Post on 14-Aug-2015
description
Manajemen Portfolio
I. Investor Institusional VS Investor individu
Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut dengan investor. Investor pada
umumnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual investors)
dan investor institusional (institutional investors). Investor individual terdiri dari individu-
individu yang melakukan aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional biasanya
terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana, (bank dan
lembaga simpan-pinjam), lembaga dana pensiun, maupun perusahaan investasi.
Di negara-negara maju investor institusional banyak menggunakan pendekatan
institusional dalam melakukan aktivitas investasinya. sedangkan calon investor individual
bisa mengambil garis besarnya agar bisa lebih selektif dan mengetahui apa sebenarnya
yang harus diketahui. Pendekatan institusional terdiri dari tiga tahap yaitu:
Penetapan Kriteria
Dalam menetapkan kriteria, calon investor mencari faktor-faktor penting yang
menentukan hal-hal yang diinginkan dalam berinvestasi. Hal-hal tersebut bukan
hanya performa return tetapi dapat mencakup proses investasi, pengambilan
resiko, pelayanan terhadap investor, management fee, dan lain-lain. Menetapkan
kriteria dimulai dengan menggali masalah fundamental bagi calon investor yang
meliputi jenis asset class (saham, pendapatan tetap, pasar uang, dll), gaya investasi
(saham blue chip, obligasi swasta, obligasi pemerintah, saham perusahaan
kecil/menengah,internasional,dll),dan manajemen investasi aktif (aktif dalam
memilih saham/obligasi) vs. pasif (index fundz). Jenis asset class sangat
menentukan return dan resiko yang akan didapatkan. Beberapa riset di Amerika
menyebutkan bahwa 90%-95% return yang diperoleh ditentukan oleh jenis asset
class di mana investor berinvestasi. Jika investor memilih asset class pendapatan
tetap maka hasil maksimum investasi jangan diharapkan bisa menyamai hasil
maksimum investasi di saham. Namun pada saat yang bersamaan, resiko yang
dianut juga tidak sebesar resiko saham. Penentuan ini harus sesuai profil resiko
investor masing-masing. Gaya investasi (investment style) bermanfaat jika calon
investor mencari diversifikasi melalui alokasi aset (asset allocation). Pada
dasarnya setiap asset class dapat dibagi lagi menjadi beberapa gaya investasi. Di
negara-negara maju, diversifikasi alokasi aset adalah lazim, tetapi di Indonesia
praktek ini masih terbatas karena kendala jumlah saham yang ada di dalam tiap
kategori kapitalisasi (blue chip/kapitalisasi besar, kapitalisasi menengah, dan
kapitalisasi kecil), pengetahuan investor individual, dan jenis produk reksa dana
yang ditawarkan. Untuk jenis pendapatan tetap, gaya investasi dapat terdiri dari
investasi dengan fokus pada obligasi pemerintah, obligasi swasta, atau obligasi
internasional/asing.
Penyaringan (Screening)
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, calon investor kemudian
menyeleksi para potensial MI. Daftar lengkap seluruh reksa dana di Indonesia dan
jenis-jenisnya dapat dilihat di website Bapepam (www.bapepam.go.id/e-
monitoring). Untuk lebih mengetahui informasi tentang suatu perusahaan MI,
calon investor dapat melakukan riset lebih jauh tentang calon MI tersebut. Berita-
berita tentang sebuah perusahaan MI jika dikumpulkan dapat memberikan
gambaran secara menyeluruh tentang perusahaan tersebut. Sumber lain yang layak
digali adalah pengalaman pihak-pihak lain dalam berinvestasi melalui MI tersebut.
Informasi dan pengalaman dari orang dalam juga sangat berguna dalam
mengevaluasi MI. Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan, calon investor
bisa membandingkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dengan keadaan para
MI yang sebenarnya.
Seleksi
Proses screening menghilangkan sebagian besar MI dan menyisakan beberapa saja
yang akan dievaluasi lebih jauh. Dalam tahap seleksi, calon investor
memfokuskan dalam mendapatkan gambaran menyeluruh apa yang disebut
dengan P7 yaitu People, Process, Philosophy, Product, Progress, Price, dan
Performance.
II. Sikap Investor terhadap resiko
Dalam berinvestasi apapun berbagai risiko yang bisa mempengaruhi tingkat
keuntungan atau mengalami kerugian selalu akan menjadi pertimbangan bagi investor.
Sebanyak mungkin faktor risiko yang mungkin akan mempengaruhi tingkat keuntungan
dalam investasi saham harus selalu dideteksi agar seluruh gerak pasar bisa diantisipasi.
Untuk itu penasihat investasi dan investor professional sekalipun selalu mencari informasi
yang relevan dengan kondisi pasar. Di pasar modal, setidaknya risiko yang patut
dicermati investor secara umum, antara lain risiko inflasi, risiko tingkat suku bunga,
risiko pasar, risiko perusahaan dan risiko politik. Masing-masing risiko tersebut ada
kalangan saling kait mengkait, dan berjalan secara dominan. Namun adakalanya sama
sekali tidak berhubungan.
