Post on 14-Jul-2016
description
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kalimat merupakan salah satu kajian bidang sintaksis. Di samping itu, sintaksis
juga mengkaji masalah frase dan klausa. Kedua hal terakhir ini tidak bisa
dipisahkan pembicaraannya dari kalimat. Oleh karena itu, pada uraian berikut
ini akan di kulas terlebih dahulu mengenai masalah sintaksis secara singkat.
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’
dan tattein yang berarti ‘menempatkan’. Secara etimologi, sintaksis berarti
menempatkan bersama-sam kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat. Di
samping uraian tersebut, banyak pakar memberikan definisi mengenai sintaksis
ini. Ramlan mengatakan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tidak peduli dengan fungsi bahasa
dalam kehidupan bermasyarakat maupun berbahasa dan bernegara. Pengajaran
bahasa Indonesia di sekolahpun lebih didominasi oleh pendekatan komunikatif.
Artinya pemakai bahasa mementingkan maksud komunikasi itu, sedangkan
kaidah kebahasaannya dinomorduakan.
Sering kita mendengarkan atau bahkan melontarkan kalimat “kamu udah
paham?” Kalimat ini tidak tepat bila kita pergunakan di suasana resmi.
Kerancuan pemaknaan ini bahasa resmi atau tidak resmi akan merusak tatanan
atau aturan bahasa.
Berdasarkan sifat alamiah yang dimiliki oleh setiap orang, bahasa bersifat
alami dan natural. Artinya setiap orang dapat berbahasa dan bahasa itu didapat
secara alami dari bahasa ibu atau bahasa pertama. Oleh sebab itu masyarakat
1
bahasa kadang meremehkan penggunaan aturan bahasa tersebut.
Pada makalah ini penulis ingin memaparkan kalimat aktif dan pasif bahasa
Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Penulis mempunyai alasan yang sangat
kuat mengapa ingin memaparkan masalah itu. Seperti yang penulis paparkan di
bagian awal masyarakat atau pemakai bahasa sering mengabaikan kaidah
pembentukan kalimat efektif. Masyarakat lebih mementingkan paham dan
mengerti dengan melupakan kaidah yang benar. Pengguna bahasa sebenarnya
tidak hanya mengerti atau memahami saja setiap kalimat yang ditulis atau
ujaran yang disampaikan tetapi juga harus mengetahui kaidah penggunaan
bahasa Indonesia.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kalimat
2
Kalimat merupakan tataran setelah morfologi. Berbicara kalimat sebenarnya
akan lebih tepat jika berbicara atau mengulas tentang klausa. Antara kalimat
dan klausa ada perbedaan yang mendasar. Menurut Kridalaksana (1984 : 83)
kalimat adalah 1. satuan bahasa yang secara relative berdiri sendiri,
mempunyai intonasi final dan secara actual maupun potensial terdiri dari
klausa; 2 klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan
proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang
membentuk satuan yang bebas; jawaban minimal seruan, salam dsb.; 3.
konstruksional gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata
menurut pola yang tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satuan.
Pengertian kalimat menurut kridalaksana tentang kalimat ini mengindikasikan
bahwa kalimat itu dapat dilisankan dan terdiri dari klausa pembentuknya.
Pengertian ini sama dengan pendapat Tarigan (1989:48) yang mengatakan
bahwa kalimat adalah satuan bahasa yang secara relative dapat berdiri sendiri
yang mempunyai pola intonasi akhir yang terdiri dari klausa. Tarigan
menyoroti pada aspek intonasi, kemandirian, dan syarat klausa sebagai
pembentuknya. Menurut Alwi at.al. (1998:311) kalimat adalah satuan bahasa
terkecil dalam wujud lisan atau tulis yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Tarigan maupun Kridalaksana tidak menyatakan secara terang bahwa kalimat
dapat berbentuk tertulis maupun lisan. Berdasarkan pengertian dari ketiga ahli
bahasa tersebut dapat penulis simpulkan bahwa kalimat merupakan satuan
bahasa yang terbentuk dari klausa dalam bentuk tulis maupun lisan, dapat
berdiri sendiri, dan mengungkap pikiran yang utuh.
