Post on 15-Oct-2021
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM i
Menjangkau MasyarakatMiskin dan RentanSerta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMii
MENJANGKAU MASYARAKAT MISKIN DAN RENTAN SERTA MENGURANGI KESENJANGAN:Memperbaiki Ketepatan Sasaran, Desain dan Mekanisme Program
Cetakan Kedua, Oktober 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang© 2014 Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
Foto cover: Sekretariat TNP2K Anda dipersilakan untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan karya ini untuk tujuan non-komersial.
Untuk meminta salinan laporan ini atau keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silakan hubungi TNP2K-Knowledge Management Unit (kmu@tnp2k.go.id). Laporan ini juga tersedia di website TNP2K (www.tnp2k.go.id) TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Jl. Kebon Sirih No. 14 Jakarta Pusat 10110Telepon: (021) 3912812 | Faksimili: (021) 3912511E-mail: info@tnp2k.go.idWebsite: www.tnp2k.go.id
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM iii
Kata PengantarPenanggulangan kemiskinan adalah salah satu prioritas Pemerintahan SBY-Boediono. Untuk itu dengan Perpres 15 tahun 2010 dibentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang mendorong koordinasi lintas Kementerian/Lembaga untuk mendorong perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, perbaikan tingkat kehidupan masyarakat miskin dan rentan, serta penurunan ketimpangan antar kelompok pendapatan. Secara lebih spesifik, ada dua hal yang menjadi mandat utama yaitu: (i) membangun sistem penetapan sasaran nasional dengan penggunaan daftar nama dan alamat rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) yang selanjutnya disebut dengan Basis Data Terpadu (BDT), dan (ii) memperbaiki mekanisme pelaksanaan berbagai program penanggulangan kemiskinan sehingga dapat berjalan lebih efisien, lebih efektif, dan menjangkau seluruh penerima manfaat program. Kedua mandat di atas dijalankan dengan melakukan koordinasi kebijakan antar Kementerian/Lembaga. Koordinasi akan menjadi lebih efisien jika ada landasan berpijak yang sama yaitu bukti (evidence) yang berbasiskan hasil penelitian maupun data aktual dari lapangan.
Laporan ini menguraikan capaian dan proses dalam koordinasi kebijakan yang berbasiskan bukti (evidence) tersebut. Dengan demikian laporan ini diharapkan tidak saja menjadi dokumentasi dari apa yang telah dilakukan TNP2K selama lima tahun terakhir, namun juga sekaligus menjadi acuan dan bahan pembelajaran bagi proses koordinasi kebijakan di masa yang akan datang. Laporan ini sendiri tidak mungkin menguraikan seluruh detil proses, bukti (evidence) ataupun capaian yang dihasilkan oleh TNP2K selama lima tahun terakhir. Untuk itu kami mengundang Bapak/Ibu semua untuk juga mengakses laporan-laporan kami yang lain jika memerlukan informasi yang lebih detil. Dalam melaksanakan tugas selama lima tahun terakhir ini, kami menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Wakil Presiden, Prof. Dr. Boediono, atas kepemimpinan, arahan dan dukungan kepada jajaran TNP2K. Ucapan terimakasih juga sampaikan kepada kementrian/lembaga para anggota TNP2K yang telah bersama-sama menjalankan upaya-upaya perbaikan. Apresiasi yang tinggi juga kami sampaikan atas dukungan yang diberikan kepada TNP2K, khususnya kepada pihak DFAT/PRSF, Bank Dunia Jakarta, USAID, dan GIZ. Terakhir, terimakasih dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada seluruh staf sekretariat dan tim kelompok kerja kebijakan atas kerja keras yang dilakukan selama ini. Apa yang kita saksikan dalam laporan ini adalah buah kerja keras dan kerja bersama kita semua.
Dr. Bambang Widianto
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMiv
x-xi
Daftar IsiKata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Istilah dan Singkatan Daftar Foto
Pendahuluan
Penetapan Sasaran PengantarPembangunan Basis Data Terpadu (BDT)Pengelolaan dan penggunaan Basis Data Terpadu (BDT)Tindak lanjut ke depan
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)Pengantar Tantangan pelaksanaan BLSM Kebijakan perbaikan pelaksanaan Program BLSM 2013 Tindak lanjut pelaksanaan Program BLSM ke depan
Bantuan Siswa Miskin (BSM)Pengantar Tantangan pelaksanaan Program BSM 2008–2012Kebijakan perbaikan pelaksanaan Program BSM
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pengantar Permasalahan yang dihadapiUpaya perbaikan yang dilakukanTindak lanjut ke depan
RaskinPengantar Kebijakan perbaikan pelaksanaan Program Raskin Tindak lanjut ke depan
Program Keluarga Harapan (PKH) Pengantar Tantangan pelaksanaan PKH Efektivitas dan capaian PKHPelaksanaan verifikasi PKH Kecukupan nilai bantuan PKH Durasi kepesertaan PKHKomplementaritas PKH
1-6
7-18
19-30
31-48
49-66
67-87
89-106
iiiiv-v
vivii-ix
xii
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM v
Kebijakan perbaikan programPeningkatan nilai bantuan PKHDurasi kepesertaan PKH: Strategi transformasi PKHMemastikan komplementaritas PKH Penguatan dan penyempurnaan SIM-PKH sebagai Sistem Monitoring ProgramKeuangan inklusif pada PKHTindak lanjut ke depan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)PengantarPermasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan PNPM-MandiriTantangan pelaksanaan program pemberdayaanPerbaikan kebijakan yang dilakukanTindak lanjut ke depan
Keuangan Inklusif: Meningkatkan Akses Pada Layanan KeuanganKeuangan Inklusif: TantanganPeluangKegiatan dan capaianTindak lanjut ke depan
Inisiatif Program Ketenagakerjaan Program ketenagakerjaan: TantanganPeluangKegiatan dan capaianTindak lanjut ke depan
AdvokasiPengantarRapat koordinasi TKPKPelaporan LP2KD dan penyusunan dokumen SPKD Tindak lanjut ke depan
Kinerja dan Akuntabilitas (KIAT) GuruPengantarTiga permasalahan utamaUji coba KIAT GuruPelaksanaan tahap pertama uji cobaKontribusi bagi kebijakan
Penutup
107-119
121-129
131-140
141-154
155-164
165-168
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMvi
Daftar TabelTabel 1. Anggaran untuk Pelaksanaan BLSM 2013
Tabel 2. Pengurangan yang Dialami oleh Penerima BLT 2005/2006 dan 2008/2009
Tabel 3. Posko Pengaduan di Kelurahan/Desa dan Kecamatan
Tabel 4. Evaluasi Ketepatan Jumlah Manfaat Program BSM
Tabel 5. Potensi Anak Penerima Program BSM Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) dan Besaran Cakupan BSM Tahun 2011 Tabel 6. Pagu Penerima Program BSM 2013 dan 2014
Tabel 7. Hasil Evaluasi Dampak Program BSM
Tabel 8. Proyeksi Perhitungan Iuran Jamkesmas untuk Tahun 2014
Tabel 9. Jumlah Pagu RTS-PM Program Raskin 2005–2014
Tabel 10. Kinerja Program Raskin
Tabel 11. Peserta dan Jumlah Lokasi PKH Menurut Tahun Kepesertaan 2007–2014
Tabel 12. Besaran Bantuan PKH 2007–2013
Tabel 13. Bantuan PKH Mulai Tahun 2013
Tabel 14. Anggaran Pendidikan 2012-2014 untuk Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah
Tabel 15. Angka Partisipasi Sekolah di Daerah Perkotaan dan Perdesaan
Tabel 16. Capaian Pendidikan Tertinggi di Daerah Perkotaan dan Perdesaan
21
23
27
35
36
43
44
56
70
71
90
94
97
156
156
157
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM vii
Daftar GambarGambar 1. Evolusi dan Proyeksi Tingkat Kemiskinan di Indonesia
1976–2009 2Gambar 2. Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Indonesia 2010 3Gambar 3. Rasio Gini di Indonesia 1999-2009 4Gambar 4. Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat 2008-2012 4Gambar 5. Ketepatan Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan 2008 5Gambar 6. Kinerja Penetapan Sasaran Beberapa Program Utama 9Gambar 7. Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran Menurut
Metode Penetapan Sasaran 11Gambar 8. Proses PPLS 2011 11Gambar 9. Kartu Perlindungan Sosial 15Gambar 10. Mekanisme Pemutakhiran Penerima KPS 16Gambar 11. Usulan Tahapan Pelaksanaan Pemutakhiran BDT 18Gambar 12. Under/Over Coverage dari Penetapan Sasaran BLT 2008 22Gambar 13. Pengurangan BLT 2005/2006 23Gambar 14. Mekanisme Pemutakhiran Penerima
Kartu Perlindungan Sosial (KPS) 25Gambar 15. Bentuk Sosialisasi Mengenai LAPOR! 27Gambar 16. Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi & Solusi
Masalah Kepesertaan KPS 28Gambar 17. Buku Pegangan TKSK 29Gambar 18. Evaluasi Terhadap Ketepatan Sasaran Program BSM 34 Gambar 19. Mekanisme Penetapan Sasaran BSM 2008-2012 35Gambar 20. Evaluasi Keberlanjutan Pendidikan berdasarkan
Kuantil Pengeluaran 36Gambar 21. Rekomendasi Perubahan Mekanisme Penetapan Sasaran
Penerima Program BSM 40Gambar 22. KPS dan Kartu Calon Penerima BSM 41Gambar 23. Evaluasi Penggunaan KPS untuk Memperbaiki Kinerja
Penetapan Sasaran BSM 42Gambar 24. Rekening Bank Penerima BSM dari KPS 43Gambar 25. Materi Sosialisasi Program BSM Menggunakan KPS 45Gambar 26. Sosialisasi Program BSM Menggunakan KPS 46Gambar 27. Sosialisasi Program BSM 2013-2014 46Gambar 28. Peran Kemenkes, TNP2K, dan PT Askes dalam
Penetapan Sasaran Kepesertaan Program Jamkesmas 2013 54
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMviii
Gambar 29. Tampilan Penghitungan Iuran
Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN 57Gambar 30. Tampilan Visualisasi Data Klaim Individu Jamkesmas 58Gambar 31. Peta Ilustrasi Kebutuhan Dokter dengan Skenario
2 Dokter Melayani 5.000 Peserta 58Gambar 32. Proporsi Penyakit Hipertensi Terdiagnosa dan unmet needs menurut provinsi 59Gambar 33. Situasi Antrian di beberapa Rumah Sakit se-Jabodetabek 64Gambar 34. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Miskin 68Gambar 35. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan dan Non Makanan 68Gambar 36. Efektivitas Penargetan Program Raskin 71Gambar 37. Waktu Siklus Pesanan Raskin dari SPA hingga BAST (2013) 73Gambar 38. Variasi Lokasi Titik Bagi (TB) Raskin 75Gambar 39. Proporsi Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya di luar HTR dari Penerima Raskin dan Rata-rata Besarannya 76Gambar 40. Kartu Raskin Ujicoba 2012 80Gambar 41. Poster Daftar Penerima Manfaat (DPM) 2012 80Gambar 42. Jumlah Kg Beras yang Diterima RTS di Wilayah Kartu dan
Non-Kartu 81Gambar 43. Rupiah yang Dibayarkan RTS per Kg di Wilayah Kartu dan
Non-Kartu 81Gambar 44. Jumlah Kg Beras yang Diterima RTS-PM
(Eksperimen RCT oleh J-PAL) 82Gambar 45. Formulir Rekapitulasi Pengganti Juni-Desember 2012 82Gambar 46. Materi Sosialisasi Kartu Perlindungan Sosial dan
Penggunaannya untuk Raskin 84Gambar 47. Jumlah ART Penerima Manfaat PKH 2013 92 Gambar 48. Persentase Jumlah ART yang Berhasil Diverifikasi 3 Bulan
Berturut-turut 93Gambar 49. Komplementaritas PKH dengan Program Bansos Lain (%) 95Gambar 50. Buku Kerja Pelaksanaan Program Keluarga Harapan 96Gambar 51. Resertifikasi dan Implikasinya Terhadap Status
Kepesertaan PKH 98Gambar 52. Berkas Kuesioner Resertifikasi Untuk Kohor 2007 dan 2008 99Gambar 53. Mekanisme Pengaduan Resertifikasi PKH 99Gambar 54. Pertemuan Pembagian Hasil Resertifikasi dan
Pengaduan Atas Hasil Resertifikasi 100Gambar 55. Pedoman Umum Transformasi PKH 101Gambar 56. Tampilan Aplikasi Dashboard SMART-PKH 102Gambar 57. Contoh Hasil Analisis Rata-Rata Penyaluran Dana RTSM/KSM 103Gambar 58. Ragam Program Pemberdayaan Masyarakat 108
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM ix
Gambar 59. Capaian Pelaksanaan PNPM Mandiri 2007–2013 110Gambar 60. Dampak Positif PNPM Mandiri 112Gambar 61. Kerangka Konsep Program Pemberdayaan Masyarakat 114Gambar 62. Desa Sebagai Subyek Pembangunanan 116Gambar 63. Jumlah Transaksi Perbankan Non-Tunai di Indonesia, 2007–2011 123 Gambar 64. Proporsi Rumah Tangga yang Menerima Kredit Usaha Menurut
Sumber dan Kelompok Pengeluaran (%) 124Gambar 65. Proporsi Rumah Tangga yang Menerima KUR Menurut
Desil Pengeluaran (%) 125Gambar 66. Agenda Keuangan Inklusif dan Kelompok Target 128Gambar 67. Kerangka Umum dari Lima Pilar dalam Kerangka Aksi
Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan
Angkatan Kerja 135Gambar 68. Program Terpadu untuk Penciptaan Lapangan Kerja Bagi
Angkatan Kerja Muda 136Gambar 69. Perkembangan Jumlah TKPK Kabupaten/Kota Menurut Provinsi 142Gambar 70. TKPK yang terbentuk s/d Maret 2014 143Gambar 71. Penyelenggaraan Rakor TKPK di Tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota 144Gambar 72. Rakor TKPK menurut Frekuensi, Pimpinan & Pesertanya (2013) 146Gambar 73. Buku Panduan Bagi TKPK yang Diterbitkan Oleh TNP2K 149Gambar 74. Contoh Peraturan Kepala Daerah tentang SPKD 151Gambar 75. Daerah menurut Status Dokumen SPKD 151Gambar 76. TKPK yang ikut magang & pelatihan di TNP2K s/d Maret 2014 152Gambar 77. Contoh Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (LP2KD) 152Gambar 78. Contoh Analisis Kabupaten 153Gambar 79. Keterkaitan Antara Frekuensi Kedatangan Pengawas dan
Persentase Ketidakhadiran Guru 158Gambar 80. Angka Kemangkiran Guru 159Gambar 81. Pelajaran Bahasa Kelas 4 (Kiri) dan Pelajaran Matematika
Kelas 5 (Kanan) di Sekolah Dasar di Papua 159Gambar 82. Lokasi Uji Coba 162Gambar 83. Suasana Lokakarya Penandatanganan Nota Kesepakatan
Antara TNP2K dan Kabupaten Keerom, Kaimana, dan Ketapang 162
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMx
Daftar Istilah dan Singkatan
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBBM Bahan Bakar Minyak BLSM Bantuan Langsung Sementara MasyarakatBSM Bantuan Siswa Miskin BDT Basis Data Terpadu BLT Bantuan Langsung Tunai BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPKP Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan BPK Badan Pemeriksa Keuangan BPS Badan Pusat Statistik BULOG Badan urusan Logistik DJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional DIRJEN BUK KEMENKES Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Dinkes Dinas KesehatanJAMKESMAS Jaminan Kesehatan Masyarakat JKN Jaminan Kesehatan NasionalJPS Jaring Pengaman Sosial KADES Kepala Desa KEMENKES Kementerian Kesehatan KEMENKEU Kementerian Keuangan KEMENDAGRI Kementerian Dalam Negeri KEMENSOS Kementerian Sosial KEMENDIKBUD Kementerian Pendidikan dan KebudayaanKEMENAG Kementerian Agama KEMENTAN Kementerian Pertanian KEMENKO KESRA Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat KPS Kartu Perlindungan Sosial KUR Kredit Usaha Rakyat OPK Operasi Pasar Khusus PBI Penerima Bantuan IuranPKH Program Keluarga Harapan PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PPLS Pendataan Program Perlindungan Sosial P4S Program Percepatan Perluasan Perlindungan Sosial PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat POSYANDU Pos Pelayanan Terpadu PSE Pendataan Sosial Ekonomi POKJA Kelompok KerjaRTS-PM Rumah Tangga Sasaran-Penerima Manfaat RASKIN Beras untuk Rumah Tangga MiskinRTS Rumah Tangga Sasaran
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM xi
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional SD Sekolah Dasar SMP Sekolah Menengah Pertama SMA Sekolah Menengah AtasTNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan UPSPK Unit Penetapan Sasaran untuk Penanggulangan Kemiskinan UKP4 Unit Kerja Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Pemerintah
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAMxii
Daftar Foto
Leo BrandtoTimur AnginLeo Brandto Rachma Safitri Rachma Safitri Rachma SafitriLeo BrandtoTimur AnginJoshua EstyRachma Safitri Leo BrandtoLeo BrandtoJoshua EstyJoshua EstyRachma Safitri Joshua EstyLeo BrandtoJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyTimur AnginTimur AnginTimur AnginJoshua EstyJoshua EstyAchmad IbrahimSutiknoLeo BrandtoPitchayarat Chootai Achmad IbrahimAchmad IbrahimJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyJoshua EstyLeo BrandtoJoshua EstyLeo Brandto Leo Brandto
178
101319212430313237394950606266677485868993
101105107109117119121125129131132137139141145155165
CoverPendahuluanPenetapan SasaranPenetapan SasaranPenetapan SasaranPenetapan SasaranBLSMBLSMBLSMBLSMBSMBSMBSMBSMJKNJKNJKNJKNJKNRaskinRaskinRaskinRaskinPKHPKHPKHPKHPNPMPNPMPNPMPNPMKeuangan InklusifKeuangan InklusifKeuangan InklusifKetenagakerjaanKetenagakerjaanKetenagakerjaanKetenagakerjaanAdvokasiAdvokasiKIAT GuruPenutup
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM2
PENDAHULUAN
Penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia dalam periode 1976–1996 merupakan
salah satu episode pembangunan yang paling mengesankan dan menjadi salah
satu kisah sukses penanggulangan kemiskinan bagi Indonesia dan juga bagi banyak
negara-negara lain. Pada periode ini tingkat kemiskinan di Indonesia turun dari kisaran
40 persen menjadi 11,7 persen. Tren penurunan ini terputus saat Indonesia dihantam
krisis keuangan Asia 1997–1998. Mulai awal tahun 2000, tren penurunan tingkat
kemiskinan mulai kembali lagi namun dengan penurunan yang melambat dibandingkan
dengan periode pra-krisis 1997–1998. Perlambatan penurunan tingkat kemiskinan ini
terus berlanjut hingga awal dimulainya periode pemerintahan SBY-Boediono pada tahun
2009 seperti ditunjukan pada Gambar 1 dibawah.
Gambar 1. Evolusi dan Proyeksi Tingkat Kemiskinan di Indonesia 1976–2009
40,0
1%
1976 1980 1984 1987 1990 1993 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
60
50
40
30
20
10
0
28,6
%
21,6
%
17,4
%
15,1
%
13,7
%
11,7
% 17,7
%
24,2
%
23,4
%
19,1
4%
18,4
1%
18,1
9%
17,4
2%
16,6
6%
15,9
7%
17,7
5%
16,5
8%
15,4
2%
14,1
5%
54,2
43,2
35
30
27,2
25,9
22,5
34,5
49,5
48
38,7
37,9
38,3
9
37,3
4
36,1
5
35,1
39,0
5
37,1
7
34,9
6
32,5
3
Tingkat persentase kemiskinan menurun namun pada tahun-tahun terakhir terjadi perlambatan penurunan kemiskinan
Sumber: BPS berbagai publikasi
Perlambatan penurunan tingkat kemiskinan dijelaskan oleh paling tidak dua hal. Pertama,
pada tingkat kemiskinan yang relatif lebih rendah, kemiskinan secara natural akan turun
lebih lambat dibandingkan dengan pada saat tingkat kemiskinan tinggi—misalnya pada
kisaran 30–40 persen. Kedua, kemiskinan pada tingkat yang relatif rendah juga ditengarai
telah mulai menyentuh kemiskinan kronis yang penanganannya lebih kompleks dan
membutuhkan waktu yang lebih lama.
Pada tahun 2009 dengan tingkat kemiskinan sebesar 14,15 persen, jumlah orang
yang berada di bawah garis kemiskinan adalah sebesar 32,53 juta individu. Angka ini
cukup besar khususnya jika dibandingkan dengan jumlah orang miskin di negara-
negara tetangga. Ini menjadi tantangan yang mendapat perhatian di awal periode
Pengantar
3Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PENDAHULUAN
pemerintahan SBY-Boediono. Selain perlambatan penurunan tingkat kemiskinan dan
jumlah orang miskin, kerentanan kemiskinan juga merupakan masalah tersendiri. Seperti
ditunjukkan pada Gambar 2, distribusi pengeluaran per kapita per bulan terkonsentrasi
di sisi kiri. Ini berarti bahwa selain penduduk yang tergolong miskin –di sebelah kiri garis
kemiskinan—kelompok penduduk yang tidak miskin namun hanya sedikit di sebelah
kanan garis kemiskinan masih cukup besar. Kelompok penduduk inilah yang dinamakan
kelompok rentan miskin. Untuk kelompok rentan miskin, guncangan ekonomi yang
relatif kecil sekalipun dapat menjadikan mereka kembali menjadi miskin. Dari data
Susenas, dapat ditunjukkan bahwa pada tahun 2009, jumlah orang miskin dan rentan
miskin mencakup paling tidak 40 persen dari total populasi Indonesia saat itu. Ini berarti
4 dari 10 orang Indonesia tergolong miskin atau rentan miskin.
Gambar 2. Distribusi Pengeluaran Rumah Tangga Indonesia 2010
Sumber: Susenas (2010)
Selain isu di atas, isu lain yang terkait dan juga mendapat sorotan pada awal pemerintahan
SBY-Boediono adalah masalah memburuknya kesenjangan pendapatan. Seperti
ditunjukan pada Gambar 3, angka rasio Gini —yang merupakan indikator kesenjangan
pengeluaran rumah tangga—di Indonesia cenderung meningkat sejak awal 2000. Di
awal periode pemerintahan SBY-Boediono tahun 2009, rasio Gini mencapai 0,37. Angka
ini walaupun nampaknya tidak terlalu jauh dari angka tahun sebelumnya, namun
telah menembus ‘batas psikologis’ rasio Gini Indonesia yang selama bertahun-tahun
cenderung pada kisaran 0,35–0,36. Situasi ini jika terus berlanjut dalam jangka panjang
dapat memunculkan permasalahan ekonomi dan sosial. Memburuknya kesenjangan
pendapatan menunjukan bahwa kelompok pendapatan atas tumbuh lebih tinggi
dibandingkan kelompok pendapatan bawah.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM4
PENDAHULUAN
Gambar 3. Rasio Gini di Indonesia 1999 - 2009
Rasio Gini
Sumber: BPS
Apa yang menjelaskan kesenjangan/ketidakmerataan antar kelompok pendapatan?
Analisis data Susenas 2008 dan 2012 menunjukkan bahwa pertumbuhan pengeluaran
kelompok masyarakat 40 persen termiskin walaupun positif namun berada jauh dibawah
20 persen masyarakat terkaya. Seperti ditunjukkan pada gambar 4 di bawah, pengeluaran
kelompok masyarakat 40 persen termiskin tumbuh sekitar 1,8-2,1 persen, sementara
pengeluaran kelompok masyarakat 20 persen terkaya tumbuh sekitar 5,1-8,5 persen.
Gambar 4. Pertumbuhan Konsumsi Masyarakat 2008 – 2012
Sumber: TNP2K
Selain isu terkait dengan kemiskinan dan kesenjangan, isu lain yang juga mendapat sorotan
adalah mengenai ketepatan sasaran program-program penanggulangan kemiskinan.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 5, hanya sebagian dari rumah tangga sasaran—daerah
Pers
enta
se P
ener
ima
Bant
uan
5Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PENDAHULUAN
diarsir warna biru—yang memperoleh program Raskin, BLT dan Jamkesmas. Di sisi
lain pada Gambar 5 juga ditunjukkan ada rumah tangga bukan sasaran—tidak miskin
dan bukan rentan miskin—yang ternyata memperoleh program. Kesalahan dimana
kelompok sasaran/penerima manfaat tidak menerima program disebut sebagai exclusion error, sementara kesalahan dimana kelompok bukan sasaran ternyata menerima program
disebut dengan inclusion error. Tingginya angka exclusion dan inclusion error berpengaruh
pada efektivitas program sekaligus menunjukkan adanya yang perlu diperbaiki pada
basis data untuk pensasaran program, desain dan mekanisme program. Pada tahun 2008,
kinerja pensasaran program masih jauh dari baik. Analisis data Susenas menunjukkan
bahwa pada tahun 2008 hanya 30 persen penduduk miskin yang menerima tiga
program —Raskin, BLT dan Jamkesmas—sekaligus.
Gambar 5. Ketepatan Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan 2008
Desil Konsumsi Rumah Tangga
Sumber: Susenas 2008, diolah.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dibentuk pada awal
tahun 2010 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 antara lain untuk merespons
situasi melambatnya penurunan tingkat kemiskinan dan meningkatnya kesenjangan.
Perpres tersebut diikuti dengan terbitnya Peraturan Menteri (Permen) no. 42 tahun 2010
tentang Struktur Kelembagaan dan Mekanisme Kerja Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK) Daerah. Mandat utama yang diberikan kepada TNP2K adalah untuk
peningkatan efektitas program penanggulangan kemiskinan, mencakup (i) perbaikan
penetapan sasaran program-program penanggulangan kemiskinan, (ii) perbaikan
desain dan mekanisme distribusi program, (iii) peningkatan koordinasi antar lembaga
untuk peningkatan efektivitas program, dan (iv) pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan. Dalam kurun waktu 2010–
2014, perbaikan-perbaikan kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan telah dilakukan
TNP2K. Perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan mencakup pengembangan Basis Data
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM6
PENDAHULUAN
Terpadu sebagai upaya perbaikan menyasar program-program berbasis rumah
tangga dan individu. Perbaikan juga dilakukan pada desain program dan mekanisme
distribusi (delivery mechanism) dari masing-masing program dari Klaster 1, 2 maupun 3.
Keseluruhan perbaikan-perbaikan tersebut dilakukan dengan mengacu pada kebutuhan
dan didasarkan pada bukti-bukti yang diperoleh dari lapangan.
Laporan TNP2K ini mendokumentasikan langkah-langkah yang telah dilakukan oleh
TNP2K sesuai dengan mandat yang diberikan untuk menanggulangi kemiskinan. Laporan
ini mencakup topik-topik berikut: Penetapan Sasaran, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
Bantuan Langsung Sementara untuk Masyarakat (BLSM), Beras untuk Masyarakat Miskin
(Raskin), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Nasional
Pemberdayaan Mandiri (PNPM), inklusi keuangan, ketenagakerjaan kaum muda, advokasi
TKPK Daerah dan Pilot Kinerja dan Akuntabilitas (KIAT) guru.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM8
PENETAPAN SASARAN
Sejak 2009 Indonesia telah memiliki serangkaian program perlindungan sosial sebagai
salah satu upaya untuk mensejahterakan kehidupan bangsa, khususnya untuk mereka
yang tergolong miskin dan rentan miskin. Berdasarkan sasaran penerima manfaatnya,
program-program perlindungan sosial dapat dibagi menjadi beberapa kelompok. Salah
satunya adalah program perlindungan sosial dengan sasaran penerima manfaat individu
dan/atau rumah tangga, seperti Program Subsidi Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin),
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)1, Program Bantuan Siswa Miskin
(BSM), dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Salah satu tantangan utama dalam program dengan sasaran individu dan/atau ru-
mah tangga adalah mengidentifikasi secara tepat dan akurat individu dan/atau rumah
tangga sasaran penerima manfaat. Pada 2009 masing-masing program itu menggunakan
mekanisme dan metode yang berbeda dengan dua tantangan yang masih perlu diper-
baiki terutama:
a. Masih rendahnya tingkat ketepatan sasaran program. Ini terlihat dengan masih
tingginya exclusion error dan inclusion error di beberapa program utama seperti tersaji
dalam gambar 6.
b. Masih rendahnya komplementaritas antar program dalam menyasar kelompok
yang berhak. Dalam hal ini masalahnya adalah kelompok sasaran yang seharusnya
menerima beberapa program perlindungan sosial sekaligus, ternyata hanya menerima
kurang dari yang seharusnya. Misalnya dijumpai rumah tangga penerima PKH yang
tidak termasuk dalam penerima program Raskin dan Jamkesmas, sementara rumah
tangga penerima PKH merupakan rumah tangga termiskin dan seharusnya juga
menjadi penerima manfaat program perlindungan sosial lain.
1 Sejak Januari 2014 menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Pengantar
9Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PENETAPAN SASARAN
Gambar 6. Kinerja Penetapan Sasaran Beberapa Program Utama
Desil Konsumsi Rumah Tangga
BLT Raskin Cakupan Jamkesmas Pemanfaatan Jamkesmas
Sumber: Susenas, diolah.
Kedua tantangan tersebut memiliki dampak langsung terhadap keberhasilan pencapa-
ian tujuan penurunan tingkat kemiskinan. Untuk menjawab kedua tantangan di atas,
penyempurnaan sistem penetapan sasaran menjadi salah satu kunci utama yang harus
dilakukan. Oleh karena itu, di awal masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia
memberikan amanat kepada Wakil Presiden selaku penanggung jawab untuk melaku-
kan percepatan penanggulangan kemiskinan melalui pembentukan Tim Nasional Per-
cepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). TNP2K dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dan
diketuai oleh Wakil Presiden Republik Indonesia. Lembaga ini menjadi kunci penting
dalam memberikan dukungan dan dorongan yang diperlukan untuk memperbaiki seka-
ligus mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan. Salah satu agendanya adalah
dengan melakukan unifikasi sistem penetapan sasaran.
PEMBANGUNAN BASIS DATA TERPADU (BDT)
Prasyarat utama terwujudnya unifikasi sistem penetapan sasaran adalah tersedi-
anya suatu basis data nasional yang berisikan informasi karakteristik individu dan/
atau rumah tangga yang potensial menjadi sasaran penerima manfaat yang dapat di-
jadikan sebagai referensi bagi program perlindungan sosial dalam memilih peserta
Target Non-Target
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM10
PENETAPAN SASARAN
program. Untuk tujuan itu, TNP2K merumuskan satu inisiatif untuk membangun basis
data perlindungan sosial yang disebut dengan Basis Data Terpadu (BDT).
Langkah penting pertama dalam rangka membangun basis data ini adalah kegiatan
pendataan tingkat rumah tangga untuk mengumpulkan informasi tentang keberadaan
individu dan/atau rumah tangga dan kondisi sosial ekonominya. Ini bukan hal baru bagi
Indonesia. Sebelumnya Indonesia telah memiliki pengalaman dalam kegiatan pendataan
rumah tangga untuk kebutuhan penetapan sasaran. Pada 2005 telah dilaksanakan kegiatan
Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 yang hasilnya digunakan untuk penetapan sasaran
rumah tangga penerima program Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2005 dan program BLT
2008. Pendataan serupa kembali dilakukan pada 2008 dengan nama Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) 2008 yang digunakan sebagai basis sasaran PKH dan program-
program nasional lain. Walaupun demikian, pada saat itu belum terdapat dukungan dan
dorongan yang kuat untuk menjadikan hasil PSE 2005 atau PPLS 2008 sebagai basis
penetapan program perlindungan sosial.
TNP2K berperan penting dalam mengkoordinasikan seluruh elemen dan upaya yang
diperlukan dalam pembangunan BDT. Diawali dengan kegiatan PPLS 2011 yang didesain
sebagai sumber data BDT. Dalam rangka memastikan pendataan dilakukan dengan
metode yang paling tepat dan sesuai dengan konteks Indonesia, TNP2K bekerjasama
dengan Bank Dunia dan Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (J-PAL). Bersama dengan
kedua lembaga tersebut, TNP2K melakukan serangkaian eksperimen dan penelitian
di beberapa daerah untuk menguji beberapa metode penetapan sasaran. Hasil studi
menunjukkan bahwa metode Proxy Means Test (PMT) memberikan hasil yang relatif lebih
akurat dibandingkan dengan metode lain dan masyarakat memiliki kemampuan lebih
dalam mengidentifikasi mereka yang paling miskin di masing- masing lingkungannya
(Gambar 7).
11Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PENETAPAN SASARAN
Gambar 7. Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran menurut Metode Penetapan Sasaran
Metode Desil
Sumber: TNP2K PMT Komunitas
Rekomendasi dari rangkaian studi tersebut turut menjadi masukan penting dalam
inovasi perbaikan mekanisme pendataan PPLS 2011 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Secara umum proses PPLS dapat dilihat dalam Gambar 8.
Gambar 8. Proses PPLS 2011
Pre-ListRumah Tangga
(Berdasarkan peta kemiskinan yang berasal
dari data Sensus Penduduk 2010)
Verifikasi Keberadaan RumahTangga oleh Pemimpin Lokal
Konsultasi denganRumah Tangga Miskin
Penyisiran
Daftar awalRumah Tangga
Disurvei padaPPLS 2011
Sumber: TNP2K
Beberapa inovasi —sebagian diinspirasi oleh studi tersebut—dimasukkan TNP2K dalam
PPLS 2011 yang meliputi:
a. Penambahan cakupan rumah tangga yang didata (sekitar 45 persen penduduk Indo-
nesia), dibandingkan dengan 29 persen penduduk yang didata dalam PPLS 2008.
b. Pemanfaatan data Sensus Penduduk 2010 yang diolah lebih lanjut dengan metode
Poverty Map sebagai referensi dalam menyusun daftar awal rumah tangga yang akan
didata dalam PPLS 2011.
c. Mekanisme konsultasi dengan masyarakat miskin untuk mengidentifikasi rumah
tangga miskin yang belum terdata.
d. Penambahan variabel karakteristik individu dan rumah tangga sehingga dapat lebih
baik dalam memprediksi kondisi sosial ekonomi rumah tangga dan lebih dapat
mengakomodasi kebutuhan program.
Pers
en
Pers
enta
se D
esil
Terp
ilih
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM12
PENETAPAN SASARAN
Setelah data rumah tangga dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis untuk mem-
peroleh estimasi kondisi sosial ekonomi dari masing-masing rumah tangga. Inovasi
penting yang terjadi pada tahap ini adalah perbaikan pada model estimasi Proxy Means Tests (PMT) yang digunakan. Perbaikan tersebut meliputi penambahan dan pemilihan
variabel prediksi kondisi sosial ekonomi. Selain itu, model PMT yang digunakan disesuaikan
dengan kondisi masing-masing kabupaten/kota atau dengan kata lain terdapat model
yang spesifik untuk setiap kabupaten/kota. Hasil estimasi dengan menggunakan PMT
tersebut memungkinkan untuk selanjutnya dilakukan perangkingan rumah tangga
berdasarkan kondisi sosial ekonominya. Dari hasil perangkingan tersebut, dipilihlah
40 persen rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah, atau sekitar 25 juta
rumah tangga dengan 96 juta individu, untuk diturutsertakan dalam Basis Data Terpadu
yang akan dikelola oleh Sekretariat TNP2K.
PENGELOLAAN DAN PENGGUNAAN BASIS DATA TERPADU (BDT)
Sekretariat TNP2K membentuk satu unit khusus untuk mengelola Basis Data Terpadu
yang dinamakan Unit Penetapan Sasaran untuk Penanggulangan Kemiskinan (UPSPK).
Terdapat tiga fungsi utama dalam pengelolaan BDT yang dijalankan oleh UPSPK yaitu:
a. Pelayanan kepada pelaksana program: bekerja sama dengan penyelenggaraan
program dalam memastikan basis data terpadu dapat dimanfaatkan untuk keperluan
program perlindungan sosial, serta memberikan dukungan teknis kepada pengguna
basis data terpadu.
b. Kajian dan penelitian: melakukan studi atau analisis terhadap berbagai studi untuk
memperbaiki kualitas penetapan sasaran program, dan melakukan pemantauan dan
evaluasi pemanfaatan basis data terpadu.
c. Penyajian informasi: membangun sistem informasi berbasis teknologi informasi
untuk menyajikan beragam informasi terkait basis data terpadu dan perlindungan
sosial, termasuk membangun situs Basis Data Terpadu yang menampilkan
16 indikator terpilih tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan. Indikator
tersebut dapat diunduh dalam bentuk data maupun peta (bagian dari Open Government Initiative yang dikoordinasikan oleh Unit Kerja Pemerintah bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)).
Sejak diluncurkan pada Januari 2012, Basis Data Terpadu telah menjadi referensi utama
bagi penetapan sasaran program-program perlindungan sosial nasional, seperti:
13Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PENETAPAN SASARAN
a. Program Raskin Program Raskin mempergunakan data untuk penetapan sasaran program terhitung
Juli 2012 sebanyak 17,5 juta rumah tangga. Penggunaan BDT sebagai basis dilanjutkan
juga untuk penetapan sasaran Raskin pada 2013 dan 2014 sebanyak 15,5 juta rumah
tangga.
b. Program Jamkesmas Program ini menggunakan BDT untuk menentukan peserta Jamkesmas sejak 2013
sebanyak 86,4 juta individu. Berdasarkan cakupan kepesertaan, program ini adalah
program perlindungan sosial yang terbesar. Ketika Jamkesmas berevolusi menjadi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Januari 2014, basis penentuan peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga berasal dari 86,4 juta individu yang sama dari BDT.
c. Program BSM Salah satu inovasi yang didukung oleh TNP2K dalam pelaksanaan program BSM
adalah penyesuaian mekanisme penetapan sasaran dari sebelumnya dilakukan oleh
pihak sekolah dan komite sekolah menjadi menggunakan Basis Data Terpadu. Tahap
pertama dari upaya ini adalah penerbitan dan pengiriman kartu BSM kepada 350
ribu siswa SMP kelas 7 pada 2012, dan dilanjutkan untuk 670 siswa SD kelas 1 dan
SMP kelas 7 pada 2013. Selanjutnya, sejak Juli 2013 setiap anggota rumah tangga usia
sekolah yang bersekolah dalam kepesertaan Program Raskin secara otomatis menjadi
penerima manfaat program BSM.
d. Program PKHPada pertengahan 2012, PKH juga memanfaatkan BDT untuk penetapan sasaran
program sebanyak 484 ribu rumah tangga baru PKH. Selanjutnya pada 2013 PKH
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM14
PENETAPAN SASARAN
kembali mengakses BDT untuk memperoleh tambahan rumah tangga sebanyak 800
ribu rumah tangga.
e. Program Perlindungan Pekerja Anak-Program Keluarga Harapan (PPA-PKH)Program yang dikelola oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini juga telah
memanfaatkan BDT untuk memperoleh calon peserta program sebanyak 10 ribu
pekerja anak pada 2012 dan 11 ribu pekerja anak pada 2013.
f. Program Perlindungan Sosial Daerah
Selain penyelenggara program perlindungan sosial nasional, pemerintah daerah
juga turut memanfaatkan BDT untuk keperluan penetapan sasaran program
pelindungan sosial yang merupakan inisiatif daerah. Hingga April 2014 tercatat telah
31 pemerintah provinsi dan 303 pemerintah kabupaten/kota yang telah mengakses
dan memanfaatkan BDT. Data-data agregat dari BDT juga telah dimanfaatkan oleh
pihak-pihak seperti perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya. Hal
ini menunjukkan tingginya minat dan kebutuhan akan keberadaan basis data yang
dapat diandalkan untuk kebutuhan penetapan sasaran dan semakin menegaskan
peran strategis yang dimiliki oleh BDT.
Dalam rangka perbaikan berkelanjutan untuk semakin meningkatkan pelayanan kepada
penyelenggara program perlindungan sosial dan pengguna BDT, Sekretariat TNP2K
juga melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi atas BDT dan pemanfaatannya.
Pertama, secara internal TNP2K melakukan uji petik pada awal 2012 dan hasilnya
menunjukkan bahwa sekitar 90–95 persen nama dan alamat dalam BDT dapat ditemukan.
Kedua, selain melakukan pengecekan lapangan, evaluasi juga dilakukan
dengan melakukan pencocokan (matching) BDT dengan data kependudukan.
Hasil pencocokan dengan data administrasi kependudukan (Adminduk)
Kementerian Dalam Negeri menunjukkan 74,8 persen nama dan alamat dalam BDT
mendapatkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK).
Ketiga, melalui umpan balik dari pemerintah daerah sebagai pengguna dan pelaksana
program di daerah menyimpulkan pentingnya pelibatan dan partisipasi aktif dari
pemerintah daerah dan masyarakat dalam kegiatan pendataan dan pemutakhiran BDT.
Berdasarkan beberapa uraian di atas sebagai ukuran kualitas BDT yang merupakan tujuan
dari pemantauan dan evaluasi menunjukkan relatif rendahnya masalah yang ditemukan
terkait dengan BDT, baik sebelum, sesudah maupun dalam proses pelaksanaan
program. Namun demikian, masih terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan lebih lanjut
dari pengelolaan basis data yang ada saat ini. Informasi lebih jauh tentang BDT dapat
diperoleh pada alamat web berikut: https://bdt.tnp2k.go.id/
15Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PENETAPAN SASARAN
PEMANFAATAN BDT UNTUK KARTU PERLINDUNGAN SOSIAL DAN PEMUTAKHIRAN DATA
Pada pertengahan 2013, pemerintah secara resmi melakukan penyesuaian harga BBM
dengan salah satu langkah realokasi anggaran untuk subsidi diberikan langsung kepada
rumah tangga sasaran. Dalam rangka realokasi tersebut, pemerintah meluncurkan
Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dengan mengirimkan
KPS sebagai penanda rumah tangga sasaran dengan basis penerima manfaat program
perlindungan sosial dengan masa berlaku hingga akhir 2014. Sebanyak 15,5 juta
rumah tangga yang bersumber dari BDT yang merupakan rumah tangga sasaran yang
merupakan kelompok masyarakat 25 persen termiskin yang ada di BDT. Rumah tangga
pemegang KPS berhak untuk menerima program BLSM, BSM (jika memiliki anak sekolah),
dan PKH (bagi rumah tangga/keluarga yang masuk kategori rumah tangga sangat miskin).
Keberadaan KPS ini semakin memperkuat upaya perbaikan kinerja penetapan program
dan komplementaritas antar program perlindungan sosial sehingga mereka yang berhak
dapat secara penuh menerima haknya karena mekanisme penentuan sasaran penerima
manfaat program setelah menggunakan mekanisme yang sama. Gambar KPS dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Kartu Perlindungan Sosial (KPS)
Sumber: TNP2K
“ KPS merupakan kartu di Indonesia pertama yang diluncurkan oleh Pemerintah yang dapat digunakan untuk mendapatkan manfaat berbagai
program perlindungan sosial”
Bersama upaya untuk meningkatkan kinerja pensasaran lewat pengiriman KPS, TNP2K
juga mengusulkan dan merancang mekanisme pemutakhiran data penerima KPS.
