Post on 05-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan galian merupakan mineral asli dalam bentuk aslinya, yang dapat
ditambang untuk keperluan manusia. Mineral-mineral dapat terbentuk menurut
berbagai macam proses, seperti kristalisasi magma, pengendapan dari gas dan uap,
pengendapan kimiawi dan organik dari larutan pelapukan, metamorfisme, presipitasi
dan evaporasi, dan sebagainya .
Pada wilayah kabupaten Purbalingga terdapat daerah pertambangan tanah liat
atau lempung yang terletak pada wilayah Karang Pinggir kecamatan Bukateja
Kabupaten Purbalingga. Kabupaten Purbalingga, adalah sebuah kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Purbalingga. Kabupaten ini berbatasan dengan
Kabupaten Pemalang di utara, Kabupaten Banjarnegara di timur dan selatan, serta
Kabupaten Banyumas di barat dan selatan.
Lempung di pergunakan sebagai bahan baku keramik, batu bata, bahan semen
dan gerabah. Lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk partikel mineral
berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari 4 mikrometer. Lempung
mengandung leburan silika dan/atau aluminium yang halus. Unsur-unsur ini, silikon,
oksigen, dan aluminum adalah unsur yang paling banyak menyusun kerak bumi.
Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan silika oleh asam karbonat dan
sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi.
1
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang diambil pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah latar belakang dari pertambangan tanah liat di Kali
Pinggir Purbalingga ?
2. Bagaimanakah pengaruh pertambangan tanah liat terhadap lingkungan
jika dilihat dari aspek Geologi Lingkungan dan rekomendasi yang
perlu diberikan terkait dengan permasalahan lingkungannya ?
1.3 Hipotesa
Pada daerah Karang Pinggir Kecamatan Bukateja Kabupaten
Purbalingga terdapat adanya pertambangan tanah liat yang berguna dalam
industri keramik dan genteng. Berbeda dengan pertambangan pada umumnya
yang selalu berakibat buru terhadap lingkungan sekitar baik saat atau pasca
tambang. Pertambangan tanah liat pada wilayah ini justru bermanfaat
khususnya dalam normalisasi lahan dan peningkatan sumber daya alam bagi
wilayah tersebut serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang dilakukan di perairan barat sumatera adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui latar belakang dari pertambangan tanah liat di Kali Pinggir
Purbalingga.
2. Dapat mengetahui pengaruh pertambangan tanah liat terhadap
lingkungan jika dilihat dari aspek Geologi Lingkungan dan
rekomendasi yang perlu diberikan terkait dengan permasalahan
lingkungannya.
2
1.5 Kegunaan Penelitian
Kegiatan penelitian tambang tanah liat pada daerah Karang Pinggir
Bukateja dapat dijadikan topik penelitian dan pembahasan oleh beberapa
mahasiswa dari Program Studi Teknik Geologi Unsoed untuk mendukung
kegiatan perkuliahan di kampus.
1.6 Ruang Lingkup
Daerah yang di amati adalah daerah Karang Pinggir Kecamatan Bukateja
Kabupaten Purbalingga.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Liat digolongkan Sebagai Bahan Pertambangan Batuan Menurut UU
Minerba Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 34 ( 2 )
Pada studi kasus penambangan tanah liat didesa Karang Pinggir kecamatan
Bukateja, diketahui bahwa penambangan di lapangan berupa lempung tetapi nama
dagang dan ijin penambangan adalah tanah liat.
Menurut pasal 34 ( 2 ), tanah liat termasuk golongan pertambangan batuan.
Dimana komoditas pertambangan batuan terdiri dari pumice, tras, toseki, obsidian,
marmer, perlit, tanahdiatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit, granodiorit,
andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug, batuapung,
opal, kalsedon, chert, Kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu terkersikan, gamet, giok,
agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai,
batukali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasirurug, pasir pasang, kerikil berpasir
alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah setempat, tanah merah
(laterit), batugamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak mengandung unsure
mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau
dari segi ekonomi pertambangan.
Lempung membentuk gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah
terkena air. Sifat ini ditentukan oleh jenis mineral lempung yang mendominasinya.
Mineral lempung digolongkan berdasarkan susunan lapisan oksida silikon dan oksida
aluminium yang membentuk kristalnya. Golongan 1:1 memiliki lapisan satu oksida
silikon dan satu oksida aluminium, sementara golongan 2:1 memiliki dua lapis
golongan oksida silikon dan satu lapis oksida aluminium.
