Post on 05-Nov-2021
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUTUSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW)
BUDI MULIA I CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Di susun Oleh:
FIFI NURMAGFIROH1110054100015
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 September 2014
FIFI NURMAGFIROH
1110054100015
i
ABSTRAK
Fifi Nurmagfiroh
1110054100015
Manajemen Kasus Permasalahan Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha(PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung.
Sebagai makhluk hidup dalam melalui fase-fase kehidupannya tentu tidakakan terlepas dari berbagai permasalahan. Pada fase Lansia (Lanjut Usia) ini pundipastikan akan menghadapi masalah-masalah kehidupan. Permasalahan yangdialami lansia sangat kompleks mulai dari permasalahan secara biologis atau fisik,psikis (mental) dan sosialnya. Banyak pula lansia yang terlantar dan yangditerlantarkan oleh keluarganya sendiri sehingga mereka membutuhkan perhatiankhusus dari pihak lain untuk menangani permasalahan yang ada pada dirinya.
Manajemen kasus adalah salah satu metode untuk menanganipermasalahan yang terjadi pada lanjut usia tersebut. Panti Sosial Tresna Werdha(PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung adalah lembaga yang peduli terhadappermasalahan lansia dan PSTW menggunakan metode manajemen kasus untukmenangani permasalahan yang terjadi pada lansia serta PSTW berfungsimemberikan pelayanan sosial, psikologis, perawatan medis, bimbingan fisik,mental, spiritual dan bimbingan pemanfaatan waktu luang yang bertujuan untukmeningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas hidup dan keberfungsian sosial lansiaterlantar sehingga dapat membuat hari tuanya dengan mengikuti ketentraman lahirdan batin.
Atas dasar pemaparan di atas peneliti bermaksud meneliti penerapanExpanded Broker Model yang dilakukan pekerja sosial saat melaksanakanmanajemen kasus di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) serta tahapanmanajemen kasus permasalahan lansia di PSTW. Penelitian ini menggunakanpendekatan kualitatif. Teknik yang digunakan peneliti untuk pemilihan informandalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling (bertujuan) di manainforman di pilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan di anggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhanpeneliti. Untuk teknik pengambilan data peneliti melakukan wawancara kepadainforman yang telah peneliti tentukan.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam penerapan ExpandedBroker Model yang dilakukan pekerja sosial saat melaksanakan manejemen kasusdi PSTW maka pekerja sosial dalam model ini bertindak sebagai broker yangtugasnya lebih menghubungkan klien kepada pelayanan yang dibutuhkan klienatau pekerja sosial menjembatani antara klien dengan pelayanan yang ada diPSTW. Adapun tahapan-tahapan manajemen kasus di PSTW yaitu penilaian(Assesment), perencanaan, pelaksanaan (Implementation), pengawasan,pendampingan dan pengakhiran (Termination). Serta pekerja sosial menerapkanprinsip penerimaan, komunikasi, individualis, partisipasi, kerahasiaan dankesadaran diri petugas ketika menangani permasalahan klien.
Kata Kunci:Manajemen Kasus, Permasalahan Lanjut Usia
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirohim alhamdulillahirobil‘alamin.
Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan senantiasa kehadirat Allah SWT
pemilik segala daya dan upaya, kekuasaannya serta yang telah juga memberikan
rahmat hidayahnya kepada hambanya. Shalawat serta salam senantiasa tetap
tercurah limpahkan kepada junjungan dan panutan umat manusia Baginda
Rasullulah Muhammad SAW yang telah memberikan suri taudalan dalam
kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Penyertaan sholawat
diharapkan semoga dapat memberikan syafa’at di kemudian hari. Karena tidak
terlepas kuasanya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul “Manajemen Kasus Permasalahan Lanjut Usia di
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 cipayung”. Skripsi ini di
susun guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos), pada
Jurusan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dapat terselesaikannya
penulisan skripsi ini tidaklah luput dari sumbangsih berbagai pihak. Peneliti
menyadari sepenuh hati bahwa penulisan skripsi masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segala materi, maupun
pembahasan dan tata bahasa. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan
peneliti yang masih perlu mengisi diri dengan ilmu pengetahuan. Untuk itu
kritikan dan saran yang bertujuan membangun sungguh merupakan masukan bagi
peneliti demi kesempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya
peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:
iii
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi serta Bapak Dr. Suparto, M.Ed Ps.D, MA selaku Pudek I, Bapak
Dr. Jumroni, M.Si, MA selaku Pudek II, dan Bapak Dr. H. Sunandar, MA
selaku Pudek III Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Ibu Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial
dan juga seluruh staff akademik Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Kesejahteraan
Sosial.
4. Ibu Artiarini Puspita Arwan, M.Psi sebagai Pembimbing Skripsi dengan
kesabarannya dan rela meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
masukan serta motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Dosen Pengajar pada Program Studi Kesejahteraan Sosial dan
seluruh Civitas Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan ke
ilmuan dan membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Kepada Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
Perpustakaan Kementerian Sosial RI.
7. Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung yang telah
mengizinkan peneliti dalam melakukan penelitian.
8. Ibu Siti Fathonah, S.Sos selaku Pekerja Sosial PSTW yang telah meluangkan
waktunya serta membantu dan membimbing peneliti saat melakukan
penelitian.
9. Para Staff dan Petugas PSTW yang telah bersedia di wawancarai oleh peneliti.
10. Para WBS (Warga Binaan Sosial) PSTW.
iv
11. Bapak Udin Syamsudin dan Ibu Tihanah, selaku kedua orang tua peneliti yang
peneliti hormati dan sayangi. Terima kasih atas kesabaran serta perhatiannya
dan yang telah memberikan dorongan moril, materil serta doa yang senantiasa
dipanjatkan demi kesuksesan dan tercapainya cita-cita peneliti.
12. Endeh, Pakdeh dan Mba Galuh yang telah memberikan semangat dan do’a
kepada peneliti.
13. Egi Anugrah selaku kakak penulis yang penulis sayangi.
14. Fajar Fitriansyah, terimakasih karena selalu memberikan support untuk
peneliti agar bisa cepat menyelesaikan skripsi ini serta telah memberikan kasih
sayangnya beserta iringan doa untuk peneliti, membantu dan selalu
memberikan kembali semangat yang terkadang hilang untuk menyelesaikan
skripsi ini.
15. Sahabat-sahabat tersayang tercinta tarkasih peneliti, Tina, Pipit, Isnaniyah,
Ika, Prapty, Lusi, Novi, Tari, Gadis, Jejeh, Putera, Ratih, Wita dan Ayu yang
telah amat sangat penulis kasihi dan sayangi serta selalu menerima penulis apa
adanya dengan segala kekurangan yang ada pada diri peneliti. Semoga kita
selalu selamanya bersahabat.
16. Sahabat terkasih Miftahul Ulum 2009-2010 yang peniliti sangat banggakan
dan sayangi.
17. Kawan seperjuangan Tanjung Pasir Udin, Miftah, Fadly, Syamsul, Daus.
18. Kawan seperjuangan MPK Asisah dan Soleh.
19. Kawan seperjuangan PSTW Hafidz.
20. Ulfa Andriani yang telah memberikan masukan dalam mengerjakan skripsi.
v
21. Sahabat-sahabat seperjuangan Kessos angkatan 2010 yang peneliti banggakan
dan sayangi.
22. Terima kasih untuk kakak-kakak, adik-adik dan teman-teman di LSO tercinta
SKETSA (Komunitas Edukasi Seni Tari Saman).
23. Kepada semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, yang telah
mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisans
kripsi ini namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terima kasih peneliti
kepada kalian.
Semoga Allah SWT memberikan dan melimpahkan rahmat serta karunia-
Nya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada peneliti. Penelti berharap
semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Jakarta, 17 September 2014
Penulis,
Fifi Nurmagfiroh
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang ............................................................................. 1B. Pembatasan danPerumusan Masalah............................................ 8C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 9D. Metodologi Penelitian ................................................................ 10E. Tinjauan Pustaka. ....................................................................... 18F. Sistematika Penulisan ................................................................ 19
BAB II LANDASAN TEORIA. Manajemen Kasus ...................................................................... 21
1. Pengertian Manajemen Kasus. ............................................ 212. Model-Model Manajemen Kasus. ....................................... 233. Dasar-Dasar Pelayanan Manajemen Kasus. ........................ 254. Tahap-Tahap Manajemen Kasus ......................................... 265. Tugas Manajer Kasus .......................................................... 316. Prinsip Pekerja Sosial .......................................................... 32
B. Lanjut Usia (Lansia)................................................................... 341. Pengertian Lanjut Usia. ........................................................ 342. Karakteristik Usia Lanjut ..................................................... 373. Tugas Perkembangan Usia Lanjut ....................................... 39
C. Permasalahan Lanjut Usia.......................................................... 401. Masalah Lanjut Usia. ........................................................... 402. Masalah Interaksi Sosial Pada Lnjut Usia............................ 453. Kerawanan Pribadi dan Kerawanan Sosial Lansia............... 48
BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA(PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNGA. Latar Belakang Pendirian Lembaga ............................................ 51B. Tujuan,Visi dan Misi................................................................... 52C. Falsafah Lembaga ....................................................................... 53D. Struktur Organisasi Lembaga...................................................... 54E. Program....................................................................................... 55F. Jangkauan Layanan ..................................................................... 58G. Sumber Daya Manusia (SDM) ................................................... 60H. Sarana dan Prasarana Lembaga................................................... 61I. Kemitraan dengan Pihak Luar..................................................... 63
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATAA. Profil Lima WBS (Informan) ..................................................... 65B. Kronologis Kasus Permasalahan WBS ....................................... 66
vii
C. Model Expanded Broker Model yang Dilakukan Pekerja SosialSaat Melaksanakan Manajemen Kasus Permasalahan LanjutUsia Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 ........... 72
D. Tahap Pelaksanaan Manajemen Kasus Permasalahan LanjutUsia Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 ........... 761. Tahap Penilaian (assesment).................................................. 772. Tahap Perencanaan ................................................................ 863. Tahap Pelaksanaan (implementation) .................................... 914. Tahap Pengawasan (monitoring) ........................................... 955. Tahap Pendampingan (advocation) ....................................... 996. Tahap Pengakhiran (termination) .........................................102
BAB V PENUTUPA. Kesimpulan ................................................................................108B. Saran...........................................................................................111
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
1. Table 1.1 Kriteria Lansia……………………………………………………...32. Table 1.2 Informan ………………………………………………………….133. Table 1.3 Struktur Organisasi PSTW ……………………………………….51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menjadi tua merupakan proses alamiah dan kenyataan yang tidak dapat
dihindari oleh setiap orang. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
(lanjut usia) umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan
psikis. Penurunan kondisi fisik lansia di tandai dengan berubahnya
penampilan, menurunnya fungsi panca indra sehingga menyebabkan lansia
merasa rendah diri, mudah tersinggung dan merasa tidak berguna lagi. Dari
segi inilah lansia mengalami masalah psikologis yang banyak mempengaruhi
kesehatan psikis, sehingga menyebabkan lansia kurang mandiri dan secara
umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.
Selain permasalahan mengenai kondisi psikis dan fisik yang dialami
lansia, masih banyak lagi permasalahan yang dialami oleh lansia diantaranya
seperti lansia yang diterlantarkan oleh keluarganya dan ada pula lansia yang
membutuhakan perhatian dalam hal tata cara kehidupan. Dengan melihat
permasalahan yang di hadapi lansia tersebut, maka para lansia sangat
membutuhkan perhatian yang lebih dari masyarakat dan pemerintah.
Ada beberapa bukti bahwa orang-orang yang dipersiapkan terhadap
perubahan-perubahan pribadi dan sosial yang terjadi di masa usia lanjut lebih
mampu menyesuaikan diri terhadap kehidupan masa tua. Karena penurunan
kondisi fisik dan mental lansia lebih potensi terhadap kerawanan-kerawanan
dibandingkan waktu ia lebih muda dulu. Sayangnya masyarakat sering tidak
2
melihat potensi tersebut, sehingga kurang ada usaha di lingkungan masyarakat
untuk mempersiapkan orang-orang lansia ini terhadap kerawanan-kerawanan
kelak. Misalnya saja kurang dipersiapkan terhadap kecelakaan-kecelakaan
(yang umum terjadi pada mereka) atau bagaimana menghindarinya, kurang di
bantu dalam menggunakan waktu luangnya sesuai dengan kesehatan dan
energinya yang sudah menurun.1
Lansia itu sendiri ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
Sedangkan lansia terlantar ialah mereka yang tidak memiliki sanak saudara
atau punya sanak saudara tapi tidak mau mengurusinya dan banyak faktor-
faktor tertentu tidak dapat di penuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani,
rohani maupun sosialnya.
Keterlantaran lansia dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu
lansia terlantar, hampir terlantar dan tidak terlantar. Lansia terlantar yaitu
lansia yang tidak atau belum mampu memenuhi kebutuhan minimalnya untuk
dapat hidup secara layak. Lansia hampir terlantar yaitu lansia yang berpotensi
untuk menjadi lansia terlantar. Untuk menentukan keterlantaran lansia ada
beberapa kriteria, yaitu:
1) Tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD.
2) Makan makanan pokok kurang dari 14 kali dalam seminggu.
3) Makan lauk pauk berprotein tinggi (nabati atau hewan), nabati kurang dari
4 kali, hewani kurang dari 2 kali atau kombinasi 4, 2 dalam seminggu.
4) Memiliki pakaian layak pakai kurang dari 4 stel.
5) Tidak mempunyai tempat tetap untuk tidur.
1Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, dkk., “Psikologi Perkembangan”, (Ciputat: LembagaPenelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), h. 135.
3
6) Bila sakit tidak diobati.
7) Bekerja lebih dari 35 jam seminggu.
Lansia dikatakan terlantar jika memenuhi lebih dari 2 kriteria dari 7
kriteria tersebut, jika memenuhi 2 kriteria dikategorikan sebagai lansia hampir
terlantar dan jika hanya memenuhi 1 kriteria atau kurang dikategorikan
sebagai lansia tidak terlantar.2
Tabel 1.1
Kriteria Lansia
Tipe daerah ataujenis kelamin
TerlantarHampirTerlantar
TidakTerlantar
Total
Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah Persen Jumlah PersenPerkotaan (K)Laki-laki (L) 377,9 8,99 931,3 22,16 2 892,7 68,84 4 201,9 100,00Perempuan (P) 450,0 9,12 1108,4 22,48 3 373,0 68,40 4 931,4 100,00L + P 827,9 9,06 2039,7 22,33 6 265,7 68,60 9 133,3 100,00Perdesaan (D)Laki-laki (L) 755,5 17,51 1221,8 28,31 2338,7 54,19 4316,0 100,00Perempuan (P) 856,7 16,88 1 478,9 29,14 2 740,1 53,98 5 075,8 100,00L + P 1 612,3 17,17 2 700,7 28,76 5 078,8 54,08 9 391,7 100,00K + DLaki-laki (L) 1133,4 13,31 2153,1 25,28 5231,4 61,42 8517,9 100,00Perempuan (P) 1 306,7 13,06 2 587,4 25,86 6 113,1 61,09 10 007,2 100,00L + P 2440,2 13,17 4 740,4 25,59 11 344,4 61,24 18 525,0 100,00Sumber : BPS, Susenas MSBP 2012
Tabel di atas berdasarkan hasil statistik kependudukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 diperoleh data mengenai lansia
terlantar, lansia hampir terlantar dan lansia tidak terlantar.
Di dalam UU No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
dinyatakan lebih sempit, bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai
2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 13 Tahun 1998 Tentang KesejahteraanLanjut Usia.
4
60 tahun keatas. Sedangkan menurut pandangan islam, dalam tahapan umur
tua akan tampak tanda-tanda kelemahan seseorang. Kekuatannya mulai
menurun sedikit demi sedikit dari puncaknya, lalu menjadi semakin lemah
sesudah masa kuatnya dahulu.3 Tahapan umur ini oleh Rasulullah SAW
dinamakan masa pergulatan dengan maut yaitu masa-masa umur 60 tahunan
hingga umur 70 tahunan. Dalam hal ini beliau telah bersabda yang artinya:
“Masa penuaan umur umatku dari enam puluh hingga tujuh puluhtahun” ( H.R Muslim dan Nasa’i ).
Setelah itu orang akan beralih pula dari masa tua menjadi tua renta dan
lansia yaitu dari usia 70 tahunan hingga akhir umur yang ditetapkan oleh
Allah SWT, menurut pembagian Ibhul Jauzi, seseorang akan tetap dinamakan
orang tua juga betapapun umur lebih jauh dari itu hingga menemui ajalnya.
Dalam tahapan umur ini biasanya kelemahan menimpa manusia serta semua
panca indranya dan anggota badannya sehingga ada kalanya ia sama sekali
tidak berdaya atau berkekuatan lagi. Allah SWT telah berfirman dalam Q.S
An-Nahl ayat 70:
خلقكم ثم یتوفاكم ومنكم من یرد علیم قدیر والله إلى أرذل العمر لكي لا یعلم بعد علم شیئا إن الله
“Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antarakamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supayadia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”4
Permasalahan lansia yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
ini sangat beraneka ragam, mulai dari permasalahan secara biologis atau fisik,
3 Hasanain M. Makhluf. “Renungan Tentang Umur Manusia ”, (Bandung: Mizan, 1992)h. 66.
4Al-Qur’an, “Q.S An-Nahl ayat 70 beserta terjemahannya”, artikel ini diakses pada 10Februari pukul 10.53 WIB dari http://quran.ittelkom.ac.id/?sid=16&aid=70&pid=arabicid.
5
psikis (mental) dan sosialnya. Permasalahan secara fisik pada lansia
merupakan penurunan fungsi organ tubuh, penyakit yang dominan dialami
lansia di panti ini yaitu Rheumatoid Arthritis, Chardiovascular, diabetes dan
Psikogeriatri. Permasalahan secara fisik yang dialami lansia membuat mereka
tidak berdaya, namun tidak semua lansia yang mengalami gangguan fisik
membuat mereka tidak dapat melakukan kegiatan ataupun keterampilan yang
mereka miliki walaupun daya ingat, penglihatan mereka menurun dan sulit
untuk berjalan menuju aula tapi mereka tetap semangat dan mau untuk
mengikuti kegiatan yang ada di aula seperti musik angklung.
Permasalahan secara psikis (mental) yang di alami lansia di panti ini
juga sangat kompleks, seperti yang terjadi di panti ini sering terjadi
pertengkaran sesama WBS (Warga Binaan Sosial) sebutan untuk lansia di
PSTW dan terjadikecemburuan sosial dengan petugas panti, karena nenek
mempunyai perasaan yang lebih dengan petugas itu, nenek merasa petugas
memberikan perhatian yang lebih kepada dirinya padahal tidak begitu karena
petugas mempunyai kewajiban mengurusi semua WSB yang ada di panti, oleh
sebab itu apabila petugas itu mengurusi nenek yang lain maka nenek itu akan
memusuhinya. Masalah ini timbul karena pada dasarnya menjadi tua akan
mengalami perubahan aspek psikososial dan emosional yang tidak stabil
seperti mudah tersinggung, marah, mengekang, melarang karena rasa takut
yang berebihan akan kehilangan dan lain-lain.
Selanjutnya permasalahan sosial yang dialami lansia di panti ini juga
sangat beraneka ragam karena perlakuan atau kejadian yang dialami lansia
pada masa lalu berbeda-beda, baik perlakuan kejam dari keluarga maupun
6
lingkungan sekitarnya yang tidak bisa menerima dirinya, seperti contohnya
lansia yang mengalami tindak kekerasan atau perlakuan yang tidak baik dari
keluarganya maka lansia itu tidak mau untuk berkata jujur kalau masih
mempunyai keluarga, karena yang ada di dalam pikirannya hanya ketakutan
atau trauma, apabila lansia itu berkata jujur masih mempunyai keluarga
kepada pihak panti maka pihak panti akan menghubungi keluarganya dan
mengembalikannya kepada keluarganya, itu yang ada dipikiran lansia tersebut.
Oleh sebab itu pihak panti berusaha untuk mengetahui permasalahan yang
sebenarnya terjadi terhadap lansia tersebut dengan menggunakan metode
manajemen kasus, agar mengetahui permasalahan lansia serta permasalahan
yang dihadapi lansia bisa terselesaikan dan hubungan antara lansia dengan
pihak keluarga bisa harmonis walaupun tidak bisa bersatu tetapi ada
komunikasi antara lansia tersebut dengan keluarganya dibandingkan yang
sebelumnya tidak ada komunikasi sama sekali.
Lembaga yang peduli terhadap permasalahan ini adalah Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung. Dimana PSTW Budi Mulia
1 merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis Dinas Sosial Provinsi DKI
Jakarta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial lanjut
usia terlantar. PSTW berfungsi memberikan pelayanan sosial, psikologis,
perawatan medis, bimbingan fisik, mental, spiritual dan bimbingan
pemanfaatan waktu luang yang bertujuan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan, kualitas hidup dan keberfungsian sosial lansia terlantar
7
sehingga dapat membuat hari tuanya dengan mengikuti ketentraman lahir dan
batin.5
Dengan banyaknya permasalahan yang terjadi pada lansia, maka
PSTW menggunakan metode manajemen kasus untuk menghadapi serta
mencari jalan keluar mengenai permasalahan yang terjadi pada lansia. Ada 3
Pekerja Sosial di PSTW tetapi hanya 1 pekerja sosial yang berperan sebagai
manajer kasus, yaitu orang yang bertanggung jawab dalam keberlangsungan
dan keberhasilan pelaksanaan pelayanan manajemen kasus.
Manajemen kasus merujuk kepada suatu proses atau metode yang
menjamin agar klien mendapat pelayanan yang dibutuhkannya secara
koordinasi, efektif dan efisien. Komponen dasar manajemen kasus yang
dilakukan oleh pekerja sosial dalam menangani permasalahan lansia di PSTW
ini yaitu Assesment, yang mencakup identifikasi kebutuhan (sandang, pangan,
papan) identifikasi potensi dan identifikasi masalah klien, Perencanaan,
Pelaksanaan, Pendampingan dan Pengakhiran.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
kemudian mendorong penulis untuk melakukan pembahasan dan penelitian
secara lebih mendalam mengenai gambaran “Manajemen Kasus
Permasalahan Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi
Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur”.
5 Pamflet Profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1, Cipayung, Jakarta Timur.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, peneliti memberikan batasan permasalahan
yang dipaparkan dengan tujuan agar terhindar dari terjadinya perluasan
materi yang akan dibahas dan mengingat keterbatasan peneliti dalam hal
ilmu pengetahuan, waktu, dana dan tenaga serta demi terfokusnya pikiran.
Maka peneliti membatasi permasalahan yang akan di kaji dalam penelitian
ini adalah gambaran manajemen kasus permasalahan lanjut usia di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur.
2. Perumusan Masalah
Dengan banyaknya permasalahan yang terjadi pada lansia, mulai
dari masalah fisik/mental, psikis maupun sosialnya. Maka peneliti lebih
memfokuskan penelitian tentang “bagaimana gambaran manajemen kasus
terhadap permasalahan lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur?”
Secara lebih rinci peneliti membuat perumusan masalah
turunanyang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:
a) Bagaimana penerapan Expanded Broker Model yang dilakukan pekerja
sosial saat melaksanakan manajemen kasus di Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 ?
b) Bagaimana tahap pelaksanaan manajemen kasus terhadap
permasalahan lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi
Mulia 1 ?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan umum dalam penelitian ini yang dilakukan oleh
peneliti yaitu untuk mengetahui serta mendapatkan gambaran manajemen
kasus permasalahan lanjut usiadi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Budi Mulia 1, sedangkan yang menjadi tujuan secara rinci penelitian ini
ialah :
a) Untuk mengetahui penerapan Expanded Broker Model yang dilakukan
pekerja sosial saat melaksanakan manajemen kasus di Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1
b) Untuk mengetahui tahap pelaksanaan manajemen kasus terhadap
permasalahan lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi
Mulia 1
2. Manfaat Penelitian
Adapun dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan tentang pelaksanaan manajemen kasus yang dapat
diaplikasikan dalam praktik pekerjaan sosial, khususnya dalam
penanganan masalah lansia terlantar.
2. Manfaat Akademik
Secara akademis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan kepada Jurusan Kesejahteraan Sosial,
khususnya yang berhubungan dengan setrategi dalam praktek
10
manajemen kasus dalam penanganan masalah sosial pada lansia dan
juga mengembangkan kajian ilmu kesjahteraan sosial.
D. Metodologi Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu proses yang harus dilalui dalam
suatu penelitian agar hasil yang diinginkan dapat tercapai. Metode penelitian
ini kemudian dibagi menjadi:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif adalah pendekatan yang mengacu pada prosedur penelitian yang
menghasilkan penelitian, seperti perkataan orang dan perilaku yang dapat
diamati.6
Selain itu metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.7 Dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti memberikan kesempatan
pada informan untuk menyampaikan informasi yang sebanyak-banyaknya
dan tidak terbatas pada suatu bentuk kuesioner tertutup, melainkan dengan
menggunakan wawancara mendalam sesuai dengan metode pengumpulan
data yang seringkali digunakan dalam penelitian kualitatif.8
6 Lexy J Moleong, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2003). h. 12.
7 Prof. Dr. Sugiyono, “Memahami Penelitian Kualitatif”, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009),Cet. 5, h. 1.
8 Kristi E Poerwandadi, “Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi”, (Jakarta:LPSP3, 1998), h. 32.
11
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam melakukan
penelitian karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif,
didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data akurat dan digambarkan
secara jelas dari kondisi sebenarnya mengenai gambaran manajemen kasus
permasalahan lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1
Cipayung Jakarta Timur.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif
yaitu metode yang dirancang untuk mengumpulkan informan tentang
keadaan-keadaan yang sekarang (sementara berlangsung). Tujuan utama
menggunakan jenis penelitian ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu
keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan
memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.9 Selain itu juga bahwa
penelitian deskriptif menyajikan suatu gambaran tentang detail yang
spesifik dari suatu situasi, keadaan sosial atau suatu hubungan.
Penelitian deskriptif ditunjukan untuk mengumpulkan data aktual
secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah
atau memeriksa kondisi atau praktik-praktik yang berlaku, juga
menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana
dan keputusan pada waktu yang akan datang.10 Sesuai dengan jenis
9 Consuelo G. Sevilla, dkk, “Pengantar Metode Penelitian”, (Jakarta: PenerbitUniversitas Indonesia (UI Press), 2006), cet. 1, h. 71.
10 Jalaludin Rakhmat, “Metode Penelitian Kualitatif”, (Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2006), cet. 12, h. 25.
12
penelitian yang digunakan, maka dalam penelitian ini digambarkan tentang
manajemen kasus permasalahan lansia di PSTW Budi Mulia 1.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 yang berlokasi di Jl. Bina Marga
No. 58, Cipayung, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni
2014 sampai Agustus 2014.
4. Teknik Pemilihan Informan
Teknik yang digunakan untuk pemilihan informan dalam penelitian
ini adalah teknik purposive sampling (bertujuan) di mana informan di pilih
berdasarkan pertimbangan tertentu dan di anggap sebagai orang-orang
yang tepat dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan
peneliti.11
Penelitian ini menggali data seluas-luasnya dari pihak-pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan manajemen kasus di PSTW, pihak-pihak
tersebut antara lain: Pekerja Sosial PSTW yang berperan sebagai manajer
kasus, penanggung jawab wisma, psikolog, perawat, ahli spiritual dan 5
warga binaan sosial (WBS).
11 Suehartono Irawan, “Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian BidangKesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya”, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 63.
13
Tabel 1.2 (Informan)
No Informan Informasi yang dicari Jumlah
1.Pekerja sosial yangberperan yang berperansebagai manajer kasus
Tahapan manajemen kasus terhadappermasalahan lansia dan strategiyang digunakan ketika melaksananmanajemen kasus.
1 orang
2.Penanggung JawabWisma
Menggali informasi mengenaipermasalahan WBS yang seringterjadi di dalam wisma.
1 orang
3. Psikolog
Menggali informasi mengenai kerjasama yang dilakukan Psikologdengan Manajer Kasus dalammenangani permasalahan WBS.
1 orang
4. Perawat
Menggali informasi mengenaipenyakit yang sering di alami olehWBS serta menggali informasitentang kerja sama seperti apa yangdilakukan perawat dengan pekerjasosial dalam menanganipermasalahan WBS.
1 orang
5. Ahli Spiritual
Menggali informasi mengenai kerjasama seperti apa yang dilakukanahli spiritual dengan pekerja sosialketika menangani permasalahanWBS.
1 orang
6.WBS (Warga BinaanSosial)
Menggali informasi mengenaipermasalahan yang di hadapi WBSdan mencari tahu mengenaipelayanan apa yang telah diterima.
5 orang
5. Sumber Data
Data yang diapatkan dalam penelitian ini terbagi dua yaitu:
a) Data Primer,yang merupakan observasi dan wawncara mendalam.
Informan dalam data primer ini antara lain: Pekerja Sosial PSTW
yang berperan sebagai manajer kasus, penanggung jawab wisma,
psikolog, perawat, ahli spiritual dan 5 orang WBS.
b) Data Sekunder, yang berupa catatan atau dokumen yang diambil
dari berbagai literatut, buku-buku, internet atau tulisan yang
14
berhubungan dengan masalah yang diteliti, seperti brosur, arsip dan
lain-lain.
6. Jenis Informan
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat tahapan pelaksanaan
manajemen kasus mulai dari tahap awal hingga akhir. Karena itu ada
beberapa jenis informan yang digunakan dalam penelitian ini. Masing-
masing informan memiliki kriteria tersendiri. Informan terdiri dari:
1. Pekerja sosial yang berperan sebagai manajemen kasus di PSTW.
Peneliti mewawancarai 1 pekerja sosial yang ada di PSTW. Karena
pekerja sosial tersebut merupakan pekerja sosial urusan manajemen
kasus yang menjadi koordinator dari setiap tahapan yang akan di jalani
klien saat berada di PSTW.
2. Penanggung jawab wisma. Peneliti mewawancarai penanggung jawab
wisma dengan mencari tahu permasalahan yang sering terjadi di dalam
wisma.
3. Psikolog. Peneliti mewawancarai Psikolog untuk menggali informasi
menenai kerja sama yang dilakukan pekerja sosial dengan psikolog
saat menangani permasalahan WBS.
4. Perawat. Peneliti mewawancarai perawat untuk mengetahui kondisi
fisik WBS yang ada di dalam panti dan kerja sama yang dilakukan
perawat dengan pekerja sosial saat menangani permasalahan WBS.
5. Ahli spiritual. Unutk mengetahui kerja sama yang dilakukan ahli
spiritual dengan pekerja sosial saat menangani permasalahan WBS.
15
6. WBS. Peneliti mewawancarai 5 informan tersebut karena ke lima
WBS ini masing-masing masih memiliki keluarga tetapi mereka
berada atau hidup di dalam panti. Peneliti akan menggali faktor apa
yang membuat 5 WBS ini bisa berada di panti sedangkan masih
memiliki keluarga.
7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah teknik
pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data kualitatif berupa
pengumpulan data dalam bentuk kalimat, pernyataan, kata dan gambar.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Teknik Observasi
Istilah obsrvasi berasal dari bahasa latin, yaitu berarti “melihat”
dan memperhatikan. Istilah observasi ini diarahkan pada kegiatan
memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
Observasi yang berarti pengamatan untuk mendapatkan data tentang
suatu masalah, sehingga diperoleh suatu pemahaman atau pembuktian
terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya.12 Di sini
peneliti terjun langsung kelapangan dengan mendatangi Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) guna memperoleh data yang kongkrit
mengenai hal-hal yang menjadi objek penelitian, yaitu informasi
12 Rahayu Tri lin, S.Psi dan Ardani Ardi Tristiadi, “Observasi dan Wawancara”,(Malang: PT. Bayu Media, 2004).
16
tentang pelaksanaan manajemen kasus permasalahan lansia, yang
hasilnya akan dituangkan pada catatan lapangan.
2. Teknik Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode yang sangat penting
dalam studi kasus. Wawancara mendalam yaitu pembicaraan dengan
tujuan tertentu pembicaraan antara peneliti dan informan yang
berfokus pada persepsi informan tentang dirinya, kehidupannya serta
pengalamannya yang kemudian diekpresikan dalam bahasa
mereka.Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang
lainnya dengan mengajukan pertanyan-pertanyaan berdasarkan tujuan
tertentu.13 Dalam hal ini peneliti berusaha mendapatkan data atau
informasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara
langsung yang berkaitan dengan tahap pelaksanaan manajemen kasus
terhadap permasalahan lansia. Dalam penelitian ini penulis langsung
mewawancarai Ibu Siti Fathonah S.sos selaku pekerja sosial, untuk
melengkapi keabsahan data, penanggung jawab wisma, peneiti juga
mewawancarai psikolog, perawat, ahli spiritual dan mewawancarai 5
WBS.
3. Teknik Dokumentasi
Teknik pengumpulan data adalah cara pengumpulan data
melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk
juga buku-buku yang berkaitan mengenai pendapat, teori maupun
13 Deddy Mulyana, “Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasidan Ilmu Sosial Lainnya”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 180.