Mengingat pemutakhiran lewat pendataan tidak mungkin dilakukan setiap tahun
karena alasan biaya, waktu dan kompleksitas pelaksanaannya, TNP2K mengusulkan
metode pemutakhiran dari bawah lewat mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM16
PENETAPAN SASARAN
Mekanisme dan alur pengusulan pemutakhiran data dapat dilihat pada gambar 10 di
bawah. Pengalaman dari pelaksanaan mekanisme musyawarah desa/kelurahan tahun
2013 menunjukkan bahwa mekanisme ini memiliki prospek cukup bagus sebagai
salah satu pilihan mekanisme pemutakhiran Basis Data Terpadu di masa mendatang.
Pada tahun 2013, dari total 15,5 juta rumah tangga, telah disepakati untuk dilakukan
pemutakhiran kepesertaan sejumlah 350 ribu rumah tangga, atau sekitar 2,3 persen.
Gambar 10. Mekanisme Pemutakhiran Penerima KPS
Sumber: TNP2K
TINDAK LANJUT KE DEPAN
Berdasarkan kajian internal, input dan masukan dari penyelenggara program serta
pengguna BDT lain menunjukkan bahwa keberadaan BDT merupakan suatu kebutuhan
yang sangat penting 2 . Oleh karena itu, BDT yang mencakup sejumlah informasi dasar rumah
tangga maupun individu yang diperlukan untuk implementasi program perlindungan
sosial, sangat perlu untuk ditingkatkan dari sisi kualitas dan pemanfaatannya. Hal tersebut
perlu dilakukan agar lebih fleksibel dalam mengakomodasi tujuan dan kebutuhan masing-
masing program perlindungan sosial. Selanjutnya, pergeseran kondisi demografis,
migrasi dan perubahan kondisi sosial ekonomi individu/rumah tangga penerima manfaat
program mensyaratkan pentingnya mekanisme pemutakhiran BDT secara berkala.
Terdapat beberapa cara pemutakhiran BDT yang dapat saling melengkapi satu sama lain.
2 Bah et al., 2013. An Evaluation of the Use of the Unified Database for Social Protection Progams by Local Governments in Indonesia, TNP2K.
17Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PENETAPAN SASARAN
Pemutakhiran melalui mekanisme umpan balik dari program dan
pengguna BDT perihal individu/rumah tangga yang masuk atau
keluar sebagai peserta program. Informasi perihal penetapan dan
perubahan penerima manfaat program secara rutin disampaikan
kepada pengelola BDT sehingga kontennya juga termutakhirkan.
Pertama
KeduaPemutakhiran berkala yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pemerintah daerah adalah pihak yang dekat dan berhubungan
langsung dengan lapangan dan pelaksanaan program. Mereka
pulalah yang memiliki informasi lebih perihal kondisi di daerahnya.
Pemutakhiran berkala dalam skala nasional setiap tiga atau empat
tahun sekali dengan mekanisme yang komprehensif melibatkan
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat.
Ketiga
Dalam pemutakhiran nasional ini penting untuk memperhatikan beberapa hal berikut
(ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 10):
a. Pembaharuan alokasi kuota/pagu rumah tangga sasaran dengan kondisi terkini
yang tersinkronisasikan dengan alokasi kuota sasaran pada pelaksanaan program
bantuan sosial sebelumnya. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mencegah
terjadinya pergeseran yang terlalu jauh antara alokasi kuota rumah tangga miskin
program perlindungan sosial yang sudah berjalan dengan cakupan sasaran program
perlindungan sosial untuk setiap daerah ke depannya. Manfaat dari sinkronisasi
kuota antar waktu dan pendataan ini adalah membantu kelancaran pelaksanaan
program di jenjang administratif di bawah tingkat nasional dengan meminimalisasi
perubahan tiba-tiba pada alokasi kuota rumah tangga sasaran program.
b. Mengikutsertakan kementerian/lembaga penyelenggara program perlindungan
sosial dari tahap awal pelaksanaan kegiatan penargetan rumah tangga miskin.
Pengalaman kementerian dan lembaga pada saat implementasi program
merupakan masukan yang sangat bermanfaat bagi perbaikan penetapan
sasaran. Identititas kepesertaan rumah tangga penerima program bantuan
sosial merupakan kunci bagi keberlangsungan dan perbaikan penetapan
sasaran berikutnya dan sangat diperlukan pada saat penyusunan daftar total
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM18
PENETAPAN SASARAN
(pre-list) rumah tangga miskin. Dengan demikian, kekhawatiran kepesertaan
program bantuan sosial tidak tercakup dalam BDT dapat dicegah, kecuali karena
perubahan kondisi sosial ekonomi yang terjadi setelah proses pendataan.
c. Memberikan porsi yang lebih besar kepada partisipasi dan pelibatan pemerintah
daerah dan masyarakat. Mekanisme konsultasi dengan masyarakat miskin perlu
dipertahankan bahkan ditingkatkan lebih lanjut dengan melibatkan kelompok
masyarakat yang lebih besar. Partisipasi masyarakat umum tersebut dapat
terakomodasi dengan adanya kegiatan tambahan selama proses pemutakhiran.
Kegiatan tambahan yang dimaksud adalah kegiatan konsultasi publik dimana daftar
rumah tangga disampaikan kepada masyarakat untuk memperoleh umpan balik
kesesuaiannya. Salah satu alternatif mekanisme pemutakhiran BDT secara nasional
yang komprehensif tersebut dapat dilihat pada gambar 11 di bawah.
Gambar 11. Usulan Tahapan Pelaksanaan Pemutakhiran BDT
Sumber: TNP2K
Penetapan sasaran merupakan kunci awal keberhasilan program perlindungan sosial.
Oleh karena itu, keberadaan dan fungsi dari BDT sangatlah penting untuk dipertahankan
dan ditingkatkan. Dengan semakin baiknya BDT, akan berdampak langsung kepada
perbaikan kinerja penetapan sasaran program perlindungan sosial dan komplementaritas
antar program. KPS yang akan berakhir masa berlakunya pada akhir 2014 perlu
terus dipertahankan untuk semakin memperkuat kinerja penetapan sasaran program
perlindungan sosial.
2 Penyusunan Daftar Awal
(Pre-list)
1 Identifikasi Sumber Data
RT Dalam Pre-list
Bantuan LangsungSementara Masyarakat
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM20
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
raakat
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu bentuk kompensasi
yang diberikan kepada rumah tangga miskin dan rentan atas kenaikan harga BBM pada
tahun 2013. BLSM bukan didesain untuk solusi jangka panjang untuk mengurangi
kemiskinan, namun merupakan solusi jangka pendek untuk menghindarkan penurunan
daya beli masyarakat yang bisa berimplikasi kepada penjualan aset, berhenti sekolah,
mengurangi konsumsi makanan yang bergizi, pekerja anak atau aktivitas merugikan
lainnya.
Pelaksanaan BLSM 2013 tidak lepas dari evaluasi atas keberhasilan Bantuan Langsung
Tunai (BLT) 2005 dan 2008 dalam menyangga tingkat konsumsi rumah tangga miskin
dan rentan akibat kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan 2008. Beberapa studi
evaluasi menunjukkan bahwa BLT yang disalurkan tepat waktu, efektif dalam jangka
pendek menyangga konsumsi rumah tangga atas kenaikan harga BBM. Rumah Tangga
penerima BLT 2005 berhasil melakukan perencanaan pengeluaran (seperti dengan
realokasi konsumsi atau pengurangan konsumsi) untuk mengatasi dampak negatif dari
kenaikan harga BBM. Hal ini menyebabkan tingkat konsumsi dari rumah tangga penerima
BLT tidak mengalami perubahan yang signifikan. Lebih lanjut, dari studi Bazzi et al (2014)
ditemukan bahwa efektivitas BLT akan tinggi jika bantuan tunai diberikan dalam waktu
yang tepat. Keterlambatan dalam distribusi bantuan tunai menyebabkan penurunan
konsumsi rumah tangga sebesar 7,5 persen.
Sasaran Penerima BLSM pada tahun 2013 mencapai 25 persen rumah tangga termiskin di
Indonesia. Dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari Basis Data Terpadu 2011,
jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) BLSM adalah 15.530.897. Setiap RTS akan menerima
Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dikirimkan langsung ke rumah tangga3. Penerima
BLSM diwajibkan membawa KPS dan dokumen pendukung ke kantor pos terdekat untuk
mengambil bantuan tunai.
Besaran dan durasi BLSM dipengaruhi oleh besaran inflasi garis kemiskinan (2008–2013),
durasi dampak inflasi awal dari kenaikan harga BBM dan kapasitas fiskal Pemerintah
Indonesia. Dengan menggunakan hasil evaluasi atas kenaikan harga BBM pada tahun
2005 dan 2008, BLSM ditetapkan sebesar Rp150.000 per bulan dan akan dibagikan
secara rata untuk periode empat bulan. Dengan total bantuan per rumah tangga
adalah Rp600.000, BLSM mencapai sekitar 15 persen dari pendapatan rumah tangga
miskin. Dengan besaran BLSM sebesar ini, program BLSM diharapkan cukup efektif
dalam memproteksi tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin dan rentan serta secara
3 Lihat penjelasan mengenai KPS pada bagian Penetapan Sasaran.
Pengantar
21Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
bersamaan tidak menyebabkan penurunan produktivitas dari rumah tangga penerima
Bantuan. Total anggaran untuk pelaksanaan BLSM 2013, sebagaimana terlihat di Tabel 1,
mencapai Rp9.318,5 miliar.
Tabel 1. Anggaran untuk Pelaksanaan BLSM 2013
Keterangan APBN-P 2013 Rumah Tangga Sasaran 15.530.897
Nilai Bantuan/Bulan (Rp.) 150.000
Durasi (Bulan) 4
TOTAL (Rp. Miliar) 9.318,5
Sumber: Kemenkeu, diolah.
Pelaksana Program BLSM adalah Kementerian Sosial. Namun, karena BLSM merupakan
bagian dari program kompensasi kenaikan BBM, pelaksanaan BLSM masih di bawah
koordinasi dari Wakil Presiden Republik Indonesia. Wakil Presiden memimpin Tim
Pengendali Pusat yang terdiri dari konsorsium Kementerian dan Lembaga Pelaksana
Program. Tim Pengendali Pusat memberikan arahan kepada Satuan Kerja Pelaksana
Daerah (SKPD) terkait pelaksana program di provinsi dan kabupaten/kota.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM22
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
TANTANGAN PELAKSANAAN BLSM
Berdasarkan hasil kajian atas pelaksanaan BLT tahun 2005 dan 2008 TNP2K
mengidentifikasi beberapa tantangan terkait dengan pelaksanaan BLSM.
a. Penetapan rumah tangga penerima BLSMPemanfaatan bantuan tunai tanpa syarat sebagai kompensasi atas kenaikan BBM
pernah dilakukan pada tahun 2005 dan 2008. Studi dari Bank Dunia (2011) menunjukkan
bahwa 40 persen rumah tangga termiskin di Indonesia pada tahun 2008 menikmati
2/3 dari total bantuan BLT. Pada Gambar 12 terlihat bahwa ketidaktepatan sasaran
tertinggi terjadi di provinsi NAD, semua provinsi di Kalimantan, Nusa Tenggara Timur,
Papua dan Papua Barat. Ketepatan sasaran paling tinggi terjadi di Jawa Timur.
Gambar 12. Under/Over Coverage dari Penetapan Sasaran BLT 2008
Sumber: Bank Dunia (2011)
Salah satu faktor penyebab ketidaktepatan sasaran BLT/BLSM adalah sumber data
dan proses verifikasi peserta yang berjalan dengan tidak sempurna. SMERU (2011)
menunjukkan bahwa proses verifikasi atas rumah tangga penerima BLT 2008 yang
berasal dari Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 tidak berjalan dengan baik. Verfikasi
yang seharusnya melibatkan semua lapisan masyarakat ternyata hanya melibatkan
unsur pimpinan di kelurahan.
b. Ketepatan jumlah bantuan BLT yang diterima rumah tangga
Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan BLT/BLSM adalah ketepatan
jumlah bantuan yang diterima oleh rumah tangga penerima manfaat. Mekanisme
pembayaran melalui PT. Pos Indonesia dan penggunaan identifikasi khusus (barcode) hanya mampu memastikan ketepatan jumlah manfaat yang diterima oleh rumah
23Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
tangga di PT. Pos Indonesia. Mekanisme ini tidak mampu menghambat pengurangan
bantuan ketika rumah tangga keluar dari PT. Pos Indonesia. Studi dari SMERU (2006)
menunjukkan bahwa pada pembayaran pertama, hanya 5 persen dari dari penerima
BLT 2005 yang mengalami pemotongan manfaat. Persentase ini kemudian meningkat
menjadi sekitar 10 persen pada pembayaran kedua BLT 2005.
Gambar 13. Pengurangan BLT 2005/2006
Pers
enta
se (%
)
10,38
94,17
5,83
Analisis yang sama juga disampaikan oleh Bank Dunia. Menurut Bank Dunia (2011),
hanya 10 persen dari rumah tangga yang mengalami pengurangan manfaat BLT.
Sayangnya, persentase ini meningkat pada pelaksanaan BLT 2008/2009. Mereka
menemukan bahwa pada pelaksanaan BLT 2008/2009, lebih dari 40 persen penerima
BLT mengalami pengurangan manfaat. Pengurangan ini bertujuan untuk membagi
manfaat BLT dengan Rumah Tangga yang tidak menerima BLT (bagi rata) dan
menutupi biaya penerbitan kartu identitas baru.
Tabel 2. Pengurangan yang dialami oleh Penerima BLT 2005/2006 dan 2008/2009
Sumber: Bank Dunia 2011
Sumber: Smeru (2006)
Pembayaran Pertama Pembayaran Kedua
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM24
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
c. SosialisasiSosialisasi mengenai BLT dan mekanisme pengambilan manfaat BLT merupakan
kunci dari keberhasilan program BLT. Meskipun begitu, Bank Dunia (2011) dan SMERU
(2011) menunjukkan bahwa sosialisasi masih menjadi masalah utama di pelaksanaan
BLT 2005 dan 2008. Sosialisasi terstruktur hanya dilakukan hingga kabupaten/kota.
Rumah tangga mendapat informasi mengenai BLT dan mekanisme BLT dari berbagai
saluran, seperti camat, kepala desa, TV, radio. Keberadaan sosialisasi yang terbatas
ini menyebabkan interpretasi masyarakat menjadi berbeda sehingga mempersulit
implementasi dari BLT.
d. Pengaduan MasyarakatSalah satu komponen utama dari pelaksanaan program bantuan sosial adalah
keberadaan sebuah sistem pengaduan dimana rumah tangga dapat menyampaikan
pengaduan terkait dengan pelaksanaan bantuan sosial. Pelaksanaan BLT tidak pernah
luput dari penyelewengan dari ketentuan dari pemerintah pusat. Bank Dunia (2011)
memperkirakan bahwa sepertiga dari rumah tangga penerima BLT 2005 memiliki
permasalahan terkait dengan pelaksanaan BLT 2005.
KEBIJAKAN PERBAIKAN PELAKSANAAN PROGRAM BLSM 2013
Berdasarkan hasil evaluasi atas tantangan yang dihadapi oleh pelaksanaan BLT tahun
2005 dan 2008, TNP2K berupaya untuk melakukan perbaikan pada pelaksanaan BLSM
2013.
a. Menepatkan Rumah Tangga Sasaran Penerima BLSMRumah Tangga Penerima BLSM diperoleh dari BDT 2011 yang dikelola oleh TNP2K
(TNP2K, 2013). Mengingat bahwa BDT merepresentasikan kondisi sosial ekonomi
25Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
pada tahun 2011 dan fakta keberadaan dinamika kemiskinan yang terjadi dalam
periode 2011 hingga 2013, TNP2K menyadari bahwa terdapat kemungkinan terjadinya
perubahan demografis, sosial dan ekonomi dari beberapa rumah tangga miskin dan
rentan di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk mengakomodasi perubahan ini, TNP2K
menyediakan mekanisme pemutakhiran untuk memastikan bahwa rumah tangga
penerima BLSM sesuai dengan kondisi demografis, sosial dan ekonomi terakhir.
Mekanisme pemutakhiran ini memanfaatkan komunitas melalui musyawarah desa
(musdes) dan musyawarah kelurahan (muskel)4 dalam melakukan proses verifikasi
atas daftar yang dikirimkan oleh TNP2K.
Gambar 14. Mekanisme Pemutakhiran Penerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS)
Sumber: TNP2K
Pelaksanaan mekanisme pemutakhiran ini membutuhkan administrator di tingkat
kecamatan. Oleh sebab itu, TNP2K dan Kementerian Sosial bekerjasama dalam
memanfaatkan Tenaga Kerja Keserasian Sosial (TKSK) di tingkat kecamatan yang akan
berperan sebagai administrator dalam pelaksanaan pemutakhiran. Untuk memastikan
kesamaan persepsi mengenai tugas dan fungsi dari TKSK dalam pelaksanaan
pemutakhiran data, TNP2K dan Kementerian Sosial (Kemensos) membagikan buku
Pegangan TKSK langsung kepada semua TKSK.
Untuk memastikan bahwa kecepatan pengembalian data hasil pemutakhiran ke
Kementerian Sosial, Tim Sistem Informasi Manajemen (MIS) Sekretariat TNP2K,
Kemensos dan PT. Pos Indonesia mengembangkan sistem perubahan daftar rumah
4 Keterangan lebih detil mengenai mekanisme pemutakhiran daftar Rumah Tangga Sasaran Penerima BLT dapat dilihat di Buku Sosialisasi Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi Program-Program Kompensasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi Bahan Bakar Minyak 2013.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM26
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
tangga sasaran secara online (Sistem FRP) untuk proses input data RTS yang diganti
dan pengganti hasil dari musdes/muskel. Proses input data dilakukan di tingkat
kabupaten/kota oleh Kantor Pemeriksa (Kprk) PT. Pos Indonesia. Pada akhir penutupan
aplikasi elektronik pemutakhiran KPS sampai bulan November 2013 terdapat
402.861 KPS retur/tarik dengan penggantian sebanyak 333.331 rumah tangga.
Berdasarkan data rumah tangga pengganti yang diperoleh dari hasil input data,
kemudian dilakukan pengesahan oleh Kementerian Sosial untuk kemudian
dilakukan pencetakan KPS-Pengganti (KPS-P) yang dapat digunakan oleh rumah
tangga pengganti untuk memperoleh manfaat BLSM maupun program lainnya.
b. Koordinasi Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pelaksanaan mekanisme pemutakhiran data KPS dan pengaduan masyarakat
melibatkan aparatur pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan. Untuk
memastikan kesamaan persepsi mengenai tugas dan fungsi masing-masing aparatur
pemerintah, TNP2K bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
menyusun dan mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri Nomor
541/3150/SJ Tahun 2013) mengenai “Penanganan Permasalahan Program Percepatan
dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S) dan Program Khusus Lainnya”. Instruksi yang
dikirimkan melalui telegram kepada seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/
kota di Indonesia berisi tugas dan tanggung jawab dari aparatur pemerintah dalam
pelaksanaan program percepatan dan perluasan perlindungan sosial (P4S) dan
program khusus lainnya.
c. Penyediaan Informasi dan Pengaduan Masyarakat Salah satu kelemahan dari pelaksanaan BLT 2005 dan 2008 adalah ketidaktersediaan
saluran pengaduan bagi pihak yang terkait dengan pelaksanaan BLT. Oleh sebab itu,
pada pelaksanaan BLSM 2013, TNP2K bekerjasama dengan Kemendagri dan UKP4
menyediakan beberapa saluran pengaduan masyarakat. Saluran pengaduan itu
antara lain:
• LAPOR! UKP4Seiring dengan pelaksanaan program kompensasi kebijakan penyesuaian subsidi
BBM disediakan instrumen pengaduan menggunakan portal web LAPOR! (Layanan
Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat!) Unit Kerja Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan Pemerintah (UKP4). Saluran ini merupakan sarana pengaduan
berbasis portal web terintegrasi yang dapat diakses oleh masyarakat melalui alamat
www.lapor.ukp.go.id. Di samping pengaduan melalui alamat internet di atas,
masyarakat juga dapat melakukan pengaduan secara langsung melalui SMS ke
1708. Mekanisme pengaduan berbasis SMS ini akan secara langsung meneruskan
keluhan dan pengaduan ke pelaksana program dengan format pesan: KPS [spasi]
27Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
Nomor KPS [spasi] Isi Aduan (penerima KPS) atau KPS [spasi] Isi Aduan (bukan
penerima KPS).
Sekretariat TNP2K telah ditunjuk sebagai penanggung jawab untuk KPS. Tugas
utama dari TNP2K adalah mendistribusikan keluhan atau pertanyaan ke penanggung
jawab program-program lainnya dan menyampaikan informasi kepada pengadu
dan masyarakat. Khusus pengaduan terkait dengan kepesertaan program, pe-
nanganan pengaduan dilakukan oleh TNP2K sebagai pengelola BDT.
Sejak pelaksanaan BLSM Juli 2013 sampai Juni 2014 telah diterima 25.115 pertanyaan
dan aduan tentang BLSM, dimana sebanyak 1.694 telah dikelola yaitu dijawab
atau diteruskan ke Kementerian Sosial dan masih sekitar 23.421 pertanyaan dan
aduan belum dikelola. Dari 1.694 pertanyaan dan aduan yang telah dikelola hanya
362 yang telah selesai (selama dua minggu sejak ada jawaban terakhir tidak ada
balasan lagi dari pengirim pertanyaan/aduan) dan masih sebanyak 1.327 belum
diproses.
Selain mengelola LAPOR!, Sekretariat TNP2K juga membentuk Posko KPS yang
bertugas menyediakan layanan informasi dan aduan baik melalui surat, telepon,
sms, maupun kunjungan masyarakat, baik kelompok atau individu berkaitan
dengan KPS, BLSM, dan P4S.
• Posko Pengaduan Tingkat Desa/Kelurahan dan KecamatanPengaduan juga dapat dilakukan pada tingkat desa/kelurahan dan kecamatan.
Salah satu keuntungan pengaduan langsung di desa/kelurahan dan kecamatan
adalah keputusan dan solusi akan lebih cepat diambil oleh pelaksana program
di tingkat komunitas, terutama untuk pengaduan yang berkaitan dengan
kepesertaan.
Sumber: UKP4 dan TNP2K
Gambar 15. Bentuk Sosialisasi Mengenai LAPOR!
Tabel 3. Posko Pengaduan di Kelurahan/Desa dan Kecamatan
Sumber: TNP2K
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM28
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
d. SosialisasiSosialisasi merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan pelaksanaan program
pemerintah. Dalam pelaksanaan BLSM 2013, TNP2K bekerjasama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika melaksanakan strategi sosialisasi ke berbagai pemangku
kepentingan BLSM. Media sosialisasi ditentukan oleh sasaran dan tujuan dari sosialisasi.
• Merancang dan Mendistribusikan Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi serta Buku Solusi Masalah Kepesertaan Kartu Perlindungan SosialBuku pegangan sosialisasi disusun dan didistribusikan untuk dapat digunakan
oleh pemerintah pusat maupun daerah sebagai buku pegangan dapat
digunakan sebagai bahan sosialisasi dan implementasi program-program
kompensasi kebijakan penyesuaian subsidi bahan bakar minyak. Sementara buku
Solusi Masalah Kepesertaan KPS dimaksudkan sebagai pegangan dan panduan
Pemerintah Daerah dalam menjalankan mekanisme pemutakhiran melalui
Musyawarah Desa dan Kelurahan. Buku ini juga berisi instruksi Menteri Dalam
Negeri No. 541/3150/SJ Tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan
Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat.
Gambar 16. Buku Pegangan Sosialisasi dan Implementasi & Solusi Masalah Kepesertaan KPS
Sumber: TNP2K, 2013
• Sosialisasi ke Rumah Tangga Penerima KPSSosialisasi ke rumah tangga penerima KPS bertujuan untuk memberikan
informasi mengenai KPS, tujuan dari KPS dan mekanisme penggunaan KPS untuk
memperoleh manfaat dari BLSM. Sosialisasi ini dikirimkan langsung ke rumah
tangga setelah BLSM secara resmi dimasukkan ke dalam APBN-P 2013.
29Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
Gambar 17. Buku Pegangan TKSK
Sumber: TNP2K, 2013
• Sosialisasi ke Aparat Kecamatan dan Aparat Desa/KelurahanSosialisasi ke aparat kecamatan dan aparat desa/kelurahan memiliki dua tujuan
utama. Tujuan pertama adalah untuk memberikan informasi mengenai KPS
dan penggunaan KPS untuk mengambil manfaat P4S dan BLSM. Tujuan kedua
adalah untuk meminta peran serta aktif dari aparat desa dalam distribusi KPS,
pemutakhiran rumah tangga penerima KPS dan pembentukan posko pengaduan
tingkat kecamatan serta posko pengaduan tingkat desa/kelurahan. Sosialisasi ini
diberikan dalam bentuk poster KPS, Surat Edaran (Instruksi) dari Menteri Dalam
Negeri, serta surat pengantar dari Kemenko Kesra.
• Sosialisasi ke TKSKSosialisasi ke TKSK memiliki dua tujuan utama. Sebagaimana dengan sosialisasi
ke aparat desa/kelurahan, tujuan pertama adalah untuk memberikan informasi
mengenai KPS dan penggunaan KPS untuk mengambil manfaat P4S dan BLSM.
Tujuan kedua adalah untuk memberikan informasi mengenai tugas dan tanggung
jawab TKSK dalam mekanisme pemutakhiran rumah tangga penerima KPS serta
pelaksanaan P4S dan BLSM secara umum. Dalam melakukan tugas ini, TKSK akan
berkoordinasi dengan petugas PT. Pos Indonesia, aparat kecamatan dan aparat
desa/kelurahan. Sosialisasi ini diberikan dalam bentuk buku panduan TKSK yang
akan dikirimkan ke semua TKSK di tingkat kecamatan.
• Sosialisasi ke Masyarakat UmumSosialisasi ke masyarakat bertujuan untuk informasi umum mengenai KPS dan
mekanisme penggunaan KPS untuk memperoleh manfaat dari P4S (Raskin dan
BSM) serta BLSM. Sosialisasi ini dilakukan melalui temu media dengan lebih
100 media lokal dan nasional, iklan layanan masyarakat di media cetak dan
media elektronik serta pengadaan poster/spanduk pada titik-titik strategis yang
menjangkau masyarakat umum. Sosialisasi ini dilakukan bekerjasama dengan
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM30
BANTUAN LANGSUNGSEMENTARA MASYARAKAT
TINDAK LANJUT PELAKSANAAN PROGRAM BLSM KE DEPAN
Bantuan Langsung Sementara untuk Masyarakat (BLSM) merupakan program jangka
pendek yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia. Karena waktu antara
sosialisasi dan pelaksanaan program cenderung dekat, ketersediaan jalur komunikasi
yang cepat antara pemerintah pusat dan daerah menjadi prasyarat utama keberhasilan
pelaksanaan program ini. Oleh sebab itu, pemerintah pusat dan daerah harus
melakukan evaluasi atas sistem penyaluran informasi (beserta birokrasi yang terlibat di
dalamnya) dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem penyaluran informasi ini.
Evaluasi atas pelaksanaan BLT dan BLSM menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan
dalam proses pemutakhiran Rumah Tangga Penerima BLSM. Oleh sebab itu dibutuhkan
perbaikan dalam desain mekanisme pemutakhiran maupun pelaksanaan mekanisme
pemutakhiran.
Tindak lanjut berikutnya terkait dengan perbaikan mekanisme pencairan bantuan
BLSM. Pencairan BLSM saat ini dilakukan terpusat melalui PT. Pos Indonesia dan dicurigai
menjadi salah satu penyebab ketidaklancaran proses pengambilan manfaat oleh rumah
tangga (seperti antri). Untuk mengurangi ketidaklancaran dalam proses pengambilan
manfaat ini dibutuhkan sebuah mekanisme pencairan yang baru. Mekanisme pencairan
yang baru ini bisa memanfaatkan beberapa saluran (seperti bank melalui agen-agen
perbankan maupun melalui uang elektronik) sesuai dengan karakteristik geografis dan
demografis dari rumah tangga penerima BLSM.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM32
BANTUANSISWA MISKIN
PengantarProgram Bantuan Siswa Miskin (BSM) adalah bantuan tunai yang diberikan secara
langsung kepada anak-anak usia sekolah/siswa dari jenjang pendidikan dasar ke
menengah atas. Sekolah yang dicakup dalam program ini adalah sekolah yang berada
di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan
Kementerian Agama (Kemenag) seperti Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Menengah
Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/ Madrasah Aliyah (MA).
Program BSM yang mulai dilaksanakan pada tahun 20085 secara umum bertujuan untuk:
a. Menghilangkan halangan siswa miskin berpartisipasi untuk terus bersekolah dengan
membantu siswa miskin memperoleh akses ke pelayanan pendidikan yang lebih baik;
b. Mengurangi angka putus sekolah dan menarik anak usia sekolah dari rumah tangga
miskin dan rentan untuk kembali bersekolah dan;
c. Mendukung penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas)
Sembilan Tahun bahkan hingga tingkat Perguruan Tinggi.
5 Cikal bakal program ini dimulai pada saat krisis ekonomi pada 1998 yaitu melalui Program Jaringan Pengaman Sosial Bidang Pendidikan (JPS-BP) yang terus dilanjutkan dengan bentuk dan nama yang disempurnakan
33Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUANSISWA MISKIN
Program BSM juga mendukung komitmen pemerintah untuk meningkatkan angka
partisipasi pendidikan terutama di kabupaten/kota miskin dan terpencil. Program bantuan
tunai ini disebut sebagai Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan tidak disebut sebagai
beasiswa di mana hal ini sejalan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan
bahwa beasiswa diberikan berdasarkan prestasi dan bukan berdasarkan status sosial
ekonomi siswa. Program ini saling melengkapi dengan Program Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) dimana Program BOS dirancang untuk meringankan beban siswa/peserta
didik dari kewajiban untuk membayar biaya operasional sekolah seperti biaya SPP.
TANTANGAN PELAKSANAAN PROGRAM BSM 2008–2012
Berdasarkan kajian-kajian yang ada, TNP2K mengidentifikasi beberapa tantangan dalam
pelaksanaan program BSM dalam kurun waktu 2008–2012 antara lain:
a. Sasaran Penerima Program BSM
Pada awal Program BSM dilaksanakan, sasaran penerima BSM adalah siswa dari
rumah tangga miskin. Seleksi penerima manfaat BSM dilakukan oleh pihak sekolah
terhadap siswa-siswi yang dianggap miskin yang ada di sekolah tersebut. Gambar
18 menunjukkan lemahnya akurasi dari penetapan sasaran penerima Program BSM
di mana ditemukan banyak penerima BSM yang bukan berasal dari keluarga/rumah
tangga miskin (inclusion error) dan banyak siswa dari keluarga/rumah tangga miskin
tidak menerima manfaat BSM (exclusion error).
Ketidaktepatan sasaran siswa penerima Program BSM salah satunya disebabkan oleh
metode penetapan sasaran yang berbasis sekolah. Secara garis besar, mekanisme
penetapan siswa calon penerima BSM dapat dilihat pada Gambar 19. Mekanisme
ini dimulai dari penetapan pagu jumlah siswa penerima BSM kabupaten/kota oleh
penyelenggara BSM di tingkat pusat (Kementerian). Berdasarkan informasi pagu
kabupaten/kota ini, Dinas Pendidikan atau Kantor Kementerian Agama kabupaten/
kota kemudian mendistribusikan dan menetapkan pagu jumlah siswa penerima
BSM tingkat sekolah/madrasah. Setelah menerima informasi mengenai pagu jumlah
siswa penerima sekolah/madrasah, sekolah/madrasah menetapkan siswa calon
penerima Program BSM dan kemudian mengirimkannya ke Dinas Pendidikan atau
Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota. Setelah menerima usulan dari sekolah/
madrasah, Dinas Pendidikan atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
membuat rekapitulasi jumlah siswa penerima BSM tingkat kabupaten/kota dan
menyampaikannya ke Kemendikbud dan Kemenag selaku penyelenggara Program BSM
yang kemudian membuat rekapitulasi nasional dan menetapkan siswa penerima BSM
dalam sebuah Surat Keputusan (SK) Penetapan Penerima Program BSM tingkat nasional.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM34
BANTUANSISWA MISKIN
Gambar 18. Evaluasi Terhadap Ketepatan Sasaran Program BSM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 2 3 4 5 6 7 8 9 10
15
0
20
10
5
0 0
2
4
6
8
Terdapat dua kelemahan dalam mekanisme ini. Pertama, terkait dengan penetapan pagu
jumlah siswa penerima BSM tingkat sekolah/madrasah. Sekolah yang over quota (pagu
melebihi jumlah aktual siswa miskin di sekolah tersebut) cenderung untuk mengirimkan
nama siswa yang sebenarnya tidak bisa dikategorikan sebagai siswa dari rumah tangga
miskin. Sebaliknya, sekolah yang under quota (kuota kurang dari jumlah aktual siswa
miskin di sekolah tersebut) terpaksa hanya mengirimkan siswa miskin sesuai dengan
pagu. Kedua hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya inclusion dan exclusion error dalam penetapan siswa sebagai penerima BSM. Kelemahan kedua adalah terkait
dengan posisi sentral dari kepala sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah dan guru
dalam melakukan identifikasi siswa yang berhak memperoleh manfaat Program BSM.
Mekanisme penetapan sasaran berbasis sekolah ini bisa menjadi subjektif dan indikator
yang dipergunakan oleh sekolah untuk memilih siswa yang berhak mendapatkan BSM
juga tidak jelas dan sulit untuk dimonitor.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101 2 3 4 5 6 7 8 9 10
15
0
20
10
5
0 0
2
4
6
8
Sumber: Susenas (2009) dan World Bank (2012)
35Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUANSISWA MISKIN
Gambar 19. Mekanisme Penetapan Sasaran BSM 2008–2012
Sumber: TNP2K
b. Besaran Bantuan Program BSM yang Diterima Oleh SiswaKetepatan besaran bantuan Program BSM dalam menutupi biaya lain terkait pendidikan
sangat penting dalam memberikan insentif kepada rumah tangga miskin dan rentan
untuk tetap menyekolahkan anaknya di jalur formal. Hingga tahun 2012, besaran BSM
belum dapat menutupi pengeluaran lain terkait pendidikan. Hasil evaluasi Sekretariat
TNP2K berdasarkan data Susenas 2009 menunjukkan bahwa manfaat tersebut hanya
dapat menutupi sekitar +30/40 persen dari total biaya personal pendidikan yang
harus dikeluarkan oleh rumah tangga miskin.
Tabel 4. Evaluasi Ketepatan Jumlah Manfaat Program BSM
Jenjang Pendidikan
SD
SMP
SMA
Biaya Operasional Pendidikan (Rp)*
210.000
390.000
940.000
Biaya PersonalPendidikan (Rp)*
910.000
1.390.000
1.660.000
Nilai Manfaat BSM di 2012(Rp. per siswa per Tahun Pelajaran)
910.000
1.390.000
1.660.000
Catatan: * Biaya Operasional Pendidikan telah diberikan di dalam Program BOS
Sumber: Susenas 2009
c. Ketepatan waktu penyaluran manfaat BSMKetepatan waktu penyaluran Program BSM dapat membantu keberlanjutan sekolah
siswa/peserta didik dari keluarga miskin (antar jenjang kelas maupun antar jenjang
pendidikan). Selama pelaksanaan Program BSM hingga awal tahun 2012, manfaat
Program BSM baru diterima oleh siswa pada bulan Maret dan September, sedangkan
penyaluran manfaat BSM di bulan Juni sangat rendah. Hasil evaluasi yang dilakukan
oleh Sekretariat TNP2K menemukan bahwa waktu/masa kritis siswa dimana siswa/
keluarga/rumah tangga berada pada saat akhir tahun pelajaran di bulan Mei hingga
Juni dan pada awal tahun pelajaran di bulan Juli terutama saat siswa transisi dari satu
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM36
BANTUANSISWA MISKIN
jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya (seperti dari SD/MI ke SMP/MTs;
dari SMP ke SMA/SMK/MA).
Gambar 20. Evaluasi Keberlanjutan Pendidikan berdasarkan Kuantil Pengeluaran
Pers
enta
se (%
)
d. Cakupan penerima Program BSMSebagaimana disebutkan pada bagian sebelumnya, sasaran dari BSM adalah siswa
dari rumah tangga miskin dan rentan. Oleh sebab itu, menjadi sangat penting untuk
memastikan bahwa cakupan sasaran Program BSM mampu menampung semua
anak dari rumah tangga miskin dan rentan. Pada Tabel 5 terlihat bahwa cakupan
BSM sangat kecil. Khusus untuk SD dan sederajat, cakupan BSM hanya mampu
menampung setengah dari siswa dari rumah tangga miskin. BSM SMP sederajat dan
SMA sederajat hanya mampu menampung siswa dari rumah tangga miskin. Tidak
satupun cakupan BSM masing-masing jenjang yang mampu menampung siswa dari
rumah tangga rentan.
Tabel 5. Potensi Anak Penerima Program BSM
Berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT) dan Besaran Cakupan BSM Tahun 2011
20% terbawah9.193.965
2.936.195
1.239.834
Sumber: BDT 2011 dan Pedoman Pelaksanaan Program BSM Kemendikbud dan Kemenag 2011
e. Minimnya Pengetahuan Untuk Mengakses Program BSMHasil awal pelaksanaan Program BSM di 2013 sebagai bagian dari program kompensasi
penyesuaian subsidi BBM melalui P4S dan KPS menunjukkan tingkat pengembalian
kartu/take-up rate (KPS dan Kartu BSM) untuk Program BSM hanya di bawah 10 persen.
Sumber: Susenas (2009)
37Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUANSISWA MISKIN
Penyebab dari rendahnya take-up rate ini antar lain adalah minimnya pemahaman
RTS-PM bahwa KPS dapat digunakan untuk mengakses Program BSM. Hasil
pemantauan distribusi kartu BSM dan KPS yang dilakukan oleh Sekretariat TNP2K pada
bulan Oktober 2013, dengan responden sebanyak 2.088 rumah tangga di delapan
provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 95,3 persen rumah tangga menyatakan
menerima KPS/Kartu BSM dan sekitar 4,7 persen rumah tangga tidak menerima. Dari
rumah tangga yang menerima KPS/Kartu BSM tercatat 32,8 persen rumah tangga yang
mengembalikan KPS/Kartu BSM ke sekolah. Hal ini menunjukkan masih kurangnya
sosialisasi atau penyampaian informasi mengenai manfaat KPS untuk Program BSM
kepada rumah tangga penerima KPS yang memiliki anak usia sekolah.
f. Komplementaritas dengan PKHSalah satu tujuan pemerintah yang tercantum dalam RPJMN 2009 – 2014 adalah
pengurangan tingkat kemiskinan hingga 8-10 persen dan terbentuknya cikal bakal
Sistem Perlindungan Sosial di Indonesia. Untuk menjamin tercapainya tujuan
pemerintah itu, diperlukan sebuah mekanisme untuk menjamin ketersediaan
berbagai bantuan sosial bagi rumah tangga sangat miskin dan miskin. Khusus untuk
komplementaritas bantuan sosial bidang pendidikan, saat ini terdapat dua jenis
bantuan sosial di bidang pendidikan. Bantuan pertama adalah BSM yang
dikhususkan untuk rumah tangga miskin dan rentan. Bantuan kedua
adalah Program Keluarga Harapan (PKH) yang merupakan program bantuan
tunai bersyarat di bidang kesehatan dan pendidikan bagi rumah tangga/
keluarga sangat miskin di Indonesia. Dengan membandingkan cakupan
dari kedua program ini, semua peserta PKH seharusnya menerima BSM.
Pada saat ini, komplementaritas bantuan sosial di bidang pendidikan bagi siswa
sangat miskin masih rendah. Data dari resertifikasi PKH menunjukkan bahwa dari
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM38
BANTUANSISWA MISKIN
rumah tangga PKH yang graduasi, yaitu peserta PKH tahun kepesertaan 2007 yang
dinilai tidak miskin dan/atau tidak memenuhi syarat kepesertaan PKH, hanya sekitar
27,4 persen yang menerima BSM. Sebaliknya, untuk rumah tangga transisi, yaitu
peserta PKH tahun kepesertaan 2007 yang dinilai masih miskin dan/atau memenuhi
syarat kepesertaan PKH, hanya 31,12 persen yang menerima BSM. Hal ini berarti, lebih
dari 65 persen rumah tangga PKH tidak menerima BSM pada tahun 2013 6.
KEBIJAKAN PERBAIKAN PELAKSANAAN PROGRAM BSM
Berdasarkan hasil evaluasi terkait pelaksanaan Program BSM pada periode sebelum 2012,
Sekretariat TNP2K kemudian mengusulkan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki
pelaksanaan Program BSM kepada Kemendikbud dan Kemenag sebagai pelaksana
Program BSM. Rekomendasi perbaikan program dilakukan dalam beberapa tahap
dengan tujuan untuk:
a. Memastikan keberlanjutan pendidikan siswa penerima Program BSM dari keluarga/
rumah tangga miskin antarkelas dan jenjang pendidikan terutama bagi siswa/peserta
didik yang berada pada periode transisi.
b. Memastikan adanya peningkatan cakupan penerima BSM dan peningkatan nilai/
manfaat BSM secara bertahap di mana diharapkan Program BSM dapat menjangkau
lebih banyak siswa miskin dan rentan maupun anak yang belum dan tidak lagi
bersekolah. Nilai/manfaat Program BSM juga terus dipastikan ada peningkatan agar
kebutuhan personal pendidikan siswa/peserta didik dari keluarga miskin dan rentan,
dapat terpenuhi dengan lebih baik.
Tahapan pelaksanaan rekomendasi kebijakan ini dilakukan sesuai dengan karakteristik
pelaksanaan Program BSM. Pelaksanaan Program BSM memiliki karakteristik program
yang cukup kompleks dan unik dari segi pelaksanaan secara kebijakan, teknis maupun
administratif. Salah satu contoh adalah program ini dilaksanakan oleh beberapa
direktorat pelaksana teknis di dua kementerian yang berbeda (Kemendikbud dan
Kemenag), yaitu Direktorat Pembinaan SD, Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat
Pembinaan SMA, Direktorat Pendidikan SMK, dan Direktorat Pendidikan Madrasah (MI-
MTs dan MA). Oleh karena itu, rekomendasi kebijakan yang diusulkan oleh Sekretariat
TNP2K untuk perbaikan dan peningkatan pelaksanaan Program BSM, direncanakan
secara bertahap melalui proses advokasi, lokakarya teknis serta kegiatan koordinasi (baik
formal maupun informal) yang intensif sejak awal tahun 2012 dengan Kemendikbud dan
Kemenag. Advokasi dan koordinasi yang terus dilakukan oleh Sekretariat TNP2K penting
untuk memastikan agar kedua kementerian tersebut memiliki komitmen dan pemahaman
yang sama terutama mengenai pentingnya perbaikan ketepatan sasaran program,
ketepatan jumlah dan ketepatan waktu penyaluran, agar di dalam rekomendasi kebijakan
6 Definisi tentag transformasi PKH termasuk resertifikasi, graduasi dan transisi keluarga/rumah tangga peserta PKH dapat ditemukan di bagian Laporan PKH
39Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUANSISWA MISKIN
perbaikan program, kedua kementerian dapat berkontribusi dan turut serta secara aktif
dalam memantau dan mengevaluasi efektivitas perbaikan program dengan baik.
