir material, menugaskan pekerjaan,
mengorganisir pelatihan, dan jadwal aktifitas . Setelah proyek diberikan dan ketika pelajar melaksanakan tugas
proyek, pengajar harus memonitor kemajuan, mengkoordinir aktifitas , dan menyediakan sumber daya yang
diperlukan. Pelajar harus mengakses dokumen dan melayani pelajar secara individu dan kelompok. Pelajar juga
harus memonitor kerja kelompok dan bila terjadi konflik inter-personal, segera menyelesaikannya. c. Support Di
dalam model PBL, instruksi yang terjadi kebanyakan secara tidak langsung. Pengajar dapat memulai dengan
instruksi langsung terbatas pada hal-hal yang dasar. Pengajar menyiapkan dan menyediakan selebaran tugas,
seperti selebaran penjelasan metodologi, petunjuk, atau petunjuk penggunaan. Juga menyediakan akses kepada
material pelajaran dan sumber yang lain, seperti catatan ceramah kuliah, pembicaraan video-taped dan proses;
melakukan latihan di tempat kerja dan membuat demonstrasi jika dibutuhkan. Selain daripada itu mengorganisir
pembicaraan dan seminar sekitar isu kompleks dengan mengundang tenaga ahli atau para profesional. Instruksi juga
terjadi melalui pelatihan. Pelajar senior dapat membimbing ke tingkat yang lebih rendah, serta dapat membantu
mengorganisir pekerjaan, keputusan struktur, memecahkan permasalahan dan pengoperasian perangkat. d.
Penilaian Penilaian harus disatukan ke dalam aktifitas proyek. Karena PBL dititik beratkan pada keberhasilan
pelajar, evaluasi diri dan oleh tim ahli harus dimasukkan ke dalam strategi penilaian. e. Umpan balik Pengalaman
dari implementasi PBL menjadi sesuatu yang berharga, yang memberikan kesempatan untuk melakukan
peningkatan kemampuan. Pelajar dan pengajar dapat menyediakan umpan balik mengenai perencanaan,
organisasi, support, dan penilaian proyek. Umpan balik adalah sesuatu yang pokok dalam PBL. Umpan balik dapat
dimulai dari para pengajar, pelatih, ahli, klien, dan lain-lain. Presentasi dan diskusi adalah sarana yang baik untuk
menjadi umpan balik. Para pengajar harus mengorganisir prosedur umpan balik.
2007
11/17CATEGORY
Project Based Learning
Leave a comment
Kegiatan Pelajar dalam Pendekatan PBL
Di dalam PBL, pelajar bekerja bersama tugas yang diberikan pengajar agar aktif. Pelajar dapat bekerja secara
individu maupun kelompok. Dalam banyak kasus, pelajar mengerjakan proyek secara bersamaan di dalam kelompok
kecil. Terdapat dua jenis kelompok, yakni kelompok off-campus dan kelompok on-campus. Kebutuhan dua jenis
kelompok ini sedikit berbeda. Pelajar dalam kelompok on-campus dapat bertemu secara fisik, tidak memerlukan alat
bantu komunikasi canggih, tetapi memerlukan koordinasi kerja (perencanaan, penjadwalan, dan lain-lain). Pelajar di
dalam suatu kelompok off-campus memerlukan komunikasi luas untuk mengerjakan tugas secara kolaboratif. Oleh
karena itu, pelajar memerlukan fasilitas synchronous dan asynchronous sebagai tambahan terhadap koordinasi
kerja. Kegiatan pelajar dapat dikelompokkan tiga kategori aktifitas individu, aktifitas dalam kelompok, dan aktifitas
antar-kelompok. Aktifitas di dalam kategori yang ketiga ini dilaksanakan oleh individu atau kelompok pelajar.
a.Secara Individual
Setiap individu pelajar mempunyai kebutuhan yang tidak perlu sama dalam suatu kelompok. Tiap-tiap pelajar
mempunyai kemampuan yang berbeda, pendekatan belajar, dan penyelesaian tugas. Selama mengerjakan proyek,
tiap pelajar melaksanakan aktifitas seperti :
memvisualisasikan aktifitas proyek dan mencari tugas yang akan dikerjakan,
mengatur jadwal,
mengorganisir materi pembelajaran,
menata dokumen (computer-files),
mengirimkan pesan kepada pengajar atau ahli,
self assessment.
Para pelajar dapat memberikan kontribusi terhadap proyek yang berbeda secara simultan.
b.Di dalam Kelompok
Ketika seseorang bekerja di dalam kelompok, para pelajar harus bekerja sama. Kerja sama berlangsung dalam
wujud aktifitas dasar seperti :
brainstorming,
diskusi,
melakukan editing dokumen secara bersama-sama,
Sinkronisasi komunikasi lewat audio, video, atau text,
menata dokumen kelompok,
task scheduling,
peer assessment.
Sebagian dari aktifitas ini dapat dilakukan bersama kelompok on-campus tanpa perangkat spesifik. Sedangkan para
pelajar dalam kelompok off-campus didukung oleh perangkat yang memadai.
c. Antar Kelompok
Di dalam PBL, para pelajar menyelesaikan aktifitas lain dalam bentuk berbagi informasi dan pengetahuan dengan
kelompok lain. Contoh aktifitas ini adalah :
presentasi,
peer reviews,
memberikan kontribusi pada forum diskusi.
Kaitannya dengan sistem e-learning berbasis web, berikut beberapa aktifitas dengan pendekatan PBL[19].
a.Tahap Persiapan
Ini adalah tahapan standar pengantar pembelajaran dimana informasi dan jadwal dibuat. Peserta berusaha
memahami satu sama lain dengan memperkenalkan diri dan mengumpulkan harapannya di dalam keseluruhan
aktifitas proyek. Semua informasi yang tersedia di organisasi disimpan secara online.
b.Proses PBL
Ini adalah tahapan-utama pembelajaran dan terdiri dari sejumlah aktifitas berkenaan dengan persiapan dan langkah
penting pengerjaan suatu proyek.
1.Pembentukan Kelompok dan Pemilihan Proyek : peserta diharapkan untuk memecahkan permasalahan yang
dipilih secara jujur dalam kelompok 3-5 orang. Daftar topik proposal disajikan secara online dan masing-masing
anggota tim mendapatkan bidang kerja dalam platform pembelajaran.
2.Pengumpulan Informasi : presentasi ringkas dan diskusi proyek individual, yang mendukung pengumpulan
berbagai pandangan atas proyek. Kelompok dan topik proyek disimpan secara online.
3.Langkah Kerja proyek : langkah kerja merupakan bagian penting dari kerja kelompok.
Motivasi dan Orientasi, dimana pengajar membuat rencana dan menampilkan content dan materi yang relevan untuk
menyediakan beberapa orientasi bagi peserta.
Pengembangan solusi permasalahan, dimana peserta mencari isi dan menyelidikinya, lalu mendiskusikan dan
memutuskan apa yang relevan untuk tugasnya, serta merinci solusi permasalahan dan mempersiapkan presentasi.
Apapun dokumen yang dibuat dan disimpan dalam bidang kerja kelompok, kemudian di publikasikan untuk dilihat
dan dikomentari oleh peserta lain atau pengajarnya.
