Post on 04-Feb-2016
description
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah
makalah dengan tepat waktu.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen pengajar mata
kuliah Dasar-Dasar Penyuluhan Pertanian yang membimbing serta mengarahkan
dalam penyusunan makalah ini. Orangtua yang senantiasa selalu berdoa untuk
kelancaran kuliah anaknya, teman-teman seperjuangan yang juga senantiasa
memberi dukungan semangat dan kritikan-kritikan membangun. Serta semua
pihak yang membantu kami dalam hal penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kritik serta
saran yang membangun masih kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
ini.Sebagai manusia biasa kami merasa memiliki banyak kesalahan, kami mohon
maaf sebesar-besarnya apabila terdapat salah kata dan materi makalah yang
kurang berkenan dalam penyelesaian makalah ini.
Atas perhatian dari semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini,
kami mengucapkan terimakasih.Semoga makalah ini dapat dipergunakan dengan
bijak dan sebaik-baiknya.
Surakarta, 07 April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Tantangan Penyuluhan Memasuki Abad 21
1. Permasalahan dalam Penyuluhan Pertanian Menurut I Gd. Setiawan AP
2. Kelemahan dalam Kegiatan Penyuluhan Pertanian Menurut Mardikanto
3. SepuluhHambatan atau Barrier Adopsi Menurut Vanclay
4. Tantangan penyuluhan dalam memasuki era pertanian modern
B. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian
1. Rekayasa Ulang........................................................................................
2. Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan...............................................
3. Pendekatan Penyuluhan...........................................................................
C. Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian
D. Penyuluhan Pertanian Di Masa Depan
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan
perekonomian naisonal, dan bahkan dalam era reformasi ini diharapkan untuk
berperan di garis depan dalam mengatasi krisis ekonomi.Menjelang memasuki
abad 21 kita dapat melihat bagaimana kondisi pertanian kita. Sektor pertanian
Indonesia dikatakan belum siap untuk memasuki abad 21, dimana banyak
mengalami peluang, tantangan sekaligus hambatan.Secara intern sebagian terbesar
petani Indonesiamasih petani subsisten dengan segala keterbatasan mereka,
khususnya dalam bidang penguasaan teknologi pertanian yang modern.Secara
ekstern sektor pertanian Indonesia kurang mendapat perhatian pemerintah dalam
pengembangannya secara menyeluruh apabila dibandingkan dengan perhatian
pemerintah kepada sektor industri.Sektor pertanian bahkan harus mensubsidi
sektor industri melalui penetapan harga padi yang rendah.Sementara industri
mendesak sektor pertanian dari lahan subur ke lahan marginal seperti lahan
gambut.Intensif petani untuk meningkatkan produktivitas usaha tani pun sangat
minim.
Globalisasi pada abad 21 tidak terbatas pada sekedar petani harus menanam
tanaman ekspor, tetapi juga perubahan total dalam lingkungan tata niaga produk
pertanian di dunia di samping perubahan-perubahan lain yang menyangkut
masalah proses ahli teknologi pertanian. Indonesia tidak hanya memproduksi
produk-produk pertanian tetapi juga akan menjadi pasar dari produk-produk
pertanian dari negara lain, karena globalisasi tidak memungkinkan suatu negara
menutup pasar dalam negeri mereka dari produk-produk pertanian luar negeri.
Dalam era baru pertanian, penyuluh lapangan dituntut untuk memiliki fungsi
paling tidak dalam tiga hal yaitu transfer teknologi (technology transfer), fasilitasi
(facilitation) dan penasehat (advisory work). Untuk mendukung fungsi-fungsi
tersebut, penyuluh pertanian lapangan mestinya juga menguasai
dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Tema-tema penyuluhan juga bergeser tidak hanya sekedar peningkatan produksi
namun menyesuaikan dengan isu global yang lain misalnya bagaimana
menyiapkan petani dalam bertani untuk mengatasi persoalan perubahan iklim
global dan perdagangan global. Petani perlu dikenalkan dengan sarana produksi
yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap goncangan iklim, selain itu teknik
bertani yang ramah lingkungan, hemat air serta tahan terhadap cekaman suhu
tinggi nampaknya akan menjadi tema penting bagi penyuluhan pertanian masa
depan.
