laporan TPL acara 1

25
 LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH KUNJUNGAN PABRIK TAHU KALISARI Oleh: Cecep Muchtar NIM A1H010044 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2012

Transcript of laporan TPL acara 1

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH

KUNJUNGAN PABRIK TAHU KALISARI

Oleh: Cecep Muchtar NIM A1H010044

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2012

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kementerian Riset dan Teknologi melalui Program Pengendalian Dampak Perubahan Iklim membuat proyek percontohan mitigasi Gas Rumah Kaca ( GRK ) untuk industri tahu kecil di dua kawasan sentra industri kecil tahu di Purwokerto, yakni di Desa Kalisari dan dusun Ciroyom. Proyek percontohan ini terdiri dari tiga kegiatan. Salah satunya adalah membuat unit percontohan instalasi pengolahan limbah ( IPAL ) cair industri kecil tahu. Kedua kegiatn lainnya adalah perbaikan proses produksi dan efisiensi energi melalui pelatihan, pendampingan dan implementasi serta kajian sosial, ekonomi, kebijakan pada klaster industri kecil. Unit pengolahan limbah cair tahu yang dikembangkan dan dipasang di Desa Kalisari dan Dusun Ciroyom menggunakan model Fixed Bed Reactor dan dibangun dengan sistem anaerobik. Pertimbangannya, sistem ini tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Keuntungan lain dari sistem ini adalah dalam prosesnya menghasilkan energi dalam bentuk biogas dan ampas dan air untuk makanan ikan dan ternak lain. Selain itu, prosesnya lebih stabil dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan limbah tahu menjadi biogas.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah adalah sesuatu yang tidak berguna, tidak memiliki nilai ekonomi dan akan dibuang, apabila masih dapat digunakan maka tidak disebut limbah. Jenis limbah cair pada dasarnya ada dua yaitu limbah industri dan limbah rumah tangga. Limbah cair yang termasuk limbah rumah tangga pada dasarnya hanya mengandung zat-zat organik yang dengan pengolahan yang sederhana atau secara biologi dapat menghilangkan poluten yang terdapat di dalamnya. Limbah padat di industri tahu pada umumnya digunakan sebagai makanan ternak dan ikan atau diolah menjadi makanan kecil. Limbah cair yang dihasilkan UKM industri tahu di Kabupaten Banyumas, pada umumnya dibuang ke perairan sungai tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Tiga sentra industri tahu di Banyumas yang cukup besar adalah di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok, Desa Cikembulan Kecamatan Pekuncen dan Desa Ajibarang Wetan Kecamatan Ajibarang. Ketiga sentra tahu tersebut membuang limbah cair ke sungai. Sungai merupakan salah satu sumberdaya alam yang panting. Ketersediaan sumberdaya air mempunyai peran yang sangat mendasar untuk menunjang pengembangan ekononai. Kegiatan ini akan mempengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi perairan sungai. Penurunan kualitas perairan sungai dapat terjadi jika badan perairan penerima limbah tidak mampu melaksanakan proses pemulihan diri. Biogas adalah suau jenis gas yang bisa dibakar, diproduksi melalui prosses fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa limbah pertanian atau campuran keduanya, di dalam suatu ruang pencerna ( digester ). Komposisi biogas yang dihasilkan dari fermentasi tersebut adalah gas metan (CH4) sekitar 54-70% serta gas karbondioksida (CO2) sekitar 27-45%. Gas metan (CH4) merupakan komponen utama biogas yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang memilki banyak manfaat. Biogas mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800 samapi 6700 kkal/m3, sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900 Kcal/m3. Langkah awal itu menjadi penentu keberhasilan IPAL di Desa Kalisari dan

Dusun Ciroyom. Kedua IPAL ini mampu mendegenerasi nilai COD hingga 85% sehingga air hasil olahan dapat menjadi pakan ikan dan ternak lain. Selain itu dengan mengolah limbah cair sebanyak 5 meterkubik per hari, IPAL juga menghasilkan gas metan yang dapat digunakan untuk keperluan memasak 21 rumah tangga per hari. Untuk mengelola biogas tersebut, para pengrajin tahu membentuk kelompok. Kelompok inilah yang mengelola dan memelihara unit IPAL. Para anggota yang menikmati biogas memberikan iuran Rp 10.000 per bulan untuk biaya perawatan IPAL. Dengan menggunakan biogas tersebut, para pengrajin tahu dapat melakukan berhemat biaya bahan bakar. Menurut Kamilah, salah seorang pengrajin tahu, sebelum memakai biogas, ia biasa menggunakan kayu bakar seharga Rp 400ribu ( sebanyak satu truk kecil ) untuk keperluan produksi tahu dan memasak selama 6 hari, setelah menggunakan biogas, kayu bakar bisa digunakan hingga 8 hari.