Presentasi, dimana setiap peserta mempresentasikan jawaban permasalahan kepada kelompok dan anggota
kelompok lain sebagai fasilitator.
Feedback, suatu keadaan dimana setelah mempresentasikan, peserta menerima feedback atas apa yang dibuatnya
oleh kelompok, teman, dan pengajar. Fasilitas feedback online disajikan untuk memungkinkan setiap individu secara
langsung berkomentar dan memberikan kontribusi, agar dilihat dan bermanfaat bagi orang lain.
c.Tahap Penilaian
Pola ini menunjukan bentuk aktifitas di dalam melakukan penilaian terhadap pelajar. Feedback membantu pengajar
dalam menafsirkan seorang peserta pembelajaran. Evaluasi umum, menguraikan bagaimana cara membantu
pengajar dengan persepsi penilaian oleh sendiri (Self-Evaluation) atau kontribusi/saran dari beberapa tim penilai
(Peer Evaluation).
2007
11/17CATEGORY
Project Based Learning
Leave a comment
Keuntungan PBL
PBL adalah suatu pendekatan komprehensif yang memberikan petunjuk bagi pelajar, bekerja secara individu atau
kelompok, dan berhubungan dengan topik di dunia nyata.
Penerapan PBL yang baik dapat memberikan kemampuan yang bermanfaat bagi pelajar.
Keberhasilan PBL terjadi ketika pelajar mendapatkan motivasi yang tinggi, merasa aktif dalam pembelajarannya,
dan menghasilkan hasil kerja berkualitas tinggi. Berikut bebrapa keuntungan dengan pendekatan PBL.
PBL dapat memotivasi pelajar dengan melibatkannya di dalam pembelajarannya, membiarkan sesuai minatnya,
menjawab pertanyaan dan untuk membuat keputusan dalam proses belajar.
PBL menyediakan kesempatan pembelajaran berbagai disiplin ilmu. PBL membantu keterkaitan hidup di luar
sekolah, memperhatikan dunia nyata, dan mengembangkan ketrampilan nyata.
PBL menyediakan peluang unik karena pengajar membangun hubungan dengan pelajar, sebagai pelatih, fasilitator,
dan co-learner.
PBL menyediakan kesempatan untuk membangun hubungan dengan komunitas yang besar.
2007
11/17CATEGORY
Project Based Learning
Leave a comment
Inovasi PBL terhadap SMK
Pelaksanaan pembelajaran/diklat di SMK bidang teknologi dan industri bertujuan untuk mengembangkan potensi
akademis dan kepribadian pelajar, menguasai kompetensi terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai
profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja
dan teknologi terkini[12].
Untuk itu proses kegiatan belajar peserta diklat harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai
penguasaan kompetensi. Pembelajaran dapat dilaksanakan di sekolah dan atau di dunia kerja. Proses pembelajaran
di sekolah dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis dan kepribadian pelajar, menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Proses
pembelajaran/pelatihan di dunia kerja dimaksudkan agar pelajar menguasai kompetensi terstandar, mengembangkan
dan menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, baik bekerja pada
pihak lain maupun sebagai pekerja mandiri.
Proses pembelajaran sedapat mungkin melibatkan para pelajar dalam memecahkan permasalahan, mengijinkan
para pelajar untuk aktif membangun dan mengatur pembelajarannya, dan dapat menjadikan pelajar yang realistis.
Dengan demikian model pembelajaran yang cocok untuk SMK adalah pembelajaran berbasis proyek atau PBL.
Mengapa PBL cocok diterapkan di SMK bidang Teknologi dan Industri?. Berdasarkan definisi profesi bidang
keteknikan menurut Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET) merupakan profesi yang
memanfaatkan pengetahuan matematika dan ilmu-ilmu alam yang diperoleh dari studi, pengalaman, dan latihan
secara bijaksana untuk mengembangkan cara-cara memanfaatkan bahan dan sumber daya alam secara ekonomis
untuk kesejahteraan manusia[9].
Pendidikan bidang keteknikan selain memberikan teori-teori yang cukup, juga perlu memberikan contoh-contoh
pemecahan problem nyata dengan memanfaatkan teori-teori yang ada. Dengan demikian, pengembangan profesi
bidang keteknikan secara alamiah disimulasi oleh masalah-masalah teknik pada situasi nyata dimana PBL
menstimulasi proses belajar dengan menggunakan masalah-masalah tersebut pada situasi nyata dari suatu profesi.
2007
11/17CATEGORY
Inovasi
Project Based Learning
Leave a comment
Kaitan Teknologi Informasi (TI) dan PBL
Moursund (1999) mengatakan bahwa TI menambahkan tiga dimensi ke dalam PBL, yaitu :
sebagai alat/fasilitas dalam mengerjakan suatu proyek,
bagian dari isi suatu proyek, misalnya adalah adanya pembaharuan data ilmiah tiap hari melalui internet dan
komunikasi e-mail (International Society for Technology in Education, 1997),
suatu sarana untuk menciptakan lingkungan pengajaran dan pembelajaran di mana pelajar dan pengajar adalah
pelajar dan fasilitator pada proses pembelajaran, yaitu suatu masyarakat akademis.
Teknologi Pendukung Aplikasi PBL
Penerapan PBL dalam aplikasi e-learning memerlukan suatu sistem yang membantu administrasi dan berfungsi
sebagai flatform e-learning content. Dalam hal ini konsep LMS diperlukan untuk mengakomodir semua kegiatan yang
ada pada PBL. LMS difungsikan sebagai sistem yang mengatur mata pelajaran e-learning dan kegiatannya. LMS
sangat baik digunakan untuk dunia pendidikan/pelatihan. Bahkan seorang peneliti Gartner menyatakan bahwa
hampir 60 % perusahaan di Amerika menggunakan LMS pada tahun 2003. Sehingga aplikasi PBL dengan layanan
web dapat dibangun berdasarkan konsep LMS serta beberapa aplikasi dan teknologi yang sudah tersedia. Pemilihan
teknologi pendukung untuk membangun aplikasi ini memiliki beberapa aspek, yaitu
1. aplikasi memiliki kinerja dan reliabilitas yang handal,
2. ketersediaan aplikasi,
3. kompabilitas antar aplikasi.
LMS merupakan sistem perangkat lunak yang dikembangkan dengan perangkat Open Source (MySQL, PHP) untuk
mengatur dan mengelola berbagai aspek pembelajaran yang terkait dengan penyediaan, pengorganisasian, dan
penyebaran informasi[7] :
penyimpanan materi pembelajaran secara digital,
pengorganisasian materi pembelajaran,
forum komunikasi dan diskusi,
akses ke berbagai sumber informasi (termasuk internet).
LMS adalah infrastruktur di dalam penyelenggaraan e-learning yang mudah dibangun dan dikembangkan.
Diantaranya adalah suatu paket software aplikasi yang berisi petunjuk materi, pengaturan, melakukan tracks dan
deploys semua pelajaran. Ada beberapa perangkat freeware berbasis web yang telah dikembangkan dengan
menggunakan konsep LMS yakni Moodle, Dokeos, LAMS, dan lain-lain.
