Post on 17-Jan-2016
description
DAFTAR ISI
BAB I : TINJAUAN TEORI.................................................................................................................1
A. Pegertian Merger.......................................................................................................................1
B. Jenis-jenis Merger dan Akuisisi.................................................................................................3
C. Alasan Melakukan Merger dan Akuisisi....................................................................................6
D. Motivasi Melakukan Merger dan Akuisisi.................................................................................8
E. Segi Positif dan Segi Negatif Penggabungan Perusahaan........................................................10
F. Proses Merger dan Akuisisi.....................................................................................................12
BAB II : PAPARAN KASUS MERGER.............................................................................................14
A. Sejarah Perusahaan..................................................................................................................14
B. Logo Perusahaan.....................................................................................................................14
C. Kepemilikan Saham.................................................................................................................14
D. Latar Belakang dan proses Merger..........................................................................................15
E. Perkembangan Bisnis dari Perusahaan Baru............................................................................16
BAB III : PAPARAN KASUS AKUISISI...........................................................................................19
A. Deskripsi Awal Perusahaan.....................................................................................................19
B. Logo Perusahaan.....................................................................................................................20
C. Latar Belakang Dilakukan Akuisisi.........................................................................................21
D. Proses dan Tantangan Selama Akuisisi....................................................................................22
E. Perkembangan Bisnis dari Perusahaan Baru............................................................................23
BAB IV...............................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................24
i
BAB I : TINJAUAN TEORI
A. Pegertian MergerAda beberapa pengertian mengenai Merger:
1) Merger atau amalgamation, merupakan penggabungan bersama dua atau lebih
perusahaan menjadi satu bisnis menurut basis yang disetujui semua pihak oleh
manajemen perusahaan dan pemegang saham. Merger merupakan satu bentuk
pertumbuhan eksternal (external growth) yang meliputi perusahaan-
perusahaan yang melakukan ekspansi horisontal, vertikal atau konglomerasi
(Christopher, 2006: 373).
2) Penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan (Brigham,
2006: 377).
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1988 mendefinisikan
Merger sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan
selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.
4) Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) no 22 menyatakan bahwa
Merger merupakan suatu proses penggabungan usaha, dengan jalan mengambil
alih satu atau lebih perusahaan yang lain. Setelah terjadi pengambilalihan, maka
perusahaan yang diambil alih dibubarkan atau dilikuidasi, sehingga
eksistensinya sebagai badan hukum lenyap, dengan demikian kegiatan
usahanya dilanjutkan oleh perusahaan yang mengambil alih.
Dari berbagai pengertian tentang Merger di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Merger adalah suatu proses penggabungan dua perusahaan atau lebih
dimana perusahaan pengambil alih akan tetap berdiri sedangkan perusahaan yang
diambil alih akan lenyap.
Pihak yang masih hidup dalam atau yang menerima Merger dinamakan surviving
firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm). Sementara itu
perusahaan yang berhenti dan bubar setelah terjadinya Merger dinamakan merged
firm. Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran yang semakin besar karena
seluruh aset dan kewajiban dari Merger firm dialihkan ke surviving firm.
Perusahaan yang diMerger akan menanggalkan status hukumnya sebagai entitas
yang terpisah dan setelah Merger statusnya berubah menjadi bagian (unit bisnis) di
1
bawah surviving firm. Dengan demikian merged firm tidak dapat bertindak hukum
atas namanya sendiri.
Dari penjelasan di atas dapat digambarkan menjadi suatu skema atas Merger
sebagai salah satu strategi perusahaan.
Sumber : Muhammad Aji (2010)
Gambar 1. Skema Merger
Akuisisi berasal dari kata acquisitio (Latin) dan acquisition (Inggris), secara
harfiah akuisisi mempunyai makna membeli atau mendapatkan sesuatu/obyek
untuk ditambahkan pada sesuatu/obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam
teminologi bisnis, akuisisi dapat diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan
atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain
(Muhammad Aji, 2010).
Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 tahun 1998 tentang
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan
akuisisi sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau
perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham
perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan
tersebut. Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) No.22 menyatakan
bahwa akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh
pihak pengakuisisi (acquirer), sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali
atas perusahaan yang diambil alih (acquiree) tersebut. Kendali perusahaan yang
dimaksud adalah kekuatan untuk:
a. Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan.
b. Mengangkat dan memberhentikan manajemen.
c. Mendapat hak suara mayoritas dalam rapat redaksi.
2
PERUSAHAAN A
PERUSAHAAN A
PERUSAHAAN AAtau
PERUSAHAAN B
Pengendalian ini yang memberikan manfaat kepada perusahaan pengakuisisi.
Akuisisi berbeda dengan Merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain
bubar sebagai entitas hukum. Perusahaanperusahaan yang terlibat dalam akuisisi
secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara independen tetapi telah
terjadi pengalihan oleh pihak pengakuisisi.
Beralihnya kendali berarti pengakuisisi memiliki mayoritas saham-saham berhak
suara (voting stock) yang biasanya ditunjukan atas kepemilikan lebih dari dari 50
persen saham berhak suara tersebut. Dimungkinkan bahwa walaupun memiliki
saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi juga dapat dinyatakan sebagai pemilik
suara mayoritas jika anggaran dasar perusahaan yang diakuisisi menyebutkan hal yang
demikian. Namun dapat juga pemilik dari 51 persen tidak tau belum dinyatakan
sebagai pemilik suara mayoritas jika dalam anggaran dasar perusahaan menyebutkan
lain. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan
perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan afiliasi.
B. Jenis-jenis Merger dan AkuisisiBerdasarkan aktivitas ekonomik, Merger dan akuisisi dapat
diklasifikasikan dalam lima tipe.
1) Merger Horisontal
Merger horisontal adalah Merger antara dua atau lebih perusahaan yang
bergerak dalam industri yang sama. Sebelum terjadi Merger perusahaan-
perusahaan ini bersaing satu sama lain dalam pasar/industri yang sama.
Salah satu tujuan utama Merger dan akuisisi horisontal adalah untuk
mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi melalui
penggabungan aktivitas produksi, pemasaran dan distribusi, riset dan
pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari Merger horisontal ini
adalah semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut.
Apabila hanya terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar dapat
mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan mengarah pada monopoli.
2) Merger Vertikal
Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. Merger dan
akuisisi tipe ini dilakukan jika perusahaan yang berada pada industri hulu
memasuki industri hilir atau sebaliknya. Merger dan akuisisi vertikal
3
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud untuk
mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk
dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna. Tidak semua perusahaan
memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input sampai
pemasaran. Untuk menjamin bahwa pasokan input berjalan dengan lancar
maka perusahaan tersebut dapat mengakuisisi atau Merger dengan pemasok.
