Post on 13-Mar-2019
1
MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN SEJARAH ASIA TENGGARA BARU MELALUI PENERAPAN METODE INKUIRI
DI JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FIS UNY Oleh: Sri Mulyati dan Aman
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Baru di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, melalui penerapan dan pengembangan model inkuiri. Pengembangan model ini dilatarbelakangi oleh perlunya dinamisasi dalam proses pembelajaran, sehingga dapat menghasilkan pembelajaran bermakna. Meningkatkan kualitas pembelajaran mahasiswa dalam pengertian mencari, menemukan, dan memecahkan permasalahan dalam perkuliahan dengan penerapan metode inkuiri, yang pada dasarnya juga merupakan penerapan metode sejarah kritis yakni: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan strategi kaji tindak berbasis kelas atau penelitian tindakan kelas. Pemilihan metode ini berdasarkan asumsi bahwa perbaikan proses kegiatan pembelajaran di dalam kelas dapat dilaksanakan pengajar dengan melakukan refleksi tentang berbagai hal yang telah dilakukan dalam proses kegiatan pembelajaran, seperti penentuan tujuan pembelajaran, penyusunan materi ajar, sumber buku acuan yang digunakan, strategi pembelajarannya, alokasi waktu yang digunakan dan evaluasi. Aktivitas pengimplementasian tujuan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif kolaboratif antara pimpinan program, dosen, dan peneliti, sehingga terjadi sharing dalam penyusunan perencanaan tindakan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran pada mahasiswa semester III Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta melalui pengembangan dan penerapan model inkuiri. Strategi inkuiri yang diterapkan diawali dengan strategi ekspositori yang menempatkan peranan besar dosen dalam pembelajaran terutama dalam hal membina, mengarahkan, membimbing, memberi tindakan, dan mengevaluasi serta refleksi, dan diakhiri dengan strategi inkuiri yang menuntut kemandirian mahasiswa dalam proses mencari, menemukan, dan memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diajukan oleh dosen. Oleh karena itu, penelitian inikuiri ini tepat jika desebut sebagai model inkuiri terpimpin.
Kata Kunci: Inkuiri, Pembelajaran, Sejarah Asia Tenggara Baru
2
A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, heterogen, plural, dan
memiliki karakteristik masyarakat yang berbeda-beda. Ini merupakan ciri khas
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Dalam perjalanan sejarah
panjangnya, dinamika bangsa ini belum mencapai tingkat yang signifikan, jika
dibandingkan dengan negara-negara Asia sekalipun seperti Malaysia,
Singapura, Jepang, dan lain sebagainya. Sebenarnya, kemajemukkan bangsa
ini merupakan modal yang sangat potensial untuk memupuk persatuan dan
kesatuan, dan dalam rangka memperkokoh integritas dan kepribadian bangsa.
Tetapi jika modal yang besar itu tidak disikapi secara positif oleh komponen
bangsa ini, maka justru akan mengakibatkan hal yang sebaliknya, akan
menjadi bom waktu yang mengerikan, dimana setiap saat akan menimbulkan
ledakan hebat yang mengakibatkan tercerabutnya integrasi bangsa ini.
Pada saat bangsa Indonesia menghadapi setumpuk permasalahan yang
disebabkan oleh berbagai krisis yang melanda, maka tantangan dalam
menghadapi suatu era globalisasi yang bercirikan keterbukaan dan persaingan
bebas kian mendesak. Mau tidak mau bangsa Indonesia harus berupaya keras
untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing sumber daya manusianya
dalam percaturan internasional. Dalam jangka waktu yang relatif mendesak
Indonesia harus mampu mempersiapkan sumber daya manusia yang
profesional, tangguh, dan siap pakai. Untuk mewujudkan kondisi tersebut,
sumber daya manusia Indonesia perlu memiliki bekal kemampuan intelektual
dan daya pikir serta daya inovasi yang tinggi, juga memiliki pengetahuan, dan
kebiasaan menerapkan sikap moral yang baik. Cara-cara berpikir baru dan
terobosan-terobosan baru harus diperkenalkan dan diciptakan untuk mengatasi
permasalahan pendidikan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
Dengan kata lain, reformasi pendidikan dengan berbagai segmen-segmennya
merupakan suatu kebutuhan dan juga suatu imperative action (Zamroni,
2000 : 158).
3
Sistem pengajaran sebagai bagian integral dari sistem kegiatan
pendidikan, merupakan fenomena yang harus diperbaiki dan dikembangkan
oleh pihak-pihak yang terkait dan berkepentingan. Hal ini menyangkut
kurikulum, metode, media pengajaran, materi pengajaran, kualitas pengajar,
dan lain sebagainya sehingga tercipta sistem pengajaran yang baik dan
berorientasi ke masa depan. Dengan demikian perlu dikembangkan prinsip-
prinsip belajar yang berorientasi pada masa depan, dan menjadikan peserta
didik tidak hanya sebagai objek belajar tetapi juga subjek dalam belajar.
Pendidikan tidak lagi berpusat pada lembaga atau pengajar yang hanya akan
mencetak para lulusan yang kurang berkualitas, melainkan harus berpusat
pada peserta didik sebagai pusat belajar, yang tidak hanya “disuapi” dengan
materi pengajaran dari pengajar, tetapi juga harus memberikan kesempatan
kepada para peserta didik untuk bersikap kreatif dan mengembangkan diri
sesuai dengan potensi intelektual yang dimilikinya.
Sistem pengajaran yang baik seharusnya dapat membantu mencapai
tujuan-tujuan belajarnya. Meskipun proses belajar mengajar tidak dapat
sepenuhnya berpusat pada peserta didik seperti pada pendidikan terbuka,
tetapi yang perlu dicermati adalah bahwa pada hakekatnya peserta didiklah
yang harus belajar dan mengembangkan diri. Dengan demikian proses belajar
mengajar perlu berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan siswa. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar harus dapat
memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan berguna bagi
peserta didik. Pengajar perlu memberikan bermacam-macam situasi belajar
yang memadai untuk materi yang disajikan, dan menyesuaikannya dengan
kemampuan serta karakteristik peserta didik sebagai subjek-didik.
Mengajar merupakan suatu aktivitas profesional yang memerlukan
keterampilan tingkat tinggi dan mencakup hal-hal yang berkaitan dengan
pengambilan keputusan-keputusan (Winata Putera, 1992 : 86). Sekarang ini
pengajar lebih dituntut untuk berfungsi sebagai pengelola proses belajar
mengajar yang melaksanakan tugas yaitu dalam merencanakan, mengatur,
mengarahkan, dan mengevaluasi. Keberhasilan dalam belajar mengajar sangat
4
tergantung pada kemampuan pengajar dalam merencanakan, yang mencakup
antara lain menentukan tujuan belajar peserta didik, bagaimana caranya agar
peserta didik mencapai tujuan tersebut, sarana apa yang diperlukan, dan lain
sebagainya. Dalam hal mengatur, yang dilakukan pada waktu implementasi
apa yang telah direncanakan dan mencakup pengetahuan tentang bentuk dan
macam kegiatan yang harus dilaksanakan, bagaimana semua komponen dapat
bekerjasama dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Pengajar
bertugas untuk mengarahkan, memberikan motivasi, dan memberikan
inspirasi kepada peserta didik untuk belajar. Memang benar tanpa pengarahan
pun masih dapat juga terjadi proses belajar, tetapi dengan adanya pengarahan
yang baik dari pengajar maka proses belajar dapat berjalan dengan lancar.
Sedangkan dalam hal mengevaluasi, termasuk penilaian akhir, hal ini
dimaksudkan apakah perencanaan, pengaturan, dan pengarahannya dapat
berjalan dengan baik atau masih perlu diperbaiki.
Dalam proses belajar mengajar, pengajar perlu mengadakan
keputusan-keputusan, misalnya metode apakah yang perlu dipakai untuk
mengajar mata pelajaran tertentu, alat dan media apakah yang diperlukan
untuk membantu peserta didik membuat suatu catatan, melakukan praktikum,
menyusun makalah diskusi, atau cukup hanya dengan mendengar ceramah
pengajar saja. Dalam proses belajar mengajar pengajar selalu dihadapkan pada
bagaimana melakukannya, dan mengapa hal tersebut perlu dilakukan. Begitu
juga dalam hal evaluasi atau penilaian dihadapkan pada bagaimana sistem
penilaian yang digunakan, bagaimana kriterianya, dan bagaimana pula kondisi
peserta didik sebagai subjek belajar yang memerlukan nilai itu.