Badudu (1994) mengungkapkan bahwa sebagai sebuah satuan, kalimat
memiliki dimensi bentuk dan dimensi isi. Kalimat harus memenuhi kesatuan
bentuk sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan kesatuan arti kalimat.
Kalimat yang strukturnya benar tentu memiliki kesatuan bentuk sekaligus
3
kesatuan arti. Wujud struktur kalimat adalah rangkaian kata-kata yang disusun
berdasarkan aturan-aturan tata kalimat. Isi suatu kalimat adalah gagasan yang
dibangun oleh rangkaian konsep yg terkandung dalam kata-kata. Jadi, kalimat
(yang baik) selalu memiliki struktur yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di
dalamnya harus menempati posisi yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di
dalamnya harus menempati posisi yang jelas dalam hubungan satu sama lain.
Kata-kata itu diurutkan menurut aturan tata kalimat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah bagian terkecil dari suatu ujaran
atau teks (wacana) yang disusun menurut sistem bahasa yang bersangkutan
yang secara relatif berdiri sendiri yang dimana memiliki dimensi bentuk dan
dimensi isi.
B. Unsur-unsur Kalimat
1. Subjek
Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek
menentukan kejelasan makna kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat
dapat mengaburkan makna kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat
berfungsi: (1) membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal,
kalimat majemuk (2) memperjelas makna (3) menjadi pokok pikiran (4)
menegeaskan makna (5) memperjelas pikiran ungkapan dan (6) membentuk
kesatuan pikiran.
Contoh subjek dalam kalimat:
• Saya sudah mulai mengantuk
• Malam sudah sangat larut
2. Predikat
Predikat adalah unsur utama dalam suatu kalimat dan merupakan kata atau
kelompok kata yang menerangkan subjek. Umumnya predikat berupa kata
4
kerja atau kata sifat. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi: (1)
membentuk kalimat dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat majemuk
(2) menjadi unsur penjelas, yaitu memperjelas pikiran atau gagasan yang
diungkapkan dan menentukan kejelasan makna kalimat (3) menegaskan
makna (4) membentuk kesatuan pikiran dan (5) sebagai sebutan.
Contoh predikat dalam kalimat:
• Reza menaiki tangga.
• Rini menyanyi dengan merdu.
3. Objek
Objek adalah keterangan predikat. Letak objek umumnya setelah predikat,
tetapi dalam kalimat pasif, objek dapat menduduki fungsi subjek. Objek
berfungsi: (1) membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat transitif
(2) memperjelas makna kalimat dan (3) membentuk kesatuan atau
kelengkapan pikiran.
Contoh objek dalam kalimat:
• Orang itu sedang memotong kambing.
• Ayahku membetulkan pintu kamar mandi
4. Keterangan
Keterangan kalimat berfungsi menjelaskan atau melengkapi informasi
pesan-pesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi menjadi tidak jelas. Hal
ini dapat dirasakan kehadirannya terutama dalam surat undangan, laporan
penelitian, dan informasi yang terkait dengan tempat, waktu, sebab, dan
lainnya.
Contoh keterangan dalam kalimat:
• Andi belajar matematika pukul 8 malam
5. Pelengkap
5
Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi,
mengkhususkan objek, dan melengkapi kalimat.
Contoh pelengkap dalam kalimat:
Ia menjadi direktur
S P Pel
C. Kalimat Aktif dan Kalimat Pasif
Ada beberapa jenis kalimat dalam bahasa Indonesia. Tarigan membagi kalimat
dalam tipe-tipe kalimat, yaitu berdasarkan jumlah dan jenis klausa yang
terdapat pada dasar kalimat, berdasarkan struktur internal klausa utama,
berdasarkan jenis response yang diharapkan, berdasarkan hakikat hubungan
aktorasi, dan berdasarkan ada atau tidaknya unsur negatif pada fasa berba
utama.
Kridalaksana (1987:217) membagi jenis klausa berdasarkan potensinya untuk
menjadi kalimat dan berdasarkan strukturnya. Kalimat aktif-pasif dalam
pandangan dua ahli bahasa ini berbeda berdasarkan penggolongannya. Tarigan
lebih menekankan dasar kalimat aktif-pasif berdasarkan hubungan actor-aksi.
Kridalaksana menentukan kalimat aktif-pasif berdasarkan strukturnya. Pada
buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia kalimat aktif-pasif dibedakan
berdasarkan jenis predikatnya.
