Portfolio Preeclampsia

25
PORTOFOLIO INTERNSHIP Preeklampsia Berat Oleh dr. Deslia Anggarini Supriyadi

description

preeclampsia case report

Transcript of Portfolio Preeclampsia

PORTOFOLIO INTERNSHIP

Preeklampsia Berat

Olehdr. Deslia Anggarini Supriyadi

Rumah Sakit Umum Daerah Sumbawa Besar2015PORTOFOLIO INTERNSHIP (I)dr. Deslia Anggarini SupriyadiRumah Sakit Umum Daerah Sumbawa

Topik: Preeklampsia BeratTanggal Kasus: 24 Maret 2015Tanggal Presentasi : Tempat Presentasi: Ruang Komite Medik RSUD Sumbawa Presenter: dr. Deslia Anggarini SupriyadiPendamping: dr. A.A.G Kosala PutraObjektif Presentasi:a. Penyegaranb. Diagnosisc. Tatalaksanad. Ibu hamile. Deskripsi: Perempuan, 34 tahun, G3P1A1 UK 38 minggu, datang untuk kontrol kehamilan dengan keluhan nyeri ulu hati, pusing dan pandangan kabur sejak 2 hari yang lalu.f. Tujuan: Diagnosis dan tatalaksana preeklampsia Bahan Bahasan: Kasus dan tinjauan pustakaCara Membahas: Presentasi dan DiskusiData Pasien: Ny. E.R.Nama Klinik: RSUD Sumbawa

Data Utama untuk Bahan Diskusi

Diagnosis/Gambaran KlinisPreeklampsia berat, keadaan umum baik, keluhan nyeri ulu hati, pandangan kabur dan pusing sejak 2 hari yang lalu

Riwayat PengobatanPasien belum berobat. Pasien kontrol di bidan namun tidak teratur.

Riwayat Kesehatan/PenyakitPasien mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Riwayat hipertensi kronis (-), DM (-), penyakit jantung (-), alergi (-), asma (-).

Riwayat KeluargaRiwayat keluhan serupa (-)

Riwayat PekerjaanIbu rumah tangga

Kondisi lingkungan sosial dan fisikBaik

Daftar Pustaka

Kementerian Kesehatan Republic Indonesia. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi pertama. Jakarta. 2013. Hal 109-117. Oats, J, Abraham, S. Llewellyn-Jones Fundamentals of Obstetrics and Gynaecology. 9th edition. Sydney: Elsevier. 2010. Hal 117-122. Cunningham, F.G. et al. Williams Obstetrics 22nd edition. New York: McGraw-Hill. 2005. Pernoll, M.L. Benson & Pernolls handbook of Obstetrics and Gynecology. 10th edition. New York: McGraw Hill. 2001. Hal 379 -401.

Hasil Pembelajaran

Diagnosis preeklampsia dan eklampsia Patofisiologi and patologi preeclampsia dan eklampsia Komplikasi serta prognosis preeclampsia dan eklampsia Tatalaksana preeclampsia dan eklampsia Edukasi kepada pasien untuk mengenali tanda-tanda yang perlu diwaspadai

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

1. Subjektif Pasien G3P1A1 dengan usia kehamilan 38 minggu datang untuk kontrol kehamilan dengan keluhan nyeri ulu hati dan pandangan kabur sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh pusing dan nyeri punggung yang menjalar ke perut. Demam, batuk, pilek, diare, mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK seperti biasa. Pasien mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Hipertensi kronis, DM, penyakit jantung, asma, alergi disangkal. Tidak ada riwayat keluhan serupa pada keluarga.Riwayat menstruasi: umur menarche 12 tahun, lama haid 6 hari, jumlah darah haid 2-3 pembalut, HPHT 1/7/2014, HPL 8/4/2015Riwayat obstetrik: I. Abortus tahun 2012 di kuret di RSUD SumbawaII. Partus tahun 2013 di RSUD Sumbawa, aterm, spontan, perempuan, 3000gRiwayat ginekologi (-), Riwayat KB (-)