Dalam rangka pengembangan pengajaran sejarah agar lebih fungsional
dan terintegrasi dengan berbagai bidang keilmuan lainnya, maka terdapat
berbagai bidang yang seyogianya mendapat perhatian, yaitu: pertama, untuk
menjawab tantangan masa depan, kreativitas dan daya inovatif diperlukan agar
bangsa Indonesia bukan sekedar manjadi konsumen IPTEK, konsumen
budaya, maupun penerima nilai-nilai dari luar secara pasif, melainkan
memiliki keunggulan komparatif dalam hal penguasaan IPTEK. Oleh
5
karenanya, kreativitas perlu dikembangkan melalui penciptaan situasi proses
belajar mengajar yang kondusif di mana pengajar mendorong vitalitas dan
kreativitas peserta didik untuk mengembangkan diri. Peserta didik perlu diberi
kesempatan untuk belajar dengan daya intelektualnya sendiri, melalui proses
rangsangan-rangsangan baik yang berupa pertanyaan-pertanyaan maupun
penugasan, sehingga peserta didik dapat melihat suatu hal dari berbagai sudut
pandang dan dapat menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah yang
dihadapi.
Kedua, peserta didik akan dapat mengembangkan daya kreativitasnya
apabila proses belajar mengajar dilaksanakan secara terencana untuk
meningkatkan dan membangkitkan upaya untuk kompetitif. Oleh karena itu,
proses belajar mengajar yang memberi peluang kepada peserta didik untuk
menyelesaikan tugas secara kompetitif perlu disosialisasikan, kemudian juga
perlu adanya penghargaan yang layak kepada mereka yang berprestasi. Hal ini
akan berdampak positif terhadap terbentuknya rasa percaya diri pada peserta
didik. Pada gilirannya, pengalaman ini selanjutnya dapat menjaga proses
pembentukan kemandirian. Dalam hal ini peserta didik juga perlu dilibatkan
dalam proses belajar mengajar yang memberikan pengalaman bagaimana
peserta didik bekerja sama dengan peserta didik yang lain seperti dalam hal
berdiskusi, membuat artikel kelompok, pengamatan, wawancara, dan
sebagainya untuk dikerjakan secara kelompok. Pengalaman belajar seperti ini
selanjutnya akan dapat membentuk sikap kooperatif dan ketahanan bersaing
dengan pengalaman nyata untuk dapat menghargai segala kelebihan dan
kelemahan masing-masing.
Ketiga, dalam proses pengembangan kematangan intelektualnya,
peserta didik perlu dipacu kemampuan berfikirnya secara logis dan sistematis.
Dalam proses belajar mengajar, pengajar harus memberi arahan yang jelas
agar peserta didik dapat memecahkan suatu persoalan secara logis dan ilmiah.
Oleh karena itu peserta didik perlu dilibatkan secara aktif dalam proses belajar
mengajar melalui pemberian tugas. Tugas tidak terlalu berat tetapi dapat
memacu daya berfikir peserta didik. Salah satu aspek yang penting adalah
6
bagaimana peserta didik dapat terlatih berpikir secara deduktif-induktif.
Artinya, dalam proses belajar mengajar peserta didik perlu diarahkan
sedemikian rupa sehingga mereka dapat mempelajari materi pelajaran melalui
pengalaman. Dengan cara seperti ini mereka dapat secara langsung
dihadapkan pada suatu realita di lapangan. Seperti halnya peserta didik
disediakan model pembelajaran yang bersifat khusus yang memberikan
pengalaman, berdiskusi, penelitian, dan lain sebagainya yang diarahkan untuk
menarik kesimpulan baik deduktif maupun induktif.
Keempat, peserta didik harus diberi internalisasi dan keteladanan,
dimana mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Fenomena ini dalam hal-hal tertentu dapat membentuk semangat loyalitas,
toleransi, dan kemampuan adaptabilitas yang tinggi. Dalam hal pendekatan ini
perlu diselaraskan dengan kegiatan proses belajar mengajar yang memberi
peluang kepada mereka untuk berprakarsa secara dinamis dan kreatif. Dengan
demikian akan tercapai kualitas proses dan hasil belajar yang berorientasi
pada pencapaian tujuan yang jelas, dengan melibatkan peserta didik secara
maksimal melalui berbagai kegiatan yang konstruktif, sehingga pengalaman
tersebut dapat mengantar mereka dalam suatu proses belajar yang kondusif
dan kreatif.
Untuk menjawab tantangan ini, maka Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK), siap diimplementasikan dalam rangka meningkatkan kualitas proses
dan hasil belajar. Komponen KBK yang terdiri dari ketrampilan, sikap dan
nilai, akan mewarnai kegiatan belajar mengajar yang impresif, dan dapat
mencapai tujuan pendidikan nasional secara signifikan. Penerapan KBK
secara utuh dan menyeluruh, sangat tergantung pada persepsi dan partisipasi
pengajar sebagai pelaksana kurikulum, dan kreatifitas peserta didik dalam
proses belajar mengajar. Subjek-didik yang terdiri dari pengajar dan peserta
didik, merupakan komponen belajar mengajar yang sangat menentukan
keberhasilan dari tujuan pembelajaran. Disamping itu persepsi pengajar yang
positif terhadap kurikulum baru, akan memberikan angin segar bagi
penyelenggaraan pendidikan yang berhasil atau bermakna.
7
Namun demikian, tampaknya di Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas
Ilmu Sosial (FIS) UNY, perlu suatu pengkajian terhadap kebijakan sistem
pembelajaran dan penilaian yang lebih positif, sehingga tidak merugikan
mahasiswa. Indeks prestasi mahasiswa Jurusan Sejarah sampai dengan tahun
2004 rata-rata masih kurang dari 3.0. Hal ini dapat dilihat dari data informasi
akademik UNY dari tahun ajaran 1998/1999 sampai dengan tahun ajaran
2003/2004 semester gasal mengenai IPK kelulusan mahasiswa. Tahun ajaran
1998/1999, rerata IPK lulusan Jurusan Sejarah adalah 2.90, di bawah
Pendidikan Geografi dan Akuntansi yang masing-masing 3.00 dan 2.97.
Tahun ajaran 1999/2000 rerata lulusan Jurusan Sejarah menurun menjadi 2.83
dengan batas interval 2.41-3.35 di bawah semua jurusan di FIS kecuali PPKn.
Tahun ajaran 2000/2001 naik lagi menjadi 2.99, tetapi di bawah jurusan
Pendidikan Geografi, Akuntansi, dan Administrasi Perkantoran. Tahun ajaran
2001/2002 turun lagi menjadi 2.96 di bawah semua jurusan di FIS kecuali
PPKn. Tahun ajaran 2002/2003 naik lagi menjadi 2.97 tetapi di bawah semua
jurusan. Sedangkan untuk tahun ajaran 2003/2004 naik menjadi 3.00 dengan
batas interval 2.55-3.40, tapi di bawah semua jurusan kecuali PPKn yang
reratanya 2.99 (UNY, 2003 : 32). Dari data informasi akademik itu selama
lima tahun terakhir Jurusan Sejarah dan PPKn selalu berada pada peringkat
paling bawah di FIS.
Dalam pembelajaran Sejarah Asia Tenggara, nilai mahasiswa juga
belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari masih
banyaknya mahasiswa yang mendapat nilai di bawah baik. Pada tahun ajaran
2003/2004 yang merupakan paket mata kuliah mahasiswa angkatan 2002, nilai
mata kuliah Sejarah Asia Tenggara dari 47 peserta yang mendapatkan kategori
A hanya 9 mahasiswa atau 19.9 %, kategori B ada 20 orang atau 42.5 %,
kategori C ada 16 orang atau 34.1, dan ada yang mendapat nilai D 2 orang
atau 3.5 %. Begitu pula paket mata kuliah untuk mahasiswa angkatan tahun
2003, di mana jumlah peserta setelah ditambah dengan mahasiswa lama yang
mengulang mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Lama, mahasiswa yang
mendapat nilai kategori A ada 9 orang atau 21.9 %, kategori B ada 19 orang
8
atau 46.4 %, kategori C ada 13 orang atau 31.7 %. Sedangkan dalam mata
kuliah Sejarah Asia Tenggara baru yang berlangsung pada semester genap,
dimana jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah ada 40 orang,
mahasiswa yang mendapat nilai kategori A ada 11 orang atau 27.5 %, kategori
B ada 18 orang atau 45 %, dan kategori C ada 11 orang atau 27.5 %. Dengan
pengembangan sistem pembelajaran, diharapkan prosentase mahasiswa yang
mendapat nilai kategori A akan lebih besar lagi.