Dari risiko tersebut yang selalu berhubungan adalah risiko inflasi. Biasanya begitu
diketahui inflasi tinggi, akan diikuti dengan kebijakan perubahan tingkat suku bunga. Jika
inflasi tinggi, dapat dipastikan nilai uang turun. Turunnya nilai uang, bisa karena jumlah
uang yang beredar di masyarakat lebih melimpah. Untuk itu sehingga agar mobilitas uang
yang beredar turun, biasanya akan diikuti dengan kenaikan tingkat sukubunga, naiknya
tingkat suku bunga dengan sendirinya akan membawa dana-dana kembali sistem
perbankan, sehingga pada gilirannya bursa saham akan turun. Berikut beberapa resiko
yang mungkin dihadapi:
Risiko Inflasi
Dalam industri finansial khususnya dalam ekonomi berbasis uang, risiko yang
cukup mengkhawatirkan adalah ancaman akan penurunan nilai uang. Penggerusan
nilai uang ini terlalu banyak faktor yang bisa dijadikan alasan, padahal aspek
utamanya adalah menurunnya nilai uang. Contoh paling sederhana soal inflasi ini
adalah apabila uang bernominal Rp1.000 yang pada kemarin lusa bisa membeli
dua butir telur, tapi hari ini hanya dapat ditukar dengan satu telur. Akibatnya
untuk membeli dua butir telur kita harus mengeluarkan kocek Rp1.000 lagi. Kalau
itu terjadi berarti sudah terjadi inflasi, turunnya nilai uang. Penurunan nilai uang
tersebut juga terjadi tidak saja untuk membeli produk, tapi juga dalam
menggunakan jasa. Dalam kondisi saat ini, pemerintah mengatakan akan
mempertahankan bahwa target inflasi dipatok pada bilangan lima persen. Itu
berarti dalam berinvestasi, investor yang memiliki dana Rp1.000 saat ini harus
bisa memperkerjakan uangnya itu dengan minimal penghasilan (return) di atas
lima persen, sehingga pada akhir tahun nilai uang tersebut tetap bisa digunakan
dan memiliki nilai yang sama pada saat ini. Nilai uang pada masa kini dan masa
yang akan datang diharapkan bobot (nilai atau harganya) tetap sama. Artinya
kalau saat ini bisa membeli telur satu butir maka tahun depan minimal nilainya
tetap sama. Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum
dan terus-menerus. Penyebab inflasi ini bisa berupa naiknya harga barang dan
jasa, bisa juga karena turunnya nilai uang yang terjadi secara mekanis. Inflasi
yang disebabkan karena naiknya harga barang, juga tidak bergerak sendirian. Bisa
jadi karena bahan baku atas produk itu sulit didapat, seperti BBM. Akibat tidak
adanya subtitusi dari BBM ini dipastikan kenaikan harga BBM akan
menyebabkan naiknya harga barang-barang dan jasa. Hal ini karena
ketergantungan yang sangat tinggi atas produk yang bernama BBM ini. Inflasi
lainnya adalah karena terlalu banyaknya uang yang beredar, sehingga secara
mekanis akan mempengaruhi nilai uang. Untuk inflasi yang disebabkan banyak
uang beredar, Bank Sentral bisa melakukan tindakan dengan cara membuat
kebijakan meningkatkan suku bunga. Peningkatan sukubunga ini dengan
sendirinya akan menarik para pemilik dana untuk kembali memarkir dananya di
perbankan. Kendati upaya tersebut harus diikuti oleh kebijakan lain, diantaranya
membuat kebijakan guna terciptanya iklim investasi. Bagi pasar modal risiko
inflasi ini akan sangat mempengaruhi keputusan investasi. Kalau inflasi tinggi,
kita ibaratkan dalam setahun 10 persen, maka boleh jadi harga saham diciptakan
oleh pasar itu sebenarnya sudah terdiskon sebesar 10 persen. Kalau harga saham
Rp1.000 maka akibat inflasi yang 10 persen itu harga saham tersebut sebenarnya
hanya Rp900. Akan tetapi, kondisi yang sebenarnya terjadi akan bertambah
kompleks akibat dampak inflasi. Kalau kita ibaratkan harga BBM mengalami
kenaikan dengan begitu biaya produksi perusahaan akan mengalami kenaikan.
Belum lagi dampak dari BBM ini akan diikuti dengan melemahnya daya beli,
sehingga barang yang diproduksi tidak akan laku terjual. Kalau hal itu yang terjadi
maka bisa dipastikan pemutusan hubungan kerja, akibat pengurangan produksi
hampir pasti akan dilakukan perusahaan, sehingga pada gilirannya ekspektasi
investor saham atas saham perusahaan itu akan menurun.
Risiko tingkat sukubunga
Risiko tingkat suku bunga dapat menjadi bayangan hitam bagi pelaku pasar.
