Post on 30-Jul-2015
Membantu Matapencaharian dalam Pemulihan Pascabencana
1.1. Konsep Pemulihan Matapencaharian
Pendekatan Matapencaharian berkelanjutan
Matapencaharian berkelanjutan/sustainable livelihood dicapai melalui
akses terhadap beragam sumberdaya yang diperlukan matapencaharian (alam,
ekonomi, manusia dan modal sosial) yang dikombinasikan dalam rangka
pencapaian strategi matapencaharian yang berbeda (intensifikasi pertanian,
diversifikasi matapencaharian dan migrasi). Inti dari kerangka kerja ini adalah
analisis mengenai kisaran organisasi formal dan informal serta faktor-faktor
institusional yang mempengaruhi hasil dari pendekatan matapencaharian
berkelanjutan. Landasan dari matapencaharian berkelanjutan yang tahan
bencana terletak pada pengembangan basis aset penting dari setiap kelompok
masyarakat, yaitu sumberdaya keuangan, infrastruktur matapencaharian,
jejaring sosial, sumberdaya alam (tanah, air , dan hutan) dan struktur
pemerintahan untuk mengangkat komunitas keluar dari jerat kemiskinan dan
mengurangi risiko bencana. Pada setiap tahapan, kegiatan untuk menciptakan
masyarakat tangguh bencana selalu mengambil preseden, tujuannya adalah
untuk menjangkau beragam status sosial hingga tingkatan terendah dan
termarjinalkan/berisiko dan memperhatikan isu-isu mengenai gender,
ketidakadilan, dan konflik sosial lainnya. (Duryog Nivaran dan Practical Action
2005)
Pemulihan Perikehidupan yang Berfokus pada Kemiskinan
Pengentasan kemiskinan sebagai alat untuk mengurangi kemiskinan akan
menunjukkan bahwa pemerintah akan mengikutsertakan Pengurangan Risiko
Bencana/PRB dalam berbagai rencana dan kebijakan yang dihasilkan dari
departemen-departemen yang berurusan dengan perencanaan nasional,
keuangan, dan badan perencanaan di tingkat provinsi dan akan mengawasi “
level of mainstreaming” dengan melibatkan indikator-indikator yang relevan. Ini
berarti bahwa pengentasan kemiskinan, pembangunan pedesaan; pembangunan
infrastruktur, dan dokumen-dokumen perencanaan fisik, policy paper, dan
strategi implementasi akan mengikutsertakan PRB didalamnya (termasuk aspek
lingkungan dan ekologi). Pada dasarnya rencana-rencana ini harus tahan
bencana; mengikutsertakan pengurangan risiko merupakan fondasi penting yang
membentuk landasan dari rencana/kebijakan. Rencana-rencana harus
bermaksud mengurangi risiko -secara ekonomi, sosial, dan geografis- lebih
penting lagi tidak menciptakan kondisi-kondisi untuk terbentuknya risiko lain
(Nivaran Duryog, 2009).
1.2. Prinsip-Prinsip Pemulihan Matapencaharian Berkelanjutan
Inti dari pendekatan matapencaharian adalah suatu susunan prinsip-
prinsip yang menggarisbawahi praktik terbaik dalam setiap intervensi
pembangunan. Prinsip-prinsip berikut menggarisbawahi pendekatan
matapencaharian berkelanjutan yang dilakukan oleh Departement For
International Development(DFID) dan lembaga lainnya
(a). Berintikan masyarakat/people centered; fokus kepada prioritas-prioritas
masyarakat miskin, memahami perbedaan antar kelompok masyarakat
dan bekerja bersama mereka dengan suatu cara yang sesuai bagi strategi
matapencaharian mereka, lingkungan sosial dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada level praktis, ini berarti bahwa pendekatan :
Dimulai dengan analisis mengenai matapencaharian masyarakat
dan bagaimana semua itu berubah seiring waktu;
Melibatkan masyarakat secara penuh dan menghargai pendapat
mereka;
Fokus kepada dampak dari beragam kebijakan dan kesepakatan
institusional mengenai masyarakat/rumahtangga juga terhadap
dimensi-dimensi kemiskinan yang mereka definisikan;
Memberikan penekanan pada pentingnya mempengaruhi
kebijakan dan kesepakatan institusional ini sehingga kebijakan
dan peraturan ini berpikah pada masyarakat miskin (langkah
kuncinya adalah partisipasi politk masyarakat miskin);
Bekerja untuk membantu masyarakat mencapai tujuan
matapencaharian mereka.