Merger dan akuisisi vertikal ini dibagi dalam dua bentuk yaitu integrasi ke
belakang atau ke bawah (backward/downward integration) dan integrasi ke
depan atau ke atas (forward/upward integration).
3) Merger Konglomerat
Merger konglomerat adalah Merger dua atau lebih perusahaan yang masing-
masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger dan akuisisi
konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi
bidang bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali
dengan bisnis semula. Apabila Merger dan akuisisi konglomerat ini dilakukan
secara terus menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah
konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang sangat beragam
dalam industri yang berbeda.
4) Merger Ekstensi Pasar
Merger ekstensi pasar adalah Merger yang dilakukan oleh dua atau lebih
perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas area pasar. Tujuan Merger
dan akuisisi ini terutama untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk
masing-masing perusahaan. Merger dan akuisisi ekstensi pasar sering
dilakukan oleh perusahan-perusahan lintas Negara dalam rangka ekspansi dan
penetrasi pasar. Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar luar negeri dengan
cepat tanpa harus membangun fasilitas produksi dari awal di negara yang akan
dimasuki. Merger dan akuisisi ekstensi pasar dilakukan untuk mengatasi
keterbatasan ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan
produk terhadap konsumen luar negeri.
5) Merger Ekstensi Produk
Merger ekstensi produk adalah Merger yang dilakukan oleh dua atau lebih
perusahaan untuk memperluas lini produk masingmasing perusahaan. Setelah
4
Merger perusahaan akan menawarkan lebih banyak jenis dan lini produk
sehingga akan menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger dan akuisisi
ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan
pengembangan masing-masing untuk mendapatkan sinergi melalui efektivitas
riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.
Selain itu juga terdapat beberapa dasar klasifikasi untuk Merger dan akuisisi:
1) Klasifikasi berdasarkan pola
Pola adalah sistem bisnis yang diimplementasikan oleh sebuah perusahaan
dan dalam hal ini pola Merger adalah sistem bisnis yang aka diadopsi atau
yang akan dijadikan acuan oleh perusahaan hasil Merger. Klasifikasi
berdasarkan pola Merger terbagi dalam dua kategori yaitu:
a. Mothership Merger
Mothership Merger adalah pengadopsian satu pola atau sistem untuk
dijadikan pola atau sistem pada perusahaan hasil Merger. Biasanya
perusahaan yang dipertahankan hidup adalah perusahaan yang dominan
dan sistem pola bisnis perusahaan yang dominan inilah yang diadopsi.
b. Platform Merger
Jika dalam mothership Merger hanya satu sistem yang diadopsi, maka
dalam platform Merger hardware dan software yang menjadi kekuatan
masing-masing perusahaan tetap dipertahankan dan dioptimalkan. Artinya
adalah semua sistem atau pola bisnis, sepanjang itu baik, akan diadopsi
oleh perusahaan hasil Merger.
2) Klasifikasi Berdasarkan Metode Pembiayaan
Metode pembiayaan adalah cara pembayaran transaksi Merger dan akuisisi
antara pengakuisisi dengan yang diakuisisi. Klasifikasi dalam metode ini
terdiri dari kas, hutang, saham atau kombinasi ketiganya.
3) Klasifikasi Berdasarkan Objek Pajak
Klasifikasi Merger dan akuisisi atas dikenakan atau tidaknya pajak didasarkan
pada media transaksi yang dipakai. Jika pembayaran dilakukan dengan kas
berarti transaksi tersebut merupakan objek pajak. Sebaliknya jika transaksi
dilakukan dengan 100% saham maka transaksi tersebut tidak kena pajak.
Terdapat tiga bentuk Merger yang terkena pajak dan enam bentuk Merger yang
tidak kena pajak, yaitu:
5
A. Terkena pajak
1. Merger kedepan (forward Merger)
Merger kedepan merupakan Merger yang melibatkan uang kas
sebagai media pembayaran sehingga Merger tipe ini merupakan
transaksi yang kena pajak.
2. Merger kebalikan (reverse Merger)
Merger kebalikan adalah Merger dimana pemilik saham hasil Merger
adalah pemilik saham yang diMerger, sehingga pada Merger ini
terdapat perubahan kepemilikan perusahaan hasil Merger.
3. Merger melalui perusahaan anak (subsidiary Merger)
Merger melalui perusahaan anak atau Merger segitiga (triangular
Merger) adalah Merger yang dilakukan oleh perusahaan induk dengan
melibatkan perusahaan anak.
4. Merger segitiga berbalikan (triangular reverse Merger)
Merger segitiga kebalikan adalah Merger yang (1) dilakukan antara
perusahaan target dengan perusahaan induk melalui perusahaan anak,
(2) setelah Merger, perusahaan anak dibubarkan dan perusahaan
target dipertahankan hidup serta menjadi anak perusahaan induk.
B. Bebas pajak
1) Reorganisasi Tipe A/ Merger berdasarkan Statuta (statutory Merger);
2) Reorganisasi hibrid segitiga (hybrid triangular Merger);
3) Reorganisasi tipe B (acquisition of stock for voting stock);
4) Reorganisasi tipe B segitiga (triangular acquisition of stock for voting
stock);
5) Reorganisasi tipe C (acquisition property for voting stock);
6) Reorganisasi tipe C (special-case acquisition property for voting
stock).
C. Alasan Melakukan Merger dan AkuisisiPerusahaan mengambil kebijakan untuk Merger atau mengakuisisi perusahaan lain
didasarkan pada berbagai alasan atau motif. Motif utama di balik Merger
perseroan menurut Eugene F. Brigham (2006) yaitu:
6
1) Sinergi (synergy)
Kondisi dimana nilai keseluruhan lebih besar daripada hasil penjumlahan bagian-
bagiannya. Merger yang bersifat sinergistik, nilai perusahaan setelah Merger
lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum
Merger.
2) Pertimbangan pajak
Pertimbangan pajak dapat mendorong dilakukannya sejumlah Merger.
Misalnya, perusahaan yang menguntungkan dan termasuk dalam kelompok tarif
pajak tertinggi dapat mengambilalih perusahaan yang memiliki akumulasi
kerugian yang besar. Kerugian tersebut dapat mengurangi laba kena pajak
dan tidak ditahan untuk diguanakan dimasa depan. Merger juga dapat dipilih
sebagai cara untuk meminimalkan pajak dan menggunakan kas yang berlebih.