4
Mineral lempung golongan 2:1 memiliki sifat elastis yang kuat, menyusut saat
kering dan membesar saat basah. Karena perilaku inilah beberapa jenis tanah dapat
membentuk kerutan-kerutan atau "pecah-pecah" bila kering.Rumus kimia SiO2 Al2
O3, Fe2 O3 TiO2 terdapat di Pulau Mare dengan cadangan yang menyebar Lempung
atau tanah liat telah dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk membuat genteng
dan bata merah. anah liat terbentuk dari hasil pelapukan lanjut suatu batuan dasar.
Tanah pelapukan yang masih berada di lokasi batuan induknya biasanya memiliki
komposisi ukuran butir yang beraneka ragam, dari halus hingga kasar, lazimnya
disebut tanah laterit.
Sedangkan tanah pelapukan yang telah mengalami proses pengikisan,
pelarutan dan pengangkutan oleh aliran air hingga diendapkan kembali pada lokasi
lain yang lebih rendah akan mengalami pemilahan dan ukuran butirnya pun menjadi
relatif seragam yakni halus, lazimnya disebut tanah liat.
Tanah liat yang dianggap cukup baik sebagai bahan baku perkakas rumah
tangga atau sebagai bahan baku genteng, bata dan lainnya, biasanya yang berasal dari
pelapukan batuan yang mengandung mineral silika. Tanah liat yang berada di
Kabupaten Serang diduga merupakan hasil pelapukan batu pasir tufaan atau tufa
berbatu apung.
gambar 1 Papan Nama Pertambangan Tanah Liat
5
2.2 Kondisi Morfologi Desa Karang Pinggir Kecamatan Bukateja Purbalingga
Pada wilayah Karang Pinggir yang merupakan desa dari Kecamatan Bukateja
termasuk pada wilayah Purbalingga bagian tenggara dan berdekatan dengan wilayah
Bukateja. Selain itu, daerah pertambangan tanah liat ini juga terdapat pada wilayah
dataran rendah dimana pada daerah tersebut hanya terdapat persawahan dan tidak
subur. Pada wilayah studi kasus ini terdapat akumulasi endapan lempung yang cukup
besar. Diperkirakan tempat tersebut adalah suatu cekungan dimana material sedimen
yang diendapkan material dengan ukuran lempung yang kemungkinan berasal dari
sedimen sungai. Dalam proses pengendapan, material yang memiliki ukuran lempung
akan diendapkan paling akhir. Pada wilayah ini terletak pada Latitude sebesar -
7,449787 dan Longitude sebesar 109,411186.
Berikut dibawah ini adalah peta morfologi dari Purbalingga :
gambar 2Peta Morfologi Kabupaten Purbalingga
6
gambar 3Kondisi morfologi daerah ini dikelilingi oleh persawahan
gambar 4 Jalan desa menuju lokasi pertambangan
7
gambar 5 jalan menuju lokasi pertambangan
2.3 Kondisi Geologi Desa Karang Pinggir Kecamatan Bukateja Purbalingga
gambar 6 Peta Geologi Kabupaten Purbalingga
8
Pada peta geologi wilayah Purbalingga tampak bahwa termasuk dalam
aluvium dan formasi Halang. Dimana Alluvium lebih mendominasi. Dimana material
aluvium terdiri dari kerikil, pasir, lanau dan lempung. Selain itu, aluvium dapat
sebagai endapan sungai dan pantai. Dalam studi kasus didaerah Kali Pinggir, terdapat
sebuah sungai Pekacangan sehingga dapat diasumsikan bahwa endapan aluvium pada
daerah studi kasus berasal dari Sungai Pekacangan. Berikut dibawah ini adalah
gambar dari sungai serayu.
gambar 7 sungai Serayu dan Sungai Pekacangan
9
Berikut dibawah ini adalah peta batuan atau litologi Kabupaten Purbalingga.
gambar 8 Peta Batuan / Litologi Kabupaten Purbalingga
BAB III
10
Daerah Penelitian ( Kecamatan Bukateja )
METODE PENELITIAN
Penelitian lapangan
Penelitian dilakukan dengan melalui survey langsung kelapangan dengan langkah –
langkah :
Penentuan posisi dilakukan untuk menentukan titik pengamatan karakteristik
dari tanah liat pada daerah penelitian.
Pengamatan karakteristik tanah liat dilakukan secara visual sepanjang daerah
penelitian dengan mengamati antara lain kondisi geologi, morfologi dan relief,
vegetasi penutup, tata guna lahan, keberadaan dan kependudukan beserta
aktivitasnya sepanjang areal pertambangan.
Selain itu kami juga mengadakan wawancara denga Bapak Mugi selaku pemilik dari pertambangan tersebut.
Penelitian Pustaka
Penelitian pustaka meliputi mencari data – data sekunder untuk memperlengkap
makalh. Diantaranya penulis mencari sumber dari internet dan juga meminta data dari
pemilik pertambangan.