LMS pada umumnya mendukung pengintegrasian mengajar dan belajar. Fungsi yang lebih spesifik meliputi:
Pengembangan Kursus, Manajemen Isi, Course/Curriculum Management, Course Delivery, Assessment/Skills-Gap
Anlyisis, Komunikasi (individu dan kelompok), Tracking/Reporting, Tutor Support, Manajemen Keterampilan dan
Kearsipan, menghubungkan pelajar ke semua komponen LMS, Administrasi Processes/Requirements/Registration,
dan lain-lain. Berikut berapa manfaat LMS.
a. Dari Perspektif Administrator :
mengijinkan institusi untuk melayani pelajar dengan jumlah yang besar,
meningkatkan kinerja pelajar,
meningkatkan daya ingat pelajar,
meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan uang kuliah tambahan,
meningkatkan efisiensi administratif dan biaya.
b.Dari Perspektif Institusi :
meningkatkan efisiensi dan efektifitas manajemen course/content,
meningkatkan kemampuan penilaian,
meningkatkan peluang penilaian,
mengurangi waktu persiapan kursus,
meningkatkan ketersediaan isi,
meningkatkan sharing isi di dalam kursus, antar pengajar, dan disiplin lain;
meningkatkan komunikasi intraclass dan interclass;
meningkatkan keseluruhan produktifitas institusi.
c.Dari Perspektif Pelajar :
meningkatkan akselerasi individu berdasarkan pengalaman belajar,
menyediakan fasilitas pendidikan tambahan yang menyenangkan,
menyediakan dukungan kesempatan bagi personal akademik,
meningkatkan kesempatan/kemampuan penyelesaian belajar,
meningkatkan keseluruhan pembelajaran.
d.Dari Perspektif Profesional :
scalable dan reliable dalam kinerjanya,
terstandard, pengendalian mutu, dan pengintegrasian ke produk lain,
kemudahan manajemen dan pengembangan campus-wide,
meningkatkan efisiensi operasional TI.
Project Based Learning (PjBL) dan Aplikasinya dalam Pembelajaran BiologiPosted by Safnowandi, S.Pd., M.Pd on November 3, 2012
Posted in: Uncategorized. Meninggalkan komentar
A. Tinjauan PjBL (Project Based Learning)
1. Pengertian PjBL (Project Based Learning)
Project Based Learning (PjBL) atau Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP) merupakan tugas-tugas
komplek, yang didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan yang menantang atau permasalahan, yang
melibatkan para siswa di dalam desain, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, atau
aktivitas investigasi; memberi peluang para siswa untuk bekerja secara otonomi dengan periode
waktu yang lama; dan akhirnya menghasilkan produk-produk yang nyata atau presentasi-
presentasi (Thomas, 2000). Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Santyasa (2006), yang
menyatakan bahwa PjBL adalah suatu pembelajaran yang berfokus pada konsep dan memfasilitasi
siswa untuk berinvestigasi dan menentukan suatu pemecahan masalah yang dihadapi. PjBL
dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan siswa dalam melakukan
insvestigasi dan memahaminya. PjBL adalah pembelajaran dengan menggunakan proyek sebagai
metode pembelajaran. Para siswa bekerja secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat
menghasilkan produk secara realistis (Mahanal, 2009).
PjBL diketahui sangat mendukung pelaksanaan KTSP untuk mencapai tujuan pembelajaran biologi,
mengingat PjBL merupakan pembelajaran yang komprehensif mengikutsertakan siswa melakukan
investigasi secara kolaboratif (Mahanal, 2009). Santyasa (2006) juga menjelaskan bahwa di dalam
PjBL proyek dilakukan secara kolaboratif dan inovatif yang berfokus pada pemecahan masalah yang
berhubungan dengan kehidupan siswa atau masyarakat. Berdasarkan pendapat tersebut
menunjukkan bahwa PjBL dalam pelaksanaannya menekankan pada pembelajaran yang
kolaboratif. Pembelajaran kolaboratif dalam hal ini menunjukkan bahwa antar siswa dalam kelompok
saling ketergantungan dalam menyelesaikan proyek dan antara siswa satu dengan siswa yang lain
akan mencapai suatu tujuan jika dalam kelompok tersebut dapat mencapai tujuan bersama yang
diharapkan (Slavin, 1995; Arends, 1998; Heinich et al., 2002 dalam Santyasa, 2006).
PjBL membantu siswa dalam belajar pengetahuan dan ketrampilan yang kokoh yang dibangun
melalui tugas-tugas dan pekerjaan otentik. Situasi belajar, lingkungan, isi, dan tugas-tugas yang
relevan, realistik, otentik, dan menyajikan kompleksitas alami dunia nyata mampu memberikan
pengalaman pribadi siswa terhadap obyek siswa dan informasi yang diperoleh siswa membawa
pesan sugestif cukup kuat (Mahanal, 2009). Selain itu menurut Kamdi (2007) menjelaskan bahwa
PjBL mendukung proses konstruksi pengetahuan dan pengembangan kompetensi produktif
pebelajar yang secara aktual muncul dalam bentuk-bentuk keterampilan okupasional/teknikal
(technical skills), dan keterampilan sebagai pekerja yang baik (employability skills).
Pembelajaran berbasis proyek membutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang komperehensif di
mana lingkungan belajar siswa perlu didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap
masalah-masalah autentik, termasuk pendalaman materi pada suatu topik mata pelajaran, dan
melaksanakan tugas bermakna lainnya. Biasanya pembelajaran berbasis proyek memerlukan
beberapa tahapan dan beberapa durasi, tidak sekedar merupakan rangkaian pertemuan kelas, serta
belajar kelompok kolaboratif. Proyek memfokuskan pada pengembangan produk atau unjuk kerja
(performance), secara umum siswa melakukan kegiatan: mengorganisasi kegiatan belajar kelompok
mereka, melakukan pengkajian atau penelitian, memecahkan masalah, dan mensintesis informasi
(Corebima, 2009).
2. Kelebihan PjBL (Project Based Learning)
Melalui penerapan PjBL, guru dituntut untuk mengembangkan diri agar berperan dengan baik
sebagai fasilitator bagi siswa berasal dari berbagai latar belakang suku dan budaya. Siswa diberi
kesempatan mengembangkan kemampuan seluas-luasnya, dan sekolah berupaya memenuhi
kebutuhan para siswa. Pembelajaran berbasis proyek memberi peluang menjangkau pelajaran
yang lebih luas ke dalam kelas. Hal itu dapat dilakukan dengan melibatkan anak-anak dari latar
belakang budaya yang berbeda karena anak-anak dapat memilih topik-topik yang dihubungkan
dengan pengalaman pengalaman mereka sendiri, dengan berbagai cara belajar sesuai dengan
karakter individu atau budaya (Mahanal, 2009).
NWRL (2002) dalam Mahanal (2009) mengidentifikasi beberapa kelebihan penerapan PjBL yang
disarikan dari beberapa ahli seperti: Bank, 1997; Dickinson et al., 1998; Moursund, Bielefeldt, &
Underwood ,1997; Bottom & Webb, 1998; Reyes, 1998; Bryson, 1994; Kadel, 1999; Thomas, 2000.,
adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan siswa pada lapangan pekerjaan. Siswa disiapkan melalui pengembangan
ketrampilan-ketrampilan dan kemampuan-kemampuan seluas-luasnya melalui kerja
sama/kolaborasi, perencanaan projek, pengambilan keputusan, dan manajemen waktu (Blank,
1997; Dickinson et al., 1998).