Tingkat bunga yang tinggi akan menjadikan perusahaan yang menjual sahamnya
di bursa pasti juga akan kedodoran. Apalagi bagi perusahaan yang mendanai
sebagian operasionalnya dengan pinjaman kredit. Dari sisi investasi fluktuasi
tingkat sukubunga yang gonjang-ganjing akan membuat bingung iklim investasi.
Kalau tingkat sukubunga tinggi maka investor akan dengan senang hati untuk
menempatkan dananya dalam bentuk deposito. Banyaknya uang yang masuk
dalam deposito akan membuat dunia perbankan kebingungan menyalurkan dana
pihak ketiga tersebut. Di sisi lain dana tersebut memang harus diputar ke sektor-
sektor produktif kalau tidak ingin kinerja bank tersebut ambrol karena harus
membayar bunga tinggi. Soal tinggi dan rendahnya tingkat suku bunga, bagi pasar
yang penting bahwa tingkat bunga itu stabil tidak gonjang-ganjing dan
kebijaksanaannya tidak situasional.
Risiko Pasar
Risiko pasar sering terjadi di pasar modal karena kondisi yang tidak bisa
dijelaskan secara ekonomi. Karena ekspektasi seseorang terhadap produk dan jasa
tertentu akan berbeda dengan ekspektasi pasar. Dalam konteks perdagangan
saham, ketika ekspektasi atas saham secara jangka panjang naik, maka boleh jadi
ekspektasi pasar atas saham pada saat pasar bereaksi justru turun. Karenanya bagi
investor saham yang perlu dipahami bahwa investasi saham adalah investasi pada
saham, sedangkan penciptaan harga saham yang dibuat pasar adalah harga yang
terjadi pada saat selama pasar berlangsung. Penyebab ekspektasi pasar berbeda
dengan kondisi sebenarnya atas nilai saham, penyebabnya bisa beragam. Yang
paling sederhana boleh jadi karena supply dan demand yang tidak seimbang.
Ketika supply atas saham berlebih, sementara demand tetap maka dengan
sendirinya harga saham akan turun. Di pasar modal Indonesia sering terjadi begitu
ada perusahaan yang akan melakukan penawaran umum (IPO) biasanya akan
diikuti dengan penurunan indikator perdagangan. Turunnya indikator perdagangan
itu lantaran investor menjual saham yang telah menjadi portofolionya untuk
kemudian membeli saham yang akan IPO. Perilaku tersebut merupakan contoh
yang paling sangat sederhana dari faktor risiko pasar. Tidak sama besarnya posisi
supply dan demand ini juga terjadi apabila terjadi investor melakukan perubahan
portofolio sebagaimana yang kerap terjadi pada akhir tahun dan awal tahun bursa
saham.
Untuk mengetahui apakah proses investasi yang dilakukan benar atau tidak,
berikut merupakan langkah-langkahnya:
a. Pengetahuan tentang pengembalian dan resiko investasi.
b. Mengetahui sikap investor terhadap resiko. Setiap investor harus mau menerima
resiko investasi yang terkadang di dalam aset riil maupun surat berharga, dan
dapat mengidentifikasi kombinasi pengembalian dan resiko yang dapat
diterima. Dengan kata lain, sebelum menerima resiko investasi, investor harus
berada pada posisi finansial yang logis, dan harus siap menggunakan alasan-
alasan yang masuk akal untuk proses pembuatan keputusan.
c. Pengetahuan dari setiap tipe surat berharga / aset yang tersedia untuk investasi,
termasuk pengembalian yang diharapkan dan resiko yang berhubungan dengan
tipe aset / surat berharga tersebut.
d. Memilih beberapa surat berharga / aset yang dapat memberi suatu
pengembalian dan resiko yang dapat diterima berdasarkan kebutuhan -
kebutuhan dari investor tertentu.
Korelasi langsung antara pengembalian dengan resiko, yaitu: semakin tinggi
pengembalian, semakin tinggi resiko. Oleh karena itu, investor harus menjaga
tingkat resiko dengan pengembalian yang seimbang. Berikut beberapa faktor
Risiko dalam Analisis Finansial:
o pengertian resiko sendiri yaitu penyimpangan hasil (return) yang diperoleh
dari rencana hasil (return) yang diharapkan.
o Risiko invetasi adalah risiko yang dihadapi investor akan kemungkinan
tidak tercapainya hasil (keuntungan) yang diharpkan. Hal tersebut
dikarenakan factor uncertainty yang besar.
o Sikap investor terhadap risiko yaitu ; senang (desire) menghadapi risiko,
anti risiko ( risk aversion), dan acuh (indifference) terhadap risiko.