3) Pembelian aktiva di bawah biaya pengganti
Kadang-kadang perusahaan diambilalih karena nilai pengganti (replacement
value) aktivanya jauh lebih tinggi daripada nilai pasar perusahaan itu sendiri.
Nilai sebenarnya dari setiap
perusahaan adalah fungsi daya menghasilkan laba masa depannya,
bukan biaya untuk mengganti aktivanya. Jadi akuisisi harus
berdasarkan nilai ekonomi dari aktiva yang diakuisisi bukan atas
biaya penggantinya.
4) Diversifikasi
Manajer berpendapat bahwa diversifikasi menstabilkan laba perusahaan sehingga
bermanfaat bagi pemiliknya. Akan tetapi pada perusahaan milik keluarga
biasanya pemilik tidak mau menjual sebagian saham yang dimilikinya untuk
melakukan diversifikasi karena akan memperkecil kepemilikan dan
mengakibatkan kewajiban pajak yang besar atas keuntungan modal. Jadi
Merger dapat menjadi jalan terbaik untuk mengadakan diversifikasi
perorangan.
5) Insentif pribadi manajer
Beberapa keputusan bisnis banyak didasarkan pada motivasi pribadi daripada
analisis ekonomi. Tidak ada eksekutif yang akan mengakui bahwa egonya
merupakan alasan utama dibalik suatu Merger, akan tetapi ego memegang
peranan penting dalam banyak Merger.
7
6) Nilai pecahan
Para analis mengestimasi nilai pemecahan suatu perusahaan, yang merupakan
nilai masing-masing bagian dari perusahaan itu jika dijual terpisah. Jika
nilai ini lebih tinggi dari nilai pasar berjalan perusahaan, maka seorang
spesialis pengambil alihan dapat mengakuisisi perusahaan itu pada atau bahkan
diatas nilai pasar berjalannya, dijual secara sepotong-sepotong dan
menghasilkan laba yang besar.
D. Motivasi Melakukan Merger dan AkuisisiMenurut Moin (Muhammad Aji, 2010), pada prinsipnya terdapat dua motif yang
mendorong sebuah perusahaan melakukan Merger dan akuisisi, yaitu motif
ekonomi dan motif non-ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan
perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain, motif non-ekonomi adalah motif yang
bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada
keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik.
Kedua motif tersebut akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini:
1) Motif Ekonomi
Esensi dari tujuan perusahaan, jika ditinjau dari perpektif manajemen
keuangan, adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value
creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Merger dan akuisisi
memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah mencapai
peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan keputusan
yang diambil oleh perusahaan harus diarahkan mencapai tujuan ini. Implentasi
program yang dilakukan oleh perusahaan harus melalui langkah-langkah konkrit
misalnya melalui efisiensi produksi, peningkatan penjualan, pemberdayaan
dan peningkatan produktivitas sumber daya manusia. Disamping itu menurut
Moin (Muhammad Aji, 2010), motif ekonomi Merger dan akuisisi yang lain
meliputi:
a. Mengurangi waktu, biaya dan risiko kegalalan memasuki pasar baru.
b. Mengakses reputasi teknologi, produk dan merk dagang.
c. Memeroleh individu-individu sumber daya manusia yang profesional.
d. Membangun kekuatan pasar.
e. Memperluas pangsa pasar.
8
f. Mengurangi persaingan.
g. Mendiversifikasi lini produk.
h. Mempercepat pertumbuhan.
i. Menstabilkan cash flow dan keuntungan.
2) Motif Sinergi
Motivasi utama perusahaan melakukan Merger dan akuisisi adalah menciptakan
sinergi. Sinergi merupakan kondisi yang saling menguntungkan dari peristiwa
Merger maupun akuisisi. Sinergi dapat berarti nilai keseluruhan perusahaan
setelah Merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai
masingmasing perusahaan sebelum Merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan
melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-
elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan
aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan
penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri.
Pengaruh sinergi dapat timbul dari empat sumber:
a. Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam
manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi;
b. Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah
dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas;
c. Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan,
lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif
setelah Merger dan;
d. Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham,
2006).
3) Motif Diversifikasi
Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang dapat dilakukan
melalui Merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksud untuk mendukung
aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing.
Akan tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis
semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung
kompetensi inti (core competence). Disamping memberikan manfaat seperti
transfer teknologi dan pengalokasian modal, diversifikasi juga membawa
kerugian yaitu adanya subsidi silang.
9
4) Motif Non-ekonomi
Aktivitas Merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan
ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti
prestise dan ambisi. Motif nonekonomi dapat berasal dari manajemen
perusahaan atau pemilik perusahaan.
a. Motif Hubris Hypothesis
Hipotesis ini menyatakan bahwa Merger dan akuisisi sematamata didorong
oleh motif “ketamakan” dan kepentingan pribadi para eksekutif
perusahaan. Alasannya adalah menginginkan ukuran perusahaan yang
lebih besar. Dengan semakin besarnya perusahaan makan semakin besar
kompensasi yang akan diterima. Kompensasi yang akan diterima bukan
hanya berupa materi namun juga berupa pengakuan dan aktualisasi diri.
Dalam hipotesis ini menerangkan alasan mengapa manajer bersedia
membayar premium yang sangat tinggi terhadap perusahaan target. Hal
ini disebabkan oleh kepercayaan diri yang berlebihan terhadap prospek
perusahaan yang diakuisisi.
b. Ambisi pemilik
Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor
bisnis. Menjadikan aktivitas Merger dan akuisisi sebagai strategi
perusahaan untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang ada untuk
membangun “kerajaan bisnis”. Hal ini biasanya terjadi dimana pemilik
perusahaan memiliki kendali dalam pengambilan keputusan perusahaan.
E. Segi Positif dan Segi Negatif Penggabungan PerusahaanPenggabungan badan usaha menurut Desak Agung Oka Suardewi (Yeni, 2006)
memiliki segi positif dan segi negatif.
Segi positif dari penggabungan usaha adalah sebagai berikut :
1) Dengan skala usaha yang relatif besar, konglomerat dapat menikmati dan
memanfaatkan economies of scale.
2) Dengan melaksanakan diversifikasi setiap perusahaan yang berada dibawah
kepemilikan konglomerat dapat menikmati dan memanfaatkan eksternal
economies karena terbukanya peluang untuk meningkatkan efisiensi dan
produktifitas yang pada gilirannya akan mendatangkan laba yang memuaskan.