17
hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan
atau penelitian. Oleh sebab itu dalam setiap penelitian tidak dapat
dilepaskan dari literature-literatur ilmiah, sehingga kegiatan ini
menjadi sangat penting. Dalam teknik ini peneliti berusaha
memperoleh data-data dokumentasi yang berkaitan dengan tahap
pelaksanaan manajemen kasus terhadap permasalahan lansia di PSTW,
seperti berkas-berkas, profil lembaga, foto-foto serta arsip-arsip yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
8. Teknik Analisa Data
Maksud dari analisa data adalah proses pengumpulan data dan
mengurutkannya kedalam pola dan pengelompokan data. Rencana analisa
data yang dipakai dalam menganalisa penelitian ini berdasarkan pada hasil
temuan lapangan baik dari data primer maupun data sekunder serta hasil
pengamatan (observasi) yang dilakukan selama proses memasuki lapangan
penelitian. Proses analisa data kualitatif terdiri dari beberapa tahapan
yaitu:
1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, melalui hasil
wawancara, pengamatan (catatan lapangan), dokumen, foto dan
sebagainya.
2. Mereduksi data, dengan melakukan abstraksi atau merangkai inti, proses
dan pernyataan-pernyataan penting.
3. Menyusun data yang ditemukan dan kemudian dikategorisasikan.
4. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data, dengan mengecek hasi
temuan lapangan dari berbagai sumber dengan kenyataan yang ada.
18
5. Penafsiran data, hal ini dilakukan dengan menginterprestasikan data dan
dengan teori atau konsep yang telah ada.14
Dari hasil analisis tersebut didapatkan jawaban atas pertanyaan
penelitian ini dan mampu memberikan rekomendasi-rekomendasi yang
bisa dijadikan alternatif dalam melakukan manajemen kasus.
9. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data dapat dicapai dengan jalan membandingkan
keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang lain dalam hal ini peneliti membandingkan antara hasil
wawancara dengan pekerja sosial yang berperan sebagai manajer kasus
dan hasil wawancara dengan klien. Strategi ini dilakukan untuk
meningkatkan keabsahan data yang dilakukan dengan cara triangulasi.
Triangulasi adalah pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut. Data lain yang dikumpulkan
dibandingkan dengan data yang diperoleh dari studi literatur, wawancara,
pengamatan dan data-data sekunder lembaga.
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum mengadakan penelitian lebih lanjut, peneliti kemukakan suatu
tinjauan pustaka sebagai langkah awal dari penyusunan skripsi yang peneliti
buat agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-lainnya dari skripi-skripsi
sebelumnya. Setelah mengadakan suatu kajian kepustakaan, maka peneliti
menemukan skripsi yang hampir sama dengan peneliti buat, tetapi dari
14 Leky J Moleong, “Metodologi Penlitian Kualitatif”, (Bandung : PT RemajaRosdakarya, 2003). h. 190.
19
berbagai segi berbeda. Jelas perbedaan terletak pada subyek dan obyek
penelitian. Tinjauan pustaka peneliti sebagai berikut:
1) Nama : Julia Salam
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Kesejahteraan
Sosial, Tahun 2012
Judul Skripsi : MANAJEMEN KASUS TERHADAP PEREMPUAN
KORBAN TRAFIKING DI RUMAH PERLINDUNGAN
SOSIAL WANITA (RPSW) PSKW “MULYA JAYA”
JAKARTA
2) Nama : Muhammad Afrizal
Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Program Studi Kesejahteraan
Sosial, Tahun 2011
Judul Skripsi : MANAJEMEN KASUS PEKERJA SOSIAL MEDIS
INSTALASI REHABITITASI MEDIS (IRM) RSUP
FATMAWATI DALAM UPAYA RESTORASI FUNGSI
PSIKOSOSIAL PASIEN
F. Sistematika Penulisan
Dalam hal sistematika penulisan ini peneliti menggunakan Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan
CeQDA (Center for Quality Development dan Assurance) Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pedoman penulisan skripsi
ini.
20
Penulisan Skripsi ini disajikan kedalam 5 Bab, adapun sistematika
penulisan skripsi :
BAB I: Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjuan Pustaka dan Sistematika
Penulisan.
BAB II: Terdiri dari Manajemen Kasus meliputi : Pengertian Manajemen
Kasus, Model-Model Manajemen Kasus, Dasar-Dasar
Pelayanan Manajemen Kasus, Tahapan-Tahapan Manajemen
Kasus Tugas-Tugas Manajer Kasus dan Prinsip Pekerja Sosial.
Pengertian Lanjut Usia serta Permasalahannya.
BAB III: Dalam bab ini yang akan dipaparkan adalah profil lembaga
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta
Timur, yang mencakup Latar Belakang Pendirian Lembaga,
Tujuan Visi dan Misi Lembaga, Falsafah Lembaga, Struktur
Organisasi Lembaga, Jangkauan Layanan, Sumber Daya
Manusia (SDM), Sarana dan Prasarana Lembaga, Kemitraan
dengan Pihak Luar.
BAB IV: Temuan Lapangan dan Analisa Manajemen Kasus Permasalahan
Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia
1 Cipayung
BAB V: Yang terdiri dari kesimpulan terhadap hasil penelitian pada bab-
bab seblumnya, guna menganalisis masukan ataupun saran
terhadap program lembaga.
21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Manajemen Kasus
1. Pengertian Manajemen Kasus
Manajemen kasus adalah proses pengelolaan tindakan penanganan
kasus yang meliputi assesment, perencanaan, pelaksanaan pelayanan,
pemantauan/monitoring dan evaluasi untuk menangani masalah secara
sistematis dengan berkoordinasi dan melibatkan sumber-sumber yang
dibutuhkan.1
Menurut Rothman manajemen kasus merupakan suatu penghubung
antara klien dengan jasa pelayanan yang menyediakan kebutuhan klien untuk
pelayanan yang berkelanjutan. Manajemen kasus adalah suatu pelayanan bagi
klien yang dalam kondisi sangat lain dalam sistem penyelenggaraan
pelayanan.2
Sedangkan definisi lain menyebutkan bahwa manajemen kasus adalah
suatu layanan yang mengaitkan serta mengkoordinasikan bantuan dari
institusi dan lembaga yang memberikan dukungan medis, psikososial dan
praktis bagi individu yang membutuhkan.3
1 Akbar Halim, dkk, “Pedoman Manajemen Kasus Perlindungan Anak”, (Jakarta: DirektoratPelayanan Sosial Anak dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, 2010 ), h. 2.
2 Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”,(Bandung: Balai Besar Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), t.t), h. 86.
3 Albert R. Roberts dan Gilbert J. Greene, “Buku Pintar Pekerja Sosial ”, (Jakarta: BPKGunung Mulia, 2008), Cet. 1, h. 368.
22
Moxley menjelaskan manajemen kasus sebagai:
“Suatu sistem pelayanan yang mengkoordinasikan danmelanjutkan suatu jaringan dukungan-dukungan formal dan informalserta aktifitas-aktifitas yang direncanakan untuk mengoptimalkanfungsi dan kesejahteraan orang dengan kebutuhan-kebutuhan yangberaneka ragam”.4
Barker pun menjelaskan manajemen kasus adalah:
A process to plan, seek, advocate for, and monitor servicesfrom different social services or health care organizations and staff onbehalf of a client. The process enables social workers in anorganization, or in different organizations, to coordinate their effortsto serve a given client through professional teamwork, thus expandingthe range of needed services offered. Case management limitsproblems arising from fragmentation of services, staff turnover, andinadequate coordination among providers. Case management canoccur within a single, large organization or within a communityprogram that coordinates services among setting.5
Terjemahan :
“Sebuah proses untuk merencanakan, mencari, advokasi, danmemonitor layanan dari layanan sosial yang berbeda atau organisasiperawatan kesehatan dan staf atas nama klien. Proses inimemungkinkan pekerja sosial dalam organisasi atau dalam organisasiyang berbeda untuk mengkoordinasikan upaya mereka untuk melayaniklien tertentu melalui kerja sama tim profesional, sehinggamemperluas kisaran diperlukan layanan yang ditawarkan, batasmasalah manajemen kasus yang timbul dari fragmentasi layanan,pergantian staf, dan koordinasi yang tidak memadai antara penyedia.Manajemen kasus dapat terjadi dalam satu organisasi besar ataudalam program komunitas yang mengkoordinasikan layanan antarapengaturan”.
Menurut Rothman ada kesepakatan dalam menggambarkan proses dan
tugas-tugas yang terlibat dalam langkah-langkah manajemen kasus, yaitu
4 Bambang Rustanto, “Praktek Pekerjaan Sosial Manajemen Kasus”, artikel ini diakses pada17 Oktober 2012 dari http://bambang-rustanto.blogspot.com/2012/10/manajemen-kasus-dalam-pekerjaan-sosial.html.
5 NASW (National Association of Social Workers), “NASW Standards for Social Work CaseManagement”, artikel ini diakses dari http://socialworkers.org/practice/standards/ sw_case_mgmt.asp.
23
assessment awal (mendefinisikan masalah dan kekuatan), perencanaan,
menghubungkan dan mengkoordinasi, pemantauan dan dukungan, dan
merangkum, mengevaluasi, menguatkan, memberikan penghargaan,
penutupan.
Berdasarkan dari pengertian manajemen kasus menurut para ahli,
penulis dapat menyimpulkan manajemen kasus dapat berbeda-beda untuk
setiap pekerjaan. Meskipun demikian masing-masing manajemen kasus
mempunyai tujuan yang sama. Manajemen kasus merujuk kepada suatu
proses atau metode yang menjamin agar klien mendapat pelayanan yang
dibutuhkannya secara terkoordinasi, efektif dan efisien. Dalam manajemen
kasus ini pekerja sosial melaksanakan peranan sebagai Manajer Kasus (Case
Manager).
2. Model-Model Manajemen Kasus
Salomon mendefinisikan empat model yang sering di pakai pada
manajemen kasus. Adapun empat model tersebut yaitu:
1. Expanded Broker Model
Model ini termasuk dalam model manajemen kasus tradisional dan
merupakan model umum dimana petugas yang bekerja pada model ini
bertindak sebagai broker yaitu yang menghubungkan klien dengan agensi
atau pelayanan lain di dalam komunitas untuk mendapatkan kebutuhan-
kebutuhan klien yang spesifik. Petugas manajemen kasus yang terlibat
dalam model ini bertindak sebagai agen dibandingkan sebagai penyedia
pelayanan. Staf atau petugad manajemen kasus ini menggunakan elemen
24
tugasnya terutama untuk penilaian, perencanaan, pelaksanaan dan
pendampingan. Efektivitas model ini sangat tergantung pada keutuhan dan
efektivitas dari pelayanan komunitas yang ada.6
2. Rehabilitation model
Model ini lebih banyak membantu klien untuk mencapai sukses
pada lingkungan yang dipilihnya dibanding memperlihatkan program
komprehensif untuk perbaikan, dimana pada klien dilakukan penilaian
fungsional sebagai dasar untuk melakukan rencana rehabilitasi. Manajer
kasus lebih memfokuskan pada perkembangan keterampilan hingga klien
mampu bekerja pada suatu jaringan. Model ini merupakan manajemen
kasus dalam keadaan keseluruhan rehabilitasi psikiatri.
3. Personal Strengths Model
Model ini mempunyai dua dasar yaitu yang pertama untuk menjadi
orang sukses maka sesseorang harus bisa menggunakan, mengembangkan
dan menjalankan potensi diri serta mempunyai sumber untuk
menjalankannya. Kedua yaitu perilaku individu tergantung pada sumber-
sumber individu yang tersedia. Manajer kasus pada model ini bertindak
sebagai penasehat atau mentor yang akan membantu klien dalam
memecahkan masalah dan mengembangkan sumber daya yang
dimilikinya.
6 Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”,(Bandung: Balai Besar Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), t.t), h. 90.
25
4. Full Support Model
Model ini mempunyai fungsi tambahan yaitu untuk menyediakan
secara langsung sebagian atau seluruh jasa pelayanan yang dibutuhkan
oleh klien. Petugas manajemen kasus sangat sedikit peranannya sebagai
penghubung antara klien dengan jasa pelayanan yang ada di komunitas.
Model ini sangat khas dimana tergabung tim multidisiplin yang terdiri dari
spesialis berbagai jasa pelayanan yang berbeda, misalnya begian
perumahan, perawatan dan rehabilitasi bertugas memberikan semua
kebutuhannya sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di dalam
komunitas. Manajer kasus berupaya menyediakan fungsi pelayanan
manejemen kasus dasar di tambah dengan berbagai rehabilitasi dan
pelayanan pengobatan.7
3. Dasar-Dasar Pelayanan Manajemen Kasus
Ada empat dasar pelayanan yang harus dipenuhi untuk keberhasilan
suatu manajemen kasus, yaitu:
a. Kontinuita: klien mendapatkan pelayanan yang komprehensif dalam
periode waktu yang ditetapkan.
b. Aksesibilitas: klien dapat menggunakan pelayanan kapan saja
dibutuhkannya.
c. Akuntabilitas: sistem bertanggung jawab terhadap pelayanan yang
diberikan kepada klien.
7 Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”, h. 90.
26
d. Efisiensi: pelayanan diberikan secara tepat dan ekonomis.8
4. Tahap-Tahap Manajemen Kasus
Adapun tahap-tahap dalam manajemen kasus yaitu:
1. Penilaian (Assessment)
Sebelum melakukan tahap penilaian ini, tim manajemen kasus
mengadakan prescreening terhadap klien, untuk menentukan klien mana
yang dapat ikut dalam program manajemen kasus yang akan dilakukan.
Hal-hal mendasar dalam penentuan prescreening (penyeleksian):
a. Keadaan medis psikiatri klien, dalam hal ini klien yang masih dalam
kondisi akut tidak dapat diikutsertakan dalam program ini.
b. Ada tidaknya dukungan keluarga terhadap program ini dapat
berpengaruh pada keikutsertaan klien. Keluarga yang tidak
mendukung akan dapat mengurangi kesempatan klien untuk dapat
mengikuti program manajemen kasus.
Assesment yang bersifat komprehensif menjadi sangat penting
dalam manajemen kasus, yakni asesment diperoleh dari hasil observasi
dan evaluasi perkembangan tingkah laku klien selama masa perawatan,
informasi dari keluarga atau orang yang dekat dengan klien, hasil masukan
atau pendapat dari klien tentang hal-hal yang menjadi masalah bagi
dirinya.9
8 Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”,(Bandung: Balai Besar Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), t.t), h. 86.
9 Lambert Maguire, “Pekerjaan Sosial Klinis”. Penerjemah Tim STKS Bandung dan BiroHumas-Departemen Sosial RI, (Jakarta: PT. Erdino Mutiara Agung, 2008), h. 113
27
2. Perencanaan (Planning)
Perencanaan yaitu tahap untuk menyusun dan mengembangkan
layanan yang menyeluruh untuk klien sesuai dengan hasil
assesment.Hasil-hasil identifikasi masalah yang didapatkan dari tahap
asesmen (sesuai keinginan klien, masalah kebutuhannya, serta sumber
daya yang tersedia), kemudian disusun menjadi suatu formulasi masalah,
dan selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yg digunakan untuk
menyusun perencanaan.
Penetapan tujuan harus individual dan harus realistis berdasarkan
hasil yang didapat dari asesmen, serta tujuan yang tercapai. Contoh: klien
yang memiliki masalah disabilitas psikososial atau sulit berkomunikasi
dengan orang sekitarnya atau tidak ada keterampilan untuk melakukan
pekerjaan, maka perlu direncanakan intervensi dengan menghubungkan
klien pada program day care. Selanjutnya harus ditentukan tujuan jangka
pendek dan jangka panjang yang akan dicapai oleh klien.
Berdasarkan contoh di atas maka dapat ditetapkan tujuan jangka
pendek dan panjang yaitu tujuan jangka pendek yang ditetapkan pada
klien ini adalah meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan mandiri,
sedangkan tujuan jangka panjang mengurangi stresor yang dapat
menyebabkan depresi dan kekambuhan penyakit, sehingga dapat
mengurangi terjadinya penurunan kondisi fisik dan psikis serta
memperbaiki kualitas hidup.
28
Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi
terlebih dahulu dengan tim multidisiplin berkaitan dengan penyusunan,
yaitu seperti jenis pelayanan yang akan diberikan, sumber-sumber
pelayanan yang mudah didapat klien dan penentuan anggota staf tim yang
bertanggung jawab terhadap pelayanan yang diberikan. Perencanaan
intervensi mencakup perencanaan penanganan dalam arti pemberian
konseling langsung dan terapi, serta perencanaan pelayanan yang
mencakup upaya mengkaitkan klien dengan dukungan eksternal formal
dan informal dalam pemberian bantuan. Perencanaan pelayanan inervensi
biasanya melibatkan metode-metode pencapaian tujuan jangka pendek dan
panjang.
Perencanaan berkaitan erat dengan identifikasi sumber daya dan
hubungan-hubungan yang saling terkait. Dalam menyusun rencana banyak
manejer kasus mempertimbangkan hambatan-hambatan yang mungkin
terjadi bagi klien dan tingkat sistem dan mulai mempertimbangkan
langkah-langkah lain untuk menangani hal tersebut. Klien harus terlibat
semaksimal mungkin dalam perencanaan intervensi, mengingat mereka
biasanya lebih mampu mengidentifikasi kebutuhannya dan karena itu
mendukung hasil pelayanan yang lebih efektif.10
10 Albert R. Roberts dan Gilbert J. Greene, “Buku Pintar Pekerja Sosial ”, (Jakarta: BPKGunung Mulia, 2008), Cet. 1, h. 283.
29
3. Pelaksanaan (Implementation)
Menjamin terpenuhinya kebutuhan klien sesuai perencanaan yang
telah dibuat. Mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan,
dilihat sejauh mana manajamen kasus memberikan pelayanan kepada
klien untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh konseling, bimbingan
mental dan ketrampilan, dan sebagainya. Apakah dukungan ini dapat
disediakan sendiri atau harus bekerja sama dengan agensi lainnya. Bila
terjadi keadan krisis yang tidak terduga, maka harus dijamin tersedianya
jasa pelayanan yang sesuai untuk mengatasinya.
Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu yang paling krusial
(penting) karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan
tidak sesuai dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama
antara petugas, pertentangan antar kelompok juga dapat menghambat
pelaksanaan suatu program atau kegiatan.11
4. Pengawasan (Monitoring)
mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan yang telah diberikan
kepada klien. Faktor-faktor yang di evaluasi meliputi kuantitas dan
kualitas pelayanan, termasuk efektivitas penggunaan biaya dan kesesuaian
pelaksanaan pelayanan dengan tujuan yang ditetapkan. Selain itu harus
diketahui ada tidaknya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau
adanya kesenjangan antara kebutuhan dengan sumber daya dan pelayanan
11 Isbandi Rukminto, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan IntervensiKomunitas”, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h. 176.
30
yang ada. Pada tahap ini juga dilakukan stabilisasi terhadap perubahan
yang sudah diharapkan terjadi.12
5. Pendampingan
Mendampingi dan memberikan bimbingan lanjutan kepada klien.
Tahap pendampingan terhadap klien berlangsung terus-menerus selama
program manajamen kasus, bertujuan agar dapat diketahui apakah
pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.
Contoh: klien yang telah direncanakan mendapat pelayanan day care
ternyata tidak dilakukan oleh agen pelayanan, sehingga manajer kasus
dapat mempertanyakan hal tersebut atas nama klien. Tahap pendampingan
terhadap klien berlangsung terus-menerus saat melakukan manajemen
kasus karena bertujuan agar dapat diketahui apakah pelayanan yang
diberikan sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.13
6. Pengakhiran (Termination)
Mengambil tindakan untuk menyelesaikan atau meneruskan suatu
program manajemen kasus pada seorang klien, dimana klien dipersiapkan
untuk mengakhiri program, disiapkan melalui masa transisi dan kemudian
dilepaskan untuk mengikuti program tanpa pendampingan, setelah itu baru
klien benar-benar dapat keluar dari program. Pada masa transisi manajer
kasus mengajak klien untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan
12 Isbandi Rukminto, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan IntervensiKomunitas”, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h. 176.
13 Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”,(Bandung: Balai Besar Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), t.t), h. 88.
31
pemenuhan kebutuhannya secara mandiri. Akan tetapi selain proses yang
diakhiri atas dasar kesepakan bersama karena sudah tercapainya suatu
kemampuan tertentu dari klien, terminasi juga dapat terjadi secara sepihak,
misalnya saja karena tidak terbentuknya relasi yang baik antara manajer
kasus dengan kliennyamaka dalam hal ini terminasi yang terjadi adalah
terminasi tanpa tercapainya bentuk perilaku yang diharapkan akan dapat
membantu klien untuk mengatasi permasalahan yang ada. Dalam kasus ini
biasanya mekanisme untuk menangani permasalahan yang muncul pada
diri klien tidak terbentuk dengan baik.14
5. Tugas Manajer Kasus
Dalam manajemen kasus pekerja sosial berperan sebagai sebagai
manajer kasus. Adapun tugas manajer kasus yaitu:
a. Memahami kebutuhan klien, kapasitas jaringan kerja lembaga pelayanan
dan kemampuan-kemampuan pelayanan sosial yang tersedia dari aneka
pihak.
b. Mengembangkan perencanaan pelayanan yang komprehensif
multidisiplin.
c. Melakukan intervensi langsung untuk memperkuat keterampilan dan
kapasitas klien untuk membela dirinya sendiri.
d. Memonitor implementasi rencana pelayanan.
14 Isbandi Rukminto Adi, “Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”, (Jakarta: FISIPUI Press, 2005), h. 154.
32
e. Mengevaluasi efektivitas dari dampak pelayanan atas keberfungsian
klien.15
6. Prinsip Pekerja Sosial
Dasar teori Midgley dan Mass untuk kesemua praktek pekerjaan sosial
tersusun dalam suatu prinsip-prinsip general yang menggambarkan keyakinan
filsafat dari profesi dan menjadi sebuah pedoman pekerja sosial untuk
berkerja dengan klien-klien mereka. Prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:
1. Penerimaan
Prinsip ini secara mendasar melihat bahwa pekerja sosial harus
berusaha menerima klien mereka apa adanya tanpa menghakimi klien
tersebut. Kemampuan pekerja sosial untuk menerima klien (pihak yang
membutuhkan bantuan) nya dengan sewajarnya akan dapat banyak
membantu perkembangan relasi antara mereka.16
2. Komunikasi
Prinsip komunikasi itu berkaitan erat dengan kemampuan pekerja
sosial untuk menangkap informasi ataupun pesan yang dikemukakan oleh
klien. Pesan yang disampaikan klien dapat berbentuk verbal yang
diungkapkan klien melalui ucapannya, atau pesan tersebut dapat pula
berbentuk non-verbal misalnya dari cara duduk klien, cara menggerakan
tangannya, cara klien meletakan tangannya dan sebagainya. Dari pesan
15 Sutaat, dkk, “Pendampingan Sosial Bagi Calon Pekerja Migran dan Keluarganya diDaerah Asal”, (Jakarta: Ciputat Press, 2009), h. 11
16 Isbandi Rukminto, “Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”, (Jakarta: FISIP UIPress, 2005), h. 80.
33
non-verbal tersebut kita bisa menangkap klien sedang merasa gelisah,
contoh seperti takut, cemas, gembira, gelisah dan berbagai ungkapan
perasaan lainnya.
Bila suatu ketika klien tidak dapat mengungkapkan perasaan apa
yang dirasakannya pekerja sosial diharapkan dapat membantu klin
tersebut untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Dengan
berkembangnya komunikasi antara pekerja sosial dan kliennya maka
pekerja sosial dapat menelaah permasalahan yang dihadapi klien secara
lebih jelas sehingga praktisi tidak menganalisi berdasarkan praduga tetapi
berdasarkan data yang diterima dari pesan verbal dan pesan non verbal
yang disampaikan oleh klien.17
3. Individualis
Prinsip individualis pada intinya menganggap setiap individu
berbeda antara satu dengan yang lainnya, sehingga seorang pekerja sosial
haruslah berusaha memahami keunikan dari setiap klien karena itu dalam
proses pemberian bantuan harus berusaha mengembangkan intervensi
yang sesuai dengan kondisi kliennya agar mendapatkan hasil yang
optimal.
4. Partsipasi
Pada prinsip ini pekerja sosial didorong untuk menjalankan
perannya sebagai fasilitator, dari peran ini pekerja sosial diharapkan akan
17 Isbandi Rukminto, “Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”, (Jakarta: FISIP UIPress, 2005), h. 81.
34
mengajak kliennya untuk ikut serta berperan aktif dalam menghadapi
permasalahan yang dihadapinya.
5. Kerahasiaan
Dalam prinsip ini pekerja sosial harus menjaga kerahasiaan dari
kasus yang sedang ditanganinya sehingga kasus itu tidak dibicarakan
dengan sembarang orang yang tidak terkait dengan penanganan kasus
tersebut.
6. Kesadaran Diri Petugas
Prinsip kesadaran diri ini menuntut pekerja sosial untuk bersikap
professional dalam menjalin relasi dengan kliennya. Dalam hal ini pekerja
sosial harus mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak terhanyut oleh
perasaan ataupun permasalahan yang dihadapinya oleh kliennya. Pekerja
sosial disini haruslah tetap rasional tetapi mempu untuk menyelami
perasaan kliennya secara objektif, dengan kata lain pekerja sosial haruslah
menerapkan sikap empati dalam menjalin relasi dengan kliennya.18
B. Lanjut Usia (Lansia)
1. Pengertian Lanjut Usia
Setiap rentan kehidupan memiiki tugas-tugas perkembangan, fokus,
minat, hambatan dan perubahan yang berbeda disetiap tahapannya. Masa tua
ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun
biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan
18 Isbandi Rukminto, “Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”, (Jakarta: FISIP UIPress, 2005), h. 80.
35
daya ingat. Penyesuaian diri terpusat disekitar pekerjaan dan keluarga pun
menjadi lebih sulit daripada penyesuaian pribadi. Usia tua adalah periode
penutup dalam rentan hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang
telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Usia 60-an biasanya
dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan usia lanjut. 19
Menurut Undang-Undang No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2) tentang
penduduk lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam
puluh) tahun keatas. Lansia pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua,
yaitu 1) kelompok lansia yang potensial (pasal 1 ayat 3) yaitu lanjut usia yang
masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan
barang atau jasa. Lansia potensial masih bersemangat melakukan aktivitas nya
sehari-hari, seperti bekerja, menghadiri kegiatan sosial tanpa bantuan orang
atau pihak lain dan 2) kelompok lansia yang tidak potensial ( pasal 1 ayat 4 )
yaitu lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidup nya
berantung pada bantuan orang lain atau lansia yang sudah tidak bisa
melakukan kegiatan apapun.20
Menjadi tua (lanjut usia) merupakan suatu proses alami dalam rentan
kehidupan manusia. Karakteristik lansia diindikasikan sebagai seseorang, baik
pria maupun wanita yang telah berusia 60 tahun atau lebih yang memiliki
pengalaman hidup, pengetahuan, keterampilan, keahlian dan kearifan,
19 Yudrik Jahja, “Psikologi Perkembangan”, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 311.20 Badan Pusat Statistik, “Analisis Deskriptif Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Tahun 2006”, (Jakarta: CV. Petratama Persada 2007), h. 65.
36
sedangkan kemampuan fisik, emosional, kesehatan, mobilitas, penghasilan
dan terbatasnya interaksi sosial telah mengalami penurunan.
Peningkatan populasi lansia di satu sisi memang menjadi aset bangsa,
karena pengetahuan dan pengalaman mereka sangat berharga yang dapat
disalurkan kepada generasi penerus untuk pembangunan bangsa Indonesia.
Selain itu sebagian dari lansia masih mampu melakukan pekerjaan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa. Kelompok lansia seperti
ini kemudian disebut lanjut usia potensial. Di sisi lain peningkatan populasi
penduduk lansia berdampak terhadap peningkatan permasalahan lansia di
masyarakat, yakni resiko ketergantungan antara penduduk lansia dan
penduduk usia produktif, karena bagaimanapun kondisi fisik, mental dan
sosial akan mengalami penurunan. Kemudian lansia akan diiringi
ketidakmampuan, bahkan kehilangan daya tahan kehidupan sosial, ekonomi
dam pemeliharaan kesehatan serta kemungkinan menjadi korban tindak
kekerasan sehingga cenderung akan mengalami ketergantungan dan
keterlantaran. Lansia seperti ini disebut lansia tidak potensial (UU No. 13,
tahun 1998, tentang Kesejahteraan Lanjut Usia).21
Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu
periode di mana seseorang beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Bila
seseorang yang sudah beranjak jauh dari periode hidupnya yang terdahulu, ia
21 Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI, “Jendela Rehsos”, (Jakarta:OHH Ditjen Rehsos, 2012), h. 54.
37
sering melihat masa lalunya, biasanya dengan penuh penyesalan dan
cendurung ingin hidup pada masa sekarang, mencoba mengabaikan masa
depan sedapat mungkin. 22
2. Karakteristik Usia Lanjut
Adapun karakteristik usia lanjut yaitu:
1. Merupakan periode penurunan (kemunduran)
Penurunan tersebut disebabkan sebagian oleh faktor fisik, seperti
perubahan-perubahan sel tubuh karena ketuaan dan sebagian-sebagian lagi
oleh faktor psikologis, seperti sikapnya terhadap orang lain dan terhadap
kerja.
Mereka yang setelah pensiunan tidak mempunyai minat apa-apa
mudah menjadi depresi dan berantakan, akhirnya kondisi fisik dan
mentalnya menjadi cepat menurun dan akhirnya meninggal. Motivasi
kelihatannya memegang peran yang penting, yang kurang bermotivasi
untuk mempelajari hal-hal baru atau mengikuti akan mengalami
kemunduran yang lebih cepat.23
2. Ada perbedaan individual dalam efek ketuaan
Reaksi orang terhadap masa tua berbeda-beda, ada yang
mengnggap pensiun merupakan masa yang menyenangkan, karena
sekarang yang bersangkutan dapat hidup dengan lebih santai, namun ada
pula yang menganggap pensiun sebagai hukuman.
22 Elizabeth B.Hurlock, “Psikologi Perkembangan”, (Jakarta: Erlangga, 1984), h. 380.23 Elizabeth B.Hurlock, “Psikologi Perkembangan”, (Jakarta: Erlangga, 1984), h. 133.
38
3. Banyak terdapat stereotip mengenai usia lanjut seperti misalnya adanya
humor-humor dalam majalah-majalah mengenai usia lanjut yang
menggambarkan masa tua tidak menyenangkan
4. Sikap sosial terhadap usia lanjut
Umumnya terdapat sikap sosial terhadap orang-orang usia lanjut
yang kurang positif. Mereka bukannya dihormati dan dihargai karena
pengalamannya, melainkan sikap mereka membuat para orang tua usia
lanjut ini merasa tidak lagi dibutuhkan oleh kelompok sosial, lebih
dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu, namun ada perbedaan sikap
antara budaya yang berbeda-beda pula, ada kelompok etnik yang
menghargai tinggi terhadap usia lanjut. Disamping itu kelas sosial juga
mempengaruhi sikap sosial itu.
5. Usia lanjut mempunyai status kelompok minoritas
Sebagai akibat dari sikap sosial yang negatif terhadap usia lanjut
mereka cenderung dibatasi dalam interaksi sosialnya dan hanya
mempunyai kekuatan atau kekuasaan yang terbatas. Mereka menjadi
warga Negara kelas dua, hal mana mempengaruhi penyesuaian dirinya
secara sosial maupun pribadi. Sering mereka lalu bersikap defensif, juga
tidak jarang menjadi korban dari orang-orang yang jahat atau beritikad
jelek.
6. Usia lanjut diikuti dengan perubahan-perubaha peran
Berhubungan kelompok usia lanjut dapat bersaing lagi dengan
kelompok yang lebih muda, mereka lalu kurang mempunyai peran yang
39
aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan masyarakat maupun dalam dunia
bisnis. Sebagai akibatnya peran-peran yang dapat dimainkan menjadi
berkurang atau berubah sifatnya. Hal ini juga dapat mengembangkan sikap
rendah diri dan dendam yang akhirnya mempengaruhi pula penyesuaian
sosial dan pribadinya.
7. Penyesuaian diri yang tidak baik
Sikap sosial yang negatif dan kurangnya pemberian penghargaan
(rewards) terhadap jasa-jasa orang lanjut usia di masa lalu, yang tercermin
dari cara kelompok sosial memperlakukan mereka, maka tidak heran bila
pada lanjut usia ini timbul konsep diri yang negatif.
3. Tugas Perkembangan Usia Lanjut
Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan
dengan kehidupan pribadi seseorang dari pada kehidupan orang lain. Hal ini
sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah
dilakukan di dalam maupun di luar rumah. Bagi beberapa orang berusia lanjut
kewajiban untuk menghadriri rapat yang menyangkut kegiatan sosial dan
kewajiban segabai warga negara sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan
pendapatan mereka menurun setelah pensiun. 24
Sebagaimana halnya tugas perkembangan yang ada dan harus dijalani
oleh periode-periode sebelumnya, individu-individu yang berada pada periode
lanjut usia juga memiliki tugas perkembangan yang harus dilalui dengan
24 Yudrik Jahja, “Psikologi Perkembangan”, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 318.
40
sebaik-baiknya. Di antara tugas perkembangan yang hendaknya dilalui para
lansia adalah:
1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan berkurangnya
kesehatan.