BAB IV
PEMBAHASAN
11
A. Material yang ditambang
Tanah liat yang terdapat pada daerah pertambangan tidak langsung tersingkap
diatas permukaan. Tetapi dibawah lapisan tanah humus yang tingginya hanya kurang
lebih 40 cm. Berdasarkan dari gambar dibawah tampak bahwa tanah humus berada
pada horison O dimana horison O merupakan horison yang umumnya berisi tanah
humus. Kemudian pada horison A dan B merupakan tanah liat yang ditambang.
Sedangkan dibawahnya merupakan endapan sedimen yang berupa pasir – pasir
halus.Lapisan-lapisan dalam penampang tanah, biasanya hampir sejajar dengan
permukaan tanah, tiap lapisan mempunyai karakteristik yang berbeda sebagai hasil
proses perkembangan tanah. Penjelasan tiap horison yakni sebagai berikut :
Horison O
- Utamanya dijumpai pada tanah-tanah hutan yang belum terganggu.
- Merupakan horison organik yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral
- Horison organik merupakan tanah yang mengandung bahan organik > 20% pada
seluruh penampang tanah, tanah mineral biasanya kandungan bahan organik kurang
dari 20% karena sifat-sifatnya didominasi oleh bahan mineral.
Horison A
-Merupakan horison yang terletak dekat dengan permukaan ( dekat dengan humus )
-Merupakan campuran bahan organik dan bahan mineral.
-Merupakan horison eluviasi (pencucian).
Horison B
- horison iluviasi (penimbunan) dari bahan-bahan yang tercuci di atasnya (liat, Fe, Al,
bahan organik).
12
gambar 9 Singkapan tanah liat
gambar 10 singkapan tanah liat dari dekat
13
gambar
jelasnya
terletak
pada
gambar
disamping
Selain itu, pada daerah pertambangan tersebut setelah dilakukan penggalian
tanah liat ditemukan kayu – kayu yang telah terkubur cukup lama tetapi belum
menjadi fosil. Karena syarat fosil adalah berumur Holosen, dimana kayu yang
ditemukan tersebut belum mengalami perubahan fosilisasi, hanya berubah menjadi
empuk saja. Hal ini dimungkinkan karena terendapkan lempung yang mengandung
banyak air. Kemungkinan kayu tersebut berasal dari tumbuhan – tumbuhan yang
ditanami pada wilayah tersebut sebelumnya dimana kemungkinan tumbuhan tersebut
tumbuh sebelum endapan lempung terjadi.
gambar 11 kayu yang telah tersingkap
14
Kayu yang
telah
tersingkap
(sebelumnya
terkubur
bersama tanah
liat )
B. Teknis Penambangan
Penambangan tanah liat untuk bahan baku genting ( genteng ) dilakukan
secara manual dengan sekop. Top soil sudah disisipkan untuk dikembalikan lagi bila
penambangan selesai. Namun kedalaman penambangan yang mencapai 2 meter lebih
dari kondisi semula membuat lahan menjadi terlalu rendah dan sawah sekitarnya
rawan longsor. Tanah liat diguyur air terlebih dahulu agar mudah ditambang dan
dibentuk semacam gumpalan – gumpalan agar mudah diangkut truk.
gambar 12 Bentuk tanah liat yang akan diangkut ke truk
15
gambar 13 suasana pertambangan tanah liat
C. Dampak Terhadap Lingkungan
1. Dampak Positif
Proses pengambilan tanah liat berasal dari taanah lapang yang sudah hamper 10
tahun tidak berproduksi. Tanah lapang tersebut sudah pernah di tamanami berbagai
tanaman seperti padi, jagung, hingga pohon alba yang tumbuh tidak sempurna.
Namun, hasil dari coba-coba warga sekitar yang penasaran dengan keadaan lahan
tersebut membuat inisiatif salah satu warganya untuk mencoba menggali hingga
kedalaman kurang lebih 2 meter. Hasil yang di dapat adalah adanya lapisan tanah liat
yang kurang lebih mempunyai ketebalan 1,5 meter. Seperti yan telah di ketahui
bahwa lapisan lempung/tanah liat mempunyai permeabilitas yang besar yang
menyebabkan air tidak dapat terserap masuk oleh tanaman. Warga juga menemukan
16
bahwa jenis lempung tersebut merupakan bahan yang berkualitas tinggi sebagi bahan
dasar untuk membuat genteng. Selain itu juga lapisan lempung tersebut diekspor ke
daerah Kalimantan dan Bali untuk di gunakan sebagai pelicin dalam kegiatan
pemboran air tanah.