10
3) Dengan melakukan diversifikasi usaha dan ditunjang dengan skala usaha yang
relatif besar, dapat meningkatkan profesionalisme dan mempercepat penguasaan
alih teknologi.
4) Dengan efisiensi dan produktifitas yang lebih tinggi pada gilirannya dapat
meningkatkan ekspor, menciptakan dan memperluas kesempatan kerja serta
mendukung industrialisasi.
5) Bargaining position yang lebih kuat.
6) Dari segi manajemen, sentralisasi pengambilan keputusan mengandung aspek
positif seperti pengambilan keputusan yang cenderung lebih cepat,
berpandangan jauh kedepan dan berwawasan luas.
Kemudian segi-segi negatif yang terdapat dalam penggabungan usaha, yaitu:
1) Apabila penggabungan usaha tidak dibatasi dalam jenis dan skala usahanya,
maka cenderung dapat menimbulkan free fight liberalism, yang pada akhirnya
bermuara pada struktur pasar baru yang monopolistis.
2) Sentralisasi pengambilan keputusan dapat dimanfaatkan untuk melakukan
manipulasi pelaporan hasil usaha, pelaporan kekayaan perusahaan maupun
manipulasi melalui transfer pricing. Cara ini sering disebut conglomerate game.
3) Integrasi Horisontal dengan tujuan mengurangi jumlah pesaing maupun
vertikal dengan tujuan membatasi kemampuan pesaingmelalui penguasaan
sejumlah mata rantai produksi dari hulu sampai hilir dapat berdampak
kepada melemahnya mekanisme pasar yang menjurus kepada monopoli.
4) Dengan adanya sentralisasi pengambilan keputusan, maka kepentingan tiap
perusahaan anak disubordinasikan pada kepentingan perusahaan induk yang
pada gilirannya dapat berdampak negatif dan destruktif, seperti peluang yang
semakin besar dan mudah untuk membentuk semacam trust dan kartel.
Kondisi ini juga memungkinkan terbentuknya community of interest diantara
konglomerat yang tidak sejalan dengan kepentingan nasional.
5) Kecenderungan timbulnya praktik reprocity yakni penciptaan kondisi yang
memungkinkan kesepakatan sejumlah perusahaan yang tergabung, untuk
saling membeli barang dan jasa yang dihasilkan masing-masing perusahaan
tersebut tanpa mempertimbangkan keadaan pasaran, sehingga membatasi atau
meniadakan akses pasar bagi pesaing. Apabila kondisi ini semakin berkembang
11
maka dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi terutama terdesaknya usaha-
usaha kecil dan menengah.
F. Proses Merger dan AkuisisiProses Merger dan akuisisi menurut Dian Purnomo Jati (Yeni, 2006) memiliki
beberapa tahapan, yaitu:
1) Tahap Perencanaan
Pada tahapan ini terdapat dua proses, yaitu identifikasi awal dan screening. Pada
proses identifikasi awal berarti perusahaan mencari dan mengumpulkan
informasi sebanyak mungkin perusahaan-perusahaan mana saja yang
potensial untuk diajak bergabung. Berbagai informasi dikumpulkan untuk
melihat karakteristik perusahaan target. Hal ini tidak lepas dari motif
perusahaan dalam malakukan kegiatan Merger dan akuisisi sehingga
perusahaan yang akan dipilih menyesuaikan dengan yang akan dicapainya.
Setelah perusahaan melakukan identifikasi awal kemudian perusahaan
melakukan screening. Screening merupakan proses penyaringan sekaligus
memilih diantara berbagai calon perusahaan target yang telah terkumpul
informasinya.
2) Tahap Proses Merger dan Akuisisi
Tahapan ini terdiri dari empat proses yaitu penawaran formal, due diligenco,
negosiasi/deal dan closing. Proses penawaran formal merupakan pendekatan
formal yang dilakukan oleh perusahaan melalui pemberitahuan secara tertulis
dan resmi tentang maksud penggabungan usaha terhadap manajemen puncak
perusahaan target. Kedua belah pihak melakukan penjajakan dan pembicaraan
tentang harga yang akan disepakati.
Setelah penawaran formal, kemudian dilakukan due diligenco atau uji tuntas,
yaitu suatu investigasi yang menyeluruh dan mendalam terhadap berbagai
aspek perusahaan target. Uji tuntas dilakukan terhadap aspek hukum,
keuangan, organisasi, sumber daya manusia, pemasaran serta teknologi dan
produksi.
Negosiasi/deal dianggap telah terlaksana apabila tercapai kesepakatan tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses Merger atau akuisisi antara
perusahaan pengakuisisi dan pihak perusahaan target. Setelah ketiga proses
12
diatas telah terlaksana, kemudian dilakukan penutupan transaksi Merger atau
akuisisi yang ditandai dengan berlakunya status hukum perusahaan yang
diMerger kedalam perusahaan hasil penggabungan usaha disertai dengan
penyerahan saham.
3) Tahap Pasca Akuisisi
Tahapan pasca akuisisi merupakan tahapan baru setelah perusahaan
melakukan penggabungan usaha sebagai suatu kesatuan entitas.
13
BAB II : PAPARAN KASUS MERGER
Didalam bab ini akan dijelaskan tentang paparan kasus Merger dengan contoh kasus
yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Bank Century.
A. Sejarah PerusahaanBank Century (sebelumnya dikenal dengan Bank CIC) didirikan pada Mei 1989. Pada
6 Desember 2004 Bank Pikko dan Bank Danpac menggabungkan diri ke Bank CIC.
Pada 28 Desember 2004, Bank CIC berganti nama menjadi Bank Century. Sejak 21
November 2008 diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan berubah
nama menjadi PT Bank Mutiara Tbk.
B. Logo Perusahaan
Gamber 2 : Logo Bank Century
C. Kepemilikan Saham1) Clearstream Banking S.A Luxembourg 3.162.273 11,15 246.657
2) First Gulf Asia Holdings Limited (Chinkara Capital Limited) 2.706.801 9,55
211.131
3) PT Century Mega Investindo 2.551.972 9,00 199.054
4) PT Antaboga Delta Securitas 2.124.558 7,49 165.716
5) PT Century Super Investindo 1.600.325 5,64 124.825
6) Lainnya (kurang dari 5%) 16.204.248 57,16 1.263.931
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Century
14
A. Latar Belakang Perusahaan Melakukan Merger
Sebelum dilakukan merger, Bank CIC, Bank Pikko dan Bank Danpac telah
diakuisisi oleh Chinkara Capital Ltd pada tanggal 05 Juli 2002. Dari hasil audit
investigasi BPK yang dilakukan setelah kasus ini mencuat, ditemukan beberapa
pelanggaran, yaitu tidak dipenuhinya persyaratan administratif oleh Chinkara Capital
Ltd yaitu:
1. Tidak dilakukannya publikasi atas akuisisi oleh pihak Chinkara Capital Ltd
2. Chinkara Capital Ltd tidak memberikan laporan keuangan untuk 3 tahun terakhir
3. Tidak adanya rekomendasi dari pihak berwenang di negara asal Chinkara Ltd.
Dengan tidak terpenuhinya persyaratan administrative tersebut sebenarnya
mencerminkan kemampuan Chinkara Capital Ltd untuk mengakuisisi ke 3 (tiga) Bank
tersebut masih patut dipertanyakan.