B. Rumusan Masalah
1. Tantangan apa yang akan dihadapi pertanian di masa depan nanti?
2. Tantangan apa yang akan dihadapi penyuluh dalam menjawab pertanian di
masa depan nanti?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam membangun pertanian yang
sejahtera di masa depan ?
4. Bagaimana wujud penyuluhan di masa depan?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan mampu menjawab tantangan dan peluang dalam pertanian
di masa depan.
2. Mengetahui bagaimana seharusnya sikap penyuluh dalam mewujudkan
pertanian masa depan yang sejahtera.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tantangan Penyuluhan Memasuki Abad 21
Masalah-masalah penyuluhan pertanian yang dihadapi bangsa kita
akan beragam sesuai dengan sudut pandang dan dasar keilmuan yang
ditekuni. Menemukan masalah-masalah penyuluhan bukan sarana untuk
mendebat bahkan menyalahkan orang lain, tetapi mencari solusi demi
perbaikan kegiatan penyuluhan di Indonesia.
1. Jika ditinjau dari kacamata Ilmu Penyuluhan Pembangunan maka
menurut I Gd. Setiawan AP, setidaknya kita akan menemukan
beberapa permasalahan dalam penyuluhan pertanian.
a. Penyuluh melupakan tugas utama. Tugas utama penyuluhan
adalah membantu petani di dalam pengambilan keputusan dari
berbagai alternatif pemecahan masalah. Tetapi masalah
penyuluhan sekarang adalah kegiatan penyuluhan lebih banyak
pada proses pelayanan bukan mendidik petani agar mampu
mengambil keputusan sendiri. Penyuluh terjebak pada paradigma
lama yang hanya mengutamakan kegitan-kegiatan pelayanan,
yang seperti menjadi kata kunci dari penyuluhan itu sendiri,
padahal tugas seorang penyuluh jauh lebih dari itu yaitu
penyuluhan merupakan proses pemberdayaan masyarakat atau
dalam istilah kerennya kita sebut sebagai Community
Empowerment.
b. Penyuluh kurang membuat wadah untuk kepentingan petani. Di
negara industri maju petani dengan berbagai cara membuat
wadah untuk memenuhi kepentingan bersama mereka.
Organisasi demikian memegang peranan penting dalam
pembangunan pertanian di negara industri maju.Di negara
berkembang belum ada organisasi demikian, atau kalaupun ada
cenderung belum efektif. Adanya organisasi pertanian yang
efektif sama pentingnya dengan penerapan teknologi di banyak
negara. Organisasi penyuluhan memegang peranan penting
dalam membimbing petani mengorganisasikan diri secara efektif.
Walaupun demikian diperlukan dukungan politik untuk dapat
berperan tanpa membahayakan jabatan mereka.
c. Penyuluh kurang mendidik petani. Agen penyuluhan di
banyakNegara Eropa lebih merupakan seseorang yang menolong
petani untuk memecahkan masalah mereka.Agen
penyuluhan sudahmerasa puas jika pertanian menjadi lebih
efisien, dan kurang berminat untuk mengubah petani. Tugas
utama penyuluhan di banyak negara berkembang adalah
menganjurkan penggunaan teknologi modern, seperti
pemakaian pupuk. Kenaikan hasil merupakan tujuan utama di
Negara-negara berkembangkarena cepatnya angka pertumbuhan
penduduk.
2. Menurut Mardikanto (1998; 2000) mensinyalir beberapa kelemahan
dalam kegiatan penyuluhan pertanian yang menyangkut :
a. Penggunaan Istilah Penyuluhan
Perkembangan sejak pertengahan 1980-an, penggunaan
istilah penyuluhan pertanian sering tidak menguntungkan
kegiatan penyuluhan pembangunan itu sendiri. Hal ini
disebabkan sering digunakannya istilah “penyuluhan” yang
berasal dari berbagai pihak, baik berasal dari dalam penyuluhan
pertanian itu sendiri maupun dari luar. Akibanya, banyak
kalangan sering terlalu menyederhanakan pengertian dan tujuan
penyuluhan (arti penyuluhan mengalami erosi nilai).Penyuluhan
sering diartikan sebagai kegiatan omong-omong tanpa makna,
atau bahkan sekedar datang untuk minta tanda tangan (bukti
kehadirannya) guna memperoleh (menipu) biaya
perjalanan.Sejatinya penyuluhan harus dihayati sebagai kegiatan
yang memerlukan kerja keras, dan ketekunan yang melelahkan
serta harus dibarengi dengan korban perasaan untuk membantu
masyarakat agar mampu membantu dirinya sendiri guna
memperbaiki kesejahteraan atau mutu hidupnya. Untuk itu,
ditawarkan istilah pengganti yang lebih segar, bergengsi dan
menarik perhatian, yaitu “edfikasi (edukasi, diseminasi inovasi,
fasilitasi, koordinasi, supervisi, dan evaluasi)”.