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income
(penghasilan) keluarga.
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
4. Menjalin hubungan dengan orang-orang seusianya.
5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
6. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes dan harmonis.25
C. Permasalahan Lanjut Usia
1. Masalah Lanjut Usia
Sebagai makhluk hidup dalam melalui fase-fase kehidupannya tentu
tidak akan terlepas dari masalah-masalah begaimana proses interaksi individu
tersebut dengan orang lain untuk mendukung eksistensinya. Pada fase lanjut
usia ini pun hampir dipastikan akan menghadapi masalah-masalah kehidupan
seperti yang terjadi pada fase-fase sebelumnya.
Fase lanjut usia seringkali dikatakan sebagai fase yang paling sulit
dalam siklus kehidupan. Hal ini dikarenakan adanya penolakan-penolakan
terhadap putaran waktu untuk memasuki fase ini, sehingga mengakibatkan
para lanjut usia mengalami banyak permasalahan.
25 Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, dkk., “Psikologi Perkembangan”, (Ciputat: LembagaPenelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), h. 126.
41
Adapun permasalahan-permasalahan lanjut usia secara garis besar yaitu:
1. Masalah yang bersifat fisiologis
Masa lanjut usia memiliki ciri terjadinya penurunan fungsi-fungsi
secara struktural (anatomi) maupun fungsional (fisiologi). Penurunan ini
bukan disebabkan oleh penyakit saja namun perubahan pada sel-sel tubuh
menuju penuaan. Perubahan-perubahan dalam proses menua ini terjadi
pada seluruh bagian tubuh, terutama pada bagian tubuh yang sel-sel nya
tidak mengalami proses pembelahan (mitosis) dan tidak terjadi proses
penggantian sel, misalnya otak manusia dan ginjal. Hal ini menyebabkan
terjadinya gangguan homeostatis, perubahan prilaku serta penurunan
metabolisme dan reproduksi. Contohnya mulai pikun, kecenderungan
obesitas dan kemunduran kemampuan kerja secara fisik. Namun yang
sangat menentukan dalam proses perubahan fisik ini adalah sikap prilaku
individu itu sendiri terhadap proses penurunan-penurunan tersebut.26
2. Masalah yang bersifat psikologis
Permasalahan yang muncul pada masa ini lebih cnderung terlihat
pada para lanjut usia yang masa mudanya bekerja secara rutin pada suatu
instansi/lembaga, namun tidak menutup kemungkinan mereka yang tidak
bekerja secara rutin. Untuk para lanjut usia yang tidak bekerja
permasalahan psikososialnya yang muncul adalah sekitar bagaimana
menghadapi perpisahan dengan lingkungan keluarga/anak yang selama ini
26 Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”, h. 51.
42
selalu bersama dan setelah menikah atau bekerja harus berpisah tempat
tinggal.
Sedangkan untuk para lansia yang bekerja, persoalan seperti
penurunan fungsi fisik karena proses menua dan adanya pemutusan
jabatan formal dalam pekerjaan, sangat mempengaruhi fungsi-fungsi
psikologisnya. Orang yang memasuki masa pensiun tanpa atau dengan
persiapan akan mengalami masalah emosional berupa depresi, gangguan
psikologikal (kejiwaan) seperti anxiety dan nerosis. Bentuk yang paling
umum dialami para lansia (pensiun) adalah kesulitan menerima kenyataan
hidup/ralitas yang melekat pada dirinya, mengagung-agungkan masa
lampau yang penuh dengan kejayaannya, merasa memiliki jabatan dan
penerimaan dari lingkungannya. Keadaan semacam ini dikenal sebagai
The Post-Power Syndrome, yaitu sindroma yang melekat dalam pikiran
secara terus-menerus pada seseorang yang telah pensiun sehingga
mempengaruhi tingkah lakunya dimana ia merasakan bahwa dirinya masih
berkuasa, mempunyai kedudukan dan dihormati oleh lingkungannya.
Gangguan-gangguan ini lazim dialami oleh lansia yang tidak
mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang baik terhadap fase
perkembangan dirinya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Hurlock bahwa mereka yang masih senang bekerja tapi dipaksa keluar
pada usia wajib pensiun seringkali menyatakan sikap benci dan akibatnya
motivasi mereka melakukan penyesuaian diri yang baik pada masa
pensiun sangat rendah.
43
Dampaknya yaitu akan berpengaruh pada pelaksanaan tugas-tugas
kehidupan selanjutnya. Seperti yang dikutip oleh Hurlock dari Back dalam
karyanya The Ambiquity of Retirement dikatakan bahwa apabila pensiun
dianggap sebagai perubahan kepada status baru, maka pensiun harus mau
membuang status yang berharga tersebut, dengan demikian akan terjadi
proses transisi yang baik.
3. Masalah yang bersifat sosio-ekonomi
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi pada masa lanjut usia
ini secara sosio ekonomi diantaranya:
a. Kehilangan peranan sosialnya sebagai kepala keluarga dirumah. Hal
ini disebabkan orang tersebut sudah memasuki masa pensiun dan
terjadi pengurangan pendapatan. Pengaruh yang sangat terasa adalah
pada pasangan hidup, sehingga pada masa ini sering timbulnya
hubungan yang kurang harmonis dengan pasangan hidupnya
(suami/isteri). Dengan berubahnya peran dari seorang pekerja menjadi
pensiunan maka banyak waktu untuk tinggal di rumah. Jika hubungan
mereka dengan suami atau isterinya baik maka hal ini akan
mendatangkan kebahagiaan bagi mereka berdua. Sebaliknya jika
hubungan mereka tidak baik maka pertengkaran akan meningkat.
b. Perilaku yang suka mengkritik terhadap situasi di rumah. Hal ini
disebabkan selama ini waktunya banyak dihabiskan diluar rumah
(bekerja) dan pada saat ini waktu banyak dihabiskan di rumah (sudah
tidak bekerja lagi), sehingga hal-hal yang kurang berkenan atau tidak
44
sesuai menjadi obyek kritikan bagi para lanjut usia ini, mencari-cari
kesalahan dan biasanya tidak senang dengan apa yang dilakukan oleh
pasangannya.
c. Hubungan dengan anak atau cucu berubah. Hal ini disebabkan oleh
jarak tinggal antara anak/cucu dan orang tua/kakek nenek yang
berjauhan akibat adanya tuntutan pekerjaan. Selain itu munculnya cara
pandang anak terhadap orang tua terutama di Negara-negara maju
bahwa mereka merasa tidak berkewajban untuk merawat orang tua.
d. Kehilangan peranan dalam lingkungan sosial. Meskipun ada di antara
mereka yang memperoleh peranan baru sebagai tokoh masyarakat,
tetapi ada saatnya mereka merasa kehilangan peranan dan terisolasi
dari lingkungannya. Bila situasi ini dibiarkan maka para lansia akan
menarik diri sepenuhnya dari lingkungan sosialnya. Perubahan fisik
dan psikologis yang mengarah pada kemunduran-kemunduran
melakukan aktivitas memberikan dampak terhadap pelaksanaan tugas-
tugas kehidupan para lansia.
e. Berkurangnya peluang untuk mencari pekerjaan. Hal ini disebabkan
adanya penurunan fungsi fisiologis dan psikologis serta tuntutan untuk
membarikan kesempatan kepada generasi muda.
f. Penurunan/kehilangan pendapatan atau penghasilan. Pada
kenyataannya masa lanjut usia ini banyak sekali biaya-biaya yang
harus dikeluarkan mulai untuk berobat dan perawatan kesehatan, untuk
kebutuhan sekolah anak-anak pada tingkat pendidikan tinggi, untuk
45
biaya pernikahan anak-anak dan lain sebagainya. Meskipun ada
bantuan dari tempat bekerjanya dulu berupa asuransi kesehatan atau
uang pensiunan, namun terkadang tidak memadai dalam mengakses
pelayanan yang ada.27
4. Masalah Spiritual Lansia
Perubahan-perubahan fisiologi, psikologi dan sosial turut memberi
pengarus pada perubahan dimensi religius. Lansia yang dapat menerima
hakekat penuaan mereka mengganggap hari tua merupakan peluang untuk
pengisian dengan kehidupan ber agama. Namun tidak sedikit pula di
antara lansia tersebut terutama perubahan fisiologi, psikologi dan sosial
yang drastis menyebabkan mereka kehilangan keyakinan akan
penciptanya (Allah SWT). Faktor penting yang perlu dipahami adalah
bagaimana falsafah hidup, kedamaian hidup, makna hidup, tujuan hidup,
semangat hidup pada lansia.28
2. Masalah Interaksi Sosial pada Lansia
Ada beberapa masalah interaksi sosial pada lanjut usia, antara lain:
a. Masalah yang ditimbulkan oleh pasangan hidup
Adakalanya pasangan hidup akan menjadi batu himpitan bagi
lansia didalam menjalankan sisa hidupnya. Masalah itu berupa
ketidakcocokan diantara masing-masing pihak, mungkin terjadi karena
27 Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”,(Bandung: Balai Besar Badan Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS), t.t), h. 55.
28 Kementerian Sosial Republik Indonesia, “Pedoman Pelayanan Sosial Lanjut Usia dalamSituasi Darurat”, (Jakarta: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial dan Direktorat Pelayanan SosialLanjut Usia, 2013), h. 10.
46
secara alami, lansia sejalan dengan pertambahan usia akan mengalami
penurunan fisik maupun psikologis pada kedua belah pihak.
Ketegangan emosional ini pada gilirannya akan mempengaruhi
hubungan suami istri. Tidak sedikit pasangan suami istri lansia mengalami
perceraian diusia senja karena masing-masing mempertahankan sifat
egosinya. Ada beberapa lansia perempuan yang seolah memperoleh
eksistensi diri ketika sudah berpisah dari pasangannya, baik bercerai
maupun meninggal, karena selama ini sang suami sangat dominan.
Tetapi disisi lain banyak juga pasangan suami isteri lansia yang
begitu ditinggal mati oleh pasangannya akan mengalami
ketidakseimbangan mental maupun fisiknya sehingga kurang bergairah
dalam menjalani sisa hidupnya.
Bila hal ini terjadi, keluarga harus dapat meminimalisir dengan
mengalihkan ketidakseimbangan itu melalu kegiatan-kegiatan yang
bermanfaat, sehingga lansia dapat melupakan masalah-masalah yang
dihadapinya.
b. Masalah yang ditimbulkan oleh lingkungan keluarga.
Bisa juga masalah interaksi sosial bagi lansia ditimbulkan oleh
lingkungan keluarganya. Masalah ini bisa diakibatkan karena
ketidakcocokan dengan sebagian anggota keluarga atau seluruh anggota
keluarga. Sering juga masalah itu hanya sepele karena adanya perbedaan
konsepsi antara lansia maupun keluarganya.
47
Misalnya keluarga melarang atau membatasi lansia untuk keluar
rumah maupun pekerjaan-pekerjaan fisik yang dilakukan lansia, dalam
konteks ini sebetulnya keluarga maksudnya baik kepada lansia tersebut,
dengan memposisikan keamanan dan kenyamanan. Tetapi bagi lansia
mungkin tindakan ini dianggap mengekang yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan sehingga lansia merasa hidupnya di penjara yang terlalu
banyak diatur oleh keluarganya.
Dalam kasus ini seperti ini keluarga harus paham dan
memperlakukan lansia secara wajar sesuai dengan kondisi fisik maupun
psikologisnya. Kalau lansia ini ikut dalam kegiatan penyuluhan kelompok
Bina Keluarga Lansia, keluarga harus mendukung lansia tersebut untuk
aktif dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Masalah yang ditimbulkan oleh lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat yang tidak kondusif bagi lansia akan
menimbulkan masalah tersendiri bagi mereka. Hal ini terjadi karena faktor
kehidupan masa lalunya. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi fisik dan
psikologi lansia yang sudah berubah. Kondisi lingkungan masyarakat
yang tidak sesuai ini akan mudah mempengaruhi mental psikologis lansia,
sehingga ada yang mudah stress, cepat emosi atau murung. Ada lansia
yang tidak cocok dalam lingkungan masyarakat yang hiruk pikuk, dia
lebih senang tinggal di daerah yang sepi dengan lingkungan masyarakat
yang agamis tetapi ada juga sebaliknya, lansia senang tinggal dalam
suasana lingkungan keluarga yang hangat, ramai sehingga menambah
48
gairah hidupnya, membahas masalah bersama lansianya sendiri,
mencarikan jalan keluar sehingga lansia betul-betul merasa nyaman di
lingkungannya.
Ada juga masalah yang ditimbulkan dalam menghadapi kematian.
Semua perlu dukungan dan penyemangat dari orang-orang terdekatnya
dengan memfasilitasi untuk mendekatkan diri dibidang keagamaan dan
kepercayaan diri sehingga lansia dapat pasrah menghadapi kematian atau
dapat memberikan sugesti bahwa kematian bukan untuk ditakuti.29
3. Kerawanan Pribadi dan Kerawanan Sosial Lansia
Ada beberapa bukti bahwa orang-orang yang dipersiapkan terhadap
perubahan-perubahan pribadi dan sosial yang terjadi di masa usia lanjut, lebih
mampu menyesuaikan diri terhadap kehidupan masa tua. Karena penurunan
kondisi fisik dan mental orang lanjut usia lebih potensial terhadap kerawanan-
kerawanan dibandingkan waktu mudanya. Sayangnya masyarakat sering tidak
melihat potensi tersebut, sehingga kurang ada usaha di lingkungan masyarakat
untuk mempersiapkan orang-orang lanjut usia ini terhadap kerawanan-
kerawanan tersebut kelak. Misalnya saja kurang dipersiapkan terhadap
kecelakaan-kecelakaan yang umum terjadi pada mereka atau bagaimana
menghindarinya dan kurang dibantu dalam menggunakan waktu luangnya
sesuai dengan kesehatan yang sudah menurun.
Kerawanan-kerawanan fisik dan psikologis di bawah ini menunjukan
betapa pentingnya peranan persiapan diri untuk mencegah terjadinya
29 Dewi Pandji, “Menembus Dunia Lansia”, (Jakarta: PT Elex Media, 2012), h. .9
49
kerawanan-kerawanan sosial maupun pribadi. Adapun kerawanan pribadi dan
sosial lanjut usia diantaranya:
1. Kerawanan peribadi (Personal Hazards)
Orang lanjut usia umumnya mengalami gangguan pada
metabolisme, peredaran darah, rematik, hipertensi, gangguan mental,
gangguan penglihatan, pendengaran dan lain-lain. Di samping gangguan
atau kerawanan yang nyata tersebut sering pula timbul penyakit yang
tidak nyata (hanya dalam bayangan), banyak keluhan-keluhan fisik dan
membicarakan keluhan-keluhannya tersebut dengan para dokter dokter
(ganti-ganti dokter) yang pada dasarnya mendapatkan perhatian.
Beberapa orang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan fisiknya
tersebut, tetapi beberapa yang lain selalu mengeluh dan mengasihani diri
sendiri, yang akhirnya mengurangi motivasinya untuk mengatasi keadaan
atau gangguan-gangguan tersebut.
2. Ada beberapa kerawanan yang khas pada usia lanjut yaitu:
a. Menerima adanya anggapan tentang usia lanjut yang diberikan oleh
masyarakat. Hal ini membuat para orang usia lanjut ini merasa
inferior.
b. Perasaan tidak berdaya dan inferior yang disebabkan oleh perubahan
fisik dan penurunan daya tarik maupun karena perasaan di tolak oleh
masyarakat. Mungkin karena pendengaran dan penglihatan yang
kurang membuat meraka sulit mengadakan komunikasi.
50
c. Tidak mau melepaskan atau mengganti gaya hidup yang lama,
mengganti rumahnya dengan yang lebih kecil dan praktis.
d. Menyadari bahwa mereka mulai menjadi pelupa, sulit mempelajari
hal-hal baru, lalu menarik diri dari aktivitas-aktivitas yang bersifat
kompetitif lebih-lebih dengan kaum muda.
e. Perasaan bersalah karena tidak menyumbangkan tenaga lagi bagi
masyarakat, mungkin mereka ingin berbuat sesuatu tetapi merasa malu
dan takut dianggap seolah-olah pekerjaan yang ada itu dibuat oleh
masyarakat khusus untuk mereka.
f. Pendapatan yang berkurang, mengurangi kesempatan untuk kegiatan-
kegiatan diwaktu senggang atau luang.
g. Kurangnya kontak sosial karena kesehatan yang tidak memungkinkan
atau keadaan finansial yang kurang atau terbatas merupakan
kerawanan psikologi, karena mereka merasa terisolir. Hal ini
mempengaruhi penyesuaian pribadi maupun sosialnya.30
30 Dra. Zahrotun, M.Si, dkk, “Psikologi Perkembangan”, (Jakarta: Lembaga Penellitian UINJakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), h. 135.
51
BAB III
GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI
MULIA 1 CIPAYUNG
A. Latar Belakang Pendirian Lembaga
Keberhasilan pembangunan meningkatkan derajat kesehatan dan
gizi masyarakat berpengaruh terhadap meningkatnya usia harapan hidup dan
jumlah lanjut usia. Semakin meningkatnya tuntutan kehidupan kebutuhan
ekonomi khususnya di kota-kota besar menyebabkan terjadinya pergeseran
nilai dalam keluarga. Kondisi ini mengarah kepada semakin berkurangnya
perhatian keluarga terhadap lansia karena keterbatasan waktu yang tersedia.
Akibatnya banyak lansia terlantar dan harus hidup sendiri tanpa perhatian
serta pendampingan keluarga serta tidak dapat melakukan aktifitas yang
bermakna dalam mengisi hari tuanya, selanjutnya keberadaan lansia menjadi
beban bagi keluarga. Kondisi ini menuntut Pemerintah Daerah untuk
memberikan pelayanan sosial kepada lansia sehingga dapat menghindarkan
mereka dari keterlantaran dari berbagai aspek.
PSTW Budi Mulia 1 merupakan salah satu unit pelaksanaan teknis
Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan
kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar. PSTW ( Panti Sosial Tresna Werdha
) Budi Mulia 1 yaitu dibangun pada tahun 1968 di atas lahan seluas 9.999 m2
yang dikukuhkan menjadi PANTI WERDHA 1 CIPAYUNG melalui SK
Gubernur DKI Jakarta No. CA11/29/1/1972. Selanjutnya mengalami
pergantian nama menjadi PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW)
52
Budi Mulia 1 Cipayung melalui SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 736
Tahun 1996.
Dengan berlakunya Perda (Peraturan Daerah) No. 3 Tahun 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretaris DPRD,
SK Gubernur DKI Jakarta No. 41 Tahun 2002 tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Kerja Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial
Provinsi DKI Jakarta, Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung,
dikukuhkan kembali berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 163 Tahun
2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
di lingkungan Dinas Bintal dan Kessos Provinsi DKI Jakarta, dan Peraturan
Gubernur No. 57 Tahun 2010 tentang Organisasi Tata Kerja PSTW Budi
Mulia 1.
B. Tujuan, Visi dan Misi Lembaga
1. Tujuan Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 yaitu:
Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas hidup dan
keberfungsian sosial lansia terlantar sehingga dapat membuat hari tuanya
dengan mengikuti ketentraman lahir dan batin.
2. Visi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 yaitu:
Mengangkat Harkat dan Martabat lansia terlantar menuju
kehidupan layak, sehat, normatif dan manusiawi.
3. Misi Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 yaitu:
a. Menyelenggarakan penampungan lanjut usia terlantar dalam rangka
perlindungan soaial.
53
b. Menyelenggarakan pelayanan sosial, psikologis, perawatan medis,
bimbingan fisik, mental, spiritual dan bimbingan pemanfaatan waktu
luang.
c. Menyelenggarakan Penyaluran Bina Lanjut Usia dan pemulasaraan
jenazah.
d. Menjalin keterpaduan dan kerja sama lintas sosial.
e. Menggalang peran serta sosial masyarakat dan dunia usaha.
C. Falsafah Lembaga
Adapun dasar-dasar hukum yang dipakai di PSTW BM I, diantaranya:
1. Undang-Undang No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia.
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Pokok-Pokok
Kesejahteraan Sosial.
4. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan provinsi sebagai Daerah Otonom.
5. Peraturan Gubernur No. 104 tahun 2009 tentang Organisasi dan Kerja
Dinas Sosial Provinsi Daerah khusus Ibu Kota Jakarta.
6. Peraturan Gubernur No. 57 tahun 2010 tentang Organisasi dan Kerja
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1.
54
D. Struktur Organisasi Lembaga
Tabei 3.1 (Struktur Organisasi PSTWBudi Mulia 1 Cipayung)
Deskripsi Pekerjaan:
1. Ketua Panti bertugas memonitoring segala pekerjaan setiap
divisi/seksi. Disamping itu Kepala Panti juga melaksanakan tugas
manajerial dan teknis operasional pelayanan dan rehabilitasi sosial
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yan berlaku.
2. Tata Usaha (TU) berperan dalam tugasnya melakukan urusan surat
menyurat, kepegawaian, menyusun laporan keuangan, menginput data-
KA. Seksi Perawatan
Dra. Tantri Retno Utari
KA. Seksi BIMLUR
Asep Syahrial, S.SosSeksi Jabatan Fungsional
Siti Fathonah, S.Sos
Kepala Panti
H. Akmal Towe, M.Si
KA. SUBAG Tata Usaha
Dra. Susiana, M.Si
55
data keuanan, transparansi dana, perlengkapan serta sarana dan
prasarana Panti.
3. Sie. Perawatan merupakan divisi yan membantu pekerja sosial untuk
melakukan seleksi terhadap calon WBS berdasarkan dari segi
moralitas dan kesehatannya. Seleksi perawatan juga berfungsi sebagai
bagian yang mengatur masalah sandang, pangan, kebersihan
lingkungan, kerapihan wisma dan WBS, obat-obatan bagi WBS yang
sakit, serta pemberian vitamin untuk seluruh WBS.
4. Sie. Bimbingan Penyaluran (BIMLUR) merupakan divisi yang
mengawasi jalannya program yang telah disepakati oleh Dinas dan
pihak panti, seperti bimbingan rohani, senam, kerajinan tangan dan
kesenian, layanan konseling dan case conference.
5. Pekerja Sosial/Jabatan Fungsional merupakan divisi yang melakukan
assessment, intervensi klien, registrasi, seleksi dan penerimaan serta
penjelasan program kepada WBS.
Dalam hal pengambilan keputusan PSWT BM 1 mengambil keputusan
secara non direktif (secara tidak langsung), karena pengambilan keputusan
dilakukan secara bermusyawarah antara Panti dengan para Staf.
E. Program
Di PSTW BM I perencanaan program dibuat oleh Dinas dan
cenderung untuk jangka panjang dan sifatnya tetap, tidak berubah. Dalam
perencanaannya masing-masing dari kepala Panti hadir untuk rapat tentang
manajemen Program lalu direalisasikan kebawah (Staf Panti). Sayangnya
manajemen program yang ada di PSTW belum berjalan secara optimal.
56
Adapun program yang dibuat berdasarkan keputusan dari Dinas dan kepala
Panti diantaranya kelas Angklung, dimana di semua Panti Sosial Tresna
Werdha memiliki program yang sama tergantung bagaimana mereka
menerapkannya atau tidak. Pelayanan sosial dan kesehatan, seperti bimbingan
konseling dan keterampilan juga merupakan perencanaan dari Dinas yang
disepakati bersama oleh masing-masing kepala Panti, hanya bentuk
keterampilannya ingin seperti apa diserahkan kembali kepada pihak Panti.
Di sisi lain terdapat pula program yang dibuat oleh kebijakan Panti
yang perencanaannya disusun oleh Sie.Bimbingan dan Penyaluran Panti dan
disepakati bersama oleh pihak Panti yang berkaitan, seperti adanya kegiatan
panggung gembira, kegiatan senam seminggu dua kali untuk menyehatkan
tubuh para lansia agar tidak mudah terkena stroke dan jantung, kegiatan
bimbingan rohani Islam dan Kristen di setiap hari Selasa dan Kamis, latihan
rebana untuk para lansia kakung dan keterampilan menjahit dan meronce
bunga untuk para lansia perempuan bagi mereka yang masih potensial.
Program di PSTW memiliki system Top-Down, yang dibuat langsung oleh
Dinas kepada masing-masin Panti. Disamping itu, manajemen program yang
ada di PSTW ada juga yang menggunakan system Bottom-Up. Salah satu
contohnya ialah program keterampilan menjahit dan meronce bunga yang
diusulkan oleh pihak panti ke Dinas.
PSTW BM 1 memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi
lansia terlantar dalam bentuk pembinaan fisik berupa olah raga dan
pemeriksaan kesehatan, pembinaan mental spiritual yang berupa bimbingan
rohani Islam dan Kristen yang diadakan seminggu dua kali, bimbingan sosial
57
yang dimaksudkan agar WBS dapat mengenali peran dan fungsi sosialnya di
lingkungan panti, bimbingan keterampilan meliputi kerajinan tangan dan
kesenian, rekreasi dan hiburan.
Pelaksanaan program diantara Program-program inti yang terdapat
di PSTW Budi Mulia 1, terdapat pula program-program yang diselenggarakan
untuk memperingati hari-hari besar seperti, Hari Kartini, Isra Mi’raj, Ulang
tahun Jakarta, Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) dan sebagainya. Seperti
halnya pada peringatan acara Hari Kartini, pihak Panti biasanya mengadakan
acara lomba busana kebaya (Fashion Show) bagi para WBS (Warga Binaan
Sosial) Panti yang masih potensial. Lalu pada acara hari besar keagamaan
seperti halnya Isra Mi’raj biasanya pihak Panti mengadakan acara peringatan
dengan mengundang Ustadz untuk memberikan khotbahnya bagi para WBS
Panti yang beragama muslim. Pada acara peringatan HLUN pun pihak panti
bekerja sama dengan kepala Panti Werdh lainnya untuk mengadakan acara.
Adapun program-program yang ada di PSTW Budi Mulia 1 diantaranya
adalah:
a) Adanya pelatihan-pelatihan seperti keterampilan menjahit, membuat
keset dan meronce bunga dari sedotan khusus bagi para lansia yang
masih potensial. Hal tersebut dapat berfungsi untuk ,mengembangkan
kreatifitas para lansia.
b) Kegiatan bermain Angklung sebagai terapi pemulihan para lansia yang
memiliki riwayat penyakit stroke. Disisi lain bermain Angklung juga
dapat membantu menggabungkan fungsi otak kiri (lewat syair lagu) dan
58
otak kanan (tangga nada), sehingga dapat menjadi jembatan otak untuk
menjadi aktif dan tidak mudah lupa (membantu meningkatkan memori).
c) Ada kegiatan Bimbingan Rohani seminggu 2 kali setiap hari Senin dan
Kamis, baik rohani agama Islam (Pengajian) maupun Kristen (Kebaktian
dan Ke Gereja).
d) Kegiatan Panggung Gembira. Disini para lansia dituntut untuk bebas
berekspresi, tidak peduli suaranya merdu atau tidak, tujuannya dapat
melatih rasa kepercayaan diri lansia untuk mau berjoget dan riang
gembira bersama.
e) Pelatihan rebana untuk para lansia kakung dan perempuan (hari
berbeda), membantu untuk melatih gerakan otot tangan dan sebagai
salah satu tujuan untuk memperkenalkan salah satu musik Indonesia.
f) Kegiatan Senam yang dilakukan seminggu 2 kali, tujuannya agar dapat
memberfungsikan syaraf dan motorik para lansia, terutama bagi mereka
yang merupakan penderita jantung, stroke dan diabetes.
F. Jangkauan Layanan
Adapun target layanan PSTW Budi Mulia 1 diantaranya yaitu
lansia terlantar yang berusia 60 tahun ke atas, Penduduk DKI Jakarta, ada
surat pengantar dari RT/RW dan Kelurahan dan rekomendasi dari suku Dinas
Sosial wilayah.
Gambaran umum Klien yang terdapat di PSTW BM I sebagian
besar merupakan hasil jaringan polisi Pamong Praja (SATPOL PP). Ada
beberapa juga yang merupakan rujukan dari Panti-panti lain karena panti
tersebut tidak memiliki fasilitas yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan
klien, ada juga yang beralasan karena WBS tersebut sudah tidak bisa
59
mengikuti aturan dan tata tertib yang sudah ditetapkan di Panti sebelumnya.
10% dari penyaluran Klien merupakan rujukan dari keluarga kandungnya
sendiri. Sebagian besar keluarga yang menitipkan ayah/ ibu mereka di Panti
karena keluarga tersebut tidak memiliki biaya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, merawatnya dan memberikan hak-hak yang seharusnya bisa
didapatkan oleh setiap orang, yakni kasih sayang. Mereka merupakan keluarga
yang pada umumnya dari keluarga bermasalah, dan banyak yang tidak
memiliki anak, sehingga ketika mereka sudah berusia lanjut, tidak ada satupun
sanak saudara yang dapat menampung keberadaan lansia di dalam
keluarganya dikarenakan memang mereka sudah tidak memiliki sanak saudara
lagi dan hanya tinggal mereka seorang diri. Mayoritas dari mereka para lansia
yang sudah tidak memiliki sanak saudara di rujuk oleh pihak RT/ RW ataupun
Kelurahan setempat yang mengurus langsung surat-surat penyaluran lansia
tersebut ke tempat yang lebih mulia, yakni PSTW di mana lansia-lansia
tersebut nantinya dapat bisa diberdayakan kembali, tidak terluntang-lantung di
jalanan dan dapat menikmati masa tuanya walaupun tidak dengan keluarga
kandungnya. Jadi, dapat dikatakan kategori lansia yang berada di PSTW Budi
Mulia 1, 90% mereka merupakan lansia terlantar dan 10% berasal dari
keluarga miskin.
Ada 210 WBS yang terdapat di PSTW BM I, 130 orang berjenis
kelamin perempuan, dan 70 orang berjenis kelamin laki-laki. Data WBS
berdasarkan psikologis yang telah diamati oleh PSTW BM I pada tahun 2014,
hampir 67% WBS yang berada di PSTW BM I menderita gangguan psikotik,
33% mengalami gangguan dimensia, dan 100% tidak memiliki gangguan.
Data penyakit yang dominan yang dialami oleh para WBS Lansia di PSTW
BM I ialah Rheumatoid Arthritis sebanyak 35%, Chardiovascular 60 %,
60
diabetes sekitar 20%, Psikogeriatri 85%. Dan data WBS berdasarkan Agama
yaitu 179% beragama muslim dan 21% non muslim.
G. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
Pembagian kerja setiap kepala seksi sebagian besar tidak
berdasarkan kompetensi melainkan berdasarkan pengabdian dan pengalaman.
Misalnya staf pada bagian keperawatan yang bertugas sebagai pendamping
wisma tidak harus berlatar belakang pendidikan perawatan. Tetapi pengabdian
dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menjadi pendamping wisma.
Meskipun seperti itu, ada beberapa posisi yang menghariuskan memiliki latar
belakang sesuai dengan bidang yang bersangkutan seperti untuk mengsisi
posisi pekerja sosial di panti harus berlatar belakang kesejahteraan sosial dan
memiliki SK.
Rasio pekerja sosial yang ada di panti dengan WBS adalah 3 : 210
yang sudah tersertifikasi dan sudah memiliki SK untuk menjadi peksos.
Pekerjaannya pun menjadi jabatan fungsional, seperti assessment, intervensi
klien dan lain-lain. Artinya, pekerja sosial di PSTW BM 1 hanya berjumlah 3
orang, sedangkan pekerja sosial tersebut harus menangani kurang lebih 210
WBS yang ada di panti.
Pengembangan kompetensi, dalam hal pelatihan untuk para Staf
ataupun Tenaga Pelayanan Sosial (TPS) yang ada di PSTW BM 1
diselenggarakan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) dan Dinas Sosial
(Dinsos) dengan waktu yang tidak menentu tetapi rutin dilaksanakan. Tempat
pelaksanaan di BPPKS (Balai Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial)
yang terletak di Lembang, Jawa Barat. Untuk biaya pelatihan, jika Kemensos
61
yang menyelenggarakan bebas biaya, tetapi diluar Kemensos seperti Dinas
Sosial dikenakan biaya pelatihan. Selain itu untuk menunjang pengembangan
profesi para staf tidak hanya pelatihan tertapi juga di tunjang dengan seminar-
seminar atau Diklat-diklat dari Universitas atau Institusi lain yang
mengadakan.
Penilaian kinerja dilakukan setiap bulan, setiap orang ada
laporannya, dan yang menilai adalah kepala seksi. Sedangkan kepala panti
yang menilai adalah kepala dinas. Apabila kinerjanya bagus maka akan ada
reward berupa TKD (Tunjangan Kinerja Daerah).