III.

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis. B. Prosedur Kerja

1. Melakukan kunjungan ke lokasi pembuatan tahu. 2. Mengamati proses pembuatan tahu. 3. Mengamati dan mencatat tahapan-tahapan pengolahan limbah tahu menjadi biogas.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan

1. Dampak Limbah Industri Tahu Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik. Turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan bahan organik. Aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks menjadi molekul organik yang sederhana. Bahan anorganik seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai makanan oleh tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera diganti oleh oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan, air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air

limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik. 2. Proses pengolahan limbah tahu menjadi biogas Limbah cair tahu dimasukkan kedalam digester melalui pipa paralon, yang telah dihubungkan kedalam dasar digester. Digester tersebut telah terisi dengan potongan-potongan bambu yang telah direndam dengan kotoran (feses) ternak sapi selama kurang lebih satu bulan. Potongan bambu dan feses ternak yang berada dalam digester ini sebanyak kurang lebih setengah tabung digester. Pada digester ini menghasilkan gas metan. Setelah limbah cair dimasukkan kedalam digester, selanjutnya gas metan yang dihasilkan dari pengolahan atau perendaman potongan bambu, feses ternak sapi dan limbah cair tahu, kemudian dialirkan kedalam PVC instalasi melalui pipa paralon yang sebelumnya sudah dihubungkan. PVC instalasi ini mmiliki kapasitas 5m3, dan setengah digester ini telah berisi. Pada saat tertentu, seperti aktivitas pemakaian gas yang dihasilkan tidak sepenuhnya dapat ditampung didalam PVC instalasi ini. Namun gas yang berlebih tersebut, dialirkan melalui pipa paralon kedalam bantalan karet yang besar sebagai tempat penampung gas sementara. Selanjutnya, gas yang telah tertampung didalam PVC instalasi ini dapat dialirkan ke rumah-rumah untuk aktivitas memasak dan sebagainya. 3. Proses pengolahan limbah tahu cair menjadi air yang tidak tercemar Sistem pengolahan air limbah didasarkan pada sifat dan karakter air limbah tahu itu sendiri. Sifat dan karakteristik air limbah sangat menentukan didalam pemilihan sistem pengolahan air limbah, terutama pada kualitas air limbah yang meliputi parameter-parameter pH, COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biological Oxygen Demand), dan TSS (Total Suspended Solid).

Melihat karakteristik air limbah tahu diatas maka salah satu alternatif yang cukup tepat untuk pengolahan air buangan adalah dengan proses biologis. Proses anaerobik pada hakikatnya adalah proses yang terjadi karena aktivitas mikroba yang dilakukan pada saat tidak terdapat oksigen bebas. Proses anaerobik dapat digunakan untuk mengolah berbagai jenis limbah yang bersifat biodegradable, termasuk limbah industri makanan salah satunya adalah limbah tahu. Kelompok bakteri non metanogen yang bertanggung jawab untuk proses hidrolisis dan fermentasi tardiri dari bakteri anaerob fakultatif dan obligat. Ada tiga tahapan dasar yang termasuk dalam keseluruhan proses pengolahan limbah secara oksidasi anaerobik, yaitu : hidrolisis, fermentasi (yang juga dikenal dengan sebutan asidogenesis), dan metanogenesis (Metcalf and Eddy, 2003). Selama proses hidrolsis, bakteri fermentasi merubah materi organik kompleks yang tidak larut, seperti selulosa menjadi molekul-molekul yang dapat larut, seperti asam lemak, asam amino dan gula. Pada proses fermentasi (asidogenesis), bakteri asidogenik (pembentuk asam) merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam-asam organik (asam asetat, propionate, butirat, laktat, format) alkohol dan keton (etanol, methanol, gliserol dan aseton), asetat, CO2 dan H2. Produk utama dari proses fermentasi ini adalah asetat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti pH dan suhu. Proses metanogenesis dilaksanakan oleh suatu kelompok mikroorganisme yang dikenal sebagai bakteri metanogen. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik yaitu : suhu, waktu tinggal, pH, rasio karbon dan nitrogen (C : N), mixing. Proses anaerobik akan menghasilkan gas Methana (Biogas). Biogas (gas bio) adalah gas yang dihasilkan dari pembusukan bahan-bahan organik oleh bakteri pada kondisi anaerob (tanpa ada oksigen bebas). Sifat penting dari gas metan ini adalah tidak berbau, tidak berwarna, beracun dan mudah terbakar. Karena sifat gas tersebut, maka gas metan ini termasuk membahayakan bagi keselamatan manusia (Sugiharto, 2005). Penggunaan biogas ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan, karena dengan fermentasi bakteri anaerob (bakteri