Untuk menjawab tantangan ini, maka dirasakan perlu untuk
mengadakan penelitian tindakan kelas mengenai “Optimalisasi Penerapan
Metode Inkuiri dalam Pembelajaran Mata Kuliah Sejarah Asia Tenggara di
Program Studi Ilmu Sejarah FIS UNY”, sebagai bagian dari proses
pendidikan. Dengan penerapan metode inkuiri yang optimal diharapkan
mahasiswa akan lebih tertantang dalam mengikuti perkuliahan, dimana
mereka akan lebih aktif dan kreatif dalam mencari sumber-sumber atau
referensi. Dengan aktif dan kreatifnya baik dalam mencari sumber-sumber
maupun dalam diskusi sebagai upaya pemecahan masalah, mahasiswa benar-
benar akan memahami materi perkuliahan. Dengan dikuasainya materi
perkuliahan, dimungkinkan mereka akan mendapatkan nilai yang optimal dan
pada gilirannya indek prestasinya akan meningkat. Dengan demikian Program
Studi Pendidikan Sejarah akan menghasilkan lulusan yang berkualitas dan
nantinya akan menjadi guru-guru sejarah yang profesional.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan gambaran permasalahan pada latar belakang masalah di
atas, maka permasalahan penelitian ini adalah bagaimanakah meningkatkan
kualitas pembelajaran melalui penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran
mata kuliah Sejarah Asia Tenggara di Program Studi Ilmu Sejarah FIS
Universitas Negeri Yogyakarta?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Memberikan dorongan kepada mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah agar
lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti perkuliahan, dalam rangka
meningkatkan kalitas pembelajaran.
b. Meningkatkan kualitas pembelajaran mahasiswa dalam pengertian
mencari, menemukan, dan memecahkan permasalahan dalam perkuliahan
dengan penerapan metode inkuiri, yang pada dasarnya juga merupakan
penerapan metode sejarah yakni: heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi.
c. Mengoptimalkan penerapan metode inkuiri yang dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran di Program Studi Ilmu Sejarah FIS UNY.
d. Meningkatkan motivasi dan kemampuan dosen untuk melakukan evaluasi
proses dan hasil pembelajaran secara kontinu dalam upaya memperbaiki
dan mengembangkan pembelajaran di Program Studi Ilmu Sejarah FIS
UNY.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut.
a. Bagi Mahasiswa
Memberikan dorongan pada mahasiswa untuk aktif, kreatif, dan kritis
dalam pembelajaran sejarah.
b. Bagi Dosen
Memberikan masukan bagi para dosen untuk meningkatkan kompetensi,
kualitas pembelajaran, dengan memperhatikan karakteristik dan
kecenderungan mahasiswa sehingga mampu mengembangkan
pembelajaran secara bermakna
c. Bagi Lembaga
Memberi masukan pada lembaga terutama Jurusan Pendidikan sejarah
FIS UNY untuk mengembangakan sarana pendukung pembelajaran
10
D. Metode Inkuiri dalam Kegiatan Pembelajaran
Edwin Fenton (1967: 262), mengemukakan bahwa berdasarkan
observasi terhadap strategi pembelajaran yang dilakukan oleh para pengajar
sejarah, ternyata strategi itu bergerak pada suatu kontinum dari strategi
ekspositori sampai pada strategi inkuiri. Strategi ekspositori menunjukkan
keterlibatan unsur guru secara penuh menuntut keterlibatan mental guru untuk
mampu memilih model dan metode mengajar yang sesuai dengan beban dan
isi materi serta tujuan yang akan dicapai. Penentuan terhadap satu model
mengajar akan membuka kemungkinan untuk menggunakan beberapa metode
mengajar. Sedangkan strategi inkuiri menunjukkan keterlibatan siswa secara
penuh dalam kegiatan belajar mengajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar, metode inkuiri merupakan suatu
strategi pembelajaran yang memungkinkan para peserta didik untuk
mendapatkan jawabannya sendiri (Soewarso, 2000: 57). Metode inkuiri adalah
metode pembelajaran yang dalam penyampaian bahan pelajarannya tidak
dalam bentuknya yang final, tidak langsung. Artinya, dalam penyampaian
metode inkuiri peserta didik sendirilah yang diberi peluang untuk mencari
(menyelidiki/meneliti) dan memecahkan sendiri jawaban (permasalahan)
dengan mempergunakan teknik pemecahan masalah. Sementara pengajar
bertindak sebagai pengarah, mediator, dan fasilitator, yang wajib memberikan
informasi yang relevan, sesuai dengan permasalahan atau materi pelajaran.
Hal tersebut dapat berlangsung dalam kelompok-kelompok kecil dalam kelas
melalui diskusi dan bermain peran. Dalam kegiatan ini peserta didik dituntut
aktif terlibat dalam situasi belajar. Peserta didik menyadari masalah,
mengajukan pertanyaan, selanjutnya menghimpun informasi sebelum
mengambil keputusan (Munandar, 1995: 85).
Proses inkuiri dapat dimulai dengan mengajukan permasalahan-
permasalahan yang kemudian harus dijawab dengan mencari dan
mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dengan permasalahan, baik
berupa narasumber, buku-buku, majalah, jurnal, dan lain sebagainya. Dengan
metode ini berarti peserta didik terdorong untuk melakukan penyelidikan,
11
yang berarti ada minat intrinsik untuk belajar mendapat pemahaman atau
pengetahuan. Pembelajaran dengan metode inkuiri menempatkan peserta didik
ke dalam situasi yang mana mereka harus ikut serta dalam operasi-operasi
intelektual yang terdapat di dalamnya (Beyer, 1999: 6).
Dalam penelitian ini metode inkuiri diterapkan untuk mengerti dan
memahami peristiwa-peristiwa sejarah terutama Sejarah Asia Tenggara yang
diberikan pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah.. Oleh karena
peristiwa sejarah hanya dapat dimengerti dan difahami secara mendalam jika
dikaji melalui proses bertanya, yakni mengapa, siapa, dimana, apa,
bagaimana, kemudian dirumuskan dalam hipotesis dan selanjutnya dicari
jawabannya melalui teknik penyelidikan. Melalui kepekaan terhadap masalah
yang ada dalam peristiwa sejarah, memperjelas dan mencoba merumuskan
dalam bentuk sebagai hipotesis, peserta didik akan bertanya dan menyelidiki
fakta-fakta serta mengumpulkan keterangan-keterangan yang diperoleh dari
nara sumber atau yang terdapat dalam dokumen, buku-buku, majalah, kamus,
gambar, dan kemudian menyimpulkannya. Dengan demikian peserta didik
akan memperoleh pemahaman kembali peristiwa sejarah secara mendalam.
Jadi, dengan inkuiri peserta didik terlibat secara aktif, baik dalam proses
mencari, menyelidiki, maupun dalam memperoleh pengetahuan, sehingga
mampu mengembangkan sikap kritis dan sintesis (Asmawi Zainul, 2000: iv).
Menurut hasil penelitian Schlenker, dalam Dahlan (1999: 60), ternyata metode
pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan pemahaman ilmu pengetahuan, daya
kreativitas, serta kepandaian mengolah informasi. Demikian pula penelitian
soetjipto (2001), menyimpulkan bahwa inkuiri dapat mengimplementasikan
active learning methods. Bertitik tolak dari konsep-konsep pembelajaran
inkuiri serta dalam rangka untuk mendapatkan pemahaman yang optimal
terhadap fakta-fakta atau peristiwa sejarah yang menjadi sumber materi
sejarah, maka dalam penelitian tindakan ini penulis berupaya mengoptimalkan
cara kerja metode inkuiri tersebut dalam pembelajaran di kelas. Untuk
penerapan metode inkuiri yang akan diupayakan pengoptimalannya dalam
penelitian ini, adalah mengikuti model yang telah dikembangkan oleh Byron
12
Massialas dan Benyamin Cox. Adapun tahap-tahap dalam strategi inkuiri
model Massialas dan Cox adalah sebagai berikut.
1. Tahap pertama (orientasi) berisi kegiatan menetapkan masalah sebagai
pokok bahasan yang akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan.
2. Tahap kedua (hipotesis), merumuskan hipotesis sebagai acuan inkuiri.
3. Tahap ketiga (definisi), menguraikan dan memperjelas hipotesis.
4. Tahap keempat (eksploratif), berupa menguji hipotesis menurut logika,
yaitu yang disesuaikan dengan implikasi dan asumsi.
5. Tahap kelima (pembuktian), mengumpulkan data dan fakta-fakta untuk
membuktikan hipotesis.
6. Tahap keenam (generalisasi), yakni membuat kesimpulan sebagai
pemecahan atau jawaban terhadap permasalahan yang dapat diterima
kebenarannya.
E. Paradigma
Pengalaman belajar mahasiswa ditentukan berdasarkan tujuan yang akan
dicapai. Dari penentuan pengalaman belajar itu, maka pengajar sejarah harus
memantapkan pendekatan, metode dan teknik mengajar yang diperlukan.
Pendekatan, metode, dan teknik mengajar ditentukan dengan tujuan untuk
membantu peserta didik dalam belajar seperti yang diharapkan. Karena,
pengajaran sejarah akan berhasil dengan baik apabila untuk keperluan itu
dipakai pendekatan, metode, dan teknik yang sesuai. Dalam mengajar sejarah,
pengajar hendaknya mampu meyakinkan dan mendorong peserta didik untuk
menaruh minat dan rasa ingin tahu mengenai peristiwa masa lampau.