Sistem Monitoring dan Evaluasi dilaksanakan melalui supervisi
setiap seksi. Kepala panti selaku supersivor melakukan supervisi kepada
bawahannya yakni Kabag TU dan pekerja sosial. Kabag TU melakukan
supervise kepada Kasie Bimlur dan Kasie Perawatan. Kasie Bimlur
melakukan supervise kepada staf yang bertugas dalam hal bimbingan dan
penyaluran seperti kerajinan tangan dan kesenian. Kasie Perawatan melakukan
supervisi kepada staf yang bertugas sebagai penanggung jawab keperawatan di
setiap wisma.
H. Sarana dan Prasarana Lembaga
1. Gedung
PSTW BM1 merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas
Sosial Provisnsi DKI Jakarta dalam melaksanakan kegiatan pelayanan
kesejahteraan sosial lanjut usia terlantar. Dibangun pada tahun 1968 di atas
lahan milik pemerintah seluas 9.999 m2. Sarana dan prasaran yang bada di
PSTW BM 1, terdiri dari gedung kantor utama, didalam gedung kantor
62
utama yang berfungsi sebagai ruang kantor dan tempat dilaksanakannya
case conference, maupun rapat-rapat untuk para staf.
2. Wisma untuk para WBS terdiri dari:
a. Wisma Asoka: dalam wisma Asoka diperuntukkan untuk WBS wanita
yang masih bsangat mandiri dan produktif.
b. Wisma Bougenville: dalam wisma Bougenville diperuntukkan WBS
wanita yang masih mandiri dan beberapa produktif.
c. Wisma Cempaka: dalam wisma Cempaka diperuntukkan untuk WBS
wanita yang setengah renta dan setengah mandiri, tetapi lebih
mengarah ke renta.
d. Wisma Dahlia: dalam wisma Dahlia diperuntukkan untuk WBS wanita
yang sudah renta.
e. Wisma Edelweis: dalam wisma Edelweis diperuntukkan untuk WBS
pria yang sudah renta.
f. Wisma Flamboyan: dalam wisma Flamboyan diperuntukkan untuk
WBS pria yang mandiri dan produktif.
g. Wisma Catylia: dalam wisma Catylia diperuntukkan untuk WBS pria
yang mandiri.
3. Ruangan-ruangan yang ada di Panti PSTW Budi Mulia 1 terdiri dari:
a. Poliklinik: poliklinik ini berfungsi memeriksa kesehatan para WBS
yang dilakukan oleh dokter, bidan dan psikiatri (untuk kejiwaan).
Poliklinik ini juga dijadikan sebagai posyandu lansia Melati Putih.
b. Aula, aula sebagai tempat berkumpul melakukan kegiatan panti dan
tempat penerimaan tamu atau menyelenggarakan kegiatan kunjungan.
63
c. Ruang konsultasi, ruang ini dijadikan untuk melakukan konseling
dengan psikolog maupun dengan pekerja sosial.
d. Ruang taman bacaan.
e. Ruang pemulasaran jenazah, ruang ini diperuntukkan untuk mengurus
jenazah WBS, dari mulai dimandikan hingga dikafankan.
f. Ruang keterampilan, ruang ini dijadikan tempat melakukan kegiatan
keterampilan.
g. Dapur.
h. Mushollah.
i. Asrama TPS (Tenaga Pelayanan Sosial), ruang ini digunakan untuk
tempat istirahat sementara bagi para TPS.
j. Ruang VIP, ruang ini disewakan untuk para lansia yang memiliki
ekonomi tinggi, tetapi dalam pelasanaannya belum berjalan.
k. Rumah dinas, rumah ini diperuntukkan untuk pegawai PSTW BM 1
yang harus selalu stand by disekitar panti, misalkan perawat yang tiba-
tiba dibutuhkan WBS.
l. Lapangan, lapangan ini digunakan untuk melakukan kegiatan panti
seperti senam, sekaligus dijadikan lahan parkir untuk para tamu atau
staf.
I. Kemitraan Dengan Pihak Luar
Hubungan lembaga dengan masyrakat sekitar dapat dikatakan
cukup baik, terbukti dengan adanya PHLU (Pelayanan Harian Lanjut Usia)
yang dimana di panti terdapat posyandu lansia yang dapat digunakan oleh
warga sekitar panti khususnya lansia di RT.07 karena di daerah sekitar belum
64
memiliki layanan posyandu lansia. Maka dari itu panti dengan warga sekitar
RT.07/06 bekerja sama dalam hal posyandu. Begitu juga bila ada kegiatan
seperti senam, maka warga sekitar dapat mengikuti senam bersama-sama.
Kerja sama yang telah dilakukan oleh PSTW Budi Mulia 1
Cipayung, dalam rangka pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada lansia, yaitu:
a) Dinas sosial, Dinas ketenteraman dan ketertiban Satpol PP dalam
pengiriman calon WBS (lansia terlantar) dan menindak lanjuti hasil razia
yang dilaksanakan.
b) RSKD Duren Sawit Satelit dalam hal pasien gangguan jiwa (psikotik).
c) RSUD Budi Asih dan dalam hal memberikan pelayanan kesehatan pada
lansia.
d) Puskesmas Cipayung, dalam hal memberikan layanana kesehatan lansia.
e) PUM (Panti Usada Mulia) dalam bentuk perawatan untuk lansia yang
sakit.
f) PSBI Bangun Daya (Panti Sosial Bina Insan) panti penampungan
sementara WBS yang akan dikirim ke setiap panti. di PSBI juga terdapat
WBS Lansia yang Psikotik.
65
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA
GAMBARAN MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA DI
PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG
A. Profil Dua WBS (Informan)
WBS yang di pilih menjadi informan adalah lima lansia terlantar yang
berada di panti tetapi masih memiliki keluarga. Di bawah ini dapat di lihat
ringkasan data diri dari dua WBS yang menjadi informan.
Tabel 4.1Data diri WBS
No Klasifikasiklien
H B SM P ST
1. Tempattanggal
lahir/umur
Padang, 11Januari 1947
Matraman,Jatinegara 01Maret 1920
Binjai, 09Oktober
1941
Yogyakarta,28 November
1947
78 tahun
2. Pendidikanterakhir
SMA SR (SekolahRakyat)
SR SR Tidaksekolah
3. Urutan dalamkeluarga
Anak ke 3 dari4 bersaudara
Anak ke 2 dari5 bersaudara
Anak tunggal Anak ke 1 dari2 bersaudara
Anaktunggal
3. Agama Katolik Islam Islam Islam Islam4. Status
PerkawinanBercerai hidup - Bercerai mati Bercerai mati Bercerai
mati5. Tempat tinggal
klienJl. Pane, PetojaGambir, Jakarta
Pusat
KebonManggis,
Matraman,Jakarta Timur
Jl. Daman,Bambu Apus,
JakartaTimur
Duren Sawit Klaten,Jawa
Tengah
6. Pekerjaanklien
Montir motordan membuka
showroom
Pengamen Berdagang,juru masak
Ibu RumahTangga
Berdagang
7. Jumlah anakklien
3 3 2 - 2
66
B. Kronologis Kasus Permasalahan WBS
Informan/WBS H
Saat ini H berusia 67 tahun, awal H bisa masuk panti ini karena rujukan
dari PSBL (Panti Sosial Bina Laras) Sentosa 3 Ceger, dan sebelum masuk PSBL
H kiriman pula dari RS (rumah sakit) Jiwa Grogol. H pernah menikah atau
berkeluarga, dari hasil pernikahannya H dikaruniai 3 (tiga) orang anak, 2 (dua)
anak laki-laki dan 1 (satu) anak peremuan, tetapi saat ini H sudah
berpisah/bercerai dengan isterinya selama 13 tahun.
H bercerai dengan isterinya secara sepihak, maksud sepihak H dan istrinya
diceraikan oleh kakak ipar H, jadi bercerai bukan keinginan dari H dan isterinya
tetapi kakak ipar yang menceraikan atau memisahkan H dengan isterinya, bahkan
2 anak laki-laki nya membenci H, karena kakak ipar itu sudah berbicara yang
tidak baik tentang H kepada ke 3 anak H, kakak ipar itu bilang kepada anak-anak
bahwa ayahnya pergi meninggalkan kalian, tetapi pada kenyataannya H bukan
pergi untuk meninggalkan keluarganya tetapi kakak ipar H yang menceraikan dan
memisahkan H dengan isteri dan anak-anaknya.
Saat kakak ipar H menceraikan adiknya (isteri H) dengan H itu tidak ada
wujud atau kehadiran dari kedua belah pihak karena H sudah berada di RS. Jiwa
Grogol, yang memasukan WBS ke RS. Jiwa Grogol itu kakak iparnya itu sendiri,
yang membiayai H selama di RS. Jiwa Grogol itu kakak iparnya dan yang
menanggung semua biaya keluarga H itu kakak iparnya itu sendiri. Isterinya
sampai saat ini masih tinggal bersama kakanya. Biaya sekolah anak-anak H juga
67
ditanggung oleh kakak iparnya, sampai anak H sekarang sudah bekerja di luar
negeri (Cina).
Awal H bisa masuk RS. Jiwa Grogol itu karena depresi dan mengalami
ganguan mental akibat usaha yang dimilikinya mengalami kebangkrutan beberapa
kali, H memiliki usaha berjualan mobil ketika menikah dengan isterinya. Akibat
mengalami kebangkrutan ini H mulai sering marah-marah dengan isteri dan anak
laki-lakinya, bahkan sering memukul juga. Saat mengalami kebangkrutan H tidak
memiliki tempat tinggal, isteri dan anaknya tinggal bersama kakak iparnya dan H
dimasukan ke RS. Jiwa Grogol oleh kakak iparnya untuk mendapatkan
perawatan, biaya perawatan di tanggung oleh kaka ipar H termasuk biaya
kebutuhan hidup anak-anaknya H juga di tanggung oleh kaka ipar H.
H akhirnya ditelantarkan di RS. Jiwa Grogol oleh kaka iparnya, kakak
iparnya tidak pernah memberikan informasi keberadaan H dan menghalangi
adiknya (isteri klien) untuk mencari H dan sampai akhirnya H diceraikan secara
sepihak pula dan yang memisahkan atau menceraikan H dengan isterinya itu yaitu
kakak kandung isterinya atau kakak ipar H. Selama H menjalani perawatan di RS.
Jiwa Grogol tidak ada yang menjenguk H sama sekali. Setelah H menerima
perawatan di RS. Jiwa Grogol lalu H dikirim ke PSBL oleh pihak rumah sakit itu,
selama H berada di PSBL pun tidak ada sama sekali keluarga yang menjenguk
karena keluarga tidak mengetahui keberadaan H, sampai akhirnya H di rujuk ke
PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Budi Mulia 1 Cipayung. H menjadi WBS di
68
PSTW sejak tanggal 09 Mei 2008 rujukan dari PSBL Harapan Sentosa Ceger
dengan klasifikasi lansia terlantar Eks Psikotik (tenang).1
Informan/WBS B
Saat ini B berusia 86 tahun, ayahnya berasal dari Sunda dan ibunya
berasal dari Betawi. Orang tua B bercerai dan ayah B menikah lagi dengan wanita
lain sehingga B memiliki ibu tiri setelah orang tua B bercerai dan B memiliki ibu
tiri maka B merasa dirinya tidak diperhatikan oleh ibu tirinya akhirnya B lebih
memilih tinggal di jalanan dibandingkan tinggal di rumah bersama ibu tirinya. B
merupakan anak ke dua dari lima bersaudara. B meninggalkan rumah saat berusia
15 tahun dan tinggal serta hidup di jalan.
B memiliki tiga anak yang masing-masing 2 anak laki-laki dan 1 anak
perempuan, B memiliki anak tanpa pernikahan yang sah secara hukum maupun
agama dengan isterinya pada tahun 1950, karena B menikah secara sah maka B
menitipkan anaknya kepada tetangganya sewaktu B singgah. B bertahan hidup
dengan cara mengamen, mengemis dan menjadi kuli panggul di Pasar Senen,
dengan pekerjaan seperti itu klien hanya dapat penghasilan cukup untuk makan,
minum dan membeli pakaian. Ketika B sedang mengamen ternyata B terjaring
razia oleh SATPOL PP, setelah di razia oleh SATPOL PP akhirnya B
memutuskan untuk hidup di dalam panti. B masuk di PSTW pada tahun 1996.2
1Wawancara pribadi dengan pekerja sosial yang berperan sebagai manajer kasus PSTW BudiMulia 1 Cipayung, 18 Agustus 2014.
2 Wawancara pribadi dengan pekerja sosial yang berperan sebagai manajer kasus PSTW BudiMulia 1 Cipayung, 13 November 2014.
69
Informan/WBS SM
Saat ini SM berusia 74 tahun, SM tidak punya saudara kandung karena
SM anak tunggal. SM menikah ketika berumur 13 tahun, SM menikah dengan
cara kawin lari tanpa persetujuan keluarganya karena SM dilarang untuk menikah
dengan laki-laki yang dipilihnya, tetapi SM tetap saja menikah secara diam-diam
tanpa persetujuan orang tua dan keluarga, sampai orang tua tua SM meninggal
SM tidak pernah bertemu, mencari bahkan berkomunikasi sekalipun dengan
orang tua nya tidak pernah sampai orang tua nya meninggal.
SM menikah dengan orang Bandung dari hasil pernikahannya itu SM
memiliki 2 orang anak laki-laki. SM tinggal di Bandung dengan suaminya,
suaminya bekerja menarik becak dan SM bekerja menjual gorengan. Suami SM
meninggal pada usia SM masih sangat muda yaitu 22 tahun. Anak SM menikah
pada tahun 2005, SM melarang anaknya untuk menikah dengan suku manapun
kecuali dengan orang Jawa Tengah tetapi pada kenyataannya anaknya menikah
dengan wanita yang bukan dari Jawa Tengah, SM pun marah karena anaknya
tetap menikah dengan wanita yang bukan dari Jawa Tengah dan SM tidak bisa
menerima kenyataannya.
SM tinggal di Bekasi bersama anak pertama yang sudah menikah,
dirumah itu SM tinggal bersama besan nya dalam satu rumah. SM berjualan
selama di Bekasi dengan membuka warung, setiap penghasilan dari berjualan itu
diberikan kepada kedua anaknya samapai akhirnya usaha dagangannya itu
bangkrut karena mertua dari anak SM itu tidak mau membentu bekerja, yang
bekerja hanya SM saja.
70
Pada suatu hari anak kedua SM yang tinggal di Jakarta mendapatkan
hadiah undian sebesar 20 juta rupiah dan anak pertama SM meminjam uang itu,
ketika anak kedua SM menagih hutang kepada anak pertama ternyata anak
pertama SM tidak mau membayar hutang kakaknya, sampai akhirnya isteri dari
anak pertama SM menjelekan anak kedua SM di depan SM, SM pun marah dan
tidak terima anaknya dijelek-jelekan, SM bilang kepada menantunya bahwa
bagaimanapun juga baik buruknya itu tetap anaknya SM dan menantunya pun
marah membantah SM dengan berucap “kalau mau pergi ya pergi aja”, S pun
membalas dengan berucap di depan menantunya dan anaknya “sampai matipun ga
akan pernah nginjek rumah ini“. Akhirnya pun SM pergi ke Jakarta dan bekerja
sebagai baby bister, SM bekerja sebagai selama 20 tahun, karena SM sudah
merasa tidak kuat untuk menjadi baby sister akhirnya SM bekerja di TMII
(Taman Mini Indonesia Indah) sebagai juru masak. SM tinggal sendirian dirumah
kontrakannya di daerah Ceger Jakarta Timur.
Pada saat itu SM mulai sakit-sakitan dan tetangga SM ada yang
memberitahu SM bahwa di dekat sini ada panti, tetangga SM tidak tega karena
SM sudah mulai sakit-sakitan dan hidup sendirian dikontrakan. Akhirnya tetangga
SM mengurusi semua persyaratan dan surat-surat untuk memasukan SM ke
PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) Budi Mulia 1 Cipayung. SM menjadi WBS
di panti sejak tahun 2012. 3
3Wawancara pribadi dengan pekerja sosial yang berperan sebagai manajer kasus PSTW BudiMulia 1 Cipayung, 13 Agustus 2014.
71
Informan/WBS P
P lahir di Yogyakarta pada saat ini P berusia 66 tahun, kedua orang tua P
sudah meninggal. P berasal dari keluarga yang sederhana dan harmonis, P
bersekolah hanya sampai kelas 5 SD akhirnya P memutuskan untuk menikah. P
menikah sebanyak 3 kali suami pertama dan keduanya sudah meninggal
sedangkan suami ketiganya masih hidup tetapi P tidak mau tinggsl bersamanya
karena anak dari suami ketiganya atau anak tiri P tidak menyekukai P karena
alasan P itu orang Jawa, anak-anaknya tidak menyukai orang Jawa karena ayah
anak-anak itu orang Betawi lalu anaknya tidak menyukai P karena P miskin,
akhirnya P lebih memilih tinggal hanya bersama adiknya, P bekerja hanya sebagai
ibu rumah tangga sumber penghasilan disandarkan oleh keponakannya setelah
adiknya meninggal.
Akhirnya P dipindahkan atau dimasukan ke dalam panti oleh
keponakannya karena mereka punya kehidupan masing-masing dan
keponakannya itu memiliki kehidupan yang sangat sederhana sehingga tidak
mampu untuk mengurusi P. Pada tahun 2012 P masuk dalam ke dalam panti
PSTW.4
Informan/WBS ST
ST berusia 78 tahun yang merupakan keturunan Jawa, ST lahir di Klaten Jawa
Tengah. ST sejak kecil di asuh oleh neneknya kehidpan ST sejak kecil dijalaninya
untuk membantu neneknya berdagang di daerah Klaten, Yogyakarta dan
4 Wawancara pribadi dengan pekerja sosial yang berperan sebagai manajer kasus PSTW BudiMulia 1 Cipayung, 14 November 2014.
72
sekitarnya. ST tidak pernah merasakan pendidikan sekolah neneknya tidak
mengizinkannya karena pada waktu itu belum ada wajib belajar seperti sekarang
ini. ST menikah dengan suami yang sangat disayanginya tetapi suami ST sudah
meninggal dan menyebabkan ST depresi akibat ditinggal dengan suaminya.
Pada tahun 2010 ST menjadi korban letusan gunung merapi, saat tragedi
letusan itu ST berhasil menyelamatkan diri namun ST mengalami luka yang
mengakibatkan ST berada di PUM setelah keadaan ST sudah membaik kemudian
ST di rujuk ke PSTW Budi Mulia 1. ST memiliki dua orang anak yang tinggal di
Ciputat dan Tanjung Priuk keduanya sudah menikah, ST tidak mau tinggal
bersama anaknya karena takut membebani anaknya dan ST memiliki konflik
dengan menantunya sehingga ST merasa tidak nyaman untuk hidup bersama
anaknya, ST lebih memilik tingga di panti. Meskipun ST sudah berada di panti
tetapi hubungan dengan anaknya baik. Anaknya sesekali menjenguk ST di panti.
ST berada di PSTW sejak tahun 2012.
73
C. Penerapan Expanded Broker Model yang Dilakukan Pekerja Sosial Saat
Melaksanakan Manajemen Kasus Permasalahan Lanjut Usia Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1
Sejumlah manajemen kasus di susun dengan beberapa elemen yang
diambil dari model program yang berbeda. Pemilihan model ini disesuaikan
dengan kebutuhan klien. Adapun menurut Salomon empat model yang sering
dipakai manajemen kasus, yaitu Expanded Broker Model, Strength
Model/Development Acquaisition Model, RehabilitationModel dan Full Support
Model. Tetapi model yang digunakan pekerja sosial dalam manajemen kasus di
PSTW ini hanya memakai satu model saja karena model ini sesuai dengan yang
digunakan pekerja sosialdalam melaksanakan manajemen kasus yaitu model
Expanded Broker Model. Manajer kasus menggunakan Expanded Broker Model
karena pekerja sosial juga bertindak sebagai broker yaitu menghubungkan klien
dengan agensi atau pelayanan untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan klien
spesifik. Pekerja sosial tugasnya lebih menghubungkan klien kepada pelayanan
yang dibutuhkan klien atau pekerja sosial menjembatani antara klien dengan
pelayanan yang ada di PSTW.
Manajer kasus pada model ini berperan sebagai broker ataupun
perantara, broker ini adalah salah satu peran dan keterampilan yang dibutuhkan
pekerja sosial yang berperan sebagai manajer kasus dalam menangani
permasalahan yang terjadi pada WBS yang berada di panti. Seperti yang ada di
PSTW manajer kasus menghubungkan WBS dengan segala pelayanan yang
dibutuhkan WBS. Selain manajer kasus bekerja sama dengan pihak panti seperti
74
perawat, psikolog, ahli spiritual, penanggung jawab wisma dalam menangani
masalah WBS manajer kasus juga bekerja sama dengan pihak luar untuk
menangani masalah WBS. Adapun kerja sama yang telah dilakukan oleh PSTW
Budi Mulia 1 Cipayung, dalam rangka pelayanan yang dibutuhkan WBS
diantaranya yaitu:
a) RSKD (rumah sakit umum daerah) Duren Sawit Satelit dalam hal pasien
gangguan jiwa (psikotik). Apabila WBS yang mengalami gangguan jiwa atau
psikotik tidak dapat membaik berada di dalam panti maka manajer kasus
merujuk WBS ke RSKD Duren Sawit Satelit agar WBS bisa mendapatkan
pelayanan yang dibutuhkannya di sana.
b) RSUD Budi Asih dan dalam hal memberikan pelayanan kesehatan pada
lansia. Manajer kasus bekerja sama dengan RSUD Budi Asih ini apabila WBS
yang di dalam panti mengalami sakit sampai beberapa hari belum membaik,
seperti contohnya WBS yang mengalami diare secara terus-menerus maka
manajer kasus merujuk WBS ke rumah sakit ini agar WBS mendapatkan
perawatan yang baik. Setelah WBS membaik maka WBS dipulangkan
kembali ke PSTW.
c) PUM (Panti Usada Mulia) dalam bentuk perawatan untuk lansia yang sakit.
Di sini manajer kasus sebagai perantara yang menghubungkan WBS dengan
PUM apabila WBS mengalami sakit yang harus di rawat atau di rehabilitasi.
Seperti contohnya WBS yang jatuh dari tempat tidur dan mengaami patah
pada tulangnya maka manajer kasus menghubungkan WBS ke PUM untuk
mendapatkan perawatan ataupun di rehabilitasi di sana agar kaki nya bisa
75
membaik. Apabila WBS belum sembuh maka WBS tidak di izinkan kembali
ke panti sampai WBS itu sembuh dan memungkinkan untuk kembali ke
PSTW.
d) Dinas pemakaman, yaitu bekerja sama dalam bentuk memberikan fasilitas
pemakaman bagi para WBS yang meninggal dunia.
Manajer kasus dalam model ini hanya menghubungkan WBS dengan
segala yang dibutuhkannya, manajer kasus tidak turun langsung seperti mengantar
WBS ke rumah sakit tetapi manajer kasus lebih mencarikan rumah sakit yang
kosong untuk merawat WBS tetapi yang mengantar atau membawa WBS ke
rumah sakit itu yaitu petugas ataupun perawat yang ada di PSTW. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh ibu Siti Fathonah S.Sos:
“Tugas saya disini lebih menghubungkan nenek kakek dengan apayang dibutuhin beliau, seperti misalnya klien sakit nah di sini sayamenghubungkan klien dengan rumah sakit saya menghubungirumah sakit apakah ada ruangan kosong untuk klien, kalaumemang ada saya membuat surat rujukan untuk klien ke rumahsakit baru yang menjalankan dan mengurusi klien itu care giver”.
76
D. Tahap Pelaksanaan Manajemen Kasus Permasalahan Lanjut Usia Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) membuat sebuah pelayanan bagi
lansia. PSTW mempunyai bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan,
kualitas hidup dan keberfungsian lansia terlantar sehingga dapat membuat hari
tuanya dengan mengikuti ketentraman lahir batin. Di dalam panti tidak lepas dari
berbagai permasalahan yang dialami oleh lansia, salah satunya seperti lansia yang
sebenarnya masih memiliki keluarga tetapi hidup di panti dan bertengkar sesama
lansia karena adanya kesalahpahaman. Hal itu disebabkan karena hampir semua
klien mempunyai beragam masalah yang harus segera diselesaikan, baik dari segi
fisik, psikis dan sosialnya (terputusnya relasi dengan keluarga dan lingkungan).
Dengan melihat permasalahan ini, pekerja sosial berperan sebagai
manajer kasus dalam menangani permasalahan yang dialami oleh WBS tersebut.
Penggunaan manajemen kasus diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah
yang dialami WBS. Mulai dari sisi biologis atau fisik, psikologis dan sosial.
Sejauh ini permasalahan WBS yang di bantu oleh PSTW sudah menunjukan
perkembangan yang sangat baik mulai dari segi fisik, psikis dan sosial klien.
Dalam menangani permasalahan tersebut PSTW mempunyai tahapan program
yang dijalankan.
Metode yang digunakan untuk menangani permasalahan WBS adalah
metode manajemen kasus. Karena permasalahan yang dialami WBS itu sangat
beragam, dengan adanya metode manajemen kasus pekerja sosial menjamin WBS
77
mendapatkan bantuan sesuai dengan yang dibutukan WBS. Seperti penuturan ibu
Siti Fathonah, S.Sos selaku pekerja sosial yang berperan sebagai manajer kasus
berikut ini:
“Jadi manajemen kasus yang dikaitkan disini masalah-masalahyang dialami oleh lansia yang kita selesaikan, baik secarabimbingan individu, melalui bimbingan kelompok maupunlewatCase Confrence, kalo CC tentunya kita mengambil orang-orang yang berkompeten seperti psikolog, dokter, praktisi spiritualjadi biar lebih artinya dilihat dari segi mana prilaku seperti ini.Kalo kelompok bisa melalui dinamika kelompok itu, barang kalidengan prilaku yang dilakukan dengan dinamika kelompok adaperubahan kedepannya, jadi kita arahkan dinamika kelompoktersebut”.5
Adapun tahapan pelaksanaan manajemen kasus permasalahan lanjut
usia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Tahap Penilaian (Assesment)
Merupakan tahapan untuk mengidentifikasi kebutuhan klien.6
Menurut Mayer assesment adalah instrument intelektual untuk memahami
situasi psikososial klien dan untuk menentukan apa masalahnya.7
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan selama di PSTW pada
tahap ini pekerja sosial tidak langsung mengidentifikasikan masalah yang
ada pada WBS, tetapi identifikasi awal yang dilakukan oleh pekerja sosial
yaitu identifikasi kebutuhan WBS (sandang, pangan, papan) kebutuhan
5Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
6 Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”, h. 87.7Albert R. Roberts dan Gilbert J. Greene, “Buku Pintar Pekerja Sosial ”, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008), Cet. 1, h. 98.
78
WBS itu sangat beragam baik kebutuhan biologis,spiritual dan
sebagainya.
Setelah mengetahui yang dibutuhkan WBS kemudian pekerja
sosial mengidentifikasi potensi yang dimiliki WBS. Setelah pekerja sosial
sudah mengidentifikasi kebutuhan serta potensi WBS, kemudian pekerja
sosial baru mengidentifikasi masalah yang ada pada diri WBS. Assessment
yang dilakukan oleh pekerja sosial di PSTW tidak langsung kepada
masalah yang ada pada diri WBS, karena WBS tidak bisa langsung
terbuka tentang permasalahan yang ada pada dirinya dan assessment tidak
bisa dilakukan hanya sekali saja, tetapi harus berulang-ulang. Untuk
mengetahui kebutuhan, potensi, masalah yang ada pada diri WBS itu
dengan melakukan konseling. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh ibu Siti
Fathonah, S.Sos selaku pekerja sosial yang berperan sebagai manajer
kasus:
“Assesment yang dilakukan disini tidak langsung menanyakanmasalah klien apa, tapi assessment di sini yang pertama yangkita gali itu kebutuhan klien, setelah ketauan kebutuhan klienitu lalu kita identifikasi potensi yang dimiliki klien, barusetelah itu kita identifikasi masalah klien. Karna tidak bisalangsung kita nanya masalah nenek apa, itu tidak bisa. Karenaklien ga bisa langsung terbuka menceritakan masalahnya.Kebutuhan klien itu juga macem-macem, kebutuhan biologisbisa, spiritualnya bisa dari segi emosional nya ada, untukmengetahui kebutuhan klien itu ya itu dengan konseling, apafungsinya konseling untuk merasa ada rasa nyaman tehadapklien, ada rasa percaya diri, ada rasa lebih dihargai gitu,biologis itu kan kenyamanan penghargaan pengembangan diriitu namanya hasil dari konseling itu seperti itu. Untukmengetahui kebutuhan potensi klien itu dengan konseling bisa,dengan cara assessment bisa, tentunya kita ada interaksi antara
79
WBS dengan seseorang. Assessment itu tidak langsungketahuan harus berkali-kali dilakukan baru ketauan, tidaksekaligus assessment itu terungkap semua tidak sayang(panggilan untuk peneliti), dari assessment itu baru nantiketauan kebutuhan klien yang urgent itu apa, kalo keluhannenek sakit ya kita rujuk kerumah sakit, kalo memang masalahpsikolog kita konselingkan ke psikolog, kalo kebutuhan makanya kita penuhi kebutuhan gizinya, kalo kebutuhan potensisesuai kemampuan dia apa bakatnya kita fasilitasi gitu. Jadisesuai kebutuhan yang dimaksud disini yang lebih urgent itumana yang kita prioritaskan”.8
Hal ini senada dengan yang dikatakan ibu Rika Fitriyana, M. Psi
selaku psikolog di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) mengenai
assessment atau penilaian klien yang harus berulang-ulang:
“Iya kalo assessment klien itu harus berulang-ulang tidak bisahanya sekali dan kita harus memastikan konsistensinya, kalomisalnya pertemuan ini dia jawab a nanti pertemuan berikutnyadia jawab b terus pertemuan berikutnya kembali lagi jawab a,berdasarkan dari pengalaman kalo mulai tidak konsisten itubiasanya ada yang disembunyikan pasti ada bohongnya,mungkin memang dia tidak nyaman untuk cerita ke orang lain,karena kan memang tidak mudah untuk kita menceritakan yangsifatnya pribadi.”9
Assessment merupakan begian dari proses perencanaan perubahan
dimana manajer kasus mempelajari kebutuhan masa kini dan yang akan
datang dalam konteks permasalahan klien dari segi sosial, pekerja sosial di
PSTW melakukan assessment dengan metode konseling. Pada tahap ini
pekerja sosial bagian Case Manager sudah mulai membuat dan
8Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
9Wawancara Pribadi dengan Ibu Rika Fitriyana, M. Psi selaku Psikolog, PSTW, Jakarta 20Agustus 2014.
80
melengkapi case record (catatan kasus) klien yang didalamnya mencakup
identifikasi kebutuhan, identifikasi potensi dan identifikasi masalah.10
Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan assessment
kebutuhan (need assesment), kebutuhan dapat didefinisikan sebagai
kekurangan yang mendorong masyarakat untuk mengatasinya. Assessment
dapat diartikan sebagai penentuan besarnya atau luasnya suatu kondisi
dalam suatu populasi yang ingin diperbaiki atau penentuan kekurangan
dalam kondisi yang ingin direalisasikan. Fungsi assesment itu senidri
mengacu pada pengumpulan informasi dan perumusan suatu assesment
dari kebutuhan-kebutuhan komprehensif klien, situasi kehidupan dan
sumber-sumber. Dalam hal ini pekerja sosial juga melakukan penggalian
atas potensi WBS, baik kekuatan dan kelemahannya.
Manejer kasus di PSTW memiliki cara tersendiri dalam
mengidentifikasi WBS secara tepat yaitu untuk menangani serta
mengetahui masalah yang terjadi WBS maka manajer kasus ini harus
memahami masa lalu WBS karena pemahaman masa lalau selalu berkaitan
dengan pemahaman masalah yang dialami WB saat ini. Manajer kasus
berusaha untuk mengetahui kehidupan WBS kecil, kalau WBS tidak bisa
di assesment mulai dari kecil bisa juga dari mulai pernikahannya dan
apabila WBS tidak bisa menceritakan semuanya maka manajer kasus
harus melakukan home visit kepada orang yang memiliki hubungan
10 Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Pedoman Penanganan Anak MelaluiRumah Perlindungan Sosial Anak (Jakarta : 2004), h. 21.
81
dengan WBS ataupun mengenal WBS seperti RT ataupun lingkungan
sekitar WBS dulu tinggal.
Adapun hasil assesment yang dilakukan manajer kasus PSTW
memperlihatkan permasalahan yang dialami WBS. H berasa dari keluarga
mampu serta memiliki 3 orang anak, WBS mempunyai usaha membuka
Showroom jual beli mobil bekas, karena WBS ditipu oleh seseorang maka
usahanya itu bangkrut, WBS bercerai dengan isterinya secara sepihak
karena diceraikan oleh kaka ipar WBS (kaka kandung isteri WBS), WBS
juga dimasukan ke RS Grogol dengan kaka iparnya tanpa sepengetahuan
anak maupun isterinya, kaka ipar WBS menghasut anak WBS
bahwasannya WBS pergi meninggalkan keluarganya. Ketika WBS berada
di Grogol semua biaya perawatan dan biaya keluarga WBS di tanggung
oleh kaka ipar WBS itu sendiri.