b. Profesionalisme Penyuluhan
Jika ditelusuri, erosi nilai dalam penyuluhan dapat
disebabkan oleh rendahnya profesionalisme penyuluhan, yang
menyangkut:
1) Keahlian penyuluh, dimana kecepatan informasi akibat
globalisasi sering membuat penyuluh ketinggalan informasi
disbanding keahlian para praktisi atau penerima manfaat
penyuluhannya.
2) Kebanggan profesi penyuluhan, karena jabatan fungsional
yang disandang para penyuluh dinilai lebih rendah/kalah
status dibanding jabatan struktural yang lebih bergengsi.
3) Etika profesi penyuluhan, tidak lagi dihayati sebagai
pekerjaan yang penuh pengabdian, karena sudah teracuni
oleh kebijakan pemerintah di masa lalu, contoh utamanya
dalam pelaksanaan program GEMA PALAGUNG yang
memberikan intensif sebesar 1% (dibayarkan dimuka)
kepada penyuluh dari julah nilai usulan Kredit Usaha Tani
(KUT) yang direkomendasikan, tanpa harus menunggu
efektivitas atau seberapa jauh KUT tersebut benar-benar
memberikan kenaikan produksi dan pendapatan petaninya.
c. Unsur-unsur Sistem Penyuluhan Pertanian
Tantangan-tantangan yang muncul dapat berupa :
1) Penyuluh, yang selama ini tidak dibayar (diangkat dan
diberhentikan) oleh penerima manfaatnya. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan tugasnya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat penerima manfaatnya. Selain itu,
belum terbangunnya kebanggaan profesi di kalangan penyuluh,
serta rendahnya penghargaan masyarakat maupun aparat
pemerintah terhadap arti penting penyuluh dan kegiatan
penyuluhan.
2) Materi penyuluhan, umumnya masih didominasi oleh materi
teknis dan belum banyak memperhatikan kebutuhan penerima
manfaatnya, utamanya tentang manajemen, permintaan pasar,
kewirausahaan dan pentingnya pendidikan politik. Sumber
informasi untuk materi masih didominasi dari Dinas/Lembaga
Penelitian, sementara itu, kearifan tradisional belum banyak
digali bahkan cenderung tidak dihargai.
3) Metode penyuluhan, secara teoritis, kegiatan penyuluhan hanya
mengacu kepada konsep-konsep pendidikan dan komunikasi,
dan belum memanfaatkan konsep-konsep psikologi sosial, serta
pemasaran sosial.
4) Pendekatan dan strategi penyuluhan, banyak kebijakan
pembangunan yang tidak menggunakan pendekatan
kesejahteraan masyarakat, tetapi lebih mengutamakan
pendekatan kekuasaan. Seiiring dengan itu, kegiatan
penyuluhan lebih ditekankan pada pendekatan proyek, contoh:
NFCEP, NAEP, P4K,dll, yang tidak berbekas seiiring dengan
selesainya proyek.
5) Efektivitas penyuluhan, secara konseptual penyuluhan masih
sangat konvensional dalam arti terbatas menggunakan konsep
pendidikan maupun konsep komunikasi.