Metode pembelajaran, merupakan salah satu aspek yang terpenting
dalam proses pembelajaran. Untuk meningkatkan kualitas dan proses belajar,
maka diperlukan metode yang tepat sesuai dengan materi ajar, situasi dan
kondisi mahasiswa di lapangan. Tidak ada satupun metode yang paling tepat
untuk diterapkan dalam proses pembelajaran, kecuali sesuai dengan kondisi
13
peserta didik untuk diterapkan suatu metode. Dengan demikian, penerapan
suatu metode pembelajaran harus dinamis dalam menangkap gejala-gejala
yang ada dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran mata kuliah
Sejarah Asia Tenggara Baru yang mengkaji masalah-masalah kontemporer,
maka diperlukan proses pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada
mahasiswa atau ekspositori, melainkan harus berpusat kepada mahasiswa atau
inkuiri. Selain itu pembelajaran yang dialogis akan mengimpresifkan proses
pembelajaran sejarah, sehingga prosesnya menjadi bermakna dan bernuansa
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
F. Pelaksanaan Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di Program Studi
Ilmu Sejarah FIS UNY pada mahasiswa semester III, yang pada semester
September-Desember 2005 menempuh mata kuliah Sejarah Asia Tenggara
Baru.
2. Bidang Penelitian
Bidang masalah yang akan dikaji adalah masalah pendidikan yang
berhubungan dengan perkembangan kegiatan belajar mengajar sejarah
selama ini, terutama dalam rangka optimalisasi penerapan metode inkuiri
dalam pembelajaran mata kuliah Sejarah Asia Tenggara dalam kajian
penelitian ini.
3. Sumber Data
Dalam jenis penelitian ni, peneliti berhadapan dengan data yang
bersifat khas, unik, idiocyncratic, dan multiinterpretable. Data yang paling
penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini adalah data
kualitatif. Data kualitatif tidak bersifat nomotetik (satu data satu makna)
seperti dalam pendekatan kuantitatif atau positivisme. Untuk itu, data-data
kualitatif perlu ditafsirkan agar mendekati kebenaran yang diharapkan.
Adapun jenis sumber data yang didapatkan dalam penelitian ini meliputi:
a. Data tentang perkembangan belajar, nama dan IPK mahasiswa
14
b. Data tentang kesiapan mahasiswa untuk melaksanakan proses
pembelajaran dengan strategi inkuiri
c. Data tentang ketepatan waktu mahasiswa dalam melaksanakan tugas
membuat makalah.
d. Data tentang kemampuan mahasiswa dalam mendapatkan sumber yang
relevan dan tepat waktu
e. Data tentang situasi dan aktivitas pembelajaran di dalam kelas.
f. Data tentang partisipasi, keaktifan dan kreativitas mahasiswa
g. Data tentang penguasaan materi mahasiswa
h. Data tentang kemampuan mahasiswa dalam membuat keputusan dan
menyimpulkan suatu masalah yang telah didiskusikan
i. Data tentang kemampuan pengorganisasian media pembelajaran
j. Teks yang berupa arsip dan dokumen resmi mengenai program
pengajaran, kurikulum, dan catatan-catatan lain yang relevan.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan
mencatat dokumen seputar proses pembelajaran mata kuliah Sejarah Asia
Tenggara Baru.
5. Penerapan Siklus Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua siklus, yakni siklus
pertama sebagai implementasi tindakan, sedangkan siklus kedua sebagai
perbaikan. Secara rinci tahapan kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.
Tahap I. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini meliputi kegiatan perencanaan tindakan yang
dilakukan baik secara umum maupun secara khusus. Perencanaan umum
dilaksanakan pada awal kegiatan penelitian yang meliputi penentuan
tindakan umum, instrumen penelitian, dan pengukuran keberhasilan.
Sedangkan perencanaan khusus dilakukan tiap siklusnya yang lebih
menekankan pada implementasi tindakan per siklus. Rencana tersebut
dilakukan dengan integrasi tindakan di dalamnya.
15
Tahap II. Implementasi Tindakan
Pelaksanaan tindakan mempertimbangkan beberapa pencapaian
hasil yang diharapkan dalam proses pembelajaran. Dalam penerapan
metode inkuiri sebagaimana dalam penelitian ini, proses pembelajaran
ditafsirkan dalam pengertian luas. Pada tahap ini melibatkan peran aktif
dan intensif secara bersama-sama antara dosen, peneliti, dan pakar
pendidikan sejarah. Alur kegiatannya adalah siklus I sebagai berikut.
1. Kelas dibagi menjadi 6 kelompok, dan setiap dua kelompok dibimbing
oleh seorang dosen yang dibantu oleh 1 orang asisten. Dosen
memberikan informasi singkat tentang materi dan tugas yang harus
dikerjakan oleh masing-masing kelompok dengan merumuskan
masalahnya.
2. Masing-masing kelompok/individu diberikan waktu kurang lebih satu
minggu untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan
permasalahannya, dapat berupa narasumber, buku, majalah, jurnal,
dan lain sebagainnya.
3. Setelah materi/sumber terkumpul dan sebelum permasalahan
dipecahkan melalui diskusi, maka proses pengumpulan sumber-
sumber yang berkaitan dengan permasalahan, diberikan penilaian/skor
yang berjenjang 1,2,3, atau 4. Kriteria yang digunakan antara lain:
ketepatan waktu dalam mengumpulkan sumber, kualitas sumber,
jumlah sumber yang diperoleh, dan keaslian sumber.
4. Sewaktu diskusi dalam upaya membuktikan hipotesis yang dibuat,
juga diberikan penilaian/skor: 1,2,3 atau 4, tergantung antara lain:
keaktifan dalam berdiskusi, kualitas dalam memberikan jawaban atau
sanggahan, dan lain sebagainya.
5. Sewaktu masing-masing membuat kesimpulan dari permasalahan yang
dihadapi melalui diskusi, juga diberikan penilaian/skor 1,2,3, atau 4
tergantung dari kualitas hasil kerjanya masing-masing.
Siklus dua juga menerapkan prosedur yang sama seperti pada siklus 1,
tetapi ketika memasuki siklus 2 diskusi kelompok dipersyaratkan
16
memanfaatkan media dalam menyampaikan gagasan untuk lebih
memperjelas penyampaian konsep-konsep dan gagasan dalam
didksusi.
Tahap III. Observasi dan Evaluasi
Dalam tahap ini, observasi dilakukan oleh tim peneliti beserta
asisten penelitian selama implementasi tindakan. Setelah itu kemudian
dilakukan evaluasi hasil tindakan yang sudah dilakukan, melakukan
verifikasi hipotesis tindakan, dan spesifikasi permasalahan yang belum
teratasi. Pada tahap ini melibatkan seluruh tim peneliti termasuk pimpinan
program studi.
Tahap IV. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, seluruh anggota tim
peneliti melakukan refleksi. Dalam proses refleksi, setiap anggota tim
peneliti dan semua partisipan bebas menyatakan pendapat berdasarkan
hasil observasi dan evaluasinya. Refleksi dimaksudkan sebagai feed back
untuk memikirkan kekurangan dan kelebihan dalam proses pembelajaran.
Hasil refleksi digunakan sebagai acuan dalam perencanaan
siklus yang selanjutnya. Siklus yang berikutnya merupakan perbaikan dari
siklus sebelumnya dalam hal tindakan ataupun yang lain berdasarkan efek
yang ditimbulkan atau hal lain yang terjadi pada siswa dalam proses
pembelajaran.Tindakan dalam setiap siklus mengalami perubahan sesuai
dengan kebutuhan dan hasil refleksi. Ketika siklus 1 selesai, maka hasil
evaluasi dan refleksi merekomendasikan bahwa perlu penambahan
penggunaan media oleh mahasiswa dalam memimpin diskusi.
G. Hasil Penelitian
1. Situasi Umum Jurusan Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS-UNY, didirikan pada tanggal 21 Mei
1964. Berdasarkan Keputusan Rektor No.5 tahun 1965 tentang Struktur
Organisasi IKIP Yogyakarta, Jurusan Sejarah bernaung di bawah Fakultas
Keguruan Ilmu Sosial (FKIS). Nama Jurusan Sejarah berubah menjadi Jurusan
17
Pendidikan Sejarah bersamaan dengan bergantinya nama FKIS menjadi
FPIPS (Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial). Ketika konsep jurusan
dibedakan dengan konsep program studi, maka sejak tanggal 28 Februari
tahun 1983 berdasarkan SK Pendirian No.0554/0/1983 tertanggal 28 Februari
1983 berdirilah Program Studi Pendidikan Sejarah dan diselenggarakan oleh
Jurusan Pendidikan Sejarah. Sejak tahun 1999 nama FPIPS berganti menjadi
Fakultas Ilmu Sosial dan IKIP Yogyakarta berganti menjadi Universitas
Negeri Yogyakarta ( UNY ) sehubungan dengan Keputusan Presiden No.