metan) maka tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD, COD akan berkurang sampai 90%. Sistem ini banyak dipakai dengan pertimbangan ada manfaat yang bisa diambil yaitu pemanfaatan biogas yang sangat memungkinkan digunakan sebagai bahan sumber energi karena gas metan sama dengan gas elpiji (liquid petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas metan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak. 4. Manfaat limbah ampas tahu Ampas tahu masih mengandung protein 27 gr, karbohidrat 41,3 gr, maka dimungkinkan untuk dimanfaatkan kembali menjadi kecap, taoco, tepung yang dapat digunakan dalam pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, kerupuk, dll). Pada pembuatan kue dan aneka makanan, pemakaian tepung tahu tersebut dapat disubstitusikan ke dalam gandum. Pemakaian tepung ampas tahu sebagai bahan substitusi gandum mempunyai manfaat antara lain dihasilkannya suatu produk yang masih mempunyai nilai gizi dan nilai ekonomi serta lingkungan menjadi bersih (KLH, 2006). Tabel 1. Komposisi Kimia Ampas Tahu Unsur Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vit. B AirSumber : KLH, 2006

Nilai 414 26,6 18,3 41,3 19 29 4,0 0,20 9,0

kal g g g mg mg mg mg g

Karena sifat penggunaan tepung limbah tahu ini sifatnya sebagai bahan pengganti, maka pada proses pembuatan makanan maupun pakan ternak, selalu diawali dengan pembuatan tepung limbah padat tahu terlebih dahulu. Proses pembuatan tepung serat ampas tahu yaitu sejumlah limbah padat tahu (ampas

tahu), diperas airnya selanjutnya dikukus 15 menit. Ampas yang sudah dikukus, diletakkan diatas nyiru atau papan, selanjutnya dijemur diterik matahari ataupun dikeringkan dengan oven. Apabila dilakukan pengeringan dengan oven, dipakai temperatur 100oC selama 24 jam. Setelah kering dihaluskan dengan cara digiling atau diblender dan diayak. Simpan tepung tahu ditempat yang kering. Bentuk tepung seperti ini tahan lama, dan siap menjadi bahan baku pengganti tepung terigu atau tepung beras untuk berbagai makanan. Penambahan bahan lain disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan produk apa yang akan dibuat. Ampas tahu kebanyakan oleh masyarakat digunakan sebagai bahan pembuat tempe gembus. Hal ini dilakukan karena proses pembuatan tempe gembus yang mudah (tidak perlu keterampilan khusus) dan biayanya cukup murah. Selain tempe gembus, ampas tahu juga diolah untuk dijadikan pakan ternak. Proses pembuatannya yaitu campuran ampas tahu dan kulit kedelai yang sudah tidak digunakan dicampur dengan air, bekatul, tepung ikan dan hijauan, lalu diaduk hingga tercampur rata, kemudian siap diberikan ke hewan ternak. Beberapa produk makanan dan aneka kue yang dibuat dengan penambahan tepung serat ampas tahu adalah lidah kucing, chocolate cookie, cake (roti bolu), dan kerupuk ampas tahu (KLH, 2006). 5. Manfaat biogas Biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak ( BBM ) sehingga dapat mengurangi penggunaan minyak tanah. Selain itu biogas juga bermanfaat sebagai salah satu cara mengelola limbah yang ramah lingkungan. Produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah tahu cair adalah biogas. Bio gas sangat bermanfaat bagi alat kebutuhan rumah tangga/kebutuhan seharihari, misalnya sebagai bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasole, suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain. Manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan

parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu pemerintah sehingga layak di buang ke sungai. Biogas secara tidak langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (minyak bumi) sehingga sumber daya alam tersebut akan lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi. 6. Indikator air tercemar limbah cair Menururt Warlina (2004) ada beberapa indikator air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi: a) Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna, bau dan rasa. b) Pengamatan c) Pengamatan secara secara kimiawi, biologis, yaitu yaitu pengamatan pengamatan pencemaran pencemaran air air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH. berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau keasaman, Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal Oksygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD), padatan tersuspensi total (TSS), warna dan bau. pH atau Derajat Keasaman Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu antara pH 6 sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya (Fardiaz, 1992). Menurut Sastrawijaya (1991), air yang mempunyai pH antara 6,7 sampai 8,6 mendukung populasi ikan dalam kolam. Dalam jangkauan pH itu pertumbuhan dan pembiakan air tidak terganggu. Ada ikan yang mampu hidup antara pH 5 sampai 9. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mengandung pH yang

lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini karena bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian (Kristanto, 2002). Deposit asam yang mengandung SOx dan NOx yang menyebabkan penurunan pH dapat menjadi sumber kerusakan lingkungan. Semakin rendah nilai pH, maka semakin kecil terdapat kehidupan (Sunu, 2001). Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen / DO) Oksigen adalah gas tidak berbau, tidak berasa, dan hanya sedikit larut dalam air. Untuk mempertahankan hidupnya, makhluk yang tinggal di dalam air baik tumbuhan maupun hewan, bergantung pada oksigen yang terlarut ini. Jadi kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air. Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 ppm (5 part per million atau 5 mg oksigen untuk setiap liter air) (Kristanto, 2002). Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / OD) dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan dari atmosfer (udara) yang masuk kedalam air dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer (Fardiaz, 1992). Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / OD) merupakan parameter mutu air yang penting karena nilai oksigen terlarut dapat menunjukkan tingkat pencemaran atau tingkat pengolahan air limbah. Oksigen terlarut ini akan menentukan kesesuaian suatu jenis air sebagai sumber kehidupan biota (flora dan fauna) disuatu daerah. Pengukuran oksigen terlarut dan CO2 lebih baik diterapkan dalam mengkaji masalah populasi air dalam menentukan mutu sanitasi karena parameter DO dapat dengan cepat menentukan tingkat polusi air (Sunu, 2001). BOD (Biochemycal Oksygen Demand) BOD (Biochemiycal Oksygen Demand) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi bahan organik berlangsung cukup lama (Warlina, 2004). Menurut Alaerts dan Santika (1997),

BOD (Biochemycal Oksygen Demand) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global prosesproses mikrobiologis yang benar-benar terjadi didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengurai (mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organik yang tersuspensi dalam air. Organisme hidup bersifat aerob membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel. Komponen organik yang mengandung senyawa nitrogen dapat pula dioksidasi menjadi nitrat, sedangkan komponen organik yang mengandung senyawa sulfur dapat dioksidasi menjadi sulfat (Sunu, 2001). COD (Chemical Oxygen Demand) Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2 Cr2 O2 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Alaerts dan Santika, 1997). Menurut Warlina (2004), COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat dilakukan suatu uji lebih cepat dari uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Disebut dengan uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan, misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air (Kristanto, 2002). Air yang telah tercemar limbah organik sebelum reaksi oksidasi berwarna kuning, dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi warna hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap limbah organik seimbang dengan jumlah kalium bichromat yang digunakan pada reaksi oksidasi. Makin banyak kalium bichromat yang digunakan pada reaksi oksidasi, berarti semakin banyak oksigen yang diperlukan (Sunu, 2001).

Padatan Tersuspensi Total (TSS) Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikoorganisme, tanah liat dan lain- lain (Sunu, 2001). Misalnya air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi yang dapat bertahan sampai berbulan-bulan, keculi jika keseimbangannya terganggu oleh zat-zat lain sehingga mengakibatkan terjadinya penggumpalan yang kemudian diikuti dengan pengendapan (Kristanto, 2002). Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur, sisa tanaman dan hewan, dan limbah industri. Padatan tersuspensi total suatu contoh air ialah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu. Biasanya diberikan dalam miligram perliter atau bagian per juta (bpj) (Sastrawijaya, 1991). Warna dan Bau Air normal tidak berwarna, sehingga tampak bersih, bening dan jernih. Bila kondisi air warnanya berubah, maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Akan tetapi, tidak semua air yang bening dan jernih dapat dipastikan tidak tercemar, karena banyak zat-zat beracun tidak mengakibatkan perubahan warna (Sunu, 2001). Warna air yang terdapat dialam sangat bervariasi, misalnya air di rawarawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan, air sungai biasanya berwarna kuning kecoklatan karena mengandung lumpur, dan air buangan yang mengandung besi/tinin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan (Kristanto, 2002). Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya polusi. Warna air dapat dibedakan atas dua macam yaitu warna sejati (true color) yang disebabkan bahan-bahan terlarut, warna semu (apparent color), yang selain disebabkan oleh adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid (Fardiaz, 1992).