Dampak dari permasalahan yang dialami H dia mengalami depresi
yang cukup berat, mengalami gangguan mental, merasa putus asa dengan
kehidupannya dan WBS tidak mau untuk kembali lagi kepada keluarganya
karena WBS mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari kaka iparnya
dan WBS juga merasa berhutang budi kepada kaka iparnya karena sudah
mengurusi keluarga WBS serta membiayai anak WBS sampai selesai
sekolahnya.
Sebelum masuk panti ini WBS mendapatkan perawatan di RS
Grogol setelah itu dirujuk ke PSBL (Panti Sosial Bina Laras) dan
kemudian setelah itu klien di rujuk ke panti ini dengan klasifikasi Ex
82
Psikotik (tenang), sejak awal masuk di PSTW WBS memiliki perilaku
yang tidak baik sering mengambil barang temannya dan menjualnya
keluar panti, tetapi kondisi WBS saat ini sudah mulai membaik dan tenang
kerena setiap hari diberikan obat oleh perawat di panti karena WBS itu
sendiri psikotik, pada dasarnya orang psikotik tidak boleh lepas dari obat
kalau tidak diberi obat maka klien akan tidak tenang.
Sedangkan untuk B manejer kasus bisa untuk mengidentifikasi
masa lalunya, B adalah anak ke dua dari lima bersaudara. B mendapatkan
pola asuh yang tidak baik dari orang tuanya karena orang tua B bercerai
pada saat B masih kecil, akibat dari perceraian ini B memutuskan untuk
pergi keluar dari rumah tempat tinggalnya karena B merasa tidak nyaman
dan tidak betah untuk tinggal bersama ibu tirinya. Pada umur 15 tahun B
bekerja menjadi pengamen jalanan, kuli panggul dan lain-lain. B juga
memiliki anak dari hasil yang tidak baik dengan isterinya karena B
menikah tanpa aturan hukun dan agama ataupun bisa dikatakan B
menjalin percintaan tanpa ada ikatan pernikahan sampai akhirnya
memiliki anak. Ketika B sedang mengamen di jalanan ternyata B terkena
razia oleh SATPOL PP (satuan polisi pamong praja) akhirnya B di
masukan ke dalam panti.
Dampak dari permasalahan yang dialami B yaitu menyebabkan
kurangnya pola asuh serta kasih sayang yang diberikan oleh orang tua,
kurangnya pengajaran pendidikan dan kurangnya bimbingan keagamaan
yang diberikan oleh orang tua maupun orang terdekatnya. Dari
83
permasalahan yang dialami B maka manajer kasus melakukan CC dengan
profesi lainnya untuk menangani permasalahan yang dialami B dengan
meihat masa lalu B yang ada kaitannya dengan masalah saat ini.
untuk SM, SM menikah tanpa persetujuan dari orang tuanya dan
meninggalkan orang tuanya sampai meninggal pun S tidak pernah
berkomunikasi engan orang tuanya, akhirnya SM memiliki 2 orang anak,
SM tidak setuju kalau anaknya menikah dengan beda suku, anaknya pun
akhirnya menikah dengan apa yang dilarang oleh klien, SM tinggal
bersama anak dan menantunya sampai akhirnya pada suatu hari menantu
SM mengusir klien dari rumahnya, SM tinggal seorang diri ketika
umurnya sudah senja SM dimasukan ke PSTW oleh temannya karena SM
tinggal seorang diri.
Awal masuk ke panti ini SM tidak jujur kepada petugas panti kalau
memiliki anak, SM berbicara kepada manajer kasus tidak memiliki anak,
sampai akhirnya setelah melakukan assesment maka terungkap semua
bahwa sebenarnya SM memiliki anak, SM tidak jujur kepada petugas
memiliki anak karena SM takut kalau panti tau maka SM akan
dikembalikan kepada anaknya. Dampak dari permasalahan yang dialami
SM sampai saat ini memiliki hubungan yang kurang baik dengan
menantunya.
Manajer kasus melakukan assesment kepada P itu dengan melihat
kehidupan masa lalunya yaitu P berasl dari keluarga yang sederhana, P
menikah sebanyak tiga kali tetapi P tidak pernah disukai oleh anak-anak
84
tirinya sehingga mengakibatkan P tinggal bersama adiknya dan
keponakannya. Setelah adiknya meninggal maka semua kehidupan P di
tanggung oleh keponakannya sampai akhirnya P direkomendasikan oleh
tetangganya untuk tinggal di panti karena kehidupan keponakannya sangat
sederhana sehingga sudah tidak bisa memberikan P kehidupan yang layak,
Sedangkan untuk ST manajer kasus mengetahui dari hasil
assessment bahwa ST adalah salah satu korban letusan gunung merapi dan
ST hidup sendiri karena kedua anaknya sudah menikah, anaknya tinggal
di Ciputat dan Tanjung Priuk. Dengan kejadian yang dialami ST sebagai
korban letusan gunung merapi maka ST dilarikan ke PUM karena ST
mengalami luka di tubuhnya sehingga ST haru di rawat di sana. Seelah ST
keadaan sudah memungkinkan dan membaik maka ST di rujuk ke PSTW
karena ST tidak mau untuk tinggal bersama anaknya dengan alasan tidak
mau menyusahkan anak-anaknya dan faktor lain karena ST ada konflik
dengan menantunya sehingga ST lebih memilih hidup di dalam panti.
Dari berbagai permasalahan yang dialami WBS di atas maka
manajer kasus berusaha melihat WBS dari sisi yang berbeda, seperti
meihat WBS dari segi sosial, spiritual, fisik dan lainya. Untuk bisa melihat
WBS dari sisi lain atau dari berbagai macam sisi maka manajer kasus
melakukan CC (case confrence) dengan profesi lain untuk mengetahui
permasalahan WBS dari berbagai sisi. Manajer kasus melakukan CC pada
tahap perencanaan untuk membahas semua masalah yang ada pada diri
85
WBS, dalam assessment ini manajer kasus hanya membuat case record
saja tentang WBS.
Berdasarkan proses pertolongan dalam praktik pekerja sosial pada
tahap pertama itu adalah engagement, intake dan contract yaitu
merupakan tahap awal dalam praktik pertolongan kontak awal antara
pekerja sosial dengan WBS yang berakhir pada kesepakatan untuk terlibat
dalam proses. Proses pertolongan ini sama dengan manajemen kasus, jadi
manajer kasus di PSTW pada tahap ini melakukan kontrak atau
kesepakatan terlebih dahulu dengan WBS, setelah sudah ada kesepakatan
dengan WBS kemudian baru bisa melakukan assesment kepada WBS.
Dalam tahap ini tidak bisa hanya dengan keinginan sebelah pihak, harus
dengan perjanjian kedua belah pihak sesuai kesepakatan atau perjanjian
dari keduanya antara pekerja sosial dengan WBS. Hal ini sesuai dengan
yang dikatakan oleh ibu Siti Fathonah, S.Sos yang berperan sebagai
manajer kasus:
“Mempersiapkan dulu adanya kontrak dengan lansia tersebutkapan kita bisa mengadakan wawancara mengingat kita kantidak bisa memaksa, ketika sudah ada kesepakatan baru kitaassessment tempatnya dimana, ruangannya apa harus kitasampaikan. Kita tidak boleh memilih oh harus disini tidak,sesuai kesepakatan enaknya dimana ya mbah. Intinya harus adakepercayaan dulu dalam kontrak ini ada perjanjian, misalkanberapa jam harus kita lakukan, nanti apa saja yang kitatanyakan tahapan-tahapan seperti apa, apakah mulai daripernikahan mereka atau awal dari mereka lahir seperti itu.Disini ada catatan case record nya biasanya wawancara duluwawancara biasa ya nama apa seperti itu biasa, boleh ditulis
86
boleh aku membuat konsep sendiri atau langsung bertanyaboleh, kalo sulit mau pake panduan juga ga apa-apa.”11
2. Tahap Perencanaan
Dalam dunia pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial saat ini
perencanaan di kenal sebagai salah satu unsur yang penting dalam
mengembangkan pemberian layanan yang efektif terhadap klien ataupun
kelompok sasaran.12 Tahapan ini merupakan tahap untuk menyusun dan
mengembangkan layanan yang menyeluruh untuk klien sesuai dengan
hasil penilaian. Hasil-hasil identifikasi masalah yang didapatkan dari
tahap penilaian (sesuai keinginan klien, masalah kebutuhannya, serta
sumber daya yang tersedia), kemudian disusun menjadi suatu formulasi
masalah dan selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yang
digunakan untuk menyusun perencanaan. Untuk menentukan keberhasilan
program manajemen kasus yang harus dilakukan terhadap klien maka
perlu disusun kriteria evaluasi.13
Dalam proses perencanaan sosial para perencana dan pihak-pihak
terkait atau para pemangku kepentingan (Stakeholders) selayaknya
bersama-sama menyusun pola rencana yang komprehensif. Pola tersebut
menyangkut tujuan-tujuan khusus, strategi-strategi, tugas-tugas dan
prosedur-prosedur yang ditunjukan untuk membantu pemenuhan
11Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 12 Septmeber 2014.
12 Isbandi Rukminto Adi, Ph.D, “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan IntervensiKomunitas”, ( Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), h. 119.
13Kementerian Sosial RI, “Modul Diklat Dasar Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”, h. 87.
87
kebutuhan-kebutuhan dan pemecahan masalah. Menurut Suharto
perencanaan adalah sebuah proses yang penting dan menentukan
keberhasilan suatu tindakan, perencanaan pada hakekatnya merupakan
usaha secara sadar dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif
yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada untuk mencapai tujuan
tertentu, perencanaan juga dapat diartikan sebagai kegiatan ilmiah yang
melibatkan pengelola fakta dan situasi sebagaimana adanya yang
ditunjukan untuk mencari jalan keluar dan memecahkan masalahnya.14
Tahap perencanaan atau disebut rencana intervensi di PSTW
manajer kasus merencakan bentuk penanganan masalah yang tepat untuk
WBS berdasarkan hasil assessment. Rencana intervensi di susun di dalam
suatu pembahasan kasus (case conference). Dalam kegiatan ini manajer
kasus PSTW mengundang kelompok profesional atau pihak yang dapat
memberikan kontribusi bagi penanganan kasus WBS seperti psikolog, ahli
spiritual, perawat, penanggung jawab wisma dan sebagainya untuk
mendiskusikan hasil assessment dan tahap perubahan yang diharapkan
terjadi pada klien. Seperti yang dikatakan oleh ibu Siti Fathonah, S.Sos
selaku pekerja sosial yang berperan sebagai manajer kasus dibawah ini:
“Perencanaan ini ya sama kaya rencana intervensi, berarti kitamemilih masalah yang lebih urgent tadi yang ada pada diriWBS tersebut. Hasil dari assessmentitu terus kita melakukanCC, kita mengajak psikolog, ahli spiritual, perawat samapenanggung jawab wisma di CC itu. Dari CC itu ketauan maodiapain si WBS ini, mao dikemanakan si, oh ya dia ga betah
14Edi Suharto, “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, (Bandung: PT RefikaAditama, 2005), h. 72.
88
karna hambatan dia ga bisa ngikutin kegiatan rupanya matanyakatarak misalkan, ya kita konsulkan kedokter, salah satunyaitu, setelah dioperasi evaluasi lagi ada perubahan ga setelahdioperasi, apakah ngikutin kegiatan atau tidak, oh tidak. Kalotidak dari segi fisiknya atau dari segi psikisnya. Jadiberkesinambungan ga berhenti, kebutuhan tuh ga berhenti.Dalam rencana intervensi ini ya kita juga mengidentifikasipelayanan-pelayanan atau sumber yang bervariasi yang dapatdijangkau untuk membantu penanganan masalah klien”15
Hal ini senada juga dengan yang diungkapkan oleh ibu Rika
Fitriyana, M. Psi selaku psikolog di PSTW ini sebagai berikut:
“Ya psikolog ikut serta dalam menangani permasalahan klien,dalam artian membantu memberikan penilaian, ya namanyakita ada disuatu tempat ya kita harus bekerja sama, penilaiankan ga dilakukan sama satu profesi saja tapi harus denganbanyak profesi. Biasanya untuk menangani permasalahan klienitu kita bentuknya Case Confrence jadi disitu peksos, perawat,penanggung jawab wisma terus kepala BIMLUR (Bimbingandan Penyaluran) itu juga ada, nah disitu kita membicarakansatu kasus yang paling urgent abis itu ya saya sebagai psikologsaya memberikan masukan terkait dengan teritmen secarapsikologis yang tepat seperti apa nah gitu, peksos melaporkanklien dengan lingkungannya itu seperti apa, penanggung jawabyang di wisma itu menyampaikan informasi mengenai perilakuWBS itu apa adanya gitu permasalahannya apa. Kemudian darisitu kita bahas bagaimana seperti apa kita remukin bareng-bareng biasanya gitu pada saat CC gitu”.16
Hal ini juga diungkapkan oleh bapak Bahrudin, S.Ag selaku selaku
ahli spiritual dan ibu Halimah selaku perawat di PSTW mengenai kerja
sama yang dilakukan untuk menangani permasalahan WBS yaitu:
”Ya seperti CC gitu, ada ibu Siti, perawat sama ibu psikologdalam menangani masalah nenek kakek, kerja samanya juga
15Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
16Wawancara Pribadi denganIbu Rika Fitriyana, M. Psi selaku Psikolog, PSTW, Jakarta 20Agustus 2014.
89
saya membantu nenek kakek untuk meningkatkan sertamemberikan pelajaran tentang agama soalnya kan kalo sudahseperti nenek kakek harus lebih mendekatkan diri kepada Allahkan nenek kakek udah ga banyak yang di kerjain jadi ngisiwaktu luangnya dengan ibadah ngaji gitu”.17
“Kerja samanya ya kaya ngadain CC gitu dari masing-masingprofesi untuk nentuin atau mecahin bareng-bareng masalahyang ada sama nenek atau kakek, kaya saya perawat ya sayamenjelaskan nenek kakek dari sisi kesehatan atau penyakitgimana apa harus di rujuk ke rumah sakit atau di beri obat aja.Tapi selalu ada pemeriksaan di klinik panti untuk nenek kakekatau ga untuk nenek kakek yang ga bisa jalan ke klinik ya kitameriksa ke wismanya. Terus ngasih obat juga atau vitamin.Kalo harus di rujuk ke rumah sakit ya kita cari rumah sakityang kosong kalo udah ketemu baru dah bilang ke ibu Sitiuntuk minta surat ke rumah sakit”.18
Adapun rencana untuk H yaitu rencana intervensi awal yang
dilakukan manajer kasus dengan merencakanan kunjungan rumah (home
visit) karena pekerja sosial melihat pada kenyataannya WBS masih
memiliki keluarga tetapi WBS tidak mau untuk kembali kepada
keluarganya dan sekaligus pekerja sosial mencoba menelusuri keadaan
keluarga WBS dan memberitahu keluarga WBS bahwa WBS berada di
PSTW serta membuat hubungan WBS dengan keluarganya kembali
harmonis meskipun mereka tidak tinggal bersama-sama.
Untuk rencana intervensi yang dilakukan manajer kasus kepada B
yaitu dengan melihat melihat B dari berbagai sisi mulai dari kesehatan,
psiko, sosial serta spiritualnya karena B berasal dari keluarganya yang
17 Wawancara pribadi dengan Bapak Bahrudin, S.Ag, selaku Ahli Spiritual, PSTW, Jakarta 14November 2014.
18 Wawancara pribadi dengan Ibu Halimah, selaku Perawat, PSTW, Jakarta 14 November2014.
90
tidak harmonis yang mengakibatkan B hidup dijalanan dari unur 15 tahun.
Manajer kasus bekerja sama dengan prikolog, perawat dan ahli spiritual
untuk menangani atau menentukan cara untuk B keluar dari
permasalahannya.
Sedangkan untuk SM rencana intervensi yang dilakukan pekerja
sosial yaitu sama dengan H dengan melakukan kunjungan rumah (home
visit) karena WBS masih memiliki anak. Rencana intervensi yang
dialakukan oleh pekerja sosial kepada WBS ini yaitu mengembalikan
WBS kepada keluarganya atau membuat hubungan WBS dengan
keluarganya menjadi lebih baik lagi.
Untuk P manajer kasus membuat rencana intervensi untuk
mengunjungi keponakannya dengan menanyakan kebenaran masa lalu
tentang P karena keponakannya itu pernah mengurusi P dan masa lalunya
P hanya tinggal bersama adik dan keponakannya dikarenakan anak tiri P
tidak mau menerima P dengan berbagai alasan.
Sedangkan untuk ST manajer kasus membuat rencana intervensi
untuk home visit kepada anaknya karena pada dasarnya ST memiliki dua
anak kandung. Manajer kasus melakukan home visit untuk melihat serta
mengetahui apakah ST bisa atau mau kembali kepada keluarganya dan
melihat apa saja faktor yang membuat ST bisa berada di panti sedangkan
ST masih memiliki anak yang bisa mengurusinya.
Menajer kasus menginginkan WBS yang masih memiliki keluarga
untuk kembali kepada keluarganya tetapi manajer kasus tidak bisa memaksa
91
WBS karena apabila di paksa maka kondisi serta keadaan WBS di sana
semakin buruk, oleh karena itu manajer kasus secara langsung harus
melakukan home visit apakah fakor yang menyebabkan WBS tidak mau untuk
kembali kepada keluarganya. Apabila keluarganya mampu, mau untuk
menerima WBS lagi dan WBS itu sendiri mau kembali kepada keluarganya
maka WBS akan dikembalikan kepada keluargnya. Seperti yang dikatakan
oleh ibu Siti Fathonah, S.Sos yang berperan sebagai manajer kasus:
“Kalo WBS ya saya maunya dikembalikan ke keluarganyasoalnya dia kan masih punya keluarga, tetapi kalau merekatidak mau untuk kembali kepada keluarganya ya tidak boleh dipaksa karena kita takut di sana WBS semakin tertekan danmembuat fisik ataupun yang lainnya nya bukan semakinmembaik tetapi semakin buruk tetapi kita juga harus tahumengapa alasan mereka tidak mau untuk kembali kepadakeluarganya dengan melakukan home visit itu kita dapatmenilai keluarganya dari ekonomi, tempat tingga sertahubungannya dengan WBS baik atau tidak. Pokonya kita harusbisa melihat dari berbagai sisi.”19
3. Pelaksanaan (Implementation)
Pada tahap ini menjamin kebutuhan WBS perencanaan yang telah
di buat, mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan di lihat
sejauh mana manajemen kasus memberikan pelayanan kepada WBS untuk
memenuhi kebutuhannya. Manajer kasus harus bekerja sama dengan
agensi atau jasa pelayanan lainnya atau juga menyediakan pelayanan yang
dibutuhkan, dalam hal ini harus diketahui dukungan yang disediakan suatu
manajemen kasus.
19Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
92
Langkah ini digunakan setelah pekerja sosial dan WBS telah
mendefinisikan kekuatan, masalah, sarana dan hambatan yang jelas dan
konkrit, mereka telah membentuk kemitraan yang saling menghormati dan
sekarang siap mencoba rencana mereka. Rencana ini terdiri dari
menghubungkan dan mengkoordinasi sumber-sumber dukungan dan
pertolongan ke dalam sistem yang efisien, yang memungkinkan pekerja
sosial serta klien memecahkan masalah awalnya.
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 memberikan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi lansia terlantar dalam bentuk
pembinaan fisik berupa olahraga dan pemeriksaan kesehatan, pembinaan
mental spiritual yang berupa bimbingan rohani Islam dan Kristen yang
diadakan seminggu dua kali, bimbingan sosial yang dimaksudkan agar
WBS dapat mengenali peran dan fungsi sosialnya di lingkungan panti,
bimbingan keterampilan meliputi kerajinan tangan dan kesenian, rekreasi
dan hiburan.
Pada tahap ini pekerja manajer kasus bekerja sama dengan apa
yang dibutuhkan WBS. Manajer kasus menghubungkan WBS dengan
sumber yang sesuai, selain itu juga menekankan adanya koordinasi di
antara sumber-sumber yang digunakan/dibutuhkan oleh WBS dengan
menjadi sebuah saluran serta poin utama dari komunikasi yang
terintegrasi. Sesuai hasil wawancara peneliti dengan ibu Siti Fathonah,
S.Sos sebagai berikut:
93
“Setelah tahap perencanaan selanjutnya tahap Implementation,pelaksanaanya ya kita bekerja sama dengan yang dibutuhkanklien, contohnya kalo anak ya kita menghubungkan kliendengan anak, kalo perlu misalkan kita pulangkan kekekeluarganya. Kita menghubungi anak untuk melakukanHome Visit, kita bekerja sama nya ya dengan keluarga perankeluarga kan penting banget kalo buat lansia buat siapapunWBS di panti. Kalo misalkan ga nerima alasannya apa harusjelas, misalkan kita mempersiapkan diri udah kunjunganrumah, udah berkali-kali konseling keluarga, terus dia ga siapmenerima keluarga alesannya apa harus jelas disitu, jadi kitabisa back up kalo secara ekonomi mampu, secara sosialnyabagus, alesannya kenapa lagi gitu loh, alesannya harus detailkeluarganya menyampaikan. Selaen sama keluarga ya kerjasama dengan dokter, psikolog terus spiritual agama, tergantungkebutuhannya.”20
Pada tahap ini manajer kasus bertugas sebagai mediator antara
klien dengan pelayanan yang ada di PSTW atau dengan sumber-sumber
lain seperti psikolog, psikiatri, keluaga dan lain-lain. Manajer kasus
sebagai mediator dengan menjembatani klien. Sesuai dengan yang
dikatakan ibu Siti Fathonah, S.Sos:
“Kita jadi mediasi sebaiknya klien ini diapakan dariassessment, saya menjadi mediator yang menjembatani merekaagar bisa untuk berkonsultasi dengan psikolog, misalkan giniloh oia orang ini butuh psikolog aku konsul dulu denganpsikolog memang aku tidak terjun langsung ke WBS nya tapikanada interaksi langsung nak, disini aku jadi mediator ataumediasi, nanti setelah dikonsulkan dengan psikolog kitakordinasi lagi dengan psikolog gimana hasil konseling denganpsikolog, mao diapak ini, oia mba seharusnya kita CC kan, nahkita baru CC, dari CC ada intervensi lagi gitu loh, oh bu ini lohkebutuhannya kaya gini, ke psikiatri hasil dari psikiatri kitakembangkan lagi kita evaluasi dari psikiatri ada perkembangankita teruskan, kalo ga ada perkembangan kita CC lagi gitu.Kaya misalnya klien sakit saya yang membuat rujukan dengan
20Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
94
menelfon rumah sakit kita mediasikan disini rumah sakitkosong aku tinggal bikin surat mereka yang menjalankan”. 21
Pada dasarnya manajemen kasus merupakan kegiatan yang
memiliki prosedur untuk mengkoordinasi seluruh aktivitas pertolongan
yang diberikan kepada klien secara peorangan maupun group. Koordinasi
di PSTW ini dilakukan secara Professional Teamwork, yaitu kerja sama
antara pekerja sosial dengan profesi lain sehingga uapayanya dapat di
perluas terhadap peningkatan pelayanan sesuai kebutuhan WBS.
Selain bekerja sama dengan pihak dalam panti seperti psikolog,
perawat, ahli spiritual dan lain-lain PSTW juga bekerja sama dengan pihak
luar panti untuk menangani permasalahan WBS, kerja sama yang
dilakukan dengan menjalin kemitraan dengan pihak tersebut. Adapun
PSTW menjalin kerja sama dengan pihak luar yaitu seperti RSKD (rumah
sakit umum daerah) Duren Sawit Satelit dalam hal pasien gangguan jiwa
(psikotik). Apabila WBS yang mengalami gangguan jiwa atau psikotik
tidak dapat membaik berada di dalam panti maka manajer kasus merujuk
WBS ke RSKD Duren Sawit Satelit agar WBS bisa mendapatkan
pelayanan yang dibutuhkannya di sana.
RSUD Budi Asih dan dalam hal memberikan pelayanan kesehatan
pada lansia. Manajer kasus bekerja sama dengan RSUD Budi Asih ini
apabila WBS yang di dalam panti mengalami sakit sampai beberapa hari
21Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 12 Septmeber 2014.
95
belum membaik, seperti contohnya WBS yang mengalami diare secara
terus-menerus maka manajer kasus merujuk WBS ke rumah sakit ini agar
WBS mendapatkan perawatan yang baik. Setelah WBS membaik maka
WBS dipulangkan kembali ke PSTW.
PUM (Panti Usada Mulia) dalam bentuk perawatan untuk lansia
yang sakit. Di sini manajer kasus sebagai perantara yang menghubungkan
WBS dengan PUM apabila WBS mengalami sakit yang harus di rawat
atau di rehabilitasi. Seperti contohnya WBS yang jatuh dari tempat tidur
dan mengaami patah pada tulangnya maka manajer kasus menghubungkan
WBS ke PUM untuk mendapatkan perawatan ataupun di rehabilitasi di
sana agar kaki nya bisa membaik. Apabila WBS belum sembuh maka
WBS tidak di izinkan kembali ke panti sampai WBS itu sembuh dan
memungkinkan untuk kembali ke PSTW dan PSTW bekerja sama pula
dengan Dinas pemakaman, yaitu kerja sama dalam bentuk memberikan
fasilitas pemakaman bagi para WBS yang meninggal dunia.
4. Pengawasan (Monitoring)
Menurut Marzuki dan Suharto monitoring adalah pemantauan
secara terus-menerus proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.
Monitoring dapat dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan atau
membaca hasil laporan dari pelaksanaan kegiatan. Monitoring juga dapat
dikatakan sebagai proses pengumpulan informasi mengenai apa yang
sebenarnya terjadi selama proses implementasi. Tujuan monitoring itu
sendiri adalah untuk:
96
1. Mengetahui bagaimana masukan (inputs) sumber-sumber dalam
rencana digunakan.
2. Bagaimana kegiatan-kegiatan dalam implementasi dilaksanakan.
3. Apakah rentang waktu implementasi terpenuhi secara tepat atau tidak.
4. Apakah setiap aspek dalam perencanaan dan implementasi berjalan
sesuai dengan yang diharapkan.
Monitoring sering di pandang sebagai pengukuran kuantitas yang
berkaitan dengan bagaimana pencapaian keselarasan antara sumber-
sumber yang digunakan dan waktu yang ditetapkan. Monitoring
merupakan aktifitas yang berkelanjutan yang terutama dimaksudkan untuk
memberikan informasi terhadap perencana dalam mengidentifikasi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam tahap implementasi.Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa monitoring pada dasarnya merupakan
pemantauan suatu kegiatan atau program yang dilaksanakan pada saat
kegiatan tersebut sedang berlangsung.22
Namun untuk memudahkan pemahaman kita monitoring perlu
dibedakan dengan evaluasi. Monitoring adalah pemantauan proses dan
keberhasilan kelompok yang dilakukan pada setiap tahap fase, sedangkan
Evaluasi dapat kita artikan sebagai pengidentifikasian atau pengukuran
terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh.23
22Edi Suharto, “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, h. 118.23Edi Suharto, “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, h. 47.
97
Berdasarkan hasil wawancara peneliti selama di PSTW pada tahap
ini yaitu manajer kasus mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan yang
telah diberikan kepada WBS dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan
dengan tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya adalah berupaya mengetahui
hasil-hasil yang telah di capai. Hal ini sesuai yang dikatakan ibu Siti
Fathonah, S.Sos:
“Moneva di sini kita pertama memantau klien kemudian baruke keluarga ataupun pelayanan yang diberikan kepada klien,misalkan nenek ini kan mau dipulangkan ke keluarga, faktordia disini biasanya karena ada masalah dengan keluarga, ketikasudah kita hubungkan kita pertemukan dengan pihak keluargaada perubahan ga, baik perilaku, sakit yang dialami, karena apayang dilakukan lansia, apa yang dialami lansia itu adalah salahsatu faktor banyak faktor itu memikirkan keluarga, jadidampaknya kesemua ya fisik ya psikis itu pastinya tentu.Mereka ga bisa tidur, cepet emosi, marah-marah karena adabenang merah antara anak dengan orang tua. Kita melakukanevaluasi ga ada batasannya, kita lihat sejauh mana perubahanperilaku, kalo program kegiatan mungkin kita evaluasi 3 bulan4 bulan tapi ini kan perilaku, perilaku kan ga ada batasnya kalokita evaluasi.”24
Adapun manajer kasus melakukan pengawasan (monitoring) dalam
kasus ke lima WBS yaitu pekerja sosial tidak memaksa klien untuk
kembali kepada keluarga karena banyak faktor mereka tidak mau kembali
kepada kekeluarganya seperti masih sakit hati dengan anak dan mantunya,
tidak mau menyusahkan keluarganya, kondisi keluarga yang tidak
memungkinkan, tidak mau kembali ke keluarga karena sudah nyaman
tinggal di panti dan ada pula yang mau dipulangkan kepada keluarganya
24Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
98
tetapi keluarganya belum punya tempat tinggal yang tetap sehingga WBS
harus berpindah-pindah hal ini yang tidak memungkinkan untuk WBS
karena usia yang sudah tidak memungkinkan untuk bergerak. Ke lima
WBS ini memang mau sampai akhir hayatnya berada di panti, karena
mereka sudah merasa nyaman dan ada yang mengurusinya di panti.
Sesuai yang dikatakan oleh ibu Siti Fathonah, S.Sos:
“Setelah kita pertemuakan paling tidak via telfon kaya mak Sada keceriaan artinya gini lebih plong terus sentimennyaberkurang lebih terbuka lagi dengan petugas, merasa bersalahjuga karena dulu mengaku ga punya anak, ada perasaanbersalah dengan diri sendiri terhadap lembaga juga, kenapapunya anak harus ditutup-tutupin, toh panti juga kalo maomengembalikan ga menerima keluarganya karena banyakfaktor tidak akan kita paksa, tapi intinya keterbukaan kelembaga harus ada, mengingat kita tuh umurnya ga panjang,ketika ada apa-apa jangan sampe ada kesalahan dari anaknuntut kepanti, meskipun selama ini anak ga pernah tau tapikita kan ga tau pikiran orang kedepan sama seperti apa. Kalaukakek H sudah bisa menerima kondisinya sudah ada perubahandari sebelumnya, anak pertamanya sebenernya mau mengurusikake H tapi karna dia juga ga punya tempat tinggal tetap jadikerja sama bosnya tempat tinggalnya juga pindah-pindah, tapianaknya udah bisa tenang lega karena tau ayahnya ada di pantitau kondisi keadaan ayahnya, dia baru tau ayahnya di pantisetelah kake H di panti ini, sebelumnya dia ga pernah tauayahnya dimana.”25
Pada tahap monitoring ini tugas manajer kasus yaitu dengan
mengawasi apakah yang diberikan kepada WBS sesuai atau tidak dari
perencanaan yang telah di buat dan pelaksanaan yang sudah dijalankan
oleh WBS. Sesuai dengan yang dikatakan oleh ibu Siti Fathonah, S.Sos:
25Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
99
“Pengawasan tuh sesuai dengan hasil yang kita raih dariperencanaan intervensi terus pelaksanaan intervensi. Kita lihatkebutuhan lansia itu sendiri misalkan oh ya dia itu ternyatamengalami gangguan psikotik sudah diberikan obat tetapi tidakada perubahan oh berarti harus dikemanakan, oh berarti harusdi karantina misalkan, kita konsulkan lagi ke psikolog layak gakalo dia di karantina melihat dia udah usia lanjut siap gakondisi klien juga karena kan berada disini dengan disanatentunya berbeda disana kan lebih terkurung ga bebas sepertiini, nah itu kita coba dulu.”26
5. Pendampingan (Advocation)
Setelah melakukan monitoring kemudian manajer kasus
melakukan pendampingan atau evaluasi atas perkembangan WBS baik
secara fisik, psikis dan sosial WBS itu sendiri dan hasil evlauasi ini
dibicarakan dengan tim manajemen kasus hal ini diterapkan untuk
memperluas kasus. Evaluasi itu sendiri adalah pengidentifikasian
keberhasilan atau kegagalan suatu rencana kegiatan atau program. Secara
umum dikenal dua tipe evaluasi yaitu on-going evaluation (evaluasi terus
menerus) dan ex-post evaluation (evaluasi akhir). Tipe evaluasi yang
pertama dilaksanakan pada interval periode waktu tertentu selama proses
implementasi, sedangkan tipe evaluasi kedua dilakukan setelah
implementasi suatu program atau rencana. Menurut manajer kasus di
PSTW memang evaluasi bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat
pencapaian tujuan, mengukur dampak langsung yang terjadi pada
26Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 12 Septmeber 2014.
100
kelompok sasaran, mengetahui dan menganalisis konsekuensi-
konsekuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana sebelumnya.