2. Meningkatkan motivasi. Laporan-laporan tertulis tentang PjBL mengungkap hasil testimoni
guru dan siswa yang menggambarkan terjadinya peningkatan motivasi dari siswa yaitu siswa
sangat tekun dan berusaha keras dalam mencapai proyek. Guru melaporkan terjadi peningkatan
kehadiran dan berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek lebih
bersemangat daripada komponen kurikulum yang lain. Para siswa mengembangkan pengetahuan
dan ketrampilan-ketrampilannya ketika mereka menyelesaikan tugas-tugas proyek-proyek. Dengan
proyek-proyek, para siswa menggunakan ketrampilan-ketrampilan pemikiran tinggi dan membentuk
hubungan pengetahuan dan ketrampilannya di sekolah digunakan di dalam dunia nyata.
3. Meningkatkan kolaborasi untuk mengkonstruksi pengetahuan. Pembelajaran kolaboratif
memberi kesempatan pada siswa saling untuk melontarkan gagasan, menyatakan pendapat-
pendapat lebih luas, dan bernegosiasi menyusun solusi-solusi, semua itu merupakan ketrampilan
yang diperlukan di lapangan kerja.
4. Meningkatkan hubungan sosial dan keahlian berkomunikasi. Pentingnya kerja kelompok
dalam proyek diperlukan siswa dalam mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
komunikasi (Johnson & Johnson, 1989). Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran
informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek. Teori-teori kognitif yang baru
dan konstruktivistik menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan
belajar lebih di dalam lingkungan kolaboratif (Vygotsky, 1978; Davidov, 1995).
5. Meningkatkan ketrampilan-ketrampilan pemecahan masalah. Penelitian pada
pengembangan keterampilan kognitif tingkat tinggi menekankan keterlibatan siswa di dalam tugas-
tugas pemecahan masalah serta bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak
sumber yang mendiskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif
dan berhasil memecahkan problem-problem yang komplek.
6. Membuka peluang bagi para siswa untuk membuat dan melihat hubungan antar disiplin ilmu.
7. Memberi kesempatan para siswa untuk berperan di sekolah atau di masyarakat.
8. Meningkatkan percaya diri. Para siswa merasa bangga akan memenuhi sesuatu yang
mempunyai nilai di luar kelas itu
9. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan belajar secara
individu dengan berbagai pendekatan belajar. Menyediakan suatu pengalaman yang praktis
tentang dunia nyata dan belajar cara menggunakan teknologi. Aktivitas pembelajaran berbasis
proyek menyediakan kerangka kerja pada siswa untuk membuka kreatifitas mereka menggunakan
teknologi untuk menyelesaikan masalah seperti memanfaatkan/menggunakan komputer dan internet
dalam menghasilkan produk akhir penelitiannya.
10. Meningkatkan keterampilan mengelola sumberdaya. PjBL mendorong siswa menjadi
pebelajar yang mandiri yaitu bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang komplek.
Pembelajaran Berbais Proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu
dan mengelolan sumber daya lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
3. Langkah dalam PjBL (Project Based Learning)
Pembelajaran PjBL secara umum memiliki pedoman
langkah: planning (perencanaan), creating(mencipta atau implementasi),
dan processing (pengolahan), (Mahanal, 2009).
a. Planning
Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah a) merancang seluruh proyek, kegiatan dalam
langkah ini adalah: mempersiapkan proyek, secara lebih rinci mencakup: pemberian informasi
tujuan pembelajaran, guru menyampaikan fenomena nyata sebagai sumber masalah, pemotivasian
dalam memunculkan masalah dan pembuatan proposal, b) mengorganisir pekerjaan, kegiatan
dalam langkah ini adalah: merencanakan proyek, secara lebih rinci mencakup: mengorganisir
kerjasama, memilih topik, memilih informasi terkait proyek, membuat prediksi, dan membuat desain
investigasi.
b. Creating
Dalam tahapan ini siswa mengembangkan gagasan-gagasan proyek, mengkombinasikan ide yang
muncul dalam kelompok, dan membangun proyek. Tahapan kedua ini termasuk aktifitas
pengembangan dan dokumentasi. Pada tahapan ini pula siswa menghasilkan suatu produk (artefak)
yang nantinya akan dipresentasikan dalam kelas.
c. Processing
Tahapan ini meliputi presentasi proyek dan evaluasi. Pada presentasi proyek akan terjadi
komunikasi secara aktual kreasi ataupun temuan dari investigasi kelompok, sedangkan pada
tahapan evaluasi akan dilakukan refleksi terhadap hasil proyek, analisis dan evaluasi dari proses-
proses belajar.
Student Team Achievement Division (STAD)
A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.
Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:
a. Penyajian Kelas
Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.
b. Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman sekelompoknya.
c. Tes dan Kuis
Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
d. Skor peningkatan individual
Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD.
e. Pengakuan kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.
B. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD.
Menurut Maidiyah (1998: 7-13) langkah-langkah pembelajaran kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut:
a. Persiapan STAD
1) Materi
Materi pembelajaran kooperatif metode STAD dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok. Sebelum menyajikan materi pembelajaran, dibuat lembar kegiatan (lembar diskusi) yang akan dipelajari kelompok kooperatif dan lembar jawaban dari lembar kegiatan tersebut.
2) Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok siswa merupakan bentuk kelompok yang heterogen. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 siswa yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Bila memungkinkan harus diperhitungkan juga latar belakang, ras dan sukunya. Guru tidak boleh membiarkan siswa memilih kelompoknya sendiri karena akan cenderung memilih teman yang disenangi saja. Sebagai pedoman dalam menentukan kelompok dapat diikuti petunjuk berikut (Maidiyah, 1998:7-8):
a) Merangking siswa
Merangking siswa berdasarkan hasil belajar akademiknya di dalam kelas. Gunakan informasi apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan rangking tersebut. Salah satu informasi yang baik adalah skor tes.
b) Menentukan jumlah kelompok
Setiap kelompok sebaiknya beranggotakan 4-5 siswa.
Untuk menentukan berapa banyak kelompok yang dibentuk,
bagilah banyaknya siswa dengan empat. Jika hasil baginya tidak bulat, misalnya ada 42 siswa, berarti ada delapan kelompok yang beranggotakan empat siswa dan dua kelompok yang beranggotakan lima siswa. Dengan demikian ada sepuluh kelompok yang akan dibentuk.
c) Membagi siswa dalam kelompok
Dalam melakukan hal ini, seimbangkanlah kelompok- kelompok yang dibentuk yang terdiri dari siswa dengan tingkat hasil belajar rendah, sedang hingga hasil belajarnya
tinggi sesuai dengan rangking. Dengan demikian tingkat hasil belajar rata- rata semua kelompok dalam kelas kurang lebih sama.
d) Mengisi lembar rangkuman kelompok
isikan nama-nama siswa dalam setiap kelompok pada lembar rangkuman kelompok (format perhitungan hasil kelompok untuk pembelajaran kooperatif metode STAD).
3) Menentukan Skor Awal
Skor awal siswa dapat diambil melaluiPre Test yang dilakukan guru sebelum pembelajaran kooperatif metode STAD dimulai atau dari skor tes paling akhir yang dimiliki oleh siswa. Selain itu, skor awal dapat diambil dari nilai rapor siswa pada semester sebelumnya.