Bau air tergantung dari sumber ainya. Bau air dapat disebabkan oleh bahanbahan kimia, ganggang, plankton, atau tumbuhan dan hewan air baik yang hidup maupun sudah mati (Fardiaz, 1992). Bau yang tidak normal pada air, pada umumnya mempunyai rasa yang tidak normal pula. Pelarutan ion-ion logam yang dapat mengubah konsentrasi ion hidrogen dalam air akan menimbulkan rasa pada air. Adanya rasa pada air umumnya terjadi karena perubahan pH air dari kondisi normal (Sunu,2001). Air limbah tahu yang biasanya diukur antara lain temperatur, pH, padatan-padatan tersuspensi (TSS) dan kebutuhan oksigen (BOD dan COD). Temperatur biasanya diukur dengan menggunakan termometer air raksa dengan skala Celsius. Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14; kisaran nilai pH 1- 7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral (Siregar, 2005). Padatan-padatan Tersuspensi/TSS (Total Suspended Solid) digunakan untuk menentukan kepekatan air limbah, efisiensi proses dan beban unit proses. Pengukuran yang bervariasi terhadap konsentrasi residu diperlukan untuk menjamin kemantapan proses kontrol (Siregar, 2005). 7. Contoh pengolahan limbah cair selain untuk biogas Salah satu contoh penggunaan bahan limbah adalah menggunakan limbah cair tahu. Limbah tahu dapat dipakai sebagai pupuk dan pestisida bahkan fungisida organik dengan bantuan tambahan dari bahan yang lain, diantaranya adalah menggunakan bahan empon-empon atau tanaman herba melalui proses fermentasi. Sedangkan limbah cair tahu banyak mengandung sisa protein dan asam cuka sehingga mampu mendukung efektifitas fermentasi. Limbah cair tahu sebagai komponen pembuatan nata de soya. Nata de soya dibentuk oleh bakteri Acetobacter xylinum yang merupakan bakteri asam asetat bersifat aerob, pada media cair dapat membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan beberapa centimeter, kenyal, putih dan lebih lembut dibanding nata de coco. Limbah cair tahu sebagai bahan penyerap logam krom, kadmiun dan besi dalam air. Limbah tahu dapat digunakan untuk mengikat ion atau logam yang ada dalam air

karena limbah tahu yang berasal dari buangan industri tahu yang masih memiliki sifat yang sama dengan tahu yang telah jadi meskipun telah hancur.

V.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Unit pengolahan limbah cair tahu yang dikembangkan dan dipasang di Desa Kalisari dan Dusun Ciroyom menggunakan model Fixed Bed Reactor dan dibangun dengan sistem anaerobik. Pertimbangannya, sistem ini tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi. Limbah cair tahu dimasukkan kedalam digester melalui pipa paralon, yang telah dihubungkan kedalam dasar digester. Digester tersebut telah terisi dengan potongan-potongan bambu yang telah direndam dengan kotoran (feses) ternak sapi selama kurang lebih satu bulan. kemudian dialirkan kedalam PVC instalasi melalui pipa paralon yang sebelumnya sudah dihubungkan. Namun gas yang berlebih, dialirkan melalui pipa paralon kedalam bantalan karet yang besar sebagai tempat penampung gas sementara. Selanjutnya, gas yang telah tertampung didalam PVC instalasi ini dapat dialirkan ke rumah-rumah untuk aktivitas memasak dan sebagainya.

B. Saran

Sebaiknya pelaksanaan praktikum jadwalnya lebih terkondisikan lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmar, Muh. Faruq. 2007. Pengaruh Kepadatan Azolla Pinnata Terhadap Kualitas Fisik Dan Kimia Limbah Cair Pabrik Tahu Di Desa Bocek Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang. Universitas Negeri Islam. Malang. Kaswinarni, Fibria. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri Tahu Studi Kasus Industri Tahu Tandang Semarang, Sederhana Kendal Dan Gagak Sipat Boyolali. Universitas Diponegoro. Semarang. Hartanti, Ninik Umi. 2008. Pencemaran Organik Limbah Tabu Di Sungai Desa Kalisari Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas . Jurnal. Cermin edisi no. 042. Pohan, Nurhasmawati. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Proses Biofilter Aerobik. Universitas Sumatera Utara. Medan. Raliby, Oesman., Rusdjijati, Retno., Rosyidin Imron. Pengolahan Limbah Cair Tahu menjadi Biogas pada Industri Pengolahan Tahu. Jurnal Badan Penelitian dan Pengembangan. Jawa Tengah: No.2, Vol 7, Desember 2009.

LAMPIRAN

Biodigester dengan kapasitas 5000 liter

Tempat penampungan limbah awal

Bioreaktor / reaktor biogas

Gas holder

Penyalur limbah akhir

Penampung limbah akhir

Penampung / balon gas

Biodigester dengan kapasitas 2000 liter

Pendingin limbah

Bio digester

Gas holder