Selain itu, pada saat Rapat Dewan Gubernur BI tanggal 27 November 2001,
Bank Indonesia melalui Direktorat Bidang Hukum menyampaikan adanya indikasi
banyaknya transaksi pada Bank CIC yang bersifat penipuan dan melibatkan Chinkara,
sehingga dana yang digunakan oleh Chinkara untuk mengakuisisi Bank CIC, Bank
Pikko dan Bank Danpac belum dinyatakan bebas dari money laundering. Berbagai
pelanggaran juga dilakukan oleh manajemen Bank Century yaitu diantaranya:
Ditemukannya transaksi Surat-Surat Berharga (SSB) fiktif pada Bank CIC
senilai US$ 25 juta yang melibatkan Chinkara dan terdapat beberapa SSB yang
beresiko tinggi sehingga Bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif (PPAP) yang mengakibatkan CAR menjadi negatif. Selain itu, adanya
pembayaran kewajiban General Sales Management 102 dan penarikan Dana Pihak
Ketiga dalam jumlah besar yang mengakibatkan Bank CIC mengalami kesulitan
likuiditas.
Ditemukannya kredit yang dikategorikan macet yang diberikan Bank Pikko
kepada PT. Texmaco, dan selanjutnya ditukarkan dengan Medium Term Notes
(MTN) pada Dresdner Bank yang tidak memiliki notes rating, sehingga bank wajib
membentuk PPAP yang mengakibatkan CAR Bank Pikko menjadi negatif.
Walaupun Chinkara Capital Ltd melakukan banyak pelanggaran, Bank
Indonesia dalam rapat tersebut akhirnya memutuskan untuk menyetujui akuisisi
Chinkara Capital Ltd dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Chinkara
Capital Ltd, yaitu :
15
1. Melakukan merger terhadap ke 3 (tiga) Bank tersebut.
2. Memperbaiki kondisi Bank.
3. Mencegah terulangnya tindakan melawan hukum.
4. Mencapai dan mempertahankan CAR 8%.
Dalam Rapat Dewan Gubernur tersebut juga diputuskan, bahwa apabila kelak
ditemukan pelanggaran atas persyaratan tersebut, ijin akuisisi tersebut dapat
dibatalkan.
Surat Ijin Akuisisi kemudian diterbitkan pada tanggal 05 Juli 2002 dan Bank
Indonesia meminta Chinkara Capital Ltd mengajukan permohonan ijin merger dan
menjalani Fit and Proper Test. Apabila setelah dilakukan pemeriksaan, terbukti
Chinkara melakukan pelanggaran, maka persetujuan akuisisi dibatalkan, dan Chinkara
Capital Ltd harus melepaskan semua kepemilikan sahamnya pada Bank Bank di
Indonesia. Akan tetapi, penerbitan Surat Ijin Akuisisi tersebut dilakukan saat Rafat
Ali Rivzi sebagai pemegang saham pengendali dinyatakan oleh Bank Indonesia tidak
dilanjutkan / tidak diproses hasil penilaian Fit & Proper Test nya.
Selanjutnya, Bank Indonesia melanjutkan proses merger ke 3 (tiga) bank
tersebut meskipun kemudian ditemukan lagi pelanggaran yang dilakukan oleh Bank
CIC dan Bank Pikko ( dalam hal ini dilakukan oleh Chinkara Capital Ltd sebagai
pemegang saham pengendali ). Pelanggaran tersebut antara lain:
Banyak ditemukannya pengeluaran biaya fiktif senilai total US$ 1,05 juta dan
Rp 15,8 milyar pada Bank CIC yang dilakukan sepanjang tahun 2001 sampai tahun
2003.
Adanya pemberian kredit fiktif senilai US$ 91,79 juta dan Rp 727 milyar yang
ditemukan pada Bank Pikko.
Rasio CAR Bank CIC mulai tahun 2001 sampai dengan tahun 2003 adalah
sebesar Negatif 83%, Negatif 119%, dan negative 87%, sementara pada Bank Pikko
adalah sebesar Negatif 78%, negatif 59%, dan negatif 76%. Bank Danpac masih
menunjukkan CAR yang positif yaitu diatas 25%.
Permasalahan inilah yang diwariskan kepada Bank Century setelah dilakukan
merger terhadap Bank CIC, Bank Pikko dan Bank Danpac.
16
D. Proses Merger dan HambatanHasil Merger tiga bank yaitu Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC
menjadi Bank Century yang sebelum Merger ketiga bank tersebut didahului dengan
adanya akuisisi Chinkara Capital Ltd yang berdomisili hukum di Kepulauan Bahama
dengan pemegang saham mayoritas adalah Rafat Ali Rizvi
Persetujuan prinsip atas akuisisi diputuskan dalam rapat dewan gubenur Bank
Indonesia pada 27 November 2001 dengan memberikan persetujuan akuisisi meski
Chinkara Capital Ltd tidak memenuhi persyaratan administratif berupa publikasi atas
akuisisi oleh Chinkara Capital Ltd, laporan keuangan Chinkara untuk tiga tahun
terakhir, dan rekomendasi pihak berwenang di negara asal Chinkara Capital Ltd dan
rapat dewan gubenur Bank Indonesia hanya mensyaratkan agar ketiga bank tersebut
melakukan Merger, memperbaiki kondisi bank, mencegah terulangnya tindakan
melawan hukum, serta mencapai dan mempertahankan rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio (CAR)) 8%.