4) Kerja sama kelompok Sebelum memulai pembelajaran kooperatif, sebaiknya diawali dengan latihan-latihan kerja sama kelompok. Hal ini merupakan kesempatan bagi setiap kelompok untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan dan saling mengenal antar anggota kelompok.
5) Jadwal Aktivitas
STAD terdiri atas lima kegiatan pengajaran yang teratur, yaitu penyampaian materi pelajaran oleh guru, kerja kelompok, tes penghargaan kelompok dan laporan berkala kelas.
b. Mengajar
Setiap pembelajaran dalam STAD dimulai dengan presentasi kelas, yang meliputi pendahuluan, pengembangan, petunjuk praktis, aktivitas kelompok, dan kuis.
Dalam presentasi kelas, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1) Pendahuluan
a) Guru menjelaskan kepada siswa apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu penting untuk memunculkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi teka-teki, memunculkan masalah-masalah yang berhubungan dengan materi dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainya.
b) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menentukan konsep atau untuk menimbulkan rasa senang pada pembelajaran.
2) Pengembangan
a) Guru menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran.
b) Guru menekankan bahwa yang diinginkan adalah agar siswa mempelajari dan memahami makna, bukan hafalan.
c) Guru memeriksa pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
d) Guru menjelaskan mengapa jawabannya benar atau salah.
e) Guru melanjutkan materi jika siswanya memahami pokok masalahnya.
3) Praktek terkendali
a) Guru menyuruh siswa mengajarkan soal-soal atau jawaban pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru.
b) Guru memanggil siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan atau menyelesaikan soal-soal yang diajukan oleh guru. Hal ini akan menyebabkan siswa mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang diajukan.
c) Guru tidak perlu memberikan soal atau pertanyaan yang lama penyelesaiannya pada kegiatan ini. Sebaliknya siswa mengerjakan satu atau dua soal, dan kemudian guru memberikan umpan balik.
c. Kegiatan Kelompok
1) Pada hari pertama kegiatan kelompok STAD, guru sebaiknya menjelaskan apa yang dimaksud bekerja dalam kelompok, yaitu:
a) Siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman dalam kelompoknya telah mempelajari materi dalam lembar kegiatan yang diberikan oleh guru.
b) Tidak seorang pun siswa selesai belajar sebelum semua anggota kelompok menguasai pelajaran.
c) Mintalah bantuan kepada teman satu kelompok apabila seorang anggota kelompok mengalami kesulitan dalam memahami materi sebelum meminta bantuan kepada guru.
d) Dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan.
2) Guru dapat mendorong siswa dengan menambahkan peraturan- peraturan lain sesuai kesepakatan bersama. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan guru adalah:
a) Guru meminta siswa berkelompok dengan teman sekelompoknya.
b) Guru memberikan lembar kegiatan (lembar diskusi) beserta lembar jawabannya.
c) Guru menyarankan siswa agar bekerja secara berpasangan atau dengan seluruh anggota kelompok tergantung pada tujuan yang dipelajarinya. Jika mereka mengerjakan soal-soal maka setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan selanjutnya mencocokkan jawabannya dengan teman sekelompoknya. Jika ada seorang teman yang belum memahami, teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjelaskan.
d) Tekankanlah bahwa lembar kegiatan (lembar diskusi) untuk diisi dan dipelajari. Dengan demikian setiap siswa mempunyai lembar jawaban untuk diperiksa oleh teman sekelompoknya.
3) Guru melakukan pengawasan kepada setiap kelompok selama siswa bekerja dalam kelompok. Sesekali guru mendekati kelompok untuk mendengarkan bagaimana anggota kelompok berdiskusi.
d. Kuis atau Tes
Setelah siswa bekerja dalam kelompok selama kurang lebih dua kali penyajian, guru memberikan kuis atau tes individual. Setiap siswa menerima satu lembar kuis. Waktu yang disediakan guru untuk kuis adalah setengah sampai satu jam pelajaran. Hasil dari kuis itu kemudian diberi skor dan akan disumbangkan sebagai skor kelompok.
e. Penghargaan Kelompok
1) Menghitung skor individu dan kelompok
Setelah diadakan kuis, guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh setiap individu. Skor perkembangan ditentukan berdasarkan skor awal siswa.
2) Menghargai hasil belajar kelompok
Setelah guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok, guru mengumumkan kelompok yang memperoleh poin peningkatan tertinggi. Setelah itu
guru memberi penghargaan kepada kelompok tersebut yang berupa sertifikat atau berupa pujian. Untuk pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.
f. Mengembalikan kumpulan kuis yang pertama
Guru mengembalikan kumpulan kuis pertama kepada siswa
C. Kebaikan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
Kebaikan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Metode STADSetiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengancooperative learning. Menurut Slavin dalam Hartati (1997:21)cooperative learning mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan:
a. Dapat mengembangkan prestasi siswa, baik hasil tes yang dibuat guru maupun tes baku.
b. Rasa percaya diri siswa meningkat, siswa merasa lebih terkontrol untuk keberhasilan akademisnya.
c. Strategi kooperatif memberikan perkembangkan yang berkesan pada hubungan interpersonal di antara anggota kelompok yang berbeda etnis.
Keuntungan jangka panjang yang dapat dipetik dari pembelajaran kooperatif menurut Nurhadi (2004:115-116) adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian.
d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan egois.
f. Membangun persahabatan yang dapat berkelanjutan hingga masa dewasa.
g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dapat dipraktekkan.
h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal ataucacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
Sedangkan keuntungan model pembelajaran kooperatif metode STAD untuk jangka pendek menurut Soewarso (1998:22) sebagai berikut :
a. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa mempelajari isi materi pelajaran yang sedang dibahas.
b. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapat nilai rendah, karena dalam tes lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya.
c. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama.
d. Pembelajaran kooperatif menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.
e. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
f. Siswa yang lambat berpikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuan.
g. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor siswa dalam belajar bekerja sama
Menurut Slavin dalam Hartati (1997 : 21) cooperative learning mempunyai kekurangan sebagai berikut:
a. Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika kelompok akan tampak macet.
b. Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari empat, misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok lebih dari lima maka kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas sehingga hanya membonceng dalam penyelesaian tugas.
c. Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik-konflik yang timbul secara konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang efektif.
Selain di atas, kelemahan-kelemahan lain yang mungkin terjadi menurut Soewarso (1998:23) adalah bahwa pembelajaran kooperatif bukanlah obat yang paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil, adanya suatu ketergantungan, menyebabkan siswa yang lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar mandiri. Dan juga pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target mencapai kurikulum tidak dapat dipenuhi, tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat, serta penilaian terhadap individu dan kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas bahwa untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif metode STAD, sebaiknya dalam satu anggota kelompok ditugaskan untuk membaca bagian yang berlainan, sehingga mereka dapat berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian materi. Dengan cara inilah maka setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar berhasil mencapai tujuan dengan baik.
A. Pengertian Metode/Model Pembelajaran STAD
Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif.
Student Teams Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu.
Karakteristik STAD menurut Arends (2001) adalah sebagai berikut:
Tujuan kognitif : informasi akademik sederhana.
Tujuan sosial : kerja kelompok dan kerja sama.
Struktur tim : kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang anggota.
