Post on 11-Aug-2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Selama bertahun-tahun kelapa sawit berperan penting dalam
perekonomian Indonesia dan merupakan salah satu komoditas andalan dalam
menghasilkan devisa. Produksi kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun.
Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya jumlah produksi kelapa sawit
yang diiringi dengan pertumbuhan industri pengolahan kelapa sawit yang semakin
tinggi. Industri pengolahan kelapa sawit seperti pabrik kelapa sawit yang
mengolah buah kelapa sawit yang berasal dari tandan buah sawit segar menjadi
Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) (Chotwattanasak dan
Puetpaibon, 2011).
Seiring dengan peningkatan produktifitas kelapa sawit, maka terjadi juga
peningkatan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit menjadi
CPO (Crude Palm Oil) tersebut. Limbah yang dihasilkan dari prabik kelapa sawit
dapat berupa limbah cair yang dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent (POME),
limbah udara yang berupa gas boiler dan insinerator dan limbah padat seperti
tandan buah kosong, serat dan cangkang. Hal inilah yang menjadi masalah
dilingkungan jika limbah-limbah tersebut tidak diolah secara tepat sebelum
dibuang ke lingkungan. Maka dari itu, dperlukan cara yang tepat untuk
pengelolaan limbah hasil produksi kelapa sawit (Parveen, dkk, 2010).
I.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang timbul dari makalah ini yaitu bagaimana cara
pengolahan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME)
yang lebih efektif dan efisien menggunakan metode fermentasi anaerob ?
2
I.3 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara
pengolahan limbah cair kelapa sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME)
yang lebih efektif dan efisien dengan menggunakan metode fermentasi
anaerob.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Deskripsi Kelapa Sawit
Kelapa sawit atau Elaeis guineensis merupakan tanaman dari keluarga
Arecaceae yang berbentuk pohon. Kelapa sawit termasuk tanaman monokotil.
Batangnya lurus, tidak bercabang dan tidak mempunyai kambium tingginya
dapat mencapai 15-20 m (Lubis, 1992). Tanaman ini memiliki sisem
perakaran serabut. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah
dan samping. Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk
menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda.
Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri
yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah
hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan
terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Tanaman ini
berumah satu atau monoecious, bunga jantan dan bunga betina berada pada
satu pohon. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang,dan daun, sedangkan
bagian generatifnya yakni bunga dan buah (Setyatmidjaja, 2006).
Bunga jantan dan betina terpisah namun berada pada satu pohon
(monoecious diclin) dan memiliki waktu pematangan berbeda sehingga
sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk
lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female steril sehingga
sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih unggul
digunakan sebagai tetua jantan (Hethari, dkk, 2007).
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga
merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan
4
yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan
minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang,
kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan
buah akan rontok dengan sendirinya (Lubis, 1992).
Klasifikasi Elaeis guineensis
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Angiopspermae
Sub kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Spadiciflorae
Famili : Palmaceae
Sub Famili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis
(Lubis, 1992)
1.2. Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Proses produksi minyak sawit kasar dari tandan buah segar kelapa
sawit terdiri dari beberapa tahapan proses seperti sterilisasi buah, perontokan,
pelumatan dan pengepresan buah, purifikasi dan klarifikasi. Tandan buah
segar yang masuk ke dalam pabrik ditimbang terlebih dahulu kemudian
dibawa menuju tempat penerimaan buah. Tandan buah segar mengalami
proses perebusan menggunakan uap basah. Selanjutnya buah mengalami
proses perontokan buah pada tandan dengan menggunakan thresher. Buah
yang telah rontok mengalami proses pelumatan yang bertujuan untuk
memudahkan proses pengepresan, sehingga minyak dengan mudah dapat
5
dipisahkan dari daging buah. Kemudian buah memasuki tahapan proses
pengepresan yang bertujuan untuk mengeluarkan minyak kelapa sawit secara
mekanis. Pengepresan pada buah akan membebaskan minyak dari serat dan
biji. Minyak hasil pengepresan selanjutnya mengalami proses pemurnian yang
berfungsi untuk memisahkan minyak dari sludge dan air. Pemurnian
dilakukan dengan metode gravitasi dan mekanik. Pada stasiun ini dihasilkan
produk minyak sawit jernih. Limbah POME didapatkan dari tiga sumber yaitu
air kondenstat dari proses sterilisasi, sludge dan kotoran, serta air cucian
hidrosiklon (Setyatmidjaja, 2006).
Limbah pada pabrik kelapa sawit terdiri dari limbah padat, cair dan
gas. Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah
tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah cair yang dihasilkan pabrik
pengolah kelapa sawit ialah air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone
atau claybath. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan,
kapasitas olah dan keadaan peralatan klarifikasi (Departemen Pertanian,
2006).