Perbaikan Program BSM yang dilakukan secara bersama-sama antara Kemendikbud,
Kemenag dan Sekretariat TNP2K adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan Ketepatan Sasaran dari Penerima Program BSMReformasi yang pertama kali dilakukan oleh TNP2K adalah melakukan perbaikan
penetapan sasaran penerima BSM. Perbaikan ini dilakukan dengan dua mekanisme.
Mekanisme yang pertama adalah pemanfaatan informasi individu yang tercantum
dalam Basis Data Terpadu (BDT) sebagai sumber data calon siswa penerima BSM.
Mekanisme yang kedua terkait dengan proses alur usulan siswa calon penerima BSM
dari tingkat sekolah/madrasah hingga ke tingkat pusat.
Sasaran dari penerima Program BSM dan meningkatkan cakupan penerima BSM
yang berasal dari keluarga/rumah tangga miskin, dengan memanfaatkan informasi
dari BDT dan melalui pengiriman Kartu Calon Penerima BSM (selanjutnya disebut
sebagai Kartu BSM) di tahun 2012, dan di tahun 2013— melalui pengiriman Kartu Perlindungan Sosial/KPS.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM40
BANTUANSISWA MISKIN
Sumber: TNP2K
Perbaikan pelaksanaan Program BSM ini dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap
pertama pelaksanaan perbaikan Program BSM pada tahun 2012 difokuskan dan
dirancang sebagai upaya untuk membantu meningkatkan keberlanjutan pendidikan
siswa dari keluarga/rumah tangga miskin yang berada di periode transisi (kelas 6 SD
yang akan melanjutkan ke kelas 7 SMP di Tahun Pelajaran/TA 2012/2013 di bawah
Kemendikbud) sebanyak sekitar 281.909 siswa. Metode penetapan sasaran program
BSM dimodifikasi dari pemilihan sasaran berdasarkan sekolah menjadi penetapan
sasaran program secara langsung kepada siswa/peserta didik yang teridentifikasi dari
rumah tangga miskin berdasarkan informasi individu dalam rumah tangga di Basis
Data Terpadu (BDT) dan melalui pengiriman Kartu BSM.
Selain menggunakan informasi individu dari BDT, metode penetapan sasaran
BSM juga mempertimbangkan unsur-unsur lain seperti menggunakan metode
perhitungan kemiskinan per kepala (poverty head-count), memperhitungkan tingkat
putus sekolah/drop out rate dan tingkat keberlanjutan pendidikan/discontinuation rate di setiap kabupaten/kota—sebagai dasar untuk menentukan jumlah distribusi
kuota penerima Program BSM per kabupaten/kota7. Hasil pemantauan yang dilakukan
untuk pelaksanaan tahap pertama perbaikan Program BSM menunjukkan beberapa
isu dalam pelaksanaannya, mulai dari isu keterlambatan logistik pengantaran kartu
BSM hingga keterlambatan dalam proses rekapitulasi penerima BSM dari sekolah ke
dinas pendidikan kabupaten/kota dan dari dinas provinsi ke kementerian, maupun
7 Analisis TNP2K di 2012 menggunakan data Susenas 2009.
Gambar 21. Rekomendasi Perubahan Mekanisme Penetapan Sasaran Penerima Program BSM
41Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUANSISWA MISKIN
hambatan akses/geografis, dan juga kurang lengkapnya informasi anak-anak usia
sekolah yang ada di dalam BDT.
Bersama dengan Direktorat Pembinaan SD dan SMP Kemendikbud dan juga Direktorat
Pendidikan Madrasah (MI dan MTs) di Kemenag, tahap kedua dari perbaikan program
BSM direncanakan kembali pada awal tahun 2013, yang awalnya menyasar kurang
lebih 670.000 siswa/peserta didik yang berpotensi menjadi penerima BSM di seluruh
Indonesia, dengan rincian rencana sasaran 220.000 siswa baru yang akan masuk ke kelas
1 SD/MI dan 450.000 siswa baru kelas 7 SMP/MTs di Tahun Pelajaran (TA) 2013/2014.
Namun, sebelum tahap kedua perbaikan Program BSM dapat terlaksana, Pemerintah
Indonesia di pertengahan tahun 2013 mengeluarkan kebijakan penyesuaian subsidi
BBM dan merealokasi penghematan anggaran menjadi paket kompensasi untuk 15,5
juta rumah tangga miskin dan rentan melalui beberapa program-program bantuan
sosial yang selama ini telah ada (termasuk Program BSM), atau yang disebut Program
Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). Manfaat dari Program BSM
juga ditingkatkan dan cakupan sasaran penerima program juga meningkat untuk
siswa/peserta didik di semua jenjang pendidikan (Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah-SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MTs).
Gambar 22. KPS dan Kartu Calon Penerima BSM
Sumber: TNP2K
Merujuk pada hasil pemanfaatan KPS untuk Program BSM oleh siswa miskin dari
keluarga miskin dan rentan tersebut, dapat disimpulkan bahwa mekanisme penetapan
sasaran Program BSM secara langsung ke rumah tangga yang berhak (melalui KPS),
telah berkontribusi dalam meningkatkan proporsi siswa dari rumah tangga miskin dan
rentan yang memenuhi syarat—untuk menerima manfaat BSM dari sekitar 3–4 persen
siswa yang berada pada desil kesejahteraan 1, 2, dan 3 di tahun 2009 menjadi 44–60
persen siswa-siswi miskin dan rentan dari rumah tangga yang berada di 25 persen
tingkat kesejahteraan sosial ekonomi terendah penerima KPS pada tahun 2013 dan 2014.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM42
BANTUANSISWA MISKIN
Walaupun belum maksimal, modifikasi penetapan sasaran Program BSM yang
berbasiskan rumah tangga menggunakan kartu (KPS/Kartu BSM) memiliki potensi
untuk meningkatkan proporsi siswa penerima BSM yang berasal dari rumah
tangga miskin dan rentan. Metode penetapan sasaran langsung berbasis rumah
tangga juga berpotensi untuk membantu siswa miskin dan rentan agar dapat terus
melanjutkan pendidikan mereka khususnya bagi siswa yang berada di periode transisi.
b. Meningkatkan Cakupan Penerima Program BSMPada bulan Juni 2013, pemerintah mengeluarkan kebijakan penyesuaian subsidi
BBM dan menyediakan program kompensasi untuk rumah tangga miskin dan rentan
sebagai bagian dari upaya untuk memitigasi dampak dari kenaikan harga BBM
tersebut. Program Perluasan dan Percepatan Perlindungan Sosial (P4S) dan Kartu
Perlindungan Sosial (KPS) kemudian diluncurkan di mana khusus untuk Program
BSM, anggaran Program BSM bagi Kemendikbud dan Kemenag meningkat melalui
proses APBN-P 2013. Cakupan penerima Program BSM bertambah menjadi 15,4
juta anak-anak usia sekolah (dari 8,7 juta siswa di awal tahun 2013), yang berasal
dari 15,5 juta rumah tangga di seluruh Indonesia teridentifikasi sebagai miskin dan
rentan berdasarkan informasi dari BDT dan berhak menerima KPS ditambah dengan
cadangan cakupan sehingga total menjadi 16,6 juta siswa. Rumah tangga dengan
anak usia sekolah yang terdaftar di sekolah dan memiliki KPS/Kartu BSM berhak untuk
menerima manfaat Program BSM sebagai bagian dari program kompensasi BBM-P4S.
Gambar 23. Evaluasi Penggunaan KPS untuk Memperbaiki Kinerja Penetapan Sasaran BSM
Sumber: Susenas, BPS
43Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUANSISWA MISKIN
Tabel 6. Pagu Penerima Program BSM 2013 dan 2014
Kemendikbud
KemenagTotal
Jenjang Pendidikan
SD
SMP
SMA
SMK
M1
MTs
MA
Sumber: Bappenas 2013 dan 2014
c. Meningkatkan Besaran Manfaat Program BSM Selain penambahan cakupan penerima BSM, kompensasi penyesuaian subsidi
BBM juga diikuti dengan peningkatan besaran manfaat BSM. Nilai dari manfaat
Program BSM meningkat dari Rp380.000 per siswa per tahun pelajaran menjadi
Rp450.000 per siswa per tahun untuk jenjang pendidikan SD/MI, dan dari
Rp550.000 per siswa per tahun menjadi Rp750.000 per siswa per tahun untuk
jenjang pendidikan SMP/MTs. Untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA, nilai/
manfaat Program BSM telah mengalami kenaikan di awal tahun anggaran 2013
yaitu dari Rp750.000 per siswa per tahun, menjadi Rp1 juta per siswa per tahun.
d. Waktu Penyaluran Manfaat Program BSM
Reformasi ketiga yang dilakukan seiring dengan berjalannya program kompensasi
penyesuaian subsidi BBM adalah upaya untuk memastikan bahwa informasi tentang
Gambar 24. Rekening Bank Penerima BSM dari KPS
Sumber: TNP2K
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM44
BANTUANSISWA MISKIN
eligibilitas untuk menerima Program BSM diterima sebelum masa pendaftaran ditutup.
Informasi bahwa anak usia sekolah/siswa dari RTS-PM berhak akan Program BSM
sangat penting diketahui sebelum masa pendaftaran dimulai karena keputusan untuk
tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya seringkali diambil karena rumah
tangga miskin tidak memiliki sumber daya untuk pembiayaan pendidikan lanjutan.
Evaluasi dampak yang dilakukan terhadap efek timing informasi dari Program BSM
sebagai upaya meningkatkan partisipasi pendidikan pada siswa di periode transisi
(kelas 6 SD ke kelas 7 SMP) melalui kegiatan survei rumah tangga miskin penerima kartu
BSM dan KPS yang dilaksanakan pada bulan April 2013 (baseline) dan bulan Februari
2014 (endline). Cakupan sasaran evaluasi tersebut adalah 5.000 rumah tangga miskin
(yang berada di bawah 10 persen tingkat kesejahteraan sosial ekonomi menurut
BDT) dan memiliki anak usia sekolah kelas 6 SD. Survei tersebut juga mengumpulkan
informasi seputar karakteristik sosial ekonomi rumah tangga, partisipasi sekolah anak,
kehadiran anak di sekolah dan pekerja anak.
Tabel 7. Hasil Evaluasi Dampak Program BSM
Seluruh Sampel0.0575***
(0.00749)
0.00937***
(0.0032)
Mendaftar ke Kelas 7
Tingkat Kehadiran
Laki-laki0.0506***
(0.011)
0.0124***
(0.00469)
Perempuan0.0644***
(0.00996)
0.00616
(0.00434)
Catatan: Angka dalam kurung di bawah koefisien adalah standard error.
(***) signifkan pada level 1%
Beberapa hasil evaluasi dampak tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ketepatan waktu kartu BSM/KPS diterima sebelum dimulainya tahun pelajaran sangat
menentukan rumah tangga dalam mendaftarkan anaknya ke kelas 7;
b. Rumah tangga penerima kartu BSM/KPS yang menerima kartu sebelum berakhirnya
masa pendaftaran sekolah, memiliki 5,75 persen probabilitas lebih tinggi dalam
mendaftarkan anak ke kelas 7 (jenjang SMP) 5,75 persen dibanding dengan mereka
yang menerima kartu setelah tenggang masa pendaftaran sekolah.
c. Efek mendaftarkan anak ke sekolah juga lebih tinggi ada pada anak perempuan dan
efek PKH pada pendaftaran ke kelas 7 adalah sebesar 5 persen.
d. Anak-anak penerima BSM yang bersekolah di kelas 7 juga memiliki tingkat
kehadirannya yang meningkat sebesar 0,9 persen dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Dapat dikatakan bahwa Program BSM berpotensi mengurangi tingkat
pekerja anak.
Sumber: TNP2K
45Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUANSISWA MISKIN
Selain itu, perbaikan juga dilakukan menyangkut waktu penyaluran BSM. Penyaluran
manfaat BSM dimodifikasi dari sekali menjadi dua kali penyaluran per tahun pelajaran.
Pembayaran pertama dilakukan pada awal tahun pelajaran di Semester 1 (sekitar bulan
Agustus/September) dan pembayaran kedua dilakukan di Semester 2 tahun pelajaran
(sekitar bulan Maret/April). Perubahan waktu pembayaran manfaat BSM ini diharapkan
dapat berkontribusi pada penurunan tingkat drop out dari siswa/peserta didik yang
berasal dari keluarga/rumah tangga miskin dan rentan, serta juga membantu memastikan
tingkat keberlanjutan pendidikan di setiap jenjang pendidikan.
e. SosialisasiUntuk memastikan penyebaran informasi BSM yang lebih banyak lagi ke rumah tangga
penerima KPS serta masyarakat secara umum, bersama-sama dengan Kemendikbud
dan Kemenag, Sekretariat TNP2K kemudian melakukan beberapa kegiatan sosialisasi
tambahan di 2013 serta awal tahun 2014.
Gambar 25. Materi Sosialisasi Program BSM Menggunakan KPS
Sumber: TNP2K
Kegiatan sosialisasi tambahan yang dilakukan adalah (i) temu media/media roadshow ke delapan kota besar di seluruh Indonesia (DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Makassar, Medan, Tanjung Pinang dan Kupang) dengan media lokal di masing-
masing daerah, (ii) penyebaran 40.000 poster dan leaflet mengenai BSM ke lebih dari
4.000 sekolah dan lokasi-lokasi umum, (iii) siaran iklan layanan masyarakat (Public Service Announcement) di 127 radio lokal di 114 kabupaten/kota, dan (iv) pengiriman
lebih dari 450 ribu SMS broadcast terkait pemanfaatan KPS untuk BSM—ke pemangku
kepentingan terkait seperti kepala sekolah/madrasah, pendamping PKH, fasilitator
PNPM, TKSK dan lain-lain.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM46
BANTUANSISWA MISKIN
Gambar 26. Sosialisasi Program BSM Menggunakan KPS
Upaya-upaya sosialisasi tersebut cukup efektif. Pada akhir 2013 take-up rate program
BSM mencapai 44 persen siswa dari rumah tangga miskin serta rentan, dan di 2014
menunjukkan tingkat penambahan dari penggunaan KPS untuk BSM menjadi
sebanyak 60 persen siswa dari rumah tangga miskin dan rentan.
Gambar 27. Sosialisasi Program BSM 2013-2014
f. Komplementaritas BSM dengan PKH Untuk menunjang komplementaritas antara Program BSM dan PKH, reformasi
dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama, TNP2K memfasilitasi pemberian
data siswa rumah tangga PKH kepada Kemendikbud. Setelah verifikasi oleh pihak
Kemendikbud, data itu kemudian diharapkan langsung dimasukkan ke dalam
SK Penetapan Penerima BSM. Pada tahap berikutnya di awal tahun 2014, upaya
Sumber: TNP2K
Sumber: TNP2K
memastikan komplementaritas BSM-PKH dilakukan dengan melakukan pencocokan
elektronik (electronic matching) dan pencocokan lapangan (field matching) data
siswa penerima BSM oleh pendamping PKH di lapangan. Dari proses pencocokan
elektronik dan lapangan oleh pendamping PKH ini, diperoleh informasi mengenai
siswa dari peserta PKH yang sudah mendapatkan BSM. Pendamping PKH kemudian
memasukkan siswa dari peserta PKH yang belum tercantum di dalam SK Penetapan
Penerima Program BSM-Kemendikbud ke dalam daftar usulan siswa dari peserta PKH.
Daftar usulan yang sudah direkapitulasi secara nasional itu, kemudian diserahkan ke
Kemendikbud untuk langsung dimasukkan ke dalam SK Penetapan Penerima BSM
dari Kemendikbud.
TINDAK LANJUT KE DEPAN
Upaya memastikan peningkatan ketepatan sasaran calon penerima BSM membutuhkan
fleksibilitas untuk realokasi anggaran antara unit-unit penyelenggara BSM8. Meskipun
ketersediaan realokasi anggaran ini penting, sistem pelaksanaan Program BSM saat ini
masih cenderung kaku. Sistem saat ini tidak memungkinkan tersedianya mekanisme
realokasi anggaran, baik itu dalam satu kementerian maupun antara Kemendikbud
dan Kemenag. Kekakuan ini menghambat efektivitas reformasi program BSM yang
direncanakan oleh Sekretariat TNP2K. Perubahan nyata kebijakan penetapan sasaran dari
berbasis sekolah menjadi berbasis rumah tangga membutuhkan pemahaman yang baik
dari semua pihak, baik rumah tangga, sekolah, dinas pendidikan/Kantor Kementerian
Agama/Kankemenag maupun pemangku kepentingan lain di tingkat lokal. Oleh karena
itu sosialisasi menjadi kunci utama agar semua pihak yang terlibat dalam penentuan
penerima manfaat Program BSM memiliki pemahaman yang sama. Mekanisme baru ini
sebenarnya juga mempermudah pelaksana Program BSM di tingkat sekolah/madrasah
dan dinas pendidikan/Kankemenag dalam menentukan selain memperbaiki sasaran
program. Namun pada tahap awal pelaksanaan, mekanisme baru ini dirasakan sebagai
beban oleh sekolah dan dinas pendidikan. Pihak rumah tangga juga tidak banyak
mengetahui perubahan ini dan cenderung bersikap pasif.
Di samping itu, program BSM yang terintegrasi dengan baik antar direktorat di
Kemendikbud maupun di Kemenag akan lebih efektif dan efisien dalam memastikan
agar penerima manfaat program lebih tepat sasaran dan berlanjut, nilai yang diberikan
juga mencukupi kebutuhan yang diperlukan oleh keluarga dan penyaluran menjadi
lebih tepat waktu.
Langkah awal dari integrasi adalah penyederhanaan struktur institusi pelaksana
Program BSM. Penyederhanaan ini bertujuan untuk memudahkan koordinasi dan
8 Fleksibilitas ini berguna untuk menjamin ketersediaan program BSM bagi siswa dari rumah tangga miskin tanpa dibatasi oleh jenis pendidikan dan kuota dari setiap jenjang pendidikan.
47Menjangkau Masyarakat Miskin Dan Rentan, Serta Mengurangi Kemiskinan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN, DAN MEKANISME PROGRAM
BANTUANSISWA MISKIN
realokasi anggaran BSM antara tipe pendidikan dan antara jenjang pendidikan. Hal ini
bisa dilakukan dengan unifikasi pelaksanaan program BSM di bawah satu unit pelaksana.
Unit ini menjalankan fungsi-fungsi program BSM yang selama ini dijalankan secara
terpisah oleh Kemendikbud dan Kemenag.
Program BSM dapat terlaksana secara efektif dan efisien jika kementerian pelaksana pro-
gram secara berkelanjutan terus berupaya meningkatkan efektivitas mulai dari penetapan
sasaran hingga penyaluran manfaat, memastikan peningkatan kapasitas dari pelaksana
Program BSM di tataran teknis secara rutin, melakukan sosialisasi yang lebih intensif (agar
semua pemangku kebijakan pelaksana program di tingkat lokal dan penerima manfaat
mendapatkan informasi yang sama), dan memastikan agar pembagian tugas dan
tanggung jawab dari pelaksana program mulai dari tingkat nasional hingga di tingkat lokal
(sekolah, komunitas dan keluarga/rumah tangga) lebih jelas lagi. Pelaksana program BSM
juga harus dapat berupaya untuk memastikan sistem pemantauan, evaluasi dan pelaporan
yang lebih teratur dan lebih baik; dan memastikan pengaduan Program BSM dapat
tersalurkan dan diselesaikan, melalui media-media pengaduan yang tersedia. Amatlah
krusial bagi Kemendikbud dan Kemenag untuk mengalokasikan anggaran maupun
sumber daya yang mencukupi, agar Program BSM terlaksana dengan lancar di lapangan.
Sistem Manajemen Informasi (SIM/MIS-Management Informasi System) BSM yang
komprehensif dan terintegrasi juga dibutuhkan oleh Kemendikbud dan Kemenag
untuk memastikan agar siswa penerima BSM mengetahui hak mereka dan dapat
terus memperoleh manfaat program di jenjang pendidikan berikutnya selama
mereka bersekolah. SIM yang baik akan membantu direktorat pelaksana BSM di kedua
Kementerian untuk saling berkoordinasi dan memantau pelaksanaan Program BSM di
lapangan; serta agar dapat membantu pelaksana program mengumpulkan bukti-bukti
efektivitas dari pelaksanaan kebijakan perbaikan Program BSM di lapangan, maupun
dampak dari Program BSM untuk penerima manfaat serta memastikan akuntabilitas dan
transparansi Program BSM yang lebih besar lagi.
Keberadaan sistem dan unit pengelolaan pengaduan juga menjadi bagian integral dari
sebuah program, termasuk Program BSM dalam rangka meningkatkan kinerja program.
Oleh karena pengembangan sistem dan unit pengelolaan menjadi suatu keharusan,
khususnya dikembangkan hingga tingkat kabupaten/kota.
Menjangkau Masyarakat Miskin Dan Rentan, Serta Mengurangi Kemiskinan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN, DAN MEKANISME PROGRAM48
BANTUANSISWA MISKIN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM50
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
Awal pembentukan pokja kesehatan, TNP2K bertujuan untuk memperkuat pelaksanaan
program bantuan sosial bidang kesehatan yaitu Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas). Program Jamkesmas yang telah diinisiasi oleh Pemerintah sejak tahun 2005
mempunyai misi untuk meningkatkan akses dan mutu layanan kesehatan bagi masyarakat
miskin dan rentan. Tujuan dan bentuk manfaat dari bantuan sosial bidang kesehatan
adalah penyediaan jaminan atas pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
dengan pembiayaannya sepenuhnya bersumber dari APBN, yang sasaran populasinya
terbatas pada masyarakat miskin dan rentan. Harapannya program Jamkesmas ini dapat
meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin dan rentan sehingga produktivitas
ekonomi keluarga meningkat dan dapat memutuskan mata rantai kemiskinan.
Peserta program Jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu yang
terdaftar dan memiliki kartu. Pada awal tahun 2008, penetapan jumlah sasaran
nasional peserta program Jamkesmas adalah 76,4 juta individu (Pedoman Pelaksanaan
Jamkesmas, 2008). Di awal, Menteri Kesehatan menetapkan jumlah sasaran peserta
Jamkesmas (kuota) per masing-masing kabupaten/kota, kemudian Bupati/Walikota
mengisi dalam satuan jiwa berisi nomor, nama dan alamat peserta dalam bentuk surat
ketetapan Bupati/Walikota sampai memenuhi kuota. Apabila jumlah peserta yang
ditetapkan Bupati/Walikota melebihi jumlah kuota yang ditentukan Kementerian
Kesehatan (Kemenkes), maka selisih akan menjadi tanggung jawab Pemerintah
PengantarPOKJA KESEHATAN
51Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
Daerah (Pemda) setempat untuk dicarikan alternatif sumber pembiayaannya.
Dalam implementasi, masing-masing Kabupaten/kota menggunakan metodologi
dan kriteria yang berbeda dalam menetapkan peserta Jamkesmas, sehingga tidak ada
keseragaman cara penetapan sasaran peserta program Jamkesmas. Permasalahan lain
adalah daftar peserta program Jamkesmas tidak diperbaharui sampai dengan tahun
2012, padahal ada banyak mutasi seperti kematian, kelahiran, pindah status, atau
pindah tempat tinggal. Sementara paket manfaat program Jamkesmas dinilai cukup
komprehensif sehingga sering terkesan lebih baik dari program asuransi sosial yang
ada seperti program bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dikelola PT Askes maupun
Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Walaupun program Jamkesmas hanya
menggunakan Puskesmas untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas
ruang rawat inap kelas III di kebanyakan RS Pemerintah, tetapi paket manfaat yang
komprehensif dan tidak dikenakan iuran membuat peserta lain merasa iri. Pengelolaan
program Jamkesmas sampai akhir tahun 2013 dikelola oleh Kemenkes dengan besaran
iuran sebesar Rp6.500/kapita/bulan (Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019,
DJSN 2012).
Program Jamkesmas adalah cikal bakal untuk pengembangan jaminan sosial nasional
di bidang kesehatan. UU nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang
telah disahkan pada tahun 2004 mendasari reformasi menyeluruh sistem jaminan sosial
di Indonesia. Sebagai tindak lanjut pelaksanaan UU 40/2004, diskusi Rancangan Undang-
undang (RUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) telah dimulai sejak tahun 2007.
Sayangnya diskusi berakhir buntu (dead-lock). Diskusi dimulai lagi sejak Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) pada bulan September
tahun 2010 yang menunjuk 8 Menteri untuk membahas RUU BPJS, yaitu UU yang akan
memayungi teknis penyelenggaraan BPJS. Sejak itu dimulai pembahasan intensif antara
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan wakil dari Pemerintah.
Setelah melalui diskusi dan perdebatan yang ketat, akhirnya pada bulan November
tahun 2011 Undang Undang BPJS disahkan oleh DPR dalam UU nomor 24 tahun 2011
tentang BPJS. Berbagai peraturan turunannya yang mengawal pelaksanaan teknis
di penyelenggaraan BPJS disusun, dan sejak awal tahun 2014 BPJS Kesehatan mulai
beroperasi menjadi “single payer” dengan mengintegrasikan kepesertaan dari eks PT Askes,
eks JPK Jamsostek, eks TNI, eks Polri dan eks Jamkesmas dalam satu badan penyelenggara
untuk mencapai Cakupan Semesta. Cakupan Semesta adalah kondisi dimana setiap
individu dalam satu negara mendapat layanan kesehatan sesuai kebutuhan medis tanpa
harus menghadapi kerugian keuangan yang besar sehingga mereka terhindar dari jatuh
miskin. Transformasi PT Askes menjadi Badan Publik BPJS Kesehatan dilakukan tanpa
likuidasi di awal tahun 2014. Total peserta yang dikelola BPJS Kesehatan pada awal tahun
adalah sejumlah 116 juta individu.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM52
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Reformasi menyeluruh program jaminan sosial nasional bidang kesehatan menjadi
agenda prioritas bagi pemerintah, karena jaminan kesehatan yang ada dinilai belum
efektif termasuk sifat jaminan bersifat parsial, tumpang tindih, manfaat program
belum optimal, jangkauan program terbatas, serta hanya menyentuh sebagian
kecil masyarakat. Ada sekitar 36,8 persen penduduk Indonesia belum terlindungi
jaminan kesehatan apapun, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal (Peta
Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019, DJSN 2012). Reformasi yang dilakukan
tidak hanya terbatas pada aspek pembiayaan kesehatan, tetapi juga dilakukan
reformasi dalam aspek layanan kesehatan, aspek pembayaran ke fasilitas kesehatan
dan rasionalisasi penggunaan obat dan Alat Medis Bahan Habis Pakai (AM-BHP).
Seperti terungkap sebelumnya, cara penetapan sasaran peserta Jamkesmas yang belum
menggunakan metodologi baku berdampak pada keluhan salah sasaran yang cukup
besar, dimana terdapat masyarakat miskin yang seharusnya layak tetapi tidak menjadi
peserta (exclusion error). Sebaliknya ada keluarga/kerabat/kolega yang tidak miskin/rentan
tetapi menjadi peserta Jamkesmas (inclusion error). Data Susenas 2009 menunjukkan
tingkat ketepatan sasaran relatif rendah. Tingkat kesadaran akan manfaat program
Jamkesmas juga masih rendah sehingga peserta belum secara optimal menggunakan
layanan di fasilitas kesehatan yang disepakati. Ketimpangan akses ke layanan kesehatan
berkualitas terutama di daerah perdesaan dan terpencil juga memicu rendahnya utilisasi
di antara peserta Jamkesmas. Saat itu perhitungan besaran iuran Jamkesmas sebesar
Rp6,500/kapita/bulan belum ditetapkan dengan dukungan perhitungan aktuaria yang
memadai dan besaran iuran juga belum direvisi sejak tahun 2008.
Dalam peta jalan yang disusun oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Rencana
Aksi oleh Kemenkes, pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dimulai sejak tanggal
1 Januari 2014 dengan target bahwa Cakupan Semesta (Universal Health Coverage) akan
tercapai dalam jangka waktu lima tahun. Artinya, setiap individu wajib menjadi peserta
dan terlindungi dalam program asuransi kesehatan sosial nasional di awal tahun 2019.
Sementara pemetaan atas ketersediaan sisi suplai yang komprehensif belum dilakukan.
Dalam persiapan implementasi di awal tahun 2014, ada banyak peraturan turunan yang
perlu disusun untuk penyempurnaan operasional BPJS Kesehatan.
REFORMASI YANG DILAKUKAN
a. Penyusunan UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Salah satu isu krusial dalam diskusi RUU BPJS adalah perbedaan konsep struktur
pembentukan badan hukum BPJS yang diusulkan oleh DPR dan oleh Pemerintah.
Saat itu DPR mengusulkan struktur badan hukum BPJS tunggal dimana di bawahnya
53Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
terdapat wakil ketua yang membawahi kelima program jaminan sosial. Pemerintah
berkeberatan atas usulan DPR karena mengacu pada UU SJSN nomor 40/2004
tentang SJSN (pasal 1 ayat 2): “SJSN adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial”. Melalui beberapa
rapat pleno yang dipimpin oleh Wakil Presiden dan dihadiri oleh beberapa Menteri
terkait, diusulkan dibentuk dua kategori BPJS sesuai dengan “nature of business”, yaitu
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Usulan tersebut dituangkan dalam Daftar
Isian Masalah (DIM) yang diserahkan kepada DPR, yang kemudian setelah melalui
perdebatan panjang usulan tersebut dapat diterima dan tertuang dalam UU 24 tahun
2011 tentang BPJS.
b. Perbaikan Penetapan Sasaran Keluarga Miskin dan Rentan dengan Meman-faatkan Basis Data TerpaduDalam upaya perbaikan mekanisme penetapan kepesertaan Jamkesmas, TNP2K juga
berperan aktif dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (RPP) Penerima
Bantuan Iuran (PBI) yang mengakomodasi bantuan iuran jaminan kesehatan sosial
bagi masyarakat miskin dan rentan. Penetapan PBI seyogyanya terhubungkan
dengan BDT, sehingga terjadi komplimentaritas dengan program bantuan sosial
lainnya. Sebagai contoh penerima PKH, seyogyanya juga penerima KPS, Raskin dan
juga menjadi peserta Jamkesmas.
Dalam PP 101 tahun 2012 tentang PBI telah tertuang kalimat “….penetapan jumlah PBI tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan PPLS 2011 sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri” (pasal 15 ayat 1). Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2012
telah berkomitmen menggunakan BDT dari TNP2K untuk mengganti kepesertaan
Jamkesmas di tahun 2013.
Dalam proses pergantian penetapan kepesertaan program Jamkesmas di tahun 2013,
ada tiga institusi yang berperan aktif yaitu Kemenkes, TNP2K, dan PT Askes (Persero).
Sebagai pengelola program Jamkesmas, Kemenkes dalam surat permohonannya
kepada TNP2K meminta daftar nama dan alamat untuk program Jamkesmas sesuai
kuota dan kriteria program. Setelah melalui proses, TNP2K memberikan data yang
diambil dari BDT dalam bentuk electronic file kepada Kemenkes dengan total sebanyak
86,4 juta individu. Pengiriman data dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama
sejumlah 76.409.731 individu (April 2012) dan disusul tahap kedua sebanyak 9.990.269
individu (November 2012).
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM54
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
Sumber: TNP2K, 2013
Data tersebut kemudian diserahkan pada Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan
(Dirjen BUK) Kemenkes sebagai data dasar kepesertaan Jamkesmas tahun 2013. Setelah
diperiksa kelengkapan variabel dan diberi nomor identitas oleh PT Askes, Dirjen BUK
Kemenkes melanjutkan proses pencetakan dan distribusi kartu ke kabupaten/kota.
Umpan balik yang diterima dari lapangan menyatakan data PPLS 11 dianggap tidak
semuanya valid, karena sudah ada banyak perubahan status (seperti meninggal, menikah,
lahir, pindah alamat) dan salah sasaran (seperti tidak miskin, pegawai negeri). Menkes
melalui SE nomor 149 tahun 2013 memberikan peluang bagi kepala daerah untuk
usulan pergantian peserta Jamkesmas, dengan asumsi tetap menjaga kuota masing-
masing kabupaten/kota. Dari hasil pemutakhiran data tersebut ada sekitar 679.433
dari 257 kabupaten/kota yang mengusulkan pergantian peserta Jamkesmas (Studi
Deskriptif Mengenai Kepesertaan Jamkesmas 2013 hingga menjadi PBI, TNP2K 2014).
Hambatan ke depan adalah pelaksanaan perubahan data PBI Jaminan Kesehatan
sebagaimana tertulis dalam pasal 11 PP 101 tahun 2012 bahwa verifikasi dan validasi
terhadap perubahan data PBI dapat dilakukan setiap enam bulan dalam tahun anggaran
berjalan. Hal ini sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya dan kapasitas di
Kementerian Sosial (Kemensos).
Gambar 28. Peran Kemenkes, TNP2K, dan PT Askes dalam Penetapan Sasaran Kepesertaan Program Jamkesmas 2013
55Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
c. Penghitungan Estimasi Iuran Bagi Peserta PBI JKNPada awal pemerintahan SBY-Boediono, Program Jamkesmas sudah berjalan
dengan iuran sebesar Rp5.000 per orang per bulan (POPB), sehingga setahun
iuran yang dibayar Pemerintah bersumber APBN adalah Rp60.000 POPB untuk
jaminan kesehatan yang sangat komprehensif. Tanpa menjadi ahli dalam
bidang aktuaria asuransi kesehatan, mudah diduga bahwa besaran iuran tidak
akan mencukupi sehingga keberlangsungan (sustainablility) program Jamkesmas
dipertanyakan. Besaran iuran yang kurang rasional berakibat pada kekurangan
dana operasional tahun berjalan dan harus dibebankan pada anggaran tahun
berikutnya. Bila dibandingkan dengan membeli asuransi kesehatan swasta,
besaran iurannya bisa mencapai Rp1,5 juta POPB dengan paket manfaat
yang lebih terbatas. Selain itu, dari Rp5.000 iuran tadi, Rp1.000 digunakan
untuk pelayanan di Puskesmas yang dibayar dalam bentuk kapitasi ke Dinas
Kesehatan kabupaten/kota. Dana kapitasi yang relatif kecil memang sulit untuk
meningkatkan kualitas pelayanan di tingkat Puskesmas. Padahal, salah satu
tantangan ke depan adalah memperkuat fungsi Puskesmas sebagai gate keeper.
Dengan paket manfaat komprehensif sesuai kebutuhan medis, besaran iuran menjadi
salah satu isu krusial yang harus mendapat perhatian untuk keberlanjutan program.
Upaya yang dilakukan oleh TNP2K di tahun 2012 adalah melakukan rasionalisasi
besaran iuran untuk peserta PBI (sebelumnya adalah peserta Jamkesmas). Sebagai
upaya pertama, TNP2K membuat analisis besaran kapitasi yang rasional di Puskesmas
dengan menggunakan hasil analisis studi “costing” di Puskesmas dari GIZ (2011) dan
data empiris program Jamkesmas di tahun 2011 (utilisasi dan biaya klaim rawat jalan
di Puskesmas). Estimasi biaya satuan riil per pasien Jamkesmas per bulan adalah
Rp700, sehingga biaya kapitasi senilai Rp1.000 terkesan cukup. Sebagai catatan,
biaya satuan riil Rp700 belum memperhitungkan berbagai macam subsidi di
Puskesmas seperti gaji pegawai, obat, alat, investasi gedung dan sebagainya. Studi
costing GIZ (2011) mengungkap biaya satuan riil tanpa subsidi di Puskesmas berkisar
dari Rp2.600 (Median) sampai Rp4.600 (Mean), sehingga ketika disesuaikan dengan
inflasi biaya satuan riil rawat jalan di Puskesmas diestimasi menjadi Rp6.000 POPB.
Upaya selanjutnya adalah mengembangkan model perhitungan iuran PBI yang
menggunakan dua variabel inti yaitu utilisasi dan biaya satuan. Hasil kajian
paket manfaat dan estimasi biaya program JKN oleh TNP2K tahun 2011 dengan
menggunakan data empiris klaim biaya dari program Jamkesmas dan PT Askes,
mengusulkan beberapa skenario dengan ringkasan sebagai berikut.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM56
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
Tabel 8. Proyeksi Perhitungan Iuran Jamkesmas untuk Tahun 2014
Setelah melalui proses penghitungan estimasi iuran PBI dan diskusi yang cukup panjang
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait khususnya Kementerian
Kesehatan dan Kementerian Keuangan, pada bulan Juli 2013 melalui rapat koordinasi
yang dipimpin oleh Wakil Presiden telah disepakati besaran iuran PBI Jaminan Kesehatan
sebesar Rp19.225/kapita/bulan. Perlu menjadi catatan bahwa besaran iuran PBI yang
tertera dalam Perpres 112 tahun 2013 meningkat hampir tiga kali lipat dari sebelumnya
yang hanya Rp6.000/kapita/bulan. Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah SBY-
Boediono yang sangat besar untuk menunjang penyelenggaraan jaminan sosial nasional
bidang kesehatan dengan mengalokasikan sekitar Rp19,8 triliun di tahun 2014 untuk
mendukung peserta PBI yang berjumlah 86,4 juta individu.
Perhitungan iuran dibangun dalam model yang menggunakan asumsi-asumsi
terutama asumsi utilisasi dan biaya satuan menurut tipe layanan. Setelah operasional,
perlu dilakukan monitoring yang ketat atas keabsahan asumsi-asumsi yang digunakan
sehingga dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan untuk kecukupan
besaran iuran PBI demi keberlangsungan program JKN ini.
Sumber: TNP2K, 2014.
57Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
d. Pengembangan Software Estimasi Iuran untuk PBI JKNPerhitungan iuran PBI yang dilakukan oleh TNP2K menggunakan data tahun 2011
dengan asumsi-asumsi tertentu. Setelah implementasi, tentunya perlu dilakukan
pengecekan ulang atas keabsahan asumsi-asumsi. Apabila ada perubahan yang
signifikan dalam asumsi yang ada, maka implikasinya akan berdampak langsung
pada kecukupan nilai iuran PBI. Untuk itu TNP2K mengembangkan program
penghitungan estimasi iuran PBI dengan menggunakan software Microsoft Excel yang cukup dikenal bagi pengguna komputer. Program ini juga telah didiseminasi
kepada seluruh pemangku kepentingan melalui lokakarya. Selain program tersebut,
TNP2K juga menyusun Pedoman Teknis Penghitungan Estimasi Iuran PBI JKN,
dan juga Pedoman Penggunaan Instrumen Penghitungan Estimasi Iuran PBI JKN.
e. Analisis dan Visualisasi Data Klaim Individu Jamkesmas di RSTNP2K mengembangkan satu tampilan dashboard dengan menggunakan data
klaim individu RS program Jamkesmas dari Kemenkes yang saat itu pembayarannya
sudah menggunakan sistem pembayaran prospektif berupa paket INA-CBGs. Data
ini sangat kaya akan informasi pemanfaatan layanan kesehatan oleh peserta di RS
lengkap dengan data penyakit dan sosio-demografi (Propinsi, Kabupaten/Kota, Jenis
Kelamin dan Umur). TNP2K membuat analisis dan visualisasi data klaim individu
Jamkesmas di RS. Analisis dan visualisasi ini menggunakan software Tableau 8.1 yang
sangat bermanfaat sebagai salah satu alat dalam pemantauan pemanfaatan layanan
kesehatan seperti kelompok penyakit terbanyak berdasarkan ICD X, kelompok umur,
jenis kelamin, dan lain sebagainya. Analisis ini tidak hanya dapat digunakan oleh
Pusat (Kemenkes dan BPJS Kesehatan), namun juga dapat digunakan oleh daerah
(Dinas Kesehatan dan RS) untuk melihat sebaran penyakit di daerah masing-masing
yang nantinya bermanfaat untuk perencanaan kegiatan UKP dan UKM (Laporan
Analisis dan Visualisasi Data Klaim RS Jamkesmas 2010–2011, TNP2K).
Gambar 29 . Tampilan Penghitungan Iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN
Sumber: Buku Pedoman Pengunaan Instrumen Penghitungan Estimasi Iuran PBI JKN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM58
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
Gambar 30. Tampilan Visualisasi Data Klaim Individu Jamkesmas
Sumber: Dashboard Jamkesmas 2011
f. Kesiapan Sisi Suplai Fasilitas KesehatanReformasi pembiayaan kesehatan idealnya bersamaan dengan reformasi pelayanan
kesehatan. JKN yang kepesertaannya bersifat wajib akan membuka peluang bagi
individu terutama yang belum terproteksi dalam jaminan kesehatan, untuk menjadi
peserta BPJS. Estimasi kenaikan jumlah permintaan layanan kesehatan harus diimbangi
dengan ketersediaan layanan kesehatan yang mencukupi.
Gambar 31. Peta Ilustrasi Kebutuhan Dokter dengan
Skenario 2 Dokter Melayani 5.000 Peserta
Pada tahun 2013 TNP2K melakukan analisis kesenjangan antara permintaan layanan
kesehatan dan kapasitas berobat yang menggunakan berbagai data sekunder
termasuk data utilisasi Askes 2010. Hasil analisis mengungkap adanya kekurangan
jumlah tenaga kesehatan terutama dokter umum. Analisis kebutuhan dokter (asumsi
Sumber: Paparan Menkes kepada Wapres tentang Progress Persiapan Penyelenggaraan JKN, 27 Desember 2013
59Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
dua dokter melayani 5.000 peserta) di tingkat kabupaten/kota menunjukkan adanya
ketimpangan sebaran ketersediaan dokter umum. Tenaga dokter umum masih
terkonsentrasi di pulau-pulau padat penduduk seperti pulau Jawa, Bali, dan Sumatera.
Kajian lain tentang kesiapan sisi suplai di tingkat nasional adalah “Estimating the Gap between Demand for Medical Care and Treatment Capacity” (TNP2K, 2013). Kajian
dengan “Dynamic Modelling” mengungkap hal yang sama, yaitu adanya kekurangan
jumlah tenaga kesehatan secara nasional. Kajian menggabungkan beberapa data
sekunder seperti data Utilisasi Askes 2010, Podes 2011 tentang survei aksesibilitas
ke fasilitas kesehatan, Susenas 2009-2011 tentang pola pencarian Pengobatan,
serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Simulasi mengintegrasi lima program
Jaminan kesehatan (eks peserta Askes PNS, eks peserta Jamkesmas, eks peserta
Jamsostek, eks peserta TNI dan eks peserta Polri), di tahun 2014 kekurangan dokter
secara nasional diestimasi mencapai 21.930 dokter, kekurangan perawat sebanyak
54.560 perawat, serta kekurangan tempat tidur sebanyak 32.820 tempat tidur.