Izin akuisisi pada akhirnya diberikan pada 5 Juli 2002 meski dari hasil
pemeriksaan BI terdapat indikasi adanya perbuatan melawan hukum yang melibatkan
Chinkara Capital Ltd, pada Bank CIC akan tetapi Bank Indonesia tetap melanjutkan
proses Merger atas ketiga bank tersebut meski berdasarkan hasil pemeriksaan BI
periode tahun 2001 hingga 2003 ditemukan adanya pelanggaran signifikan oleh ketiga
bank tersebut antara lain, pada Bank CIC, terdapat transaksi Surat-surat berhaga
(SSB) fiktif senilai US$ 25 juta yang melibatkan Chinkara Capital Ltd dan terdapat
beberapa Surat-surat berhaga (SSB) yang berisiko tinggi sehingga bank wajib
membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang berakibat rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) menjadi negatif, serta pembayaran
kewajiban general sales management 102 (GSM 102) dan penarikan Dana Pihak
Ketiga (DPK) dalam jumlah besar yang mengakibatkan bank mengalami kesulitan
likuiditas, serta pelanggaran Posisi Devisa Neto (PDN). pada Bank Pikko terdapat
kredit macet Texmaco yang ditukarkan dengan medium term note (MTN) Dresdner
Bank yang tidak punya notes rating dan berkualitas rendah dibawa masuk dalam
Merger Bank Century, sehingga bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP) yang berakibat rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio (CAR)) menjadi negatif. Proses akuisisi seharusnya dapat dibatalkan jika
mengacu pada persyaratan yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam persetujuan
akuisisi tanggal 5 Juli 2002, persyaratan tersebut antara lain menyebutkan apabila
17
berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Bank CIC terbukti bahwa bilamana Chinkara
Capital Ltd sebagai pemegang saham bank melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan perundang-undangan akan tetapi pada 6 Desember 2004, Bank Indonesia
malah memberikan persetujuan Merger atas ketiga bank tersebut.
Pemberian persetujuan Merger tersebut dipermudah berdasarkan catatan
Direktur Direktorat Pengawasan Bank kepada Deputi Gubernur Bank Indonesia dan
Deputi Gubernur Senior Bani Indonesia pada 22 Juli 2004. Bentuk kemudahan
tersebut adalah berupa Surat-surat berhaga (SSB) pada Bank CIC yang semula dinilai
macet oleh Bank Indonesia menjadi dinilai lancar sehingga kewajiban pemenuhan
setoran kekurangan modal oleh pemegang saham pengendali (PSP) menjadi lebih
kecil dan akhirnya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) seolah-
olah memenuhi persyaratan Merger, termasuk hasil fit and propper test ”sementara”
atas pemegang saham dalam hal ini Rafat Ali Rizvi yang dinyatakan tidak lulus lalu
ditunda penilaiannya dan tidak diproses lebih lanjut. pemberian kelonggaran tersebut
tidak pernah dibahas dalam forum dewan gubenur Bank Indonesia namun hanya
dilaporkan dalam catatan Direktur Direktorat Pengawasan Bank tanggal 22 Juli 2004.
Dalam proses pemberian izin Merger terjadi manipulasi oleh Direktur Bank Indonesia
yang menyatakan seolah-olah Gubernur Bank Indonesia memberikan disposisi bahwa
Merger ketiga bank tersebut mutlak diperlukan, kembali Bank Indonesia tidak
menerapkan aturan dan persyaratan dalam pelaksanaan akuisisi dan Merger
sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan (SK) Direksi BI No 32/51/KEP/DIR
tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan
Akuisisi Bank Umum, SK Direksi BI No 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November
1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif demikian pula dengan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No 2/l/PBI/2000 tanggal 14 Januari 2000 tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan (fit and propper test) sebagaimana terakhir diubah dengan
PBI No 5/25/PBI/2003 tanggal 10 November 2003.
E. Perkembangan Bisnis dari Perusahaan Baru
Sebagai Bank hasil merger dari Bank-Bank yang bermasalah, Bank Century
mendapatkan warisan permasalahan yang cukup pelik. Saat merger dilakukan, Bank
CIC mewariskan kerugian operasional yang cukup signifikan, dimana pada periode 4
(empat) bulan yang berakhir pada 30 April 2004, kerugiannya mencapai Rp. 260 juta.
18
Sementara itu, Bank Pikko juga mewariskan permasalahan kepada Bank Century
dimana terdapat kredit yang dikategorikan macet dan membukukan kerugian
operasional sebesar Rp. 392.457 juta pada periode yang berakhir 30 April 2004. Dari
ke 3 (tiga) Bank tersebut, hanya Bank Danpac saja yang pada saat akan dilakukan
merger masih dapat membukukan laba sebesar Rp. 9.030 juta per 30 April 2004.
Selama periode tahun 2005–2008, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BI atas
Bank Century yang diterbitkan pada 31 Oktober 2005, diketahui bahwa posisi rasio
kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) Bank Century per 28 Februari
2005 (dua bulan setelah Merger) adalah negatif 132,5% bila sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 3/21/PBI/2001 tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Bank Minimum Bank Umum dan PBI No.6/9/PBI/2004 tentang
Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank sebagaimana diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 7/38/PB 1/2005, seharusnya Bank Century
ditetapkan sebagai bank dalam pengawasan khusus sejak adanya Laporan Hasil
Pemeriksaan Bank Indonesia atas Bank Century diterbitkan pada 31 Oktober 2005.
Bank Indonesia kemudian kembali menyetujui untuk tidak melakukan
penyisihan 100% atau pengakuan kerugian membentuk yang berbentuk Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) terhadap Surat-surat berhaga (SSB) tersebut
padahal menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 7/2/ PBI/2005 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum,seharusnya atas Surat-surat berhaga (SSB) tersebut
dilakukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) atau penyisihan
cadangan kerugian sebesar 100% dengan demikian hal tersebut sudah dapat
merupakan rekayasa akuntansi yang dilakukan Bank Century agar laporan keuangan
bank tetap menunjukkan kecukupan modal dan ini kembali disetujui oleh Bank
Indonesia sebagai pengawas bank-bank.
Pada tanggal 17 Pebruari 2006, Bank Century melakukan Perjanjian Asset
Management Agreement (AMA) dengan Telltop Holdings Ltd, Singapore yang akan
berakhir pada tanggal 17 Pebruari 2009, dalam rangka penjualan surat-surat berharga
Bank sebesar US$ 203,4 juta Selanjutnya dalam rangka pejualan surat berharga
tersebut Telltop Holdings Ltd menyerahkan Pledge Security Deposit sebesar US$ 220
juta di Dresdner Bank (Switzerland) Ltd. Perjanjian AMA tersebut telah
diamandemen pada tahun 2007, dengan penambahan surat-surat berharga yang
dikelola oleh Telltop Holding Ltd menjadi US$ 211,4 juta kemudian sebelum
19
perjanjian AMA tersebut berakhir, pada tanggal 28 Januari 2009 Bank telah
melakukan konfirmasi hasil realisasi penjualan surat-surat berharga tersebut kepada
Telltop Holdings Ltd oleh karena belum ada jawaban Bank Century melakukan klaim
atas Pledge Security Deposit sebesar US$ 220 juta kepada Dresdner Bank
(Switzerland) Ltd.