Diperhitungkannya faktor risiko dalam keputusan keuangan,
mempengaruhi investor untuk menentukan hasil atau mensyaratkan hail
(required rate of return).
o Risiko tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola agar risiko tersebut dapat
diminimalisasi (risiko terkontrol). Dan ada pula risiko yang tidak dapat
dikontrol/dikendalikan. Sehingga jenis risiko terbagi ke dalam:
Risiko Individual, yaitu risiko yang berasal dari proyek investasi secara
individu tanpa dipengaruhi proyek yang lain.
Risiko perusahaan, yaitu risiko yang diukur tanpa mempertimbangkan
penganekaragaman (diversifikasi) atau portofolio yang dilakukan oleh
investor.
Risiko pasar atau beta, yaitu risiko investasi ditinjau dari investor yang
menanamkan modalnya pada investasi yang juga dilakukan oleh
perusahaan dan perusahaan-perusahaan lain. Besarnya risiko ini tidak
dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi.
III. Formulasi Kebijakan Investasi (Tujuan, Kendala, dan Preferensi)
Tujuan
Kebijakan investasi mengandung pernyataan mengenai return yang telah
disesuaikan dengan inflasi. Inflasi merupakan sebuah masalah bagi investor, karena
nominal uang pada masa sekarang berbeda dengan nominal uang di masa yang akan
datang. Oleh karena itu, investor selalu berusaha mendapatkan return yang lebih tinggi
daripada tingkat inflasi. Saham, tidak selalu menjadi perlindungan terhadap inflasi, karena
nilai saham dapat berubah naik atau turun sewaktu-waktu.
Masing-masing investor juga memiliki kebutuhan dan keadaan yang unik, bersifat
pribadi dan berbeda-beda tiap investor, hal ini dapat menyebabkan pembatasan seorang
investor untuk melakukan investasi aset pada kelas tertentu.
Kendala dan preferensi
Waktu
Tujuan investasi dari masing-masing investor berbeda. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuannya, investor memerlukan perencanaan waktu melakukan investasi secara
khusus. Investor bisa melakukan investasi dalam jangka pendek atau dalam jangka
panjang, disesuaikan dengan tujuan dari investasi yang dia lakukan.
Kebutuhan Liquiditas
Investor dalam melakukan investasi kadang terbentur dengan kebutuhan
liquiditasnya. Dia dapat memerlukan uang sewaktu-waktu. Oleh karena itu, investor
sebaiknya mengetahui kebutuhan kas dia di masa yang akan datang, sehingga tidak
menghambat investasi yang telah dilakukan.
Kesadaran atas Pajak
Tingkat pajak atas pendapatan berbeda dengan tingkat pajak atas keuntungan atas
penjualan aset. Investor mempunyai preferensi untuk melakukan investasi untuk
mendapatkan keringanan pajak dari keuntungan penjualan aset. Pendapatan bekerja
memiliki tingkat pajak yang lebih tinggi. Tetapi, program-program pensiun biasanya
memberikan perlindungan tersendiri atas pajak (pengurangan pendapatan). Investor
mempertimbangkan hal ini dalam membuat keputusan investasi, apakah melakukan
investasi dalam instrumen investasi (portofolio) atau melakukan investasi jangka panjang
dalam bentuk dana pensiun.
IV. Implementasi Strategi Investasi (Alokasi Aset dan Optimisasi Portofolio)
Asumsi Tingkat Pengembalian
Investor memiliki asumsi atas tingkat pengembalian yang dapat diterima.
Argumen mengenai mean-reversion saham menyatakan bahwa harga saham yang tinggi
atau rendah hanya bersifat sementara, pada akhirnya harga saham akan cenderung
kembali ke tengah (rata-rata). Selain itu, return saham mengandung risiko yang harus
diperhitungkan. Tidak ada yang jaminan bahwa return yang diharapkan investor akan
didapatkan dengan mudah. Hal ini menyebabkan investor berusaha mendapatkan return
yang lebih tinggi dengan melakukan optimisasi portofolio.
Membentuk Portofolio
Investor menggunakan kebijakan investasi dan ekspektasi pasar modal untuk
memilih portofolio atau aset. Pada pemilihan portofolio dan aset, investor harus
menentukan saham-saham mana saja yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam
portofolionya. Investor juga menggunakan prosedur optimisasi untuk memilih saham dari
saham-saham yang sesuai dan menentukan berat (proporsi) saham pada portofolionya.
Model Markowitz adalah model formal dari investasi yang dilakukan oleh investor.
Alokasi Aset
Alokasi aset berhubungan dengan keputusan untuk menentukan berat (proporsi)
bagi kas, obligasi, atau saham yang akan dimiliki oleh investor. Keputusan ini sangat
penting karena perbedaan alokasi atas aset akan menyebabkan perbedaan performa dari
portofolio itu sendiri.
Ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan investor. Faktor-faktor itu antara lain
return yang disyaratkan, toleransi risiko dan umur dari investor itu sendiri. Investor yang
lebih muda cendering bersifat risk taker. Sebaliknya, investor yang lebih tua cenderung
bersifat risk averse. Perbedaan faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi alokasi
aset investasi.