93 Tahun 1999 tentang Perluasan Mandat (wider mandate).
Selanjutnya dengan mempertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan
tenaga sarjana di bidang Ilmu Sejarah serta perlunya penyelenggaraan
Program Studi S-1 Ilmu Sejarah dan dengan pertimbangan bahwa UNY telah
memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan program studi tersebut, maka
dengan Keputusan No.141 / DIK / Kep./2000 Direktur Jendral Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional RI menetapkan penyelenggaraan
Program S-1 Ilmu Sejarah yang penyelenggaraannya diserahkan kepada
Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY. Pada tahun akademik 2003/2004
Jurusan Pendidikan Sejarah juga diserahi tugas untuk menyelenggarakan
Program Studi S-1 Pendidikan Sosiologi yang berdiri dengan berdasarkan
Surat Perijinan dari Ditjen Pendidikan Tinggi No.438 / D2.2 / 2004, tertanggal
24 Maret 2004. Demikianlah, maka sejak tahun akademik 2003 / 2004 Jurusan
Pendidikan Sejarah menyelenggarakan 3 (tiga) program studi, yaitu :
Program Studi S-1 Pendidikan Sejarah, Program Studi S-1 Ilmu Sejarah,
dan Program Studi S-1 Pendidikan Sosiologi. Program Studi S-1 Pendidikan
Sejarah telah memiliki status terakreditasi dengan nilai A.
Tujuan Jurusan Pendidikan Sejarah adalah untuk menghasilkan
tenaga kependidikan di bidang pendidikan sejarah dengan profil lulusan yang
memiliki kemampuan dan kompetensi : (1) melaksanakan tugas kependidikan
sebagai guru sejarah yang menguasai materi ajar dan mampu mengelola
pembelajaran secara bermakna di SLTP, SMU, Madrasah Aliyah, dan di
SMK, secara kritis, kreatif, dan inovatif; (2) melaksanakan tugas dengan baik
18
sebagai guru IPS di SLTP Terbuka, SLTP Kecil, dan SLTP Terpadu; (3)
bekerja di luar bidang kependidikan seperti di bidang pariwisata, dan museum;
(4) mengembangkan kajian tentang Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah
untuk kepentingan pembelajaran dan pengembangan ilmu melalui prosedur
penelitan yang benar; (5) mengabdikan dan mengamalkan ilmu dan
ketrampilan yang dimiliki serta responsif dan antisipatif terhadap
perkembangan sosial kemasyarakatan.
Jurusan Pendidikan Sejarah telah beberapa kali mengalami pergantian
kurikulum. Kurikulum Tahun 2002 sejak Tahun Akademik 2004/2005
diberlakukan di Jurusan Pendidikan Sejarah. Kurikulum 2002 ini sejalan
dengan penciptaan lulusan yang diharapkan dapat memasuki dunia kerja lebih
kompetitif di bidang kependidikan dengan menerapkan prinsip-prinsip
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pada tahun akademik 2004 / 2005
ini penyelenggaraan proses pembelajaran di Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS,
UNY sesuai dengan SK Mendiknas No. 232 / U / 2000 dan SK No. 045 / U /
2002 didasarkan pada Kurikulum 2002 yang Berbasis Kompetensi dengan
pendekatan fleksibilitas dan pengembangan common ground, dengan total
SKS 144 SKS yang terdiri dari kelompok matakuliah MPK, MKK, MKB,
MPB, dan MBB.
Keaktifan mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran tetap
mengikuti peratuan akademik yang berlaku di UNY, mahasiswa diharuskan
hadir minimal 75%. Dalam proses pembelajaran mahasiswa rata-rata
memerlukan waktu 5.5 (lima) tahun. Kehadiran dosen di kelas teori dan
Laboratorium rata-rata 78,13%. Waktu yang diperlukan mahasiswa untuk
menyelesaikan tugas akhir (skripsi) rata-rata 2.5 semester; adapun mahasiswa
yang selesai kurang dari 1 (satu) semester berjumlah 3.13 %, persentase
terbesar adalah yang lebih dari dua semester, yaitu 71.87 %. Upaya Jurusan
Pendidikan Sejarah untuk memperpendek waktu studi adalah
menyelenggarakan program semester pendek, meningkatkan peran PA
(Pembimbing Akademik), optimalisasi bimbingan tugas akhir (skripsi),
19
peninjauan kurikulum 2002, dan menambah koleksi perpustakaan dan
laboratorium.
Kinerja dosen dalam mengelola proses pembelajaran perlu
ditingkatkan. Kehadiran dosen dalam mengajar di kelas dan di laboratorium
rata-rata 78,13% dari ketentuan 16 kali tatap muka. Kegiatan akademik yang
berupa bimbingan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) dan PPL (Praktek
Pengalaman Lapangan) berlangsung sesuai dengan perencanaan, namun dosen
sering kesulitan mengikuti kegiatan seminar “seton” dan seminar proposal
skripsi karena mengajar atau mengikuti kegiatan lain. Upaya jurusan untuk
keperluan monitoring kegiatan akademik yang dilakukan dosen adalah
menyebarkan angket kepada mahasiswa untuk diisi, termasuk kehadiran dosen
dan berbagai bimbingan kepada mahasiswa.
Jurusan Pendidikan Sejarah memiliki satu ruang dosen seluas 54 m2
yang digunakan bersama dilengkapi inventaris seperti meja dan kursi untuk 28
dosen dan satu orang tenaga administratif. Di samping itu terdapat ruang-
ruang kecil tersendiri yang dipergunkan dosen-dosen senior sebagai ruang
kerja. Guna menunjang proses belajar-mengajar (PBM), Jurusan Pendidikan
Sejarah diberi jatah menggunakan tiga (3) ruang kelas yang dipakai di
lingkungan FIS UNY dengan masing-masing luas ruangan 72 m2. Jurusan
Pendidikan Sejarah memiliki 2 unit computer yang dapat dipergunakan untuk
administrasi jurusan dan kepentingan staf pengajar dalam rangka
meningkatkan kinerjanya sebagai tenaga akademik. Baru-baru ini Jurusan
Pendidikan Sejarah menerima layanan internet, dan dua buah lep top untuk
kepentingan belajar mengajar. Selain itu terdapat satu ruangan laboratorium
Jurusan Pendidikan Sejarah dengan luas 60 m2 yang secara bersamaan
dipakai sebagai tempat perpustakaan Jurusan. Laboratorium digunakan oleh
dosen dan mahasiswa baik dalam rangka PBM, penelitian maupun PPM.
Laboratorium ini dilengkapi sejumlah sarana dan prasarana seperti perangkat
audio, audiovisual, komputer dan layanan perpustakaan. Sementara fasilitas
pendukung pembelajaran di tingkat universitas tersedia UPT Perpustakaan,
Unit Pengembangan Sumber Belajar (UPSB), Pusat Komputer (UPT
20
Puskom), UPT MKU (Mata Kuliah Umum) dan Unit Penyelenggaraan
Pengalaman Lapangan (UPPL), serta unit-unit non struktural lainnya.
Fasilitas fisik Jurusan Pendidikan Sejarah yang berwujud
bangunan/gedung memiliki luas : 6x10 m, dan dipergunakan sebagai tempat
kerja Ketua Jurusan (merangkap Ketua Program Studi), Sekretaris Jurusan,
Ketua Program Studi Ilmu Sejarah dan Pendidikan Sosiologi, dan beberapa
staf jurusan serta seorang staf administrasi. Ada 7(tujuh) orang dosen yang
telah memperoleh ruang kerja di ruang remodeling dengan luas 2,5x 3 m
untuk 2 (dua) orang. Ruang jurusan itu tidak kondusif untuk bekerja dosen
karena terlalu padat terutama saat mahasiswa konsultasi, sehingga layanan
kepada mahasiswa kurang optimal.
Ruang kelas untuk kuliah teori berjumlah 4 ruang, tiga ruang di
antaranya berkapasitas 45 orang dan 1 ruang berkapasitas 30 orang. Untuk
praktek mengajar (PPL I) menggunakan ruang laboratorium dan ruang micro
teaching, sedangkan untuk praktek laboratorium diselenggarakan di ruang
laboratorium.
Jurusan Pendidikan Sejarah baru memiliki 1 laboratorium dengan luas
ruangan 6x10 m. Ruang laboratorium dipergunakan untuk berbagai kegiatan,
yaitu praktek pengembangan laboratorium, micro teaching, seminar proposal
skripsi, ruang baca, dan tempat layanan perpustakaan jurusan. Kapasitas ruang
laboratorium ialah 20 orang, sedangkan kelas pratikum antara 10-40 orang
maka penjadwalan dilakukan secara ketat. Permasalahan ini dapat diatasi oleh
jurusan dengan penjadwalan terpisah antara mata kuliah PPL I (micro
teaching) dan mata kuliah Komputer dan Pengembangan Laboratorium, yaitu
diberikan pada semester yang berbeda. Adanya Program studi Pendidikan
Sosiologi maka jumlah mahasiswa semakin bertambah dari tahun ke tahun
sehingga perlu perbaikan ruang laboratorium dan penambahan peralatan
praktikum sesuai dengan kebutuhan mahasiswa Pendidikan Sosiologi.
Peralatan praktikum untuk Program studi Pendidikan Sejarah relatif masih
baik, kondisi peralatan yang ada diperkirakan antara 75%-90%. Hal ini karena
perawatan cukup memadai dan biaya perawatan yang tidak terlalu besar
21
dikeluarkan jurusan. Laboratorium jurusan belum memiliki laboran/teknisi
sehingga sering minta bantuan dari jurusan lain yang sudah meiliki teknisi
untuk perbaikan peralatan yang rusak.
Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah belum mempunyai ruang
sendiri, masih menjadi satu dengan ruang laboratorium. Pengelola
laboratorium sekaligus memiliki tanggungjawab pada masalah kelangsungan
perpustakaan, seperti perencanaan dan pengajuan usulan permintaan fasilitas-
fasilitas yang dibutuhkan. Staf pengajar yang ditunjuk jurusan untuk
mengelola perpustakaan dibantu oleh 3 orang mahasiswa yang ditunjuk
jurusan untuk mengurusi sirkulasi peminjaman koleksi pustaka. Pengadaan
pustaka dilakukan dengan cara menganjurkan mahasiswa yang sudah lulus
untuk memberikan 1 (satu) buku teks. Selain itu juga sumbangan dari dosen-
dosen dan pembelian sendiri dengan dana yang dapat dikumpulkan dari para
peminjam yang terkena denda. Hingga kini perpustakaan jurusan mempunyai
koleksi buku-buku berjumlah 1090 buah (881 judul), copy buku : 743 buah
(415 judul), diktat : 64 buah, copy diktat: 6 buah, dan skripsi :1952 buah.
Mahasiswa diperbolehkan meminjam keluar buku-buku perpustakaan, dari
transaksi peminjaman terlihat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
yakni dari 291 pada semester gasal 1999 menjadi 708 pada semester gasal
2003. Dilihat dari kebutuhan tiap-tiap mata kuliah maka koleksi itu sudah
cukup memadai untuk Program studi Pendidikan Sejarah dan Program studi
Ilmu Sejarah. Koleksi milik perpustakaan cukup terpelihara dan sering
dilakukan perbaikan karena adanya kunjungan-kunjungan dari siswa SMU
dan SLTP serta instansi lain. Permasalahan yang dihadapi jurusan adalah
sangat sedikit tersedia bahan pustaka untuk mahasiswa Program studi
Pendidikan Sosiologi, karena itu perlu segera dilakukan pengadaan sesuai
dengan daftar pustaka yang terdapat pada silabi masing-masing dosen.
Pengelola perpustakaan perlu melakukan pengecekan daftar pustaka pada
silabi-silabi itu apakah dapat diketemukan di Perpustakaan UNY atau tidak,
agar mahasiswa merasa terlayani dengan baik oleh pengelola. Sementara itu
22
upaya fakultas untuk membuat perpustakaan IPS belum terlaksana, hingga
kini baru mencapai tahap perencanaan.
Manajemen data dan informasi yang dipakai selama ini masih
didominasi oleh peralatan yang terbatas kualitas dan kuantitasnya. Perangkat
keras dan lunak dengan bantuan komputer masih sebatas pada pengolahan
data. Komputer yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi belum
dimanfaatkan secara optimal menjadi sistem pendukung pengambilan
keputusan yang terencana secara baik. Permasalahan yang dihadapi adalah
keterbatasan kemampuan untuk mengoperasikan, membuat program,
perawatan perangkat keras dan lunak dalam kaitannya dengan manajemen
layanan akademik.
2. Proses Pembelajaran Sejarah Asia Tenggara Baru
Pembelajaran mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Baru, diberikan
kepada mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, baik pada Program Studi Ilmu
Sejarah, maupun Program Studi Pendidikan Sejarah. Bedanya, jika di Program
Studi Pendidikan Sejarah mata kuliah tersebut diselenggarakan di semester
IV, tetapi di Program Studi Ilmu Sejarah diselenggarakan pada semester III.
Pada Program Studi Ilmu Sejarah inilah penelitian tindakan kelas
dilaksanakan dengan penerapan metode inkuiri untuk meningkatkan kualitas
proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi tim, lingkungan fisik kelas baik ruangan
maupun lingkungan sekitar kurang mendukung. Ruang kuliah untuk kegiatan
pembelajaran berada dekat jalan yang ramai dilalui kendaraan sehingga
suasana bising. Di samping itu, ruang kelas untuk pembelajaran mata kuliah
Sejarah Asia Tenggara juga dilewati jalan-jalan strategis baik oleh dosen
maupun mahasiswa, sehingga seringkali perkuliahan terganggu karena banyak
orang yang lewat di depan ruang kelas. Sedangkan sarana dan prasarana kelas
sudah cukup memadai, karena di setiap kelas sudah disediakan alat Bantu
berupa OHP, dan jurusan juga memiliki LCD beserta perangkatnya yang
dapat dipakai untuk kegiatan pembelajaran.
23
Sedangkan masalah sumber belajar yang tersedia baik di jurusan
maupun laboratorium masih sangat terbatas. Laboratorium sejarah tidak
memiliki cukup sumber belajar untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Oleh karena itu, ketika mahasiswa diminta untuk mencari sumber-sumber
belajar, maka rata-rata mahasiswa merasa kesulitan untuk mendapatkannya,
sehingga harus mencari di luar universitas, karena di universitas juga sumber-
sumber yang berkaitan dengan mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Baru masih
sangat terbatas. Begitu pula dengan media pembelajaran yang masih terbatas
kuantitasnya, sehingga tidak setiap dosen dapat menggunakan alat dan media
dalam waktu yang sama, karena digunakan oleh dosen lain. Begitu pula
dengan kepemilikan sumber oleh mahasiswa masih sangat rendah jika tidak
mau dikatakan miskin sumber.
Secara umum, proses pembelajaran berjalan dengan tertib, dan terjadi
proses yang dialogis yang multi arah, sehingga pembelajaran terkesan
impresif. Mahasiswa rata-rata ikut aktif dalam kegiatan pembelajaran,
sehingga dapat dilihat bahwa mereka memiliki sikap yang positif dan serius
terhadap mata kuliah. Terhadap diterapkannya metode inkuiri, mahasiswa
juga menganggap baik terhadap strategi itu, terlebih diterapkan di Program
Studi Ilmu Sejarah yang rata-rata mahasiswanya kritis. Begitu pula dalam
menanggapi tugas yang diberikan oleh dosen berkaitan dengan mata
kuliahnya.
Tanggapan mahasiswa terhadap strategi inkuiri adalah positif, tetapi
menganggap bahwa faktor pendukung untuk diterapkannya metode tersebut
masih sangat terbatas, sehingga proses pembelajaran kurang maksimal.
Mahasiswa menilai bahwa rendahnya kualitas pembelajaran sejarah lebih
banyak diakibatkan oleh minimnya sarana belajar. Contoh kasus yang kasat
mata seperti eksistensi laboratorium yang lepas dari perhatian khalayak,
menjadikan laboratorium semakin kehilangan fungsinya, karena mahasiswa
lebih memilih untuk mencari sumber belajar di luar, sehingga laboratorium
terkesan hanya sebagai museum belaka. Melihat hal ini tentunya mahasiswa
bertanya apakah begitu tidak berharganya ilmu sejarah sehingga hampir-
24
hampir tidak diakui eksistensinya dalam masyarakat. Kondisi inilah yang
menjadi penyebab utama ketertinggalan pembelajaran ilmu-ilmu sosial
dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya, termasuk pembelajaran sejarah.
Melalui pengembangan metodologi dengan strategi inkuiri ini, diharapkan
mahasiswa tidak lagi tergantung pada faktor pundukung yang bersifat teknis,
tetapi lebih kepada substansinya dalam pembelajaran.
Jumlah peserta mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Baru relative besar,
yaitu sebanyak 46 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa semester III dan
mahasiswa semester di atasnya yang mengulang atau memperbaiki. Dalam
penerapan metode inkuiri, mahasiswa dibagi menjadi 6 kelompok di mana 4
kelompok pertama masing-masing 7 mahasiswa, sedangkan 2 kelompok
berikutnya masing-masing 8 mahasiswa. Kelompok ini relatif besar karena
strategi perkuliahan direncanakan dalam dua fase yaitu fase sampai ujian mid
semester, dan fase sampai akhir semester. Penelitian action research dengan
penerapan metode inkuiri, dilaksanakan pada fase pertama dengan dua siklus.
Pada siklus pertama, kelompok diskusi yang maju presentasi sebanyak 3
kelompok, sedangkan 3 kelompok berikutnya pada siklus 2. Sedangkan pada
fase 2 yakni dari mid semester sampai akhir semester, adalah fase pasca
penelitian yang juga tetap menggunakan metode inkuiri dengan berbagai
perbaikan-perbaikan setiap siklusnya.
Adapun materi kuliah berdasarkan silabi yang menjadi fokus
penelitian adalah: (1) pemerintahan Ferdinand Edralin Marcos di Filipina, (2)
terjadinya revolusi damai di Filipina, (3) eksistensi Islam di Filipina Selatan,
(4) revolusi Thailand 1932 dan peranan militer, (5) pemerintahan Ne Win di
Myanmar, dan (6) perjuangan menegakkan demokrasi. Berkaitan dengan
pembagian tugas kelompok, maka kelompok 1 mendapat materi 1, kelompok
2 mendapat materi 2, dan seterusnya sampai kelompok 6.