Sebagai catatan, kajian ini masih memiliki keterbatasan karena dilakukan pada
tingkat nasional dan belum mengakomodir disparitas penduduk per kabupaten/
kota. Harapannya kedepan, upaya ini harus dilengkapi dengan analisis proyeksi lima
tahun kedepan di tingkat kabupaten/kota agar dapat menjabarkan kondisi lokal.
Gambar 32. Proporsi Penyakit Hipertensi terdiagnosa dan unmet needs menurut provinsi
Sumber: TNP2K
Penguatan dari sisi suplai memang harus menjadi prioritas utama, apalagi jumlah
masyarakat yang menderita sakit dan mencari pengobatan sesungguhnya jauh dari
jumlah penderita yang sebenarnya. Sebagai contoh jumlah penderita hipertensi yang
mendapatkan pengobatan jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang terdiagnosa
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM60
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
(gambar 32). Jika semua penderita hipertensi yang terdiagnosa mencari pengobatan
dan mendatangi layanan kesehatan, maka sebagian besar mungkin tidak terlayani
dengan baik.
g. Analisis Klaim Individu Layanan Kesehatan pada Program Jamkesda di D.I. Aceh, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bali
Di Indonesia terdapat sekitar 360 kabupaten/kota yang telah menyelenggarakan
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), dimana beberapa kabupaten/kota sedang
menuju Cakupan Semesta. D.I. Aceh (Jaminan Kesehatan Aceh [JKA]) dan Provinsi
Bali (Jaminan Kesehatan Bali Mandara [JKBM]) telah menyelenggarakan program
Jamkesda sejak tahun 2010, sedangkan Provinsi Sumatera Barat (Jaminan Kesehatan
Sumbar Sakato [JKSS]) mulai pada tahun 2011. TNP2K telah melakukan analisis
terhadap data klaim individu layanan kesehatan untuk rawat jalan maupun rawat inap
di RS di tiga provinsi yang menyelenggarakan Jamkesda. Data klaim individu layanan
kesehatan di RS belum pernah dianalisis, sehingga para pengambil kebijakan tidak
mendapat informasi umpan balik atas investasi jaminan kesehatan bagi masyarakat
setempat. Analisis menggunakan program Tableau menghasilkan informasi tingkat
utilisasi menurut kabupaten/kota, siapa yang memanfaatkan (umur, jenis kelamin,
daerah), jenis diagnosa, besaran biaya dan 25 penyakit terbanyak untuk masing-
masing rawat jalan dan rawat inap di RS. Hasil analisis ini paling sedikit memberikan
dua manfaat bagi Pemerintah Daerah termasuk pemangku kepentingan kesehatan
di daerah, yaitu (1) pemahaman peta pemanfaatan layanan kesehatan dan pola
penyakit termasuk besaran biaya yang ada di daerahnya; (2) identifikasi faktor
risiko sebagai dasar penajaman perencanaan pembangunan kesehatan ke depan.
61Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat utilisasi Jamkesda di Aceh, Sumbar, dan
Bali, ternyata menunjukkan tingkat utilisasi rawat jalan di RS setingkat dengan
pemanfaatan Jamkesmas, yaitu 5-7 kunjungan/1.000 peserta/bulan. Penyakit Tidak
Menular (PTM) berbiaya mahal dan kronis seperti hypertensi, diabetes mellitus, dan
stroke merupakan kategori 10 penyakit terbanyak di D.I. Aceh dan Provinsi Sumbar,
disamping penyakit yang berhubungan dengan pencernaan seperti dyspepsia, gastritis dan lain-lain. Sedangkan di Provinsi Bali, penyakit terbanyak adalah penyakit
terkait pernapasan seperti ISPA dan penyakit pencernaan. Informasi tentang
sebaran penyakit serta analisis penyakit terhadap faktor demografi dan wilayah jelas
memberikan gambaran dasar untuk penajaman perencanaan program promosi
dan preventif yang harus dilakukan oleh daerah dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat setempat (Laporan Analisis Klaim Individu Layanan
Kesehatan pada Program JKA, JKSS, dan JKBM, TNP2K 2014). Dari dua provinsi,
D.I. Aceh dan Provinsi Sumbar telah berintegrasi ke JKN pada awal tahun 2014.
h. Analisis Implementasi Program Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Program BOK—pendanaan dari APBN—mulai dilaksanakan oleh Kementerian
Kesehatan sejak tahun 2010 sebagai salah satu suplemen yang mendorong peningkatan
kegiatan promotif dan preventif di tingkat Puskesmas. Program BOK ini bertujuan untuk
menambah dana operasional Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) terutama program
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan gizi yang disinyalir minim pendanaan setelah
desentralisasi. Pokja Kesehatan TNP2K, sejak tahun 2011, melakukan pemantauan
terhadap implementasi program BOK dua kali setiap tahun. Pengambilan data ke
beberapa sampel kabupaten/kota dilakukan di kuartal pertama dan kuartal ketiga/
keempat sehingga dapat melihat titik-titik permasalahan saat perencanaan awal
tahun dan tantangan realisasi anggaran menjelang akhir tahun anggaran. Hasil analisis
disampaikan ke Kemenkes dan telah digunakan untuk penyempurnaan Petunjuk
Teknis (Juknis) BOK dalam periode tahun berikutnya. Kegiatan monitoring ini juga
memicu tingkat realisasi BOK oleh Dinkes dan Puskesmas di kabupaten/kota sampel.
Hasil monitoring menunjukkan bahwa program BOK sangat membantu dalam
menghidupkan kembali komunikasi dan koordinasi antar Dinas Kesehatan dan
Puskesmas. Dalam forum Lokakarya Mini (Lokmin), penajaman perencanaan dan
penganggaran serta penetapan prioritas kegiatan di Puskesmas dilakukan di forum
ini. Arahan Dinkes atas prioritas kegiatan promotif dan preventif berbasis local spesifik
untuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dilakukan optimal dalam forum Lokmin.
i. Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi untuk Peningkatan Mutu Layanan Tingkat Pertama (Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 [Prepres 32/2014])
Tantangan berikut adalah pada tatanan implementasi. Setelah Presiden menyatakan
berlakunya Jaminan Sosial Nasional bidang Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014,
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM62
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
ada permasalahan dalam aturan tata kelola anggaran dimana BPJS Kesehatan tidak
dapat menyalurkan dana kapitasi langsung ke Puskesmas Non- Badan Layanan Upaya
Daerah (BLUD). Dana Kapitasi adalah besaran pembayaran dimuka per bulan kepada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar
tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Di
era JKN, dana kapitasi ke Puskesmas berkisar dari Rp3.000 sampai Rp6.000/kapita/
bulan (meningkat dari Rp1.000/kapita/bulan saat progam Jamkesmas). Dana kapitasi
saat program Jamkesmas yang dibayarkan Kemenkes ke Dinas Kesehatan kabupaten/
kota tidak seutuhnya tersalurkan ke Puskesmas karena mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, dan seterusnya). Dana kapitasi tersebut harus
disetor ke kas daerah dan merupakan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga tidak
seutuhnya dapat digunakan untuk peningkatan kualitas layanan UKP.
Untuk menunjang pelaksanaan sistem jaminan sosial bidang kesehatan, reformasi
dilakukan dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi di Puskesmas Non-
BLUD, seperti diatur dalam Perpres 32/2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan
63Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
milik Pemerintah Daerah (Non-BLUD). Proses pengusulan dan pengesahan Perpres
ini melibatkan Kemenkes, Kemenkeu, Kemendagri, BPJS Kesehatan, BPKP, BPK dan
kementerian/lembaga lain di bawah koordinasi Wakil Presiden. Perpres 32/2014, yang
dilengkapi dengan peraturan teknis Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 tahun 2014
dan Surat Edaran Mendagri Nomor 990/2280/SJ mengatur pengelolaan dana kapitasi
yang dibayarkan langsung oleh BPJS Kesehatan kepada bendahara melalui rekening
dana kapitasi di Puskesmas sesuai dengan jumlah peserta yang terdaftar. Sebagai
catatan, rekening dana kapitasi tetap merupakan bagian tak terpisahkan dari kas daerah.
Hasil uji petik yang dilakukan TNP2K ke beberapa daerah menunjukkan masih
adanya kekurangpahaman dan keraguan dari Pemda terkait operasionalisasi Perpres
32/2014 tersebut (Laporan Progres Pengelolaan Dana Kapitasi di Daerah, Mei 2014).
Dalam upaya terus memperbaiki pelaksanaan program JKN—atas himbauan Wakil
Presiden—digelar pertemuan yang mengundang seluruh gubernur, bupati, wali kota
seluruh Indonesia untuk hadir pada Rapat Kerja Nasional dalam rangka Sosialisasi dan
Pemantapan Komitmen Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program JKN di
Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 18 Juni 2014. Dalam rapat tersebut, Wakil
Presiden menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Kemendagri dan
BPJS Kesehatan mengenai Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan
Program JKN. Dilaporkan juga dalam pertemuan tersebut 125 bupati/wali kota telah
menyelesaikan Surat Keputusan Penunjukkan Bendahara dan Nomor Rekening
Dana Kapitasi JKN untuk Puskesmas dan siap mengimplementasikan kebijakan ini.
Wakil Presiden juga mengimbau bahwa dukungan dari Pemda sangat penting
khsususnya dalam rangka meningkatkan ketersediaan jaringan layanan kesehatan
dan memperkuat kualitas mutu layanan.
REKOMENDASI
Implementasi JKN di awal tahun 2014 telah membawa banyak perubahan antara lain
dalam aspek pembiayaan, penetapan sasaran peserta PBI, pengelolaan dan pemanfaatan
dana kapitasi di Puskesmas, pembayaran ke RS dengan sistem prospektif, penajaman
perhitungan iuran PBI dan penajaman perencanaan dana BOK untuk memperkuat
kegiatan UKM. Sekretariat Wakil Presiden telah berperan aktif dalam perubahan dengan
menggunakan hasil analisis dari TNP2K. Ke depan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan
JKN, masih banyak hal yang harus dikembangkan dan dibenahi dalam semangat
mencapai Cakupan Semesta di tahun 2019.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM64
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
Tantangan dan permasalahan yang masih harus dilakukan antara lain:
1. Pola Rujukan yang Belum Berjalan OptimalPerilaku peserta dan kesiapan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) perlu
dimonitor ketat terkait dengan kebijakan penguatan pelayanan di Puskesmas dan
Klinik Swasta sebagai gatekeeper. Kenaikan pembayaran kapitasi yang signifikan
mengharuskan FKTP agar mengelola peserta secara efektif dan efisien berwawasan
pola hidup sehat. Upaya preventif dan promotif di tingkat individu harus ditekankan
dimana dokter di FKTP harus rajin memberikan edukasi atas kesadaran hidup sehat.
BPJS Kesehatan harus menciptakan satu mekanisme insentif yang memicu FKTP
untuk menjaga tingkat kesehatan pesertanya.
2. Keterbatasan Sisi Suplai di RS Menyebabkan Antrian dan Waktu Berobat yang Panjang Sehingga Berpotensi Berdampak Pada Mutu LayananKajian TNP2K menunjukkan bahwa antrian pasien rawat jalan di RS sangat panjang dan
melelahkan (Laporan Hasil Spot Check Antrian Peserta JKN-BPJS Di RS Jabodetabek,
Juni 2014). Kondisi ini tentu tidak dapat dibiarkan dan harus dicarikan jalan keluar oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah agar hak peserta dapat terpenuhi.
Ketersediaan dan distribusi jumlah dokter (umum dan spesialis) serta tenaga kesehatan
lain merupakan isu penting yang harus segera diselesaikan.
Kondisi antrian pasien rawat inap juga sudah terlihat untuk jenis layanan tertentu,
seperti penyakit jantung, kanker, ICU dan PICU/NICU untuk bayi baru lahir. Selain
itu, BPJS Kesehatan juga harus menjaga hubungan yang harmonis dengan fasilitas
kesehatan yang sudah bekerjasama, mengingat kesuksesan JKN ini sangat bertumpu
pada pelayanan yang dirasakan peserta di fasilitas kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan
pemantauan ketat atas kecukupan dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Gambar 33. Situasi Antrian di beberapa Rumah Sakit di Jabodetabek
Sumber: TNP2K
65Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
3. Ketersediaan Obat di Faskes yang Menggunakan Formularium Nasional (Fornas) dan Electronic Katalog (E-Katalog) Reformasi penggunaan obat dalam era JKN yang memakai Fornas dan E-Katalog
bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas pembiayaan obat, yang saat ini dinilai cukup
tinggi. Mutu obat juga menjadi salah satu pilar penting yang menjadi perhatian
Kemenkes. Tetapi sampai saat ini, pelaksanaan penggunaan Fornas dan E-Katalog
masih menemukan banyak hambatan terutama di daerah terpencil. Keluhan bahwa
RS tidak mencapai titik temu kesepakatan atas jumlah dan harga di Faskes berlokasi
di area perdesaan, menyebabkan kelangkaan obat terjadi. Untuk itu monitoring
ketat atas implementasi Fornas dan E-Katalog perlu dilakukan dan hasilnya menjadi
masukan bagi pemangku kebijakan untuk penyempurnaan peraturan ke depan.
4. Ketimpangan Akses Peserta JKN Salah satu tujuan JKN adalah meningkatkan akses dan memperbaiki ketimpangan
(inequity) ke layanan kesehatan. Kajian yang dilakukan TNP2K (2011) mengungkap ada
perbedaan tingkat utilisasi rawat jalan di RS yang sangat jauh antar segmen populasi,
dimana tingkat utilisasi eks peserta Askes 6-10 kali lebih tinggi daripada tingkat utilisasi
peserta Jamkesmas. Kemenkes harus memonitor ketat atas perkembangan utilisasi
baik rawat inap maupun rawat jalan di semua tingkat fasilitas kesehatan, dalam rangka
memperbaiki isu ketimpangan ini. Masalah akses dan mutu layanan kesehatan sangat
menjadi sorotan dalam rangka memberikan pelayanan yang berkeadilan, terutama
bagi masyarakat miskin.
5. Penguatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Implementasi JKN fokusnya hanya pada UKP yang lebih pada kuratif dan rehabilitatif
(preventif dan promotif kesehatan perorangan walau tetap ada porsi kecil). Apabila
tidak diperkuat, maka keberlangsungan program JKN akan menjadi berat. Tingginya
kejadian penyakit tidak menular (PTM) seperti diabet, jantung, hipertensi dan stroke telah menduduki ranking teratas baik di rawat jalan dan rawat inap RS. Upaya pola
hidup sehat dengan pola makan dan olah raga perlu dilakukan.
6. Integrasi Jamkesda ke Dalam JKN Hampir 360 kabupaten/kota (sekitar 70 persen) di Indonesia mengembangkan
Jamkesda. Kajian TNP2K (2011) menunjukkan adanya keterbatasan dari banyak aspek
termasuk kompetensi pengelola, akuntabilitas, transparansi, keterbatasan paket
manfaat dan iuran yang relatif kecil. Jamkesda bersama dengan isu pendidikan sering
dijadikan kendaraan untuk kampanye Kepala Daerah, tanpa memperhitungkan risiko
biaya yang akan timbul atas kebijakan tersebut. Sudah banyak studi yang dilakukan
mengusulkan untuk integrasi Jamkesda ke dalam program JKN. Untuk itu perlu
advokasi dan pemantauan ketat atas upaya integrasi Jamkesda ke depannya.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM66
JAMINAN KESEHATANNASIONAL
7. Perluasan Cakupan Pekerja di Sektor Informal ke Dalam JKNSekitar 70 juta masyarakat Indonesia masuk ke dalam sektor informal dimana sebagian
belum memiliki jaminan kesehatan. Sebagian pekerja informal yang miskin harusnya
sudah dicakup sebagai peserta PBI. Pekerja di sektor informal adalah mereka yang
penghasilan tidak menentu, tidak pasti jumlahnya dan bergerak di bidang usaha
menengah kecil. Beberapa literatur negara berkembang lainnya mengungkap
kesulitan dalam kepatuhan koleksi iuran. Untuk itu kiranya ke depan perlu dipikirkan
satu terobosan yang dapat mengembangkan cakupan di sektor informal demi
capaian Cakupan Semesta di tahun 2019.
67Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM68
R A S K I N
Beras adalah komponen penting bagi masyarakat miskin dan rentan. Kajian TNP2K
atas data Susenas 2010 menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga miskin dan
rentan sebagian besar (65 persen) digunakan untuk membeli bahan makanan dan beras
mengambil porsi 29 persen komponen konsumsi masyarakat miskin. Artinya peningkatan
harga beras akan melemahkan daya beli masyarakat terutama masyarakat miskin, yang
pada gilirannya meningkatkan jumlah penduduk miskin. Untuk itu, kebijakan dalam
rangka memastikan agar rumah tangga miskin dan rentan tetap dapat memenuhi
kebutuhan pangan terutama beras sangatlah penting.
Gambar 34. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Miskin
Sumber: TNP2K
Berdasarkan kondisi di atas, beban kelompok miskin akan lebih berat jika terjadi gejolak
harga makanan. Untuk itu, menjaga tingkat inflasi khususnya inflasi kelompok makanan
sangat penting, karena inflasi kelompok makanan selalu lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok non-makanan (Gambar 35). Keterlibatan berbagai pihak termasuk
Pemerintah Daerah sangat penting dalam upaya menjaga stabilitas harga makanan.
Infrastruktur yang tidak memadai, banyaknya hambatan dalam melakukan usaha serta
kebijakan yang tidak mendukung, berkontribusi terhadap meningkatnya harga makanan.
Gambar 35. Inflasi Tahunan Kelompok Makanan dan Non Makanan
Sumber: BPS
Pengantar
69Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
Program Raskin bertujuan mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran dalam
memenuhi kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras bersubsidi. Awalnya program
ini adalah Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pemerintah sebagai bagian
dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang diluncurkan saat krisis ekonomi 1998.
Di bawah tanggung jawab bersama Menteri Negara Urusan Pangan (Menpangan) dan
BULOG9, beras 10 kg/RTS/bulan disalurkan kepada 7,5 juta RTS (hasil pendataan BKKBN)
dengan harga tebus Rp1.000/kg. Setelah kementerian negara tersebut ditiadakan pada
Oktober 1999, OPK sepenuhnya menjadi tanggung jawab BULOG. Sejak 2002, OPK
berubah nama menjadi Program Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin) untuk menekankan
sasaran dari program ini.
Selain sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga
sasaran (RTS) dan mekanisme perlindungan sosial, tujuan Program Raskin adalah: (i)
stabilisasi harga di pasar; (ii) pengendalian inflasi melalui intervensi pemerintah dengan
menetapkan harga beras bersubsidi sebesar Rp1.600/kg dan menjaga stok pangan
nasional; (iii) peningkatan akses pangan baik secara fisik (beras tersedia di titik distribusi)
maupun ekonomi (harga jual yang terjangkau) kepada RTS; (iv) menyediakan pasar bagi
hasil usaha tani padi; dan (v) membantu pertumbuhan ekonomi daerah.
Saat ini Program Raskin memberikan subsidi beras sebanyak 15 kg per Rumah Tangga
Sasaran-Penerima Manfaat (RTS-PM) per bulan dengan Harga Tebus Raskin (HTR) Rp1.600
per kg di Titik Distribusi (TD)10. Raskin disalurkan oleh Perum BULOG ke TD, yaitu lokasi
yang ditentukan dan disepakati oleh Perum BULOG dan pemerintah kabupaten/kota.
Pada umumnya TD berada di tingkat desa/kelurahan dan sebagian di kecamatan. Menurut
Perum BULOG, saat ini di seluruh Indonesia terdapat sekitar 50.000 TD dimana jumlah desa/
kelurahan pada 2011 tercatat 78.024. Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab
mendistribusikan Raskin dari TD ke Titik Bagi (TB), yaitu lokasi tempat penyerahan Raskin
kepada para RTS-PM, untuk selanjutnya dibagikan kepada RTS-PM Raskin. Sementara itu,
TB umumnya berada di kantor desa/kelurahan atau di rumah kepala dusun/RW/RT. Oleh
karena itu, sebagian TD sama dengan TB.
Jumlah RTS-PM Program Raskin Nasional 2013 dan 2014 sebanyak 15.530.897 rumah
tangga yang diperoleh dari Basis Data Terpadu (BDT) untuk program perlindungan sosial.
Jumlah RTS-PM Program Raskin 2014 tersebut meliputi sekitar 25 persen penduduk
dengan peringkat kesejahteraan terendah secara nasional, yang telah mencakup rumah
tangga miskin dan hampir miskin. Sebagai perbandingan, angka kemiskinan pada 2012
adalah 11,66 persen sehingga cakupan Program Raskin tidak hanya untuk rumah tangga
yang miskin tetapi juga rumah tangga hampir miskin atau rentan. Namun jumlah RTS-PM
sebenarnya mengalami perubahan dari tahun ke tahun sebagaimana tersaji pada Tabel 9.
9 BULOG berubah badan hukumnya pada 2003 dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum (Perum).10 Nilai subsidi per kilogram bervariasi tergantung harga beras. Tahun 2014 Harga Pembelian Beras yang ditentukan di APBN-P adalah Rp8.047,69/kg. Dengan demikian rata-rata nilai subsidi per kilogram di TD adalah sebesar Rp6.477,69/kg.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM70
R A S K I N
Anggaran Program Raskin pada 2014 mencapai Rp18,8 triliun meningkat dari Rp5,2 triliun
pada 2005. Pada 2013 seiring dengan kebijakan penyesuaian subsidi Bahan Bakar Minyak
(BBM), disalurkan tambahan tiga bulan beras Raskin sehingga anggaran mencapai Rp20,5
triliun. Biaya Program Raskin tertinggi di antara program-program bantuan sosial lainnya,
bahkan mencapai separuh total anggaran bantuan sosial.
Tabel 9. Jumlah Pagu RTS-PM Program Raskin 2005–2014
Sumber: Tikor Raskin Pusat dan TNP2K
Subsidi Raskin 2014 disediakan dalam APBN Tahun 2014 melalui DIPA Kementerian
Keuangan. Kebijakan Pemerintah Pusat dalam Penganggaran Program Raskin hanya
untuk pengadaan beras dan penyalurannya sampai TD. Sesuai dengan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 18 dan 58) dan Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri Nomor 900/2634/SJ tanggal 27 Mei 2013, maka pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) diharapkan untuk mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) untuk penyaluran Raskin dari TD sampai dengan RTS-PM. Penyediaan
anggaran tersebut mencakup antara lain untuk biaya operasional Raskin, biaya angkut
Raskin dari TD ke TB hingga ke RTS-PM, subsidi harga tebus Raskin, dana talangan
Raskin, dan/atau tambahan alokasi Raskin kepada RTS-PM di luar pagu yang ditetapkan
maupun tambahan alokasi Raskin untuk RTS-PM di dalam pagu yang ditetapkan. Selain
pembiayaan dari APBN dan APBD, masyarakat dapat berpartisipasi secara sukarela untuk
membantu pembiayaan distribusi Raskin dari TD ke RTS-PM, tanpa menambah HTR dari
RTS-PM yang diatur di dalam Juklak/Juknis di masing-masing daerah.
TANTANGAN PELAKSANAAN PROGRAM RASKIN 1998–2012
Dalam kurun waktu pelaksanaannya yang telah berlangsung sejak tahun 1998, Program
Raskin menghadapi banyak tantangan yang beberapa di antaranya berpotensi
mempengaruhi efektivitasnya.
a. Ketepatan Sasaran Penerima Raskin, Jumlah Beras yang Diterima, dan Harga yang DibayarMeskipun biaya Program Raskin terbesar di antara program bantuan sosial lainnya,
71Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
tantangan utama yang dihadapi Raskin dapat dirangkum dalam empat hal, yaitu
ketepatan sasaran, ketepatan jumlah yang diterima RTS-PM, ketepatan harga yang
dibayar RTS-PM dan ketepatan waktu penyaluran sebagaimana disajikan pada Tabel
10.
Tabel 10. Kinerja Program Raskin
Sumber: TNP2K, dikompilasi dari beberapa studi.
Data Susenas 2009 menunjukkan bahwa beras Raskin dibagi secara merata ke kelompok
yang lebih sejahtera, bahkan sekitar 12,5 persen penduduk terkaya juga menerima Raskin
dan hal ini tentu mengurangi hak yang seharusnya diterima oleh kelompok miskin
dan hampir miskin/rentan (Gambar 36). Dari sisi transfer pendapatan dan mengatasi
ketidakcukupan pangan, pelaksanaan Program Raskin ini yang hanya menyediakan rata-
rata empat kg/rumah tangga/bulan tidak cukup mengurangi ketidakcukupan pangan
dari rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga besar (lebih dari 5), yang
memerlukan lebih dari 45 kg per bulan.
Gambar 36. Efektivitas Penargetan Program Raskin
100
75
50
25
0
Pers
enta
se P
ener
ima
Bant
uan
Desil Konsumsi Rumah Tangga1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Raskin
Jamkesmas
Sumber: Susenas 2009
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM72
R A S K I N
Berkaitan dengan ketepatan/ketidaktepatan sasaran, ada dua isu yang perlu perhatian.
Pertama, RTS-PM ditetapkan pemerintah pusat dan semestinya divalidasi dengan
mengandalkan musyawarah desa/kelurahan (musdes/muskel) sebagai ujung tombak
penetapan final sasaran program (DPM Final). Kedua, penyaluran Raskin yang sering
tidak sama dengan DPM (Daftar Penerima Manfaat) RTS-PM dan disalurkan di luar
DPM Final.
b. Kelembagaan, Penanggung Jawab Program, dan Peran Pemerintah DaerahPenyebab kinerja penetapan sasaran yang kurang memuaskan tersebut antara lain
tidak adanya kejelasan lembaga yang bertanggung jawab menegakkan aturan yang
ada termasuk yang berkenaan dengan ketepatan sasaran. Sebagaimana termaktub
dalam Pedoman Umum (Pedum) Raskin, penanggung jawab Program Raskin adalah
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) yang ditetapkan
dengan Keputusan Menko Kesra (Kepmenko Kesra) Nomor 57 Tahun 2012 tentang
Tim Koordinasi Raskin Pusat. Adapun penanggung jawab pelaksanaan Program Raskin
di provinsi adalah gubernur, di kabupaten/ kota adalah bupati/walikota, di kecamatan
adalah camat, dan di desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah.
Penanggung jawab Tim Koordinasi (Tikor) Raskin Pusat adalah Menteri Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra). Sementara itu, Ketua Pelaksana Tikor
Raskin Pusat adalah Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan
Perumahan Rakyat. Saat ini, Tikor Raskin Pusat terdiri dari Kemenko Kesra, Kementerian
Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian
Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Sosial
(Kemensos), Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), dan Perum BULOG. Pedoman umum (Pedum) Raskin maupun
Kepmenko Kesra Nomor 57 Tahun 2012 tersebut tidak menyebutkan pembagian kerja
dan tanggung jawab yang jelas setiap K/L tersebut.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Raskin yang ditetapkan Menteri Keuangan
mengalami peralihan beberapa kali. Pada 2005–2007 sebagai KPA adalah Direktur
Utama Perum BULOG, pada 2008–2009 dialihkan kepada Deputi Menko Kesra bidang
Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat, Kemenko Kesra, kemudian
pada 2010–2012 dikembalikan ke Perum BULOG. Karena adanya temuan yang
merekomendasikan bahwa Perum BULOG sebagai pelaksana penyaluran beras Raskin
tidak dapat menjadi KPA, maka pada 2013 KPA dialihkan kepada Dirjen Pemberdayaan
Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian Sosial.
Adapun penanggung jawab pelaksanaan program di tingkat provinsi adalah
gubernur, di kabupaten/kota adalah bupati/walikota, di kecamatan adalah camat, dan
73Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
di desa/kelurahan adalah kepala desa/lurah. Di masing-masing tingkat pemerintahan
dibentuk Tikor Raskin Daerah yang sekretariatnya berada di SKPD yang berlainan,
walau sebagian besar ada di Biro Perekonomian Setda Provinsi dan bagian ekonomi
Setda Kabupaten/Kota. Pengecualian untuk tingkat desa/kelurahan di mana organisasi
pelaksana yang dibentuk adalah pelaksana distribusi. Tanggung jawab terhadap
ketepatan sasaran diharapkan dari pemerintah daerah (Pemda), namun sebagian
besar Pemda masih menilai bahwa Program Raskin adalah program dari pemerintah
pusat sehingga tanggung jawabnya bukan pada Pemda.
c. Penyaluran RaskinGuna menjamin kelancaran proses penyaluran Raskin, Perum BULOG bersama
Tim Koordinasi Raskin (Tikor Raskin) menyusun rencana penyaluran bulanan yang
dituangkan dalam Surat Permintaan Alokasi (SPA) berdasarkan pagu yang kemudian
diterbitkan oleh bupati/walikota kepada Perum BULOG. Berdasarkan SPA, Perum
BULOG menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran Barang/Delivery Order (SPPB/DO)
beras untuk masing-masing kecamatan atau desa/kelurahan. Di TD dilakukan serah
terima beras antara Perum BULOG dengan Tikor Raskin/Pelaksana Distribusi dan
dibuat Berita Acara Serah Terima (BAST) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.
Namun menurut penelitian Bank Dunia (2014) melalui Raskin Business Process Review and Reengineering, pemesanan/order penyaluran beras membutuhkan waktu rata-
rata 33 hari sampai dengan beras diterima di TD. Pemesanan dengan penerbitan
SPA setelah awal bulan. Keterlambatan penerbitan SPA oleh kabupaten/kota sangat
mempengaruhi kinerja penyaluran beras Raskin, demikian juga proses penerbitan
DO oleh Perum BULOG setelah menerima SPA dari kabupaten/kota (Gambar 37).
Gambar 37. Waktu Siklus Pesanan Raskin dari SPA hingga BAST (2013)
Rata-rata seluruh proses
Jumlah penuh tidak tepat waktu/In-full not on-time
Jumlah penuh tepat waktu/In-full on-time (OTIF)Jumlah penuh
Penerbitan SPA Penerbitan DO Penerbitan GDIK BAST Ditandatangani
-15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
Hari Kalender
Awal Bulan Akhir Bulan
32,6 hari
49,7 hari
20,7 hari
12% 86% 26%
25,0 7,6-3,5 0,0
15,3 39,0 8,6 2,1
7,2 0,013,5-14,3
On-Time In-Full (OTIF) -
persentase (%) alokasi Raskin yang dapat disalurkan secara penuh dan dilakukan sebelum akhir bulan alokasi
Sumber: Raskin Business Process Review and Reengineering, Bank Dunia, 2014
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM74
R A S K I N
Apabila terdapat kendala yang bersifat spesifik lokasi (seperti kondisi geografis, iklim/
cuaca dan jenis moda transportasi untuk pengangkutan Raskin) sehingga penyaluran
Raskin tidak mungkin dilakukan secara rutin setiap bulan di suatu wilayah, maka
jadwal penyaluran Raskin disesuaikan dengan kondisi wilayah tersebut dan diatur di
dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)/Petunjuk Teknis (Juknis) oleh pemerintah daerah
setempat. Perum BULOG membuat Pedoman Khusus Penyaluran Raskin sampai TD.
Semestinya penyaluran Raskin dari TD ke TB sampai RTS-PM menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Tim Koordinasi Raskin/Pelaksana
Distribusi Raskin melakukan pemeriksaan kualitas dan kuantitas beras yang diserahkan
oleh Perum BULOG di TD. Apabila ditemukan Raskin yang tidak sesuai dengan
kualitas dan kuantitas yang ditetapkan, maka Tikor Raskin/Pelaksana Distribusi harus
menolak dan langsung mengembalikan kepada Perum BULOG untuk diganti dengan
kualitas yang sesuai dan menambah kekurangan kuantitas. Namun demikian hasil
pemantauan selama ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah kurang berperan
dalam memastikan hal ini.
Pelaksanaan penyaluran Raskin dari TB kepada RTS-PM dilakukan oleh Pelaksana
Distribusi Raskin dengan menyerahkan Raskin kepada RTS-PM, dicatat dalam DPM2,
semestinya ditulis dan dilaporkan sesuai nama dan jumlah yang diterima RTS,
selanjutnya dilaporkan kepada Tikor Raskin kabupaten/kota melalui Tim Koordinasi
Raskin Kecamatan. Dalam Pedum diatur penyaluran Raskin dari TD ke TB dan RTS-
PM dapat dilakukan secara reguler oleh Kelompok Kerja (Pokja), atau melalui Warung
Desa, Kelompok Masyarakat dan Padat Karya Raskin. Untuk meminimalkan biaya
transportasi penyaluran Raskin dari TB ke RTS-PM maka TB ditetapkan di lokasi yang
strategis dan mudah dijangkau oleh RTS-PM.
Penyaluran bulan berikutnya juga dipengaruhi ketepatan waktu pembayaran bulan
sebelumnya. Pembayaran HTR dari RTS-PM kepada Pelaksana Distribusi Raskin
75Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
dilakukan secara tunai. Pelaksana Distribusi Raskin langsung menyetorkan uang HTR
tersebut ke rekening Perum BULOG melalui bank setempat atau disetorkan langsung
kepada Perum BULOG setempat. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam Juklak/
Juknis sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Uang yang terkumpul kemudian disetorkan dalam waktu paling lama dua minggu
sejak beras diterima di Titik Distribusi. Pembayaran ini akan mempengaruhi
pengiriman beras pada bulan berikutnya. Guna menghindari keterlambatan atau
tunggakan pembayaran, kadang pihak pengelola Raskin di tingkat desa/kelurahan
mengupayakan pembiayaan terlebih dahulu dengan mencari pinjaman dari pihak
ketiga dengan biaya administrasi/bunga tertentu. Pada kebanyakan kasus apabila
RTS-PM tidak memiliki dana pada saat beras datang (karena waktu penyaluran tidak
selalu sama setiap bulannya), maka beras biasanya ditawarkan kepada rumah tangga
lain, yang umumnya belum tentu miskin. Hal ini memicu ketidaktepatan sasaran.
Penyaluran beras di tingkat bawah desa/kelurahan dapat menjadi salah satu sebab
dilakukannya pembagian merata. Di beberapa wilayah TB beras adalah di tingkat
dusun/RW/RT yang menyebabkan variasi dalam pelaksanaan Program Raskin,
misalnya adanya keputusan ‘bagi rata’, pemotongan jumlah beras, tambahan biaya
dan lain-lain (Gambar 38). Faktor lain yang mungkin berpengaruh dalam “bagi rata”
adalah adanya ikatan emosional antara kepala desa dengan masyarakat karena kepala
desa dipilih oleh warganya, sehingga kepala desa merasa harus membagi beras Raskin
di luar RTS-PM yang telah ditetapkan.
Gambar 38. Variasi Lokasi Titik Bagi (TB) Raskin
Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM76
R A S K I N
Ironisnya, pada pelaksanaan di lapangan, indikator yang digunakan dalam menilai
keberhasilan program bukan lagi pada “ketepatan sasaran”, yaitu rumah tangga miskin
dan rentan tetapi pada “kelancaran pembayaran”. Beberapa kasus, kecamatan dan desa
tidak menerima beras Raskin selama jangka waktu tertentu karena adanya tunggakan,
penyelewengan pelaksanaan, atau permintaan pihak kecamatan. Pihak pengelola
terutama kelurahan/desa ke atas tidak memedulikan ketepatan sasaran (apakah yang
menerima benar-benar mereka yang miskin atau tidak) tetapi mepedulikan “beras dibayar
lunas”. Selain itu kerapian administrasi yang berdasar pada data penerima Raskin sesuai
pagu jumlah RTS-PM lebih diprioritaskan guna menghindari pemeriksaan dibandingkan
dengan melaporkan kenyataan lapangan.
Menurut analisis BULOG, ketepatan harga terkendala dengan hambatan geografis.
Jauhnya lokasi RTS dari TD mengakibatkan RTS harus membayar lebih untuk mendekatkan
beras ke rumahnya. Rumah tangga sasaran juga harus membayar biaya-biaya lain untuk
operasional dan angkutan dari TB ke rumah mereka. Hasil pemantauan Raskin oleh
TNP2K di tahun 2012–2013 menunjukkan rata-rata biaya tambahan di luar HTR kepada
rumah tangga penerima Raskin di luar Jawa adalah sebesar Rp445/kg sedangkan di
Jawa rata-rata biaya tambahan di luar HTR adalah sebesar Rp483/kg (Gambar 39). Peran
pemerintah kabupaten/kota untuk membantu RTS mencapai tepat harga perlu terus
didorong dengan menyediakan dana APBD-nya untuk membiayai ongkos angkut Raskin
dari TD ke TB dan biaya lainnya.
Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K
Gambar 39. Proporsi Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya di luar HTR dari Penerima Raskin dan Rata-rata Besarannya
77Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
Penyempurnaan Raskin ke depan menemui sejumlah tantangan terutama mengingat
bahwa program ini telah dilaksanakan sejak 1998 dan fakta bahwa beras adalah komoditi
yang sangat diperlukan RT telah menyebabkan persepsi bahwa semua RT membutuhkan
beras, dan semua RT membutuhkan Raskin dan oleh karena itu praktik pelaksanaan ‘bagi
rata’ tidak mudah diperbaiki.
d. Pengendalian Program
Meskipun telah dilakukan berbagai kajian, evaluasi dan analisis yang menghasilkan
berbagai temuan selama 15 tahun pelaksanaan program, hasil temuan tersebut kurang
digunakan sebagai alat pengendalian program oleh pengelola program. Program
juga tidak memiliki instrumen dan infrastuktur baku sebagai alat pemantauan dan
pengendalian program. Sebagai contoh Tikor Raskin, baik Pusat maupun kabupaten/
kota tidak memiliki MIS yang berisi antara lain informasi pagu, data RTS-PM dan
perubahannya, data operasional termasuk lokasi TD dan TB, realisasi penyaluran beras
Raskin per bulan, status pembayaran, jumlah dan harga beras di tingkat RTS-PM serta
alat pemantauan dan pengaduan. Hal ini ditambah dengan kurang optimalnya peran
Pemda dalam pengendalian program, khususnya ketepatan sasaran dan jumlah
beras yang diterima, sementara lokasi program sangat luas berada di hampir seluruh
78.024 desa/kelurahan yang tidak dapat dilakukan langsung oleh Tikor Raskin Pusat.
e. Sosialisasi ProgramKarena Raskin telah dilaksanakan lebih dari 10 tahun dengan mekanisme yang hampir
tidak mengalami perubahan, maka sosialisasi program cenderung lemah karena hal itu
bukan menjadi prioritas program. Sosialisasi program hanya terbatas pada pertemuan
koordinasi di tingkat regional yang dihadiri oleh Tikor Raskin provinsi. Diharapkan Tikor
Raskin provinsi menyelenggarakan sosialisasi di tingkat di bawahnya. Sosialisasi juga
tidak menekankan pada tujuan hakiki dari program dan juga pentingnya ketepatan
sasaran, dan jumlah dan harga yang diterima/dibayarkan RTS-PM.
KEBIJAKAN PERBAIKAN PELAKSANAAN PROGRAM RASKIN
Berdasarkan evaluasi terkait pelaksanaan Program Raskin pada periode sebelum 2012,
Sekretariat TNP2K kemudian mengusulkan rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki
pelaksanaan Raskin dan mendukung pelaksanaannya. Perbaikan pelaksanaan Program
Raskin tersebut meliputi: (i) penyempurnaan pagu tingkat provinsi dan kabupaten/kota
yang mencerminkan situasi terkini dengan menggunakan Basis Data Terpadu (BDT)
hasil PPLS 2011; (ii) penyempurnaan nama dan alamat RTS yang mencerminkan kondisi
terkini dengan menggunakan BDT hasil PPLS 11; (iii) penggunaan Kartu Perlindungan
Sosial (KPS) sebagai penanda penerima manfaat yang semula diawali dengan uji coba
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM78
R A S K I N
Kartu Raskin; (iv) perubahan DPM Raskin melalui mekanisme penggantian RTS-PM yang
pindah, meninggal, duplikasi dan dinilai kaya oleh musyawarah desa/kelurahan; (v)
penguatan sosialisasi; (vi) pemantauan dan pengembangan sistem pemantauan; (vii)
pengembangan sistem pengaduan dan (viii) pengembangan MIS Raskin.
Pelaksanaan kebijakan perbaikan Program Raskin tersebut dilakukan melalui persiapan
yang intensif yaitu melalui beberapa kali diskusi, pertemuan dan lokakarya internal,
dengan Tikor Raskin Pusat dan K/L serta pemangku kepentingan lainnya. Persiapan
tersebut melibatkan staf teknis hingga pejabat yang berwenang yang menghasilkan
antara lain mekanisme, panduan dan materi sosialisasi.
a. Penyempurnaan pagu menggunakan Basis Data TerpaduTujuan pemutakhiran pagu jumlah RTS-PM Raskin tingkat provinsi dan kabupaten/
kota ini adalah menyebarkan pagu jumlah RTS-PM nasional ke 497 kabupaten/kota
yang mencerminkan situasi terkini dari kabupaten/kota tersebut. Sebelum 2012,
Tikor Raskin Pusat hanya menentukan pagu tingkat provinsi dan Tikor Raskin Provinsi
menentukan pagu kabupaten/kota. Sejak Raskin 2012, pagu masing-masing provinsi
dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Tikor) Raskin Pusat berdasarkan masukan
dari Sekretariat TNP2K dengan mempertimbangkan perubahan tingkat kemiskinan
masing-masing wilayah, serta ketertinggalan dan kesulitan daerah dan hasil evaluasi
terhadap pelaksanaan Program Raskin tahun sebelumnya. Sekretariat TNP2K
memfasilitasi Tikor Raskin Pusat menganalisis dan menghitung pagu masing-masing
kabupaten/kota pada 2012 (pagu nasional 17,5 juta RTS) dan 2013–2014 (pagu
nasional 15,5 juta RTS). Dalam prosesnya, dilakukan beberapa kali pertemuan antara
Tim Sekretariat TNP2K dengan Tikor Raskin Pusat untuk menentukan pagu sebelum
pagu tersebut ditetapkan pada akhir tahun berjalan untuk pagu tahun berikutnya.
Pada 2012, berdasarkan hasil perhitungan pagu dengan mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut, sekitar separuh kabupaten/kota mengalami perubahan pagu
lebih kecil dari tahun sebelumnya. Perubahan pagu menjadi lebih kecil dari tahun
sebelumnya tersebut menyebabkan berbagai pertanyaan dan protes dari kabupaten/
kota dimaksud. Namun juga tidak sedikit kabupaten/kota yang mengalami perubahan
lebih kecil menilai bahwa kondisi tersebut terjadi sebagai hasil dari pelaksanaan
program-program Pemda selama ini yang menghasilkan perbaikan kondisi wilayah
dan kesejahteraan masyarakatnya.