Alokasi Strategis Aset
Investor perlu melakukan prosedur simulasi yang digunakan untuk menentukan
kemungkinan range hasil yang dihubungkan dengan tiap-tiap komposisi aset. Simulasi ini
akan memberikan gambaran mengenai keuntungan dan risiko yang mungkin akan
diperoleh investor apabila memilih komposisi aset tersebut. Investor juga perlu
membentuk strategi alokasi aset untuk jangka panjang.
Alokasi Taktis Aset
Perubahan atas komposiss aset yang dilakukan biasanya disebabkan oleh
perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan investor. Selain itu perubahan
komposisi aset ini juga bisa dilakukan oleh investor dengan pendekatan market timing
(waktu dimana pasar bergerak). Investor cenderung melakukan antisipasi atas perubahan
pasar. Pada saat yang tepat, investor melakukan perubahan atas komposisi asetnya untuk
mendapatkan keuntungan atau menjaga nilai asetnya.
V. Monitoring dan Penyesuian Portofolio
Monitoring
Keadaan investor dapat berubah karena beberapa alasan, yaitu sebagai berikut:
Perubahan kesejahteraan yang mempengaruhi toleransi terhadap risiko
Perubahan horizon investasi
Perubahan kebutuhan likuiditas
Perubahan aturan perpajakan
Pertimbangan regulasi pemerintah
Keadaan dan kebutuhan unik
Penyesuaian Portofolio
Komposisi portfolio tidak dimaksudkan untuk tetap sama . Yang paling penting
diketahui adalah kapan harus melakukan penyeimbangan kembali (rebalancing). Biaya
Rebalancing mencakup:
1. Komisi broker
2. Dampak dari perdagangan yang mungkin mempengaruhi harga pasar
3. Aspek waktu dalam memutuskan untuk bertransaksi
Biaya untuk tidak melakukan rebalancing adalah berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan
VI. Return Nominal vs Return Riil
Return investasi yang positif tetapi lebih kecil daripada inflasi periodik akan
mengakibatkan total kekayaan investor bertambah secara nominal, tetapi berkurang
secara riil.
Ilustrasinya, seorang investor yang hanya mendapatkan returnsebesar 10% dalam
satu tahun saat tingkat inflasi tahunan mencapai 12% akan mengalami penurunan
kekayaan riil sebesar 2% (10% - 12%); walaupun jumlah uangnya secara nominal
meningkat sebesar 10%, katakan dari Rp100 juta menjadi Rp110 juta. Maksudnya adalah
daya beli dari uang Rp110 juta ini adalah 2% lebih rendah daripada daya beli Rp100 juta
setahun sebelumnya.
Secara umum, return riil adalah return nominal dikurangi tingkat inflasi. Agar
daya beli tidak berkurang, return nominal sebuah investasi harus melebihi tingkat inflasi.
Menghitung return untuk periode satu tahun tanpa setoran tambahan atau pengambilan
uang relatif mudah, karena kita cukup mengurangi investasi akhir dengan investasi awal
dan hasilnya dibagi dengan investasi awal.
Penghitungan return menjadi tidak sederhana lagi untuk investasi lebih dari satu
periode, jika ada penambahan atau pengambilan uang selama periode investasi, atau jika
risiko diperhitungkan.
Return Nominal
Ekonomi modern memperoleh efisien mereka melalui penggunaan uang. Media
pertukaran yang diterima secara umum. Bukannya memperdagangkan jagung untuk
mendapatkan stereo yang akan diberikan satu tahun mendatang, seperti pada ekonomi
barter, penduduk ekonomi modern dapat menjual jagungnya untuk memperoleh uang dan
kemudian memperdagangkan uang “sekarang” untuk uang “masa depan” dengan
menginvestasikannya. Kemudian uang “masa depan” tersebut dapat digunakan untuk
membeli stereo. Tingkat bunga yang digunakan penduduk memperdagangkan uang
“sekarang” untuk mendapatkan uang “masa depan” tergantung pada investasi yang
dilakukan dan disebut return nominal (juga disebut tingkat bunga nominal).
Return Riil
Pada periode harga berubah-ubah, return nominal investasi mungkin suatu indikasi yang
jelek dari return riil (tingkat bunga riil) yang memperoleh investor. Hal ini sebagian
disebabkan oleh tambahan dolar yang diterima dari investasi mungkin diperlukan untuk
menutup penurunan daya beli yang disebabkan oleh inflasi yang terjadi pada periode
investasi. Akibatnya, penyesuaian return nominal diperlukan untuk menyingkirkan
dampak inflasi untuk menentukan return riil. Inflasi sering digunakan untuk tujuan ini.