Pemilihan topik pelajaran : biasanya oleh guru.
Tugas utama : siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk
menuntaskan materi belajarnya.
Penilaian : tes mingguan.
B. Komponen dan Langkah-Langkah dalam Medote Pembelajaran STADMenurut Slavin (2008), STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas,
kerja kelompok (tim), kuis, skor kemajuan individual, rekognisi (penghargaan) kelompok.1. Presentasi kelas (Class presentation)
Dalam STAD materi pelajaran mula-mula disampaikan dalam presentasi kelas. Metode yang digunakan biasanya dengan pembelajaran langsung atau diskusi kelas yang dipandu guru. Selama presentasi kelas siswa harus benar-benar memperhatikan karena dapat membantu mereka dalam mengerjakan kuis individu yang juga akan menentukan nilai kelompok.
2. Kerja kelompok (Teams Works). Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa yang heterogen 8 laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan berbeda). Fungsi utama dari kelompok adalah menyiapkan anggota kelompok agar mereka dapat mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menjelaskan materi, setiap anggota kelompok mempelajari dan mendiskusikan LKS, membandingkan jawaban dengan teman kelompok dan saling membantu antar anggota jika ada yang mengalami kesulitan. Setiap saat guru mengingatkan dan menekankan pada setiap kelompok agar setiap anggota melakukan yang terbaik untuk kelompoknya dan pada kelompok sendiri agar melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya.
3. Kuis (quizzes). Setelah guru memberikan presentasi, siswa diberi kuis individu. Siswa tidak diperbolehkan membantu sama lain selama kuis berlangsung. Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari dan memahami materi yang telah disampaikan.
4. Peningkatan Nilai Individu (Individual Improvement Score ). Peningkatan Nilai Individu dilakukan untuk memberikan tujuan prestasi yang ingin dicapai jika siswa dapat berusaha keras dan hasil prestasi yang lebih baik dari yang telah diperoleh sebelumnya. Setiap siswa dapat menyumbangkan nilai maksimum pada kelompoknya dan setiap siswa mempunyai skor dasar yang diperoleh dari rata-rata tes atau kuis sebelumnya. Selanjutnya siswa menyumbangkan nilai untuk kelompok berdasarkan peningkatan nilai individu yang diperoleh.
5. Penghargaan kelompok (Team Recognation). Kelompok mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain jika rata-rata skor kelompok melebihi kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Slavin, 2008) :1. Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai.2. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor
awal.3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
4. Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6. Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.7. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil
belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong
teman meraka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan menyenangkan.
C. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran STAD
Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Keunggulan pembelajaran STAD antara lain :1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.5. Meningkatkan kecakapan individu.6. Meningkatkan kecakapan kelompok.7. Tidak bersifat kompetitif.8. Tidak memiliki rasa dendam.
Kekurangan metode pembelajaran STAD antara lain :1. Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.2. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai
lebih dominan.3. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.4. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau
menggunakan pembelajaran kooperatif.5. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan
pembelajaran kooperatif.6. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY TRAININGBy ekapurwa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar
yang sedikit berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang berbeda kepada
siswa, keadaan fisik ruangan, dan pada sistem sosial kelas. Untuk mengatasi berbagai
masalah-masalah dalam melaksanakan pembelajaran, tentunya diperlukan model-
model mengajar yang dianggap mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas
mengajar dan kesulitan belajar siswa. Model dapat dipakai sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan perangkat model pembelajaran, sehingga dalam
melaksankan pembelajaran tidak lagi terfokus kepada suatu model pembelajaran,
melainkan tercipta berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan diterapkan di
dalam kelas. Model pembelajaran yang dirancang sebaiknya melibatkan siswa dalam
belajar sehingga benar-benar terjadi “student centered”.
Dalam pembelajaran modern sekarang ini yang lebih dipentingkan adalah bagaimana
mengaktifkan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran secara mandiri,
yaitu melalui kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada penemuan (discovery) dan
pencarian (inquiry). Hal ini dilakukan karena kegiatan pembelajaran melalui
pendekatan ini memiliki banyak dampak positif bagi siswa.
Oleh karena itu kami mengangkat makalah yang berjudul “Model Pembelajaran
Inquery Training”
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat kami ajukan sesuai dengan latar belakang di
atas adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran inquery training?
1.2.2 Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam menerapkan model
pembelajaran inquery training?
1.2.3 Apa saja kelebihan dan kelemahan model pembelajaran inquery training?
1.2.4 Bagaimana pengimplementasian model pembelajaran inquery training dalam
pelajaran TIK ?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan yang dapat kami sampaikan adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui lebih jauh mengenai model pembelajaran inquery training.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami langkah-langkah model pembelajaran inquery
training.
1.3.3 Untuk mengetahui sisi positif yaitu keunggulan pembelajaran inquery training
serta kelemahannya.
1.3.4 Untuk mentahui pengimplementasian model pembelajarn inquery training pada
pelajaran TIK.
1.4 MANFAAT
Berdasarkan tujuan diatas maka manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.4.1 Bagi masyarakat
Makalah ini dapat digunakan sebagai referensi awal untuk menambah wawasan
masyarakat khusunya guru/pihak pengajar terhadap model pembelajaran inquery
training.
1.4.2 Bagi penulis
Pembuatan makalah ini dapat digunakan untuk melatih keterampilan penulis dalam
menyusun sebuah makalah serta memahami model pembelajaran inquery training.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Inquiry Training
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman.
Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu
akan segala sesuatu. Adapun dasar teori mendukung model pembelajaran ini yaitu :
1. Secara alami manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu mencari tahu akan
segala sesuatu yang menarik perhatiannya
2. Mereka akan menyadari keingintahuan akan segala sesuatu tersebut dan akan
belajar untuk menganalisis strategi berpikirnya tersebut
3. Strategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan/digabungkan
dengan strategi lama yang telah dimiliki siswa
4. Penelitian kooperatif (cooperative inquiry) dapat memperkaya kemampuan berpikir
dan membantu siswa belajar tentang suatu ilmu yang senantiasa bersifat tentatif dan
belajar menghargai penjelasan atau solusi altenatif.
Inkuiri adalah belajar mencari dan menemukan sendiri. Model pembelajaran inquiry
training dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah
melalui latihan-latihan meringkaskan proses ilmiah itu ke dalam waktu yang relatif
singkat. Pembelajaran inkuiri memberi kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi
dengan baik.
Pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu
Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation,
dan Variety of Resources.
1. Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang
memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena.
Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke
pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan
pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab
pertanyaan ini siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi,
sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di
dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.
2. Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan
suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara
pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada
akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk
yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam
melakukan sebuah investigasi.
3. Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan
atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa
bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat
muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.
4. Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta
untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya
mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa
slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru
melakukan evaluasi.
5. Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar,
misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain
sebagainya.
Awalnya model pembelajaran ini digunakan untuk mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan
alam, akan tetapi dapat pula digunakan untuk semua mata pelajaran. Model ini sangat
penting untuk mengembangkan nilai dan sikap yang sangat dibutuhkan agar siswa
mampu berpikir ilmiah, seperti
1. Keterampilan melakukan pengamatan,pengumpulan dan pengorganisasian data
termasuk merumuskan dan menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena.