Perubahan pagu jumlah RTS-PM Raskin yang mengalami penurunan dari 17,5 juta
pada 2012 (yang telah berlaku mulai 2008) menjadi 15,5 juta pada 2013 menyebabkan
perhitungan ulang pagu dimaksud untuk setiap kabupaten/kota dengan tambahan
pertimbangan pelaksanaan Program Raskin 2012 dan mengoreksi pagu di beberapa
wilayah. Daftar wilayah administrasi —provinsi/kabupaten/kota/kecamatan/desa/
79Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
kelurahan— Program Raskin mengacu pada hasil PPLS 2011. Bila terjadi pemekaran
wilayah administrasi maka Menko Kesra, atau gubernur, atau bupati/wali kota segera
mengalokasikan Pagu Raskin sesuai dengan alamat RTS-PM di wilayah administrasi
pemerintahan yang baru, dan melaporkan ke Tim Koordinasi Raskin secara berjenjang.
Surat Permintaan Alokasi (SPA) Raskin dari bupati/wali kota kepada Perum BULOG
dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah terkini hasil pemekaran dan tidak perlu
menunggu persetujuan dari Tikor Raskin Pusat untuk keputusan gubernur atau
bupati/wali kota.
b. Penyempurnaan Nama dan Alamat RTS-PM Raskin Menggunakan BDTPenetapan nama dan alamat RTS-PM Raskin bertujuan untuk mencerminkan kondisi
terkini yang dicerminkan dari kondisi kesejahteraan individu berdasarkan pendataan
terbaru yaitu Pendataan Perlindungan Sosial (PPLS) 2011 yang dikelola oleh Sekretariat
TNP2K dalam BDT.
Sesuai dengan pagu nasional Raskin, pada 2012 Sekretariat TNP2K mengidentifikasi
sekitar 17,5 juta rumah tangga terendah tingkat kesejahteraannya dari BDT sesuai
pagu jumlah RTS-PM kabupaten/kota. Dengan demikian mereka yang didata pada
PPLS 2011 tidak serta merta menjadi RTS-PM. Praktik ini berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya di mana jumlah RTS-PM di desa/kelurahan disesuaikan dengan jumlah
yang didata di desa/kelurahan tersebut. Jadi sejak Mei 2012 jumlah RTS- PM Raskin per
desa/kelurahan didasarkan pada hasil pemeringkatan RTS-PM di tingkat kabupaten/
kota sebatas pagu yang ditetapkan.
Untuk tahun 2013 dan 2014, pagu nasional adalah sebanyak 15,5 juta RTS-PM. Untuk
memperoleh nama dan alamat RTS-PM sebanyak pagu yang ditetapkan, Sekretariat
TNP2K mengidentifikasi sebanyak rumah tangga tersebut dari BDT. Untuk pelaksanaan
2014, data nama dan alamat RTS-PM Raskin mengacu pada BDT untuk Program
Perlindungan Sosial, yaitu nama dan alamat RTS-PM 2013 yang perubahannya telah
dilakukan berdasarkan perumahan RTS Kartu Perlindungan Sosial (KPS)11 yang tercatat
pada aplikasi elektronik Formulir Rekapitulasi Rumah Tangga Pengganti sampai bulan
November 2013 sebanyak 333.331 rumah tangga.
c. Penggunaan Kartu Perlindungan Sosial Sebagai Penanda RTS-PMSalah satu penentu ketepatan sasaran adalah transparansi daftar RTS-PM Raskin
kepada masyarakat. Untuk meningkatkan transparansi mengenai RTS-PM, sejak
Juni 2013 pemerintah mengirimkan Kartu Perlidungan Sosial (KPS) kepada RTS-PM
pada Juni 2013 seiring diberlakukannya program kompensasi pengurangan subsidi
BBM. KPS dikirimkan kepada seluruh 15.530.897 RTS-PM Raskin sebagai penanda
11 Lihat penjelasan Kartu Perlindungan Sosial pada bagian Penetapan Sasaran12 Lihat Bab BLSM dan BSM, KPS digunakan juga untuk mengakses BLSM dan BSM
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM80
R A S K I N
kepesertaannya pada 2013 dan 201412. Jumlah KPS per kabupaten/kota sesuai
dengan jumlah RTS-PM Raskin. Keputusan untuk menggunakan KPS sebagai penanda
kepersertaan untuk Raskin dan program lain diambil dengan dasar bukti yang kuat.
Ada paling tidak dua studi yang digunakan sebagai dasar keputusan tersebut.
Pertama, pada 2012 diujicobakan Kartu Raskin bagi sekitar 1,3 juta RTS-PM terpilih di
53 kabupaten/kota (Gambar 40). Bersamaan dengan uji coba Kartu Raskin ini, secara
nasional juga dikirim Daftar Penerima Manfaat ke seluruh desa/kelurahan di Indonesia
(Gambar 41). Selain itu juga dilakukan evaluasi acak penggunaan Kartu Raskin oleh
J-PAL, sebuah lembaga penelitian yang memfokuskan pada RCT (Randomized Control Treatment) di enam kabupaten/kota, tiga di Sumatera dan tiga di Jawa sebanyak 572
desa/kelurahan. Analisis dalam kajian eksperimen ini membandingkan antara wilayah
treatment yaitu wilayah yang diberikan kartu dan wilayah kontrol yaitu wilayah tanpa
kartu.
Gambar 40. Kartu Raskin Ujicoba 2012
Sumber: Kemensos
Gambar 41. Poster Daftar Penerima Manfaat (DPM) 2012
Sumber: TNP2K
81Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
Hasil pemantauan Sekretariat TNP2K atas pelaksanaan Kartu Raskin dan evaluasi
eksperimen Kartu Raskin di wilayah uji coba tambahan di enam kabupaten/kota yang
dilakukan oleh J-PAL menunjukkan bahwa kartu telah meningkatkan jumlah kg beras
yang diperoleh RTS-PM. Rata-rata jumlah beras yang diterima di daerah Kartu lebih tinggi
(9–11 kg) dibanding di daerah Non-Kartu (7–9 kg) (Gambar 42). Hasil pengamatan setelah
beberapa waktu menunjukkan bahwa di daerah Kartu, rumah tangga tetap membeli
Raskin dengan alokasi lebih banyak dibandingkan rumah tangga di daerah Non-Kartu.
Rata-rata harga beras di daerah Kartu yang dibayar RTS-PM juga mengalami penurunan.
Harga beras Raskin yang dibayar oleh rumah tangga di daerah Kartu lebih rendah (Rp1.700–
Rp1.900/kg) dibandingkan dengan harga di daerah Non-Kartu (Rp2.000–Rp 2.100)
(Gambar 43).
Temuan ini konsisten dengan temuan dari studi RCT yang menunjukkan bahwa Kartu
sebagai mekanisme perbaikan penyaluran Raskin ternyata makin efektif jika diikuti
dengan sosialisasi yang lebih baik (Gambar 44). Hasil pemantauan Sekretariat TNP2K
pada 2012 juga menunjukkan bahwa tidak semua desa/kelurahan menempelkan Poster
DPM dimaksud dan tidak dilihat oleh RTS-PM dengan alasan kepala desa khawatir
menimbulkan keresahan di pihak masyarakat dan ada anggapan DPM bersifat final.
Gambar 42. Jumlah Kg Beras yang Diterima RTS di Wilayah Kartu dan Non-Kartu
Gambar 43. Rupiah yang Dibayarkan RTS per Kg di Wilayah Kartu dan Non-Kartu
7,27,2
Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K
Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM82
R A S K I N
Gambar 44. Jumlah Kg Beras yang Diterima RTS-PM (Eksperimen RCT oleh J-PAL)
d. Perubahan Daftar Penerima Manfaat Raskin Melalui Mekanisme Penggantian dan Penambahan RTS-PM oleh Musdes/MuskelMulai 2012, disediakan dan dilakukan mekanisme penggantian RTS-PM dengan
disebarkan Formulir Rekapitulasi Pengganti (FRP) di seluruh desa/kelurahan, yaitu
mengganti RT yang meninggal, pindah, duplikasi dan dinilai kaya (Gambar 45).
Mekanisme ini diteruskan saat penggunaan KPS. Bila pada 2012 FRP dientri secara
manual, maka pada 2013 dikembangkan aplikasi elektronik untuk entri data RTS yang
diganti dan penggantinya yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota oleh kantor
pengawas (Kprk) PT. Pos Indonesia. FRP yang telah disahkan oleh kepala desa/lurah
dan camat diserahkan kepada TKSK yang kemudian menyerahkan kepada sekitar 206
Kprk PT. Pos Indonesia untuk dientri.
Gambar 45. Formulir Rekapitulasi Pengganti Juni-Desember 2012
Sumber: TNP2K
Penentuan dan penetapan RTS-PM pengganti tersebut dilakukan melalui Musdes/
Muskel. Perubahan/penggantian yang diputuskan musdes/muskel tersebut tidak
diperkenankan menambah pagu Raskin di desa/kelurahan tersebut. Rumah Tangga
Pengganti RTS-PM diprioritaskan bagi rumah tangga yang sebelumnya mendapatkan
RTS yang Diganti RTS Pengganti
Sumber: Pokja Monev, Set. TNP2K
83Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
Raskin yang memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih besar yang terdiri dari
balita dan anak usia sekolah dan/atau kepala rumah tangganya orang lanjut usia,
kepala rumah tangganya perempuan, kondisi fisik rumahnya kurang layak huni, dan/
atau penghasilan lebih rendah dan tidak tetap.
Aplikasi elektronik Formulir Rekapitulasi Rumah Tangga Pengganti dibangun bersama
antara MIS Sekretariat TNP2K, Kemensos dan PT. Pos Indonesia sejak diterbitkannya
KPS pada pertengahan 2013, di mana aplikasi dimaksud disediakan di Kantor Pos
Pemeriksa (Kprk) di tingkat kabupaten/kota. Formulir Rekapitulasi Rumah Tangga
Pengganti hasil mudes/muskel yang berisi data Rumah Tangga yang Diganti
dan Rumah Tangga Pengganti disampaikan kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial
Kecamatan (TKSK —di bawah Kementerian Sosial) dan diteruskan kepada Pos Kprk
untuk dimasukkan datanya (data entry) dalam aplikasi dimaksud. Data yang telah
dimasukkan menjadi dasar pengesahan KPS Pengganti oleh Kemensos.
Pada akhir penutupan aplikasi elektronik pemutakhiran KPS sampai bulan November
2013 terdapat 402.861 KPS retur/tarik dengan penggantian sebanyak 333.331 rumah
tangga. Jumlah perubahan ini lebih kecil dari yang diperkirakan. Berdasarkan analisis
terhadap FRP pelaksanaan Program Raskin 2012 dari 500 desa/kelurahan menunjukkan
kecenderungan bahwa mudes/muskel mengganti 9,6 persen dari total RTS-PM di 500
desa tersebut karena alasan RT pindah, meninggal, duplikasi, atau dianggap kaya. Dari
keseluruhan RTS-PM, 6,2 persen diganti karena dianggap kaya, dan 3,7 persen berada
di Desil 1.
e. Penguatan SosialisasiDalam pelaksanaan KPS, Sekretariat TNP2K bersama Tikor Raskin Pusat dan Kementerian
Sosial menyusun dan memproduksi lembar sosialisasi KPS untuk Program Raskin
di tingkat rumah tangga yang dalam pengirimannya disisipkan dalam amplop
pengiriman KPS. Di tingkat daerah dikirimkan surat-surat resmi dari Tikor Raskin Pusat
dan poster KPS untuk Program Raskin berukuran A3 (Gambar 46). Tahap akhir materi
sosialisasi dilakukan oleh Sekretariat TNP2K yang melakukan koordinasi masukan
tentang konten sosialisasi dari K/L terkait. Sekretariat TNP2K juga berkoordinasi
dengan PT. Pos Indonesia dalam proses distribusi bahan sosialisasi tersebut.
Sekretariat TNP2K juga mendukung penyusunan surat-surat resmi terkait langsung
dengan penggunaan KPS untuk Program Raskin. Surat pertama yang dikeluarkan oleh
Mendagri menghimbau Pemda untuk mengalokasikan biaya penyaluran Raskin dari
TD ke TB.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM84
R A S K I N
Sumber: TNP2K
Dalam rangka mendorong perbaikan penggunaan KPS untuk mengakses Program
Raskin 2014, Sekretariat TNP2K dengan dukungan dari PRSF/DFAT melakukan
penguatan sosialisasi pada Juni 2014 dengan pesan (i) Program Raskin 2014 tetap
dilanjutkan dengan skema KPS, (ii) Raskin bukan program bagi rata, (iii) harga tebus
Rp1.600 di TD, (iv) hak penerima adalah 15 kg/RT/bulan. Kegiatan ini dilakukan
dengan (i) direct outreach ke 1.100 kantor desa/kelurahan di 106 kabupaten/kota dan
34 provinsi dengan melakukan pertemuan langsung dengan kepala desa/lurah atau
Satker Raskin, mencatat nomor HP kepala desa/lurah atau Satker Raskin, memasang
poster pada lokasi yang memadai dan mudah dijangkau masyarakat, menyampaikan
surat pegantar sosialisasi dan kontak program Raskin, (ii) distribusi dan pemasangan
20.000 poster di kantor desa, posyandu, puskesmas, mesjid/gereja, dan lokasi strategis
lainnya, (iii) kampanye Public Service Announcement (PSA) di 127 jaringan radio lokal
yang menjangkau 114 kabupaten/ kota, media roadshow di enam kota utama,
talkshow di tiga stasiun radio berjaringan nasional (RRI Pro 3 FM, RDI, dan KBR68H)
masing-masing dua kali.
f. Pemantauan dan Pengembangan Sistem PemantauanSekretariat TNP2K melakukan berbagai analisis data Susenas dan beberapa data
sekunder lain serta melakukan dua kajian pelaksanaan Program Raskin, yaitu pada
2011 oleh SurveyMETER dan 2013 memantau pelaksanaan Program Raskin dengan
KPS. Sekretariat TNP2K bersama Tikor Raskin Pusat juga menginisiasi pengembangan
sistem pemantauan dengan membangun instrumen pemantauan dengan kuesioner
standar dan menggunakan web-based system. Instrumen ini diujicobakan pada
pemantauan di beberapa wilayah antara lain pemantauan di Ternate, Kota Pontianak,
Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Bengkulu Tengah dan lainnya.
Gambar 46. Materi Sosialisasi Kartu Perlindungan Sosial dan Penggunaannya untuk Raskin
85Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
g. Pengelolaan pengaduanSeiring dengan pelaksanaan program kompensasi kebijakan penyesuaian subsidi
BBM disediakan instrumen pengaduan menggunakan portal web LAPOR! (Layanan
Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat!) Unit Kerja Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan Pemerintah (UKP4). LAPOR! ini merupakan sarana pengaduan
berbasis portal web terintegrasi yang dapat diakses oleh masyarakat dengan alamat
www.lapor.ukp.go.id. Pengaduan melalui portal web LAPOR! UKP4 dilakukan
dengan mendaftarkan diri. Masyarakat juga dapat melakukan pengiriman pesan
secara langsung melalui SMS ke nomor 1708. Mekanisme pengaduan berbasis SMS
ini akan secara langsung meneruskan keluhan dan pengaduan ke pelaksana.
Sekretariat TNP2K telah ditunjuk sebagai coordinating agency untuk segala hal terkait
KPS. Sebagai koordinator Sekretariat TNP2K mempunyai tugas mendistribusikan
keluhan atau pertanyaan ke masing-masing K/L pengelola program termasuk Raskin
yang kemudian menangani masalah atau keluhan dan memberikan laporan kepada
koordinator KPS. Tugas lain koordinator adalah menyampaikan informasi kepada
pengadu dan masyarakat.
Khusus pengaduan terkait dengan kepesertaan program, penanganan pengaduan
dilakukan dengan cara person in charge (PIC) program menyampaikan kepada posko
kepesertaan (TNP2K) yang kemudian berkoordinasi dengan Tenaga Kesejahteraan
Sosial Kecamatan (TKSK) pada 2013 untuk melakukan pemeriksaan apakah mudes/
muskel telah dilaksanakan dan menyampaikan informasi mengenai perubahan
kepesertaan kepada pelapor. Selama satu tahun pengelolaan LAPOR! Juni 2013–
Juni 2014 telah diterima laporan masuk khusus Raskin di Sekretariat TNP2K sebagai
administrasi LAPOR! sebanyak 3.429 laporan dimana sebanyak 2.193 laporan telah
didisposisikan kepada Tikor Raskin Pusat. Dari laporan yang telah didisposisikan
tersebut sebanyak 1.253 belum ada tindak lanjut, 32 dalam proses dan 908 dinilai
selesai setelah tidak ada lagi sanggahan atau pertanyaan dari pengadu selama dua
minggu.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM86
R A S K I N
Selain mengelola LAPOR!, Sekretariat TNP2K juga membentuk Posko KPS
yang bertugas menyediakan layanan informasi dan aduan baik melalui surat,
telepon, SMS, maupun kunjungan masyarakat, baik kelompok atau individu
berkaitan dengan KPS, BLSM, dan P4S termasuk Raskin. Saat ini Sekretariat TNP2K
dengan dukungan DFAT akan membantu Tikor Raskin Pusat mengembangkan
sistem pengelolaan pengaduan yang dikelola oleh Tikor Raskin Pusat (dalam
hal ini Kementerian Dalam Negeri) dan uji coba sistem di tingkat kabupaten/kota.
h. Pengembangan MIS RaskinSekretariat TNP2K dengan dukungan dari DFAT membantu Tikor Raskin
mengembangkan MIS yang akan memuat data RTS-PM dan pemutakhirannya, data
operasional, pemantauan, dan pengaduan yang dilengkapi dashboard sebagai alat
pemantauan untuk perbaikan kinerja program. Sistem ini selain akan dibangun di
tingkat pusat juga akan diujicobakan ke tiga provinsi dan masing-masing provinsi
dua kabupaten/kota. Dengan begitu diharapkan sistem di pusat dan daerah bisa
terhubung.
87Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
R A S K I N
TINDAK LANJUT KE DEPAN
Kebijakan untuk memastikan agar rumah tangga miskin dan rentan tetap dapat
memenuhi kebutuhan pangan terutama beras sangatlah penting. Program Raskin
ke depan semestinya tetap sebagai mekanisme perlindungan sosial yang bertujuan
mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran dalam memenuhi kebutuhan
pangan pokok dalam bentuk beras bersubsidi sehingga memberikan peningkatan
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sasaran (RTS).
Bila dilaksanakan dengan baik yaitu diberikan kepada sasaran yang tepat dan masing-
masing rumah tangga sasaran menerima beras utuh sebanyak 15 kg per bulan dengan
harga tebus Rp1.600 per kg maka Program Raskin menjadi andalan dalam mengurangi
kemiskinan. Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki ketepatan sasaran
Raskin sebagai program perlindungan sosial, adalah penggunaan Basis Data Terpadu
hasil pendataan PPLS 2011 untuk menentukan RTS-PM Raskin, yang ditandai dengan KPS.
Penyaluran beras Raskin secara tepat, yaitu dengan menyalurkan beras Raskin kepada
RTS pemegang KPS, atau Surat Keterangan Rumah Tangga Miskin (SKRTM) bagi rumah
tangga pengganti, diyakini akan memperbaiki kinerja ketepatan sasaran.
Oleh karena itu, penggunaan kartu menjadi kunci perbaikan program, baik sebagai
penanda bahwa RTS tersebut menjadi sasaran program, juga untuk meningkatkan
transparansi dan memudahkan kerja pelaksana distribusi beras Raskin di lapangan.
Untuk keberlanjutan upaya perlindungan masyarakat miskin, dalam jangka pendek,
Program Raskin sebaiknya diteruskan dengan perbaikan-perbaikan seperti disarankan
di atas. Namun demikian karena kompleksitas permasalahan pada program Raskin,
upaya perbaikan-perbaikan tersebut belum tentu meningkatkan kinerja dan efektifitas
program Raskin. Karena itu, dalam jangka menengah-panjang, TNP2K menyarankan
bantuan beras/pangan untuk diubah modus penyalurannya dari secara fisik (in-kind)
menjadi menggunakan voucher atau electronic-cash untuk pangan beras dan pangan
lainnya. Namun demikian perubahan ini bukan hal yang dapat dilakukan segera. Program
pengganti perlu didisain dan direncanakan dengan cermat dan matang. Untuk itu, perlu
dikembangkan road map yang menggambarkan tahapan phasing-out program Raskin
sekaligus uji coba dan scaling-up program bantuan pangan pengganti Raskin.
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM90
PengantarProgram Keluarga Harapan (PKH) merupakan program bantuan tunai bersyarat bagi
rumah tangga/keluarga sangat miskin di Indonesia. Sebagai sebuah bantuan tunai
bersyarat, peserta PKH mendapatkan bantuan tunai apabila memenuhi kewajibannya
di bidang pendidikan dan kesehatan. Pelaksanaan PKH bertujuan untuk mengurangi
kemiskinan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Usaha pengurangan kemiskinan
jangka pendek dilakukan melalui pemberian bantuan tunai yang dibayarkan empat kali
dalam setahun. Pengurangan kemiskinan jangka panjang diharapkan terjadi melalui
investasi di bidang kesehatan dan pendidikan anak yang pada akhirnya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di jangka panjang.
PKH diluncurkan sebagai sebuah program bantuan sosial yang bersifat uji coba pada tahun
2007. Pelaksanaan uji coba ini dilakukan oleh UPPKH Pusat di bawah Direktorat Jenderal
Jaminan Sosial Kementerian Sosial. Pada awalnya, PKH dilaksanakan di tujuh provinsi,
48 kabupaten/kota dan melayani 387.928 peserta PKH. Dalam perkembangannya, pada
tahun 2011, PKH menjadi sebuah program nasional. Implikasi dari perubahan status
program ini adalah bertambahnya wilayah dan cakupan peserta PKH. Pada tabel 11
terlihat bahwa, pada tahun 2013, PKH dilaksanakan di 33 provinsi dan 333 kabupaten/
kota di Indonesia yang mencakup 2,4 juta peserta.
Seiring dengan perubahan status menjadi program nasional, PKH menjadi salah
satu program utama di Kementerian Sosial. Realisasi besaran bantuan yang
disampaikan kepada penerima manfaat meningkat dari Rp508 miliar pada tahun
2007 mencapai Rp2,94 triliun. Pada tahun 2014, anggaran yang disiapkan untuk
PKH mencapai Rp5,1 triliun. Peningkatan ini dibutuhkan untuk mengakomodasi
peningkatan jumlah bantuan kepada peserta dan penambahan sasaran menjadi 3,2
juta keluarga melalui kebijakan perluasan wilayah baik ekspansi maupun saturasi.
Sumber: UPPKH-Kemensos, 2014
Tabel 11. Peserta dan Jumlah Lokasi PKH Menurut Tahun Kepesertaan 2007–2014
91Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
TANTANGAN PELAKSANAAN PKH
Saat TNP2K terbentuk di tahun 2010 dengan salah satu mandat utama adalah untuk
memperbaiki desain dan mekanisme program berbasis rumah tangga, PKH merupakan
salah satu program yang jadi fokus utama untuk ditingkatkan kinerja dan efektivitasnya.
Bersama-sama dengan UPPKH dan Bappenas, TNP2K melakukan kajian-kajian untuk
mengidentifikasi aspek-aspek desain dan pelaksanaan program yang perlu diperbaiki
dan ditingkatkan.
EFEKTIVITAS DAN CAPAIAN PKH
Evaluasi terhadap pelaksanaan PKH dilakukan dengan menggunakan penelitian
kuantitatif pada kelompok yang menerima PKH maupun yang tidak menerima PKH.
Dengan menggunakan hasil evaluasi jangka pendek ini, Bappenas (2009) dan World
Bank (2011) menunjukkan bahwa PKH berhasil meningkatkan konsumsi dalam jangka
pendek dan meningkatkan pemanfaatan fasilitas kesehatan. Dampak positif pada
bidang kesehatan ditunjukkan dengan perbaikan tumbuh kembang anak di antara
peserta PKH dan peningkatan pemanfaatan pelayanan antenatal dan postnatal ibu-ibu dari peserta PKH (kunjungan ke posyandu naik tiga persen, pemantauan
pertumbuhan anak naik lima persen, dan kegiatan imunisasi naik 0,3 persen)13.
Pengaruh positif PKH di kesehatan dasar ini sayangnya belum diikuti dengan pengaruh
positif dan kuat di bidang pendidikan. World Bank (2011) menemukan bahwa pengaruh
PKH di bidang pendidikan cenderung terbatas. PKH hanya mampu memperpanjang
waktu anak yang sudah masuk ke dalam sistem pendidikan secara marginal. Sayangnya,
studi belum menemukan bukti bahwa PKH memiliki dampak yang signifikan pada
indikator-indikator utama pendidikan seperti partisipasi (murni dan kasar) pendidikan
menengah, tingkat drop out, tingkat kehadiran dan prevalensi anak bekerja.
Hasil awal evaluasi dampak jangka panjang yang dilakukan oleh TNP2K pada tahun
2013/2014—sebagai kelanjutan evaluasi dampak sebelumnya yang dilakukan oleh
Bank Dunia—menunjukkan keberadaan dampak signifikan kepesertaan PKH pada
beberapa indikator jangka panjang pendidikan dan kesehatan. Hasil ini ditandai dengan
peningkatan tingkat partisipasi murni sekolah menengah pertama sebesar 2,6 persen
setelah enam tahun kepesertaan PKH. Durasi kepesertaan enam tahun ini juga berhasil
menurunkan angka putus sekolah sebesar 0,7 persen dan prevalensi tingkat tenaga kerja
anak sebesar 1,3 persen.
Kepesertaan PKH selama enam tahun juga berdampak positif di bidang kesehatan.
13 Data untuk melakukan evaluaisi jangka panjang sudah tersedia. Hasil dari evaluasi jangka panjang ini belum dilakukan sehingga tidak bisa dilaporkan dalam dokumen ini.
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM92
Hasil evaluasi dampak 2013 menunjukkan bahwa kepesertaan PKH selama enam
tahun berhasil meningkatkan tingkat kelahiran dibantu bidan bersertifikat sebesar 6,4
persen dan kelahiran di fasilitas kesehatan sebesar 6,8 persen. Seiring dengan dampak
positif ini, keberadaan PKH juga berdampak positif terhadap tingkat imunisasi lengkap
sesuai jadwal umur (terjadi peningkatan sebesar 3,5 persen). Meskipun terjadi dampak
positif di ketiga indikator di atas, kepesertaan PKH malah menurunkan preferensi untuk
melakukankunjungan postnatal ke fasilitas kesehatan masih rendah. Hasil ini ditunjukkan
dengan penurunan kunjungan postnatal ke fasilitas kesehatan sebesar 0,23 kali.
Keberhasilan pelaksanaan PKH sebagai bantuan tunai bersyarat tergantung kepada
kegiatan verifikasi untuk memantau kepatuhan rumah tangga dalam memenuhi
kewajiban. Bentuk kewajiban setiap rumah tangga ditentukan oleh karakteristik dari
setiap peserta PKH. Untuk peserta yang memiliki bayi yang baru lahir dan balita harus
melakukan minimal dua kali kunjungan postnatal, mendapatkan satu set lengkap
imunisasi, vitamin A dua kali dalam setahun dan rutin melakukan pemeriksaan berat
badan; ibu hamil harus melakukan empat kali kunjungan perawatan prenatal, meminum
tablet zat besi selama kehamilan dan melahirkan bayi mereka dengan bantuan dari
bidan atau tenaga kesehatan terlatih. Sementara anak usia sekolah dasar sampai tingkat
sekolah menengah harus mendaftarkan diri di sekolah dan memiliki setidaknya tingkat
kehadiran minimal 85 persen.
Penyaluran bantuan PKH dilakukan dalam empat tahap setiap tahunnya. Verifikasi
dilakukan untuk memastikan jumlah bantuan yang akan disalurkan sesuai dengan
terpenuhinya kewajiban. Dari hasil analisis terhadap data penyaluran, mayoritas
penyaluran PKH diberikan kepada Anggota Rumah Tangga (ART) usia sekolah dasar.
Gambar 47. Jumlah ART Penerima Manfaat PKH 2013
25.038
942.069 922.632
Jum
lah
ART
(rib
uan)
BUMIL/NIFAS BALITA ANAK SETARA SD ANAK SETARA SMP
Tahap 1(2012)
Tahap 2(2012)
Tahap 3(2012)
Tahap 4(2012)
Tahap 1(2013)
Tahap 2(2013)
0
500
1.000
2.000
3.000
1.500
3.500
2.500
Sumber: UPPKH-Kemensos, diolah oleh TNP2K, 2013
PELAKSANAAN VERIFIKASI PKH
93Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Meskipun peran verifikasi sangat penting dalam kegiatan PKH, analisis TNP2K
menunjukkan bahwa verifikasi lengkap masih dilakukan secara parsial. Pada pembayaran
tahap dua tahun 2013, TNP2K menemukan bahwa verifikasi hanya dilakukan kepada rata-
rata 60 persen dari peserta PKH. Meskipun persentase verifikasi ini masih lebih tinggi
dibandingkan dengan verifikasi pada tahap pertama tahun 2013, analisis ini menunjukkan
bahwa masih terdapat 40 persen peserta yang tidak mengalami verifikasi yang lengkap.
Lebih lanjut, di antara empat jenis syarat kepesertaan PKH, verifikasi yang paling rendah
terjadi untuk peserta ibu hamil dan nifas. Pada tahap dua, tahun 2013, verifikasi untuk
kelompok ini hanya terjadi untuk 55,2 persen dari peserta ibu hamil dan ibu nifas.
Gambar 48. Persentase Jumlah ART yang Berhasil Diverifikasi 3 Bulan Berturut-Turut
Sumber: UPPKH-Kemensos, diolah oleh TNP2K, 2013
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM94
KECUKUPAN NILAI BANTUAN PKH
Bantuan tunai PKH berfungsi sebagai insentif bagi peserta PKH untuk menjalankan
kewajibannya dalam program PKH. Sejak dimulainya program ini, manfaat yang
diterima oleh peserta PKH dibagi menjadi dua komponen manfaat, yaitu bantuan
tetap dan bantuan berdasarkan kriteria yang besarannya dihitung berdasarkan kriteria
manfaat yang ada di masing-masing peserta PKH. Pada Tabel 12 terlihat bahwa bantuan
maksimum yang bisa diterima oleh satu peserta PKH adalah Rp2.200.00014 sedangkan
bantuan minimum yang dapat diperoleh oleh peserta PKH adalah Rp600.000.
Tabel 12: Besaran Bantuan PKH 2007–2013
Komponen BantuanBantuan Tetap
Bantuan bagi RTSM dgn:
Anak Usia Balita/ Ibu Hamil/Menyusui
Anak Usia SD/MI
Anak Usia SMP/MTs
Rata-rata bantuan/RTSM
Bantuan maksimum/RTSM
Besar Bantuan200.000
600.000
400.000
800.000
1.390.000
2.200.000
Dari awal penerapan PKH tahun 2007 hingga 2013, bantuan PKH tidak mengalami
perubahan secara nominal. Besaran bantuan ini tidak pernah disesuaikan dengan
perubahan tingkat harga maupun perubahan harga yang menyusun garis kemiskinan.
Tidak meningkatnya nilai bantuan PKH selama lima tahun menyebabkan besaran
bantuan PKH menurun secara riil. Penurunan kemampuan riil ini berpotensi mengurangi
insentif rumah tangga dalam menjalankan persyaratan PKH.
DURASI KEPESERTAAN PKH
Meski Program Keluarga Harapan termasuk program jangka panjang, namun kepesertaan
PKH tidak akan bersifat permanen. Bila rumah tangga penerima sudah tidak memenuhi
persyaratan program, maka rumah tangga tersebut keluar dari program secara alamiah
atau disebut juga graduasi secara alamiah (natural exit). Natural exit terjadi ketika rumah
tangga/keluarga tersebut tidak lagi sesuai dengan kriteria PKH, yaitu terdapat: wanita
hamil, anak balita atau anak berumur di bawah 18 tahun yang masih bersekolah di
bangku pendidikan dasar (SD dan SMP).
Desain awal PKH menetapkan durasi kepesertaan penerima maksimal enam tahun. Pada
Sumber: Bappenas, TNP2K, 2013
14 Keberadaan bantuan maksimum ini tidak berarti bahwa kewajiban untuk menjalankan persyaratan PKH hanya dilakukan oleh anggota rumah tangga yang menerima PKH. Kewajiban untuk menjalankan persyaratan PKH akan ditanggung secara renteng oleh semua anggota rumah tangga yang memenuhi persyaratan PKH. Pelanggaran terhadap kewajiban PKH oleh satu anak (meskipun tidak dibayar oleh PKH karena batas maksimum bantuan PKH) tetap akan diberikan penalti sesuai dengan peraturan PKH. Rumah Tangga yang memiliki 1 satu anak balita, tiga anak SD dan satu anak SMP seharusnya menerima Rp2.800.000 per tahun. Tetapi karena besar bantuan maksimum, rumah tangga ini hanya akan menerima Rp2.2000.000. Pelanggaran terhadap persyaratan PKH yang dilakukan oleh salah satu anggota rumah akan ditannggung renteng oleh semua anak di rumah tangga itu.
95Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
tahun ketiga kepesertaan, akan dilakukan kegiatan resertifikasi untuk melihat kelayakan
peserta PKH untuk tetap menerima PKH pada tahun keempat. Meskipun sudah
direncanakan sejak tahap perencanaan tahun 2007, pelaksanaan resertifikasi untuk kohor
tahun 2007 yang seharusnya dilakukan pada tahun 2010 tidak pernah dilakukan.
KOMPLEMENTARITAS PKH
Integrasi program-program bantuan sosial akan memberikan dampak multiplier yang
besar terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia. Meskipun integrasi ini sangat
penting, studi TNP2K menunjukkan bahwa komplementaritas antara PKH dan bantuan
sosial lainnya masih terbatas. Pada Gambar 49. Komplementaritas PKH dengan Program
Bantuan Sosial Lain (%), terlihat bahwa komplementaritas yang tinggi terjadi di Raskin
dan Jamkesmas. Sedangkan komplementaritas antara PKH dan BSM masih rendah. Hasil
resertifikasi PKH Kohor 2007 dan 2008 menunjukkan, lebih dari 90 persen peserta PKH
yang graduasi masih memperoleh program Raskin, namun perlu dipastikan jumlah yang
diterima, harga yang dibayarkan dan waktu penerimaan. Diperlukan kepastian rumah
tangga yang graduasi tersebut masih dapat memperoleh program Raskin.
Gambar 49. Komplementaritas PKH dengan Program Bansos Lain (%)
Sumber: Hasil Resertifikasi PKH Kohor 2007 dan 2008, TNP2K, 2014
KEBIJAKAN PERBAIKAN PROGRAM
a. Pengembangan PKH Sebagai Program Nasional Pada tanggal 20 Juli 2011, melalui rapat pleno TNP2K yang dipimpin Wakil Presiden
RI, PKH disetujui untuk menjadi program nasional yang dilaksanakan oleh enam
kementerian. Sebagai suatu program nasional, PKH mulai mencakup 33 provinsi pada
2013, dan secara bertahap cakupannya terus meningkat. Diharapkan pada tahun
2014, PKH mencakup 333 kabupaten/kota di Indonesia. Seiring dengan peningkatan
status ini, sasaran jumlah peserta PKH meningkat menjadi 3,2 juta peserta pada tahun
201415.
15 Karena keterbatasan anggaran, target peserta ini direvisi pada tahun 2014. Target pada tahun 2014 adalah 2,9 juta peserta PKH
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM96
PENYUSUNAN BUKU KERJA PKH
Perubahan status ini membutuhkan kesamaan pemahaman dan koordinasi yang lebih
intensif dari ke semua pemangku kepentingan PKH seperti Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag), Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Kesamaan
pemahaman dan koordinasi ini dibutuhkan demi kelancaran pelaksanaan dan sinergitas
PKH dengan bantuan sosial berbasis rumah tangga lainnya.
Pada tahun 2011, TNP2K melakukan inisiasi penyusunan Buku Kerja Pedoman
Pelaksanaan Program Keluarga Harapan. Buku kerja ini merangkum semua informasi
terkait pelaksanaan PKH dan sinergi pelaksanaan PKH dengan program perlindungan
sosial terkait lainnya. Untuk menjamin kemudahan pemahaman, penulisan buku kerja
diselaraskan dengan kerangka berpikir mulai dari hal yang bersifat umum dan kebijakan
hingga hal-hal bersifat teknis dan spesifik seperti formulir-formulir yang digunakan.
Buku ini diharapkan menjadi manual atas pelaksanaan PKH yang berguna bagi semua
pemangku kepentingan dari semua level pemerintahan.
Gambar 50. Buku Kerja Pelaksanaan Program Keluarga Harapan
PERBAIKAN DAN ANALISIS PERLUASAN PKH
Pada rapat pleno TNP2K juga diputuskan pergeseran target peserta PKH dari rumah
tangga menjadi keluarga. Satu rumah tangga bisa memperoleh lebih dari satu nomor
PKH jika dalam rumah tangga tersebut terdapat lebih dari satu keluarga yang memenuhi
persyaratan PKH. Perubahan ini untuk mengakomodasi prinsip bahwa keluarga (yaitu
orang tua–ayah, ibu–dan anak) adalah satu orang tua memiliki tanggung jawab terhadap
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan masa depan anak. Karena itu keluarga adalah
unit yang sangat relevan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam
Sumber: TNP2K
97Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
upaya memutus rantai kemiskinan antar generasi. Beberapa keluarga dapat berkumpul
dalam satu rumah tangga yang mencerminkan satu kesatuan pengeluaran konsumsi
(yang dioperasionalkan dalam bentuk satu dapur).
Rapat ini juga menghasilkan kebijakan terkait metodologi perluasan wilayah PKH.
Perbaikan terkait dengan wilayah sasaran perluasan PKH dilakukan dengan memanfaatkan
informasi mengenai mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan, jumlah
rumah tangga yang memenuhi syarat kepesertaan PKH. Bekerjasama dengan Bappenas,
TNP2K memberikan saran mengenai strategi perluasan PKH. Dalam memberikan arahan
kebijakan ini, TNP2K dan Bappenas menggunakan informasi yang terdapat di Podes
(Survei Potensi Desa), PPLS dan SIM PKH.
PENINGKATAN NILAI BANTUAN PKH
Pada tahun 2013, Pemerintah RI menetapkan kenaikan bantuan PKH. Peningkatan
bantuan PKH ini merupakan bagian dari paket kompensasi kenaikan BBM pada tahun
2013. Dengan membandingkan Tabel 12 dan Tabel 13, terlihat bahwa peningkatan ini
terjadi di bantuan tetap dan bantuan per komponen PKH. Untuk mengkompensasi
kenaikan ini, jumlah maksimum bantuan per peserta PKH juga meningkat menjadi
Rp2.800.000. Implikasi logis dari peningkatan ini adalah rerata bantuan yang diterima
oleh satu peserta meningkat dari Rp1.400.000 per tahun menjadi Rp1.800.000.
Tabel 13. Bantuan PKH Mulai Tahun 2013
Komponen BantuanBantuan Tetap
Bantuan bagi RTSM dgn:
Anak Usia Balita/ Ibu Hamil/Menyusui
Anak Usia SD/MI
Anak Usia SMP/MTs
Rata-rata bantuan/RTSM
Bantuan minimum/RTSM
Bantuan maksimum/RTSM
Kenaikan Tahun 2013300.000
1.000.000
500.000
1.000.000
1.800.000
1.300.000
2.800.000
DURASI KEPESERTAAN PKH: STRATEGI TRANSFORMASI PKHAdanya ketentuan bahwa peserta tidak selamanya menerima bantuan tunai
menjadi alasan perlunya mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Pertama, adalah
mempertahankan perilaku positif terkait dengan kondisi PKH, yakni dalam mengakses
dan memanfaatkan layanan pendidikan dan kesehatan tetap berlanjut meskipun
mereka sudah tidak menjadi peserta. Kedua, menghindari retrieval syndrome, yaitu efek-
efek negatif yang dapat timbul akibat putusnya bantuan saat mereka tidak lagi menjadi
peserta PKH. Ketiga, memfasilitasi dan memastikan bahwa peserta khususnya yang
Sumber: UPPKH & TNP2K
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM98
masih miskin menerima atau menjadi peserta program-program lain yang diperlukannya
sehingga upaya peningkatan kesejahteraan dapat terus berlanjut. Strategi untuk dapat
memastikan kesinambungan perilaku, menghindari shock, dan memfasilitasi program-
program lanjutan bagi mantan peserta ini membutuhkan kebijakan atau pengaturan
terkait transisi dan graduasi peserta PKH. Penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dan
aturan transisi dan graduasi membutuhkan informasi terbaru mengenai kondisi sosial
dan ekonomi dari peserta PKH. Informasi tersebut akan digali secara khusus dari kegiatan
resertifikasi.
Meskipun Pedoman Umum Program Keluarga Harapan tahun 2007 menyebutkan bahwa
resertifikasi peserta PKH dilakukan pada tahun ketiga kepesertaan, dalam perjalanannya
resertifikasi ini tidak dapat dipenuhi. Oleh sebab itu, dengan mempertimbangkan
kemampuan pelaksanaan dan efisiensi, resertifikasi selanjutnya ditetapkan dilakukan
pada tahun kelima kepesertaan PKH.
Resertifikasi atau pendataan ulang merujuk pada konsep penilaian kriteria kepesertaan
dan status sosial ekonomi peserta PKH. Konsep ini tertulis dalam Pedoman Umum PKH
2007 saat program diluncurkan. Pada konteks pemanfaatan resertifikasi sebagai input penyusunan ketentuan graduasi, maka pengertian resertifikasi dapat diperluas menjadi
“sebuah upaya yang dilakukan tidak hanya untuk mendeteksi kondisi sosial ekonomi
peserta PKH, tetapi juga untuk menggali informasi tentang keikutsertaan peserta PKH
dalam program-program kemiskinan dan/atau bantuan sosial lainnya, serta menjajaki
keinginan dan keberlanjutan peserta PKH ke dalam program-program penanggulangan
kemiskinan dan perlindungan sosial lainnya.”
Gambar 51. Resertifikasi dan Implikasinya Terhadap Status Kepesertaan PKH
RESERTIFIKASI
Sumber: Bappenas, Kemensos, TNP2K, 2013
Pada tahun 2013, dilaksanakan resertifikasi PKH untuk pertama kalinya, kegiatan
pencacahan dilakukan pada peserta PKH Kohor 2007 dan 2008. Pencacahan dilakukan
99Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
pada 626.386 RT PKH di 13 provinsi, 72 kabupaten dan 631 kecamatan. Pendamping
menjadi motor utama dalam pelaksanaannya, sekitar 2.730 pendamping menjadi
enumerator pengumpul data di lapangan.
Gambar 52. Berkas Kuesioner Resertifikasi Untuk Kohor 2007 dan 2008
Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan resertifikasi PKH tersebut juga dikembangkan
Sistem Pengaduan Berbasis Masyarakat atas Hasil Resertifikasi. Rumah tangga dapat
melakukan pengaduan hasil resertifikasi PKH sesuai dengan mekanisme yang sudah
diatur, dan pengaduan tersebut dibahas dan disetujui dalam forum tokoh lingkungan
setempat yang sesuai dengan mekanisme pengaduan hasil resertifikasi PKH. Kegiatan
pengaduan pasca resertifikasi ini, memperlihatkan adanya keterlibatan aktif dari para
tokoh di lingkungan setempat peserta PKH dalam program.