Contoh: Return sebesar 17% yang diterima setahun dari sebuah surat berharga jika
disesuaikan dengan tingkat inflasi sebesar 5 % untuk tahun yang sama, akan memberikan
return riel sebesar :
TR(ia) = (1+0.17 ) - 1
(1+0.05)
= 0.11429 atau 11.429%
VII. Return Aritmetik dan Return Geometrik
Terdapat dua konsep/ukuran pengembalian nominal berdasarkan waktu, yaitu
pengembalian aritmetik dan pengembalian geometrik. Pada umumnya, pengembalian
aritmetik digunakan untuk periode tunggal atau untuk data cross section, sedangkan
pengembalian geometric digunakan untuk beberapa periode atau untuk data time series.
Return aritmetik lebih tepat digunakan untuk prediksi ke depan, sedangkan untuk kinerja
masa lalu, perhitungan return geometrik akan lebih tepat.
Perhitungan return aritmetik dan geometrik ini adalah sama dengan perhitungan
rata-rata aritmetik (arithmetic mean) dan rata-rata geometrik (geometric mean) dalam
statistik. Untuk menghitung tingkat pengembalian aritmetik atau geometrik suatu
investasi atsu suatu portofolio, terlebih dahulu dihitung tingkat pengembalian untuk tiap-
tiap periode (r1, r2, …, rn). Berikut merupakan rumusan perhitungan tersebut:
rA =r1 + r2 + … + rn
n
rG = ⁿ√(1+r1)(1+r2)…(1+rn) - 1
keterangan:
rA = pengembalian aritmetik
rG = pengembalian geometrik
r1 = pengembalian (return) periode 1
r2 = pengembalian (return) periode 2
rn = pengembalian (return) periode n
n = jumlah periode
Contoh:
Harga dari suatu saham pada periode ke-0 (periode awal) adalah Rp.500,- Pada periode
selanjutnya (periode ke-1), harga saham meningkat menjadi Rp.600,- dan turun di periode
ke-2 menjadi Rp.550,-
Return pada masing-masing periode adalah sebagai berikut:
r1 = (Rp.660 – Rp.500) / Rp.500
= 0.20
= 20%
r2 = (Rp.550 – Rp.600) / Rp.600
= - 0.083
= - 8.33%
Return yang dihitung berdasarkan rata-rata aritmetik adalah sebagai berikut:
rA =(0.2-0.083)
= 0.05833 atau 5.833%2
Sedangkan return jika dihitung berdasarkan rata-rata geometrik adalah sebagai berikut:
rG = √(1+0.2)(1+0.083) – 1
= 0.04883 atau 4.883%
Jika dihitung dengan metode rata-rata arimatika, pertumbuhan harga saham ini adalah
sebesar 5.833%. Jika return ini benar, maka untuk periode ke-2, harga saham ini
seharusnya menjadi Rp.560.03. Padahal yang sebenarnya, harga saham ini di akhir
periode ke-2 adalah sebesar Rp.550,-. Dengan demikian perhitungan dengan metode
aritmatika ini kurang tepat. Jika dihitung dengan metode rata-rata geometrik,
pertumbuhan harga saham ini adalah sebesar 4.883%. Dengan menggunakan tingkat
pertumbuhan ini harga saham di akhir periode ke-2 adalah sebesar Rp.550,-, sesuai
dengan nilai yang sebenarnya.
Jadi metode rata-rata geometrik lebih tepat digunakan untuk situasi yang melibatkan
pertumbuhan, sedangkan metode rata-rata arimatika lebih tepat digunakan untuk
menghitung rata-rata untuk satu periode yang sama dari banyak return tanpa melibatkan
pertumbuhan.
VIII.Return Tertimbang Berdasarkan Uang
Konsep return tertimbang berdasarkan uang diaplikasikan pada saat dana yang
diinvestasikan berubah-ubah karena adanya penambahan atau pengembalian uang. Dalam
mencari tingkat pengembalian berdasarkan uang, besar penerimaan atau pengeluaran
uang dalam setiap periode sangat penting dan diperhitungkan. Contoh:
Seorang investor pada tahun 2004 membeli sebuah obligasi senilai Rp.200,000,000,-
Setahun kemudian, 2005, dia membeli kembali obligasi yang sama seharga
Rp.225,000,000,- Pada tahun 2005 tersebut, atas kepemilikan obligasi yang pertama,
investor tersebut menerima bunga sebesar Rp.5,000,000,- sedangkan pada tahun 2006,
karena memiliki dua obligasi, ia menerima bunga Rp.10,000,000,-
Jika pada tahun 2006 investor tersebut menjual obligasinya pada harga masing-masing Rp
235.000.000, berapa tingkat pengembalian berdasarkan uang diperolehnya?
PV (pengeluaran) = PV (penerimaan)
200,000,000 + 225,000,000 = 5,000,000 + 10,000,000 + 470,000,000
1 + r 1 + r (1 + r)²
r = 9.39%
IX. Risk-Adjusted Return
Dalam berinvestasi, tidak memberikan perhatian khusus pada risiko adalah tidak
bijak. Dalam keadaan pasar sedang bullish, risiko sangat sering dinomorduakan. Risiko
sering mulai kembali diingat ketika pasar bearish. Mestinya, dalam segala kondisi,
investor tidak melupakan risiko.
Risiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian atau return negatif dari suatu investasi.
Dalam statistika, ukuran risiko adalah standar deviasi, dinotasikan s (dibaca: sigma) yang
dihitung dari gejolak turun-naiknya atau volatilitas harga. Semakin besar goyangan harga,
semakin besar volatilitas, semakin besar debaran jantung investor sehingga semakin besar
risiko.
Risiko yang mengukur berapa banyak investasi yangkembali dalam kaitannya dengan
jumlah risiko yang diambil. Sering digunakan untuk membandingkan berbagai jenis
investasi yang melibatkan tingkat risiko yang berbeda. Risk-adjusted return akan
menempatkan dua investasi yang berbeda pada nilai yang sama (dengan menghilangkan
perbedaan risiko) dan memberitahu anda investasi yang menghasilkan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan risiko yang diperlukan
Karena ada dua ukuran risiko yaitu total risiko dan risiko sistematis, maka kita mengenal
dua ukuran utama risk-adjusted return. William Sharpe (1966) memperkenalkan rasio
Sharpe yaitu excess return per satuan total risiko (s) atau (return portofolio - bunga bebas
risiko) / s, untuk mengukur kinerja reksa dana saat itu. Sebelum itu, Jack Treynor (1965)
sudah menggunakan rasio Treynor yaitu excess return per satuan risiko sistematis (b) atau
(return portofolio - bunga bebas risiko) / b, untuk tujuan yang sama. Ukuran risk-adjusted
return mana yang lebih baik? Jones dalam bukunya Investment (2007) mengatakan kalau
rasio Sharpe sebaiknya digunakan jika portofolio investor seluruhnya (atau sebagian
besar) dalam sekuritas. Untuk investor yang portofolionya terdiri dari banyak aset
sehingga sekuritas hanya sebagian kecil saja, rasio Treynor yang lebih tepat.
Berdasarkan risk-adjusted return, portofolio/reksa dana yang berkinerja terbaik bukanlah
portofolio yang memberikan return nominal terbesar. Portofolio/reksa dana terbaik adalah
yang mampu memberikan premi risiko per unit terbesar atau yang mempunyai rasio
Sharpe dan atau rasio Treynor tertinggi.
X. Rasio Treynor
Diukur dengan cara membandingkan antara premi risiko portofolio dengan risiko
portofolio yang dinyatakan dengan beta. Beta adalah risiko pasar atau risiko sistematis.
Menghitung kemiringan – slope garis yang menghubungkan portofolio yang berisiko
dengan risiko Pasar.Semakin besar nilai slope semakin baik portofolio atau semakin besar
rasio premi risiko portofolio terhadap beta, kinerja portofolio semakin baik
Keterangan
T : Treynor ratio
Ri : Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i
Rf : Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko
βi : Beta portofolio
Ri – Rf : Premi risiko potofolio i
Relevan bagi investor yang :
Memiliki berbagai portofolio atau menanamkan dana pada berbagai reksa dana –
mutual funds
Melakukan diversifikasi pada berbagai portofolio
XI. Rasio Sharpe
Rasio Sharpe digunakan untuk menandakan seberapa baik kembalinya aset
investor untuk mengkompensasi risiko yang diambil.
Rasio ini diukur dengan cara membandingkan antara premi risiko portofolio dengan risiko
portofolio yang dinyatakan dengan standar deviasi – total risiko. Premi risiko portofolio
adalah selisih rata-rata tingkat pengembalian portofolio dengan rata-rata tingkat bunga
bebas risiko
Keterangan
S : Indeks sharpe portofolio i
R : Rata- rata tingkat pengembalian portofolio i
Rf : Rata –rata atas bunga investasi bebas risiko
σ : Standar deviasi dari tingkat pegembalian portofolio i
R – Rf : Premi risiko potofolio i
Rumus Sharpe menghitung kemiringan – slope garis yang menghubungkan portofolio
yang berisiko dengan bunga bebas risiko. Semakin besar nilai slope semakin baik
portofolio atau semakin besar rasio premi risiko portofolio terhadap standar deviasi
kinerja portofolio semakin baik. Investor sering disarankan untuk memilih investasi
dengan rasio Sharpe tinggi
XII. Alpha Jensen
Di bidang keuangan, Jensen's alpha (atau Jensen's Performance Index, ex-post alfa)
digunakan untuk menentukan pengembalian kelebihan sekuritas atau portofolio efek atas
teoretis keamanan pengembalian yang diharapkan. Bisa keamanan aset apapun, seperti
saham, obligasi, atau derivatif. Kembali teoretis diperkirakan oleh model pasar, yang
paling sering CAPM. Model pasar menggunakan metode statistik untuk memprediksi
risiko yang sesuai-disesuaikan kembali aset. CAPM misalnya menggunakan beta sebagai
pengganda.