Dalam realisasi penerapan strategi inkuiri, semua kelompok tepat
waktu dalam mengumpulkan sumber. Hal ini terbukti dengan terkumpulnya
semua makalah diskusi tepat waktu, setelah selama 2 minggu mahasiswa
diberi kesempatan untuk mencari sumber, mempelajarinya, dan menyusunnya
25
dalam sebuah makalah diskusi. Namun demikian, dalam hal kualitas dan
relevansi sumber, jumlah dan ragam sumber yang diperoleh, serta keaslian
sumber rata-rata tiap kelompok mendapat skor 3 atau kategori baik. Data
kualitatif ini menunjukkan bahwa ada keseriusan mahasiswa dalam
melaksanakan strategi inkuiri yang lebih berpusat pada mahasiswa.
Pada siklus 1, dalam diskusi kelompok setiap mahasiswa sudah cukup
aktif dimana rata-rata kelompok mendapat skor 3 atau kategori baik.
Kemampuan kerja tim, kualitas dalam memberi jawaban, kemampuan
menghargai pendapat orang lain, kualitas dalam mengatur jalannya diskusi,
juga sudah sudah baik rata-rata mendapat skor 3. Begitu pula dengan kualitas
makalah diskusi yang sudah layak memenuhi tata tulis ilmiah.
Dalam hal kemampuan menjadi pengamat diskusi, masing-masing
kelompok sudah menunjukkan kerja yang baik, terlihat dari kemampuan
masing-masing kelompok dalam mengambil kesimpulan baik lisan maupun
tertulis. Demikian juga halnya kemampuan dalam memberikan umpan balik,
masing-masing kelompok mendapat skor 3, atau rata-rata mampu memberikan
umpan balik pada peserta diskusi.
Dalam siklus 2, berdasarkan hasil pengamatan dan observasi selama
pelaksanaan tindakan siklus 1, dipersyaratkan kepada kelompok untuk
menggunakan media dalam menjelaskan konsep dalam diskusi. Hasilnya,
terjadi peningkatan yang signifikan kualitas proses pembelajaran
dibandingkan dengan siklus 1. Proses pembelajaran menjadi lebih impresif,
dan bahkan terjadi pembelajaran yang dialogis dan multi arah. Namun
demikian, berdasarkan interpretasi tim peneliti dapat dikatakan bahwa
kelompok yang paling menonjol dan mampu menghidupkan jalannya diskusi
adalah kelompok 6 yang dipimpin oleh Anugraheni. Kelompok inilah yang
telah mengindikasikan sehingga tim peneliti dapat menyimpulkan bahwa
penerapan siklus 2 manambah baiknya proses pembelajaran. Dan secara
umum, proses pembelajaran dengan strategi inkuiri terpimpin telah
menunjukkan meningkatnya kualitas pembelajaran mata kuliah Sejarah Asia
Tenggara Baru pada Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial ini.
26
Terhadap silabi mata kuliah, berdasarkan hasil angket yang disebarkan
rata-rata mahasiswa merasa tertarik dan tertantang dengan silabi yang
disodorkan oleh dosen. Hal demikian juga terjadi dalam pengembangan model
dan penerapan strategi inkuiri dimana mahasiswa merasa senang terhadap
pengembangan proses pembelajaran. Begitu pula dengan diterapkannya siklus
kedua yang dianggap lebih menantang dan menjadikan semakin impresifnya
proses pembelajaran.
H. Pembahasan dan Analisis
Sesuai dengan kompleksitas dan globalnya kecenderungan dan
perkembangan masyarakat dalam perjalanan sejarahnya, maka sudah pada
tempatnyalah apabila persepektif pengajaran sejarah berorientasi pada masa
depan. Hal ini berarti akan memerlukan orientasi, atau mungkin lebih tepat
perluasan wawasan pengajaran sejarah, yaitu dari orientasi pengajaran sejarah
yang menekankan aspek masa kelampauannya (past oriented), perlu diperluas
kearah orientasi pengajaran sejarah berwawasan masa depan (future oriented).
Penekanan wawasan pengajaran sejarah pada masa depan ini, pada dasarnya
juga sesuai dengan hakekat tujuan pendidikan yang mempersiapkan kehidupan
masa depan bagi generasi penerus. Konsep masa lampau adalah guru terbaik
bagi masa depan, dapat menjadi salah satu perspektif yang strategis dalam
menempatkan konsep wawasan masa depan dalam pengajaran sejarah yang
dinamis (Djoko Suryo: 2005: 3).
Sejalan dengan teori Fenton (1967: 262), bahwa berdasarkan
observasi terhadap strategi pembelajaran yang dilakukan oleh para pengajar
sejarah, ternyata strategi itu bergerak pada suatu kontinum dari strategi
ekspositori sampai pada strategi inkuiri. Strategi ekspositori menunjukkan
keterlibatan pengajar secara penuh menuntut keterlibatan mental pengajar
untuk mampu memilih model dan metode mengajar yang sesuai dengan beban
dan isi materi serta tujuan yang akan dicapai. Penentuan terhadap satu model
mengajar akan membuka kemungkinan untuk menggunakan beberapa metode
mengajar. Sedangkan strategi inkuiri menunjukkan keterlibatan mahasiswa
27
atau peserta didik secara penuh dalam kegiatan belajar mengajar. Strategi
inkuiri yang diterapkan dalam mata kuliah Sejarah Asia Tenggara ini juga
menunjukkan proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Proses
pembelajaran menuntut mahasiswa untuk aktif dan kreatif dalam mencari
sumber-sumber, menemukan masalah, dan memecahkannya berdasarkan
kemampuan interpretasi masing-masing. Konsep inkuiri ini tidak sepenuhnya
pembelajaran berbasis mahasiswa, melainkan adanya keterlibatan dosen dalam
memimpin dan mengarahkan proses pembelajaran. Oleh karena itu, tim
peneliti menyepakati lahirnya konsep dan paradigma yang betul-betul baru
yakni adanya strategi atau metode inkuiri terpimpin dalam proses
pembelajaran mahasiswa atau peserta didik pada umumnya. Konsep inkuiri
terpimpin ini lahir dari pemikiran bahwa meskipun proses pembelajaran sudah
berubah paradigma dari pembelajaran konvensional yang berpusat pada
pengajar yang beralih menjadi pembelajaran mutakhir yang berpusat
mahasiswa sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi, namun
peranan dosen sebagai pengajar dan pendidik, tidak akan pernah dapat
digantikan oleh konsep besar manapun.
Sesuai pula dengan teori belajar yang umum, metode inkuiri
merupakan suatu metode atau strategi pembelajaran yang memungkinkan para
peserta didik untuk menemukan jawabannya sendiri (Soewarso, 2000: 57).
Metode inkuiri adalah metode pembelajaran yang dalam penyampaian bahan
pelajarannya tidak dalam bentuknya yang final, atau dalam artian tidak
langsung. Artinya, dalam penyampaian metode inkuiri peserta didik sendirilah
yang diberi peluang untuk mencari (menyelidiki/meneliti) dan memecahkan
sendiri jawaban (permasalahan) dengan mempergunakan teknik pemecahan
masalah. Namun demikian pengajar bertindak sebagai pengarah, mediator, dan
fasilitator, yang wajib memberikan informasi yang relevan, sesuai dengan
permasalahan atau materi pelajaran. Hal tersebut dapat berlangsung dalam
kelompok-kelompok kecil dalam kelas melalui diskusi dan bermain peran.
Dalam kegiatan ini peserta didik dituntut aktif terlibat dalam situasi belajar.
Peserta didik menyadari masalah, mengajukan pertanyaan, selanjutnya
28
menghimpun informasi sebelum mengambil keputusan (Munandar, 1995: 85).
Dengan demikian sangat jelas metode inkuiri memberikan kebebasan yang
besar pada peserta didik untuk mengembangkan dirinya, meskipun tidak
terlepas dari peranan dosen dalam memimpin, membimbing, dan memberi
arahan dalam proses pembelajaran.
Begitu pula dengan penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran
mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Baru pada Program Studi Ilmu Sejarah,
menunjukkan keanekaragaman pencerminan dan kecenderungan yang
mengacu pada teori-teori inkuiri yang berpola interpretatif. Inkuiri terpimpin
sebagaimana konsep baru yang dikemukakan, dalam artian proses inkuiri tidak
melepaskan strategi ekspositori yang mengkondisikan peranan dosen dalam
proses pembelajaran. Dengan didahului oleh strategi ekspositori, maka
mahasiswa mendapat arahan yang jelas tentang status mata kuliah yang
ditempuhnya, dan mendapat masukkan yang bermakna tentang strategi untuk
mempelajarinya. Namun demikian yang menjadi permasalahan pokok adalah
tersedianya sumber belajar yang memadai sehingga proses pembelajaran
dengan strategi apapun dapat berjalan dengan baik.