2. Kemandirian belajar
3. Keterampilan mengekspresikan secara verbal,
4. Kemampuan berpikir logis, dan
5. Kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif.
2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Inquery Training
Pembelajaran model inquiry training memiliki lima langkah pokok yaitu :
1. Menghadapkan masalah : menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang
saling bertentangan
2. Menemukan masalah : memeriksa hakikat objek dan kondisi yang dihadapi,
memeriksa tampilnya masalah
3. Mengkaji data dan eksperimentasi : mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan
hipotesis
4. Mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan
5. Menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif
Dalam model inquiry training terdapat tiga prinsip yaitu pengetahuan yang bersifat
tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia
mengembangkan indivualitas secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses
penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa
melakukan eksplorasi, dan yang ketiga akan bermuara pada pengenalan jati diri dan
sikap ilmiah (kemandirian).
Prinsip-prinsip yang dikembangkan adalah pengajuan pertanyaan yang jelas dan lugas,
menyediakan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan
butir-butir yang kurang sahih, menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan,
menyediakan suasana kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan
atas interaksi, hasil eksplorasi, formulasi, dan generalisasi siswa. Penerapan
pembelajaran model ini memerlukan materi yang mampu membangkitkan proses
intelektual dan yang menantang siswa untuk melakukan penelitian.
Tujuan umum dari model inkuiri adalah membantu siswa mengembangkan ketrampilan
intelektual dan ketrampilan-ketrampilan lainnya, seperti mengajukan pertanyaan dan
menemukan mencari jawaban yang berasal dari keinginan mereka. Dengan model
pembelajarn inkuiri training akan membawa pikiran siswa untuk melakukan
eksperiman dan mengumpulkan data. Dengan demikian berarti siswa telah terpancing
untuk mengeluarkan ide-ide ketika guru mengajukan suatu masalah.
2.3 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Inquery Training
Kegiatan pembelajaran melalui pendekatan inquery training memiliki dampak positif
bahwa pencarian (inquiry) mengandung makna sebagai berikut:
1. Dapat membangkitkan potensi intelektual siswa karena seseorang hanya dapat
belajar dan mengembangkan pikirannya jika ia menggunakan potensi intelektuainya
untuk berpikir.
2. Peserta didik yang semula memperoleh extrinsic reward dalam keberhasilan belajar
(seperti mendapat nilai baik dari pengajar), dalam pendekatan inkuiri ini dapat
memperoleh intrinsic reward. Diyakini bahwa jika seorang peserta didik berhasil
mengadakan kegiatan mencari sendiri (mengadakan penelitian), maka ia akan
memperoleh kepuasan untuk dirinya sendiri.
3. Peserta didik dapat mempelajari heuristik (mengolah pesan atau informasi) dari
penemuan (discovery), artinya bahwa cara untuk mempelajari teknik penemuan ialah
dengan jalan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengadakan
penelitian sendiri.
4. Dapat menyebabkan ingatan bertahan lama sampai terinternalisasi pada diri peserta
didik.
Sedangkan kelemahan dari metode ini meliputi :
1. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa
2. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dalam kebiasaan
siswa dalam belajar
3. Kadang kadang dalam implementasimnya memerlukan waktu yang panjang
sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
4. Selama ketentuan keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka model pembelajaran ini akan sulit
diimplementasikan oleh setiap guru.
2.4 Implementasi Model Pembelajaran Inquery Training pada Pelajaran TIK
Salah satu cara menerapkan model pembelajaran inquiry training ialah dengan
penerapan pelajaran TIK berbasis portofolio. Portofolio berasal dari bahasa Inggris
“Portfolio”yang artinya dokumen atau surat-surat. Pengertian portofolio disini adalah
suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi
menurut paduan-paduan yang ditentukan. Biasanya portofolio merupakan karya
terpilih dari seorang siswa, tetapi dalam model pembelajaran ini setiap portofolio
berisi karya terpilih dari satu kelas siswa secara keseluruhan yang bekerja secara
kooperatif memilih, membahas, mencari data, mengolah, menganalisa, dan mencari
pemecahan terhadap suatu masalah yang dikaji.
Misalnya dalam pembelajaran TIK seorang guru menjukan sebuah foto yang sudah
diedit dengan sebuah aplikasi. Kemudian siswa ditugaskan mencari tahu
aplikasi/program apa saja yang bisa digunakan untuk mengedit foto. Secara otomatis
siswa akan mencari tahu tentang aplikasi-aplikasi tersebut. Setelah itu siswa
ditugaskan untuk mencoba salah satu program tersebut serta membuat laporan
mengenai aplikasi yang mereka pilih. Laporan yang siswa buat dalam bentuk
portofolio. Dalam pembuatan porofolio siswa menjalani tahap memilih program yang
mereka ingin tahu, mengolah data yang dipeoleh dari internet atau buku-buku,
mengolah data dalam pembuatan sebuah foto yang diedit hingga menjadi suatu produk
yang diharapkan, serta menganalisa hasil temuan mereka. Kemampuan tersebut
diperoleh siswa melalui pengalaman belajar sehingga memiliki kemampuan
mengorganisir informasi yang ditemukan, membuat laporan dan menuliskan apa yang
ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara penuh dalam
pekerjaanya/tugas-tugasnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian pada Bab II, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
3.1.1 Model pembelajaran inquiry training dirancang untuk mengajak siswa secara
langsung ke dalam proses ilmiah melalui latihan-latihan meringkaskan proses ilmiah
itu ke dalam waktu yang relatif singkat. Pembelajaran inkuiri memberi kesempatan
kepada siswa untuk bereksplorasi dengan baik.
3.1.2 Pembelajaran model inquiry training memiliki lima langkah pokok yaitu
menghadapkan masalah, menemukan masalah, mengkaji data dan eksperimentasi,
merumuskan serta menganalisis.
3.2 Saran-Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan terhadap masalah di atas adalah :
3.2.1 Untuk menjadi guru yang inovatif dan kreatif diharapkan dapat mengaktifkan
keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran secara mandiri baik secara
penemuan (discovery) dan pencarian (inquiry).
3.2.2 Dalam pembelajaran TIK diharapakan penggunaan model pembelajaran inquiry
training lebih ditekankan guna membantu siswa mengembangkan ketrampilan
intelektual dan ketrampilan-ketrampilan lainnya.
Mengenal Direct Instruction (Model Pembelajaran Langsung/Model Pengajaran Langsung)
Labels: Model pembelajaran
Sudah lama tidak menulis artikel tentang model pembelajaran, dan setelah kembali membolak-balik
halaman di blog penelitian tindakan kelas ini, barulah kami menyadari bahwa ada satu model
pembelajaran penting yang banyak digunakan di sekolah-sekolah telah terlewatkan untuk dibahas,
yaitu model pengajaran langsung, atau model pembelajaran langsung ( direct instruction ) .
Pada tulisan kali ini kita akan mencoba menguraikan tentang: (1) apa yang dimaksud dengan model
pembelajaran langsung; (2) apa saja ciri-ciri model pembelajaran langsung; (3) tujuan-tujuan
pembelajaran jenis apa saja yang dapat dicapai bila guru menerapkan model pembelajaran
langsung di kelasnya; (4) bagaimana urutan sintaks (langkah-langkah) kegiatan pembelajaran; (5)
bagaimana bentuk lingkungan belajar dan sistem pengelolaan yang membantu penerapan model
pembelajaran langsung dapat sukses dilaksanakan. Mari kita simak satu persatu.