Dalam konteks CAPM, menghitung alfa memerlukan input berikut:
realisasi kembali (di portofolio),
yang pasar kembali,
dengan risiko-free rate of return, dan
yang beta portofolio.
Jensen's alpha = (Portfolio Kembali - Risk Free Rate) - (Portofolio Beta * (Pasar
Kembali - Risk Free Rate))
Pada model ini kita juga memperhitungkan return yang diharapkan atau minimum return
yang diharapkan.
ERp = Rf + B (ERm - Rf)
dengan:
ERp = Minimum return reksa dana yang diharapkan;
ERm = Minimum return pasar yang diharapkan.
Setelah ERp didapatkan, return rata-rata reksa dana kemudian dikurangi minimum
return reksa dana yang diharapkan untuk mendapatkan nilai alpha model Jensen. Semakin
besar nilai alpha tersebut menunjukkan reksa dana tersebut semakin bagus.
Ide dasarnya adalah bahwa untuk menganalisis kinerja manajer investasi Anda
tidak hanya harus melihat pada keseluruhan laba dari portofolio, tetapi juga pada
portofolio risiko itu. Sebagai contoh, jika ada dua reksa dana yang keduanya memiliki
pengembalian sebesar 12%, seorang investor rasional akan menginginkan dana yang
kurang berisiko. Jensen mengukur salah satu cara untuk membantu menentukan apakah
sebuah portofolio adalah menghasilkan laba yang tepat untuk mengembalikan tingkat
risiko. Jika nilai positif, maka kelebihan portofolio adalah pengembalian laba. Dengan
kata lain, nilai positif bagi Jensen's alpha berarti fund manager telah "mengalahkan pasar"
dengan pemilihan saham yang tepat.
XIII.Beta2
Nilai beta2 mencerminkan kemampuan market timing dari manajer investasi reksa
dana bersangkutan sedangkan nilai alpha mencerminkan kemampuan pemilihan saham
manajer investasi dalam membentuk portofolio reksa dana yang dimaksud. Semakin besar
nilai beta2 dan alpha suatu reksa dana maka semakin baik reksa dana tersebut
Dalam menentukan beta, kita dapat menggunakan sebuah judgement, di samping
itu kita bisa menggunakan beta historis untuk menghitung beta waktu lalu yang
dipergunakan sebagai taksiran beta di masa yang akan datang. Beta historis memberikan
informasi yang berguna tentang beta di masa yang akan datang karena itu seringkali para
analis menggunakan beta historis sebelum mereka menggunakan judgement untuk
memperkirakan beta.
Rumus Estimating Beta :
Ri = αi + βi Ŕm + ei
Persamaan ini merupakan persamaan regresi sederhana. Beta menunjukkan
kemiringan (slope) garis regresi tersebut. Alpha menunjukkan intercept dengan sumbu
Rij. Makin besar beta, makin curam kemiringan garis tersebut dan sebaliknya.
Beta sekuritas individual cenderung mempunyai koefisien determinasi (yaitu
bentuk kwadrat dari koefisien korelasi) yang lebih rendah dari beta portofolio. Koefisien
determinasi menunjukkan proporsi perubahan nilai Ri yang bisa dijelaskan oleh Rm.
Dengan menghitung koefisien beta yang mencerminkan tingkat risiko masing-
masing saham yang diamati, dan tingkat return saham, maka kita dapat menentukan
excess return to beta (ERB) yang mencerminkan tingkat keuntungan yag sangat mungkin
dapat dicapai. Untuk mendapatkan kandidat portofolio kuat, kita tinggal membandingkan
ERB dengan Cut off Rate untuk menhasilkan saham-saham yang memiliki tingkat return
yang tinggi dan risiko yang minimal yang dapat mengeliminir risiko tidak sistematis. jika
suatu jenis saham angka Excess Return to Beta (ERB)-nya lebih besar dari angka batas C
(cut of rate) maka saham tersebut masuk sebagai kandidat portofolio.
XIV. Rasio Appraisal
Sebuah rasio yang membandingkan nilai dari alfa untuk deviasi standar residu,
dan dirancang untuk menunjukkan kualitas pendanaan.
Alfa dari sebuah portofolio dibagi dengan risiko non-sistematis dari portofolio.
Rasio mengukur return abnormal per unit risiko yang pada prinsipnya dapat
terdiversifikasi jauh dari memegang portofolio indeks pasar.
Di Russell Style Klasifikasi (RSC), rasio appraisal dihitung sebagai berikut:
Simbol Keterangan
p Jensen alpha
(E p) Standard error
TUGAS PASAR MODAL DAN MANAJEMEN KEUANGAN
Manajemen Portofolio
Angkatan 2009 / 2010
Kelompok :
Erika N. / 040931004 / 04
Ricky Sanjaya / 040931015 / 13
Angga Pramada / 0400931016 / 14
Marisa / 040931027 / 25
Sabrina Fr. S. / 040931028 / 26
Agnes Andriyani S. / 040931033 / 31
Universitas Airlangga
Surabaya
2009