Air buangan separator yang terdiri atas sludge dan kotoran
dipengaruhi oleh: a) Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating
screen atau pada screw press. b) Sistem dan instalasi yang digunakan dalam
stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi yang menggunakan decanter menghasilkan
air limbah yang kecil. c) Efisiensi pemisahan minyak dari air limbah yang
rendah akan mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan.
1.3. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Limbah cair industri pengolahan kelapa sawit yang akan ditinjau lebih
lanjut mempunyai potensi untuk mencemarkan lingkungan karena
6
mengandung parameter bermakna yang cukup tinggi. Golongan parameter
yang dapat digunakan sebagai tolok ukur baku mutu limbah cair pabrik kelapa
sawit diantaranya adalah pH cairan limbah, Biological Oxygen Demand
(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS),
kandungan NH3-N dan Oil serta grease. Biological Oxygen Demand
merupakan kebutuhan oksigen hayati yang diperlukan untuk merombak bahan
organik sering digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan kualitas
limbah. Semakin tinggi nilai BOD air limbah maka daya saingnya dengan
mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima semakin tinggi
(Rahardjo, 2009).
Chemical Oxygen Demand ialah oksigen yang diperlukan untuk
merombak bahan organik dan anorganik, oleh sebab itu nilai COD lebih besar
dari nilai BOD. Parameter ini digunakan sebagai perbandingan atau kontrol
terhadap nilai BOD. Parameter BOD digunakan karena kandungan
padatanlimbah umumnya terdiri dari bahan organik. Umumnya nilai COD dua
kali atau lebih dari nilai BOD. Total suspended solid digunakan untuk
menggambarkan padatan tersuspensi dalam cairan limbah. Pengaruh
suspended solid lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total
solid. Semakin tinggi TSS maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk
perombakan yang lebih tinggi, oleh sebab itu diupayakan TSS lebih kecil
yaitu dengan penyaringan, pengendapan, dan penambahan bahan kimia
flokulan (Deptan, 2006).
Kebutuhan oksigen kimiawi merupakan jumlah total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang
dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara
biologis menjadi CO2 dan H2O. Kebutuhan oksigen mengacu pada jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk menstabilisasi bahan organik yang ada pada
limbah. Biological Oxygen Demand adalah ukuran oksigen yang dibutuhkan
7
untuk mengoksidasi bahan organik melalui metabolisme aerobik oleh sebuah
komunitas mikroba. Chemical Oxygen Demand adalah sebuah ukuran
berdasarkan oksidasi kimiawi dari bahan organik yang terkandung dalam
limbah. Chemical Oxygen Demand dianalisis menggunakan potassium
dichromat. Nilai COD biasanya lebih tinggi dari nilai BOD yang berarti
bahwa tidak hanya bahan organik yang dapat dioksidasi, akan tetapi bahan
anorganik juga dapat dioksidasi.
Carbon Dioksida Dissolved atau COD adalah banyaknya oksigen
dalam ppm atau milligram/liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk
menguraikan benda organik secara kimiawi. Oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen=DO) adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan
diukur dalam satuan miligram/liter. Oksigen yang terlarut ini digunakan
sebagai tanda derajat pengotoran limbah yang ada. Semakin besar oksigen
yang terlarut, maka menunjukkan derajat pengotoran yang relatif kecil. Total
Suspended Solid adalah jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di
dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran
0.45 mikron.
Menurut Saifuddin, N. dan S.A. Fazlili (2009), prinsip analisa TSS
yaitu sampel disaring dengan filter kertas, filter yang mengandung zat
tersuspensi dikeringkan pada suhu 105 0C selama 2 jam. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara
alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Sedangkan pemeriksaan BOD
dibutuhkan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan
penduduk atau industri dan untuk merancang sistem pengolahan biologis bagi
air yang tercemar tersebut.
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Metode Fermentasi Anaerob
Teknik pengolahan limbah cair industri kelapa sawit pada umumnya
menggunakan metode pengolahan limbah kombinasi, yaitu dengan sistem proses
anaerobik dan aerobik. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik dan dialirkan ke
bak penampungan untuk dipisahkan antara minyak yang terikut dan limbah cair.
Setelah itu maka limbah cair dialirkan ke bak anaerobik untuk dilakukan proses
anaerobik. Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan proses degradasi
senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat dalam
limbah cair oleh bakteri anaerobik tanpa kehadiran Oksigen menjadi biogas yang
terdiri dari CH4 (50-70%), serta N2, H2, H2S dalam jumlah kecil. Waktu tinggal
limbah cair pada bioreaktor anaerobik adalah selama 30 hari. Setelah proses
anaerobik maka dilakukan proses analisa (Faisal dan Unno, 2001).