2. ObjektifPada pemeriksaan fisik umum didapatkan: Keadaan umum: baik Kesadaran: Compos Mentis, GCS E4V5M6 Vital signs: TD 150/100mmHg, N 80x/menit regular dan kuat, S 36,7C, RR 22x/menit Kepala: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema (-) Leher: limfonodi tidak teraba Thorax: cor/s1-s2 reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo/simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-), vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Abdomen: TFU 39cm, punggung di kiri, presentasi kepala, kepala sudah masuk panggul, DJJ (+) 146x/menit, HIS (-) Ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, CRT 160 mmHg, berikan antihipertensi Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia kehamilan 20 minggu Pantau pertumbuhan dan kondisi janin. Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm. Jika denyut jantung janin 180 kali/menit, tangani seperti gawat janin.2) Hipertensi GestasionalDiagnosis Tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu Tidak ada proteinuria Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia kehamilan +1 atau trombosit 20 mingguTatalaksanaSama seperti preeclampsia.4) PreeklampsiaDiagnosisDi klasifikasikan menjadi dua macam: preeclampsia ringan dan berat. Tekanan darah pada preeclampsia kembali normal dalam 3 bulan post partum. Preeklampsia Ringan Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ (30 mg/dL) atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jamPreeklampsia Berat Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam Atau disertai keterlibatan organ lain: Trombositopenia ( 1,2 mg/dlTekanan darah bukan indikator akan severitas preeclampsia, wanita dengan tekanan darah lebih rendah dapat mengalami kejang dan wanita dengan tekanan darah lebih tinggi dapat tidak mengalami kejang. Pemeriksaan penunjang Hitung darah perifer lengkap (DPL) Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT) Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum) Urin 24 jam untuk protein Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen) USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin terhambat)PatogenesisEtiologi preeclampsia tidak diketahui namun diperkirakan memiliki basis genetic. Patogenesis preeclampsia mempunyai basis vasospasme dan aktivasi sel endotel. Pada akhir trimester pertama terjadi gangguan invasi sekunder dari arteri spiral maternal oleh trofoblas, sehingga menjadi vasa resistensi tinggi yang menyebabkan gangguan fungsi plasenta. Dengan berjalannya kehamilan, perubahan hypoxia plasenta merangsang proliferasi cytotrofoblas dan penebalan membrane basement trofoblas yang dapat mempengaruhi fungsi metabolic dari plasenta. Pada kondisi normal, sel endotel mensekresi substansi vasodilator (termasuk nitric oxide). Sel yang rusak mensekresi vasodilator lebih sedikit. Sebagai konsekuen, sel endotel plasenta mensekresi lebih sedikit vasodilator prostacyclin sedangkan platelet mensekresi lebih banyak thromboxane, yang menyebabkan vasokonstriksi general dan berkurangnya sekresi aldosterone. Proses tersebut menyebabkan hipertensi maternal, 50% reduksi perfusi plasenta dan berkurangnya volume plasma maternal. Jika vasospasme menetap, dapat terjadi kerusakan sel epitel trofoblas. Fragmen trofoblas kemudian dibawa ke paru dan dihancurkan, sehingga melepaskan thromboplastin. Thromboplastin menyebabkan koagulasi intravaskuler dan deposit fibrin pada glomeruli di ginjal (glomerular endotheliosis) sehingga terjadi penurunan glomerular filtration rate dan meningkatkan vasokonstriksi secara tidak langsung. Pada kasus berat, deposit fibrin terjadi pada vasa di sistem saraf pusat sehingga terjadi kejang. Patofisiologi Volume darahHemokonsentrasi terjadi pada eklampsia. Pada kehamilan normal, volume darah sekitar 5000 mL pada minggu-minggu akhir kehamilan, dibandingkan dengan volume 3500 mL saat tidak hamil. Pada eklampsia, excess darah 1500 mL tidak ada. Ini karena vasokonstriksi generalisata dan disfungsi endotel dengan permeabilitas