3. Khusus yang berkaitan dengan proses adopsi inovasi, Vanclay
(1992), mengidentifikasi adanya 10 (sepuluh) hambatan atau barrier
adopsi, yang meliputi:
a. Pemasaran/harga produk. Kompleksitas, yang disamping
mempersulit kermampuan petani untuk memahami dan
menerapkannya, seringkali juga berakibat pada meningkatnya
resiko (kegagalan) yang akan dideritanya.
b. Divisibilitas, yang seringkali tidak dijumpai dalam rekomendasi
penyuluh yang lebih cenderung menawarkan “paket teknologi”
yang harus dilaksanakan secara serentak (simultan).
c. Inkompatibilitas, yang sering tidak sesuai dengan tujuan petani
dan usahataninya.
d. Nilai-ekonomis inovasi, yang tidak selalu dapat memenuhi nilai-
nilai non-ekonomi yang dikehendaki oleh petaninya.
e. Resiko dan ketidak-pastian, yang tidak hanya disebabkan oleh
ketergantungan usahatani kepada kondisi alam dan
lingkungannya yang menetukan keberhasilan panennya, tetapi
juga resiko dan ketidak-partian
f. Konflik informasi, karena petani menerima informasi dari
beragam sumber yang belum tentu sepakat terhadap kemanfaatan
serta dapatnya diterapkan.
g. Keharusan penggunaan modal dari luar, yang tidak selalu dapat
dipenuhi oleh petani sendiri, seperti: benih, pestisida, peralatan,
dan mesin-mesin pertanian.
h. Biaya intelektual, khususnya terhadap inovasi yang datang dari
luar yang belum mampu dipahami oleh petaninya, sehingga
mereka harus mengeluarkan biaya-intelektual sebelum dapat
mengadopsinya.
i. Hilangnya fleksibilitas, yang biasanya dimiliki oleh petani tradi-
sional, untuk menyesuaikan komoditi dan pola usahataninya
dengan keadaan iklim dan kondisi alam lain yang tidak menentu.
j. Prasarana fisik dan sosial (kelembagaan) yang belum tentu
tersedia dengan mutu dan layanan sebaik yang diharapkan.
4. Tantangan penyuluhan dalam memasuki era pertanian modern pada
saat ini adalah, bagaimana cara peyuluh mampu menjawab
permasalahan dalam hal:
a. Pertanian modern yang telah mengurangi keragaman spesies
tanaman secara drastis akibat penerapan sistem monokultur
secara besar-besaran maupun dalam pencemaran lingkungan. Hal
ini bertentangan dengan konsep pertanian berkelanjutan, dimana
selain memeperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang
selalu menigkat dan berubah, sekaligus mempertahankan atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya
alam.
b. Ketahanan pangan merupakan prasyarat utama bagi tercapainya
ketahanan ekonomi maupun ketahanan politik, ketahanan pagan
yang paling mantap adalah melalui swasembada. Untuk itu
perlunya pengembangan sumberdaya manusia yang mempunyai
jiwa kewiraswastaan yang tinggi dan kemampuan teknis serta
manajerial yang cukup.
c. Mewujudkan produksi pertanian lokal mampu berasing dalam
perdagangan bebas. Keunggulan produk-produk pertanian
negara-negara maju selama ini tidak lepas dari tingginya proteksi
dan subsidi negara-negara tersebut.
d. Cepatnya aliran informasi yang dapat mengakibatkan petani
lebih independen dengan informasi yang didapat ketimbang dari
penyuluh.
B. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian
1. Rekayasa Ulang
Qamar (2001) mengingatkan bahwa memasuki millennium baru,
diperlukan:
a. Client orientation, penyuluhan dirancang secara khusus untuk
setiap sasaran kelompok
b. Lokalitas, penyuluhan memperhatikan kondisi fisik dan sosial
budaya setempat yang spesifik.
c. Penerapan metode yang efektif, berdasarkan pengalaman setempat
d. Penggunaan media elektronik yang semakin luas (radio, TV),
multimedia (CD), internet, dll.
e. Pemanfaatan modul jarak jauh, jika:
Terbatasnya penyuluh dan sarana transportasi
Bahasa merupakan hambatan dalam komunikasi langsung
Sumberdaya penyuluhan sangat menurun
Kondisi geografi tidak memungkinkan
Terdapat kendala budaya (tabu) dalam pelaksanaan kunjungan.
f. Kerjasama dengan kegiatan penyampaian pesan non-pertanian.
g. Pengembangan penyuluhan partisipatif.
h. Keterpaduan antar disiplin keilmuan.
i. Penilaian dampak dan manfaat kegiatan penyuluhan.
j. Peningkatan peran dalam pembangunan (keluarga) yang
berkelanjutan.
