Makalah Sistem Ekonomi Terpimpin

Post on 08-Mar-2016

200 views 10 download

description

Disusun oleh Nisrina Amalia Rosyadi. Mohon maaf apabila ada kekurangan dan semoga bermanfaat.

Transcript of Makalah Sistem Ekonomi Terpimpin

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSistem ekonomi adalah suatu aturan dan tata cara untuk mengatur perilaku masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi untuk menraih suatu tujuan. Sedangkan sistem perekonomianadalah sistem yang dipakai oleh sebuah negara untuk mengalokasikan sumber daya yang dikuasainya baik untuk perorangan ataupun instansi di negara itu. Sistem perekonomian di setiap negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ideologi bangsa, sifat dan jati diri bangsa, dan struktur ekonomi Perbedaan utama antara satu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi yang lain yaitu bagaimana cara sistem itu mengelola faktor produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu diizinkan memiliki seluruh faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut dikuasai oleh pemerintah.Setiap negara menganut sistem ekonomi yang berbeda-beda terutama Indonesia dan Amerika serikat, dua negara ini pun menganut sistem ekonomi yang berbeda. Awalnya Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, yang mana seluruh kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia berubah dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis. Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi. Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga masa Reformasi. Setelah masa Reformasi sistem perekonomian yang diterapkan oleh negara Indonesia adalah sistem perekonomian Pancasila. Ini artinya sistem perekonomian yang dijalankan di Indonesia harus berpedoman pada Pancasila. Sehingga secara normatif Pancasila dan UUD 1945 adalah landasaan idiil sistem perekonomian di Indonesia.Pemikiran ekonomi pada era 1950an pada umumnya merupakan upaya mengembangkan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Hambatan yang dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah sudah berakarnya sistem perekonomian kolonial yang cukup lama. Warisan ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis China sebgai penggerak perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang ingin diubah oleh para pemikir ekonomi nasional di setiap kabinet pada era demokrasi parlementer.

B. Rumusan Masalah1. Bagaimana keadaan ekonomi Indonesia pada masa demokrasi Parlementer?2. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi pada masa demokrasi Parlementer?

C. Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui keadaan ekonomi Indonesia pada masa demokrasi Parlementer2. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ekonomi pada masa demokrasi Parlementer

D. Penegasan Judul1. SistemSusunan yang teratur dari suatu pandangan, teori, ataupun asas2. Ekonomi Tata kehidupan keuangan suatu negara3. DemokrasiMekanismesistem pemerintahansuatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintahnegara tersebut4. LiberalBerpandangan bebas

BAB IIPEMBAHASAN

A. Keadaan Ekonomi Indonesia Masa Demokrasi ParlementerDi awal masa kemerdekaan, sistem perekonomian kolonial masih mengakar pada rakyat Indonesia. Selain itu, meskipun Indonesia telah merdeka tetapi kondisi ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :1. Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, Bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.2. Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 Miliar.3. Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.4. Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan dirancang oleh Belanda.5. Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.6. Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai.7. Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.8. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.9. Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.10. Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.Maka dari itu, masalah jangka pendek yang harus diatasi oleh Pemerintah Indonesia yaitu mengurangi jumlah uang yang beredar dan mengatasi kenaikan biaya hidup. Sementara masalah jangka panjang yang harus dihadapi adalah pertambahan penduduk dan tingkat kesejahteraan penduduk yang rendah. Beban berat ini merupakan konsekuensi dari pengakuan kedaulatan. Defisit ini sebagian besar berhasil dikurangi dengan pinjaman pemerintah dan kebijakan ekspor impor barang, terutama ketika pecah perang Korea.Sejak tahun 1951, penerimaan pemerintah mulai berkurang disebabkan menurunnya volume perdagangan internasional. Indonesia sebagai negara yang berkembang tidak memiliki komoditas ekspor lain kecuali hasil perkebunan. Kondisi ini membawa dampak perkembangan perekonomian Indonesia yang tidak mengarah pada stabilitas ekonomi, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya. Di sisi lain pengeluaran pemerintah semakin meningkat akibat tidak stabilnya situasi politik sehingga angka defisit semakin meningkat. Disamping itu, pemerintah belum berhasil meningkatkan produksi dengan memanfaatkan pendapatan nasional. Kelemahan pemerintah lainnya adalah politik keuangannya tidak dirancang oleh Pemerintah Indonesia sendiri, namun dirancang oleh Pemerintah Belanda. Hal ini terjadi akibat dari politik kolonial Belanda yang tidak mewariskan ahli-ahli yang cukup sehingga usaha mengubah sistem ekonomi dari ekonomi liberal ke ekonomi nasional tidak mampu menghasilkan perubahan yang drastis.

B. Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasi Masalah Ekonomi pada Masa Demokrasi Parlementer1. Sistem Ekonomi Gerakan BentengProgram Bentengadalah kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah Indonesia bulan April 1950 dan secara resmi dihentikan tahun 1957. Program ini dilakukan pada masa Kabinet Natsir yang direncanakan oleh Sumitro Joyohadikusumo (menteri perdagangan).Tujuannya adalah membina pembentukan suatu kelas pengusaha Indonesia pribumi, dalam arti non-Tionghoa. Bantuan dalam kebijakan Sistem Ekonomi Gerakan Bernteng ini berupa pemberian modal pada para pengusaha pribumi.Sistem Ekonomi Gerakan Bernteng sebagai pendirian kelompok perusahaan pribumi tidak lain dan tidak bukan merupakan usaha menghadapi kepentingan Belanda di Indonesia. Upaya ini diusahakan melalui pengembangan golongan wiraswasta pribumi yang tangguh dengan menempatkan satu sektor ekonomi yang penting, yaitu perdagangan impor. Untuk mencapai tujuan ini, berbagai lisenisi impor disalurkan kepada pengusaha nasional, khususnya pengusaha pribumi. Diharapkan dengan modal yang dapat dipupuk, pengusaha pribumi mampu melakukan diversifikasi ke bidang-bidang lain, seperti perkebunan besar, perdagangan dalam negeri, asuransi dan indutri subtitusi-impor.Pertama, pada kebijakan Sistem Ekonomi Gerakan Benteng bertujuan agar pemerintah memberikan modal kepada para pengusaha pribumi serta melindunginya agar pengusaha pribumi ini bisa menjadi berkembang dan maju. Nasionalisasi ekonomi dalam program benteng yang dicanangkan dan diumumkan pada bulan April tahun 1950 diperlihatkan oleh intensitas intervensi negara atas lembaga ekonomi dan perundang-undangan yang diterapkan pada tahun 1950-an.Kedua, implementasi pokok dari program benteng yang kelihatan adalah mendorong para importir nasional agar dapat bersaing dengan pengusaha-pengusaha asing termasuk Cina. Karena masalah keterbatasan anggaran dana dan juga keterbatasan wawasan pengusaha pribumi yang melekat pada Program Benteng tersebut, pemerintah melakukan penyaringan ketat guna mengeliminasi importer semu atau tidak mampu, misalnya dengan melakukan modal aktif atau pasif. Pemerintah mengadakan seleksi terhadap pengusaha atau pedagang baru dibidang ekspor dan impor, dengan tujuan menyehatkan perdagangan Indonesia. Pada masa itu, sulit bagi pengusaha atau pedagang baru yang belum manjadi anggota Benteng Group untuk mencatat diri sebagai anggotanya. Pemerintah berniat agar pengusaha-pengusaha baru dapat tersebar di seluruh Indonesia. Politik ini bukan saja mengenai importer, bahkan perusahaan dan dunia perdagangan harus tersebar di seluruh Indonesia.Akibat penyaringan ini jumlah importer yang terdaftar berhasil dikurangi dari 4.300 orang menjadi kurang lebih 2.000. Akan tetapi situasi politik dalam negeri setelah pertengahan 1950-an, khususnya setelah pecah pergolakan di daerah, mengalihkan perhatian pemerintah kepada bahaya perpecahan bangsa. Penyelundupan komoditas ekspor dari daerah-daerah luar Jawa mengakibatkan pasokan devisa bagi pemenrintah Indonesia banyak berkurang, sehingga mengurangi pula dana untuk menunjang Program Benteng. Beban defisit anggaran belanja pada 1952 sebanyak 3 miliar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar rupiah. Sehingga menteri keuangan Jusuf Wibisono memberikan bantuan kredit khususnya pada pengusaha dan pedagang nasional dari golongan ekonomi lemah sehingga masih terdapat para pengusaha pribumi sebagai produsen yang dapat menghemat devisa dengan mengurangi volume impor.Program Benteng ditinjau kembali bulan September 1955 olehKabinet Burhanuddin Harahapdan menteri KeuanganSumitro Djojohadikusumo. Syarat berdasarkan suku dicabut dan diganti dengan persyaratan ketat mengenai pembayaran uang muka. DibentuknyaKabinet Karyadi bawahDjuanda Kartawidjajabulan Maret dan April 1957 ditandai dengan pengalihan ke ekonomi terpimpin. Program Benteng resmi dihentikan.2. Gerakan AsaatGerakan Assat yang terjadi pada tahun 1956 adalah suatu gerakan ekonomi bangsa Indonesia yang memberikan perlindungan khusus bagi warga Negara Indonesia asli dalam segala aktivitas usaha di bidang perekonomian dari persaingan dengan pengusaha asing pada umumnya dan warga keturunan Cina pada khususnya. Dikarenakan langkah-langkah yang telah diambil oleh Pemerintah belum mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, keadaan ini kemudian mengilhami para