Gambar 53. Mekanisme Pengaduan Resertifikasi PKH
Sumber: Bappenas, Kemensos, TNP2K, 2014
Sumber: TNP2K
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM100
Paska resertifikasi, peserta PKH akan memasuki periode transformasi. Dalam periode ini,
rumah tangga yang masih dianggap sangat miskin dan memenuhi syarat kepesertaan
PKH akan memasuki fase transisi selama tiga tahun. Dalam masa transisi ini, peserta
PKH akan tetap menerima bantuan PKH dan dipastikan menjadi sasaran untuk program
perlindungan sosial lainnya, juga diwajibkan untuk memperoleh penguatan kapasitas
dalam kegiatan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2), yang di dalam
kegiatan tersebut, peserta PKH akan memperoleh pengetahuan dari empat modul yang
disepakati, yaitu: modul ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan keluarga.
Sebaliknya, peserta PKH yang sudah tidak dianggap miskin atau tidak memenuhi
syarat kepesertaan PKH akan memasuki fase graduasi. Dalam fase ini, peserta tidak lagi
menerima bantuan PKH. Rumah tangga ini masih berhak menerima program bantuan
sosial lainnya, sebagai bagian program graduasi untuk mencegah rumah tangga/
keluarga tersebut tidak menjadi miskin lagi. Program graduasi yang diberikan disesuaikan
dengan karakteristik rumah tangga hasil resertifikasi. Hal ini berarti, maksimum durasi
kepesertaan PKH menjadi sembilan tahun.
Untuk memastikan kesamaan pengertian dan pemahaman mengenai kebijakan
transformasi PKH dan mekanisme pelaksanaan pembagian hasil dan pengaduan atas
hasil resertifikasi, TNP2K terlibat dalam penyusunan buku pedoman umum transformasi
dan beberapa buku petunjuk teknis terkait pengaduan resertifikasi bersama Bappenas
dan UPPKH. Buku-buku ini dibagikan kepada semua pemangku kepentingan PKH baik di
pusat maupun di kecamatan.
Sumber: TNP2K
Gambar 54. Pertemuan Pembagian Hasil Resertifikasi dan Pengaduan Atas Hasil Resertifikasi
101Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Gambar 55. Pedoman Umum Transformasi PKH
MENDORONG SERTA MEMASTIKAN KOMPLEMENTARITAS PKH DAN BSM
Siswa dari rumah tangga peserta PKH seharusnya mendapatkan program Bantuan
Siswa Miskin (BSM). Hal ini juga telah dicantumkan di dalam Pedoman Umum BSM
Kemendikbud dan Kemenag. Selain itu sudah ada Surat Edaran dari Dirjen Pendidikan
Islam No: Dj.1/PP.04/51.2014, Kementerian Agama mengenai prioritas anak peserta PKH
untuk memperoleh BSM dari Kemenag.
Sumber: TNP2K
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM102
MENGEMBANGKAN SISTEM MONITORING MELALUI PENGUATAN DAN PENYEMPURNAAN SIM-PKH SEBAGAI SISTEM MONITORING PROGRAM
SIM-PKH merupakan instrumen utama dalam pengendalian pelaksanaan program perlu
ditingkatkan dan dioptimalkan pemanfaatannya. Untuk menunjang pemanfaatan SIM
sebagai alat pemantauan pelaksanaan PKH, TNP2K dan UPPKH telah bekerjasama dalam
mengembangkan sebuah dashboard Sistem Monitoring dan Analisis Reguler Triwulanan
–Program Keluarga Harapan (SMART-PKH). Sistem ini menyajikan visualisasi data dari
pelaksanaan PKH yang diolah dengan metodologi statistik.
Gambar 56. Tampilan Aplikasi Dashboard SMART-PKH
Sumber: Kemensos, TNP2K, 2013
Dashboard SMART-PKH menyajikan statistik dan analisis yang dapat dikelompokkan
berdasarkan:
a. Level wilayah (nasional, provinsi, atau kabupaten kota)
b. Satuan waktu (per tahun, per tahap pembayaran atau urutan waktu antar-tahap
pembayaran)
c. Urutan proses (verifikasi, pemenuhan kewajiban, dan pembayaran serta pengurangan
dana)
103Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Selain itu, untuk setiap kategori layanan RTSM/KSM atau kategori individu statistik
digambarkan dalam beberapa jenis tampilan deskriptif.
Gambar 57. Contoh Hasil Analisis Rata-Rata Penyaluran Dana RTSM/KSM
(Penyaluran Tahap 2 - 2013) - Tingkat Provinsi
Sumber: Kemensos, TNP2K, 2014
Saat ini, sistem monitoring ini telah memuat analisis sampai dengan penyaluran tahap
ke-2 tahun 2013 dan masih terus dalam tahapan pengembangan, diperlukan kepastian
mengenai sistem pengelolaan di UPPKH serta proses knowledge transfer melalui
peningkatan kapasitas SDM di UPPKH dalam melakukan pengolahan dan penguasaan
terhadap teknis dan metodologi analisis yang digunakan.
Selain itu, TNP2K juga membantu memperbaiki proses pemutakhiran dan pengelolaan
data SIM-PKH sehingga dapat mengintegrasikan sistem data yang diperlukan oleh
program lainnya. Hal ini dilakukan guna memastikan kemudahan program perlindungan
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM104
sosial lainnya untuk memperoleh basis data awal yang dapat membantu terjadinya
komplementaritas program terhadap peserta PKH. Beberapa indikator kunci program
lainnya (seperti: kode NPSN untuk program BSM, anak usia sekolah yang bekerja untuk
program PPA-PKH) harus dapat diintegrasikan ke dalam sistem.
MENGEMBANGKAN UJI COBA PENERAPAN KEUANGAN INKLUSIF PADA PKH
Usaha pertama yang pernah dilakukan untuk meningkatkan akses perbankan kepada
peserta PKH adalah dengan melalui pilot kerjasama penyaluran bantuan PKH melalui
rekening BRI TabunganKu pada tahun 2012. Pelaksanaan kegiatan melalui bank ini
dilakukan di 15 kabupaten/kota untuk 100.827 penerima PKH. Pelaksanaan kerjasama ini
terbentur dengan regulasi perbankan dari Bank Indonesia seperti ketentuan penggunaan
KTP, waktu operasional dari bank, prosedur penarikan uang melalui teller dan kewajiban
untuk menyisakan saldo sebesar Rp20.000.
Belajar dari kegagalan uji coba dengan menggunakan BRI, TNP2K, Bappenas dan UPPKH
berencana melakukan uji coba pembayaran bantuan PKH dengan menggunakan uang
elektronik. Uji coba juga akan membantu peningkatan pemahaman di bidang keuangan
dan budaya menabung serta menyediakan saluran penyaluran yang cocok yang
diutamakan adalah saluran yang telah tersedia namun belum dimanfaatkan, seperti
UPLK (Unit Perantara Layanan Keuangan) atau agen penyaluran. Uji coba akan dilakukan
pada 3.000 rumah tangga PKH Kohor 2007 yang transisi dan akan dilakukan bersama
tiga bank swasta dan pemerintah. Namun jumlah ini akan sangat ditentukan dengan
pertimbangan kemampuan teknologi yang dimiliki serta ketersediaan sinyal di wilayah
yang ditentukan.
MERANCANG STRUKTUR ORGANISASI DALAM RANGKA MENINGKATKAN CAKUPAN MENJADI 3,2 JUTA PESERTA
Peningkatan sasaran PKH menjadi 3,2 peserta pada tahun 2014 membutuhkan struktur
organisasi baru yang diisi dengan petugas profesional. Pada rapat pleno pada tahun 2011,
atas masukan Prof. Tarsicio Castenada, tenaga ahli internasional yang berpengalaman
memberi masukan pada bantuan tunai bersyarat di beberapa negara menyarankan
sebuah struktur organisasi yang mencerminkan fungsi-fungsi yang melekat pada PKH
sebagai sebuah program bantuan tunai bersyarat. Struktur organisasi tersebut terus
dibahas dan disempurnakan, termasuk terakhir adalah usulan dari GIZ. Meskipun
demikian, karena keterbatasan sumber daya di Kemensos, struktur organisasi tersebut
belum diterapkan.
105Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin Dan Rentan, Serta Mengurangi Kemiskinan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN, DAN MEKANISME PROGRAM
MENDORONG PENINGKATAN KOORDINASI DALAM PELAKSANAAN PKH
Pelaksanaan PKH sebagai sebuah program bantuan tunai bersyarat membutuhkan
koordinasi dan kerjasama dengan kementerian terkait. Kerjasama dengan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama dibutuhkan untuk memastikan
bahwa pihak sekolah melakukan verifikasi atas kehadiran siswa dari peserta PKH.
TINDAK LANJUT KE DEPAN
Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program nasional bantuan
sosial berbasis rumah tangga. Meskipun hasil evaluasi menunjukkan bahwa PKH cukup
berhasil mencapai beberapa tujuan dalam tiga tahun, PKH masih membutuhkan sebuah
desain baru PKH untuk meningkatkan efektivitas dalam mencapai tujuan jangka panjang
memotong kemiskinan antar waktu. Perubahan ini bisa dilakukan dengan merubah atau
menambah kondisionalitas maupun penambahan cakupan bantuan PKH. Desain baru
ini juga mekanisme untuk meningkatkan komplementaritas PKH dengan bantuan sosial
lain maupun dengan program lain (seperti bantuan peningkatan kapasitas anggota
rumah tangga PKH dan penguatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)) baik yang
dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah. Langkah awal dari perbaikan desain ini
adalah peningkatan koordinasi antara UPPKH dengan kementerian lain dan pemerintah
daerah.
Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam perbaikan desain PKH adalah
ketersediaan akses ke fasilitas pendidikan dan kesehatan. Desain PKH saat ini membutuhkan
PROGRAMKELUARGA HARAPAN
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM106
ketersediaan akses ke fasilitas pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, informasi dari Data
Potensi Desa (Podes) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa
sebagian wilayah kantong-kantong kemiskinan di Indonesia memiliki keterbatasan akses
ke fasilitas pendidikan dan kesehatan. Keterbatasan akses ini menyebabkan wilayah ini
tidak bisa dijadikan sasaran pengembangan wilayah baru PKH. Oleh sebab itu dibutuhkan
sebuah desain khusus untuk daerah-daerah yang memiliki keterbatasan akses fasilitas
kesehatan dan pendidikan.
Tindak lanjut lain adalah perbaikan metodologi verifikasi. Sebagaimana disebutkan di
bagian sebelumnya, verifikasi bidang kesehatan masih lemah sehingga membutuhkan
peningkatan metodologi. Saat ini TNP2K dan PRSF akan melakukan uji coba mengenai
alternatif metodologi verifikasi di bidang kesehatan. Uji coba ini melibatkan kerjasama
petugas kesehatan di kecamatan dan teknologi pesan singkat. Hasil dari studi ini baru
akan diperoleh pada tahun 2015–2016.
Di samping hal di atas, PKH juga membutuhkan pengembangan sumber daya yang kuat
untuk menunjang pengembangan PKH ke depan. Salah satu perbaikan yang dibutuhkan
adalah terkait dengan struktur organisasi PKH. Struktur organisasi PKH harus lebih efisien,
disusun berdasarkan fungsi dalam pelaksanaan PKH dan dikelola oleh manajer yang
profesional. Perbaikan yang tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kualitas sumber
daya manusia baik di pusat maupun di daerah. Peningkatan ini bisa dilakukan dengan
evaluasi atas kinerja selama ini dan, jika dibutuhkan, pelatihan ulang untuk meningkatkan
kompetensi dari setiap sumber daya manusia PKH.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM108
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PengantarSebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, prioritas jangka pendek-
menengah yang dilaksanakan oleh TNP2K antara lain adalah mendorong upaya
penyempurnaan/pemantapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dan
mengintegrasikan program pemberdayaan masyarakat ke dalam PNPM Mandiri. Dalam
rangka kesinambungan dan penajaman prioritas pembangunan nasional sebagaimana
termuat dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional, Presiden memberikan instruksi kepada kementerian dan
lembaga (K/L) termasuk gubernur dan bupati/walikota, untuk mengambil langkah-
langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dengan
tiga fokus utama pada program penanggulangan kemiskinan, yaitu yang berbasiskan
keluarga, berbasis pemberdayaan masyarakat, dan berbasis kepada pemberdayaan
usaha mikro dan kecil.
Khusus untuk kelompok kerja kebijakan program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat, bersama K/L dan pemangku kepentingan lainnya, fokus
prioritas penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan upaya:
Gambar 58. Ragam Program Pemberdayaan Masyarakat
PUSATPNPM INTI1. PERDESAAN
2.PERKOTAAN
3. PISEW
4. RIS-PNPM
5. P2DTK
PNPM PENGUATAN1. PUAP
2. KELAUTAN DAN PERIKANAN
3. PARIWISATA
4. GENERASI SEHAT DAN CERDAS
5. LINGKUNGAN/GREEN
6. PEDULI
7. PLPBK
DAERAHReplikasi PNPM (contoh)1. ANGGUR MERAH, Provinsi NTT
2.P2KB (Perecepatan Pembangunan Kelurahan
bermartabat), Kota Bandung
3. PDPM (Program Daerah Pemberdayaan
Masyarakat), Kabupaten Serang
4. GERBANG DAYAKU, Provinsi KALTIM
5. RESPEK, Provinsi Papua dan Papua Barat
6. BKPG (Bantuan Keuangan Pemakmuran
Gampong, Provinsi NAD
7. PELANGI DESA (Ngada)
a. Menyusun rencana integrasi program pemberdayaan masyarakat lainnya ke dalam
PNPM Mandiri, dengan hasil/produk berupa Konsep Rencana Integrasi PNPM Inti
dan PNPM Penguatan. Seperti dapat dilihat pada Gambar 58, ada banyak program
pemberdayaan masyarakat yang dikelola oleh berbagai pihak.
Sumber: TNP2K
109Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
b. Pemantapan pelaksanaan PNPM Inti dan peningkatan integrasi PNPM Penguatan,
yang langsung dilaksanakan oleh K/L pengelola PNPM Mandiri.
c. Peningkatan kualitas dan data rumah tangga sasaran.
Sementara itu, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Inpres Nomor 3 Tahun 2010, sejumlah
rencana tindakan/aksi, juga dilakukan oleh TNP2K bersama K/L dan pemangku
kepentingan lainnya, yang terdiri atas:
a. Peningkatan kontribusi pemerintah daerah terhadap PNPM-Mandiri, yaitu dengan
menyempurnakan mekanisme penetapan DDUB berdasarkan PMK No.168/
PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk
Penanggulangan Kemiskinan.
b. Penyusunan mekanisme penyatuan perencanaan berbasis masyarakat ke dalam
forum yang bersifat partisipatif di tingkat desa/kelurahan.
c. Penyusunan mekanisme pendampingan agar masyarakat desa/kelurahan mampu
menyiapkan program jangka menengah desa/kelurahan yang lebih komprehensif.
d. Penyusunan mekanisme agar Rencana/Program Jangka Menengah Desa/Kelurahan
yang disusun melalui proses partisipatif dapat disatukan (diintegrasikan) dengan
program jangka menengah desa/kelurahan yang reguler sehingga menghasilkan
program pembangunan berbasis masyarakat.
e. Penyusunan mekanisme agar aparat desa/kelurahan dapat mengakomodasi dan
memproses PJM desa/kelurahan sebagai bahan musrenbang di tingkat yang lebih
tinggi.
f. Penyusunan mekanisme pengendalian pelaksanaan program pembangunan berbasis
masyarakat melalui instrumen PNPM-Mandiri.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM110
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Gambar 59. Capaian Pelaksanaan PNPM Mandiri 2007–2013
Bangkit bersamauntuk Mandiri
Sumber data : Data MIS setiap program PNPM (Perdesaan, Perkotaan, RIS dan PISEW) status Oktober 2013
Seperti telah diketahui bersama bahwa program yang berfokus pada pemberdayaan
masyarakat telah berjalan hampir selama dua dasawarsa di Indonesia, dimulai sejak adanya
Inpres Desa Tertinggal (IDT, 1994) hingga bentuknya saat ini yang diberi nama Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM- Mandiri). PNPM-Mandiri yang
dicanangkan oleh Presiden RI di Kota Palu pada 30 April 2007, telah berhasil membawa
seluruh pelaksanaan kegiatan program K/L yang melibatkan masyarakat berada di bawah
payung PNPM-Mandiri. Paling tidak, terdapat sekitar 17 program berbasis pemberdayaan
masyarakat yang tersebar di K/L yang dikonsolidasikan ke dalam PNPM-Mandiri, yang
dikelompokkan menjadi PNPM Inti dan PNPM Penguatan/Pendukung (Gambar 58).
Permasalahan yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan PNPM-Mandiri
Pelaksanaan percepatan penanggulangan kemiskinan, prioritas jangka pendek-
menengah yang dilaksanakan PNPM-Mandiri, kemudian semakin berkembang
cepat menjadi program yang ditawarkan oleh berbagai K/Lembaga. Banyak program
pemberdayaan masyarakat yang berjalan secara langsung di bawah kementerian dan
lembaga. Program-program ini telah menyalurkan uang dan berbagai sumber daya
lain langsung kepada masyarakat. Banyak pihak yang merasakan manfaat dari berbagai
program tersebut. Namun demikian, adanya variasi perkembangan dari berbagai macam
program pemberdayaan ini, menimbulkan permasalahan baru dan dampak sampingan
lainnya yang berupa:
a. Proliferasi program memunculkan fragmentasi dalam pemberdayaan masyarakat.
111Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
b. Koordinasi yang lemah di antara PNPM-Inti dan PNPM-Penguatan memunculkan
variasi dalam kualitas implementasi.
c. Timbul missed opportunities (skala ekonomi kegiatan dan dampak kemiskinan).
d. Kebingungan antar masyarakat dan pendamping dalam pendekatan pemberdayaan
dan tujuan program.
e. PNPM memiliki dampak terbatas kepada tata kelola pemerintahan daerah dan institusi
lokal di desa, kecamatan, atau kabupaten.
Tantangan Pelaksanaan Program Pemberdayaan
Di tengah maraknya kegiatan berciri PNPM-Mandiri, ternyata PNPM-Mandiri diakui sebagai
pendekatan program berbasis pemberdayaan masyarakat yang memberikan dampak
positif terhadap terbangunnya hubungan kemitraan yang efektif antara pemerintah
dengan masyarakat. Selama ini, PNPM telah membantu upaya penanggulangan
kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur fisik dan ekonomi di komunitas lokal,
penciptaan kegiatan usaha ekonomi untuk menyerap tenaga kerja lokal, penyediaan akses
pasar bagi masyarakat miskin/marginal, mitigasi efek bencana/krisis, dan peningkatan
partisipasi komunitas dalam tata kelola pemerintahan, serta akuntabilitas. Gambar 60
menyajikan ringkasan temuan studi dampak PNPM Perdesaan yang dilakukan oleh Bank
Dunia dan TNP2K.
Walaupun begitu, pelaksanaan PNPM-Mandiri memberikan tantangan yang terkait
dengan pertanyaan terhadap efektivitas penerapan program pemberdayaan di Indonesia.
Apakah PNPM-Mandiri memang dapat merepresentasikan suatu bentuk program
pemberdayaan di Indonesia? Semua ini tidak terlepas dari berbagai situasi yang timbul
dan menuntut perhatian agar dampak positif yang ditimbulkan dapat terus berlanjut
dan berkembang, sekaligus juga meminimalkan persoalan atau pengaruh negatif yang
timbul, yang antara lain:
a. Dampak PNPM-Mandiri pada rumah tangga dengan pendidikan kepala rumah tangga
kurang dari SD dan/atau perempuan lebih kecil dari pada kelompok lainnya,
b. Dampak PNPM-Mandiri pada peningkatan akses pendidikan—khususnya transisi dari
SD ke SMP belum terlihat,
c. Partisipasi, termasuk dari kalangan miskin dan perempuan, terlihat meningkat namun
belum berdampak pada peningkatan governance pemerintah desa.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM112
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Jelas bahwa PNPM-Mandiri terbukti telah mampu meletakkan dasar pokok terkait
dengan peningkatan kapasitas modal sosial di masyarakat, hanya ternyata belum cukup
mampu secara efektif untuk memberikan dampaknya terhadap sistem regular yang
selama ini berjalan.
Gambar 60. Dampak Positif PNPM Mandiri
Rangkaian dampak yang dapat diperoleh apabila seluruh program PNPM
lainnya dijalankan sesuai prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat
PERBAIKAN KEBIJAKAN YANG DILAKUKAN
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, PNPM-Mandiri banyak diadaptasi sebagai bagian
dari kegiatan K/L, namun ternyata berbagai bentuk PNPM yang muncul tersebut memiliki
variasi dalam implementasi prinsip pembangunan berbasis komunitas. Selain dampak
yang belum secara efektif dapat menjamin kesinambungannya, maka adanya variasi ini
berpengaruh terhadap efektivitas pencapaian upaya penurunan angka kemiskinan, yang
ditargetkan sekitar 8 persen –10 persen pada akhir 2014 (RPJMN, 2010–2014).
Sebagai respons atas situasi tersebut dan dalam rangka meningkatkan efektivitas kebijakan
pemberdayaan masyarakat, maka TNP2K yang dibentuk berdasarkan Perpres Nomor
15 Tahun 2010, ditugaskan untuk melakukan sinergi melalui sinkronisasi, harmonisasi,
dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan di kementerian dan atau
lembaga, dengan penyusunan naskah Peta Jalan PNPM-Mandiri, yang didasarkan atas
arahan Wakil Presiden pada rapat pleno PNPM pada Maret 2012. Peta Jalan PNPM-
Mandiri ini ditujukan sebagai pedoman dengan cara merumuskan secara jelas masa
depan dan berbagai strategi yang akan digunakan oleh pemerintah dan masyarakat
bagi keberlanjutan program-program pemberdayaan masyarakat di Indonesia, yang
memberikan:
a. Dasar untuk menyiapkan kerangka kebijakan bagi keberlanjutan program
pemberdayaan masyarakat.
113Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
b. Arahan tentang prioritas dan strategi, serta memberi arahan tentang kemungkinan
perubahan peraturan.
c. Penguatan interaksi dan koordinasi antara kementerian dan atau lembaga serta
daerah.
Peta Jalan PNPM-Mandiri yang terdiri atas lima pilar keberlanjutan program pemberdayaan
masyarakat, adalah, Pilar Pertama menyangkut integrasi program pemberdayaan
di Indonesia; Pilar Kedua mengenai penguatan kelembagaan masyarakat; Pilar Ketiga terkait dengan peningkatan dan keberlanjutan pendampingan masyarakat;
Pilar Keempat mengenai penguatan peran pemerintah daerah, serta terakhir, Pilar Kelima mengenai perwujudan tata kelola pemerintahan (good governance) dalam
penyelenggaraan program pemberdayaan masyarakat.
ARAHAN PERTAMA:
Konsolidasi Program Pemberdayaan Masyarakat; yang ditandai oleh tiga kebijakan
pokok yaitu (i) masyarakat sebagai pelaku utama; (ii) prinsip penyelenggaraan yang
partisipatif, transparan, akuntabel dan keseimbangan gender dan; (iii) penyediaan
sumber daya, sumber dana dan pendampingan oleh pemerintah.
ARAHAN KEDUA:
Integrasi Perencanaan Pembangunan; yang dilakukan di tiga area pokok
perencanaan pembangunan yaitu (i) integrasi proses perencanaan partisipatif ke dalam
mekanisme perencanaan pembangunan daerah; (ii) pengalokasian dana bagi program
pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah daerah dan; (iii) Penguatan peran Pemda
dan desa dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM114
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Gambar 61. Kerangka Konsep Program Pemberdayaan Masyarakat
Sumber: TNP2K
Beranjak dari naskah Peta Jalan PNPM-Mandiri, TNP2K saat ini sedang melakukan tiga
upaya untuk memastikan keberlanjutan upaya program pemberdayaan masyarakat
menggunakan kerangka konsep seperti dapat dilihat pada Gambar 61, yaitu penguatan
mekanisme pembangunan yang partisipatif, pelaksanaan alokasi dana langsung, serta
penciptaan sistem yang transparan dan akuntabel. Untuk itu, Peta Jalan PNPM-Mandiri
dengan kelima pilarnya, kemudian diterjemahkan ke dalam 12 Agenda Kerja sebagai
bentuk operasionalisasi, yang dilaksanakan bersama oleh TNP2K, Pokja Pengendali
Kemenko Kesra, Kemendagri, Kemenkeu, KemenPU, dan Bappenas.
Beberapa upaya peningkatan efektivitas kebijakan dalam rangka keberlanjutan
pemberdayaan masyarakat yang signifikan telah dilakukan antara lain adalah:
Merumuskan Prinsip-Prinsip PNPM-Mandiri Sebagai Dasar Pencirian Program Pemberdayaan Masyarakat
Dalam rangka mengatasi adanya variasi pelaksanaan program yang berbasis
pemberdayaan masyarakat, maka diperlukan satu rumusan umum definisi program
pemberdayaan masyarakat. Rumusan umum ini harus didasarkan atas identifikasi
prinsip-prinsip PNPM-Mandiri yang diyakini telah dipahami oleh masyarakat dan terbukti
memberikan manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, yaitu sebagai
berikut:
115Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
a. Alokasi anggaran langsung kepada desa
b. Pendampingan dan pengawasan secara berkelanjutan
c. Pemihakan kepada kepentingan kaum perempuan dan kaum terpinggirkan
d. Pengambilan keputusan dalam rangka pemanfaatan dana dilakukan melalui
musyawarah masyarakat
e. Penguatan peran dan fungsi organisasi masyarakat
f. Pemilihan pengelola kegiatan oleh masyarakat
g. Swakelola oleh organisasi/kelompok masyarakat
h. Transparasi dan akuntabilitas
TNP2K telah berhasil mengajukan delapan prinsip-prinsip PNPM-Mandiri tersebut sebagai
rumusan umum definisi program pemberdayaan masyarakat, yang kemudian disepakati
oleh semua pemangku kepentingan, baik di tataran K/L, maupun pemerintah daerah.
Internalisasi Prinsip-Prinsip PNPM-Mandiri Ke Dalam UU Desa
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang telah
disahkan pada 18 Desember 2013 yang lalu, memberikan peluang untuk melakukan internalisasi prinsip-prinsip PNPM-Mandiri ke dalam UU Desa, yang esensinya
adalah pengaturan Tata Kelola Pembangunan Desa berdasarkan skema ‘one village, one plan, one budget’, yang dirincikan dalam:
a. Perencanaan partisipatif,
b. Sistem informasi desa,
c. Sumber dan pengelolaan keuangan desa, dan
d. Pengelolaan aset dan BUM desa.
Ketika prinsip-prinsip PNPM-Mandiri mewarnai beragam dimensi pembangunan desa,
maka pemberdayaan masyarakat menjadi bagian dari gerak pembangunan desa menuju
desa yang mandiri, maju dan sejahtera. Selanjutnya, kemandirian desa dalam pelayanan,
pembangunan dan pemberdayaan, tercermin dengan pemahaman kondisi sebagai
berikut (Gambar 62):
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM116
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
a. Program pusat harus masuk dalam RPJM Desa, dan dijalankan dengan berpedoman
kepada RKP Desa dan dibiayai oleh APB Desa,
b. Kementerian/Lembaga di pusat tidak membentuk kelompok di desa dan mendanai
kegiatan kelompok secara langsung, dan
c. Kementerian/Lembaga menyediakan pendampingan kegiatan.
Gambar 62. Desa Sebagai Subyek Pembangunanan
Sumber: TNP2K
TNP2K telah berhasil memastikan prinsip-prinsip PNPM-Mandiri diadopsi oleh Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang dijabarkan dalam rangkaian pasal-
pasalnya, dan juga di dalam dua pengaturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah
tentang Desa dan Peraturan Pemerintah tentang Alokasi Dana Desa. Terdapat paling
tidak lima bidang yang menjadi perhatian TNP2K dalam rangka meregulerkan
dan melembagakan program pemberdayaan masyarakat, yaitu Penyelenggaraan
Musyawarah Desa, Pengelolaan Keuangan Desa, Pengelolaan Asset/Kekayaan Desa,
Mekanisme Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Desa (RPJM dan RKP Desa),
dan mekanisme pengalokasian Dana Desa.
Penajaman Sasaran Program Penanggulangan Kemiskinan BerbasisPemberdayaan Masyarakat
Disadari bahwa penurunan angka kemiskinan semakin lama menjadi semakin sulit
dicapai, sehingga diperlukan penajaman sasaran program kemiskinan yang mampu
mengatasi variasi situasi kondisi kemiskinan yang terjadi. Dengan dirumuskannya ciri
suatu kegiatan pemberdayaan masyarakat, maka tujuan dan cakupannya menjadi lebih
jelas, terutama dalam upaya menyusun program-program penanggulangan kemiskinan.
Untuk itu diperlukan suatu rumusan yang lebih efektif dalam rangka upaya
penanggulangan kemiskinan, yang selain menjamin adanya keberlanjutan pemberdayaan
masyarakat, juga harus memastikan bentuk sasaran substansinya, yang paling tidak
117Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
mencakup tiga bidang yang saling terkait satu dan lainnya, yaitu:
a. Adanya mekanisme penjaminan kerja bagi penduduk miskin. Mekanisme ini harus
dapat memberikan kesempatan kepada penduduk miskin untuk bekerja selama waktu
tertentu, dan memperoleh peningkatan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya.
b. Upaya untuk memastikan dampak positif dana bergulir terhadap proses usaha
(business process) kelompok masyarakat. Efektivitas perguliran dana dilihat dari
peningkatan kapasitas transaksi kegiatan usaha kelompok masyarakat.
c. Penyusunan fokus program pemberdayaan masyarakat sesuai penyebab
kemiskinannya. Fokus program meliputi pengembangan kawasan perkotaan/
perdesaan, penanganan daerah sulit atau terpencil, penanganan khusus untuk
kelompok marginal, perempuan, suku terpencil, dan pengelolaan dampak akibat
faktor eksternal (bencana alam, kondisi krisis, dan lainnya).
TINDAK LANJUT KE DEPAN
PNPM-Mandiri yang diterapkan pada hampir seluruh desa dan kelurahan di Indonesia
telah memberikan dasar yang kuat bagi terselenggaranya perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan yang partisipatoris. Dengan keberadaan Undang-undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa, maka dibutuhkan adanya perubahan atas kebijakan pembangunan
perdesaan yang berjalan saat ini. Ke depan, PNPM-Mandiri perlu diselaraskan dan bahkan
diintegrasikan dalam implementasi UU Nomor 6 Tentang Desa. Walaupun demikian,
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM118
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
perubahan kebijakan yang dilakukan tidak serta merta dapat diterapkan secara cepat,
tetapi memerlukan penyesuaian dari pola pembangunan desa berjalan saat ini, sampai
kepada yang diharapkan di dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Oleh karena itu, diperlukan suatu periode perubahan yang disebut sebagai “masa transisi”,
yang paling tidak memakan waktu sekitar dua sampai tiga tahun.
Adanya “masa transisi” adalah untuk mempersiapkan pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa, yang disarankan dimulai pada Tahun Anggaran 2015 mendatang.
Pada “masa transisi” perlu dilakukan persiapan atas setidaknya empat hal pokok, yaitu:
a. Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan Desa, termasuk peningkatan kapasitas
SDM-nya.
b. Peningkatan kapasitas SDM aparatur desa dalam kemampuan pengelolaan keuangan
dan aset desa.
c. Penganggaran dana desa dalam APBN.
d. Penataan ulang perencanaan program berbasis desa di Kementerian/Lembaga.
Secara khusus, proses transisi bagi PNPM-Mandiri disarankan dijalankan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Proses penganggaran untuk tahun 2015 masih menggunakan mekanisme
penganggaran sebelumnya, termasuk pengalokasian anggaran untuk PNPM (dikelola
oleh Kementerian/Lembaga). Dalam masa transisi tahun 2015 ini, penyaluran BLM
PNPM dapat disebut sebagai alokasi dana desa, diusulkan penyalurannya langsung
kepada desa yang dilaksanakan melalui Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) yang saat ini
berjalan sebagai bagian dari pengelola PNPM.
b. Aset yang telah dibangun oleh PNPM Mandiri serta dikelola dan dimanfaatkan oleh
masyarakat, perlu untuk diinventaris dan ditetapkan kepemilikannya, baik sebagai
aset desa, milik masyarakat, maupun dikembalikan kepada pemerintah daerah.
c. Kementerian dan atau lembaga yang melaksanakan PNPM tetap melaksanakan
kegiatan pendampingan.
Selanjutnya, pada tahun anggaran 2016, di mana Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa telah diterapkan secara penuh PNPM, maka pelaksanaannya diusulkan
sebagai berikut:
a. BLM PNPM disalurkan langsung ke desa sesuai dengan amanat UU Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa.
b. Pengalokasian dana desa dilakukan dengan menerapkan Indeks Kewilayahan.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dijalankan dengan APBD Desa melalui
pendampingan secara berjenjang.
119Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
d. Pelaksanaan musyawarah desa dilakukan untuk menyepakati hal-hal strategis dengan
melibatkan masyarakat dan kelembagaan masyarakat, sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Khusus berkaitan dengan alokasi dana desa, maka beberapa hal perlu dipersiapkan
sebagai dasar pelaksanaan kebijakan, yaitu:
a. Indikator ‘tingkat kesulitan geografis’ yang menjadi amanat Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa perlu dimaknai secara komprehensif, sehingga
mencerminkan bukan saja kemahalan konstruksi, namun juga tingkat kesejahteraan,
ketersediaan infrastruktur (utamanya transportasi/komunikasi), serta kondisi infra-
struktur pendidikan, kesehatan, serta perumahan. Aspek kesenjangan infrastruktur
perlu dimasukkan karena nantinya dana transfer ke desa dimaksudkan untuk
membiayai pembangunan desa. Karena itu diusulkan bahwa kebijakan pengalokasian
dana desa kepada kabupaten/kota didasarkan atas Indeks Kemiskinan Multidimensi
atau sebutan lain, yang telah mempertimbangkan faktor-faktor komprehensif di atas.
b. Untuk mengefektifkan alokasi anggaran yang bersumber dari APBN, dipandang perlu
Indeks Multidimensi tersebut seyogianya dihitung di tingkat pusat, dan disampaikan
kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menjadi dasar alokasi dana transfer ke
desa berdasarkan peraturan bupati/wali kota yang bersangkutan. Petunjuk teknis
alokasi dana transfer ke desa seyogianya juga menghimbau bupati/wali kota untuk
menggunakan indeks yang sama dalam mengalokasikan bagian dari hasil pajak
daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota dan alokasi dana desa yang merupakan
bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM120
PROGRAM NASIONALPEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Keuangan Inklusif: Meningkatkan Akses Pada Layanan Keuangan
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM122
KEUANGAN INKLUSIF
PengantarKEUANGAN INKLUSIF: TANTANGAN
Untuk sebuah negara berpendapatan menengah, akses ke layanan keuangan di
Indonesia masih relatif kecil. Hanya sekitar separuh penduduk Indonesia yang memiliki
akses ke layanan keuangan formal, sekitar sepertiga hanya memiliki akses pada layanan
informal, sementara hampir seperlima bahkan tidak terlayani oleh jasa keuangan apapun.
Kelompok pendapatan terbawah jauh lebih tidak mampu mengakses layanan keuangan.
Sekitar 80 persen orang miskin di Indonesia tidak memiliki akses ke layanan keuangan
formal dan hampir seperlima sama sekali tidak memiliki akses ke jasa keuangan.16
Dua jenis layanan keuangan yang paling banyak diakses adalah tabungan dan pinjaman.
Sekitar dua pertiga penduduk Indonesia sudah memiliki rekening tabungan dan
mayoritasnya adalah melalui bank maupun lembaga keuangan formal lainnya. Sedangkan
dalam hal pinjaman, layanan pinjaman bank hanya mencakup kurang dari seperlima
penduduk. Mayoritas penduduk meminjam secara informal misalnya dari keluarga atau
kerabat. Sementara itu sekitar sepertiga penduduk yang sebenarnya memiliki kebutuhan
untuk meminjam tidak bisa meminjam karena berbagai alasan.
Meningkatkan akses pada layanan keuangan sangat terkait dengan penanggulangan
kemiskinan. Banyak studi empiris menunjukkan hubungan sebab-akibat yang kuat
antara pengembangan sistem keuangan (termasuk sistem perbankan dan pasar modal)
dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu. Sistem keuangan yang
efisien dan inklusif akan memberdayakan individu, memfasilitasi pertukaran barang dan
jasa, mengintegrasikan masyarakat dalam perekonomian dan memberikan perlindungan
dari gejolak ekonomi. Keuangan inklusif—melalui akses ke layanan keuangan, seperti
tabungan, kredit, asuransi, pembayaran, dan dana pensiun—membantu kelompok
yang rentan dan berpenghasilan rendah untuk meningkatkan pendapatan mereka,
memperoleh modal, mengelola risiko, serta menemukan jalan keluar dari jerat kemiskinan.
PELUANG
Indonesia memiliki cukup banyak ruang dan peluang untuk meningkatkan akses pada
layanan keuangan. Ada dua peluang yang bisa dimanfaatkan. Pertama, jaringan Lembaga
Keuangan Mikro yang luas dan tersebar di hampir seluruh pelosok Nusantara. Ada
sekitar 36 ribu Koperasi Simpan Pinjam, lebih dari 1.600 Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
dengan lebih dari empat ribu cabang, hampir lima ribu BRI Unit Desa, serta sekitar 26 ribu
16 World Bank (2010). Improving Access to Financial Services
123Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
KEUANGAN INKLUSIF
Lembaga Keuangan Mikro dalam berbagai bentuk lainnya yang belum terdaftar (Bank
Dunia 2010, JICA 2011). Kedua, penggunaan sistem pembayaran elektronik yang terus
berkembang, perlahan menjadi metode transaksi keuangan utama selain tunai. Saat
ini transaksi melalui ATM serta kartu debit masih mendominasi pembayaran secara
elektronik, melayani keperluan mulai dari pengiriman uang hingga pembayaran tagihan.
Belakangan, penggunaan uang elektronik— teknologi yang sedang berkembang—juga
mulai menunjukkan kenaikan meski mulai dari volume yang kecil (Gambar 63).
Peluang lain adalah adanya program yang sudah ada terkait perluasan akses pada
layanan keuangan, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR adalah program penjaminan
kredit parsial oleh pemerintah yang diluncurkan tahun 2007. KUR bertujuan memberikan
akses kepada UMKMK (Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi) yang memiliki usaha
yang layak (feasible) namun tidak memiliki agunan untuk meminjam dana dari bank
komersial (unbankable). Sumber dana pinjaman untuk program KUR sepenuhnya adalah
dana pihak ketiga atau dana yang dihimpun oleh bank. Pemerintah hanya menanggung
biaya penjaminan sehingga masyarakat yang tidak memiliki agunan dapat mengakses
pinjaman melalui program ini.
Gambar 63. Jumlah Transaksi Perbankan Non-Tunai di Indonesia, 2007–2011
Pembayaran denganATM + Kartu Debit
Transfer dalam BankATM + Kartu Debit
Transfer Antar BankATM + Kartu Debit
Pembayaran denganPembayaran denganKartu Kredit
Transaksi Uang Elektronik
RTGS
Kredit EFT + Cek
Sumber: Bank Indonesia
Sampai dengan Desember 2013, nilai kredit yang disalurkan bank mencapai Rp138,5
triliun. Total penerima mencapai lebih dari 10 juta debitur. Total penjaminan pemerintah
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM124
KEUANGAN INKLUSIF
-yang sudah dikeluarkan sejak 2007 mencapai sekitar Rp14 triliun.17 Meskipun demikian,
KUR belum sepenuhnya menjadi program yang efektif dalam memberikan akses
pada keuangan bagi UMKM. Sebuah studi yang dilakukan oleh TNP2K tahun 2012
menggunakan data Susenas 2011menemukan bahwa hanya 12 persen rumah tangga
yang pernah mendapatkan kredit usaha. Dari mereka yang pernah mendapatkan kredit
usaha, hanya 7,5 persen yang mendapatkan kredit usaha dari program KUR (Gambar
64).18 Hasil studi lain dari TNP2K juga menunjukkan bahwa UMKM nasabah KUR bukan
semuanya nasabah yang baru pertama kali mengakses perbankan. Sebagian dari mereka
ternyata adalah nasabah yang sebelumnya meminjam kredit melalui skema komersial
(sudah bankable). Hal ini tentunya akan berimplikasi terhadap kurang optimalnya inklusi
keuangan yang diharapkan meningkat dengan cukup signifikan dengan adanya KUR.
Meskipun belum optimal serta masih banyak ruang perbaikan, penargetan KUR dalam
menyasar kelompok miskin sudah cukup terlihat. Berdasarkan data Susenas 2011, sekitar
sepertiga rumah tangga penerima KUR ada di kelompok 40 persen terbawah; tetapi pada
dasarnya KUR diakses oleh rumah tangga dari seluruh kelompok pendapatan termasuk
mereka yang berpendapatan tinggi (Gambar 65).
Lain-lain
Pinjaman Pribadi
Koperasi
Bank
KUR
Program PemerintahLainnyaLainnya
PNPM
Total 60% Teratas 40% Terbawah
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Sumber: TNP2K (2012) dari Susenas 2011.
17 Data dari Komite Kebijakan KUR.18 TNP2K (2012). “Profile of Micro, Small and Medium Enterprises Based on BPS-Statistics Indonesia Data”.
Gambar 64. Proporsi Rumah Tangga yang Menerima Kredit Usaha Menurut Sumber dan Kelompok Pengeluaran (%)
125Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
KEUANGAN INKLUSIF
Gambar 65. Proporsi Rumah Tangga yang Menerima KUR Menurut Desil Pengeluaran (%)
Desil Pengeluaran
Pers
en
Sumber: TNP2K (2012) dari Susenas 2011.