2. Pengembangan Kelembagaan Penyuluhan
Hobson, et al (2001) mengemukakan pentingnya kelembagaan
penyuluhan. Tentang hal ini, Hoffman, et al (2000) melaporkan reformasi
organisasi penyuluhan pertanian di jerman yang dapat dijadikan pelajaran
bagi negara-negara lain, dari pengorganisasian seperti itu, dapat ditarik
banyak pelajaran yaitu:
a. Perbaikan mutu penyuluhan melalui peningkatan partisipasi
kelompok sasaran.
b. Kejelasan peran pemerintah, yang lebih banyak pada perumusan
strategi penyuluhan kaitannya dengan kegiatan pelatihan, program-
program panduan, dll.
c. Penurunan atas kelambanan lembaga-lembaga publik yang
biasanya resisten terhadap perubahan.
d. Menghindari konflik antar aparat pemerintah.
e. Ancangan pembiayaan untuk biaya pemerintah.
f. Keluwesan untuk mengembangkan system penyuluhan.
3. Pendekatan Penyuluhan
Pendekatan pembelajaran untuk pembangunan pertanian berkelanjutan,
yang bertumpu pada 3 konsep dasar, yaitu:
a. Kompetensi professional, melalui pengembangan kemampuan
praktisi dengan beragam teori, nilai-nilai dan kepercayaan tertentu.
b. Penggunaan teori-sistem dan filsafat ilmu dalam kegiatan praktis.
c. Belajar kritis, melalui proses belajar bersama untuk mengkritisi
setiap alternatif perubahan yang ditawarkan.
d. Pendekatan navigator (Boon dan Murray, 2001), yaitu suatu
percepatan perubahan melalui pengembangan SDM, pembelajaran
berkelanjutan, dan pola piker baru untuk membantu para produsen
agar terus melakukan perubahan-perubahan.
C. Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian
Pada 15 November 2006, pemerintah menetapkan UU No.16 Tahun 2006
tentang system penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, yang
mencakup:
1. Kebijakan penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
2. Kelembagaan penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
3. Ketenagaan penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
4. Penyelenggaraan penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
5. Pembiayaan penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
6. Pengawasan dan pembinaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan
Kehadiran Undang-Undang tersebut, oleh banyak kalangan disambut antusias,
khususnya oleh para penyuluh pertanian karena setidak-tidaknya sudah ada
landasan hukum yang kuat, yang mengatur segala sesuatunya. Tetapi, jika
dicermati, terdapat beberapa hal yang layak dikritisi, yaitu:
a. Nomenklatur yang digunakan
b. Penggunaan nama Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan,
dapat menimbulkan kerancuan pemahaman dalam masyarakat, yang
sejak lama telah mengartikan pertanian dalam arti sempit (pertanian
tanaman pangan dan holtikultura) dan dalam arti luas (pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan).
c. Kebijakan yang sentralistis
d. Meskipun kegiatan penyuluhan pertanian sudah diserahkan kepada
pemerintah Kabupaten/Kota jauh hari sebelum reformasi, tetapi peran
pemerintah nasional (pusat) dalam UU No. 16 Tahun 2006 masih sangat
kuat.
e. Dominasi penyuluhan oleh pemerintahan
f. Kegiatan penyuluhan pertanian selama ini didominasi oleh pemerintah,
seperti terlihat dalam pasal 28 (3) tentang penetapan teknologi tertentu
dan pasal 32 (5) tentang pembiayaan penyuluhan.Disamping itu, rencana
Departemen Pertanian untuk mengangkat tenaga penyuluh sebanyak
seorang/desa, semakin menunjukkan dominasi pemerintah.
g. Pengembangan penyuluhan swasta dan swadaya
h. Meskipun dalam pasal 20, dinyatakan bahwa tenaga penyuluh pertanian
terdiri dari: penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya,
tetapi tidak ada satu pasal/ayat yang menyebutkan upaya pemerintah
untuk mengembangkan kegiatan penyuluh swasta dan swadaya, yang
artinya tidak ada upaya pemerintah secara aktif dan sungguh-sungguh
disini.
i. Kemandirian penyuluhan oleh masyarakat
j. Selama penyuluh berasal dari luar, selama itu pula penyuluh akan
berpihak kepada kepentingan luar dibanding kepentingan petaninya.