Evaluasi dilakukan sebelum manajer kasus melakukan terminasi
kepada WBS. hal ini bertujuan untuk menghindari kegagalan dan langkah
apalagi yang harus dilakukan untuk kemajuan pelayanan terhadap WBS.
Sesuai dengan apa yang dikatakan ibu Siti Fathonah, S.Sos:
“Pendampingan disini kita mengetahui apakah pelayanan yangdiberikan ke klien sesuai apa ga gitu loh nak, kadang ga tentusama sama apa yang direncanain, contohnya kalo intervensi ituga berhasil ya kita evaluasi lagi, kalo pendampingan kan semuahal apapun didampingi, artinya ketika abis evaluasi hemmm…kaya manajemen perawatan, arti perawatan itu begini yangkemaren kita lakukan itu biar ga rusak lagi seperti apa,misalnya oh kemaren diterapkan seperti ini, biar bertahan itubegaimana, itu salah satu pendampingan. Tapi ketikapendampingan tetap dilakukan ga ada ini ya kita buat rencanaselanjutnya lagi, oh dengan ini ga cocok berarti seperti iniharus pake metode yang ini, misalnya kemaren bimbinganindividu ga cocok sih berarti harus dengan bimbingankelompok, apakah dengan kelompok bisa salah satunyamerubah perilaku dia gitu.”27
Dari hasil evaluasi atau pendampingan terlihat bahwa kondisi ke
lima WBS sudah membaik dari sebelumnya, tetapi untuk H masih masih
tertutup dan sulit untuk di ajak bicara atau komunikasi. Menurut psikolog
bahwa klien H masih mengalami masalah psikologis sehingga langkah
yang harus di ambil yaitu dengan cara membiasakan WBS bersosialisasi
dengan teman-temannya, terus memotivasi WBS dan perlu di beri
perhatian lebih serta meningkatkan komunikasi WBS. Kalau menurut
27Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
101
menurut manajer kasus keadaan H sudah jauh lebih membaik dari
sebelumnya, H sudah bisa atau mampu menerima dirinya sendiri tetapi
sedangkan menurut penanggung jawab wisma bahwa H kurang untuk
berinteraksi dengan teman-temannya, H hanya berdiam diri saja di dalam
wisma tetapi kalau untuk mengikuti kegiatan H aktif untuk ikut kegiatan
seperti senam, bermain angklung hanya saja H jarang berinteraksi dengan
lingkungannya atau teman-temannya. Sesuai yang dikatakan oleh ibu Dian
selaku penanggung jawab wisma:
“Itu loh kakek H paling ya ga pernah keluar kamar diem ajadikamar jadi kurang komunikasi sama temen-temennya, yapaling kalo kegiatan kakek H ikut kaya senam, angklung gitu.Kalo kegiatan si tetep ikut tapi untuk komunikasinya itu yangkurang, terus kalo nenek S ya dia sebenernya aktif tapi karenaada halangan sama kakinya jadi dia kadang males buat ikutkegiatan.”28
Pada tahap pendampingan ini tugas yang dilakukan manajer kasus
melakukan evaluasi kepada program yang ada di PSTW. Pengawasan dan
pendampingan itu sangat berperan dalam evaluasi. Sesuai dengan yang
dikatakan ibu Siti Fathonah, S.Sos:
“Kalo dalam evaluasi itu berhasil kita ya laksanakan, kalo tidakya kita ulang lagi.kalo saya pendampingan termasukpengawasan juga misalnya gini lansia ini aktif ga ngikutinkegiatan, kenapa sih dia ko seperti ini, kenapa hari ini ikutbesok tidak. Pendampingan pengawasan itu jadi satu sayang.Ada pendampingan ya ada pengawasan ga mungkin adapendampingan tanpa pengawasan. Oh iya ini kenapa kemaren
28Wawancara Pribadi dengan Ibu Dian, Penanggung Jawab Wisma, PSTW, Jakarta 04September 2014.
102
ga ikut kegiatan apakah dia sakit, apakah dia males, kalo malesalesannya kenapa, kalo sakit ya sakit apa. Nah kalo malesmisalkan malesnya kenapa, apa ga suka dengan kegiatan ini yakita alihkan dengan kegiatan yang tepat yang mana. Setiapkegiatan tentunya selalu kita dampingi setiap program, setiapkegiatan WBS pendamping harus ada. Kita mengevaluasi jugakaya ko hari ini ga panggung gembira sih. Monev disini lebihke program kalo menurut saya, program ini berjalan atau tidakpesertanya banyak atau tidak. Ketika program ini tidak berjalankita alihkan gitu loh sayang.”29
6. Pengakhiran (Termination)
Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pemberian pelayanan
kepada penerima pelayanan, dalam hal ini penerima layanan adalah lanjut
usia yang mengalami permasalahan baik itu pelayanan secara langsung
(direct service) maupun pelayanan tidak langsung (indirect service) yang
disediakan oleh sistem sumber daya lain. Tidak ada persyaratan khusus
dalam melakukan terminasi di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW).
Semua WBS di sini tidak ada terminasi kecuali pelayanan yang diberikan
di PSTW tidak sesuai dengan yang dibutuhkan WBS atau mungkin setelah
dipindahkan ke panti lain WBS mampu menyesuaikan dirinya. Tetapi
selain dari itu WBS di sini berada di PSTW ini untuk selamanya
(permanen) karena semua WBS di sini mau menghabisi serta menikmati
masa senjanya di panti. Jadi di PSTW pendampingannya sampai
meninggal dunia dan terminasinya kalau WBS meninggal dunia. Karena
pada dasarnya terminasi dilakukan berdasarkan pertimbangan dan alasan,
29Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 12 Septmeber 2014.
103
yaitu tujuan individu maupun kelompok telah tercapai, waktu yang
ditetapkan telah berakhir, kelompok gagal mencapai tujuan-tujuannya,
keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau lebih anggota
kelompok.30 Sesuai dengan yang dikatakan ibu Siti Fathonah, S.Sos:
“Kita ga ada pengakhiran, pengakhiran ya terminasi sampemeninggal kita melakukan pendampingan sampai akhir hayattentunya, kalo sudah meninggal yasudah putus hubungandengan kita, karena mereka kan stak disini permanen disinigitu, meskipun punya keluarga kalo anaknya juga ga maonerima dan kliennya ga mao ikut keluarganya karna disanaterancam jiwanya dia diperlakukan tidak selayaknya orang tuaya mendingan tinggal di pantimeskipun secara ekonomikeluarganya mampu. Jadi banyak faktor kita juga ga bisamendesak orang oh kamu mampu gini tapi yang kita liat kan siklien nya, apakah tinggal didalem keluarganya lebih bagus atautidak gitu loh, karena diperlakukan tidak sesuai dengan yangdibutuhkan lansia. Kebanyakan lansia mau meninggal disini.Kalau seperti ini terminasinya di panti sampai akhir hayatkalau kekeluarga ya terminasinya kembali kekeluarga.”31
Seperti ke lima WBS tersebut tidak mau kembali lagi kepada
keluarganya, WBS mau sampai akhir hayatnya di sini dan mereka mau
menikmati sisa hidupnya di panti. Ketika peneliti mewawancarai ke lima
WBS ini memang mereka tidak mau untuk kembali kepada
kekeluarganya, mereka sudah betah berada di panti dan mau sampai akhir
hayat di panti. Maka pengakhiran (Termination) yang dilakukan oleh
manajer kasus terhadap ke lima WBS ini yaitu pengakhiran sampai WBS
meninggal dunia dan melakukan pendampingan sampai akhir hayat.
30Edi Suharto, “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, (Bandung: PT RefikaAditama, 2005), h. 48.
31Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 22 Agustus 2014.
104
Tugas manajer kasus di sini apabila WBS masih memiliki keluarga
maka manajer kasus melakukan home visit terlebih dahulu untuk
mengetahui tentang keluarga WBS, apakah kondisi WBS akan lebih baik
atau tidak ketika dipulangkan. Dan kebanyakan WBS di sni lebih memilih
untuk berada di sini sampai meninggal dunia di banding harus kembali
kepada keluarganya. Seperti yang dikatakan oleh ibu Siti Fathonah, S.Sos
“Ada yang kembali ke keluarga tapi banyak yang meninggaldisini karna mereka kan permanen disini yang, jadi hubungankerja kita putus ketika beliau meninggal dunia. Kalo yangmasih puya keluarga kita kan ada kunjungan home visit sayangkita tanya juga RT RW setempat layak juga ga ketika merekaharus kembali ke keluarga, kan harus kita tau lingkungansosialnya dulu, pendapatan mereka seperti apa gitu loh. Karnameskipun mereka punya keluarga kalau seperti kemarin kitahome visit ternyata keluarga ga mampu kasian juga, kita akanlebih menelantarkan mereka, seperti yang ada di undang-undang yang fakir miskin berhak mendapatkan pelayanansecara sah dari pemerintah. Kita harus mengacu kepadaundang-undang, itu yang lebih kuat dalam memberikanperlayanan. Sekarang kalo secara ekonomi sosial mereka gamampu apalagi kalo jiwa lansia itu terancam kita juga lebihkasian karna nanti dalam kehidupannya mereka ga merasanyaman ada rasa was was itu malah nanti pengaruhnya lebih kepsikis beliau selaen ke fisik pasti ke psikis beliau gitu, karnajadi ga mao makan jadi banyak fikiran jadi ngelamun karnamereka dilingkungan sosial tidak diterima meskipun kondisiekonomi mampu. Jadi banyak hal atau dampak juga yangdialami lansia itu ketika dipaksakan harus kembali ke anaknya,mereka ga ada komunikasi meskipun secara materi cukup tapikebutuhan orang itu kan ga hanya makan dan minum,kebutuhan psikis yang lebih dibutuhkan, didengarkan ada yangmendampingi, keluhannya ada solusi yang disampaikan, harussharing dengan orang-orang yang mau mendengarkanbeliau.”32
32Wawancara Pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Pekerja Sosial Urusan ManajemenKasus, PSTW, Jakarta 12 Septmeber 2014.
105
Merujuk pada bab II halaman 30 mengenai prinsip Pekerja sosial,
Pekerja Sosial sebagai manajer kasus di PSTW dalam melakukan
manajemen kasus menggunakan prinsip Pekerja Sosial. Manajer Kasus di
PSTW menerima WBS apa adanya tanpa melihat status WBS, jenis
kelamin, penampilan fisik WBS dan lain sebagainya karena dengan
manajer kasus menerima WBS apa adanya maka WBS akan dapat merasa
lebih percaya diri dan tidak kaku dalam berbicara dengan manajer kasus
sehingga WBS dapat mengungkapkan perasaan dan permasalahan yang
dihadapinya, cara seperti ini yang dilakukan manajer kasus di PSTW agar
relasi antara manajer kasus dengan WBS dapat dikembangkan dengan
baik.
Kemudian manajer kasus di PSTW juga memakai prinsip
komunikasi untuk mendapatkan informasi WBS karena dengan
berkembangnya komunikasi antara Manajer Kasus dengan WBS maka
manajer kasus dapat menelaah permasalahan yang dihadapi WBS secara
lebih jelas dan manajer kasus dapat mengetahui apa yang dirasakan WBS
serta harapan WBS setelah melakukan proses diskusi dengan WBS.
Kemudian manajer kasus juga menerapkan prinsip individualis di
dalam menjalankan manajemen kasus karena manejer kasus melihat
bahwa setiap WBS itu unik dan kebutuhan pada diri WBS itu berbeda-
beda dan manajer kasus tidak menyamaratakan setiap WBS sehingga
dalam melakukan manajemen kasus lebih diutamakan dengan penanganan
kasus per kasus yang dialami WBS.
106
manajer kasus juga menggunakan prinsip partisipasi karena prinsip
ini peran dari WBS itu lebih besar untuk menangani permasalahan yang
ada pada dirinya, manajer kasus tidak akan berhasil memecahkan
permasalahan yang ada pada diri WBS apabila WBS tidak mau atau tidak
ikut andil dalam memecahkan masalah tersebut, seperti contohnya seperti
klien H yang mengalami gangguan Psikotik, depresi dan sering marah-
marah maka manajer kasus bekerja sama dengan perawat untuk memberi
obat yang rutin diberikan untuk WBS psikotik dan mengajak WBS untuk
mengikuti kegiatan agar WBS merasa tenang karena mempunyai
kesibukan dengan mengikuti kegiatan di panti, apabila dari diri WBS
sendiri tidak mau untuk minum obat dan hanya berdiam diri saja di dalam
kamar tidak ada kegiatan apapun maka kondisi serta keadaan WBS tidak
akan berubah dari sebelumnya, karena dalam prinsip partisipasi ini bahwa
perbaikan kondisi seseorang bukanlah hasil kerja dari manajer kasus itu
sendiri tetapi rasa tanggung jawab dan keinginan yang sungguh-sungguh
dari WBS untuk memperbaiki kondisinya menjadi kunci keberhasilan dari
proses pemberi bantuan ini.
Kemudian manajer kasus di PSTW ini juga menjaga kerahasiaan
kasus yang sedang ditanganinya kecuali dengan pihak yang terkait dalam
menangani permasalahan WBS karena dengan dijaminnya kerahasiaan ini
maka WBS akan dapat lebih bebas mengungkapkan permasalahan yang
dihadapinya ataupun perasaan yang dirasakannya, WBS akan merasa
107
yakin bahwa apa yang diungkapkan dengan manajer kasus akan tetap
terjaga kerahasiannya.
Selanjutnya prinsip kesadaran diri petugas yang diterapkan oleh
manajer kasus di PSTW ini, manajer kasus disini mampu mengembangkan
kesadaran diri dan mengontrol dirinya agar dapat menciptakan relasi yang
profesional. Meskipun manajer kasus menangani permasalahan dengan
hati karena yang dihadapinya lansia tetapi manajer kasus mampu
menangani permasalahan ini secara prosefional. Lalu kesadaran diri
petugas di PSTW ini yaitu dengan melakukan setiap tugasnya secara
professional seperti manajer kasus bekerja sama dengan profesi lain dan
manajer kasus memberikan tugas kepada mereka untuk menangani WBS
sesuai dengan profesinya.
108
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Model ManajemenKasus
Peneliti memberikan kesimpulan bahwa dalam penerapan
Expanded Broker Model yang dilakukan pekerja sosial yang berperan
sebagai manajer kasus saat melaksanakan manejemen kasus di PSTW
adalah manajer kasus pada model ini berperan sebagai broker ataupun
perantara. Seperti yang ada di PSTW manajer kasus menghubungkan
WBS dengan segala pelayanan yang dibutuhkan WBS. Selain manajer
kasus bekerja sama dengan pihak panti seperti perawat, psikolog, ahli
spiritual, penanggung jawab wisma dalam menangani masalah WBS
manajer kasus juga bekerja sama dengan pihak luar untuk menangani
masalah WBS seperti RSKD, RSUD, PUM serta dinas pemakaman.
Seperti contohnya WBS yang mengalami penyakit kritis dan panti
tidak menyiapkan peralatan khusus untuk menanganinya maka manajer
kasus bekerja sama dengan perawat untuk membawa WBS ke rumah sakit,
kerja sama yang dilakukan yaitu manajer kasus menghubungi rumah sakit
yang kosong serta membuat surat rujukan untuk merawat WBS lalu
perawatlah yang bertugas membawa WBS ke rumah sakit itu dengan
membawa surat rujukan dari panti yang di buat oleh manajer kasus.
2. TahapanManajemenKasus
Tahapan manajemen kasus di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung
terhadap permasalahan lanjut usia yaitu di mulai dari:
109
a) Penilaian (Assesment) pekerja sosial atau manajer kasus melakukan
assessment dengan metode konseling. Pada tahap ini Pekerja Sosial
bagian Case Manager sudah mulai membuat dan melengkapi Case
Record (catatan kasus) klien yang di dalamnya mencakup identifikasi
kebutuhan, identifikasi potensi dan identifikasi masalah. Manajer
kasus menggunakan strategi dengan menggali kebutuhan serta potensi
yang dimiliki WBS karena apabila langsung menanyakan masalah
kepada WBS maka tidak ada tebuka dalam menceritakan masalah
tersebut.
b) Perencanaan di susun di dalam suatu pembahasan kasus (Case
Conference). Dalam kegiatan ini manajer kasusl mengundang
kelompok professional atau pihak yang dapat memberikan kontribusi
bagi penanganan kasus klien. Strategi yang digunakan manajer kasus
yaitu membahas atau mengadakan CC yang di dalamnya membahas
permasalahan yang urgent terlebih dahulu yang dialami WBS.
c) Pengawasan (Monitoring) manajer kasus memantau jasa pelayanan
yang telah diberikan kepada klien dan kesesuaian pelaksanaan
pelayanan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Strategi
yang digunakan Manajer kasus yaitu bekerja sama juga dengan petugas
lainnya untuk memantau segala kegiatan atau pelayanan yang
diberikan untuk WBS.
d) Pendampingan (Advocation). Manajer kasus melakukan evaluasi
kepada program yang ada di PSTW. Pengawasan dan pendampingan
itu sangat berperan dalam evaluasi yang bertujuan untuk menghindari
110
kegagalan dan langkah apalagi yang harus dilakukan untuk kemajuan
pelayanan di PSTW terhadap WBS. Evaluasi yang dilakukan PSTW
lebih kepada programnya yang ada di panti bukan kepada individu
WBS nya.
e) Pengakhiran (Termination). Pengakhiran atau pemutusan hubungan
kerja antara manajer kasus dengan WBS ketika WBS sudah meninggal
dunia. Ada terminasi apabila pelayanan yang diberikan di PSTW tidak
sesuai dengan yang dibutuhkan WBS atau mungkin setelah
dipindahkan ke panti lain klien mampu menyesuaikan dirinya atau
mendapatkan pelayanan yang dibutuhkannya. Strategi yang digunakan
manajer kasus untuk apabila ada terminasi dengan memulangkan WBS
kepada keluarganya maka manajer kasus terlebih dahulu melakukan
home visit lagi untuk menentukan apakah WBS bisa lebih baik apabila
dipulangkan atau lebih beresiko tinggal bersama keluarganya. Seperti
di lihat dari ekonomi maupun dari kemauan dari diri WBS itu sendiri
apakah mau untuk dipulangkan.
Pekerja sosial di PSTW Budi Mulia 1 menggunakan prinsip
penerimaan, komunikasi, individualis, pastisipasi kerahasiaan dan
kesadaran diri petugas saat melakukan manajemen kasus.
B. Saran-saran
Setelah melakukan penelitian ini, maka penulis dapat menyarankan
beberapa hal dalam kemajuan pelaksanaan manajemen kasus di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung:
111
1. Penambahan Pekerja Sosial, karena jumlah WBS di PSTW sangat
banyak sedangkan Pekerja Sosial hanya 3 orang. Agar pelaksanaan
manajemen kasus bisa lebih maksimal kalau masing-masing pekerja
sosial bertanggung jawab terhadap 20 klien, karena penanganan WBS
bukan hanya satu atau dua bulan selesai tetapi butuh waktu sampai
enam bulan atau tujuh bulan per kasus.
2. Penambahan hari ataupun waktu untuk WBS melakukan konseling
dengan psikolog, karena pada dasarnya konseling harus dilakukan
secara bertahap untuk bisa WBS mengungkapkan permasalahan yang
sebenarnya dan untuk melakukan manajemen kasus maka assessment
WBS itu harus berulang-ulang.
3. Lebih menjalin kerjasama yang baik antara profesi satu dengan profesi
yang lainnya karena dalam pelaksanaan manajemen kasus sangat
dibutuhkan kerjasama antara Pekerja Sosial dengan profesi lain atau
pun kerja sama profesi satu dengan profesi lainnya untuk
menyelesaikan permasalahan WBS.
112
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adi, Isbandi Rukminto Ph.D. “Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat danIntervensi Komunitas”. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2011.
Badan Pusat Statistik. “Analisis Deskriptif Penyandang Masalah KesejahteraanSosial Tahun 2006”. Jakarta: CV. Petratama Persada 2007.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI. “JendelaRehsos”. Jakarta: OHH Ditjen Rehsos, 2012.
Dra Nihayah, Zahrotun. M.Si. dkk. “Psikologi Perkembangan”. Ciputat:Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006.
Halim, Akbar. dkk. Pedoman Manajemen Kasus Perlindungan Anak. Jakarta:Direktorat Pelayanan Sosial Anak dan Rehabilitasi Sosial KementerianSosial, 2010.
Hurlock, Elizabeth B. “Psikologi Perkembangan”. Jakarta: Erlangga, 1984.
Irawan, Soehartono. Metode Penelitian Sosial, Suatu Teknik PenelitianBidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung:PT. Remaja Rosdakar, 2004.
Jahja, Yudrik.“Psikologi Perkembangan”. Jakarta: Kencana, 2011.
Kementerian Sosial RI. “Modul Diklat Pekerjaan Sosial dengan Lanjut Usia”.Bandung: BBPPKS.
Kusmana, ed., Bunga Rampai: Islam & Kesejahteraan Sosial Jakarta: IAINIndonesian Social Equity Project, 2006.
Maguire, Lambert. “Pekerjaan Sosial Klinis”. Penerjemah Tim STKS Bandungdan Biro Humas-Departemen Sosial RI. Jakarta: PT. Erdino MutiaraAgung, 2008.
Makhluf, M. Hasanain. “Renungan Tentang Umur Manusia ”. Bandung:Mizan 1992.
Moelang, Lexy. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosydakarya, 2003.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru IlmuKomunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. RemajaRosdakarya 2006.
Pamflet Profil Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1, Cipayung,Jakarta Timur.
Pandji, Dewi. “Menembus Dunia Lansia”. Jakarta: PT Elex Media, 2012.
113
Poerwandadi, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.Jakarta: LPSP3, 1998.
Prof. Dr Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta, 2009.
Rakhmat, Jalaludin. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2006.
Roberts, Albert R dan Gilbert, Greene J. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2008.
Sevilla, G Consuelo. dkk. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: PenerbitUniversitas Indonesia (UI Press), 2006.
Suharto, Edi. “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”. Bandung: PTRefika Aditama, 2005.
Rukminto, Isbandi. “Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial”. Jakarta:FISIP UI Press, 2005.
Sutaat. dkk.“Pendampingan Sosial Bagi Calon Pekerja Migran dan Keluarganyadi Daerah Asal”. Jakarta: Ciputat Press, 2009.
Tristiadi Ardi Ardani dan Lin Tri Rahayu, S.Psi. Observasi danWawancara, Malang: PT. Bayu Media, 2004.
INTERNET
Al-Qur’an, “Q.S An-Nahl ayat 70 beserta terjemahannya”. artikelini diakses pada 10 Februari pukul 10.53 WIB darihttp://quran.ittelkom.ac.id/?sid=16&aid=70&pid=arabicid.
NASW (National Association of Social Workers), “NASWStandards for Social Work Case Management”. artikel ini diakses darihttp://socialworkers.org/practice/standards/ sw_case_mgmt.asp.
Rustanto, Bambang. “Praktek Pekerjaan Sosial ManajemenKasus”. artikel ini diakses pada 17 Oktober 2012 dari http://bambang-rustanto.blogspot.com/2012/10/manajemen-kasus-dalam-pekerjaan-sosial.html.
WAWANCARAWawancara pribadi dengan Ibu Siti Fathonah, S.Sos, Jakarta 22 Agustus2014.Wawancara pribadi dengan Penanggung Jawab Wisma, Jakarta 01September 2014.Wawancara pribadi dengan Psikolog, Jakarta 20 Agustus 2014.Wawancara pribadi dengan Perawat, Jakarta 14 November 2014.Wawancara pribadi dengan Ahli Spiritual, Jakarta 14 November 2014.Wawancara pribadi dengan H, Jakarta 16 Juli 2014.Wawancara pribadi dengan B, Jakarta 11 November 2014.Wawancara pribadi dengan SM, Jakarta 10 Juli 2014.Wawancara pribadi dengan P, Jakarta 12 November 2014.Wawancara pribadi dengan ST, Jakarta 13 November 2014.
HASIL OBSERVASI
Observasi Konseling di PSTW Budi Mulia 1 Cipayung
Tanggal: 10 September 2014
Waktu: 14.30
Awalnya peneliti membuat permohonan kepada pekerja sosial untuk
melakukan konseling terhadap klien H karena peneliti mau mengetahui bagaimana
konseling yang dilakukan psikolog dengan lansia yang ada di panti serta mau
mengetahui kondisi psikologi klien H oleh karena itu peneliti meminta izin kepada
pekerja sosial untuk melakukan konseling. Konseling ini di lakukan di ruang
konsultasi, ruangan ini memang sangat nyaman untuk dijadikan ruang untuk
konseling karena dalam melakukan konseling dengan klien itu salah satu faktor
pendukung nya yaitu tempat, tempatnya harus nyaman agar klien bisa lebih tenang
nyaman untuk mengeluarkan serta menceritakan yang terjadi pada dirinya. Ruang
konsultasi ini di lengkapi dengan AC, meja, bangku, kamar mandi dan lemari untuk
keperluan konseling seperi berkas-berkas, data-data, piring untuk menyajikan
makanan disediakan pula sebelum melakukan konseling minuman serta makanan
untuk psikolog dan klien. Ruangan ini di buat senyaman mungkin untuk melakukan
konseling.
Sebelum konseling di mulai peneliti diminta oleh pekerja sosial untuk
melakukan kontrak ataupun perjanjian dengan klien, maka peneliti mendatangi wisma
klien. Pada pukul 11.30 peneliti berbicara terlebih dahulu kepada klien apakah klien
mau untuk di ajak ngobrol dengan psikolog nanti di ruangan atas (konsultasi) dan
klien pun mau. Jam 14.30 psikolog pun sudah berada di ruang konsultasi maka
peneliti menjemput klien untuk ke ruang konsultasi. Saat melakukan konseling
psikolog menanyakan nama, kabar, keadaan klien sekarang. Awalnya psikolog
menanyakan secara umum terlebih dahulu tidak langsung menanyakan pertanyaan
yang sifatnya pribadi dalam kehidupan klien, pada konseling hari ini klien belum mau
terbuka dengan psikolog, klien hanya menjawab singkat apa yang ditanyakan oleh
psikolog pada akhirnya ketika psikolog menanyakan masalah keluarga klien, klien
pun tiba-tiba langsung berbicara “udah saya ngantuk” kepada psikolog. Maka
psikolog tidak memaksa klien untuk melakukan konseling, psikolog pun
mempersilakan klien untuk beristirahat di kamar klien dan peneliti mengantar klien
ke wisma. Setelah mengantar klien ke wisma peneliti langsung mencari tau kepada
psikolog bagaimana hasil dari konseling klien dan psikolog pun memberikan
gambaran hasil konseling dengan klien.
Setelah peneliti melakukan observasi maka peneliti melihat bahwa klien tidak
bisa langsung terbuka dengan psikolog, konseling ini harus di lakukan secara
berulang-ulang agar mengetahui apa yang sebenarnnya yang di alami klien. Peneliti
melakukan observasi konseling ini karena pada tahap awal manajemen kasus adalah
assessment, di dalam assessment itu untuk menggali serta megetahui kebutuhan,
potensi serta permasalahan yang ada pada diri klien. Salah satu metode yang di
lakukan pekerja sosial untuk mengetahui kebutuhan, potensi serta permasalahan
klien yaitu dengan konseling.
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Pekerja Sosial yang berperan sebagai manajer kasus)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Bagaimana gambaran umum lansia yang berada di PSTW ?
2. Lalu bu kalau rujukan dari panti lain ada tidak ? itu seperti apa bu biasanya ?
3. Ada tidak bu lansia di sini yang dikirim sama keluarganya sendiri ?
4. Setelah mereka berada di panti apa yang dilakukan PSTW terhadap permasalahan
mereka sebelumnya?
5. Pelayanan seperti apa yang diberikan PSTW kepada lansia yang berada di sini ?
6. Program atau kegiatan apa ya Bu yang ada di PSTW untuk para lansia ?
7. Manfaat seperti apa Bu kegiatan itu untuk para kakek nenek di sini ?
8. Mengapa manajemen kasus dijadikan metode dalam bantuan di PSTW ?
9. Model apa yang di digunakan ibu saat melaksanakan manajemen kasus ?
10. Seperti apa detail tahapan manajemen kasus terhadap permasalahan lansia di PSTW ?
11. Strategi apa yang digunakan ibu saat melaksanakan manajemen kasus ?
12. Seperti apa koordinasi yang dilakukan manajer kasus dengan propesi lain dalam
menangani permasalahan lansia ?
13. Apakah PSTW bekerja sama dengan pihak luar Bu ?
14. Lalu kerja sama seperti apa yang dilakukan PSTW dengan pihak luar ?
15. Dari kerja sama PSTW dengan pihak luar lalu pelayanan seperti apa yang diberikan
oleh pihak luar kepada lansia yang berada di panti Bu ?
16. Apa saja faktor pendukung dan penghambat saat melaksanakan manajemen kasus ?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Penanggung Jawab Wisma)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama ibu bekerja di PSTW ?
2. Bagaimana keseharian klien didalam wisma ?
3. Apa saja suka duka selama bekerja disini ?
4. Apakah ibu bekerja sama dengan pekerja sosial untuk menangani permasalahan yang
dialami WBS di panti ini ?
5. Kerja sama seperti apa yang dilakukan ibu dengan pekerja sosial dalam menangani
permasalahan WBS ?
6. Apa saja hambatan yang dialami ibu pada saat menjalankan tugas sebagai
penanggung jawab wisma ?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Psikolog)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama ibu bekerja disini ?
2. Apakah ibu ikut serta dalam menangani permasalahan WBS yang ada di panti ini ?
3. Bagaimana cara ibu dalam menggali permasalahan yang dialami WBS ?
4. Kerja sama seperti apa yang dilakukan ibu dalam menggali serta menangani
permasalahan yang dialami WBS ?
5. Strategi apa yang dilakukan ibu untuk menggali permasalahan yang dialami WBS ?
6. Apa saja hambatan yang dialami ibu selama bekerja disini ?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Perawat)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama ibu bekerja di PSTW ?
2. Nenek kakek di sini biasanya sakitnya apa ya ibu ?
3. Apakah ibu bekerja sama dengan pekerja sosial untuk menangani permasalahan yang
dialami WBS di panti ini ?
4. Kerja sama seperti apa yang dilakukan ibu dengan pekerja sosial dalam menangani
permasalahan WBS ?
5. Apa saja hambatan yang dialami ibu pada saat menjalankan tugas sebagai perawat ?
6. Apa saja suka duka selama bekerja disini ?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Ahli Spiritual)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama bapak bekerja di PSTW ?
2. Setiap hari apa bapak memberikan bimbingan spiritual kepada nenek kakek ?
3. Biasanya bapak memberikan bimbingan spiritual seperti apa untuk nenek kakek ?
4. Apakah nenek kakek ada peningkatan dalam beribadah setelah mengikuti kegiatan
spiritual ini ?
5. Apakah bapak bekerja sama juga dengan pekerja sosial untuk menangani
permasalahan yang dialami WBS di panti ini ?
6. Kerja sama seperti apa yang dilakukan bapak dengan pekerja sosial dalam menangani
permasalahan WBS ?
7. Apa saja hambatan yang dialami bapak pada saat menjalankan tugas sebagai ahli
spiritual di PSTW ?
8. Apa saja suka duka bapak selama bekerja disini ?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Kakek H)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama kakek berada di panti ?
2. Bagaimana hubungan kakek dengan keluarga ?
3. Kenapa kakek bisa masuk panti ?
4. Bagaimana hubungan kakek dengan teman dan petugas di panti ?
5. Apa saja pelayanan yang kakek terima di panti ?
6. Apa yang dirasakan kakek setelah mendapatkan pelayanan di panti ?
7. Kegiatan apa yang kakek ikuti di panti ?
8. Jika kakek memiliki keluarga, apakah kakek tidak mau kembali kedalam asuhan
keluarga ?
9. Apa saja suka dan duka yang kakek rasakan selama di panti ?
10. Apa harapan kakek ke depan?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Kakek B)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama kakek berada di panti ?
2. Bagaimana hubungan kakek dengan keluarga ?
3. Kenapa kakek bisa masuk panti ?
4. Bagaimana hubungan kakek dengan teman dan petugas di panti ?
5. Apa saja pelayanan yang kakek terima di panti ?
6. Apa yang dirasakan kakek setelah mendapatkan pelayanan di panti ?
7. Kegiatan apa yang kakek ikuti di panti ?
8. Jika kakek memiliki keluarga, apakah kakek tidak mau kembali kedalam asuhan
keluarga ?
9. Apa saja suka dan duka yang kakek rasakan selama di panti ?
10. Apa harapan kakek ke depan?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Nenek SM)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama nenek berada di panti ?
2. Bagaimana hubungan nenek dengan keluarga ?
3. Kenapa nenek bisa masuk panti ?
4. Bagaimana hubungan nenek dengan teman dan petugas di panti ?
5. Apa saja pelayanan yang nenek terima di panti ?
6. Apa yang dirasakan nenek setelah mendapatkan pelayanan di panti ?
7. Kegiatan apa yang nenek ikuti di panti ?
8. Jika nenek memiliki keluarga, apakah nenek tidak mau kembali kedalam asuhan
keluarga ?