KEGIATAN DAN CAPAIAN
a. Menerbitkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Sejak Januari 2011, TNP2K bersama-sama Bank Indonesia menyusun draft Strategi
Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). SNKI merupakan tindak lanjut dari pidato Presiden
RI di forum G-20 tentang komitmen Indonesia dalam mempromosikan sistem
keuangan yang lebih inklusif. Tujuan dari SNKI adalah menjadikan keuangan inklusif
sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi dan penanggulangan
kemiskinan. Adanya sebuah strategi nasional diharapkan bisa mendorong koordinasi
antar lembaga yang lebih baik dalam mendorong inisiatif-inisiatif terkait perluasan
akses pada layanan keuangan.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM126
KEUANGAN INKLUSIF
Draft SNKI terdiri dari empat bab: 1) Visi dan Misi, 2) Situasi Akses Pada Layanan
Keuangan, 3) Strategi Nasional Keuangan Inklusif–Target dan Tujuan, 4) Peta Jalan. Draft
ini kemudian didiskusikan dengan berbagai pihak, termasuk kementerian dan lembaga
pemerintah, untuk mendapatkan tanggapan dan masukan. Dalam perkembangan,
draft ini juga sudah dipresentasikan dalam berbagai forum internasional, baik oleh
TNP2K maupun Bank Indonesia, termasuk kepada Ratu Maxima dari Belanda yang
menjadi duta internasional untuk keuangan inklusif pada akhir tahun 2013.
b. Mendorong Berkembangnya Layanan Keuangan Digital TNP2K telah menyusun peta jalan untuk pengembangan layanan keuangan digital
yang bisa digunakan untuk pembayaran transfer atau bantuan pemerintah (seperti
PKH, BSM atau BLSM). Pembayaran secara digital memiliki banyak keuntungan: biaya
penyaluran yang lebih murah, akuntabilitas yang lebih tinggi, berkurangnya kebocoran,
kenyamanan bagi penerima, serta manfaat yang lebih luas bagi sistem keuangan
secara luas. Mempromosikan layanan keuangan digital melalui program-program
transfer pemerintah bisa menjadi langkah awal untuk mendorong berkembangnya
sistem pembayaran digital secara luas, termasuk untuk kebutuhan pembayaran antar
individu (person-to-person). Tapi untuk mendorong berkembangnya layanan keuangan
digital, perlu juga dikembangkan infrastruktur serta ‘lingkungan’ yang mendukung,
seperti tersedianya agen, aturan perbankan yang disesuaikan, serta kualitas layanan
telekomunikasi yang memadai. Tujuan dari adanya peta jalan ini adalah memberikan
panduan tentang arah yang dituju serta pilihan-pilihan yang tersedia.
Di saat yang sama, TNP2K bersama-sama dengan Kementerian Sosial, Bappenas dan
Bank Indonesia, sedang melakukan uji coba penyaluran PKH melalui layanan keuangan
digital—dalam hal ini produk uang elektronik (e-money) berbasiskan rekening bank.
Dalam uji coba ini, peserta PKH akan menerima bantuan melalui rekening uang
elektronik yang terhubung di telepon selular. Penerima PKH bisa mengambil uangnya
secara tunai di agen-agen yang ditunjuk, atau menggunakannya untuk transaksi lain.
Uji coba dilakukan di 1.667 desa tersebar lima kabupaten/kota (DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo) dan melibatkan tiga bank komersial
(Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, CIMB Niaga). Diharapkan pada pembayaran
bulan September 2014, peserta PKH di wilayah uji coba sudah mulai menerima
pembayaran melalui uang elektronik.
Untuk mendukung perkembangan layanan keuangan digital serta kegiatan uji coba,
Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait di bulan April
2014. Adanya PBI ini bisa menjadi dasar hukum bagi bank komersial untuk mendorong
berkembangnya produk-produk layanan keuangan digital.
127Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
KEUANGAN INKLUSIF
c. Melakukan Sejumlah Studi Tentang Perbaikan Program KUR Sebagai Masukan Untuk Komite KUR Untuk mendorong perbaikan terhadap program KUR, TNP2K telah membantu Komite
KUR yang diketuai oleh Kementerian Koordinator Perekonomian dalam bentuk
beberapa kajian resmi maupun masukan-masukan langsung lewat berbagai forum
dan rapat koordinasi. Sejumlah kajian terkait KUR yang pernah dilakukan adalah:
•ProgramPenanggulanganKemiskinanBerbasisPemberdayaanUsahaMikrodanKecil
(2010)
•HambatanAksesUsahaMikrodanKecilterhadapKreditUsahaRakyat(2011)
• Keberlanjutan Akses Usaha Mikro dan Kecil melalui Program Kredit Usaha Rakyat
(2012)
•ProfilUMKMdanWirausahaMenggunakanDataSurveiBPS(2012)
•PeningkatanKURkeSektorPrimerPrioritas(2013)
• Apakah Peningkatan PinjamanUMKMMeningkatkan Produktivitas? Hasil dari data
Survei Industri Mikro dan Kecil (2013)
Selain itu di tahun 2014 ini ada tiga buah studi yang merupakan permintaan langsung
dari Kemenko Perekonomian juga sedang dijalankan:
• KajiantentangpenambahanjumlahbankpenyalurKURMikro,bekerjasamadengan
Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
• Kajian tentang penambahan jumlah perusahaan penjamin kredit, bekerjasama
dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Universitas Indonesia
•KajiantentangprofilpenerimaKURmenggunakandataSistemInformasiDebiturBank
Indonesia
TINDAK LANJUT KE DEPAN
a. Sekretariat atau Forum Kebijakan Keuangan Inklusif Sejak awal draft ini disusun, TNP2K dan Bank Indonesia sudah merencanakan untuk
membuat semacam sekretariat atau forum kebijakan antar lembaga yang akan
mengawal implementasi SNKI. Karena TNP2K bukanlah lembaga yang permanen,
pemerintah kemudian sepakat untuk menunjuk Kementerian Keuangan, dalam hal ini
Badan Kebijakan Fiskal (BKF), sebagai koordinator pelaksanaan SNKI. Pada bulan April
2013, Bank Indonesia, TNP2K dan BKF bertemu untuk menyusun beberapa rencana
ke depan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru dibentuk juga dilibatkan dalam
pertemuan-pertemuan selanjutnya dan menjadi bagian dari tim inti SNKI.
Sejak koordinasi SNKI dipegang oleh Kementerian Keuangan, TNP2K terus terlibat aktif
dalam mendukung koordinasi serta pembahasan-pembahasan setelah itu. Saat ini
forum terdiri dari TNP2K, Bank Indonesia, OJK dan dalam waktu dekat akan diperluas
dengan melibatkan beberapa kementerian dan lembaga lain. Langkah selanjutnya
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM128
KEUANGAN INKLUSIF
adalah bersama-sama mendorong adanya dasar hukum bagi SNKI sehingga koordinasi
antar lembaga bisa berjalan lebih mudah, dan tugas serta tanggung jawab masing-
masing instansi menjadi jelas untuk mencapai sasaran yang disepakati bersama.
Setelah sekretariat atau forum ini terbentuk, diharapkan agenda-agenda kebijakan
keuangan inklusif seperti tercantum di dalam strategi nasional di bawah ini bisa
segera didorong.
Gambar 66. Agenda Keuangan Inklusif dan Kelompok Target
Sumber: Strategi Nasional Keuangan Inklusif
b. Perbaikan KUR KUR adalah produk bank yang dijalankan tetap dengan menggunakan logika
perbankan. Artinya, bank akan memberikan KUR pada mereka yang dianggap
prospektif dari kacamata bank. Implikasinya, KUR memang bukanlah sebuah program
yang dtargetkan pada kelompok termiskin. Tapi pemerintah perlu mendorong adanya
program-program yang bisa lebih aktif menargetkan pengusaha mikro dan kecil
melalui skema pemberdayaan, penyediaan kredit untuk wirausaha pemula, maupun
berbagai inisiatif untuk mendorong sistem keuangan inklusif secara umum.
129Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
KEUANGAN INKLUSIF
Pemerintah juga bisa mendorong intensifikasi KUR—meraih lebih banyak konsumen di
kelompok 40 persen terbawah, khususnya di desil tiga dan empat dengan cara:
• Mendorong lebih banyak account officer yang aktif mencari konsumen potensial
hingga ke desa
• Menggunakansistemrujukan,misalnyabekerjasamadengannasabahyangsudah
ada atau lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat untuk mendapatkan lebih
banyak pelaku UMKM
• Menargetkandaerah-daerahbarudimanaterdapatbanyakpotensikonsumenKUR
tapi belum banyak tergarap karena belum banyak cabang bank yang beroperasi (lihat
studi TNP2K 2012).
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM130
KEUANGAN INKLUSIF
Inisiatif ProgramKetenagakerjaan
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM132
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
PROGRAM KETENAGAKERJAAN: TANTANGAN
Pengangguran kaum muda masih merupakan masalah besar di Indonesia, meskipun
tingkat pengangguran secara umum telah mengalami perbaikan. Pada tahun 2009,
tingkat pengangguran kaum muda yang berumur 15–24 tahun adalah 22 persen, jauh
lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata negara tetangga. Tingkat pengangguran
tersebut empat kali lipat lebih tinggi bila dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand,
dan hampir dua kali lipat dari Malaysia dan India (Manning dan Purnagunawan, 2011).
Penganggur yang berasal dari kaum muda merupakan kelompok terbesar dari populasi
penganggur yang ada di Indonesia. Kaum muda bahkan dikatakan lebih berisiko untuk
menjadi penganggur enam kali lebih besar dari rata-rata orang dewasa (ILO, 2013).
Kondisi ini terutama dirasakan oleh kaum muda yang berpendidikan rendah (SMP dan
ke bawahnya).
Pengantar
133Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
Permasalahan pengangguran kaum muda ini perlu dicermati secara serius karena
implikasinya dalam jangka pendek maupun jangka panjang seperti hilangnya
kesempatan untuk lebih produktif dan untuk aktualisasi diri, ketersisihan sosial serta risiko
ter-ganggunya kesehatan mental dan ketergantungan pada narkoba. Selain itu penelitian
juga menunjukkan bahwa pengangguran kaum muda cenderung untuk meningkatkan
tingkat kriminalitas, kekerasan dan juga konflik sosial (ILO 2013).
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah dilakukan mungkin sudah mulai
memperlihatkan hasil dengan semakin menurunnya tingkat pengangguran kaum muda
be-berapa tahun terakhir ini. Namun, kebijakan-kebijakan yang ada dirasakan masih
belum cukup efisien dalam mengatasi permasalahan ketenagakerjaan kaum muda yang
ada. Hal ini bisa terlihat dengan potensi saling tumpang tindihnya program-program
ketenagakerjaan yang ada di hampir semua kementerian/lembaga.
Dari sisi penargetan, dirasakan bahwa program-program yang ada masih belum secara
khusus menyasar kaum muda sebagai subyeknya. Selain itu, penurunan yang tajam dari
tingkat pengangguran kaum muda ternyata masih menyisakan masalah yang sifatnya
lebih struktural. Data BPS menunjukkan bahwa ternyata sebagian besar dari pengangguran
kaum muda tersebut adalah kelompok yang ‘putus asa untuk mendapatkan pekerjaan’
(discouraged) yang kebanyakan merupakan kaum muda dengan pendidikan yang rendah.
Hal ini harus menjadi catatan tersendiri mengingat mayoritas dari kelompok tersebut
adalah bagian dari masyarakat miskin yang kemungkinan untuk putus sekolahnya lebih
tinggi dari kelompok dengan pendapatan yang lebih tinggi. Pendekatan yang spesifik
yang berorientasi pada peningkatan pendidikan, keterampilan serta soft skill terutama
kepercayaan diri menjadi sangat penting untuk kelompok ini agar kesempatan untuk
bekerja menjadi lebih besar.
PELUANG
Revitalisasi dari Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda (JEJAKMU) atau Indonesia Youth Employment Network (IYEN) yang diinisiasi oleh Bappenas dan didukung penuh
oleh TNP2K dapat menjadi salah satu jalan untuk memperkuat koordinasi program-
program ketenagakerjaan yang ada. JEJAKMU/IYEN yang beranggotakan 17 kementerian
dan lembaga bisa lebih dimanfaatkan sebagai wadah komunikasi dan kerjasama agar
perencanaan dan pelaksanaan program ketenagakerjaan yang tersebar bisa menjadi lebih
efektif. Selain itu keterlibatan Kadin, Apindo, serikat buruh dan NGO yang terkait ketenaga
kerjaan dalam JEJAKMU/IYEN diharapkan dapat lebih mempercepat program perluasan
kesempatan kerja yang sudah ada. Praktik-praktik terbaik yang dilakukan masing-masing
lembaga serta Informasi program ketenagakerjaan diharapkan dapat dimanfaatkan lebih
baik untuk semua stakeholder yang terlibat.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM134
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
KEGIATAN DAN CAPAIAN
Menerbitkan Kerangka Aksi Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan Angkatan Kerja
Masalah ketenagakerjaan sudah menjadi perhatian di hampir semua kementerian dan
lembaga pemerintah. Hal ini bisa terlihat dari keberadaan program yang berkaitan
dengan ketenagakerjaan seperti pelatihan dan bimbingan teknis serta program-program
kewirausahaan dan pendukungan terhadap UMKM di hampir seluruh K/L yang ada.
Namun, komponen dan tujuan dari program tersebut bisa jadi sangat berbeda. Terlebih
lagi keterkaitan antarprogram yang ada, baik dalam K/L masing-masing maupun antar
K/L juga terlihat sangat lemah.
Untuk lebih menyelaraskan dan meningkatkan efisiensi program ketenagakerjaan yang
ada, Setwapres dan TNP2K mengeluarkan “Kerangka Aksi Penciptaan Lapangan Kerja
dan Peningkatan Keterampilan Angkatan Kerja” dan mendistribusikannya kepada semua
kementerian dan lembaga yang ada. Kerangka aksi tersebut dijabarkan dalam lima pilar
yaitu:
•Perbaikanlayanandansisteminformasiketenagakerjaan
•Peningkatanketerampilandankapasitasangkatankerja
•PengembanganUMKMdanKewirausahaan
•Penciptaankesempatankerjamelaluiprogrampadatkaryadaninfrastrukturberbasis
komunitas
•Penciptaankesempatankerjamelaluiprogramdaruratpenciptaanlapangankerja
Agenda jangka pendek kerangka aksi ini adalah melakukan inventarisasi program-
program di kementerian dan lembaga yang terkait dengan ketenagakerjaan atau
bisa dikelompokkan sebagai program penciptaan lapangan kerja dan peningkatan
keterampilan angkatan kerja. Kantor Setwapres dan TNP2K kemudian membuat
pemetaan program-program ketenagakerjaan yang ada di semua kementerian dan
lembaga terkait. Hasil dari pemetaan tersebut menunjukkan keberagaman program
ketenagakerjaan yang ada dan relatif lemahnya keterkaitan antar program, bahkan untuk
program-program di dalam satu kementerian sekalipun. Setelah melakukan inventarisasi
dan pemetaan, TNP2K kemudian memberikan sejumlah input untuk perbaikan kerangka
acuan masing-masing program kepada tiap kementerian dan lembaga terkait.
Untuk jangka menengah dan panjang, inisiatif awal yang sudah dilakukan diharapkan
bisa menjadi dasar untuk penguatan dan konsolidasi program-program yang dibiayai
oleh APBN. Secara umum, visi dari kelima pilar Kerangka Aksi bisa diringkas dalam
Gambar 67.
135Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
Integrasi program-program ketenagakerjaan, terutama bagi angkatan kerja muda, juga
menjadi fokus perhatian dari Kerangka Aksi Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan
Keterampilan Angkatan Kerja (Gambar 67). Program ketenagakerjaan yang terpadu,
yang berlandaskan pada pilar-pilar kerangka aksi, diharapkan akan mempercepat dan
mengefektifkan program perluasan kesempatan kerja yang ada. Pemanfaatan sistem
informasi tenaga kerja serta seleksi pelatihan yang dibutuhkan (Pilar 1) merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari program pelatihan (Pilar 2) maupun kewirausahaan
(Pilar 3) yang akan dijalankan. Sistem pelatihan yang berdasarkan kompetensi serta
kebutuhan pasar tenaga kerja yang dilanjutkan dengan pemagangan dan penempatan
tenaga kerja diharapkan akan lebih memastikan penyerapan tenaga kerja. Pelatihan
kewirausahaan yang dilanjutkan dengan dukungan pengembangan usaha serta akses
pembiayaan mikro juga diharapkan akan memperbesar tingkat keberhasilan wirausaha
muda. Keseluruhan kegiatan tersebut tentunya harus ditindaklanjuti dengan evaluasi
serta layanan ketenagakerjaan lanjutan agar efisiensi program selalu dapat ditingkatkan
dan juga mengurangi kegagalan yang mungkin terjadi.
Gambar 67. Kerangka Umum dari Lima Pilar dalam Kerangka Aksi Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan Angkatan Kerja
1
2
3
4
5
Investasi danlingkungan usaha
Pembangunan Infrastruktur
Komunitas
Program DaruratLapangan Kerja
Perbaikan InstitusiLayanan Pasar Kerja
Peningkatan Ketrampilan
Jang
ka P
anja
ngH
asil
Jang
ka P
ende
k
Program Jangka Pendek Jangka Panjang
Perbaikan Standardan
Sertiikasi Profesi
Penguatan SistemPendidikan dan
Pelatihan Kejuruan
Pasar KerjaInternasional
Pasar Kerja Nasional
Pasar Kerja Lokal
Strategi PenciptaanLapangan Kerja
Sumber: TNP2K (2012), Kerangka Aksi Nasional Perluasan Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan Pekerja,
unpublished
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM136
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
Hubungkan dengan dukungan pembiayaan mikro(Pilar 3: pembiayaan mikro)
Dukungan PengembanganUsaha (Business Development Support) bagi pekerja muda
(Pilar 2&3: libatkan pemerintah daerah & TVET dalam perencanaan
dan implementasi
Akses ke beasiswa jika diperlukan
Pilar 1: Standar Minimal: Pusat Layanan Pekerjaan(Pilar 1:Memantau dampak)1. Pro l dan asesmen pencari kerja2. Pelatihan transisi dari 2. Pelatihan transisi dari sekolah ke dunia kerja (sebelum bekerja)3. Program penjangkauan4. Bimbingan karir Pelatihan Kewirausahaan
Muda (Pilar 2&3: Meningkatkan
outsourcing & standar kompetensi bagi pelatih)
Pusat Layanan Tenaga Kerja
(Pilar 1:Memantau dampak)
Penempatan kerja (Pilar 1: Meningkatkan
kualitas layanan tenaga kerja)
Pelatihan BLK/TVET (Pilar 2: Standar
Kompetensi)
Melatih orang muda untuk
berwirausaha
Tahap Sebelum Bekerja Seleksi Penempatan Setelah Penempatan
Melatih orang muda
untuk bekerja
Melakukan Kerjasama dan Koordinasi Dengan Bappenas dan K/L Terkait
Dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan Kaum Muda, TNP2K juga secara terus-
menerus bekerjasama dengan Bappenas dalam perencanaan maupun perbaikan
program ketenagakerjaan yang telah ada. Bappenas sendiri telah menerbitkan Indonesia Youth Employment Initiatives Inventory di tahun 2011yang merupakan pemetaan program
ketenagakerjaan kaum muda. Berdasarkan inventori tersebut serta diskusi dengan
para pemangku kepentingan, Bappenas kemudian mengidentifikasikan lima strategi
percepatan penciptaan kesempatan kerja kaum muda sebagai berikut:
a. Reformasi kebijakan ketenagakerjaan kaum muda yang bertujuan agar siswa
bersekolah lebih lama dan mengurangi putus sekolah, sehingga mengurangi jumlah
pekerja dengan pendidikan rendah masuk ke dalam pasar tenaga kerja;
b. Peningkatan keterampilan agar dapat bekerja atau dipekerjakan;
c. Peningkatan kualitas pemagangan;
d. Peningkatan kesempatan untuk kewirausahaan kaum muda; dan
e. Perbaikan akses dan layanan sistem informasi pasar tenaga kerja (LMIS).
Gambar 68. Program Terpadu Untuk Penciptaan Lapangan Kerja Bagi Angkatan Kerja Muda
Sumber: TNP2K (2012), Kerangka Aksi Nasional Perluasan Penciptaan Lapangan Kerja dan Peningkatan Keterampilan Pekerja, unpublished
137Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
Selain itu, TNP2K melalui tim dari klaster tiga juga secara terus menerus melakukan
engagement dengan kementerian dan lembaga lain yang berkaitan langsung dengan
program-program ketenagakerjaan. Adanya kerjasama antar lembaga ini diharapkan
dapat lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari program ketenagakerjaan yang
ada, khususnya untuk kaum muda.
Melakukan Studi Untuk Memperkuat Masukan Kebijakan yang Berdasarkan Bukti (Evidence Based Policy)
Untuk lebih mensinergikan lima strategi percepatan penciptaan kesempatan kerja kaum
muda dari Bappenas serta lima pilar ketenagakerjaan Setwapres, TNP2K melakukan studi-
studi serta diskusi lebih lanjut untuk perbaikan program ke depan. Kegiatan tersebut
dilakukan sebagai upaya perbaikan kebijakan berbasiskan bukti (evidence-based policy), yang diantaranya adalah:
a. Kajian program-program penciptaan kesempatan kerja pemerintah terbesar.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas, efisiensi
dan juga dampak dari program bagi orang miskin dan pengentasan kemiskinan dan
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM138
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
memberikan rekomendasi program mana yang perlu ditingkatkan.
b. Kajian praktik-praktik terbaik ketenagakerjaan kaum muda, yang bertujuan untuk
mengambil pelajaran dari program-program ketenagakerjaan nasional dan
internasional yang baik untuk saran perbaikan program-program yang ada maupun
mengisi kesenjangan program yang mungkin terjadi dan,
c. Studi kelayakan penyediaan dana pelatihan, yang bertujuan untuk memperbaiki
koordinasi antar kementerian dan lembaga dalam penyediaan dana pelatihan
(training fund) serta memperbaiki sistem pelatihan keterampilan yang terpadu dan
berbasis kompetensi di tingkat nasional dan,
d. Studi tentang UMKM yang meliputi studi perbaikan lingkungan usaha yang
mendukung perkembangan UMKM di tingkat nasional yang diharapkan akan
menjadi dasar perbaikan kebijakan yang mendukungnya; serta pemetaan peranan
dan tanggung jawab dari stakeholder pemerintah dan non-pemerintah dalam
pengembangan UMKM.
TINDAK LANJUT KE DEPAN
Program dan kebijakan ketenagakerjaan kaum muda yang sudah berjalan sudah
mulai menunjukkan hasil yang positif, tetapi tentu saja selalu ada celah potensi untuk
meningkatkan keberhasilan program-program tersebut atau bahkan menambah program
baru untuk mengisi kesenjangan yang terjadi. Berdasarkan hasil studi serta diskusi dengan
para pemangku kepentingan, beberapa area yang perlu mendapatkan perhatian lebih
lanjut adalah program-program padat karya, skill training serta pengembangan UMKM.
Program padat karya merupakan program penciptaan kesempatan kerja jangka pendek
dan menengah yang akan sangat efektif pada saat permintaan dari pasar tenaga kerja
melemah. Program ini terutama bertumpu pada penyerapan tenaga kerja yang banyak
untuk program pembangunan infrastruktur maupun program-programbsosial lainnya
yang dibiayai oleh pemerintah. Selain untuk memberikan efek pendapatan secara
langsung bagi pekerjanya, program ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian
daerah secara langsung dengan adanya peningkatan kualitas serta ketersediaan fasilitas
dan jasa publik.
Program padat karya juga dapat dipakai untuk memasukkan kelompok masyarakat/
kaum muda yang baru putus sekolah atau menyelesaikan pendidikannya ke dalam
kegiatan yang produktif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kaum muda tidak
boleh dibiarkan terlalu lama di luar sistem pendidikan maupun dunia kerja karena hal
tersebut akan berpotensi untuk membuat mereka menjadi putus asa maupun terlibat
139Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
dalam kegiatan yang secara sosial meresahkan. Dampak dari program padat karya dapat
ditingkatkan dengan mengaitkannya dengan program-program peningkatan keahlian
dan keterampilan. Berkaitan dengan perkembangan kebijakan saat ini, terutama Undang-
Undang Desa, program padat karya dapat menjadi salah satu opsi tercepat dalam
penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan keterampilan di daerah. Pemerintah juga
dapat memberikan insentif lebih lanjut untuk pengembangan program padat karya
kepada lembaga publik yang melakukan program tersebut.
Peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja juga merupakan keharusan,
terutama untuk menghadapi persaingan dalam pasar tenaga kerja yang akan semakin
berat dan terbuka. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang sangat keras untuk mengejar
ketertinggalan yang ada, terutama dalam hal peningkatan kualitas pelatihan dan
pendidikan yang ada serta meningkatkan aksesibilitas terhadap pendidikan dan pelatihan,
khususnya untuk kaum muda dan kelompok masyarakat miskin. Untuk itu diperlukan
suatu kebijakan pelatihan dan pendidikan yang terintegrasi dan lintas sektoral.
Peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja juga merupakan keharusan,
terutama untuk menghadapi persaingan dalam pasar tenaga kerja yang akan semakin
berat dan terbuka. Untuk itu diperlukan suatu upaya yang sangat keras untuk mengejar
ketertinggalan yang ada, terutama dalam hal peningkatan kualitas pelatihan dan
pendidikan yang ada serta meningkatkan aksesibilitas terhadap pendidikan dan pelatihan,
khususnya untuk kaum muda dan kelompok masyarakat miskin. Untuk itu diperlukan
suatu kebijakan pelatihan dan pendidikan yang terintegrasi dan lintas sektoral.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM140
INISIATIF PROGRAMKETENAGAKERJAAN
Aksesibilitas terhadap pelatihan, terutama, perlu diberikan perhatian khusus. Selama ini
dana pendidikan yang ada banyak terfokus pada pendidikan dasar, sementara dana untuk
pelatihan dirasakan masih sangat terbatas. Terlebih lagi informasi dan kesempatan yang
ada tidak tersebar dengan merata sehingga kesempatan tersebut tidak dimanfaatkan
dengan baik untuk kaum muda dan masyarakat miskin. Di sisi lain, terdapat kemungkinan
pendanaan pelatihan (training fund) serta keterlibatan dari pihak swasta yang bisa
dioptimalkan. Oleh karenanya, diperlukan perencanaan, sistem serta penargetan yang
baik agar bisa dicapai hasil yang optimal.
Pengembangan kewirausahaan dan UMKM juga diperlukan mengingat lambatnya
pasar tenaga kerja formal dalam menciptakan kesempatan kerja. Untuk itu, diperlukan
optimalisasi program yang ada serta perbaikan iklim usaha yang mendorong
penciptaan UMKM dan graduasi ke usaha formal. Aksesibilitas dari UMKM dan wirausaha
pemula terhadap bantuan finansial dan teknis menjadi kunci keberhasilan UMKM.
Multistakeholder partnership perlu dikembangkan agar relevansi serta efektivitas biaya
bisa lebih dioptimalkan.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM142
A D V O K A S I
PengantarSelama tiga tahun terakhir, jumlah TKPK (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan)
yang terbentuk terus bertambah dan hingga saat ini telah mencakup hampir seluruh
daerah. Di tingkat provinsi, TKPK sudah ada di semua provinsi sejak tahun 2011.
Sedangkan di tingkat kabupaten/kota, hingga akhir tahun 2013 tinggal tersisa 35 dari
total 508 jumlah kabupaten/kota, yang belum menerbitkan SK Kepala Daerah untuk
pembentukan lembaga yang dimaksud. Kondisi ini jauh lebih baik dibandingkan dua
tahun sebelumnya ketika masih ada sekitar 33,4 persen, atau124 dari total 497 kabupaten/
kota, yang belum memiliki TKPK. Sisa daerah yang belum membentuk TKPK berada di
wilayah timur Indonesia, khususnya di Provinsi Maluku Utara, Papua Barat dan Papua,
serta di daerah-daerah baru hasil pemekaran (Gambar 69).
Gambar 69. Perkembangan Jumlah TKPK Kabupaten/Kota Menurut Provinsi
2011
2012
143Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
A D V O K A S I
Gambar 69. Perkembangan Jumlah TKPK Kabupaten/Kota Menurut Provinsi (Lanjutan)
2013
Sumber: Data Tim Advokasi-TNP2K
Gambar 70. TKPK yang terbentuk s/d Maret 2014
Sebagian pihak memandang struktur kelembagaan TKPK sebagai peluang untuk
memperluas koordinasi kebijakan, tetapi sebagian lain melihatnya sebagai ancaman
dalam kecenderungan umum rivalitas politik kepala daerah dan wakilnya. Seluruh TKPK
yang ada saat ini, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, pembentukannya
telah mengacu pada Perpres Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan, dan Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (sebelumnya, dasar hukum pembentukan TKPK Daerah
adalah Perpres Nomor 13 Tahun 2009). Dengan demikian seluruh TKPK telah diketuai
oleh wakil kepala daerah. Struktur ini di satu pihak dianggap menguntungkan karena
mendukung perluasan jangkauan koordinasi dan integrasi kebijakan penanggulangan
kemiskinan di daerah. Khususnya jika dikaitkan dengan karakter multidimensi dari
kemiskinan yang mengharuskan pendekatan intervensi lintas-sektoral yang lebih masif.
Sumber: Data Tim Advokasi-TNP2K
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM144
A D V O K A S I
Menyelenggarakan Rakor Tidak Menyelenggarakan Rakor
Menyelenggarakan Rakor Tidak Menyelenggarakan Rakor
2011 2012 2013
2011 2012 2013
3329
4
20
20
233
140
140
171115
115
Tetapi di lain pihak, struktur ini dinilai juga bisa merugikan jika relasi antara kepala daerah
dan wakilnya kurang harmonis. Dalam beberapa kasus di daerah, rivalitas antara keduanya
dalam batas tertentu telah melemahkan kepemimpinan TKPK: faktor yang justru disadari
sebagai kunci untuk mengatasi masalah klasik ego sektoral dalam perencanaan kebijakan.
RAPAT KOORDINASI TKPK
Tidak semua TKPK dapat segera menjalankan fungsi kelembagaannya setelah terbentuk.
Ada variasi yang cukup lebar antar daerah dalam hal kemampuan TKPK menjalankan
tugas kelembagaannya, yaitu melakukan koordinasi dan mengendalikan pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan di daerahnya. Tolok-ukur yang bisa digunakan di antaranya
adalah frekuensi penyelenggaraan Rakor TKPK (Gambar 71), kepemimpinan ketua
TKPK dan partisipasi pemangku kepentingan di dalamnya, pelaporan pencapaian
penanggulangan kemiskinan di daerah, koordinasi penyusunan dan legalisasi SPKD,
pengendalian pemantauan pelaksanaan program dan penanganan pengaduan
masyarakat atas masalah kepesertaan maupun pelaksanaan program.
Gambar 71. Penyelenggaraan Rakor TKPK di Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
Sumber: Data Tim Advokasi-TNP2K
Menyelenggarakan Rakor Tidak Menyelenggarakan Rakor
Menyelenggarakan Rakor Tidak Menyelenggarakan Rakor
2011 2012 2013
2011 2012 2013
3329
4
20
20
233
140
140
171115
115
TKPK Kabupaten/Kota
TKPK Provinsi
145Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
A D V O K A S I
Sebagian besar dari TKPK telah menyelenggarakan rapat koordinasi (rakor) TKPK. Rakor
TKPK merupakan salah satu instrumen bagi TKPK untuk melaksanakan tugas koordinasi
penanggulangan kemiskinan di daerah yang bersangkutan. Dari tahun ke tahun jumlah
TKPK yang menyelenggarakan kegiatan ini terus meningkat, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota. Pada tahun 2013, rakor telah terselenggara di seluruh TKPK provinsi.
Sementara di tingkat kabupaten/kota kegiatan ini telah diselenggarakan oleh sekitar
75 persen (350 TKPK) dari jumlah TKPK yang ada. Kegiatan ini seluruhnya menggunakan
sumber pembiayaan dari APBD masing-masing daerah, yang umumnya dialokasikan
melalui anggaran belanja Bappeda atau BPMD.
Frekuensi penyelenggaraan rakor oleh mayoritas TKPK telah mencapai minimal tiga
kali dalam setahun. Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 merekomendasikan bahwa
penyelenggaraan rakor oleh TKPK adalah minimal tiga kali dalam setahun. Selain untuk
memperbarui informasi perkembangan pelaksanaan dan capaian penanggulangan
kemiskinan di daerah, rakor ini dimaksudkan sebagai forum bagi semua unit dalam TKPK,
baik kelompok kerja maupun kelompok program, untuk memikirkan aksi kebijakan yang
dibutuhkan dari masing-masing sektor dalam rangka mengatasi kendala-kendala yang
ditemukan dari pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di lapangan. Menurut
data, sebagian besar dari TKPK yang telah menyelenggarakan rakor TKPK pada tahun
2013 mampu memenuhi frekuensi minimal yang direkomendasikan oleh Permendagri
tersebut.
Mayoritas rakor TKPK dipimpin langsung oleh wakil kepala daerah selaku Ketua TKPK.
Sedangkan dalam hal kepesertaan, separuh dari rakor yang terselenggara juga dihadiri
oleh para pemangku kepentingan di luar struktur TKPK. Kehadiran wakil kepala daerah
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM146
A D V O K A S I
selaku ketua TKPK untuk memimpin langsung pelaksanaan rakor TKPK umumnya
dipandang penting oleh pemangku kepentingan di daerah karena dapat memperkecil
kemungkinan para pimpinan SKPD mendelegasikan kehadirannya kepada staf atau
bawahannya. Sehingga, rakor dapat berfungsi lebih dari sekadar sebuah forum lintas
sektor untuk melaporkan kegiatan dan hasil penanggulangan kemiskinan, tetapi sekaligus
untuk memutuskan tindak lanjut atas temuan-temuan dari pelaksanaan program di
lapangan. Data menunjukkan bahwa sekitar 70 persen rakor TKPK sepanjang tahun 2013
telah dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Daerah selaku Ketua TKPK. Tidak kurang dari
50 persen rakor TKPK juga telah melibatkan unsur-unsur masyarakat di luar lembaga
TKPK sebagai peserta aktif, seperti anggota DPRD, tokoh masyarakat dan agama, aparat
penegak hukum, aktivis LSM, perwakilan perguruan tinggi, pelaku usaha dan sebagainya
(Gambar 72).
Gambar 72. Rakor TKPK Menurut Frekuensi, Pimpinan dan Pesertanya (2013)
Sumber: Data Tim Advokasi-TNP2K
Masalah data perencanaan dan kepesertaan program penanggulangan kemiskinan
dan kinerja implementasinya telah menjadi dua isu yang paling dominan dibicarakan
dalam forum-forum rakor TKPK di daerah. Sejalan dengan transformasi pendekatan
penanggulangan kemiskinan nasional yang ditandai oleh penajaman prioritas intervensi
dan sasaran program (rumah tangga, keluarga atau individu), perhatian masyarakat dan
pemerintah daerah kepada isu-isu yang berkaitan dengan fokus, lokus dan kepesertaan
program makin meningkat. Isu-isu tersebut mendominasi agenda pembahasan di dalam
rakor TKPK di daerah selama periode 2012–2013. Secara lebih spesifik, isu-isu utama yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Data Perencanaan dan Penargetan Program Isu ini sangat mendominasi perhatian TKPK karena berpengaruh langsung terhadap
kualitas rencana kerja dan pengalokasian anggaran daerah untuk penanggulangan
kemiskinan. SKPD umumnya mengeluhkan kesulitan dalam memperoleh data-data
terbaru terkait kemiskinan, baik data makro maupun mikro. Perbedaan antara data
yang dipublikasikan oleh BPS di daerah dengan data sektoral yang dikumpulkan
oleh SKPD juga dipandang sebagai kendala tersendiri bagi evaluasi dan perencanaan
program. Secara lebih spesifik, rakor TKPK juga kerap mempertanyakan mekanisme
pengumpulan data mikro (PPLS) oleh BPS dan pengelolaan oleh TNP2K untuk
keperluan penetapan sasaran program.
147Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
A D V O K A S I
b. Kinerja Implementasi Program Nasional. Peserta Rakor TKPK umumnya membahas kinerja implementasi program dalam
konteks kesesuaian implementasi itu terhadap prosedur dan ketentuan program, dan
dampak program bagi penyelesaian masalah kemiskinan. Pembahasan menyangkut
hal ini biasanya langsung dikaitkan dengan kinerja pendampingan dan pengawasan
pelaksanaan program di lapangan.
c. Perencanaan Kebijakan Daerah Rakor TKPK juga tidak jarang dimanfaatkan untuk keperluan menyamakan persepsi,
mengumpulkan informasi (stock-tacking) atau melakukan uji publik dalam rangka
pemantapan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD), dengan melibatkan
unsur-unsur pemangku kepentingan penanggulangan kemiskinan di daerah.
d. Kelembagaan dan Peran TKPK Optimalisasi peran TKPK sebagai sebuah lembaga dengan struktur dan fungsi yang
luas juga menjadi perhatian khusus di daerah. Rakor TKPK dengan isu ini sebagai
agenda utama umumnya membahas masalah mekanisme dan kapasitas sumber daya
yang tersedia untuk operasionalisasi fungsi unit-unit di dalam lembaga ini, khususnya
Kelompok Kerja (Pokja)—Data dan Informasi, Kemitraan, dan Penanganan Pengaduan;
dan Kelompok Program—berbasis rumah-tangga/keluarga/individu, pemberdayaan
masyarakat, dan pemberdayaan pelaku usaha mikro dan kecil.
e. Koordinasi Pusat dan Daerah Kualitas keterlibatan unsur pemerintah dan masyarakat di daerah dalam pengelolaan
program-program nasional yang ada sekarang umumnya dinilai belum mencukupi.
Meski porsinya relatif kecil dalam agenda rakor TKPK, tetapi pembahasan menyangkut
isu ini biasanya menggarisbawahi satu poin penting tentang revisi terhadap prosedur
perencanaan, penargetan, pemantauan dan penanganan pengaduan program-
program nasional dengan memberikan porsi yang lebih besar pada peran daerah.
Keterbatasan anggaran bukan kendala utama dalam formalisasi dan aktivasi TKPK.
Masalah terbesar umumnya berkaitan dengan pemahaman akan arti penting dan teknis
operasional dari fungsi lembaga, keberadaan tenaga pendamping, dan kepemimpinan
atas lembaga TKPK itu sendiri. Beberapa faktor yang secara tipikal memengaruhi aktivasi
fungsi kelembagaan TKPK adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman Penentu Kebijakan Akan Arti Penting TKPK Pada sejumlah daerah, kandungan Perpres Nomor 15 Tahun 2011 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan dan Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan tidak cukup tersosialisasikan. Sehingga
pemahaman tentang hubungan langsung antara kinerja kelembagaan koordinasi
dengan efektivitas program penanggulangan kemiskinan tidak dipahami secara utuh.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM148
A D V O K A S I
b. Keberadaan Pedoman Operasionalisasi Fungsi Kelembagaan Sesuai Permendagri Nomor 42 Tahun 2010, organisasi TKPK dibangun oleh dua
unit besar yaitu sekretariat (berisi pokja data dan informasi; pokja penanganan
pengaduan; pokja kemitraan; dan sekretaris) dan kelompok program (terdiri atas
kelompok program berbasis rumah-tangga/individu; kelompok program berbasis
pemberdayaan masyarakat; dan kelompok berbasis pemberdayaan pelaku UMK).
Masalahnya, hingga saat ini belum tersedia petunjuk teknis menyangkut peran
koordinasi masing-masing unit tersebut dalam setiap program penanggulangan
kemiskinan. Di lapangan, kondisi ini membatasi keterlibatan TKPK dalam agenda-
agenda pemantauan program, penanganan pengaduan dan pemutakhiran data
kemiskinan.
c. Keberadaan Focal Point dan Pelaksana Teknis Faktor ini dikaitkan dengan frekuensi mutasi PNS yang umumnya relatif tinggi, sehingga
tidak ada jaminan bahwa staf yang telah mengikuti program peningkatan kapasitas
TKPK dapat menerapkan kemampuannya sebagai fasilitator dalam operasional dari
fungsi lembaga. Pada saat yang sama mayoritas TKPK belum melihat urgensi dan/
atau belum mampu melakukan perekrutan konsultan atau tenaga ahli sebagai pen-
damping TKPK, khususnya di sekretariat. Lebih dari itu, tidak jarang keaktifan TKPK
terbantu oleh faktor kedekatan personal antara pelaksana TKPK dengan kepala daerah
dan/atau wakilnya.
d. Keterlibatan Langsung Pimpinan Daerah TKPK yang aktif hampir seluruhnya merupakan TKPK yang mendapat dukungan
langsung dari pimpinan daerahnya, baik wakil kepala daerah selaku ketua, maupun
kepala daerah sebagai penanggung jawab. Indikator keterlibatan itu antara lain
berupa kesediaan untuk secara reguler memimpin langsung rakor TKPK dan menagih
laporan tindak lanjutnya, mempertanyakan dan menegur unsur TKPK yang dalam
rakor tidak diwakili oleh pejabat dari level pengambil keputusan, memfasilitasi
penyusunan dan penandatanganan dokumen SPKD, memfasilitasi pelaporan kinerja
TKPK (LP2KD), memfasilitasi permohonan data untuk keperluan perencanaan dan
penargetan program kepada pemerintah pusat, khususnya kepada TNP2K, dan aktif
memimpin pertemuan konsultasi dan menghadiri rapat koordinasi dengan TNP2K.
e. Ketersediaan Anggaran Operasional Hampir seluruh kegiatan reguler TKPK seperti rakor dan pelatihan tim teknis dibiayai
dari pos belanja SKPD Bappeda dan/atau BPMD. Sedangkan untuk kegiatan monitoring
program nasional yang dilakukan oleh kelompok program, anggaran bersumber dari
SKPD yang terlibat dalam pengelolaan program yang bersangkutan, selain dari dana
monitoring yang sudah dianggarkan oleh program itu sendiri.
149Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
A D V O K A S I
PELAPORAN LP2KD DAN PENYUSUNAN DOKUMEN SPKD
Jumlah TKPK yang melaporkan kinerja penanggulangan kemiskinan di daerahnya dari
tahun ke tahun terus bertambah. Permendagri Nomor 42 Tahun 2010 mewajibkan TKPK
untuk setiap tahun menyampaikan Laporan Pencapaian Penanggulangan Kemiskinan
Daerah (LP2KD) kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri. Meskipun
secara persentase belum memenuhi harapan, jumlah TKPK yang mampu memenuhi
kewajiban ini dalam tiga tahun terakhir terus meningkat, khususnya di tingkat kabupaten/
kota. Hingga kuartal pertama tahun 2014, TKPK yang menyampaikan LP2KD 2013 tercatat
sejumlah 164, jauh lebih banyak daripada LP2KD 2012. Dengan catatan, sebagian besar
LP2KD untuk tahun tertentu baru disampaikan oleh daerah menjelang pertengahan
tahun berikutnya.
Keterbatasan data perencanaan dan kapasitas analisis kebijakan menjadi kendala
terbesar dalam penyelesaian LP2KD. Keaktifan TKPK dalam mengikuti kegiatan-
kegiatan peningkatan kapasitas analisis dan perencanaan kebijakan penanggulangan
kemiskinan—terutama yang diselenggarakan oleh TNP2K bekerjasama dengan TKPK di
seluruh provinsi selama tiga tahun terakhir—terbukti belum mencukupi untuk mengatasi
kendala teknis penyelesaian LP2KD. Masalah klasik keterbatasan data perencanaan masih
menjadi hambatan utama, selain ketidakberlanjutan tugas tim teknis TKPK, karena tidak
diterapkannya pertimbangan khusus dalam kebijakan mutasi PNS di daerah, sementara
di lain pihak transfer pengetahuan dalam lingkungan birokrasi belum menjadi tradisi.