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis dalam penelitian ini, maka
dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan metode inkuiri yang diawali
dengan strategi ekspositori dan diakhiri dengan strategi inkuiri dalam
pembelajaran mata kuliah Sejarah Asia Tenggara Baru di Program Studi Ilmu
Sejarah, kualitas pembelajaran mahasiswa meningkat. Kontinum ekspositori
menunjukkan keterlibatan dosen dalam memberikan arahan yang jelas tentang
apa-apa yang harus dikerjakan oleh mahasiswa. Kemudian strategi inkuiri
dimana keterlibatan mahasiswa secara penuh dalam merumuskan masalah
materi pembelajaran, menyusun hipotesa, memperjelas dan menguraikan
hipotesa, menguji hipotesa, pembuktian, dan generalisasi. Pola pembelajaran
bergerak dari strategi ekspositori yang melibatkan dosen dalam pengarahan
awal, sampai pada strategi inkuiri yang melibatkan peranan mahasiswa secara
29
penuh. Dengan strategi inkuiri ini, terjadi pembelajaran yang impresif dan
dialogis yang melibatkan seluruh mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Ketika dipadu dengan metode diskusi, maka peranan mahasiswa dalam proses
inkuiri semakin tampak dan memberi warna baru tentang perlunya
pembelajaran yang multimetode dan multimedia.
J. Implikasi dan Saran
Dengan adanya ungkapan bahwa tidak ada satu metode dan strategi
pun yang paling baik untuk diterapkan kecuali tepat dan sesuai dengan kondisi
peserta didik, maka menunjukkan bahwa metode apapun akan cocok dan
efektif apabila sesuai dengan kondisi dalam proses pembelajaran. Metode
ceramah sekalipun akan cocok apabila peserta didik memiliki tingkat
pemahaman tinggi, dan dalam kapasitas kelas yang besar. Namun demikian
akan lebih baik apabila pengajar mampu menyeleksi tentang mana-mana
metode yang cocok untuk diterapkan dalam kelasnya. Atau dapat pula
memadu beberapa metode sehingga proses pembelajaran tidak membosankan
bagi peserta didik, dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam kegiatan belajar mengajar, sistem pengajaran yang bermakna
adalah pengajaran yang dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan-
tujuan belajarnya. Meskipun proses belajar mengajar tidak dapat sepenuhnya
berpusat pada peserta didik sebagaimana tuntutan kurikulum kompetensi,
tetapi yang perlu dicermati adalah bahwa pada hakekatnya peserta didiklah
yang harus belajar dan mengembangkan diri. Oleh karena itu proses belajar
mengajar perlu berorientasi pada kebutuhan dan intelektualitas peserta didik.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar harus dapat
memberikan pengalaman belajar lamngsung yang menyenangkan dan berguna
bagi peserta didik. Dengan demikian, pengajar perlu memberikan bermacam-
macam pengalaman baik langsung maupun tidak langsung mengenai situasi
belajar yang memadai untuk materi yang disajikan, dan menyesuaikannya
dengan kemampuan serta karakteristik peserta didik sebagai insan yang
sedang dikembangkan. Berkaitan dengan itu, maka tugas pengajar adalah
30
memberi arahan dan bimbingan yang jelas dan bermanfaat bagi dinamika
intelektualitas peserta didik.
Tugas dan tanggungjawab profesi pengajar adalah memberikan
pelayanan yang baik pada subjek belajar. Mengajar merupakan suatu aktivitas
profesional yang memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan mencakup hal-
hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan-keputusan. Sekarang ini
pengajar lebih dituntut untuk berfungsi sebagai pengelola proses belajar
mengajar yang melaksanakan tugas yaitu dalam merencanakan, mengatur,
mengarahkan, dan mengevaluasi. Namun demikian bukan berarti pengajar
telah lepas sama sekali dalam proses pembelajaran, melainkan tetap memiliki
peran yang besar dalam memimpin proses pembelajaran. Keberhasilan dalam
belajar mengajar sangat tergantung pada kemampuan pengajar dalam
merencanakan, yang mencakup antara lain menentukan tujuan belajar peserta
didik, bagaimana caranya agar peserta didik mencapai tujuan tersebut, sarana
apa yang diperlukan, dan lain sebagainya, sehingga proses pembelajaran
menjadi terarah. Dalam hal mengatur, yang dilakukan pada waktu
implementasi apa yang telah direncanakan dan mencakup pengetahuan tentang
bentuk dan macam kegiatan yang harus dilaksanakan, bagaimana semua
komponen dapat bekerjasama dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditentukan. Pengajar bertugas untuk mengarahkan, memberikan motivasi, dan
memberikan inspirasi kepada peserta didik untuk belajar. Memang benar tanpa
pengarahan pun masih dapat juga terjadi proses belajar, tetapi dengan adanya
pengarahan yang baik dari pengajar maka proses belajar dapat berjalan dengan
lancar. Sedangkan dalam hal mengevaluasi, termasuk penilaian akhir, hal ini
dimaksudkan apakah perencanaan, pengaturan, dan pengarahannya dapat
berjalan dengan baik atau masih perlu diperbaiki. Jika masih terdapat
kekurangan dalam proses pembelajaran, maka tugas pengajar adalah
mengembangkannya berdasarkan suatu evaluasi, dan atau bahkan berdasarkan
hasil penelitian yang terencana secara sistemis dan sistematis. Dengan
demikian pada dasarnya, pengajar adalah peneliti yang harus memiliki
kemampuan tinggi dalam menilai dan menginterpretasi gejala-gejala yang
31
muncul dalam proses pembelajaran. Jika pengajar tidak memiliki kemampuan
meneliti, maka proses pembelajaran yang gagal atau kurang berhasil akan
terus berlangsung.
Sebagai saran bagi para staf pengajar khususnya pengajar sejarah,
bahwa pembelajaran yang bermakna harus dinamis dan memerlukan
kreativitas dari pengajar untuk mengembangkannya. Apabila pengajaran
sejarah tetap terpola pada strategi konvensional, maka pengajaran sejarah
yang demikian telah terperangkap pada bidang gelap yang menyesatkan.
Pengajarah sejarah akan kehilangan arah dan makna, atau lebih buruk lagi
dampak destruktruktifnya akan ditinggalkan oleh orang banyak. Dengan
demikian, tugas pengajar adalah selalu tanggap terhadap perkembangan
situasi, termasuk harus memiliki kompetensi dalam merespon arus perubahan
yang semakin global dan kompetitif.
Lampiran 1
DAFTAR PUSTAKA
Banathy, Bela H. 1992. A Systems View of Education: Concepts and Principles for Effective Practice. Englewood Cliffs: Educational Technology Publications.
Beyer. Barry K. 1999. Inquiri in the Social Studies Classroom Strategy for
Teaching. Ohio: Charles Merry Publishing Company. Budiono dan Ella Yulelawati. 1999. Penyusunan Kurikulum Berbasis
Kemampuan. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.019, Tahun Ke-5 Oktober. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Eko, Budi Sucipto. 2001. Inquiry as a Method of Implementing Active
Learning. Dalam Jurnal Ilmu Pendidikan, No.8. Vol.3., hlm.27. Freire, Paulo. 1999. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan
Pembebasan. Terj. Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gunning, Dennis. 1978. The Teaching of History. London: Cronhelm.
32
Hariyono. 1992. Pengajaran Sejarah dan Egenwelt Subjek-Didik. Historika. No.1 Vol 1. Surakarta: PPs Pendidikan Sejarah IKIP Jakarta KPK UNS.
Kartodirdjo, Sartono.1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi
Indonesia: Suatu Alternatif. Jakarta: PT Gramedia. Maarif, Ahmad Syafii. 1995. Historiografi dan Pengajaran Sejarah.
Yogyakarta: FPIPS IKIP Yogyakarta. MD. Dahlan. 1999. Model-Model Mengajar. Bandung Diponegoro. Miles, M.B. and Huberman, A.M. 1984. Qualitative Data Analysis: A
Sourcebook of New Methods. Beverly Hills CA: Sage Publications. Patton, M.Q. 1980. Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills, CA.: Sage
Publication. Saylor, J.G. 1981. Curriculum Planning for Better Teaching and Learning,
Fourth Edition. Japan: Holt. Soedjatmoko. 1976. Kesadaaran Sejarah dalam Pembangunan. Prisma No. 7.
Jakarta. Soewarso. 2000. Cara-cara Penyampaian Pendidikan sejarah Untuk
Membangkitkan Minat Peserta Dikid Mempelajari sejarah Bangsanya. Jakarta: Dirjen dikti Depdiknas.
Spradley, J.P. 1980. Participant Observation. New York, N.Y.: holt, Rinehart,
and Winston. Surakhmad, Winarno. 2000. Metodologi Pengajaran Nasional. Jakarta:
UHAMKA. Suud, Abu. 1994. Format Metodologi Pengajaran Sejarah Dalam
Transformasi Nilai dan Pengetahuan. Makalah Seminar Nasional Memantapkan Format Metodologi Pendidikan Sejarah dan Sosialisasi Kurikulum 1994. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Utami Munandar. 1995. Mengembangkan Kreativitas anak Berbakat. Jakarta:
Gramedia. Winataputera, US. 1992. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: PT Bayu
Indra Grafika.
33
MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN SEJARAH ASIA TENGGARA BARU MELALUI PENERAPAN METODE INKUIRI
DI JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FIS UNY
Oleh: Sri Mulyati dan Aman
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MARET 2006