Limbah cair yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar
kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil dan Palm Kernel Oil langsung dialirkan ke
tempat pengolahan limbah. Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan
menggunakan kolam-kolam pengolahan (Departemen Pertanian, 2006).
Sistem Kolam
a. Pendinginan
Pendinginan dilakukan dengan dua cara yaitu menara pendingin dan kolam
pendingin. Pendinginan menggunakan menara pendingin yaitu pendinginan
air limbah dengan menggunakan menara yang kemudian dibantu dengan bak
pendingin. Sedangkan pendinginan dengan kolam pendingin yaitu
pendinginan limbah dengan kolam pendinginan yang dikombinasikan dengan
pengutipan minyak dan pendinginan di dalam kolam selama 48 jam.
9
b. Deoling pond
Fungsi kolam ini yaitu untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4%.
Instalasi kolam ini merupakan instalasi tambahan untuk membantu sistem fat
pit dalam mengutip minyak. Adanya deoling pond ini memaksimalkan jumlah
minyak yang dapat diambil kembali. Kolam ini memiliki kedalaman 1.5 m
dan masa penahanan minyak pada kolam ini selama 2 jam.
c. Netralisasi
Limbah yang masih asam tidak sesuai untuk pertumbuhan mikroba, oleh
sebab itu perlu penambahan bahan kimia atau cairan alkali. Pemakaian bahan
penetral didasarkan pada keasaman limbah dan kadar minyak yang
terkandung. Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu
memakai sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah mempunyai pH
netral.
d. Kolam pembiakan bakteri
Kolam pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal
pengoperasian pengendalian limbah. Kolam pembiakan bakteri memiliki
kondisi yang disesuaikan agar bakteri dapat tumbuh dengan baik. Kondisi
yang optimum untuk kolam ini adalah pH 7.0, suhu 30-40 0C untuk bakteri
mesophilic, kedalaman kolam 5-6 m dan ukuran kolam diupayakan dapat
menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk PKS kapasitas 30
ton TBS/jam (Yejian.Z, dkk, 2011).
e. Kolam anaerobik
Limbah yang telah netral dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk diproses.
Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak antara limbah
dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih baik. Waktu tinggal
limbah pada kolam ini selama 60 hari.
10
f. Kolam Fakultatif
Kolam ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik.
Pada kolam ini proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan.
Karakteristik limbah pada kolam fakultatif yaitu pH 7.6-7.8, BOD 600-800
ppm, COD 1250-1750 ppm. Waktu tinggal limbah pada kolam ini selama 15
hari.
g. Kolam aerasi
Kolam aerasi dibuat untuk pemberian oksigen yang dilakukan secara difusi
dengan tujuan agar dapat berlangsung reaksi oksidasi dengan baik. Kolam ini
dibuat dengan kedalaman 3 m dan ditempatkan alat yang dapat meningkatkan
jumlah oksigen terlarut dalam air serta dilengkapi dengan dua unit alat
aerator.
h. Kolam aerobik
Limbah yang masuk ke kolam mengandung oksigen terlarut. Penahanan
limbah dalam kolam ini selama 15 hari dan dapat menurunkan beban
pencemar limbah dari BOD 600-800 ppm menjadi 75-125 ppm. Kolam ini
adalah kolam terakhir dan air limbah telah dapat dialirkan ke sungai
(Rahardjo, 2009).
Sistem Reaktor
Salah satu unit dari sistem reaktor yaitu Tangki Digester. Tangki ini
berfungsi menggantikan kolam anaerobik yang dibantu dengan pemakaian
bakteri mesophilic dan thermophilic. Kedua bakteri ini merupakan bakteri
methanogen yang merombak substrat dan menghasilkan gas metana (Irvan,
dkk, 2012).
11
Kombinasi sistem kolam dengan reaktor
Pengendalian limbah yang menggunakan cara menggabungkan sistem kolam
dengan sistem reaktor dikembangkan pada areal yang sempit, hasil reaktor
yang berupa gas metana digunakan sebagai bahan bakar.
Metana merupakan hasil fermentasi anaerob bahan organik. Campuran gas
metana (CH4), karbondioksida(CO2) dan sedikit gas hydrogen (H2), hidrogen sulfida
(H2S) dan nitrogen (N2) ini dikenal dengan istilah biogas. Biogas mengandung 60-
70% metana dan sisanya merupakan gas-gas lainnya. Senyawa organik kompleks
seperti protein, karbohidrat, dan lemak ditransformasi menjadi produk-produk yang
lebih sederhana seperti asam amino, gula-gula sederhana, dan asam lemak berantai
panjang serta gliserin, melalui aktivitas enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh
bakteri fermentative (Faisal dan Unno, 2001).