Lapisan lempung di ambil dan kemudian di jadikan bahan genteng, sedangkan
lapisan humus yang terletak diatas lapisan lempung di tinggal sebagai bahan
penyubur tanaman. Setelah dilakukan aktivitas penambangan, daerah yang tidak
dapat di tamami, sekarang dapat berproduksi kembali. Hal tersebut disebabkan karena
lapisan panghambat masuknya air yaitu lapisan lempung sudah ditambang.
Jenis tanaman yang tumbuh subur di daerah bekas tambang tersebut adalah
tanaman padi sebagai tanaman utama di daerah tersebut. Kini sang pemilik lahan
berloma-lomba untuk menambang tanah liat agar lahannya bias kembali berproduksi.
2. Dampak Negatif
Lahan yang ditambang merupakan areal persawahan dengan irigasi teknis.
Dengan alasan sawah tidak produktif karena irigasi sulit sehingga agar mudah dialiri
irigasi, maka tanah diturunkan dengan penggalian. Penggalian yang terlalu dalam
dapat menyebabkan tanah malah justru menjadi terlalu rendah sehingga pada musim
penghujan menjadi tergenang dan tidak bisa ditanami. Penggalian yang terlalu dalam
juga dapat mengakibatkan sawah/ lahan sekitarnya menjadi rawan longsor dan juga
berpotensi merusak saluran irigasi yang digunakan untuk mengaliri sawah – sawah
teknis disekitarnya. Pengelolaan top soil yang tidak benar akan menyebabkan
pencetakan sawah kembali setelah penambangan menjadi sulit karena lahan sudah
tidak subur lagi. Selain itu, Truk pengangkutan tanah liat yang terlalu sering melewati
jalan desa, berpotensi mengotori dan merusak jalan desa yang dilaluinya tersebut
17
D. Pemasaran Hasil Penambangan
Tanah liat untuk bahan baku genting dipasarkan dengan harga sekitar Rp
40.000 per truk, terutama untuk memenuhi kebutuhan pabrik genting Ajibarang,
Kabupaten Banyumas, sedangkan sebagian kecil dipasarkan ke pabrik genting lokal
yaitu yang ada di Desa Jetis, Kecamatan Kemangkon.
E. Kelengkapan Perizinan
Penambangan tanah liat pada wilayah ini telah mendapatkan izin dari
Pemerintah Purbalingga. Izin yang dimiliki oleh pertambangan ini merupakan izin
SIPD ( Surat Izin Pertambangan Daerah ). Dimana merut pemilik dari pertambangan
tersebut, izin tersebut diperbaharui tiap 2 tahun.
F. Potensi Pengembangan Usaha
Penambangan tanah liat didesa Karang Pinggir, Kecamatan Bukateja akan
lebih berniali ekonomis apabila dijual sudah dalam bentuk barang kerajinan. Karena
hanya untuk bahan baku barang kerajinan maka penambangan cukup dilakukan
dalam skala kecil dan hanya pada daerah yang benar- benar aman untuk ditambang
saja sehingga tidak merusak sawah irigasi teknis dan lingkungan sekitarnya.
Perkembangan pariwisata di Kabupaten Purbalingga akan sangat mendukung
pengembangan usaha barang kerajinan / souvenir dari tanah liat.
18
G. Rekomendasi
Dengan memanfaatkan tanah Liat yang terdapat pada Desa Karang Pinggir
Bukateja, dapat dikembang usaha souvenir atau barang kerajinan.
Penambangan tanah liat cukup dilakukan dalam skala kecil pada daerah aman.
Pengembangan usaha ini dapat mendukung perkembangan pariwisata pada
daerah Purbalingga. Untuk itu perlu dilakukan upaya pembinaan dari dinas
atau instansi terkait.
Para pengelola dan pekerja penambangan perlu diarahkan untuk kembali ke
matapencahariannya semula sebelum melakukan penambangan.
19
KESIMPULAN
Kondisi lingkungan di daerah tambang menjadi subur dengan adanya aktifitas
penambangan.
Warga sekitar tidak hanya mengandalkan mata pencaharian dari bertani tetapi
dari hasil kegiatan penambangan.
Kegiatan ekonomi di sekitar daerah penambangan dapat berjalan dengan
sangat pesat.
Pemilik lahan yang mempunyai tanah gersang dan diprediksi mempunyai
kadungan lempung menginginkan agar lahannya dapat ditambang.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2064230-horison-tanah/
#ixzz1PjnrbTKc ( online pada tanggal 17 Juni 2011 )
http://www.purbalinggakab.go.id/download/download-peta-purbalingga.html ( online
pada tanggal 16 Juni 2011 )
http://www.purbalinggakab.go.id/topografi/topografi ( online pada tanggal 16 Juni
2011 )
http://www.wikipedia.com/lempung ( online pada tanggal 10 Juni 2011 )
21