Bila ditinjau dari peran fungsi sintaksis, terutama subjeknya, kalimat dapat
dibedakan ke dalam dua jenis, yakni kalimat aktif dan kalimat pasif. Pada
kalimat aktif, subjek (S) berperan sebagai pelaku yang secara aktif melakukan
suatu tindakan yang dikemukakan dalam predikat. Apabila kita berbicara
tentang kalimat aktif, kita tak akan pernah lepas dari bentuk pasif kalimat
tersebut. Disebut kalimat pasif karena subjek pada kalimat tersebut dikenai
tindakan yang dikemukakan melalui predikat. Untuk mengetahui lebih lanjut
6
karakteristik keduanya, dapat Anda perhatikan contoh-contoh berikut.
Adik membaca buku.
Buku dibaca oleh adik.
Buku dibaca adik.
Bila Anda cermati, kalimat (1) adalah kalimat aktif serta kalimat (2) dan (3)
adalah kalimat pasif. Yang berperan sebagai pelaku pada ketiganya adalah
adik. Pada (1) adik berfungsi sebagai S; pada (2) dan (3) adik berfungsi
sebagai objek (O). Dengan demikian, terlihat bahwa pada kalimat aktif, S-nya
berperan sebagai pelaku atau pelakunya berfungsi sebagai S, sedangkan pada
kalimat pasif, pelakunya tidak menduduki S tetapi O. subjek pada kalimat
pasif adalah sesuatu yang dikenai tindakan oleh O. dalam contoh (2) dan (3)
kata buku berfungsi sebagai S yang dikenai tindakan dibaca sebagai P.
Pembahasan kalimat aktif dan kalimat pasif yang berorientasi pada kedudukan
subjek kalimat, memunculkan beberapa bentuk kalimat aktif dan kalimat pasif.
Berikut ini akan ditampilkan table tentang bentuk-bentuk tersebut yang
didasarkan pada Subjek kalimat dan bentuk predikat.
BENTUK
PREDIKATCONTOH KALIMAT
ANALISIS KALIMAT
Subjek Predikat lainnya
P (1) Amir pergi .
(2) Ayah pergi ke kantor.
(3) Siti makan roti
Amir
Ayah
Siti
Pergi
Pergi
Makan
-
Ke kantor
Roti
Ber- P- (4) Ibu berbelanja buah-
buahan.
(5) Anak-anak belajar bahasa
Indonesia.
(6) mereka berenang di sungai.
Ibu
Anak-anak
Mereka
Berbelanja
Belajar
Berenang
Buah-buahan
Bahasa
Indonesia
di sungai
meN-P- (7) Susi membawakan adik
mainan.
(8) Diana mencatat pelajaran.
Susi
Diana
Ratih
Membawakan
Mencatat
Menyapu
Adik mainan
Pelajaran
Teras rumah
7
(9) Ratih menyapu teras
rumah.
(10)Yovie menyanyi dengan
indah
(11) Ayah memagari kebun
bunga.
(12)Bupati mengunjungi desa
kami.
Yovie
Ayah
Bupati
Menyanyi
Memagari
Mengunjungi
Dengan indah
Kebun bunga
Desa kami
Memper-P- (13) Amir memperlihatkan
gambar.
(14)Polisi mempersenjatai
satuannya.
Amir
Polisi
Memperlihatkan
Mempersenjatai
Gambar
Satuannya
Ke-P- (15)Danu kejatuhan jambu Danu Kejatuhan Jambu
Ter-P- (16)Kakiku terantuk batu. Kakiku Terantu Batu
di-P- (17)Jamal dipanggil kepala
sekolah
Jamal Dipanggil Kepala
sekolah
Namun, pembagian tentang bentuk aktif dan pasif ditinjau dari kedudukan
subjek pada kalimat aktifnya masih mendapatkan pertentangan. Untuk lebih
jelasnya, hal tersebut akan diuraikan pada bagian yang lainnya.