Sebenarnya, masyarakat penerima manfaat mampu untuk membiayai
penyuluhnya sendiri, asal benar-benar diberi kesempatan dan
kepercayaan untuk melepaskan diri dari proyek-proyek pemerintah,
swasta, dan LSM.
k. Partisipasi penyuluhan pertanian
l. Dominasi pemerintah terhadap penyuluhan pertanian, tidak semua
penyelenggara pemerintah memahami arti penting penyuluhan untuk
jangka pendek kaitannya dengan pencapaian target pembangunan,
maupun kepentingan jangka panjang kaitannya dengan investasi
sumberdaya manusia.Akibatnya, kegiatan penyuluhan sangat tergantung
kepada pemahaman masing-masing kepala pemerinthannya untuk
menyediakan anggaran penyuluhan pertanian.
m. Integritas penyuluhan pembangunan
n. Pemerintah menyelenggarakan tidak kurang dari 20 jenis penyuluhan
pembangunan di Indonesia.Oleh sebab itu, perlu perenungan yang
sunguh-sungguh, apakah penyuluhan pertanian masih diperlukan,
ataukah hanya dikembangkan satu kegiatan penyuluhan pembangunan
perdesaan secara terintegritas dan holistik.
D. Penyuluhan Pertanian Di Masa Depan
Dalam perspektif pemerintah, apapun prioritas yang akan ditempuh,
kegiatan penyuluhan pertanian akan tetap menjadi kebijakan kunci untuk
mempromosikan kegiatan pertanian berkelanjutan baik dalam konteks ekologi
maupun sosial ekonomi ditengah-tengah seistem pemerintahan yang
birokratis dan semakin terbatas kemampuannya untuk membiayai kegiatan-
kegiatan publik. Meskipun demikian, kegiatan penyuluhan pertanian akan
banyak didukung oleh kemajuan teknologi informasi.
Karena itu, di masa depan, kekuatan dan perubahan penyuluhan pertanian
akan selalu terkait dengan:
1. Iklim ekonomi dan politik
2. Sejak krisis ekonomi dan politik melanda beberapa Negara kahir abad
20, banyak negara tidak lagi mampu membiayai kegiatan publik
ditengah-tengah tuntutan demokrasi.Karena itu, kegiatan penyuluhan
pertanian dilaksanakan secara efisienuntuk dapat melayani kelompok
sasaran yang lebih luas.
3. Konteks sosial di wilayah pedesaan
4. Di masa depan, masyarakat pedesaan relatif berpendidikan, seyogyanya
penyuluhan pertanian harus mampu menjawab tantangan pertumbuhan
penduduk, meningkatnya urbanisasi, perubahan aturan/kebijakan,
persyaratan pasar, serta kebutuhan masyarakat yang akan beragam
layanan seperti pelatihan, spesialisasi, pelatihan kompetensi dan
bentuk-bentuk organisasi (Moris, 1991). Sehubungan dengan itu,
penyuluhan pertanian harus meninggalkan monopoli pemerintah
sebagai penyelenggara penyuluhan.
5. Sistem pengetahuan
6. Terjadinya perubahan politik yang berdampak pada debirokratisasi,
desentralisasi (pelimpahan kewenangan) dan devolusi (penyerahan
kewenangan) kepada masyarakat lokal, juga akan berimbas pada
pengembangan usahatani yang memiliki spesifikasi lokal. Pengakuan
terhadap spesifikasi lokal, harus dihadapi dengan pengakuan penyuluh
terhadap kemampuan petani, pengalaman petani, penelitian yang
dilakukan petani, serta upaya-upaya pengembangan yang dilakukan.
7. Teknologi informasi
8. Kelompok sasaran yang memiliki kemampuan memanfaatkan
informasi/IT akan relatif lebih independen. Dengan demikian, fungsi
penyuluh tidak lagi “menyampaian pesan” melainkan lebih bersifat
fasilitatif dan konsultatif, dan karena itu akan menuntut jalianan
interaksi partisipatif yang semakin intensif dengan kelompok
sasarannya.