(b). Responsif dan partisipatif; mendengarkan dan bertindak terhadap
prioritas-prioritas matapencaharian yang diidentifikasi oleh masyarakat
miskin.
(c). Multi-level; bekerja pada berbagai tingkatan untuk mengurangi
kemiskinan-menjamin realitas di tingkat mikro sampai kepada pembuat
kebijakan-kebijakan dan menciptakan kondisi lingkungan berdaya, juga
struktur di tingkat makro mendukung masyarakat untuk bangkit dengan
kekuatannya sendiri.
(d). Dilaksanakan dalam kerjasama; dengan sektor publik dan swasta.
(e). Berkelanjutan; menyeimbangkan perekonomian, institusional, sosial, dan
kelestarian lingkungan.
(f). Dinamis; mengenali kebiasaan dinamis dari strategi-strategi
matapencaharian dan merespon secara fleksibel terhadap situasi yang
berubah-ubah di masyarakat.
(g). Dibangun atas kekuatan; bekerja untuk membangun kapasitas
masyarakat miskin -kemampuan, pengetahuan, dan sumberdaya-
daripada hanya memperhatikan kebutuhan mereka.
(h). Menyeluruh; memahami realita kompleks dari matapencaharian
masyarakat miskin daripada hanya melakukan pendekatan secara
sektoral atau teknis. Kerangka kerja matapencaharian membantu
mengorganisasi beragam faktor yang membatasi atau mendorong
masyarakat dan menunjukkan bagaimana semua ini berhubungan satu
dengan lainnya. Tidak dimaksudkan untuk sebagai model eksak dari
realitas di dunia, juga tidak berarti menyarankan para pemangku
kepentingan mengadopsi pendekatan sistemik bagi penyelesaian
masalah. Tetapi, mengaspirasi untuk menyiapkan cara berfikir mengenai
matapencaharian yang dapat ditata dan membantu meningkatkan
efektifitas pembangunan.
Tidak sektoral dan bisa diaplikasikan di seluruh wilayah geografis
dan kelompok sosial.
Mengenali beragam pengaruh pada masyarakat, dan berusaha
memahami hubungan antara beragam pengaruh ini dan dampak
kolektifnya terhadap matapencaharian.
Mengenali beragam aktor yang terlibat (mulai dari sektor swasta
hingga menteri di level pusat, dari organisasi berbasis komunitas
hingga pemerintahan otonomi daerah yang baru dibentuk).
Memahami beragam strategi matapencaharian yang diadopsi oleh
masyarakat untuk mengamankan matapencaharian mereka.
Berusaha mencapai hasil matapencaharian yang beragam,
menentukan dan dinegosiasikan oleh masyarakat itu sendiri.
1.3. Kerusakan dan Pengkajian
Penilaian untuk mendukung pemulihan matapencaharian harus
menyertakan empat aspek (China, 2008).
(1) Pengkajian kerusakan; pemulihan berkelanjutan dan rencana-rencana
rekonstruksi juga pendekatan-pendekatan implementasi dalam respon
terhadap bencana dipandu oleh pengetahuan tertentu mengenai
kerusakan, baik yang dapat dihitung maupun yang tidak dapat dihitung.
Hasil estimasi kerusakan memberikan landasan untuk proyeksi kebutuhan
keuangan bagi pembangunan kembali dan menentukan prioritas serta
fokus. Oleh karena itu, pengkajian kerusakan yang akurat dan rencana
tindak yang komprehensif dalam konteks kebutuhan keuangan minimum,
kapasitas yang diperlukan, dan prioritas memiliki korelasi yang kuat.
(2) Pengkajian risiko; partisipasi dari masyarakat terdampak dalam
pengkajian risiko adalah penting. Karena berfungsi sebagai proses
pengajaran bagi komunitas untuk mengetahui bahaya yang mengintai
mereka dan potensi risiko di lingkungan mereka.
(3) Pemetaan kapasitas; pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi
menyempurnakan prosedur-prosedur baru, mengenalkan alat-alat baru,
dan diperlukan untuk bekerja dengan tim multi-disiplin. Efisiensi dan
efektifitas dari operasi-operasi terdahulu tergantung kepada kompetensi
dan kemampuan lembaga-lembaga yang potensial untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut. Temuan dari kegiatan pemetaan membantu
menentukan kisaran kebutuhan pelatihan teknis, dan alokasi sumberdaya
yang sesuai untuk capacity building.
(4) Pengkajian kerentanan; biasa dilakukan untuk menciptakan suatu
pemahaman mengenai kerentanan sosial dan ekonomi dalam konteks
siapa, kenapa, apa, dan bagaimana.
Bagaimana memastikan usaha-usaha rekonstruksi mampu mencapai
sasaran sektor sosial dan ekonomi yang paling memerlukan bantuan?
Faktor-faktor sosio-kultural disertakan dalam semua metodologi
pengkajian.
Representasi seimbang dan partisipasi dari komunitas etnis minoritas
dalam perencanaan dan implementasi.
Penggunaan metodologi dan materi yang sensitif terhadap budaya;
bahasa, pendekatan, pilihan materi.
Memastikan semua lembaga sensitif terhadap gender, budaya dan isu-isu
HAM dari komunitas spesifik.
Point-point yang menjadi perhatian penting dalam pengkajian
matapencaharian terhadap korban bencana menurut ALNAP
Analisis baseline penting dilakukan dalam memahami kenapa masyarakat
berada dalam kondisi rentan, risiko yang mereka hadapi dan bagaimana
mereka menanggulanginya.
Pengkajian kebutuhan harus dikoordinasikan, lebih disukai nila multi-
lembaga, dan didasarkan pada metodologi yang tepat dengan
menggunakan bukti-bukti empiris.
Pengkajian harus mempertimbangkan kelompok-kelompok yang memiliki
kebutuhan khusus, dan harus menarik perhatian terhadap mereka.
Dampak dari harga makanan yang melambung tinggi terhadap
matapencaharian masih terus dianggap remeh.
Malnutrisi akut bisa menjadi salah-satu indikator yang dapat diandalkan
mengenai tarap dari suatu krisis, apabila tidak dipahami dengan benar,
bisa memberikan informasi salah kepada bantuan kemanusiaan. (Collins
2001)
Referensi Beck Tony. Learning Lessons from Disaster Recovery: The Case of Bangladesh. http://wwwwds.
worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2005/05/05/000012009_200505 05121919/Rendered/PDF/321970HMU0110bangladesh.pdf,: World Bank, 2005.
China People's Republic of. Beijing. Workshop Synthesis on International Workshop on Post Earthquake Reconstruction Experiences. United Nation in China and the Ministry of Commerce of People'sRepublic of China, 2008. http://www.un.org.cn/public/resource/1ebcf0e9980429f519eeec9727152b9d.pdf, October 11, 2009 Accessed.
Hedlund Kerren. “Slow-onset Disasters: Drought and Food and Livelihoods Insecurity – Learning from Previous Relief and Recovery Responses.” 2007. http://irp.onlinesolutionsltd.net/outfile.php?id=317&href=http://irp.onlinesolutionsltd.net/assets/submissions/200909010615_general_drought_livelihood.pdf ,2009 October 10 accessed .
Nivaran Duryog. “Disaster Risk and Poverty in South Asia, A Contribution to the 2009 ISDR Global Assessment Report on Disaster Risk Reduction, .” DURYOG NIVARAN, 27 March 2009.
Nivaran Duryog and Practical Action. “Disaster Resistant Sustainable Livelihoods-A Framework for South Asia.” 2005.
“Reducing Disaster Risk: A challenge for development. A Global Report.” UNDP, BCPR , 2004. “What are livelihoods approaches?” ELDIS. http://www.eldis.org/go/topics/dossiers/livelihoodsconnect/ what-are-livelihoods-approaches October 10, 2009, accessed