Kalimat Aktif adalah kalimat di mana subjeknya melakukan suatu perbuatan
atau aktifitas. Kalimat aktif biasanya diawali oleh awalan me- atau ber- dibagi
menjadi tiga macam :
1. Kalimat aktif ekatransitif
adalah kalimat yang memiliki objek penderita tetapi tidak berpelengkap,
hanya mempunyai tiga unsur Subjek (S), Predikat (P) Objek (O). Dalam hal
ini ada unsur bukan inti seperti keterangan tempat, waktu ,alat dan lain
sebagainya.Verba merupakan pusat predikat. Dari segi makna, semua.
Kalimat aktif ekatransitif memiliki makna dasar perbuatan. Berikut ini
8
beberapa contoh kalimat aktif ekatransitif:
Profesor itu merestui pembentukan Panitia Dies Natalis
Mahasiswa memperjuangkan nasib rakyat di bundaran Hotel
Indonesia.
Parto membeli sepatu di toko Anyar
Karno membaca majalah
Totok mencubit Tutik.
Predikat dalam kalimat aktif ekatransitif adalah merestui,
memperjuangkan, membeli, membaca, dan mencubit. Di depan predikat
berdiri subjek dan di belakang predikat adalah objek dan kadang kadang
muncul keterangan seperti contoh nomor 2 dan 3.
Kalimat semitransitif adalah kalimat yang objeknya tidak dimunculkan.
Apabila dimunculkan menjadi kalimat aktif ekatransitif. Contohnya:
Iwan sedang membaca
Totok itu mencubit
Galuh sedang memasak di dapur
2. Kalimat aktif dwitransitif
adalah kalimat yang memiliki satu predikat aktif dan mengharuskan
kehadiran objek dan pelengkap. kalimat aktif dwitransitif mempunyai
empat unsur Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), dan Pelengkap (Pel).
Dalam hal ini ada unsur bukan inti seperti keterangan tempat, waktu ,alat
dan lain sebagainya. Berikut ini beberapa contoh kalimat aktif dwitransitif:
Bima sedang mencarikan adiknya pekerjaan.
Saya harus membelikan anak saya hadiah ulang tahun.
Ayah mengirimi kami uang tiap bulan.
Edi membelikan Anik laptop di Komputa.
Ibu guru sedang membuatkan siswa proposal mading.
9
Predikat dalam kalimat di atas adalah sedang mencarikan, harus
membelikan, mengirimi, membelikan, sedang membuatkan . Selaras
dengan macam verba yang menjadi inti predikatnya maka kalimat yang
mempunyai objek dan pelengkap di namakan kalimat dwitransitif. Makna
pada kalimat dwitransitif seperti yang di atas umumnya dinamakan makna
peruntungan atau benefaktif.
3. Kalimat aktif intransitif
adalah kalimat yang tidak memiliki objek penderita dan tak berpelengkap
hanya memiliki dua unsur fungsi yaitu subjek dan predikat. Seperti halnya
kalimat tunggal yang lain, kalimat aktif intransitif dapat juga diiringi oleh
unsur bukan inti seperti keterangan tempat, waktu ,alat dan lain sebagainya
Adik menangis di kamar.
Ibu Novi belum datang
Bu Camat sedang berbelanja di supermarket
Dia berjalan dengan tongkat.
Padinya menguning
Predikat dalam kalimat di atas adalah menangis, belum datang, sedang
berbelanja, berjalan, menguning. Predikat ini tidak memerlukan kehadiran
baik objek maupun pelengkap.
D. Kalimat Aktif dan kalimat pasif dalam bahasa Indonesia
Sutan Takdir Alisyahbana, yang mengakui adanya bentuk aktif dan pasif dalam bahasa
Indonesia, mengemukakan tiga bentuk pasif dalam bahasa Indonesia, sebagai pasangan
bagi satu bentuk aktif
Aktif
Saya menangkap ayam.
Engkau menangkap ayam.
Dia menangkap ayam.
Pasif 1
Ayam kutangkap.
Ayam kautangkap.
Ayam ditangkapnya.
10
Amat menangkap ayam. Ayam ditangkap Amat.
Kami menangkap ayam.
Ayam kami tangkap.
Pasif 2
Ayam itu saya tangkap.
Ayam itu engkau tangkap.
Ayam itu dia tangkap.
Ayam itu Amat tangkap.
Ayam itu kami tangkap.
Pasif 3
Ayam itu ditangkap oleh saya.
Ayam itu ditangkap oleh engkau.