Substansi dan kerangka analisis dari hampir seluruh LP2KD telah mengacu kepada
panduan yang diterbitkan oleh TNP2K. Melalui forum-forum pelatihan, magang dan
konsultasi teknis perencanaan kebijakan bagi TKPK selama tiga tahun terakhir ini, Tim
Advokasi TNP2K berupaya mendorong TKPK agar menerapkan suatu standar substansi
dan kerangka analisis tertentu dalam melakukan evaluasi kondisi kemiskinan di daerah
dan merekomendasikan prioritas intervensi kebijakan untuk penanggulangannya.
Rekomendasi ini telah dituangkan ke dalam buku panduan peningkatan kapasitas TKPK
yang diterbitkan oleh TNP2K.
Gambar 73. Buku Panduan Bagi TKPK yang Diterbitkan Oleh TNP2K
Sumber: TNP2K
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM150
A D V O K A S I
Substansi yang dimaksud di atas meliputi: (i) kondisi kemiskinan daerah, yaitu profil
kemiskinan atau karakteristik masalah kemiskinan di daerah dalam berbagai dimensinya;
(ii) determinan kemiskinan daerah, yaitu gambaran tentang faktor-faktor penyebab di
balik setiap karakteristik masalah kemiskinan yang ditemukan, berikut wilayah-wilayah
di mana faktor-faktor itu menonjol sebagai masalah. Faktor-faktor dan wilayah-wilayah
ini merupakan dasar penentuan prioritas intervensi kebijakan multidimensi; (iii) relevansi
dan efektivitas anggaran daerah, yaitu gambaran tentang tingkat keberpihakan anggaran
daerah, terutama dari sisi belanja, terhadap prioritas intervensi penanggulangan
kemiskinan yang telah teridentifikasi; serta tentang sejauh mana belanja anggaran
tersebut membawa perubahan terhadap indikator-indikator kemiskinan; (iv)
perkembangan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di daerah, yang
merupakan hasil dari kegiatan pemantauan oleh masing-masing kelompok program di
daerah.
Kerangka analisis yang digunakan dalam laporan LP2KD pada prinsipnya melibatkan (i)
analisis posisi relatif untuk melihat kondisi terakhir capaian indikator kemiskinan suatu
daerah dibandingkan capaian tersebut oleh daerah-daerah lain, wilayah di atasnya dan
nasional; (ii) analisis perkembangan antar waktu untuk mengetahui sejarah (fluktuasi atau
konsistensi perubahan antar waktu) dari capaian indikator sebelum mencapai kondisi
terakhirnya); (iii) analisis efektivitas untuk menilai sejauh mana intervensi menghasilkan
perubahan dalam capaian indikator; dan bagaimana perubahan itu terjadi dari waktu ke
waktu; (iv) analisis relevansi untuk menjawab pertanyaan apakah masalah menyangkut
suatu indikator di suatu daerah juga terjadi di tingkat wilayah yang lebih luas, atau apakah
masalah itu merupakan masalah khas daerah yang bersangkutan atau merupakan
tantangan bersama antar daerah; (v) analisis keterkaitan untuk melihat hubungan antara
tingkat capaian dan pola perubahan suatu indikator sasaran (indikator utama) dengan
indikator-indikator pendukungnya—yaitu indikator-indikator yang dapat diintervensi
untuk menghasilkan perubahan dalam indikator sasaran; dan (vi) kerangka monitoring
(spot-check) program-program penanggulangan kemiskinan.
Banyak daerah berinisiatif untuk mengembangkan LP2KD menjadi SPKD. Pada praktiknya,
tidak sedikit kemudian diantaranya yang telah menetapkan dokumen ini sebagai
Peraturan Kepala Daerah. Mengoordinasikan penyusunan SPKD oleh sektor-sektor terkait
di daerah merupakan bagian dari fungsi TKPK. Dokumen ini menetapkan isu strategis dan
rencana aksi lima tahunan, yang dari segi substansi dapat dikembangkan dari LP2KD—
khususnya dari hasil analisis-analisis kondisi kemiskinan multidimensi, determinannya,
keberpihakan dan kinerja anggaran daerah, serta kinerja kelembagaan koordinasi lintas-
sektor di daerah. Sehingga, semua sektor dapat menjadikan SPKD sebagai kebijakan
acuan dalam menyusun rencana kerja tahunan (Renja SKPD) yang lebih mendukung
penanggulangan kemiskinan. Untuk memperbesar peluang terjadinya hal ini, tidak
sedikit daerah berinisiatif menetapkan SPKD menjadi suatu regulasi, yang umumnya
berupa peraturan gubernur, bupati atau wali kota.
151Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
A D V O K A S I
Gambar 74. Contoh Peraturan Kepala Daerah tentang SPKD
Sumber: TNP2K
Dari 498 daerah (provinsi dan kabupaten/kota) yang memiliki TKPK saat ini, 198 daerah
diantaranya telah menyelesaikan penyusunan SPKD. Sebanyak 31 daerah diantaranya
telah menetapkan dokumen tersebut sebagai peraturan kepala daerah. Sebanyak
233 daerah masih dalam proses penyusunan. Sedangkan 67 daerah lainnya tidak
berinisiatif menyusun SPKD atau tidak diketahui status perkembangannya (Gambar 75).
Gambar 75. Daerah menurut Status Dokumen SPKD
Sedang disusun, 233(46,79%)
SPKD disusun belum ditetapkandengan Perkada, 167
(84,34%)
SPKD disusun sudah ditetapkan dengan
Perkada, 31(15,66%)Sudah selesai
disusun, 198(39,76%)
Tidak disusun/tidak diketahuiperkembangannya, 67
(13,45%)
Sumber: Data Tim Advokasi – TNP2K
Kapasitas teknis TKPK dalam menyusun LP2KD dan SPKD didukung oleh pelatihan,
magang dan konsultasi teknis analisis dan perencanaan kebijakan yang diselenggarakan
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM152
A D V O K A S I
oleh TNP2K bekerjasama dengan TKPK. Secara keseluruhan tingkat partisipasi TKPK dalam
kegiatan-kegiatan tersebut sangat tinggi. Dukungan bagi peningkatan kapasitas Tim
Teknis TKPK telah menjadi kesepakatan bersama TNP2K dan seluruh TKPK Provinsi sejak
tahun 2010. Bentuk kegiatannya adalah (i) pelatihan analisis dan perencanaan kebijakan
penanggulangan kemiskinan, yang diselenggarakan di tingkat provinsi dengan peserta
dari seluruh TKPK kabupaten/kota di wilayah yang bersangkutan; (ii) magang di sekretariat
TNP2K untuk pemantapan pemahaman tim teknis TKPK tentang materi pelatihan; dan (iii)
konsultasi teknis untuk me-review draft LP2KD atau SPKD yang disusun oleh TKPK. Tingkat
partisipasi tim teknis TKPK dalam kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan peningkatan
dari tahun ke tahun.
Gambar 76. TKPK yang ikut magang dan pelatihan di TNP2K s/d Maret 2014
Sumber: Data Tim Advokasi – TNP2K
Hampir seluruh peserta pelatihan menyepakati arti penting pelatihan analisis
dan perencanaan kebijakan bagi optimalisasi peran koordinasi TKPK. Mereka juga
mengharapkan agar dukungan TNP2K dalam hal ini bisa terus dipertahankan. Oleh
sebagian besar tim teknis TKPK peserta pelatihan di seluruh provinsi, materi pelatihan
analisis dan perencanaan kebijakan penanggulangan kemiskinan dinilai menarik,
memberi wawasan dan pengetahuan baru, serta bermanfaat bagi pelaksanaan tugas
mereka. Penyampaian materi ini oleh narasumber dari TNP2K juga dinilai baik oleh
mayoritas peserta.
Gambar 77. Contoh Laporan Pelaksanaan Penanggulangaan Kemiskinan Daerah
(LP2KD)
Sumber: TNP2K
153Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
A D V O K A S I
Gambar 78. Contoh Analisis Kabupaten
Sumber: TNP2K
Melalui pelatihan dan pemagangan tersebut, TKPK mampu membuat laporan dan
analisis berdasarkan panduan yang diberikan oleh TNP2K (Gambar 77 dan 78). Dengan
analisis tersebut, pemerintah daerah dapat menyusun skala prioritas dalam menyiapkan
program yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan di wilayahnya.
Melihat capaian dan output yang dihasilkan oleh TKPK-TKPK saat ini, sulit membayangkan
itu terjadi 4-5 tahun yang lalu. Tahun 2009-2010 kondisi TKPK dari sisi formal kelembagaan,
dukungan dana APBD, kondisi sumber daya manusia sangat beragam. Ini menjadi
tantangan besar bagi TNP2K dalam menjalankan program peningkatan kapasitas TKPK
saat awal terbentuk di tahun 2010. Namun upaya yang persisten dan konsisten TNP2K –
lewat pelatihan, magang, konsultasi teknis, penyusunan pedoman dan lainnya-- dengan
dukungan dari bapak Wapres berujung pada hasil yang menggembirakan. TKPK-TKPK
saat ini, seperti telah dipaparkan di atas, telah berhasil menjalankan fungsi-fungsi utama
dalam rangka mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dengan cukup baik.
Memang upaya tersebut masih belum tuntas. Namun fondasi telah terbentuk dan peta
jalan telah terbentang sehingga upaya dan arah peningkatan kapasitas TKPK ke depan
menjadi lebih jelas dan lebih menjanjikan.
TINDAK LANJUT KE DEPAN
Berdasarkan hasil kegiatan advokasi kebijakan daerah dalam penanggulangan kemiskinan
selama ini, dan dari hasil kaji cepat terhadap faktor penghambat dan pendorong
operasionalisasi mengoperasionalkan peran TKPK di daerah, ada beberapa hal yang
menjadi catatan untuk tindak lanjut ke depan, yaitu:
a. Lembaga semacam TKPK yang mempunyai peran dan fungsi melakukan koordinasi dan
pengendalian pelaksanaan penanggulangan kemiskinan di daerah dipandang oleh
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM154
A D V O K A S I
para pihak di daerah masih dibutuhkan, mengingat upaya-upaya penanggulangan
kemiskinan merupakan prioritas daerah, prioritas nasional, maupun global, namun
sifatnya lintas sektoral dan lintas pemangku kepentingan, sehingga perlu sinkronisasi,
harmonisasi, dan integrasi penanggulangan kemiskinan lintas sektor dan lintas
pemangku kepentingan tersebut.
b. Agar tugas dan fungsi TKPK dalam hal koordinasi dan pengendalian pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan yang sudah mulai nampak hasilnya dapat terus berjalan
dan semakin kuat, maka upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas tim
teknis sebagai focal point pelaksana kegiatan TKPK perlu terus dilakukan baik melalui
pelatihan, magang, maupun kegiatan-kegiatan konsultasi teknis.
c. Perlu upaya advokasi yang lebih intensif untuk meningkatkan peran dan perhatian
pimpinan daerah dan pemangku kepentingan lain seperti DPRD, akademisi, dan
media, terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di daerah melalui koordinasi
TKPK, sehingga operasionalisasi TKPK dapat didukung dengan baik dari sisi regulasi,
struktur, maupun teknis-teknis tugas dan fungsinya. Regulasi dimaksud dapat berupa
peraturan daerah, peraturan kepala daerah, maupun surat keputusan yang menguatkan
perhatian dan prioritas daerah terhadap penanggulangan kemiskinan dan sinerginya
melalui TKPK. Struktur diartikan sebagai berjalannya struktur TKPK yang berisi SKPD
terkait dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik dalam sekretariat maupun
kelompok program, sedangkan secara teknis dibutuhkan dukungan-dukungan
seperti keberadaan sekretariat, anggaran operasional, regularitas rapat koordinasi,
keberadaan tim teknis yang tidak terganggu dengan cepatnya mutasi, intensitas
koordinasi dan sosialisasi, dan sebagainya. Upaya advokasi itu dapat dilakukan melalui
penguatan berjenjang dari penguatan TKPK Provinsi untuk memberikan asistensi
dan dukungan kepada TKPK Kabupaten/Kota, sehingga advokasi yang dilakukan
dapat berupa pendampingan kelembagaan (misalnya dengan membentuk unit-unit outreach advokasi di provinsi terpilih), advokasi para pemangku kepentingan, dan
sosialisasi serta komunikasi intensif kepada SKPD terkait dalam struktur TKPK terutama
pelaksana program (kelompok program).
d. Guna memperkuat upaya-upaya tersebut dalam rangka menjalankan/operasionalisasi
advokasi kebijakan di daerah, dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis operasionalisasi
koordinasi dan pengendalian bagi TKPK, seperti petunjuk teknis pelaksanaan
Rapat Koordinasi, petunjuk teknis penyusunan LP2KD dan SPKD, petunjuk teknis
kerjasama multi pihak, petunjuk teknis pengelolaan data kemiskinan, petunjuk teknis
monitoring dan evaluasi program, dan sebagainya, sehingga memudahkan TKPK
dalam mendapatkan rujukan upaya advokasinya di daerah.
Kinerja danAkuntabilitas(KIAT) Guru
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM156
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
PengantarSejak tahun 2009, anggaran pendidikan telah mencapai 20 persen dari APBN. Setengah
dari anggaran tersebut dialokasikan untuk gaji dan tunjangan guru, dengan pagu yang
terus meningkat dalam tiga tahun terakhir, mencapai Rp193,4 triliun rupiah untuk tahun
2014 (Tabel 14). Kesejahteraan guru telah membaik. Bagi guru yang telah disertifikasi,
besaran tunjangan profesional bisa mencapai satu kali gaji pokok. Apabila guru yang
telah disertifikasi ditempatkan di daerah khusus dan mendapatkan tunjangan khusus,
maka pendapatan mereka bisa mencapai tiga kali gaji pokok.
Tabel 14. Anggaran Pendidikan 2012-2014 untuk Pendidikan Anak Usia Dini,
Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah
Anggaran PendidikanGaji Pendidik (DAU)
Tunjangan Profesi Guru
Tambahan Penghasilan PNS Daerah
Tunjangna khusus, fungsional dan lainnya
Total gaji dan tunjangan guru
Total anggaran pendidikan
Persentase gaji dan tunjangan guru terhadap
total anggaran pendidikan
2012103,0 T
30,6 T
2,9 T
7,8 T
144,3 T
289,9 T
49.8%
2013115,9 T
43,1 T
2,4 T
7,6 T
168,9 T
345,3 T
49.9%
2014122,8 T
60,5 T
1,8 T
8,2 T
193,4 T
371,1 T
52.1%
Sumber: APBN 2012-2014 yang diolah oleh TNP2K.
Walaupun kesejahteraan guru telah membaik, hasil pencapaian belajar siswa-siswi
Indonesia masih tetap terpuruk. Pencapaian matematika, bahasa, dan ilmu alam dalam
tes TIMMS dan PIRLS untuk kelas delapan pada tahun 2011 menurun dibanding tahun
2007. Sementara pencapaian dalam PISA 2012 untuk anak usia 15 tahun menempatkan
Indonesia pada ranking 64 dari 65 negara peserta19. Kesenjangan pelayanan dan
pencapaian pendidikan di daerah perkotaan dan perdesaan juga masih cukup tinggi.
Angka partisipasi sekolah untuk anak usia 7 sampai 12 tahun di daerah perdesaan berada
di 93,77 persen, dibandingkan dengan 96,19 persen di daerah perkotaan (Tabel 15). Lebih
dari 50 persen penduduk di daerah perdesaan berusia 15 tahun ke atas masih belum atau
baru tamat pendidikan Sekolah Dasar (SD), dibandingkan 30 persen di daerah perkotaan
(Tabel 16).
Tabel 15. Angka Partisipasi Sekolah di Daerah Perkotaan dan Perdesaan
Perkotaan
Pedesaaan
Usia 7 -1296,19%
93,77%
Usia 13 -1587,98%
80,84%
Usia 16 -1858,27%
46,91%
Usia 19 -2420,27%
8,84%
Sumber: BPS, 2011
19 TIMMS ( Trends in International Mathematics and Science Study) dilakukan untuk murid di kelas 4 dan kelas 8 di bidang matematika dan sains; PIRLS(Progress in International Reading Literacy Study) dilakukan untuk murid kelas 4 di bidang bahasa; dan PISA (Programme for International Student Assesmentdilakukan untuk murid berusia 15 tahun di bidang bahasa, matematika, dan sains.
157Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
Tabel 16. Capaian Pendidikan Tertinggi di Daerah Perkotaan dan Perdesaan
Sumber: BPS, 2011.
TNP2K melihat perlunya peningkatan efektivitas dan akuntabilitas anggaran sektor
pendidikan yang dialokasikan untuk guru, sehingga peningkatan pelayanan dan
pencapaian pendidikan dapat tercapai, terutama untuk kelompok masyarakat yang
masih belum terjangkau dengan baik. Sebagai ujung tombak pendidikan, Wakil Presiden
berharap agar peningkatan pendapatan guru melalui pemberian tunjangan guru dapat
melecut motivasi, inovasi, dan kinerja guru. Karenanya, bekerja sama dengan BAPPENAS,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementrian Keuangan, dan beberapa
pemerintah daerah, TNP2K memetakan beberapa pokok permasalahan dan menggagas
KIAT Guru.
“ Inti dari pelaksanaan inisiatif KIAT Guru yang dilakukan oleh TNP2K adalah untuk membangun tata kelola yang
dapat mengaitkan antara pemberian tunjangan dan kinerja. Guru yang memiliki kinerja yang baik, seharusnya berhak
mendapatkan tunjangan yang layak. Sementara Guru yang tidak mampu memberikan pelayanan pendidikan yang baik,
misalnya karena sering mangkir, tidak berhak atas tunjungan kinerja. “
TIGA PERMASALAHAN UTAMA
Terdapat banyak faktor yang memengaruhi lemahnya pelayanan pendidikan di daerah
terpencil. Namun TNP2K melihat ada tiga permasalahan utama yang saling terkait dan
perlu diatasi untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di daerah terpencil, yaitu:
a. Kurangnya informasi dan transparansi tentang kriteria, mekanisme, dan pembayaran
tunjangan untuk guru yang bekerja di daerah terpencil.
b. Lemahnya dukungan dan pengawasan dari dinas pendidikan dikarenakan tantangan
geografis.
c. Tidak adanya mekanisme penghargaan dan sanksi yang terkait langsung dengan
keberadaan atau kualitas layanan guru.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM158
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
Peningkatan pelayanan pendidikan di daerah terpencil memiliki tantangan geografis yang
menyulitkan pemberian dukungan dan pengawasan untuk guru oleh dinas pendidikan
setempat. Survei yang dilakukan oleh SMERU pada tahun 2010 menunjukkan bahwa
tingkat kemangkiran guru di daerah terpencil (24,4 persen) lebih tinggi dibandingkan
rerata nasional (15 persen). Yang paling memprihatinkan adalah, tingkat kemangkiran
guru penerima tunjangan khusus (31,5 persen) lebih tinggi dibandingkan guru yang
tidak menerima tunjangan khusus (25,4 persen). Karenanya, efektivitas dan akuntabilitas
pembayaran tunjangan khusus dipertanyakan. Studi literatur, telaah data, dan temuan
lapangan yang dilakukan TNP2K menunjukkan beberapa permasalahan terkait tunjangan
khusus, dari penetapan target penerima, transparansi kriteria penerima, dan ketepatan
waktu, jumlah, dan regularitas pembayarannya.
Wakil Presiden dalam sebuah inspeksi mendadak ke sebuah sekolah di daerah terpencil
menemui bahwa dari 11 guru yang terdaftar, hanya dua guru yang ada. “Yang lainnya
tidak tahu ke mana perginya. Datang lagi ketika mengambil gaji.” Karenanya, perlu
dilakukan pengawasan terhadap guru. Survei yang dilakukan oleh UNCEN dkk pada
tahun 2012 di Papua dan Papua Barat mengaitkan tingkat kemangkiran guru dengan
frekuensi kedatangan pengawas ke sekolah (Gambar 79). Tingkat kemangkiran guru
di sekolah-sekolah yang tidak pernah didatangi oleh pengawas mencapai 52 persen.
Padahal kehadiran guru mempengaruhi kehadiran dan pencapaian belajar murid.
18 30 29 34 42 52
Pada bulan survai dilakukan
Pada bulan sebelum survai
dilakukan
Dalam6 bulan terakhir
Dalam1 tahun terakhir
Lebih dari1 tahun
Tidak pernah datang
Sumber: UNCEN dkk, 2012, yang diolah kembali oleh TNP2K
Dalam sebuah kunjungan mendadak yang dilakukan oleh tim TNP2K ke sebuah sekolah
dasar di Papua, ditemukan bahwa murid kelas lima mempelajari soal matematika yang
semestinya sudah diajarkan di kelas dua, sementara murid kelas empat mempelajari soal
bahasa yang semestinya sudah diajarkan di kelas satu. Kondisi ini semakin memprihatinkan,
setelah ditemui bahwa kedua kelas tersebut diajar oleh seorang guru, yang mangkir
selama jam mengajar untuk pulang dan memasak bagi keluarganya. Seorang murid kelas
empat menggantikan peran si guru untuk mengajar teman-temannya mengeja kata,
sementara di kelas lima, tidak ada guru.
Gambar 79. Keterkaitan Antara Frekuensi Kedatangan Pengawas dan Persentase Ketidakhadiran Guru
159Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
Dari 12 guru PNS yang mengajar di sekolah tersebut, hanya tiga orang guru yang ada pada
saat kunjungan. Menurut informasi dari kepala sekolah, sejak tahun 2006/2007, sebagian
guru-guru melanjutkan pendidikan mereka. Namun setelah lulus, tidak satu pun dari
mereka kembali untuk mengajar. Walaupun demikian, nama mereka masih terdaftar di
sekolah tersebut, dan setiap bulan mereka masih menerima gaji dan tunjangan dari dinas
pendidikan. Kondisi ini tentunya tidak adil bagi para guru yang sehari-hari menjalankan
tugasnya mengajar. Padahal, mereka adalah para guru yang memiliki panggilan untuk
mengajar. Menurut mereka, walaupun guru di SD tersebut banyak, tapi mereka malas
mengajar dan pindah ke kota. Lanjut mereka, “Kesejahteraan guru kurang lancar.
Tunjangan daerah terpencil ada, tapi dirahasiakan. Kami harapkan dana kesejahteraan
dapat dikirim langsung dari (pemerintah) pusat ke rekening guru.”
Gambar 80. Angka Kemangkiran Guru
Sumber : Smeru
Kondisi yang sama juga tercermin dari hasil penelitian yang dilakukan SMERU yang
menyebutkan bahwa Guru yang menerima tunjangan ternyata angka kemangkirannya
lebih tinggi dibandingkan dengan bukan penerima tunjangan (Gambar 80).
Sumber: TNP2K
Mekanisme penghargaan dan sanksi untuk guru sebenarnya telah diatur dalam Undang-
undang Nomor 14/2005 tentang guru dan dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 74/
2008 tentang Guru. Dinas Pendidikan bisa memberikan surat peringatan dan bahkan
menghentikan guru yang sering mangkir. Namun pada kenyataannya sanksi hampir
tidak pernah diterapkan karena berbagai alasan. Diskusi dengan Dinas Pendidikan dari
Gambar 81. Pelajaran Bahasa Kelas 4 (Kiri) dan Pelajaran Matematika Kelas 5 (Kanan) di Sekolah Dasar di Papua
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM160
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
beberapa kabupaten di Papua Barat mensinyalir koneksi politis yang dimiliki oleh guru-
guru yang mangkir, permasalahan kemangkiran yang sistemik di berbagai sektor ke
pemerintahan, dan kekhawatiran akan semakin sulitnya mencari guru yang bersedia
untuk ditempatkan di daerah terpencil.
Berdasarkan kondisi diatas, inisiatif KIAT Guru dalam melakukan uji coba kebijakan
sesungguhnya bertujuan untuk mengaitkan tunjangan guru dengan tingkat kehadiran
dan kinerja guru, serta mendorong keterlibatan masyarakat dalam melakukan
pengawasan.
UJI COBA KIAT GURU
Dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh guru-guru di daerah terpencil,
perlu dipikirkan terobosan-terobosan yang dapat meningkatkan motivasi, kinerja,
dukungan, dan pengawasan bagi guru. Berdasarkan temuan lapangan dan diskusi
dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, muncul beberapa pendekatan yang
diharapkan dapat meningkatkan keberadaan dan kualitas pelayanan pendidikan di
daerah terpencil. Pendekatan tersebut terdiri dari:
a. Peningkatan dukungan dan pengawasan dari bagi guru yang bekerja di daerah
terpencil dengan mengikutsertakan peran masyarakat.
b. Perbaikan transparansi dan mekanisme pembayaran tunjangan untuk guru yang
bekerja di daerah terpencil agar sesuai dengan kriteria, tepat sasaran, tepat jumlah,
dan tepat waktu.
c. Pengujicobaan pembayaran tunjangan guru yang besarannya dikaitkan dengan
keberadaan atau kualitas layanan guru.
d. Apabila pendekatan pada poin ketiga di atas tidak berhasil meningkatkan keberadaan
atau kualitas layanan guru, maka sisa pagu tunjangan guru yang tidak terbayarkan
akan dialokasikan kembali untuk perbaikan pelayanan pendidikan di sekolah yang
kinerja gurunya masih kurang.
Kegiatan uji coba membagi sekolah dasar ke dalam beberapa kelompok yang diamati,
yaitu:
a. Kelompok kontrol, yang tidak mendapatkan perlakuan apapun.
b. Kelompok A, dimana tunjangan dibayarkan secara reguler.
c. Kelompok B, dimana tunjangan dibayarkan secara reguler dan dibuat kesepakatan
pelayanan antara guru dan masyarakat.
161Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
d. Kelompok C, dimana tunjangan dibayarkan secara reguler, dibuat kesepakatan
pelayanan antara guru dan masyarakat, pembayaran tunjangan guru dikaitkan dengan
keberadaan layanan pendidikan, dan mekanisme perbaikan pelayanan pendidikan
apabila diperlukan.
e. Kelompok D, dimana tunjangan dibayarkan secara reguler, dibuat kesepakatan
pelayanan antara guru dan masyarakat, pembayaran tunjangan guru dikaitkan
dengan keberadaan dan kualitas layanan pendidikan, dan mekanisme perbaikan
pelayanan pendidikan apabila diperlukan.
Kegiatan uji coba dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama dilakukan sepanjang
tahun akademik 2014/15 dengan peserta 31 sekolah dasar di tiga kabupaten. Tahap ini
terfokus pada pengembangan mekanisme dan perangkat intervensi dan penelitian, de-
ngan menggunakan tambahan penghasilan yang telah dialokasikan oleh pemerintah
daerah. Pada tahap kedua, intervensi dan penelitian akan dilakukan di 400 sekolah di
enam sampai sembilan kabupaten dengan menggunakan alokasi tunjangan guru/
tambahan penghasilan yang telah dialokasikan oleh pemerintah pusat. Perbandingan
antara tingkat kemangkiran guru dan pencapaian hasil belajar murid di 400 sekolah
pada tahap awal, tengah, dan akhir kegiatan uji coba diharapkan dapat mengidentifikasi
intervensi mana yang paling efektif dalam meningkatkan motivasi dan kinerja guru dalam
memberikan layanan pendidikan di daerah terpencil. Tahap kedua akan dilakukan selama
dua tahun akademik setelah tahap pertama selesai, dan diakhiri dengan rekomendasi
bagi perbaikan kebijakan yang berbasis data.
PELAKSANAAN TAHAP PERTAMA UJI COBA
Dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di daerah terpencil, Wakil Presiden
berharap adanya upaya dan kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Pemerintah daerah Kabupaten Keerom (Papua), Kaimana (Papua Barat), dan
Ketapang (Kalimantan Barat) menyambut dengan baik ajakan kerja sama dari TNP2K
untuk terlibat dalam tahap pertama. Ketiga kabupaten ini memiliki perhatian khusus
terhadap pendidikan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan dan kinerja guru.
Kabupaten Ketapang mengalokasikan tambahan penghasilan dari APBD untuk semua
guru. Sementara Kabupaten Keerom dan Kaimana mengalokasikan Dana Otonomi
Khusus untuk pemberian tambahan penghasilan bagi guru yang ditugaskan di daerah
terpencil. Inisiatif Kabupaten Keerom dan Kaimana sangat sejalan dengan harapan
dari Wakil Presiden agar pemerintah daerah di Papua dan Papua Barat secara khusus
memberikan perhatian untuk peningkatan pendidikan. Dengan demikian, semua anak
di daerah mana pun memperoleh kesempatan yang sama untuk mengembangkan
kemampuan.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM162
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
Gambar 82. Lokasi Uji Coba
Nota kesepakatan kerjasama antara TNP2K dengan bupati dari masing-masing kabupaten
telah ditandatangani pada tanggal 2 April 2014. Dalam kesempatan ini, Bupati Kaimana
menyatakan, “Kami bersama-sama dengan aparat pemerintah daerah setempat akan
bekerja keras demi dimungkinkannya Kabupaten Kaimana dapat dijadikan model dalam
melakukan evaluasi secara kritis terhadap pemberian insentif kepada guru, karena
sejauh ini belum banyak daerah yang bisa melakukan hal tersebut. Dan semoga ini
menjadi contoh yang baik untuk ditiru di daerah terpencil lainnya,” tegasnya. Sekretaris
Daerah Ketapang menyatakan komitmen untuk mendukung pelaksanaan uji coba
dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan, memastikan anggaran tepat waktu
untuk mendukung pelaksanaan uji coba, membentuk tim pengawas pelaksanaan uji
coba kebijakan akuntabilitas dan pelayanan pendidikan di daerah terpencil yang terdiri
dari unsur masyarakat, dan berperan aktif bersama dengan tim TNP2K terlibat di dalam
keseluruhan tahapan kegiatan. Sementara Bupati Keerom berharap, “Dengan kerjasama
ini ada peningkatan kualitas layanan pendidikan dasar di daerah khusus.”
Gambar 83. Suasana Lokakarya Penandatanganan Nota Kesepakatan Antara TNP2K dan Kabupaten Keerom, Kaimana, dan Ketapang
Sumber : TNP2K
Sumber: TNP2K.
163Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
KONTRIBUSI BAGI KEBIJAKAN
Kabupaten Keerom, Kaimana, dan Ketapang telah menerbitkan Peraturan Bupati dan
Surat Keputusan Bupati yang menjadi payung hukum bagi pelaksanaan kegiatan uji
coba di masing-masing kabupaten. TNP2K ikut berbangga atas dukungan dan kerjasama
yang sangat baik dari ketiga pemerintah daerah tersebut. Diterbitkannya Peraturan
Bupati menunjukkan komitmen yang luar biasa dari ketiga kabupaten dalam upaya
peningkatan pelayanan pendidikan di desa-desa terpencil di daerah mereka. Walaupun
tahap pertama pelaksanaan uji coba ini baru dilakukan dalam skala kecil, TNP2K berharap
kegiatan ini dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:
a. Pembayaran tunjangan guru yang dikaitkan dengan kinerja guru (dalam hal ini
keberadaan dan kualitas layanan guru), diharapkan dalam skala makro dapat
meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas penggunaan anggaran
pendidikan. Secara mikro, langkah ini diharapkan dapat mengingatkan para guru,
bahwa perbaikan hak guru perlu diikuti dengan peningkatan kewajiban guru.
Walaupun uji coba ini dilakukan di sektor pendidikan, namun prinsip-prinsip
peningkatan kinerja dan akuntabilitas dapat diterapkan bagi aparatur sipil negara di
berbagai sektor pelayanan publik lainnya.
b. Uji coba seperti yang dilakukan TNP2K melalui KIAT Guru merupakan proses
pembelajaran yang sangat baik bagi pemerintah pusat dan daerah dalam hal
pe-ngembangan praktik pembuatan kebijakan berbasis data. Desentralisasi
sangat memungkinkan pemerintah daerah untuk mengambil peran kunci dalam
mengujicobakan beberapa terobosan kebijakan yang nantinya dapat diterapkan
secara nasional.
c. Aspek utama dari upaya peningkatan pelayanan pendidikan yang diangkat oleh KIAT
Guru adalah pelibatan masyarakat dalam pelaksanaan, pengawasan, dan peningkatan
pelayanan publik. Keterlibatan masyarakat memungkinkan penguatan akuntabilitas
pelayanan publik kepada masyarakat dan peningkatan kinerja ke pemerintahan.
Mekanisme keterlibatan masyarakat pada tingkat desa dikembangkan dengan
mengadopsi dan mengadaptasi prinsip-prinsip dan pendekatan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Namun bagaimana
mekanisme tersebut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pelayanan publik masih
memerlukan pendekatan yang tepat dan efektif: dari teknik sosialisasi, pendekatan
fasilitasi, peningkatan kapasitas masyarakat, sampai penyampaian aspirasi dan keluhan
kepada pemerintah. Pembelajaran dari uji coba ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi teknis bagi Peta Jalan PNPM dan pelaksanaan Undang-undang Nomor 6/
2014 tentang Desa.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM164
KINERJA DAN AKUNTABILITAS(KIAT GURU)
d. Terobosan kebijakan terkait manajemen keuangan publik yang dilakukan oleh
Kabupaten Keerom, Kaimana, dan Ketapang adalah dimungkinkannya penggunaan
tunjangan guru yang bersumber dari APBD untuk diujicobakan pembayarannya
dengan menggunakan mekanisme dan persyaratan yang berbeda-beda. Ketiga
kabupaten juga bersedia mengalokasikan kembali pagu tunjangan guru yang tidak
terbayarkan untuk peningkatan pelayanan pendidikan di sekolah peserta uji coba.
Terobosan kebijakan dan mekanisme pembayaran tunjangan guru ini adalah yang
pertama di Indonesia, dan oleh karena itu, dukungan dari pemerintah pusat terutama
untuk memberikan ruang, dukungan, dan pengecualian bagi inovasi yang taat asas
sangat diperlukan.
e. Pemerintah daerah sebenarnya memiliki pemahaman akan keunikan dan kedekatan
terhadap permasalahan yang dihadapi daerahnya. Cukup banyak yang sudah memiliki
ide-ide dan inovasi-inovasi untuk mengatasi permasalahannya, namun terkadang
masih terkendala oleh kapasitas sumber daya manusia dalam melaksanakannya.
Karenanya, pemerintah pusat dapat memberikan pendampingan dan penguatan
kapasitas bagi pemerintah daerah, terutama terkait kisi-kisi kebijakan/peraturan dan
asas-asas mekanisme pelaksanaannya.
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM166
P E N U T U P
Penanggulangan Kemiskinan merupakan salah satu isu utama dalam agenda
pembangunan pemerintahan SBY-Boediono periode 2009–2014. Pembentukan TNP2K
pada tahun 2010 adalah merupakan salah satu bukti kesungguhan pemerintah untuk
dapat menangani permasalahan kemiskinan dengan data yang lebih terpadu, program
yang lebih sinergis dan upaya yang lebih terkoordinasi. Dengan segala daya dan upaya
yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan, dalam kurun waktu lima tahun (2009–
2014) jumlah orang miskin secara absolut berkurang dari 32,52 juta orang (14,15 persen)
menjadi 28,28 juta orang (11,25 persen). Ini tentu merupakan hasil yang patut diapresiasi
walaupun pekerjaan menanggulangi kemiskinan masih jauh dari tuntas.
Salah satu isu utama ke depan yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah
adalah kecenderungan meningkatnya kesenjangan pendapatan. Peningkatan
kesenjangan seperti disampaikan sebelumnya ditunjukan dengan naiknya angka
rasio Gini dari 0,37 pada tahun 2009 menjadi 0,41 pada tahun 2012. Angka rasio Gini
ini boleh jadi lebih rendah dari yang seharusnya karena karena perhitungan rasio
Gini menggunakan indikator pengeluaran dan bukan pendapatan. Permasalahan
kesenjangan terkait langsung dengan upaya menanggulangi kemiskinan karena dengan
ketimpangan yang tinggi —termasuk ketimpangan pada akses layanan dasar—potensi
masyarakat miskin tidak akan dapat terealisasi sepenuhnya sehingga proses ‘mengejar
ketertinggalan’ (catching up) tidak akan optimal. Selain itu kesenjangan/ketimpangan
juga berpotensi menimbulkan masalah sosial-ekonomi-politik yang dampak negatifnya
lebih akan dirasakan oleh masyarakat miskin.
Mengapa kesenjangan pendapatan meningkat? Yang terjadi bukanlah yang miskin
bertambah miskin dan yang kaya bertambah kaya. Analisis data Susenas menunjukan
orang miskin dan rentan miskin (40 persen termiskin) tumbuh positif dalam kurun
waktu 2010-2014 Namun demikian pertumbuhan yang mereka alami lebih rendah dari
pertumbuhan garis kemiskinan dan 60 persen non-miskin dan non-rentan —khususnya
10 persen terkaya.
Apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesenjangan? Meningkatkan efektifitas
program-program perlindunan sosial dan menjaga lingkungan makro adalah dua yang
utama untuk upaya tersebut. Analisis data Susenas menunjukan bahwa pertumbuhan
pengeluaran 20 persen termiskin (desil 1 dan 2) pada kurun waktu 2013–2014 –periode
dimana program perlindungan sosial diintegrasikan dalam Kartu Perlindungan Sosial—
tumbuh lebih tinggi dari 10 persen kelompok terkaya (Desil 10 pengeluaran) dan juga
dari pertumbuhan garus kemiskinan. Pertumbuhan kelompok 20 persen termiskin
ini dapat lebih tinggi jika pertumbuhan inflasi —khususnya bahan pangan—dapat
ditekan lebih rendah pada periode tersebut. Situasi tersebut menunjukan bahwa kedua
upaya tersebut —meningkatkan efektifitas program perlindungan sosial dan menjaga
stabilitas harga—akan mengangkat kesejahteraan kelompok miskin dan berujung pada
menurunnya kesenjangan.
167Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
P E N U T U P
Dari apa yang telah dipaparkan terkait dengan upaya dan capaian penanggulangan
kemiskinan pada periode 2009–2014, paling tidak ada dua pembelajaran utama yang
dapat dipetik untuk pencapaian hasil penanggulangan kemiskinan dan pengurangan
kesenjangan yang lebih baik di masa mendatang. Pertama, melakukan lebih baik
apa yang telah dilakukan dalam lima tahun terakhir terkait lewat perbaikan kebijakan
penanggulangan kemiskinan, khususnya terkait dengan perbaikan penetapan sasaran,
penyempurnaan disain dan mekanisme distribusi program. Kedua, memastikan
keterkaitan kebijakan penanggulangan kemiskinan lewat program-program bersasasaran
(targeted programs) dengan kebijakan makro ekonomi yang mendukung kelompok
miskin seperti infrastuktur dasar (seperti jalan, pendidikan dan kesehatan), pengendalian
inflasi, akses ke modal usaha, ketenagakerjaan dan lainnya.
Dari apa yang telah dipaparkan ada empat catatan utama dari yang telah dilakukan
TNP2K dalam upaya menjalankan tugas sesuai yang dimandatkan Perpres 15/2010.
Pertama, perbaikan desain kebijakan dan mekanisme program
penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh TNP2K selalu didasarkan atas bukti-
bukti lapangan yang kuat. Contoh yang telah didiskusikan sebelumnya adalah perbaikan
kinerja pensasaran (targeting performance) yang diupayakan mulai dari studi eskperimen
pendataan yang melahirkan pendataan rumah tangga penerima manfaat dengan
menggunakan metode survei yang dikombinasikan dengan konsultasi dengan warga
miskin. Contoh lain adalah perbaikan mekanisme Raskin, yang dimulai pada tahun 2012
dengan mulai menggunakan BDT sebagai sumber data penerima manfaat, pemanfaatan
DPM dan akhirnya penggunaan KPS sebagai penanda RTS-PM. Keseluruhan perbaikan-
perbaikan ini kemudian dipantau dan dievaluasi untuk kemudian menjadi bahan
pembelajaran dan dasar perbaikan di masa mendatang.
Kedua, dalam memastikan bahwa perbaikan kebijakan dan program yang
dicanangkan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga (K/L) pengelola program, TNP2K
memastikan keterlibatan K/L pengelola dan pemangku kepentingan lainnya dalam
proses perbaikan tersebut. Pelibatan dimulai dari staf teknis yang bertanggung jawab
pada kebijakan/program, hingga pengambil keputusan pada level eselon dua dan satu.
Dengan langkah ini diharapkan perbaikan yang ada dapat memperoleh buy-in dari
K/L pengelola program, sehingga dapat terlaksana seperti yang direncanakan dan
memenuhi aspek keberlanjutan.
Ketiga, karena permasalahan kemiskinan seharusnya bukan hanya menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat namun juga pemerintah pusat dan pemangku
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM168
P E N U T U P
kepentingan lainnya, TNP2K memastikan bahwa pemangku kepentingan di daerah turut
memberikan dukungan. Seperti dijelaskan sebelumnya, salah satu upaya penting yang
dilakukan TNP2K terkait dengan mandatnya adalah peningkatan kapasitas TKPKD dalam
menjalankan fungsi mereka dalam penanggulangan kemiskinan di daerah. Apa yang
dicapai oleh TNP2K dalam peningkatan kapasitas TKPKD sungguh signifikan dilihat dari
bukti-bukti yang telah dilakukan oleh banyak TKPKD dalam empat tahun terakhir ini
Keempat, permasalahan kemiskinan sering kali juga memerlukan inisiatif
baru atau inovasi dalam upaya mengatasinya. TNP2K telah melakukan beberapa
inisiatif baru untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan. Salah satu yang
disampaikan dalam laporan ini adalah inisiatif KIAT Guru yang melakukan uji coba
peran masyarakat dalam pemantauan penyediaan layanan di tingkat lokal dan dalam
menentukan pemberian hak insentif tambahan kepada penyedia layanan atas kerjanya
yang sesuai dengan harapan. Jika hasil uji coba ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal
dapat secara efektif memantau penyediaan layanan, maka ini merupakan terobosan bagi
upaya untuk meningkatkan kualitas layanan publik khususnya di daerah-daerah terpencil.
Upaya menanggulangi kemiskinan di Indonesia bukan hal yang baru dilakukan 5–10
tahun terakhir. Namun apa yang dilakukan dalam lima tahun terakhir cukup unik
dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya karena adanya kelembagaan TNP2K.
Pada periode ini upaya menanggulangi kemiskinan dilakukan utama lewat penyatuan
data penerima manfaat yang lebih baik dan perbaikan-perbaikan desain dan mekanisme
program-program perlindungan sosial. Dari pengalaman selama empat tahun terakhir
ini, policy reform yang dilakukan lebih efektif karena paling tidak ada empat faktor/
syarat pendukung yang dipenuhi. (i) adanya lembaga di dalam birokrasi yang dapat
mengemban mandate perubahan/perbaikan kebijakan (champion). (ii) adanya otoritas
tingkat tinggi yang mendukung dan memfasilitasi secara efektif pelaksanaan mandat, (iii)
ketersediaan sumber dana yang memadai dan fleksible dalam pemanfaatannya, dan (iv)
dukungan dari staf profesional yang kompeten di bidang-bidang yang diperlukan.
169Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM
P E N U T U P
Menjangkau Masyarakat Miskin dan Rentan Serta Mengurangi Kesenjangan:MEMPERBAIKI KETEPATAN SASARAN, DESAIN DAN MEKANISME PROGRAM170
P E N U T U P