9. Apa saja suka dan duka yang nenek rasakan selama di panti ?
10. Bagaimana harapan nenek ke depannya ?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Nenek P)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama nenek berada di panti ?
2. Bagaimana hubungan nenek dengan keluarga ?
3. Kenapa nenek bisa masuk panti ?
4. Bagaimana hubungan nenek dengan teman dan petugas di panti ?
5. Apa saja pelayanan yang nenek terima di panti ?
6. Apa yang dirasakan nenek setelah mendapatkan pelayanan di panti ?
7. Kegiatan apa yang nenek ikuti di panti ?
8. Jika nenek memiliki keluarga, apakah nenek tidak mau kembali kedalam asuhan
keluarga ?
9. Apa saja suka dan duka yang nenek rasakan selama di panti ?
10. Bagaimana harapan nenek ke depannya ?
PEDOMAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan (Nenek ST)
I. Waktu dan Tempat
Hari dan Tanggal :
Tempat :
II. Identitas Informan
Nama :
Jenis Kelamin :
Agama :
III. Pertanyaan
1. Sudah berapa lama nenek berada di panti ?
2. Bagaimana hubungan nenek dengan keluarga ?
3. Kenapa nenek bisa masuk panti ?
4. Bagaimana hubungan nenek dengan teman dan petugas di panti ?
5. Apa saja pelayanan yang nenek terima di panti ?
6. Apa yang dirasakan nenek setelah mendapatkan pelayanan di panti ?
7. Kegiatan apa yang nenek ikuti di panti ?
8. Jika nenek memiliki keluarga, apakah nenek tidak mau kembali kedalam asuhan
keluarga ?
9. Apa saja suka dan duka yang nenek rasakan selama di panti ?
10. Bagaimana harapan nenek ke depannya ?
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Pekerja Sosial yang berperan sebagai Manajer Kasus
Nama : Ibu Siti Fathonah, S.Sos
Tempat : Area Musholla PSTW
Hari/Tanggal : 22 Agustus 2014
Waktu : 13.00-14.30
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : S1
No Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Bagaimana gambaranumum lansia yangberada di PSTW ?
Heem..lansia yang ada di sini yatentunya lansia terlantar yangusianya 60 ke atas ya. Lansiaterlantar itu ya harus ada suratpengantar dari RT/RW samakelurahan, ga bisa sembaranganasal masukin aja lansia ke sini tapikita juga minta bukti suratpengantar sama suratrekomendasian dari suku dinassosial wilayah.
Lansia yang berada di PSTWumumnya lansia yang terlantar.
2. Lalu bu kalau rujukandari panti lain adatidak ? itu seperti apabu biasanya ?
Kalau rujukan dari panti lain ya itukarena panti tersebut biasanya gapunya fasilitas yang cukup baikuntuk memenuhi kebutuhan klien,terus ada juga ya yang ber alasankarena klien ga bisa mengikutiaturan dan tata tertib yang udahditetapkan di panti sebelumnya.
Lansia yang berada di PSTWdengan hasil rujukan dari pantilain itu biasanya karena di pantisebelumnya fasilitas ataupunpelayanan yang dibutuhkan klientidak ada dan klien tidak bisamengikuti peraturan yang ada dipanti sebelumnya.
3. Ada tidak bu lansia disini yang dikirim samakeluarganya sendiri ?
Ada pastinya tapi lebih banyaklansia yang terlantar, lansia yangdititipkan sama keluarganya sendiriitu karena sebagian besar keluargayang menitipkan orang tuanyamereka di panti karena ya merekaga punya biaya untuk memenuhikebutuhan hidupnya, merawatnyasama ngasih hak-hak yangseharusnya bisa didapatkan olehsetiap orang ya kasih sayang. Terusjuga biasanya mereka dari keluargayang bermasalah kaya ada konflikdi dalem keluarganya itu kaya anakbermasalah sama orang tuanya atauga ya orang tua itu bermasalahsama mantunya. Gitu dah nakbanyak permasalahan kakek nenekdisini.
Ada lansia yang dikirim olehkeluarganya sendiri biasanyadikarenakan mereka tidakmemiliki biaya untuk memenuhikebutuhan hidupnya dan klienbermasalah dengan keluarganyasehingga lebih lansia lebihmemilih hidup di panti.
4. Setelah mereka beradadi panti apa yangdilakukan PSTWterhadap permasalahanmereka sebelumnya?
Ya setelah mereka ada di panti yakita tentunya akan memberdayakanpara kakek nenek kembali dan tidakluntang-lantung di jalanan sepetisebelumnya, terus membuat merekadapat menikmati masa tuanyadengan ketentraman lahir dan batinwalaupun mereka tidak bersama-sama hidup atau ga tinggal lagisama keluarganya.
PSTW berusaha memberdayakanlansia dari sebelumnya danmembuat hari-hari tuanya lebihbermanfaat.
5. Pelayanan seperti apayang diberikan PSTWkepada lansia yangberada di sini ?
Tentunya pelayanan yang diberikanPSTW ya di sini memberikanpelayanan tentunya udah jelas yanak kaya pengasramaan samapelayanan sandang, pangan papandan lain-lain bauat kakek nenek disini. Kita juga memberikanpelayanan kesejahteraan sosialdalam bentuk pembinaan fisik yakaya olahraga sama pemeriksaankesehatan, terus memberikanpembinaan spiritual ya kayabimbingan rohani islam bagi kakeknenek yang muslim sama buatkakek nenek non muslim biasanyadiadain seminggu dua kali, terusbimbingan sosial yang
Pelayanan yang diberikan PSTWsesuai dengan yang dibutuhkanoleh para kakek nenek dan PSTWmemberikan pelayanankesejahteraan sosial kepada kakeknenek.
dimaksudkan supaya kakek nenekbisa mengenali peran sama fungsisosial meraka, naah..kita jugamemberikan bimbinganketerampilan kaya kerajinantangan, kesenian, rekreasi samahiburan buat kakek nenek.
6. Program atau kegiatanapa ya Bu yang ada diPSTW untuk paralansia ?
Program kegiatan yang ada di sinitentunya ada manfaatnya ya nakyang memberikan manfaat buatkakek nenek. Di sini tuh adapelatihan-pelatihan seprtiketerampilan menjahit dan meroncebunga dari sedotan khusus bagilansia yang masih potensial. Laluada kegiatan bermain angklungterus ada kegiatan bimbinganrohani seminggu dua kali setiaphari senen sama kamis baik rohaniagama islam itu pengajian danuntuk non muslim ya kebaktian kegereja. Terus ada kegiatanpanggung gembira, pelatihanrebbana sama senam setiap duaminggu sekali.
Program yang ada di PSTWsesuai dengan apa yangdibutuhkan kakek nenek dansesuai dengan para lansia lainnya.
7. Manfaat seperti apaBu kegiatan itu untukpara kakek nenek disini ?
Ya manfaatnya pasti ada lah naknih kaya keterampilan menjahitmembuat keset dan meronce itubermanfaat berfungsi untukmengembangkan kreatifitas paralansia, terus kalo bermain angklungitu juga bisa membantu lansiamenggabungkan fungsi otak kirimelalui syair lagunya dan otakkanan melalui tangga nadanyasehingga dapat menjembatani otakuntuk menjadi aktif dan tidakmudah lupa atau dengan kata laenya membantu meningkatkanmemori kakek nenek, terus darikegiatan panggung gembira dituntut untuk para lansia bebbasberekspresi tidak peduli suaranyamerdu apa ga disini tujuannyauntuk melatih rasa percaya dirilansia untuk mau berjoget dan ring
Setiap kegiatan yang ada diPSTW memberikan manfaat danberguna untuk kakek dan nenek.
gembira bersama teman-temannya,kalo rebbana ya jelas untuk melatihotot tangan dan sebagai salah satujuga nak untuk memperkenalkansalah satu musik Indonesia benerkan nak rebbana kan salah satu alatmusik yang ada di Indonesia, nahsenam juga tujuannya manfaatnyasupaya memberfungsikan syarafdan motorik lansia terutama bagilansia yang merupakan penderitajantung, stroke dan diabetes itu lohnak.
8. Mengapa manajemenkasus dijadikanmetode untukmenanganipermasalahan di PantiSosial Tresna Werdha(PSTW) ?
Ya itu kan tolak ukur, tolak ukurkita dalam menyelesaikan kasusmasalah. Sampai dimana sihkemampuan kita dalammelaksanakan manajemen kasus,itu penting banget buatmenyelesaikan kasus-kasus yangdialami para lansia. Sampai dimanasih kemampuan kita menyelesaikangitu. Kenapa perlu manajemenkasus karena sesuatu kalo ga dimanage kan ga beraturan, haruspake manage yang bagus salahsatunya tadi ada assessmentindividu dengan kelompoksebenernya disitu suka adamanajemen kasus. Manajemenkasus itu kan ga harus denganberdialog langsung tidak, denganpermainan dinamika kelompok ituakan mambantu menyelesaikanmasalah yang dialami lansia.
Peneliti melihat bahwamanajemen kasus dijadikanmetode dalam penangananpermasalahan yang ada di PSTWkarena manajemen kasus sebagaitolak ukur samapai dimanaManajer Kasus menyelesaikanpermasalahan yang ada di PSTWdan apabila sesuatu hal apapuntidak di manage dengan baik atautepat maka tidak akan baikhasilnya karena tidak beraturandan tidak tersusun dalammenangani permasalahannya.
9 Model apa yang didigunakan ibu saatmelaksanakanmanajemen kasus ?
Model yang bunda pake di sini yaExpanded Broker Model danPersonal Strength Model. Karenaapa nak ? karena Tugas bundadisini lebih menghubungkan nenekkakek sama apa yang dibutuhinbeliau, kaya misalnya klien sakitnah disini saya menghubungkanklien dengan rumah sakit sayamenghubungi rumah sakit apakahada ruangan kosong untuk klien,
Pekerja Sosial yang berperansebagai manajer kasus di PSTWhanya memakai dua model sajakarena dua model itu menurutnyasesuai.
kalau memang ada saya membuatsurat rujukan untuk klien ke rumahsakit baru yang menjalankan danmengurusi klien itu care giver
10. Seperti apa detailtahapan manajemenkasus terhadappermasalahan lansia diPSTW ?
Tahap pertama itu ya Assesment,Assesment yang dilakukan disini galangsung nenyain masalah klien
apa, tapi assessment disini yangpertama yang kita gali itukebutuhan klien, setelah ketauankebutuhan klien itu lalu kitaidentifikasi potensi yang dimilikiklien, baru setelah itu kitaidentifikasi masalah klien. Karna gabisa langsung kita nanya masalahnenek apa, itu ga bisa. Karena klienga bisa langsung terbukamenceritakan masalahnya.Kebutuhan klien itu juga macem-macem, kebutuhan biologis bisa,spiritualnya bisa dari segiemosional nya ada, untukmengetahui kebutuhan klien itu yaitu dengan konseling, apa fungsinyakonseling untuk merasa ada rasanyaman tehadap klien, ada rasapercaya diri, ada rasa lebih dihargaigitu, biologis itu kan kenyamananpenghargaan pengembangan diri itunamanya hasi dari konseling ituseperti itu. Untuk mengetahuikebutuhan potensi klien itu dengankonseling bisa, dengan caraassessment bisa, tentunya kita adainteraksi antara WBS denganseseorang. Assessment itu galangsung ketauan harus berkali-kalidilakukan baru ketauan, gasekaligus assessment itu terungkapsemua tidak sayang (panggilanuntuk peneliti), dari assessment itubaru nanti ketauan kebutuhan klienyang urgent itu apa, kalo keluhannenek sakit ya kita rujuk kerumahsakit, kalo memang masalahsikolog kita konselingkan ke
Tahap manajemen kasus yangdilakukan di PSTW yaitu :
1. Tahap assessment.Manajer Kasus dalam tahapan inimenggunakan metode konselingkarena untuk mengetahuikebutuhan serta permasalahanyang dialami klien.2. tahap perencanaanManajer Kasus melihatpermasalahan yang urgent padadiri klien, setelah itu ManajerKasus pada tahap ini mengadakanCase Conference (CC) dalam CCini Manajer Kasus mengikutsertakan profesi lain untukmemecahkan serta mencari jalankeluar untuk permasalahan yangdialami klien.3. tahap pelaksanaanMenghubungkan klien sesuaidengan yang dibutuhkannya.Contohnya seperti klienmembutuhkan keluarga dan maudijenguk oleh keluarga makaManajer Kasus menghubungikeluarga untuk menjenguk klien.4. tahap pendampinganketika sudah dihubungkan ataupertemukan dengan pihak keluargamaka Manajer Kasus melihatapakah ada perubaha pada diriklien tersebut.5. tahap pengawasanMengevaluasi ulang apabila tidakada perubahan pada diri klien.6. tahap terminasi.
psikolog, kalo kebutuhan makan yakita penuhi kebutuhan gizinya, kalokebutuhan potensi sesuaikemampuan dia apa bakatnya kitafasilitasi gitu. Jadi sesuai kebutuhanyang dimaksud disini yang lebihurgent itu mana yang kitaprioritaskan, gitu loh sayang.Setelah assessment itu tahapPerencaan, perencanaan ini ya samakaya rencana intervensi, berarti kitamemilih masalah yang lebih urgenttadi yang ada pada diri WBStersebut. Hasil dari assessment ituterus kita melakukan CC, kitamengajak psikolog, ahli spiritual,perawat sama penanggung jawabwisma di CC itu. Dari CC ituketauan mao diapain si WBS ini,mao dikemanakan si, oh ya dia gabetah karna hambatan dia ga bisangikutin kegiatan rupanya matanyakatarak misalkan, ya kita konsulkankedokter, salah satunya itu, setelahdioperasi evaluasi lagi adaperubahan ga setelah dioperasi,apakah ngikutin kegiatan atau tidak,oh tidak. Kalo tidak dari segifisiknya atau dari segi psikisnya.Jadi berkesinambungan ga berenti,kebutuhan tuh ga berenti. Dalamrencana intervensi ini ya kita jugamengidentifikasi pelayanan-pelayanan atau sumber yangbervariasi yang dapat dijangkauuntuk membantu penangananmasalah klien. Setelah tahapperencanaan selanjutnya tahapImplementation, pelaksanaanya yakita bekerja sama dengan yangdibutuhkan klien, contohnya kaloanak ya kita menghubungkan kliendengan anak, kalo perlu misalkankita pulangkan ke kekeluarganya.Kita menghubungi anak untukmelakukan Home Visit, kita bekerja
sama nya ya dengan keluarga perankeluarga kan penting banget kalobuat lansia buat siapapun WBS dipanti. Kalo misalkan ga nerimaalasannya apa harus jelas, misalkankita mempersiapkan diri udahkunjungan rumah, udah berkali-kalikonseling keluarga, terus dia gasiap menerima keluarga alesannyaapa harus jelas disitu, jadi kita bisaback up kalo secara ekonomimampu, secara sosialnya bagus,alesannya kenapa lagi gitu loh,alesannya harus detail keluarganyamenyampaikan. Selaen samakeluarga ya kerja sama dengandokter, psikolog terus spiritualagama, tergantung kebutuhannya.Kemudian setelah pelaksanaan itutahap Monitoring, moneva disinikita pertama memantau klienkemudian baru ke keluarga ataupunpelayanan yang diberikan kepadakien, misalkan nenek ini kan maudipulangkan ke keluarga, faktor diadisini biasanya karena ada masalahdengan keluarga, ketika sudah kitahubungkan kita pertemukan denganpihak keluarga ada perubahan ga,baik perilaku, sakit yang dialami,karena apa yang dilakukan lansia,apa yang dialami lansia itu adalahsalah satu faktor banyak faktor itumemikirkan keluarga, jadidampaknya kesemua ya fisik yapsikis itu pastinya tentu. Mereka gabisa tidur, cepet emosi, marah-marah karena ada benang merahantara anak dengan orang tua. Kitamelakukan evaluasi ga adabatasannya, kita lihat sejauh manaperubahan perilaku, kalo programkegiatan mungkin kita evaluasi 3bulan 4 bulan tapi ini kan perilaku,perilaku kan ga ada batasnya kalokita evaluasi. Kemudian yaitu tahap
Pendampingan, ya pendampingandisini sama seperti evaluasi, disinikita mengetahui apakah pelayananyang diberikan ke klien sesuai apaga gitu loh nak, kadang ga tentusama sama apa yang direncanain,contohnya kalo intervensi itu gaberhasil ya kita evaluasi lagi, kalopendampingan kan semua halapapun didampingi, artinya ketikaabis evaluasi hemmm… kayamanajemen perawatan, artiperawatan itu begini yang kemarenkita lakukan itu biar ga rusak lagiseperti apa, misalnya oh kemarenditerapkan seperti ini, biar bertahanitu begaimana, itu salah satupendampingan. Tapi ketikapendampingan tetap dilakukan gaada ini ya kita buat rencanaselanjutnya lagi, oh dengan ini gacocok berarti seperti ini harus pakemetode yang ini, misalnya kemarenbimbingan individu ga cocok sihberarti harus dengan bimbingankelompok, apakah dengankelompok bisa salah satunyamerubah perilaku dia gitu. Nah…kemudian tahapan yang terakhir ituTerminasi, kita ga ada pengakhiran,pengakhiran ya terminasi sampemeninggal kita melakukanpendampingan sampai akhir hayattentunya, kalo sudah meninggalyasudah putus hubungan dengankita, karena mereka kan stak disinipermanen disini gitu, meskipunpunya keluarga kalo anaknya jugaga mao nerima dan kliennya gamao ikut keluarganya karna disanaterancam jiwanya dia diperlakukantidak selayaknya orang tua yamendingan tinggal di pantimeskipun secara ekonomikeluarganya mampu. Jadi banyakfaktor kita juga ga bisa mendesak
orang oh kamu mampu gini tapiyang kita liat kan si klien nya,apakah tinggal didalem keluarganyalebih bagus atau tidak gitu loh,karena diperlakukan tidak sesuaidengan yang dibutuhkan lansia.Kebanyakan lansia mau meninggaldisini. Kalau seperti initerminasinya di panti sampai akhirhayat kalau kekeluarga yaterminasinya kembali kekeluarga
11. Strategi apa yangdigunakan ibu saatmelaksanakanmanajemen kasus?
Strategi yang kami gunakan saatmelaksanakan tahapan manajemenkasus pada tahap pertamaassessment itu yaitumempersiapkan dulu adanyakontrak dengan lansia tersebutkapan kita bisa mengadakanwawancara mengingat kita kantidak bisa memaksa, ketika sudahada kesepakatan baru kitaassessment tempatnya dimana,ruangannya apa harus kitasampaikan. Kita tidak bolehmemilih oh harus disini tidak,sesuai kesepakatan enaknya dimanaya mbah. Intinya harus adakepercayaan dulu dalam kontrak iniada perjanjian, misalkan berapa jamharus kita lakukan, nanti apa sajayang kita tanyakan tahapan-tahapanseperti apa, apakah mulai daripernikahan mereka atau awal darimereka lahir seperti itu. Disini adacatatan case record nya biasanyawawancara dulu wawancara biasaya nama apa seperti itu biasa, bolehditulis boleh aku membuat konsepsendiri atau langsung bertanyaboleh, kalo sulit mau pake panduanjuga ga apa-apa. Kemudian straegiuntuk perencanaan ya..kaloperencanaan itu setelah kitalakukan assessment berulang-ulangbaru kita bikin intervensi dulu, oiakira-kira kebutuhan dia apa. Jadi
Strategi yang digunakan ManajerKasus saat melaksanakanmanajemen kasus yaitu sepertistrategi perjanjian dengan klienapabila mau mengadakankonseling dengan klien karenaklien tidak bisa dipaksa makaManajer Kasus melakukankonseling dengan membuat klienbenar-benar nyaman ketikamengungkapkan yangdialaminya. Manajer Kasus jugasebagai mediator yangmenjembatani klien agar bisauntuk berkonsultasi denganpsikolog. Melakukan Home Visituntuk klien yang masih memilikikeluarga, apabila klien tidak maukembali pada keluarganya makaManajer Kasus tidak memaksakarena apabila klien dipulangkanpada keluarganya kondisi kliensemakin buruk karena perlakuandari keluarganya.
setelah assessment itu sayaprioritaskan kebutuhan dia.Misalkan kebutuhan beliau sakitterus dirujuk kerumah sakit, kalokebutuhan dia secara psikologis yaharus kita konsulkan ke psikolog.Jadi kita lihat dulu yang urgentyang mana, karna kalo assessmentkebutuhan dulu yang sayaprioritaskan baru potensi, kalokebutuhan udah terpenuhi baru kitake potensi, itu pun kalo dalamkebutuhan belom tuntas kitaselesaikan satu kasus dulu baru kemasalah yang laen seperti itu. Terusselanjutnya pada tahapanImplementasi disini kita jadimediasi sebaiknya klien inidiapakan dari assessment, sayamenjadi mediator yangmenjembatani mereka agar bisauntuk berkonsultasi denganpsikolog, misalkan gini loh oiaorang ini butuh psikolog aku konsuldulu dengan psikolog memang akutidak terjun langsung ke WBS nyatapi ka nada interaksi langsung nak,disini aku jadi mediator ataumediasi, nanti setelah dikonsulkandengan psikolog kita kordinasi lagidengan psikolog gimana hasilkonseling dengan psikolog, maodiapak ini, oia mba seharusnya kitaCC kan, nah kita baru CC, dari CCada intervensi lagi gitu loh, oh buini loh kebutuhannya kaya gini, kepsikiatri hasil dari psikiatri kitakembangkan lagi kita evaluasi daripsikiatri ada perkembangan kitateruskan, kalo ga adaperkembangan kita CC lagi gitu.Kaya misalnya klien sakit sayayang membuat rujukan denganmenelfon rumah sakit kitamediasikan disini rumah sakitkosong aku tinggal bikin surat
mereka yang menjalankan.Kemudian stategi dari tahapPengawasan yaa... pengawasan tuhsesuai dengan hasil yang kita raihdari perencanaan intervensi teruspelaksanaan intervensi. Kita lihatkebutuhan lansia itu sendirimisalkan oh ya dia itu ternyatamengalami gangguan psikotiksudah diberikan obat tetapi tidakada perubahan oh berarti harusdikemanakan, oh berarti harus dikarantina misalkan, kita konsulkanlagi ke psikolog layak ga kalo dia dikarantina melihat dia udah usialanjut siap ga kondisi klien jugakarena kan berada disini dengandisana tentunya berbeda disana kanlebih terkurung ga bebas seperti ini.Kalo Pendampingan ya kalo dalamevaluasi itu berhasil ya kitalaksanakan, kalo tidak ya kita ulanglagi. kalo saya pendampingantermasuk pengawasan jugamisalnya gini lansia ini aktif gangikutin kegiatan, kenapa sih dia koseperti ini, kenapa hari ini ikutbesok tidak. Pendampinganpengawasan itu jadi satu sayang.Ada pendampingan ya adapengawasan ga mungkin adapendampingan tanpa pengawasan.Oh iya ini kenapa kemaren ga ikutkegiatan apakah dia sakit, apakahdia malem, kalo males alesannyakenapa, kalo sakit ya sakit apa. Nahkalo males misalkan malesnyakenapa, apa ga suka dengankegiatan ini ya kita alihkan dengankegiatan yang tepat yang mana.Setiap kegiatan tentunya selalu kitadampingi setiap program, setiapkegiatan WBS pendamping harusada. Kita mengevaluasi juga kayako hari ini ga panggung gembirasih. Monev disini lebih ke program
kalo menurut saya, program iniberjalan atau tidak pesertanyabanyak atau tidak. Ketika programini tidak berjalan kita alihkan gituloh sayang. Naah… yang terakhirini ya Terminasi, Terminasi disiniada yang kembali ke keluarga tapibanyak yang meninggal disinikarna mereka kan permanen disiniyang, jadi hubungan kerja kitaputus ketika beliau meninggaldunia. Kalo yang masih puyakeluarga kita kan ada kunjunganhome visit sayang kita tanya jugaRT RW setempat layak juga gaketika mereka harus kembali kekeluarga, kan harus kita taulingkungan sosialnya dulu,pendapatan mereka seperti apa gituloh. Karna meskipun mereka punyakeluarga kalau seperti kemarin kitahome visit ternyata keluarga gamampu kasian juga, kita akan lebihmenelantarkan mereka, seperti yangada di undang-undang yang fakirmiskin berhak mendapatkanpelayanan secara sah daripemerintah. Kita harus mengacukepada undang-undang, itu yanglebih kuat dalam memberikanperlayanan. Sekarang kalo secaraekonomi sosial mereka ga mampuapalagi kalo jiwa lansia ituterancam kita juga lebih kasiankarna nanti dalam kehidupannyamereka ga merasa nyaman ada rasawas was itu malah nantipengaruhnya lebih ke psikis beliauselaen ke fisik pasti ke psikis beliaugitu, karna jadi ga mao makan jadibanyak fikiran jadi ngelamun karnamereka dilingkungan sosial tidakditerima meskipun kondisi ekonomimampu. Jadi banyak hal ataudampak juga yang dialami lansia ituketika dipaksakan harus kembali ke
anaknya, mereka ga adakomunikasi meskipun secara matericukup tapi kebutuhan orang itu kanga hanya makan dan minum,kebutuhan psikis yang lebihdibutuhkan, didengarkan ada yangmendampingi, keluhannya adasolusi yang disampaikan, harussharing dengan orang-orang yangmau mendengarkan beliau
12. Seperti apa koordinasiyang dilakukanmanajer kasus denganpropesi lain dalammenanganipermasalahan lansia ?
Yaaa…Kami bekerja sama denganyang dibutuhkan klien, contohnyakalo anak ya kita menghubungkanklien dengan anak, kalo perlumisalkan kita pulangkan kekekeluarganya. Kita menghubungianak untuk melakukan Home Visit,kita bekerja sama nya ya dengankeluarga peran keluarga kanpenting banget kalo buat lansia buatsiapapun WBS di panti. Kalomisalkan ga nerima alasannya apaharus jelas, misalkan kitamempersiapkan diri udahkunjungan rumah, udah berkali-kalikonseling keluarga, terus dia gasiap menerima keluarga alesannyaapa harus jelas disitu, jadi kita bisaback up kalo secara ekonomimampu, secara sosialnya bagus,alesannya kenapa lagi gitu loh,alesannya harus detail keluarganyamenyampaikan. Selaen samakeluarga ya kerja sama dengandokter, psikolog terus spiritualagama, tergantung kebutuhannyadan disini kita menjadi mediatoryang menjembatani mereka agarbisa untuk berkonsultasi denganpsikolog, misalkan gini loh oiaorang ini butuh psikolog aku konsuldulu dengan psikolog memang akutidak terjun langsung ke WBS nyatapi ka nada interaksi langsung nak,disini aku jadi mediator ataumediasi, nanti setelah dikonsulkan
Manajer Kasus bekerja samadengan yang dibutuhkan klien,seperti contohnya klien sakit padamatanya maka Manajer Kasusmenghubungkan klien denganrumah sakit untukmenyembuhkan atau merawatklien. Intinya Manajer Kasusbekerja sama dengan yangdibutuhkan klien.
dengan psikolog kita kordinasi lagidengan psikolog gimana hasilkonseling dengan psikolog, maodiapak ini, oia mba seharusnya kitaCC kan, nah kita baru CC, dari CCada intervensi lagi gitu loh, oh buini loh kebutuhannya kaya gini, kepsikiatri hasil dari psikiatri kitakembangkan lagi kita evaluasi daripsikiatri ada perkembangan kitateruskan, kalo ga adaperkembangan kita CC lagi gitu
13. Apakah PSTW bekerjasama dengan pihakluar Bu ?
Iya nak pastinya kami bekerja samadengan pihak luar karena gamungkin nak kita menangani lansiatanpa ada kerja sama dengan pihakluar.
PSTW bekerja sama denganpihak luar.
14. Lalu kerja samaseperti apa yangdilakukan PSTWdengan pihak luar Bu?
Kami bekerja sama dengan apayang dibutuhkan klien nak, selaenkami bekerja sama denganpsikolog, perawat yang ada di sinikami juga bekerja sama denganpihak luar seperti rumah sakit danlain sebagainya nak.
Selain dengan profesi lain sepertipsikolog, perawat dan lain-lainPSTW bekerja sama pula denganpihak luar seperti rumah sakit.
15. Dari kerja samaPSTW dengan pihakluar lalu pelayananseperti apa yangdiberikan oleh pihakluar kepada lansiayang berada di pantiBu ?
Kerja sama yang dilakukan kamidalam pelayanan dan rehabilitasisosial kepada lansia yaitu denganRSKD Duren Sawit Satelit dalamhal lansia yang mengalamigangguan jiwa seperti psikotik, laludengan RSUD Budi Asih dalam halmemberikan pelayanan kesehatanpada lansia, Puskemas Cipayungjuga memberikan pelayanankesehatan pada lansia kemudiakami juga bekerja sama denganPUM yaitu Panti Usada Mulia,PUM ini loh nak memberikanpelayanan perawatan untuk lansiayang sakit, kaya misalnya kakeknenek yang mengalami patah samakakinya jadi sementara kami rawatdi sana sampai nenek kakek sudahpulih dan boleh balik lagi ke panti.
Dari PSTW pihak luar jugamemberikan pelayanan kepadalansia dan PSTW bekerja samadengan rumah sakit karena lansiarawan akan penyakit.
16. Apa saja faktorpendukung dan
Faktor pendukung disini fasilitasada ya, para orang yang
Faktor pendukung nya fasilitasiyang ada di PSTW sudah lengkap
penghambat saatmelaksanakanmanajemen kasus ?
berkompeten juga disiapkan.Hambatannya disini banyak yangmengalami gangguan kejiwaansehingga sulit memperlakukankomunikasi yang apa yang searah,disini hampir 210 yang mengalamiganggung psikotik 91 WBS, belumyang mengalami dimensia kuranglebih 30 an. Hambatannya ya disitujadi komunikasi ga bisa satu arahkalo orang yang mengalamigangguan kejiwaan sedangkandisini kondisi yang sehat justruyang mengalami gangguankejiwaan tetapi yang kondisinyanormal disini psikisnya sangatlemah. Ketika dilibatkan dalamdinamika kelompok ataupun itupotensi beliau sudah tidak mampulagi untuk dipaksakan, kalo di totalcare (wisma dahlia dan edelweis)tetep dinamika kelompok ada tapikan ga optimal pelayannya kita gabisa memaksakan karenakondisinya seperti itu pertamadimensia atau mengalami gangguankejiwaan, fisik beliau tidak mampuuntuk melakukan hal itu
dan orang orang yangberkompeten dalam bidangnyasudah ada. Hambatannya disinihanya sulit melakukankomunikasi yang searah denganklien yang mengalami gangguankejiwaan.
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Penanggung Jawab Wisma
Nama : Ibu Dian Evayanti
Tempat : Area Musholla PSTW
Tanggal : 01 September 2014
Waktu : 14.00-13.00
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMPS
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lama ibubekerja di PSTW ?
Tiga tahun ya dari tahun 2010 sayadisini tapi saya baru satu taunmenjadi penanggung jawab wisma
Ibu Dian sudah 3 tahun bekerja siPSTW tetapi menjadi penanggungjawab wisma baru setahun.
2. Permasalahan apa sajayang sering terjadi didalam wisma ?
Permasalahan ya palingpermasalahan yang psikotik samayang tidak psikotik, tapi biasanyakita ga bisa bedain lansia yangpsikotik sama lansia yang pikunhampir-hampir sama yah, kadangkalo nenek kakek yang pikun sukamuter muter terus jalan teruspsikotik kan juga sama kaya gitukelakuannya halusinasinya jugahampir sama kan, kalo psikotikyang ga berat kan suka ga keliatankalo dia psikotik apa dia suka bukabaju apa dia suka marah-marah.Pemasalahannya berantem pastitapi tergantung di wismanya,kebanyakan yang sering berantemdi wisma yang nenek kakeknyamasih sehat karena masih punyakekuatan masing-masing, kalo
Ibu Dian sulit membedakan lansiayang dimensia dan psikotik karenaprilakunya tidak beda jauh.Permasalahan yang sering terjad didalam wisma seperti salah pahamantara WBS yang satu denganWBS yang lainnya.
yang udah ga sehat atau apa itujarang berantem adem ayem ajatenang. Biasanya berantem palingya salah paham, adu omongan.Kalo permasalahan kakek H si diaga pernah berantem tapi dia jualandi dalem wisma, kan sebenernyaga boleh jualan di panti tapi maugimana karna dia psikotik jadi gabisa kita paksa nanti malahngamuk, kita juga pantaujualannya kita bebasin jualan tapijualan yang bener, terus kalomasalah ikut kegiatan kakek Hikut kegiatan kalo petugas yangsuruh kalo ga disuruh ya ga ikut.Kalo masalah nenek S ya palingmales, ya sama kalo ada kegiatanjarang ikut ya paling kalo kitasuruh baru dia ikut kegiatan
3. Apa saja suka dukaselama bekerja disini ?
Yang penting apa ya, yang pentingkitanya enjoy kita nya bawa enakaja gitu ya, ga ada ga ada dukanyatergantung kitanya sekaligusdengan lansia nya ada rasa gimanagitu seneng ngeliat lansianyaapalagi lansia sampe bisa gembiraada perubahan yang tadinya diapasif sekarang udah ada kegiatanudah ikut kegiatan
Ibu Dian tidak ada duka nyaselama bekerja di PSTW karenapembawaannya santai dan senangapabila lansia mengalamiperubahan yang baik.