Ayam itu ditangkap oleh dia.
Ayam itu ditangkap oleh Amat.
Ayam itu ditangkap oleh kami.
Dengan tidak mempersoalkan bentuk mana dari ketiga kemungkinan bentuk
pasif di atas yang merupakan bentuk baku, maka bila contoh-contoh di atas
dibandingkan dengan bentuk pasif dalam bahasa Barat, tampak ada perbedaan
besar. Kata-kata ku, kau, dan kami pada kelompok pasif I, serta kata saya,
engkau, dia, Amat, dan kami pada kelompok II mempunyai pertalian yang lebih
erat dengan kata kerja dibandingkan dengan kata ayam; dan semua kata itu
menjadi agens bukan menjadi patiens dari kata tangkap. Berdasarkan
penjelasan ini maka pengertian diatesis aktif dan pasif dalam bahasa Indonesia
harusnya tidak ada, atau paling banyak harus diberi batasan yang agak lain.
Mengingat adanya bentuk-bentuk klitik ku dan kau untuk persona I dan II di
depan kata kerja tersebut maka demi kesejajaran dan kelengkapan pola, harus
ditarik kesimpulan bahwa bentuk di pada kata ditangkap pada mulanya adalah
bentuk ringkas atau klitik untuk kata dia.
Secara histories dapat dijelaskan proses terjadinya bentuk me- dan di- dalam
kalimat yang biasanya disebut aktif dan pasif sebagai berikut.
Pertama, kalimat yang mementingkan tindakan atau agens akan menggunakan
bentuk me- untuk predikat verbal-transitif dengan struktur Subjek – Predikat –
Objek.
Contoh:
11
Aku menangkap ayam.
Engkau menangkap ayam.
Dia menangkap ayam.
Amat menangkap ayam
Tetapi, bila gatra objeknya dipentingkan, dapat digunakan berturut-turut
beberapa cara berikut. Cara yang pertama adalah mempertahankan bentuk dan
struktur di atas, tetapi objek yang dipentingkan itu diberi tekanan keras.
Aku menangkap ayam.
Engkau menangkap ayam.
Dia menangkap ayam.
Amat menangkap ayam.
Kemungkinan berikutnya adalah menempatkan objek pada awal kalimat,
dengan konsekuensi harus diadakan perubahan bentuk kata sesuai dengan
perubahan susunan tersebut. Kita lalu mendapat bentuk pasif sebagai berikut.
Ayam itu aku tangkap.
Ayam itu engkau tangkap.
Ayam itu dia tangkap.
Ayam itu Amat tangkap.
Bentuk kedua memperlihatkan bahwa bila perbuatan tidak dipentingkan lagi
maka prefiks me- tidak akan digunakan lagi. Sementara itu, gatra pelaku
(agens) aku, engkau, dia, dan Amat masih diberi tempat, namun peranannya
juga kurang sehingga posisinya bergeser ke belakang.
Taraf pementingan gatra objek itu dapat lebih ditingkatkan lagi sehingga
perhatian kita tercurah hanya pada gatra objeknya itu; dalam hal ini pelaku lalu
mengambil bentuk klitik ku, kau, dan di. Penggunaan bentuk klitik di untuk
persona III tunggal digunakan juga untuk orang III yang menggunakan nomina.
Karena persona III tunggal yang dinyatakan dengan di itu digunakan juga
12
orang III yang menggunakan nomina (Amat, ayah, adik, dan sebagainya),
lama-kelamaan fungsi di sebagai bentuk klitik (ringkas) dia menjadi kabur.
Karena itu, kemudian perlu diberi keterangan mengenai siapa yang melakukan
tindakan tiu dengan mempergunakan kata oleh. Adapun arti kata oleh adalah
hasil atau perbuatan. Sebab itu, kelompok kata seperti oleh Amat, oleh dia, dan
lain-lain dapat diartikan dengan perbuatan Amat, perbuatan dia, dan
sebagainya, untuk mengeksplisitkan lagi di yang ditempatkan di depan kata
kerja itu.
Ayam itu kutangkap.
Ayam itu kautangkap.
Ayam itu ditangkap olehnya.
Ayam itu ditangkap oleh Amat.
Ayam itu kami tangkap.