Bank ini mengalami berbagai permasalahan terutama berkaitan dengan
kepemilkan Surat-surat berhaga (SSB) antara lain US Treasury Strips, (Separate
Trading of Registered Interest and Pricipal Securities) sebanyak US$ 177 juta
(sejumlah US$ 115 juta dari US Treasury strips telah dijaminkan kepada Saudi
National Bank Corp sesuai dengan perjanjian tgl 7 Desember 2006 untuk menjamin
fasilitas L/C Confirmation. Sisa instrumen ini sebesar US$ 13 juta dipegang oleh First
Gulf Asian Holdings sebagai custodian dan $45 juta dipegang oleh Dredner Bank
sebagai custodian) dan negotiable certificates of deposit {NCD). Terdiri dari
negotiable certificates of deposit {NCD) National Australia Bank, London sebesar
US$ 45 juta, Nomura Bank International Plc. London sebesar US$ 38 juta dan
Deutsche Bank sebesar US$ 8 juta yang secara fisik penguasaan negotiable
certificates of deposit {NCD) tersebut berada pada First Gulf Asian Holdings
(Chinkara Capital Limited) selaku custodian bagian pelanggaran Batas Maksimal
Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Neto (PDN) oleh pengurus bank.
20
BAB III : PAPARAN KASUS AKUISISI
Didalam bab ini akan dijelaskan tentang paparan kasus akuisisi dengan contoh kasus
yaitu bagaiman PT. Bakrie & Brothers Tbk. mengakuisisi salah satu perusahaan yang
mengeluarkan aplikasi Path pada tahun
A. Deskripsi Awal Perusahaan
PT. Bakrie & Brothers Tbk. adalah perusahaan perdagangan Indonesia yang
didirikan pada 1942 dan menjadi sebuah grup perusahaan yang bergerak di banyak
bidang. Sekarang ini, perusahaan ini bergerak di bidang telekomunikasi, media,
produksi pipa, bahan bangunan, komponen otomotif, dan investasi dalam
pertambangan batu bara. Perusahaan ini mempekerjakan sekitar 11.000 orang.
Group bakrie atau Bakrie and Brothers Group adalah sebuah perusahaan
dagang terkemuka di Indonesia, Perusahaan super besar iru berrgerak di berbagai
bidang seperti Perkebunan, telekomunikasi, pertambangan, dll. Perusahaan yang
sekarang dipimpin oleh Aburizal bakrie ini boleh dikatakan sebagai salah satu
perusahaan nomer wahid di indonesia.Berdirinya Bakrie Group tak lepas dari
pengalaman Achmad Bakrie yang sempat bekerja di NVVan Gorkom, sebuah
perusahaan dagang milik belanda selama 2 tahun.
Visi dari PT. Bakrie & Brothers Tbk. adalah menjadi perusahaan investasi
terkemuka yang merepresentasikan perekonomian Indonesia. Dengan misi adalah
memaksimalkan nilai bagi pemegang saham melalukan kegiatan investasi yang
menguntungkan dan peningkatan nilai portofolio inti.
Berikut merupakan jajaran Dewan Komisaris dari PT. Bakrie & Brothers Tbk.
Yaitu;
1) Irwan Sjarkawi - President Commissioner/Independent Commissioner
2) Mohamad Ikhsan - Independent Commissioner
3) Armansyah Yamin - Commissioner
4) Nugroho I. Purbo Winoto – Commissioner
Berikut merupakan jajaran Dewan Komisaris dari PT. Bakrie & Brothers Tbk.
Yaitu;
1) Bobby Gafur S. Umar - President Director / CEO
21
2) Eddy Suparno - Director/CFO
3) R.A. Sri Dharmayanti - Director & Corporate Secretary
4) Dody Taufiq Wijaya - Director/Chief Risk Officer
5) Anandh R. Haridh - Chief Investment Officer
6) Indra Ginting - Chief Strategic Business Development Officer
B. Logo Perusahaan
Logo PT. Bakrie & Brothers Tbk.
Path adalah sebuah aplikasi jejaring sosial pada telepon pintar yang
memungkinkan penggunanya untuk berbagi gambar dan juga pesan. Penggunaan dari
Path ditargetkan untuk menjadi tempat tersendiri untuk pengguna berbagi dengan
keluarga dan teman-teman terdekat. Dave Morin, salah satu dari pendiri Path
dan CEO dari perusahaan tersebut.Perusahaan asal San Fransisco, Amerika Serikat ini
didirikan oleh tiga orang yakni: Dave Morin, Shawn Fanning, dan Dustin Mierau.
Mereka berhasil menggalang dana dari para penyumbang, diantaranya yaitu: Ron
Conway, Paul Buchheit, Ashton Kutcher, dan lain-lain. Sebagai modal dasar,
perusahaan ini berhasil menggalang dana sebesar $8.5 juta pada bulan februari 2011,
berasal dari Kleiner Perkins Caufield & Byers dan Index Ventures serta Digital
Garage dari Jepang. Saat Path meluncurkan beberapa fitur baru Pada bulan
November dan Desember 2011, penggunanya meningkat dari 30.000 menjadi lebih
dari 300.000 dalam waktu kurang dari 1 bulan.
22
Logo Perusahaan Path
C. Latar Belakang Dilakukan Akuisisi
1. Bakrie Group Mempunyai Kekuatan Media yang Besar
Bakrie Group memiliki media yang kuat bernama Viva Group yang
mengoperasikan dua stasiun TV nasional dan sebuah portal berita online.
Ketiganya beroperasi dengan cukup baik. Berdasarkan data dari laporan AGB
Nielsen Media Research 2012, program berita Kabar Petang tvOne adalah acara
berita yang paling populer di Indonesia. Portal berita online Viva.co.id memiliki
120 juta pageview bulanan – dengan 8,2 juta pengguna unik di Mei 2012. Stasiun
TV ANTV memperoleh peningkatan jumlah penonton sebesar 30 persen dari
2008 hingga 2012. Saham Viva Group juga mencatat pertumbuhan yang
konsisten. Semua pengaruh media ini dapat digunakan untuk mempromosikan
Path di Indonesia – khususnya ketika pesaingnya seperti Line menghabiskan
banyak uang untuk mempromosikan jejaring sosial mereka.