4. Kerja sama seperti apayang dilakukan ibudengan pekerja sosialdalam menanganipermasalahan WBS ?
Biasanya kita kalo ada masalah ituya yang pertama kita ke lansia nyadulu setelah itu mencari informasike petugas-petugasnya terus kitaTanya juga ke WBS nya misalnyakakek berantem sama siapa, kakekini berantem sama siapa berantemsama ini sama ini yaudah kitatanya semuanya ini setelah itu yabiasanya kita konsulin dulu kepsikolog gimana permasalahannyalalu kita CC ya kita kompromidulu sama peksos pemecahanmasalah nya gmn ya kitakompromi sama peksos, jadi kitapertama ke psikolog dulu mencari
Kerja sama dengan melakukan CCdengan Pekerja sosial untukmenangani permasalahan WBS.
tau permasalahannya setelah itukita CC kan untuk mencari jalankeluar dari permasalahannya.Yang hadir di CC ya pekerjasosialnya, psikolognya, petugaswismanya terus perawatnya samaahli agama
5. Apa saja hambatan yangdialami ibu pada saatmenjalankan tugassebagai penanggungjawab wisma ?
Hambatannya apa ya, ya sama ajasih kan saya juga belum lama jadipenanggung jawab wisma, sayabaru setahun lah sebelumnya sayakan di wisma belum jadipenanggung jawab nya jadi karnaSK saya turun ya jadi saya jadipenanggung jawab. Berat juga yatapi ya jalanin aja ya paling kaloada kakek nenek yang bermasalahkadang saya gimana nanganinnya,misalnya kaya berantem gitukadang kakeknya kalo kita tanyadia lebih keras
Belum mengalami hambatankarena baru menjadi penanggungjawab wisma selama 1 tahun.
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Psikolog
Nama : Ibu Rika Fitriyana, M. Psi
Tempat : Ruang Konseling
Tanggal : 20 Agustus 2014
Waktu : 14.00-15.30
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : S2
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lama ibubekerja disini ?
Ini tahun kedua sih iya tahun lalutahun 2012
Baru 2 tahun bekerja di PSTW.
2. Apakah ibu ikut sertadalam menanganipermasalahan WBSyang ada di panti ini ?
Iya saya ikut serta dalammenangani permasalahan klien,iya dalam artian membantumemberikan penilaian melakukanassessment kan si psikolog ini.Pekerja sosial bekerja samadengan psikolog dan lain lain yanamanya kita ada di suatu tempatpasti kita akan bekerja sama danpenilaian kan ga dilakukan darisatu profesi aja
Psikolog ikut serta dalammenangani permasalahan lansia danPsikolog memberikan penilaian saatmelakukan assessment.
3. Bagaimana cara ibudalam menggalipermasalahan yangdialami WBS ?
Biasanya dalam konseling itu kanada tahapan-tahapannya, tahapanawal itu disini kita bina raportdulu kan dengan si klien nantisetelah itu kan tipenya beda-bedaada yang memang dia bisalangsung cerita terbuka tapi adajuga yang tertutup seperti sayabaik-baik aja ko. Karena memangpada umumnya orang maunyaterlihat baik-baik saja. iya kaloassessment klien itu harusberulang-ulang ga bisa cumasekali dan kita harus memastikankonsistensinya, kalo misalnyapertemuan ini dia jawab a nantipertemuan berikutnya dia jawab bterus pertemuan berikutnyakembali lagi jawab a, berdasarkandari pengalaman kalo mulai gakonsisten itu biasanya ada yangdisembunyikan pasti adabohongnya, mungkin memang diaga nyaman untuk cerita ke oranglain, karena kan memang tidakmudah untuk kita menceritakanyang sifatnya pribadi
Psikolog tidak langsungmenanyakan permasalahan kepadaklien karena setiap lansia ituberbeda-beda, ada yang maulangsung terbuka denganmasalahnya dan ada yang tidak mauterbuka. Assessment untukmenggali permasalahan klien ituharus berulang-ulang tidak bisahanya sekali pertemuan saja.
4.. Kerja sama seperti apayang dilakukan ibudalam menggali sertamenanganipermasalahan yangdialami WBS ?
Biasanya kita bentuknya caseconference iya ada CC nya. Jadidisitu peksos, perawat, petugasyang penanggung jawabwismanya terus kepala BIMLUR(Bimbingan dan Penyaluran) nyaitu juga ada, nah disitu kitamembicarakan satu kasus yangpaling urgent nah saya sebagaipsikolog saya memberikanmasukan terhadap yang terkaitdengan thereatment secarapsikologis yang tepat itu sepertiapa, nah peksos melaporkan diadengan lingkungannya seperti apagimana, penanggung jawab yangdi wismanya itu menyampaikaninformasi mengenai perilakuWBS itu apa adanya nah gitu
Psikolog bekerja sama untukmenggali permasalahan kliendengan melakukan CC dan bekerjasama dengan profesi lain.
permasalahannya apa. Kemudiandari situ kita bahas penanganannaseperti apa bagaimana kitaremukin bareng-bareng gitu.Biasanya seperti itu pada saat CC
5. Strategi apa yangdilakukan ibu untukmenggali permasalahanyang dialami WBS ?
Ya strateginya yang palingpertama si buat dia merasanyaman dulu intinya kitamembina hubungan baik dulupendekatannya yang smooth ajatanyanya tuh jangan langsung tapibuat dia merasa nyaman duludalam artian begini sebelum kitamasuk ke dalam hal-hal yangsifatnya khusus kita tanyakandulu hal-hal yang sifatnya umumgitu, kalo kita langsung nanya keyang sifatnya khusus itu biasanyananti akan agak blocking.Strateginya itu sih ruangannyadibikin nyaman, tempat duduknyanyaman, kerahasiaannya kitajamin gitu. Biasanya sih sepertiitu
Untuk menggali permasalahan klienPsikolog harus bisa membuat klienmerasa nyaman ketika malakukankonseling atau saat menjalaniproses konseling. psikolog tidaklangsung menanyakan kea rah yangsifatnya pribadi atau khusus tetapiPsikolog menanyakan yang sifatnyaumum terlebih dahulu.
6. Apa saja hambatanyang dialami ibuselama bekerja disini ?
Hambatannya ya itu sih sesikonseling yang terbatas karenapenghuninya kan banyak nihheem..yang bermasalah jugabanyak tapi kita punyaketerbatasan waktu karna jadwalkegiatan disini kan udah dibagi-bagi jadi masing-masing udah adaalokasi waktunya. Jadi psikologcuma seminggu dua kali
Hambatan dalam melakukankonseling hanya hambatan denganwaktu saja karena waktu yangdibutuhkan untuk konseling itutidak sedikit tetapi konselingmemerlukan waktu yang panjang.
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Perawat
Nama : Ibu Halimah
Tempat : Musholla
Tanggal : 14 November 2014
Waktu : 14.00-15.30
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lama ibubekerja disini ?
Saya baru ya kerja di sini kira-kita 2013 an
Baru bekerja di PSTW sebagaiperawat
2. Nenek kakek di sini
biasanya sakitnya apa
ya ibu ?
Biasanya kalo di sini ya diabetes,suka pusing, pengapuran, rematik.Macem-macem si yang sakitpenyakitnya juga macem-macem,kalo psikotik gitu ya biasanyarutin di kasih obatnya jangansampe putus obat. Kalo putusobat bisa kumat lagi
3. Apakah ibu ikut sertadalam menanganipermasalahan WBSyang ada di panti ini ?
Iya perawat kerja sama denganibu siti kalo untuk nanganinnenek kakek yang ada masalahgitu
Psikolog ikut serta dalammenangani permasalahan lansia danPsikolog memberikan penilaian saatmelakukan assessment.
4. Kerja sama seperti apayang dilakukan ibudalam menggali sertamenanganipermasalahan yangdialami WBS ?
Kerja samanya ya kaya ngadainCC gitu dari masing-masingprofesi untuk nentuin ataumecahin bareng-bareng masalahyang ada sama nenek atau kakek,kaya saya perawat ya sayamenjelaskan nenek kakek dari sisikesehatan atau penyakit gimanaapa harus di rujuk ke rumah sakit
Perawat juga bekerja sama di dalamCC untuk menangani masalahWBS.
atau di beri obat aja. Tapi selaluada pemeriksaan di klinik pantiuntuk nenek kakek atau ga untuknenek kakek yang ga bisa jalan keklinik ya kita meriksa kewismanya. Terus ngasih obat jugaatau vitamin. Kalo harus di rujukke rumah sakit ya kita cari rumahsakit yang kosong kalo udahketemu baru dah bilang ke ibuSiti untuk minta surat ke rumahsakit.
5. Apa saja hambatanyang dialami ibuselama bekerja disini ?
Hambatannya ya paling Cumangatur nenek kakek buat minumobat teratur terus kaya darimakanan kadang suka tetap adayang di makan padahal udah dibilangin kalo itu ga boleh dimakan nanti kumat lagi, kan sukaada yang beli makanan keluar.Gitu aja si kira-kira
Hambatannya hanya mengaturWBS untuk melakukan apa yang disuruh dan melarang untuk tidakmelakukan yang dilarang
6. Apa saja suka duka
selama bekerja disini ?
Sukanya ya karena ngurusinnenek kakek ya kaya seneng ajaliat mereka masa tuanya ada yangngurusin. Dukanya ya kalo adanenek kakek yang ga nurut ajakalo di suruh minum obat samadilarang makan atau ngelakuinapa tapi tetep dimakan ataungelakuin hal yang dilarang.
Suka nya karena senang melihatWBS ada yang mengurusinya dimasa tuanya. Tidak ada duka itumasuk ke hambatan
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Ahli Spiritual
Nama : Bapak Bahrudin S.Ag
Tempat : Musholla PSTW
Tanggal : 14 November 2014
Waktu : 13.45-14.30
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lamabapak bekerja disini ?
Saya bekerja membantu nenekkakek sudah lebih dari 3 tahun
Bapak Bahrudin baru 3 tahunmenjadi ahli spiritual di PSTW
2. Setiap hari apa bapakmemberikan bimbinganspiritual kepada nenekkakek ?
Saya hanya datang sepekan 2 kalibiasanya senin siang dan kamispagi
Kegiatan pengajian hanyadilakukan seminggu 2 kali setiaphari senin dan kamis
3. Biasanya bapak
memberikan bimbingan
spiritual seperti apa
untuk nenek kakek ?
Saya datang kepada kakek nenekdalam format majelis taklim yangisinya berdoa bersama, berdzikirberama dan mendalamipemahaman agama. Sesekalimenjawab beberapa pertanyaantentang agama yang kakek nenektanyakan
Bapak memberikan bimbinganspiritual seperti doa bersama,berdzikir dan memberikanpemahaman agama kepada WBS
4. Apakah nenek kakek
ada peningkatan dalam
beribadah setelah
mengikuti kegiatan
spiritual ini ?
Kakek nenek ibadahnya dipengaruhi kondisi tubuhnya danjiwanya, pertama apabila merekayang baik jasmani dan rohaninyamaka dengan mengai merekatambah sabar dan syukurnya.Tapi ya memang sudah udzurmaka hadinya mereka untuk
Ada peningkatan pada WBS setelahmengikuti kegiatan spiritual dalamhal sabar dan bersyukur. Kalauuntuk ibadah karena sudah udzurmaka sulit untuk beribadah dimusholla berjamaah. Kemungkinanberibadah di dalam wisma saja.
mendapatkan doa namun sudahsulit untuk menambah volumeibadahnya
5. Apakah bapak bekerja
sama dengan pekerja
sosial untuk menangani
permasalahan yang
dialami WBS di panti
ini ?
Ya sama bekerja sama denganpetugas sama ibu Siti untukmenangani masalah kakek nenekdi panti
Ahli spiritual bekerja sama untukmenangani masalah yang ada didalam panti
6. Kerja sama seperti apa
yang dilakukan bapak
dengan pekerja sosial
dalam menangani
permasalahan WBS ?
Ya kaya CC gitu, kaya adaperawat sama ibu psikolog dalammenangani masalah nenek kakek,kerja samanya juga sayamembantu nenek kakek untukmeningkatkan serta memberikanpelajaran tentang agama soalnyakan kalo sudah seperti nenekkakek harus lebih mendekatkandiri kepada Allah kan nenekkakek udah ga banyak yang dikerjain jadi ngisi waktu luangnyadengan ibadah ngaji gitu.
Kerja sama yang dilakukan yaitudengan CC dan ahli spiritualmembantu sekuat tenaga untuk bisamembimbing WBS dalammeningkakan ibadahnya di masasenjanya
7. Apa saja hambatan
yang dialami bapak
pada saat menjalankan
tugas sebagai ahli
spiritual di PSTW ?
Hambatan di dalam panti masalahdisiplin kakek nenek agar bisahadir pada waktu pembinaanrohami, kadang perlu di giringsama petugasnya, dalampenangkapan pesan masalahbahasa juga bisa sedikitmenghambat sampainya pesandakwah kepada kakek nenek.Hambatan lain kadang-kadangpada saat saya kurang sehat atauacara penting yang berbenturandengan bimbingan rohani makasaya tidak hadir membina kakeknenek
Hambatan yang dialami sepertipenyampaian bahasa atau pesandakwah yang tidak bisa ditangkapatau dimengerti dengan para kakeknenekyang bermasalah denganpendengaran atau penglihatan,kakek nenek yang kurang disiplinharus di ajak terlebih dahulu olehpetugas untuk ke Mushollamengikuti kegiatan bimbinganrohani (spiritual)
8. Apa saja suka duka
bapak selama bekerja
disini ?
Saya suka pekerjaan ini karenabekerja di sini saya bisa berbagiilmu walaupun hanya sekedarnya,tidak ada segala duka karena adarasa cinta menjalaninya menjaditak terasa
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Klien
Nama : Kakek H
Tempat : Wisma Catylia
Hari/Tanggal : 16 Juli 2014
Waktu : 11.30-12.30
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Katolik
Pendidikan : SMA
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lamakakek berada di panti ?
6 tahun masuk sini dari tahun 2008 Kakek H berada di panti sudahlumayan lama.
2. Bagaimana hubungankakek dengan keluarga?
Bae, anak ada 3 (tiga) cowo 2 (dua)cewe 1 (satu) yang gede cewe,sudah menikah. Udah punya cucu 2
Hubungan dengan anak baik
3. Kenapa kakek bisamasuk panti ?
Banyak temen disini kan dirumahsendiri, isteri di Roxy
Kakek H merasa nyaman beradadi panti karena banyak teman
4. Bagaimana hubungankakek dengan temandan petugas di panti ?
Bae, banyak temen Kakek H berhubungan baikdengan petugas dan teman karenakakek H pribadi yang tidak sukamembuat masalah
5. Apa saja pelayananyang kakek terima dipanti ?
Tempat tidur, makan, minum samakamar
Kakek H merasa nyaman karenakebutuhannya terpenuhi sepertimakan, tidur dan lain-lain.
6. Apa yang dirasakankakek setelahmendapatkanpelayanan di panti
Seneng Kakek H senang kerenamendapatkan pelayanan yangsesuai.
7. Kegiatan apa yangkakek ikuti di panti
Semuanya kecuali rabanna karnasaya katolik”
Termasuk aktif karenamengukiuti semua kegiatankecuali rabbana karena kakek Hnon muslim.
8. Jika kakek memilikikeluarga, apakah kakektidak mau kembalikedalam asuhankeluarga ?
Ga mao (dengan menggelengkankepala)”
Tidak mau untuk kembali padakeluarganya.
9 Apa saja suka dan dukayang kakek rasakanselama di panti ?
Suka nya banyak temen ga adayang marah-marah, dukanya ga ada
Merasa tidak ada yangmemarahinya selama di panti dannayaman karena ramai banyakteman.
10. Apa harapan kakekkedepan?
Ga ada, mau disini aja Sudah tidak punya harapan,hanya mau berada disini tanpakembali kepada keluarganya.
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Klien
Nama : Kakek B
Tempat : Wisma Flamboyan
Hari/Tanggal : 11 November 2014
Waktu : 11.00-12.00
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SR (Sekolah Rakyat)
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lamakakek berada di panti ?
Wah kakek mah udah lama bangetdah, taun 97 apa ya kalo ga salah
Kakek B sudah sangat lamabedara di panti
2. Bagaimana hubungankakek dengan keluarga?
Ah ga gimana-gimana biasa ajaudah lama di sini jadi biasa aja dah
Tidak memikirkan keluarganya
3. Kenapa kakek bisamasuk panti ?
Di angkut sama mobil Kakek B terkena razia
4. Bagaimana hubungankakek dengan temandan petugas di panti ?
Bae bae aja, kadang suka ceritasama temen terus temen juga sukacerita kalo ada apa-apa sama kakek,sama petugas juga bae-bae aja
Kakek B termasuk orang yangcepat bergaul dengan WBSlainnya
5. Apa saja pelayananyang kakek terima dipanti ?
Pelayanan di sini ya makan, tidur,jalan-jalan banyak dah
Kakek B mendapatkan pelayananyang sesuai
6. Apa yang dirasakankakek setelahmendapatkanpelayanan di panti ?
Seneng bisa ngapain aja di sinibanyak yang ngurusin
Kakek B merasa di panti banyakyang peduli terhadap dirinya
7. Kegiatan apa yangkakek ikuti di panti
Semua kakek ikut. Angklung,senam, panggung gembira
Termasuk aktif karenamengukiuti semua kegiatan
8. Jika kakek memilikikeluarga, apakah kakek
Ga ah di sini aja udah Tidak mau untuk kembali padakeluarganya.
tidak mau kembalikedalam asuhankeluarga ?
9 Apa saja suka dan dukayang kakek rasakanselama di panti ?
Ga ada dukanya di sini lah seneng-seneng aja kakek mah
Merasa sudah nyaman dan senangberada di panti
10. Apa harapan kakekkedepan?
Sehat aja dah pokonya biar bisaikut kegiatan
Mau tubuhnya selalu diberikankesehatan.
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Klien
Nama : Nenek SM
Tempat : Wisma Bougenvill
Tanggal : 10 Juli 2014
Waktu : 14.00-15.00
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SR (Sekolah Rakyat)
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lamanenek berada di panti?
Udah dari taun 2012, pokonya nenekdisini udah tiga kali lebaran deh
Nenek S belum lamaberada di panti. Baru 2tahun
2. Bagaimana hubungannenek dengan keluarga?
Ya yang namanya sama keluarga ya baelah tapi nenek udah ga mao lagi tinggaldisana, Cuma sakit hati aja.
Hubungan dengan keluargabaik tetapi tidak mautinggal dengan keluargakare masih sakit hati.
3. Kenapa nenek bisamasuk panti ?
ini keinginn nenek sendiri (denganmenunjuk dirinya sendiri), nenek ngurussendiri buat masuk sini. Pertama nenekdulu pernah liat tipi jaman dulu ada pantididalemnya orang kaya nenek rambutnyapada putih nenek mikir kayanya enak tuhdisitu akhirnya nenek masuk panti, tapidisini beda bagusan di tipi pantinyakayanya si yang bayar tapi nenek jugasuka disini juga udah bagus.
Keinginan sendiri karenamerasa hidup di panti ituenak pelayanannya.
4. Bagaimana hubungannenek dengan temandan petugas di panti ?
Temen ya kalo ada kalanya enak ada jugaga enak, salah paham mah wajar namanyajuga manusia selisih paham wajar, kaloada yang berulah ya bilangin aja. Siapajuga si yang mau begitu. Kalo samapetugas bae bae aja enak ga ada apa-apa
Hubungan dengan temanbaik, nenek S tidak pernahmembuat masalah apabilaada temannya yangmembuat masalah nenek Smenasehatinya. Hubungan
biasa aja nenek mah dengan petugas biasa saja.5. Apa saja pelayanan
yang nenek terima dipanti ?
Disini dapet makan tiga kali sehari terusobat-obatan kalo nenek sakit, pokonyasemuanya dah. Minum makan tidurpokonya banyak dah. Ada dokter jugakalo sakit ada yang ngasih makanan juga”.
Nenek S merasa nayamanmendapatkan playanan diPSTW karena sesuaidengan yang dituhukannya.
6. Apa yang dirasakannenek setelahmendapatkanpelayanan di panti
Senenglah yang namanya diurusin yaseneng, udah gratis disini diurusin jugasemuanya. Makan gratis, tidur gratis,mandi gratis hehe (dengan tertawa).Makan ga bayar pokonya enak nikmatinaja disini bersyukur aja. Senenglah tapi yabegitu namanya disini ya harus terimakalo mau ngeluh ya ngeluh sama siapa,apa yang mao dieluhin terus siapa yangmao kita eluhin”.
Merasa senang karena dimasa tua nya ada yangmengurusi semua yangdibutuhkan nenek S.
7. Kegiatan apa yangnenek ikuti di panti ?
Nenek semuanya ikut angklung, rebana,senam yaudah lah segitu aja cape janganditambah lagi kegiatannya. Pengajiansetengah jam aja. Nenek ikut semuasoalnya nenek bisa jalan jadi kalo ga ikutnanti petugas pada cerocos cerosos(dengan meragakan tangannya sepertimulut)”.
Nenek ikut semua kegiatanyang ada di panti karenatidak mau di omongindengan petugas.
8. Jika nenek memilikikeluarga, apakahnenek tidak maukembali kedalamasuhan keluarga ?
Ga ah (dengan wajah sinis) disini aja.Sampe meninggal disini pokonya ga maotinggal sama anak sama mantu. Soalnyaga cocok sama mantu udah sakit hati(dengan wajah marah) jadi mending disiniudah mau disini pokonya nenek sampemeninggal
Nenek S sedikit emosiketika penliti menanyakanini karena nenek S masihsakit hati dan tidak maukembali pada keluarganyasmpai kapanpun itu danmau sampai meninggalberada di panti.
9. Apa saja suka danduka yang nenekrasakan selama dipanti ?
Ga ada dukanya disini dah pokonya,nenek juga ga pernah bikin gara-gara jadinenek biasa aja ga gimana-gimana juga
Nenek merasa nyamanberada di panti karenanenek S menjalanikesehariannya dengan baiktidak dengan membuatmasalah.
10. Bagaimana harapannenek kedepannya ?
Harapan ya ga ada harapan apa-apa cumamao ibadah aja disni, abis mao ngapainlagi kita udah tua begini ya kan
Nenek S hanya maumendekatkan dirinyakepada Allah denganberibadah karena nenek Ssadar usianya sudah lanut.
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Klien
Nama : Nenek P
Tempat : Wisma Asoka
Tanggal : 12 November 2014
Waktu : 13.00-14.15
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lama nenekberada di panti ?
Yah nenek lupa dari kapan di sini Nenek P lupa sejak kapanberada di panti
2. Bagaimana hubungannenek dengan keluarga ?
Sama keluarga mah nenek bae-baeaja
Hubungan dengan keluarganyabaik-baik saja
3. Kenapa nenek bisamasuk panti ?
Dimasukin sama tetangga nenekke sini
Di urus dengan tetangganyauntuk masuk ke PSTW
4. Bagaimana hubungannenek dengan teman danpetugas di panti ?
Sama petugas ya bae lah kalosama temen ya kalo dia bae samanenek ya nenek juga bae sama dia.Ya begitu dah
Hubungan dengan petugas danhubungan dengan teman biasasaja tergantung penerimaanterhadap dirinya
5. Apa saja pelayanan yangnenek terima di panti ?
Di sini nenek di urusin makannyasama laen-laennya
Merasa nayaman mendapatkanplayanan di PSTW karena adayang mengurusinya
6. Apa yang dirasakannenek setelahmendapatkan pelayanandi panti ?
Bahagia banget nenek mah orangapa yang nenek butuhanin disiniada di urusin dah.
Merasa senang karena di masatua nya ada yang mengurusisemua yang dibutuhkan nenek P
7. Kegiatan apa yang nenekikuti di panti ?
Nenek ikut kegiatan ko kalo ngajijuga
Nenek ikut kegiatan spiritual
8. Jika nenek memilikikeluarga, apakah nenektidak mau kembalikedalam asuhan keluarga?
Di sini aja suami nenek juga udahga ada
Nenek mau hidup di dalampanti saja karena sudah tidakada pasangan hidupnya
9. Apa saja suka dan dukayang nenek rasakanselama di panti ?
Seneng seneng aja di sini nenek Sudah bisa menerimakeadaannya untuk berada dipanti
10. Bagaimana harapannenek kedepannya ?
Harapan apa ya, ya begini aja jugaudah syukur
Mensyukuri dan sudahmenerima permasalahan yang dialaminya
PADATAN WAWANCARA
MANAJEMEN KASUS PERMASALAHAN LANJUT USIA di PANTI SOSIAL TRESNAWERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Informan : Klien
Nama : Nenek ST
Tempat : Wisma Cempaka
Tanggal : 13 November 2014
Waktu : 11.00-12.20
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak Sekolah
No. Pertanyaan Jawaban Kesimpulan
1. Sudah berapa lamanenek berada di panti?
Dari tahun 2012 nenek di sini Nenek S belum lamaberada di panti. Baru 2tahun
2. Bagaimana hubungannenek dengan keluarga?
Bae-bae aja anak nenek sering kesini tuhyang dari Ciputat sama Tanjung Priuk
Hubungan dengan keluargabaik karena anaknya seringmenjenguknya di panti
3. Kenapa nenek bisamasuk panti ?
Nenek kan korban gunung merapi. Nenekdi taro di PUM abis itu nenek udahmendingan ya nenek di taro di sini. Kalotinggal sama anak nenek kasian nenek gamao ngebebanin mereka
Nenek masuk PSTWkarena kiriman dari PUM(Panti Usada Mulya)
4. Bagaimana hubungannenek dengan temandan petugas di panti ?
Sama temen si bae ya apalagi samapetugas ya bae kan nenek udah di urusindi sini
Hubungan dengan temanbaik
5. Apa saja pelayananyang nenek terima dipanti ?
Ya itu tadi nenek dapet makan di siniterus nenek juga di urusin, nenek kan sakitjadi di sini di obtain di kasih obat
Nenek ST mendapatkanpelayanan yang baik dariPSTW
6. Apa yang dirasakannenek setelahmendapatkan
Seneng nenek udah di urusin samapetugasnya
Merasa senang karena adayang mengurusi dirinya
pelayanan di panti ?7. Kegiatan apa yang
nenek ikuti di panti ?Panggung gembira nenek ikut soalnyanenek waktu muda suka nyanyi hehe…
Nenek ikut kegiatanpanggung gembira
8. Jika nenek memilikikeluarga, apakahnenek tidak maukembali kedalamasuhan keluarga ?
Ga ah di sini aja ga apa-apa nenek ga maobebanin mereka anak-anak nenek
Nenek lebih memilih hidupdi panti karena tidak maumembebani anak-anaknya
9. Apa saja suka danduka yang nenekrasakan selama dipanti ?
Kadang betah kadang ga nenek disini,nenek betah di sini soalnya makananselalu ada tanpa nenek harus takut gadapet makan atau ga usah mikirin makanlagi di sini udah di sediain
Nenek terkadangmerasakan betah danterkadang merasakan tidakbetah di panti
10. Bagaimana harapannenek kedepannya ?
Nenek mao anak nenek jengukin nenekterus di sini kalo nenek lagi kangen samadia
Nenek ST hanya mau dijenguk anak-anaknya.Walaupun tidak hidupbersama tetapi nenek mauanaknya menjenguk nenekdi panti
DOKUMENTASI PENELITI SAAT MELAKUKAN PENELITIAN DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA (PSTW) BUDI MULIA 1 CIPAYUNG
JAKARTA TIMUR
Gambar 1.1
(Gambar 1.1: Peneliti melakukan wawancara dengan pekerja sosial ibu SitiFathonah, S.Sos yang berperan sebagai manajer kasus di Panti Sosial Tresna Werdha(PSTW) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur. Peneliti mewawancarai pekerja sosialuntuk mengetahui secara detail tahapan manajemen kasus permasalahan lansia didalam panti).
Gambar 1.2
(Gambar 1.2: Peneliti mewawancarai ibu Dian Evayanti yang berperansebagai penanggung jawab wisma. Salah satu yang ingin peneliti ketahui saatmelakukan wawancara ini yaitu permasalahan apa yang sering terjadi di dalam wismaserta kerja sama seperti apa yang dilakukan penanggung jawab wisma denganmanajer kasus saat menangani permasalahan yang terjadi pada WBS di PSTW).
Gambar 1.3
(Gambar 1.3: Peneliti mengikuti proses konseling yang dilakukan ibu RikaFitriyana, M. Psi selaku psikolog di PSTW dengan salah satu lansia di panti. Penelitimengikuti proses ini untuk mengetahui bagaimana psikolog memberikan penilaianatau melakukan assessment terhadap klien. Setelah psikolog selesai melakukankonseling dengan klien kemudian peneliti mewawancarai psikolog mengenai kerjasama yang dilakukan psikolog dengan pekerja sosial untuk menangani permasalahanlansia yang ada di panti).
Gambar 1.4
(Gambar 1.4: Ibu Siti Fathonah, S.Sos selaku Pekerja Sosial yang berperansebagai manajer kasus di PSTW melakukan konseling individu dengan klien).
Gambar 1.5
Gambar 1.3
(Gambar 1.3: Peneliti mengikuti proses konseling yang dilakukan ibu RikaFitriyana, M. Psi selaku psikolog di PSTW dengan salah satu lansia di panti. Penelitimengikuti proses ini untuk mengetahui bagaimana psikolog memberikan penilaianatau melakukan assessment terhadap klien. Setelah psikolog selesai melakukankonseling dengan klien kemudian peneliti mewawancarai psikolog mengenai kerjasama yang dilakukan psikolog dengan pekerja sosial untuk menangani permasalahanlansia yang ada di panti).
Gambar 1.4
(Gambar 1.4: Ibu Siti Fathonah, S.Sos selaku Pekerja Sosial yang berperansebagai manajer kasus di PSTW melakukan konseling individu dengan klien).
Gambar 1.5
Gambar 1.3
(Gambar 1.3: Peneliti mengikuti proses konseling yang dilakukan ibu RikaFitriyana, M. Psi selaku psikolog di PSTW dengan salah satu lansia di panti. Penelitimengikuti proses ini untuk mengetahui bagaimana psikolog memberikan penilaianatau melakukan assessment terhadap klien. Setelah psikolog selesai melakukankonseling dengan klien kemudian peneliti mewawancarai psikolog mengenai kerjasama yang dilakukan psikolog dengan pekerja sosial untuk menangani permasalahanlansia yang ada di panti).
Gambar 1.4
(Gambar 1.4: Ibu Siti Fathonah, S.Sos selaku Pekerja Sosial yang berperansebagai manajer kasus di PSTW melakukan konseling individu dengan klien).
Gambar 1.5
(Gambar 1.5: Pekerja Sosia meakukan Home Visit ke rumah salah satu WBSyang berada di Panti, karena WBS masih memiliki keluarga maka pekerja sosial maumengembalikan WBS kepada keluarganya tetapi pekerja sosial melakukan HomeVisit terlebih dahulu apakah WBS merasa nyaman, tentram apabila kembali kepadakeluarga. Pekerja sosial bisa tau apakah klien nyaman, tentram tinggal bersamakeluarga dengan mengidentifikasi kondisi sosial dan kondisi ekonomi dengan caramelakukan Home Visit.
Gambar 1.6
(Gambar 1.6 Peneliti melihat serta mengikuti program Indonesia mendengarmembantu lansia keluar dari hidup sunyi yang dilakukan oleh para terapis ataupundokter. Kegiatan ini termasuk ke dalam manajemen kasus karena pekerja sosialmenghubungkan klien dengan yang dibuthkan klen serta klien yang bermasalahdengan pendengaran diberikan alat bantu dengar dari dokter tersebut secara gratis.
Gambar 1.7
(Gambar 1.7: Kegiatan ini dilakukan oleh rumah vaksinasi, sebelumnyapekerja sosial mengajukan prosposal kepada rumah vaksinasi untuk memberikanvaksin serta pemeriksaan tensi dan lain-lain kepada pada WBS di PSTW. Kegiatan inijuga termasuk kedalam manajemen kasus karena pekerja sosial berusaha membuatpara lansia yang tinggal di panti ini mendapatkan pelayanan yang baik denganmemberikan sesuai yang dibutuhkan lansia).
Gambar 1.8
(Gambar 1.8 Kegiatan di atas adalah semua kegiatan yang membuat para WBS diPSTW berfungsi kembali atau menjadikan WBS di hari tuanya bermanfaat merasakanketentraman lahir dan batin dengan segala kegiatan ataupun hiburan yang ada dipanti. PSTW juga memberikan bimbingan individu maupun bimbingan kelompokkepada para WBS, kegiatan ini juga salah satu cara untuk mengassesmen klien).