Apakah yang Dimaksud dengan Direct Instruction/Model Pembelajaran Langsung/Model Pengajaran Langsung?
direct instruction atau model pembelajaran langsung
Direct instruction secara bahasa (arti kata) berarti model pengajaran langsung. Akan tetapi banyak
orang lebih suka mengganti kata pengajaran dengan pembelajaran, sehingga lebih lazim disebut
model pembelajaran langsung. Penggunaan kata ‘pembelajaran’ lebih disukai karena terkesan
bahwa dalam kegiatan belajar, siswa aktif terlibat. Beberapa orang menganggap kata ‘pengajaran’
lebih berkesan hanya guru yang aktif dalam kegiatan belajar, sementara siswa pasif.
Robert E. Slavin dalam bukunya Educational Psychology dari Johns Hopkins
Universityyang diterbitkan oleh Needham Height Allyn and Bacon, Boston mendefinisikan direct
instruction sebagai sebuah pendekatan mengajar di mana pembelajaran berorientasi pada tujuan
(pembelajaran) dan distrukturisasi oleh guru. (Direct istruction is an approach to teaching in which
lessons are goal-oriented and structured by the teacher – p.231).
Jadi model pembelajaran langsung merupakan sebuah model pembelajaran yang bersifatteacher
centered (berpusat pada guru). Saat melaksanakan model pembelajaran ini, guru harus
mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa, selangkah
demi selangkah. Guru sebagai pusat perhatian memiliki peran yang sangat dominan. Karena itu,
pada direct instruction, guru harus bisa menjadi model yang menarik bagi siswa. Beberapa pakar
pendidikan seperti Good dan Grows, 1985 menyebutdirect instruction (model pembelajaran
langsung) ini dengan istilah ‘pengajaran aktif’. Atau diistilahkan sebagai mastery teaching (mengajar
tuntas) oleh Hunter, 1982. Sedangkan oleh Rosenshine dan Stevens, 1986 disebut sebagai
pengajaran eksplisit (explicit instruction).
Perlu diketahui dalam prakteknya di dalam kelas, direct instruction (model pembelajaran langsung)
ini sangat erat berkaitan dengan metode ceramah, metode kuliah, dan resitasi, walaupun
sebenarnya tidaklah sama (tidak sinomim). Model pembelajaran langsung atau direct instruction
menuntut siswa untuk mempelajari suatu keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat
diajarkan selangkah demi selangkah.
Ciri-Ciri/Karakteristik Direct Instruction (Model Pembelajaran Langsung)
Model pembelajaran langsung ini tentu saja dapat dibedakan dari model pembelajaran lainnya
karena ia memiliki karakteristik atau ciri-ciri tersendiri. Berikut beberapa karakteristik/ciri-ciri model
pembelajaran langsung:
Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar.
Adanya sintaks atau pola keseluruhan kegiatan pembelajaran.
Adanya sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan baik.
Tujuan-Tujuan Pembelajaran yang Dapat Dicapai Melalui Implementasi Direct Instruction(Model Pengajaran Langsung)
Sebelum kita membahas tujuan pembelajaran apa saja yang dapat dicapai melalui implementasi
model pembelajaran langsung ini sebaiknya kita membahas terlebih dahulu pembedaan jenis
pengetahuan menurut pakar teori pembelajaran.
Pada umumnya, para ahli teori pembelajaran pada umumnya membedakan pengetahuan ke dalam
dua (2) jenis, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural.
Pengetahuan Deklatarif
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan ‘mengenai sesuatu’ dan dapat diungkapkan dengan
kata-kata. Contoh pengetahuan deklaratif misalnya bahwa ‘presiden RI dipilih melalui pemilu yang
dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.’ Contoh lain, ‘di dalam daun terdapat mesofil daun yang terdiri
dari jaringan palisade dan jaringan spons.’
Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang ‘bagaimana melakukan sesuatu.’ Contoh
pengetahuan prosedural misalnya, ‘bagaimana tata cara dan langkah-langkah pelaksanaan pemilu
di Indonesia’. Atau, ‘bagaimana cara melakukan pengamatan struktur anatomi daun untuk melihat
jaringan palisade dan jaringan spons yang menyusun mesofil daun’.
Kembali ke tujuan-tujuan pembelajaran yang dapat dicapai bila mengimplementasikan model
pembelajaran langsung (direct instruction), model pembelajaran ini dirancang khusus untuk
mengembangkan pembelajaran siswa baik yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural maupun
pengetahuan deklaratif yang tersusun dengan baik dan dapat diajarkan selangkah demi selangkah.
Sintaks (Langkah-Langkah) atau Fase-Fase Direct Instruction (Model Pembelajaran Langsung)
Bila guru ingin melaksanakan model pembelajaran langsung ini, maka ada 5 fase atau langkah-
langkah yang harus diperhatikan karena sifatnya memang sangat penting. Adapun kelima fase itu
adalah sebagai berikut:
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa.
Pada fase pertama ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran khusus, memberi informasi tentang
latar belakang pembelajaran, memberikan informasi mengapa pembelajaran itu penting, dan
mempersiapkan siswa baik secara fisik maupun mental untuk mulai pembelajarannya.
2. Mendemostrasikan pengetahuan atau keterampilan.
Pada fase kedua ini guru berperan sebagai model dengan mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan secara benar, ia harus menyajikan informasi secara bertahap selangkah demi
selangkah sesuai struktur dan urutan yang benar.
3. Membimbing pelatihan.
Pada fase ketiga guru harus memberikan bimbingan dan pelatihan awal agar siswa dapat
menguasai pengetahuan dan keterampilan yang sedang diajarkan.
4. Mencek pemahaman dan memberikan balikan (umpan balik).
Pada fase keempat ini guru melakukan pengecekan apakah siswa dapat melakukan tugas dengan
baik, apakah mereka telah menguasai pengetahuan atau keterampilan, dan selanjutnya memberi
umpan balik yang tepat.
5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.
Pada fase terakhir (kelima) ini guru kemudian menyediakan kesempatan kepada semua siswa untuk
melakukan latihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi yang lebih
kompleks atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan Direct Instruction (Model Pembelajaran Langsung)
Bila guru ingin menerapkan model pembelajaran langsung (direct instruction), maka guru harus
melakukan perencanaan yang hati-hati dan matang. Setiap detil keterampilan yang diajarkan harus
diidentifikasi secara seksama dan teliti, begitupun langkah-langkah dan penjadwalan demonstrasi
dan pelatihan.
Lingkungan belajar, meskipun berpusat pada guru (teacher centered), akan tetapi tetap menuntuk
siswa yang aktif belajar baik secara fisik maupun mental. Pembelajaran langsung tidak akan
berhasil jika hanya guru yang aktif. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin
terjadinya keterlibatan siswa, terutama memperhatikan saat-saat demonstrasi dilakukan oleh guru,
memberikan kesempatan resitasi (tanya jawab) untuk klarifikasi dan penguatan. Sistem pengelolaan
dan lingkungan belajar yang sesuai akan mendorong implementasi direct instruction yang dilakukan
oleh guru dapat sukses.