Penggunaan di untuk pelaku III nomina, menjadi model untuk pembentukan
secara analogi bagi persona I dan II tunggal dan jamak, yaitu dengan
menambahkan lagi penjelasan olehku, olehmu, oleh kami, oleh kamu, di
belakang kata kerja.
Ayam itu ditangkap olehku.
Ayam itu ditangkap olehmu.
Ayam itu ditangkap oleh kami.
Ayam itu ditangkap oleh kamu.
Konvergensi bentuk untuk semua persona ini menjadi langkah terakhir bagi
bentuk tanpa pelaku, yaitu pelaku tindakan menjadi sama sekali tidak
dipentingkan sehingga dapat diabaikan sama sekali. Dengan demikian, kita
mendapat bentuk sebagai berikut.
Ayam ditangkap.
Rumah didirikan.
Buku itu dibaca.
Karena kita menerima adanya kenyataan mengenai bentuk dengan
13
pementingan agens atau pementingan patiens, kita dapat menerima adanya
semacam bentuk pasif dalam bahasa Indonesia, yang tidak sejajar dengan pasif
dalam bahasa-bahasa fleksi. Dari semua peluang bentuk pasif seperti
dikemukakan di atas, bentuk yang keempat tidak diterima sebagai bentuk pasif
baku karena merupakan pembentukan analogi yang salah.
E. Perubahan kalimat aktif menjadi kalimat pasif
Pasif dibentuk dengan mengubah objek klausa pasif. Lalu apa “nasib” subjek
klausa aktif, dalam pemasifannya? Secara teoritis ada tiga kemungkinan:
1) Konstituen ajentif wajib hadir dalam klausa pasif
2) Konstituen ajentif secara opsional dalam klausa pasif ( artinya konstituen
ajentif dapat hadir dan dapat pula tidak dalam bentuk pasif)
3) Konstituen ajentif tidak dapat hadir dalam klausa pasif.
Dari ketiga kemungkinan di atas, hanya [1] yang dikecualikan karena tidak ada
bahasa yang sedemikian rupa sehingga menjadikan sebuah konstituen wajib
hadir.
Konstituen ajentif dalam kalimat pasif dimarkahi sebagai ajentif (oleh
preposisi, atau kasus, atau keduanya), berstatus luar inti, tidak berupa
argument. Dalam bahasa Indonesia, konstituen ajentif yang biasa digunakan
adalah oleh. Sebagai contoh
(1) Aku diajari oleh ibu
(2) Aku diajari ibu.
Kedua kalimat pasif tersebut ternyata tidak mengubah informasi yang
disampaikan baik pada kalimat (1) maupun kalimat (2).
Beberapa pola pengubahan kalimat aktif menjadi kalimat pasif adalah:
(1) menggunakan verba berprefiks di-
(2) menggunakan verba tanpa prefiks di-.
14
Jika kita gunakan simbol S untuk subjek, P untuk predikat, dan O untuk objek,
maka kaidah umum untuk pembetukan kalimat pasif dari kalimat aktif dalam
bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
Cara Pertama
(1) Pertukarkanlah S dengan O.
(2) Gantilah prefiks meng- dengan di- pada P.
(3) Tambahkan kata oleh di muka unsur yang tadinya S.
Marilah kita terapkan kaidah pemasifan cara pertama itu pada bentuk kalimat
berikut.
Kalimat Aktif : “Pak Toha mengangkat seorang asisten baru”.
Kalimat pasif:
a) *Seorang asisten baru mengangkat Pak Toha. (Kaidah a.1)
b) Seorang asisten baru diangkat Pak Toha. (Kaidah a.2)
c) Seorang asisten baru diangkat oleh Pak Toha. (Kaidah a.3)
Dengan cara yang sama, kita dapat pula memperoleh kalimat pasif yang lain
sebagai padanan kalimat aktif di atas.
Kalimat Aktif : Ibu gubernur akan membuka pameran itu.
Kalimat Pasif :
a) Pameran itu akan dibuka oleh ibu Gubernur.
b) Pameran akan dibuka ibu gubernur
Keberterimaan kalimat (a) dan (b) menunjukkan bahwa kehadiran bentuk
oleh pada kalimat pasif bersifat manasuka. Akan tetapi, jika verba predikat
tidak diikuti langsung oleh pelengkap pelaku (yang sebelumnya subjek
kalimat aktif), maka bentuk oleh wajib hadir. Atas dasar itulah maka bentuk
berikut kita terima, sedangkan bentuk kita tolak sebagai bentuk pasif kalimat
di atas. Contoh:
“Rumah tua itu harus diperbaiki dengan segera oleh Pak Saleh.”