Mikroorganisme anaerob dapat mengkonversi biomassa menjadi bioenergi.
Pada fermentasi anaerob, bahan organik berperan sebagai elektron donor dan aseptor.
Hal yang penting untuk diingat adalah porsi yang mendominasi dalam pembentukan
metana adalah hasil fermentasi anaerob yakni asetat sebagai elektron donor dan
elektron akseptor. Produksi metana seperti itu dikenal sebagai acetotrophic
methanogenesis (Rahardjo, 2009).
Bioenergi merupakan energi yang dihasilkan dari bahan-bahan biologis yang
dapat diperbaharui atau bahan yang mengandung unsur biologis. Fermentasi anaerob
menghasilkan produk salah satunya adalah biogas. Biogas adalah gas yang terdiri dari
metana, CO2, H2S, N2 dan H2. Melalui fermentasi anaerob senyawa organik komplek
didekomposisi oleh mikroorganisme dalam bioreaktor. Dalam digester anaerob,
sekelompok bakteri menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan senyawa
selulosa dan molekul komplek lainnya menjadi gula-gula sederhana dan monomer
lainnya. Kemudian bakteri lain yang mengkonsumsi produk hasil dekomposisi
tersebut dan memproduksi asam organik yang terus menerus dirombak sehingga
menjadi molekul kecil seperti asetat, format, hidrogen dan CO2. Bakteri khusus
12
lainnya, bakteri metana, menggunakan molekul hasil perombakan tersebut untuk
menghasilkan metana. Bahan organik yang terdapat dalam limbah mengandung tiga
senyawa organik kompleks yaitu protein, lemak dan karbohidrat (Puetpaiboon dan
Chotwwattanasak, 2006).
Tahapan pertama dalam proses degradasi secara anaerob yaitu hidrolisis
enzimatik yang berfungsi untuk merombak karbohidrat menjadi gula sederhana,
protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Kemudian degradasi
berlanjut pada perombakan produk-produk hasil hidrolisis tersebut dan menghasilkan
produk intermediet seperti piruvat, NH3, asetat, format, CO2 dan propionat.
Kemudian produk-produk intermediet tersebut dicerna oleh bakteri metana sehingga
menghasilkan produk akhir dari fermentasi anaerob menggunakan digester anaerob
yaitu gas metana, CO2 dan H2S. Untuk mengefektifkan proses perombakan dalam
proses anaerob maka perlu diperhatikan faktor sirkulasi atau pun pengadukan yang
berfungsi untuk mempertinggi singgungan antara bakteri dengan substrat sehingga
aktivitas bakteri dapat berjalan lebih cepat.
Pada kenyataannya degradasi anaerob dapat dinyatakan sebagai reaksi kimia
pada bahan organic melalui fermentasi anaerob dan aktivitas bakteri perombak
menghasilkan gas metana, karbondioksida, hidrogen, nitrogen dan hidrogen sulfida.
Tahapan umum dalam dekomposisi anaerob terdiri dari dua tahapan utama yaitu acid
production dan methane production. Tahapan pertama yaitu acid production yang
merupakan reaksi hidrolisis dan pencairan bahan organik yang tidak dapat larut oleh
enzim ekstraseluler. Sedangkan tahapan kedua yaitu methane production yang
merupakan proses pendegradasian produk tahapan pertama oleh bakteri methanogen
menjadi metana dan karbondioksida.
Digester anaerob dapat berupa digester satu tahap dan digester dua tahap.
Digester satu tahap terdiri dari sebuah tangki digester yang digunakan untuk
mengolah limbah cair yang biasanya tidak kontinyu. Sedangkan digester dua tahap
terdiri dari dua tangki digester yang disusun secara seri. Dalam proses perombakan
bahan organik, pada digester dua tahap, tahapan pertama digunakan sebagai unit
13
pencampuran secara kompleks dan optimasi dekomposisi oleh bakteri perombak.
Sedangkan tahapan kedua untuk mengolah supernatan yang keluar dari digester
pertama (Chotwattanasak dan Puetpaibon, 2011).
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat
dalam limbah cair dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung
metana (50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida.
Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara aerob :
anaerob
Bahan organik CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O
Mikroorganisme
Sebenarnya penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai
reaksi yang begitu kompleks dan mungkin terdiri dari ratusan reaksi yang masing-
masing mempunyai mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda.
Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 2
tahap:
Tahap pembentukan asam
Tahap pembentukan metana
Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa
organik baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar
(polimer) menjadi senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh
enzim-enzim ekstraseluler. Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik
sederhana (monmer) dilakukan oleh bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari
sub divisi acids/farming bacteria dan acetogenic bacteria. Asam propionat dan butirat
diuraikan oleh acetogenic bacteria menjadi asam asetat (Rahardjo, 2009).
14
Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri
dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang menguraikan asam asetat menaji
metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida dan hidrogen yang terbentuk dari
reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana
dan air. Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik
sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penanggulangan limbah industri pengolahan kelapa sawit mutlak dilakukan
dalam upaya melestarikan lingkungan. Salah satu upaya penanggulannya adalah
dengan sistem pengolahan biologis dengan proses anaerob. Proses anaerob
mempunyai banyak keunggulan dan dapat dikatakn lebih efektif dan efisien bila
dibandingkan dengan proses aerob antara lain dapat mengolah bahan organik yang
lebih tinggi, dapat mengolah senyawa organik terlarut maupun tersuspensi, produk
biomassa yang dihasilkan lebih kecil, lahan yang digunakan lebih sempit serta gas
yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar.
4.2 Saran
Masyarakat harus tetap menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan yaitu dengan cara menggunakan teknik pengolahan limbah
yang lebih efektif dan efisien serta ramah limgkungan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Chotwattanasak, J And Puetpaiboon, U. 2011. Full Scale Anaerobic Digester For
Treating Palm Oil Mill Wastewater. Journal Of Sustainable Energy &
Environment 2 (2011) 133-136
Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pengolahan Limbah Industri Kelapa Sawit.
Jakarta
Deptan, 2006. Pedoman Pengelolalan Limbah Industri Kelapa Sawit. Subdit
Pengelolaan Lingkungan. Direktorat Pengelolaan Hasil Pertanian. Ditjen
P2HP, Deptan
Faisal, M dan Unno, H . 2001. Kinetic analysis of palm oil mill wastewater treatment
by a modified anaerobic baffled reactor. Biochemical Engineering Journal 9
(2001) 25–31
Hetharie, H. Wattimena, G.A. Maggy T.S. Aswidinnoor, H. Mathius, N.T dan
Ginting, G. 2007. Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Hasil Kultur Jaringan. Bul. Agron. (35) (1) 50
– 57
Irvan, Trisakti, B. Wongistani, V. Tomiuchi, Y. 2012. Methane Emission from
Digestion of Palm Oil Mill Effluent (POME) in a Thermophilic Anaerobic
Reactor. Internat. J. of Sci. and Eng., Vol. 3(1):32-35,
Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat. Sumatera Selatan. 435 hal.
N.A. Badroldin, A.A. Latiff, A.T. Karim And M.A. Fulazzaky. 2008. Palm Oil Mill
17
Effluent (Pome) Treatment Using Hybrid Upflow Anaerobic Sludge Blanket
(Huasb) Reactors : Impact On Cod Removal And Organic Loading Rates.
Engineering Postgraduate Conference (Epc)
Puetpaiboon. U And Chotwattanasak,J 2006. Anaerobic Treatment Of Palm Oil Mill
Wastewater Under Mesophilic Condition
Rahardjo, P. N. 2009. Studi Banding Teknologi Pengolahan Limbah Cair Kelapa
Sawit. J. Tek. Ling. 10 (1): 09 -18
Rupani, P.F. Singh, R.P. Ibrahim, M.H And Esa, N. 2010. Review Of Current Palm
Oil Mill Effluent (POME) Treatment Methods: Vermicomposting As A
Sustainable Practice. World Applied Sciences Journal 11 (1): 70-81
Salihu, A And Md. Zahangir Alma. 2012. Palm Oil Mill Effluent: A Waste Or A Raw
Material?. Journal Of Applied Sciences Research, 8(1): 466-473
Saifuddin, N. dan S.A. Fazlili. 2009. Effect of Microwave and Ultrasonic
Pretreatments on Biogas Production from Anaerobic Digestion of Palm Oil
Mill Effleunt. American J. of Engineering and Applied Sciences 2 (1): 139
146,
Setyatmidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan.
Kanisius. Yogyakarta. Hal. 127
Yejian, Z., Hairen, H. Xiangyong, Z. Zhenjia, Z. Yan Li. 2011. High-rate Mesophilic
Anaerobic Digestion of Palm Oil Mill effluent (POME) in Expanded Granular
Sludge Bed (EGSB) Reactor. International Conference on Agricultural and
Natural Resources Engineering Advances in Biomedical Engineering, Vol.3-5