Adapun peran penyuluh yang harus ditegakkan kembali dalam menjawab
tantangan pertanian masa depan adalah :
a. Penyuluhan Pemasaran Hasil-hasil Pertanian
Kehadiran penyuluhan pemasaran sebagai bagian integral dari
pembangunan pertanian sangatlah diperlukan urgensinya.Sebagaimana
kita ketahui, sampai detik ini pun pelaksanaan penyuluhan pertanian
masih sangat jarang dilakukan.Hal ini tentu beralasan, karena sistem
penyuluhan yang dikembangkan di Indonesia haruslah sejalan dengan
rencana induk dari pembangunan pertanian, yakni dititikberatkan
kepada pencapaian peningkatan produksi. Dimana di setiap daerah
terdapat laporan peningkatan produksi telah berhasil, tetapi muncul pula
masalah lain yang menyatakan kesulitan pemasaran dari hasil-hasil
produksi yang meledak tersebut.
b. Penyuluhan Pertanian Terpadu
Pada mulanya, strategi pembangunan pertanian memakai pola
pendekatan komoditi (dimana semula tanaman pangan, terutama padi
menjadi ‘leading comodity’), sejak mulai Pelita III hingga sekarang,
menjadi pendekatan usaha tani, yang berfokus pada penganekaragaman
tanaman pertanian. Konsekuensinya para petani produsen di pedesaan
tidak diperkenankan hanya menggantungkan diri pada usaha tani satu
jenis komoditi saja. Tetapi para petani pun harus diberikan kebebasan
dalam memilih komoditi yang akan diusahakannya. Akibatnya
penyuluhan pertanian sebagai penunjang pembangunan pertanian juga
harus mengalami perubahan.
Untuk itu selain melibatkan BIMAS dan BPLPP perlu juga
mengikutsertakan seluruh Direktorat Jenderal yang ada di lingkungan
Departemen Pertanian dalam merencanakan program-program penyuluhan
pertanian yang akan dilakukannya, sehingga penyuluhan pertanian di negara
kita sudah mampu menjadi terpadu dalam konsep dan realita.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sehubungan dengan hal itu, paradigma penyuluhan pertanian era
agribisnis di masa depan semestinya memposisikan petani sebagai fokus
kegiatan pembangunan pertanian. Petani diperlakukan sebagai pelaku
utama atau subjek dan tidak lagi sebagai objek.Petani merupakan manajer
pada usaha taninya sendiri.Mereka harus dilihat sebagai manusia yang
memiliki potensi untuk mengambil keputusan dalam perencanaan,
pengelolaan, dan pengembangan usaha taninya bagi kesejahteraan
keluarga, masyarakat.Mereka selayaknya dipandang memiliki kemampuan
yang memadai dalam menghadapi tantangan keras di era persaingan bebas
dan globalisasi serta mampu mengaplikasikan nilai kelestarian
pembangunan pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pengukuhan Prof. Sunarru: Privatisasi Penyuluhan
terus Meningkat . http://www.ugm.ac.id. Diakses pada 6 April 2015
Azhari, Rafnel.2011. Tantangan Masa Depan
Penyuluhan. http://azharirafnel.blogspot.com. Diakses pada 6 April 2015
Ir. Entang Sastraatmadja. 1993. Penyuluhan Pertanian. Bandung:
PenerbitAlumni.
Maryanto, Dony.2011. Perjalanan Penyuluhan Pertanian dan
Tantangan Kedepan. http://www.stpp-bogor.ac.id. Diakses pada 6 April
2015
Prof. DR. Ir. H. Soleh Solahuddin, M,Sc. 2009. Pertanian: Harapan Masa
Depan Bangsa. Bogor: IPB Press
Soetrisno, Loekman. 1998. Pertanian Pada Abad Ke 21. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Turindra, Azis. 2010. Penyuluhan Pertanian di Masa
Depan. http://azisturindra.wordpress.com. Diakses pada 6 April 2015
Totok Mardikanto. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. UNS Prees. Surakarta