*Rumah tua itu harus diperbaiki segera Pak Saleh.
Tugas itu harus diselesaikan oleh kamu dan saya.
15
*Tugas itu harus kamu dan saya selesaikan.
Pemasifan dengan cara pertama itu umumnya digunakan jika subjek kalimat
aktif berupa nomina atau frasa nominal seperti terlihat pada contoh di atas;
jika subjek kalimat aktif berupa pronominal persona, padanan pasifnya
umumnya dibentuk dengan cara kedua. Akan tetapi, kalau subjek kalimat
aktif itu berupa gabungan pronominal dengan pronominal atau frasa lain,
maka padanan pasifnya dibentuk dengan cara pertama itu. Karena itulah maka
bentuk kita terima, sedangkan bentuk , yang dibentuk dengan cara kedua, kita
tolak sebagai bentuk pasif kalimat di atas. Perlu dicatat bahwa kehadiran oleh
pada berikut wajib disematkan saat mengubah kalimat menjadi sebuah
kalimat pasif.
Cara Kedua
Seperti telah disinggung di atas, padanan pasif dari kalimat aktif transitif yang
subjeknya berupa pronominal dibentuk dengan cara kedua. Adapun kaidah
pembentukan kalimat pasif cara kedua itu adalah sebagai berikut.
(1) Pindahkan O ke awal kalimat.
(2) Tanggalkan prefiks meng- pada P.
(3) Pindahkan S ke tempat yang tepat sebelum verba.
Marilah kita terapkan kaidah pemasifan cara kedua itu pada bentuk kalimat di
atas.
Kalimat Aktif: “Saya sudah mencuci mobil itu.”
Kalimat Pasif:
a. *Mobil itu saya sudah mencuci (Kaidah b.1)
b. *Mobil itu saya sudah cuci. (Kaidah b.2)
c. Mobil itu sudah saya cuci. (Kaidah b.3)
Dengan cara yang sama, kita dapat pula memperoleh bentuk pasif berikut
sebagai padanan kalimat aktif di atas.
16
Jika subjek kalimat aktif transitif berupa pronominal persona ketiga atau nama
diri yang relative pendek, maka padanan pasifnya dapat dibentuk dengan cara
pertama atau kedua seperti tampak pada contoh berikut.
Kalimat Aktif: Mereka akan membersihkan ruangan ini.
Kalimat Pasif:
i. Ruangan ini akan dibersihkan (oleh) mereka.
ii. Ruangan ini akan mereka bersihkan.
Kalimat Aktif: Dia sudah membaca buku itu.
Kalimat Pasif:
i. Buku itu sudah dibaca olehnya/(oleh) dia.
ii. Buku itu sudah dibacanya/ dia baca.
Kalimat Aktif: Ayah belum mendengar berita duka itu.
Kalimat Pasif:
i. Berita duka itu belum didengar (oleh) Ayah.
ii. Berita duka itu belum Ayah dengar.
Apabila subjek kalimat aktif transitif itu panjang, maka padanan kalimat
pasifnya dibentuk dengan cara pertama. Jadi, bentuk seperti Berita duka itu
belum didengar oleh Susilowati Hamid tidak dapat diubah menjadi *Berita
duka itu belum Susilowati Hamid dengar.
Perlu dicatat bahwa pembentukan kalimat pasif dengan cara kedua dari
kalimat aktif transitif yang subjeknya berupa pronominal persona ketiga atau
nama diri pada umumnya terbatas pada pemakaian sehari-hari. Pronomina
aku, engkau, dan dia (yang mengikuti predikat) pada kalimat pasif cenderung
dipendekkan menjadi ku-, kau-, dan –nya seperti tampak pada contoh berikut.
i. Surat itu baru aku terima kemarin.
ii. Surat itu baru kuterima kemarin.
i. Buku ini perlu engkau baca.
17
ii. Buku ini perlu kaubaca.
i. Pena saya dipinjam oleh dia.
ii. Pena saya dipinjamnya.
iii. Pena saya dipinjam olehnya.
Perubahan kalimat aktif transitif yang mengandung kata seperti ingin atau
mau cenderung menimbulkan pergeseran makna. Perhatikan contoh berikut.
(a) Andi ingin mencium Tuti.
(b) Tuti ingin dicium Andi.
Pada kalimat aktif (a) jelas bahwa yang ingin melakukan perbuatan mencium
adalah Andi, tetapi pada (b) orang cenderung menafsirkan bahwa yang
menginginkan ciuman itu adalah Tuti dan bukan Andi. Tafsiran makna kalimat
pasif yang berbeda dengan makna padanan kalimat aktif itu timbul karena
kodrat kata ingin yang cenderung dikaitkan dengan unsur di sebelah kiri yang
mendahuluinya. Hal ini tampak lebih nyata pada keganjilan pasangan kalimat
Anda ingin mencuci mobilnya- *Mobilnya ingin dicuci Andi.
Arti pasif dapat pula bergabung dengan unsur lain seperti unsur
ketaksengajaan. Jika kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif dan dalam
kalimat pasif itu terkandung pula pengertian bahwa perbuatan yang
dinyatakan oleh verba itu mengandung unsur yang tak sengaja, maka bentuk
prefiks yang dipakai untuk verba bukan lagi di-, melainkan ter-. Perhatikan
perbedaan kalimat (a) dan (b) yang berikut ini.
I. a. Penumpang bus itu dilempar ke luar.
b. Penumpang bus itu terlempar ke luar.
II a. Dia dipukul kakaknya.
b. Dia terpukul kakaknya.
Kalimat (a) menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan itu,
melakukannya dengan niat dan kesengajaan. Sebaliknya, kalimat (b) mengacu
18
ke suatu keadaan atau ketaksengajaan si pelaku perbuatan. Pada (135b)
mungkin saja penumpang tadi terlempar oleh orang lain, atau mungkin juga
oleh guncangan bus yang terlalu besar.
Di samping makna ketaksengajaan itu, verba pasif yang memakai ter- juga
dapat menunjukkan kekodratan; artinya, kita tidak memasalahkan siapa yang
melakukan perbuatan tersebut sehingga seolah-olah sudah menjadi kodratlah
bahwa sesuatu harus demikian keadaannya. Sebagai contoh, perhatikanlah
kalimat yang berikut.
a. Gunung Merapi terletak di Pulau Jawa.
b. Soal ini terlepas dari rasa senang dan tidak senang.
Pada contoh itu tidak ada unsur sengaja atau tidak sengaja, dan kita pun tidak
memasalahkan siapa yang meletakkan gunung itu atau yang melepaskan soal
ini.
Bentuk kalimat pasif lain yang bermakna adversatif tampak pada contoh (1)
dan (1) di bawah ini. Di sini perlu ditekankan bahwa makna kalimat
predikatnya memakai ke-an ini adalah pasif dengan tambahan makna
adversatif, yakni makna yang tidak menyenangkan. Perhatikan pasangan
kalimat berikut.
(1) a. Soal itu diketahui oleh orang tuanya.
b. Soal itu ketahuan oleh orang tuanya.
(2) a. Partai kita dimasuki unsur kiri.
b. Partai kita kemasukan unsur kiri.
19
III. PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan kalimat aktif dan kalimat pasif di atas dapat kita simpulkan
beberapa hal yaitu:
1. Kalimat aktif adalah kalimat yang predikatnya melakukan suatu tindakan yang
dikemukakan dalam predikat.
2. Kalimat aktif terdiri dari tiga jenis yaitu kalimat aktif semitransitif, kalimat
aktif ekatransitif, dan kalimat aktif dwitransitif.
3. Tidak semua kalimat aktif dapat diubah menjadi kalimat pasif.
4. Kalimat aktif yang dapat diubah menjadi kalimat pasif harus memiliki unsure
minimal SPO.
5. Ada dua cara pengubahan kalimat aktif.
20
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan.1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia
Samsuri. 1987. Analisis bahasa. Jakarta : Erlangga
Tarigan, Henry Guntur.1989. Pengajaran Tata Bahasa Tagmimik. Bandung: Angkasa.
21