vascular. Beberapa waktu setelah partus terjadi perbaikan endotel vaskuler, sehingga terjadi vasodilatasi yang kemudian meningkatkan volume darah dan menurunkan hematokrit. KoagulasiPada preeclampsia dapat terjadi trombositopenia, penurununan beberapa factor koagulasi serta hemolisis. Intensitas trombositopenia bervariasi dan dependen pada intensitas proses penyakit dan durasi preeclampsia. Setelah partus, angka platelet meningkat dan menjadi normal dalam 3-5 hari. Trombositopenia terjadi karena adanya aktivasi platelet, agregasi serta konsumsi platelet dengan peningkatan volume mean platelet dan penurunan life span. Koagulasi intravascular sering ditemukan pada preeclampsia dan eklampsia. Preeklampsia berat sering disertai hemolisis yang diindikasikan oleh meningkatnya lactate dehydrogenase serum. Dapat juga ditemukan perubahan bentuk eritrosit. Terkadang HELLP syndrome terjadi pada pasien dengan preeclampsia-eklampsia, yaitu hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan trombositopenia. Cairan dan elektrolitVolume ektraseluler meningkat pada preeclampsia berat, ditandai oleh edema. Retensi cairan terjadi karena kerusakan endotel serta menurunnya tekanan onkotik plasma karena proteinuria, serta cairan intravaskuler keluar ke interstitium. GinjalPada preeclampsia terjadi penurunan perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus. Asam urat plasma meningkat terutama pada preeclampsia berat. Penurunan filtrasi glomerulus dapat terjadi karena penurunan volume plasma, sehingga dapat terjadi peningkatan kadar kreatinin plasma hingga 2 kali lipat. Terdapat peningkatan permeabilitas terhadap protein dengan berat molecular tinggi seperti albumin, globulin, hemoglobin, dan transferrin. KardiopulmonerEdem pulmo dapat terjadi pada preeclampsia berat atau eklampsia dan lebih sering terjadi postpartum karena overload cairan dan penurunan tekanan koloid onkotik plasma. Preeklampsia ditandai oleh peningkatan cardiac output serta resistensi vaskuler sistemik. GastrointestinalLesi karakteristik yang sering ditemukan adalah perdarahan periportal pada perifer hepar. Perdarahan dari lesi tersebut dapat menyebabkan ruptur hepar atau hematoma subcapsular. Lebih sering terjadi pada HELLP syndrome. OtakSakit kepala serta gejala penglihatan sering terjadi pada preeklampsia berat. Kejang mendefinisikan eklampsia. Ada 2 patologi. Yang pertama berhubungan dengan perdarahan karena rupture arteri yang disebabkan oleh hipertensi berat. Ini dapat terjadi pada hipertensi gestasional dan hipertensi kronis. Yang kedua dapat terjadi pada preeclampsia tapi lebih universal pada eklampsia. Lesi yang ditemukan adalah edema, hyperemia, ischemia, thrombosis, dan perdarahan. FetusDapat terjadi intrauterine growth retardation karena aliran darah intervillous yang kurang. Kematian janin dapat terjadi karena hipoksia atau asidosis.ManagemenPrinsip terapi untuk ibu adalah untuk mengkontrol tekanan darah dan mencegah terjadinya kejang. Sedangkan untuk janin, tujuan terapi adalah mencapai maturasi sehingga dapat hidup diluar uterus. Rawat inap perlu dipertimbangkan pada wanita dengan hipertensi baru, terutama bila hipertensi persistent atau memburuk atau adanya proteinuria. Perlu dipantau keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, pengukuran berat badan setiap hari, analisis proteinuria 2 kali sehari, tekanan darah setiap 4 jam, kadar kreatinin, hematokrit, platelet, enzim hepar, evaluasi ukuran fetus serta cairan amnion. Kurangi aktifitas serta diet tinggi protein dan kalori. Sodium dan cairan jangan dibatasi atau dipaksakan. Managemen lanjutan tergantung pada severitas preeclampsia, usia kehamilan, respon terhadap terapi, dan kondisi serviks. Pada kasus ringan dapat di terapi secara konservatif hingga persalinan spontan terjadi atau dapat diinduksi.Terminasi kehamilan merupakan terapi untuk preeclampsia. Sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, atau oliguria adalah indikasi akan terjadinya kejang. Preeklampsia berat memerlukan