2. Indonesia Merupakan Pengguna Terbanyak Path
Berdasarkan data statistik jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2012
adalah 248,645,000 sedangkan pengguna social media networking adalah
43,814,560 pengguna. Di Indonesia pengguna aplikasi Path sendiri adalah
sebanyak 3 juta orang. Walaupun masih kalah dengan pengguna facebook dan
twitter namun menurut Dave Morin, pendiri dari Path, Indonesia merupakan
pengguna Path nomor 1 di dunia.
23
3. Indonesia Sekarang Berada di Peta Teknologi Dunia
Ini adalah investasi besar pertama yang pernah dibuat oleh perusahaan
Indonesia di sebuah perusahaan Silicon Valley. Meski kontroversial, investasi ini
telah menarik banyak perhatian dari media di seluruh dunia. Ini sebenarnya
sebuah win-win solution bagi kedua belah pihak. Bakrie mendapat publikasi, dan
mungkin citra Bakrie akan baik melalui afiliasinya dengan aplikasi keren dan
populer seperti Path. Sedangkan bagi Path, investasi ini akan lebih banyak
memberikan mereka sorotan, dan Indonesia sekarang bisa mengklaim mempunyai
sebagian kepemilikan dari layanan jejaring sosial global.
D. Proses dan Tantangan Selama Akuisisi
Selain grup Bakrie, ada banyak investor lain seperti Greylock Partners,
Kleiner Perkins, Index Ventures, Inside Venture Partner, Redpoint Venture Partner,
dan First Rown Capital. Jejaring sosial Path yang bermarkas besar di San Franscisco
di klaim bernilai 250 juta dolar. Sehingga, PT. Bakrie & Brothers Tbk.
menginvestasikan sebesar 65 juta dolar untuk jejaring sosial Path. Awal mula pada
tahun 2011 grup Bakrie menginvestasikan sebesar 10 juta dolar, kemudian di tahun
2012 grup Bakri menginvestasikan lebih besar lagi yaitu senilai 55 juta dolar. Hal ini
menjadikan grup Bakrie sebagai investor terbesar dan pemilik saham terbanyak
sekaligus mengakuisisi Path.
Grup Bakrie sendiri disaat melakukan proses akuisisi memiliki banyak
tanggapan negatif dan positif dari media Indonesia. Tanggapan negatif yang cukup
banyak didapat dikarenakan pada tahun 2012 merupakan tahun dimana pemilihan
presiden di Indonesia dimana Aburizal Bakrie mengajukan diri menjadi calon
presiden dan bertepatan dengan grup Bakrie melakukan pengakuisisian terhadap Path.
Dampak negatif tentunya berdatangan, banyak yang menganggap grup Bakrie
melakukan akuisisi terhadap Path adalah termasuk serangkaian aksi politik. Namun
hal tersebut dibantah oleh anak nya yaitu Anindya Bakrie, selaku CEO dari grup
Bakrie. Menurut Anindya, akuisisi Path tidak ada hubungannya dengan politik,
akuisisi dilakukan untuk tujuan yang lebih besar lagi.
24
E. Perkembangan Bisnis dari Perusahaan Baru
Path pun menjadi jejaring sosial yang paling cepat perkembangannya,
menyusul popularitas facebook dan twitter. Awalnya Path lebih menyasar aplikasi
untuk smartphone yaitu iPhone namun seiring perkembangannya aplikasi ini dapat
pula digunakan pada iPad, iPod Touch, dan Android.
Sejak grup Bakrie melakukan investasi besar-besaran di Path, Path juga
melayani pengguna blackberry maupun window phone. Dikarenakan banyak nya
pengguna aplikasi Path di Indonesia. Perkembangan jejaring sosial yang luar biasa ini,
karena besarnya jumlah pengguna dari Indonesia yang mendorong grup Bakrie untuk
memberikan investasinya kepada Path. XL Axiata Tbk dan PT. Indosat Tbk. juga
berinvestasi di Path melalui grup Bakrie.
Perkembangan yang sangat terlihat oleh Path semenjak diakuisisi oleh grup
Bakrie adalah jumlah penggunanya, dimana pada tahun 2012 hanya sekitar 3 juta
pengguna path namun pada tahun 2013 hingga 2014 sudah mencapai lebih dari 6 juta
pengguna Path di Indonesia.
25
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Akbarwati, Ika. (2010). Merger dan Akuisisi Ramaikan Perjalanan Korporasi
Indonesia di 2010.
http://www.vibiznews.com/column/economy/2010/10/28/mer
Diunduh pada 03 Februari 2012.
Annisa. (2010). “Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan
Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2008-2009”. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Annisa. “Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan
Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2008-2009”. Jurnal.
Azwar, Saifuddin. (2001). Metode Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Billi Agus. (2011). :Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan
Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi pada Perusahaan Publik di BEI”.
Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Brigham&Houston. (2006). Manajemen Keuangan Buku II. Jakarta: Erlangga.
Christopher&Lowes. (2006). COLLINS Kamus Lengkap Bisnis Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga.
Darmawan, Achmad. (2010). Latar Belakang Merger dan Akuisisi.
http://darmawanachmad.wordpress.com/2010/05/08/ Merger -akuisisi-2/
Diunduh pada 2 Februari 2012.
Dyaksa, Widyaputra. (2006). “Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan &
Abnormal Return Saham Sebelum & Sesudah Merger dan Akuisisi di Bursa
Efek Jakarta Periode 1998-2994”. Tesis. Universitas Diponegoro.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Century
26
http://www.kppu.go.id/id/daftar-notifikasi/publikasi-pemberitahuan/pemberitahuan-Merger -2014/
http://sagalawira92.blogspot.com/2013/03/akuisisi.html
http://anandavelia.blogspot.com/2013/10/akuisisi-konsolidasi- Merger .html
http://annezaelzfirdaus.blogspot.com/2013/04/makalah- Merger .html
http://www.bakrie-brothers.com/uploads/dlfile/file_02c950141ef37f9228441e76a9d0bdea.pdf
http://id.techinasia.com/meski-menuai-kontroversi-investasi-bakrie-group-di-path-masih-bisa-menjadi-langkah-bagus-ini-3-alasannya/
http://theglobejournal.com/teknologi/prospek-perkembangan-path-setelah-terima-saham-bakrie/index.php
http://theglobejournal.com/teknologi/prospek-perkembangan-path-setelah-terima-saham-bakrie/index.php
27