pengusaha Indonesia untuk mencari jalan pemecahan bagi kesenjangan ekonomi yang ada. Untuk itu, maka dibentuk suatu organisasi sebagai wadah perjuangannya atau Badan Perjuangan KENSI yang kemudian terkenal sebagai Gerakaan Assaat. Nama dari gerakan ini diambil dari nama Mr. Assaat (Presiden RI pada masa RIS) sebagai orang yang dinilai sangat bersimpati terhadap penderitaan bangsanya. Sebenarnya yang dipersoalkan oleh gerakan ini tidak hanya masalah ekonomi, tetapi juga tentang sikap hidup golongan Cina dalam masyarakat Indonesia yang cenderung eksklusif dan tidak memiliki rasa nasionalis Indonesia. Walaupun Gerakan Assaat menyebabkan kekerasan terhadap golongan Cina, tetapi sebenarnya Gerakan Assaat bukanlah Gerakan rasdiskriminasi sebagaimana dituduhkan oleh golongan Cina. Pada dasarnya, yang dikehendaki oleh gerakan ini bukanlah kekerasan, tetapi keseimbangan ekonomi dan rasa kesetiakawanan sosial yang tinggi dari golongan Cina terhadap bangsa Indonesia. Semua itu hanyalah merupakan ungkapan emosional masyarakat pribumi terhadap suatu golongan yang selama ini telah dinilai kurang mampu membaurkan diri dan mengancam eksistensinya, khususnya dalam dunia ekonomi.3. Gunting SyafruddinGunting Sjafruddinadalah kebijakan moneter yang ditetapkan olehSyafruddin Prawiranegara,Menteri KeuangandalamKabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal10 Maret1950.Menurut kebijakan itu, uang merah (uangNICA) dan uangDe Javasche Bankdari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal9 Agustuspukul 18.00. Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi. Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar denganobligasinegara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar tiga puluh tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. "Gunting Sjafruddin" itu juga berlaku bagi simpanan dibank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomiIndonesiayang saat itu sedang terpuruk, utang menumpuk, inflasi tinggi, dan harga melambung. Dengan kebijaksanaan yang kontroversial itu, Sjafruddin bermaksud sekali pukul menembak beberapa sasaran: penggantian mata uang yang bermacam-macam dengan mata uang baru, mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menekan inflasi dan dengan demikian menurunkan harga barang, dan mengisi kas pemerintah dengan pinjaman wajib yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 miliar.Satu minggu sebelumnya Sjafruddin juga mengeluarkan kebijakan kontroversial, yang disebut dengan Sertifikat Devisa (SD). Kebijaksanaan ini bermaksud mendorongekspordan sebaliknya menekanimpor.Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, selain mendapatkan uang sebanyak harga barangnya, setiap eksportir juga memperoleh SD sebesar 50% dari harga ekspornya. Sebaliknya, orang yang hendak impor harus membeli SD senilai harga barang yang hendak diimpor. Jadi, selain menyediakan uang senilai harga barang yang akan dibeli, setiap importir harus membeli SD dengan kurs yang ditetapkan pemerintah.Sebagai permulaan, pemerintah menetapkan kursnya 200 persen. Artinya, kalau orang akan membeli SD sebesar Rp 10.000, dia harus membayar Rp 20.000. Kurs itu akan naik-turun sesuai dengan perkembangan pasar. Dengan demikian, tanpa mengubah kurs resmi, kurs efektif bagi penghasil devisa adalah 200% kurs resmi, sedangkan bagi para pemakai devisa adalah 300% dari kurs resmi. Selisih ini masuk ke dalam kas pemerintah.Sudah tentu, dua kebijakan yang radikal itu menyulut pro-kontra. Sjafruddin pun mengakui, kebijakannya itu memberatkan para importir. Namun, ia tidak mau mengabaikan kepentingan para petani yang menghasilkan sebagian besar barang ekspor. Hasilnya ternyata mujarab. Kedudukanrupiahmenguat, harga barang terutama kebutuhan pokok tidak naik, dan pemasukan pemerintah naik berlipat-lipat, dari Rp 1,871 miliar menjadi Rp 6,990 miliar.4. Nasionalisasi De Javanese BankTerselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 1949 telah menandai berakhirnya permusuhan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda. Pada tahun 1949 Belanda telah mengakui kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat itu De Javasche Bank masih di percaya menjadi bank sentral di Indonesia. Seiring meningkatnya rasa nasionalisme, maka timbul keinginan untuk merubah De Javasche Bank yang masih berstatus swasta untuk menjadi milik negara. Pada tanggal 28 Mei 1951 Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo di hadapan parlemen mengumumkan keinginan pemerintah untuk menasionalisasikan De Javasche Bank. Mendengar berita tersebut, Presiden De Javasche Dr. Houwink merasa terkejut karena tidak di beritahu terlebih dahulu tentang rencana tersebut. Dan akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya dengan hormat dan Mr. Syarifuddin Prawiranegara menggantikan Dr. Houwink sebagai presiden De Javasche Bank yang baru.Pada 19 Juni 1951 pemerintah membentuk Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank yang akan mengkaji usulan langkah nasionalisasi, menyusun RUU nasionalisasi dan sekaligus merancang undang-undang bank sentral. Selanjutnya pada 15 Desember 1951diumumkan undang-undang No. 24 tahun 1951 tentang Nasionalisasi De Javasche Bank. Rancangan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pun diajukan ke parlemen pada bulan September 1952. Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui oleh parlemen pada 10 April 1953, kemudian disahkan oleh Presiden pada tanggal 29 Mei 1953 dan De Javasche Bank milik negara pun mulai berlaku pada 1 Juli 1953. Sejak saat itu bangsa Indonesia memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia.5. Sistem Ekonomi Ali-BabaPada masa pemerintahan kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954 - Agustus 1955), menteri prekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo memperkenalkan sistem ekonomi baru yang dikenal dengan sistem Ali-Baba. Artinya, bentuk kerjasama ekonomiantara pengusaha pribumi yang diidentikkan dengan Ali dan penguaha Tionghoa yang diidentikkan dengan Baba.Sistem ekonomi ini merupakan penggambaran ekonomi pribumi-China. Sistem Ali Baba digambarkan dalam dua tokoh, yaituAli sebagai pengusaha pribumi dan Baba digambarkan sebagai pengusaha non pribumi yang diarahkan pada pengusaha China.Dengan pelaksanaan kebijakan Ali-Baba, pengusaha pribumi diwajibkan untuk memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia agar dapat menduduki jabatan-jabatan staf. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional dan memberikan perlindungan agar mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asing yang ada. Program ini tidak dapat berjalan dengan baik sebab pengusaha pribumi kurang pengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. Sedangkan pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dalam memperoleh bantuan kredit.Tujuan dari program ini adalah untuk memajukan pengusaha pribumi, agar para pengusaha pribumi bekerjasama dalam memajukan ekonomi nasional, pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, dan memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi.Sistem ekonomi ini kemudian didukung dengan adanya kontribusi pemerintah yang menyediakan lisensi kredit dan lisensi bagi usaha swasta nasional serta memberikan perlindungan agar pengusaha nasional mampu bersaing dengan pengusaha asingSistem ekonomi ini lebih menekankan pada kebijakan indonesianisasi yang mendorong tumbuh berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi. Pelaksanaan sistem ekonomi Ali-Baba tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para pengusaha pribumi akhirnya hanya dijadikan sebagai alat bagi para pengusaha Tionghoa untuk mendapatkan kredit dari pemerintah.Memasuki zaman pemerintahan Demokrasi Terpimpin, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah. Namun, kondisi kehidupan rakyat tetap menderita. Kondisi buruk ini diperparah dengan tidak berjalannya distribusi bahan makanan dari pusat produksi kedaerah konsumsi akibat pemberontakan diberbagai daerah. Sementara itu, jumlah uang yang beredar semakin banyak karena pemerintah terus mencetak uang tanpa kendali. Uang tersebut digunakan uang mebiayai proyek-proyek mercusuar, seperti Games of the New Emerging forces (Ganefo) dan Conference of the New Emerging Forces (Conefo). Akibatnya, Inflasi semakin tinggi dan mencapai hingga 300%. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan dengan pemotongan nilai mata uang. Misalnya, uang Rp.500,00 dihargai Rp.50,00 dan uang Rp.1000,00 dihargai Rp.100,00. Tindakan pemerintah tersebut ternyata tidak menambah perbaikan kehidupan ekonomi rakyat.Sistem Ali-Baba pada awalnya bertujuan untuk memberikan peluang kepada para pengusaha agar bisa memajukan perekonomian indonesia dengan cara pemberian dana segar pada pengusaha. Namun, sistem ini akhirnya mengalami kegagalan karena :a. Kredit yang digunakan ternyata tidak digunakan secara benar oleh para pengusaha pribumi (Indonesia) dalam rangka mencari keuntungan tetapi malah dipindahkan kepada pengusaha tionghoa secara sepihakb. Kredit yang diberikan pada awalnya dimaksudkan untujk mendorong kegiatan produksi tapi malah diselewengkan untuk kegiatan konsumsic. Kegagalan pengusaha pribumi dalam memanfaatkan kredit secara maksimal sehingga kurang berdampak positif terhadap perekonomian indonesia waktu itu.6. Persaingan Finansial EkonomiPada masa Kabinet, Burhanuddin Harahap dikirim delegasi ke Jenewa untuk merundingkan masalah finansial-ekonomi antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda.Misi ini dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana persetujuan Finek, yang berisi:a. Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.b. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.c. Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain antara kedua belah pihak.Hasilnya pemerintah Belanda tidak mau menandatangani, sehingga Indonesia mengambil langkah secara sepihak.Tanggal 13 Februari 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda secara sepihak.Tujuannya untuk melepaskan diri dari keterikatan ekonomi dengan Belanda.Sehingga, tanggal 3 Mei 1956, akhirnya Presiden Soekarno menandatangani undang-undang pembatalan KMB.Dampaknya adalah banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu mengambil alih perusahaan Belanda tersebut.7. Rencana Pembangunan Lima TahunMasa kerja kabinet pada masa liberal yang sangat singkat dan program yang silih berganti menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kemerosotan ekonomi, inflasi, dan lambatnya pelaksanaan pembangunan.Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara.Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang. Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah. RPLT tidak dapat berjalan dengan baik disebabkan karena :1. Adanya depresi ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Barat pada akhir tahun 1957 dan awal tahun 1958 mengakibatkan ekspor dan pendapatan negara merosot.2. Perjuangan pembebasan Irian Barat dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia menimbulkan gejolak ekonomi.3. Adanya ketegangan antara pusat dan daerah sehingga banyak daerah yang melaksanakan kebijakan ekonominya masing-masing.8. Musyawarah Nasional PembangunanMasa kabinet Juanda terjadi ketegangan hubungan antara pusat dan daerah. Masalah tersebut untuk sementara waktu dapat teratasi dengan Musayawaraah Nasional Pembangunan (Munap).Tujuandiadakan Munap adalah untuk mengubah rencana pembangunan agar dapat dihasilkan rencana pembangunan yang menyeluruh untuk jangka panjang. Tetapi tetap sajarencana pembangunan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas, terjadinya ketegangan politik yang tak dapat diredakan, timbulnya pemberontakan PRRI/Permesta, dibutuhkannya biaya besar untuk menumpas pemberontakan PRRI/ Permesta sehingga meningkatkan defisit Indonesia, serta memuncaknya ketegangan politik Indonesia-Belanda menyangkut masalah Irian Barat yang mencapai konfrontasi bersenjata.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanPemikiran ekonomi pada era 1950an merupakan upaya untuk mengembangkan struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Meskipun Indonesia telah merdeka tetapi kondisi ekonomi Indonesia masih sangat buruk. Upaya untuk mengubah stuktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersendat-sendat. Berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah ekonomi pada masa demokrasi liberal diantaranya sistem ekonomi Gerakan Benteng, Gerakan Asaat, Gunting Syarifuddin, Nasionalisasi De Javanese Bank, sistem ekonomi Ali-Baba, Persaingan Finansial Ekonomi (Finek), Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT), dan Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).B. SaranPenerapan paham demokrasi liberal (parlementer) saat itu hendaknya dijadikan pembelajaran dan acuan bagi demokrasi saat ini agar kejadian yang tidak diinginkan tidak terulang kembali. Seperti masalah krisis ekonomi yang terjadi pada masa demokrasi parlementer yang menyebabkan kesejahteraan rakyat terabaikan. Untuk itu kita harus dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita di berbagai sektor. Khususnya sektor lokal yang dapat membantu perekonomian rakyat. 13