terapi antikonvulsan MgSO4 (dosis sama dengan eklampsia) serta antihipertensif, diikuti persalinan. Terapi sama dengan eklampsia. Terapi antihipertensi untuk preeclampsia ringan kurang bermanfaat.Bila janin preterm, persalinan dapat ditunda hingga usia kehamilan 35 minggu atau lebih untuk kasus ringan. Pada preeclampsia berat yang tidak membaik pada perawatan, persalinan harus dilakukan. Induksi persalinan atau operasi cesar dilakukan, tergantung kondisi fetus dan keadaan serviks. Wanita dengan preeclampsia tidak diperbolehkan untuk melebihi full term karena meningkatnya resiko kematian intrauterine setelah usia kehamilan at term.Dapat diinduksi dengan oxyticin intravena. Preinduksi untuk pematangan serviks dapat dilakukan dengan prostaglandin atau dilator osmotic. Bila diperkirakan induksi persalinan tidak akan berhasil, atau terjadi kegagalan induksi, operasi cesar diindikasikan untuk kasus berat. Glucocorticoid dapat diberikan pada wanita dengan hipertensi berat preterm (32-34 minggu, selama 48 jam, dexamethasone 6 mg IV/12 jam) untuk mempercepat maturasi paru janin.Pada post partum, monitor tekanan darah hingga kembali normal. Bila tetap tinggi, obat antihipertensi dilanjutkan. Proteinuria biasanya lanjut lebih lama. 5) EklampsiaDiagnosis Kejang umum dan/atau koma, kejang generalisata dan dapat timbul sebelum, saat, atau setelah persalinan Ada tanda dan gejala preeclampsia Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)PatofisiologiVasospasme lebih berat dengan hypoxia jaringan, glomerular filtration rate dan urin output menurun, edema serebral dapat terjadi karena retensi cairan intraselular, viskositas darah meningkat, angka platelet turun dan defek koagulasi meningkat.Gambaran klinisKonvulsi didahului stadium disorientasi dimana wanita menjadi agitasi dan terjadi respirasi spasmodic. Dalam 1 menit terjadi stadium tonik konvulsi: punggung melengkung, tangan menggenggam, nafas berhenti dan terjadi sianosis. Lidah dapat digigit. Kemudian terjadi stadium klonik dimana tubuh kejang, saliva berbusa mengisi mulut dan nafas susah. Kemudian terjadi koma yang dapat berlangsung 1 jam atau lebih, atau kejang berulang terjadi. Kejang terjadi pada akhir kehamilan pada 40% kasus, intrapartum pada 30%, dan beberapa jam post partum pada 30%.ManagemenTujuan terapi adalah untuk menghentikan kejang, menurunkan tekanan darah serta melahirkan fetus. Bila terjadi kejang, miringkan pasien untuk mencegah aspirasi, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan intravena), suction mulut, monitor tanda vital dan output urin. Magnesium sulphateMgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia (sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan kejang).Magnesium mengurangi resiko kejang ulang dengan cara menghentikan vasospasme dan mendilatasi vasa serebral. Pelepasan prostacyclin meningkat sehingga terjadi perbaikan aliran darah uterus serta mencegah aktivasi platelet dan melindungi sel endotel dari luka. Magnesium sulphate dapat diberikan secara intravenous atau intramuscular. Rute intravenous diutamakan karena injeksi intramuscular nyeri dan dapat menyebabkan abscess. Syarat pemberian MgSO4: tersedia Ca Glukonas 10%, ada refleks patella, jumlah urin minimal 0,5ml/kgBB/jamRegimen berupa: Loading dose: MgSO4 4 g IV (10 ml MgSO4 40%) dilarutkan dengan 10 ml aquadest) berikan secara perlahan selama 20 menit. Jika akses intravena sulit, berikan masing-masing 5 g MgSO4 (12,5 ml larutan MgSO4 40%) IM di bokong kiri dan kanan. Terapi kontinu: Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6 jam, dan kemudian diulang. Kecepatan infuse 1g/jam hingga 24 jam partus postpartum atau hingga 24 jam setelah kejang terakhir bila kejang terjadi postpartum. Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, refleks patella, dan jumlah urin. Bila terjadi toxisitas magnesium dengan tanda-tanda: frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan refleks tendon patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin